makalah pbl blok 16 - enterobiasis

15
Enterobiasis pada Anak Roykedona Lisa Triksi Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Pendahuluan Cacingan, penyakit yang cukup akrab di kalangan anak-anak Indonesia. Mulai dari yang berukuran besar seperti cacing perut, sampai yang kecil setitik seperti cacing kremi (pinworm). Cacing kremi atau Oxyuris vermicularis atau Enterobius vermicularis adalah parasit yang hanya menyerang manusia, penyakitnya kita sebut oxyuriasis atau enterobiasis. Cacing yang menginfeksi tubuh manusia dibagi menjadi dua yaitu cacing hidup di saluran pencernaan dan juga di jaringan tubuh manusia. Infeksi cacing kremi adalah suatu infeksi parasit yang terutama menyerang anak-anak, dimana cacing tersebut tumbuh dan berkembang biak di dalam usus. Penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing penting bagi manusia karena seringkali mempunyai dampak serius pada penderita maupun masyarakat. Penyakit infeksi ini ditemukan luas diseluruh dunia, pada umumnya di daerah beriklim tropis. Sesuai dengan skenario, seorang anak laki-laki 3 tahun datang dengan keluhan kalau malam tidur gelisah dan selalu menggaruk anusnya sejak 5 hari yang lalu. Maka dari itu, untuk mengetahui secara lengkap dan jelas, penulis akan membahas tentang enterobiasis mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, diagnosis dan lain sebagainya. 1

Upload: roykedona-lisa-trixie

Post on 03-Jan-2016

464 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Makalah Pbl Blok 16 FK UKRIDA - Enterobiasis

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Pbl Blok 16 - Enterobiasis

Enterobiasis pada Anak

Roykedona Lisa Triksi

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta

Pendahuluan

Cacingan, penyakit yang cukup akrab di kalangan anak-anak Indonesia. Mulai dari

yang berukuran besar seperti cacing perut, sampai yang kecil setitik seperti cacing kremi

(pinworm). Cacing kremi atau Oxyuris vermicularis atau Enterobius vermicularis adalah

parasit yang hanya menyerang manusia, penyakitnya kita sebut oxyuriasis atau enterobiasis.

Cacing yang menginfeksi tubuh manusia dibagi menjadi dua yaitu cacing hidup di saluran

pencernaan dan juga di jaringan tubuh manusia. Infeksi cacing kremi adalah suatu infeksi

parasit yang terutama menyerang anak-anak, dimana cacing tersebut tumbuh dan berkembang

biak di dalam usus. Penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing penting bagi manusia

karena seringkali mempunyai dampak serius pada penderita maupun masyarakat. Penyakit

infeksi ini ditemukan luas diseluruh dunia, pada umumnya di daerah beriklim tropis.

Sesuai dengan skenario, seorang anak laki-laki 3 tahun datang dengan keluhan kalau

malam tidur gelisah dan selalu menggaruk anusnya sejak 5 hari yang lalu. Maka dari itu,

untuk mengetahui secara lengkap dan jelas, penulis akan membahas tentang enterobiasis

mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, diagnosis dan lain sebagainya.

Anamnesis

Menanyakan riwayat penyakit disebut ‘Anamnesa’. Anamnesa berarti ‘tahu lagi’,

‘kenangan’. Jadi anamnesa merupakan suatu percakapan antara penderita dan dokter, peminta

bantuan dan pemberi bantuan. Tujuan anamnesa pertama-tama mengumpulkan keterangan

yang berkaitan dengan penyakitnya dan yang dapat menjadi dasar penentuan diagnosis.

Alamat korespondensi: Roykedona Lisa Triksi (102011207)Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731 Email : [email protected]

1

Page 2: Makalah Pbl Blok 16 - Enterobiasis

Mencatat (merekam) riwayat penyakit, sejak gejala pertama dan kemudian perkembangan

gejala serta keluhan, sangatlah penting.Perjalanan penyakit hampir selalu khas untuk penyakit

bersangkutan.1 Selain itu tujuan melakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik adalah

mengembangkan pemahaman mengenai masalah medis pasien dan membuat diagnosis

banding. Selain itu, proses ini juga memungkinkan dokter untuk mengenal pasiennya, juga

sebaliknya, serta memahami masalah medis dalam konteks kepribadian dan latar belakang

sosial pasien.

Anamnesis yang baik akan terdiri dari identitas (mencakup nama, alamat, pekerjaan,

keadaan sosial ekonomi, budaya, kebiasaan, obat-obatan), keluhan utama, riwayat penyakit

sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit dalam keluarga, kondisi lingkungan

tempat tinggalnya, apakah bersih atau kotor, dirumahnya terdapat berapa orang yang tinggal

bersamanya, yang memungkinkan dokter untuk mengetahui apakah penyakitnya tersebut

merupakan penyakit bawaan atau ia tertular penyakit tersebut.

Anamnesis yang dapat dilakukan pada pasien di skenario adalah sebagai berikut:

1. Anamnesa Umum

Nama, umur, alamat, pekerjaan (bisa secara alloanamnesis).

2. Keluhan Utama

Gelisah saat tidur malam dan selalu menggaruk daerah anus sejak 5 hari yang

lalu.

Pelengkap: tidak nafsu makan.

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Apakah sedang mengalami suatu penyakit tertentu atau tidak

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Sebaiknya, ditanyakan apakah dulu pernah mengalami hal yang sama seperti

sekarang.

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Apakah di keluarganya pernah ada yang mengalami hal yang sama.

6. Riwayat Pengobatan

Sudah mengkonsumsi obat apa saja, atau sudah mendapat pengobatan apa dan

apakah keadaan membaik atau tidak.

Pemeriksaan

2

Page 3: Makalah Pbl Blok 16 - Enterobiasis

Diagnosis suatu penyakit dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik yang ditemukan

pada pemeriksaan fisik, terutama sekali bagi penyakit yang memiliki gejala klinik spesifik.

Pemeriksaan yang dilakukan dapat berupa pemeriksaan fisik namun, bagi penyakit yang tidak

memiliki gejala klinik khas, untuk menegakkan diagnosisnya kadang-kadang diperlukan

pemeriksaan laboratorium (diagnosis laboratorium).

1. Pemeriksaan Fisik

Dari pemeriksaan umum dan fisik sering didapat keterangan – keterangan yang

menuju ke arah tertentu dalam usaha membuat diagnosis. Pemeriksaan fisik

dilakukan dengan berbagai cara diantaranya adalah pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang.

Biasanya, pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian

kepala dan berakhir pada anggota gerak yaitu kaki.

Pemeriksaan tanda-tanda vital yaitu:

1. Suhu tubuh

2. Tekanan darah

3. Frekuensi denyut nadi

4. Frekuensi pernapasan

Dari hasil pemeriksaaan fisik didapati bahwa pemeriksaaan tanda tanda vital

pasien dalam batas normal. Pada kasus infeksi cacing tidak ada metode pemeriksaan

sistem tubuh yang khusus di sini kita dapat melakukan inspeksi pada bagian tubuh

yang dikeluhkan. Seperti pada kasus kita si anak mengeluh gatal pada bagian anus.

Maka dilakukan inspeksi pada anus. Ditemukan adanya luka garuk pada daerah

sekitar anus yang dikarenakan adanya gejala klinis dari priritus ani.

2. Pemeriksaan Penunjang

Kegunaan dari pemeriksaan penunjang adalah untuk keakuratan diagnosis

suatu penyakit.

Anal Swab :

Anal swab adalah suatu alat dari batang gelas atau spatel lidah yang pada

ujungnya dilekatkan scoth adhesive tape. Bila adhesive tape ditempelkan di daerah

sekitar anus, telur cacing akan menempel pada perekatnya. Kemudia adhesive tape

diratakan pada kaca benda dan dibubuhi sedikit toluol untuk pemeriksaan

mikroskopik. Sebaiknya pemeriksaan dilakukan tiga hari berturut-turut.2 Pemeriksaan

perlu dilakukan berulang-ulang dalam beberapa hari berturut-turut karena imigrasi

3

Page 4: Makalah Pbl Blok 16 - Enterobiasis

cacing betina yang membawa telur tidak teratur. Sekali pemeriksaan hanya

menemukan lebih kurang 50% dari semua infeksi, tiga kali pemeriksaan menemukan

lebih kurang 90%. Seseorang dikatakan bebas dari infeksi cacing ini jika pada

pemeriksaan yang dilakukan 7 hari berturut-turut hasilnya negatif.3

Pemeriksaan Tinja

Pemeriksaan feses di maksudkan untuk mengetahui ada tidaknya telur cacing

ataupun larva yang infektif. Pemeriksaan feses ini juga di maksudkan untuk

mendiagnosa tingkat infeksi cacing parasit usus pada orang yang di periksa fesesnya.

Pengambilan spesimen feses dapat memperoleh data dan membantu menengakkan

diagnosa apakah seseorang benar menderita enterobiasis atau tidak. Maka untuk itu

adapun beberapa yang harus diperhatikan yaitu memilih feses pada bagian yang tidak

keras dan cair, mengambil feses pada bagian ujung yang pertama kali keluar sebesar

ibu jari tangan dengan aplikator dan masukkan ke dalam botol lebar.Setelah botol

berisi specimen feses didapat, kurang lebih 2,5 gram, dan telah ditambahkan formalin

10% sebagai pengawet dan dihomogenkan. Hal ini memperkecil kemungkinan telur

cacing menetas sebelum dilakukan pemeriksaan. Setelah itu campurkan NaCl jenuh

lalu aduk menggunakan pengaduk hingga feses berada pada dasar tabung. Kemudian

meletakkan deck glass diatas permukaan larutan dan diamkan selama 45 menit.

Setelah 45 menit ambil deck glass dan letakkan diatas objek glass dan periksa melalui

mikroskop. Hasil positif menunjukkan ditemukan adanya telur cacing asimetris pada

feses.4

Diagnosis

Proses diagnosa medis merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk menangani

suatu penyakit. Proses diagnosa adalah proses yang dilakukan seorang ahli kesehatan untuk

menentukan jenis penyakit yang diderita oleh pasien, kemudian menentukan diagnosis

penyakit pasien tersebut sehingga dapat memberi pengobatan yang tepat dengan jenis

penyakit (etiologik) maupun gejalanya (simptomatik).5

Diagnosa dilakukan berdasarkan prinsip bahwa suatu penyakit dapat dikenali dengan

memperhatikan ciri gejala klinis pada tubuh pasien yang ditimbulkan penyakit tersebut.

Keadaan penyakit yang diderita dapat juga di ukur dengan memperhatikan gejala klinis.

Semua gejala yang teramati kemudian dibandingkan dengan pengetahuan menenai penyakit

4

Page 5: Makalah Pbl Blok 16 - Enterobiasis

dan ciri-cirinya yang dimiliki ahli tersebut, bila terdapat kecocokan maka ahli tersebut dapat

menentukan jenis penyakitnya.5

I. Work Diagnosis

Work Diagnosis atau diagnosis kerja merupakan suatu kesimpulan berupa

hipotesis tentang kemungkinan penyakit yang ada pada pasien. Berdasarkan gejala-

gejala yang timbul dan juga hasil dari pemeriksaan tinja pasien, dapat langsung

dipastikan kalau pasien anak laki-laki tersebut menderita enterobiasis yang disebabkan

oleh Oxyuris vermicularis..

Etiologi

Enterobiasis adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing Enterobius vermicularis.

cacing ini sering juga disebut Oxyuris vermicularis, cacing kremi, seatworm, pinworm,

threadworm. Cacing betina berukuran 8-13mm x 0,4mm. Pada ujung anterior ada pelebaran

kutikulum seperti sayap yang disebut alae. Bulbus esofagus jelas sekali, ekornya panjang dan

runcing. Uterus cacing yang gravid melebar dan penuh telur. Cacing jantan berukuran 2-5mm,

spikulum pada ekor jarang ditemukan. Habitat cacing dewasa biasanya di rongga sekum, usus

besar dan usus halus yang berdekatan dengan rongga sekum. Makanannya adalah isi usus

halus. Cacing betina mengandung 11.000 – 15.000 butir telur, bermigrasi ke daerah perianal

untuk bertelur dengan cara kontraksi uterus dan vaginanya. Telur jarang dikeluarkan di usus,

sehingga jarang ditemukan telur di dalam tinja.

Gambar 1. cacing dewasa Enterobius vermicularis

5

Page 6: Makalah Pbl Blok 16 - Enterobiasis

Telur berbentuk lonjong dan lebih datar pada satu sisi (asimetris). Dinding telur

bening dan agak tebal dari dinding telur cacing tambang. Telur menjadi matang dalam waktu

6 jam setelah dikeluarkan. Telur resisten terhadap desinfektan dan udara dingin. Dalam

keadaan lembab telur hidup sampai 13 hari. Waktu yang diperlukan untuk daur hidupnya,

mulai dari tertelannya telur sampai menjadi cacing dewasa gravid yang bermigrasi ke daerah

perianal berlangsung 2 minggu sampai 2 bulan.3

Gambar 2. Daur hidup Enterobiasis

6

Page 7: Makalah Pbl Blok 16 - Enterobiasis

Epidemiologi

Penyebaran cacing kremi lebih luas dari pada cacing lain. Parasit ini ditemukan

kosmopolit. Di berbagai rumah tangga dengan beberapa anggota keluarga yang terinfeksi

cacing kremi, telur cacing 92% dapat ditemukan di lantai, meja, kursi, kasur dan pakaian.

Hasil penelitian di Jakarta Timur melaporkan bahwa kelompok usia terbanyak yang menderita

enterobiasis adalah berkelompok usia 5-9 tahun. Penularan dapat dipengaruhi oleh :

Penularan dari tangan ke mulut sesudah menggaruk daerah perianal cara infeksi ini

disebut dengan autoinfeksi. Penularan bisa juga karena tangan tadi bersentuhan

dengan orang lain atau memegang benda benda maupun pakaian.

Debu merupakan sumber infeksi mengingat telur dari enterobius sangat mudah

diterbangkan oleh angin sehingga telur melalui debu dapat tertelan.

Retrofeksi melalui anus, larva dari telur yang menetas di sekitar anus masuk lagi ke

dalam usus.

Anjing dan kucing tidak mengandung cacing kremi tetapi dapat menjadi sumber

infeksi karena telur enterobiasis yang menempel di bulunya. Angka kejadian di Indonesia

tinggi, terutama pada anak dan lebih banyak ditemukan pada golongan ekonomi lemah.

Angka kejadian pada orang kulit putih lebih tinggi dibandingkan negro.2

Patofisiologi

Perjalanan Enterobius vermicularis di dalam tubuh manusia dari awal tertelan telur

matang sampai cacing betina dewasa bertelur memerlukan waktu 2 minggu – 2 bulan. Pada

awalnya manusia tertelan telur matang yang bisa berasal dari telur yang terbawa debu atau

telur telur yang melekat pada benda benda di sekitar pasien. Kemudian telur matang ini

menetas di duodenum kemudian berubah menjadi rabditiform. Menjadi dewasa di yeyunum

atau ileum. Kemudian cacing melakukan kopulasi dan pada saat ingin bertelur cacing betina

bermigrasi ke daerah perianal untuk mengeluarkan telur telurnya. Cacing betina akan mati

setelah bertelur dan cacing jantan akan mati setelah kopulasi. Telur yang dikeluarkan tadi

akan menjadi matang dalam 6 jam setelah dikeluarkan. Dari telur telur didaerah peri anal ini

yang mengakibatkan reaksi alergi di sekitar perianal. Cacing dewasa betina Enterobius

biasaya bertelur pada malam hari mengakibatkan rasa gatal akan muncul pada alam hari yang

mengakibatkan penderita terganggu tidurnya. Gatal di malam hari ini lebih dikenal juga

dengan sebutan pruritus nokturnal.6

7

Page 8: Makalah Pbl Blok 16 - Enterobiasis

Manifestasi Klinik

Beberapa gejala infeksi Enterobius vermicularis yaitu kurang nafsu makan, berat

badan turun, aktivitas meninggi, cepat marah, gigi menggeretak dan insomnia.2 Lesi patologi

yang hebat jarang disebabkan cacing kremi. Pruritus perianal sering dikeluhkan. Pruritus bisa

mencetuskan garukan yang hebat sehingga menimbulkan pendarahan setempat, infeksi piogen

sekunder dan bisa menimbulkan likenifikasi. Terkadang ketika anak yang menderita

enterobiasis menangis pada malam hari dengan gatal hebat sambil menggaruk anusnya

orangtua sering menemukan cacing putih yang sangat kecil merayap didaerah yang terkena.7

Komplikasi

Komplikasi pada infeksi enterobiasis jarang terjadi mengingat penyakit ini bisa

sembuh dengan sendirinya. Tapi hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa infeksi

enterobiasis bisa mengalami komplikasi dan membahayakan nyawa penderita.

Vaginitis adalah peradangan yang terjadi akibat cacing yang bermigrasi ke daerah

liang vagina. Hal ini menimbulkan rasa gatal dan nyeri dari liang vagina.

Appendisitis adalah peradangan pada apendiks yang terjadi karena cacing bermigrasi

ke apendiks. Apabila terjadi peradangan apendiks akibat Enterobius maka sering kali

tidak menimbulkan gejala. Hal ini lah yang menakibatkan hal ini tidak bisa

diantisipasi.3

Dalam beberapa kasus cacing dewasa bisa ditemukan pada liang telinga atau kantung

konjungtiva tapi tidak menyebabkan gejala sakit dan jarang terjadi. Cacing bisa berpindah

ke daerah liang telinga atau kantung konjungtiva disebabkan karena jari yang tercemar.3

Penatalaksanaan

Pengobatan dibagi atas atas medica mentosa (menggunakan obat–obat yang di minum)

dan juga non-medica mentosa (tidak mengonsumsi obat).

a) Medica mentosa

Infeksi cacing kremi dapat disembuhkan melalu pemberian obat yaitu:8

1. Mebendazole

Diberikan dengan dosis 100mg 2x/hari selama 3 hari berturut-turut.baik untuk

semua stadium perkembangan cacing kremi.

2. Piperazin

8

Page 9: Makalah Pbl Blok 16 - Enterobiasis

Sangat efektif bila diberikan waktu pagi kemudian segelas air sehingga obat

sampai ke sekum dan kolon.

3. Pirantel pamoat dan albendazol keduanya sangat efektif untuk enterobiasis,

dengan dosis dan cara pemberian sama dengan pengobatan Ascaris lumbricoides.

Efek sampingnya mual dan muntah.

4. Thiabendazole sangat efektif dengan dosis 25mg/kg berat badan, diberikan 2 kali

sehari yang diberikan pada hari ke-1 dan ke-7.

b) Non-medica mentosa

Pemberian edukasi adalah hal yang seharusnya tidak boleh dilupakan oleh

seorang dokter. Menjaga kebersihan perorangan penting untuk pencegahan. Anak yang

terkena cacing kremi sebaiknya memakai celana tidur panjang jika hendak tisur supaya

alas kasur tidak terkontaminasi dan tangan tidak dapat menggaruk daerah perianal.

Pengobatan dilakukan pada semua anggota keluarga dan juga kepada orang yang sering

berhubungan dengan pasien. Memulihkan imunitas tubuh (makan makanan yang bergizi

serta mengkonsumsi vitamin). Baik dan tidak menimbulkan bahaya terutama dengan

pengobatan yang baik namun harus selalu memperhatikan kebersihan untuk mencegah

terjadinya retrofeksi kembali.

Prognosis

Prognosis baik dengan pengobatan yang teratur

Kesimpulan

Berdasarkan gejala-gejala yang timbul pada pasien, dan setelah dilakukan

pemeriksaan lebih lanjut, pasien diduga menderita enterobiasis dan hipotesis diterima.

9

Page 10: Makalah Pbl Blok 16 - Enterobiasis

DAFTAR PUSTAKA

1. Jong WD. Kanker, apakah itu? Jakarta: Arcan; 2005.h.104.

2. Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK. Parasitologi kedokteran. Edisi ke-4. Jakarta: Balai

Penerbit FKUI; 2008.h.25-8.

3. Natadisastra D, Agoes R. Parasitologi kedokteran ditinjau dari organ tubuh yang

diserang. Jakarta: EGC; 2009.h.73-8, 383-93.

4. Gandahusada S. Parasitologi kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI.2004.h.19-21.

5. Juanda HA. Solusi tepat bagi penderita TORCH. Solo: PT Wangsa Jatra Lesatari;

2007.h.19.

6. Hadijaja P, Sri Margono. Dasar parasitologi klinik. Edisi ke-1. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI; 2011.h.24.

7. Davey Rudolph A. Buku ajar pediatri Rudolph. Edisi ke-20. Volume 1. Jakarta: EGC;

2006.h.801-3.

8. Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi. Farmakologi dan terapi. Edisi ke-5. Jakarta:

Balai Penerbit FKUI; 2007.h.541-45.

10