pengembangan metode kalsinasi pada aktivasi … · laboratorium thermodinamika teknik kimia jurusan...

5
PENGEMBANGAN METODE KALSINASI PADA AKTIVASI ALKALI DIGESTION UNTUK SINTESA ZEOLIT ALAM BANDUNG Biyas Rakhmad Bagus Purnomo (2307100041), Ricky Fredinansyah (2307100046) Pembimbing: Prof.Dr.Ir.Gede Wibawa,M.Eng , Dr.Ir.Kuswandi,DEA Laboratorium Thermodinamika Teknik Kimia Jurusan Teknik Kimia ITS Kata kunci : zeolit alami, ion removal, alkali digestion, kalsinasi Abstrak Pada penelitian ini telah dikembangkan metode aktivasi zeolit alam klinoptilolit dengan kadar CaO tinggi dari Bandung Jawa Barat dengan gabungan proses ion removal, alkali digestion dan kalsinasi. Proses ion removal, kandungan CaO dalam zeolit dihilangkan dengan menggunakan larutan NH 4 Cl yang direaksikan dengan zeolit alam. Process alkali digestion dilakukan dengan mencampur zeolit hasil proses ion removal dengan NaOH dan NaAlO 2 pada suhu 80 °C dengan disertai pengadukan selama 8 jam untuk menyeimbangkan rasio SiO 2 /Al 2 O 3. Selanjutnya, kalsinasi produk akhir pada suhu 800 °C selama 4 jam. Metode ini mampu menurunkan rasio SiO 2 /Al 2 O 3 dan kandungan CaO pada zeolit dari 12,1 menjadi 2,50 dan dari 12,0% menjadi 6,12%. Berdasarkan analisa X-Ray Fluorescence, X-Ray Diffraction dan Scanning Electronic Microscope, produk zeolit teraktivasi yang dikembangkan memiliki karakteristik mirip zeolit A komersial. 1. Pendahuluan Zeolit disebut batuan mendidih, karena mineral ini mempunyai sifat mendidih atau mengembang jika dipanaskan. Zeolit merupakan senyawa aluminio-silikat yang membentuk kerangka tiga dimensi, mempunyai rongga (pori atau celah) dengan permukaan bagian dalam kristal yang luas (Swantomo dkk, 2009). Secara geologi Indonesia berpotensi besar untuk memiliki cadangan zeolit alam, karena letaknya yang berada dalam wilayah rangkaian gunung api. Diperkirakan deposit zeolit tersebar di pulau Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, dan Maluku dengan potensi deposit sebesar 16.600.000 ton. Di Indonesia sampai saat ini telah dieksplorasi meneral zeolit yang tersebar lebih dari 50 daerah diantaranya dari daerah Sumatra, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Kalimantan, Nusatenggara, Maluku hingga Sumatra. Hingga sekarang terdapat lebih dari 40 jenis zeolit yang diketahui dengan pasti baik sebagai hasil proses hidrotermal, maupun proses diagenesa dari batuan vulkanik (Purawiardi, 1999). Hingga saat ini, zeolit sintetik lebih banyak digunakan dari pada zeolit alam, karena melalui proses sintesis dapat dibuat zeolit sesuai dengan fungsi yang dikehendaki. Zeolit sintetik dibuat dari bahan lain dengan proses sintesis, diproses sedemikian rupa hingga menyerupai zeolit alam dengan komposisi yang homogen dan bebas pengotor. Namun, kebutuhan zeolit sintetik di Indonesia hingga saat ini masih dipasok dari luar negeri, di sisi lain Indonesia sangat kaya akan kandungan zeolit alam (Senda dkk, 2006). Alkan dkk (2005) mempelajari pengaruh konsentrasi penambahan alkali dan rasio solid/liquid pada sintesis zeolit NaA dari kaolin. Burriesci dkk (1984) mengembangkan proses hidrothermal untuk memproduksi zeolit dengan bahan baku silika alumina. Semua proses tersebut menghasilkan jumlah pengotor kuarsa atau hidroksisodalite yang cukup besar. Untuk penggunaan bahan baku yang berasal dari zeolit alam, Kang dkk (1998) merubah zeolit alam Korea yang banyak mengandung feldspar menjadi zeolit tipe X dan tipe P melalui reaksi hidrothermal dengan atau tanpa fusi NaOH. De Fazio dkk (2008) melakukan sintesis zeolit alam tipe klinoptilolite dengan menggunakan proses hidrothermal pada suhu rendah, namun kuarsa dan feldspar masih terkandung didalam produk. Kazemian dkk (2009) meneliti proses produksi zeolite type A dari zeolit alami Iran tipe klinoptilolite dengan mekanisme sol gel dengan satu langkah proses. Produk yang dihasilkan dari sintesis zeolit alam menjadi beberapa jenis zeolit sintetik tersebut memberi hasil yang lebih baik jika dibandingkan hasil pembuatan zeolit dari bahan aluminasilikat lain. Namun adanya pengotor dan homogenitas produk masih menjadi persoalan. Herudati dan Rahmawati (2010) meneliti proses aktivasi zeolit alam Bandung untuk peningkatan performa adsorpsinya pada etanol-air dengan metode aluminasi alkali disgestion, produk yang dihasilkan memiliki karakteristik seperti zeolit A tetapi masih memiliki pengotor CaO yang masih tinggi. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan kualitas zeolit alam sehingga karaktersitiknya menyerupai zeolit A sintetik. Penelitian ini ditujukan untuk mengembangkan metode aktivasi zeolit alam klinoptilolit kualitas rendah (kadar CaO tinggi) dari Bandung, Jawa Barat sehingga memiliki karakteristik zeolit A. 2. Bahan dan Metode Penelitian a. Bahan Pada penelitian ini, bahan baku zeolit alam yang digunakan adalah zeolit alam yang berasal dari Bandung, Jawa Barat. Zeolit alam Bandung

Upload: doanhanh

Post on 02-Mar-2019

237 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENGEMBANGAN METODE KALSINASI PADA AKTIVASI ALKALI DIGESTION

UNTUK SINTESA ZEOLIT ALAM BANDUNG

Biyas Rakhmad Bagus Purnomo (2307100041), Ricky Fredinansyah (2307100046)

Pembimbing: Prof.Dr.Ir.Gede Wibawa,M.Eng , Dr.Ir.Kuswandi,DEA

Laboratorium Thermodinamika Teknik Kimia Jurusan Teknik Kimia ITS

Kata kunci : zeolit alami, ion removal, alkali digestion, kalsinasi

Abstrak

Pada penelitian ini telah dikembangkan metode aktivasi zeolit alam klinoptilolit dengan kadar CaO

tinggi dari Bandung Jawa Barat dengan gabungan proses ion removal, alkali digestion dan kalsinasi. Proses ion removal, kandungan CaO dalam zeolit dihilangkan dengan menggunakan larutan NH4Cl yang direaksikan

dengan zeolit alam. Process alkali digestion dilakukan dengan mencampur zeolit hasil proses ion removal

dengan NaOH dan NaAlO2 pada suhu 80 °C dengan disertai pengadukan selama 8 jam untuk menyeimbangkan

rasio SiO2/Al2O3. Selanjutnya, kalsinasi produk akhir pada suhu 800 °C selama 4 jam. Metode ini mampu

menurunkan rasio SiO2/Al2O3 dan kandungan CaO pada zeolit dari 12,1 menjadi 2,50 dan dari 12,0% menjadi

6,12%. Berdasarkan analisa X-Ray Fluorescence, X-Ray Diffraction dan Scanning Electronic Microscope,

produk zeolit teraktivasi yang dikembangkan memiliki karakteristik mirip zeolit A komersial.

1. Pendahuluan

Zeolit disebut batuan mendidih, karena mineral

ini mempunyai sifat mendidih atau mengembang

jika dipanaskan. Zeolit merupakan senyawa aluminio-silikat yang membentuk kerangka tiga

dimensi, mempunyai rongga (pori atau celah)

dengan permukaan bagian dalam kristal yang luas

(Swantomo dkk, 2009).

Secara geologi Indonesia berpotensi besar

untuk memiliki cadangan zeolit alam, karena

letaknya yang berada dalam wilayah rangkaian

gunung api. Diperkirakan deposit zeolit tersebar di

pulau Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, dan Maluku

dengan potensi deposit sebesar 16.600.000 ton. Di

Indonesia sampai saat ini telah dieksplorasi meneral zeolit yang tersebar lebih dari 50 daerah diantaranya

dari daerah Sumatra, Jawa Timur, Jawa Tengah,

Jawa Barat, Kalimantan, Nusatenggara, Maluku

hingga Sumatra. Hingga sekarang terdapat lebih dari

40 jenis zeolit yang diketahui dengan pasti baik

sebagai hasil proses hidrotermal, maupun proses

diagenesa dari batuan vulkanik (Purawiardi, 1999).

Hingga saat ini, zeolit sintetik lebih banyak

digunakan dari pada zeolit alam, karena melalui

proses sintesis dapat dibuat zeolit sesuai dengan

fungsi yang dikehendaki. Zeolit sintetik dibuat dari

bahan lain dengan proses sintesis, diproses sedemikian rupa hingga menyerupai zeolit alam

dengan komposisi yang homogen dan bebas

pengotor. Namun, kebutuhan zeolit sintetik di

Indonesia hingga saat ini masih dipasok dari luar

negeri, di sisi lain Indonesia sangat kaya akan

kandungan zeolit alam (Senda dkk, 2006).

Alkan dkk (2005) mempelajari pengaruh

konsentrasi penambahan alkali dan rasio solid/liquid

pada sintesis zeolit NaA dari kaolin. Burriesci dkk

(1984) mengembangkan proses hidrothermal untuk

memproduksi zeolit dengan bahan baku silika – alumina. Semua proses tersebut menghasilkan

jumlah pengotor kuarsa atau hidroksisodalite yang

cukup besar.

Untuk penggunaan bahan baku yang berasal

dari zeolit alam, Kang dkk (1998) merubah zeolit alam Korea yang banyak mengandung feldspar

menjadi zeolit tipe X dan tipe P melalui reaksi

hidrothermal dengan atau tanpa fusi NaOH. De

Fazio dkk (2008) melakukan sintesis zeolit alam tipe

klinoptilolite dengan menggunakan proses

hidrothermal pada suhu rendah, namun kuarsa dan

feldspar masih terkandung didalam produk.

Kazemian dkk (2009) meneliti proses produksi

zeolite type A dari zeolit alami Iran tipe

klinoptilolite dengan mekanisme sol – gel dengan

satu langkah proses. Produk yang dihasilkan dari sintesis zeolit alam menjadi beberapa jenis zeolit

sintetik tersebut memberi hasil yang lebih baik jika

dibandingkan hasil pembuatan zeolit dari bahan

aluminasilikat lain. Namun adanya pengotor dan

homogenitas produk masih menjadi persoalan.

Herudati dan Rahmawati (2010) meneliti proses

aktivasi zeolit alam Bandung untuk peningkatan

performa adsorpsinya pada etanol-air dengan metode

aluminasi alkali disgestion, produk yang dihasilkan

memiliki karakteristik seperti zeolit A tetapi masih

memiliki pengotor CaO yang masih tinggi. Oleh

karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan kualitas zeolit alam sehingga

karaktersitiknya menyerupai zeolit A sintetik.

Penelitian ini ditujukan untuk mengembangkan

metode aktivasi zeolit alam klinoptilolit kualitas

rendah (kadar CaO tinggi) dari Bandung, Jawa Barat

sehingga memiliki karakteristik zeolit A.

2. Bahan dan Metode Penelitian

a. Bahan

Pada penelitian ini, bahan baku zeolit alam

yang digunakan adalah zeolit alam yang berasal dari Bandung, Jawa Barat. Zeolit alam Bandung

merupakan zeolit tipe klinoptilolit dengan kualitas

rendah karena banyaknya kadar pengotor CaO

sebesar 12,0 % yang terdapat di dalamnya dan

mempunyai rasio SiO2/Al2O3 sebesar 12,1. Oleh

karena itu dibutuhkan proses treatment untuk

mereduksi kadar CaO dalam zeolit dan merubah

rasio SiO2/Al2O3 menjadi 1-2 yang merupakan range

rasio SiO2/Al2O3 dari zeolit A.

Imbert dkk.. (1994), melakukan riset dengan

proses sintetik zeolit dari bahan mineral seperti

kaolin dilakukan dalam beberapa tahap. Zeolit tipe A dari kaolin dikembangkan melalui tiga tahap

proses yaitu kalsinasi pada 500 – 1000 °C selama 5

jam, pencampuran dengan larutan NaOH selama 24

jam dan kristalisasi dengan penambahan beberapa

senyawa oksida. Temperatur optimum yang

diperoleh pada 750 °C dan kristal zeolit A yang

diperoleh sangat bervariasi tergantung dari kondisi

reaksi hidrothermal nya.

Taffarel dan Rubio (2008), melakukan reduksi

CaO dalam zeolit dengan metode aktivasi pertukaran

ion menggunakan larutan NH4Cl. Dengan metode ini didapatkan kadar CaO dalam zeolit mengalami

penurunan dari 6.19% menjadi 1.43%.

Kazemian dkk (2009), yang melakukan sintesis

zeolit LTA (Linde Type A) dari zeolit alam Iran tipe

klinoptilolit menggunakan metode aluminasi pada

proses alkali digestion. Proses berlangsung pada

suhu rendah dan tekanan atmosfir. Prinsip dari

proses ini adalah merubah rasio SiO2/Al2O3 dari

rasio sebelumnya 5.5–6 menjadi 1.2–1.6. Metode

yang sama dilakukan oleh Herudati dan Rahmawati

(2010) terhadap zeolit alam Bandung tetapi proses disertai dengan kalsinasi produk akhir dimana proses

terbaik diperoleh saat pencampuran dengan NaOH 2

M dengan waktu pengadukan 8 jam.

Penelitian ini menggabungkan metode alkali

digestion yang dikembangkan oleh Herudati dan

Rahmawati (2010) dan metode ion removal yang

dikembangkan oleh Falah dan Mustain (2011) yang

selanjutnya dimodifikasi dengan metode kalsinasi

yang dikembangkan oleh Imbert dkk. (1994)

terhadap zeolit alam Bandung kualitas rendah.

Penelitian dilakukan di Laboratorium

Thermodinamika Teknik Kimia, Laboratorium Studi Energi dan Rekayasa Institut Teknologi Sepuluh

Nopember Surabaya, Laboratorium dan

Laboratorium Sentral FMIPA Universitas Negeri

Malang.

b. Peralatan

Peralatan sintesis yang digunakan terdiri dari

reaktor 100 ml yang dilengkapi dengan pengaduk,

pemanas, dan thermocouple. Suhu dikontrol

menggunakan thermocontrol (Transmitt G-7)

dengan akurasi + 1oC. Rangkaian peralatan sintesis zeolit penelitian ini seperti pada Gambar 1 dibawah

ini.

Gambar 1. Rangkaian skematis peralatan sintesis zeolit

(1) magnetik stirrer; (2) statip; (3) reaktor dilengkapi pemanas elektrik; (4) thermocouple; (5) thermocontrol; (6) electric contactor.

c. Prosedur

1. Ion Removal

Batuan zeolit alam yang akan digunakan dicuci

menggunakan air suling, setelah itu dikeringkan

dalam oven pada suhu 100-110 oC selama 10 jam

kemudian dihaluskan dan disaring dengan ukuran

80-140 mesh. Sintesis zeolit alam dimulai dengan

mencampur 5 gram powder zeolit dengan 100 mL

larutan NH4Cl 1,5 M dan diaduk hingga 12 jam pada

suhu ruangan di dalam reaktor. Setelah itu, zeolit

yang sudah disaring kemudian dikeringkan pada

suhu 100-110 oC selama 10 jam.

2. Alkali Digestion

Sintesis berikutnya, zeolit dicampur dengan 90

mL larutan NaOH 2 M dan Sodium Aluminat (6.13

gram, ditentukan secara stoikiometri) pada suhu 80 oC dengan disertai pengadukan selama 8 jam di dalam reaktor. Setelah proses aktivasi selesai,

menyaring fase padatan menggunakan kertas saring,

dan mencuci dengan air suling hingga pH netral,

kemudian fase padatan yang sudah netral

dikeringkan menggunakan oven pada suhu 100-110 oC selama 10 jam. Proses dilanjutkan dengan

kalsinasi produk akhir pada suhu 600 oC selama 2

jam.

3. Kalsinasi

Selanjutnya zeolit setelah diaktivasi akan

dilakukan pengembangan metode kalsinasi dengan

variabel suhu 700-1100 ○C. Produk zeolit yang

terbentuk setelah proses aktivasi dianalisa

karakteristiknya menggunakan peralatan X-ray

Diffraction (Philips X’Pert MPD) untuk mengetahui

fase kristalin, X-ray fluorescence (PanAlytical PW

4030 X-Ray Spectrometer) untuk mengetahui

komposisi kimia dan Scanning Electronic

Microscope (Zeiss EVO MA-10) untuk

mendapatkan gambaran morfologi partikel.

3. Hasil dan Pembahasan a. Karakterisasi Zeolit Alam

Data hasil analisa dari setiap sampel pada

penelitian ini ditampilkan pada Tabel 1. Data

merupakan hasil analisa XRF dan XRD yang diolah

1 2

3

4

5

6

menggunakan Software Philips X’pert High Score

Plus. Pada Tabel 1 dapat dilihat hasil perbandingan

SiO2/Al2O3. dan pengurangan kandungan Ca2+

dalam zeolit alam serta kristalinitas dari masing-

masing sampel.

Tabel 1.

Pengaruh variabel suhu kalsinasi dan waktu reaksi

terhadap produk zeolit pada saat aktivasi.

Kode Suhu

(oC)

Waktu

(jam)

Rasio

SiO2/Al2O3

Kadar

CaO

Fase

Kristalin

KN Zeolit Alam

Bandung 12.1 12.0 % K

1 + M

2

KS Zeolit Komersial

Tipe 3A 2.51 3.96 % ZA

3

K1

700

1 2.84 6.39 % ZA

K2 2 2.87 6.40 % ZA

K3 3 2.89 6.42 % ZA

K4 4 3.05 6.61 % ZA + UZ

K5 5 3.00 6.44 % ZA + UZ

K6

800

1 2.80 6.56 % ZA + UZ

K7 2 2.83 6.26 % ZA + UZ

K8 3 3.04 6.65 % ZA + UZ

K9 4 2.50 6.12% ZA + UZ

K10 5 2.64 6.51 % ZA + UZ

K11

900

1 2.52 6.76 % ZA + UZ

K12 2 2.60 6.38 % ZA + UZ

K13 3 2.60 6.49 % ZA + UZ

K14 4 2.66 6.31 % ZA + UZ

K15 5 2.67 6.58 % ZA + UZ

K16

1000

1 2.61 6.39 % ZA + UZ

K17 2 2.78 6.62 % ZA + UZ

K18 3 2.76 6.45 % ZA

K19 4 2.63 6.43 % ZA

K20 5 2.77 6.75 % ZA + UZ

K21

1100

1 2,75 6,69 % ZA

K22 2 2,73 6,74 % ZA

K23 3 2,60 6,66 % ZA + UZ

K24 4 2,65 6,45 % ZA + UZ

K25 5 2,63 7,32 % ZA + UZ 1 Klinoptilolit

2 Mordenit

3 Zeolit A (Na)

4 Unnamed zeolite

Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa kandungan Ca2+ dalam zeolit alam yang sudah diaktivasi juga

mengalami pengurangan yang cukup signifikan. Hal

ini menunjukkan bahwa dengan modifikasi metode

kalsinasi yang digabungkan dengan metode ion

removal menggunakan NH4Cl dan metode alkali

digestion dengan menggunakan NaOH dan NaAlO2

mampu menurunkan kandungan Ca2+ dari zeolit

alam. Dimana reaksi yang terjadi pada saat metode

ion removal adalah :

2 NH4Cl + Ca2+ → CaCl2 + 2 NH4+

Di samping itu, perbandingan SiO2/Al2O3 dari

zeolit alam yang sudah diaktivasi berkisar 3.05-2.50.

Dimana perbandingan tersebut sudah mendekati

perbandingan SiO2/Al2O3 dari zeolit sintetis komersil

yang sebesar 2.51. Pada proses ini menunjukkan bahwa perbandingan SiO2/Al2O3 dari zeolit alam

mampu direkayasa dengan cukup baik dengan

metode aluminasi alkali digestion berdasarkan

reaksi:

2Na6[(AlO2)6(SiO2)30].nH2O + 48NaAl(OH)4 →

5Na12[(AlO2)12(SiO2)12].mH2O

Dari Tabel 1 juga menunjukkan bahwa struktur

kristal dari zeolit teraktivasi berupa zeolit tipe A.

Akan tetapi produk yang dihasilkan dari proses ini masih menghasilkan produk samping yang berupa

unnamed zeolite

Dari analisa yang dilakukan didapatkan produk

terbaik yaitu pada sampel K9 dengan kandungan

CaO sebesar 6.12 % dan perbandingan SiO2/Al2O3

sebesar 2.50. Nilai ini mendekati nilai zeolit sintesis

(KS) dengan kandungan CaO sebesar 3.96% dan

perbandingan SiO2/Al2O3 sebesar 2.51. Produk ini

diperoleh pada waktu metode kalsinasi dengan suhu

800 C dan waktu kalsinasi selama 4 jam.

Hasil analisa difaktogram sampel zeolit (Gambar 1-3) memberikan informasi tentang jenis

mineral dan tingkat kristalinitas struktur komponen

penyusun sampel. Jenis mineral penyusun sampel

ditunjukan oleh daerah munculnya puncak.

Sedangkan tingkat kristalinitas struktur komponen

ditunjukkan oleh tinggi rendahnya intensitas puncak.

Gambar 1. Hasil analisa XRD untuk zeolit alam

sebelum diaktivasi (sampel KN)

Gambar 2. Hasil analisa XRD untuk zeolit alam

setelah diaktivasi (sampel K9)

Gambar 3. Hasil analisa XRD untuk zeolit A

sintetik (sampel KS)

Berdasarkan Gambar 1 terlihat bahwa

difraktogram XRD zeolit alam Bandung merupakan zeolit klinoptilolit dengan campuran mordenit.

Sedangkan pada Gambar 2 terlihat bahwa posisi

sudut munculnya puncak dari zeolit alam teraktivasi

sudah hampir sama dengan posisi sudut munculnya

puncak dari zeolit A sintetis (Gambar 3). Walaupun

munculnya puncak sudah pada posisi sudut yang

sama, akan tetapi intensitas puncak dari zeolit alam

teraktivasi masih jauh lebih rendah bila

dibandingkan dengan intensitas puncak dari zeolit A

sintetis. Hal ini menunjukkan bahwa proses ini

belum bisa meningkatkan intensitas dari zeolit alam. Berdasarkan hasil analisa XRF (Tabel 2), zeolit

alam teraktivasi mempunyai komposisi yang sudah

hampir sama dengan komposisi zeolit A komersial

dan telah mengalami perubahan yang cukup

signifikan bila dibandingkan saat sebelum diaktivasi.

Perbedaan yang mencolok terlihat pada kandungan

K2O yang berbeda cukup jauh, sedangkan untuk

kandungan SiO2 dan Al2O3 memang berbeda akan

tetapi rasio SiO2/Al2O3 hampir sama.

Uji morfologi pada zeolit alam dilakukan dengan menggunakan alat Scanning Electron

Microscope (SEM). Berikut merupakan hasil uji

morfologi SEM yang telah dilakukan pada sampel.

Gambar 4. Hasil analisa SEM untuk zeolit alam

sebelum diaktivasi (sampel KN)

Gambar 5. Hasil analisa SEM untuk zeolit alam

setelah diaktivasi (sampel K9)

Gambar 6. Hasil analisa SEM untuk zeolit A

sintetik (sampel KS)

Dari Gambar 4-6 dapat dibandingkan

perbedaan antara zeolit alam sebelum diaktivasi

dengan zeolit alam setelah diaktivasi. Bentuk

morfologi zeolit alam sebelum diaktivasi (Gambar

4) memiliki bentuk yang tidak beraturan. Akan

tetapi, setelah dilakukan proses aktivasi, zeolit alam teraktivasi memperlihatkan perubahan bentuk

morfologi yang cukup signifikan (Gambar 5).

Bentuk morfologi zeolit alam teraktifasi

memperlihatkan bentuk kubus. Jika dibandingkan

dengan zeolit A sintetik buatan industri (Gambar 6)

yang memiliki morfologi struktur zeolit yang

berbentuk kubus, zeolit alam teraktivasi masih jauh

berbeda. Karena pada zeolit alam teraktivasi bentuk

morfologi kubusnya masih dikelilingi kristal-kristal

kecil disekitarnya atau masih adanya pengotor yang

masih menempel pada kristal. Kristal-kristal kecil

tersebut merupakan unsur zeolit yang tidak

membentuk kristal setelah proses aktivasi, atau biasa

disebut juga amorf.

4. Kesimpulan Pada penelitian ini telah dikembangkan proses

aktivasi zeolit dengan gabungan metode ion removal

dan alkali digestion yang dimodifikasi dengan

metode kalsinasi, dimana produk zeolit teraktivasi

yang dihasilkan memiliki karakteristik mirip zeolit

A komersial tetapi produk yang dihasilkan masih

terdapat produk samping berupa unnamed zeolit.

Metode aktivasi ion removal dengan menggunakan

larutan NH4Cl kandungan CaO dalam zeolit dapat diturunkan dari 12,0 % menjadi 6,12%. Metode

aktivasi alkali digestion yang dilakikan dengan

penambahan larutan NaOH dan NaAlO2 mampu

menyeimbangkan nilai rasio perbandingan

SiO2/Al2O3 menjadi 2,51. Metode kalsinasi dengan

suhu 800 oC selama 4 jam mampu membentuk

morfologi kristal zeolit alam Bandung menjadi

kristal kubus yang merupakan bentuk dari kristal

zeolit tipe A.

Daftar Pustaka Alkan, M., Hopa, C., Yilmas, Z., Guler, H., (2005),

“The effect of alkali concentration and

solid/liquid ratio on the hydrothermal

synthesis of zeolite NaA from natural

kaolinite”, Microporous and Mesoporous

Materials 86, hal. 176-184.

Bahl, B.S., Tuli, G.D., Bahl, A., (1997), “Essentials

of Physical Chemistry”, S. Chand &

Company, Ltd, New Delhi.

Burriesci, N., Crisafulli, M.L., Giordano, N., Bart,

J.C.J., Polizzotti, G., (1984), “Hydrothermal

synthesis of zeolites from low-cost natural silica alumina sources”, Zeolities, Vol. 4,

October, hal. 384-388.

De Fazio, A., Brotzu, P., Ghiara, M.R., Fercia, M.L.,

Lonis, R., Sau, A., (2008), “Hydrothermal

treatment at low temperature of Sardinian

clinoptilolite-bearing ignimbrites for

increasing cation exchange capacity”, An

International Journal of Mineralogy,

Crystallography, Geochemistry, Ore Deposits,

Petrology, Volcanology, hal. 79-91.

Falah, M., Mustain, A., (2011) “Pengurangan

Kandungan Ca2+

dari Zeolit Alam Bandung

untuk Meningkatkan Kapsitas

Adsorpsinya”, Skripsi, Jur, Teknik Kimia,

Institut Teknologi Sepuluh Nopember,

Surabaya.

Herudati, W., Rahmawati, P., (2010), “Aktivasi

zeolit alam untuk meningkatkan performa

adsorpsi dari campuran etanol-air”, Skripsi,

Jur. Teknik Kimia, Institut Teknologi Sepuluh

Nopember, Surabaya.

Imbert, FE., Moreno, C., Montero, A.,

1994.“Venezuelan Natural Aluminosilicates

as a Feedstock in the Synthesis of Zeolite A”,

Zeolites Vol 14, June, 376 – 378. Kang, S.J., Egashira, K., Yoshida, A., (1998),

“Transformation of a low-grade Korean

natural zeolite to high cation exchanger by

hydrothermal reaction with or without

fusion with sodium hydroxide”, Applied Clay

Science 13, hal. 117-135.

Kazemian, H., Modarress, H., Kazemi, M., Farhadi,

F., (2009), “Synthesis of submicron zeolite

LTA particles from natural clinoptilolite

and industrial grade chemicals using one

stage procedure”, Powder Technology 196, hal. 22-25.

Purawiardi, R., (1999), “Karakteristik zeolit alam

asal Bayah Sukabumi, Jawa Barat”, Buletin

IPT, No. 1 Vol. V, hal 6-12.

Senda, S.P., Saputra, H., Sholeh H., A., Rosjidi, M.,

Mustafa, A., (2006), “Prospek Aplikasi

Produk Berbasis Zeolit Untuk Slow Release

Substances (SRS) dan Membran”, Dasar-

dasar Teknik Kimia, hal. 1-5.

Swantomo, D., Kundari, N.A., Pambudi, S.L.,

(2009), “Adsorpsi fenol dalam limbah

dengan zeolit alam terkalsinasi”, Seminar

Nasional V, SDM Teknologi Nuklir, hal. 705-

713.

Taffarel, S.R., Rubio, J., (2008), “On the removal

of Mn2+

ions by adsorption onto natural and

activated Chilean zeolites”, Minerals

Engineering 22 (2009), hal. 336-343.