makalah pasca panen buah tropis

62
MAKALAH PASCA PANEN MENINGKATKAN POSISI TAWAR PETANI MELALUI PENANGANAN PASCA PANEN SAYURAN, BUAH-BUAHAN DAN BIJI-BIJIAN YANG TEPAT SESUAI DENGAN KONSEP GAP “Teknologi Penanganan Pasca Panen sebagai Upaya Mempertahankan Mutu dan Memperpanjang Umur Simpan Buah Tropis (Pisang, Pepaya, dan Manggis)” Disusun oleh : Kelompok 7 A Dandy Nur Afrizal 240210110024 Vini Fitriani 240210110025 Yemima Jade 240210110026 Rara Hastuti R. 240210110027 Fannisa Putri 240210110028

Upload: vini-fitriani

Post on 27-Oct-2015

940 views

Category:

Documents


21 download

DESCRIPTION

BUah-buah tropis penanganan pasca panennya

TRANSCRIPT

Page 1: makalah pasca panen buah tropis

MAKALAH PASCA PANENMENINGKATKAN POSISI TAWAR PETANI MELALUI

PENANGANAN PASCA PANEN SAYURAN, BUAH-BUAHAN DAN BIJI-BIJIAN YANG TEPAT SESUAI DENGAN KONSEP GAP

“Teknologi Penanganan Pasca Panen sebagai Upaya Mempertahankan Mutu dan Memperpanjang Umur Simpan Buah

Tropis (Pisang, Pepaya, dan Manggis)”

Disusun oleh :

Kelompok 7 A

Dandy Nur Afrizal 240210110024

Vini Fitriani 240210110025

Yemima Jade 240210110026

Rara Hastuti R. 240210110027

Fannisa Putri 240210110028

UNIVERSITAS PADJADJARANFAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PANGANJATINANGOR

2013

Page 2: makalah pasca panen buah tropis

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................i

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

BAB II......................................................................................................................5

TEKNOLOGI PENANGANAN PASCA PANEN BUAH PISANG......................5

2.1. Pemanenan.................................................................................................5

2.2. Pengumpulan dan Pengangkutan...............................................................6

2.3. Pemotongan Sisir dan Pencucian..............................................................6

2.4. Penyakit Pascapanen yang Menyerang Buah Pisang................................7

2.5. Cara Mengatasi Serangan Penyakit Pascapanen.......................................8

2.6. Pengemasan...............................................................................................9

2.7. Pemeraman..............................................................................................12

2.7.1. Pemeraman dengan daun tanaman...................................................15

2.7.2. Pemeraman dengan ethrel................................................................16

2.7.3. Pemeraman dengan kalsium karbida................................................16

2.7.4. Pemeraman dengan gas etilen atau asetilen.....................................16

2.8 Teknik Memperpanjang Masa Simpan Buah..........................................17

2.8.1. Penggunaan temperatur dingin.........................................................18

2.8.2. Penggunaan cara modifikasi atmosfir (MA)....................................18

BAB III..................................................................................................................21

TEKNOLOGI PENANGANAN PASCA PANEN BUAH PEPAYA...................21

3.1 Pemanenan...............................................................................................22

3.2. Sortasi......................................................................................................23

3.3. Pengepakan..............................................................................................24

i

Page 3: makalah pasca panen buah tropis

3.4 Pengangkutan..........................................................................................25

BAB IV..................................................................................................................26

TEKNOLOGI PENANGANAN PASCA PANEN BUAH MANGGIS................26

4.1. Pemanenan...............................................................................................26

4.2. Sortasi dan Grading.................................................................................27

4.3. Penyimpanan...........................................................................................28

4.3.1 Penutupan pori – pori.......................................................................29

4.4. Penyimpanan pada Atmosfir Termodifikasi dan Terkontrol...................30

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................ii

ii

Page 4: makalah pasca panen buah tropis

BAB IPENDAHULUAN

Penanganan pascapanen adalah tindakan yang dilakukan atau disiapkan

agar hasil pertanian siap dan aman digunakan oleh konsumen atau dapat diolah

lebih lanjut melalui kegiatan industri. Penanganan pascapanen hasil pertanian

meliputi semua kegiatan perlakuan dan pengolahan langsung terhadap hasil

pertanian yang karena sifatnya harus segera ditangani untuk meningkatkan mutu

hasil pertanian agar mempunyai daya simpan dan daya guna lebih tinggi (AAK,

1990).

Penanganan pascapanen buah bertujuan untuk menekan tingkat

kehilangan atau tingkat kerusakan hasil panen buah. Kegiatan ini diharapkan

dapat meningkatkan daya simpan dan daya guna hasil panen buah agar dapat

menunjang usaha penyediaan pangan dan perbaikan gizi masyarakat. Penanganan

pasca panen buah tidak hanya menekan kehilangan hasil secara kuantitatif, namun

juga menjaga atau memperbaiki kualitas buah (Suparyono dan Setyono, 1993). 

Penanganan pasca panen buah merupakan upaya sangat strategis dalam

rangka mendukung peningkatan produksi buah. Konstribusi penanganan

pascapanen terhadap peningkatan produksi buah dapat tercermin dari penurunan

kehilangan hasil dan tercapainya mutu buah sesuai persyaratan mutu.

Sebagaimana komoditi lainnya maka buah juga memerlukan pascapanen yang

baik.

Penanganan yang tidak optimal selama penyimpanan, transportasi atau

pada saat penjualan menyebabkan buah yang sampai ke konsumen tidak terlalu

segar jika dibanding dengan buah aslinya. Biasanya buah juga sudah mengalami

penurunan bobot dan nilai gizi bahkan kadang-kadang telah terjadi pembusukan.

Ketidakoptimalan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah

fasilitas yang kurang memadai, pengetahuan dan keterampilan pelaku masih

kurang dalam melakukan penanganan yang baik.

Kehilangan hasil pada buah setelah panen dan sebelum pengolahan

umumnya disebabkan oleh 2 faktor, yaitu kehilangan quantitatif dan kehilangan

kualitatif. Kehilangan kuantitatif seperti: kehilangan kandungan air, kerusakan

1

Page 5: makalah pasca panen buah tropis

fisik, kerusakan fisiologi, dan luka. Sedangkan kehilangan secara kualitatif berupa

kehilangan tingkat keasaman, flavor, warna, serta nilai nutrisi pada buah.

Beberapa hal yang menyebabkan kehilangan hasil pada buah dapat

terjadi di kebun buah, transportasi setelah panen, dan keseluruhan sistem

penanganan buah mulai dari sortasi, pengelompokan ukuran buah, pematangan

buah, proses penyimpanan dingin, sampai pada penyimpanan buah. Jarak waktu

antara panen dan pengolahan buah juga menjadi faktor penting untuk menjaga

kesegaran dan kualitas dari buah tersebut. Hal tersebut dapat meminimalisasi

kelambatan dalam penanganan buah akan menurunkan kehilangan hasil (loss)

terutama pada buah yang mempunyai tingkat respirasi yang tinggi.

Permasalahan ini sangat penting karena pemahaman yang berbeda-beda

antar pelaku pemasaran. Sebagian berpendapat sesekali buah perlu difluktuasikan

suhunya, dari suhu dingin ke suhu ruang untuk dapat mempertahankan mutunya

dan memperpanjang masa simpannya. Jenis komoditi buah secara individual

berbeda ketahanannya terhadap penurunan kualitas dan kerusakan. Rantai

pemasaran yang panjang dengan penanganan yang salah juga ikut menyebabkan

buah yang sampai pada konsumen akhir tidak sesegar buah asli.

Menurut Muchtadi (1992) kualitas dari produk buah olahan tergantung

pada kualitas buah tersebut sebelum dilakukan pengolahan. Oleh sebab itu sangat

penting diketahui beberapa hal penting seperti waktu panen yang tepat, cara

pemanenan yang baik, penanganan setelah panen, serta cara mempertahankan

mutu buah segar setelah panen.

Buah memiliki masa simpan yang relatif rendah sehingga buah dikenal

sebagai bahan pangan yang cepat rusak dan hal ini sangat berpengaruh terhadap

kualitas masa simpan buah. Mutu simpan buah sangat erat kaitannya dengan

proses respirasi dan transpirasi selama penanganan dan penyimpanan di mana

akan menyebabkan susut pascapanen seperti susut fisik yang diukur dengan berat,

susut kualitas karena perubahan wujud (kenampakan), cita rasa, warna atau

tekstur yang menyebabkan bahan pangan kurang disukai konsumen, susut nilai

gizi yang berpengaruh terhadap kualitas buah.

Mutu simpan buah akan lebih bertahan lama jika laju respirasi rendah

dan transpirasi dapat dicegah dengan meningkatkan kelembaban relatif,

2

Page 6: makalah pasca panen buah tropis

menurunkan suhu udara. Pada umumnya komoditas yang mempunyai umur

simpan pendek mempunyai laju respirasi tinggi atau peka terhadap suhu rendah

(Tranggono dan Sutardi, 1990).

Dengan menggunakan sistem dan penanganan yang tepat, diharapkan

akan meningkatkan kualitas buah segar tersebut. Beberapa bentuk kualitas yang

perlu diperhatikan pada buah segar yaitu: penampilan buah (kondisi luar buah),

tekstur (firmness, crispness, dan juiceness), flavor, serta kandungan nutrisi

lainnya.

Dari segi penampilan termasuk didalamnya ukuran, bentuk, warna, dan

ada tidaknya kerusakan dan luka pada buah. Sedangkan yang dimaksud dengan

flavor adalah pengukuran tingkat kemanisan (sweetness), keasaman (acidity),

astringency, rasa pahit (bitterness), aroma, dan off-flavor. Kandungan nutrisi pada

buah dapat berupa vitamin A dan C, kandungan mineral, dietari fiber, karbohidrat,

protein, antioxidan phytochemical (carotenoid, flavonoid, dan senyawa fenol

lainnya). Faktor-faktor keamanan yang juga mempengaruhi kualitas buah segar

adalah residu dari pestisida, keberadaan logam berat, mikotoxin yang diproduksi

oleh berbagai spesies fungi dan kontaminasi dari mikroba. (Winarno, 2004)

Pengaturan suhu merupakan faktor yang sangat penting untuk

memperpanjang umur simpan dan mempertahankan kesegaran dari buah.

Sedangkan kelembaban (relative humidity) mempengaruhi kehilangan air,

peningkatan kerusakan, beberapa insiden kerusakan phisiologi, dan

ketidakseragaman buah pada saat masak (ripening). Pengaturan kelembaban yang

optimal pada penyimpanan buah antara 85 sampai dengan 90%. Kemudian

komposisi atmosfir dalam hal ini terdiri dari oksigen, karbondioksida, dan gas

etilen dapat menyebabkan pengaruh yang besar terhadap respirasi dan umur

simpan buah. (AAK, 2000)

Mutu simpan buah akan lebih bertahan lama jika laju respirasi rendah

dan transpirasi dapat dicegah dengan meningkatkan kelembaban relatif,

menurunkan suhu udara. Pada umumnya komoditas yang mempunyai umur

simpan pendek mempunyai laju respirasi tinggi atau peka terhadap suhu rendah

(Tranggono dan Sutardi, 1990).

3

Page 7: makalah pasca panen buah tropis

Pertumbuhan organisme perusak dapat diperlambat pada suhu

penyimpanan rendah, namun komuditas segar berangsur-angsur kehilangan

resistensi alaminya terhadap pertumbuhan organism perusak. Oleh karena itu

lamanya umur simpan ditentukan oleh interaksi oleh senensensi alami (kehilangan

kualitas), pertumbuhan organisme perubahan dan kepekaan terhadap cacat suhu

dingin (Tranggono dan Sutardi, 1990).

4

Page 8: makalah pasca panen buah tropis

BAB II

TEKNOLOGI PENANGANAN PASCA PANEN BUAH PISANG

Potensi buah pisang segar yang bisa diperdagangkan untuk pasar dalam

negeri dan luar negeri sangat besar, mengingat potensi produksi dan areal yang

luas ada di Indonesia. Namun, untuk pengembangan potensi tersebut perlu banyak

perbaikan, tidak hanya pada budidaya agar menghasilkan buah bermutu, tetapi

juga perbaikan penanganan pascapanen karena masih banyak diabaikan. Hal ini

menyebabkan keadaan buah pisang yang umumnya dihasilkan para petani

memiliki kualitas yang rendah dicirikan dengan ketuaan yang beragam,

penampilan buah tidak mulus dan masa segar yang pendek karena cepat rontok.

Untuk mendapatkan buah pisang segar matang dengan kualitas tinggi, perhatian

harus diberikan sejak penentuan buah untuk dipanen, kebersihan dan pencegahan

serangan busuk buah, penanganannya sampai tempat tujuan dan proses

pematangannya.

2.1. Pemanenan

Buah yang akan dipanen ditentukan berdasarkan tingkat kematangan dan

sudah memenuhi syarat. Batang pohon dipotong pada posisi ketinggian sekitar 1

meter, kemudian dipotong setengah diameter batangnya dan pohon direbahkan.

Tandan pisang dipotong setelah pohon rebah, dan dijaga agar buah pisang tidak

terkena getah. Untuk menjaga agar tandan buah pisang tidak kontak dengan tanah,

maka di perkebunan besar biasanya panen ditangani oleh dua orang, satu orang

memotong tandan dan orang lainnya langsung menerima dan memanggulnya

untuk menggantungkan tandan tersebut pada kabel-kabel yang telah diinstalasi di

perkebunan, terhubung ke bangsal pengemasan. Melalui kabel tersebut buah

pisang sampai ke bangsal pengemasan untuk penanganan selanjutnya.

Petani melakukan panen pisang dengan memotong tandan dan kemudian

diletakkan di tempat pengumpulan. Disarankan untuk meletakkan tandan pisang

pada tempat yang teduh, tidak terkena sengatan matahari, dan buah pisang tidak

menyentuh tanah. Secara sederhana dapat digunakan alas daun pisang kering.

Tandan harus diposisikan sedemikian rupa, sehingga buah pisang tidak terkena

getah yang keluar dari bekas tandan yang dipotong. Setelah terkumpul beberapa

5

Page 9: makalah pasca panen buah tropis

tandan, biasanya petani membawa dengan menggunakan pikulan ke rumah atau

langsung menjualnya kepada pedagang pengumpul.

2.2. Pengumpulan dan Pengangkutan

Penanganan buah pisang oleh petani maupun pedagang pengumpul masih

sederhana. Untuk mempertahankan mutu buah pisang setelah panen, maka

penanganan yang baik harus dilakukan sejak panen. Buah setelah panen

dikumpulkan di tempat yang teduh, terlindung dari panas. Umumnya para

pedagang pengumpul memiliki ruangan di depan atau di samping rumahnya untuk

menampung buah pisang. Tandan buah pisang diletakkan berjajar, tidak

bertumpuk, dan harus dihindari penetesan getah dari tangkai yang menodai buah

pisang, karena penampilan buah menjadi kotor. Buah pisang di Indonesia

diperdagangkan dalam bentuk tandan, sisir atau satu gandeng terdiri dua buah.

Umumnya, buah pisang dari sentra produksi diangkut masih dalam bentuk tandan

dan keadaannya masih mentah. Pengangkutan dilakukan menggunakan truk atau

mobil dengan bak pengangkut (pick up) dengan menumpuk tandan pisang hingga

bak tersebut penuh, kemudian menutupnya dengan terpal atau kain penutup

lainnya atau tanpa penutup sama sekali. Kondisi ini dapat mengakibatkan tingkat

kerusakan yang tinggi. Pisang yang mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi

mendapat perlakuan yang lebih baik, dengan membungkus tandan pisang

menggunakan daun pisang kering yang dililitkan dari sisir terbawah ke sisir paling

atas sehingga menutup sempurna seluruh bagian. Cara tersebut umumnya

diterapkan untuk buah pisang dalam tandan yang sudah matang atau mengalami

pemeraman terlebih dahulu. Di perkebunan besar, tandan buah pisang dari kebun

diangkut menggunakan kabel atau fasilitas lainnya menuju bangsal pengemasan.

Bangsal pengemasan merupakan bangunan yang dilengkapi dengan fasilitas

berupa perlengkapan pemotongan sisir, bak pencucian, meja-meja sortasi,

penimbangan, perlakuan pengendalian hama dan penyakit pascapanen, dan

fasilitas pengemasan (Muhajir dan Sanuki, 1998).

2.3. Pemotongan Sisir dan Pencucian

Cara terbaik dalam pengiriman buah untuk menjaga kualitas buah pisang

adalah dalam bentuk sisir yang dikemas dalam peti karton atau peti plastik yang

6

Page 10: makalah pasca panen buah tropis

bisa digunakan ulang. Pekerjaan pemotongan sisir dilakukan oleh pekerja di

bangsal pengemasan menggunakan pisau khusus (dehander). Biasanya pada saat

dipotong, tiap sisir akan mengeluarkan getah. Untuk membekukan getah dan

sekaligus membersihkan debu atau kotoran yang melekat pada permukaan buah,

sisir-sisir pisang segera dimasukkan dalam bak berisi air. Jika satu sisir pisang

berukuran besar dan berisi banyak, maka perlu dipotong lagi atau dalam bentuk

klaster, agar lebih mudah penanganannya saat pengemasan. Air dalam bak harus

sering diganti. Jika tidak, dapat merupakan sumber inokulum yang kemudian

menginfeksi bagian crown dan menyebabkan busuk yang dikenal dengan crown

rot yang dapat menjalar ke buah pisang. Untuk mencegahnya, dalam air pencucian

dapat ditambahkan klorin, berupa natrium hipoklorit 75-125 ppm untuk

membunuh spora Fusarium, Cholletotrichum, dan Botryodiplodia serta fungi lain

yang sering menyerang crown pisang. Buah kemudian ditiriskan. Perlakuan

pengendalian penyakit pascapanen menggunakan fungisida dapat dilakukan

setelah pencucian, baik melalui perendaman atau penyemprotan.

2.4. Penyakit Pascapanen yang Menyerang Buah Pisang

Kualitas buah pisang di Indonesia kadang kurang baik, yang disebabkan

oleh panen tidak tepat waktu (kematangan tidak memenuhi syarat), kurangnya

perawatan tanaman dan buruknya penanganan di kebun dan selama pengangkutan

yang mengakibatkan kerusakan mekanis dan memberi peluang infeksi

mikroorganisme penyebab busuk pascapanen lebih besar. Selain mikroorganisme

yang masuk ke dalam buah melalui luka, serangan busuk buah juga sudah dimulai

penetrasinya sejak buah masih di pohon. Mikroorganisme yang telah melakukan

penetrasi tersebut adalah Colletotrichum sp, yang kemudian berada dalam

keadaan laten, dan spora berkecambah saat buah menjadi matang. Pada umumnya

busuk pada pisang di Indonesia adalah antraknos, tip rot, dan crown rot.

Antraknos pada pisang menyerang permukaan buah, pada awalnya berupa bintik-

bintik coklat, kemudian makin melebar, cekung, kemudian muncul spora

berwarna merah bata di tengah noda tersebut. Semakin lama bintik-bintik tersebut

saling menyambung dan penampilan buah menjadi buruk. Antraknos muncul

setelah buah matang kemudian menyebar dengan cepat, dan dalam 2-3 hari

permukaan kulit buah telah rusak. Antraknos disebabkan oleh infeksi laten

7

Page 11: makalah pasca panen buah tropis

Colletotrichum sp yang telah menginfeksi buah sejak di kebun. Serangan crown

rot pada buah pisang Raja Bulu dipengaruhi oleh cara penanganan buah, lokasi

dan tempat pemasarannya. Buah yang diambil langsung dari kebun, kemudian

mendapat perlakuan hati-hati dan bersih, pada bagian crown hanya terserang oleh

Colletotrichum sp dan Rhizopus sp. Selanjutnya, mulai dari pedagang pengumpul,

pasar tradisional dan pasar swalayan mengalami penambahan mikroorganisme

perusaknya. Yaitu terdapat Botryodiplodia sp, Fusarium sp. dan Penicillium sp.

(Murtiningsih, et al., 1995). Hal ini memperlihatkan bahwa, buah pisang yang

mendapat perlakuan hati-hati dan terjaga kebersihannya selama penanganan dapat

mencegah infeksi mikroorganisme. Busuk pada crown banyak terjadi pada buah

pisang yang ditransportasikan dalam bentuk sisiran, karena infeksi lebih mudah

berlangsung dan umumnya buah tidak mendapatkan perlakuan pencegahan

terhadap infeksi. Infeksi yang masuk melalui crown dapat menjalar sampai

pangkal buah, bahkan seluruh buah hingga menyebabkan buah rontok.

2.5. Cara Mengatasi Serangan Penyakit Pascapanen

Kebusukan yang disebabkan serangan penyakit pascapanen dapat dicegah

dengan menggunakan salah satu dari beberapa fungisida atau tanpa bahan kimia

yaitu menggunakan pencelupan dengan air panas. Jika tidak ingin menggunakan

fungisida, maka perlakuan dengan air panas sudah dapat membantu mengurangi

dan menunda serangan busuk pada buah pisang. Pengendalian busuk pada pisang

Raja Sere, Emas dan Lampung telah dilakukan penelitiannya menggunakan

beberapa perlakuan yaitu benomil 500 ppm, zineb 1000 ppm, mankozeb 1000

ppm, dan perlakuan perendaman dalam air panas 55oC selama 2 menit. Hasilnya

memperlihatkan bahwa, benomil dan perlakuan air panas dapat menunda serangan

penyakit pascapanen pada tiga kultivar pisang tersebut. Pada pisang Raja Sere

yang mendapat perlakuan benomil mulai terserang setelah 11,4 HSP (HSP=hari

setelah perlakuan) sementara perlakuan air panas memberikan gejala awal

serangan setelah 11 HSP dengan buah tanpa perlakuan mulai terserang pada 8

HSP. Buah mulai matang pada 7,4 HSP. Pada pisang Emas dan pisang Lampung

gejala awal serangan muncul lebih awal, dibandingkan dengan kontrol, hanya

benomil yang efektif hingga 9,8 HSP (Emas) dan 8,6 HSP untuk pisang Lampung

(Murtiningsih, et al., 1991). Kutipan hasil penelitian tersebut menunjukkan

8

Page 12: makalah pasca panen buah tropis

bahwa, buah pisang yang tidak mendapat perlakuan fungisida atau air panas, saat

buah menjadi matang sudah mulai terdapat bintik-bintik serangan penyakit

pascapanen pada permukaan buahnya, namun, jika buah mendapat perlakuan,

awal serangan baru mulai paling cepat 3 hari setelah buah matang. Hal ini berarti,

ketika buah dalam pemajangan/pemasaran hingga sampai konsumen dalam

keadaan mulus. Serangan busuk pada crown dapat diatasi dengan melakukan

beberapa cara, antara lain pencelupan dalam air panas, pelapisan lilin+benomil,

dan pengolesan dengan kapur sirih. Ternyata, yang paling mudah dan murah

namun cukup efektif adalah pengolesan dengan kapur sirih pada crown. Gejala

serangan pada crown muncul setelah 11,62 HSP, sementara pada kontrol, gejala

muncul pada 4,50 HSP. Buah mulai matang setelah 10,50 HSP dan terserang pada

11,57 HSP. Jika digunakan perlakuan pelapisan lilin yang mengandung benomil,

gejala serangan pada crown baru muncul setelah 13 HSP. Penggunaan fungisida

prochloraz 0,55 ml/liter juga sudah diteliti, dapat menunda munculnya serangan

penyakit pascapanen sampai 5 hari dibandingkan perlakuan kontrol yang

membutuhkan waktu 10-11 hari pada suhu kamar (Suyanti dan Sabari, 1988).

Hanya saja prochloraz merupakan fungisida yang tidak beredar di Indonesia.

2.6. Pengemasan

Pengemasan buah pisang ditujukan untuk melindungi buah dari kerusakan

mekanis dan memudahkan penanganan selama pengangkutan untuk distribusi dan

pemasaran. Untuk itu, Mitchell (1985) menyebutkan beberapa persyaratan, yaitu

kemasan harus mampu melindungi isi terhadap kerusakan selama distribusi dan

mampu mempertahankan bentuk dan kekuatan kemasan meski terkena

kelembaban dan ditumpuk selama waktu penggunaannya. Kemasan yang baik

juga mampu mengeluarkan panas dan uap air yang dihasilkan oleh buah pisang

yang tetap melakukan respirasi. Pada kemasan buah pisang, terdapat bermacam-

macam bentuk, ukuran, dan bahan kemasan. Paling sederhana dan masih banyak

digunakan adalah keranjang terbuat dari anyaman bambu, kotak dari kayu, dan

kotak dari karton. Untuk kemasan karton biasanya digunakan oleh perusahaan

atau swasta yang memiliki perkebunan buah pisang. Buah pisang Ambon yang

berasal dari sentra pisang Jawa Barat umumnya telah mengalami pemeraman

dengan cara pengemposan (pemeraman dengan asap selama kurang lebih 24 jam)

9

Page 13: makalah pasca panen buah tropis

kemudian dibuat gandengan (satu gandeng terdiri dua pisang), dimasukkan ke

dalam wadah anyaman bambu untuk dikirim ke Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta.

Sebagai bantalan digunakan daun pisang kering. Tergantung kelas/grade buah

pisang yang mengacu pada ukuran buah, satu keranjang kecil berisi 3-4 gandeng

pisang Ambon. Para pedagang mengelompokkan menjadi 4 kelas yaitu kelas

super (isi 3 gandeng, berat buah pisang 1180 gram), tiga kelas berikutnya hampir

sama isinya dengan berat buah sekitar 670-760 gram. Untuk buah pisang yang

berukuran kecil yaitu 760 gram berisi 4 gandeng merupakan kelas paling rendah.

Berat keranjang rata-rata 150-160 gram dan berat daun pisang kering yang

digunakan sebagai bantalan berkisar antara 240-370 gram. Model kemasan dan

bantalan demikian, pada satu sisi menyelamatkan isi (buah pisang hampir tidak

mengalami kerusakan selama transportasi), namun pada sisi lain menjadi sampah

di kota besar. Ke depan, pengemasan demikian perlu diganti dengan cara

pengemasan yang tidak menimbulkan masalah sampah di kota besar. Apapun

kemasan yang digunakan, terdapat beberapa hal penting yang

10

Page 14: makalah pasca panen buah tropis

Contoh Kemasan Buah Pisang

Apapun kemasan yang digunakan, terdapat beberapa hal penting yang

harus mendapat perhatian, pertama, kemasan harus mampu memberikan

perlindungan pada buah pisang dari kerusakan seperti luka, tertusuk, dan memar.

Memar pada buah pisang yang sering terjadi selama penanganan dan distribusi

dapat merupakan kerusakan yang merugikan. Memar mengakibatkan rusak pada

kulit dan daging buah yang sangat nampak ketika buah telah matang. Berikut

beberapa penyebab memar:

a. Memar karena benturan.

Terjadi karena terbentur akibat dijatuhkan pada permukaan yang lebih

keras, misalnya buah pisang yang dilemparkan saat pemuatan dalam kemasan,

atau buah pisang yang telah berada dalam kemasan jatuh atau dilemparkan saat

memuat dalam angkutan. Untuk mengurangi kerusakan tersebut, dapat digunakan

lapisan atau bantalan pada dasar kemasan dan penanganan yang lebih hati-hati.

11

Page 15: makalah pasca panen buah tropis

b. Memar akibat tekanan.

Buah pisang dalam kemasan dapat mengalami kerusakan jika kemasan

tidak kuat menahan tumpukan dari kemasan di atasnya. Memar akibat tekanan

juga dapat terjadi akibat tumpukan antar buah pisang dalam kemasan. Buah pada

bagian bawah tertekan pisang yang berada di atasnya jika tanpa disusun dengan

baik dan diberi lapisan penyekat.

c. Memar akibat gesekan.

Kerusakan ini dapat dihindari bila penyusunan buah pisang dalam

kemasan rapat dan tidak memungkinkan buah bergerak. Contoh kerusakan buah

pisang yang terlihat setelah buah matang adalah ujung buah menekan dan melukai

buah lainnya, buah pecah, dan buah memar karena tekanan. Kemasan yang

digunakan cukup memiliki ventilasi atau lubang-lubang untuk membuang panas

yang dihasilkan oleh buah pisang. Panas tidak boleh terakumulasi di sekeliling

buah yang dapat menstimulasi respirasi yang lebih cepat. Umumnya, kemasan

dengan ventilasi sekitar 5% sudah mencukupi. Kemasan harus mampu menekan

kehilangan air yang berarti juga susut bobot dan penampilan buah seperti layu

atau kurang segar. Untuk mengatasi susut bobot tersebut, dapat digunakan

lembaran plastik polietilen tipis yang diberi lubang/ perforasi untuk membungkus

seluruh buah pisang sebelum dimuat dalam kotak karton berkorugasi. Sebagai

contoh, buah pisang cv Cavendish yang dihasilkan oleh perkebunan di Lampung

dan dipasarkan ke beberapa kota besar, dipak menggunakan kemasan karton

berkorugasi yang terdiri dari dua bagian berupa wadah dan tutup, dilengkapi

dengan ventilasi pada empat sisi dan tutupnya. Selain sebagai ventilasi, lubang

yang dibuat pada kedua sisi juga berfungsi untuk memudahkan mengangkat

kemasan. Kemasan diberi liner berupa kantong plastik tipis yang berlubang-

lubang, kemudian buah pisang diatur didalamnya selapis demi selapis dibatasi

dengan lembaran Styrofoam tipis yang berlubang. Sisiran buah pisang Cavendish

cukup besar sehingga memudahkan pengemasan, satu sisir dibagi menjadi dua

atau tiga bagian. Kapasitas kemasan adalah 18 kg.

2.7. Pemeraman

Buah pisang sampai tempat tujuan pengiriman diharapkan masih dalam

keadaan hijau. Pemeraman dikerjakan oleh pedagang di pasar-pasar tujuan. Hal

12

Page 16: makalah pasca panen buah tropis

ini terjadi untuk pisang Ambon dari Lampung yang dilakukan pemeraman di

daerah Ciawi dan sekitarnya. Pemeraman pada lingkungan suhu sejuk dapat

menghasilkan pisang matang dengan penampilan kulit buah kuning, namun

daging buah masih keras. Buah pisang yang telah matang sangat mudah dikenali

melalui perubahan warna kulitnya, oleh karena itu indeks warna kulit menjadi

penting, dan digunakan sebagai penanda tingkat kematangan buah pisang. Tabel x

berikut menyajikan deskripsi kematangan buah pisang berdasarkan warna

kulitnya.

Pisang merupakan jenis buah-buahan yang tergolong sebagai buah

klimakterik, sehingga setelah dipanen masih melangsungkan proses fisiologi

dengan menghasilkan etilen dan karbon dioksida dalam jumlah yang meningkat

drastis, serta terjadi proses pematangan buah (Wills et al., 1999). Diketahui bahwa

13

Page 17: makalah pasca panen buah tropis

hormon yang berpengaruh terhadap proses pematangan adalah etilen. Beberapa

daun tanaman menghasilkan etilen sehingga sering digunakan sebagai pemacu

pematangan. Buah pisang dapat dipanen tua sebelum matang kemudian dilakukan

pemeraman untuk mendapatkan buah matang. Pemeraman setidaknya dilakukan

sampai buah memiliki indeks warna 3, dimana kondisi buah sudah mulai

menguning namun tekstur masih keras dan tahan untuk dikirimkan ke tempat

pemasaran. Stimulasi pematangan sering dilakukan dengan menggunakan gas

etilen, gas karbit atau ethrel. Jika menggunakan gas etilen dengan waktu kontak

cukup 24 jam. Kesempurnaan hasil pemeraman dipengaruhi oleh dosis bahan

pemacu pematangan, suhu, kelembaban dan sirkulasi udara. Proses pematangan

yang berjalan sempurna (suhu sejuk, kelembaban tinggi, ventilasi udara di tempat

pemeraman baik, dosis bahan pemacu pematangan tepat) menghasilkan warna

kulit buah pisang kuning merata, rasa buah manis, aroma kuat dan tidak mudah

rontok. Proses pematangan tersebut terjadi pemecahan klorofil, pati, pektin, dan

tanin yang diikuti dengan pembentukan senyawa etilen, pigmen, flavor, energi

dan polipeptida (Pantastico, 1975). Senyawa etilen inilah yang merupakan

hormon yang aktif dalam proses pematangan buah. Seperti disebutkan

sebelumnya, bahwa suhu lingkungan berpengaruh terhadap pematangan buah

pisang. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa semakin tinggi suhu maka

respirasi makin cepat, perubahan warna dari hijau menjadi kuning dan tekstur dari

keras menjadi lunak semakin cepat pula. Melunaknya daging buah terkait dengan

perubahan protopektin yang tidak larut menjadi pektin yang larut selama

pematangan berlangsung. Dengan demikian, pematangan pada suhu sejuk

menghasilkan buah dengan warna kuning, rasa manis, namun tekstur belum lunak

dan tidak mudah rontok. Pematangan buah pisang Ambon pada suhu lebih tinggi

menyebabkan kelainan fisiologis yaitu perubahan warna, kulit dan pelunakan

daging buah yang tidak sempurna (Muhajir, 1989). Cara pemeraman sederhana

dilakukan dengan menempatkan buah pisang di dalam tanah, selanjutnya

dilakukan pengasapan dari bahan pertanian, misalnya daun kelapa, sabut kelapa

yang dikenal dengan cara pengomposan. Disamping itu, yang juga banyak

dilakukan pedagang pisang, yakni menggunakan peti kayu yang dilapisi kertas

14

Page 18: makalah pasca panen buah tropis

semen, kemudian ditambahkan karbit, dan selanjutnya ditutup menggunakan

kertas bekas pembungkus semen.

2.7.1. Pemeraman dengan daun tanaman

Petani memiliki cara pemeraman buah dengan menutup buah dengan daun

dari beberapa jenis tumbuhan. Beberapa daun yang memiliki kemampuan

merangsang pematangan buah adalah daun gamal atau Gliricidia sapium dan

Albizzia fulcata (Murtiningsih, et al., 1993). Daun Gliricidia biasa digunakan oleh

petani di pedesaan Filipina untuk mempercepat pematangan buah pisang,

sementara para petani di Sukabumi banyak menggunakan daun Albizzia. Jika akan

menggunakan daun tersebut, perlu dipetik satu hari sebelumnya, karena pada saat

tersebut produksi etilen tertinggi dengan periode waktu yang lama (24-48 jam),

masing masing 0,73-0,89 ppm pada daun Albizzia dan 0,20-0,24 ppm pada

Gliricidia (Murtiningsih, et al., 1993). Pematangan yang lebih cepat tersebut

ditunjukkan oleh perubahan warna kulit dari hijau menjadi kuning, perubahan

tingkat kekerasan, penurunan kadar pati dan peningkatan kandungan gula.

Perubahan tersebut tidak signifikan antara penggunaan daun sebanyak 20 dan

40% untuk pemeraman buah pisang Raja Sere dan pisang Emas. Berdasarkan

uraian di atas, pemeraman menggunakan daun, cukup dengan menggunakan 10%

dari berat buah pisangnya. Daun dapat diletakkan sebagai bantalan pada dasar

kemasan buah, kemudian diletakkan pisang, daun, dan pisang secara berselang-

seling, kemudian ditutup dan dibiarkan 36 jam. Setelah waktu tersebut, buah dapat

dikeluarkan dan dibiarkan matang sempurna. Penggunaan jumlah daun yang

semakin banyak makin cepat buah menjadi matang dan akibatnya buah juga cepat

rontok. Karena buah terpacu cepat matang, maka respirasi berjalan cepat,

karbohidrat yang dirombak juga banyak dan menghasilkan air dan gas

karbondioksida sehingga menyebabkan susut bobotnya cukup besar. Hal yang

terjadi pada komposisi buah adalah penurunan kandungan vitamin C seiring

dengan kenaikan dosis daun. Pada penggunaan daun 40% dari berat buah

mengakibatkan susut bobot hingga 16,8% (Murtiningsih, et al,1993). Pemeraman

menggunakan daun dapat dilakukan bersamaan waktunya dengan pengiriman

buah, dan sesampainya di tempat tujuan (tidak lebih dari 36 jam) buah dapat

15

Page 19: makalah pasca panen buah tropis

dikeluarkan dari kemasan dan dibiarkan selama satu hari kemudian dapat

dipasarkan dan dikonsumsi.

2.7.2. Pemeraman dengan ethrel

Ethrel atau ethepon adalah suatu larutan yang mengandung bahan aktif 2

chloro ethyl phosponic acid yang dapat menghasilkan etilen secara langsung pada

jaringan tanaman. Dengan timbulnya etilen maka kematangan buah dapat

dipercepat. Pemeraman menggunakan ethrel dilakukan Suyanti dan Rani (1989)

pada pisang Raja Sere. Semakin tinggi konsentrasi ethrel yang digunakan

perubahan warna dan pelunakan buah semakin cepat, dan pemacuan tersebut

mempercepat penurunan kadar pati diiringi dengan peningkatan kadar gula dan

kadar asamnya. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa penggunaan ethrel

dapat menyeragamkan kematangan pada pisang Raja Sere yang seringkali tidak

merata. Dalam penerapannya, buah dicelup dalam larutan ethrel 1000 ppm selama

30 detik (1 ml dalam 1 liter air bersih), dan menjadi matang penuh dalam waktu 3-

4 hari.

2.7.3. Pemeraman dengan kalsium karbida

Para pedagang pengumpul sering menggunakan batu karbit atau kalsium

karbida untuk mempercepat pematangan buah pisang, karena mudah diperoleh,

murah dan praktis. Caranya, batu karbit sebanyak 0,05% dari berat buah pisang,

dibungkus dengan kertas koran dan dipercikkan air. Karbit kemudian diletakkan

pada bagian bawah kemasan, kemudian diletakkan buah pisang dan ditutup rapat.

Kondisi demikian dibiarkan selama 36 jam dalam ruangan dengan sirkulasi udara

yang baik. Setelah waktu stimulasi tercapai, buah dikeluarkan dan diatur pada rak-

rak untuk memberi kesempatan matang sempurna. Salah satu keuntungan

pemeraman engan kalsium karbida adalah dapat diterapkan bersamaan

pengemasan dan selama pengiriman yang tidak melebihi 36 jam. Sampai di

tempat tujuan, buah pisang dikeluarkan dari kemasan dan diangin-anginkan paling

tidak satu hari, baru dapat dipasarkan dan dikonsumsi. Namun, kelemahannya,

karena buah cepat matang maka buah pisang mudah rontok dan cepat rusak

ditandai dengan bintik-bintik coklat pada permukaan kulit.

16

Page 20: makalah pasca panen buah tropis

2.7.4. Pemeraman dengan gas etilen atau asetilen

Pemeraman pisang dapat pula dilakukan menggunakan gas etilen atau

asetilen. Asetilen adalah gas yang sering digunakan untuk keperluan mengelas.

Penggunaan gas dalam pemeraman lebih baik dibanding dengan karbit.

Penggunaan gas lebih efektif bila buah yang diperam mengandung enzim

oksidase, karena gas berfungsi sebagai koenzim. Disamping itu, gas berfungsi

untuk mengubah warna kulit buah dari hijau menjadi kuning dan mempercepat

kematangan buah. Buah pisang dalam bentuk tandan atau sisir diatur di rak yang

diberi tutup plastik atau dalam ruang tertutup sehingga udara tidak dapat keluar.

Gas asetilen atau etilen dialirkan ke dalam ruangan, jumlahnya tergantung ruang

pemeraman yang digunakan.

Bila gas etilen kurang mencukupi, maka pematangan tidak merata dan

warna kulit buah pucat dan ujung buah tetap berwarna hijau. Hal-hal penting yang

harus diperhatikan pada proses pemeraman buah yaitu kelembaban dan suhu

diatur agar mendekati titik jenuh. Kelembaban ini dipertahankan sampai terjadi

perubahan warna pada kulit buah pisang. Pemeraman yang baik dilakukan pada

suhu antara 17,5-20oC dengan kelembaban 75-85%. Tiap cara pemeraman

menghasilkan buah matang yang berbeda. Cara pemeraman menggunakan asap

(empos), daun Albizzia, daun Gliricidia dan batu karbit dibandingkan

pengaruhnya terhadap pematangan, buah rontok dan kerusakan pisang Ambon

seperti ditunjukkan pada Tabel x. Nampak bahwa buah pisang yang cepat matang

juga cepat rontok dan rusak, seperti pemeraman menggunakan batu karbit.

Pemeraman menggunakan cara pengemposan terlihat memberikan kualitas hasil

buah matang lebih baik dan tidak cepat rontok. Cara ini hingga kini masih

diterapkan oleh para pengumpul buah pisang di daerah Pandeglang, Banten.

17

Page 21: makalah pasca panen buah tropis

2.8 Teknik Memperpanjang Masa Simpan Buah

Memperpanjang daya simpan buah pisang berarti mempertahankan buah

pisang tetap segar, sehat, dan berwarna hijau dan bertujuan untuk pengaturan

distribusi atau pemasaran. Hal ini berkaitan dengan upaya menekan aktivitas

biologis dengan mempertahankan temperatur rendah yang sesuai (tidak

menyebabkan chilling injury) dan mengendalikan komposisi udara lingkungan,

menekan pertumbuhan mikroorganisme perusak dengan mempertahankan

temperatur rendah, dan menekan penguapan air dari buah dengan mengurangi

perbedaan suhu buah dengan suhu lingkungan dan mempertahankan kelembaban

tinggi pada ruangan penyimpanan (Thompson, 1985).

2.8.1. Penggunaan temperatur dingin

Peningkatan laju respirasi tersebut merupakan tanda proses pematangan

telah berlangsung dan jika dikaitkan dengan warna, tekstur, kadar asam, dan kadar

padatan terlarut total juga sudah mengalami perubahan dan menunjukkan buah

pisang mulai matang. Buah pisang dalam percobaan tersebut memiliki masa hijau

pendek karena panen pada stadia ’tua penuh’. Untuk tujuan penyimpanan lebih

lama, buah dapat dipanen lebih awal, pada 75% tua, sehingga memiliki masa hijau

yang lebih lama. Buah pisang memiliki batas toleransi tertentu terhadap

temperatur rendah. Beberapa informasi menunjukkan bahwa buah pisang yang

berasal dari wilayah ASEAN mengalami kerusakan akibat suhu dingin (chilling

injury) pada suhu 12-13oC (Pantastico, et al.,1990). Kerusakan tersebut dapat

menjadi kerugian yang serius, seperti yang dialami pada pengiriman buah pisang

dari Filipina, Malaysia dan Thailand menuju Hong Kong dan Jepang dan tiba saat

musim dingin di dua negara tersebut sedang berlangsung.

2.8.2. Penggunaan cara modifikasi atmosfir (MA)

Penyimpanan menggunakan cara modifikasi atmosfir adalah dengan

penggunaan komposisi udara CO2, O2 yang berbeda dengan komposisi udara

normal (O2: 20,95%; CO2: 0,03% dan N2: 70,08%).

Perbedaannya dengan controlled atmosphere (CA) adalah pengaturan

komposisi gas untuk MA tidak secara tepat dikendalikan, tetapi diperoleh melalui

efek kombinasi dari respirasi buah dan penggunaan kantong plastik semi

18

Page 22: makalah pasca panen buah tropis

permiabel yang tertutup (Abdullah, et al.,1990), yaitu low density polyethylene

(LDPE) dengan ketebalan tertentu. Penyimpanan buah-buahan dalam kantong

plastik polietilen (PE) banyak dilakukan, karena jenis plastik ini fleksibel,

harganya murah dan masih memungkinkan adanya pertukaran gas dari luar ke

dalam kemasan atau sebaliknya. Dalam penyimpanan buah-buahan, penggunaan

polietilen ditujukan untuk menciptakan kondisi atmosfir termodifikasi, yaitu suatu

kondisi penyimpanan dengan komposisi udara yang berbeda dengan udara

lingkungan normal. Kondisi yang diinginkan adalah peningkatan konsentrasi

karbon dioksida dan penurunan oksigen sampai batas tertentu. Diharapkan kadar

CO2 yang lebih tinggi dalam kemasan akan menekan respirasi buah dan

menghambat pematangannya. Pemilihan ketebalan kantong PE harus tepat, untuk

menghindari akumulasi gas-gas yang justru menyebabkan terjadi kelainan

fisiologis pada buah pisang. Buah pisang Barangan yang dibungkus dengan

kantong PE dan disimpan pada ruangan dengan pendingin bersuhu 15,5oC dapat

mempertahankan masa simpan hingga 25 hari dengan sebagian besar buah pisang

berwarna kuning hijau atau indeks warna 4,12 (Napitupulu dan Sjaifullah, 1990).

Masa simpan pada suhu 15oC dapat lebih panjang jika pembungkusan

dengan kantong polietilen dikombinasikan dengan aplikasi tekanan awal rendah

atau pemvakuman. Dengan adanya vakum hingga plastik polietilen melekat pada

buah, semua cadangan oksigen dikeluarkan, sehingga hanya plastik yang menjadi

barrier terhadap udara luar. Buah pisang Raja Bulu dengan kemasan PE 0,04 mm,

tekanan awal rendah (200-300 mmHg) dapat bertahan hijau, buah tetap mentah

hingga 28 hari, dan buah dapat matang sempurna setelah dikeluarkan dari

kemasan (Prabawati, et al., 1991). Kondisi penyimpanan tersebut dapat

mempertahankan buah pisang tetap mentah tanpa memengaruhi komposisi kimia

buah pisang ketika masih mentah, laju pematangan, laju respirasi serta komposisi

kimianya setelah matang. Jika digunakan kantong PE yang lebih tebal,

menyebabkan buah pisang tidak dapat matang akibat kelainan fisiologis yang

berlangsung karena penimbunan gas yang cukup tinggi dalam kantong. Cara

menunda kematangan pisang Raja Bulu dalam bentuk tandan digunakan kantong

plastik PE pada ketebalan 0,07 mm, dengan tiap sisir diberi pellet penyerap etilen

dan pemberian 192 lubang jarum pada kantong. Pellet pengikat etilen yang terbuat

19

Page 23: makalah pasca panen buah tropis

dari campuran abu sekam dan tanah liat=1:1 tersebut telah diresapi larutan kalium

permanganat jenuh (Sjaifullah dan Dondy, 1991). Cara tersebut, mampu menekan

laju pematangan buah pisang hingga tiga minggu dibandingkan buah tanpa

pengemasan yang menjadi matang dalam waktu satu minggu (Sjaifullah, et al.,

1992).

Buah pisang termasuk buah tropis yang sensitif terhadap suhu

penyimpanan yang rendah. Kerusakan demikian dikenal dengan chilling injury

yang mengakibatkan kegagalan matang. Pisang Ambon mengalami kegagalan

matang pada suhu 12-13oC (Pantastico, et al., 1990). Upaya memperpanjang masa

simpan buah pisang Ambon pada suhu dingin namun tetap matang secara normal

telah dilakukan oleh Murtiningsih, et al. (1998) dengan membungkus tiap sisir

buah pisang Ambon menggunakan kantong PE 0,04 mm dengan lubang jarum 8

buah dan suhu 18oC. Pada penelitian tersebut dibandingkan beberapa suhu

penyimpanan (12oC, 15oC, 18oC, dan suhu kamar) dan jumlah lubang jarum pada

kantong pengemas. Hasilnya menunjukkan bahwa, suhu penyimpanan sangat

mempengaruhi pematangan, semakin rendah suhu penyimpanan, semakin lama

buah menjadi matang. Sebagai misal, pada suhu 18oC mencapai indeks warna

IW=6 atau warna buah kuning penuh setelah 36 hari, sementara pada suhu 12oC

setelah 53 hari, artinya masa simpannya makin lama. Namun, matangnya kurang

sempurna, karena daging buah keras, kadar gula dan padatan total terlarut lebih

rendah, dan secara sensoris rasa manis kurang memenuhi selera.

20

Page 24: makalah pasca panen buah tropis

BAB III

TEKNOLOGI PENANGANAN PASCA PANEN BUAH PEPAYA

Pepaya merupakan tanaman buah yang tumbuh optimum pada daerah

dengan ketinggian 600-700 m di atas permukaan laut dengan tingkat keasaman

tanha 6,5-7 (Rukmana, 1995). Curah hujan yang baik bagi tanaman papaya adalah

1500-2000 mm/tahun. Tanaman papaya termasuk jenis tanaman tropis basah dan

memerlukan cahaya penuh. Buah papaya yang mendapatkan cahaya penuh atau

diproduksi pada musim kering akan menarik yaitu warna kulitnya kuning cerah

dan penampilannya mulus. Suhu optimal untuk pertumbuhan tanaman papaya

berkisar antara 21-26O, suhu minimum 15Oc dan maksimum 43Oc (Kalic, 1996).

Pepaya harus dipanen pada saat yang tepat sesuai tingkat kematangan

sehingga buah yang dipanen akan matang secara normal dan menghasilkan buah

dengan aroma dan rasa yang bagus. Beberapa tanda yang bisa digunakan untuk

menentukan kematangan buah yaitu: perubahan warna kulit, lama waktu dari saat

bunga mekar, perubahan tekstur daging buah, perubahan bobot buah, dan

perubahan komposisi kimianya. Perubahan warna kulit biasanya digunakan oleh

petani dan pedagang. Tingkat kematangan ditentukan oleh derajat warna kuning

yang terlihat dan pemanenan dilakukan tergantung tujuan pasar. Buah-buah yang

akan dikirim ke pasar yang jauh biasanya dipanen pada saat warna kulit buah baru

sedikit menggurat kuning. Pada tingkat warna ini, buah dapat bertahan lebh lama

(tidak cepat busuk). Untuk tujuan pasar lokal, buah dipanen pada tingkat

kematangan yang lebih tinggi yaitu ketika tiga perempat kulit buah sudah

berwarna kuning dan warna tangkai buah juga mulai berubah menjadi kuning.

Buah-buah seperti ini harus dipasarkan cepat karena buah tidak akan bertahan

lama dengan jarak hidup yang sangat pendek hanya sekitar 3-4 hari.

Sebuah metode yang sistematik dalam menggambarkan/menjelaskan

tanda-tanda warna untuk pepaya dijelaskan oleh Lam, P.F (1987) dalam

tulisannya yang berjudul : “Ciri-ciri Fizikal, Fisiologi dan Biokimia Buah Betik”.

Index warna buah diberikan nilai menurut tingkat kematangan buah seperti

terlihat pada gambar 1. Buah untuk pasar yang jauh harus dipanen pada index

warna 2 & 3. Buah yang berada pada index warna 1 tidak dapat dikonsumsi

21

Page 25: makalah pasca panen buah tropis

langsung karena buah masih sangat hijau dan bila dipetik buah tidak akan matang

secara normal. Buah yang dipanen pada index warna 4 & 5 hanya sesuai untuk

pasar lokal.

Gambar 1. Index warna papaya

Keterangan :1 : Hijau penuh2 : Hijau dengan gurat kuning3 : Lebih banyak hijau daripada kuning4 : Lebih banyak kuning daripada hijau5 : Kuning dengan gurat hijau6 : Kuning penuh

3.1 Pemanenan

Panen perdana buah papaya dapat dilakukan pada umur 9-11 bulan setelah

pindah tanam, atau tergantung kultivar (varietas) yang ditanam. Kualitas buah

papaya yang baik akan diperoleh bila pemanenan dilakukan pada saat kematangan

yang tepat. Jika terlambat dipanen buah akan menjadi lunak dan mudah rusak

sehingga tidak tahan lama disimpan. Demikian pula, jika buah papaya dipetik

dalam keadaann belum matang akan berwarna pucat dengan cita rasa sedikit pahit.

Rukmana (1995) menjelaskan bahwa waktu panen yang tepat ditentukan dengan

cirri-ciri sebagai berikut yaitu penampakan visual warna buah telah menunjukkan

¾ dari bagian buah berwarna kuning, getah berwarna bening dan encer, tangkai

buah mulai menguning atau terdapat garis-garus kuning pada ujung buah dan

buah telah mencapai ukuran maksimal.

Buah papaya digolongkan sebagai buah klimakterik yaitu buah yang

mengalami kenaikan kadar CO2 yang mendadakn dan mengalami penurunan

22

Page 26: makalah pasca panen buah tropis

secara cepat (Pantastico, 1989). Buah papaya yang sudah dipetik masih tetap

melakukan proses fisiologis. Proses ini berlangsung sampai cadangan makanan

habis sehingga mengakibatkan buah papaya tidak dapat disimpan dalam waktu

yang lama dan hanya dapat dipasarkan dalam jangka waktu yang relatif singkat.

Pemanenan harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari luka dan

memar pada kulit buah. Buah yang luka akan mudah terinfeksi oleh bakteri dan

jamur. Pemanenan dapat dilakukan pada pagi hari untuk mencegah kehilangan

kelembaban, namun pemanenan lebih baik dilakukan pada siang hari untuk

mengurangi kadar getahnya.

Buah pepaya biasanya dipanen dengan tangan (lebih baik lagi bila

menggunakan sarung tangan) terutama ketika tanaman pepaya masih kecil dan

mudah dijangkau. Ketika tanaman pepaya sudah lebih tinggi dan sulit dijangkau

dengan tangan, pemetikan buah bisa dibantu dengan menggunakan tangga atau

juga dapat digunakan galaj kayu atau bambu yang diujungnya dilengkapi dengan

pisau atau alat pemotong lainnya serta dilengkapi dengan keranjang atau jaring

untuk menangkap buah agar buah tidak jatuh ke tanah.

Buah yang telah dipanen dikumpulkan dan ditempatkan di dalam

keranjang bambu atau plastik yang dialasi dengan Koran atau daun pisang

sebelum dibawa ke tempat pengepakan. Untuk mencegah memar, masing-masing

buah dibungkus dengan koran sebelum diletakkan di dalam keranjang.

3.2. Sortasi

Sortasi (pemilahan) buah di lapangan dilakukan untuk memisahkan buah

yang tidak sesuai untuk dipasarkan. Kegiatan tersebut antara lain memisahkan

buah yang bentuknya tidak baik, buah yang terlalu muda, terlalu matang, buah

yang luka, rusak, buah yang diluar kriteria yang ditentukan atau buah yang tidak

sesuai dengan standar kualitas minimal yang diminta oleh pasar. Sortasi ditingkat

lapangan ini membantu mengurangi beban transportasi dan meringankan

pengolahan di tempat pengepakan. Selanjutnya sortasi buah dilakukan pada saat

pencucian buah.

Pencucian diperlukan untuk menghilangkan kotoran, benda asing, dan

terutama menghilangkan getah pada kulit buah. Pencucian dilakukan secara

manual dengan cara merendam buah ke dalam air bersih dan digosok dengan kain

23

Page 27: makalah pasca panen buah tropis

atau dengan sepon yang halus. Selama pencucian, buah yang rusak, terkena

penyakit, atau luka dipisahkan untuk mencegah penularan kepada uah yang lain.

Tangkai buah dipotong dan disisakan sekira 1 cm untuk mencegah luka. Buah

juga dapat dicuci dalam air yang telah dicampur dengan desinfektan seperti SOPP

500 mg/kg (ppm) selama 30 detk, klorin (sodium hypochlorite 0.1%) dan alum

10% sebagai penghilang getah.

Setelah pencucuian, buah pepaya yang terpilih untuk diekspor atau

disimpan lama diberi perlakuan dengan air panas atau fungisida. Sedangkan buah

yang akan dikonsumsi segar atau untuk pasar lokal tidak perlu diberikan

perlakuan tersebut. Perlakuannya yaitu meliputi perendaman buah ke dalam air

panas (suhu sekitar 49-50oC) selama 10 menit, diikuti dengan pendinginan dengan

menggunakan air mengalir (air kran) selama 20 menit. Pencegahan penyakit akan

lebih efektif dengan merendam buah ke dalam fungisida (250 mg/kg (ppm)

propiconazole) selama 5 menit atau 200 mg/kg (ppm) prochloraz selama 2-3

menit atau 1,1 ml/L thiobendazole selama 5 menit. Perlakuan dengan bahan kimia

tersebut membantu pencegahan terhadap penyakit seperti antraknosa dan busuk

pangkal buah terutama selama dalam masa penyimpanan.

3.3. Pengemasan

Pengemasan bertujuan untuk melindungi buah papaya dari kerusakan

selama pengangkutan, mempermudah penyusunan, baik penyusunan dalam alat

pengangkutan maupun dalam tenpat penjualan, serta meningkatkan daya tarik

sehingga harga jual lebih tinggi (Warison, 2003).

Pengemasan buah papaya dilakukan dengan baik dapat menjegah

terjadinya dehidrasi sehingga kesegaran buah dapat dipertahankan. Setelah

dipanen, buah papaya dengan tingkat kematangan 25% dibungkus dengan kertas

Koran, plastik berlubang, dan dimasukkan ke dalam kemasan dari karton serta

diberi penyekat potongan kertas. Untuk pasar ekspor, pepaya dibungkus busa

polyurethane putih (lihat gambar x) untuk menjaga buah dari memar karena

benturan selama dalam perjalanan. Setelah masig-masing buah dibungkus,

kemudian dimasukkan ke dalam kemasan dus karton dan disusun sedemikian rupa

dengan pangkal buah berada di bawah.

24

Page 28: makalah pasca panen buah tropis

Gambar x. Pengepakan Pepaya untuk pasar eksport

Untuk pasar lokal, buah biasanya tidak dibungkus. Buah hanya dikemas di

dalam keranjang bambu atau plastik yang dialasi dengan koran.

Gambar 3. Pengepakan pepaya untuk pasar lokal di Filipina

3.4 Perlakuan Panas (Heat Treatment)

Pemanasan dilakukan untuk menonaktifkan enzim dna mengontrol

kerusakan buah yang disebabkan oleh larva dan lalt buah serta penyakit

antraknosa buah papaya. Pemanasan digunakan dalam proses pengawetan untuk

meningkatkan daya simpan buah dan mengeliminasi organism perusak. Perlakuan

panas metode hot water dilakukan dengan cara mencelupkan buah ke dalam air

panas selama beberapa menit (Stewart et al. 1973).

Lurie (1998) menjelaskan bahwa pemanasan bertujuan untuk membunuh

mikroba pathogen dengan tetap mempertahankan zat nutrisi, karena ketahanan

25

Page 29: makalah pasca panen buah tropis

nutrisi terhadap pemanasan lebih besar daripada ketahanan mikroba. Selain itu,

pencelupan buah atau sayuran ke dalam air panas (50-60Oc) dapat juga

mengurangi residu pestisida.

Kerusakan buah papaya akibat antraknosa (Colletorichum gleosporides)

dapat dicegah dengan mencelupkan buah papaya ke dalam air bersuhu 46-49Oc

selama 29 menit atau 42Oc selama 30 menit yang kemudian diikuti dengan

pencelupan buah ke dalam air berfungisida thiobendazol 0,01% selama 60 detik

(Zuhairini, 1996). Buah yang mengalami perlakuan air panas pada suhu 46Oc

selama 15 menit akan menghambat aktifitas enzim yang ada dalam buah sehingga

akan meningkatkan vitamin C (Suparno, 1995).

3.5 Penyimpanan

Umumnya buah papaya disimpan di tempat penampungan sementara

sebelum dipasarkan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penampungan

sementara ini adalah kondisi ruang penyimpanan. Kondisi ruang penyimpanan

yang baik harus terhindar dari sinar matahari langsung dan dilengkapi system

pendingin dengan suhu sekitar 5-10Oc (Warison, 2003). Penyimpanan buah segar

diharapkan dapat memperpanjang umur simpan dan mempertahankan mutu.

Tujuan utama penyimpanan ini adalah pengendalian laju transpirasi dan respirasi

dengan cara mengatur suhu dan kelembaban ruang penyimpanan (Pantastico,

1989).

Penyimpanan dingin merupakan perlakuan suhu rendah tetapi masih di

atas titik beku, baik dilakukan secar tersendiri atau dikombinasikan dengan teknik

pengawetan yang bertujuan mempertahankan mutu dan memperpanjang masa

simpan karena penyimpanan dingin dapat memperpajang fase praklimakterik

buah, serta menekan laju respirasi tetapi penyimpanan dingin dapat menyebabkan

timbulnya kerusakan fisiologis yang disebut dengan kerusakan dingin (chilling

injury) pada komoditas hortikultura tertentu, seperti mengakibatkan buah menjadi

berbintik-bintik, tidak dapat masak, rasanya tawar dingin atau bahkan dapat

menjadi busuk.

26

Page 30: makalah pasca panen buah tropis

3.6 Pematangan Buatan

Pematangan buatan merupakan usaha untuk mengatur proses pematangan

sehingga tidak hanya mengandalkan proses pematangan alami. Pematangan

buatan dilakukan secara komersial untuk dapat memenuhi permintaan pasar

terhadap buah masak optimum (Mikasari, 2004).

Pemanenan papaya untuk tujuan komersial dengan tingkat kematangan 75-

85%, buah papaya akan matang setelah beberapa hari namun mutu papaya

terkadang masih kurang baik, rasa kurang enak dan aromanya kurang kuat.

Sehingga buah papaya yang dipanen saat sebelum matang sering dilakukan

pemeraman (Winarno, 2002).

Pemeraman bertujuan untuk mempercepat dan menyeragamkan

kematangan buah. Pemeraman dilakukan dengan menggunakan fas etilen atau gas

asetilen dalam sebuah bangsal. Persyaratan untuk ruang pematangan adalah kedap

udara, adanya pengaturan suhu ruang, sirkulasi udara yang baik dan adanya

pengatur kelembaban di dalam ruang pematangan. Kader (2004) mengatakan

bahwa pemakaian etilen 100 ppm dengan suhu 20-25Oc dan kelembaban 80-95%

selama 24-28 jam dapat menghasilakn ¼ warna kuning dengan kematangan

papaya yang seragam.

3.7. Pengangkutan

Alat pengangkutan untuk pasar lokal biasanya tidak dilengkapi dengan alat

pendingin. Biasanya kotak pengangkut hanya dilapisi terpal untuk mencegah agar

buah tidak terkena sinar matahari langsung. Buah yang diangkut dengan

menggunakan pesawat ditempatkan pada kargo yang tidak berpendingin. Untuk

buah yang diangkut menggunakan kapal laut harus menggunakan pendingin

dengan suhu diatur pada 10-12 oC.

27

Page 31: makalah pasca panen buah tropis

BAB IV

TEKNOLOGI PENANGANAN PASCA PANEN BUAH MANGGIS

Buah manggis merupakan buah klimakterik sehingga buah dapat

matang selama masa penyimpanannya. Puncak klimakterik dicapai setelah

penyimpanan 10 hari pada suhu ruang (Martin, 1980). Pemanenan

umumnya dilakukan setelah buah berumur 104 hari dihitung mulai bunga

mekar, saat itu warna kulit buah manggis masih berwarna hijau dengan

sedikit ungu muda pada permukaan kulit buahnya. Enam hari setelah

dipanen warna kulit buah menjadi ungu tua (Suyanti et al., 1999.). Buah

yang dipanen saat buah berwarna merah tua (114 hari) menyebabkan daya

simpannya lebih singkat dan tidak dapat memenuhi persyaratan mutu

manggis untuk ekspor.

Buah yang muda berwarna hijau dan mengandung banyak getah

yang berwarna kuning. Semakin tua umur buah dipanen menyebabkan

semakin berkurang getahnya. Terdapatnya getah pada buah manggis

mengakibatkan buah menjadi kotor dan tidak menarik,sedang terdapatnya

getah pada daging buah menyebabkan kesulitan untuk memisahkan daging

buahnya dengan tangan (Tongdee dan Suwanagul, 1989).

Buah manggis yang berumur kurang dari 114 hari, kandungan total

padatan terlarut berkisar antara 16,55-17,65%. Buah yang dipanen pada

tingkat ketuaan buah berwarna hijau dengan bintik ungu, yaitu pada umur

104 hari, warna kulit buahnya berubah dengan cepat menjadi 20-25%

ungu kemerahan dalam satu hari penyimpanan pada suhu 25ºC/RH 70%.

Warna kulit berubah menjadi ungu kemerahan 100% setelah 6 hari

penyimpanan.

4.1. Pemanenan

Sebagian besar petani memanen buah manggis dengan dipetik

menggunakan tangan untuk buah yang terjangkau, menggunakan galah

berkait dan buah dibiarkan jatuh ke tanah. Oleh karena buruknya cara

pemanenan menyebabkan banyak buah mengandung getah kuning dan

memarnya kulit buah. Pemanenan terbaik dilakukan dengan cara memetik

28

Page 32: makalah pasca panen buah tropis

dengan tangan untuk menghasilkan buah dengan mutu baik. Pemanenan

dilakukan secara hati hati dan buah ditampung dalam keranjang. Tetapi

tidak semua manggis dapat dipetik menggunakan tangan Kondisi tanaman

manggis yang berumur puluhan tahun dengan ketinggian tanaman sekitar

15-20 m mengakibatkan buah tidak dapat dijangkau oleh tangan.

Pemberian hamparan kain sebagai penampung buah yang jatuh

dapat mengurangi luka memar dan getah. Untuk memudahkan pemanenan

telah dirancang alat panen buah manggis yaitu galah berkantung yang

dilengkapi dengan pengait tangkai buah dan galah berkantung dilengkapi

dengan pisau pemotong tangkai buah. Pisau pemotong tangkaivbuah

dihubungkan dengan tali. Tangkai alat pemotong terbuat dari aluminium

yang dapat disambung sambung sesuai dengan jarak petik buah di pohon.

Dari hasil pengujian di lapang, buah manggis yang dipanen

menggunakan galah berkantung yang dilengkapi pisau pemotong tangkai

buah menghasilkan manggis dengan mutu yang baik. Permukaan kulit

buah mulus, kerusakan sepal buah hanya tujuh persen (Suyanti et al,

1999). Buah yang dihasilkan memenuhi persyaratan ekspor yaitu

permukaan kulit buah mulus, sepal buah lengkap, tidak rusak, tampak

segar dan berwarna hijau. Buah manggis yang dipanen menggunakan

galah petani akan menghasilkan kerusakan sepal buah terbesar (25,5%),

sedangkan penggunaan galah tanpa pengait.

4.2. Sortasi dan Grading

Peningkatan nilai tambah buah manggis mutlak memerlukan

sortasi dan grading. Pemilihan mutu didasarkan kepada berat/ukuran buah,

kemulusan kulit buah dan keutuhan sepal buah sehingga akan diperoleh

nilai tambah karena harga buah manggis dapat ditentukan berdasarkan

mutu buah.

Proses sortasi buah setelah panen dapat memisahkan buah yang

mulus dan tidak cacat. Selanjutnya buah dikelompokan berdasarkan

ukuran buah dan bergetah tidaknya. Cara menghilangkan getah yang

menempel pada permukaan buah dengan cara dibersihkan dengan kain

atau disikat dengan sikat yang halus. Ukuran berat dan diameter buah

29

Page 33: makalah pasca panen buah tropis

dipilah pilah sesuai dengan kriteria menurut standar mutu perdagangan,

baik untuk pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.

Standar mutu perdagangan buah manggis untuk perdagangan di

Indonesia telah tercantum dalam SNI (01-3211-1992) dengan kriteria mutu

buah digolongkan berdasarkan kelompok mutu super, mutu I dan mutu II.

Kriteria mutu ditentukan berdasarkan ukuran diameter buah, warna kulit

buah hijau kemerahan sampai dengan merah muda mengkilat, tangkai dan

kelopak buah berwarna hijau, utuh dan segar, warna daging buah putih

bersih khas manggis dan tidak ada serangga, baik hidup maupun mati.

Mutu I dengan ukuran diameter 55-56 mm, warna kulit buah hijau

kemerahan sampai dengan merah muda mengkilat, tangkai dan kelopak

utuh segar berwarna hijau, warna daging buah putih bersih khas manggis

dan tidak ada serangga hidup atau mati. Sedangkan mutu II ukuran

diameter buah kurang dari 55 mm, warna kulit buah hijau kemerahan

tangkai dan kelopak utuh segar berwarna hijau, warna daging buah putih

bersih khas manggis dan tidak ada serangga hidup atau mati.

Penentuan daging buah yang tidak rusak dan bergetah dapat

dilakukan dengan menekan seluruh permukaan kulit buah. Adanya sedikit

pengerasan pada permukaan kulit buah, merupakan ciri khas bahwa daging

buah rusak dan bergetah. Sortasi untuk memisahkan buah dengan daging

buah mulus dan rusak dapat dilakukan dengan mengamati berat jenisnya

yaitu dengan mencelupkan buah dalam air. Buah yang baik ditandai

dengan buah mengapung dalam air (BJ<1), sedangkan untuk buah yang

rusak daging buahnya bening dan ditandai dengan tenggelamnya buah

dalam air (BJ>1) seperti (Pankasemuk et al,1996). Daging buah rusak

ditandai dengan berubahnya warna daging buah dari putih seperti susu

menjadi bening dan berubahnya tekstur buah dari lunak menjadi renyah.

4.3. Penyimpanan

Seperti halnya produk hortikultura lainnya, buah manggis

mempunyai daya simpan yang singkat.Kerusakan buah seperti sepal dan

tangkai buah menjadi tidak segar, buah mengeras dan jaringan daging

buah yang matang bergetah sehingga sukar dibelah dan sulit untuk

30

Page 34: makalah pasca panen buah tropis

memisahkan daging dengan kulitnya. Kerusakan tersebut sering kali

dijumpai setelah pengangkutan dan penyimpanan (Tongde dan Suwanagul,

1989). Akan tetapi tekstur dan kesegaran buah dapat diperbaiki bila buah

dicelupkan kedalam ekstrak umbi beet atau dilapisi dengan lilin.

Warna buah manggis merah keunguan disebabkan karena

kandungan pigmen betalain yang mudah rusak (berubah warna) karena

tidak stabil dan dapat larut dalam air serta peka terhadap cahaya matahari,

oksigen dan air panas (Arisamita, 1997). Selain itu, perubahan warna

dapat juga disebabkan oleh kerusakan mekanis seperti adanya luka, lecet

karena tergores atau memar. Kerusakan mekanis pada kulit buah akan

mempercepat terjadinya perubahan warna dan penurunan mutu buah.

Kerusakan mekanis dapat mempercepat laju kehilangan air serta

kualitas buah. Luka mekanis selain menyebabkan penampakan yang

kurang baik, juga mempercepat kehilangan air, mempermudah serangan

kapang dan mendorong diproduksinya CO2 dan C2H4 pada komoditi buah

buahan (Kader, 1992). Salah satu cara agar memperkecil kerusakan

penyimpanan antara lain dengan penutupan pori pori buah.

4.3.1 Penutupan pori – pori

Penutupan sebagian pori pori buah dengan ekstrak umbi bit dapat

mempertahankan kesegaran buah. Pencelupan buah dalam larutan ekstrak

bit dapat mempertahankan tekstur dan penampakan buah. Semakin tinggi

konsentrasi ekstrak beet yang digunakan penampakan buah menjadi

semakin mengkilat. Kualitas buah manggis yang dihasilkan setelah

penyimpanan tujuh hari pada suhu 29-30ºC (suhu kamar) mempunyai

kadar air kulit berkurang, susut berat, tekstur membaik dan penampakan

buah mengkilap dan disukai. Untuk menghindari terjadinya perubahan

warna dari hijau ke coklat pada bagian sepal buah, maka selama proses

pencelupan diusahakan agar sepal buah tidak terkena larutan pewarna

(Wijaya et al.,2004).

Kesegaran buah dapat dipertahankan bila dilakukan penyimpanan

pada suhu dingin dengan kombinasi pengemasan atau tanpa pengemasan.

Penyimpanan buah pada suhu ruang diupayakan suhu tidak boleh terlalu

31

Page 35: makalah pasca panen buah tropis

tinggi dan terlalu rendah. Suhu tinggi dapat mempercepat reaksi biokimia

sehingga pematangan dan proses senesen akan berjalan lebih cepat.

Sedangkan suhu yang terlalu rendah dapat menyebabkan kerusakan buah

akibat suhu dingin (chilling injury). Penyimpanan pada suhu 12-14ºC

mampu memperpanjang daya simpan buah sampai 20 hari tanpa chilling

injury. Chiling injury akan terjadi bila suhu penyimpanan kurang dari 10ºC

(Choechom, 1997). Pelilinan buah manggis pada suhu penyimpanan 15ºC

dapat menekan derajat kerusakan.

Kader (2005) merekomendasikan suhu optimum untuk

penyimpanan buah manggis adalah 13 ± 1ºC selama dua sampai empat

minggu tergantung jenis dan tingkat kematangannya. Menurut Martin

(1980), pada suhu kamar buah manggis dapat disimpan selama dua sampai

tiga minggu, sedangkan pada suhu rendah (9-12ºC) masih dalam kondisi

baik sampai 33 hari penyimpanan. Augustin dan Azudin (1980) meneliti

penyimpanan buah manggis pada suhu kamar (8 dan 4ºC) selama 31 hari.

Ciri kerusakan akibat suhu dingin (chilling injury) adalah kulit buah

menjadi gelap dan mengeras.

4.4. Penyimpanan pada Atmosfir Termodifikasi dan Terkontrol

Buah manggis yang dibungkus kantong plastik polietilen dengan

ketebalan 40 mikron (0,4 mm) serta diberi lubang jarum (pin-prick)

sebanyak lima buah kemudian disimpan pada suhu 5ºC dapat bertahan

selama 18 hari dengan tingkat kerusakan buah di bawah lima persen. Pada

kondisi demikian ditemukan gejala gejala keretakan kulit buah dan

pembeningan daging buah (translucent) disamping pengerasan kulit dan

terdapatnya getah pada daging buah. Kondisi tersebut dapat

diklasifikasikan sebagai kerusakan (Pankasemuk et al, 1996).

Perlakuan penyimpanan buah manggis dengan menggunakan

plastik ukuran 30x40 cm dengan diberi lubang pin-prick (lubang jarum)

sebanyak 25 buah dan penyimpanan pada suhu 15ºC dapat

memperpanjang daya simpan buah sampai lima minggu. Penyimpanan

buah manggis pada suhu 5ºC menggunakan kantung plastik polietilen

(0,04 mm) tertutup kemudian divakum dengan tekanan 400 mbar, mampu

32

Page 36: makalah pasca panen buah tropis

menekan jumlah kerusakan buah. Perlakuan penyimpanan buah manggis

dengan menggunakan plastik ukuran 30x40 cm dengan diberi lubang pin-

prick (lubang jarum) sebanyak 25 buah pada suhu 15ºC dapat

memperpanjang daya simpan buah sampai lima minggu.

Penyimpanan buah manggis dengan pengaturan komposisi CO2

dan O2 dapat memperpanjang daya simpan buah. Kader (2005)

merekomendasikan composisi O2 dan CO2 pada penyimpanan buah

manggis dengan metode menggunakan CA (controlled atmospere).

Komposisi yang dianjurkan adalah 5% O2 dan 5-10% CO2 dan buah dapat

disimpan sampai empat minggu.

33

Page 37: makalah pasca panen buah tropis

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, H., M.C.C. Lizada, S.C.Tan, Er.B. Pantastico and S.C.Tongdee. 1990.

Storage of banana in Abdullah, H and Er. B. Pantastico (Ed) Banana Fruit

Development, Postharvest Physiology, Handling and Marketing. ASEAN

Food Handling Bureau. Kuala Lumpur. p: 44-64

Anonymous. 1992. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Direktorat Gizi,

Departemen kesehatan

Anonymous. 2008. Data Produksi Hortikultura. Basis Data Pertanian. Departemen

Pertanian. Http://www.deptan.go.id : diakses 8 juni 2008.

Antarlina, SS., H.Dj.Noor, S. Umar dan I. Noor. 2005. Karakteristik buah pisang

lahan rawa lebak Kalimantan Selatan serta upaya perbaikan mutu

tepungnya. J.Hort. 15(2):140-150.

Imam Muhajir Dasuki, 1989. Pengaruh suhu pemeraman terhadap perubahan

fisik, kimia dan fisiologis buah pisang Ambon. Penel.Hort. 3(4): 28-35.

Imam Muhajir dan Sanuki Pratikno, 1998. Pengaruh pembrongsongan dan

pestisida terhadap hama penyakit pascapanen dan mutu buah pisang

Ambon Kuning selama pematangan. J.Hort. 8(3):1217-1232.

Mitchell, F.G. 1985. Packages for horticultural crops in Kader, et al. Postharvest

technology of horticultural crops. Division of Agriculture and Natural

Resources, University of California, Berkeley. p:28-34.

Murtiningsih dan H. Pekerti. 1988. Pengaruh umur petik terhadap mutu buah

pisang Tanduk. Bull. Penel. Horti. 3(1): 33-37.

Murtiningsih, Yulianingsih dan Imam Muhajir. 1991. Penyakit pascapanen pada

buah pisang Raja Sere, Emas dan Lampung serta pengendaliannya. J. Hort

1(3) 35-38.

Murtiningsih, Suyanti dan Imam Muhajir.1990. Pengaruh umur petik pisang

Ambon Jepang terhadap mutu tepung. Penelitian Hortikultura 5(2): 93-

98.

Murtiningsih, Sulusi Prabawati, Yulianingsih dan Imam Muhadjir. 1993.

Penggunaan kalsium karbida, daun gliricidia dan daun albizzia sebagai

bahan pemacu pematangan buah pisang. Jurnal Hortikultura 3(2):33-43

ii

Page 38: makalah pasca panen buah tropis

52

Murtiningsih, Sulusi Prabawati, dan Imam Muhajir. 1995. Kapang penyebab

busuk crown pada pisang Rajabulu dan cara pengendaliannya. J. Hort

5(3): 70-75.

Murtiningsih, Yulianingsih, Sulusi Prabawati dan Sumiati. 1998. Penggunaan

kantong polietilen dan suhu dingin untuk memperpanjang daya simpan

buah pisang ambon. Buletin Pascapanen Hortikultura I(1): 10-15.

Murtiningsih, Sulusi Prabawati, Setyadjit dan Sjaifullah. 1994. Evaluation of

ripening manual which respect to applicability of the Ambon Putih banana

cultivar. Paper presented at AAPSIP Regional Workshop. Jakarta 7-9 June,

1994.

Napitupulu, B dan Sjaifullah, 1990. Pengaruh kemasan polietilen dan suhu 15,5oC

terhadap mutu pisang Barangan selama penyimpanan. Penel. Hort. 5(1):

38-46

Pantastico, Er.B. 1975. Postharvest Physiology handling and utilization of

tropical and subtropical fruits and vegetable. AVI Publ. Co. Inc. Westport,

Conecticut.

Pantastico, Er.B., M. Ali Azizan, H. Abdullah, A.L. Acedo, I.M. Dasuki and

Kosiyacinda.1990. Physiological disorder of banana fruits in Abdullah,

H and Er.B. Pantastico (Ed) Banana fruit development. Postharvest

physiology, handling and marketing in ASEAN. Food Handling Bureau.

Kuala Lumpur. p. 85-103

Sjaifullah dan ASB Dondy. 1991. Formulasi penggunaan kalium permanganat

dan bahan penyerapnya untuk pembuatan pellet pengikat etilen. J.Hort.

1(3): 23-28

Sjaifullah, ASB Dondy, dan Imam Muhadjir. 1992. Pengaruh kondisi atmosfir

termodifikasi dan etilen absorben terhadap penundaan kemasakan pisang

cv Raja Bulu pada suhu kamar. Jurnal Hortikultura 2(1): 48-55.

Sulusi Prabawati, Suyanti, Sjaifullah dan I.M.Dasuki. 1991. Pengaruh

pengemasan

dalam kantong polietilen dengan tekanan awal rendah terhadap aspek

fisiologis buah pisang raja bulu selama penyimpanan. Jurnal Hortikultura

iii

Page 39: makalah pasca panen buah tropis

1(4): 27-34. Paper presented at AAPSIP Regional Workshop. Jakarta 7-9

June, 1994.

53

Sulusi Prabawati, Setyadjit, Murtiningsih and Sjaifullah. 1994. Survey of

commercially harvested Cv. Ambon from Lampung to establish the

approximate green life at 25oC.

Suyanti dan Hertini Rani. 1989. Pengaruh konsentrasi ethrel dan suhu

penyimpanan terhadap kematangan pisang Raja Sere. Penelitian

Hortikultura 3(4): 106-115.

Suyanti, dan Murtiningsih. 1990. Pengaruh blansir, asam sitrat dan varietas.

terhadap mutu jam pisang. Laporan Hasil Penelitian. Sub Balai Penelitian

Hortikultura Pasarminggu.

Suyanti Satuhu dan A Supriyadi. 2006. Pisang, Budidaya, Pengolahan dan

Prospek Pasar. Penerbit Panebar Swadaya. Cetakan ke VII

Thompson, J. F. Storage Systems in Kader, et al. Postharvest technology

of horticultural crops. Division of Agricultural and Natural Resouces,

University of California, Berkeley.

Utami Dewi.1982. Pengaruh lama penyimpanan bahan baku terhadap mutu

keripik pisang. Evaluasi hasil penelitian pascapanen hortikultura selama

Pelita III

Warda, Wanti Dewayani dan Lukman Hutagalung. 1993. Pengaruh umur petik

terhadap mutu buah pisang cv. Barangan. Jurnal Hortikultura 3(2): 27-32

Yulianingsih dan I.M.Dasuki. 1989. Pemeraman buah pisang dengan daun gamal

(Gliricideae sapium). Penelitian Hortikultura 3(3): 94-104.

Anonim. 2003. Standar mutu produk hortikultura. Buah – Buahan Berdasarkan Standart Nasional Indonesia. Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Jakarta.

2008. Penanganan Pasca Panen. Available at http://warintek.slemankab.go.id. Diakses pada tanggal 1 Apirl 2013 pukul 06.52 WIB.

2011. Penanganan Panen dan Pasca Panen Buah. Available at http://yusufsila-tumbuhan.blogspot.com. Diakses pada tanggal 1 April 2013 pukul 07.15 WIB.

iv

Page 40: makalah pasca panen buah tropis

Arisamita, J. H., Kuswardani, I. dan Jahjani, L. T. 1997. Ekstraksi dan Karakterisasi Zat Warna Kulit Buah Manggis. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pangan, Bali.

Augustin dan Azudin, M. N. 1980. Storage of Mangosteen. Asean Food J., Asia.

Choechom, R. 1997. Effect of Waxing and Plant Regulator on Quality and Storage Life of Mangosteen During Cold Storage. Departement of Horticulture, Bangkok.

Kader, A. A. 1992. Postharvest Technology of Horticultural Crops. University of California, California.

Martin, W. 1980. Tropical and Subtropical Fruit Composisitin Properties and Uses. J. Hort, California.

Pankasemsuk, T. et al. 1996. Translucent Flesh Disorder of Mangosteen Fruit.

Hort Science, New York.

Suyanti, Sjaifullah dan Rusdianto, U. 1999. Pengujian Beberapa Alat Panen Buah Manggis. Buletin Enjinering Pertanian, Jakarta.

Tongdee, S. C. and Suwanagul. 1989. Postharvest Mechanical Damage in Mangosteen. Asean Food J, Asia.

Wijaya, I. M. A. S., Tika, I. W., Mangku, I. G. P.2004. Development of Simple Harvesting Pole and Natural Beet Dying for Mangosteen. Universitas Udayana, Bali.

v