makalah fungsi hepar
DESCRIPTION
Hepatic functionTRANSCRIPT
TUGAS MAKALAH FARMAKOTERAPI II
EVALUASI FUNGSI HATI
DISUSUN OLEH :
Abigail L B (1006754195) Afrililia Elroza (1006754415)
Ayu Fimani (1006753596) Dewi Puspitaningtyas (1006753633)
Inggit Arti S (0906493735) Fahdini (1006754232)
Pricellya (1006753955) Hendro (0906
Siti Mulyanti (1006754371) Mila M (0906494460)
Titik Kusmawati (1006754062) Rachmawati (1006753961)
Eva (0906 Tri Wahyuni (1006754081)
Program Profesi Apoteker Angkatan LXXII
Departemen Farmasi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Indonesia
2010
BAB 1
PENDAHULUAN
Hati adalah organ metabolik terbesar di tubuh. Hati mempunyai berat
sebesar 2% berat badan pada orang dewasa, yaitu sekitar 1500 gram. Hati terdapat
langsung dibawah diafragma, mengisi bagian kubah kanan ruang abdomen dan
sebagian di kubah kiri. Hati terdiri dari 3 sistim utama yang berda didalamnya.
Fungsi hati antara lain metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, pembentukan
dan sekresi empedu, penimbunan vitamin dan mineral, detoksifikasi dan sintesis
protein dan fakor pembekuan darah.
Pemeriksaan evaluasi fungsi hati dilakukan untuk menilai seberapa jauh
fungsi normal hati dan untuk mendeteksi secara dini adanya kerusakan hati.
Evaluasi fungsi hati dapat dilakukan melalui pemeriksaan enzim hepatoselular
yaitu AST, ALT dan LDH, enzim kolestatik yaitu ALP dan GGT, pemeriksaan
fungsi sintesis hati yaitu kadar protein total, albumin dan waktu perdarahan, dan
pemeriksaan metabolisme hati yaitu kadar bilirubin, amonia, urea, kolesterol dan
trigliserida. Pemeriksaan fungsi hati juga dapat dilakukan secara diagnostic
melalui biopsy dan penggunaan alat-alat radiologi.
Penyakit yang berhubungan dengan hati, antara lain hepatutis, sirosis,
jaundice, batu empedu, abses hati hingga gagal hati.kerusakan hati baru akan
terlihat setelah kerusakan di atas 80%. Oleh karena itu, pemeriksaan fungsi hati
diperlukan untuk pendeteksian sejak dini nkerusakan hati.
BAB 2
PARAMETER FUNGSI HATI
2.1 AKTIVITAS NORMAL HATI
Hati adalah organ metabolik terbesar di tubuh. Hati mempunyai berat sebesar 2%
berat badan pada orang dewasa, yaitu sekitar 1500 gram. Hati terdapat langsung
dibawah diafragma, mengisi bagian kubah kanan ruang abdomen dan sebagian di
kubah kiri. Hati terdiri dari 3 sistim utama yang berda didalamnya.
Pertama adalah sistem hepatosit boikimia, yaitu bertanggungjawab luas terhadap
aktivitas metabolik tubuh, termasuk sintesis protein, metabolisme aerob dan
anaerob, sintesis dan pemecahan glukosa atau non glukosa, metabolisme asam
nukleat dan asam amino, konversi asam amino dan asam dikarboksilat melalui
transaminasi (aminotransferase, sintesis dan metabolisme lipoprotein,
penyimpanan mineral dan vitamin, sintesis hormon, dan metabolisme senobiotik,
misalnya: metabolisme obat yang melibatkan sitokrom P450. Selain itu, hati juga
digunakan untuk klirens berbagai hormon, seperti insulin, paratiroid, estrogen,
dan kortisol. Tapi, hati juga merupakan tempat metabolisme ammonia menjadi
urea.
Sistem utama kedua adalah sistem hepatobiliar, dimana bertanggungjawab dalam
metabolisme bilirubin, yang melibatkan transportasi bilirubin ke hepatosit,
konjugasi dengan asam glukoronat, dan sekresinya hingga saluran empedu dan
enterohepatik.
Retikuloendotelial merupakan sistem utama lainnya, contohnya adalah Sel
Kupffer. Sel ini merupakan bentuk makrofag yang terlibat dalam sistem imun,
termasuk tempat utama melawan bakteri usus dan menghilangkan kompleks
antigen-antibodi dari sirkulasi darah, dan merusak hemoglobin dari eritrosit yang
mati, meningkatkan bilirubin bersamaan dengan bilirubin dari limpa, kemudian
masuk ke dalam hepatosit.
Hati memiliki dua lobus utama yaitu kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi menjadi
segmen anterior dan posterior oleh sekat segmentalis. Lobus kiri dibagi menjadi
segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiformis. Setiap lobus hati terbagi
menjadi unit fungsional terkecil yang disebut lobulus. Hati manusia memiliki
maksimal 100.000 lobulus. Bagian luar lobulus terdapat tiga pembuluh yaitu
cabang arteri hepatika, cabang vena porta dan duktus biliaris. Darah dari cabang
arteri hepatika dan vena porta tersebut mengalir dari perifer lobulus ke dalam
ruang kapiler yang melebar yang disebut sinusoid. Sinusoid terdapat diantara
barisan sel-sel hati ke vena sentral. Hepatosit tersusun diantara sinusoid-sinusoid
dalam lempeng yang tebalnya dua lapis sel, sehingga setiap tepi lateral
berhadapan dengan daerah sinusoid. Vena sentral dari semua lobulus hati menyatu
untuk membentuk vena hepatica, yang menyalurkan darah dari hati.
Hati memiliki fungsi yang sangat penting dan kompleks. Hati penting untuk
mempertahankan tubuh dan berperan pada hampir setiap metabolisme tubuh.
Fungsi hati antara lain, sebagai berikut:
1. Pembentukan dan sekresi empedu
Hati mensekresi sekitar 500 hingga 1000 ml empedu setiap hari. Empedu terdiri
dari air, garam empedu, bilirubin, kolesterol, asam lemak, lesitin, dan elektrolit.
Garam empedu merupakan substansi terbanyak setelah air yang terdapat dalam
empedu. Garam empedu berperan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak
dan vitamin larut lemak.
2. Metabolisme karbohidrat
Hati berfungsi sebagai penyangga glukosa untuk darah apabila kadar glukosa
dalam darah meningkat, maka simpanan glikogen dalam hati juga meningkat.
Karbohidrat disimpan dalam hati dalam bentuk glikogen. Proses yang terkait
dengan metabolisme karbohidrta dalam hati adalah glikogenesis, glikogenolisis,
glukoneogenesis, dan pembentukan senyawa kimia penting lainnya.
3. Metabolisme protein
Fungsi hati untuk metabolisme protein meliputi sintesis protein, deaminasi asam-
asam amino, dan pembentukan urea untuk membuang ammonia.
4. Metabolisme lemak
Metabolisme lemak di hati meliputi proses ketogenesis dan sintesis kolesterol dan
penimbunan lemak. Pada sintesis kolesterol, sebagian dieksresikan dalam empedu
sebagai kolesterol atau asam kolat.
5. Metabolisme steroid
Hati memodifikasi atau membuat banyak hormon dalam tubuh menjadi tidak
aktif. Hati mengelola hormon-hormon steroid termasuk kortisol, estrogen,
testosteron, progesteron, dan aldosteron agar hormon tersebut lebih larut dalam air
sehingga mudah untuk dikesresikan.
6. Detoksifikasi
Hati bertanggungjawab terhadap biotransformasi obat dan toksin menjadi inaktif
atau larut dalam air dengan mengkonjugasikan zat toksik tersebut dengan senyawa
kimia lain agar dapat dieksresikan.
7. Pembentukan faktor pembekuan
Hati berperan dalam sintesis protein-protein yang berkaitan dengan koagulasi
darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X. Tanpa
produksi yang adekuat, pembekuan darah akan terganggu dan dapat menyebabkan
pendarahan.
8. Penyimpanan vitamin dan mineral
Hati mampu menyimpan vitamin B12, D, dan A. Besi dismpan di hati sebagai
feritin. Viyamin dan besi disalurkan ke tubuh dari hati jika kadar zat tersebut
dalam darah turun.
9. Fungsi imunologis
Sinusoid hati dilapisi oleh sel makrofag fagositik yaitu sel Kupffer. Sel ini
berfungsi menyingkirkan bakteri, sel-sel mati, dan benda asing lainnya yang
berasal dari dalam darah terutama darah porta yang memperfusi hati.
2.2 UJI FUNGSI HATI
2.2.1 FUNGSI METABOLIK
2.2.1.1 BILIRUBIN
Bilirubin adalah pigmen Kristal berbentuk jingga ikterus yang merupakan bentuk
akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi.
Bilirubin berasal dari katabolisme protein heme, dimana 75% berasal dari
penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari penghancuran eritrosit yang imatur
dan protein heme lainnya seperti mioglobin, sitokrom, katalase dan peroksidase.
Metabolism bilirubin meliputi pembentukkan bilirubin, transportasi bilirubin,
asupan bilirubin, konjugasi bilirubin, dan ekskresi bilirubin.
Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan
bantuan enzim heme oksigenase yaitu enzim yang sebagian besar terdapat
dalam sel hati, dan organ lain. Biliverdin yang larut dalam air kemudian
akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase. Bilirubin
bersifat lipofilik dan terikat dengan hidrogen serta pada pH normal bersifat
tidak larut.
Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjutnya
dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bilirubin yang
terikat dengan albumin serum ini tidak larut dalam air dan kemudian akan
ditransportasikan ke sel hepar. Bilirubin yang terikat pada albumin bersifat
nontoksik.
Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma hepatosit,
albumin akan terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin,
ditransfer melalui sel membran yang berikatan dengan ligandin (protein Y),
mungkin juga dengan protein ikatan sitotoksik lainnya. Berkurangnya
kapasitas pengambilan hepatik bilirubin yang tak terkonjugasi akan berpengaruh
terhadap pembentukan ikterus fisiologis.
Bilirubin yang tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin konjugasi
yang larut dalam air di retikulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine
diphosphate glucoronosyl transferase (UDPG-T). Bilirubin ini kemudian
diekskresikan ke dalam kanalikulus empedu. Sedangkan satu molekul bilirubin
yang tak terkonjugasi akan kembali ke reticulum endoplasmik untuk
rekonjugasi berikutnya. Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan
diekskresikan kedalam kandung empedu, kemudian memasuki saluran cerna
dan diekskresikan melalui feces.
Setelah berada dalam usus halus, bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung
dapat diresorbsi, kecuali dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak
terkonjugasi oleh enzim beta-glukoronidase yang terdapat dalam usus. Resorbsi
kembali bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati untuk dikonjugasi disebut
sirkulasi enterohepatik.
Gambar 1. Metabolisme Bilirubin
Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia adalah keadaan dimana konsentrasi bilirubin darah melebihi 1
mg/dl. Pada konsentrasi lebih dari 2 mg/dl, hiperbilirubinemia akan
menyebabkan gejala ikterik atau jaundice. Ikterik atau jaundice adalah keadaan
dimana jaringan terutama kulit dan sklera mata menjadi kuning akibat deposisi
bilirubin yang berdiffusi dari konsentrasinya yang tinggi didalam darah.
Hiperbilirubinemia dikelompokkan dalam dua bentuk berdasarkan penyebabnya
yaitu hiperbilirubinemia retensi yang disebabkan oleh produksi yang berlebih dan
hiperbilirubinemia regurgitasi yang disebabkan refluks bilirubin kedalam darah
karena adanya obstruksi bilier.
Hiperbilirubinemia retensi dapat terjadi pada kasus-kasus haemolisis berat dan
gangguan konjugasi. Hati mempunyai kapasitas mengkonjugasikan dan
mengekskresikan lebih dari 3000 mg bilirubin perharinya sedangkan produksi
normal bilirubin hanya 300 mg perhari. Hal ini menunjukkan kapasitas hati yang
sangat besar dimana bila pemecahan heme meningkat, hati masih akan mampu
meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin larut. Akan tetapi lisisnya eritrosit
secara massive misalnya pada kasus sickle cell anemia ataupun malaria akan
menyebabkan produksi bilirubin lebih cepat dari kemampuan hati
mengkonjugasinya sehingga akan terdapat peningkatan bilirubin tak larut didalam
darah. Peninggian kadar bilirubin tak larut dalam darah tidak terdeteksi didalam
urine sehingga disebut juga dengan ikterik acholuria.
Pada neonatus terutama yang lahir premature peningkatan bilirubin tak larut
terjadi biasanya fisiologis dan sementara, dikarenakan haemolisis cepat dalam
proses penggantian hemoglobin fetal ke hemoglobin dewasa dan juga oleh karena
hepar belum matur, dimana aktivitas glukoronosiltransferase masih rendah.
Apabila peningkatan bilirubin tak larut ini melampaui kemampuan albumin
mengikat kuat bilirubin akan berdiffusi ke basal ganglia pada otak dan
menyebabkan ensephalopaty toksik yang disebut sebagai kern ikterus.
Beberapa kelainan penyebab hiperbilirubinemia retensi diantaranya seperti
Syndroma Crigler Najjar I yang merupakan gangguan konjugasi karena glukoronil
transferase tidak aktif, diturunkan secara autosomal resesif, merupakan kasus yang
jarang, dimana didapati konsentrasi bilirubin mencapai lebih dari 20 mg/dl.
Syndroma Crigler Najjar II, merupakan kasus yang lebih ringan dari tipe I, karena
kerusakan pada isoform glukoronil transferase II, didapati bilirubin
monoglukoronida terdapat dalam getah empedu Syndroma Gilbert, terjadi karena
haemolisis bersama dengan penurunan uptake bilirubin oleh hepatosit dan
penurunan aktivitas enzym konjugasi dan diturunkan secara autosomal dominan.
Hiperbilirubinemia regurgitasi paling sering terjadi karena terdapatnya obstruksi
pada saluran empedu, misalnya karena tumor, batu, proses peradangan dan
sikatrik. Sumbatan pada duktus hepatikus dan duktus koledokus akan
menghalangi masuknya bilirubin keusus dan peninggian konsentrasinya pada hati
menyebabkan refluks bilirubin larut ke vena hepatika dan pembuluh limfe.
Bentuknya yang larut menyebabkan bilirubin ini dapat terdeteksi dalam urine dan
disebut sebagai ikterik choluria. Karena terjadinya akibat sumbatan pada saluran
empedu disebut juga sebagai ikterus kolestatik. Bilirubin terkonjugasi dapat
terikat secara kovalen pada albumin dan membentuk θ bilirubin yang memiliki
waktu paruh (T1/2) yang panjang mengakibatkan gejala ikterik dapat berlangsung
lebih lama dan masih dijumpai pada masa pemulihan.
Beberapa kelainan lain yang menyebabkan hiperbilirubinemia regurgitasi adalah
Syndroma Dubin Johnson, diturunkan secara autosomal resesif, terjadi karena
adanya defek pada sekresi bilirubin terkonjugasi dan estrogen ke system empedu
yang penyebab pastinya belum diketahui. Syndroma Rotor, terjadi karena adanya
defek pada transport anion anorganik termasuk bilirubin, dengan gambaran
histologi hati normal, penyebab pastinya juga belum dapat diketahui.
Hiperbilirubinemia toksik adalah gangguan fungsi hati karena toksin seperti
chloroform, arsfenamin, asetaminofen, carbon tetrachlorida, virus, jamur dan juga
akibat cirhosis. Kelainan ini sering terjadi bersama dengan terdapatnya obstruksi.
Gangguan konjugasi muncul besama dengan gangguan ekskresi bilirubin dan
menyebabkan peningkatan kedua jenis bilirubin baik yang larut maupun yang
tidak larut.
Pemeriksaan Bilirubin
Dalam uji laboratorium, bilirubin diperiksa sebagai bilirubin total dan bilirubin
terkonjugasi (bilirubin direk). Sedangkan bilirubin tek terkonjugasi (bilirubin
indirek) diperhitungkan dari selisih antara bilirubin total dan bilirubin direk.
Metode pengukuran yang digunakan adalah fotometri atau spektrofotometri yang
mengukur intensitas warna azobilirubin.
Bilirubin serum dengan asam sulfanilat dan natrium nitrit mengalami reaksi
diazotasi membentuk zat warna merah dalam suasana asam dan berwarna hijau
biru dalam suasana basa yang sebanding dengan kadar bilirubin. Bilirubin direk
yang bisa larut dalam air bereaksi langsung, sedangkan bilirubin indirek hanya
akan bereaksi bila ada akselerator (metanol atau kafein).
Tabel 1. Nilai Rujukan
Kategori Bilirubin (mg/dl)
Total Direk indirek
Dewasa 0,1-1,2 0,1-0,3 0,1-1,0
Anak 0,2-0,8 0,1-1,0
Bayi Baru
Lahir
1-12 0,1-1,0
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan
1. Hemoglobin dalam serum mengganggu penetapan bilirubin, sebab darah yang
mengalami hemolisa hasilnya akan lebih rendah karena hemoglobin akan
menginhibisi reaksi diazotasi.
2. Bilirubin direk dan indirek akan menjadi biliverdin bila terkena cahaya
matahari langsung yang dapat menurunkan bilirubin sampai 20 % dari kadarnya.
Jika pemeriksaan ditangguhkan serumnya akan dapat tahan selama 1 minggu jika
disimpan pada 4O C ditempat gelap dan stabil selama 3 bulan didalam freezer.
3. Bilirubin perlahan dirusak oleh sinar biru atau ultraviolet dan fototerapi yang
digunakan untuk pengobatan hiperbilirubinemia neonatal.
4. Makan malam yang mengandung tinggi lemak sebelum pemeriksaan dapat
mempengaruhi kadar bilirubin.
5. Wortel dan ubi jalar dapat meningkatkan kadar bilirubin.
2.2.1.2 AMMONIA
Ammonia diperoleh dari metabolisme asam amino dan asam nukleat. Beberapa
ammonia juga dihasilkan dari reaksi metabolic seperti glutamine yang akan
diubah oleh ezim glutaminase menjadi asam glutamik dan ammonia. Pada
keadaan normal, ammonia akan ditransformasikan menjadi urea kemudian akan
diekskresikan melalui ginjal atau kolon. Tanpa fungsi hati ini, terjadi penimbunan
ammonia dalam darah yang dapat menimbulkan disfungsi saraf, koma atau
kematian (enselofati hepatic). Amonia akan mempengaruhi fungsi otak dimana
amonia dapat melalui sawar darah otak dan secara langsung mengurangi fungsi
susunan saraf pusat dengan cara menghambat impuls-impuls post sinaps. Ada
bukti menunjukkan bahwa hiperamonemia dapat memfasilitasi ambilan triptofan
oleh otak, suatu unsur dengan metabolitnya yaitu serotonin. Kelebihan amonia
dapat mengurangi kadar ATP di otak sehingga terjadi gangguan energi otak.
Pemeriksaan Amonia Plasma
Reaksi Enzimatis: Menggunakan glutamat dehidrogenase [L-glutamat:NAD(P)
oksidoreduktase (deaminasi), EC 1.4.1.3]. Penurunan absorbansi yang disebabkan
oleh reaksi glutamat dehidrogenase dipantau pada panjang gelombang 340 nm.
Nilai Rujukan
Dewasa : 15 – 45 μg/dl
Anak : 21 – 50 μg/dl
Bayi baru lahir : 64 – 107 μg/dl
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan
Sebaiknya menggunakan darah arteri
Jika akan menggunakan darah vena, hindari pemakaian torniket dalam
pengambilan darah
Simpan spesimen dalam kantong es
2.2.2 FUNGSI SINTETIK
2.2.2.1 SINTESIS PROTEIN DAN ALBUMIN
Hati merupakan organ utama yang mensintesis sebagian besar protein plasma.
Lebih dari 90% protein dan 100% albumin disintesis di dalam hati. Kerusakan
hati yang meluas akan menyebabkan kadar protein total dan albumin dalam serum
menurun. Pada sirosis, selain adanya kerusakan hepatosit, penyebab lain
penurunan produksi protein adalah hipertensi portal yang mnyebabkan penurunan
transportasi asam amino ke dalam hati. Dua pengukuran utama fungsi ginjal
adalah kadar protein total dan albumin dalam plasma. Kadar normal protein dalam
darah adalah 6,4 - 8,3 g/dL. Prinsip pemeriksaan kadar protein plasma adalah
reaksi Biuret dimana ikatan peptide pada protein bereaksi dengan reagen yang
mengandung Cu2+ dalam suasana basa yang menghasilkan senyawa berwarna
biru.
Albumin merupakan protein utama yang disintesis oleh hati. Sintesis albumin
normal 120mg/kg/hari dan memiliki waktu paruh selama 3 minggu. Kadar
albumin dalam darah dipengaruhi oleh volume plasma dan kecepatan sintesis
albumin. Penurunan kadar albumin merupakan salah satu gejala utama adanya
sirosis. Prinsip pemeriksaan kadar albumin adalah sifat ionik albumin pada pH
asam dan ikatan dengan zat warna anionic seperti bromcresol green (BCG)
menghasilkan senyawa yang berwarna. Kadar normal albumin darah adalah 3,5 -5
g/dL.
Albumin juga merupakan alat transportasi protein untuk beberapa zat, baik
endogen (bilirubin & hormon tiroid) dan eksogen (obat). Kadar albumin yang
rendah dalam serum karena penyakit hati penyebabnya kebanyakan karena adanya
destruksi jaringan pada hati secara meluas dan menetap dan terlihat sebagai
sirosis. Tetapi, tidak semua hipoalbuminemia disebabkan karena sirosis, beberapa
gangguan yang menyebabkan hipoalbuminemia,antara lain:
1. malnutrisi yang menyebabkan malabsorpsi
2. penyakit ginjal kronis yang disertai pengeluaran protein (albuminuria)
3. luka bakar luas dimana terjadi pengeluaran albumin melalui eksudasi kulit.
2.2.2.2 PROTHROMBIN TIME
Secara hematologis, hati berfungsi membentuk beberapa faktor pembekuan
termasuk faktor I (fibrinogen), II (protrombin), VII (prokonvertin), IX
(Christmas), dan X (Stuart). Faktor-faktor pembekuan tersebut memiliki waktu
paruh lebih pendek dibandingkan albumin. Pada kelainan hati, kadar faktor
pembekuan VII paling cepat menurun karena waktu paruhnya yang paling pendek.
Prothrombin time dihitung melalui kecepatan konversi protrombin menjadi
trombin setelah aktivasi jalur koagulan ekstrinsik dengan adanya tromboplastin
dan ion Ca2+. Oleh karena itu, adanya kerusakan hati akan memperpanjang
prothrombin time.
Hasil pemeriksaan prothrombin time harus dibedakan antara akibat kerusakan hati
atau defisiensi vitamin K. Faktor V bukanlah faktor yang bergantung vitamin K,
sehingga pengukuran kadarnya dapat membantu menghilangkan interferensi
vitamin K. Untuk membedakan antara gangguan fungsi hati dan defisiensi vitamin
K dapar juga dilakukan tes. Tes dilakukan dengan pemberian 10 mg vitamin K 1-
3 hari berturut-turut. Jika terjadi defisiensi vitamin K, maka 72 jam setelah terapi
prothrombin time akan kembali normal. Jika prothrombin time tetap memanjang
maka penyebabnya adalah kegagalan hati untuk mensintesis protein pembekuan.
Pemeriksaan kadar faktor V telah digunakan untuk menilai prognosis gagal hati
fulminan. Pemeriksaan kadar faktor II juga telah digunakan untuk menilai fungsi
hati. Peningkatan kadar faktor II ditemukan pada sirosis, karsinoma hepatoselular,
dan pasien yang mengkonsumsi natrium warfarin.
2.3 TES GANGGUAN HATI
2.3.1 PLASMA ENZYME LEVEL
Hepatosit mempunyai sejumlah enzim dengan aktivitas tinggi. Pada keadaan
cedera hati, enzim-enzim ini dapat bocor ke dalam plasma dan berguna untuk
diagnosis dan pemantauan cedera hati.
Lokasi selular enzim
Di dalam hepatosit, enzim-enzim ditemukan di lokasi-lokasi spesifik; jenis cedera
hati yang terjadi akan menentukan pola perubahan enzim. Enzim sitoplasma
meliputi lactate dehidrogenase (LD), aspartate aminotransferase (AST), dan
alanine aminotransferase (ALT). Enzim mitokondria, seperti isoenzim AST, akan
dilepaskan bila mengalami kerusakan mitokondria. Enzim kanalikular, seperti
alkaline phosphatase (ALP) dan gamma glutamyl transferase (GGT), akan
meningkat sejalan dengan proses obstruktif.
Mekanisme Pelepasan Enzim
A. Aminotranferase (Transaminase)
Ada 2 enzim kategori ini yang sangat bermanfaat untuk mendiagnosis yaitu AST
yang juga dikenal dengan serum glutamate oxaloacetate transaminase (SGOT);
dan ALT yang dahulu disebut serum glutamate pyruvate transaminase (SGPT).
Kedua enzim ini mengkatalis secara reversibel transfer gugus amino dari aspartat
(oleh AST) atau alanin (oleh ALT) ke α-ketoglutarat untuk menghasilkan
glutamat dan asam keto dari asam amino substrat, yaitu oksaloasetat atau piruvat.
Misalnya ALT: alanin bereaksi dengan piridoksal fosfat menghasilkan piruvat dan
piridoksin. Selanjutnya piridoksin bereaksi dengan α-ketoglutarat menghasilkan
glutamat dan terbentuk lagi piridoksal fosfat. Walaupun AST dan ALT sering
dianggap sebagai enzim hati karena tingginya konsentrasi keduanya dalam
hepatosit, namun hanya ALT yang spesifik; AST juga terdapat di miokardium,
otot rangka, otak,dan ginjal. Kedua enzim membutuhkan piridoksal fosfat
(vitamin B6) sebagai kofaktor. Oleh sebab itu, penyakit ginjal yang menyebabkan
defisiensi piridoksal fosfat dapat menyebabkan pembacaan kadar
aminotransferase rendah-palsu, kecuali reagen pemeriksaan ditambahkan dengan
kofaktor tersebut.
Tabel 2. Karakteristik aminotransferase terkait hati
Karakteristik AST ALT
Terdapat di jaringan
selain hati
Jantung, otot rangka,
ginjal dan otak.
Konsentrasi relatif rendah
di jaringan lain
Lokasi di hepatosit Mitokondria dan
sitoplasma
Hanya sitoplasma
Rentang rujukan dalam
darah orang dewasa
8-40 IU/l 5-35 IU/l
Waktu paruh dalam
darah
12-22 jam
ASTm: 87 jam
35-57 jam
Perubahan pad a
kerusakan inflamatorik
akut
Sensitif sedang Sangat sensitif
Perubahan pd Meningkat bermakna Peningkatan sedang/ tidak
neoplasma 1° atau 2° ada peningkatan
Perubahan pada sirosis Meningkat sedang Meningkat ringan atau
sedang
Perubahan pada infark
miokard
Meningkat sedang Meningkat ringan atau
sedang.
Angka hasil pemeriksaan aktivitas AST dibagi aktivitas ALT dalam serum disebut
rasio de Ritis. Rasio ini dipakai untuk membedakan berbagai penyakit dengan
AST maupun ALTnya dapat meningkat dengan derajat berbeda. Secara umum,
ALT lebih cepat dibebaskan dari hepatosit ke dalam darah dalam keadaan akut,
sedangkan AST dibebaskan lebih besar pada gangguan kronis disertai kerusakan
progresif.
Pada penyakit hati, kadar AST dan ALT serum umumnya naik dan turun secara
bersama-sama. Apabila hepatosit mengalami cedera, enzim yang secara normal
berada intrasel ini akan masuk ke dalam aliran darah. Penyakit nonhati – terutama
kolaps sirkulasi, gagal jantung kongestif, dan infark miokard, juga dapat
menyebabkan hati membebaskan aminotranferase. Sensitivitas ini terjadi karena
hepatosit yang terletak paling dekat dengan vena sentral msing-masing lobulus
secara normal memiliki tegangan oksigen yang rendah dan sangat rentan terhadap
hipoksia. Hepatosit sentralobulus mengalami cedera apabila hipotensi arteri
menyebabkan berkurangnya darah yang masuk ke hati atau apabila peningkatan
tekanan tekanan balik akibat gagal jantung kanan memperlambat keluarnya darah
dari vena sentral; pada kerusakan hipoksia ini, kadar aminotransferase meningkat
sampai derajat sedang. Selain itu, infark miokard secara langsung menyebabkan
peningkatan AST bermakna (biasanya setelah beberapa hari kejadian) karena AST
banyak terdapat pada otot jantung. Hemolisis juga menyebabkan pembebasan
langsung AST ke dalam sirkulasi.
Secara umum peningkatan kadar aminotranferase setara dengan luas kerusakan
hepatoselular. Hepatitis virus atau toksik yang berat dapat menyebabkan
peningkatan sampai 20 kali nilai normal. Penurunan mendadak kadar enzim ini
selama perkembangan penyakit tanpa disertai perbaikan klinis menandakan bahwa
sudah terjadi kerusakan sedemikian banyak sel sehingga hanya sedikit atau tidak
ada lagi hepatosit hidup yang tersisa sebagai sumber enzim ini.
Hepatitis alkoholik lebih sering menyebabkan gangguan fungsional daripada
nekrosis sel, sehingga kadar enzim umumnya meningkat sedang. Pada kerusakan
hati alkoholik akut dan kronis, peningkatan AST cenderung lebih besar daripada
peningkatan ALT (rasio de Ritis >1,0) karena konsentrasi AST dalam jaringan
yang lebih tinggi. Pada kolestasis, obstuksi ekstrahepatik biasanya merupakan
proses akut (rasio de Ritis <1,5); sebaliknya kolestasis intrahepatik merupakan
proses kronis dengan pembebasan AST yang lebih besar (rasio de Ritis >1,5).
Tabel 3. Penyakit yang disertai peningkatan aminotranferase
Penyakit Petunjuk lain
Kadar sangat tinggi (20 x
normal atau lebih) :
Hepatitis virus Antigen dan antibodi virus
Hepatitis toksik Riwayat obat, pajanan di lingkungan
kerja, anestetik
Kadar meningkat sedang
(3-10 x normal) :
Mononukleois infeksiosa Antibodi EBV
Hepatitis kronis aktif Kadar berfluktuasi, menurun dengan
steroid
Obstruksi ductus biliaris
ekstrahepatik
ALP sangat tinggi; rasio bilirubin
direk/indirek terbalik
Sindrom Reye Amonia serum tinggi; tanda-tanda
neurologik
Kolestasis intrahepatik ALT > AST; ALP sangat tinggi
Infark miokard AST >> ALT
Kadar meningkat ringan (1-
3 x normal) atau normal
Pankreatitis Lipase, amilase tinggi
Perlemakan hati alkoholik GGT biasanya tinggi
Infiltrasi granulomatosa
atau neoplastik
AST>ALT
Sirosis biliaris ALP sangat tinggi
Pengukuran kadar
Ada beberapa macam pengukuran kadar (aktivitas) enzim ini :
1. Penambahan substrat alanin (untuk ALT) atau aspartat (untuk AST)
supaya reaksi bergeser ke kanan menghasilkan glutamat. Selanjutnya glutamat
dikopling dengan glutamate dehydrogenase (GDH), menghasilkan α-ketoglutarat.
Pada reaksi ini NAD dikonversi menjadi NADH yang dapat diukur sebagai
peningkatan absorbansi pada λ 340 nm.
Untuk AST
Oksaloasetat, yang terbentuk dari aspartat, dikopling dengan malate
dehydrogenase menghasilkan malat, sementara NADH dikonversi menjadi NAD
yang dapat diukur dengan penurunan serapan pada λ 340 nm.
Untuk ALT
Piruvat, yang terbentuk dari alanin, dikopling dengan kompleks pyruvate
dehydrogenase menghasilkan asetil koA, sementara NAD dikonversi menjadi
NADH yang dapat diukur dengan peningkatan serapan pada λ 340 nm.
SYARAT : Piridoksal fosfat harus tersedia dalam jumlah adekuat agar reaksi
dapat berjalan.
B. Lactate dehydrogenase (LD)
Enzim ini bekerja mengkatalisis oksidasi laktat menjadi piruvat atau sebaliknya
(reversibel). Terdapat lima isozim mayor LD, terdiri dari tetramer dari dua bentuk,
H dan M. Bentuk H mempunyai afinitas tinggi terhadap laktat, sedangkan bentuk
M mempunyai afinitas tinggi terhadap piruvat. Dengan mengurutkan dari HHHH
hingga MMMM, terdapat 5 kemungkinan isozim yang diberi label LD1-LD5.
LD1 dan LD2 berada di otot jantung, ginjal, dan eritrosit. LD4 dan LD5 berada di
otot rangka dan hati. Nilai rujukan untuk LD serum total adalah 150 IU/l.
Level LD serum menjadi meningkat pada kondisi hepatitis, seringkali peningkatan
ini hanya sementara dan kemudian kembali ke normal karena LD4 dan LD5
aktivitasnya di hepatosit relatif lebih lemah dibandingkan dengan di plasma (500
kali) dan waktu paruhnya 4-6 jam.
Peningkatan pesat LD total menjadi 500 IU/l atau lebih, ditambah lagi dengan
peningkatan ALP menjadi >250 IU/l, dengan level AST dan ALT tetap normal,
mengindikasikan adanya karsinoma hepatoselular. Isozim LD5 ini sumbernya
tidak jelas apakah dari hepatosit ataukah dari tumor. Peningkatan ALP disebabkan
oleh blockade kanalikuli hepatosit oleh massa kanker di hati.
Level LD akan abnormal pada keadaan iskemia, stroke, serangan jantung, anemia
hemolitik, hepatitis, hipotensi, distrofi muskular, kanker, nekrosis, pankreatitis.
Pengukuran kadar
Aktivitas LD dapat diukur dengan 2 metode, yaitu forward reaction (laktat
menjadi piruvat) dan reverse reaction (piruvat menjadi laktat).
Metode reverse reaction digunakan di sejumlah laboratorium saat ini karena
kinetika reaksinya lebih cepat, kofaktor (NADH) yang dibutuhkan lebih murah,
dan volume spesimen yang digunakan juga lebih kecil. Kerugian menggunakan
metode ini yaitu kehilangan linearitas dari reaksi, efek dari inhibitor LD potensial
pada beberapa preparasi NADH, dan konsentrasi piruvat yang digunakan kurang
optimal sebab inhibisi substrat dari aktivitas LD. Selain itu, laktat merupakan
substrat yang lebih spesifik untuk enzim LD; sedangkan piruvat kurang spesifik
dan biasanya sebagai substrat untuk enzim pyruvate dehydrogenase.
Pada metode forward reaction, enzim LD mengkatalisis oksidasi laktat menjadi
piruvat, sementara itu NAD direduksi menjadi NADH, yang dapat diukur dengan
meningkatnya absorbansi pada λ 340 nm.
C. Alkaline phosphatase (ALP)
ALP terdapat di berbagai jaringan, meliputi hati, tulang, ginjal, usus, dan plasenta;
masing-masing berisi isozim yang berbeda yang dapat dipisahkan melalui
elektroforesis. ALP serum total mayoritas hadir dalam bentuk tak terikat, dan
sisanya membentuk kompleks dengan lipoprotein atau dengan immunoglobulin.
ALP di hati terdapat di permukaan kanalikular hepatosit, sehingga dipakai untuk
penanda disfungsi biliar. Sebagian besar ALP serum pada orang normal
dihasilkan dari ALP hati dan ALP tulang. Pada kondisi obstruksi biliar, ALP
meningkat 10 kali dari normal disebabkan karena sintesisnya meningkat &
ekskresinya menurun. Level ALP usus meningkat pada berbagai keadaan
gangguan saluran cerna dan sirosis. Serum ALP level pada orang dewasa normal :
-40-125 IU/l.
Tabel 4. Keadaan yang disertai peningkatan ALP
Penyakit Petunjuk lain
Kadar Sangat tinggi (10 x normal atau lebih)
Sirosis biliaris primer Antibodi antimitokondria;
IgM tinggi, pruritus
Obstruksi duktus biliaris
ekstrahepatik oleh tumor
Ikterus persisten
Infiltrasi granulomatosa atau
neoplastik daerah porta
Bilirubin mungkin rendah
Atresia kongenital duktus biliaris
intrahepatik
Bilirubinemia terkonjugasi
yang menetap pada bayi baru
lahir
Kadar tinggi atau sedang (3-10 x normal)
Obstruksi duktus biliaris
ekstrahepatik oleh batu
ALP dan bilirubin kadarnya
berfluktuasi
Peningkatan Ringan (1-3 x normal)
Penyakit hati alkoholik Peningkatan GGT
Hepatitis kronik aktif Aminotransferase lebih tinggi
dari ALP
Hepatitis dari virus Antigen dan antibodi virus
Pengukuran kadar
Aktivitas ALP diukur menggunakan p-nitrofenil fosfat sebagai substrat pada pH
alkali. Macam-macam buffer digunakan untuk mengikat gugus fosfat; hal ini akan
meningkatkan aktivitas ALP, karena fosfat anorganik (juga anion tertentu) dapat
menghambat ALP. Zink merupakan komponen dari enzim tersebut, dan
magnesium dan kation lainnya akan mengaktivasi enzim. Kelator (seperti EDTA,
sitrat, oksalat) yang ada dalam tube-tube (wadah pengumpul) menyebabkan
aktivitas ALP rendah-palsu.
Sejumlah metode dipakai untuk memisahkan isozim ALP. Inhibisi oleh
fenilalanin mengurangi reaktivitas isozim usus dan plasenta, sedangkan levamisol
menghambat isozim tulang dan hati; namun metode inhibisi ini jarang digunakan.
Fraksionasi panas telah digunakan bertahun-tahun untuk menentukan sumber dari
meningkatnya ALP total. Isozim tahan panas yaitu ALP plasenta, yang
stabilitasnya sedang adalah isozim hati, dan isozim tulang paling labil terhadap
panas. Untuk medapatkan hasil yang dapat dipercaya, penggunaan standar yang
telah diketahui komposisinya dan pengawasan ketat terhadap waktu dan
temperatur menjadi sangat penting dalam metode ini. Oleh sebab itu, pemisahan
secara elektroforesis menjadi pilihan utama saat ini.
p-nitrofenil fosfat yang tidak berwarna dihidrolisis oleh ALP pada pH 10,5 dan
suhu 370C menghasilkan p-nitrofenol yang berwarna kuning. Penambahan NaOH
akan menghentikan aktivitas ALP dan warna senyawa yang diperoleh
memberikan serapan maksimum pada λ 410 nm.
D. Gamma-glutamiltransferase (GGT)
Enzim ini mengatur transport asam amino melintasi membran sel dengan
mengkatalisis transfer gugus glutamil dari glutation ke asam amino bebas.
Pengukuran enzim ini dilakukan untuk mengkonfirmasi apabila terjadi
peningkatan ALP yang masih meragukan dari mana sumbernya.
Kadar GGT serum mungkin berbeda dengan kadar ALP selama kehamilan, di
mana GGT serum tetap normal pada kondisi kolestasis selama kehamilan. Kadar
GGT serum pada orang normal : 7-48 IU/l (pria) dan 6-29 IU/l (wanita). GGT
kadang meningkat pada pasien alkoholik walaupun tanpa penyakit hati; pada
orang obesitas; dan pada orang yang mengonsumsi parasetamol, fenitoin,
karbamazepin (meningkat 5 kali lipat), walaupun tanpa cedera hati.
Kemungkinan, peningkatan GGT ini untuk mengembalikan glutation yang telah
digunakan untuk memetabolisme obat-obat ini.
Makna klinis pengukuran GGT adalah sebagai indikator pecandu alkohol.
Alkohol tidak saja memicu aktivitas mikrosom, tetapi juga menyebabkan
kerusakan hepatoselular, bahkan pada pecandu alcohol yang gizinya cukup.
Peningkatan aktivitas GGT ditambah peningkatan kerusakan hepatoselular akan
memperbesar peningkatan kadar GGT serum. Kadar ini dapat kembali normal
setelah 3-6 minggu puasa alkohol, sehingga pemeriksaan GGT dapat menjadi
indikator kepatuhan pasien mengikuti program pengurangan konsumsi alkohol.
Pengukuran kadar
Aktivitas enzim GGT diukur menggunakan substrat gamma-glutamyl-p-
nitroanilide. Dalam reaksi yang dikatalisis oleh GGT, p-nitroaniline yg terbentuk
dan memiliki kromofor dapat diukur serapannya secara spektrofotometrik.
E. Enzim lain
5’nukleotidase (5’-NT) dan Leusin aminopeptidase (LAP) → Aktivitas kedua
enzim ini meningkat pada kondisi gangguan kolestasis. Namun, pemeriksaannya
sudah jarang dilakukan sebab substrat yang digunakan untuk pengukuran bersifat
karsinogenik.
F. Alfa-fetoprotein (AFP)
AFP disintesis di hepatosit embrionik hingga usia gestasi 32 minggu. Rujukan
level AFP pada wanita tidak hamil : <54 ng/dl. Pada orang dewasa, kemampuan
hepatosit yang normal dan beristirahat mensintesis AFP tertekan, tetapi pada
hepatosit yang sedang bermultiplikasi cepat kemampuan mensintesis AFP pulih
kembali. Acute hepatic injury memicu peningkatan AFP (100-200 ng/dl). Bila
kadar AFP >400 ng/dl, pasien dicurigai mengalami hepatocellular carcinoma
(HCC), tetapi pada level ini biasanya tumor sudah menyebar luas, sehingga AFP
sebagai detektor dini HCC jarang digunakan.
Pada kehamilan normal :
Fetal serum AFP: puncaknya 3 mg/ml pada usia 13 minggu
Amniotic fluid AFP: puncaknya 30 ug/dl pada usia 13 minggu
Maternal serum AFP: puncaknya 100 ng/ml pada usia 30 minggu
Meningkatnya AFP pada kondisi non-hamil terjadi pada :
Benign penyebab meningkatnya AFP
sirosis
hepatitis viral akut dan kronis
Malignant penyebab meningkatnya AFP
Karsinoma hepatoselular (biasanya AFP >1000 ng/ml)
Kanker testikular
Kanker gastrik
Kanker biliar
Kanker pankreas
AFP serum abnormal selama kehamilan :
1. Meningkat → menyebabkan malformasi janin
Neural tube defect
Anencephaly
Open spina bifida
Abnormalitas plasenta
Abnormalitas ginjal
Polycystic kidney atau absent kidney
Penyumbatan saluran kemih
Ketidaksempurnaan osteogenesis
Terancam aborsi atau kematian bayi dalam rahim
Berat badan ibu menurun
Bayi kembar
Decreased Incorrect gestational age (older than calculated)
Trisomy 21 (Down Syndrome)
Trisomy 18 (Edward's Syndrome)
Hydatiform mole
Fetal demise
Berat badan ibu meningkat
Tabel 5 . Tujuan Pemeriksaan Parameter Hati.
Pemeriksaan Untuk MengukurHasil Pemeriksaan
Menunjukkan
Alkalin Fosfatase
Enzim yg dihasilkan di dalam hati,
tulang & plasenta;
yg dilepaskan ke hati bila terjadi
cedera atau pada aktivitas normal
tertentu, mis. pertumbuhan tulang
atau kehamilan
Penyumbatan saluran
empedu, cedera hati &
beberapa kanker
Alanin
Transaminase
(ALT)
Enzim yg dihasilkan di hati, yg
dilepaskan ke dalam darah jika sel
hati mengalami luka
Luka pada sel hati (mis.
hepatitis)
Aspartat
Transaminase
(AST)
Enzim yg dilepaskan ke dalam
darah jika hati, jantung, otot atau
otak mengalami luka
Luka di hati, jantung, otot
atau otak
BilirubinKomponen dari cairan pencernaan
(empedu) yg dihasilkan oleh hati
Penyumbatan aliran
empedu, kerusakan hati,
pemecahan sel darah
merah yg berlebihan
Gamma-glutamil
Transpeptidase
Enzim yg dihasilkan oleh hati,
pankreas & ginjal; dilepaskan ke
dalam darah hika organ-organ tsb
mengalami luka
Kerusakan organ,
keracunan obat,
penyalahgunaan alkohol,
penyakit pankreas
Laktat
DehidrogenaseEnzim yg dilepaskan ke dalam
darah jika organ tertentu mengalami
Kerusakan hati, jantung,
paru-paru atau otak &
pemecahan sel darah
luka merah yg berlebihan
5-nukleotidase
Enzim yg hanya terdapat di hati;
dilepaskan ke dalam darah jika hati
mengalami cedera
Penyumbatan saluran
empedu atau gangguan
aliran empedu
Albumin
Protein yg dihasilkan oleh hati &
secara normal dilepaskan ke dalam
darah;
salah satu fungsinya adalah
menahan cairan dalam pembuluh
darah
Kerusakan hati
Alfa-fetoproteinProtein yg dihasilkan oleh hati janin
dan buah zakar (testis)
Hepatitis berat atau
kanker hati atau kanker
testis
Antibodi
Mitokondrial
Antibodi untuk melawan
mitokondria, merupakan komponen
sel sebelah dalam
Sirosis bilier primer &
penyakit autoimun
tertentu, mis. hepatitis
menahun yg aktif
Waktu Protombin
(Protombin Time)
Waktu yg diperlukan darah untuk
membeku
(pembekuan memerlukan vit. K &
bahan-bahan yg dibuat oleh hati
BAB 3
DIAGNOSIS PENYAKIT HATI
3.1 HEPATITIS
Hepatitis merupakan peradangan hati (liver) yang disebabkan berbagai
macam faktor, yaitu infeksi virus, gangguan metabolisme, konsumsi alkohol,
penyakit autoimun, komplikasi penyakit lain, Efek samping obat-obatan yang
dikonsumsi serta adanya parasit dalam hati.
Hepatitis yang disebabkan oleh infeksi virus, dibagi menjadi beberapa
jenis, tergantung pada jenis virus yang menginfeksi sel hepatosit. Dan untuk
masing-masing jenis hepatitis tersebut terdapat penanda spesifik (marker).
Berikut ini merupakan jenis hepatitis, virus penyebab dan marker dari hepatitis
tersebut.
Hepatitis A
Disebabkan oleh HAV (Hepatitis A Virus),yang merupakan Virus RNA
famili picornavirus. Virus ini berada di sitoplasma hepatosit yang terinfeksi, dan
ditransmisikan melalui fekal-oral (kontaminasi makanan dan air minum oleh tinja
penderita). Waktu inkubasi virus antara 15-50 hari dan dapat dideteksi dalam
feses 1-2 minggu sebelum timbul gejala klinik. Virus ini sukar dideteksi dalam
darah karena masa viremia yang pendek.
Diagnosis hepatitis A bergantung pada pengamatan klinis dan
laboratorium, umumnya pasien mengalami malaise, anoreksia, demam dan mual,
dan hampir selalu terjadi peningkatan aminotransferase dan bilirubinuria, alkali
fosfatase dan bilirubin serum sering tinggi. Selain adanya gejala dan hasil
laboratorium yang telah disebutkan sebelumnya, ada penanda (marker) spesifik
yang menandakan adanya infeksi dari HAV, yaitu HA Ag (Hepatitis A Antigen)
dan HA Ab (Hepatitis A Antigen) HA Ag merupakan antigen virus hepatitis A,
dan merupakan penanda adanya infeksi HAV. HA Ab merupakan antibody
terhadap HA Ag dan terdiri dari dua, yaitu IgM dan IgG. Adanya IgM
menunjukkan infeksi akut, sedangkan adanya IgM menunjukkan bahwa pasien
pernah terinfeksi sebelumnya. Gambar berikut menunjukkan waktu munculnya
marker dari infeksi HAV.
Hepatitis B
Disebabkan oleh HBV (Hepatitis B Virus), merupakan virus dari famili
hepadnavirus, ditransmisikan melalui cairan tubuh (terutama darah), melalui
hubungan seks, dan dari ibu ke bayi. Virion HBV infektif dapat beredar dalam
darah untuk jangka waktu yang lam, biasanya lebih parah dari hepatitis A, dan
dapat berakibat fatal.
Beberapa marker HBV yaitu :
• core antigen (HBcAg), merupakan antigen protein inti dari HBV yang
tidak dijumpai dalam darah, tetapi dijumpai pada permukaan/dalam sel hati.
• HBcAb, antibodi terhadap HBcAg, dapat muncul dalam darah beberapa
saat setelah munculnya HBsAg. Apabila berada dalam bentuk IgM→ infeksi akut,
IgM bertahan >6 bulan →infeksi kronik, bila dijumpai HBcAb jenis IgG + anti
HBs → penderita sembuh
• surface antigen (HBsAg atau HBs), indikator paling awal untuk
mendiagnosis infeksi virus hepatitis B.Penanda serum ini dapat muncul sekitar 2
minggu setelah penderita terinfeksi, dan akan tetap ada selama fase akut infeksi
sampai terbentuk anti-HBs. Jika penanda serum ini tetap ada selam 6 bulan,
hepatitis dapat menjadi kronis dan penderita dapat menjadi carrier. Vaksin
hepatitis B tidak akan menyebabkan HBsAg positif. Penderita HBsAg positif
tidak boleh mendonorkan darah.
• HBsAb, antibodi terhadap HBsAg, penanda penting bagi yang pernah
terpapar, sembuh,kebal atau post vaccinacy HBV.Waktu mulai tidak terdeteksinya
HBsAg dalam darah sampai dengan terdeteksi HBsAb →disebut Window period
(beberapa minggu)
• e antigen (HBeAg) related to the core antigen, merupakan bagian protein
inti (core protein) HBV. Penanda replikasi aktif virus dan infektifitas yang
tinggi.Apabila antigen menetap → kronis
• HBeAb, antibodi terhadap HBe Ag, sebagai penanda eliminasi dari virus.
Apabila terjadi serokonversi dari HBeAg ke Anti HBe (biasanya pada puncak
gejala klinis,GPT dan GOT meningkat) → penyembuhan.
Selain dengan antigen dan antibody ada penanda spesifik lainnya dari infeksi
HBV, yaitu HBV DNA. HBV DNA dapat ditentukan dengan teknik Polymerase
Chain Reaction (PCR) Hybridization, dan merupakan penanda yang paling tepat
untuk menandakan proses replikasi aktif virus.
Hepatitis C
Awalnya dikenal dengan sebutan hepatitis non-A dan non-B, disebabkan
oleh HCV (Hepatitis C Virus), yang merupakan virus RNA, golongan flavivirus.
HCV ditransmisikan secara parenteral, lebih sering terjadi pada kasus pasca
transfusi, tetapi juga perlu dipertimbangkan pada ketergantungan obat, tusukan
jarum, hemodialisis, dan hemophilia. Kira-kira setengah dari kasus HCV akut
menjadi carrier kronis.
Beberapa marker dari infeksi HCV adalah HCAg, merupakan antigen
HCV yang sulit ditentukan titernya bila kosentrasi virus dalam serum rendah;
HCAb, antibodi terhadap beberapa protein dari hepatitis C virus dan merupakan
penanda bahwa telah terjadi infeksi; HCV-RNA, penanda yang menyatakan
sedang terjadi replikasi virus secara aktif.
Hepatitis D
Disebabkan oleh HDV (Hepatitis D Virus), merupakan Virus RNA, yang
hanya bisa bereplikasi dengan adanya HBsAg. Hepatitis D merupakan endemik di
beberapa negara, biasanya berat dan terjadi 7-14 hari setelah infeksi HBV yang
akut dan parah. Infeksi HDV memiliki angka kejadian yang rendah, kecuali pada
penyalahgunaan obat intravena, dan penderita yang menerima transfusi ganda
Marker infeksi HDV : HDAg, antigen HDV yang dapat dijumpai bersama
sama dengan HBV yang diperlukan untuk replikasi. Inti, genom RNA dan antigen
delta terdapat dalam virion yang terbungkus HBsAg; HDAb, antibodi terhadap
HDV, bila anti HDV IgM → infeksi akut.
Deteksi HDAg dan HDV-RNA mengindikasikan fase akut HBV dan
infeksi HDV. Ketika HBsAg hilang diikuti HDAg, HDAb timbul kemudian dan
dapat mengindikasikan hepatitis D kronis.
Hepatitis E
Disebabkan oleh HEV, yaitu virus RNA yang ditransmisikan secara fekal-
oral. Hepatitis E umum terjadi di Asia, Afrika, Meksiko. Antibodi terhadap
hepatitis E (anti-HEV) digunakan untuk mendeteksi infeksi hepatitis E. Terdiri
dari dua yaitu : anti-HEV IgM, untuk mendeteksi infeksi yang baru atau sedang
terjadi dan anti-HEV IgG untuk mendeteksi infeksi yang sedang terjadi atau yang
telah terjadi. Hasil pemeriksaan ini dikonfirmasi dengan HEV-RNA.
Tabel 6. Perbedaan Hepatitis Akut, Penyakit Liver Kronik dan Penyakit Liver
Alkoholik
Enzim Hepatitis
akut
Sirosis Kronik Alkoholik Obstruktif Tumor
AST ↑↑↑ N, ↑ ↑ ↑ ↑ ↑
ALT ↑↑ N, ↑ ↑ ↑ ↑ ↑
ALP ↑ N, ↑ N, ↑ N, ↑ ↑↑↑ ↑↑
GGT ↑ N, ↑ ↑↑↑ ↑↑↑ ↑↑ ↑↑↑↑
LD ↑↑ ↑↑ N, ↑ N, ↑ N ↑↑↑
5-nukleotidase ↑ N, ↑ ↑ ↑ ↑↑↑ ↑↑
3.2 PARAMETER PENYAKIT HATI
1. Semua cedera akut dan/atau lesi nekrotik pada hati terutama menyebabkan
kenaikan kadar aminotransferases, aspartate aminotransferase (AST) dan
alanine aminotransferase (ALT). Cedera sel dan nekrosis juga menyebabkan
kenaikan enzim lain seperti dehydrogenase laktat (LD). Ini termasuk hepatitis
akut (misalnya, karena infeksi dan induksi kimiawi), infark, dan trauma.
Saluran empedu selalu terpengaruh sehingga bilirubin langsung juga
dipengaruhi Karena cedera saluran empedu, enzim fosfatase alkali meningkat
seiring dengan gamma-glutamil transferase (GGT) dan 5'-nucleotidase (5'-N).
Cedera hepatosit menyebabkan hilangnya konjugasi dari bilirubin yang
diangkut, sehingga bilirubin tidak langsung (unconjugated) juga meningkat.
Hal ini disebabkan karena pada hepatitis, sel hati yang rusak, masih kurang
dari 80%, regenerasi total akan terjadi dan jaringan yang tersedia cukup untuk
sintesis protein dan fiksasi amonia sebagai urea. Oleh karena itu, protein total
dan albumin dan kadar amonia tetap normal. Hasil khas ini dirangkum dalam
kondisi 1 dari Tabel 8-5.
2. Sirosis hati ditandai dengan dua gejala utama yaitu: fibrosis, yang mencegah
regenerasi jaringan hati dimanapun fibrosis telah terjadi, dan nodul regenerasi
jaringan hati, yang merupakan satu-satunya sumber dari setiap jenis fungsi
hepatocytic. Dengan demikian, berbeda dengan hepatitis pada kondisi 1 dalam
table 8-5, pada sirosis panhepatic, kerusakan jaringan hati yang terjadi >80%,
tanpa regenerasi dari jaringn yang telah rusak, AST / ALT aminotransferases
dan kadar LD (semua dari nodul regenerasi) cenderung menjadi normal atau
rendah atau kadang-kadang agak tinggi . Namun, total protein dan albumin
keduanya abnormal (rendah). Kadar ammonia menjadi tinggi. Selain itu
karena tidak cukupnya jaringan hati yang tersisa yang layak digunakan, dan
karena fibrosis menghancurkan cholangioles, baik bilirubin langsung dan
tidak langsung cenderung akan meningkat. Hasil ini diringkaskan dalam
kondisi 2 dari Tabel 8-5.
3. Obstruksi bilier akut yang disebabkan oleh batu pada biliary tree atau oleh
neoplasma yang menghalangi ekskresi empedu, menyebabkan peningkatan
bilirubin langsung dan fosfatase alkali saluran empedu, bersama dengan
enzim, GGT dan 5'-N. Semua hasil tes fungsi hati lainnya normal. Untuk
obstruksi empedu sederhana, pola ini seperti yang ditunjukkan dalam kondisi
3 dari Tabel 8-5.
4. Space-occupying lesions dari hati ditandai dengan peningkatan terisolasi dari
enzim fosfatase alkali dan LD. Akan tetapi mekanisme pasti terjadinya belum
diketahui. Pola ini ditunjukkan dalam kondisi 4 dari Tabel 8-5. Penyebab
paling umum dari kondisi ini adalah metastasis karsinoma ke hati.
5. Passive congestion ditandai dengan sedikit peningkatan aminotransferases
(AST / ALT) dan LD dan dalam kasus yang lebih berat, peningkatan bilirubin
total dan fosfatase alkali. Pola ini juga terlihat pada mononukleosis menular,
yang dapat ditandai dengan kenaikan bilirubin. Pola kongesti pasif umum
ditunjukkan dalam kondisi 5 dari Tabel 8-5.
6. Fulminant failure dapat disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya sindrom
Reye's dan hepatitis C (Gill, 2001; Schiodt, 2003). Kondisi ini adalah
kegagalan total hati. Pola keseluruhan (Sunheimer, 1994) ditunjukkan dalam
kondisi 6 dari Tabel 8-5. Kondisi ini muncul sebagai akibat kombinasi
hepatitis dan sirosis. AST dan ALT mencapai nilai yang sangat tinggi,
seringkali lebih dari 10 000 IU / L. Pada saat yang sama, protein total dan
albumin yang nyata berkurang, dan kadar amonia yang abnormal tinggi,
menyebabkan ensefalopati hati. LD, alkali fosfatase dan bilirubin juga
meningkat. Selain kenaikan ditandai AST dan ALT, dikombinasikan dengan
hiperamonemia, ada kenaikan proporsional karakteristik AST atas ALT.
Sangat penting untuk mengenali pola ini karena kondisi yang mendasarinya
adalah keadaan darurat medis yang harus segera diobati.
Tabel 7. Perbandingan Diagnosis pada Penyakit Hati
3.3 JAUNDICE
Ada tiga jenis ikterus, yaitu ikterus hemolitik, ikterus hepatoselular, dan
ikterus obstruktif.
1. Ikterus hemolitik (prehepatik jaundice)
Ikterus hemolitik disebabkan oleh lisis (penguraian) sel darah merah
yang berlebihan. Penyebab ikterus prehepatik karena terjadi faktor-faktor
yang tidak berkaitan dengan hati. Obstruksi sel darah merah yang
berlebihan dan hati tidak dapat mengkonjugasikan semua bilirubin yang
dihasilkan. Bilirubin tak terkonjugasi meningkat namun sebagian bilirubin
akan terkonjugasi sehingga warna tinja normal.
2. Ikterus hepatik
Ikterus hepatik terjadi akibat penurunan penyerapan dan konjugasi
bilirubin oleh hati terjadi pada disfungsi sel hati. Penyebabnya antara lain
sel hati yang terinfeksi virus, kanker, sirosis, cacat bawaan, dan obat-
obatan (hormon, steroid, antibiotik, halotan). Kadar bilirubin tak
terkonjugasi meningkat dan penurunan kadar bilirubin terkonjugasi.
3. Ikterus obstruktif (posthepatik jaundice)
Ikterus obstruktif terjadi akibat penyumbatan terhadap aliran empedu
yang keluar dari hati atau melalui duktus biliaris. Penyebabnya antara lain
batu empedu atau tumor. Hiperbilirubinemia posthepatik secara umum
terjadi akibat kegagalan dalam transportasi bilirubin terkonjugasi dan
empedu yang keluar dari hati. Hali ini bisa menyebabkan obstruksi
canaliculi kecil hati, saluran empedu hati, saluran empedu ke arah usus 12
jari dari usus halus. Peningkatan bilirubin terkonjugasi terjadi tetapi kadar
bilirubin tak terkonjugasi normal. Kadar ALP dan GGT mengalami
peningkatan.
Tabel 8. Uji Fungsi Hati pada Masing-masing Tipe Jaundice
3.4 NEONATAL HIPERBILIRUBINEMIA
Neonatal hiperbilirubinemia disebabkan oleh ketidakmampuan hati yang
immature pada bayi baru lahir untuk memproduksi UDPG-transferase.
Peningkatan yang sedikit dari bilirubin dua dan tiga hari kehidupan adalah
respon yang normal. Ciri serum bilirubin pada hyperbilirubinemia hepatik
adalah meningkatnya bilirubin tak terkonjugasi dan terkonjugasi. Enzim
serum mengindikasikan inflamasi sel hati dan kerusakan selular hati, termasuk
ALT dan AST, juga mengalami peningkatan.
Hyperbilirubinemia diperpanjang sering mengindikasikan kondisi yang
serius pada neonatus, seperti penyakit hemolitik pada bayi, atresia biliar, dan
hepatitis idiopatik. Atresia biliar merupakan kelainan kongenital yang secara
anatomik terdapat penyumbatan saluran empedu dan jaundice posthepatik.
Neonatal hepatitis idiopatik adalah kondisi inflamasi yang tidak diketahui
penyebabnya, muncul sebagai jaundice hepatik dengan peningkatan enzim
hati.
Kadar bilirubin normal pada neonatal adalah :
Full-term 0–24 jam = 2,0–6,0 mg/dL
Full-term 24–48 jam = 6,0–10,0 mg/dL
Full-term 3–5 hari = 4,0–8,0 mg/dL
Premature 0–24 jam = 1,0–8,0 mg/dL
Premature 24–48 jam = 6,0–12,0 mg/dL
Premature 3–5 hari = 10,0–14,0 mg/dL
3.5 BATU EMPEDU
Batu empedu adalah batu yang terbentuk dan ditemukan di sistem
empedu yaitu di saluran dan kantong empedu. Ada 2 jenis batu empedu yaitu :
1. Batu Kolesterol
Batu jenis tersebut terdiri atas kolesterol (60%), musin, garam kalsium
bilirubin, fosfat, carbonat dan palmitat, serta senyawa lain dalam jumlah
kecil.
2. Batu Pigmen
Komposisi dari batu tersebut sebagian besar terdiri atas pigmen dan garam
kalsium. Batu pigmen terbagi atas 2 tipe yaitu batu pigmen hitam dan
coklat. Batu pigmen hitam terdiri atas kalsium bilirubinat, pigmen lain,
musin, kalisum fosfat dan karbonat, serta sejumlah kecil senyawa lain.
Batu tersebut terbentuk melalui proses presipitasi dari garam kalsium dan
pigmen. Batu pigmen coklat terdiri atas kalsium bilirubinat, kolesterol,
kalsium palmitat, serta sejumlah kecil senyawa lain. Batu tersebut
terbentuk akibat presipitasi dari kalsium bilirubinat dan garam kalsium
dari asam lemak.
Diagnosis batu empedu dilakukan melalui pemeriksaan radiologi, yaitu :
• Ultrasonografi
- Merupakan metode utama untuk diagnosis batu empedu (sensitivitas
95%).
- Ultrasonografi dapat memvisualisasikan saluran empedu, hati dan
pankreas
• Pemeriksaan Radiologik Lain
- Abdominal X-rays
- CT Scan
- Percutaneous Transhepatic Cholangiography (PTC)
BAB IV
PENUTUP
Pemeriksaan klinik menyediakan beberapa tes untuk penilaian fungsi hati.
Fungsi sintesis hati dapat dinilai melalui pengukuran kadar protein total dan
albumin dalam darah. Fungsi metabolisme hati juga dapat diukur melalui
pengukuran kadar bilirubin, kolesterol, trigliserida, amonia, urea dan waktu
perpanjangan perdarahan (prothrombin time). Enzim hepatoselular seperti
transaminasi (AST dan ALT) dan LDH, enzim kolestatik (ALP, GGT) penting
dalam penilaian fungsi dan status inflammasi hati. Korelasi hasil laboratorium
setiap waktu merupakan indikasi akurasi hasil diagnosis.
DAFTAR PUSTAKA
Arneson, W., Brickell, J. (2007). Clinical Chemistry A Laboratory Perspective.
Philadelphia : FA Davis Company, 233 – 265
Corwin, Elizabeth. (2000). Handbook of Pathophysiology. Philadelphia:
Lippincott-Raven
Friedman, LS., Keffe, EB. (2004) Handbook of Liver Disease 2nd Edition.
Philadelphia : Churchill Livingstone, 1-16, 417-419
Guyton, C., John, EH. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi Sembilan.
Terj. dari: Textbook of Medical Physiology Nineth Edition, oleh Irawati Setiawan,
dkk. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 392-399
Henry, JB. (1991) Clinical Diagnosis and Management Laboratorium Methods
18th Edition. Philadelphia: W. B. Saunders Company
Murray, RK., Daryl, KG., Peter, AM., Victor, WR. (1997) Biokimia Harper Edisi
Ke-24. Terj. dari: Harper’s Biochemistry, oleh Andry Hartono. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 269-271
PERTANYAAN
1. Apa yang dimaksud alfa-fetoprotein?
Jawab:
Selama 10 minggu pertama kehidupan janin, protein serum yang pertama
dibentuk bukanlah albumin, tetapi alfa-fetoprotein (AFP), yaitu suatu glikoprotein
yang pada eletroforesis bermigrasi lebih lambat daripada albumin tetapi lebih
cepat daripada kebanyakan globulin. Pada orang dewasa, kemampuan hepatosit
yang normal beristirahat dalam mensisntesis AFP, tetapi pada hepatosit yang
sedang bermultiplikasi cepat, kemampuan mensintesis AFP dapat muncul.
Apabila terjadi multiplikasi hepatosit secara cepat pada kehidupan pascauterus
(pemulihan hati setelah mengalami kerusakan, transpalntasi hati dsb), kadar AFP
serum juga meningkat. Apabila terjadi multiplikasi berlebihan sepeti pada
karsinoma hati, kadar AFP dapat meningkat sampai beberapa ribu nanogram
permilimeter. Aktivitas regenerasi yang lebih rendah, yang khas pada sirosis aktif,
hepatitis aktif kronis, atau fase pemulihan hepatitis virus, dapat menyebabkan
peningkatan kadar AFP sampai sekitar 500 mg/L.
Manfaat pengukuran AFP: Pada pasien karsinoma hepatoseluler, menurunnya
kadar AFP mengisaratkan eleminasi sel-sel ganas, dan pengingkatan kadar AFP
mencerminkan rekurasi kanker.
2. Perbedaan Waktu Protombrin dengan waktu tromboplastin parsial?
Jawab:
Defisiensi farktor pembekuan yang tergantung vitamin K memperpanjang waktu
protombin (PT) maupun waktu tromboplastin parsil (PTT). Faktor II, VII, X
mempengaruhi PT; Faktor II,IX dan X mempengaruhi PTT. Dari empat protein
tergantung vitamin K, faktir VII memiliki paruh waktu tersingkat, sehingga kadar
faktor VII turun pertama kali saat terjadi penurunan fungsi hati. Karena itu, PT
akan memanjang lebih dahulu dibandingkan PTT.
3. Kenapa bayi kuning disinar UV?
Jawab: Pada bayi kuning, kadar bilirubin yang tidak terkonjugasi (tidak larut
dalam air) tinggi di dalam darah. Sinar UV mengubah struktur bilirubin menjadi
larut di dalam air sehingga bisa disekresi bersama urin, sehingga kadar bilirubin
dalam darah bayi menurun.
4. Bagaimana cara melakukan transpalntasi hati:
Jawab:
Transplantasi hati merupakan cara atau alternatif terakhir untuk pasien dengan
penyakit hati kronis yang ada virus sekunder. Transplantasi tidak mudah
dilakukan. Tenaga medik harus mencari hati yang cocok dengan hati si pasien.
Jika tidak tubuh akan menolak dan hati tidak dapat berfungsi di tubuh pasien.
Keberhasilan transpalantasi juga dipengaruhi pengawetan hati yang benar sejak
pengambilan dari pendonor sampai pemasangannya di tubuh pasien. Uji yang
dilakukan untuk pemantauan transplantasi hati yaitu uji prosedur standar seperti
kadar ALT, AST, bilirubin, GGT dan waktu pembekuan. Penolakan oleh tubuh
pasien ditandai dengan peningkatan bilirubin, ALP,GGT, infeksi virus sering
terjadi sebagai respon imunosupresi.
5. Pemeriksaan pralbumin dilakukan untuk apa?
Jawab:
Pemeriksaan praalbumin (transtiretin) dilakukan untuk pemeriksaan gagal
hepatoseluler akut yang membutuhkan hasil laboratorium yang cepat. Praalbumin
memiliki waktu paruh 2 hari sedangkan albumin waktu paruhnya 14-20 hari,
sehingga penurunan praalbumin lebih cepat dibandingkan albumin apabila sintesis
hati terganggu. Pada situasi akut seperti hepatitis virus atau toksik, kadar
praalbumin secara sensitif mencerminkan intensitas kerusakan hati. Selain itu,
malnutrisi akibat kanker ataupun akibat kelaparan juga disertai penurunan
praalbumin serum.
6. Pemeriksaan Gamma GT spesifik untuk hepatitis apa?
Jawab:
Gamma GT spesifik untuk pemeriksaan hepatitis disebabkan karena alkohol
sedangkan akalu akibat autoimun biasanya dialakuan pemeriksaan antigen
antibodi.