makalah iin agustian

16
5/19/2018 MakalahIinAgustian-slidepdf.com http://slidepdf.com/reader/full/makalah-iin-agustian 1/16 1 BAB I PENDAHULUAN Penerapan Teknologi Informasi (TI) pada suatu perusahaan memerlukan biaya yang cukup besar dengan kemungkinan resiko kegagalan yang cukup besar. Namun secara bersamaan, penerapan TI juga memberikan peluang atau kesempatan terjadinya transformasi dan produktifitas bisnis yang telah berjalan. Penerapan TI tidak selalu identik dengan pertumbuhan atau perkembangan perusahaan, namun dapat juga mendukung suatu perusahaan untuk tetap bertahan di tengah persaingan. Penelitian menunjukkan bahwa penerapan TI telah bergeser dari isu teknologi menjadi isu mana- jemen dan pengelolaan. TI harus dikelola selayaknya aset  perusahaan lainnya. Penerapan TI di perusahaan dapat dilakukan dengan baik apabila ditunjang dengan suatu tatakelola TI (  IT Governance) dari mulai perencanaan sampai implementasinya. Tatakelola TI adalah suatu struktur hubungan dan proses untuk mengatur dan mengontrol perusahaan yang bertujuan untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan dengan pertambahan nilai dengan tetap menyeimbangkan resiko-resiko dengan nilai yang didapatkan dari penerapan TI dan proses-prosesnya. Tatakelola teknologi informasi bukan bidang yang terpisah dari pengelolaan perusahan, melainkan merupakan komponen pengelolaan perusahaan secara keseluruhan, dengan tanggung jawab utama sebagai berikut: 1. Memastikan kepentingan  stakeholder diikutsertakan dalam penyusunan strategi  perusahaan. 2. Memberikan arahan kepada proses-proses yang menerapkan strategi perusahaan. 3. Memastikan proses-proses tersebut menghasilkan keluaran yang terukur. 4. Memastikan adanya informasi mengenai hasil yang diperoleh dan mengukurnya. 5. Memastikan keluaran yang dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan. Penerapan TI di perusahaan tidak selamanya selaras dengan strategi dan tujuan perusahaan. Untuk itu perlu dilakukan analisis terhadap infrastruktur dan  pengelolaan TI yang ada agar dapat selalu dipastikan kesesuaian infrastruktur dan  pengelolaan yang ada dengan tujuan perusahaan. Berdasarkan fakta dan definisi di

Upload: iin-agustian

Post on 09-Oct-2015

28 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Evaluasi Teknik Informasi

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Penerapan Teknologi Informasi (TI) pada suatu perusahaan memerlukan biaya yang cukup besar dengan kemungkinan resiko kegagalan yang cukup besar. Namun secara bersamaan, penerapan TI juga memberikan peluang atau kesempatan terjadinya transformasi dan produktifitas bisnis yang telah berjalan. Penerapan TI tidak selalu identik dengan pertumbuhan atau perkembangan perusahaan, namun dapat juga mendukung suatu perusahaan untuk tetap bertahan di tengah persaingan. Penelitian menunjukkan bahwa penerapan TI telah bergeser dari isu teknologi menjadi isu mana- jemen dan pengelolaan. TI harus dikelola selayaknya aset perusahaan lainnya. Penerapan TI di perusahaan dapat dilakukan dengan baik apabila ditunjang dengan suatu tatakelola TI (IT Governance) dari mulai perencanaan sampai implementasinya.Tatakelola TI adalah suatu struktur hubungan dan proses untuk mengatur dan mengontrol perusahaan yang bertujuan untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan dengan pertambahan nilai dengan tetap menyeimbangkan resiko-resiko dengan nilai yang didapatkan dari penerapan TI dan proses-prosesnya. Tatakelola teknologi informasi bukan bidang yang terpisah dari pengelolaan perusahan, melainkan merupakan komponen pengelolaan perusahaan secara keseluruhan, dengan tanggung jawab utama sebagai berikut:1. Memastikan kepentingan stakeholder diikutsertakan dalam penyusunan strategi perusahaan.2. Memberikan arahan kepada proses-proses yang menerapkan strategi perusahaan.3. Memastikan proses-proses tersebut menghasilkan keluaran yang terukur.4. Memastikan adanya informasi mengenai hasil yang diperoleh dan mengukurnya.5.Memastikan keluaran yang dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan.Penerapan TI di perusahaan tidak selamanya selaras dengan strategi dan tujuan perusahaan. Untuk itu perlu dilakukan analisis terhadap infrastruktur dan pengelolaan TI yang ada agar dapat selalu dipastikan kesesuaian infrastruktur dan pengelolaan yang ada dengan tujuan perusahaan. Berdasarkan fakta dan definisi di atas, para pakar berusaha keras untuk mendapatkan penjelasan yang logis mengenai mengapa fenomena paradoks produktivitas tersebut terjadi. Dari hasil kajian mereka, alasan mengapa terjadinya paradoks tersebut dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu masing-masing mengkristal menjadi kesimpulan sebagai berikut (Willcocks et al, 2000):1. Permasalahan analisa dan representasi data tidak memperlihatkan terjadinya peningkatan produktivitas;2. Manfaat yang diperoleh oleh teknologi informasi tidak terlihat karena adanya kerugian di area lain; dan3. Peningkatan produktivitas tidak terlihat karena adanya kegagalan penerapan teknologi informasi atau tingginya alokasi biaya teknologi informasi.

BAB IIRAGAM TEKNIK EVALUASI INVESTASI PROYEK TEKNOLOGI INFORMASI

Semenjak komputer dan teknologi informasi memegang peranan penting di dalam dunia bisnis, banyak sekali literatur yang membahas bagaimana caranya menjustifikasi kelayakan investasi untuk membangun dan mengembangankan teknologi tersebut. Berikut adalah beberapa teknik evaluasi investasi teknologi informasi yang cukup banyak dikenal dan telah dipergunakan secara luas di kalangan praktisi bisnis.

A.Return On Investment (ROI)Pendekatan ROI ini terdiri dari sejumlah teknik pendekatan formal (Radcliffe, 1982). Contoh yang paling sederhana dari ROI adalah payback method dimana dicoba dihitung durasi waktu yang diperlukan untuk mengembalikan investasi yang telah dialokasikan. Namun sebagian kalangan menganggap pendekatan ini terlampau sederhana. Mereka lebih suka menggunakan metode ROI dimana dicoba diperhitungkan nilai atau value atau manfaat investasi yang akan diperoleh di masa depan dan memproyeksikan besaran nilai tersebut pada saat ini (ketika investasi dilakukan). Metode yang paling banyak dipilih adalah dengan menggunakan Internal Rate of Return (IRR) yang biasanya digunakan bersama dengan Net Present Value (NPV). Sebuah proyek teknologi informasi yang diusulkan untuk dibiayai terlebih dahulu dihitung IRR-nya. Jika ternyata nilai IRR tersebut lebih besar dari hurdle rate of return atau ambang batas minimal rasio pengembalian yang telah disepakati perusahaan, maka proposal tersebut disetujui. Sebaliknya jika nilai IRR berada di bawah ambang tersebut, proyek teknologi informasi yang diusulkan biasanya ditolak oleh manajemen untuk dibiayai. Pendekatan ROI ini cenderung dipilih oleh organisasi yang memiliki disiplin tinggi atau sangat ketat dalam mengelola sumber daya keuangannya. Salah satu kekuatan metode IRR terletak pada kemudahan bagi para pengambil keputusan dalam menentukan apakah investasi terhadap proyek teknologi informasi perlu dilakukan atau tidak. Sejauh nilai perhitungan IRR lebih besar dari ambang rasio yang dicanangkan-misalnya lebih besar dari bunga deposito bank atau alat investasi konvensional lainnya-maka manajemen dengan leluasa dan penuh kepastian akan memilih untuk melakukan investasi terhadap proyek tersebut. Namun kelemahan terbesar-dan dinilai cukup mendasar-dari metode ROI ini adalah banyaknya hambatan dalam menentukan nilai atau parameter dari beberapa variabel yang dibutuhkan untuk menghitung IRR misalnya, karena karakteristik dari proyek teknologi informasi. Karena IRR membutuhkan nilai perkiraan besaran manfaat yang akan didapat dari implementasi teknologi informasi di kemudian hari, paling tidak ada dua faktor utama yang sangat sulit untuk ditentukan, yaitu:1.Banyak sekali elemen ketidakpastiaan di kemudian hari terkait dengan manfaat yang akan diperoleh melalui implementasi teknologi informasi. Hal ini selain disebabkan karena banyaknya manfaat yang bersifat kualitatif dan intangible, perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat (eksponensial) dan kompetisi yang sedemikian tajam, akan sangat sulit dalam menentukan nilai atau manfaat yang akan diperoleh dikemudian hari (sifatnya teramat sangat relatif).2.Adalah merupakan suatu kenyataan bahwa dalam pelaksanaannya, banyak sekali proyek teknologi informasi yang tidak berhasil diselesaikan tepat pada waktunya, terutama proyek dengan ruang lingkup besar dan kompleksitas tinggi. Hal ini menyebabkan tidak pastinya kapan perusahaan benar-benar akan memperoleh manfaat yang dijanjikan pada awal pengerjaan proyek. Seandainya proyek tersebut selesai tepat waktu pun, terkadang masih perlu dilakukan perbaikan atau pengembangan di sana sini karena adanya perubahan kebutuhan bisnis yang menyebabkan diperlukannya durasi waktu tambahan untuk menyelesaikan proyek terkait.Statistik memperlihatkan, walaupun banyak perusahaan yang masih menggunakan metode ROI untuk melakukan evaluasi terhadap investasi teknologi informasinya, sebagian dari mereka merasa tidak puas dengan penggunaan metode ini.

B.Cost Benefit Analysis (CBA)Metode CBA adalah pendekatan yang mencoba untuk menentukan atau menghitung nilai dari setiap elemen teknologi informasi yang memiliki kontribusi terhadap biaya yang dikeluarkan dan manfaat yang diperoleh (King et al, 1978). Pada mulanya, metode ini lahir untuk mengantisipasi banyaknya elemen terkait seperti manfaat dengan teknologi informasi yang tidak memiliki nilai pasar atau harga yang jelas. Contohnya adalah akan dinilai berapa manfaat implementasi sebuah sistem teknologi yang memiliki potensi untuk menyelematkan nyawa satu orang? Di dalam CBA, elemen yang tidak memiliki value yang jelas dicoba untuk dicari nilai padanannya (dalam mata uang) dengan menggunakan berbagai teknik penilaian (valuation technique). Hasil dari biaya dan manfaat yang telah ditransfer ke dalam satuan mata uang tersebut selanjutnya dapat diproyeksikan ke dalam format alur kas (cash flow) atau dengan menggunakan metode standar ROI yang telah dikenal luas. Kekuatan utama dari metode ini adalah karena telah berhasilnya manajemen dalam mengkuantifikasikan biaya dan manfaat yang bersifat kualitatif maupun intangible. Sementara kelemahan utama dari metode ini menurut kejadian yang sudah-sudah adalah sering terjadi perselisihan atau perdebatan dalam menentukan teknik yang sesuai dalam mencari value elemen yang nilainya tidak jelas tersebut.

C.Multi Objective, Multi Criteria Methods (MOMC)Salah satu variasi dari CBA yang cukup banyak dipergunakan adalah MOMC (Vaid-Raizda,1983). Metode ini berkembang berpijak pada kenyataan bahwa di dalam sebuah perusahaan terdapat sejumlah stakeholders yang masing-masing memiliki pandangan berbeda mengenai value dari biaya maupun manfaat dari sejumlah aspek atau elemen teknologi informasi. Dalam kerangka ini, ada ukuran yang dipandang lebih penting dibandingkan dengan nilai uang, yaitu utility. Setiap proyek teknologi informasi pasti memiliki obyektif yang ingin dicapai, dan tidak jarang ditemui terdapat lebih dari satu obyektif yang menjadi target. Karena setiap stakeholder sebagai pengambil keputusan memiliki pandangan atau perspektif yang berbeda terhadap obyektif tersebut, maka masing-masing pihak berhak untuk melakukan pembobotan (fungsi utilitas) terhadap sejumlah obyektif yang ada (misalnya dilihat dari sisi prioritas atau dampak signifikan dari investasi yang akan dilakukan). Setelah itu barulah nilai value yang telah disetarakan dengan biaya maupun manfaat yang ada dikalikan dengan masing-masing bobot tersebut untuk memperoleh hasil akhir. Pendekatan ini selain cocok dipergunakan untuk investasi proyek dengan multi obyektif, sangat tepat dipergunakan untuk meredam konflik yang terjadi antara beberapa orang yang tidak sepakat dengan value maupun manfaat dari teknologi informasi yang akan dikembangkan. Kelebihan lain adalah dimungkinkannya pula dipergunakan metode MOMC ini jika ternyata terdapat lebih dari satu jenis proyek investasi dengan ragam obyektif maupun biaya/manfaat terkait. Untuk membantu manajemen dalam melakukan perhitungan ini, banyak sekali dijual di pasaran berbagai jenis perangkat lunak (software) yang dapat dipergunakan. Selain sebagai alat bantu pengambilan keputusan, perangkat lunak tersebut dapat pula melakukan kajian terkait dengan metode ini seperti contohnya analisa sensitivitas dan uji coba kehandalan (robustness).

D.BOUNDARY VALUESMetode ini merupakan salah satu cara heuristik yang cukup banyak digemari karena kemudahan dan kesederhanaannya (Martin, 1989). Prinsip yang dipergunakan adalah melakukan komparasi atau perbandingan antara rasio perusahaan dengan rasio rata-rata industri yang diperoleh dengan cara menghitung biaya total yang harus dikeluarkan untuk investasi teknologi informasi dibandingkan dengan sebuah ukuran agregrat tertentu, seperti total pendapatan (revenue) atau total pengeluaran operasional (operating expenses). Jika rasio perusahaan lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata industri sejenis, maka kenaikan biaya investasi dipertimbangkan sebagai hal yang normal atau seharusnya dilakukan. Sementara jika terjadi sebaliknya, perlu dipertanyakan kelayakan investasi tersebut. Sering pula dipergunakan variasi dari ukuran yang ada, misalnya dengan menggunakan rasio biaya teknologi informasi per karyawan atau perbandingan antara manfaat teknologi informasi dibagi dengan total pengeluaran untuk pengembangan dan pemeliharaan teknologi informasi. Hasil perbandingan rasio ini selain dapat dipergunakan untuk mengevaluasi sebuah investasi, dapat pula diperganakan untuk menilai kinerja efisiensi dari teknologi informasi perusahaan. Jika rasio pengeluaran lebih besar dibandingkan industri, berarti perusahaan dipandang kurang efisien dibandingkan dengan para pesaingnya; sementara jika nilainya lebih kecil, berarti perusahaan memiliki kinerja teknologi informasi yang sukses dan kompetitif.

E.Return On Management (ROM)Metode ROM terkait dengan penghitungan nilai manfaat terkait dengan terjadinya perubahan kenaikan tingkat produktivitas manajemen (Strassman, 1985). Cara ini bertujuan untuk melihat dampak implementasi sebuah sistem baru terhadap nilai tambah di kalangan manajemen perusahaan. ROM didefinisikan sebagai hasil perhitungan dari total pendapatan perusahaan dikurangi dengan seluruh biaya dan nilai tambah dari masing-masing sumber daya termasuk modal (capital) kecuali biaya manajemen dan hal terkait dengan manajemen. Sehingga value dari sebuah sistem baru adalah selisih antara ROM sebelum sistem tersebut diimplementasikan dengan ROM setelah sistem tersebut diimplementasikan. Tantangan penggunaan metode ini terletak pada kemampuan memperkirakan proyek pendapatan dan biaya terkait dengannya di kemudian hari seandainya sistem tersebut diimplementasikan. Jika estimasi ini berhasil dilakukan, kinerja metode ROM akan jauh lebih baik dibandingkan dengan metode ex post evaluation lainnya.

F.Information Economics (IE)Dari semua metode yang ada, information economics dinilai sebagai satu-satunya cara yang paling komprehensif dan dinilai dapat menjawab sejumlah faktor dan karakteristik unik - serta berbagai isu dan tantangan yang dihadapi - dalam mengevaluasi proyek investasi teknologi informasi (Parker et al, 1987). Dalam prakteknya, terlihat bahwa metode ini sebenarnya merupakan varian dari CBA, yang disesuaikan secara khusus untuk menjawab berbagai faktor ketidakpastian (uncertainties) dan intangible yang kerap ditemukan dalam proyek teknologi informasi. Dalam IE, semua hal yang bersifat kuantitatif dan tangible dapat dengan mudah dikalkulasikan dengan menggunakan metode ROI konvensional. Namun untuk proses-proses yang bersifat intangible dan memiliki unsur resiko, diberlakukan sejumlah teknik dengan menggunakan ranking dan scoring. Hasilnya kemudian dinilai kembali oleh para eksekutif untuk menentukan nilai relatif dari aspek yang bersifat tangible dan intangible. Singkatnya, metode ini bertujuan untuk mengidentifikasikan, mengukur, dan me-ranking dampak ekonomis yang timbul akibat diimplementasikannya sistem baru (perubahan kinerja organisasi). Metode ini dikatakan merupakan sebuah teknik CBA yang diperluas karena adanya tiga proses tambahan yang diberlakukan, yaitu:1.Value Linking : yang membahas dampak konsekuensi dari perubahan utama di berbagai fungsi organisasi akibat diterapkannya sebuah sistem baru;2.Value Acceleration : yang mencoba untuk mendefinisikan nilai tambah yang akan dinikmati oleh perusahaan seandainya sistem baru dipergunakan; dan3.Job Enrichment : yang menggambarkan hasil evaluasi terhadap nilai tambah lainnya terkait dengan peningkatan kompetensi dan keahlian dari karyawan perusahaan yang diperoleh karena diterapkannya sistem baru.Secara ringkas, IE bertujuan untuk menjembatani aspek kuantitatif dan kualitatif dari manfaat teknologi informasi, isu tangible dan intangible, hal-hal yang penuh ketidakpastiaan baik secara strategis maupun operasional, dan terutama yang berkaitan dengan resiko yang dihadapi. Kelemahannya adalah bahwa untuk menggunakan metode ini diperlukan keahlian spesifik karena sifatnya yang kompleks dan cukup memakan waktu.

G.Critical Succes Factors (CSF)Metode ini bersifat sangat strategis dan generik, namun diminati oleh para pimpinan perusahaan karena relevansinya terhadap bisnis (Rockart, 1979). Setelah menentukan visi, misi, dan obyektif bisnisnya, biasanya para pimpinan perusahaan berusaha untuk mengidentifikasikan critical success factors atau faktor-faktor apa saja yang dipandang sebagai kunci keberhasilan bisnis perusahaan. Setelah CSF berhasil didefinisikan, barulah ditelaah satu per satu, apa saja kontribusi teknologi informasi terhadap masing-masing CSF tersebut. Jika kontribusi teknologi informasi sangat besar terhadap pencapaian sebuah CSF, maka seyogiyanya perlu dilakukan investasi terhadapnya. Misalnya salah satu CSF adalah: pelayanan prima kepada pelanggan di seluruh dunia dimana investasi untuk membangun sebuah sistem Customer Relationship Management (CRM) menjadi suatu keharusan.

H.Value Analysis (VA)Seperti halnya IE, VA diperuntukkan untuk teknologi informasi yang memberikan sprektrum manfaat yang cukup luas, termasuk hal-hal intangible (Melone et al, 1984). Metode ini dibangun dengan pemikiran atau prinsip bahwa lebih baik memfokuskan diri pada value atau nilai yang didapat perusahaan dibandingkan dengan usaha untuk mengurangi atau mereduksi biaya. Filosofi ini didasari pada observasi bahwa setiap inovasi berkembang karena adanya keinginan untuk meningkatkan value tertentu, bukan sekedar untuk melakukan penghematan terhadap biaya semata. Untuk mendapatkan value yang optimal, kajian terhadap hal-hal yang bersifat intangible harus dilakukan. VA biasanya mempergunakan teknik pendekatan iteratif - seperti metode Delphi untuk mendapatkan solusi terhadap permasalahan tersebut. Terkadang dibangun pula prototip dari sebuah sistem agar manajemen pengambil keputusan dapat memperkirakan value yang dapat diperoleh seandainya sistem tersebut diimplementasikan secara penuh di kemudian hari. Ketika sebuah sistem diusulkan untuk dibangun, sejumlah manfaat yang akan diperoleh dipetakan terlebih dahulu. Kemudian dengan menggunakan teknik statistik seperti cluster analysis manfaat yang serupa dicoba untuk dikategorisasikan. Setelah kategori manfaat berhasil diklasifikasikan, barulah terhadap masing-masing kategri dinyatakan value yang terkait dengannya. Karena biasanya manfaat tersebut kerap diekspresikan melalui berbagai format, seperti: angka, kalimat, ukuran, dan lain sebagainya, maka terkadang dipergunakan metode kalkulasi utility seperti pada MOMC. Metode VA ini sangat rumit dan membutuhkan biaya yang relatif besar untuk diimplementasikan, namun memang hasilnya dinilai dapat memuaskan para stakeholder dalam dunia bisnis.

I.Experimental Methods Membayangkan atau memperkirakan apa yang akan terjadi seandainya sistem telah selesai dibangun sangat sulit dilakukan oleh para pengambil keputusan, terutama mereka yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan cukup mengenai dampak teknologi informasi bagi bisnis. Nilai investasi yang terlampau besar, pengerjaan yang diperkirakan memakan waktu cukup lama, dan ketidakpastiaan akan sukses tidaknya proyek merupakan hal-hal yang sangat menakutkan bagi para pengambil keputusan yang akhirnya memilih untuk tidak melakukan investasi. Untuk mengatasi hal tersebut, ada beberapa cara ekseperimental yang dapat dipergunakan dalam rangka menjembatani hal tersebut, yaitu masing-masing adalah: prototyping, simulation, dan gameplaying. Penjelasan ringkas mengenai ketiga pendekatan ini adalah sebagai berikut:1.Protoytping adalah merupakan cara untuk membangun sebuah prototip dari sebuah sistem besar secara cepat (Alavi, 1984). Prototip dapat berupa sebuah sub- sistem kecil, atau sistem lengkap dengan kemampuan terbatas. Manajemen yang merasa ragu-ragu atau sulit mendapat gambaran mengenai sistem yang akan dibangun biasanya memilih sebuah fungsi atau proses bisnis tertentu untuk dibangun prototipnya. Setelah prototip selesai dibangun, barulah didemonstrasikan kepada yang bersangkutan, sehingga manajemen tersebut dapat memperoleh gambaran dan memperkirakan manfaat atau value apa yang dapat diperoleh perusahaan di kemudian hari terkait dengan sistem yang akan dibangun.2.Simulation adalah sebuah proses pemetaan terhadap situasi bisnis yang akan terjadi di kemudian hari dengan menggunakan perangkat lunak tertentu (software) untuk kemudian disimulasikan (Hertz, 1990). Tujuannya adalah agar perusahaan dapat melihat secara jelas berbagai ukuran kinerja kuantitatif yang terlihat meningkat dalam tatanan baru tersebut, sehingga yang bersangkutan merasa tidak ragu-ragu untuk membangun teknologi informasinya. Melalui alat simulasi ini manajemen dengan leluasa dapat melakukan berbagai skenario yang dikehendakinya (what-if scenario) terutama terkait dengan nilai investasi yang ingin dikeluarkan (karena hal tersebut berkorelasi langsung dengan spesifikasi teknologi informasi yang akan dibangun).3.Gameplaying adalah sebuah pendekatan dimana dicoba dilakukan role play terhadap skenario tertentu yang akan terjadi di kemudian hari seandainya sebuah sistem teknologi informasi diterapkan (Hirschheim, 1985). Misalnya perusahaan berniat untuk menerapkan sistem e-procurement untuk proses tender. Maka dikumpulkanlah semua karyawan dan para rekanan bisnis terkait dengan proses tersebut untuk masing-masing membahas seandainya sistem automatic tender tersebut dilaksanakan. Isu maupun manfaat yang diperoleh akan teridentifikasi melalui proses diskusi dari berbagai pihak yang berkepentingan ini.Disamping seluruh metode yang telah dijelaskan terdahulu, dalam perkembangannya masih banyak pendekatan lain yang diperkenalkan untuk mengevaluasi investasi proyek teknologi informasi, seperti misalnya (House, 1983): art criticism (menggunakan justifikasi penilaian dari para ahli berdasarkan pengalaman luas mereka mengenai value of IT bagi bisnis), accreditation (menggunakan sejumlah kriteria atau ukuran standar kualitas dari sebuah investasi yang baik dan benar), adversarial methods (mengambil keputusan setelah mendengarkan dua belah pihak saling berdebat mengenai pro dan kontra dari rencana investasi), analogy (melakukan penggambaran terhadap situasi sejenis yang pernah terjadi sebelumnya), dan lain sebagainya.

BAB IIITUJUAN DAN TIPE INVESTASITEKNOLOGI INFORMASI

Investasi merupakan salah satu keharusan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan, terutama ketika bisnisnya sedang berada dalam tahap awal, yaitu pada tingkat pembentukan dan pertumbuhan (infancy dan growth stages). Namun tidak jarang dijumpai pimpinan perusahaan yang menganggap bahwa investasi terhadap teknologi informasi merupakan suatu hal yang tidak terlalu penting untuk dilakukan oleh perusahaan. Kebanyakan dari mereka merasa bahwa investasi tersebut sifatnya adalah optional atau nice to have belaka, dalam arti kata tidak wajib untuk dilaksanakan. Dalam kerangka manajemen strategis di era moderen saat ini, pandangan tersebut dapat dianggap benar atau salah sama sekali, tergantung dari karakteristik investasi yang ada.Pada dasarnya peranan teknologi informasi bagi setiap perusahaan bersifat unik dan spesifik. Hal ini disebabkan karena masing-masing perusahaan memiliki strategi yang berbeda satu dengan lainnya. Walaupun dua buah perusahaan misalnya berada pada sebuah industri yang sama, namun peranan teknologi informasinya bisa sangat berbeda. Lihatlah bagaimana pelanggan sebuah bank akan rush jika jaringan ATM-nya rusak satu hari saja sementara bank yang lain tidak mengalami gangguan yang berarti walaupun jaringan ATM-nya rusak seminggu. Artinya adalah bahwa meskipun keduanya memiliki teknologi informasi berupa jaringan ATM untuk mendukung bisnisnya, namun bagi bank yang pertama teknologi tersebut sifatnya adalah vital, sementara bagi bank lainnya teknologi ATM terkait hanyalah berfungsi sebagai perangkat penunjang belaka.Ditinjau dari segi peranan strategis teknologi informasi, paling tidak dapat ditemukan lima jenis tujuan dari dilakukannya investasi terhadap perangkat teknologi tersebut. Kategori pertama adalah karena alasan kelangsungan hidup perusahaan atau bisnis itu sendiri, dalam arti kata adalah bahwa perusahaan melihat bahwa keberadaan teknologi informasi di dalam bisnis terkait sifatnya adalah mutlak. Contohnya adalah perusahaan semacam bank retail, hotel kelas atas (bintang lima), transportasi penerbangan, dan lain sebagainya yang tidak mungkin dapat bertahan lama dalam ketatnya persaingan bisnis tanpa diperlengkapi oleh teknologi informasi. Melihat kemutlakan sifat tersebut, maka jarang dilakukan analisa untuk menimbang seberapa penting melakukan investasi untuk mengembangkan teknologi informasi karena perangkat tersebut merupakan syarat atau sarana utama yang harus dimiliki perusahaan agar dapat berbisnis.Kategori kedua adalah perusahaan yang hendak melakukan investasi karena alasan ingin memperbaiki efisiensi. Diharapkan dengan diimplementasikannya teknologi informasi dalam sejumlah bidang atau aktivitas tertentu, maka akan dilakukan proses reduksi atau optimalisasi terhadap alokasi beragam sumber daya perusahaan, seperti: manusia, waktu, biaya, material, aset, dan lain sebagainya. Biasanya teknologi informasi dipergunakan untuk menekan atau mereduksi biaya komunikasi (interaksi) dan transaksi. Contohnya adalah penerapan teknologi semacam intranet, office automation, website, dan lain sebagainya. Berdasarkan teori keunggulan kompetitif Michael Porter, salah satu strategi perusahaan dalam era persaingan global yang kerap dipakai adalah cost leadership, dalam arti kata manajemen berusaha untuk sedapat mungkin menekan biaya produksi agar barang atau jasa yang ditawarkannya dapat bersaing dalam harga. Artinya adalah bahwa untuk industri dimana faktor harga memiliki elastisitas yang tinggi di pasar seperti misalnya produk komoditas aspek efisiensi merupakan hal krusial atau vital yang harus diupayakan oleh perusahaan. Perusahaan akan mampu menciptakan produk atau jasa yang baik, murah, dan cepat apabila proses penciptaan produk atau jasa tersebut adalah baik, murah, dan cepat. Metode yang paling tepat dipergunakan untuk mengevaluasi proposal investasi terhadap teknologi terkait adalah analisa cost benefit; dimana dalam metode ini dicoba untuk dikomparasikan antara besarnya investasi yang dikeluarkan dengan perkiraan manfaat efisiensi yang diperoleh melalui penerapan teknologi informasi tersebut.Kategori berikutnya adalah tujuan investasi untuk memperbaiki efektitivitas usaha, dalam arti kata melakukan apa yang diistilahkan sebagai do the right thing. Contoh penerapan aplikasi teknologi informasi terkait dengan hal ini adalah menerapkan sistem pengambilan keputusan (decision support system), membangun datawarehouse untuk keperluan business intelligence, mengembangkan situs electronic commerce, dan lain sebagainya. Dalam bisnis, investasi semacam ini dikatakan sebagai sebuah hal yang kritikal, mengingat bahwa tanpa dimilikinya perangkat teknologi tersebut, akan sulit bagi perusahaan untuk menjalankan suatu rangkaian proses tertentu. Oleh karena itulah maka cara melakukan evaluasi terhadap investasi terkait adalah dengan menjalankan aktivitas analisa bisnis, dimana dalam kegiatan tersebut dipetakan dan didefinisikan rangkaian proses mana saja yang merupakan core processes atau proses utama; dimana teknologi informasi akan dipergunakan untuk menopang kehandalan proses tersebut.Kategori keempat adalah keinginan perusahaan untuk mendapatkan suatu loncatan keunggulan kompetitif (competitive advantage leap) agar dapat meninggalkan para pesaing bisnisnya dengan mengembangkan teknologi yang perusahaan lain belum memiliki. Terkait dengan tipe investasi ini adalah pengembangan aplikasi untuk menerapkan berbagai konsep manajemen baru seperti supply chain management, enterprise resource planning, customer relationship management, call center, dan lain sebagainya, dimana secara signifikan implementasi berbagai perangkat teknologi informasi ini diharapkan dapat membawa perusahaan berada jauh di depan dipandingkan dengan para pesaing bisnisnya. Investasi dalam kaitan ini memang terkesan bersifat strategis, atau memiliki perspektif rentang waktu jangka panjang, sehingga kelayakannya sangat ditentukan oleh para pimpinan senior perusahaan (misalnya para anggota direksi); sehingga alat bantu untuk mengukur visibilitas dari investasi ini biasanya terkait dengan konsep analisa strategis.Kategori yang terakhir adalah suatu bentuk investasi yang dilatarbelakangi oleh peranan teknologi informasi sebagai salah satu perangkat infrastruktur yang tidak dapat dihindari keberadaannya bagi sebuah perusahaan di era global ini. Adalah merupakan suatu standar bagi perusahaan dewasa ini untuk memiliki corporate website yang dapat diakses oleh para calon pelanggan di seluruh dunia, menggunakan email sebagai sarana berkomunikasi sehari-harinya, memanfaatkan sejumlah alat bantu aplikasi office productivity (seperti word processor, spreadsheet, presentation, database, dan lain-lain), menginstalasi jaringan Local Area Network untuk keperluan aktivitas sehari-hari, dan lain sebagainya; dimana keseluruhan perangkat tersebut sudah menjadi sebuah infrastruktur usaha yang harus dimiliki oleh perusahaan. Besarnya investasi yang perlu dikeluarkan sifatnya sangat tergantung dari arsitektur infrastruktur yang diadopsi oleh perusahaan, sehingga alat ukur kelayakannya pun cukup beraneka ragam. Biasanya pimpinan akan melakukan proses benchmarking dengan perusahaan lain yang bergerak di industri serupa dan memiliki ukuran usaha yang kurang lebih sama untuk mendapatkan perkiraan total investasi yang wajar untuk kategori infrastruktur ini.

BAB IVPENUTUP

Persaingan di bidang bisnis memicu peningkatkan kebutuhan akan informasi yang akurat dan cepat yang disajikan dalam bentuk yang informatif sebagai dasar pengambilan keputusan. Informasi yang dibutuhkan berasal dari lingkungan eksternal dan lingkungan internal. Penguasaan terhadap informasi yang berasal dari kedua lingkungan tersebut sangat penting dalam menentukan strategi yang tepat dalam persaingan bisnis yang sedang terjadi. Informasi yang berasal dari lingkungan internal didapat dengan melakukan pemrosesan terhadap dokumen-dokumen yang digunakan sebagai pencatatan dan bukti transaksi yang terjadi. Untuk mendapatkan manfaat yang maksimal dari informasi yang berasal dari lingkungan internal dibutuhkan suatu mekanisme pemrosesan yang memenuhi komponen tersebut. Solusi yang tepat untuk masalah ini adalah dengan menggunakan sistem informasi yang tepat. Sistem informasi yang tepat dibutuhkan juga untuk memperlancar proses bisnis yang ada di dalam perusahaan. Sistem informasi yang terpusat dan digunakan oleh setiap bagian yang ada di perusahaan akan mempercepat pertukaran informasi yang akurat dari dan ke setiap bagian. Dengan demikian, proses bisnis yang terjadi di dalam perusahaan menjadi lebih efektif dan efisien. Menengok pentingnya system informasi, kegiatan bisnis yang dikelola perusahaan membutuhkan sistem informasi yang dapat melakukan proses data menjadi informasi yang akurat, lengkap, relevan, dan tetap waktu. 16