makalah hukum kesehatan

29
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cita-cita bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Dalam rangka mencapai cita-cita bangsa diselenggarakan pembangunan nasional di semua bidang kehidupan yang berkesinambungan, yang merupakan suatu rangkaian pembangunan yang menyeluruh, terpadu dan terarah. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan sejak tanggal 17 September 1992, ini berarti bahwa semua tenaga kesehatan, yaitu setiap orang yang mengabdikan dirinya di bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan dikenai peraturan tersebut. (Hermien Hadiati Koeswadji, 1999, h. 17). Telah diketahui umum bahwa pada waktu seseorang memasuki jabatan dokter atau tenaga kesehatan lain yang termasuk dalam kualifikasi profesi kesehatan telah diikat

Upload: meisin-rahman

Post on 28-Jul-2015

112 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah hukum kesehatan

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Cita-cita bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-

Undang Dasar 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,

dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian

abadi, dan keadilan sosial. Dalam rangka mencapai cita-cita bangsa diselenggarakan

pembangunan nasional di semua bidang kehidupan yang berkesinambungan, yang

merupakan suatu rangkaian pembangunan yang menyeluruh, terpadu dan terarah.

Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang

Kesehatan sejak tanggal 17 September 1992, ini berarti bahwa semua tenaga

kesehatan, yaitu setiap orang yang mengabdikan dirinya di bidang kesehatan serta

memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan

untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan

dikenai peraturan tersebut. (Hermien  Hadiati Koeswadji, 1999, h. 17). Telah

diketahui umum bahwa pada waktu seseorang memasuki jabatan dokter atau tenaga

kesehatan lain yang termasuk dalam kualifikasi profesi kesehatan telah diikat oleh

suatu etika yang tertuang dalam lafal sumpah jabatan yang diucapkan pada waktu

menerima jabatan tersebut.

B.     Tujuan Penulisan

1.      Untuk mengetahui mengapa etika profesi menjadi landasan moral bekerjanya

seorang dokter

2.      Untuk mengetahui bagaimana hubungan antara seorang dokter dengan pasiennya.

3.      Untuk mengetahui sejarah hubungan antara dokter dan pasien.

4.      Mengetahui bagaimana komunikasi antara dokter dan pasien.

5.      Untuk mengetahui bagaimana pentingnya informasi dalam hubungan antara dokter

dengan pasien

6.      Untuk mengetahui informasi apa saja yang berhubungan dengan informed

consent (persetujuan tindakan medik).

Page 2: Makalah hukum kesehatan

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Etika Profesi Sebagai Landasan Moral Bekerjanya Dokter

Meningkatnya sorotan masyarakat terhadap profesi kesehatan (baca dokter),

disebabkan karena berbagai perubahan, antara lain adanya kemajuan di bidang ilmu

pengetahuan di bidang kedokteran dan teknologi bidang kedokteran. Bila perubahan tersebut

tidak disertai komunikasi yang balk antara dokter sebagai pemberi jasa kesehatan dengan

pasien sebagai penerima jasa kesehatan hal ini akan menimbulkan kesalahpahaman yang

berakibat timbulnya konflik.

Sorotan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan profesi dokter merupakan

suatu kritik yang baik terhadap profesi dokter. Dengan adanya kritik dan sorotan tersebut

diharapkan para dokter dapat meningkatkan profesi dan pelayanannya kepada masyarakat

pada umumnya dan pasien pada khususnya.

Dalam memberikan pelayanan kesehatan (medik) kepada individu atau perorangan,

keluarga atau komunitas diperlukan tatanan dan landasan filosofi yang mengarahkan pada

tanggungjawab moral yang esensial dalam pelaksanaannya dimana inti dari falsafah ini

adalah penghormatan terhadap hak dan martabat manusia sebagai insan hamba Tuhan. Fokus

etik kesehatan ini pada dasarnya ditujukan pada sikap dan perilaku manusia yang mempunyai

ciri dan nilai tersendiri. Nilai atau valuemerupakan hak setiap individu untuk mengatur

perilakunya tersendiri dalam rangka menentukan langkah-langkah yang patut dilaksanakan

sebagai cetusan dari hati nurani yang dalam. Nilai dipengaruhi lingkungan dan pendidikan.

dan hal ini akan membentuk atau menjadikan seseorang atas kepribadiannya dan

membedakan dengan pribadi orang lain. Permasalahan etik dan hukum di bidang kesehatan,

dewasa ini terutama bersumber dari kurangnya penghayatan dalam memahami nilai-nilai

dasar manusia itu sendiri.

Dewasa ini hampir tidak ada bidang kehidupan yang tidak terjamah oleh hukum,

baik sebagai norma maupun sebagai sikap manusia yang mempunyai hasrat untuk hidup

teratur, tenteram dan penuh kedamaian. Hukum mengakui bahwa hubungan kehidupan antar

manusia itu menimbulkan rasa puas dan menyenangkan. Sebagai contoh adalah rumah sakit,

dimana tempat ini merupakan suatu sarana sebagai suatu sistem sarana kesehatan yang

memerlukan kerjasama yang terkoordinasi dan terintegrasi antar unit dari para tenaga

Page 3: Makalah hukum kesehatan

kesehatan berdasarkan pada akhlak, moral, kesopanan atauethos dan kesadaran tinggi akan

tugas dan kewajibannya masing-masing.

Kode Etik Kedokteran Indonesia, yang merupakan tuntunan perilaku para dokter

dalam menjalankan profesi mediknya, maupun Lafal Sumpah Dokter yang secara filosofis

berisikan pesan-pesan moral dan akhlak yang wajib untuk diikuti oleh para dokter dalam

hubungan dokter dengan pasien. Dokter yang lalai mengikuti tuntunan tersebut dimana atas

kelalaiannya itu berakibat merugikan orang lain atau pasien, dokter dapat dituduh telah

melakukan malpraktik. Setiap orang yang mengetahui kepentingannya dirugikan atas

tindakan dokter dalam menjalankan praktik kedokterannya dapat mengadukan secara tertulis

kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia. Dalam pengaduan tersebut

harus memuat:

1.      identitas pengadu;

2.      nama dan alamat tempat praktik dokter waktu tindakan dilakukan; dan

3.      dan/ atau alasan pengaduan (perhatikan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004).

Apabila dalam pemeriksaan ditemukan pelanggaran etik, Majelis Kehormatan

Disiplin Kedokteran Indonesia akan meneruskan pengaduan pada organisasi profesi, dalam

hal ini IDI. Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dapat berbentuk

dokter dinyatakan tidak bersalah atau pemberian sanksi disiplin.

Sanksi disiplin ini dapat berupa:

a.       pemberian peringatan tertulis;

b.      rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat ijin praktik

c.       dan/atau kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran

(Pasal 69 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004).

B.     Hubungan Antara Dokter dan Pasien

Dalam kepustakaan ditemukan ciri khusus pekerjaan/ dokter tersebut, yaitu

sebagaimana dikemukakan oleh Freidsod dan Wilson (Komalawati, V., 993 : 38) sebagai

berikut Menurut Freidson, pekerjaan dokter dilakukan dalam kamar konsultasi yang tertutup

atau dalam kamar tidur, bahkan pada umumnya dokter memberikan jasanya kepada individu

dan bukan pada kumpulan orang atau lapisan sosial.

Sedangkan hubungan yang sangat pribadi antara dokter dengan pasien dilukiskan

oleh Wilson sebagai hubungan antara pendeta dengan jamaah yang mengutarakan

perasaannya. Oleh karena itu ada anggapan bahwa dalam menangani penyelamatan atau

penyembuhan penyakit pasien diperlukan keakrabannya. Pengakuan pribadi yang sangat

Page 4: Makalah hukum kesehatan

penting bagi eksplorasi atas jiwa atau diri sendiri, sangat membutuhkan suatu keadaan yang

terlindung, dan kamar konsultasi dokter mungkin merupakan analog modern yang tepat untuk

tempat suci yang aman pada gereja pada abad-abad pertengahan. Dengan demikian pasien

senantiasa percaya kepada kemampuan dokter, kepada siapa pasien menyerahkan nasibnya.

Pasien merasa beruntung dan tenteram apabila dokter berusaha dengan sungguh-sungguh

untuk menyembuhkan penyakitnya. Adanya perkembangan kehidupan manusia dan pengaruh

meningkatnya budaya manusia serta hubungan antar bangsa atau negara yang semakin

mudah, lama-lama keadaan demikian mengalami perubahan. Disamping itu dengan makin

meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap tanggung jawab atas

kesehatan maka kepercayaan yang semula tertuju pada kemampuan dokter secara pribadi

mulai bergeser pada ilmunya. Timbul kesadaran masyarakat untuk menuntut suatu hubungan

yang seimbang dan tidak lagi sepenuhnya pasrah kepada dokter.

Berdasarkan ciri yang ditemukan dalam profesi, pekerjaan dokter mempunyai ciri

khusus antara lain merupakan hubungan yang sangat pribadi karena didasarkan pada

kepercayaan. Kepercayaan antara dokter dengan pasien tidak hanya didasarkan pada hak-hak

dan kewajiban yang timbul dari masing-masing pihak yang diatur oleh hukum, tetapi

kepercayaan tersebut timbul atas dasar nilai-nilai moral yang dimiliki setiap dokter

sebagaimana tertuang dalam KODEKI, khususnya pada Pasal 10, 11 dan 12 tentang

Kewajiban Dokter Terhadap Penderita (Hendrojono Soewono).

Hubungan antara dokter dengan pasien juga dikemukakan oleh Dassen telah

mengalami perkembangan sebagaimana dikutip oleh Soekanto (1987 :2) sebagai berikut:

1.      Pasien pergi ke dokter karena merasa ada sesuatu yang membahayakan kesehatannya. Segi

psycho-biologisnya memberikan suatu peringatan bahwa dirinya menderita sakit. Dalam hal

ini dokter dianggap sebagai pribadi yang dapat menolongnya karena kemampuannya secara

ilmiah. Dokter mempunyai kedudukan lebih tinggi dan peranan yang lebih penting daripada

pasien (dari sudut pandangan pasien).

2.      Pasien pergi ke dokter, karena mengetahui dirinya sakit dan dokter akan mampu

menyembuhkannya. Dalam hat ini, pasien menganggap kedudukannya sama dengan dokter,

tetapi peranan dokter lebih penting darinya.

3.      Pasien pergi ke dokter untuk mendapatkan pemeriksaan yang intensif dan mengobati

penyakit yang ditemukan. Hal ini mungkin diperintahkan oleh pihak ketiga. Dalam hal ini

terjadi pemeriksaan yang bersifat preventif.

Dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 khususnya pada

alinea kelima dikaitkan dengan hubungan antara dokter dengan pasien dapat dilihat sebagai

Page 5: Makalah hukum kesehatan

berikut berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap dokter dan dokter gigi, maraknya

tuntutan hukum yang diajukan masyarakat dewasa ini seringkali diidentikkan dengan

kegagalan upaya penyembuhan yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi. Bila hal ini

dikaitkan dengan pendapat Elledson dan Wilson kondisi hubungan antara dokter dengan

pasien yang dilukiskan sebagai hubungan sebagai hubungan antara pendeta dengan

jamaahnya sudah tidak cocok lagi. Sedangkan bila dikaitkan dengan pendapat Dassen, bahwa

dalam hubungan antara dokter dengan pasien, pasien mengakui bahwa kedudukan dokter

lebih tinggi karena memiliki kemampuan ilmiahnya sehingga lebih berperanan dari dirinya

dalam upaya penyembuhan dirinya (pasien).

Berbagai upaya perlindungan hukum yang dilakukan dalam memberikan

perlindungan menyeluruh kepada masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan,

terhadap tindakan dokter atau dotter gigi sebagai pemberi pelayanan kesehatan telah banyak

dilakukan oleh pemerintah dengan melakukan pembuatan undang-undang atau peraturan

pemerintah dan peraturan menteri. Tetapi akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi di bidang kedokteran yang begitu cepat, menjadikan perkembangan hukum ataupun

peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara dokter dengan pasien menjadi tidak

seimbang. Perangkat hukum yang mengatur hubungan dokter dengan pasien dalam rangka

penyelenggaraan praktik kedokteran (dan kedokteran gigi ) dirasakan belum memadai, karena

selama ini masih didominasi oleh kebutuhan formal dan kepentingan pemerintah, sedangkan

porsi profesi masih sangat kurang. Oleh karena itu untuk menjembatani kepentingan kedua

belah pihak serta untuk melakukan penilaian terhadap kemampuan obyektif seorang dokter

dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, diperlukan pembentukan badan yang

independen yaitu Konsil Kedokteran Indonesia (Pasal 4 Undang-Undang Nomor 29 Tahun

2004).

Akan tetapi menurut Dassen jika hubungan antara dokter dengan pasien itu

didasarkan pada asuransi sosial, maka hubungan itu tidak dapat dilihat terlepas dari

keseluruhan hubungan antara, pelayanan kesehatan dan masyarakat. Dengan kata lain, jika

asuransi itu oleh pemerintah dijadikan sebagai salah satu usaha untuk memberikan jaminan

sosial, (social insurance) kepada masyarakat, maka hubungan antara dokter dengan pasien

merupakan hubungan individual yang tidak terlepas dari masyarakat. Dengan demikian

apabila dokter yang bersangkutan merupakan pegawai sebuah rumah sakit, maka tindakannya

juga terikat pada hubungan dengan rumah sakit yang bersangkutan dan peraturan yang lain.

Sehubungan dengan hal di atas, dalam kepustakaan dapat ditemukan

pendapat Leenen, yang dikutip oleh Lamintang (1991: 63-65) yang mengemukakan

Page 6: Makalah hukum kesehatan

sejumlah gejala yang telah berperan sehingga terjadi perubahan mengenai hubungan antara

dokter dengan pasien, antara lain:

1.      Posisi tidak bebas dari seorang pasien yang karena terpaksa harus mencari pertolongan

yang tidak sesuai dengan keinginannya. Ketidakbebasan ini mengakibatkan semakin

meningkatnya pasien rumah sakit, karena adanya perubahan lingkungan hidup, dan silat serta

lamanya proses penyakit pada penyakit kronis, sehingga pasien jauh dari dokter.

2.      Sifat profesional para dokter terhadap pasiennya. Sifat profesional itu didasarkan pada

pengetahuannya, cara berfikirnya dan dengan metodenya sendiri. Dalam rangka pemberian

pertolongan, para dokter menterjemahkan problema dan seorang pasien ke dalam bahasa

profesional ini, karena tindakan yang sifatnya tidak profesional tidak boleh dilakukannya.

Kerugiannya adalah proses pemberian bantuan itu telah tidak diketahui oleh pasien. Dengan

demikian, sifat sebagai profesional dalam hal tertentu telah menjauhkan hubungan antara

dokter dengan pasien.

3.      Faktor lain yang menjauhkan hubungan antara dokter dengan pasien adalah kenyataan,

bahwa permintaan untuk mendapatkan pertolongan itu telah datang secara besar-besaran

sehingga dikerahkan aparat pemberi pertolongan. Dengan aparat seperti itu, hubungan

menjadi tidak teratur dan telah menjauhkan hubungan antara satu dengan yang lainnya. Baik

pasien maupun para pemberi pertolongan menjadi tidak senang dengan proses semacam itu.

4.      Birokrasi merupakan gejala tambahan yang menjauhkan hubungan di dalam organisasi.

Birokrasi itu mempunyai  pengaruh yang merenggangkan hubungan antara dokter dengan

pasien.

5.      Pelayanan kesehatan dari hari ke hari telah diatur sesuai dengan keahlian. Kepentingan

pribadi telah memberikan tempat bagi suatu lembaga pemberi pertolongan disusun secara

rasional dan obyektif. Oleh karena pengkhususan seperti itu maka pelayanan kesehatan

memperoleh sifat sebagai suatu industri, sehingga meniadakan hubungan pribadi antara

dokter dengan pasien.

6.      Pertumbuhan sistem registrasi, antara lain dibuat secara otomatis di dalam bank data.

Registrasi itu seringkali mempunyai pengaruh terhadap pemberian pertolongan, antara lain

karena pemberi pertolongan itu sendiri telah menentukan syarat, norma dan menggariskan

prosedur. Perilaku yang bersifat pribadi itu adalah tidak sesuai di dalam suatu sistem

registrasi. Registrasi itu juga dapat memberikan gambaran yang salah mengenai seorang

pasien dan dapat menimbulkan pengaruh negatif pada hubungan antara dokter dengan pasien.

7.      Hubungan antara dokter dengan pasien telah tidak bersifat pribadi lagi. karena

pengkhususan di dalam pelayanan kesehatan. Problematik seorang pasien telah dipotong-

Page 7: Makalah hukum kesehatan

potong dalam bagian yang kecil, demikian juga hubungannya dengan para pemberi

pertolongan. Problema yang dihadapi pasien hanya dilihat sebagian saja, sehingga tidak bisa

diselesaikan seluruhnya Para pemberi pertolongan jumlahnya semakin sedemikian besar,

sehingga mempengaruhi hubungan yang bersifat pribadi antara dokter dengan pasien.

8.      Perkembangan masyarakat dan pelayanan kesehatan memaksa dokter menghadapi

problema yakni untuk membuat pertimbangan antara kepentingan pasien dengan kepentingan

lainnya, bahkan antara para dokter sendiri dapat. berhadapan dengan suatu konflik antar

kepentingan dalam menghadapi pasiennya.

Mengomentari uraian di atas dapat diperoleh kesimpulan bahwa sikap profesional

dokter seringkali mengakibatkan dokter tidak mampu melihat suatu problema yang dihadapi

pasiennya sendiri, atau menimbulkan kecenderungan dokter bertindak obyektif, tanpa

memperhatikan hak-hak dasar pasien sebagaimana diatur dalam dokumen internasional. Juga

bila dikaitkan dengan Sumpah Dokter dan KODEKI disini dokter sadar atau tidak sadar telah

berbuat hal-hal yang menyimpang. Hal yang demikian ini dilakukan dokter menurut penulis

karena dokter takut tidak dapat memenuhi standar profesionalnya.

C.    Sejarah Perkembangan Hubungan Dokter Dengan Pasien

Hubungan antara dokter dengan pasien telah berjalan secara tradisi secara

berkesinambungan sejak dari masa Hipocrates sampai pertengahan abad kedua puluhan. Pada

saat ini tradisi ini kemudian mulai diganti atau paling tidak dilengkapi. Perkembangan ilmiah,

teknologi dan sosial pada saat itu menimbulkan dengan cepat perubahan-perubahan dalam

ilmu biologis dan pelayanan kesehatan. Perkembangan-perkembangan ini merupakan

tantangan bagi konsep-konsep dan kewajiban-kewajiban moral para tenaga kesehatan dan

masyarakat yang berlaku pada saat penderita yang sakit atau mengalami kecacatan.

Walaupun konsep-konsep moral yang lama dan masa kini banyak mengandung refleksi dan

hubungan antara profesi kesehatan dengan pasien, namun hal ini masih mengecewakan

dipandang dari segi etik biologis kontemporer.

Salah satu hasil penelitian yang akan penulis angkat adalah hasil penelitian yang

dilakukan oleh Russel, yang dikutip oleh Lumenta (Komalawati. V., 1999:43). Hasil

penelitian Russel menunjukkan bahwa hubungan antara dokter dengan pasien lebih

merupakan hubungan kekuasaan, yaitu hubungan antara pihak yang aktif memiliki wewenang

dengan pihak yang pasif dan lemah serta menjalankan peran kebergantungan. Namun, besar

kemungkinan dapat dibina suatu hubungan yang sempurna, agar kedua belah pihak dapat

berperan dan berinteraksi secara aktif dan saling mempengaruhi.

Page 8: Makalah hukum kesehatan

Selanjutnya dikatakan oleh Suprapti Samil di dalam KODEK 1980 bahwa istilah

etik terbentuk dari dua perkataan yaitu “mores of a community” dan “ethos of the people”.

Lebih dua ribu tahun, Plato sudah merasa perlu untuk mempertahankan konsep kebenaran

dan konsep kebenaran ini melandasi etik akademik. Dalam mencari kebenaran, peran filsafat

ilmu sebagai bagian dari bidang humaniora amatlah penting. Filsafat ilmu bertugas menelaah

dan menggali sebab musabab terutama dari gejala ilmu pengetahuan, di antara paham tentang

kepastian, kebenaran dan obyektifitas. Kebenaran, kepastian dan obyektifitas inilah dipakai

sebagai pegangan para profesional, tidak terkecuali dokter dalam melakukan kewajibannya

melayani masyarakat yang membutuhkannya. Kembali mengenai hubungan antara dokter

dengan pasien, dalam kepustakaan telah banyak diteliti para ahli, baik di bidang medik

maupun di bidang sosiologik dan antropologik.

Bila dari hasil-hasil penelitian tersebut di atas dikaitkan dengan praktik pelayanan

medik di Indonesia. dalam kenyataannya pasien yang datang dan memilih dokter umum

secara sukarela masih sangat kurang. Hal ini dimungkinkan karena faktor-faktor tertentu

antara lain faktor budaya dan utamanya faktor ekonomi. Pasien yang merasa sakit akan

mendatangi dokter yang terdekat (PUSKESMAS) untuk berusaha mendapatkan pengobatan.

Di sini hubungan antara dokter dengan pasien sebagai pihak yang membutuhkan jasa dari

dokter sebagai pemberi jasa kurang seimbang. Hal ini disebabkan, menurut pandangan pasien

dokter ada di pihak yang mempunyai nilai lebih dan kepada dokter inilah pasien sangat

menggantungkan diri untuk penyembuhan penyakitnya. Hubungan antara dokter dengan

pasien dalam kondisi ini lebih merupakan hubungan kekuasaan.

Sebagai catatan, perlu penulis kemukakan pandangan pemerintah bahwa kesehatan

sebagai hak azasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya

kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang

berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat masih jauh terwujud dan merupakan suatu dilema

yang harus segera dipecahkan.

Dilema yang dimaksud disini adalah bahwa ternyata masing-masing kedudukan

dokter dalam hubungan dokter dengan pasien itu mempunyai dampak terhadap peran pasien

dalam hubungan pelayanan medik. Oleh karena itu untuk menilai mutu dan penampilan

pelayanan medik dari dokter diperlukan beberapa variabel dan ketentuan dalam menentukan

faktor yang paling berpengaruh dalam kemampuan pasien.

Page 9: Makalah hukum kesehatan

D.    Komunikasi Antara Dokter Dengan Pasien

Pada hakekatnya, manusia yang diciptakan sebagai  makhluk individu dan makhluk

sosial selalu hidup berkelompok demi untuk mempertahankan hidupnya.

Hidup berkelompok antar individu ini dapat terjadi dan berjalan dengan lancar

sesuai dengan yang diinginkan setiap individu harus dilaksanakan melalui komunikasi.

Demikian pula halnya hubungan antara dokter dengan pasiennya akan berjalan dengan baik

dan lancar bila dilakukan komunikasi dua belah pihak guna mendapatkan suatu pengertian

atas dua kepentingan yang berbeda. Di satu pihak, pasien mencari dokter dalam usaha untuk

mendapatkan upaya penyembuhan atas penyakit yang dideritanya. Sedangkan dokter sebagai

seorang profesional dan pemberi jasa berkewajiban untuk memberikan jasa melalui ilmu dan

pengetahuan yang dimilikinya kepada mereka yang membutuhkannya.

Tanpa didasari dengan komunikasi yang baik antara keduanya, kondisi yang

demikian ini akan menimbulkan benturan antara dua kepentingan yang merugikan baik bagi

pengguna jasa maupun pemberi jasa kesehatan. Karenanya, di dalam pelayanan kesehatan

faktor komunikasi merupakan faktor yang sangat menentukan.

Kata komunikasi berasal dari bahasa Latin communicare, yang berarti menjadikan

sesuatu milik bersama. Adapun yang dimaksud dengan sesuatu adalah isi atau tujuan suatu

pesan, sehingga terjadi saling  pengertian antara pihak yang melakukan kegiatan. Dari

berbagai definisi tentang komunikasi  dapat ditarik  intinya yaitu bahwa komunikasi

merupakan kegiatan pengoperan lambang yang mengandung makna. Menurut  Susanto, yang

disitri oleh Komalawati, V., bahwa komunikasi dimulai sebagai suatu kegiatan pra-integrasi

diantara para pihak (1999:47). Dalam suatu kepustakaan ada pula pihak yang mengartikan

bahwa komunikasi ditujukan untuk memberikan informasi, tetapi harus diingat bahwa tidak

semua komunikasi ditujukan untuk menyampaikan informasi dan membentuk pengertian,

atau, sebagai proses untuk mempengaruhi orang lain. Komunikasi merupakan penerimaan,

pengolahan, penyimpanan informasi dan menghasilkan informasi kembali (Jalaludin, 1992).

Setiap penggunaan proses komunikasi, para komunikan dan komunikator (dalam

proses komunikasi peran ini saling bertukar) harus mendengar dengan teliti, menyelidiki

dengan mendalam, menganalisis hubungan dan perihal apa saja yang telah dikatakan dan hal

apa yang telah dialami oleh pembicara. Selain itu untuk dapat berbicara dengan baik,

komunikator juga harus mengadakan analisis bukan hanya terhadap komunikannya tetapi

juga terhadap hal-hal yang akan dikatakan kepada komunikannya. Komunikator harus

mengatur hal-hal yang dianggap terpenting, mana yang kurang penting, mana yang lebih baik

dikatakan.

Page 10: Makalah hukum kesehatan

Dikaitkan dalam hubungan antara dokter dengan pasien yang merupakan hubungan

interpersonal, maka adanya komunikasi atau yang sering dikatakan sebagai “wawancara

pengobatan” amat sangat diperlukan. Dari beberapa hasil penelitian yang ditemukan dalam

kepustakaan antara lain dari Foster dan Anderson sebagaimana ditulis Komalawati, V.,

membuktikan bahwa esensi dari hubungan antara dokter dengan pasien terletak dalam

wawancara pengobatan ini.

Dari berbagai kesulitan yang dihadapi dalam hubungan interpersonal antara dokter

dengan pasien ternyata masalah yang berhubungan dengan komunikasi merupakan kesulitan

yang umum. Sehubungan dengan hal tersebut ada beberapa contoh kesulitan mengenai

komunikasi yang diangkat dari pendapat Foster dan Anderson (1986: 146) antara lain

Seorang dokter Inggris di California menasehati seorang ibu Meksiko mengenai cara

menyapih bayi yaitu dengan mengatakan “pakailah ikat dada dan kurangi minum cairan”.

Ternyata walaupun wanita itu mengerti sedikit bahasa Inggris tetap kata-kata itu sulit

dipahaminya sedangkan harga diri dan rasa malu menghalanginya untuk meminta penjelasan

dari dokter tersebut.

Seorang anak kecil dari pasangan imigran dari daerah Selatan Detroit dibawa ke kamar

darurat sebuah rumah sakit besar untuk mendapatkan jahitan pada luka di kepalanya.

Ayahnya telah diberitahu bahwa  anaknya harus dibawa kembali seminggu lagi untuk dibawa

jahitannya. Ayah itu memahami sepenuhnya kata-kata dokter tersebut, tetapi ternyata

kemudian jahitan anaknya itu dibuka olehnya dengan menggunakan gunting kuku. Hal itu

dilakukannya, karena sebenarnya ia merasa keberatan dan memberontak untuk membayar

$22 untuk pertolongan darurat anaknya. Di samping itu, yang lebih penting adalah kenyataan

bahwa ia harus ke kamar bedah untuk membuka jahitan itu. Hal ini merupakan sesuatu yang

mengerikan.

Memperhatikan kedua kasus di atas, hal tersebut tidak mengherankan. Kalau

memperhatikan tentang batasan komunikasi yang telah penulis ungkapkan di depan, bahwa

komunikasi adalah merupakan suatu kegiatan yang berisi suatu pesan, berita dan keterangan

mengenai hal tertentu, dengan tujuan untuk disebarluaskan dan seterusnya, disini terjadi

ketidaklancaran atau penyumbatan komunikasi di antara dua pihak yaitu antara dokter dengan

pasien. Penyumbatan atau ketidaklancaran itu terjadi pertama adalah faktor pendidikan.

Faktor ini akan mempengaruhi daya tangkap pasien atau instruksi dokter yang harus dia

lakukan. Faktor kedua adalah faktor sosial budaya, dimana hal ini ditandai dengan masalah

Page 11: Makalah hukum kesehatan

bahasa dan adat istiadat, misal masalah harga diri, timbul rasa malu dan sebagainya. Faktor

lain, sebagai tambahan adalah faktor psikologis. Yaitu masalah harga diri dan malu untuk

bertanya serta rasa takut ke kamar bedah karena hal tersebut dirasakan sangat mengerikan.

Hasil penelitian lain yang dilakukan di klinik pediatric rumah sakit anak di Los

Angeles menunjukkan bahwa hal yang tidak disukai para ibu dalam perawatan yang

diberikan kepada anaknya adalah tingkah laku para dokter yang efisien, tidak akrab dan

kelihatan tidak acuh. Namun, dalam sampel sebanyak 800 responden ditemukan bahwa para

dokter pada umunya merasa bersikap ramah, dan hanya kurang dari para ibu cenderung

mempunyai kesan bahwa para dokter bertingkah laku efisien, tidak akrab dan tidak acuh.

Selain itu, hasil wawancara menunjukkan bahwa para dokter lebih banyak berbicara daripada

para ibu pasien. Hal ini membuktikan bahwa pertemuan antara dokter dengan pasien (ibu

pasien) cenderung memberikan hasil yang lebih baik, jika ibu pasien terlibat dalam

pembicaraan yang aktif dengan dokter. Dari hasil penelitian ini, juga diperoleh gambaran

bahwa 76 % para ibu menyatakan sangat dan cukup puas. Akan tetapi hampir separuh dari

para ibu itu meninggalkan ruang praktik dokter masih dengan pertanyaan tentang sebab

penyakit yang sebenarnya yang diderita oleh anaknya.

Harapan yang tinggi dari para ibu yang datang ke klinik adalah bahwa para dokter

akan bersikap ramah dan simpatik, tidak hanya kepada anaknya tetapi juga kepada

orangtuanya yang cemas. Namun rekaman menunjukkan bahwa hanya kurang dari 5% saja

dari pembicaraan dokter yang bersifat akrab atau ramah (Foster dan Anderson, 1986: 145-

145).

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Foster dan Anderson tersebut di atas, ada

beberapa hal yang dapat diungkap yaitu:

1.      Pasien datang ke dokter dengan perasaan cemas, khawatir dan bingung karena anaknya

sakit dan ingin segera mendapatkan pertolongan dari dokter.

2.      Dokter dalam, wawancara kesehatan ini lebih mendominasi pembicaraan, tanpa

memberikan kesempatan pada pasien (ibu bayi) untuk mengutarakan atau menginformasikan

keluhan perihal penyakit yang diderita anaknya.

3.      Dokter kurang memperhatikan faktor budaya, sosial termasuk disini faktor pendidikan

pasien, yang tidak begitu paham mengerti hal-hal atau penyebab penyakit pasien, sehingga

saat pasien meninggalkan ruang praktik dokter masih bertanya-tanya dalam hati, apa yang

menjadi penyebab penyakit anaknya.

4.      Dokter telah bekerja dengan efektif dan efisien dalam menangani penyakit pasien, tetapi

kondisi demikian dirasakan pasien kurang menghormati hak pasien, diantaranya adalah

Page 12: Makalah hukum kesehatan

dokter kurang memperhatikan pasien yang sangat cemas karena anaknya yang sakit dan tidak

memberikan Kesempatan untuk berdialog. Disini pasien merasa secara psikologis tertekan.

5.      Dokter menempatkan posisinya lebih tinggi dari pasien, hal ini tercermin adanya

ketidakberdeyaan pasien untuk mengutarakan keinginannya untuk bertanya, antara lain

mengenal, penyakit yang dideritanya.

6.      Dokter kurang menyadari, bahwa diruang tunggu, ruang bedah/ operasi, kondisi pasien

secara psikologis sangat rawan, mudah marah, gampang tersinggung, karenanya diharapkan

dokter harus bersikap ramah, membimbing dan bersikap sabar.

Mengenai kondisi dan ketidakberdayaan pasien tersebut pada dasarnya disebabkan

karena ketidaktahuan pasien mengenal cara yang baik untuk mengatasi keluhan atas penyakit

yang dideritanya. Mengenai hal ini dalam kepustakaan ditemui hasil penelitian yang

dikemukakan oleh Fuchs (Waitzkin dan Waterman, 1993:113), bahwa ketidaktahuan

konsumen dalam bidang kesehatan bersumber pada tiga penyebab. Pertama, adanya

ketidakpastian tentang efek pelayanan terhadap individu. Orang awam tidak mengetahui nilai

dari suatu prosedur atau pengobatan tertentu, khususnya bila terdapat ketidaksepakatan

dikalangan profesi medik sendiri. Kedua, karena pelayanan medik tidak dapat

diperjualbelikan, maka konsumen cenderung untuk tidak mengembangkan pengetahuan

tentang masalah pengobatan, atau tentang kemana sebaiknya meminta pertolongan. Ketiga,

profesi medik tidak berusaha memberikan informasi kepada pasiennya.

Page 13: Makalah hukum kesehatan

E.     Informasi Dalam Hubungan Antara Dokter Dengan Pasien

Dalam KODEKI terdapat pasal-pasal tentang kewajiban dokter terhadap pasien yang

perlu diperhatikan. Ada beberapa hak-hak pasien yang berkaitan dengan masalah informasi

dalam hubungan antara dokter dengan pasien diantaranya adalah:

1.      hak memperoleh penjelasan tentang diagnosis dan terapi dari dokter yang mengobati;

2.      hak penjelasan tentang riset kedokteran yang akan diikutinya;

3.      hak atas rekam medik atas hal pribadi.

Dari beberapa hal di atas, jelas bahwa hak memperoleh informasi atau penjelasan,

merupakan hak pasien yang penting dan paling utama, dan bahkan dalam tindakan-tindakan

khusus diperlukan Persetujuan Tindakan Medik (PTM) yang harus ditandatangani pasien atau

keluarganya.

Dari semula telah dikemukakan bahwa dari data yang terdapat dalam RM bila diolah

menurut keperluannya bisa menjadi sumber informasi kesehatan. Informasi yang dimaksud

antara lain adalah mengenai jumlah kunjungan rawat jalan (out pasient ), rawat inap (in

pasient), jenis penyakit, lama penyakit-penyakit tertentu, obat-obatan yang dipakai dan lain

sebagainya.

Dalam membicarakan tentang informed consent, (tentulah mengenai masalah

informasi atau penjelasan banyak yang harus diberikan kepada pasien atau keluarga. Hal-hal

yang perlu diinformasikan tersebut antara lain mengenai (1) kapan informasi

disampaikan (when); (2) siapa yang harus menyampaikan (who); (3) informasi apa yang

harus disampaikan (what); dan (4) informasi yang mana (which) yang perlu disampaikan.

Dalam Permenkes No.585 Tahun 1989 tentang PTM dinyatakan bahwa dokter harus

menyampaikan informasi atau penjelasan kepada pasien keluarga diminta atau tidak diminta,

jadi informasi harus disampaikan.

Pertanyaan, yang dapat diajukan dalam masalah ini ialah Apakah yang dimaksud

dengan informasi tersebut? Informasi berasal dari kata informare, yang sebenarnya berarti

memberi bentuk. Menurut kamus Echols (1990), to inform berarti “memberitahukan”,

dan information berarti “keterangan”. Jadi, informasi adalah pemberitahuan tentang sesuatu

agar orang dapat membentuk pendapatnya berdasarkan sesuatu yang diketahuinya.

Page 14: Makalah hukum kesehatan

F.     Informasi Yang Berhubungan dengan Informed Consent

Adapun informasi yang perlu diberikan dan dijelaskan dengan kata-kata sederhana

yang dimengerti oleh pasien atau keluarganya menurut J. Guwandi (2004:45) meliputi:

-          risiko yang melekat (inherent) pada tindakan tersebut;

-          kemungkinan timbulnya efek samping;

-          alternatif lain (jika ada) selain tindakan yang diusulkan; dan

-          kemungkinan yang terjadi jika tindakan itu tidak dilakukan.

Permenkes tentang informed consent Pasal 1 Huruf a menyatakan bahwa persetujuan

tindakan medis/ informed consent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau

keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap

pasien tersebut; sedangkan tindakan medis menurut Pasal I Huruf b adalah suatu tindakan

yang dilakukan terhadap pasien berupa diagnostik atau terapeutik.

Sebelum memberikan Pertindik (persetujuan  tindakan kedokteran) pasien

seharusnya menerima informasi tentang tindakan medis yang diperlukan, namum ternyata

mengandung risiko. Pertindik harus ditandatangani oleh penderita atau keluarga terdekatnya

dan disahkan minimum satu orang saksi dari pihak pasien. Informasi dan penjelasan yang

perlu diberikan dalam Pertindik meliputi hal-hal berikut:

1.      Informasi harus diberikan, baik diminta maupun tidak.

2.      Informasi tidak diberikan dengan mempergunakan istilah kedokteran yang tidak dimengerti

oleh orang awam.

3.      Informasi diberikan sesuai dengan tingkat pendidikan, kondisi, dan situasi pasien

4.      Informasi diberikan secara lengkap dan jujur, kecuali jika dokter menilai bahwa informasi

tersebut dapat merugikan kesehatan pasien, atau pasien menolak untuk diberikan informasi.

Dalam hal ini informasi dapat diberikan kepada keluarga terdekat.

5.      Informasi dan penjelasan tentang tujuan dan prospek keberhasilan tindakan medis yang

akan dilakukan.

6.      Informasi dan penjelasan tentang tata cara tindakan medis yang akan dilakukan.

7.      Informasi dan penjelasan tentang risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi.

8.      Informasi dan penjelasan tentang alternatif tindakan medis lain yang tersedia serta

resikonya masing-masing.

9.      Informasi dan penjelasan rentang prognosis penyakit apabila tindakan medis tersebut

dilakukan.

Page 15: Makalah hukum kesehatan

1.  Untuk tindakan bedah atau tindakan invasif lain, informasi harus diberikan oleh dokter yang

melakukan operasi, atau dokter lain dengan sepengetahuan atau petunjuk dokter yang

bertanggung jawab.

1.  Untuk tindakan yang bukan bedah atau tindakan yang tidak invasif lainnya, informasi dapat

diberikan oleh dokter lain atau perawat dengan sepengetahuan atau petunjuk dokter yang

bertanggung jawab.

Kewajiban untuk memberikan informasi dan penjelasan berada di tangan dokter

yang akan melakukan tindakan medis. Dokterlah yang paling bertanggung jawab untuk

melakukan informasi dan penjelasan yang diperlukan. Apabila dokter yang akan melakukan

tindakan medis berhalangan untuk memberikan informasi dan penjelasan maka dapat

diwakilkan pada dokter lain dengan sepengetahuan dokter yang bersangkutan.

Pasal 2 Ayat (1) Permenkes tentang Pertindik menentukan bahwa semua tindakan

medis yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan. Bentuk persetujuan

itu sendiri dapat diberikan secara tertulis maupun lisan. Dalam praktiknya, Perrindik dapat

diberikan oleh pasien dengan cara-cara berikut.

1.      Dinyatakan (expressed) secara lisan atau tertulis. Dalam hal ini bila yang dilakukan lebih

dari prosedur pemeriksaan dan tindakan bisa yang mengandung risiko, misalnya

pembedahan.

2.      Dianggap diberikan (implied or tacit consent), yaitu dalam keadaan biasa atau dalam

keadaan darurat. Persetujuan diberikan pasien secara tersirat tanpa pernyataan  tegas yang

disimpulkan dokter dari sikap dan tindakan pasien misalnya tindakan media berupa

pemberian suntikan penjahitan luka, dan sebagainya. Apabila pasien dalam keadaan gawat

darurat tidak sadarkan diri dan keluarganya tidak ada di tempat, sedangkan dokter

memerlukan tindakan segera, maka dokter dapat melakukan tindakan medis tertentu yang

terbaik menurut dokter (persetujuannya disebutinformed consent, dalam arti bila pasien

dalam keadaan sadar, maka pasien dianggap akan menyetujui tindakan yang dilakukan

dokter).

G.    Hak Untuk Memberikan Informed Consent

Dalam Pertindik yang berhak memberikan persetujuan atau penolakan untuk

dilakukannya tindakan medis tertentu setelah mendapatkan informasi, berturut-turut

adalah sebagai:

1.      Pasien sendiri apabila telah berumur 21 tahun (telah dewasa) atau telah menikah

yang dalam keadaan sadar dan sehat mental.

Page 16: Makalah hukum kesehatan

2.      Pasien di bawah umur 21 tahun, persetujuan atau penolakan diberikan oleh ayah/

ibu kandung atau saudara-saudara kandung.

3.      Pasien di bawah umur 21 tahun dan tidak mempunyai orang tua/ wali atau orang

tua/ wali berhalangan hadir, persetujuan atau penolakan diberikan oleh keluarga

terdekat atau induk semang (guardian).

4.      Pasien dewasa yang menderita gangguan mental, persetujuan atau penolakan

diberikan oleh orang tua/ wali/ curator/ saudara-saudara kandung.

5.      Pasien dewasa yang berada di bawah pengampunan (curatele), persetujuan atau

penolakan diberikan oleh wali/ curator.

6.      Pasien dewasa yang telah menikah persetujuan atau penolakan diberikan oleh

suami/ istri, ayah/ ibu kandung, anak-anak kandung, saudara-saudara kandung.

Pelaksanaan Pertindik dinyatakan benar apabila memenuhi ketentuan sebagai

berikut:

1.      Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan untuk tindakan medis yang

dinyatakan secara spesifik.

2.      Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan tanpa paksaan.

3.      Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan oleh seseorang (pasien) yang

sehat mental dan memang berhak untuk memberikannya dari segi hukum.

Page 17: Makalah hukum kesehatan

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Ada 3 (tiga) macam pertanggungjawaban hukum dokter dalam melakukan

perawatan/ transaksi terapeutik, yaitu tanggung jawab dalam hukum perdata, hukum

pidana, dan hukum disipliner.

Untuk dapat diajukan ke pengadilan berdasarkan perbuatan melawan hukum

harus dipenuhi 4 (empat) syarat sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1365 BW, yaitu:

(1)   Pasien harus menderita kerugian;

(2)   Ada kesalahan/ kelalaian (perorangan, rumah sakit, juga termasuk kesalahan/

kelalaian pegawainya);

(3)   Ada hubungan kausal antara kerugian dan kesahihan;

(4)   Perbuatan itu melanggar hukum.

Agar terhindar dari tuntutan ganti rugi, dokter dalam melakukan perawatan

terhadap pasien hams tidak boleh menyimpang dari standar profesi yang telah

digariskan, bertindak secara hati-hati menurut standar profesi seperti seorang dokter

yang mempunyai kemampuan rata-rata dalam bidang keahlian yang sama, dalam

situasi, dan kondisi yang sama untuk mencapai tujuan pengobatan secara konkrit.

Pertanggung jawaban dalam hukum pidana berbeda dengan pertanggung jawaban

dalam hukum perdata. Hukum pidana adalah bagian dari hukum publik, karena itu

tekanan utamanya adalah kepentingan umum/ masyarakat. Untuk adanya pertanggung

jawaban dalam hukum pidana harus dipenuhi 3 (tiga) syarat yaitu:

(1)   Harus ada perbuatan yang dapat dipidana;

(2)   Perbuatan tersebut bertentangan dengan hukum;

(3)   Harus ada kesalahan.

Page 18: Makalah hukum kesehatan

B.     Saran

Harus diingat, bahwa Ilmu Kedokteran  adalah Ilmu pengetahuan berdasar

pada pengalaman “evidence based” dan bukan ilmu pasti, sehingga basil akhir yaitu

pengobatan atau suatu tindakan medik tidak ada yang 100% pasti berhasil. Hash akhir

suatu pengobatan atau tindakan medik merupakan suatu ‘probabilitas”. Bila

suatu “probabilitas” keberhasilannya tinggi, maka tindakan medik itu secara

profesional dapat di pertanggung jawabkan.