makalah al-qur'an hadits

21
1 BAB I PENDAHULUAN Semua umat Islam telah sepakat dengan bulat bahwa Hadits Rasul adalah sumber dan dasar hukum Islam setelah Al – Qur’an, dan umat Islam diwajibkan mengikuti dan mengamalkan hadits sebagaimana diwajibkan mengikuti dan mengamalkan Al – Qur’an. Al – Qur’an dan hadits merupakan dua sumber hukum pokok syariat Islam yang tetap, dan orang Islam tidak akan mungkin, bisa memahami syariat Islam secara mendalam dan lengkap tanpa kembali kepada kedua sumber Islam tersebut. Seorang mujtahid dan seorang ulama pun tidak diperbolehkan hanya mencukupkan diri dengan mengambil salah satu keduanya. Banyak kita jumpai ayat – ayat Al – Qur’an dan Hadits – hadits yang memberikan pengertian bahwa hadits merupakan sumber hukum islam selain Al – Qur’an yang wajib diikuti, dan diamalkan baik dalam bentuk perintah maupun larangannya.

Upload: m4shur1villigant

Post on 16-Jun-2015

4.651 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Mengenal macam-macam Al-hadits

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Al-Qur'an Hadits

1

BAB I

PENDAHULUAN

Semua umat Islam telah sepakat dengan bulat bahwa Hadits Rasul adalah

sumber dan dasar hukum Islam setelah Al – Qur’an, dan umat Islam diwajibkan

mengikuti dan mengamalkan hadits sebagaimana diwajibkan mengikuti dan

mengamalkan Al – Qur’an.

Al – Qur’an dan hadits merupakan dua sumber hukum pokok syariat Islam

yang tetap, dan orang Islam tidak akan mungkin, bisa memahami syariat Islam secara

mendalam dan lengkap tanpa kembali kepada kedua sumber Islam tersebut. Seorang

mujtahid dan seorang ulama pun tidak diperbolehkan hanya mencukupkan diri

dengan mengambil salah satu keduanya.

Banyak kita jumpai ayat – ayat Al – Qur’an dan Hadits – hadits yang

memberikan pengertian bahwa hadits merupakan sumber hukum islam selain Al –

Qur’an yang wajib diikuti, dan diamalkan baik dalam bentuk perintah maupun

larangannya.

Hadits itu sendiri secara istilah adalah segala peristiwa yang disandarkan kepada Nabi

Muhammad SAW, baik perkataan, perkataan, segala keadaan, atau perilakunya.

1

Page 2: Makalah Al-Qur'an Hadits

2

BAB II

PENGGOLONGAN DAN KLASIFIKASI HADITS

Secara konsepsional bahwa hadits itu dari satu segimdapat dibagi menjadi

dua, yaitu kuantitas dan kualitas. Yang dimaksud segi kuantitasnya adalah

penggolongan hadits ditinjau dari banyaknya rowi yang meriwayatkan hadits.

Sedangkan hadits berdasarkan kualitasnya adalah penggolongan hadits dilihat dari

aspek diterimanya atau ditolaknya.

2.1 Penggolongan Hadits Berdasarkan Banyaknya Rawi

Para sahabat dalam menerima hadits dari Nabi Muhammad SAW. Terkadang

berhadapan langsung dengan sahabat yang jumlahnya sangat banyak karena pada saat

nabi sedang memberikan khutbah di hadapan kaum muslimin, kadang hanya beberapa

sahabat bahkan juga bisa terjadi hanya satu atau dua orang sahabat saja. Demikian itu

terus terjadi dari sahabat ke tabi’in sampai pada generasi yang menghimpun hadits

dalam berbagai kitab. Dan sudah barang tentu informasi yang dibawa oleh banyak

rowi lebih meyakinkan apabila dibandingkan dengan informasi yang dibawa oleh satu

atau dua orang rowi saja. Dari sinilah para ahli hadits membagi hadits menurut

jumlah rowinya 1.

2.1.1. Hadits Mutawatir

Kata mutawatir Menurut lughat ialah mutatabi yang berarti beriring-iringan

atau berturut-turut antara satu dengan yang lain 2. Hadits mutawatir merupakan hadits

yang diriwayatkan oleh banyak orang dalam setiap generasi, sejak generasi shahabat

sampai generasi akhir (penulis kitab), orang banyak tersebut layaknya mustahil untuk

berbohong 3. Tentang seberapa banyak orang yang dimaksud dalam setiap generasi

belum terdapat sebuah ketentuan yang jelas.

1

2

Page 3: Makalah Al-Qur'an Hadits

3

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hadits mutawatir adalah laporan dari

orang-orang yang jumlahnya tidak ditentukan (la yusha ‘adaduhum) yang tidak

mungkin mereka bersepakat untuk berbuat dusta mengingat jumlah mereka yang

besar (‘adalah) dan tempat tinggal mereka yang beragam 4.

Sebagian besar ulama sepakat bahwa hadist mutawatir menimbulkan

konsekuensi hukum dan pengetahuan yang positif (yaqin) dan orang yang

menyangkalnya dianggap berbelit akalnya dan tidak bermoral 5. Ulama telah

menyepakti bahwa hadits ini dapat dijadikan hujjah baik dalam bidang aqidah

maupun dalam bidang syari’ah 6.

Hadits mutawatir memberikan faedah ilmu daruri, yakni keharusan untuk

menerimanya secara bulat sesuatu yang diberitahukan mutawatir karena ia membawa

keyakinan yang qath’i (pasti), dengan seyakin-yakinnya bahwa Nabi Muhammad

SAW benar-benar menyabdakan atau mengerjakan sesuatu seperti yang diriwayatkan

oleh rawi-rawi mutawatir 7.

Dapat dikatakan bahwa penelitian terhadap rawi-rawii hadits mutawatir

tentang keadilan dan kedlabitannya tidak diperlukan lagi, karena kuantitas rawi-

rawinya mencapai ketentuan yang dapat menjamin untuk tidak bersepakat dusta. Oleh

karenanya wajib bagi setiap muslim menerima dan mengamalkan semua hadits

mutawatir. Umat Islam telah sepakat tentang faedah hadits mutawatir seperti tersebut

di atas dan bahkan orang yang mengingkari hasil ilmu daruri dari hadits mutawatir

sama halnya dengan mengingkari hasil ilmu daruri yang berdasarkan musyahailat

(pelibatan pancaindera).

Sebuah hadits dapat digolongkan ke dalam hadits mutawatir apabila

memenuhi beberapa syarat. Adapun persyaratan tersebut antara lain adalah sebagai

berikut 8 :

Page 4: Makalah Al-Qur'an Hadits

4

1. Hadits (khabar) yang diberitakan oleh rawi – rawi tersebut harus berdasarkan

tanggapan (daya tangkap) pancaindera. Artinya bahwa berita yang disampaikan

itu benar – benar merupakan hasil pemikiran semata atau rangkuman dari

peristiwa – peristiwa yang lain dan yang semacamnya, dalam arti tidak

merupakan hasil tanggapan pancaindera (tidak didengar atau dilihat) sendiri oleh

pemberitanya, maka tidak dapat disebut hadits mutawatir walaupun rawi yang

memberikan itu mencapai jumlah yang banyak.

2. Bilangan para perawi mencapai suatu jumlah yang menurut adat mustahil untuk

berdusta. Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat tentang batasan jumlah

untuk tidak memungkinkan bersepakat dusta Abu Thayib menentukan sekurang –

kurangnya 4 orang. Hal tersebut diqiyaskan dengan jumlah saksi yang diperlukan

oleh hakim 9. Ashabus Syafii menentukan minimal 5 orang. Hal tersebut

diqiyaskan dengan jumlah para Nabi yang mendapatkan gelar Ulul Azmi.

Sebagian ulama menetapkan sekurang – kurangnya 20 orang. Hal tersebut

berdasarkan ketentuan yang telah difirmankan Allah SWT tentang orang – orang

mukmin yang tahan uji, yang dapat mengalahkan orang – orang kafir sejumlah

200 orang.

3. Seimbang jumalah para perawi, sejak dalam tabaqat (lapisan/ tingkatan) pertama

maupun tabaqat berikutnya. Hadits mutawatir yang memenuhi syarat- syarat

seperti ini tidak banyak jumlahnya, bahkan Ibnu Hibban dan Al – Hazimi

menyatakan bahwa hadits mutawatir tidak mungkin terdapat karena persyaratan

yang demikian ketatnya 10.

DR. Syamssuddin Arif menyimpulkan bahwa sebuah khabar dapat disebut mutawatir

apabila memenuhi syarat sebagai berikut 11:

1. Nara sumbernya harus benar-benar mengetahui apa yang mereka katakannya,

sampaikan dan laporkan. Jadi tidak boleh menduga-duga atau apalagi meraba-

raba.

Page 5: Makalah Al-Qur'an Hadits

5

2. Mereka harus mengetahui secara pasti dalam arti pernah melihat,

menyaksikan,mengalami, dan mendengarnya secara langsung tanpa disertai

distorsi, ilusi, dan semacamnya.

3. Jumlah nara sumbernya cukup banyak sehingga tidak mungkin suatu kekeliruan

atau kesalahan dibiarkan atau lolos tanpa koreksi.

Hadits Mutawatir ada 2 yaitu :

1. Mutawatir Lafdzi yaitu mutawatir redaksinya.

Contoh Hadits Mutawatir Lafzi :

“Rasulullah SAW berkata, “Barangsiapa yang sengaja berdusta atas namaku,

maka hendaklah ia bersedia menduduki tempat duduk di neraka.”

Menurut Abu Bakar Al-Bazzar, hadits tersebut diatas diriwayatkan oleh 40 orang

sahabat, kemudian Imam Nawawi dalam kita Minhaju al-Muhadditsin

menyatakan bahwa hadits itu diterima 200 sahabat 12.

2. Mutawatir Ma’nawi yaitu hadits yang isi serta kandungannyadiriwayatkan secara

mutawatir dengan redaksi yang berbeda-beda 13.

Contoh hadits mutawatir maknawi adalah :

“Rasulullah SAW tidak mengangkat kedua tangan beliau dalam doa-doanya

selain dalam doa salat istiqa’ dan beliau mengangkat tangannya, sehingga nampak

putih-putih kedua ketiaknya.” (HR. Bukhari Muslim)

Hadis yang semakna dengan hadis tersebut di atas ada banyak, yaitu tidak

kurang dari 30 buah dengan redaksi yang berbeda-beda. Antara lain hadis-hadis yang

ditakrijkan oleh Imam ahmad, Al-Hakim dan Abu Daud yang berbunyi :

“Rasulullah SAW mengangkat tangan sejajar dengan kedua pundak beliau.”

Page 6: Makalah Al-Qur'an Hadits

6

2.1.2. Hadits Ahad

Hadits Ahad adalah hadits yang diriwayatkan oleh satu, dua, atau sedikit

orang yang tidak mencapai derajat masyhur, apalagi mutawatir. Keterikatan

manusia terhadap substansi hadits ini sangat dipengaruhi oleh kualitas

periwayatannya dan kualitas kesinambungan sanadnya 14.

Imam Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad asy- Syaukani menyatakan bahwa

kabar wahid atau hadits ahada barau dapat diterima jika sumbernya memenuhi

lima syarat sebagai berikut 15:

1. Sumbernya harus seorang mukallaf, yaitu orang yang telah kena kewajiban

melaksanakan perintah agama dan dapat dipertanggungjawabkan. Oleh

karena itu ucapan anak dibawah umur tidak dapat diterima.

2. Sumbernya harus beragama Islam. Konsekuensinya, tidak dapat diterima

khabar atau cerita dari orang kafir.

3. Nara sumber harus memiliki integritas moral pribadi yang menunjukkan

ktakwaan dan kewibawaan diri (muru’ah) sehingga timbul kepercayaan

orang lain kepadanya, termasuk dalam hal ini meninggalkan dosa-dosa

kecil. Atas dasar ini orang fasiq secara otomatis tidak mempunyai adalah

dan ucapan mereka ditolak.

4. Nara sumber harus memiliki kecermatan dan ketelitian, tidak sembrono

dan asal jadi.

5. Nara sumber diharuskan jujur dan terus terang, tidak menyembunyikan

sumber rujukan dengan cara apa pun, sengaja maupun tidak sengaja.

Di kalangan para ulama ahli hadits terjadi perbedaan pendapat mengenai

kedudukan hadits ahad untuk digunakan sebagai landasan hukum.

Sebagian ulama ahli hadits berkeyakinan bahwa hadits ahad tidak bisa

dijadikan landasan hukum untuk masalah aqidah. Sebab, menurut mereka

hadits ahad bukanlah qat’i as-tsubut (pasti ketetapannya). Namun menurut

para ahli hadits yang lain dan mayoritas ulama, bahwa hadits ahad wajib

Page 7: Makalah Al-Qur'an Hadits

7

diamalkan jika telah memenuhi syarat kesahihan hadits yang telah

disepakati.

Hadits ahad dibagi menjadi tiga macam, yaitu hadits masyhur, hadits aziz,

dan hadits garib.

Hadits Aziz, bila terdapat dua jalur sanad (dua penutur pada salah satu

lapisan) 16.

Hadits Mashur, bila terdapat lebih dari dua jalur sanad (tiga atau lebih

penutur pada salah satu lapisan) namun tidak mencapai derajat mutawatir.

Hadits Gharib, bila hanya terdapat satu jalur sanad (pada salah satu lapisan

terdapat hanya satu penutur, meski pada lapisan lain terdapat banyak

penutur).

Hadits Garib juga biasa disebut hadits fardun yang artinya sendirian.

Ibnu Hajar menganggap bahwa antara garib dan fardun adalah sinonim,

baik secara istilah, tetapi kebanyakan para ahli hadits membedakan antara

garib dan fardun, yakni istilah fardun merujuk kepada garib mutlak,

sedangkan istilah garib dipakai pada garib nisbi. Hal ini sesuai dengan

pengklasifikasian hadits garib yang memang menjadi dua bagian, yaitu:

Hadits Garib Mutlak (fardun) Hadits garib mutlak yaitu hadits yang

diriwayatkan oleh satu rowi secara sendirian. Kesendirian rowi itu terdapat

pada generasi tabi’in atau pada generasi setelah tabi’in, dan bisa juga

terjadi pada setiap tingkatan sanadnya. Hadits Garib Nisbi Yang termasuk

sebagai hadits garib nisbi yaitu rowi hadits tersebut sendirian dalam hal

sifat ataupun keadaan tertentu. Kesendirian dalam hal sifat atau keadaan

rawi mempunyai tiga kemungkinan yaitu, sendirian dalam hal keadilan dan

kedabitan, sendirian dalam hal tempat tinggal, sendirian dalam hal rawi 17.

Page 8: Makalah Al-Qur'an Hadits

8

2.2 Klasifikasi Hadits Berdasarkan Diterima dan Ditolaknya (Kualitas)

Kategorisasi tingkat keaslian hadits adalah klasifikasi yang paling penting dan

merupakan kesimpulan terhadap tingkat penerimaan atau penolakan terhadap hadits

tersebut. Tingkatan hadits pada klasifikasi ini terbagi menjadi 4 tingkat yakni shahih,

hasan, da’if dan maudu’.

1. Hadits Shahih, yakni tingkatan tertinggi penerimaan pada suatu hadits. Hadits

shahih memenuhi persyaratan sebagai berikut : Sanadnya bersambung;

Diriwayatkan oleh penutur/perawi yg adil, memiliki sifat istiqomah, berakhlak

baik, tidak fasik, terjaga muruah(kehormatan)-nya, dan kuat ingatannya;

Haditsnya musnad, maksudnya hadits tersebut disandarkan kepada Nabi

Muhammad SAW; Matannya tidak mengandung kejanggalan/bertentangan

(syadz) serta tidak ada sebab tersembunyi atau tidak nyata yang mencacatkan

hadits (tidak ada ‘illah).

2. Hadits Hasan, bila hadits yang tersebut sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh

rawi yg adil namun tidak sempurna ingatannya, serta matannya tidak syadz serta

cacat.

3. Hadits Dhaif (lemah), ialah hadits yang sanadnya tidak bersambung (dapat berupa

mursal, mu’allaq, mudallas, munqati’ atau mu’dal) dan diriwayatkan oleh orang

yang tidak adil atau tidak kuat ingatannya, mengandung kejanggalan atau cacat.

3. Hadits Maudu’, bila hadits dicurigai palsu atau buatan karena dalam sanadnya

dijumpai penutur yang memiliki kemungkinan berdusta.

2.3 Klasifikasi Hadits Dari Segi Kedudukan Dalam Hujjah

2.3.1 Hadits Maqbul

Maqbul menurut bahasa berarti yang diambil; yang diterima; yang

dibenarkan. Sedangkan menurut urf Muhaditsin. Hadits Maqbul ialah hadits

Page 9: Makalah Al-Qur'an Hadits

9

yang menunjuki suatu keterangan bahwa Nabi Muhammad SAW

menyabdakannya.

Jumhur Ulama berpendapat bahwa hadits maqbul ini wajib diterima.

Sedangkan yang termasuk dalam kategori hadits maqbul adalah : Hadits

sahih, baik yang lizatihu maupun yang ligairihi. Hadits hasan, baik yang

lizatihi maupun yang ligairihi. Apabila ditinjau dari segi kemakmurannya,

maka hadits maqbul dapat dibagi menjadi 2 yakni hadits maqbulun bihi dan

hadits gairu ma’mulin bihi.

2.3.2 Hadits Mardud

Mardud menurut bahasa berarti yang ditolak; yang tidak diterima.

Sedangkan menurut urf Muhaditsin, Hadits Mardud ialah hadits yang tidak

menunjuki keterangan yang kuat akan adanya dan tidak menunjuki

keterangan yang kuat atas ketidakadaannya, tetapi adanya dengan

ketidakadaannya bersamaan. Maka, Jumhur Ulama mewajibkan untuk

menerima hadits – hadits maqbul, dan sebaliknya setiap hadits yang mardud

tidak boleh diterima dan tidak boleh diamalkan (harus ditolak). Jadi, hadits

mardud adalah semua hadits yang telah dihukumi dhaif.

2.4 Klasifikasi Hadits Dari Segi Perkembangan Sanadnya

2.4.1 Hadits Muttasil

Hadits Muttasil adalah hadits yang didengar oleh masing – masing rawinya

dari rawi yang di atasnya sampai kepada ujung sanadnya, baik hadits

marfu’ maupun hadits mauquf.

Page 10: Makalah Al-Qur'an Hadits

10

2.4.2 Hadits Munqati’

Hadits Munqati’ adalah setiap hadits yang tidak bersambung sanadnya, baik

yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW maupun disandarkan

kepada yang lain 18.

Page 11: Makalah Al-Qur'an Hadits

11

BAB III

KESIMPULAN

Hadits merupakan sumber hukum Islam kedua setelah Al – Qur’an. Di dalam

Hadits itu sendiri terpata klasifikasi atau penggolongan baik dari segi banyaknya rowi

yaitu ada hadits mutawatir dan hadits ahad; dari segi kualitas hadits ada hadits sahih,

hadits hasan, hadits daif , dan hadits maudu’ ; dari segi kedudukan dalam hujjah ada

hadits maqbul dan hadits mardud; dari segi perkembangan sanadnya ada hadits

muttasil dan munqati’.

11

Page 12: Makalah Al-Qur'an Hadits

12

DAFTAR PUSTAKA

Kusnanto, Najib (2006). Qur’an Hadits Madrasah Aliyah. Sragen : Akik Pustaka.

Zuhri Muh (2003). Hadits Nabi : Telaah Historis dan Metodologis. Yogyakarta :

Tiara Wacana.

Aghnides, Nicolas (1968). Pengantar Ilmu Hukum Islam. Surakarta.

Ahmad, Muhammad (1998). Ulumul Hadits. Bandung : Pustaka Setia.

Juanda, Asep (2007). Intisari Bahasa dan Sastra Indonesia. Bandung : Pustaka Setia.

Page 13: Makalah Al-Qur'an Hadits

13

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum, wr. Wb.

Puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT.

Berkat rahmat dan ridhonya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan

mengambil judul Macam-macam Ilmu Hadits sebagai syarat Pengajuan Kenaikan

Pangkat dengan waktu yang telah di tentukan.

Dalam penyusunan makalah ini penulis sangat menyadari bahwa, masih banyak

terdapat kekurangan dan kekeliruan baik isi maupun cara penulisan yang di karenakan

keterbatasan ilmu pengatahuan dan pengalaman yang penulis miliki.

Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun

dari semua pihak demi sempurnanya penyusunan makalah ini di masa yang akan datang.

Semoga Allah SWT. Membalas dan Melimpahkan rahmat dan hidayahnya atas

bantuan yang telah diberikan kepada penulis dalam penyusunan makalah ini.

Akhirnya, semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi saya serta bagi

pembaca pada umumnya.

Wassalamu’alaikum, wr. Wb.

Palembang, Desember 2009

Penulis

ii

Page 14: Makalah Al-Qur'an Hadits

14

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

BAB II PENGGOLONGAN DAN KLASIFIKASI HADITS

2.1 Penggolongan Hadits Berdasarkan Banyak Rawi ............................ 2

2.1.1 Hadits Mutawattir .................................................................... 2

2.1.2 Hadits Ahad ............................................................................. 6

2.2 Kladifikasi Hadits Berdasarkan diterima dan ditolaknya

Kualitas ............................................................................................ 8

2.3 Klasifikasi Hadits dari segi Kedudukan dalam Hujjah..................... 8

2.3.1 Hadits Maqbul ......................................................................... 8

2.3.2 Hadits Mardud ......................................................................... 9

2.4 Klasifikasi dari segi perkembangan sanadnya ................................. 9

2.4.1 Hadits Muttasil ........................................................................ 9

2.4.2 Hadits Munqati’ ....................................................................... 10

BAB III KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

iii