makalah farmasi meutia h

43
Tugas Farmasi SKIZOFRENIA Disusun oleh: Meutia Halida G99141018 Pembimbing: Dra. Diah Poerwohastoeti, S.Farm., M.Si., Apt.

Upload: meutiahalida

Post on 11-Jan-2016

35 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

makalah skizofrenia

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Farmasi Meutia H

Tugas Farmasi

SKIZOFRENIA

Disusun oleh:

Meutia Halida

G99141018

Pembimbing:

Dra. Diah Poerwohastoeti, S.Farm., M.Si., Apt.

KEPANITERAAN KLINIK UPF / LABORATORIUM FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI

SURAKARTA

2015

Page 2: Makalah Farmasi Meutia H

BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan jiwa merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di

Indonesia dan seluruh dunia. Secara umum gangguan jiwa dibagi dalam dua

golongan besar yaitu psikosis dan non psikosis (ansietas, depresi, insomnia,

alkoholisme dan ketergantungan obat). Golongan psikosis di tandai dengan dua

gejala utama yaitu tidak adanya pemahaman dari ketidak mampuan menilai

realitas. Sedangkan golongan psikosa itu sendiri dibagi dalam dua sub golongan,

yaitu psikosa fungsional dan psikosa organik.

Skizofrenia merupakan bentuk psikosa fungsional paling berat, dan

menimbulkan disorganisasi personalitas yang terbesar. Skizofrenia juga

merupakan suatu bentuk psikosa yang sering dijumpai dimanapun sejak dahulu

kala. Meskipun demikian pengetahuan kita tentang sebab-musabab dan

patogenisanya sangat kurang (Maramis, 2009). Di Amerika Serikat angka pasien

skizofrenia mencapai 1/100 penduduk. Sebagai perbandingan, di Indonesia bila

pada PJPT I angkanya adalah 1/1000 penduduk maka proyeksinya pada PJPT II,

3/1000 penduduk, bahkan bisa lebih besar (Yosep, 2008). Prevalensi antara pria

dan wanita seimbang. Puncak usia dari onset skizofrenia antara 15 sampai 35

tahun.Onset usia sebelum 10 tahun atau setelah 45 tahun jarang terjadi (Sadock,

2003).

Skizofrenia adalah penyakit nomor empat yang dapat menyebabkan

kelumpuhan pada orang dewasa. Data menunjukan bahwa 10% penderita

skizofrenia meninggal karena bunuh diri. Diagnosis dan penanganan dini, riset

dan pengobatan yang terus berkembang akan dapat meningkatkan kualitas hasil

terapi pada orang dengan skizofrenia (Maramis, 2009).

Page 3: Makalah Farmasi Meutia H

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Skizorenia merupakan gangguan psikotik kronis yang terjadi sedikitnya

6 bulan atau lebih dan ditandai oleh episode akut yang mencakup kondisi

terputus dengan realitas yang ditampilkan dalam ciri-ciri seperti waham,

halusinasi, pikiran tidak logis, pembicaraan yang tidak koheren, dan perilaku.

Defisit residual dalam area kognitif, emosional, dan sosial dari fungsi-fungsi

yang ada sebelum episode akut (Nevid dkk, 2003; Kaplan dan Sadock, 2005).

B. Etiopatogenesis

Hingga sekarang belum ditemukan penyebab (etiologi) yang pasti

mengapa seseorang menderita skizofrenia. Menurut model stress-diathesis,

ada integrasi dari faktor biologis, genetik, psikososial dan lingkungan yang

membuat seseorang memiliki kerentanan spesifik terhadap stres. Kondisi stres

dapat memicu berkembangnya gejala skizofrenia dalam diri seseorang

(Sadock, 2003).

1. Faktor biologis.

Faktor biologis seperti otak, termasuk sistem limbik, korteks

frontalis, talamus, batang otak, dan ganglia basalis disebut berpengaruh

terhadap kejadian skizofrenia. Pada otak dan batang otak diketahui

sebagai tempat utama neuron aminergik asenden. Selain itu juga adanya

neurotransmiter seperti dopamin, serotonin, norepineprin, dan GABA

pada sistem saraf pusat mempengaruhi faktor biologis skizofrenia.

Dopamin telah diduga kemungkinan penyebab skizofrenia secara

tidak langsung karena banyak pasien parkison yang mengalami gejala

skizofrenia ketika diobati dengan obat yang disebut L-DOPA. Obat ini

melepaskan dopamin dalam otak, yang sangat bermanfaat dalam

mengobati parkinson, tetapi dalam waktu bersaman obat ini menekan

berbagai bagian lobus prefrontalis dan area yang berkaitan dengan

Page 4: Makalah Farmasi Meutia H

lainnya. Telah diduga bahwa pada skizofrenia terjadi kelebihan dopamin

yang disekresikan oleh sekelompok neuron yang mensekresikan dopamin

yang badan selnya terletak tegmentum ventral dari mesensefalon,

disebelah medial dan anterior dari sistem limbik, khususnya hipokampus,

amigdala, nukleus kaudatus anterior dan sebagian lobus prefrontalis ini

semua pusat-pusat pengatur tingkah laku yang sangat kuat. Suatu alasan

yang lebih meyakinkan untuk mempercayai skizofrenia mungkin

disebabkan produksi dopamin yang berlebihan ialah bahwa obat-obat

yang bersifat efektif mengobati skizofrenia seperti klorpromazin,

haloperidol, dan tiotiksen semuanya menurunkan sekresi dopamin pada

ujung-ujung syaraf dopaminergik atau menurunkan efek dopamin pada

neuron yang selanjutnya (Guyton dan Hall, 2007).

Neurotransmiter seperti serotonin juga berpengaruh dalam

gangguan mood, peningkatan serotonin juga berperan dalam perilaku

bunuh diri dan impulsif. Sementara norepineprin juga berperan dalam

modulasi sistem dopaminergik sehingga jika terjadi kelainan pada

norepineprin maka orang dengan skizofrenia akan sering relaps. Demikan

juga dengan GABA, kehilangan neuron GABA-ergik di dalam

hipokampus akan menyebabkan hiperaktivitas dopaminergik dan

noradrenergik (Kaplan dan Sadock, 2005).

2. Faktor genetika.

Penelitian menunjukkan adanya polimorfisme kromosom terutama

pada lengan panjang kromosom 5, 11, dan 18, serta lengan pendek

kromosom 19 (Kaplan dan Sadock, 2005). Menurut Dalev (2001)

probabilitas seorang menderita skizofrenia apabila orang tua maupun

saudara-saudaranya tidak mengidap penyakit tersebut adalah sekitar satu

persen. Apabila ada seorang orang tua atau saudara kandung mengidap

penyakit ini maka peluang untuk menderita skizofrenia berkembang

menjadi 10%. Apabila kedua orang tua mengidap skizofrenia, maka

peluang untuk menderita penyakit ini berkembang menjadi 40%.

Page 5: Makalah Farmasi Meutia H

3. Faktor psikososial.

Faktor psikososial seperti yang didalilkan oleh Sigmund Freud

(teori psikoanalitis) menyatakan bahwa defek ego dan konflik intrapsikis

sebagai penyebab skizofrenia (Kaplan dan Sadock, 2005).

C. Klasifikasi

Menurut Maramis (2009) skizofrenia dapat diklasifikasikan menjadi:

1. Skizofrenia Paranoid

Simptom utamanya adalah waham kejar atau waham kebesarannya

dimana individu merasa dikejar-kejar oleh pihak tertentu yang ingin

mencelakianya. Hal tersebut terjadi karena segala sesuatu ditanggapi

secara sensitif dan egosentris seolaholah orang lain akan berbuat buruk

kepadanya. Gambaran penyerta meliputi kecemasan yang tidak terfokus,

kemarahan, suka bertengkar/ berdebat dan tindak kekerasan.

2. Skizofrenia Katatonik

Gambaran tipe ini biasanya muncul secara tiba-tiba. Umumnya

penderita memiliki riwayat bertingkah laku eksentrik disertai

kecenderungan menarik diri dari realitas. Ada dua subtipe, yakni subtipe

stuppor dan subtipe aktif.

a. Subtipe stuppor, ciri-cirinya adalah : mengalami stuppor, yaitu

kehilangan semangat hidup dan senang diam dalam posisi kaku

tertentu sambil membisu dan menatap dengan pandangan kosong.

Kendati tampak acuh tak acuh namun pada saat “sadar” ternyata dia

dapat menceritakan segala sesuatu yang berlangsung disekitarnya. Ia

sangat mudah dipengaruhi sehinggan secara otomatis akan mengikuti

perintah atau meniru perbuatan orang lain (ekhopraksia); umumnya

bersifat negativistik: menolak membetulkan posisi tubuhnya,

menolak makan, membuang air seenaknya, keluar busa dari

mulutnya dan pikiran tampak kosong. Ancaman fisik berupa

stimulasi yang menyakitkan tidak membuat penderita bergeming.

b. Subtipe aktif (axcited), dengan ciri-ciri: dari keadaan katatonik serba

pasif, secara tiba-tiba berubah menjadi “exsited”, berbicara dan

Page 6: Makalah Farmasi Meutia H

berteriak-teriak tak karuan, berjalan mondar mandir, melakukan

aktifitas seksual secara terbuka, seperti masturbasi, melukai tubuh

sendiri, atau sebaliknya menyerang dan mencoba membunuh orang

lain.

3. Skizofrenia Hebefren

Skizofrenia hebefrenik atau disebut juga hebefrenia permulaanya

perlahan-lahan dan sering timbul pada masa remaja atau antara usia 15-

25 tahun. Gejala yang menyolok adalah gangguan proses berfikir,

gangguan kemauan, dan adanya depersonalisasi. Pada tipe ini terjadi

desintegrasi emosi, dimana emosinya bersifat kekanak-kanakan, ketolol-

tololan, seringkali tertawa sendiri dan secara tiba-tiba menangis tersedu-

sedu. Terjadi regresi tolol, dimana individu menjadi kekanak-kanakan.

Individu mudah tersinggung atau sangat irritable. Seringkali

dihinggapi sarkasme (sindiran tajam) dan menjadi marah meledak-ledak

atau explosive tanpa sebab. Pembicaraannya kacau, suka berbicara

berjam-jam. Pada awal gangguan seringkali komunikatif, tetapi lama-

kelamaan menjadi tidak karuan yang bahkan sampai akhirnya individu

tidak komunikatif

4. Skizofrenia simplex

Skizofrenia simplex, sering timbul pertama sekali pada masa

pubertas. Gejala utamanya adalah kedangkalan emosi dan kemunduran

kemauan. Gangguan proses berfikir biasanya sukar ditentukan. Waham

dan halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini timbul secara perlahan.

Pada permulaan mungkin penderita kurang memperhatikan keluarga atau

menarik diri dari pergaulan, makin lama ia semakin mundur dalam

pekerjaan dan pelajaran dan pada akhirnya menjadi pengangguran, dan

bila tidak ada orang yang menolongnya ia mungkin akan menjadi

“pengemis”, “pelacur”, atau “penjahat”.

Page 7: Makalah Farmasi Meutia H

5. Skizofrenia Tak Tergolongkan (Undeferentiated)

Tipe ini tidak dapat dimasukkan dalam tipe-tipe yang telah

diuraikan sebelumnya, dimana gejala-gejala yang muncul sulit untuk

digolongkan pada tipe skizofrenia tertentu. Kriteria diagnosti untuk

sizofrenia tipe undifrentiated adalah dimana simptom-simptom

memenuhi kriteria A, tetapi tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia

tipe paranoid, katatonik ataupun tipe hebefrenik.

D. Gejala

Gejala - gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu

gejala negatif atau negative symptoms dan gejala positif atau positive

symptoms.

1. Gejala- Gejala Negatif.

a. Alam perasaan (affect) tumpul dan mendatar. Gambaran alam

perasaan ini dapat terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukan

ekspresi.

b. Menarik diri atau mengasingkan diri tidak mau bergaul atau kontak

dengan orang lain, suka melamun.

c. Kontak emosional amat “miskin”, sukar diajak bicara, pendiam.

d. pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan sosial.

e. Tidak ada/ kehilangan dorongan/ kehendak dan tidak ada inisiatif,

tidak ada upaya dan usaha, tidak ada spontanitas, monoton, tidak

ingin apa-apa dan serba malas (kehilangan nafsu).

2. Gejala- Gejala Positif

a. Delusi/ waham, yaitu keyakinan yang tidak masuk akal. Contohnya

berfikir bahwa dia selalu diawasi lewat televisi, berkeyakinan bahwa

dia orang terkenal, berkeyakinan bahwa radio atau televisi

memberikan pesan-pesan tertentu, memiliki keyakinan agama yang

berlebihan.

b. Halusinasi, yaitu mendengar, melihat, merasakan, mencium sesuatu

yang sebenarnya tidak ada. Sebagian penderita, mendengar

suara/bisikan bersifat menghibur atau tidak menakutkan, sedangkan

Page 8: Makalah Farmasi Meutia H

lainnya mungkin menganggap suara/bisikan tersebut bersifat

negatif/buruk atau memberikan perintah tertentu.

c. Pikiran Paranoid, yaitu kecurangan yang berlebihan. Contohnya

merasa ada seseorang yang berkomplot melawan, mencoba

mencelakai atau mengikuti. Percaya ada makhluk asing yang

mengikuti dan yakin dirinya diculik/ dibawa ke planet lain.

E. Kriteria Diagnosis

Menurut Maslim dalam PPDGJ III (2003) kriteria diagnosis Skizofrenia

harus mencakup sedikitnya satu gejala berikut ini yang sangat jelas (dan

biasanya dua gejala atau lebih bila gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):

1. Thought: thought echo, thought insertion or withdrawal, thought

broadcasting. Echo berartiisi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau

bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan,

walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda. Insertion or

withdrawalyaitu isi yang asing dan luar masuk ke dalam pikirannya

(insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar

dirinya(withdrawal). Broadcasting berarti isi pikiranya tersiar keluar

sehingga orang lain atau umum mengetahuinya; 

2. Delusion: delusion of control, delusion of passivitiy, dan delusional

perception. Delusi kontrol yaitu waham tentang dirinya dikendalikan

oleh suatu kekuatan tertentu dari luar.Delusion of passivitiyyaitu waham

tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari

luar; (tentang ”dirinya” = secara jelas merujuk kepergerakan tubuh /

anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau  penginderaan khusus).

Delusional perceptionyaitu pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang

bermakna sangat khas bagi dirinya, biasnya bersifatmistik atau mukjizat; 

3. Halusinasi auditorik:

a. suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap

perilaku pasien, atau

Page 9: Makalah Farmasi Meutia H

b. mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri

(diantara berbagai suara yang berbicara), atau

c. jenis suara halusinasi lain yang berasal dan salah satu bagian tubuh.

4. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat

dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal

keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di

atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau

berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain).

Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara

jelas :

1) Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja

2) Inkoherensi

3) Perilaku katatonik

4) Gejala-gajala negatif

Adanya gejala-gejala tersebut di atas telah berlangsung selama kurun

waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik

prodromal) Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam

mutu keseleruhan dari beberapa aspek perilaku pribadi, bermanifestasi

sebagai hilangnya minat, tujuan hidup, tidak berbuat sesuatu, sikap larut

dalam diri sendiri dan penarikan diri secara sosial.

F. Terapi

Terapi skizofrenia terdiri atas terapi somatik (psikofarmaka dan non

psikofarmaka) dan terapi psikososial seperti terapi perilaku, keluarga,

kelompok dan psikoterapi individual.

Indikasi pemberian obat antipsikosis pada skizofrenia adalah untuk

mengendalikan gejala aktif dan mencegah kekambuhan (Maramis,2009).

Prinsip-prinsip pemberian terapi psikofarmaka pada skizofrenia adalah:

1. Tentukan target gejala

2. Gunakan AP (antipsikosis) yang telah terbukti di masa lalu

3. Gunakan AP yang minim efek samping

4. Lama uji coba AP : 4-6 minggu, bila gagal, coba dengan AP lain.

Page 10: Makalah Farmasi Meutia H

5. Single drug

6. Pertahankan pada dosis efektif yang terendah.

Pemilihan jenis antipsikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang

dominan dan efek samping obat. Pergantian disesuaikan dengan dosis

ekuivalen. Apabila obat antipsikosis tertentu tidak memberikan respons klinis

dalam dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang tepat, dapat

diganti dengan obat antipsikosis lain (sebaiknya dan golongan yang tidak

sama) dengan dosis ekuivalennya. Apabila dalam riwayat penggunaan obat

antipsikosis sebelumnya sudah terbukti efektif dan efek sampingnya ditolerir

baik, maka dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang (Rahardja dan

Tjay, 2007; Ganiswara, 2005).

Obat Antipsikosis dibagi menjadi 2 yaitu Antipsikosis golongan I (APG

I) dan Antipsikosis Golongan II (APG II). APG I bekerja dengan memblok

reseptor D2 di mesolimbik, mesokortikal, nigostriatal dan tuberoinfundibular

sehingga dengan cepat menurunkan gejala positif tetapi pemakaian lama

dapat memberikan efek samping. Sedangkan APG II bekerja melalui interaksi

serotonin dan dopamin pada ke empat jalur dopamin di otak yang

menyebabkan rendahnya efek samping extrapiramidal dan sangat efektif

mengatasi gejala negatif (Ganiswara, 2005).

APG II sering disebut sebagai serotonin dopamin antagonis (SDA) atau

antipsikosis atipikal. Obat yang tersedia untuk golongan ini adalah clozapine,

olanzapine, quetiapine dan risperidone. Bila gejala negatif lebih menonjol

dari gejala positif pilihannya adalah obat APG II (atipikal). Sebaliknya, bila

gejala positif lebih menonjol dibandingkan gejala negatif pilihannya adalah

APG I (tipikal). Begitu juga pasien-pasien dengan efek samping

ekstrapiramidal pilihannya adalah jenis atipikal (Rahardja dan Tjay, 2007).

Pada umumnya pemberian antipsikosis dipertahankan selama 3 bulan

sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk

pasien dengan serangan sindrom psikosis yang multiepisode, terapi

pemeliharaan diberikan paling sedikit selama 5 tahun. Pemberian yang cukup

lama ini dapat menurunkan derajad kekambuhan 2,5-5 kali. Obat antipsikosis

Page 11: Makalah Farmasi Meutia H

tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun diberikan dalam

jangka waktu lama sehingga potensi ketergantungan obat kecil sekali.

Namun, pada penghentian mendadak dapat timbul gejala “Cholinergic

Rebound”: gangguan lambung, mual, muntah, diare, pusing, gemetar, dan

lain lain (Maslim, 2001).

Pemberian antipsikosis dimulai dengan dosis awal sesuai dosis anjuran

dinaikkan setiap 2-3 hari sampai mencapai dosis efektif (mulai timbul

peredaan sindrom psikosis) dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu

dinaikkan sampai mencapai dosis optimal dipertahankan sekitar 8-12

minggu (stabilisasi) diturunkan tiap 2 minggu hingga mencapai dosis

pemeliharaan dipertahankan selama 6 bulan sampai 2 tahun, diselingi

“drug holiday” 1-2 hari/minggu tappering off, dosis diturunkan tiap 2-4

minggu stop (Maslim, 2001).

Page 12: Makalah Farmasi Meutia H

ALGORITMA SKIZOFRENIA

Serangan pertama atau belum pernah menggunakan SGA

sebelumnya

Menolak klozapin

6 bulan

tidak ada respon

tidak ada respon

Respon parsial atau tidak ada

Respon parsial atau tidak adaRespon parsial atau tidak ada

Respon parsial atau tidak ada

Maksimal 12 minggu

Tahap VCoba satu obat FGA atau SGA

yang belum dicoba

Tahap IVKlozapin

Tahap IIICoba FGA atau SGA yang lain

Tahap IIACoba FGA atau SGA

yang lain

Tahap ICoba SGA tunggal Aripiprazol,

Olahzapin, Quetiapin, Risperidon, ziprasidon

Tahap VITerapi kombinasi SGA+FGA. Kombinasi SGA + (FGA atau

SGA) + ECI ( FGA atau SGA)+ agen yang lain

Maksimal 12 mingguTahap II

Coba SGA tunggal yang lain (selain yang dipakai pada tahap I)

FGA = first generation antipsycoticSGA = Second generation antipsycotic

Page 13: Makalah Farmasi Meutia H

BAB III

ILUSTRASI KASUS

A. ANAMNESIS

1. Identitas Pasien

Nama : Tn. SG

Umur : 35 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

RM : 0460xx

Agama : Islam

Alamat : Jepon, Blora

Pendidikan : SMK

Pekerjaan : Kuli bangunan

Status : Belum Menikah

2. Keluhan Utama

Pasien berulang kali merobek bajunya

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Anamnesis dilakukan di bangsal Senna tanggal 17 Maret 2015. Saat

dilakukan anamnesis pasien sedang duduk bermain gitar. Pasien

memperkenalkan diri sebagai saudara Sg, usia 33 tahun, tinggal di Jepon

Blora. Pasien merupakan tamatan dari SMK dan beberapa kali berganti

pekerjaan, namun pekerjaan terakhirnya yaitu kuli bangunan di Surabaya.

Pasien tampak memakai seragam pasien RSJD berwarna biru, penampilan

tampak sesuai usia, perawatan diri cukup.

Pasien mengaku dibawa ke RSJD Surakarta diantar oleh bapaknya

dengan bus. Pasien mengakui bahwa kali ini merupakan keempat kalinya

pasien dibawa ke RSJD. Pasien dibawa ke RSJD karena merobek bajunya

setiap kali dipakaikan baju. Pasien menceritakan bahwa ia melakukan hal

itu sebagai syarat agar pangeran William mau membantunya dalam

Page 14: Makalah Farmasi Meutia H

mengalahkan Allah. Pasien sering mendengar bisikan bisikan dari

pangeran William “Kamu hebat” berulang kali setiap ia merobek bajunya.

Ia mempercayai bahwa apabila ia dapat mengalahkan Allah dengan

bantuan pangeran William maka ia akan mendapatkan 1/3 dari isi bumi,

namun apabila ia gagal maka Allah akan mengambil semua wanita dibumi.

Pangeran William merupakan teman sejak kecil yang dipercayai dapat

berkomunikasi melalui hati, sering membisikan berupa pujian maupun

suruhan.

Pasien mengeluhkan bahwa ia memiliki banyak orang yang

memusuhinya termasuk pasien-pasien lain yang berada disatu bangsal

dengannya dan semua perawat pria, karena mereka semua merupakan anak

buah Allah yang diutus untuk menyerangnya. Selain pasien dibangsal,

pocong yang berada disamping dari tempat tidurnya merupakan salah satu

anak buah Allah yang sering mengganggunya. Saat pasien menceritakan

tentang keberadaan pocong, pasien berjalan menuju tempat tidurnya dan

menunjukan keberadaan pocong, namun pasien enggan berbicara dengan

pocong karena merupakan musuhnya. Pasien juga sering mencium bau

kemenyan atau bau busuk yang dikatakan berasal dari guna guna para anak

buah Allah.

Pasien menceritakan bahwa ia sedang menyiapkan beberapa strategi

untuk mengalahkan Allah dengan jalan politik yaitu dengan bantuan

pangeran William dan dengan pertarungan dragon ball. Pasien yakin

bahwa ia dapat mengalahkan Allah karena ia pernah bertemu dengan Allah

disuatu malam yang mendung pukul 9 malam. Dan menceritakan Allah

merupakan suatu sinar yang besar dan sangat kuat. Namun pasien tetap

meyakini bahwa ia dapat mengalahkan Allah suatu hari nanti. Keyakinan

pasien akan hal tersebut didasari oleh 10 tahi lalat yang ditubuhnya. Ia

mempercayai bahwa tahi lalat tersebut merupakan suatu mukjizat dan

suatu pertanda bahwa ia dapat mengalahkan Allah. Tahi lalat yang ia

miliki berbeda dengan tahi lalat yang dimiliki orang pada umumnya. Tahi

Page 15: Makalah Farmasi Meutia H

lalat tersebut terkadang dapat mengendalikan dirinya dengan kekuatan-

kekuatan yang sebelumnya tak ia miliki.

Pasien mengakui bahwa ia memiliki istri yang dinikahi melalui

perantara TV. Pasien sering mendengar bisikan-bisikan dari istri berupa

“bunuh ibu!!” berulang kali, karena menurutnya pernikahannya tidak

direstui oleh ibunya. Pasien sempat melakukan percobaan pembunuhan

terhadap ibunya dengan melemparkan kursi kearah ibunya. Sehingga pada

tahun 2009 pasien sempat dipondokan di RSJD. Hingga saat ini pasien

sering mendengar suara dari istrinya berbisik di telinganya, namun

belakangan ini bisikan yang ia dengar bukan merupakan suruhan untuk

membunuh melainkan kata “kangen”, bahkan pada saat wawancara

berlangsung pasien mengakui mendengar bisikan istrinya ”aku mau

gabung”, yang berarti istrinya ingin bergabung dalam pembicaraan kami.

Pada tahun 2009, selain dikarenakan membahayakan keselamatan dari

ibunya pasien menceritakan bahwa ia juga merusak semua benda-benda

elektronik seperti TV, radio, telepon, karena ia mempercayai bahwa

benda-benda tersebut dapat memberitahukan kepada orang lain tentang apa

yang ia pikirkan. Sehingga ia harus memusnahkan sebelum pikirannya

tersiar dan semua rencananya digagalkan oleh orang lain.

Pasien menyadari bahwa dirinya sedang berada di rumah sakit jiwa

Surakarta untuk ditenangkan, namun pasien mengatakan bahwa selain

menenangkan diri ia hendak mempelajari ilmu-ilmu dari kejiwaan

sehingga saat keluar nanti ia akan menjadi seorang ilmuwan.

4. Riwayat Psikiatri : (+) pada tahun 2009, empat kali dirawat

5. Riwayat Gangguan Medis

Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat diabetes mellitus : disangkal

Riwayat trauma : disangkal

Riwayat kejang : disangkal

Riwayat asma : disangkal

Page 16: Makalah Farmasi Meutia H

6. Riwayat Medis Lain

Riwayat konsumsi alkohol : disangkal

Riwayat merokok : 1 bungkus/ hari

Riwayat konsumsi NAPZA : disangkal

7. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit serupa : disangkal

Riwayat. hipertensi : disangkal

Riwayat diabetes mellitus : disangkal

Riwayat alergi : disangkal

B. PEMERIKSAAN STATUS MENTALIS

1. Gambaran Umum

a. Penampilan

Seorang laki-laki, 35 tahun, penampilan sesuai umur, perawatan diri

cukup

b. Psikomotor

Pasien tampak normoaktif

c. Sikap terhadap pemeriksa

Sikap pasien terhadap pemeriksa cukup kooperatif. Kontak mata

dengan pemeriksa adekuat.

2. Kesadaran

a. Kuantitatif : Compos Mentis, GCS E4V5M6

b. Kualitatif : Berubah

3. Pembicaraan

Volume cukup, intonasi dan artikulasi jelas, spontan.

4. Alam Perasaan

a. Mood : eutimik

b. Afek : normoafek

c. Keserasian : serasi (appropriate)

d. Empati : tidak dapat dirabarasakan

Page 17: Makalah Farmasi Meutia H

5. Gangguan Persepsi

a. Halusinasi : (+) auditorik, visual, olfaktori

b. Ilusi : (-)

c. Depersonalisasi : (-)

d. Derealisasi : (-)

6. Proses Pikir

a. Bentuk pikir : Non realistik

b. Arus pikir : relevan

c. Isi pikir : pre okupasi terhadap Allah, waham paranoid,

thought broadcasting, delusion of control

7. Kesadaran dan Kognisi

a. Orientasi

Orang : baik, pasien dapat mengenali dokter dan perawat.

Tempat : baik, pasien mengetahui sedang berada di rumah sakit

jiwa dan tahu alamat tempat tinggalnya

Waktu : baik, pasien mengetahui waktu saat dilakukan

pemeriksaan.

Suasana : baik

b. Daya ingat

Jangka panjang : baik, pasien dapat mengingat riwayat

pendidikannya.

Jangka pendek : baik, pasien mampu menyebutkan apa yang

dimakan saat sarapan.

Jangka segera : baik, pasien mampu menyebutkan nama pemeriksa.

c. Daya konsentrasi dan perhatian

Konsentrasi : baik

Perhatian : baik

d. Kemampuan abstrak

Baik

e. Kemampuan Visuospasial

Baik

Page 18: Makalah Farmasi Meutia H

f. Kemampuan menolong diri sendiri

Baik, pasien dapat makan, minum, mandi, dan bisa tidur sendiri

dengan baik.

g. Tilikan

Derajat III ( pasien mengetahui bahwa dirinya sakit namun

menyalahkan orang lain sebagai penyebabnya)

C. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum: composmentis, sakit ringan, gizi cukup

Tanda Vital:

1. Tekanan Darah : 120/80 mmHg

2. Frekuensi Nadi : 68 kali/menit, reguler

3. Respirasi : 16 kali/menit

4. Suhu : 36,4ºC

Pemeriksaan Kepala dan Leher : dalam batas normal

Pemeriksaan Thoraks : dalam batas normal

Pemeriksaan Abdomen : dalam batas normal

Pemeriksaan Ekstremitas : dalam batas normal

Status neurologis : dalam batas normal

D. DIAGNOSIS

Axis I : F20.0 Skizofrenia Paranoid

Axis II : Belum Ada Diagnosis

Axis III : Belum Ada Diagnosis

Axis IV : Kepatuhan minum obat yang kurang

Axis V : GAF 40-31

Page 19: Makalah Farmasi Meutia H

E. TATALAKSANA

1. Non Medikamentosa

Edukasi keluarga mengenai penyakit, terapi, efek samping

pengobatan, pentingnya kontrol dan minum obat teratur agar mengetahui

kondisi pasien serta pentingnya dukungan anggota keluarga menghadapi

masalah pasien.

Edukasi kepada pasien jika kondisi pasien sudah membaik mengenai

penyakitnya, terapi dan kepatuhan terapi serta kembali ke fungsi peran di

masyarakat.

2. Medikamentosa

Pada pasien ditemukan gejala positif berupa waham dan gejala negatif

berupa isolasi diri sehingga terapi medikamentosa yang diberikan

merupakan kombinasi dari APG I dan APG II ( Chlorpromazine dan

Risperidone).

Resep Medikamentosa

RSJ Surakarta

Jalan KH Dewantara, Jebres, Surakarta

17 Juni 2015

Dokter : dr. Meutia Halida, Sp.KJ

R/ Chlorpromazin tab mg 100 No. VI

∫ 1 dd tab II hora somni

R/ Risperidon tab mg 2 No. VI

∫ 2 dd tab I

Pro : Tn. SG (35 tahun)

Alamat: Jepon, Blora

Page 20: Makalah Farmasi Meutia H

BAB IV

PEMBAHASAN

A. CHLORPROMAZINE (CPZ)

1. Mekanisme Kerja

Memblok reseptor dopaminergik di postsinaptik mesolimbik otak.

Memblok kuat efek alfa adrenergik. Menekan penglepasan hormon

hipotalamus dan hipofisis, menekan Reticular Activating System (RAS)

sehingga mempengaruhi metabolisme basal, temperatur tubuh, kesiagaan,

tonus vasomotor dan emesis.

2. Farmakodinamik

a. SSP

CPZ menimbulkan efek sedasi yang disertai sikap acuh tak acuh

terhadap rangsang dari lingkungan. Pada pemakaian lama dapat timbul

toleransi terhadap efek sedasi. Timbulnya sedasi tergantung dari status

emosional penderita sebelum minum obat (Ganiswara, 2005).

b. Otot rangka

CPZ dapat menimbulkan relaksasi otot skelet yang berada dalam

keadaan spastik (Ganiswara, 2005).

c. Efek endokrin

CPZ menghambat ovulasi dan menstruasi, serta sekresi ACTH. Efek

terhadap sistem endokrin ini terjadi berdasarkan efeknya terhadap

hipotalamus (Ganiswara, 2005).

d. Kardiovaskular

CPZ dapat menimbulkan hipotensi berdasarkan beberapa

hal(Ganiswara, 2005).

3. Farmakokinetik

Pada umumnya semua fenotiazin diabsorbsi dengan baik bila diberikan

peroral maupun parenteral (Ganiswara, 2005).

Page 21: Makalah Farmasi Meutia H

4. Indikasi

Psikosis, neurosis, gangguan susunan saraf pusat yang membutuhkan

sedasi, anestesi, pre medikasi, mengontrol hipotensi, induksi hipotermia,

antiemetik, skizofrenia, gangguan skizoafektif, psikosis akut, sindroma

paranoid, dan stadium mania akut.

5. Kontraindikasi

Hipersensitivitas terhadap klorpromazin atau komponen lain formulasi,

reaksi hipersensitif silang antar fenotiazin mungkin terjadi, depresi SSP berat,

dan koma.

6. Dosis

Untuk skizofrenia/psikosis:

Anak: oral 0,5-1 mg/kg/dosis setiap 4-6 jam; anak yang lebih tua

mungkin membutuhkan 200 mg/hari atau lebih besar; im, iv: 0,5-1

mg/kg/dosis setiap 6-8 jam; < 5 tahun (22,7 kg): maksimum 75 mg/hari.

Dewasa: oral 30-2000 mg/hari dibagi dalam 1-4 dosis, mulai dengan

dosis rendah, kemudian sesuaikan dengan kebutuhan. Efek antipsikosis

pada CPZ biasanya dapat dicapai setelah dosis > 300 mg/hari.

Dosis lazim : 400-600 mg/hari,beberapa pasien membutuhkan 1-2 g/hari.

im, iv: awal 25 mg, dapat diulang 25-50 mg, dalam 1-4 jam, naikkan

bertahap sampai maksimum 400 mg/dosis setiap 4-6 jam sampai pasien

terkendali; dosis lazim: 300-800 mg/hari.

Untuk efek sedasi

Efek sedasi CPZ dicapai pada dosis rendah, yaitu 50-150 mg/hari.

Untuk mual-muntah:

Anak: oral 0,5-1 mg/kg/dosis setiap 4-6 jam bila diperlukan; im, iv : 0,5-

1 mg/kg/dosis setiap 6-8 jam

Dewasa: oral 10-25 mg setiap 4-6 jam, im,iv: 25- 50 mg setiap 4-6 jam.

Gejala perilaku yang terkait demensia

Dosis awal 10-25 mg, 1-2 kali/hari, naikkan pada interval 4-7 hari

dengan 10-25 mg/hari, naikkan intervaldosis, sehari 2x, sehari 3 kali, dan

seterusnya.

Page 22: Makalah Farmasi Meutia H

7. Efek Samping

Batas keamanan CPZ cukup lebar, sehingga obat ini cukup aman. Efek

samping umumnya merupakan efek perluasan farmakodinamiknya. Mungkin

dapat terjadi reaski idiosinkrasi berupa ikterus, dermatitis dan

leukopenia(Ganiswara, 2005).

8. Sediaan

CPZ tersedia dalam bentuk tablet 25 atau 100 mg dan larutan suntik 25

mg/ml. Larutan CPZ dapat berubah warna menjadi merah jambu pada

pengaruh cahaya (Ganiswara, 2005).

B. RISPERDONE

1. Mekanisme Kerja

Risperidone adalah turunan dari benzisoxazole yang merupakan obat

atipikal pertama yang diedarkan dianggap sangat efektif untuk menurunkan

gejala psikotik negatif dan positif. Risperidone merupakan antagonis

monoaminergik selektif dengan afinitas tinggi terhadap reseptor serotonergik

5-HT2 dan dopaminergik D2, reseptor α1-adrenergik, α2-adrenergik, dan

reseptor histamin. Risperidone tidak memiliki afinitas terhadap reseptor

kolinergik. Aktivitas antipsikosis diperkirakan melalui hambatan terhadap

reseptor serotonin dan dopamin. Risperidone dianggap mempunyai efektivitas

yang sama dengan haloperidol dengan efek samping yang lebih rendah

(Ganiswara, 2005).

2. Farmakokinetik

Risperidone diabsorpsi sempurna setelah pemberian oral, konsentrasi

plasma puncak dicapai setelah 1-2 jam. Absorpsi risperidone tidak

dipengaruhi oleh makanan. Di plasma, risperidone terikat dengan albumin

dan alfa 1 glikoprotein. Ikatan protein plasma sekitar 90%. Risperidone

secara ekstensif dimetabolisme di hati oleh enzim CYP2D6 menjadi

metabolitnya 9-hidroksirisperidone (Ganiswara, 2005).

Waktu paruh eliminasi dari fraksi antipsikosis yang aktif adalah 24 jam.

Studi risperidone dosis tunggal menunjukkan konsentrasi zat aktif dalam

Page 23: Makalah Farmasi Meutia H

plasma yang lebih tinggi dan eliminasi yang lebih lambat pada lanjut usia dan

pada pasien dengan gangguan ginjal. Konsentrasi plasma tetap normal pada

pasien dengan gangguan fungsi hati. Risperidone sebagian besar di ekskresi

lewat urin (Ganiswara, 2005).

3. Indikasi dan Penggunaan Klinis

Terapi pada skizofrenia akut dan kronik serta pada kondisi psikosis

yang lain, dengan gejala-gejala tambahan (halusinasi, delusi, gangguan pola

pikir, kecurigaan dan rasa permusuhan) dan atau dengan gejala-gejala negatif

yang terlihat nyata (blunted affect, menarik diri dari lingkungan sosial dan

emosional, sulit berbicara). Juga mengurangi gejala afektif (seperti depresi,

perasaan bersalah, dan cemas) yang berhubungan dengan skizofrenia

(Ganiswara, 2005).

4. Kontraindikasi

Hipersensitif terhadap risperidone (Ganiswara, 2005).

5. Interaksi Obat

Hati-hati pada penggunaan kombinasi dengan obat-obat yang bekerja pada

SSP dan alkohol.

Risperidone mempunyai efek antagonis dengan levodopa atau agonis

dopamin lainnya.

Karbamazepin dapat menurunkan kadar plasma risperidone.

Clozapine dapat menurunkan clearancerisperidone.

Fluoksetin dapat meningkatkan konsentrasi plasma dari fraksi antipsikosis

(risperidone dan 9-hydroxy-risperidone) dengan meningkatkan konsentrasi

risperidone (Ganiswara, 2005).

6. Efek Samping

Yang umum terjadi: insomnia, agitasi, rasa cemas, sakit kepala.

Efek samping lain: somnolen, kelelahan, pusing, konsentrasi terganggu,

konstipasi, dispepsia, mual/muntah, nyeri abdominal, gangguan

penglihatan, priapismus, disfungsi ereksi, disfungsi ejakulasi, disfungsi

orgasme, inkontinensia urin, rinitis, ruam dan reaksi alergi lain.

Page 24: Makalah Farmasi Meutia H

Beberapa kasus gejala ekstrapiramidal mungkin terjadi (namun insiden

dan keparahannya jauh lebih ringan bila dibandingkan dengan

haloperidol), seperti: tremor, rigiditas, hipersalivasi, bradikinesia,

akathisia, distonia akut. Jika bersifat akut, gejala ini biasanya ringan dan

akan hilang dengan pengurangan dosis dan/atau dengan pemberian obat

antiparkinson bila diperlukan.

Seperti neuroleptik lainnya, dapat terjadi neuroleptic malignant syndrome

(namun jarang), ditandai dengan hipertermia, rigiditas otot, ketidakstabilan

otonom, kesadaran berubah dan kenaikan kadar CPK, dilaporkan pernah

terjadi. Bila hal ini terjadi, penggunaan obat antipsikosis termasuk

risperidone harus dihentikan.

Kadang-kadang terjadi orthostatic dizziness, hipotensi termasuk ortostatik,

takikardia termasuk takikardia reflek dan hipertensi.

Risperidone dapat menyebabkan kenaikan konsentrasi prolaktin plasma

yang bersifat dose-dependent, dapat berupa galaktorhoea, ginekomastia,

gangguan siklus menstruasi dan amenorhoea.

Kenaikan berat badan, edema dan peningkatan kadar enzim hati kadang-

kadang terjadi.

Sedikit penurunan jumlah neutrofil dan trombosit pernah terjadi.

Pernah dilaporkan namun jarang terjadi, pada pasien skizofrenik:

intoksikasi air dengan hiponatraemia, disebabkan oleh polidipsia atau

sindrom gangguan sekresi hormon antidiuretik (ADH); tardif dyskinesia,

tidak teraturnya suhu tubuh dan terjadinya serangan (Rahardja & Tjay,

2007; Ganiswara, 2005).

7. Peringatan dan Perhatian

Anak-anak usia < 15 tahun tidak dianjurkan.

Dapat menyebabkan hipotensi ortostatik, terutama pada pemberian awal.

Risperidone diberikan secara hati-hati pada penderita kardiovaskular.

Pengurangan dosis harus dipertimbangkan bila terjadi hipotensi.

Obat antagonis reseptor dopamin berhubungan dengan induksi tardive

dyskinesia, ditandai dengan pergerakan berulang yang tidak terkendali,

Page 25: Makalah Farmasi Meutia H

terutama pada lidah dan/atau wajah. Dilaporkan bahwa munculnya gejala

ekstrapiramidal merupakan faktor risiko terjadinya tardive dyskinesia. Jika

tanda dan gejala tardive dyskinesia muncul, pertimbangkan untuk

menghentikan penggunaan semua obat antipsikosis.

Pemberian risperidone pada pasien Parkinson secara teori dapat

menyebabkan penyakit memburuk.

Hati-hati penggunaan pada pasien epilepsi.

Pasien diberitahu bahwa berat badannya dapat meningkat.

Risperidone dapat mengganggu aktivitas yang memerlukan konsentrasi

mental, pasien disarankan tidak menyetir atau menjalankan mesin hingga

diketahui kerentanan individualnya.

Pemberian pada wanita hamil dan menyusui jika keuntungannya lebih

besar dari risiko.

Penggunaan risperidone dapat menimbulkan Neuroleptic Malignant

Syndrome (NMS) yang manifestasi klinisnya adalah hiperpireksia,

rigiditas otot, perubahan status mental dan gangguan denyut nadi, tekanan

darah, aritmia, takikardia dan diaforesis. Manifestasi lainnya dapat berupa

peningkatan kreatinin fosfatase, mioglobinemia, serta gagal ginjal akut.

Bila timbul gejala NMS, hentikan segera penggunaan.

Penggunaan risperidone juga dapat menimbulkan hiperprolaktinemia

(karena risperidone dapat meningkatkan kadar prolaktin sehingga

kemungkinan efek karsinogenitasnya meningkat).

Penggunaan risperidone pada penderita geriatrik serta penderita gangguan

fungsi hati dan ginjal: Dosis awal dan dosis tambahan perlu dikurangi

sampai separuh dosis normal

8. Dosis Umum

Untuk dewasa dan anak di atas usia 15 tahun, risperidone dapat diberikan

1-2x/hari.

Dosis awal 2 mg/hari, pada hari kedua dosis ditingkatkan 4 mg/hari, dari

titik ini dosis dapat dipertahankan atau disesuaikan secara individual

(titrasi lebih rendah dilakukan pada beberapa pasien).

Page 26: Makalah Farmasi Meutia H

Dosis optimal 2 x 2-4 mg sehari, biasanya 4-6 mg/hari.

Dosis harian yang direkomendasikan 2-4 mg.

Dosis di atas 10 mg/hari tidak lebih efektif dari dosis yang lebih rendah

dan bahkan mungkin dapat meningkatkan gejala ekstrapiramidal. Dosis di

atas 10 mg/hari dapat digunakan hanya pada pasien tertentu dimana

manfaat yang diperoleh lebih besar dibanding dengan risikonya. Dosis di

atas 16 mg/hari belum dievaluasi keamanannya sehingga tidak boleh

digunakan. Bila diperlukan efek sedasi yang lebih, pemberian obat seperti

benzodiazepin lebih baik dibanding menaikkan dosis risperidone

Penggunaan pada penderita geriatrik, juga penderita gangguan fungsi

ginjal dan hati: Dosis awal: 0,5 mg, 2 x sehari

Dosis dapat disesuaikan secara individual dengan penambahan 0,5 mg

2x/hari (hingga mencapai 1-2 mg, 2x/hari)

Penggunaan pada anak: pengalaman penggunaan pada anak-anak usia di

bawah 15 tahun belum cukup (Rahardja & Tjay, 2007).

9. Sediaan

Risperidone tersedia dalam bentuk tablet 1 mg, 2 mg, 3 mg, sirup dan

injeksi 50mg/ml (Ganiswara, 2005).

C. INTERAKSI OBAT

Pemberian kombinasi antipsikosis dengan antipsikosis lain dapat

menimbulkan potensiasi efek samping dan tidak ada bukti lebih efektif atau tidak

ada efek sinergis antara kedua obat (Maslim, 2001).

Page 27: Makalah Farmasi Meutia H

BAB V

SIMPULAN

1. Skizorenia merupakan gangguan psikotik kronis yang terjadi sedikitnya 6

bulan atau lebih dan ditandai oleh episode akut yang mencakup kondisi

terputus dengan realitas yang ditampilkan dalam ciri-ciri seperti waham,

halusinasi, pikiran tidak logis, pembicaraan yang tidak koheren, dan perilaku.

2. Terapi skizofrenia terdiri atas terapi somatik (psikofarmaka dan non

psikofarmaka) dan terapi psikososial seperti terapi perilaku, keluarga,

kelompok dan psikoterapi individual.

3. Indikasi pemberian obat antipsikosis pada skizofrenia adalah untuk

mengendalikan gejala aktif dan mencegah kekambuhan.

4. Obat Antipsikosis dibagi menjadi 2 yaitu Antipsikosis golongan I (APG I) dan

Antipsikosis Golongan II (APG II). APG I bekerja dengan memblok reseptor

D2 di mesolimbik, mesokortikal, nigostriatal dan tuberoinfundibular sehingga

dengan cepat menurunkan gejala negatif, sedangkan APG II bekerja melalui

interaksi serotonin dan dopamin pada ke empat jalur dopamin di otak yang

menyebabkan rendahnya efek samping extrapiramidal dan sangat efektif

mengatasi gejala negatif.

5. Pada pasien ditemukan gejala positif berupa waham dan gejala negatif berupa

isolasi diri sehingga terapi medikamentosa yang diberikan merupakan

kombinasi dari APG I dan APG II ( Chlorpromazine dan Risperidone).

1.

Page 28: Makalah Farmasi Meutia H

DAFTAR PUSTAKA

Ganiswara SG. 2005. Farmakologi dan terapi. Jakarta: Bagian Farmakologi FKUI.

Guyton AC, Hall JE (2007). Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: EGC.

Kaplan, Sadock G (2005). Sinopsis psikiatri ilmu pengetahuan perilaku psikiatri

klinis. Jilid 1. Jakarta: Binarupa Aksara.

Maramis WF (2009). Catatan ilmu kedokteran jiwa. Surabaya: Airlangga

University Press.

Maslim R (2001). Panduan praktis penggunaan klinis obat psikotropik. Edisi

ketiga. Jakarta: FK Unika Atmajaya.

Maslim R (2004). Buku saku diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ III). Jakarta : FK

Unika Atmajaya.

Nevid JS, Rathus SA, Greene B. (2003). Psikologi abnormal. Edisi 5 Jilid

2.Jakarta : Erlangga.

Rahardja K, Tjay TH (2007). Obat obat penting: Khasiat, penggunaan dan efek-

efek sampingnya. Jakarta: Gramedia.

Sadock BJ (2003). Kaplan’s pocket handbook of clinical psychiatry.4th ed.

Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Yosep S (2008). Proses terjadinya gangguan jiwa. Disampaikan pada :

Penyuluhan kesehatan jiwa dan bahaya napza kabupaten Sumedang tahun

2008.