makalah neuralgia trigeminal
DESCRIPTION
penyakit sarafTRANSCRIPT
Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Di indonesia, jumlah penderita neuralgia trigeminal (NT) diperkirakan
mencapai 30.000 orang yang terdeteksi. Menurut sofyanto, nyeri yang dirasakan
pada penderita NT serangannya sangat mendadak dan sakitnya tidak terhingga.
Rasanya bagaikan ditusuk seribu jarum, tersambar petir atau obeng yang
dimasukan dan dikeluarkan dari hidung yang diakibatkan adanya masalah disaraf
trigeminal.
Dia mengatakan, penyakit langka ini sulit disembuhkan dengan cepat karena
didalam otak terdapat 12 pasang saraf, jika terganggu akan timbul masalah. Jika
saraf trigeminal yang terganggu, muncul nyeri pada hidung, wajah dan gigi. Dia
menegaskan, penyakit ini timbul bukan karena gigi, melainkan stres, kelelahan
atau pun kecemasan pada penderita, dikatakan penyakit langka ini biasanya
diderita oleh orang yang usianya diatas 40 tahun, karena diusia tersebut otak
manusia mengecil. Secara anatomi akan menyebabkan perubahan posisi organ-
organ yang ada disekitarnya termasuk pembuluh darah yang ada disaraf batang
otak
Prevalensi penyakit ini diperkirakan 107,5 pada lelaki dan 200,2 pada perempuan
per 1 juta populasi penyakit ini lebih sering terjadi pada sisi kanan wajah
dibandingkan dengan sisi kiri (rasio 3:2) dan merupakan penyakit pada kelompok
usia dewasa.
Dari masalah diatas sebagai calon perawat kita wajib memahami gangguan
yang terjadi pada sistem saraf khususnya nervus ke-5 yaitu trigeminal. Oleh
sebab itu kelompok mengangkat masalah ini menjadi makalah.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui asuhan
keperawatan pada pasien Neuralgia Trigeminal.
1.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penulisan makalah ini antara lain :
1. Untuk mengetahui definisi dari neuralgia trigeminal.
2. Untuk mengetahui etiologi dari neuralgia trigeminal.
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari neuralgia trigeminal.
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari neuralgia trigeminal.
5. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dari neuralgia trigeminal.
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari neuralgia trigeminal.
7. Untuk mengetahui pengkajian dari neuralgia trigeminal.
Bab II
Landasan Teori
2.1 Anatomi dan Fisiologi Nervus Trigeminus
Saraf trigeminal atau saraf kranial ke 5 terutama memberi persarafan pada kulit
muka, konjungtiva dan kornea, mukosa dari hidung , sinus-sinus dan bagian
frontal dari rongga mulut, juga sebagian besar dari duramater. Saraf ini keluar dari
bagian lateral pons berupa akar saraf motoris dan saraf sensoris. Akar saraf yang
lebih kecil, yang disebut juga portio minor nervi trigemini, merupakan akar saraf
motoris. Berasal dari nukleus motoris dari saraf trigeminal dibatang otak terdiri
dari serabut-serabut motoris, terutama mensarafi otot-otot pengunyah. Secara
fisiologis perjalanannya akar saraf ini melalui ganglion disebelah medial dari akar
sensoris yang jauh lebih besar, sebelum bergabung dengan saraf mandibularis
pada saat melalui foramen ovale dari os. Sphenoid. Akar sensoris saraf trigeminal
yang lebih besar disebut dengan portio major nervi trigemini yang memberi
penyebaran serupa dengan akar-akar saraf dorsalis dari saraf spinal.
Akar-akar saraf sensoris ini akan melalui ganglion trigeminal (ganglion gasseri)
dan dari sini keluar tiga cabang saraf tepi yaitu cabang optalmikus, cabang
maksilaris dan cabang mandibularis. Cabang pertama yaitu saraf optalmikus
berjalan melewati fissura orbitalis superior dan memberi persarafan sensorik pada
kulit kepala mulai dari fissura palpebralis sampai bregma (terutama dari saraf
frontalis) dan suatu cabang yang lebih kecil ke bagian atas dan medial dari
dorsumnasi. Konjungtiva, kornea dan iris, mukosa dari sinus frontalis dan
sebagian dari hidung, juga sebagian dari duramater dan pia-arakhnoid juga
disarafi oleh serabut, saraf sensoris dari saraf ophtalmikus.
Cabang kedua, yaitu saraf maksilaris memasuki fossa pterygopalatina melalui
foramen maksilaris superior memberikan cabang saraf zygomatikus yang menuju
ke orbita melewati fissura orbitalis inferior. Batang utamanya yaitu saraf infra
orbitalis menuju ke dasar orbita melewati fissura yang sama. Sewaktu keluar dari
foramen infra orbitalis, saraf ini terbagi menjadi beberapa cabang yang menyebar
di permukaan maksila bagian atas dari wajah bagian lateral dari hidung dan bibir
sebelah atas. Sebelum keluar dari foramen infra orbitalis, didapat beberapa cabang
yang mensarafi sinus maksilaris dan gigi-gigi molar dari rahang atas, ginggiva dan
mukosa mulut yang bersebelahan. Cabang yang ketiga, merupakan cabang yang
terbesar yaitu saraf mandibularis.
Saraf ini keluar dari rongga kepala melalui foramen ovale dari os sphenoid, selain
terdiri dari akar-akar saraf motoris dari saraf trigeminal, juga membawa serabut-
serabut sensoris untuk daerah buccal, ke rahang bawah dan bagian depan dari
lidah, gigi mandibularis, ginggiva. Cabang aurikulo temporalis yang memisahkan
diri sejak awal, mensarafi daearah didepan dan diatas daun telinga maupun meatus
akustikus eksternus dan membrana tympani. Serabut-erabut sensoris untuk
duramater yang merupakan cabang-cabang dari ketiga bagian saraf trigeminal
berperan dalam proyeksi rasa nyeri yang berasal dari intrakranial. Terdapat
hubungan yang erat dari saraf trigeminal dengan saraf otonomik/simpatis, dimana
ganglia siliaris berhubungan dengan saraf ophtalmikus , ganglion pterygopalatina
dengan saraf maksilaris sedangkan ganglion otikus dan submaksilaris
berhubungan dengan cabang mandibularis (Leksmono, 1997).
Nervus trigeminus merupakan saraf otak terbesar. Nervus trigeminus adalah
urat saraf sensorik yang bekerja pada sebagian besar kulit kepala dan wajah;
selaput lendir mulut, hidung, sinus paranasalis serta gigi. Nervus trigeminus
mempersarafi otot-otot pengunyah melalui sebuah cabang motorik kecil
(Pearce.2009).
2.2 Definisi
Neuralgia Trigeminal merupakan suatu keadaan pada saraf kranial ke lima, di
karakteristikan dalam bentuk nyeri paroksismal yang mirip dengan syok
elektrik atau sensasi rasa terbakar pada daerah yang dalam dengan satu atau
lebih cabang-cabang saraf trigeminal. (Smeltzer S, 2001)
Neuralgia Trigeminal Adalah serangan nyeri wajah pada area persarafan
nervus trigeminus pada satu cabang atau lebih secara progsismal berupa rasa
nyeri tajam, terkadang disertai kontraksi otot-otot (Rose C.F. 1997).
Neuralgia Trigeminal Adalah penyakit yang disebabkan oleh sentuhan atau
penekanan pembuluh darah pada syaraf ke 5 yaitu saraf nervus kranialis
terbesar yang mengatur rasa wajah yang letaknya disekitar batang otak.
Neuralgia trigeminal berarti nyeri pada nervus trigeminus, yang
menghantarkan rasa nyeri menuju kewajah. Neuralgia trigeminal adalah suatu
keadaan yang mempengaruhi N. V nervus kranialis terbesar.
2.3 Etiologi
Penyebab tidak nyata, tetapi tekanan kronik atau iritasi saraf trigeminal atau
perubahan degeneratif dalam ganglion gasserian dapat menunjukkan
penyebab. Beberapa penyelidik mempercayai bahwa keadaan ini dapat
disebabkan oleh tekanan dari keadaan abnormal struktur (ikatan arteri) yang
mengganggu saraf trigeminal, ganglion gasserian, atau daerah yang memasuki
radiks.
Etilogy neuralgia trigeminal masih tidak sepenuhnya dipahami. Ada satu teori
yang menyebutkan bahwa terjadinya karena pembuluh darah, terutama arteri
serebral superior, menjadi dekompresi, sehingga iritasi kronis dari saraf
trigeminal masuk ke bagian akar. Iritasi ini menyebabkan peningkatan
penyalahan kontrol aferen atau saraf sensorik. Faktor risiko yang dapat
memicu adalah multiple sclerosis dan hipertensi. Faktor lain yang dapat
menyebabkan neuralgia termasuk infeksi virus herpes, infeksi pada gigi dan
rahang, dan infark batang otak. (Miller, 2009 dalam Lewis 2011).
2.4 Manifestasi Klinis
Serangan awal, terlihat paling sering pada dekade kelima dari kehidupan, yang
biasanya ringan dan cepat. Interval tidak ada nyeri dapat di ukur dalam waktu
menit, jam, hari atau selamanya. Dengan bertambahnya tahun, episode nyeri
cenderung menjadi lebih dan lebih sering dan semakin menderita. Pasien
hidup dalam ketakutan akan serangan yang menetap.
Nyeri neuralgia ini dirasakan pada kulit, tidak dalam struktur yang dalam,
tetapi itu lebih meluas penyebarannya di daerah perifer pada saraf yang
terkena, khususnya sampai pada bibir, dahi, cuping hidung dan di dalam gigi.
Parokisme di timbulkan oleh beberapa stimulasi pada ujung cabang saraf yang
terkena, seperti membasuh wajah, mencukur, menyikat gigi, makan dan
minum.
Aliran udara dingin dan tekanan langsung melawan batang saraf dapat jga
menyebabkan nyeri. Daerah yang pasti disebut trigger point, karena sentuhan
sedikit yang tiba-tiba memulai sebuah paroksisme. Untuk menghindari
stimulasi pada daerah ini, pasien dengan neuralgia trigeminal mencoba tidak
menyentuh atau mencuci wajah mereka, mencukur, mengunyah atau
melakukan yang lainnya yang dapat menyebabkan serangan. Tingkah laku tipe
ini merupakan sebuah petunjuk diagnosa. (Smeltzer S, 2001)
Menurut Baughman (2000) Manifestasi klinis yang muncul pada kasus
neuralgia trigeminal adalah sebagai berikut:
1. Nyeri dirasakan pada kulit, bukan pada struktur yg lebih dalam,
lebih gawat pada area perifer dari distribusi dari syaraf yang
terkena, yaitu pada bibir, dagu, lobang hidung, dan pada gigi.
2. Paroksisme dirangsang oleh stimulasi dari terminal dari cabang-
cabang saraf yang terkena, yaitu mencuci muka, mencukur,
menyikat gigi, makan dan minum.
3. Aliran udara dingin dan tekanan langsung pada saraf trunkus dapat
juga menyebabkan nyeri. Hal tersebut terjadi karena aliran udara
dingin mengenai trigger area atau area nyeri pada bagian
percabangan dari saraf trigeminus (saraf kranial kelima). Aliran
udara dingin termasuk stimulus non-noksius (stimulus yang berupa
perabaan ringan, getaran atau stimulus mengunyah).
4. Titik pencetus adalah area pasti dimana sentuhan yang paling
ringan dengan segera mencetuskan paroksisme.
2.5 Patofisiologi
Patofisiologis terjadinya suatu neuralgia trigeminal adalah sesuai dengan
etiologi penyakit tersebut. Penyebab terjadinya neuralgia trigeminal adalah
penekanan mekanik oleh pembuluh darah, malformasi arteri vena
disekitarnya, penekanan oleh lesi atau tumor, sklerosis multipel, kerusakan
secara fisik dari nervus trigeminus yang disebabkan karena pembedahan atau
infeksi, dan yang paling sering yaitu secara idiopatik.
Penekanan mekanik pembuluh darah pada akar nervus ketika masuk ke
brainstem yang paling sering terjadi, sedangkan di atas bagian nervus
trigeminus atau portio minor jarang terjadi. Secara normal, pembuluh darah
tidak bersinggungan dengan nervus trigeminus. Penekanan ini dapat
disebabkan oleh arteri atau vena baik besar maupun kecil yang mungkin hanya
menyentuh atau tertekuk pada nervus trigeminus. Arteri yang sering menekan
akar nervus ini adalah arteri serebelar superior. Penekanan yang berulang
menyebabkan iritasi dan akan mengakibatkan hilangnya lapisan mielin
(demielinisasi) pada serabut saraf. Akibatnya terjadi peningkatan aktifitas
aferen serabut saraf dan penghantaran sinyal abnormal ke nukleus nervus
trigeminus dan menimbulkan gejala neuralgia trigeminal. Teori ini sama
dengan patofisiologi terjadinya neuralgia trigeminal akibat suatu lesi atau
tumor yang menekan atau menyimpang ke nervus trigeminus (Kaufmann,
2001 ; Bryce, 2004).
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
Adapun pemeriksaan diagnostic yang bisa dilakukan pada kasus neuralgia
trigeminal antara lain adalah:
1. Pemeriksaan radiologis
CT scan dan MRI atau pengukuran elektrofisiologis periode laten kedipan
dan refleks rahang dikombinasikan dengan elektromiografi masseter dapat
digunakan untuk membedakan kasus-kasus simtomatik akibat gangguan
struktural dari kasus idiopatik.
2. Pemeriksaan tambahan baru diperlukan kalau ada keluhan neuralgia
trigeminal pada orang-orang muda; karena biasanya ada penyebab lain
yang tersembunyi. Itu pun perannya terbatas untuk eliminasi. Pemeriksaan
yang dapat dilakukan: Rontgen TMJ (temporomandibular joint) dan MRI
otak (untuk menyingkirkan tumor otak dan multiple sclerosis).
3. Pengukuran potensial somatosensorik yang timbul setelah perangsangan
nervus trigeminus dapat juga digunakan untuk menentukan kasus yang
disebabkan oleh ektasis arteri sehingga dapat ditangani dengan dekompresi
operatif badan saraf pada fossa posterior.
2.7 Penatalaksanaan
Agens-agens antikonvulsi seperti karbamazepin (Tegretol) dan Fenitoin
(Dilantin) mengurangi nyeri pada banyak pasien melalui penurunan
transmisi impuls pada ujung saraf. Karbamazepin diberikan dengan
makanan, dalam dosis yang perlahan-lahan di tingkatkan sampai
pengurangan tercapai. Efek samping meliputi mual, pusing, mengantuk,
dan disfungsi hati. Pantau pasien terhadap adanya depresi sumsum tulang
selama penggunaan terapi obatt. Fenitoid juga menghasilkan efek samping
seperti mual, pusing, somnolent, ataksia, dan alergi kulit.
Bila pengobatan gagal untuk memberikan pengurangan nyeri, maka
sejumlah keputusan pembedahan dipersiapkan, sebagai keputusan
selanjutnya. Pasien harus berpartisipasi dalam memilih prosedur yang
terbaik bagi status kesehatan mereka. Alkohol atau suntikan fenol pada
ganglion gasserian dan cabang-cabang perifer pada saraf trigeminal
mengurangi nyeri untuk beberapa bulan. Walaupun nyeri kembali
menyerang setelah terjadi regenerasi saraf.
Gangliolisis Trigeminal Radiofrekuensi Perkutan. Penghentian
radiofrekuensi perkutan terhadap ganglion gasserian, dimana serat dengan
mielin tipis dan serat kecil tidak bermielin yang menimbulkan nyeri
dirusak melalui cara termal, adalah prosedur bahan pilihan untuk neuralgia
trigeminal.
Dibawah anastesi lokal,jarum di masukkan melalui pipi pada sisi yang
terserang di bawah kontrol fluoroskopik, jarum elektroda dipimpin masuk
melalui foramen magnum ke dalam ganglion gasserian. Bagian-bagian
ganglion gasserian (mandibular, maksilaris, dan oftalmik) bertemu dengan
satu rangkaian. Stimulasi saraf dengan rangsangan kecil dapat
menimbulkan pasien bangun, pasien juga melaporkan perasaan sensasi
gatal. Bila jarum-jarum elektroda di tentukan posisinya, Pasien di beri
anestesi sedikit dan rangsangan radiofrekuensi (rangsangan panas merusak
saraf) diberikan, merupakan cara mengontrol cedera yang berhubungan
dengan ganglion trigeminal atau akar ganglionn. Pasien akhirnya bangun
dari anestesi dan kaji penurunan sensori.pengulangan lesi, dihasilkan
sampai tercapai pengaruh yang di inginkan. Prosedur operatif dilakukan
kurang dari satu jam dan memberikan pengurangan nyeri yang permanen
pada banyak pasien. Fungsi sentuhan dan proprioseptif tetap utuh.
Dekompresi mikrovaskular pada saraf Trigeminal. Satu pendekatan
intrakranial dapat digunakan untuk dekompresi saraf trigeminal, karena
nyeri dapat di sebabkankompresi vaskular zona entri radiks trigeminal
arterial oleh vena. Dengan bantuan mikroskop operasi, lengkung arteri di
angkat dari saraf untuk menghilangkan tekanan, dan alat prostetik yang
kecil dimasukkan untuk mencegah berulangnya kompresi pada saraf.
prosedur ini mengurangi nyeri wajah ini dilakukan sambil tetap menjaga
sensasi normal.ini adalah prosedur mayor yang dilakukan untuk masalah
ini adalah kraniotomi. Penatalaksanaan pasca operasi sama seperti
pembedahan intrakranial lainnya. (Smeltzer S, 2001)
2.7 Asuhan Keperawatan
2.7.1 Pengkajian
Berikut ini adalah tahap pengkajian keperawatan klien dengan trigeminal
neuralgia menurut Doenges, Marylinn E. (2000).
1. Identitas klien meliputi: nama, umur, jenis kelamin, agama, bahasa,
pekerjaan, suku/kebangsaan, alamat, pendidikan, tanggal masuk rumah
sakit.
2. Keluhan utama : Nyeri pada bibir, dagu, lobang hidung, dan pada gigi
(daerah perifer, bukan pada struktur yang lebih dalam). Nyeri bersifat
tajam seperti tertusuk atau tersetrum listrik yang terjadi di sepanjang satu
atau lebih cabang inervasi N. V. Nyeri dapat tercetus oleh rangsangan
ringan (alodinia) seperti terpapar angin, berbicara,mengunyah atau cuci
muka.
3. Riwayat penyakit sebelumnya : Mengkaji apakah ada penyakit pada
bagian sistem saraf pusat yang mengarah pada penyebab peradangan saraf
trigeminal.
4. Anamnesis : Terdapat serangan nyeri paroksismal dengan awitan tiba-tiba
yang berlangsung selama beberapa detik sampai kurang dari 2 menit.
Nyeri bersifat tajam seperti tertusuk atau tersetrum listrik yang terjadi di
sepanjang satu atau lebih cabang inervasi N. V. Nyeri dapat tercetus oleh
rangsangan ringan (alodinia) seperti terpapar angin, berbicara,mengunyah
atau cuci muka. Pada anamnesa yang perlu diperhatikan adalah lokalisasi
nyeri, kapan dimulainya nyeri, menentukan interval bebas nyeri,
menentukan lamanya, efek samping, dosis dan respons terhadap
pengobatan, menanyakan riwayat penyakit lain seperti ada penyakit herpes
atau tidak, dsb.
5. Pemeriksaan fisik : Pada pemeriksaan fisik neurologi dapat ditemukan
sewaktu terjadi serangan, penderita tampak menderita sedangkan diluar
serangan tampak normal.
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
a. Pada B3 ditemukan gangguan sensorik berupa hiperalgesi dan aldonia.
b. Menilai sensasi pada ketiga cabang nervus trigeminus bilateral
(termasuk refleks kornea).
c. Menilai fungsi mengunyah (masseter) dan fungsi pterygoideus
(membuka mulut, deviasi dagu)
6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan seperti CTscan kepala atau MRI
kepala. MRI dan CT-scan hanya dilakukan atas indikasi, misalnya terdapat
kecurigaan penekanan radiks N. V oleh aneurisma. Pemeriksaan lain yang
dapat dilakukan adalah Rontgen TMJ (Temporomandibular Joint). CTscan
kepala dari fossa posterior bermanfaat untuk mendeteksi tumor yang tidak
terlalu kecil dan aneurisma. MRI sangat bermanfaat karena dengan alat ini
dapat dildihat hubungan antara saraf dan pembuluh darah juga dapat
mendeteksi tumor yang masih kecil.
MRI juga diindikasikan pada penderita dengan nyeri yang tidak khas
distribusinya atau waktunya maupun yang tidak mempan pengobatan.
Indikasi lain misalnya pada penderita yang onsetnya masih muda, terutama
bila jarang-jarang ada saat-saat remisi dan terdapat gangguan sensibilitas
yang obyektif. Selain itu harus diingat, bahwa neuralgia trigeminal yang
klasik dengan hanya sedikit atau tanpa tanda-tanda abnormal ternyata bisa
merupakan gejala-gejala dari tumor fossa posterior.
2.7.2 Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan trigeminal
neuralgia menurut Muttaqin, Arif (2010) dan Ackley, Betty J., Gail B. Ladwig
(2013) adalah sebagai berikut.
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b/d penekanan saraf trigeminal dan
inflamasi arteri temporalis.
2. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan
tubuh b/d sakit saat mengunyah
3. Koping individu tak efektif b/d nyeri berat, ancaman berlebih pada
diri sendiri.
4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan
b/d keterbatasan kognitif.
5. Ansietas (cemas) b/d prognosis penyakit dan perubahan kesehatan
2.7.3 Intervensi
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b/d penekanan saraf trigeminal dan inflamasi arteri temporalis.Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam, nyeri berkurang atau dapat diadaptasi oleh klien.Kriteria hasil :
1. Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan
nyeri
2. Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi
3. Ekspresi wajah pasien tidak nampak kesakitan
4. Klien tidak gelisah
5. Skala nyeri 0-1 atau teradaptasi
Intervensi Rasional
Tindakan Mandiri 1. Kaji terhadap nyeri yang
dirasakan oleh pasien meliputi:
P = pencetus nyeri yang dirasakan klienQ = kualitas nyeri yang dirasakan klien apakah tertusuk, tertimpa batuR = daerah yang mengalami nyeriS = skala nyeri yang dirasakan klien (0-10)T = Waktu timbulnya nyeri
Dapat mengindikasikan rasa sakit akut dan ketidaknyamanan pada pasien.
Pastikan durasi/ episode nyeri Memudahkan pilihan intervensi yang sesuai
Teliti keluhan nyeriNyeri merupakan pengalaman subjektif dan harus dijelaskan oleh pasien
Bantu klien dalam identifikasi faktor pencetus
Nyeri dipengaruhi oleh kecemasan, ketegangan, suhu, distensi kandung kemih, dan berbaring lama
Evaluasi perilaku nyeriDapat diperkuat karengan persepsi pasien tentang nyeri tidak dapat dipercaya
Anjurkan pada klien untuk mengurangi aktivitas yang berat dan menambah waktu istirahat
Menghindari stimulus nyeri dan meningkatkan rasa nyaman
Kompres hangat atau dingin pada daerah yang nyeri
Kompres dingin dapat mengakibatkan vasodilatasi, sehingga dapat menurunkan nyeri. Kompres hangat dapat meningkatkan sirkulasi darah dan menurunkan tegangan otot
Ajarkan relaksasi: teknik-teknik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase
Relaksasi dapat melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan oksigen oleh jaringan akan terpenuhi sehingga akan mengurangi nyerinya
Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut
Mengalihkan perhatian ke hal-hal yang menyenangkan
Tingkatkan pengetahuan tentang penyebab nyeri dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung
Pengetahuan akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik
Sampaikan perhatian anda atas respon pasien terhadap nyeri. Berukan kesempatan kepada pasien untuk membicarakan ketakutan, kemarahan, dan rasa frustasinya secara pribadi, pahami sulitnya situasi yang dihadapi.
a. Benarkan adanya rasa nyeri.b. Dengarkan dengan penuh
perhatian mengenai nyeri yang dikeluhkan.
c. Sampaikan bahwa perawat mengkaji nyeri karena ingin mengerti lebih tentang nyeri yang dialami (bukan untuk memulai apakah nyeri tersebut benar-benar ada).
Memberikan rasa nyaman pada pasien untuk mengekspresikan nyerinya dan mengurangi rasa nyeri secara psikologis (memberikan dukungan emosi)
Observasi tingkat nyeri dan respon motorik klien 30 menit setelah pemberian obat analgesik untuk mengkaji efektifitasnya. Setiap 1-2 jam setelah tindakan perawatan selama 1-2 hari
Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang objektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat
Tindakan kolaborasi1. Obat anti konvulsif
karbamazepin (tregetol) dan fenitoin (dilantin)
2. Berikan tregetol yang diminum bersama makan, dengan dosis secara bertahap ditingkatkan sampai diperoleh rasa lega.
3. Injeksi Alkohol :
a). Injeksi alkohol dilakukan pada ganglion gasserian dan cabang perifer dari saraf trigeminal yang terganggub). Injeksi alkohol perifer memiliki peran dalam pengelolaan neuralgia trigeminal
1. Mengurangi transmisi impuls pada ujung saraf tertentu, melegakan nyeri pada kebanyakan pasien.
2. Cara kerjanya pada membran permeabilitas menunjukkan bahwa kandungan tegretol dalam carbamazepine menutup saluran natrium pada konsentrasi terapi dan dapat menstabilkan membran neuron yang hiperaktif, menghalangi kerusakan neuron yang berulang dan mengurangi perambatan sinaptik impuls.
a). Berfungsi untuk mengurangi nyeri selama beberapa bulan.b). Berguna pada mereka yang refrakter terhadap manajemen medis dan pada mereka yang tidak mampu atau tidak mau menjalani perawatan bedah saraf. Alkohol blok ini sifatnya tidak permanen karena nyeri kembali setelah saraf berregenerasi.
2. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b/d sakit saat mengunyah
Tujuan : Dalam 1 minggu berat badan pasien meningkatKriteria Hasil :
1. Meningkatkan BB dalam batas ideal2. Pasien terlihat tidak lemas3. Hasil Lab Albumin normal
Intervensi RasionalObservasi kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan, batuk, dan mengatasi sekresi
Faktor ini menentukan pemilihan terhadap jenis makanan sehingga pasien harus terlindung dari aspirasi
Timbang berat badan sesuai indikasiMengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi
Mencatat intake dan output makanan pasien
Mengetahui perkembangan pemenuhan nutrisi pasien
Edukasikan pada pasien tentang makan makanan yang lunak
Makanan yang lunak dapat meminimalisir rangsang nyeri
Menganjurkan pada pasien menguyah pada sisi yang tidak sakit
Agar asupan nutrisi tetap terpenuhi
Berikan makanan dalam jumlah kecil dan dalam waktu yang sering dengan teratur.
Meningkatkan proses pencernaan dan toleransi pasien terhadap nutrisi yang diberikan dan dapat meningkatkan kerjasama pasien saat makan.
Ciptakan lingkungan yang nyaman unutk pasien
Lingkungan yang nyaman disekitar pasien dapat meningkatkan nafsu makan pasien
Kolaborasi dengan ahli gizi unutk membantu memilih makanan yang dapat memenuhi kebutuhan gizi selama sakit
Merupakan sumber yang efektif untuk mengidentifikasikan kebutuhan kalori/nutrisi tergantung pada usia, berat badan, ukuran tubuh dan keadaan penyakit.
3. Koping individu tak efektif b/d nyeri berat, ancaman berlebih pada diri sendiri.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam, koping pasien baikKriteria hasil :
a. Mengidentifikasi perilaku koping efektif dan konsekuensinyab. Menyatakan kesadaran kemampuan koping/kekuatan pribadic. Mengidentifikasi situasi stress dan mengambil langkah untuk menghindarid. Mendemonstrasikan keterampilan metode koping efektif
Intervensi Rasional Kaji kapasitas fisiologi yang bersifat umum
Nyeri dapat mengurangi kemampuan koping
Dekati pasien dengan ramah dan penuh perhatian
Menemukan kebutuhan psikologis yang akan meningkatkan harga diri
Bantu pasien dalam memahami perubahan konsep citra tubuh
Pasien mungkin menganggap dirinya sebagai seseorang “yang mengalami nyeri” dan mulai melihat dirinya sebagai seorang yang tidak mengalami nyeri
Kaji keefektifan strategi koping
Mekanisme adaftif perlu untuk mengubah pola hidup seseorang , menghindari hipertensi kronis, mengintegrasikan terapi yang diharuskan kedalam kehidupan sehari – hari.
Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, konsentrasi, peka rangsangan, toleransi sakit kepala
Manifestasi mekanisme koping maladaftif mungkin merupakan indikator, marah yang ditekan dan diketahui telah menjadi penentu tekanan darah diastolik
Bantu pasien mengidentifikasi stressor
Pengenalan terhadap stressor adalah langkah pertama dalam mengubah respons seseorang terhadap stressor
Libatkan pasien dalam perencanaan perawatan
Keterlibatan memberikan pasien perasaan kontrol diri yang berkelanjutan, memperbaiki keterampilan koping, dan dapat meningkatkan kerja sama dalam regimen terapiutik.
Dorong pasien untuk mengevaluasi prioritas/tujuan hidup
Fokus realitas pasien pada situasi yang ada relatif terhadap pandangan pasien tentang apa yang diinginkan
Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan mulai merencanakan perubahan hidup
Perubahan yang perlu harus diprioritaskan secara realistik untuk menghindari rasa tidak menentu dan tidak berdaya
4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b/d keterbatasan kognitif.
Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam, kecemasan klien hilang atau berkurangKriteria Hasil :
a. Klien mampu mengenal perasaannya,b. Klien dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor yang
mempengaruhinyac. Klien menyatakan ansietas berkurang atau hilang
Intervensi Rasional Kaji tanda verbal dan nonverbal kecemasan, dampingi klien dan lakukan tindakan bila timbul perilaku merusak
Reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukkan rasa agitasi, marah dan gelisah
Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan. Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat
Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu
Tingkatkan kontrol sensasi klien
Kontrol sensasi klien (dan dalam menurunkan ketakutan) dengan cara memberikan informasi tentang keadaan klien, menekankan pada penghargaan terhadap sumber–sumber koping (pertahanan diri) yang positif, membantu latihan relaksasi dan teknik pengalihan serta memberikan respon balik yang positif
Memberi kesempatan pada klien mengungkapkan kecemasannya
Dapat menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran yang tidak diekspresikan
Bantu klien mengekspresikan marah, kehilangan, dan takut
Cemas yang berkelanjutan memberikan dampak serangan jantung sselanjutnya.
Hindai konfrontasiKonfrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan kerja sama, dan mungkin memperlambat penyembuhan
Berikan privasi untuk klien dan orang terdekat
Memberi waktu untuk mengekspresikan perasaan menghilangkan cemas dan perilaku adaptasi. Adanya keluarga dan teman yang dipilih klien melayani aktivitas dan pengalihan (misalnya membaca) akan menurunkan perasaan terisolasi.
5. Ansietas (cemas) b/d prognosis penyakit dan perubahan kesehatan
Tujuan : Dalam jangka waktu 1 x 30 menit klien akan memperlihatkan kemampuan pemahaman yang adekuat tentang penyakit dan pengobatannya
Krieria Hasil :
a. Klien mengatakan mengetahui tentang penyakit, pengobatan pada gejala-gejala yang timbul
b. Klien dapat mengikuti instrukasi yang diberikan secara akurat
Intervensi Rasional Jelaskan tentang penyakit yang di derita klien. Memberi pemahaman pada klien
Berikan pendidikan kesehatan tentang nama obat, dosis, waktu dan cara pemakian, efek samping, cara mengukur intake output.
Memberi pemahaman kepada pasien. Meningkatkan partisipasi terapeutik dan mencegah putus obat
Identifikasi tanda dan gejala yang perlu dilaporkan
Meningkatkan kesadaran kebutuhan tentang perawatan diri untuk meminimalkan kelemahan
Kaji ulang resiko efek samping pengobatan
Mengurangi rasa kurang nyaman dari pengobatan untuk perbaikan kondisi klien
Mendorong klien mengekspresikan ketidaktahuan/kecemasan dan beri informasi yang dibutuhkan
Memberikan kesempatan untuk mengoreksi persepsi yang salah dan mengurangi kecemasan
Jelaskan pentingnya tindak lanjut rawat jalan yang teratur.
Agar pasien tahu pentingnyapemantauan penyakit
Bab III
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Daftar Pustaka
Meliala dkk .2001.Nyeri Neuropatik: Patofisiologi dan Penatalaksanaan. hal 129-137
Pearce, Evelyn c. 2009.Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia.Rumah Sakit Mitra Keluarga Group. 2011. Trigeminal Neuralgia and Hemifacial Spasm Care Center. Diakses pada tanggal 11 April 2014 dari Website : www.mitrakeluarga.com.http://www.perdossi.or.id/doc/cpd/attachment/308/3026/NEURALGIA%20TRIGEMINAL%20naskah.doc (diakses pada 13 maret 2015 pukul 12.38 WIB).