makalah hadits 2

22
MAKALAH AIK STUDI HADIST “ISTILAH-ISTILAH DALAM HADIST” Disusun Oleh : AGUS RAHMAT IDING ASEP SUGIARTO

Upload: agus-rahmat

Post on 16-Sep-2015

37 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

MAKALAHAIK STUDI HADISTISTILAH-ISTILAH DALAM HADIST

Disusun Oleh :AGUS RAHMATIDINGASEP SUGIARTO

FKIP MATEMATIKAUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON2015

Al-Risalah | Volume 12 Nomor 1 Mei 2012312

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kita berbagai macam nikmat, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa keberkahan, baik kehidupan di alam dunia ini, lebih-lebih lagi pada kehidupan akhirat kelak, sehingga semua cita-cita serta harapan yang ingin kita capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat.Terima kasih sebelum dan sesudahnya kami ucapkan kepada Dosen mata kuliah AIK Studi Hadist serta teman-teman sekalian yang telah membantu, baik bantuan berupa moriil maupun materil, sehingga makalah ini terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan.Kami menyadari sekali, di dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta banyak kekurangan-kekurangnya, baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal pengkonsolidasian kepada Dosen AIK Studi Hadist serta teman-teman sekalian, yang kadangkala hanya menuruti egoisme pribadi, untuk itu besar harapan kami jika ada kritik dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah-makah kami di lain waktu.Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah, mudah-mudahan apa yang kami susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-teman, serta orang lain yang ingin mengambil atau menyempurnakan lagi makalah yang bertemakan Pandangan Hadist terhadap Kebahagiaan dan Kesengsaraan sebagai tambahan dalam menambah referensi yang telah ada.

Cirebon, Juni 2015

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTARiDAFTAR ISIiiBAB IPENDAHULUAN1BAB IIPEMBAHASAN1A.Kebahagiaan1Membuat Orang Lain Bahagia5B.Kesengsaraan6Teks dan Terjemah Hadits6Penjelasan Hadits:7Makna Hadits8Fiqih Hadits8Hadits Yang Berhubungan9BAB IIIPENUTUP16Simpulan12DAFTAR PUSTAKA12

BAB IPENDAHULUANRasulullah SAW bersabda, Empat macam dari kebahagiaan manusia, yaitu istri yang salehah, anak yang berbakti, teman-temannya adalah orang-orang yang baik, dan mata pencahariannya berada dalam negaranya sendiri. (HR Dailami).Sesuatu yang dicari oleh setiap manusia dalam kehidupan ini adalah kebahagiaan, meskipun setiap orang berbeda indikatornya. Ada sebagian orang yang menilai kebahagiaan itu ketika memiliki harta yang banyak. Ada pula yang menilai kebahagiaan dengan pangkat dan jabatan yang diraihnya. Tetapi, bagi seorang Muslim, kebahagian itu bukan diukur dengan harta atau pangkat yang dimilikinya semata.Kebahagian sejati bagi seorang Muslim, sebagaimana hadis di atas, adalah ketika hidup dalam lingkungan yang baik dan mudah, yaitu memiliki istri yang salehah, anak-anak yang berbakti, teman-teman yang baik, dan mata pencaharian mudah. Itulah anugerah terindah yang Allah berikan kepada manusia untuk kebahagiaannya. Istri yang salehah adalah seorang istri yang tidak hanya menjadi pendamping hidup, melainkan ia seorang teman diskusi dan teman yang selalu mengajak kepada kebaikan. Ia mengingatkan ketika lalai, menjadi peneguh ketika gundah, menjadi penerang ketika kegelapan, menjadi penyejuk ketika marah, menjaga kehormatannya, dan selalu taat kepada Allah dan rasul-Nya. Allah menggambarkan wanita salehah dalam firman-Nya: . Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara. (QS 4: 34).Bahkan, Rasulullah menggambarkan istri salehah sebagai perhiasan yang paling baik dan indah mengalahkan indahnya dunia ini. Anak-anak yang berbakti merupakan kekayaan yang tidak ternilai harganya. Mereka merupakan anak-anak yang saleh dan salehah, yang indah dan menyejukkan hati (qurrata ayun). Mereka pun senantiasa berdoa: Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya (kedua orangtua), sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil. (QS 17: 24). Memiliki anak-anak yang berbakti merupakan kebahagiaan dalam sebuah keluarga. Kebahagiaannya tidak hanya dirasakan di dunia, tetapi juga di akhirat. Rasulullah mengajarkan bahwa doa anak yang saleh merupakan amalan yang tidak terputus walaupun orang tuanya sudah meninggal.Teman yang baik adalah yang menjadi sahabat sejati, baik dalam sedih ataupun suka. Mereka tidak hanya menolong dalam kesusahan, tetapi juga menjadi pengingat ketika kita salah, menjadi pendorong semangat dalam kebaikan dan ketakwaan. Mata pencaharian merupakan sarana kita mencari nafkah. Jika mata pencaharian kita tidak jauh, maka kita tetap bisa berkumpul, menjaga, dan menyayangi keluargaBAB IIPEMBAHASANA. KEBAHAGIAANKebahagiaan adalah cita-cita setiap insan. Orang tua ingin bahagia di masa tuanya; anak kecil berharap bahagia di masa kecilnya dan orang yang dewasa sama halnya menginginkan kebahagiaan di masa dewasanya.Tak ada manusia yang hidup di dunia, bagamana pun keadaannya, kecuali ia pasti mendambakan kebahagiaan di dunia, apalagi di akhirat. Kebahagiaan dunia yang didambakan oleh mereka adalah kebahagiaan yang panjang dan abadi, bukan hanya kebahagiaan semu dan sementara saja. Walapun memang banyak juga yang salah jalan ketika mencari kebahagiaan tersebut, sehingga terkadang ia menyangka bahwa dirinya telah bahagia, padahal ia adalah manusia yang sengsara.Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam sebagai rasul yang pengasih dan penyayang kepada umat manusia telah menjelaskan sebagian diantara bentuk dan jalan kebahagiaan yang mungkin dan selayaknya ditempuh oleh para pendamba kebahagiaan.Di dalam sebuah hadits dari sahabat Saad bin Abi Waqqosh -radhiyallahu anhu-, Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,

: :

Ada empat diantara kebahagiaan : istri yang sholihah (baik), tempat tinggal yang luas, tetangga yang sholih (baik), dan kendaraan yang nyaman. Ada empat kesengsaraan: tetangga yang buruk, istri yang buruk, rumah yang sempit, dan kendaraan yang buruk. [HR. Ibnu Hibban dalam Shohih-nya (no. 4032), Al-Baihaqiy dalam Syuabul Iman (9556), Adh-Dhiyaa Al-Maqdisiy dalam Al-Mukhtaroh (no. 1048). Hadits ini dinilai shohih oleh Syuaib Al-Arnauth dalam Takhrij Al-Musnad (no. 1445)]Hadits ini merupakan hadits yang agung dan luas maknanya. Karena, ia mengandung banyak faedah dan manfaat imaniyyah. Di dalamnya Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- menerangkan sebagian kebahagiaan dunia. Inilah kebahagian hakiki yang didambakan oleh setiap orang yang berakal saat ia hidup di dunia. Sebab kebahagiaan ini juga akan memberikan pengaruh bagi kebahagiaan di akhirat.Empat kebahagian dunia itu adalah tetangga yang sholih (yang baik) adalah tetangga muslim yang tidak menyakiti tetangganya. Tempat tinggal yang luas, yaitu yang banyak manfaatnya bagi penghuninya. Jadi, keluasannya tentu berbeda sesuai dengan perbedaan orangnya. Sebab, terkadang luas bagi seseorang, namun sempit bagi yang lain atau sebaliknya. Kendaraan yang nyaman adalah kendaraan yang cepat, tidak lamban, tak terlalu kencang dan kasar larinya sehingga ditakutkan jatuh, kagetnya badan dan tidak mengganggu badan. [Lihat Faidh Al-Qodir (3/302) oleh Al-Munawiy, Al-Maktabah At-Tijariyyah Al-Kubro, Mesir, 1356 H]

Al-Imam Abul Hasan As-Sindiy -rahimahullah- berkata, Tetangga yang sholih adalah tetangga yang mendorongnya kepada dzikir (mengingat Allah) dan taqwa serta menyadarkannya dari kelalaian dan hawa nafsu. Sabdanya, yang nyaman, yang cocok (digunakan) di jalan Allah, tidak membuatnya terlambat dari rekan-rekannya. Sabdanya, yang luas, yaitu rumah yang di dalamnya hati akan menjadi lapang dan tidak sempit. Karena, sempitnya dada akan menghalangi dari berbagai macam kebaikan. [Lihat Takhrij Al-Musnad (no. 15372)]

Kebahagian lain, wanita sholihah, yaitu wanita yang mampu menemani suaminya yang sholih (baik) dalam rentang waktu yang panjang. Dia adalah perhiasan yang dibanggakan oleh suaminya dimanapun ia berada.

Ciri wanita sholihah (yang baik), jika ia dipandang oleh suaminya, maka ia membuat suaminya bahagia ; jika ia diperintah dengan sesuatu yang baik, maka ia taati suaminya; jika suami pergi, maka menjaga kehormatan dirinya dan harta benda suami.Umar -radhiyallahu anhu- pernah bertanya kepada Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- tentang harta benda yang perlu diambil? Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,

Hendaknya seorang diantara kalian mengambil hati yang bersyukur, lisan yang berdzikir (selalu ingat Allah), dan wanita (istri) mukminah yang membantu salah seorang diantara kalian di atas urusan akhirat. [HR. Ibnu Majah dalam Sunan-nya (no. 1856). hadits ini dinilai shohih oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (2176)]

Ulama Negeri India, Al-Imam Muhammad bin Abdir Rahman Al-Mubarokfuriy -rahimahullah- berkata,(( : )) . ( 8 / 390 ) .Maksudnya, (ia istri yang mukminah itu akan menolongnya) di atas agamanya, dengan mengingatkan suaminya tentang sholat, puasa dan lainnya diantara berbagai jenis ibadah serta menghalanginya dari zina dan seluruh perkara yang diharamkan. [Lihat Tuhfah Al-Ahwadziy (8/390)]Wanita yang sholihah selalu merindukan suaminya, sayang dan cinta kepadanya. Hatinya tak tenang jika suaminya jauh. Ia ingin selalu mendampinginya, melayaninya dan mengingatkan suaminya. Jika terpaksa suami jauh, maka ia mendoakan suaminya agar selamat dan selalu diberkahi seraya menjaga kehormatan diri, anak dan harta benda suaminya. Tak ada dipikirannya, selain membahagiakan suami dan menyayanginya. Sebab, ia yakin bahwa suami adalah pintu surga baginya. Dia tahu bahwa ia tak mungkin masuk surga jika durhaka kepadanya dan membuat suaminya susah. Ini merupakan sifat-sifat yang Allah anugrahkan bagi wanita sholihah.Perpisahan dengan suami bagi wanita sholihah adalah lebih menyedihkan dan berat baginya dibandingkan kematian; lebih berat baginya dibandingkan hilangnya harta benda; lebih berat baginya dibandingkan meninggalkan kampung halaman. Terlebih lagi, jika memang diantara ia dan suaminya punya hubungan cinta yang amat erat di atas iman ataukah mereka telah memiliki anak yang akan terlantar dengan sebab perpisahan dan merusak kondisi mereka. [Lihat Majmu Fatawa (35/299) oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah]Diantara keberkahan istri yang sholihah (yang baik), ia akan menjadi sebab keluasan dan kelapangan rezki.Allah -Taala- berfirman, [ : 32]Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian (belum kawin) diantara kalian, dan orang-orang yang layak (kawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS. An-Nuur : 32)

Inilah kebahagiaan dunia yang akan diraih oleh seseorang jika ia mendapatkan empat golongan yang disebutkan dalam hadits ini. Barangsiapa yang diberi kesholihan (kebaikan) dalam empat perkara ini, maka hidupnya akan nyaman dan sentosa. Sebab, semua perkara ini merupakan hal-hal yang menyenangkan jiwa dan raga serta menjadikan kehidupan lebih indah dan bahagia. Namun jika ia diberi keburukan dalam empat hal itu, maka ia akan hanya merasakan penat dan capek. Barangsiapa yang diuji dengan istri yang buruk, maka ia akan merasakan beratnya beban kehidupan dunia. Tak ada dalam pikirannya, kecuali segudang problema yang muncul gara-gara istri yang buruk agama dan perangainya. Tak heran bila sebagian suami cepat beruban sebelum masanya, akibat ia memelihara istri yang buruk akhlaqnya.

Oleh karena itu, Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- memerintahkan berdoa agar dijauhkan dari istri yang buruk sebagaimana dalam hadits berikut.Abu Hurairah -radhiyallahu anhu- berkata, Diantara doa Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam-, Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari tetangga yang buruk, dari istri yang membuatku beruban sebelum masa beruban, dari anak yang menjadi tuan bagiku, dari harta yang menjadi siksaan atasku dan dari kawan yang berbuat makar; matanya memandangiku, sedang hatinya mengawasiku. Jika ia melihat kebaikan, maka ia tanam (sembunyikan) dan jika melihat keburukan, maka ia menyebarkannya. [HR. Hannad dalam Az-Zuhd (no. 1038) dan Ath-Thobroniy dalam Al-Mujam Al-Awsath (no. 1339). Hadits ini dinilai shohih oleh hasan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (no. 3138)]

Seseorang yang ingin mencari pasangan hidup hendaknya berlindung kepada Allah agar ia dihindarkan dari istri yang buruk perangainya. Saking buruknya, ia telah membuat suaminya beruban dan tua, akibat ulah sang istri yang amat memberatkan pikiran dan jasmani suaminya.

Para pembaca yang budiman, demikian pula jika seorang hamba memiliki rumah yang buruk dan kendaraan yang buruk, maka ia lebih banyak capek dan lelah dalam mengurusinya. Karena, sempitnya rumah akan membuat hati sempit, menciptakan kegelisahan dan menyibukkan pikiran. Kendaraan yang buruk akan membuat kita sibuk dengannya dari mengerjakan berbagai jenis ibadah dan ketaatan atau minimal ia akan membuat kita lambat mendatangi kebaikan.

Disyariatkan bagi seorang muslim untuk memohon kepada Tuhannya agar diberi keluasan tempat tinggal dan berkah padanya.

Dari Abu Hurairah -radhiyallahu anhu- bahwa Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- pernah berdoa di suatu malam seraya berkata,( ) Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku, berilah keluasan bagiku dalam rumahku dan berkahilah bagiku dalam sesuatu yang Engkau berikan kepadaku. [HR. At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (3500). Hadits ini di-hasan-kan oleh Al-Albaniy dalam Shohih Al-Jami (1265)]

Keluasan rumah tergantung kepada keluasan hati seorang hamba. Jika ia bersyukur dengan rumah yang diberikan kepadanya, bagaimanapun ukurannya, maka ia selalu merasakan kelapangan. Tak heran bila Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- dengan rumah yang begitu sederhana, tapi beliau merasakan kebahagian dan kelapangan, karena hati beliau lapang dan selalu bersyukur terhadap pemberian Allah -Azza wa Jalla-.Seorang tabiin, Dawud bin Qois Al-Farro -rahimahullah- berkata, .Aku telah lihat rumah-rumah (milik istri Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam-) yang terbuat dari pelepah korma dalam keadaan tertutup dari luar dengan jalinan bulu. Aku perkirakan lebar rumah beliau dari pintu kamar sampai pintu rumah sekitar enam sampai tujuh hasta. Aku ukur rumah beliau dari dalam sekitar 10 hasta. Aku perkirakan tingginya antara delapan dan tujuh sekisaran itu. Aku berdiri di pintu Aisyah, ternyata pintunya menghadap ke barat. [HR. Al-Bukhoriy dalam Al-Adab Al-Mufrod (no. 451). Hadits ini di-shohih-kan oleh Al-Albaniy dalam Shohih Al-Adab (no. 352)]

Seseorang boleh saja memperluas ukuran rumahnya sesuai hajat dengan cara yang dibenarkan agama. Namun perlu dipahami bahwa keimanan dan amal sholih merupakan asas kebahagiaan dunia dan akhirat. Karena itu, Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- walaupun dengan kehidupan yang sederhana tersebut, namun beliau adalah manusia yang paling bahagia hidupnya. Jadi, luas-sempitnya rumah bukanlah ukuran hakiki bagi seorang hamba!!

Para pembaca yang budiman, perkara terakhir yang perlu diperhatikan saat mencoba untuk meraih kehidupan dunia, hendaknya seorang muslim pandai memilih tetangga yang akan menjadi pendamping bagi kehidupannya. Tetangga di zaman ini punya pengaruh yang luar biasa bagi tetangga lainnya akibat berdempetannya rumah dan perkampungan serta munculnya berbagai ragam perumahan. Jika ia baik, maka tetangga bisa baik. Namun jika ia buruk, maka tetangganya akan ikut buruk!!Bila memperhatikan realita di zaman kini, keburukan tersebar di banyak tempat. Lantaran itu, perlu berhati-hati mencari rumah dan tetangga.

Saking bahayanya tetanga yang buruk, Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- pernah berlindung kepada Allah dari tetangga yang buruk dalam sebagian doanya. Beliau pernah berdoa,

Ya Allah, sungguh aku berlindung kepada-Mu dari tetangga yang buruk di negeri kediaman. Karena, tetangga dunia berpindah. [HR. Al-Bukhoriy dalam Al-Adab Al-Mufrod (no. 117) dan Ibnu Hibban dalam Shohih-nya (no. 2056). Hadits ini di-hasan-kan oleh Al-Albaniy Shohih Al-Adab (no. 86)]Tetangga yang buruk bukan hanya mempengaruhi diri kita, bahkan akan merusak anak-anak dan keluarga kita. Itulah sebabnya Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- pernah memerintahkan kaum muslimin agar berlindung dari tetangga yang buruk. [Lihat Shohih Al-Jami Ash-Shoghir (no. 2967)][1] Ucapan dan perbuatannya membahagiakan suami. Suaranya tak pernah lantang di depan suami dan tak pernah marah di depannya. Jika ia marah, maka ia segera memohon keridhoan dan maaf dari suaminya. Semua itu menunjukkan tentang sayang dan cintanya kepada suami. Tak heran jika dalam sebagian riwayat, Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- memerintahkan para calon suami agar memilih wanita yang penyayang dan peranak.[2] Tulisan ini rampung pada tanggal 26 Syaban 1434 H di rumah kami, Gowa. Semoga Allah memberkahinya dan penghuninya.

-

Dari Al-Abbas bin Abdil Mutallib ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, "akan merasakan indahnya iman, orang yang ridha Allah sebagai Rabnya, Islam sebagai agamanya dan Nabi Muhammad SAW sebagai rasul utasan Allah SWT. (HR. Muslim, Turmudzi dan Ahmad)

Hadits yang singkat ini memiliki makna yang sangat mendalam tentang hakekat kehidupan, khususnya tentang rahasia kebahagiaan hidup, yaitu sebagai berikut :1. Bahwa dalam kehidupan ini terdapat banyak orang yang tidak bisa merasakan kebahagiaan, kendatipun hidupnya dipenuhi dengan segala kesenangan dunia, seperti harta kekayaan yang melimpah, jabatan yang tinggi atau memiliki polularitas. Hal ini adalah karena adanya perbedaan yang sangat substansial, antara kebahagiaan dengan kesenangan. Kebahagiaan adalah sesuatu yang relatif tidak terlalu disenangi banyak orang untuk dilakukan, cenderung tidak menyenangkan, namun sesungguhnya memiliki dampak jangka panjang yang sangat menguntungkan bahkan akan membahagiakan. Seperti giat beribadah, shalat malam, puasa senin kamis, menabung, menjaga nilai kejujuran, kerjasama, dsb. Sedangkan kesenangan adalah sesuatu yang relatif disenangi oleh banyak orang untuk dilakukan, menyenangkan, namun memiliki dampak yang relatif negatif bagi kehidupan, bahkan cenderung menjerumuskan lalu menyengsarakan kehidupannya. Seperti tabdzir (boros), bermalas-malasan sambil menonton film, merokok, selingkuh, korupsi, dsb. Singkatnya, kesenangan cenderung bersifat jangka pendek, sedangkan kebahagiaan lebih bersifat jangka panjang. Dan kehidupan dunia, merupakan kehdiupan yang cenderung berisi dengan kesenangan-kesenagan jangkpa pendek. Oleh karena itulah kita Allah SWT mengategorikan bahwa kehidupan dunia adalah kesenangan yang melalaikan (QS. Al-Hadid/ 57 : 20)

Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.

2. Orang yang terlena dengan kehidupan dunia dan lupa akan tujuan hidupnya, maka ia tidak akan pernah mendapatkan kebahagiaan. Sebagaimana dijelaskan dialam ayat di atas, bahwa kehidupan dunia adalah kesenangan yang menipu. Sebaliknya, orang yang berbahagia adalah orang yang tidak mau tertipu dengan kesenangan dunia, ia tetap mengambilnya, namun ja jadikan sebagai sarana menggapai kebahagiaan sejati. Kendatipun demikian, tidak berarti bahwa orang yang mendapatkan kebahagiaan, "tidak boleh" mengejar kehidupan dunia.

3. Salah satu penyebab manusia tidak mendapatkan kebahagiaan adalah karena adanya pandangan bahwa kebahagiaan identik dengan kepemilikan harta dan jabatan. Seolah tanpa harta dan jabatan, orang tidak akan bahagia. Contohnya adalah orang yang tidak memiliki mobil, rumah atau yang lainnya dan sangat berobsesi untuk memiliki itu semua. Ia merasa bahwa apabila telah memiliki itu semua, ia akan bahagia. Padahal, belum tentu dengan memiliki hal tersebut hidupnya akan bahagia. Bahkan bisa jadi, ia semakin susah karena harus mengeluarkan biaya perawatan yang jauh lebih mahal.

4. Kunci kebahagiaan sebagaimana dijelaskan dalam hadits di atas adalah "keridhaan". Ridha adalah krelaan, keikhlasan, menerima dengan sepenuh hati atas apapun yang Allah berikan kepadanya. Orang yang ridha, pasti bahagia. Al-kisah, ada seorang lelaki tua yang bertani dan kehidupannya sangat sederhana. Ia hanya memiliki satu rumah terbuat dari gubug kayu, memiliki seorang istri, dua orang anak dan satu buah sepeda tua. Suatu ketika, ia pergi besama anak dan istrinya naik sepeda ke sebuah taman. Sesampainya di taman tersebut, ia bermain bola bersama mereka. Ia tertawa riang bersama keluarganya. Tidak lama kemudian datanglah seorang laki-laki bermobil mewah menghampirinya, lalu ia berkata, "Saya perhatikan dari tadi Bapak kelihatannya bahagia sekali, kalau boleh saya tahu, apa pekerjaan Bapak ya?" Bapak tua menjawab, saya hanya seorang petani kangkung yang setiap hari membawa hasil pertanian saya ke pasar lalu saya menjualnya di pasar. Setelah terjual, hasilnya saya gunakan untuk memberikan nafkah kepada keluarga saya." Lelaki bermobil mewah bertanya kembali, seberapa banyak kangkung yang Bapak jual setiap hari? Ia menjawab, "Tergantung hasilnya Pak, tapi rata-rata antara 20 sampai 30 ikat. Dan satu ikatnya saya jual Rp 500,-" Lelaki tersebut kemudian bertanya, "Tidakkah bapak meminta pembiayaan dari Bank saja?" "Untuk apa?" jawab lelaki tua. "Supaya bapak bisa menambah modal pertanian bapak." "Lalu untuk apa,?" tanyanya lagi. Lelaki tersebut menjawab, "Supaya Bapak bisa menanam lebih banyak kangkung, dan bisa menjual lebih banyak ke pasar." Lalu untuk apa? tanya Bapak tua lagi. "Kalau bapak menjual banyak, tentu bapak akan mendapatkan uang lebih banyak." Jawab lelaki bermobil mewah tersebut. "Lalu untuk apa?" jawab Bapak tua lagi. "Kalau bapak membawa uang lebih banyak, kehidupan bapak akan menjadi bahagia." Kata lelaki tersebut. Kemudian Bapak tua dengan tenaang menjawab, dengan jawaban yang tidak akan pernah dilupakan lalaki tersebut. Katanya "Saya rasa saya tidak memerlukan hal itu.,Pak. Karena jika yang dituju adalah kebahagiaan, maka alhamdulillah hidup saya sudah bahagia."

5. Hadits di atas menjelaskan, bahwa kunci kebagiaan (yang dibahasakan dalam hadits dengan istilah "merasakan manisnya iman") adalah ridha dengan sepenuh hati terhadap tiga hal : Pertama : ridha terhadap Allah SWT sebagai Rabnya, Kedua, ridha bahwa Islam sebagai agamanya dan Ketiga ridha Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul utusan Allah SWT.

6. Ridha Allah sebagai Rabnya, adalah bahwa ia ridha Allah menjadi seorang hamba Allah, atas segala apapun yang Allah berikan kepadanya. Ia ridha terhadap itu semua dan tidak "menduakan" Allah dengan sesuatu apapun juga. Karena ia sangat yakin, bahwa apapun yang Allah berikan kepadanya adalah anugerah terbaik bagi kehidupannya. Dengan pemahaman seperti ini, ia akan menerima apapun yang terjadi dengan lapang dada dan sepenuh hati.

7. Rahasia kedua adalah ridaha Islam sebagai agamanya, maksudnya ia ridha agama Islam adalah satu-satunya agama yang dijalankan untuk mengatur kehidupannya dalam segala aspeknya ; sosial, politik, ekonomi, budaya, dsb. Inilah yang dimaksudkan dengan firman Allah SWT " Wahaiorang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam agama Islam secara kaffah. Dan janganlahkalian mengikuti langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya syaitan itu merupakan musuh yang nyata bagi kalian." (QS. Al-Baqarah/ 2 : 208) Ia yakin, bahwa sistem Islam merupakan sistem yang mampu membawa kebahagiaan hakiki bagi manusia untuk kehidupannya baik di dunia maupun di akhirat, baik dalam skala individu maupun dalam skala sosial yang lebih luas. Serta tidak ada satu ajaran agama manapun yang mampu unutk mewujudkan hal tersebut, selain agama Islam.

8. Rahasia kebahagiaan ketiga adalah ridha nabi Muhammad SAW sebagai nabi dan utusan Allah. Artinya ia ridha, nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah yang diutus kepada seluruh umat manusia, dan mengantarkan mereka dari kehidupan yang gelap gulita menuju pada kehidupan yang penuh dengan kecemerlangan. Ia ridha dengan segala ajaran dan nilai-nilai yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW (sunnah), baik sunnah dalam kehidupan pribadi, sosial kemasyarakatan, maupun dalam kehidupan yang lebih luas ; berbangsa dan bernegara bahkan dalam cakupan internasional.

9. Itulah kunci kebahagiaan hidup; kata kuncinya adalah ridha. Dan cakupan dari ridha itu merambah pada tiga aspek besar ; Ridha Allah sebagai Rabnya, Ridha Islam sebagai agamanya dan Ridha Nabi Muhammad sebagai Nabi utusan Allah SWT kepada seluruh umat manusia. Sudahkah anda bahagia? Jika belum, mulailah dari sekarang untuk "ridha". Insya Allah mulai hari ini juga hidup anda akan bahagia, selama-lamanya...

MEMBUAT ORANG LAIN BAHAGIACoba bayangkan jika kita bisamengangkat kesulitan orang yang kesusahan mengenyangkan yang lapar melepaskan orang yang terlilit utang membuat orang lain bahagia,keutamaannya, itu lebih baik dari melakukan ibadah itikaf di Masjid Nabawi sebulan penuh.Sungguh ini adalah amalan yang mulia.Keutamaan orang yang beri kebahagiaan pada orang lain dan mengangkat kesulitan dari orang lain disebutkan dalam hadits Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Allah senantiasa menolong hamba selama ia menolong saudaranya. (HR. Muslim no. 2699).Dari Ibnu Umar, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Siapa yang biasa membantu hajat saudaranya, maka Allah akan senantiasa menolongnya dalam hajatnya. (HR. Bukhari no. 6951 dan Muslim no. 2580).Dari Ibnu Umar, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, , , , , , Manusia yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling memberikan manfaat bagi manusia. Adapun amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah membuat muslim yang lain bahagia, mengangkat kesusahan dari orang lain, membayarkan utangnya atau menghilangkan rasa laparnya. Sungguh aku berjalan bersama saudaraku yang muslim untuk sebuah keperluan lebih aku cintai daripada beritikaf di masjid ini -masjid Nabawi- selama sebulan penuh. (HR. Thabrani di dalam Al Mujam Al Kabir no. 13280, 12: 453. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan sebagaimana disebutkan dalam Shahih Al Jaami no. 176).

Lihatlah saudaraku, bagaimana sampai membahagiakan orang lain dan melepaskan kesulitan mereka lebih baik dari itikaf di Masjid Nabawi sebulan lamanya. Al Hasan Al Bashri pernah mengutus sebagian muridnya untuk membantu orang lain yang sedang dalam kesulitan. Beliau mengatakan pada murid-muridnya tersebut, Hampirilah Tsabit Al Banani, bawa dia bersama kalian. Ketika Tsabit didatangi, ia berkata, Maaf, aku sedang itikaf. Murid-muridnya lantas kembali mendatangi Al Hasan Al Bashri, lantas mereka mengabarinya. Kemudian Al Hasan Al Bashri mengatakan, Wahai Amasy, tahukah engkau bahwa bila engkau berjalan menolong saudaramu yang butuh pertolongan itu lebih baik daripada haji setelah haji?Lalu mereka pun kembali pada Tsabit dan berkata seperti itu. Tsabit pun meninggalkan itikaf dan mengikuti murid-murid Al Hasan Al Bashri untuk memberikan pertolongan pada orang lain.Rajinlah membuat orang lain bahagia dan bantulah kesusahan mereka.Hanya Allah yang memberi taufik.

B. KESENGSARAANManusia memang tidak akan pernah lepas dari apa yang disebut sosial. Karena memang manusia itu merupakan makhluk sosial, makhluk yang memerlukan orang lain, berkomunikasi dengan sesama, bertukar pikiran, tolong-menolong dan lain sebagainya. Dalam pandangan Islam seseorang tidak akan dikatakan sempurna imannya sampai ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri. Kendatipun pandangan Islam sudah demikian benar, namun kenyataannya masih banyak orang yang apatis, kurang peka terhadap permasalahan sosial sekarang ini sehingga tatanan sosial menjadi kurang seimbang yang akhirnya terjadilah banyak kekacauan seperti pencurian, perampokan, pembunuhan, jual beli manusia dan lain sebagainya yang mungkin saja hal ini terjadi yang disebabkan salah satunya karena faktor para agniya kurang peduli terhadap permasalahan sosial ataupun pihak pemerintah belum mampu mengentaskan permasalahan pengangguran, juga bisa jadi karena orang yang miskin pun kurang memiliki mental yang positif apalagi saat ini dunia sedang terhegemoni oleh pemikiran barat yang sekular dan liberal. Sangat ironis memang jika sifat apatis terhadap sosial itu dimiliki oleh orang Islam. Nah, pada kesempatan kali ini penulis akan membahas mengenai kepedulian sosial dalam presfektif hadits Rasulullah Saw. yang akan dibahas di bawah ini :

Teks dan Terjemah Hadits

: . ( )

Dari Abu Hurairoh berkata, Rasulullah SAW. Bersabda, barang siapa melepaskan dari seorang muslim satu kesusahan dari kesusahan-kesusahan di dunia, niscaya Allah melepaskan dia dari kesusahan-kesusahan hari kiamat. Dan barang siapa member kelonggaran kepada orang yang susah, niscaya Allah akan member kelonggaran baginya di dunia dan akhirat; dan barang siapa menutupi aib seorang muslim, niscaya Allah menutupi aib diadi dunia dan di akhirat. Dan Allah selamanya menolong hamba-Nya, selama hambanya menolong saudaranya. (H.R.Muslim)

Penjelasan Hadits: Hadits di atas mengajarkan kepada kita untuk selalu memperhatikan sesame muslim dan memberikan pertolongan jika seseorang mendapatkan kesulitan.

1. Melepaskan berbagai kesusahan orang mukminMelepaskan kesusahan orang lain sangat luas maknanya, bergantung pada kesusahaan yang diderita oleh saudarnya seiman tersebut. Jika saudaranya termasuk orang miskin, sedangkan ia termasuk orang berkecukupan atau kaya, ia harus berusaha menolongnya dengan cara memberikan pekerjaan atau memberikan bantuan sesuai kemampuannya; jika saudaranya sakit, ia berusaha menolongnya, antara lain dengan membantu memanggilkan dokter atau memberikan bantuan uang alakadarnya guna meringankankan biaya pengobatannya; jika saudaranya dililit utang, ia berusaha untuk mencarikan jalan keluar, baik dengan memberikan bantuan agar utangnya cepat dilunasi, maupun sekedar memberikan arahan-arahan yang akan membantu saudaranya dalam mengatasi utangnya tersebut dan lain-lain.Orang muslim yang membantu meringankan atau melonggarkan kesusahan saudaranya seiman berarti telah menolong hamba Allah SWT yang sangat disukai oleh-Nya dan Allah SWT pun akan memberikan pertolongannya serta menyelamatkannya dari berbagai kesusahan, baik di dunia maupun di akhirat. Sebagaiman firmannya: Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. [QS. Muhammad : 7]

Begitupula orang yang membantu kaum muslimin agar terlepas dari berbagai cobaan dan bahaya, ia akan mendapat pahala yang lebih besar dari Allah SWT DAN Allah pun akan melepaskannya dari berbagai kesusahan yang akan dihadapinya, baik di dunia maupun di akhirat kelak, pada hari ketika harta benda, anak, maupun benda-benda yang selama ini dibanggakan di dunia tidak lagi bermanfaat.pada waktu itu hanya pertolongan Allah saja yang akan menyelamatkan manusia. Berbahagialah bagi mereka yang bersedia untuk melepaskan penderitaan sesame orang mukmin karena pada hari kiamat nanti, Allah akan menyelamatkannya.

2. Melonggarkan kesusahan orang lain Adakalanya suatu masalah sangat sulit untuk diatasi atau hanya dapat diselesaikan oleh yang bersangkutan. Terhadap masalah seperti itu, seorang mukmin ikut melonggarkannya atau memberikan pandangan dan jalan keluar, meskipun ia sendiri tidak terlibat secara langsung. Bahkan, dengan hanya mendengarkan keluhannya saja sudah cukup untuk mengurangi beban yang dihadapi olehnya. Dengan demikian, melonggarkan kesusahann orang lain haruslah sesuai dengan kemampuan saja, dan bergantung kepada kesusahan apa yang sedang dialami oleh saudaranya seiman tersebut. Jika mampu meringankan kesusahannya dengan memberikan materi, berilah materi kepadanya. Dengan demikian, kesusahannya dapat berkurang, bahkan dapat teratasi. Namun jika tidak memiliki materi, berilah saran atau jalan keluar agar masalah yang dihadapinya cepat selesai. Bahkan jika tidak mempunyai idea tau saran, doakanlah agar kesusahannya dapat segera diatasi dengan pertolongan Allah SWT. Termasuk doa paling baik jika mendoakan orang lain dan orang yang didoakan tidak mengetahuinya.

3. Menutupi aib seorang mukmin serta menjaga orang lain dari berbuat dosaOrang mukmin pun harus berusaha menutupi aib saudaranya. Apalagi jika ia tahu bahwa orang yang bersangkutan tidak akan senang kalau aaib atau rahasianya diketahui oleh orang lain. Namun demikian, jika aib tersebut berhubungan dengfan kejahatan yang dilakukannya, ia tidak boleh menutupinya. Jika hal itu dilakukan, berarti ia telah menolong orang lain dalam hal kejahatan sehingga orang tersebut terhindar dari hukuman. Perbuatan seperti itu sangat dicela dan tidak dibenarkan dalam Islam. Sabda Nabi Muhammad SAW Barangsiapa yang menutupi aib seorang muslim maksudnya menutupi aib orang yang baik, bukan orang-orang yang telah dikenal suka berbuat kerusakan. Hal ini berlaku dalam kaitannya dengan dosa yang telah terjadi dan telah berlalu. Namun apabila kita melihat suatu kemaksiatan dan sesorang sedang mengerjakannya maka wajib bersegera untuk mencegahnya dan menahannya. Jika dia tidak mampu, boleh baginya melaporkannya kepada penguasa jika tidak dikhawatirkan muncul mafsadah (yang lebih besar). Terhadap orang yang telah terang-terangan melakukan maksiat tidaklah perlu ditutup-tutupi karena menutup-nutupinya menyebabkan ia melakukan kerusakan dan bebas menganggu serta melanggar hal-hal yang ham dan akhirnya dapat menarik orang lain untuk melakukan sebagaimana yang ia lakukan. Bahkan hendaknya ia melaporkannya kepada penguasa jika tidak dikhawatirkan timbulnya mafsadah.

4. Allah SWT senantiasa akan menolong hamba-Nya, selagi hamba itu menolong saudaranya.

Jika ditelaah secara seksama, pertolongan yang diberikan seorang mukmin kepada saudaranya, pada hakikatnya adalah menolong dirinya sendiri. Hal ini karena Allah pun akan menolongnya, baik di dunia maupun di akhiratselama hamba-Nya mau menolong saudaranya. Dengan kata lain, ia telah menyelamatkan dirinya sendiri dari berbagai kesusahan dunia dan akhirat. Maka orang yang suka menolong orang lain, misalnya dengan memberikan bantuan materi, hendaknya tidak merasa khawatir bahwa ia akan jatuh miskin atau ditimpa kesusahan. Sebaliknya, dia harus berpikir bahwa segala sesuatu yang ia miliki adalah miliki Allah SWT. Jika Dia bermaksud mengambilnya maka harta itu habis. Begitu juga jika Allah bermaksud menambahnya, maka seketika akan bertambah banyak. Mereka yang suka menolong orang lain dijanjikan akan mendapat penggantinya sesuai perbuatannya, baik di dunia maupun di akhirat. Tentu saja dalam memberikan pertolongan kepada orang lain jangan berlebihan.Sebenarnya inti dari Hadits di atas adalah agar umat Islam memiliki kepedulian dan kepekaan social atas saudara-saudaranya seiman. Dalam Islam berlaku egois atau hanya mementingkan diri sendiri tidak dibenarkan. Beberapa syariat Islam seperti zakat fitrah, antara lain dimaksudkan untuk memupuk jiwa kepedulian terhadap sesame mukmin yang berada dalam kemiskinan. Sebagaimana dinyatakan dalam Hadits:

Artinya : Rasulullah saw mewajibkan zakat fitrah sebagai pembersih untuk orang yang shaum dari ucapan dan perbuatan yang tidak baik dan sebagai jamuan bagi orang miskin. (H.R. Abu Dawud)

Orang yang memiliki kedudukan atau harta yang melebihi orang lain, hendahknya tidak menjadikannya sombong atau tinggi hati serta tidak mau menolong orang yang sangat membutuhkan pertolongannya. Pada hakikatnya, Allah SWT menjadikan adanya perbedaan seseorang dengan yang lainnya adalah untuk saling melengkapi, saling membantu, dan saling menolong satu sama lain. Sebagaimana ditegaskan dalam firmannya :

Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.

Alawi Abbas al-Maliki dan Hasan Sulaiman al-Nuri dalam kitabnya Ibanatul Ahkam Syarh Bulughul Maram menjelaskan yang terjemahannya :

Makna HaditsPahala yang bakal diterima oleh seseorang di akhirat kelak merupakan ganjaran di atas segala apa yang dilakukannya semasa hidup di dunia, bahkan dia bakal memperoleh ganjaran yang lebih besar daripada apa yang diamalkan ketika di dunia. Apatah lagi jika perbuatan di dunia adalah meringankan kesusahan saudaranya sesama muslim dan merahsiakan aibnya. Hadis ini mengajarkan kita bahawa barangsiapa ingin Allah (s.w.t) sentiasa menolong dan memberinya taufik, maka hendaklah orang itu sentiasa membantu saudaranya sesama muslim.

Fiqih Hadits

1. Orang yang melapangkan kesusahan saudaranya sesama muslim memperoleh ganjaran pahala di sisi Allah seperti seseorang yang member pinjaman hutang lalu memberi hutang yang sudah tidak mampu lagi dibayarnya itu.2. Orang yang meringankan kesulitan orang lain mendapat ganjaran pahala di sisi Allah.

3. Orang yang menutup aib saudaranya sesama muslim mendapat ganjaran pahala di sisi Allah. Namun ada sebahagian aib yang tidak boleh ditutupi seperti jika bahaya daripada aib itu boleh menjangkiti orang lain. Contohnya, ada seorang lelaki peminum arak lalu mengajak anaknya turut minum arak, maka perkara ini wajib dlaporkan kepada hakim dan tidak boleh ditutupi.

4. Allah (s.w.t) menolongi hamba-Nya selama hamba itu mahu bersedia menolong saudaranya.

Hadits Yang Berhubungan1. Memberi Lebih Baik Daripada Memintaa. Teks dan Terjemah Hadits

: ( : 24 : 18

Ibnu Umar ra. Berkata, Ketika Nabi saw. Berkhotbah di atas mimbar dan menyebut sedekah dan minta-minta, beliau bersabda, Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah, tangan yang di atas memberi dan tangan yang di bawah menerima.

b. Penjelasan HaditsIslam sangat mencela orang yang mampu untuk berusaha dan memiliki badan sehat, tetapi tidak mau berusaha, melainkan hanya menggantungkan hidupnya pada orang lain. Misalnya, dengan cara meminta-minta. Keadaan seperti itu sangat tidak sesuai dengan sifat umat Islam yang mulia dan memiliki kekuatan, sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya: Kekuatan itu bagi Allah, bagi rasul-Nya dan bgai orang-orang yang beriman (QS. Al-Munafiqun:8)

Dengan demikian, seorang peminta-peminta, yang sebenarnya mampu mencari kasab dengan tangannya, selain telah merendahkan dirinya, ia pun secara tidak langsung telah merendahkan ajaran agamanya yang melarang perbuatan tersebut. Bahkan ia dikategorikan sebaga kufur nikmat karena tidak menggunakan tangan dan anggota badannya untuk berusaha mencari rezeki sebagaimana diperintahkan syara. Padahal Allah pasti memberikan rezeki kepada setiap makhluk-Nya yang berusaha. Allah swt berfirman:

Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh). (QS. Hud:6)

Dalam hadits dinyatakan dengan tegas bahwa tangan orang yang di atas (pemberi sedekah) lebih baik daripada tangan yang di bawah (yang diberi). Dengan kata lain, derajat orang yang pemberi lebih tinggi daripada derajat peminta-minta. Maka seyogyanya bagi setiap umat Islam yang memiliki kekuatan untuk mencari rezeki, berusaha untuk bekerja apa saja yang penting halal.

Bagi orang yang selalu membantu orang lain, di samping akan mendapatkan pahala kelak di akherat, Allah jug akan mencukupkan rezekinya di dunia. Dengan demikian, pada hakekatnya dia telah memberikan rezekinya untuk kebahagiaan dirinya dan keluarganya. Karena Allah swt. Akan memberikan balasan yang berlipat dari bantuan yang ia berikan kepada orang lain. Orang yang tidak meminta-minta dan menggantungkan hidup kepada orang lain, meskipun hidupnya serba kekurangan, lebih terhormat dalam pandangan Allah swt. dan Allah akan memuliakannya akan mencukupinya. Orang Islam harus berusaha memanfaatkan karunia yang diberikan oleh Allah swt, yang berupa kekuatan dan kemampuan dirinya untuk mencukupi hidupnya disertai doa kepada Allah swt.

Adanya kewajiban berusaha bagi manusia, tidak berarti bahwa Allah swt. tidak berkuasa untuk mendatangkan rezeki begitu saja kepada manusia, tetapi dimaksudkan agar manusia menghargai dirinya sendiri dan usahanya, sekaligus agar tidak berlaku semena-mena atau melampaui batas, sebagaimana dinyatakan oleh Syaqiq Ibrahim dalam menafsirkan ayat:

Dan jikalau Allah melapangkan rezki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya dia Maha mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat (QS. Asy-Syura:27).

Menurutnya, seandainya Allah swt., memberi rezeki kepada manusia yang tidak mau berusaha, pasti manusia semakin rusak dan memiliki banyak peluang untuk berbuat kejahatan. Akan tetapi, Dia Mahabijaksana dan memerintahkan manusia untuk berusaha agar manusia tidak banyak berbuat kerusakan.

2. Larangan Hidup Individualistisa. Teks dan Terjemah Hadits

: . (

Anas ra. berkata, bahwa Nabi saw. bersabda, Tidaklah termasuk beriman seseorang di antara kami sehingga mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. (H.R. Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Nasai)

b. Penjelasan Hadits Sikap individualistis adalah sikap mementingkan diri sendiri, tidak memiliki kepekaan terhadap apa yang dirasakan oleh orang lain. Menurut agama, sebagaimana di sampaikan dalam hadits di atas adalah termasuk golongan orang-orang yang tidak (smpurna) keimanannyanya. Seorang mukmin yang ingin mendapat ridla Allah swt. Harus berusaha untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang diridai-Nya. Salah satunya adalah mencintai sesama saudaranya seiman seperti ia mencintai dirinya, sebagaimana dinyatakan dalam hadits di atas.Namun demikian, hadits di atas tidak dapat diartikan bahwa seorang mukmin yang tidak mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri berarti tidak beriman. Maksud pernyataan pada hadits di atas, tidak sempurna keimanan seseorang jika tidak mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri. Jadi, haraf nafi pada hadits tersebut berhubungan dengan ketidaksempurnaan. Hadits di atas juga menggambarkan bahwa Islam sangat menghargai persaudaraan dalam arti sebenarnya. Persaudaraan yang datang dari hati nurani, yang dasarnya keimanan dan bukan hal-hal lain, sehingga betul-betul merupakan persaudaraan murni dan suci. Persaudaraan yang akan abadi seabadi imannya kepada Allah swt. Dengan kata lain, persaudaraan yang didasarkan Illah, sebagaimana diterangkan dalam banyak hadits tentang keutamaan orang yang saling mencintai karena Allah swt., di antaranya:

: : : ( Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw. bersabda, pada hari kiamat allah swt. akan berfirman, di manakah orang yang saling terkasih sayang karena kebesaran-Ku, kini aku naungi di bawah naungan-Ku, pada saat tiada naungan, kecuali naungan-Ku.

Sifat persaudaraan kaum mukmin yatiu mereka yang saling menyayangi, mengasihi dan saling membantu. Demikian akrab, rukun dan serempak sehingga merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan satu sama lain. Dalam hal satu kesatuan ini, Nabi saw. mengibaratkan dalam berbagai hal, di antaranya dengan tubuh, bangunan dan lainnya. Jika salah satu ada yang menghadapi kesulitan, maka yang lainpun harus belasungkawa dan turut menghadapinya. Begitupun sebaliknya.

Orang yang mencintai saudaranya karena Allah akan memandang bahwa dirinya merupakan aslah satu anggota masyarakat, yang harus membangun suatu tatanan untuk kebahagiaan bersama. Apapun yang dirasakan oleh saudaranya, baik kebahagiaan maupun kesengsaraan, ia anggap sebagai kebahagiaan dan kesengsaraannya juga. Dengan demikian, terjadi keharmonisan hubungan antarindividu yang akan memperkokoh persatuan dan kesatuan. Dalam hadits lain Rasulullah saw. menyatakan:

: . ( Diriwayatkan dari Abi Musa ra. di berkata, "Rasulullah saw. pernah bersabda, 'Orang mukmin yang satu dengan yang lain bagai satu bangunan yang bagian-bagiannya saling mengokohkan. (HR. Bukhari)

Masyarakat seperti itu, telah dicontohkan pada zaman Rasulullah saw. Kaum Anshar dengan tulus ikhlas menolong dan merasakan penderitaan yang dialami oleh kaum Muhajirin sebagai penderitaannya. Perasaan seperti itu bukan didasarkan keterkaitan daerah atau keluarga, tetapi didasarkan pada keimanan yang teguh. Tak heran kalau mereka rela memberikan apa saja yang dimilikinya untuk menolong saudaranya dari kaum Muhajirin, bahkan ada yang menawarkan salah satu istrinya untuk dinikahkan kepada saudaranya dari Muhajirin.

Persaudaraan seperti itu sungguh mencerminkan betapa kokoh dan kuatnya keimanan seseorang. Ia selalu siap menolong saudaranya seiman tanpa diminta, bahkan tidak jarang mengorbankan kepentingannya sendiri demi menolong saudaranya. Perbuatan baik seperti itulah yang akan mendapat pahala besar di sisi Allah swt., yakni memberikan sesuatu yang sangat dicintainya kepada saudaranya, tanpa membedakan antara saudaranya seiman dengan dirinya sendiri. Allah swt. berfirman:

Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.(QS. Ali-Imran : 92)

Sebaliknya, orang-orang mukmin yang egois, yang hanya mementingkan kebahagiaan dirinya sendiri, pada hakikatnya tidak memiliki keimanan yang sesungguhnya. Hal ini karena perbuatan seperti itu merupakan perbuatan orang kufur dan tidak disukai Allah swt. Tidaklah cukup dipandang mukmin yang taat sekalipun khusyuk dalam shalat atau melaksanakan semua rukun Islam, bila ia tidak peduli terhadap nasib saudaranya seiman. Namun demikian, dalam mencintai seorang mukmin, sebagaimana dikatakan di atas, harus didasari lillah. Oleh karena itu, harus tetap memperhatikan rambu-rambu syara. Tidak benar, dengan alasan mencintai saudaranya seiman sehingga ia mau menolong saudaranya tersebut dalam berlaku maksiat dan dosa kepada Allah swt. Sebaiknya, dalam mencintai sesama muslim, harus mengutamakan saudara-saudara seiman yang betul-betul taat kepada Allah swt. Rasulullah saw. memberikan contoh siapa saja yang harus terlebih dahulu dicintai, yakni mereka yang berilmu, orang-orang terkemuka, orang-orang yang suka berbuat kebaikan, dan lain-lain sebagaimana diceritakan dalam hadits.

: : .

Abdullah bin Masud ra., ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: hendaknya mendekat kepadaku orang-orang dewasa dan yang pandai , ahli-ahli pikir. Kemudian berikutnya lagi. Awaslah! Janganlah berdesak-desakan seperti orang-orang pasar. (HR. Muslim)

Hal itu tidak berarti diskriminatif karena Islam pun memerintahkan umatnya untuk mendekati orang-orang yang suka berbuat maksiat dan memberikan nasihat kepada mereka atau melaksanakan amar maruf dan nahi munkar.

3. Membuang Duri di Jalana. Teks dan Terjemah Hadits

: . ( ) ( " " " 77-78

Dari Abi Hurairah ra., dari Nabi saw. Beliau bersabda, Iman itu tujuh puluh cabang lebih atau enam puluh cabang lebih; yang paling utama adalah ucapan l ilha illallhu dan yang paling rendah adalah menyingkirkan rintangan (kotoran) dari tengah jalan, sedangkan rasa malu itu (juga) salah satu cabang dari iman.

b. Penjelasan Hadits Dalam hadits di atas, dijelaskan bahwa cabang yang paling utama adalah tauhid, yang wajib bagi setiap orang, yang mana tidak satu pun cabang iman itu menjadi sah kecuali sesudah sahnya tauhid tersebut. Adapun cabang iman yang paling rendah adalah menghilangkan sesuatu yang mengganggu kaum muslimin, di antaranya dengan menyingkirkan duri atau batu dari jalan mereka. Hadits di atas menunjukkan bahwa dalam Islam, sekecil apapun perbuatan baik akan mendapat balasan dan memiliki kedudukan sebagai salah satu pendukung akan kesempurnaan keimanan seseorang. Duri dalam konotasi secara sekilas menunjukkan pada sebuah benda yang hina. Akan tetapi, jika dipahami lebih luas, yang dimaksud dengan duri di sini adalah segala sesuatu yang dapat membahayakan pejalan kaki, baik besar maupun kecil. Hal ini semacam ini mendapat perhatian serius dari Nabi saw. sehingga dikategorikan sebagai salah satu cabang daripada iman, karena sikap semacam ini mengandung nilai kepedulian sosial, sedang dalam Islam ibadah itu tidak hanya terbatas kepada ibadah ritual saja, bahkan setiap ibadah ritual, pasti di dalamnya mengandung nilai-nilai sosial. Di samping hal tersebut di atas, menghilangkan duri dari jalan mengandung pengertian bahwa setiap muslim hendangkan jangan mencari kemudlaratan, membuat atau membiarkan kemudlaratan. Hal ini sesuai dengan sabda Rasul saw. yang dijadikan sebuah kaidah dalam Ushul Fiqh:

Janganlah mencari kemudlaratan dan jangan pula membuat kemudlaratan.

Membiarkan duri di jalan atau sejenisnya berarti membiarkan kemudlaratan atau membuat kemudlaratan baru, jika adanya duri tersebut awalnya sengaja disimpan oleh orang lain. Dalam hadits lain diriwayatkan :

: ( - - )

Dari Anas bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Demi Tuha yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang hamba (dikatakan) beriman sehingga ia mencintai tetangganya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri." Muttafaq Alaihi.

: ( , )

Dari Abu Dzar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Janganlah engkau memandang rendah bentuk apapun dari kebaikan, walaupun engkau hanya bertemu dengan saudaramu dengan muka manis." Riwayat Muslim.

: ( , , )

Dari Abu Dzar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila engkau memasak kuah, perbanyaklah airnya dan perhatikanlah tetanggamu." Riwayat Muslim.

BAB IIIPENUTUP

A. SimpulanSudah jelas hadits di atas mengajarkan kepada kita bahwa seorang muslim itu harus saling tolong-menolong dalam kebenaran dan kesabaran, selain itu hadits ini juga mengajarkan kepada kita agar peka terhadap problematika sosial yang muncul di hadapan kita sehingga jika kita meringankan beban orang lain maka pada hakikatnya kita telah meringankan beban kita sendiri guna mencapai kebahagiaan dunia dan akherat seperti yang dijelaskan hadits di atas. Oleh karena itu sudah terbukti jelas bahwa Al-Quran dan Sunnah akan tetap sesuai dan relevan dengan perubahan zaman tanpa harus dirombak, direvisi, diamandemen dll. Seperti tindakan para Jaringan Iblis Liberal yang terus menerus menyuntikan paham liberalnya ketengah-tengah umat Islam. Mudah-mudahan Allah memperkuat Islamic Worldview kita dalam menghadapi arus pemikiran liberal tersebut, dan mudah-mudahan para Jaringan Iblis Liberal itu bertaubat.

B. Daftar PustakaImam an-Nawawi. Riyadlush ash-Shalihin, Syarah Shahih Muslim. Beirut:Dar al-FikrAsh-Shonani. t.t, Subulus Salaam, Syarah Bulughul Maraam Min Adillatil Ahkaam.Beirut:Dar al-FikrHassan, Ahmad. 1972. Tarjamah Bulughul Maraam. Bandung: CV. Diponegoro.Syafei, Rahmat. 2000. Al-Hadis Aqidah, Akhlaq, Sosial dan Hukum. Bandung : CV. PustakaSetia.Alawi Abbas al-Maliki dan Hasan Sulaiman al-Nuri. 2010. Ibanatul Ahkam Syarh Bulughul Maram Min Adillatil Ahkaam (terjemahan).Kuala Lumpur : Al-Hidayah Publication.