makalah kalut silikat rdpm
DESCRIPTION
silikatTRANSCRIPT
MAKALAH KIMIA ANALISIS LINGKUNGAN LAUT
PENENTUAN KADAR SILIKAT
DALAM AIR LAUT
KELOMPOK III
KELOMPOK III
RESKY DWIYANA PUSPITA M H311 12 101
AYU IKA PRATIWI
JURUSAN KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur hanya patut kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
atas segalah perlindungan dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini sebagai mana mestinya.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang penyebaran dan parametert
Silikat di perairan laut.
Adapun dalam penyusunan makalah ini, masih banyak hal yang kurang.
Oleh karena itu, dibutuhkan saran yang bersifat membangun dari para pembaca
demi untuk memperbaiki makalah ini.
Akhir kata, penyususn mengucapkan terima kasih bagi siapa saja yang
telah berartisipasi dalam penulisan makalah ini.
Makassar, September 2015
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Makhluk hidup pada dasarnya membutuhkan nutrien untuk melakukan
metabolisme dalam tubuh agar dapat tumbuh dan berkembang. Organisme hidup
memenuhi kebutuhannya akan nutrien dengan cara menyerap unsur hara dari
tanah, makan dan minum atau melalui proses absorbsi, dekomposisi dan difusi
elemen yang dibutuhkan dari lingkungan sekitarnya.
Senyawa silikat di laut mempunyai sifat-sifat kimia yang khas yang
berpengaruh terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan hidup organisme
laut. Penelitian tentang kebutuhan silikon dalam bentuk silikat oleh diatom laut
masih kurang namun jenis diatom yang berbeda diduga membutuhkan silikon
dalam bentuk silikat yang berbeda pula untuk pertumbuhan dan
perkembangannya.
Di Indonesia, hasil-hasil penelitian menunjukkan signifikansi musim hujan
dan peralihan terhadap meningkatnya konsentrasi silikat di perairan pesisir (Pello
et al., 2014; Kusumaningtyas et al., 2014; Sanusi, 2004). Ini menjelaskan bahwa
suplai silikat dari daratan ke perairan pesisir utamanya terjadi pada musim hujan
dan peralihannya. Oleh karena itu, perubahan iklim yang ditandai dengan
varibilitas iklim yang tinggi diasumsikan akan berpengaruh kuat terhadap
variabilitas dari konsentrasi silikat diperairan pesisir, yang secara langsung akan
mempengaruhi biomass fitoplankton dan produktifitas primer (Conley and
Malone, 1992). Wilayah perairan yang mengalami curah hujan tahunan yang
cukup banyak sangat berpotensi untuk mengalami peningkatan konsentrasi silikat
yang signifikan sepan-jang tahun. Demikian pula sebaliknya, wilayah perairan
yang mengalami musim kemarau yang berkepanjangan dapat mengalami
defisiensi silikat hingga pada tingkat kritis (Si:N<1) yang membatasi
pertumbuhan diatom (Turner et al., 1998). Oleh karena itu, penelitian eksploratif
spasial dan temporal tentang kandungan silikat menjadi penting di masa ini dalam
memahami kualitas suatu wilayah perairan tertentu, serta konsekuensi ekologi
yang dapat ditimbulkannya.
Kualitas Keberadaan ekosistem yang kompleks, pola aliran arus antar pulau
yang dinamis dan aktivitas di kawasan kepulauan tersebut mempunyai pengaruh
terhadap kandungan unsur hara, oksigen terlarut dan pH yang merupakan
indikator kesuburan perairan serta pola sebarannya. Sumber utama zat hara
berasal dari berbagai limbah dari daratan yang terdiri dari berbagai limbah industri
yang mengandung senyawa organik dan dibuang ke perairan melalui aliran
sungai. Limbah yang mengandung senyawa organik tersebut, mengalami proses
penguraian menjadi senyawa anorganik dan masuk ke perairan (Rousseau et al.,
2002; Ornolfsdottir et al., 2004; Anderson et al., 2006).
Zat hara adalah suatu zat yang mempunyai peranan penting dalam
melestarikan kehidupan karena dimanfaatkan oleh fitoplankton sebagai sumber
bahan makanan. Senyawa anorganik mengandung zat hara diantaranya fosfat,
nitrat dan silikat merupakan rantai makanan bagi biota laut seperti fitoplankton
dan biota lainnya. Namun bila zat hara masuk ke perairan dalam konsentrasi yang
sangat tinggi dan melebihi nilai ambang batas, maka terjadi eutrofikasi yaitu
kondisi perairan yang mengalami pengayaan oleh zat hara yang di indikasikan
dengan terjadinya blooming fitoplankton. Akibatnya dapat menyebabkan
kematian berbagai jenis biota laut diantaranya ikan dan mengancam jiwa manusia.
Hal inilah yang melatarbelakangi dalam mengetahui kualitas perairan di laut yang
mengandung unsur hara berupa silikat.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini yaitu :
1. Mengetahui senyawa dan kandungan silikat dalam perairan laut.
2. Mengetahui manfaat silikat dalam perairan laut.
3. Mengetahui penentuan kadar silikat menggunakan metode
spektrofotometer.
4. Mengetahui kadar silikat di berbagai perairan laut.
.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tinjauan Umun Silikat dalam Air Laut
Silikat di perairan pesisir dan laut dapat berbentuk sebagai partikel
mineral, opal biogenik, dan larutan. Silikat terlarut umumnya berbentuk silikat
(senyawa dengan komponen silikon anionik dan umumnya dalam bentuk oksida,
Si-O), karena memiliki afinitas yang kuat dengan oksigen. Silikat terlarut yang
masuk ke perairan pesisir dan lautan umumnya berbentuk reaktif silikat
anorganik, dapat berupa ion-ion terlarut dari asam ortosilisik (Si(OH)4). Asam
silisik ini berasal dari pelapukan mineral tanah dan batuan (Lukman dkk, 2014).
Silikat di laut terdapat dalam bentuk:
a. H4SiO4 terlarut atau orto-silikat (20 % dari total silikat
b. Koloid (amorphous) : -SiO2nH2O
c. Kompleks mineral liat (mineral clay)
d. Montmorillonite : Na Al8Si12O20(OH)6
e. Illite : KAl5Si7O20(OH)4
f. Kaolinit : Al2Si2O5(OH)4
g. Chlorite : Mg5Al2Si3O10(OH)8
h. Sepiolite : Mg2Si3O6(OH)4
i. Sodium Feldspar : NaAlSi3O8
j. Potassium feldspar : KAlSi3O8
Umumnya di dalam air dijumpai beberapa bentuk silikat dan sampai saat
ini telah ditemukan dua macam bentuk silikat yaitu silikat aktif dan silikat yang
tidak aktif. Kedua bentuk ini dapat ditentukan dengan metode molibdat biru, yaitu
apabila ke dalam contoh air yang diperkirakan mengandung silikat ditambahkan
ammonium molibdat maka akan terbentuk asam siliko molibdat (Strickland and
Parsons, 1968). Dalam pembentukan asam siliko molibdat akan timbul bentuk
asam alfa siliko molibdat bila pH larutan antara 3,8 – 4,8. Asam alfa siliko
molibdat yang terbentuk ini bersifat stabil dan dapat direduksi dengan pereduksi
yang baik menjadi asam alfa siliko molibdat biru.
2.1.1 Jurnal “Kualitas Air Laut Ditinjau dari Aspek Zat Hara, Oksigen
Terlarut dan ph di Perairan Banggai, Sulawesi Tengah”
Perairan Banggai, Sulawesi Tengah terletak disebelah timur Provinsi
Sulawesi Tengah merupakan perairan yang dekat dengan daratan dan daerah
fishing ground penangkapan ikan bagi nelayan. Hal ini dapat dimengerti karena
perairan tersebut kondisinya subur dan merupakan konsentrasi berbagai jenis ikan
dan biota laut lainnya dalam jumlah kelimpahan yang besar. Keberadaan
ekosistem yang kompleks, pola aliran arus antar pulau yang dinamis dan aktivitas
di kawasan kepulauan tersebut mempunyai pengaruh terhadap kandungan unsur
hara, oksigen terlarut dan pH yang merupakan indikator kesuburan perairan serta
pola sebarannya.
Sumber utama kandungan silikat dalam suatu perairan, banyak
dipengaruhi proses erosi serta curah hujan. Zat hara silikat diperlukan dan
berpengaruh terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan hidup beberapa
jenis fitoplankton diantaranya diatom dan silicoflagellata untuk pembentukan
kerangka dinding selnya.
2.1.2 Jurnal “Kualitas Perairan Natuna pada Musim Transisi”
Secara umum, karakteristik Perairan Natuna dipengaruhi oleh musim.
Berdasarkan Wyrtki (1961), musim di Indonesia terbagi menjadi angin muson
barat laut (musim barat), angin muson tenggara (musim timur) dan angin musim
transisi atau peralihan diantara keduanya. Pada saat peralihan, arah angin tidak
teratur dan sering terjadi hujan secara tiba-tiba. Pada wilayah pesisir, karakteristik
perairan juga dipengaruhi oleh pasang surut dan masukan dari daratan. Perairan
bagian barat daya Natuna mendapat masukan materi yang berasal dari sungai
maupun dari aktivitas antropogenik. Terdapat beberapa sungai yang bermuara ke
perairan tersebut, salah satunya Sungai Binjai yang merupakan sungai terbesar di
wilayah tersebut.
Silikat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan struktur
ekstraselular diatom, sehingga silikat merupakan faktor pembatas pertumbuhan
diatom (Koike et al., 2001). Diatom merupakan kelompok fitoplankton yang
paling melimpah di perairan.
2.1.3 Jurnal “Silikat Terlarut di Perairan Pesisir Sulawesi Selatan”
Silikat di perairan pesisir dan laut dapat berbentuk sebagai partikel
mineral, opal biogenik, dan larutan. Silikat terlarut umumnya berbentuk silikat
(senyawa dengan komponen silikon anionik dan umumnya dalam bentuk oksida,
Si-O), karena memiliki afinitas yang kuat dengan oksigen. Silikat terlarut yang
masuk ke perairan pesisir dan lautan umumnyaberbentuk reaktif silikat anorganik,
dapat berupa ion-ion terlarut dari asam ortosilisik (Si(OH)4). Asam silisik ini
berasal dari pelapukan mineral tanah dan batuan (Papush et al., 2006), masuk ke
dalam air sungai melalui aliran-aliran permukaan tanah atau aliran air tanah
(Treguer et al., 1995).
Konsentrasi silikat terlarut di dalam air tanah dapat berkisar antara 100-
500 μM (Sommer et al., 2006), sedangkan di perairan pesisir laut konsentrasinya
cukup bervariasi, mulai dari 0,1 μM hingga >100 μM (Alkhatib et al., 2007;
Gobler et al., 2006; Jennerjahn et al., 2004; Rahm et al., 1996).
Perairan pesisir Makassar dan sepanjang pantai barat Sulawesi Selatan
tergolong pesisir produktif, dimana didalamnya terdapat ekosistem mangrove,
padang lamun, dan terumbu karang (Kepulauan Spermonde). Ekosistem itu cukup
krusial dalam menopang kehidupan ekonomi masyarakat pesisir dan ketahan-an
pangan. Namun demikian, tingginya buangan daratan dan pencemaran dapat
menjadi satu ancaman bagi kesehatan ekosistem tersebut. Potensi penurunan
kualitas perairan akibat buangan limbah dari daratan Sulawesi Selatan, khususnya
nutrien silikat dan sedimen partikulat yang dibawa oleh sungai-sungai besar
diasum-sikan cukup besar. Hasil-hasil penelitian sejenis juga telah
mengindikasikan gejala pengayaan nutrien (nitrogen dan fosfor) dan pencemaran
logam berat pada pesisir tersebut (Faizal, 2012; Werolilangi, 2012). Secara visual,
kondisi perairan sepanjang pesisir Kota Makassar hingga Kabupaten Pangkajene
Kepulauan ditandai oleh perubahan warna air akibat sedimentasi dan terkadang
akibat biomass fitoplankton yang relatif persisten sepanjang tahun.
Peningkatan kepadatan fitoplankton akibat tingginya nutrien di pesisir
merupakan gejala eutrofikasi, yang biasanya ditandai oleh pergeseran dominansi
fitoplankton ke non-diatom (Paerl, 2009; Turner et al., 1998). Namun demikian,
peran silikat sebagai nutrien yang mengatur dominansi diatom akan menjadi
penting dalam menjaga kualitas ekosistem perairan yang tereutrofikasi, bilamana
konsentrasi silikat terlarut berada diatas ambang (>2μM) kebutuhan pertumbuhan
diatom (Egge and Aksnes, 1992). Oleh karena itu, penelitian yang komprehensif
(spasial dan temporal) tentang konsentrasi silikat dari sumber-sumber utama
buangan daratan (yaitu di muara sungai-sungai besar di pantai barat Sulawesi
Selatan dari kota Makassar, kabupaten Maros, dan kabupaten Pangka-jene
Kepulauan) ke pesisir dan laut di gugusan terumbu karang Spermonde menjadi
penting dalam menilai kualitas perairan.
2.1.4 Jurnal “Sebaran Silikat Secara Horizontal oleh Arus dan Pasang Surut
di Sekitar Perairan Pelabuhan Tanjung Mas Semarang
Parsons (1975) dalam Chester (1999) mendefinisikan nutrien sebagai salah
satu fungsi yang terlibat dalam kehidupan organisme. Silikat merupakan salah
satu nutrien yang dibutuhkan oleh fitoplankton dari jenis diatom untuk
membentuk dinding selnya (Dwaf, 1995 dalam Jennings, 2005). Sehingga ketika
ketersediaan silikat rendah, maka akan berpengaruh terhadap produktivitas
diatom. Diatom sendiri berperan sebagai produsen primer di perairan (Pasche,
1973 dalam Saad dan Younes, 2006). Salah satu sumber utama silikat yang ada di
laut berasal dari daratan yang terbawa oleh aliran sungai. Sehingga daerah yang
dekat dengan muara sungai, konsentrasi silikat cenderung tinggi (Saad dan
Younes, 2006). Adanya fenomena oseanografi seperti arus dan pasang surut turut
berpengaruh terhadap konsentrasi silikat. Balls, 1994 dalam Montani et al., 1997
menyatakan bahwa, fenomena oseanografi berupa pasang surut berpengaruh
terhadap konsentrasi silikat. Variasi dari nilainya tergantung pada amplitude dari
pasang surut tersebut. Escherique et al., (2010) juga menambahkan, konesentrasi
silikat cenderung lebih tinggi pada saat surut dibandingkan pada saat pasang.
Sedangkan arus berpengaruh terhadap penyebaran konsentrasi silikat, arah
penyebaran konsentrasinya mengikuti arah arus (Rasheed et al., 2002 dalam
Manasrah et al., 2006).
Pelabuhan Tanjung Mas Semarang merupakan salah satu infrastruktur
wilayah Jawa Tengah yang berskala Internasional (Hidayat et al., 2004).
Hutagalung (2004) juga menambahkan, bahwa pelabuhan tersebut mempunyai
peran yang penting bagi perekonomian sehingga tuntutan akan jasa pelabuhan
semakin meningkat terus. Infrastruktur ini dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas
pelabuhan di antaranya bangunan pantai yaitu breakwater yang berfungsi sebagai
pelindung pelabuhan dari hempasan gelombang maupun pergerakan arus sehingga
kapal-kapal dapat bersandar (Hidayat et al., 2004). Adanya breakwater ini
mengakibatkan terjadinya arus turbulen yang mempunyai vektor arah arus yang
tidak beraturan karena melewati celah yang sempit sehingga meyebabkan
terjadinya resuspensi sedimen yang berdampak pada tingginya tingkat ekeruhan
perairan. Manasrah et al., (2006) menyatakan, bahwa tingginya derajat kekeruhan
air akan berdampak pada konsentrasi nutrien.
2.1.5 Jurnal “Evidence of Intensified Biogenic Silica ecycling in the Black Sea
after 1970”
KASI MASUK MATERINYA DARI BASO
2.2 Manfaat Silikat dalam Air Laut
Sebagian besar tumbuhan dan hewan laut yang memanfaatkan silikon
terdiri dari kelompok diatom, radiolaria, pteropoda dan sponges. Umumnya,
kelompok organisme tersebut memiliki struktur kerangka yang mengandung silika
dalam jumlah tinggi. Sisa-sisa tubuh yang telah mati terutama dari kelompok
diatom akan tenggelam ke dasar perairan membentuk deposit endapan silikat yang
spesifik. Hingga saat ini belum diketahui secara pasti bagaimana silika terlarut
diabsorbsi oleh diatom, kemudian diubah menjadi hidrat silikat dan digunakan
untuk membentuk cangkang dengan pola yang indah. Beberapa alge, terutama
diatom (Bacillariophyta), membutuhkan silica untuk membentuk frustule (dinding
sel). Biota perairan tawar : misalnya sponge, menggunakan silica untuk
membentuk spikul.
Silikat terlarut di perairan pesisir dan laut berperan penting dalam
pertumbuhan fitoplankton seperti diatom. Konsentrasi silikat yang tinggi di
perairan pesisir bukan faktor pembatas pertumbuhan plankton, dan berpotensi
menurunkan kualitas perairan karena eutrofikasi dan pengayaan monospesies
diatom (Lukman dkk, 2014).
BAB III
METODE PENELITIAN
(TAMBAHKAN MATERINYA)
BGMANA METODE NYA SETIAP JURNAL BAHAS MASING”
3.1 Jurnal “Silikat Terlarut Di Perairan Pesisir Sulawesi Selatan”
3.1.1 Pengambilan Sampel
Sebanyak 1 liter sampel air permukaan dikoleksi dengan menggunakan
pompa celup di 34 stasiun. Sampel air untuk pengukuran konsentrasi silikat,
tersebut kemudian disaring di lapangan dengan menggunakan filter serat glass. 50
ml air cuplikan dari air tersaring kemudian dimasukkan kedalam botol sampel dan
ditambahkan 35 mg/ml larutan HgCl2 20% untuk. Sampel air tersebut kemudian
dibawah ke laboratorium untuk selanjutnya dilakukan analisis silikat. Selanjutnya,
sampel klorofil-a diperoleh dengan menyaring 1,5 liter air permukaan dengan juga
menggunakan filter GF/F. Filter tersebut kemudian disimpan dalam keadaan
membeku dan gelap hingga analisis dilakukan. Sampel plankton diperoleh dengan
menggunakan jaring plankton 55 μm, yang ditarik dari kedalaman 10 meter.
Sampel plankton ini hanya diambil pada stasiun-stasiun terluar dari setiap lokasi,
dan diawetkan dengan larutan lugol dan disimpan dalam keadaan gelap hingga
analisis.
3.1.2 Penentuan Konsentrasi Silikat Terlarut
Penentuan silikat terlarut didasarkan pada pembentukan asam
silikomolibdik berwarna, ketika 20 mL sampel yang telah diasamkan dengan 0,8
mL asam oksalat dan 0,4 ml asam askorbik, yang kemudian dicampur dengan 0,8
mL larutan molibdat (asam sulfurik: amonium heptamolibdat 5:1 (v/v)). Silikat
(SiO44-) diukur pada panjang gelombang 810 nm dengan satuan μg/L, yang diplot
terhadap kurva kalibrasi 6 poin. Standar deviasi relatif dari konsentrasi standar
terkecil (0,055 μg/l) sebesar 5%. Penyajian hasil akhir dari konsentrasi silikat
disajikan dalam unit μmol/L atau μM.
3.2 Jurnal “Sebaran Silikat secara Horizontal oleh Arus dan Pasang Surut
Sekitar Pelabuhan Tanjung Mas Semarang”
Pengukuran konsentrasi silikat dalam sampel air laut dilakukan di
laboratorium Kesehatan kota Semarang menggunakan metode silika molibdat
dengan menggunakan alat spektrofotometer pada panjang gelombang 810 nm.
3.3 Jurnal “Kualitas Perairan di Laut Natuna pada Musim Transisi”
Parameter kualitas air yang diamati meliputi parameter fisika yaitu
kecerahan, suhu dan padatan tersuspensi total (TSS), serta parameter kimia yaitu
derajat keasaman (pH), oksigen terlarut, salinitas, nitrat, fosfat dan silikat.
Pengukuran parameter in-situ kecerahan menggunakan secchi disk, sedangkan
untuk parameter in-situ suhu, pH, oksigen terlarut dan salinitas menggunakan alat
water quality meter TOA-DKK yang diturunkan pada kedalaman kurang dari 1 m.
Pengambilan sampel air permukaan untuk mengukur konsentrasi nutrien (nitrat,
fosfat, silikat) dan TSS dilakukan dengan menggunakan botol Niskin, kemudian
dimasukkan ke dalam botol polietilen dan disimpan dalam kotakesuntuk dianalisis
ke Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Institut Pertanian Bogor
(IPB). Metode yang digunakan untuk analisis konsentrasi nitrat, fosfat dan TSS
berdasarkan pada APHA (2005) edisi 21, sedangkan metode analisis silikat
berdasarkan Grasshof.
3.4 Kualitas Air Laut Ditinjau dari Aspek Zat Hara, Oksigen Terlarut dan
pH di Perairan Banggai, Sulawesi Tengah
3.4.1 Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel air dilakukan dengan menggunakan Rosette sampler
yang dilengkapi dengan botol Niskin dan CTD (Conductivity, Temperature and
Depth) pada 3 lapisan yaitu lapisan permukaan (0–1 m), tengah (20–100 m), dan
dekat dasar (100–200 m) yang disesuaikan dengan kedalaman sampling plankton.
3.4.2 Penentuan Kadar Zat Hara
Kadar fosfat, nitrat, dan silikat diukur dengan Spektrofotometer pada
panjang gelombang 885 nm untuk fosfat, 543 nm untuk nitrat, dan 810 nm untuk
silikat.
BAB III
KESIMPULAN
Kesimpulan dari makalah ini adalah :
1. BUAT KESIMPULAN DARI TUJUAN
BACAKO DI JURNAL
DAFTAR PUSTAKA
Kusumaningtyas, A. M., Bramawanto, R., Daulat, A., dan Widodo, S., 2014., Kualitas Perairan Natuna pada Musim Transisi, Depik, 3 (1) : 10-20.
Lukman, M., Andriani, N., Amri, K., Tambaru, R., Hatta, M., Nurfadillah., dan Noer, R, J., 2014., Silikat Terlarut di Perairan Pesisir Sulawesi Selatan., Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan, 6 (2) : 461-478.
Mousing, E, A., Adjou, M., dan Ellegaard, M., 2015., Evidence of Intensified Biogenic Silica ecycling in the Black Sea after 1970., Elsevier, 164 : 335-339.
Simanjuntak, M., 2012., Kualitas Air Laut Ditinjau dari Aspek Zat Hara, Oksigen Terlarut dan pH di Perairan Banggai, Sulawesi Tengah., Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan, 4 (2) : 290-303.
Yunita, N, F., Muslimin., dan Maslukhah, L., 2013., Sebaran Silikat secara Horizontal oleh Arus dan Pasang Surut Sekitar Pelabuhan Tanjung Mas Semarang., Jurnal Oseanografi, 2 (1) : 26-32.