makalah ksfk gangguan hepar

66
MAKALAH GANGGUAN HEPAR Disusun Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Kapita Selekta Farmasi Klinik Disusun oleh: Niken Indriyani ( 1061511065 ) Ninik Risa Widyawati ( 1061511066 ) Nurizka Febrian N ( 1061511071 ) Oky Yusmikawati ( 1061511073 ) Yesi Pri Hatining Tyas ( 1061421056 )

Upload: niken-indriyani

Post on 10-Jul-2016

164 views

Category:

Documents


17 download

DESCRIPTION

gangguan hepar Stifar Semarang

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Ksfk Gangguan Hepar

MAKALAHGANGGUAN HEPAR

Disusun Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah

Kapita Selekta Farmasi Klinik

Disusun oleh:

Niken Indriyani ( 1061511065 )

Ninik Risa Widyawati ( 1061511066 )

Nurizka Febrian N ( 1061511071 )

Oky Yusmikawati ( 1061511073 )

Yesi Pri Hatining Tyas ( 1061421056 )

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI “YAYASAN PHARMASI”

SEMARANG

2015

Page 2: Makalah Ksfk Gangguan Hepar

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hati merupakan organ intestinal paling besar dalam tubuh manusia. Beratnya  rata-

rata 1,2-1,8 kg atau kira-kira 2,5% dari berat badan orang dewasa. Di dalamnya terjadi

pengaturan metabolisme tubuh dengan fungsi yang sangat kompleks dan juga proses-proses

penting lainnya, bagi kehidupan, seperti penyimpanan energi, pembentukan protein dan asam

empedu, pengaturan metabolisme kolesterol dan detoksifikasi racun atau obat yang masuk

dalam tubuh.

Hepar atau hati merupakan proses dari pusat metabolisme obat terutama obat dengan

pemberian oral. Metabolisme obat terjadi di mikrosom sel hati dan enzim yang terlibat adalah

sitokrom C-reduktase dan P 450.Tujuan dari metabolism obat adalah mengubah bahan larut

dalam air sehingga dapat dibuang melalui urin. Penyakit pada hati bisa disebabkan oleh

beberapa hal antara lain: pola hidup yang tidak sehat, adanya infeksi virus atau bakteri,

kecanduan alkohol, adanya efek samping dari obat-obat tertentu yang dapat merusak hati,

kelainan bawaan, kurang gizi dan masih banyak lagi. Apabila pasien menderita gangguan

fungsi hati mudah sekali untuk dikenali, yaitu dengan melihat perubahan warna daerah

sekitar bola mata dan kulit. Kedua daerah tersebut biasanya berwana kekuningan atau yang

sering disebut dengan jaundice.

Kebanyakan kasus yang terjadi pada pasien di rumah sakit yaitu mereka mendapatkan

berbagai macam obat yang sehubungan dengan penyakit yang dideritanya, sehingga

menyebabkan interaksi obat yang mana terjadi perubahan pada efek pengobatan dan

kemungkinan terjadi toksisitas.Interaksi obat ini biasanya tidak berhubungan dengan hati

saja, misalnya perubahan yang terjadi dalam absorbsi obat atau pengikatan dengan protein

serum, tetapi ada juga yang berhubungan dengan hati.Akibat pemakaian dari obat perangsang

enzim mikrosom hati dapat menghasilkan eliminasi obat yang bertambah cepat sehingga

konsentrasi dalam darah dan efek terapi berkurang, sehingga diperlukan dosis obat yang lebih

tinggi. Sebaliknya, bila pemberian obat mengurangi mikrosom enzim hati maka aktivitas

obatnya bertambah (Sulaiman, dkk., 1997: 241-242) yang dapat menyebabkan gangguan

pada hati, apabila hati mengalami gangguan maka akan timbul penyakit seperti

hepatitis.Hepatitis adalah istilah umum dari radang hati. “Hepa” yang berarti dengan hati, dan

“it is” yang berarti peradangan (James,dkk. 2005).

Page 3: Makalah Ksfk Gangguan Hepar

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Etiologi dan Patogenesis

Hati merupakan organ intestinal paling besar dalam tubuh manusia. Beratnya  rata-

rata 1,2-1,8 kg atau kira-kira 2,5% dari berat badan orang dewasa. Di dalamnya terjadi

pengaturan metabolisme tubuh dengan fungsi yang sangat kompleks dan juga proses-proses

penting lainnya, bagi kehidupan, seperti penyimpanan energi, pembentukan protein dan asam

empedu, pengaturan metabolisme kolesterol dan detoksifikasi racun atau obat yang masuk

dalam tubuh.  

Gangguan fungsi hati seringkali dihubungkan dengan beberapa penyakit hati tertentu.

Beberapa pendapat membedakan penyakit hati menjadi penyakit hati akut dan kronis.

Dikatakan akut apabila kelainan-kelainan yang terjadi berlangsung sampai dengan 6 bulan,

sedangkan penyakit hari kronis berarti gangguan yang terjadi sudah berlangsung lebih dari 6

bulan. Ada satu bentuk penyakit hati akut yang fatal, yakni kegagalan hati fulminan, yang

berarti perkembangan mulai dari timbulnya penyakit hati hingga kegagalan hati yang

berakibat kematian (fatal) terjadi kurang dari 4 minggu.

Beberapa penyebab penyakit hati antara lain :

1. Infeksi virus hepatitis, dapat ditularkan melalui selaput mukosa, hubungan seksual

atau darah (parenteral)

2. Zat-zat toksik, seperti alkohol atau obat-obat tertentu.

3. Genetik atau keturunan, seperti hemochromatosis

4. Gangguan imunologis, seperti hepatitis autoimun, yang ditimbulkan karena adanya

perlawanan sistem pertahanan tubuh terhadap jaringan tubuhnya sendiri. Pada

hepatitis autoimun, terjadi perlawanan terhadap sel-sel hati yang berakibat timbulnya

peradangan kronis.

5. Kanker, seperti hepatocelluler Carcinoma, dapat disebabkan oleh senyawa

karsinogenik antara lain aflatoksin, polivinil klorida (bahan pembuat plastik), virus,

dan lain-lain. Hepatitis B dan C maupun sirosis hati juga dapat berkembang menjadi

kanker hati.

Page 4: Makalah Ksfk Gangguan Hepar

2.2. Klasifikasi Penyakit Hati

Penyakit hati dibedakan menjadi berbagai jenis, berikut beberapa macam penyakit

hati yang sering ditemukan yaitu (Depkes RI, 2007) :

1. Hepatitis

Hepatitis merupakan peradangan pada hati yang disebabkan oleh banyak hal namun

yang terpenting diantaranya adalah karena infeksi virus-virus hepatitis. Virus ini selain dapat

memberikan peradangan hati akut, juga dapat menjadi kronik.

A. Patofisiologi hepatitis (Iso Farmakoterapi, 2008) :

1. Hepatitis Virus Akut

Hepatitis virus adalah penyakit yang biasanya sembuh dengan sendirinya,

dengan kasus rendah sampai tingkat yang fatal.

Virus dapat masuk ke sirkulasi (biasanya melalui inokulasi oral atau parenteral

atau oleh hubungan sex) dan terakumulasi pada sinusoid hati dan bagian

dalam dari hepatosit.

Virus bereplikasi di hepatosit dan menyebar masuk kedalam darah empedu

dan cairan tubuh yang lain.

Durasi pada tingkat inkubasi spesifik dan bervariasi. Pada penjamu (host)

tidak ada gejala selama masa inkubasi tersebut.

Virus hepatotropik menyebabkan luka pada hati dikarenakan respon imun

penjamu/host atau dari virus secara langsung melukai hepatosis seluler dan

respon imun humoral secara langsung melewati antigen virus ditentukan pada

membran hepatosit penjamu dan atau sirkulasinya dengan bagian vascular.

2. Hepatitis Kronik Karena Virus (Hepatitis Virus Kronik)

Hepatitis virus kronik merupakan penyebab sakit hati kronik, sirosis, gagal

hati dan hepatoselullar karsinoma (HCC) atau kanker sel hati di seluruh tubuh.

Hepatitis virus kronik tersebut dapat berkembang dalam bentuk tetap.

Beberapa berkembang menjadi fibrosis hati dan serrosis dan beberapa

berkembang menjadi gagal hati atau HCC.

Pasien dengan hepatitis virus kronis memiliki limfosit sitotoksik dan respon

limfosit CD4 yang lemah. Pasien dengan infeksi kronis HBC mengalami

kekurangan produksi limfosit sitotoksik atau respon interferon (IFN) lemah,

yang menyebabkan limfosit tidak tepat dapat mengarah ke sel target yang

terinfeksi.

Page 5: Makalah Ksfk Gangguan Hepar

Jika replikasi virus terus terjadi dan kerusakan hepatosit tidak dapat dihambat,

maka hepatosit yang berfungsi akan menurun bertahap. Fibrosis yang terjadi

pada mekanisme perbaikan sel akan merusak arsitektur dasar sel dan terjadilah

nodul hepatik.

Fibrosis hati dengan nodul yang menyebar disebut sirosis.

B. Etiologi

Penyebab hepatitis adalah virus hepatitis yang dibagi menjadi:

a. Hepatitis A

Termasuk klasifikasi virus dengan transmisi secara enterik. Tidak memiliki selubung

dan tahan terhadap cairan empedu. Virus ini ditemukan di dalam tinja. Berbentuk kubus

simetrik dengan diameter 27-28 nm, untai tunggal (single stranded), molekul RNA linier : 7,5

kb; termasuk picornavirus, sub klasifikasi hepatovirus. Menginfeksi dan bereplikasi pada

primata non-manusia dan galur sel manusia.

Sering kali infeksi hepatitis A pada anak-anak tidak menimbulkan gejala, sedangkan pada

orang dewasa menyebabkan gejala mirip flu, rasa lelah, demam, diare, mual, nyeri perut,

mata kuning dan hilangnya nafsu makan. Gejala hilang sama sekali setelah 6-12 minggu.

Penderita hepatitis A akan menjadi kebal terhadap penyakit tersebut. Berbeda dengan

hepatitis B dan C, infeksi hepatitis A tidak akan berlanjut menjadi kronik.

Masa inkubasi 15–50 hari, (rata-rata 30 hari). Tersebar di seluruh dunia dengan endemisitas

yang tinggi terdapat di negara-negara berkembang. Penularan terjadi melalui makanan atau

minuman yang terkontaminasi tinja penderita hepatitis A, misalnya makan buah-buahan atau

sayur yang tidak dikelola / dimasak sempurna, makan kerang setengah matang, minum es

batu yang prosesnya terkontaminasi. Faktor resiko lain, meliputi : tempat-tempat

penitipan/perawatan bayi atau batita, institusi untuk developmentally  disadvantage,

bepergian ke negara berkembang, perilaku seks oral anak, pemakaian jarum bersama pada

IDU (Injecting Drug User).

Saat ini sudah ada vaksin hepatitis A yang memberikan kekebalan selama 4 minggu setelah

suntikan pertama. Untuk kekebalan yang lebih panjang diperlukan suntikan vaksin beberapa

kali.

b. Hepatitis B

Manifestasi infeksi hepatitis B adalah peradangan kronik pada hati. Virus hepatitis B

termasuk yang paling sering ditemui. Distribusinya tersebar di seluruh dunia, dengan

prevalensi karier di USA < 1%, sedangkan di Asia 5 - 15%. Masa inkubasi berkisar 15-180

hari, (rata-rata 60-90 hari).

Page 6: Makalah Ksfk Gangguan Hepar

Sebagian penderita hepatitis B akan sembuh sempurna dan mempunyai kekebalan seumur

hidup, tapi sebagian lagi gagal memperoleh kekebalan. Sebanyak 1–5% penderita dewasa,

90% neonatus dan 50% bayi akan berkembang menjadi hepatitis kronik dan viremia yang

persisten. Orang tersebut akan terus-menerus membawa virus hepatitis B dan bisa menjadi

sumber penularan. Penularannya melalui darah atau transmisi seksual. Dapat terjadi lewat

jarum suntik, pisau, tato, tindik, akupunktur atau penggunaan sikat gigi bersama yang

terkontaminasi, transfusi darah, penderita hemodialisis dan gigitan manusia. Hepatitis B

sangat berisiko bagi pecandu narkotika dan orang yang mempunyai banyak pasangan seksual.

Gejala hepatitis B adalah lemas, lesu, sakit otot, mual dan muntah. Kadang-kadang timbul

gejala flu, faringitis, batuk, fotofobia, kurang nafsu makan, mata dan kulit kuning yang

didahului dengan urin berwarna gelap. Gatal-gatal di kulit, biasanya ringan dan sementara.

Jarang ditemukan demam. Untuk mencegah penularan hepatitis B adalah dengan imunisasi

hepatitis B terhadap bayi yang baru lahir, menghindari hubungan badan dengan orang yang

terinfeksi, hindari penyalahgunaan obat dan pemakaian bersama jarum suntik. Menghindari

pemakaian bersama sikat gigi atau alat cukur, dan memastikan alat suci hama bila ingin

bertato melubangi telinga atau tusuk jarum.

c. Hepatitis C

Hepatitis C adalah penyakit infeksi yang bisa tak terdeteksi pada seseorang selama

puluhan tahun dan perlahan-lahan tapi pasti merusak organ hati. Penyakit ini sekarang

muncul sebagai salah satu masalah pemeliharaan kesehatan utama di Amerika Serikat, baik

dalam segi mortalitas maupun segi finansial.

Biasanya orang-orang yang menderita penyakit hepatitis C tidak menyadari bahwa dirinya

mengidap penyakit ini, karena memang tidak ada gejala-gejala khusus. Beberapa orang

berfikir bahwa mereka hanya terserang flu. Gejala yang biasa dirasakan antara lain demam,

rasa lelah, muntah, sakit kepala, sakit perut atau hilangnya selera makan.

d. Hepatitis D

Virus Hepatitis D (HDV) atau virus delta adalah virus yang unik, yakni virus RNA yang tidak

lengkap memerlukan keberadaan virus hepatitis B untuk ekspresi dan patogenisitasnya, tetapi

tidak untuk replikasinya. Penularan melalui hubungan seksual, jarum suntik dan transfusi

darah. Gejala penyakit hepatitis D bervariasi, dapat muncul sebagai gejala yang ringan (ko-

infeksi) atau sangat progresif.

e. Hepatitis E

Page 7: Makalah Ksfk Gangguan Hepar

Gejala mirip hepatitis A, demam, pegal linu, lelah, hilang nafsu makan dan sakit perut.

Penyakit ini akan sembuh sendiri (self-limited), kecuali bila terjadi pada kehamilan,

khususnya trimester ketiga, dapat mematikan. Penularan hepatitis E melalui air yang

terkontaminasi feces.

f. Hepatitis F

Baru ada sedikit kasus yang dilaporkan. Saat ini para pakar belum sepakat hepatitis F

merupakan penyakit hepatitis yang terpisah.

g. Hepatitis G

Gejala serupa hepatitis C, seringkali infeksi bersamaan dengan hepatitis B dan/atau C. Tidak

menyebabkan hepatitis fulminan atau hepatitis kronik. Penularan melalui transfusi darah dan

jarum suntik.

2. Sirosis

Sirosis adalah proses difus yang ditandai oleh fibrosis dan perubahan struktur hepar yang

normal menjadi nodula- nodula yang abnormal. Hasil akhirnya adalah destruksi hepatosit dan

digantikan oleh jaringan fibrin serta gangguan atau kerusakan vaskular (Dipiro et al, 2006).

Progevisitas sirosis akan mengarah pada kondisi hipertensi portal yang bertanggung jawab

terhadap banyak komplikasi dari perkembangan penyakit sirosis ini. Komplikasi ini meliputi

spontaneous bacterial peritonitis (SBP), hepatic encephalophaty dan pecahnya varises

esophagus yang mengakibatkan perdarahan (hematemesis dan atau melena) (Sease et al,

2008).

A. Patofisiologi

Pada kondisi normal, hati merupakan sistem filtrasi darah yang menerima darah yang

berasal dari vena mesenterika, lambung, limfe, dan pankreas masuk melalui arteri hepatika

dan vena porta. Darah masuk ke hati melalui triad porta yang terdiri dari cabang vena porta,

arteri hepatika, dan saluran empedu. Kemudian masuk ke dalam ruang sinusoid lobul hati.

Darah yang sudah difilter masuk ke dalam vena sentral kemudian masuk ke vena hepatik

yang lebih besar menuju ke vena cava inferior (Sease et al, 2008).

Pada sirosis, adanya jaringan fibrosis dalam sinusoid mengganggu aliran darah normal

menuju lobul hati menyebabkan hipertensi portal yang dapat berkembang menjadi varises

dan asites. Berkurangnya sel hepatosit normal pada keadaan sirosis menyebabkan

berkurangnya fungsi metabolik dan sintetik hati. Hal tersebut dapat memicu terjadinya

ensefalopati hepatik dan koagulopati (Sease et al, 2008).

Page 8: Makalah Ksfk Gangguan Hepar

B. Etiologi

Etiologi sirosis antara lain sebagai berikut (Sease et al, 2008):

Konsumsi alkohol jangka panjang

Hepatitis kronis yang disebabkan oleh virus (tipe B dan C).

Penyakit liver metabolik (hemokromatosis, wilson disease, nonalcoholic

steatohepatitis atau “fatty liver”)

Penyakit liver kolestasis

Obat-obatan dan bahan alam (Isoniazid, metildopa, methotrexate, estrogen,

anabolik steroid, Jamaican bush tea)

Salah satu penyebab terjadinya sirosis hati adalah infeksi kronik virus hepatitis B dan

Hepatitis C. Transmisi virus Hepatitis B dan C dapat melalui rute parenteral (transfusi darah,

injeksi dari jarum suntik yang terkontaminasi), dan kontak personal (hubungan seksual,

kontak tenaga kesehatan dengan pasiennya, hubungan vertikal ibu dengan bayi yang

dikandungnya). Hepatitis B merupakan penyebab terbesar berkembangnya penyakit sirosis di

dunia secara umum. (Dipiro, 2008; Goldman, 2007). Hepatitis B merupakan virus DNA

dengan masa inkubasi dalam tubuh 30-150 hari. Diagnosa hepatitis B melalui HBsAg positif

dalam serum pasien. Bila HBsAg dinyatakan positif maka pasien termasuk dalam kelompok

hepatitis virus akut atau hepatitis virus kronik bila dinyatakan HBsAg positif (Goldman,

2007). Bila tidak ditangani dengan baik pasien hepatitis B virus akut akan mengarah pada

keadaan kronik dan perjalanan penyakit jangka panjang akan berkembang menjadi sirosis dan

kanker hati (PDT, 2008).

Manifestasi klinis dari sirosis bersumber dari dua kegagalan fundamental yaitu:

Kegagalan parenkim hati yang ditandai dengan produksi protein yang rendah,

gangguan mekanisme pembekuan darah, gangguan keseimbangan hormonal.

Hipertensi portal yang umumnya timbul bila tekanan sistem portal > 10 mmHg (PDT,

2008).

Gambaran klinis sirosis hati dibagi dalam dua stadium:

Sirosis kompesata dengan gejala klinis yang belum tampak dan diagnosis ditegakkan

pada saat mengevaluasi faal hati pasien hepatitis kronik

Sirosis dekompesata dengan gejala klinis yang jelas (asites, jaundice, encephalophaty,

perdarahan esofagus) (PDT, 2008).

C. Komplikasi Sirosis

a. Variceas Esophageal Hemorrhage (Perdarahan varises esofagus)

Page 9: Makalah Ksfk Gangguan Hepar

Komplikasi dari hipertensi portal yang paling penting adalah perkembangan dari

varises atau rute alternative aliran darah dari portal ke sirkulasi sistemik, melewati liver.

Varises menekan sistem vena portal dan mengembalikan darah ke sirkulasi sistemik. Pasien

dengan sirosis memiliki resiko untuk terjadi perdarahan varises ketika tekanan vena portal 12

mmHg lebih besar dari tekanan vena cava. Perdarahan dari varises terjadi pada 25% hingga

40% pasien dengan sirosis, dan setiap episode perdarahan membawa resiko kematian antara

25% hingga 30%. Perdarahan ulang biasanya mengikuti dari setiap kejadian perdarahan awal,

terutama 72 jam dari perdarahan awal (Sease et al, 2008).

b. Hepatic Encephalophaty

Patofisiologi dari penyakit ini masih belum jelas sampai sekarang, namun ada

beberapa teori yang mengatakan bahwa mekanisme perkembangan penyakit sirosis menjadi

hepatic encephalopathy adalah :

Metabolisme produk nitrogen di saluran pencernaan menjadi produk metabolit yang toksik

bagi SSP. Degradasi urea dan protein ini akan menjadi produk ammonia yang melalui aliran

darah akan menembus sawar darah otak dan mengakibatkan perubahan neuropsikiatrik di

SSP.

Gamma-aminobutyric-acid (GABA) yang bekerja sebagai inhibitor neurotransmitter

yang diproduksi juga di dalam saluran pencernaan terlihat mengalami peningkatan jumlah

dalam darah pada pasien dengan sirosis hati.

Meningkatnya asam amino aromatik yang menembus sawar darah otak, hal ini

mengakibatkan meningkatnya sintesis false neurotransmitter (seperti octopamine dan

phenylephrine, dan menurunnya produksi dopamine dan norepinephrine) (Goldman, 2007).

Faktor yang mempengaruhi timbulnya HE adalah:

a. Faktor endogen yaitu memburuknya fungsi hati misalnya pada hepatitis fulminan akut.

b. Faktor eksogen, antara lain :

Protein berlebih dalam usus

Perdarahan massif/ syok hipovolemik

Sindrom alkalosis hipovolemik akibat diuretik atau parasentesis yang cepat

Pengaruh obat-obatan (penenang, anestetik/narkotika)

Infeksi yang berat

Konstipasi

Pasien dengan hepatic encephalopathy menunjukkan adanya perubahan mental dan

status motorik dimana derajat keparahannya meliputi:

Stage I

Page 10: Makalah Ksfk Gangguan Hepar

Euphoria /depresi, kebingungan ringan dan berfluktuasi, gangguan pembicaraan,

gangguan ritme tidur.

Stage II

Lambat beraksi, mengantuk, disorientasi, amnesia, gangguan kepribadian, asteriksis,

reflex hipoaktif, ataksia

Stage III

Tidur yang dalam, sangat pusing, reflex hiperaktif, flapping tremor.

Stage IV

Tidak bereaksi pada rangsangan apapun, reflex okuler yang lemah, kekauan otot, kejang

menyeluruh.

c. Hipertensi Portal

Hipertensi portal paling sering disebabkan oleh peningkatan resistensi aliran darah

portal. Karena sistem vena porta tidak memiliki katup, resistensi di setiap ketinggian antara

sisi kanan jantung dan pembuluh splanknikus menyebabkan tekanan yang meninggi

disalurkan secara retrograd. Peningkatan resistensi dapat terjadi pada presinusoid, sinusoidal

dan postsinusoid (Sudoyo, 2006). Peningkatan tekanan ini menyebabkan aliran darah

dikembalikan ke vena portal. Darah dari vena portal tidak dapat masuk kedalam hepar karena

terjadi pengerasan sehingga aliran darah tidak terpenetrasi menyebabkan tekanan portal

meningkat, kompensasinya terbentuk sistem kolateral menembus aliran lain yang dapat

ditembus. Karena sifat vena (termasuk vena porta) yang berbentuk katup dan jarangnya katup

maka kenaikan tekanan akan diteruskan kembali ke vascular bed sehingga terjadi shunting

portal ke sistemik (McPhee, 1995).

d. Asites

Asites adalah terjadinya akumulasi cairan yang berlebihan dalam rongga peritonium.

Akumulasi cairan mengandung protein tersebut terjadi karena adanya gangguan pada struktur

hepar dan aliran darah yang disebabkan oleh inflamasi, nekrosis fibrosis atau obstruksi

menyebabkan perubahan hemodinamis yang menyebabkan peningkatan tekanan limfatik

dalam sinusoid hepar, mengakibatkan transudasi yang berlebihan cairan yang kaya protein ke

dalam rongga peritonium. Peningkatan tekanan dalam sinusoid menyebabkan peningkatan

volume aliran ke pembuluh limpatik dan akhirnya melebihi kapasitas drainage sehingga

tejadi overflow cairan limpatik kedalam rongga peritonium (McPhee, 1995). Ciran asites

merupakan cairan plasma yang mengandung protein sehingga baik untuk media pertumbuhan

bakteri patogen, diantaranya enterobacteriaceae (E. Coli), bakteri gram negatif, kelompok

enterococcus (Sease et al, 2008).

Page 11: Makalah Ksfk Gangguan Hepar

D. Gejala Klinik dan Kelainan Laboratorium

Gejala klinik dan Data Laboratorium Pasien Sirosis Hati (Dipiro et al, 2006)

Sign and symptomps (percent patients) :

Fatigue (65%), pruritus (55%)

Hyperpigmentation (25%), jaundice (10%)

Hepatomegaly (25%), splenomegaly (15%)

Palmar erythema, spider angiomegaly, gynecomastia

Ascites, edema, pleural effusion, and respiratory difficulties

Malaise, anorexia, and weight loaa

Encephalopathy

Laboratory test :

Hypoalbuminemia

Elevated prothrombin time

Thrombocytopenia

Elevated alkaline phosphatase

Elevated aspartase transaminase (AST), alanine transaminase (ALT), And γ-glutamyl

transpeptidase (GGT)

2.3. Penatalaksanaan Terapi (Sease et al, 2008)

1. Hipertensi Portal dan perdarahan varises

a. Profilaksis primer

Pada pasien diberikan β-blocker seperti propanolol (10 mg 3 kali sehari) dan nadolol (20

mg sehari sekali). Golongan nitrat diberikan apabila pasien kontraindikasi atau intoleran

terhadap β-blocker.

b. Profilaksis Sekunder

Pada pasien diberikan β-blocker seperti propanolol (20 mg 3 kali sehari) dan nadolol (20-

40 mg sehari sekali).

Untuk perdarahan varises ditangani dengan pemberian octreotid. Octreotid diberikan IV

bolus 50-100 mcg dan diikuti dengan infus kontinyu 25 mcg/jam dan maksimum pemberian

50 mcg/jam. Vasopressin merupakan first line therapy untuk mengatasi perdarahan varises.

Untuk pengontrol perdarahan maka pada pasien dilakukan prosedur endoskopi (Dipiro, 2006;

Dib et. al., 2006).

2. Asites

a. Terapi non farmakologi : Semua pasien dengan asites harus mengurangi asupan Na.

Page 12: Makalah Ksfk Gangguan Hepar

b. Terapi farmakologi :Pemberian diuretik, diuretik yang dipilih yaitu spironolakton

(5-20 mg per hari, maksimum 400 mg) atau amilorid (5-10 mg per har) serta

furosemid (20-40 mg per hari, maksimum 160 mg per hari). Penanganan akhir pasien

asites adalah parasintesis (Gines, et al., 2004).

3. Hepatik Ensefalopati

a. Terapi non farmakologi : Pasien harus membatasi asupan protein.

b. Terapi farmakologi : Pada pasien dengan kronik hepatik ensefalopati diberikan

laktulosa 30-60 ml/hari. Pada keadaan akut, laktulosa diberikan 45 ml/jam, dosis

dapat diturunkan 15-30 ml secara oral 4 kali sehari (Dipiro, 2006). Antibiotika dapat

diberikan pada pasien yang tidak merespon makanan dan laktulosa (Metronidazol,

Neomisin).

4. Kanker Hati

Kanker hati yang banyak terjadi adalah Hepatocellular carcinoma (HCC). HCC

merupakan komplikasi akhir yang serius dari hepatitis kronis, terutama sirosis yang terjadi

karena virus hepatitis B, C dan hemochromatosis. Pemeriksaan yang dilakukan untuk

mendeteksi terjadinya kanker hati adalah AFP dan PIVKA II.

5. Perlemakan Hati

Perlemakan hati terjadi bila penimbunan lemak melebihi 5% dari berat hati atau

mengenai lebih dari separuh jaringan sel hati. Perlemakan hati ini sering berpotensi menjadi

penyebab kerusakan hati dan sirosis hati. Kelainan ini dapat timbul karena mengkonsumsi

alkohol berlebih, disebut ASH (Alcoholic Steatohepatitis), maupun bukan karena alkohol,

disebut NASH (Non Alcoholic Steatohepatitis). Pemeriksaan yang dilakukan pada kasus

perlemakan hati adalah terhadap enzim SGOT, SGPT dan Alkali Fosfatase.

6. Kolestasis dan Jaundice

Kolestasis merupakan keadaan akibat kegagalan produksi dan/atau pengeluaran

empedu. Lamanya menderita kolestasis dapat menyebabkan gagalnya penyerapan lemak dan

vitamin A, D, E, K oleh usus, juga adanya penumpukan asam empedu, bilirubin dan

kolesterol di hati.

Adanya kelebihan bilirubin dalam sirkulasi darah dan penumpukan pigmen empedu

pada kulit, membran mukosa dan bola mata (pada lapisan sklera) disebut jaundice. Pada

keadaan ini kulit penderita terlihat kuning, warna urin menjadi lebih gelap, sedangkan feses

lebih terang. Biasanya gejala tersebut timbul bila kadar bilirubin total dalam darah melebihi 3

mg/dl. Pemeriksaan yang dilakukan untuk kolestasis dan jaundice yaitu terhadap Alkali

Fosfatase, Gamma GT, Bilirubin Total dan Bilirubin Direk.

Page 13: Makalah Ksfk Gangguan Hepar

7. Hemochromatosis

Hemochromatosis merupakan kelainan metabolisme besi yang ditandai dengan adanya

pengendapan besi secara berlebihan di dalam jaringan. Penyakit ini bersifat genetik atau

keturunan. Pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi terjadinya hemochromatosis adalah

pemeriksaan terhadap Transferin dan Ferritin.

8. Abses Hati

Abses hati dapat disebabkan oleh infeksi bakteri atau amuba. Kondisi ini disebabkan karena

bakteri berkembang biak dengan cepat, menimbulkan gejala demam dan menggigil. Abses

yang diakibatkan karena amubiasis prosesnya berkembang lebih lambat. Abses hati,

khususnya yang disebabkan karena bakteri, sering kali berakibat fatal.

2.4 Tanda-Tanda dan Gejala Klinis

Adapun gejala yang menandai adanya penyakit hati adalah sebagai berikut:

1. Kulit atau sklera mata berwarna kuning (ikterus).

2. Badan terasa lelah atau lemah.

3. Gejala-gejala menyerupai flu, misalnya demam, rasa nyeri pada seluruh tubuh.

4. Kehilangan nafsu makan, atau tidak dapat makan atau minum.

5. Mual dan muntah.

6. Gangguan daya pengecapan dan penghiduan.

7. Nyeri abdomen, yang dapat disertai dengan perdarahan usus.

8. Tungkai dan abdomen membengkak.

9. Di bawah permukaan kulit tampak pembuluh-pembuluh darah kecil, merah dan

membentuk formasi laba-laba (spider naevy), telapak tangan memerah (palmar

erythema), terdapat flapping tremor, dan kulit mudah memar. Tanda-tanda tersebut

adalah tanda mungkin adanya sirosis hati.

10. Darah keluar melalui muntah dan rektum (hematemesis-melena).

11. Gangguan mental, biasanya pada stadium lanjut (encephalopathy hepatic).

12. Demam yang persisten, menggigil dan berat badan menurun. Ketiga gejala ini

mungkin menandakan adanya abses hati.

 

2.5. Perangkat Diagnostik

Untuk mendeteksi adanya kelainan patologis pada hati dapat dilakukan dengan

evaluasi fungsi hati.

a. Evaluasi laboratorium

Page 14: Makalah Ksfk Gangguan Hepar

Biasanya meliputi beberapa pemeriksaan penapisan untuk fungsi hati. Pemeriksaan

biokimiawi bisa mencakup: Enzim-enzim serum termasuk aminotransferase, alkaline

phosphatase dan 5’-nukleotidase.

b. Evaluasi radiographic

1. Ultrasonography (USG)

USG paling baik digunakan sebagai alat penapis untuk memperlihatkan dilatasi

percabangan-percabangan saluran empedu dan memperlihatkan batu empedu. Alat ini juga

dapat digunakan untuk mendeteksi penyakit parenkim.

2. Computed Tomography Scanning (CT-Scan)

CT-Scan dengan kontras intravena paling baik digunakan untuk evaluasi penyakit

parenkim hati namun dapat pula digunakan untuk memeriksa dilatasi percabangan saluran

empedu. Dalam pemeriksaan terhadap lesi desak ruang (Space-occupying lesion/SOL) seperti

misalnya abses dan tumor, CT-Scan mempunyai keunggulan berupa kontras yang lebih baik.

3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI mempunyai kegunaan yang serupa dengan CT-Scan. Keunggulannya terletak pada

kemampuannya memperlihatkan pembuluh darah tanpa perlu menggunakan bahan kontras.

Pada pemeriksaan MRI diperlukan sikap kooperatif dari penderita.

4. Scintigraphy hati-limpa

Merupakan teknik lama yang terutama digunakan untuk mendeteksi kelainan

penangkapan koloid yang terjadi pada disfungsi sel-sel hati.

5. Percutaneous  Transhepatic  Cholangiography  (PTC)  dan  Endoscopic Retrogade

Cholangio-pancreatography (ERCP)

Teknik-teknik ini dilakukan dengan cara memasukkan bahan kontras ke dalam

percabangan saluran empedu dan paling bermanfaat jika dilakukan setelah penapisan awal

dengan USG, CT-scan atau MRI yang hasilnya memperlihatkan kelainan pada percabangan

saluran empedu.

2.6. Terapi

A. Tujuan Terapi

Tujuan pengobatan adalah untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat penyakit

liver tahap akhir dengan cara menghilangkan HCV/HBC.

Sasarannya meliputi meminimalisasi infeksi lainnya, normalisasi aminotransferase

dan menghentikan replikasi DNA.

B. Pendekatan Umum

Page 15: Makalah Ksfk Gangguan Hepar

Penanganan infeksi HAV yang terutama adalah terapi suportif termasuk diet sehat,

istirahat, mempertahankan keseimbangan cairan, menghindari obat hepatotoksik dan

alkohol.

Terapi obat tidak memperlihatkan manfaat yang jelas.

Terapi Non Farmakologi

Istirahat yang cukup

Diet tanpa lemak selama 4-8 minggu

Menghindari pemakaian alkohol /obat-obatan.

Pasien harus menjaga pola hidup, dengan cara  berhenti merokok, dan

menghindari alkohol serta obat terlarang.

Terapi Farmakologi

Obat-obat yang digunakan untuk terapi pengobatan hepatitis yaitu :

1. Interferon

Indikasi : Hepatitis B kronik, hepatitis C kronik.

Dosis :

a. Hepatitis B kronik

Interferon α-2a

SC/IM, 4,5 x 106 unit 3 kali seminggu. Jika terjadi toleransi dan tidak menimbulkan

respon setelah 1 bulan, secara bertahap naikkan dosis sampai dosis maksimum 18 x 106 unit 3

kali seminggu. Pertahankan dosis sampai dosis minimum terapi selama 4-6 bulan kecuali

dalam keadaan intoleran.

Interferon α-2b

SC, 3 x 106 unit 3 kali seminggu. Tingkatkan dosis 5-10 x 106 unit 3 kali seminggu

setelah 1 bulan jika terjadi toleransi pada dosis lebih rendah dan tidak berefek. Pertahankan

dosis diminum terapi selama 4-6 bulan kecuali dalam keadaan intoleran.

b. Hepatitis C kronik

Gunakan bersama Ribavirin (kecuali kontraindikasi). Kombinasi interferon α dengan

Ribavirin lebih efektif.

Interferon α-2a dan α-2b

SC, 3 x 106 unit 3 x seminggu selama 12 minggu. Lakukan tes Hepatitis C RNA dan

jika pasien memberikan respon, lanjutkan selama 6-12 bulan.

Peginterferon α-2a

SC, 180µg/kg 1 x seminggu

Page 16: Makalah Ksfk Gangguan Hepar

Penginterferon α-2b

(1 µg/kg digunakan untuk infeksi genotif 1) 1 x seminggu.

Sediaan beredar : Intron A (Schering Plough), interferon alfa 2b, vial 2mL 3 MIU,

5 MIU, 10 MIU, 30 MIU. Alfanative (Farenheit), injeksi interferon alfa 6 juta UI/mL.

Penatalaksanaan:

- Peginterferon α-2a dengan Ribavirin untuk infeksi

- Peginterferon α dengan Ribavirin, Interferon α dengan Ribavirin untuk infeksi

genotip 2 dan 3.

- Peginterferon α tunggal untuk pasien dengan kontraindikasi terhadap Ribavirin

- Peginterferon α tunggal : tes hepatitis C RNA selama 12 minggu jika ada respon,

lanjutkan pengobatan selama 48 minggu. Jika tidak ada respon (positive HCV RNA)

hentikan pengobatan.

2. Lamivudine

Indikasi : Hepatitis B kronik.

Dosis : Dewasa, anak > 12 tahun : 100 mg 1 x sehari.

Anak usia 2-11 tahun : 3 mg/kg 1 x sehari (maksimum 100mg/hari)

Efek samping : Diare, nyeri perut, ruam malaise, lelah, demam, anemia, neutropenia,

trombositopenia, neuropati, jarang pankreatitis.

Interaksi obat : Trimetroprim menyebabkan peningkatan kadar Lamivudine dalam plasma.

Perhatian : Pankreatitis, kerusakan ginjal berat, penderita sirosis berat, hamil dan laktasi.

Penatalaksanaan :

- Tes untuk HBeAg dan anti HBe di akhir pengobatan selama tahun dan kemudian setiap 3 -6

bulan.

- Durasi pengobatan optimal untuk hepatitis B belum diketahui terapi pengobatan dapat

dihentikan setelah 1 tahun jika ditemukan adanya serokonversi HBeAg.

- Pengobatan lebih lanjut 3 – 6 bulan setelah ada serokonversi HBeAg untuk mengurangi

kemungkinan kambuh.

- Monitoring fungsi hati selama paling sedikit 4 bulan setelah penghentian terapi dengan

Lamivudine.

3. Ribavirin dengan Interferon

Untuk Hepatitis C kronik pada pasien penyakit liver > 18 tahun yang mengalami

kegagalan dengan monoterapi menggunakan interferon α-2a atau α-2b.

4. Ribavirin dengan peginterferon A-2A atau A-2B

Page 17: Makalah Ksfk Gangguan Hepar

Indikasi : Untuk Hepatitis C kronik pada pasien > 18 tahun yang mengalami

relaps setelah mendapat terapi dengan interferon α.

Kontraindikasi : Wanita hamil dan suami dari ibu hamil, pasangan yang berencana

memiliki anak kandung, mempunyai reaksi alergiterhadap ribavirin,

penyakit jantung berat 6 bulan yang lalu, haemoglobinopati, hepatitis,

autoimun, sirosis hati yang tidak terkompensasi, penyakit tiroid, adanya penyakit atau

riwayat kondisi psikiatrik berat, terutama depresi, keinginan atau ada upaya bunuh diri.

Perhatian : - wanita subur dan pria harus menggunakan kontrasepsi efektif

selama terapi 6 bulan sesudahnya, tes hamil harus dilakukan tiap 6

bulan selama terapi.

-Riwayat penyakit paru atau diabetes mellitus yang cenderung

ketoasidosis, gangguan pembekuan darah atau mielosupresi berat.

-Tes daya visual dianjurkan sebelum terapi pada pasien diabetes

mellitus atau hipertensi.

-Monitor fungsi jantung pada pasien dengan riwayat penyakit jantung

kongestif, miokard infark dan gangguan aritmia.

-Dapat menimbulkan kekambuhan penyakit psoriasis.

Efek samping : Hemolysis, Anemia, Neutropenia, Hyperhidrosis, Berat badan

menurun, Gangguan gastrointestinal, Insomnia, Batuk dan faringitis

Interaksi obat : Zidovudine, Stavudine

Dosis :

a. Ribavirin dengan Interferon α-2b

Interferon α-2b : 3 x seminggu dan Ribavirin per hari berdasarkan berat badan :

- < 75 kg, Ribavirin 400 mg pagi dan 600 mg sore hari.

- 75 kg, Ribavirin 600 mg pagi dan sore hari

b. Ribavirin dengan Peginterferon α-2a

Peginterferon α-2a : 180 µg SC 1 x seminggu dengan Ribavirin per hari berdasarkan berat

badan dan genotip HCV.

- Genotip 1, < 75 kg, 400 mg pagi dan 600 mg malam hari.

- > 75 kg, 600 mg pagi dan malam hari.

- Genotip 2 dan 3, 400 mg pagi dan malam hari.

c. Ribavirin dengan Peginterferon α-2b

Peginterferon α-2b : 1,5 µg/kg SC 1 x seminggu dan Ribavirin berdasarkan berat badan.

Page 18: Makalah Ksfk Gangguan Hepar

- < 65 kg, SC peginterferon α-2b 100 µg 1 x seminggu, oral Ribavirin 400 mg pagi dan

malam hari.

- 65-80 kg, SC peginterferon α-2b 120 µg/kg 1 x seminggu, oral Ribavirin 400 mg pagi dan

600 mg malam hari.

- > 80-85 kg, SC Peginterferon α-2b 150 µg 1 x seminggu, oral Ribavirin 400 mg pagi dan

600 mg malam hari.

- 85 kg, SC Peginterferon α-2b 150 µg 1 x seminggu, oral Ribavirin 600 mg pagi dan 600

mg malam hari.

Penatalaksanaan : • Ribavirin tidak efektif jika digunakan tunggal.

• Ribavirin dengan Peginterferon α untuk infeksi genotip 1.

• Ribavirin dengan Peginterferon α atau Ribavirin dengan

Interferon α untuk infeksi genotip 2 dan 3.

• Terapi untuk infeksi 1 dan 4 selama 48 minggu.

• Terapi untuk infeksi 2 dan 3 selama 24 minggu.

5. Vaksin Hepatitis A

Imunoglobulin untuk pencegahan hepatitis A : Ig anti HAV pemberian Ig pada

hepatitis A dapat menurunkan insiden sampai 90%, tetapi harus sering diulang karena hanya

memberi proteksi selama 6 bulan. Pemberian bersama dengan vaksin, berikan selang waktu 3

bulan untuk MMR dan 5 bulan untuk varisella. Vaksin virus hepatitis A yang dilemahkan

dapat memberikan proteksi panjang (20 tahun).

Dapat diberikan bersamaan dengan beberapa vaksin seperti DPT dan hepatitis B.

6. Vaksin Hepatitis B

Pemberian vaksin hepatitis B dilakukan pada bayi secara rutin dan pada orang

dewasa. Vaksin yang tersedia dibuat secara DNA rekombinan.

Efek samping dari vaksin adalah radang pada tempat suntikan, sakit kepala lelah dan demam.

(Iso Farmakoterapi, 2008).

BAB III

KASUS DAN PENYELESAIAN

I. KASUS

Bpk FL usia 75 th BB 70 kg

Diagnosa: sirrhosis hepatis, HT pulmoner, melena, BPH, Asites

Riwayat penyakit: DM, HT

Page 19: Makalah Ksfk Gangguan Hepar

TERAPI

Nama Obat DosisTanggal Pemberian Obat

6/7 7/7 8/7 9/7 10/7

PARENTERAL

Comafusin hepar 41 ml/jam -

D5% 1000 ml/hr

Octalbin 20% 100 cc -

INJEKSI

Cefotaxim 3x1 g

Fosmidex/100

NaCl

2x1 g -

Onetic 2 x 4 mg -

Vit K 3x 1 amp

Mersitropil 4 x 3 g - -

Furosemide 2x1 amp.

Ranitidin 2x1 amp. - -

ORAL

Curcuma cps 3 x 1

Kanamycin cps 4x1

Spirolactone 1-0-0

Aricept 1x1

Serolin 10 3x1

Avodart 1 x 1 - -

Dor ner 3x1

Page 20: Makalah Ksfk Gangguan Hepar

Pralax syrup 3 x 1 C

Recolfar 1x1

Chana 4x1

Glikuidon 1-0-0

HP pro 3 x 1

Edotin 3x1

Hepamerz 1x1

Fordesia 1x1

Geriavita 1x1

Inf PRC 2 kolf tgl 6 dan 8

Tanda -Tanda Vital

ParameterTanggal Pemeriksaan

6/7 7/7 8/7 9/7

HR 110x/ menit - - -

Tekanan darah (mmHg) 140/90 130/90 140/90 130/80

Data Lab

Hb 8,9 g/dL

RDW 16,8

Albumin 2,7 g/dL

Page 21: Makalah Ksfk Gangguan Hepar

Protrombin time 14 det

Trombosit 145 /mm3

SGOT 34 U/L

SGPT 50 U/L

Lekosit 14000/mm3

Kreatinin 1,44 mg/dL

BUN 45 mg/dL

LED 43 mm/jam

HbsAg +

Hematokrit 24%

Bilirubin 3,4

Na 162 mg/dL

Ca 8,0 mg/dL

II. Analisis SOAP

1. Subyektif

Identitas : Tuan FL

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 75 tahun

BB : 70 kg

Page 22: Makalah Ksfk Gangguan Hepar

Diagnosa : sirrhosis hepatis, hipertensi pulmoner, melena, BPH, asites

Riwayat penyakit : diabetes mellitus, hipertensi.

2. Obyektif

Tanda-tanda vital

Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Normal Keterangan

Hb 8,9 g/dL 14,0 – 18,0 Rendah

RDW 16,8 10,0-15,0 Tinggi

Albumin 2,7 g/dL 3,8-5,0 Rendah

Protrombin time 14 det 11,0-12,5 Tinggi

Trombosit 145/mm3 150.000-

450.000/mm3

Rendah

SGOT 34 U/L 0-35 Normal

SGPT 50 U/L 5-41 Tinggi

Leukosit 14.000/mm3 4.000-11.000 Tinggi

Kreatinin 1,44 mg/dL 0,5-1,5 Normal

BUN 45 mg/dL 15-40 Tinggi

LED 43 mm/jam 0-10 mm/jam Tinggi

HbsAg + (positif) Negatif

Hematokrit 24% 40-54% Rendah

Bilirubin 3,4 0,2-1 Tinggi

Na 162 mg/dL 135-153 Tinggi

Ca 8,0 mg/dL 8,5-10,5 Normal

3. Assesment

1. Tingkat Hb menurun, maka pasokan oksigen ke berbagai bagian tubuh berkurang

sehingga fungsi tubuh akan terhambat dan mengalami anemia. Penurunan nilai Hb dapat

terjadi pada anemia (terutama anemia karena kekurangan zat besi), sirosis, hiprtiroidisme,

pedarahan, peningkatan asupan cairan dan kehamilan.

2. RDW (), koefisien variasi dari volume eritrosit, berguna untuk memperkirakan terjadinya

anemia dini. Kadar RDW yang tinggi menunjukkan ukuran eritrosit yang heterogen,

biasanya terjadi pada anemia.

3. Albumin, protein darah yang diproduksi di hati, albumin berfungsi untuk mengikat

komponen darah sehingga memastikan cairan darah tidak terpisah atau bocor ke jaringan

tubuh.

Page 23: Makalah Ksfk Gangguan Hepar

4. Protrombin time, pengukuran waktu yang dibutuhkan bagi darah untuk membeku.

Pembekuan darah membutuhkan vitamin K dan beberapa faktor pembekuan darah yang

dibuat di dalam hati. Nilai protrombin yang tinggi menunjukkan darah membutuhkan

waktu yang lama untuk membeku.

5. Trombosit, keping darah, merupakan sel darah kecil yang ada di dalam darah, berfungsi

untuk membantu pembentukan bekuan darah, sehingga dapat menghentikan pendarahan

yang terjadi. Rendahnya nilai trombosit menunjukkan adanya kelainan dalam pembekuan

darah.

6. SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase), merupakan enzim yang terdapat di

dalam sel parenkim hati. Kadar SGOT dalam darah akan meningkat jika terdapat

kerusakan sel hati. Namun SGOT tidak hanya terdapat dalam sel hati. SGOT juga dapat

ditemukan di sel darah, sel jantung, dan sel otot, karena itu peningkatan SGOT tidak

selalu menunjukkan adanya kelainan di sel hati.

7. SGPT (Serum Glutamic Piruvate Transaminase) merupakan enzim yang banyak

ditemukan pada sel hati serta efektif untuk mendiagnosis destruksi hepatoseluler. Enzim

ini dalam jumlah kecil dijumpai pada otot jantung, ginjal dan otot rangka. Pada umumnya

nilai tes SGPT lebih tinggi daripada SGOT pada kerusakan parenkim hati akut,

sedangkan pada proses kronis didapat sebaliknya.

8. Leukosit, merupakan respon fisiologis untuk melindungi tubuh dari mikroorganisme,

peningkatan nilai leukosit pada pasien disebabkan oleh adanya kerusakan jaringan

akibat adanya infeksi.

9. Kreatinin, berasal dari masa otot, tidak dipengaruhi oleh diet atau aktivitas dan diekskresi

seluruhnya melalui glomerolus. Tes kreatinin berguna untuk mendiagnosa fungsi ginjal

karena nilainya mendekati glomerular filtration rate (GFR). Konsentrasi kreatinin serum

meningkat pada gangguan fungsi ginjal baik karena gangguan fungsi ginjal disebabkan

oleh nefritis, penyumbatan saluran urin, penyakit otot atau dehidrasi akut.

10. BUN (Blood urea nitrogen) / Kadar urea nitrogen, biasa digunakan bersamaan dengan

kreatinin untuk menilai fungsi ginjal. Kadar kreatinin dan ureum darah yang meningkat

dapat disebabkan oleh beberapa kondisi seperti gagal jantung kongestif, diabetes mellitus,

infeksi glomeorolus, gagal ginjal.

11. LED ( Laju Endap Darah), dapat digunakan sebagai indikator suatu penykit. Laju endap

darah tinggi menunjukkan gejala seperti demam, infeksi jantung ( endokarditis), nyeri

sendi.

12. HbsAg, antigen hepatitis B. Nilai positif menunjukkan pasien terinfeksi hepatitis B.

Page 24: Makalah Ksfk Gangguan Hepar

13. Hematokrit, penurunan nilai hematokrit merupakan indikator anemia (karena berbagai

sebab). Nilai hematokrit biasanya sebanding dengan jumlah sel darah merah pada ukuran

eritrosit normal, kecuali pada kasus anemia makrositik atau mikrositik. Pada pasien

anemia karena kekuragan besi (ukuran sel darah merah lebih kecil), nilai hematokrit akan

terukur lebih rendah karena sel mikrositik terkumpul pada volume yang lebih kecil,

walaupun jumlah sel darah merah terlihat normal. Nilai normal hematokrit adalah sekitar

3 kali nilai hemoglobin.

14. Bilirubin, pigmen kekuningan yang dilepaskan ketika sel-sel darah merah pecah. Blirubin

diproses dan dikeluarkan oleh hati. Tingkat bilirubin yang tinggi mengidikasikan adanya

kerusakan hati.

15. Natrium, sebuah mineral yang ditemukan dalam tubuh dan dalam banyak makanan.

Natrium merupakan nutrisi penting untuk mempertahankan volume darah, mengatur

keseimbangan air di dalam sel dan menjaga fungsi syaraf. Nilai natrium tinggi

menunjukkan kadar natrium dalam darah tinggi sehingga menyebabkan hipertensi.

16. Kalsium, mineral penting yang paling banyak dibutuhkan manusia. Kalsium membantu

pembentukan tulang dan gigi dan diperlukan untuk pmbekuan darah, transmisi sinyal

pada sel araf dan kontraksi otot. Kalsium juga berperan dalam menurunkan pembekuan

darah, dan terbukti mengurangi resiko penyakit kardiovaskuler pada wanita pasca

menopouse.

III. Analisis Drug Related Problem

a. Indikasi yang tidak ditangani ( Untreated indication) : Tidak ada

b. Pilihan obat yang kurang tepat (Unproper Drug Selection) :

1. Ranitidin merupakan obat gangguan gastrointestinal golongan antagonis H2 yang

dimetabolisme di hati sedangkan pasien mengalami sirosis atau kerusakan sel-sel hati

jadi sebaiknya diganti dengan sukralfat yang bekerja dengan melapisi mukosa lambung.

Sukralfat merupakan pilihan yang aman untuk pasien usia lanjut.

c. Penggunaan obat tanpa indikasi ( Drug Use Without Indication) :

1. Fosmidex/100 ml NacL (Fosmisin Na.) untuk pengobatan perdarahan abdomen pasca

bedah. Pasien tidak ada indikasi pembedahan abdomen.

2. Mersitropil (Piracetam) untuk pengobatan infark cerebral. Pasien tidak ada indikasi

infark cerebral.

3. Recolfar (Kolkisin) untuk pengobatan arthritis gout namun pasien tidak ada indikasi

arthritis gout.

Page 25: Makalah Ksfk Gangguan Hepar

4. Fordesia (Donepezil HCl) untuk pengobatan alzheimer namun pasien tidak ada indikasi

alzheimer atau gangguan sistem saraf pusat lainnya.

5. Edotin (Erdostein) untuk mukolitik gangguan saluran pernafasan akut dan kronik

sedangkan pasien tidak ada indikasi gangguan saluran pernafasan.

d. Dosis terlalu rendah ( Sub Therapeutic Dose) : Tidak ada

e. Dosis terlalu tinggi (Over Dosage) :

1. Onetic (Ondansetron) 2 x 4 mg

Pengobatan mual muntah : injeksi 1 x 4 mg

2. Vitamin K (Menadion) 3 x 1 ampul

Hipoprotrombinemia : 1 x1 ampul 10 mg/mL tiap 12-48 jam

f. Reaksi obat yang tidak dikehendaki (Adverse Drug Reaction) :

1. Hepa-merz, ES : mual muntah, namun tidak diperlukan penghentian terapi, cukup

kurangi dosis. Dalam kasus diberikan obat anti emetik yaitu ondansetron untuk

mengurangi efek muntah. Dalam kasus, hepa-merz diberikan satu kali sehari sedangkan

dosis lazim hepa-merz adalah 3 kali sehari 1-2 sachet.

2. Kanamycin, ES : defisiensi vitamin K sehingga perlu ditambahkan injeksi vitamin K

untuk mencegah hipoprotrombinemia.

g. Interaksi obat (Drug Interaction) :

1. Furosemid + Vitamin K : menurunkan efek vitamin K.

Jadi penggunaan obat tersebut diatur waktu minumnya. Furosemid diberikan 2 kali sehari

pada pagi dan siang hari sedangkan vitamin K diberikan 1 kali sehari pada malam hari.

2. Furosemid + Spironolakton : Furosemid menurunkan kadar kalium dan spironolakton

meningkatkan kadar kalium.

3. Kanamycin + Furosemid : meningkatkan toksisitas kedua obat dan meningkatkan resiko

nefrotoksik.

4. Kanamycin + spironolakton : meningkatkan efek kanamycin.

h. Gagal menerima obat (Failure to receive indications) : Tidak ada.

4. Plan

Nama Obat Dosis Dosis Seharusnya Keterangan

PARENTERAL

Comafusin hepar 41 ml/jam 1000-1500 ml/ hari

dengan kecepatan

Digunakan

Page 26: Makalah Ksfk Gangguan Hepar

infus 40-50 ml/ jam

atau 15-20 tetes/

menit

D 5% 1000 ml/hr Digunakan

Octalbin 20 % 100 cc 2 gram/kgBB untuk

24 jam

Tidak digunakan

INJEKSI

Cefotaksim 3x1 g Dewasa dan anak

>12 tahun 1-2

gram/hari,maksimal

12 gram/hari

Digunakan

Fosmidex/100 mL 2x1 g Infusdewasa : 2-4 g.

anak 200 mg/kg.

Keduanya dengan

drip infus terbagi

dalam 2 dosis.

Pembedahan akut

dan infektif dewasa

dan anak > 12 tahun

dosis tunggal 8 gram

infusi.v ½ - 1 jam

sebelum

pembedahan.

Tidak digunakan

Onetic 2x4 mg Injeksi pengobatan

mual dan muntah

pasca operasi : 4 mg

i. m. sebagai dosis

tunggal atau

diberikan injeksi i.v

secara lambat

Digunakan

Vitamin K 3x1 amp Injeksi 5-10 mg

dosis tunggal i.m.

Digunakan

Mersitropil 4x3 g Ampul : dewasa,

dosis rata-rata 3x

Tidak digunakan

Page 27: Makalah Ksfk Gangguan Hepar

sehari 1 ampul

secara i.v atau i.m.

Furosemid 2x1 amp 1 x sehari. Anak:

2mg/kgBB

maksimum 40 mg

sehari.

Digunakan

Ranitidin 2x1 amp injeksi : 50 mg iv

atau im suntikan

lambat / iv infus tiap

6-8 jam.

Penggantian obat

ORAL

Curcuma cps 3x1 Hepatoprotektor 3

kali sehari 500 mg

Digunakan

Kanamycin cps 4x1 Sterilisasi usus :

dewasa : 1 g per jam

selama 4 jam,

kemudian 1 g tiap 6

jam selama 36-72

jam. Terapi

tambahan pada

koma hepatica :

dewasa : sehari 8-12

g dalam dosis

terbagi, diberikan

sehari 4x .

Digunakan

Spirolactone 1-0-0 dewasa : 50-100 mg

sehari dalam dosis

bagi, selanjutnya

dapat ditingkatkan

sampai 400 mg.

Digunakan

Aricept 1x1 5mg/hari sebagai

dosis tunggal

diberikan pada

malam hari

Tidak digunakan

Page 28: Makalah Ksfk Gangguan Hepar

menjelang tidur,

diberikan minimal 1

bulan sebelum

respon klinis daapat

dinilai, dosis dapat

ditingkatkan hingga

10mg/hari sebagai

dosis tunggal, dosis

maksimum 10

mg/hari.

Serolin 10 3x1 3 kali 1-2 tablet Tidak digunakan

Avodart 1x1 1 kapsul sehari 0,5

mg

Digunakan

Dor ner 3x1 120 mcg dalam 3

kali dosis terbagi,

HT pulmonar : 60

mcg dalam 3 dosis

terbagi

Digunakan

Pralax syrup 3x1 C Digunakan

Recolfar 1x1 artritis gout, artritis

akut : dosis awal :

0,5-1,2 mg diikuti

dengan 0,5 mg

setiap 2 jam sampai

rasa sakit hilang.

Serangan akut : 4-8

mg. profilaksis

gout : pencegahan

0,5 mg diberikan

sekali seminggu

sampai sekali sehari.

Tidak digunakan

Chana 4x1 Hipoalbumin : 3x2

kapsul dilanjutkan

3x1. Untuk

Digunakan

Page 29: Makalah Ksfk Gangguan Hepar

suplemen : 1x1

Glikuidon 1-0-0 Awal, ½ tablet

(15mg) pada waktu

makan pagi, dosis

harian lebih dari 4

tablet (120mg) tidak

selalu memberikan

perbaikan

Tidak digunakan

HP Pro 3x1 3x1-2 kapsul Digunakan

Edotin 3x1 2-3x sehari satu

kapsul

Tidak digunakan

Hepamerz 1x1 3 x 1-2 sachet,

minimal 2 mg/g.

Digunakan

Fordesia 1x1 5 mg/hari atau

dapatdinaikkan 10

mg/hari

Tidak digunakan

Geriavita 1x1 dewasa : sekali

sehari 1 kaplet.

Digunakan

Keterangan :

1. Comafusin hepar digunakan untuk berat pada insufisiensi hati engan koma endogen atau

prekoma hepatik

2. Dekstrose 5% digunakan untuk nutrisi parenteral karena pasien mengalami gangguan

nafsu makan karena rasa tidak nyaman pada gastrointestinal sehingga diberikan nutrisi

parenteral.

3. Octalbin 20% tidak digunakan karena ada kontraindikasi pada pasien sirosis hati oleh

karena itu tidak digunakan. Untuk meningkatkan kadar albumin diberikan Chana yang

mengandung ekstrak ikan gabus.

4. Cefotaksim digunakan untuk infeksi saluran nafas bawah, saluran kemih, ginekologi,

kulit, tulang dan rawansendi, saluran pencernaan dan SSP. Bakteremia dan septicemia.

Cefotaksim merupakan antibiotik yang digunakan untuk terapi peritonitis bakterial

spontan pada pasien sirosis hati.

5. Fosmidex/100 mL NaCl (Fosmisin Na.) tidak digunakan karena pasien tidak mengalami

pembedahan abdomen yang menyebabkan perdarahan.

Page 30: Makalah Ksfk Gangguan Hepar

6. Onetic (Ondansetron HCl digunakan untuk mual muntah akibat sitotoksik, radio terapi

dan pasca operasi, tetap digunakan karena pasien sirosis akan mengalami gangguan

gastrointestinal yang menyebabkan rasa tidak nyaman pada gastrointestinal seperti mual

dan muntah, selain itu penggunaan obat hepamerz dapat menimbulkan efek samping mual

dan muntah.

7. Vitamin K digunakan untuk mencegah dan mengobati perdarahan pada neonates,

hipoprotrombinemia. Tetap digunakan karena pasien mengalami perdarahan abdomen

yang menyebabkan melena yaitu feses berwarna hitam karena bercampur darah. Selain itu

penggunaan antibiotik makrolida dapat menimbulkan efek samping defisiensi vitamin K.

8. Mersitropil (Piracetam) tidak digunakan karena pasien tidak ada indikasi infark serebral.

Biasanya digunakan untuk penyakit penyerta sirosis yaitu ensefalopati hepatik, namun

pasien tidak ada indikasi ensefalopati hepatik.

9. Furosemid digunakan untuk edema, liver asites, hipertensi ringan sampai

sedang :dosisawal 2 x sehari, pemeliharaan : 1 x sehari. Anak : 2mg/kgBB maksimum 40

mg sehari. Pasien mengalami asites yaitu akumulasi cairan di dalam rongga perut

sehingga diperlukan terapi diuretik utuk mengeluakan cairan yang tertahan di dalam

tubuh. Furosemid adalah terapi tambahan setelah pemberian diuretik hemat kalium yaitu

spironolakton.

10. Ranitidin diganti dengan sukralfat karena ranitidin dimetabolisme di hati dengan ikatan

protein yang rendah kadar obat bebas di dalam darah meningkat sehingga kemungkinan

efek toksiknya meningkat. Sukralfat merupakan obat gastrointestinal pilihan untuk lansia

digunakan untuk pengobatan jangka pendek tukak duodenum aktif, tukak lambung aktif,

mengurangi gejala refluks esophagitis, terapi pemeliharaan setelah penyembuhan tukak

duodenum dan lambung.

11. Curcuma cps menambah nafsu makan, membantu mengobati gangguan fungsi hati,

memelihara kesehatan

12. Kanamycin cps digunakan untuk supresi bakteri usus sebelum pembedahan usus, terapi

tambahan pada koma hepatica, disentri basiler, diare akut dan infeksi lainnya pada usus.

Kanamycin tetap digunakan karena pada pasien sirosis hati dan asites, rongga abdomen

tidak mampu melawan infeksi secara normal. Antibiotik tersebut merupaka antibiotik

yang digunakan pada abses hati.

13. Spirolactone (spironolakton) digunakan untuk hipertensi esensial, edema pada payah

jantung kongestif, edema yang disertai dengan peningkatan kadar aldosterone dalam

darah, misalnya pada sindrom nefrotik atau sirosis hati, juga digunakan dalam diagnosis

Page 31: Makalah Ksfk Gangguan Hepar

maupun pengobatan pada hiperaldosteronisme primer. Spironolakton merupakan diuretik

hemat kalium yang menjadi pilihan utama pada pasien asites. Jika penggunaan

monoterapi spironolakton tidak mengalami perubahan dapat dikombinasi dengan

furosemid.

14. Aricept (donepezil HCl) tidak digunakan karena pasien tidak ada indikasi demensia atau

alzheimer.

15. Serolin 10 (nicergoline) tidak digunakan karena tidak ada indikasi gangguan vaskulo

metabolik serebral.

16. Avodart (dutasterid) merupakan terapi BPH golongan 5-alpha reductase inhibitor.

17. Dor ner (beraprost natrium) digunakan untuk terapi hipertensi pulmonar.

18. Pralax syrup (laktulosa) tidak digunakan karena pasien tidak ada indikasi konstipasi. Jika

terjadi konstipasi akibat obat maka dapat diberikan terapi nonfarmakologi dengan

makanan tinggi serat seperti buah dan sayur.

19. Recolfar (kolkisin) tidak digunakan karena pasien tidak ada indikasi arthritis gout.

20. Chana (ekstrak kutuk) digunakan untuk terapi tambahan albumin karena kadar albumin

pasien rendah. Karena octalbin tidak digunakan jadi digunakan chana untuk terapi

peningkatan albumin.

21. Glikuidon tidak digunakan karena pasien memiliki riwayat diabetes mellitus namun data

klinik tidak mencantumkan kadar gula darah pasien.

22. HP Pro (ekstrak siccum) digunakan untuk nekroinflamasi hepar, meningkatkan kemampuan

detoksifikasi (menetralkan racun) sel hepar terhadap bahan toksik, mencegah kerusakan sel hepar

akibat lipid peroksida, mencegah kerusakan sel hepar akibat radikal bebas, meningkatkan salah

satu enzim anti oksidan fisiologi sel hepar yang penting yaitu super oxide dismutase (SOD),

menstimulasi sintesa albumin & glikogen oleh sel hepar.

23. Edotin (erdostein) diindikasikan untuk mengatasi gejala sesak nafas pada pasien akan

tetapi obat tersebut kontraindikasi dengan pasien sirosis hepatik sehingga tidak digunakan

dan pasien tidak mengalami gangguan pernafasan. Pasien mengalami hipertensi pulmonal

yang dapat diikuti dengan gejala sesak nafas namun sudah diterapi dengan antihipertensi

golongan diuretik dan tekanan darah pasien mendekati normal sehingga gejala sesak

nafas diharapkan tidak terjadi.

24. Hepamerz (L-ornitin-L-aspartat) digunakan untuk terapi detoksifikasi amini pada

penyakit hati kronik misalnya sirosis hati, perlemakan hati, hepatitis, terapi prakoma

hepatic atau hepatic ensefalopati ringan-berat

Page 32: Makalah Ksfk Gangguan Hepar

25. Fordesia (donepezil HCl) tidak digunakan karena pasien tidak ada indikasi demensia dan

alzheimer.

26. Geriavita (Vitamin dan suplemen) digunakan untuk kekurangan vitamin dan mineral

disebabkan kekurangan makanan, masa penyembuhan pada usia lanjut.

27. Infus PRC (Packed Red Cell) digunakan untuk terapi anemia dan trombositopenia.

IV. KIE

Berikut ini ada beberapa cara sederhana dalam menangani penyakit sirosis hati, sebagai

berikut :

1. Dalam masa pengobatan, diet cocok diterapkan oleh penderita sirosis hati. Diet dilakukan

dalam dua tahapan terapi. Pada tahap ini, penderita sirosis hati hanya bisa inum-

minuman, seperti teh, sirup, dan sari buah. Penderita sirosis hati juga boleh

mengkonsumsi makanan halus atau mudah ditelan, tetapi harus dibawah pengawasan

dokter atau ahli gizi. Lamanya melakukan diet dilakukan tergantung pada tahapan gejala

sirosis hati.

2. Diet rendah protein dan natrium.

3. Pemilihan makanan bagi penderita sirosis hati. Dalam memilih menu makanan bagi

penderita sirois hati, sebaiknya diperhatikan hal-hal berikut ini :

a. Hindari konsumsi makanan yang dapat menimbulkan penimbunan gas dala lambung

seperti ubi, singkong, kacang merah, kol, sawi, lobak, nangka, dan durian.

b. Hindari konsumsi makanan yang telah diawetkan, serti hamburger, sosis, ikan asin, dan

kornet. Usahakan selalu mengkonsumsi makanan segar.

c. Pilih bahan makanan yang mengandung lemanya tidak banyak seperti daging yang tidak

berlemak, ikan segar, atau ayam tanpa kulit.

d. Pilih sayuran rendah serat, seperti bayam, wortel, bit labu siam, kacang panjang muda,

buncis muda, an daun kangkung,

e. Hindari konsumsi bumbu-bumbu masakan jangan terlalu banyak dan gunakan bumbu

maskan dlam batas norma, seperti slam, lengkuas, kunyit, bawang merah, bawang putih,

dan ketumbar asal tidak terlalu banyak.

f. Hindari bahan makanan yang terlalu berlemak seperti daging, usus, otak, sumsum atau

santan kental.

g. Jika pasien mengalami sesak nafas dapat digunakan terapi bantuan pernafasan seperti

oksigen.

h. Istirahat yang cukup

Page 33: Makalah Ksfk Gangguan Hepar

i. Diet tanpa lemak selama 4-8 minggu

j. Pasien harus menjaga pola hidup, dengan cara  berhenti merokok, dan

menghindari alkohol serta obat terlarang.

Obat – Obat Yang Digunakan

PARENTERAL

1. Comafusin Hepar

Komposisi : Amino acid 43%. xilitol, vitamin dan elektrolit

Indikasi : semua kasus berat pada insufisiensi hati engan koma endogen atau

prekoma hepatik

Dosis : 1000-1500 ml/hari dengan kcepatan infus 40-50 ml/jam atau 15-20

tetes/menit

Kontraindiksi : insufisiensi ginjal berat

Perhatian : defisiensi Kalium

2. D5%

Komposisi : glukosa 5 g dalam 100 mL /50 g dalam 1 L

Indikasi : nutrisi parenteral

Page 34: Makalah Ksfk Gangguan Hepar

3. Octalbin 20%

Komposisi : Albumin

Indikasi : Memperbaikidanmemeliharasirkulasi volume darah

Kontraindikasi : Hipersensitifterhadap albumin, hipertensi, edema paru, anemia

INJEKSI

1. Cefotaksim

Komposisi : cefotaksim

Indikasi : infeksi saluran nafas bawah, saluran kemih, ginekologi, kulit, tulang

dan rawan sendi, saluran pencernaan dan SSP. Bakteremia dan

septicemia

Kontraindikasi : Hipersensitifterhadapsefotaksim

Efeksamping : ruam makulo papula, urtikaria, eosinfika dan demam otot,

neutropenia reversible, elevasi transien untuk SGOT, SGPT dan nilai

alkali fosfat, diare.

Dosis : 2-4 gram seharidalam 2 dosistiap 12 jam, infeksiparah, dosis dapat

ditingkatkan hingga total 8 gram sehari. Dewasa dan anak >12 tahun

1-2 gram/hari, maksimal 12 gram/hari

2. Fosmidex/100 NaCl

Komposisi : Fosmisin Na.

Indikasi : Pencegahan infeksi pada pembedahan abdomen

Perhatian : Gangguan fungsi hati, pemeriksaan secara periodic tes fungsi ginjal,

hati dan hematologi pada pemakaian jangka panjang. Pasien dengan

gagal jantung, hipertensi yang perlu mengurani intake Na, kehamilan.

Efeksamping : sakitkepala, vertigo, mulut kering, rasa tidak nyaman pada dada.

Dosis : Infusdewasa : 2-4 g. anak 200 mg/kg. Keduanya dengan drip infuster

bagi dalam 2 dosis. Pembedahan akut dan infektif dewasa dan anak >

12 tahun dosis tunggal 8 gram infusi.v ½ - 1 jam sebelum pembedahan.

Kontraindikasi : hipersensitif terhadap fosmisin.

3. Onetic

Komposisi : OndansetronHCl

Indikasi : mualmuntahakibatsitotoksik, radioterapidanpascaoperasi

Page 35: Makalah Ksfk Gangguan Hepar

Perhatian : Hamil trimester 1, laktasi

Dosis : Injeksipengobatanmualdanmuntahpascaoperasi : 4 mg i.m. sebagai

dosis tunggal atau diberikan injeksi i.v. secara lambat.

4. Vitamin K

Komposisi : MenadionHCl 10 mg

Indikasi : mencegah dan mengobati perdarahan pada neonates,

hipoprotrombinemia

Dosis : Injeksi 5-10 mg dosis tunggal i.m.

5. Mersitropil

Komposisi : Piracetam 400 mg/kaps, 800 mg, 1200 mg/ kap salut selaput,

50mg/5ml sirup, injeksi 3 g/15 ml. 1 g/5 ml ampul, 200 mg/ml infus.

Indikasi : Untukpengobatabinfarkserebral

Kontraindikasi : Penderita dengan kerusakan ginjal parah, hipersensitif terhadap

piracetam.

Perhatian : hati-hati pemberian pada penderita gangguan fungsi ginjal.

Penghentian obat secara mendadak harus dihindari karena dapat

menyebabkan mioklonik atau serangan yang tiba-tiba pada pasien

mioklonik.

Efeksamping : hiperkinesia, insomnia, kenaikanberatbadan, somnolen, gugup,

depresi, diare, rash, iritabilitas, ansietas, tremor, kelelahan, mual,

muntah, vertigo, sakit kepala.

Dosis : Ampul :dewasa, dosis rata-rata 3 x sehari 1 ampul secara i.v atau i.m.

6. Furosemid

Komposisi : Furosemid 10 mg/ml injeksi

Indikasi : edema, edema jantung, paru, ginjal, hepar, hipertensi

Kontraindikasi : gangguanfunsiginjal, hematologi, hepatic koma, hypokalemia

Dosis : edema, liver asites, hipertensi ringan sampai sedang : dosis awal 2 x

sehari, pemeliharaan : 1 x sehari. Anak : 2mg/kgBB maksimum 40 mg

sehari.

7. Ranitidin

Komposisi : Ranitidin 150 mg/tablet, 25 mg/ampul

Page 36: Makalah Ksfk Gangguan Hepar

Indikasi : pengobatan jangka pendek tukak duodenum aktif, tukak lambung

aktif, mengurangi gejala refluks esophagitis, terapi pemeliharaan

setelah penyembuhan tukak duodenum dan lambung.

Dosis : injeksi: 50 mg iv atau i.m suntikan lambat /iv infuse tiap 6-8 jam.

Penggantian obat

Sukralfat

Komposisi : sukralfat

Indikasi : untuk mengobati duodenum ulcer jangka pendek (sampai 8 minggu)

Perhatian : hati-hati pada pasien gagal ginjal kronis dan dialisis, hati-hati pada

wanita menyusui

Dosis : 4 x sehari 2 sendok teh sewaktu lambung kosong (1 jam sebelum

makan dan tidur).

Efek samping : konstipasi, mulut kering, mual, muntah

ORAL

1. Curcuma cps

Komposisi : serbuk rhizome curcuma 500 mg

Indikasi : menambah nafsu makan, membantu mengobati gangguan fungsi hati,

memelihara kesehatan

2. Kanamycin cps

Komposisi : Kanamycin monosulfat

Indikasi : supresi bakteri usus sebelum pembedahan usus, terapi tambahan pada

koma hepatica, disentri basiler, diare akut dan infeksi lainnya pada

usus.

Kontraindikasi : hipersensitifterhadap antibiotic golonganaminoglikosida.

Perhatian : gangguanginjaldanpendengaran, ulserasi intestinal, nutrisi oral dan

parenteral buruk, usia lanjut

Efeksamping : gangguan GI, defisiensivit K dan B.

Page 37: Makalah Ksfk Gangguan Hepar

Dosis : sterilisasiusus :dewasa : 1 g per jam selama 4 jam, kemudian 1 g tiap

6 jam selama 36-72 jam. Terapi tambahan pada koma hepatica :

dewasa : sehari 8-12 g dalam dosis terbagi, diberikan sehari 4x .

3. Spironolakton

Komposisi : spironolakton 25 mg, 100 mg

Indikasi : hipertensiesensial, edema pada payah jantung kongestif, edema yang

disertai dengan peningkatan kadar aldosterone dalam darah, misalnya

pada sindrom nefrotik atau sirosis hati, juga digunakan dalam

diagnosis maupun pengobatan pada hiperaldosteronisme primer.

Kontraindikasi : tidak boleh diberikan pada penderita hyperkalemia atau kegagalan

ginjal yang berat.

Dosis : dewasa : 50-100 mg sehari dalam dosis bagi,selanjutnya dapat

ditingkatkan sampai 400 mg.

4. Aricept

Komposisi : Donepezil HCl

Indikasi : terapi demensa ringan atau sedang pada penyakit Alzheimer.

Kontraindikasi : penderita alergi terhadap donepezil HCl, derivate piperidin atau zat

lainnya.

Dosis : 5mg/hari sebagai dosis tunggal diberikan pada malam hari menjelang

tidur, diberikan minimal 1 bulan sebelum respon klinis dapat dinilai,

dosis dapat ditingkatkan hingga 10mg/hari sebagai dosis tunggal, dosis

maksimum 10 mg/hari.

5. Serolin 10

Komposisi : Nicergoline

Indikasi : gangguan vaskulo-metabolik serebral akut dan kronik, gangguan

vaskulo-metabolik perifer akut.

Dosis 3x1-2 tablet perhari, diminum sebelum makan

Kontraindikas i : hipersensitif

Efek samping : mual, muntah, hipotensi, gangguan tidur

Perhatian : meningkatkan kerja obat antihipertensi, tidak dianjurkan pada wanita

hamil kecuali sangat diperlukan

Page 38: Makalah Ksfk Gangguan Hepar

6. Dorner

Komposisi : Beraprost Natrium

Indikasi : memperbaiki luka, nyeri, dan keadaan rasa dingin berkaitan dengan

penyumbatan arteri kronis. Hipertensi paru-paru primer

Kontraindikasi : pasien haemorrhage, kehamilan

Dosis : memperbaiki luka, nyeri, dan keadaan rasa dingin berkaitan dengan

penyumbatan arteri kronis. Dewasa : 120 mcg sehari dalam 3 dosis

terbagi. Hipertensi paru-paru primer : 60 mcg sehari terbagi dalam 3

dosis. Naikkan dosis jika dibutuhkan sampai maksimal 180 mcg sehari

dalam 3-4 dosis terbagi.

7. Pralax syrup

Komposisi : Lactulose 3,35 g/5 ml sirup

Indikasi : konstipasi kronik

Kontraindikasi : galaktosemia

Perhatian : kehamilan trimester 1, laktasi, anak, diabetes

Efeksamping : kembung, diare, mual, muntah

Dosis : 1-2 sdm/hari( 15-30ml), jika perlu dapat ditingkatkan sampai

60ml/hari. Dapat diberikan untuk 24-58 jam sampai terjadi defekasi

normal.Dapat diberikan bersama makanan untuk mengurangi rasa

tidakn yaman pada GI.

8. Recolfar

Komposisi : kolkisin 0,5 mg

Indikasi dan dosis :artritis gout, arthritis akut : dosisawal : 0,5-1,2 mg diikuti dengan 0,5

mg setiap 2 jam sampai rasa sakit hilang. Serangan akut : 4-8 mg.

profilaksis gout : pencegahan 0,5 mg diberikan sekali seminggu sampai

sekali sehari.

Kontraindikasi : penyakit saluran kemih dan jantung parah, hipersensitif, diskrasia

darah, wanita hamil.

Efek samping : kemungkinan peningkatan toksisitas kolkisisn pada kasus disfungsi

hati harus dipertimbangkan, kelemahan otot, mual, muntah, nyeri perut

atau diare, urtikaria, anemia aplastik, agranulositosis, dermatitis,

Page 39: Makalah Ksfk Gangguan Hepar

purpura, alopesia, padatoksis menyebabkan diare berat, kerusakan

umum pembuluh, kerusakan ginjal berat disertai hematuria dan

oliguria

9. Chana

Komposisi : ekstrak ikan gabus 500 mg

Indikasi : meningkatkn kadar albumin dan meningkatkan daya tahan tubuh,

mempercepat penyembuhan luka dalam dan luar, membantu proses

penyembuhan hepatitis, TBC atau infeksi paru, nefrotik sindrom,

tonsilitis, tyhpus, DM, patah tulang, gastritis, HIV, sepsis, stroke,

talasemia minor, menghilangkan udem.

Dosis : 3x sehari 2-4 kapsul sesudah makan.

10. Glikuidon

Komposisi : Glikuidon 30 mg

Indikasi : diabetes mellitus usia lanjut dan setengah umur

Kontraindikasi : diabetes mellitus remaja dan masa pertumbuhan, koma dan prakoma

diabetik, disbetes disertai asidosis, wanita hamil.

Efeksamping : kadang-kadang timbul reaksi hipoglikemik, reaksi alergi pada kulit

dan gangguan pada saluran cerna.

Dosis : Awal, ½ tablet (15mg) pada waktu makan pagi, dosis harian lebih

dari 4 tablet (120mg) tidak selalu memberikan perbaikan.

11. HP-Pro

Komposisi : extract siccum 7,5mg

Indikasi : menghentikan nekroinflamasi hepar, meningkatkan kemampuan

detoksifikasi (menetralkan racun) sel hepar terhadap bahan toksik,

mencegah kerusakan sel hepar akibat lipid peroksida, mencegah

kerusakan sel hepar akibat radikal bebas, meningkatkan salah satu

enzim anti oksidan fisiologi sel hepar yang penting yaitu super oxide

dismutase (SOD), menstimulasi sintesa albumin & glikogen oleh sel

hepar.

Dosis : Sehari 3 kali 1-2 kapsul selama 1-3 bulan. Bila SGPT & SGOT sudah

kembali normal, penggunaan dapat dihentikan

Page 40: Makalah Ksfk Gangguan Hepar

12. Edotin

Komposisi : Erdosteine

Indikasi : sebagai mukolitik pada gangguan saluran pernafasan akut dan kronik

Kontraindikasi : Sehari 3 kali 1-2 kapsul selama 1-3 bulan. Bila SGPT & SGOT sudah

kembali normal, penggunaan dapat dihentikan

Dosis : 1 kapsul 2-3 x sehari

13. Hepamerz

Komposisi : L-ornitin-L-aspartat

Indikasi : terapi detoksifikasia minia pada penyakit hati kronik misalnya sirosis

hati, perlemakan hati, hepatitis, terapi prakoma hepatic atau hepatic

ensefalopati ringan - berat.

Kontraindikasi : gangguan fungsi ginjal berat dengan nilai kreatinin serum > 3mg/dl.

Perhatian : monitor kadar urea serum dan urin.

Efeksamping : mual dan muntah tetapi tidak diperlukan penghentian terapi, cukup

kurangi dosis atau kecepatan infuse dikurangi, sensasi panas atau

palpitasi.

Dosis : 3 x 1-2 sachet, minimal 2 mg/g.

14. Fordesia

Komposisi : Donepezil Hcl

Indikasi : gejala demensia ringan atau sedang pada penyakit Alzheimer

Kontraindikasi : Hipersensitiv

Perhatian : Pemberian obat anesthesia seperti suksinilkoline dapat meningkatkan

relaksasi otot, bersama obat jantung mengakibatkan bradikardia atau

blok jantung. Berpotensi menimbulkan kejang menyeluruh sekresi

asam lambung meningkat akibat aktivitas kolinergik, beresiko tinggi

menderita ulkus. Hati-hati diberikan pada pasien dengan riwayat

asma/paru obstruktif. Tidak aman bagi ibu hamil, ibu menyusui (belum

diketahui ekskresinya di air susu ibu dan anak).

15. Geriavita

Page 41: Makalah Ksfk Gangguan Hepar

Komposisi : betakaroten, vit E, vit C, asamfolat, vit B, Vit B1, nikotinamid,, vit

B12, biotin, kalsium, besi, selenium seng.

Indikasi : kekurangan vitamin dan mineral disebabkan kekurangan makanan,

masa penyembuhan pada usia lanjut.

Kontraindikasi : hipersensitif

Perhatian : keamanan penggunaan pada wanita belum diketahui.

Efek samping : pada pemakaian berlebih dapat menyebabkan hiperkarotenemia,

alopesia, kelemahan, mual, muntah, malaise, sakit kepala,

hiperkalsemia, fesesberwarnahitam, diareataukonstipasi, demam.

Dosis : dewasa :sekali sehari 1 kaplet.

DAFTAR PUSTAKA

Abeysinghe, M.R.N., Almeida, R., Fernandopulle, M., Karunatiluka, H., Ruwanpathirana, S., 2005. Guidlines on Clinical Management of Dengue Fever/Dengue Haemorrhagic Fever. Sri lanka : SLMH, p. 1- 44

Anonim, 2009, MIMS Indnesia Petunjuk Konsultasi, Jakarta: PT Infomaster, lisensi CMPMedia.

Dib, N., Oberti, F., Cales, P., 2006. Current management of the complications of portal hypertension : Variceal bleeding and ascites. CMAJ

Fauci, et al., 2008, Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th Edition. United States:The Mcgraw-Hill Companies.

Garcia-Tsao, et al., 2007, Prevention and Management of Gastroesophageal Varices and Variceal Heorrage in Cirrhosis. AASLD Practice Guidelines.

Gines, P., M.D., Cardenas, A., M.D., Arroyo, V., M.D., and Rodes, J., M.D., 2004,Management of Cirrhosis and Ascites. The New England Journal of Medicine.

Goldman, et al., 2007, Cecil Medicine 23rd Edition, Saunders:Elsevier.

Page 42: Makalah Ksfk Gangguan Hepar

Lacy, C. F., Armstrong, L. L., Goldman, M.P. and Lance, L.L., 2008, Drug Information Handbook, 17 th ed., Ohio : Lexi-Comp.

McPhee, S.J., Lingappa, V.R., Ganong, W.F. and Lange, J.D. (Eds.), 1995. Pathophysiology of Disease An Introduction to Clinical Medicine, 21st Edition, Stamford: Appleton & Lange.

PMFT RSU Dr.Soetomo, 2008. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF  Ilmu Penyakit Dalam,Edisi 3. Surabaya: RSU Dr. Soetomo.

Schwinghammer, T.L., 2009. In: Wells, B.G., Dipiro, J.T., Schwinghammer, T.L., Hamilton, C.W.,Pharmacotheraphy Handbook, USA: Mcgraw-Hill Comapanies, Inc.

Tatro, D.S., 2003. A to Z Drug Fact. Books Ovid: Fact&Comparison CopyrightBell, B. 2009.Chronic Hepatitis C.http://www.digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/p.

Chris W. Green, 2005. Hepatitis Virus & HIV. ISBN: Spiritia.

Depatemen Kesehatan. 2007. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hati. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan.

Elin Yulinah Sukandar dkk, 2008, ISO Farmakoterapi, Jakarta: PT ISFI.

H. Ali Sulaiman dkk, 1997, Gastroenterologi Hepatologi, Jakarta: CV. SAGUNG SETO.

Hajiani Eskandar. 2010. A review on epidemiology, diagnosis and treatment of hepatitis D virus infection. Departmen of International Medicine.

PPHI. 2003. Konsensus PenatalaksanaanHepatitis C kronik. Jakarta: Balai PenerbitFKUI.

Price dan Wilson. 2005. Patofisiologi :Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Sulaiman,HA. Julitasari.2004. Selayang Pandang Hepatitis C. Jakarta.

Tim Horn dan James Learned. 2005. Hepatitis Virus dan HIV. Jakarta: Spiritia.

Baughman, Diane C, 2000, Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku Untuk Brunner danSuddart, alih bahasa oleh Yasmin Asih, EGC, Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pendoman Interprestasi Data Klinik. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Dipiro, Joseph T., Robert .L., Talbert, Gary C., Yee, Gary. R., Matzke, B.G., Wells, Posey, L.M. 2009. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. 7th Ed., New York: McGraw-Hill.

Ketut Adnyana, I. Kusnandar. dkk. 2008. Iso Farmakoterapi. Jakarta: PT.ISFI Penerbitan

Priyanto, 2009, Farmakoterapi dan Terminologi Medis. Depok: Leskonfi.

Pramudianto, A. 2014. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi Edisi 15. Jakarta. PT. Bhuana Ilmu Poluler.

Tjay, TH, Rahardja Kirana. 2007. Obat-obat Penting. Kompas Gramedia: Jakarta

Page 43: Makalah Ksfk Gangguan Hepar

www.medscape.com