makalah farmasi
DESCRIPTION
Vertigo merupakan kasus yang sering ditemui. Secara tidak langsung kitapun pernah mengalami vertigo ini. Kata vertigo berasal dari bahasa Yunani “vertere” yang artinya memutar. Vertigo termasuk kedalam gangguan keseimbangan yang dinyatakan sebagai pusing, pening, sempoyangan, rasa seperti melayang atau dunia seperti berjungkir balik. Kasus vertigo di Amerika adalah 64 orang tiap 100.000, dengan presentasi wanita lebih banyak daripada pria. Vertigo juga lebih sering terdapat pada usia yang lebih tua yaitu diatas 50 tahun.TRANSCRIPT
Makalah Farmasi
VERTIGO
Disusun oleh:
Vania Nur Amalina
G99142109
KEPANITERAAN KLINIK UPF / LABORATORIUM FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Gangguan keseimbangan merupakan salah satu gangguan yang sering kita
jumpai dan dapat mengenai segala usia. Seringkali pasien datang berobat
walaupun gangguan keseimbangan masih dalam taraf yang ringan. Hal ini
disebabkan oleh terganggunya aktifitas sehari-hari dan rasa ketidaknyamanan
yang ditimbulkannya.
Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan
disekitarnya tergantung pada input sensoris dari reseptor vestibuler di telinga,
organ visual, dan proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik
tersebut akan diolah di SSP dan menggambarkan keadaan tubuh pada saat itu.
Apabila sistem keseimbangan ini mengalami gangguan, maka akan menimbulkan
gejala pada sistem tubuh yang bersangkutan seperti vertigo (Bashiruddin, 2010).
Kata vertigo berasal dari bahasa Yunani “vertere” yang artinya memutar.
Vertigo termasuk kedalam gangguan keseimbangan yang dinyatakan sebagai
pusing, pening, sempoyangan, rasa seperti melayang atau dunia seperti berjungkir
balik. Atau dapat juga sebagai perasaan halusinasi gerakan lingkungan sekitar
serasa berputar mengelilingi pasien atau pasien serasa berputar mengelilingi
lingkungan sekitar.
Diagnosis banding vertigo meliputi penyebab perifer vestibular (berasal dari
system saraf perifer), dan sentral vestibular (berasal dari system saraf pusat) dan
kondisi lain. 93% pasien pada primary care mengalami BPPV, acute vestibular
neuronitis, atau meniere disease (Lempert, 2009). Penentuan penyebab menjadi
sulit karena pasien dengan dizziness seringkali sulit menggambarkan gejala
mereka. Pendekatan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan temuan radiologis
penting dalam membantu dokter untuk menegakkan diagnosis dan memberikan
terapi yang tepat untuk pasien (Labuguen, 2006).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Kata 'vertigo' berasal dari Bahasa Latin yaitu vertere yang artinya
memutar. Nama ini diberikan kepada orang yang biasanya merasa dunia di
sekitarnya berputar sehingga hilang keseimbangan.
Vertigo adalah halusinasi gerakan lingkungan sekitar serasa berputar
mengelilingi pasien atau pasien serasa berputar mengelilingi lingkungan
sekitar. Vertigo tidak selalu sama dengan dizziness. Dizziness adalah sebuah
istilah non spesifik yang dapat dikategorikan ke dalan 4 subtipe tergantung
gejala yang digambarkan oleh pasien. Dizziness dapat berupa vertigo,
presinkop (perasaan lemas disebabkan oleh berkurangnya perfusi cerebral),
light-headness, disequilibrium (perasaan goyang atau tidak seimbang ketika
berdiri) (Sura et Newell, 2010).
Pada dasarnya vertigo merupakan keluhan, bukan penyakit. Namun,
keluhan ini bisa menjadi pertanda penyakit yang serius. Jadi, sekalipun bukan
penyakit, vertigo tidak boleh dihiraukan. Vertigo bisa jadi merupakan pertanda
penyakit-penyakit seperti tumor otak, hipertensi, diabetes mellitus, jantung,
dan ginjal. Semakin dini vertigo ditangani akan semakin cepat dapat diatasi.
II. Epidemiologi
Insidensi dari dizziness, vertigo, dan ketidakseimbangan berkisar
antara 5-10% pada populasi individu, dan dapat mencapat angka 40% pada
pasien dengan usia diatas 40 tahun. Vertigo merupakan kasus yang paling
sering ditemukan yaitu sekitar 54% dari prevalensi tersebut diatas. Pada
sebuah studi mengemukakan vertigo lebih banyak ditemukan pada wanita
dibanding pria (2:1), sekitar 88% pasien mengalami episode rekuren
(Lempert, 2009 ; Samy, 2015).
III. Klasifikasi
Vertigo dapat diklasifikasikan menjadi (Sura et Newell, 2010):
a. Vertigo sentral diakibatkan oleh kelainan pada batang batang otak atau
cerebellum.
b. Vertigo perifer disebabkan oleh kelainan pada telinga dalam atau
nervus cranialis vestibulocochlear (N. VIII).
c. Medical vertigo dapat diakibatkan oleh penurunan tekanan darah, gula
darah yang rendah, atau gangguan metabolik karena pengobatan atau
infeksi sistemik.
Penting juga untuk mengklasifikasikan vertigo menjadi akut dan
kronik. Vertigo akut biasanya memiliki mekanisme yang tunggal sedangkan
vertigo kronik memiliki mekanisme multifaktorial. Dizziness yang kronik
lebih sering terjadi pada usia tua karena insiden penyakit komorbid yang lebih
besar (Turner et Lewis, 2010).
IV. Etiologi dan Patofisiologi
Berbagai kondisi penyakit dapat memberikan gejala vertigo. Dengan
menentukan adanya ketulian atau tanda CNS, dapat membantu mempersempit
diagnosis banding .
Seperti yang disebutkan diatas vertigo dapat disebabkan oleh sentral
ataupun perifer. Penyebab vertigo perifer yang sering adalah Benign
Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV), Ménière’s disease, vestibular
neuritis. Sedangkan penyebab vertigo sentral adalah migraine,
Vertebrobasilar insufficiency, dan tumor intracranial.
A. Penyebab Vertigo Perifer
1) Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan
penyebab utama vertigo. Onsetnya lebih sering terjadi pada usia rata-
rata 51 tahun (Mark, 2008).
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) disebabkan oleh
pergerakan otolit dalam kanalis semisirkularis pada telinga dalam. Hal
ini terutama akan mempengaruhi kanalis posterior dan menyebabkan
gejala klasik tapi ini juga dapat mengenai kanalis anterior dan
horizontal. Otolit mengandung kristal-kristal kecil kalsium karbonat
yang berasal dari utrikulus telinga dalam. Pergerakan dari otolit
distimulasi oleh perubahan posisi dan menimbulkan manifestasi klinik
vertigo dan nistagmus (Kovar, et al, 2006).
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) biasanya idiopatik
tapi dapat juga diikuti trauma kepala, infeksi kronik telinga, operasi dan
neuritis vestibular sebelumnya, meskipun gejala BPPV tidak terjadi
bertahun-tahun setelah episode neuritis (Mark, 2008).
2) Ménière’s disease
Ménière’s disease ditandai dengan vertigo yang intermiten diikuti
dengan keluhan pendengaran. Gangguan pendengaran berupa tinnitus
(nada rendah), dan tuli sensoris pada fluktuasi frekuensi yang rendah,
dan sensasi penuh pada telinga (Swartz et Longwell, 2005). Ménière’s
disease terjadi pada sekitar 15% pada kasus vertigo otologik (Mark,
2008).
Ménière’s disease merupakan akibat dari hipertensi endolimfatik.
Hal ini terjadi karena dilatasi dari membrane labirin bersamaan dengan
kanalis semisirularis telinga dalam dengan peningkatan volume
endolimfe. Hal ini dapat terjadi idiopatik atau sekunder akibat infeksi
virus atau bakteri telinga atau gangguan metabolic (Mark, 2008).
3) Vestibuler Neuronitis
Penyebab penyakit ini masih belum diketahui secara pasti. Pada
dasarnya merupakan suatu kelainan klinis di mana pasien mengeluhkan
pusing berat dengan mual atau muntah yang membandel, serta tidak
mampu berdiri atau berjalan. Gejala-gejala ini dapat menghilang dalam
3 hingga 4 hari. Sebagian pasien perlu dirawat di rumah sakit untuk
mengatasi gejala dan dehidrasi. Serangan menyebabkan pasien
mengalami ketidakstabilan dan ketidakseimbangan selama beberapa
bulan. Serangan episodic dapat berulang. Pada fenomena ini biasanya
tidak didapatkan gangguan pendengaran (Adams GL, Boies LR, dan
Highler PH, 1997).
B. Penyebab Vertigo Sentral
1) Migraine
Selby and Lance (1960) menemukan vertigo menjadi gejala yang
sering dilaporkan pada 27-33% pasien dengan migraine. Sebelumnya
telah dikenal sebagai bagian dari aura (selain kabur, penglihatan ganda
dan disarthria) untuk basilar migraine dimana juga didapatkan keluhan
sakit kepala sebelah. Verigo pada migraine lebih lama dibandingkan
aura lainnya, dan seringkali membaik dengan terapi yang digunakan
untuk migraine (Mark, 2008).
2) Vertebrobasilar insufficiency
Vertebrobasilar insufficiency biasanya terjadi dengan episode
rekuren dari suatu vertigo dengan onset aku dan spontan. Pada
kebanyakan pasien terjadi beberapa detik sampai beberapa menit. Lebih
sering pada usia tua dan pada paien yang memiliki faktor risiko
cerebrovascular disease. Sering juga berhubungan dengan gejala visual
meliputi inkoordinasi, jatuh, dan lemah (Swartz et Longwell, 2005).
3) Tumor Intrakranial
Tumor intracranial jarang memberikan manifestasi klinik vertigo
dikarenakan kebanyakan adalah tumbuh secara lambat sehingga ada
waktu untuk kompensasi sentral. Gejala yang lebih sering adalah
penurunan pendengaran atau gejala neurologis. Tumor pada fossa
posterior yang melibatkan ventrikel keempat atau Chiari malformation
sering tidak terdeteksi di CT scan dan butuh MRI untuk diagnosis.
Multipel sklerosis pada batang otak akan ditandai dengan vertigo akut
dan nistagmus walaupun biasanya didaptkan riwayat gejala neurologia
yang lain dan jarang vertigo tanpa gejala neurologia lainnya.
V. GEJALA KLINIS
Gejala klinis pasien dengan dizziness dan vertigo dapat berupa gejala
primer maupun sekunder.
a. Gejala primer berupa vertigo, impulsion, oscilopsia, ataxia, gejala
pendengaran.
b. Gejala sekunder meliputi mual, gejala otonom, kelelahan, sakit
kepala, dan sensivitas visual.
Suatu informasi penting yang didapatkan dari anamnesis dapat digunakan
untuk membedakan perifer atau sentral meliputi (Sura et Newell. 2010):
Karakteristik dizziness
Perlu ditanyakan mengenai sensasi yang dirasakan pasien apakah
sensasi berputar, atau sensasi non spesifik seperti giddiness atau light
headness, atau hanya suatu perasaan yang berbeda (kebingungan).
Keparahan
Keparahan dari suatu vertigo juga dapat membantu, misalnya:
pada acute vestibular neuritis, gejala awal biasanya parah namun
berkurang dalam beberapa hari kedepan. Pada Ménière’s disease, pada
awalnya keparahan biasanya meningkat dan kemudian berkurang
setelahnya. Sedangakan pasien mengeluh vertigo ynag menetap dan
konstan mungkin memilki penyebab psikologis (Labuguen, 2006).
Onset dan durasi vertigo
Durasi tiap episode memiliki nilai diagnostic yang signifikan,
semakin lama durasi vertigo maka kemungkinan ke arah vertigo sentral
menjadi lebih besar. Vertigo perifer umumnya memilki onset akut
dibandingkan vertigo sentral kecuali pada cerebrovascular attack.
Perbedaan onset dan durasi maisng-masing penyebab vertigo dapat dilihat
pada table 1 (labuguen, 2006),
Tabel 1. Perbedaan Durasi gejala untuk berbagai Penyebab verigo
Durasi episode Kemungkinan Diagnosis
Beberapa detik
Detik sampai menit
Beberapa menit sampai
satu jam
Beberapa jam
Beberapa hari
Beberapa minggu
Peripheral cause: unilateral loss of vestibular
function; late stages of acute vestibular
neuronitis
Benign paroxysmal positional vertigo;
perilymphatic fistula
Posterior transient ischemic attack;
perilymphatic fistula
Ménière’s disease; perilymphatic fistula from
trauma or surgery; migraine; acoustic neuroma
Early acute vestibular neuronitis*; stroke;
migraine; multiple sclerosis
Psychogenic
Faktor Pencetus
Faktor pencetus dan dapat mempersempit diagnosis banding pada
vertigo vestibular perifer. Jika gejala terjadi hanya ketika perubahan posisi,
penyebab yang paling mungkin adalah BPPV. Infeksi virus yang baru
pada saluran pernapasan atas kemungkinan berhubungan dengan acute
vestibular neutritis atau acute labyrhinti. Faktor yang mencetuskan
migraine dapat menyebabkan vertigo jika pasien vertigo bersamaan
dengan migraine. Vertigo dapat disebabkan oleh fistula perilimfatik
Fistula perimfatik dapat disebabkn oleh trauma baik langsung ataupun
barotraumas, mengejan. Bersin atau gerakan yang mengakibatkan telinga
ke bawah akan memprovokasi vertigo pada pasien dengan fistula
perilimfatik. Adanya fenomena Tullio’s (nistagmus dan vertigo yang
disebabkan suara bising pada frekuensi tertentu) mengarah kepada
penyebab perifer.
Tabel 2. Perbandingan Faktor Pencetus dari masing-masing penyebab
Vertigo
Faktor pencetus Kemungkinan diagnosisPerubahan posisi kepala
Episode spontan
Riwayat ISPA
Stress
Imunosupresi
Perubahan tekanan pada telinga, trauma kepala maupun suara keras
Acute labyrinthitis; benign positional paroxysmal vertigo; cerebellopontineangle tumor; multiple sclerosis; perilymphatic fistula
Acute vestibular neuronitis; cerebrovasculardisease (stroke or transient ischemicattack); Ménière’s disease; migraine;multiple sclerosis
Acute vestibular neuronitis
Psychiatric or psychological causes; migraine
Herpes zoster oticus
Perilymphatic fistula
Gejala Penyerta
Gejala penyerta berupa penurunan pendengaran, nyeri, mual,
muntah dan gejala neurologis dapat membantu membedakan diagnosis
penyebab vertigo. Kebanyakan penyebab vertigo dengan gangguan
pendengaran berasal dari perifer.
Nyeri yang menyertai vertigo dapat terjadi bersamaan dengan
infeksi akut telinga tengah, penyakit invasive pada tulang temporal, atau
iritasi meningeal. Vertigo sering bersamaan dengan muntah dan mual pada
acute vestibular neuronitis dan pada meniere disease yang parah dan
BPPV. Pada vertigo sentral mual dan muntah tidak terlalu parah.
Gejala neurologis berupa kelemahan, disarthria, gangguan
penglihatan dan pendengaran, parestesia, penurunan kesadaran, ataksia
atau perubahan lain pada fungsi sensori dan motoris lebih mengarahkan
diagnosis ke vertigo sentral misalnya penyakit cerebrovascular,
neoplasma, atau multiple sklerosis. Pasien dengan migraine biasanya
merasakan gejala lain yang berhubungan dengan migraine misalnya sakit
kepala yang tipikal (throbbing, unilateral, kadnag disertai aura), mual,
muntah, fotofobia, dan fonofobia. 21-35 persen pasien dengan migraine
mengeluhkan vertigo (Labuguen, 2006).
Riwayat pengobatan
Beberapa obat dapat menginduksi terjadinya vertigo melipti obat-obatan
yang ototoksik, obat antiepilepsi, antihipertensi, dan sedative.
VI. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan neurologis dan system
cardiovascular.
Pemeriksaan Neurologik
Pemeriksaan neurologik meliputi :
- pemeriksaan nervus cranialis untuk mencari tanda paralisis nervus, tuli
sensorineural, nistagmus (Sura et Newell, 2010).
Nistagmus vertical 80% sensitif untuk lesi nucleus vestibular atau vermis
cerebellar. Nistagmus horizontal yang spontan dengan atau tanpa
nistagmus rotator konsisten dengan acute vestibular neuronitis.
- Gait test
1. Romberg’s sign
Pasien dengan vertigo perifer memiliki gangguan keseimbangan namun
masih dapat berjalan, sedangkan pasien dengan vertigo sentral memilki
instabilitas yang parah dan seringkali tidak dapat berjalan. walaupun
Romberg’s sign konsisten dengan masalah vestibular atau propioseptif, hal
ini tidak dapat dgunakan dalam mendiagnosis vertigo. Pada sebuah studi,
hanya 19% sensitive untuk gangguan vestibular dan tidak berhubungan
dengan penyebab yang lebih serius dari dizziness (tidak hanya erbatas pada
vertigo) misalnya drug related vertigo, seizure, arrhythmia, atau
cerebrovascular event (Labuguen, 2006) .
2. Heel-to-toe walking test (Sura et Newell, 2010)
- Dix-Hallpike manoeuvre
Merupakan tes yang paling membantu pada pasien dengan keluhan
vertigo. Pasien duduk tegak pada kasur, kepala menoleh 45 derajat ke
salah satu sisi. Pasien kembali dibaringkan dnegan cepat dengan kepala
ditolehkan ke salah satu sisi dan periksa nistagmus. Jika terjadi latensi
(yaitu waktu antara dimulainya nistagmus setelah maneuver), arah
nistagmus dalam hubungannya dengan dikebawahkannya telinga, berapa
lama nistagmus berlangsung harus dicatat. Temuan klasik dari Hallpike
test terlihat pada BPPV yaitu nistagmus setelah latensi 2-6 detik berupa
capuran vertigo rotatori dan horizontal, serta berhubungan dengan vertigo
dan mual, nistagmus berkurang stelah 30 detik.
Jika maneuver memprovokasi nistagmus murni vertical atau torsional
tanpa periode latent dan tidak berkurang dengan ulangan maneuver maka
mengarah ke vertigo dnegan penyebab sentral misalnya tumor atau
perdarahan fossa posterior (Bashiruddin, 2010).
Gambar 1. Dix hallpike maneuver
- Test hiperventilasi
Tes ini dilakukan jika pemeriksaan-pemeriksaan yang lain hasilnya
normal. Pasien diinstruksikan untuk bernapas kuat dan dalam 30 kali. Lalu
diperiksa nistagmus dan tanyakan pasien apakah prosedur tersebut
menginduksi terjadinya vertigo. Jika pasien merasakan vertigo tanpa
nistagmus maka didiagnosis sebagai sindrom hiperventilasi. Jika
nistagmus terjadi setelah hiperventilais menandakan adanya tumor pada
nervus VIII.
Pemeriksaan Cardiovascular
Perubahan orthostatic pada tekanan darah sistolik (misalnya turun 20
mmHg atau lebih) dan nadi (misalnya meningkat 10 denyutan per menit)
pada pasien dengan vertigo dapat menentukan masalah dehidrasi dan
disfungsi otonom.
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada vertigo meliputi tes audiometri, vestibular
testing, dan evalusi radiologis.
Tes audiologik tidak selalu diperlukan. Tes ini diperlukan jika pasien
mengeluhkan gangguan pendengaran. Namun jika diagnosis tidak jelas maka
dapat dilakukan audiometri pada semua pasien meskipun tidak mengelhkan
gangguan pendengaran
Vestibular testing tidak dilakukan pada semua pasien dengan keluhan
dizziness. Vestibular testing membantu jika tidak ditemukan sebab yang jelas.
Pemeriksaan radiologi sebaiknya dilakukan pada pasien dengan vertigo
yang memiliki tanda dan gejala neurologis, ada faktor resiko untuk terjadinya
CVA, tuli unilateral yang progresif. MRI kepala mengevaluasi struktur dan
integritas batang otak, cerebellum, dan periventrikular white matter, dan
kompleks nervus VIII (Labuguen, 2006).
VIII. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Sekitar 20
sampai 40% pasien dapat didiagnosis segera setelah anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Diagnosis juga dapat ditentukan berdasarkan komplek gejala yang terdapat
pada pasien dan durasi gejala.
IX. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari vertigo dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Penyebab vertigoVertigo dengan tuli Vertigo tanpa tuli Vertigo dengan tanda
intracranialMénière’s disease Vestibular neuritis Tumor
Cerebellopontine angle
Labyrinthitis Benign positional vertigo
Vertebrobasilar insufficiency dan thromboembolism
Labyrinthine trauma
Acute vestiblar dysfunction
Tumor otak- Misalnya,
epyndimoma atau metastasis pada ventrikel keempat
Acoustic neuroma Medication induced vertigo e.g aminoglycosides
Migraine
Acute cochleo-vestibular dysfunction
Cervical spondylosis Multiple sklerosis
Syphilis (rare) Following flexion-extension injury
Aura epileptic attack-terutama temporal lobe epilepsy
Obat-obatan- misalnya, phenytoin, barbiturateSyringobulosa
X. TERAPI
Medikasi
Medikasi merupakan terapi yang paling berguna untuk megobati
vertigo akut dari beberapa jam sampai beberapa hari. Namun terapi medis
tidak terlalu berguna pada pasien BPPV, karena episode vertigo biasanya
kurang dari 1 menit. Vertigo yang berlangsung selama lebih dari beberapa
hari mengarah ke cedera vestibular yang permanen (Labuguen, 2006).
Berbagai obat-obatan digunakan untuk terapi vertigo dan
seringkali untuk mual dan muntah. Obat-obatan ini dapat berupa
kombinasi asetilkolin antagonist, dopamine antagonist, dan antagonis
reseptor histamine. American Gastroenterologivcal Association
merekomendasikan antikolinergik dan antihistamin untuk terapi mual yang
bersamaan dengan vertigo atau motion sickness (labuguen, 2006).
Gamma-aminobutyric acid (GABA) menghambat neurotransmitter
pada system vestibular. Benzodiazepine meningkatkat aksi GABA sistem
saraf pusat dan efektif menyembuhkan vertigo dan kecemasan.
Latihan Rehabilitasi Vestibular
Hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi vertigo salah satunya
adalah latihan rehabilitasi vestibuler. Latihan ini sebaiknya dilakukan
sesegera mungkin apabila vertigo sudah berkurang dengan obat-obatan.
Seperti pada BPPV dapat dilakukan dengan melakukan menuver epley.
BAB III
ILUSTRASI KASUS
I. ANAMNESIS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. T
Umur : 44 tahun
Jns Kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Jaten, Karanganyar
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
B. Keluhan Utama: Pusing berputar
C. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan pusing berputar sejak kurang lebih 3
hari yang lalu. Keluhan dirasakan hilang timbul dan sangat mengganggu
aktifitas. Keluhan pusing berputar dirasakan terutama bila pasien bangun
dari tidur, atau berdiri dari posisi duduk. Saat pusing berputar tersebut
pasien juga mengeluhkan mual-mual, dan keluhan dirasakan membaik
apabila pasien beristirahat sambil memejamkan mata. Satu hari yang lalu
pasien berobat ke puskesmas, mendapat obat namun tidak berkurang.
Kemudian pasien memeriksakan diri ke RSDM.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat mondok : disangkal
E. Riwayat Penyakit pada Anggota Keluarga
Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat penyakit keganasan : disangkal
F. Riwayat Kebiasaan
1. Riwayat merokok : (+)
2. Riwayat minum minuman keras : disangkal
3. Riwayat olah raga teratur : disangkal
4. Riwayat mengkonsumsi obat : disangkal
G. Riwayat Gizi
Pasien sehari makan tiga kali, dengan nasi, lauk pauk tempe, tahu,
sayur, kadang-kadang dengan ikan, telur, daging, atau ayam.
H. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang laki-laki umur 40 tahun, seorang PNS. Saat
ini pasien tinggal bersama istri. Istri sebagai ibu rumah tangga. Pasien
mempunyai dua orang anak. Pasien berobat dengan fasilitas BPJS.
II. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum : kompos mentis, kesan sakit sedang, gizi kesan
cukup
Berat badan : 55 kg
Tinggi badan : 165 cm
B. Tanda vital
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 100 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup ,
simetris
Laju Pernapasan : 20 x/menit, kussmaul (-)
Suhu : 37 0C per axiller
C. Kulit : warna sawo matang, lembab, ujud kelainan kulit
(-), uji turniquet (-)
D. Kepala : bentuk mesocephal, rambut hitam sukar dicabut
E. Mata : conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), air
mata (+/+), Refleks cahaya (+/+), pupil isokor
(3 mm/ 3 mm), bulat, di tengah, mata cekung (-/-)
F. Hidung : nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
G. Mulut : bibir pucat (-), sianosis (-), mukosa basah (+)
H. Telinga : sekret (-), mastoid pain (-), tragus pain (-)
I. Tenggorok : uvula di tengah, mukosa faring hiperemis (-),
tonsil T1 – T1
J. Leher : kelenjar getah bening tidak membesar
K. Thorax
Bentuk : normochest
Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Kanan atas : SIC II linea parasternalis dextra
Kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dextra
Kiri bawah :SIC V linea medioclavicularis sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bising (-)
Pulmo
Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri, retraksi (-)
Palpasi : fremitus raba dada kanan = kiri
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Batas paru hepar : SIC VI dextra
Batas paru lambung :spatium intercosta VII Sinistra
Redup relatif : batas paru hepar
Redup absolut : hepar
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan RBK (-/-),
RBH (-/-), wheezing (-/-)
L. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : hepar/lien tak teraba, turgor kulit baik
M. Ekstremitas :
Akral dingin Oedema
- - - -
- - - -
Sianosis ujung jari Capilary refill time < 2 detik
- -
- -
III.PEMERIKSAAN KESEIMBANGAN
Nistagmus test : (+)
Romberg test : (+)
IV. DIAGNOSIS
BPPV
V. TUJUAN TERAPI
a. Memperbaiki keadaan umum
b. Menangani simptom
VI. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : bonam
VII.TERAPI
A. Non Farmakologis
a. Preventif :
- Istirahat yang cukup, kurangi aktifitas fisik yang berlebihan.
- Hindari posisi membungkuk dalam mengangkat barang atau posisi
yang memperpanjang leher saat mengambil barang yang letaknya
tinggi ( hindari posisi yang mencetuskan rasa pusing berputar).
- Hindari posisi yang memperberat serangan vertigo seperti menoleh
ke kiri atau ke kanan saat serangan terjadi.
- Hindari perubahan gerak kepala yang cepat dan ekstrim, misal dari
posisi jongkok lalu berdiri, memutar kepala tanpa menggerakkan
tubuh, meloncat atau berputar tiba-tiba.
- Bangunlah secara perlahan dan duduk terlebih dahulu sebelum
berdiri dari tempat tidur
b. Promotif :
- Menjelaskan dan memberikan edukasi kepada pasien tentang
vertigo, pencegahan serta pengobatan vertigo.
- Menjelaskan kepada pasien mengenai latihan fisik vestibular agar
pasien dapat beradaptasi atau membiasakan diri terhadap gangguan
keseimbangan yang dimilikinya, serta menganjurkan pasien untuk
melakukannya.
B. Farmakologis
RSUD Dr. Moewardi Surakarta
Poli Klinik THT-KL
14 Agustus 2015
Dokter : dr. Vania
R/ Betahistin mesilate tab mg 6 No. X
∫ 3 dd tab 1
R/ Dimenhidrinat tab mg 50 No. X
∫ 3 dd tab 1
Pro : Ny. T (44 tahun)
Alamat: Jaten, Karanganyar
BAB IV
PEMBAHASAN OBAT DAN TERAPI
A. Betahistin Mesilate
1. Mekanisme Kerja
Betahistine bekerja dengan cara langsung berikatan dengan
reseptor histamin. Reseptor ini terletak di dinding aliran darah,
termasuk di dalam telinga. Dengan mengaktifkan reseptor ini
menyebabkan pembesaran pembuluh darah. Peningkatan sirkulasi
darah dapat mengurangi tekanan di telinga. Fungsi utama
Betahistin sebagai obat penyakit Meniere. Obat ini membantu
menghilangkan tekanan di dalam telinga dan mengurangi frekuensi
dan keparahan serangan mual dan pusing. Betahistine juga
mengurangi bunyi mendenging di telinga (tinitus) dan membantu
fungsi pendengaran menjadi normal.
2. Indikasi
Untuk pengobatan vertigo, penyakit meniere’s.
3. Kontra Indikasi
Penderita feokromasitoma
4. Efek Samping
Efek samping yang telah dilaporkan adalah :
Pada pencernaan : rasa mual dan muntah serta gangguan
pencernaan lainya
Pada kulit : reaksi hipersensitif serti ruam, gatal - gatal pada
kulit
5. Dosis
Untuk dewasa pemberian secara peroral 1-2 tablet 3 kali sehari,
diberikan setelah makan. Dosis harus disesuaikan dengan usia
penderita serta keadaan penyakit.
6. Bentuk Sediaan
6mg, 12mg.
B. Dimenhidrinat
1. Sifat Fisikokimia
Dimenhidrinat (USP 29) : serbuk kristalin putih tak berbau. Sukar
larut dalam air; mudah larut dalam alkohol dan dalam kloroform;
agak sukar larut dalam eter. Inkompatibilitas : dimenhidrinat
kemungkinan besar inkompatibel dalam larutan yang mengandung
aminofilin, glikopironium bromida, hidrokortison sodium
suksinat, hidroksizin hidroklorida, beberapa fenotiazin, dan
beberapa barbiturat terlarut.
2. Mekanisme Kerja
Menghambat stimulasi vestibular, mula-mula bekerja pada sistem
otolith, dan pada dosis yang lebih besar bekerja pada kanal
semisirkular; menghambat asetilkolin.
3. Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian
Oral:
dewasa dan anak (12 tahun ke atas):
50-100 mg tiap 4-6 jam, tidak lebih dari 400 mg dalam 24
jam, atau seperti petunjuk dokter.
Anak usia 6 s.d <12 tahun:
25-50 mg tiap 6-8 jam, tidak lebih dari 150 mg dalam 24
jam, atau seperti petunjuk dokter.
Anak usia 2 s.d.<6 tahun:
12,5-25 mg tiap 6 -8 jam, tidak lebih dari 75 mg dalam 24
jam, atau seperti petunjuk dokter.
Alternatif lain:
anak: 1,25 mg/kg atau 37,5 mg/m2 s.d. oral atau IM 4 kali
sehari sampai dosis maksimum 300 mg sehari.
Anak usia <2 tahun: hanya atas petunjuk dokter.
IM:
dewasa: sama seperti dosis oral.
IV:
dewasa: sama dengan dosis oral.
Anak: dosis IV belum ditetapkan.
Untuk injeksi IV: 50 mg obat diencerkan dengan 10 ml
injeksi NaCl 0,9% dan diberikan perlahan-lahan selama 2
menit.
Pengobatan simptomatik penyakit Meniere:
oral: 25-50 mg dimenhidrinat diberikan 3 kali sehari untuk
pemeliharaan atau IM: 50 mg diberikan untuk serangan akut.
4. Farmakologi
Absorpsi: baik setelah pemberian oral maupun parenteral. Efek
antiemetik tercapai dalam 15-30 menit setelah dosis oral dan
dalam 20-30 menit setelah dosis IM. Lama kerja obat 3-6 jam.
Obat mungkin didistribusi luas ke dalam jaringan tubuh, melewati
plasenta, dimetabolisme oleh hati, dan dieliminasi melalui urin.
Sejumlah kecil obat didistribusikan ke dalam ASI. Dimenhidrinat
mempunyai efek depresi sistem saraf pusat, antikolinergik,
antiemetik, antihistamin, dan anestesi lokal. (3)
5. Peringatan
Obat dapat mengganggu kemampuan melakukan aktivitas yang
membutuhkan kewaspadaan mental atau koordinasi fisik (seperti
mengoperasikan mesin atau mengemudi). Obat harus digunakan
dengan hati-hati pada pasien dengan gangguan kejang. Efek
antikolinergik obat harus dipertimbangkan bila diberikan pada
kondisi pasien yang dapat diperburuk oleh obat-obat
antikolinergik (seperti: glaucoma sudut tertutup, pembesaran
kelenjar prostat). Obat harus diberikan dengan hati-hati pada
pasien yang menerima obat-obat ototoksik.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1. KESIMPULAN
Pengobatan vertigo terdiri dari terapi non farmakologis dan terapi
farmakologis. Adapun terapi nonfarmakologis antara lain: Istirahat yang
cukup, kurangi aktifitas fisik yang berlebihan, hindari posisi membungkuk
yang memperberat vertigo, hindari posisi yang mencetuskan rasa pusing
berputar. Sedangkan jenis-jenis obat yang dapat mengurangi keluhan adalah
betahistin mesilate yang bekerja dengan cara langsung berikatan dengan
reseptor histamin dan dimenhidrinat yang bekerja dengan cara menghambat
stimulasi vestibular, mula-mula bekerja pada sistem otolith, dan pada dosis
yang lebih besar bekerja pada kanal semisirkular; menghambat asetilkolin.
2. SARAN
- Edukasi kepada pasien akan pentingnya menjaga posisi tubuh yang baik
dan benar dapat mengurangi kekambuhan serangan BPPV.
- Menyarankan pada pasien untuk sesegera mungkin melakukan latihan
perbaikan fungsi vestibuler apabila gejala-gejala vertigo telah
berkurang dengan pengobatan.
- Bila keluhan tidak membaik dengan terapi non farmakologis dan
farmakologis hendaknya segera dilakukan pemeriksaan lebih lajut
untuk dapat mencari etiologi BPPV apakah adanya trauma kepala,
infeksi kronik telinga, operasi dan neuritis vestibular sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Levine SC. 1997. Penyakit Telinga Dalam. Dalam: Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta: EGC.
Bashiruddin J. 2010. Vertigo Posisi Paroksismal Jinak. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Kovar M, Jepson T, Jones S. 2006. Diagnosing and Treating: Benign Paroxysmal Positional Vertigo in Journal Gerontological of Nursing. December: 2006.
Labuguen, RH. 2006. Initial Evaluation of Vertigo ini Journal American Family Physician January 15, Volume 73, Number 2.
Lempert T, Neuhauser H. 2009. Epidemiology of vertigo, migraine and vestibular migraine in Journal Nerology 2009:25:333-338.
Mark A. 2008. Symposium on Clinical Emergencies: Vertigo Clinical Assesment and Diagnosis. British Journal of Hospital Medicine, June 2008, Vol 69, No 6.
Samy, HM. 2015. Dizziness, Vertigo, and Imbalance. Dikutip dari http://emedicine.medscape.com/article/2149881-overview/
Sura DJ, Newell S. 2010. Vertigo- Diagnosis and management in primary care, BJMP 2010; 3(4): a351.
Swartz R, Longwell P. 2005. Treatment of Vertigo in Journal of American Family Physician March 15,2005:71:6.
Turner B, Lewis NE. 2010. Symposium Neurology :Systematic Approach that Needed for establish of Vetigo. The Practitioner September 2010 - 254 (1732): 19-23.