farmasi gliben
DESCRIPTION
sssTRANSCRIPT
REFERAT FARMASI
HUBUNGAN PENGGUNAAN GLIBENKLAMID PADA PENDERITA DI-
BETES MELITUS TIPE II TERHADAP RESIKO KARDIOVASKULAR
Disusun oleh : Kelompok 2
Andreago 10700122
Rifqy Ardi Firmansyah 10700130
Rivani Nurul suci 10700132
Nurrahma Putri Hapsari 10700219
I Kadek Raditya Arya Dana 10700297
Dosen Pembimbing : dr.Roostantia
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
SMF FARMASI
PERIODE 2013 – 2014
1
DAFTAR ISI
halaman
Judul.................................................................................................................... i
Daftar Isi.............................................................................................................. ii
Kata Pengantar.................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................... 4
1.3 Tujuan ........................................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sifat Fisiko - Kimia Glibenklamid................................................................
2.2 Rumus Kimia Obat Glibenklamid ................................................................
2.3 Farmasi umum...............................................................................................
2.4 Farmakologi Umum......................................................................................
2.4.1 Khasiat.....................................................................................................
2.4.2 Indikasi....................................................................................................
2.4.3 Kontra Indikasi........................................................................................
2.5 Farmakodinamik...........................................................................................
2.6 Farmakokinetik .............................................................................................
2.6.1 Pola ADME..........................................................................................
2.6.2 Efek Samping dan Toksisitas................................................................
2
BAB III PENELITIAN
Clinical Trial.......................................................................................................
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Kritik.............................................................................................................
4.2 Saran..............................................................................................................
BAB V PENUTUP
Kesimpulan.........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................
3
KATA PENGANTAR
Pertama-tama kami panjatkan Puji dan Syukur kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya, makalah ini dapat kami susun den-
gan baik. Kami berharap agar makalah tentang Hubungan Penggunaan Gliben-
klamid Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II Terhadap Resiko Kardiovaskular
ini dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya dan dapat menunjukkan hasil bela-
jar kami untuk memajukan setiap mahasiswa kedokteran dalam berpikir dan
memecahkan masalah-masalah kedokteran yang ada saat ini.
Atas tersusunnya makalah ini kami mengucapkan terima kasih kepada dr.
Rosstantia, selaku dosen pembimbing tugas farmasi kami.
Dengan segala kerendahan hati, kami berharap makalah ini dapat berguna
bagi seluruh pihak dan bisa menjadi referensi bagi tugas-tugas yang akan maha-
siswa lain kerjakan. Kami mohon maaf apabila ada salah kesalahan dalam
penulisan makalah ini. Atas perhatian semua pihak, kami ucapkan terimakasih.
Surabaya , 6 April 2014
Penulis
4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindroma gangguan metabolisme dan
ditandai dengan hiperglikemia yang disebabkan oleh defisiensi absolut atau relatif
dari sekresi insulin danatau gangguan kerja insulin (Greenspan et.al dikutip dari
Rizal, 2008). Menurut criteria diagnostik Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
(PERKENI) tahun 2006, seseorang didiagnosa menderita Diabetes Mellitus jika
mempunyai kadar glukosa darah sewaktu >200 mg/dl dan kadar glukosa darah
puasa >126 mg/dl. Manifestasi klinis Diabetes Mellitus yang sangat khas adalah
meningkatnya frekuensi berkemih (poliuria), rasa haus berlebihan (polidipsia),
rasa lapar yang semakin besar (polifagia), keluhan lelah dan mengantuk, serta
penurunan berat badan.
Dalam suatu analisis yang dilakukan olah Badan Kesehatan Dunia (WHO)
pada tahun 2003 menyebutkan bahwa penderita Diabetes Mellitus yang berjumlah
194 juta jiwa atau 5,1% dari 3,8 miliar penduduk dunia yang berusia 20 hingga 79
tahun menderita DM dan pada tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 333
juta jiwa. Menurut estimasi data WHO maupun IDF (International Diabetes Fed-
eration), memaparkan data angka kasus diabetes di Indonesia berdasarkan hasil
survey tahun 2008 menempati urutan ke empat tertinggi di dunia setelah Cina, In-
dia dan Amerika, yaitu 8,4 juta jiwa dan diperkirakan jumlahnya melebihi 21 juta
jiwa pada tahun 2025 mendatang. Dalam profil Kesehatan Indonesia tahun 2005,
Diabetes Mellitus berada pada urutan ke enam dari 10 penyakit utama pada pasien
rawat jalan di rumah sakit di Indonesia (Departemen Kesehatan RI, 2007).
Berdasarkan informasi American Diabetes Association (ADA) 2005, ada
peningkatan drastis komplikasi penyakit diabetes sejak 2001 hingga 2004. Pada
2001, penderita diabetes mellitus beresiko mengalami penyakit kardiovaskuler
hingga 32%. Sedangkan pada tahun 2004 angkanya meningkat 11%, yaitu menca-
pai 43%. Begitu juga dengan resiko yang mengalami hipertensi. Tahun 2001, 38%
penderita diabetes mellitus mengalami hipertensi. Tahun 2004 angkanya menca-
pai 69% atau meningkat 31%.
1.1. Rumusan Masalah
Adapun penulisan rumusan masalah dalam referat ini, adalah :
1. Bagaimana sifat fisiko-imia dan rumus kimia obat glibenklamid ?
2. Bagaimana gambaran farmasi secara umum (dosis, preparat-
preparat, cara penggunaan) dari Obat Glibenklamid terhadap Diabetes
Melitus ?
3. Bagaimana gambaran farmakaologi umum (khasiat, kegunaan terapi/
indikasi dan kontraindikasi) dari obat Glibenklamid terhadap Diabetes
Melitus?
4. Bagaimana farmakodinamik ( mekanisme kerja) Glibenklamid ?
5. Bagaimana Toksisitas (efek samping dan toksisitas beserta gejala dan
penanggulangannya) Glibenklamid terhadap Diabetes Melitus?
1.2. Tujuan penulisan
Penulisan ini mempunyai beberapa tujuan yang ingin dicapai, antara lain:
1. Memberikan tambahan pengetahuan untuk penulis dan pembaca
tentang sifat fisiko-kimia dan rumus kimia obat daripada Gliben-
klamid.
2. Memberikan pemahaman yang sesuai kepada pembaca dan penulis,
agar tidak salah cara menggunakan preparat & dosis daripada
Glibenklamid, khususnya terhadap diabetes mellitus.
3. Memberikan tambahan ilmu pengetahuan farmakologi secara
umum (khasiat, kegunaan terapi,indikasi dan kontraindikasinya)
kepada penulis dan pembaca untuk jenis obat Glibenklamid
khususnya terhadap diabetes mellitus.
4. Memberikan informasi kepada pembaca serta tambahan penge-
tahuan dalam ilmu farmasi tentang Farmakokinetik
(Pola Absorbsi, Distribusi, Metabolisme, dan Ekskresi), Waktu
paruh, Ikatan Protein, Bioavailabilitas, untuk penulis dari obat
Glibenklamid.
5 Memberikan informasi kepada pembaca tentang toksisitas dari obat
Glibenklamid (efek samping, gejala toksisitas, dan penanggulan-
gannya) serta tambahan ilmu untuk penulis khususnya terhadap di-
abetes mellitus.
1.4. Manfaat penulisan
Manfaat yang diharapkan dalam penulisan ini, adalah:
1. Dapat memberikan tambahan ilmu kepada penulis dan pembaca
tentang gambaran secara umum farmakologi, farmakodinamik serta
farmakokinteik dari obat Glibenclamid berikut dengan sifat
fisikokimia dan rumus kimia obatnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sifat fisiko-kimia Glibenklamid
Gliburid atau yang dikenal dengan Glibenklamid merupakan salah satu
obat golongan sulfonilurea generasi II selain glipzid, glikiazid, dan glimepririd.
Sedangkan golongan sulfonilurea generasi I terdiri dari tolbutamid ,tolazamid,
asetohesimid dan klorpropamid. (Syarif amir, dkk . 2007). (1)
Glibenklamide memiliki tampilan fisik berbentuk bubuk kristal yang
solid , dapat larut dalam cairan ethanol (5mg/mL), DMSO (25mg/mL), chloro-
form(1:36), methanol (1:250), DMF, tetapi tidak larut dalam air. Memiliki berat
jenis 1.36 g/cm3, berat molekul 494,0 refractive index diprediksi mencapai 1,62,
nilai pKa yang diprediksi mencapau 5,1, dan titik lebur 173-175 °C . (2)
2.2. Rumus Kimia Obat Glibenklamid
Glibenklamid memiliki rumus kimia obat C23H28ClN3O5S yang jika
dijabarkan lagi menjadi 5-Chloro-N-[4-(cyclohexylureidosulfonyl)phenethyl]-
2methoxybenzamide;N-p-[2-(5-Chloro-2
methoxybenzamido)ethyl]benzenesulfonyl-N′-cyclohexylurea. Untuk kerangka
dari rumus obat lihat gambar 2.1. (2)
Gambar 2.1. Stuktur kimia Glibenklamid.
2.3. Farmasi umum (Dosis, Preparat-preparat dan Cara Penggunaan)
2.3.1 Dosis
Dosis Dewasa : 5mg diberikan sekali per hari, dosis disesuaikan tergan-
tung respons maksimal 15 mg/hari.(11)
2.3.2 Preparat
Glibenklamid tersedia dalam kemasan 5mg kaptab dengan botol 100
kaptab, Glibenklamid 5mg kaptab dengan kotak 10 strip @10 kaptab, Gliben-
klamid dalam kotak 10 blister @ 10 kaptab yang dimana tiap kaptab mengandung
5 mg. Untuk penyimpanan simpan di suhu kamar (di bawah 30°C) dan ditempat
kering. Untuk pemakaian dipakai secara per-oral.(2)
2.3.3 Cara Penggunaan
Diminum 30 menit sebelum makan pagi. (11) Dalam pemakaian gliben-
klamid kita harus memperhatikan beberapa hal , apabila pada keadaan stress, ter-
api dilakukan dengan insulin dan hati-hati bila diberikan pada insulin, selain itu
juga harus berhati-hati terhadap efek samping seperti mual,muntah, nyeri epigas-
trik, sakit kepala ,demam, dan reaksi alergi pada kulit. Glibenklamid dapat
meningkatkan efek hipoglikemia apabila dipakai bersama alkohol, siklofosfamid,
antikoagulan kumarina, inhibitor MAO, fenilbutazon, penghambat beta adren-
ergik, sulfonamida., dan dapat menurunkan efek hipoglikemia oleh adrenalin, kor-
tikosteroid, tiazida.(1)
2.4. Farmakologi umum
2.4.1 Khasiat
Glibenklamid adalah hipoglikemik oral derivat sulfonil urea yang bekerja
aktif menurunkan kadar gula darah. Glibenklamid bekerja dengan merangsang
sekresi insulin dari pankreas. Oleh karena itu glibenklamia hanya bermanfaat pada
penderita diabetes dewasa yang pankreasnya masih mampu memproduksi insulin.
Pada penggunaan per oral glibenklamida diabsorpsi sebagian secara cepat dan
tersebar ke seluruh cairan ekstrasel, sebagian besar terikat dengan protein plasma.
Pemberian glibenklamida dosis tunggal akan menurunkan kadar gula darah dalam
3 jam dan kadar ini dapat bertahan selama 15 jam. Glibenklamida diekskresikan
bersama feses dan sebagai metabolit bersama urin.(1)
2.4.2. Indikasi
Antidiabetik oral.(4)
2.4.3 Kontra indikasi
Ketoasidosis, porphyria. Diabetes mellitus dengan komplikasi ( demam,
trauma, gangren) gangguan fungsi ginjal, hati, tiroid, adrenal, kehamilan, ibu
menyusui, bila alergi sulf, koma diabetes, gangguan berat fungsi tiroid atau
adrenal.(4)
Berikut pada gambar 2.2 terdapat penjelasan dari obat antidiabetik golongan
sulfonilurea.(3)
Gambar 2.2 Farmakologi obat antidiabetik golongan sulfonylurea.
2.5. Farmakodinamik
Farmakodinamik adalah pengaruh obat terhadap sel hidup, organ atau
makhluk, secara keseluruhan erat berhubungan dengan fisiologi, biokimia, dan pa-
tologi.
Glibenkalimid merupakan salah satu bagian dari golongan sulfonilurea
generasi II yang dimana sering disebut sebagai insulin secretagogues, kerjanya
merangsang sekresi insulin dari granul sel-sel β langerhans pankreas. Rangsan-
gannya melalui interaksinya dengan ATP-sensitive K channel pada membran sel-
sel β yang menimbulkan depolarisasi membran dan keadaan ini akan membuka
kanal Ca. Dengan terbukannya kanal Ca maka ion Ca++ akan masuk sel
β,merangsang granula yang berisi insulin dan akan terjadi sekresi insulin dengan
jumlah yang ekuivalen dengan peptida-C. Kecuali itu sulfonilurea dapat mengu-
rangi klirens insulin di hepar. Yang dimana pada penggunaan jangka panjang da-
pat menyebabkan hipoglikemia.(1)
2.6 Farmakokinetik
2.6.1 Pola ADME (Absorpsi, Distribusi, Metabolisme, Ekskresi)
Berbagai sulfonilurea mempunyai sifat kinetik berbeda, tetapi absorpsi
melalui saluran ceran cukup efektif. Makanan dan keadaan hiperglikemia dapat
mengurangi absorpsi. Untuk mecapat kadar optimal di plasma, sulfonilurea den-
gan masa paruh pendek akan lebih efektif bila diminum 30 menit sebelum makan.
Dalam plasma sekitar 90-99% terikat protein plasma terutama albumin; ikatan ini
paling kecil untuk klorpropamid dan paling besar untuk gliburid.(1)
Sulfonilurea generasi II, yang dimana glibenklamid termasuk didalamnya
pada umumnya memiliki potensi hipoglikemik hampir 100x lebih besar dari gen-
erasi I. Meski masa parauhnya oendek, hanya sekitar 3-5 jam, efek hipog-
likemiknya berlangsung 12-24 jam, sering cukup diberikan 1x sehari. (1)
Gliburid atau yang lebih dikenal dengan glibenklamid memiliki potensi
200x lebih kuat dari tolbutamid, masa paruhnya sekitar 4 jam. Metabolisme di
hepar, pada pemberian dosis tunggal hanya 25% metabolit diekskresi melalui urin,
sisanya melalui empedu. Pada penggunaan dapat terjadi kegagalan primer dan
sekunder dengan seluruh kegagalan kira-kira 21% selama 1½ tahun. Karena se-
mua sulfonilurea dimetabolisme di hepar dan diekskresikan melalui ginjal, sedi-
aan ini tidak boleh diberikan pada pasien gangguan fungsi hepar atau ginjal yang
berat. (1)
2.7. Efek samping dan Toksisitas
Insidens efek samping pada penggunaan obat sulfonilurea generasi I seki-
tar 4%, insidensnya kebih rendah lagi untuk generasi II. Hipoglikemia, bahkan
sampai koma tentu dapat timbul. Reaksi ini lebih sering terjadi pada pasien usia
lanjut dengan gangguan fungsi hepar atau ginjal. Terutama yang menggunakan se-
diaan dengan masa kerja panjang. (1)
Efek samping lain, reaksi alergi jarang sekali terjadi, mual, muntah, diare,
gejala hematologik, susunan saraf pusat, mata, dan sebagainya. Gangguan saluran
cerna ini dapat berkurang dengan mengurangi dosis, menelan obat bersama
makanan atau membagi obat dalam beberapa dosis. Gejala susunan saraf pusat
berupa vertigo, bingung, ataksia, dan sebagainya. Gejala hematologik berupa
leukopenia dan agranulositosis.. (1)
Obat yang dapat meningkatkan risiko hipoglikemia sewaktu penggunaan
sulfonilurea ialah insulin, alkohol, fenformin, sulfonamid, salisilat dosis besar, fe-
nilbutazon, oksifenbutazon, probenezid, dikumarol, kloramfenikol, penghambat
MAO, guanetidin, anabolic steroid,fenfluramin dan klofibrat. (1)
Propanolol dan penghambat adrenoreseptor β lainnya menghambat reaksi
takikardia, berkeringat dan tremor pada hipoglikemia oleh berbagai sebab terma-
suk oleh ADO, sehingga keadaan hipoglikemi menjadi lebih tanpa diketahui. Sul-
fonilurea terutama klorpropamid dapat menurunkan toleransi terhadap alkohol,
hal ini ditunjukkan dengan kemerahan terutama dimuka dan leher (flush), reaksi
mirip disulfiram. (1)
BAB III
PENELITIAN
3.1 Clinical Trial
Terdapat banyak sekali penelitian mengenai hubungan antara pemakaian
obat antidiabetik oral (ADO) golongan sulfonilurea yang dimana glibenklamid
termasuk salah satu golongan sulfonilurea golongan II terhadap resiko penyakit
jantung . Penelitian pertama yang dikeluarkan oleh University Group Diabetes
Program (UGDP) yang menyatakan terdapat hubungan terhadap penggunaan
tolbutamide terhadap meningkatnya resiko cardiovascular akan tetapi setelah itu
terdapat berbagai kecaman dan kritik mengenai pernyataan dari UGDP ini dan
banyak pihak yang meragukan pernyataannya dari segi metodological dan statis-
tik. Dari pernyataan yang dikeluarkan oleh UGDP ini dari 30 tahun lalu (4) ,
sekarang banyak sekali penelitian yang meneliti hubungan sulfonilurea dengan re-
siko jantung.
Sebuah artikel penelitian yang dikerjakan oleh Thomas forst dkk mengenai
hubungan sulfonilurea terhadap resiko cardiovascular dengan judul ” Association
of sulphonylurea treatment with all-cause and caridovascular mortality: A sys-
temic review and meta-analysis of observational studies “ didalam artikel ini
thomas dkk meneliti dengan menggunakan meta-analysis yang dimana
mengumpulkan jurnal penelitian secara cohort dan case control untuk mengevalu-
asi semua penyebab dan cardiovascular mortalitu patient diabetes melitus tipe 2.
Data yang diambil adalah suatu studi klinis yang mencantumkan data adanya ke-
matian jantung selama pengobatan SU. Melalui dari 4991 publikasi abstrak dan 20
penelitian yang mencakup 551,912 pasien , didapatkan kesimpulan bahwa pasien
yang mendapat terapi SU monoterapi atau kombinasi memiliki resiko tinggi dari
kematian akibat cardiovascular dibandingkan dengan pasien yang diterapi non-
SU.(5)
Mcalister F.A,dkk mempublikasikan artikel mengenai penelitiannya den-
gan judul “The risk of heart failure in patients with tpe 2 diabetes treated with
oral agent monotherapy” didalam penelitiannya menggunakan retrospective co-
hort studi pada orang dewasa tanpa penyakit heart failure yang baru-baru ini diter-
api dengan obat oral antidiabetik di Saskatchwan, Canada dari tahun 1991-1999.
Dari hasil ditemukan 981 pasien yang mengalami heart failure akibat penggua-
naan sulfonilurea daro 5631 pasien (4,1 kasus dari 100 pasien setiap tahun) kesim-
pulan bahwa seorang pasien yang menggunakan high-dose sulfonilurea memiliki
resiko tinggi terhadap kejadian heart failure dibandingkan dengan pasien yang
menggunakan high-dose metformin.(6)
Penelitian yang dilakukan oleh Simpson S.H,dkk dengan judulnya “Dose-
response relation between sulfonylurea drugs and mortality in tpe2 diabtes mel-
litu: a population-based cohort study” meneliti tentang hubungan antara dosis
obat sulfonylurea dengan kematian akibat cardiovascular, Simpson,dkk menggu-
nakan metode retrospective cohort dengan mengambila data dari Scskatchewan
Health dari tahun 1991-1999, Simposn,dkk menyimpulkan bahwa pemakaian do-
sis tinggi sulfonilurea berhubungan terhadap peningkatan resiko cardiovascular
akan tetapi berbeda dengan pemakaian dosis tinggi metformin tidak ada hubungan
dengan peningkatan resiko cardiovaskular.(7)
Penelitian lain dilakukan oleh Gangji A.S ,dkk dalam jurnalnya dengan
judul “A statistic review and met-analysis of hypoglicemia dan caridovascular
disease” dilakukan dengan mengambil berbagai data penelitian dari medline, em-
base,cocrane yang merupakan web studi klinis dari tahun 1996-2005. Gangji A.S,
dkk menyimpulkan bahwa penggunaan gilbenklamid dapat menimbulkan reaksi
hipoglikemik lebih besar dibandingkan dengan insulin-secretagoues lainnya dan
mungkin dapat menyebabkan iskemi koroner pada jantung . (8)
Pantalon K.M,dkk melakukan penelitian dengan judul “The Risk of Over-
all Mortality in Patients With Type 2 Diabetes Receiving Glipzide, Glyburide, or
Glimepiride Monotherapy “ dengan menggunakan metode retrospective cohort
dengan menggunakan data dari Academic Health Center Enterprise melalui Wide
electronic health record (EHR) , dimana mengambil pasien yang diterapi dengan
gliburide, glimepriide dan glipzide, dari hasil penelitian ditemukan tidak dite-
mukan perbedaan yang besar dari masing-masing ketiga obat tapi ditemukan
perkembangan kematian cardiovascular yang meningkat terus dari penggunakan
glibenklamide dan glimepiride. (9)
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam 30 tahun terakhir hubungan antara terapi sulfonilurea pada pen-
derita diabetes melitus tipe II dengan resiko kejadian cardiovascular telah men-
jadi perdebatan hingga kini .
Derifat sulfonilrea sebagai obat hipoglikemik sering digunakan pada pen-
derita non-insulin dependet dibaetes melitus (NIDDM). Salah satu mekanisme
kerja dari sulfonilurea adalah meningkatkan sekresi insulin (nsulin secre-
tagoues) . Sulfonilurea dalam sel β pankreas akan berikatan dengan sub unit
adenosin Triphosphate (ATP)- sensitive potassium channel yang akan menutup.
Akibat menutupnya ATP-sensitive pottasium channel ini akan menyebabkan ter-
jadi influks ion kalsium ke dalam sel, selanjutnya terjadi eksositosis granle in-
sulin. Pada umumnya proses ini tidak hanya terjadi pada sel β pankreas, tetapi
juga terjadi pada tempat lain yang terjadi ikatan dengan ATP-sensitive pottasium
channel yang terdapat di sel oto jantung dan sel otot polos.(10)
Berbagai sulfonilurea yang beredar selama ini ternyata mempunyai resep-
tor yang berbeda. Pada membran sel β didapat SUR-1 sedangkan pada membran
sel otot jantung dan otot skelet didapat SUR-2A dan membran sel otot polos SUR-
2B. Karena golongan Sulfonilurea ini termasuk insulin secretagouge maka semua
mempunyai SUR-1 sehingga terjadi sekresi insulin.(10)
Dengan terjadinya ikatan Sulfonilurea dengan reseptor pada jaringan organ
jantung dapat memberikan keuntungan melalui mekanisme relaksasi sel otot polos
pembuluh darah yang memperbaiki aliran pembuluh darah koroner, mengurangi
kerusakan jaringan miokard akibat iskemia dan proteksi kardiomiosit dari pem-
bentukan energi mitokondria. Fenomena miokard toleran terhadap periode
iskemia yang dikenal sebagai perkondisional iskemia, dari mekanisme kerja inilah
menjadi pedoman untuk meneliti hubungan sulfonilurea dengan resiko cardiovas-
cular .(10)
Jurnal penelitian dari beberapa sumber meyatakan masing-masing peneli-
tianya, mulai dari Penelitian yang dilakukan Thomas forst dkk pada tahun 2013
dengan menggunakan metode meta-analysis yang menyimpulkan bahwa pasien
yang mendapat terapi SU monoterapi atau kombinasi memiliki resiko tinggi dari
kematian akibat cardiovascular dibandingkan dengan pasien yang diterapi non-
SU. Penelitian dengan metode yang sama dengan menggunakan meta-analysis di-
lakukan oleh Simpson S.H,dkk pada tahun 2006 menyimpulkan bahwa pemakaian
dosis tinggi sulfonilurea berhubungan terhadap peningkatan resiko cardiovascular
akan tetapi berbeda dengan pemakaian dosis tinggi metformin tidak ada hubungan
dengan peningkatan resiko cardiovaskular.
Dengam mengunakan meto meta-analysis yang dilakukan oleh Gangji A.S
,dkk pada tahun 2006 menyimpulkan bahwa penggunaan gilbenklamid dapat
menimbulkan reaksi hipoglikemik lebih besar dibandingkan dengan insulin-secre-
tagoues lainnya dan mungkin dapat menyebabkan iskemi koroner pada jantung.
Pantalon K.M,dkk membuat suatu penelitian dengan mengambil data
rekam medis dari Academic Health Center Enterprise melalui Wide electronic
health record (EHR) , dimana mengambil pasien yang diterapi dengan gliburide,
glimepriide dan glipzide, Pentalon K.M, dkk menyimpulkan tidak ditemukan
perbedaan yang besar dari masing-masing ketiga obat tapi ditemukan perkemban-
gan kematian cardiovascular yang meningkat terus dari penggunakan gliben-
klamide dan glimepiride
Begitu pula penelitian yang dilakukan oleh Mcalister F.A,dkk yang di-
dalam penelitiannya menggunakan retrospective cohort studi pada orang dewasa
tanpa penyakit heart failure yang baru-baru ini diterapi dengan obat oral antidia-
betik di Saskatchwan, Canada dari tahun 1991-1999. Mcalister F.A,dkk menyim-
pulkan seorang pasien yang menggunakan high-dose sulfonilurea memiliki resiko
tinggi terhadap kejadian heart failure dibandingkan dengan pasien yang menggu-
nakan high-dose metformin.
Dari 5 studi jurnal terdapat 3 jurnal penelitian yang mengunakan metode
meta-analysis (penelitian Thomas forst dkk , Gangji A.S ,dkk , Simpson S.H,dkk)
menyatakan hasil yang sama bahwa terjadi penigkatan resiko cardiovascular pada
penggunaan sulfonilurea . 2 jurnal penelitian yang lain menggunakan data rekam
medis dan meneltii secara retrospective, jurnal penelitian yang dilakukan Pantalon
K.M,dkk menemukan bahwa terdapat peningkatan resiko kematian akibat Cardio-
vascular pada penggunaan glibenklamide dan glimepiride, sedangkan penelitian
yang lain dilakukan oleh Mcalister F.A,dkk secara retrospective cohort ditemukan
bahwa penggunaan high-dose sulfonilurea memiliki resiko tinggi terhadap keja-
dian heart failure dibandingkan dengan pasien yang menggunakan high-dose met-
formin.
Berdasarkan dari ke5 sumber jurnal penelitian terdapat jelas terjadi pen-
ingkatan jumlah kematian cardiovascular pada penguunaan sulfonilurea akan
tetapi susah untuk memastikan bahwa penggunaan sulfonilurea bahwa benar dapat
menimbulkan atau merusak jantung. Tambahan dari pihak penulis bahwa untuk
mengetahui suatu pengaruh atau hubungan antara penggunaan sulfonilurea ter-
hadap cardiovascular akan sangat susah karena terdapat banyak variabel peneli-
tian mulai dari umur ,metabolisme tubuh , penggunaan range-doses dari obat , dan
spesifikasi dari penyakit jantung .
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindroma gangguan metabolisme dan di-
tandai dengan hiperglikemia yang disebabkan oleh defisiensi absolut atau relatif
dari sekresi insulin dan atau gangguan kerja insulin. Seseorang dapat didiagnosa
menderita Diabetes Mellitus jika mempunyai kadar glukosa darah sewaktu >200
mg/dl dan kadar glukosa darah puasa >126 mg/dl. Manifestasi klinis Diabetes
Mellitus yang sangat khas adalah meningkatnya frekuensi berkemih (poliuria),
rasa haus berlebihan (polidipsia), rasa lapar yang semakin besar (polifagia),
keluhan lelah dan mengantuk, serta penurunan berat badan.
Gliburid atau yang dikenal dengan Glibenklamid merupakan salah satu
obat golongan sulfonilurea generasi II selain glipzid, glikiazid, dan
glimepririd. Glibenklamide memiliki tampilan fisik berbentuk bubuk kristal
yang solid , dapat larut dalam cairan ethanol (5mg/mL), DMSO (25mg/mL),
chloroform(1:36), methanol (1:250), DMF, tetapi tidak larut dalam air.
Memiliki berat jenis 1.36 g/cm3, berat molekul 494,0 refractive index
diprediksi mencapai 1,62, nilai pKa yang diprediksi mencapau 5,1, dan titik
lebur 173-175 °C .
Dosis dewasanya 5mg diberikan sekali per hari, dosis disesuaikan tergan-
tung respons maksimal 15 mg/hari. Glibenklamid tersedia dalam kemasan
5mg kaptab dengan botol 100 kaptab, Glibenklamid 5mg kaptab dengan ko-
tak 10 strip @10 kaptab, Glibenklamid dalam kotak 10 blister @ 10 kaptab
yang dimana tiap kaptab mengandung 5 mg. Untuk penyimpanan simpan di
suhu kamar (di bawah 30°C) dan ditempat kering. Untuk pemakaian dipakai
secara per-oral.
Diminum 30 menit sebelum makan pagi. Dalam pemakaian glibenklamid
kita harus memperhatikan beberapa hal , apabila pada keadaan stress, terapi
dilakukan dengan insulin dan hati-hati bila diberikan pada insulin, selain itu
juga harus berhati-hati terhadap efek samping seperti mual,muntah, nyeri
epigastrik, sakit kepala ,demam, dan reaksi alergi pada kulit. Glibenklamid
dapat meningkatkan efek hipoglikemia apabila dipakai bersama alkohol,
siklofosfamid, antikoagulan kumarina, inhibitor MAO, fenilbutazon, peng-
hambat beta adrenergik, sulfonamida., dan dapat menurunkan efek hipog-
likemia oleh adrenalin, kortikosteroid, tiazida.
Glibenklamid adalah hipoglikemik oral derivat sulfonil urea yang bekerja
aktif menurunkan kadar gula darah. Glibenklamid bekerja dengan
merangsang sekresi insulin dari pankreas. Oleh karena itu glibenklamia
hanya bermanfaat pada penderita diabetes dewasa yang pankreasnya masih
mampu memproduksi insulin. Pada penggunaan per oral glibenklamida diab-
sorpsi sebagian secara cepat dan tersebar ke seluruh cairan ekstrasel, seba-
gian besar terikat dengan protein plasma. Pemberian glibenklamida dosis
tunggal akan menurunkan kadar gula darah dalam 3 jam dan kadar ini dapat
bertahan selama 15 jam. Glibenklamida diekskresikan bersama feses dan se-
bagai metabolit bersama urin.
Indikasinya dipakai sebagai antidiabetik oral. Penggunaannya kon-
traindikasi pada penderita ketoasidosis, porphyria. Diabetes melitus dengan
komplikasi (demam, trauma, gangren) gangguan fungsi ginjal, hati, tiroid,
adrenal, kehamilan, ibu menyusui, bila alergi sulfur, koma diabetes, gang-
guan berat fungsi tiroid atau adrenal.
Glibenkalimid merupakan salah satu bagian dari golongan sulfonilurea
generasi II yang dimana sering disebut sebagai insulin secretagogues, ker-
janya merangsang sekresi insulin dari granul sel-sel β langerhans pankreas.
Sulfonilurea dapat mengurangi klirens insulin di hepar. Yang dimana pada
penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan hipoglikemia.
Berbagai sulfonilurea mempunyai sifat kinetik berbeda, tetapi absorpsi
melalui saluran ceran cukup efektif. Makanan dan keadaan hiperglikemia
dapat mengurangi absorpsi. Untuk mecapat kadar optimal di plasma, sul-
fonilurea dengan masa paruh pendek akan lebih efektif bila diminum 30
menit sebelum makan. Dalam plasma sekitar 90-99% terikat protein plasma
terutama albumin; ikatan ini paling kecil untuk klorpropamid dan paling be-
sar untuk gliburid.
Sulfonilurea generasi II, yang dimana glibenklamid termasuk didalam-
nya pada umumnya memiliki potensi hipoglikemik hampir 100x lebih besar
dari generasi I. Meski masa parauhnya oendek, hanya sekitar 3-5 jam, efek
hipoglikemiknya berlangsung 12-24 jam, sering cukup diberikan 1x sehari.
Gliburid atau yang lebih dikenal dengan glibenklamid memiliki potensi
200x lebih kuat dari tolbutamid, masa paruhnya sekitar 4 jam. Metabolisme
di hepar, pada pemberian dosis tunggal hanya 25% metabolit diekskresi
melalui urin, sisanya melalui empedu. Pada penggunaan dapat terjadi kega-
galan primer dan sekunder dengan seluruh kegagalan kira-kira 21% selama
1½ tahun. Karena semua sulfonilurea dimetabolisme di hepar dan diekskre-
sikan melalui ginjal, sediaan ini tidak boleh diberikan pada pasien gangguan
fungsi hepar atau ginjal yang berat.
Insidens efek samping pada penggunaan obat sulfonilurea generasi I sek-
itar 4%, insidensnya kebih rendah lagi untuk generasi II. Hipoglikemia,
bahkan sampai koma tentu dapat timbul. Reaksi ini lebih sering terjadi pada
pasien usia lanjut dengan gangguan fungsi hepar atau ginjal. Terutama yang
menggunakan sediaan dengan masa kerja panjang.
Efek samping lain, reaksi alergi jarang sekali terjadi, mual, muntah, di-
are, gejala hematologik, susunan saraf pusat, mata, dan sebagainya. Gang-
guan saluran cerna ini dapat berkurang dengan mengurangi dosis, menelan
obat bersama makanan atau membagi obat dalam beberapa dosis. Gejala
susunan saraf pusat berupa vertigo, bingung, ataksia, dan sebagainya. Gejala
hematologik berupa leukopenia dan agranulositosis.
Obat yang dapat meningkatkan risiko hipoglikemia sewaktu penggunaan
sulfonilurea ialah insulin, alkohol, fenformin, sulfonamid, salisilat dosis be-
sar, fenilbutazon, oksifenbutazon, probenezid, dikumarol, kloramfenikol,
penghambat MAO, guanetidin, anabolic steroid,fenfluramin dan klofibrat.
Propanolol dan penghambat adrenoreseptor β lainnya menghambat
reaksi takikardia, berkeringat dan tremor pada hipoglikemia oleh berbagai
sebab termasuk oleh ADO, sehingga keadaan hipoglikemi menjadi lebih
tanpa diketahui. Sulfonilurea terutama klorpropamid dapat menurunkan tol-
eransi terhadap alkohol, hal ini ditunjukkan dengan kemerahan terutama
dimuka dan leher (flush), reaksi mirip disulfiram.
Berdasarkan dari kelima sumber jurnal penelitian yang kami cermati
terdapat jelas terjadi peningkatan jumlah kematian penderita penyakit car-
diovascular pada pengunaan sulfonilurea akan tetapi susah untuk memas-
tikan bahwa penggunaan sulfonilurea benar-benar dapat menimbulkan atau
menyebabkan kerusakan jantung. Tambahan dari pihak penulis bahwa un-
tuk mengetahui suatu pengaruh atau hubungan antara penggunaan sulfonil-
urea terhadap penyakit cardiovascular akan sangat susah karena terdapat
banyak variabel penelitian mulai dari umur ,metabolisme tubuh , penggu-
naan range-doses dari obat , dan spesifikasi dari penyakit jantung yang
harus sangat dicermati.
5.2 Summary
Diabetes mellitus (DM) is a metabolic disorder syndrome and character-
ized by hyperglycemia caused by an absolute or relative deficiency of insulin
secretion and or insulin work disruption. A person can be diagnosed with Di-
abetes Mellitus should have blood glucose while levels >200 mg/dl and fast-
ing blood glucose levels >126 mg/dl. Clinical manifestations of Diabetes
Mellitus are very typical is the increased frequency of micturition (polyuria),
excessive thirst (polydipsia), the great hunger (polyphagia), complaints are
tired and sleepy, and weight loss.
Gliburid or known as Glibenclamid is one of the second generation sul-
fonylurea drugs other than glipizid, glikiazid, and glimepirid. Glibenclamide
has the physical appearance of a solid crystalline powder form, can be dis-
solved in the liquid ethanol (5 mg/mL), DMSO (25mg/mL), chloroform (1:
36), methanol (1: 250), DMF, but insoluble in water. Have a spesific weight
of 1.36 g/cm3, a molecular weight of 494,0 refractive index are forecast to
reach 1.62, pKa values predicted reach 5.1, and the melting point of 173o –
175o C.
Adult dose is 5 mg given once per day, the dose is adjusted depending on
the response to a maximum of 15 mg/day. Glibenclamid is available in 5 mg
captab bottle with 100 captab, Glibenclamid 5 mg captab with box 10 strip @
10 captab, Glibenclamid in a box 10 blisters @ 10 captab that where each
captab contains 5 mg. for storage store at room temperature (below 30oC) and
dry place. For usage a per-oral use.
Drink 30 minutes before breakfast. In discharging glibenclamid we should
pay attention to some things, when in a state of stress, therapy performed with
insulin and cautiously when given in addition to insulin, it must also be wary
of side effects such as nausea, vomiting, epigastrik pain, headaches, fevers,
and an allergic reaction on the skin. Glibenclamid may increase the effects of
hypoglycemia when used with alcohol, siclofosfamid, MAO inhibitors, anti-
coagulant kumarina, fenilbutazon, an inhibitor of beta adrenergic, sulfon-
amides, and may decrease the effects of hypoglycemia by adrenaline, corti-
costeroids, tiazide.
Glibenclamid is an oral hypoglycemic sulfonyl urea derivatives have
worked actively lower blood sugar levels. Glibenclamid works by stimulating
the secretion of insulin from the pancreas. Glibenklamia therefore useful only
in diabetics adult his pancreas is still able to produce insulin. On the use of
oral glibenklamida diabsorpsi per most quickly and spread throughout the ek-
strasel fluid, the bulk of the plasma protein bound. Administering a single
dose glibenclamide will lower blood sugar levels in 3 hours and these levels
can last as long as 15 hours. Glibenclamide excreted along with feces and
urine as metabolites.
The indications used as oral antidiabetik. Its use is contraindicated in pa-
tients with Ketoacidosis, porphyria. Diabetes mellitus and complications
(fever, trauma, gangrene) impaired renal function, heart, thyroid, adrenals,
pregnancy, nursing mothers, when sulfur allergies, coma diabetic, thyroid
function or heavy disorders of adrenal glands.
Glibenclamid is one part of a second generation sulfonylurea group where
commonly referred to as insulin secretagogues, insulin secretion stimulates
work of β-cells granule of pancreatic langerhans. Sulfonylurea may reduce in-
sulin in hepar klirens. Which on prolonged use can cause hypoglycemia.
Various different kinetic properties have a sulfonylurea, but absorption
through drains ceran is quite effective. Food and State of hyperglycemia may
reduce absorption. For optimum levels in plasma mecapat, short half-life with
a sulfonylurea will be more effective when taken 30 minutes before a meal. In
plasma approximately 90-99% bound to plasma proteins, primarily albumin;
This most bonding of small chlorpropamide and gliburid for most large.
Second generation sulfonylurea, which generally include glibenklamid has
potential hypoglycemic almost 100x larger than first generation. Altough
short half-life period, Though only about 3-5 hours, the hypoglycemia effect
lasts 12-24 hours, often simply given once daily.
Gliburid or better known as glibenklamid have the potential 200 x stronger
than the Bill, tolbutamid about 4 hours. Metabolism in hepar single dosing, at
only 25% diekskresi metabolites through urine, the remainder through bile.
On usage can be primary and secondary failure occurred with the whole
failure was approximately 21% for 1.5 years. Cause all of sulfonylurea are
metabolized in hepar and excreted through kidney, these preparations should
not be given to patients with impaired hepar or kidney function.
The incidence of side effects at sulfonylurea drug use first generation
about 4%, better low incidence again for the second generation. Hypo-
glycemia, even up to the comma certainly can arise. This reaction is more
common in elderly patients with impaired renal function or hepar. Mainly us-
ing material with a long working period.
Other side effects, allergic reactions occur only rarely, nausea, vomiting,
diarrhea, a symptom of hematologic, central nervous, eye, and so on. Interfer-
ence can be reduced by cerna tract by reducing the dose, swallowed the
medicine with food or medicine divides in several doses. Arrangement of the
central nervous symptoms include vertigo, confusion, ataxia, and so on.
Symptoms of leukopenia and agranulocytosis hematologic.
Drugs that can increase the risk of hypoglycemia at sulfonylurea are usage
of insulin, alcohol, metformin, sulfonamid, large doses of salicylate, fenilbu-
tazon, oksifenbutazon, probenezid, dikumarol, chloramphenicol, an inhibitor
of MAO, guanetidin, anabolic steroids, and fenfluramin clofibrat.
Propanolol and β adrenoreseptor other barrier to inhibit the reaction of
tachycardia, sweating and tremor on hypoglycemia by various causes includ-
ing by ADO, so a state of hipoglikemi be more unnoticed. Chlorpropamide,
especially sulfonylurea can lower tolerance of alcohol, this is shown with red-
ness especially upfront and neck (flush) is disulfiram-like reaction.
On the basis of the fifth research journal sources which we pore over there
is obviously an increase in the number of cardiovascular disease sufferer's
death at sulfonylurea but hard to use to ensure that the use of sulfonylurea can
really cause or causes damage to the heart. In addition to the author of that to
know an influence or a linkage between the use of sulfonylurea cardiovascu-
lar diseases against will be very difficult because there are many variables in
the research starting from age, body metabolism, the use of range-doses of the
drug, and the specifications of the heart disease that must be very discernible.
DAFTAR PUSTAKA
1. Syarif amir,dkk.2008.Farmakologi dan Terapi Edisi 5.Balai Penerbit
FKUI:Jakarta
2. http://www.scbt.com/datasheet-200982-glyburide-glibenclamide.html. Di-
akses pada tanggal 24 Maret 2014, pkl 20:24 The SantaCruz Biotechnol-
ogy.2007
3. DeRuiter, Jack. Overview Of The Antidiabetic Agents. Spring : Endocrine Pharmacotherapy Module, 2003 ; 5 ; 9.
4. Schotborg C.E , Wilde A.A.M .1997. Sulfonylurea derivatives in cardio-vascular research and in cardiovascular patients. Elsevier science:Nether-lands
5. Forst T,dkk.2013. Association of sulphonylurea treatment with all-cause and cardiovascular mortality: A systematic review and meta-analysis of observational studies.Sagepub
6. McAllister F.A,dkk.2008.The risk of heart failure in patients with type 2 diabetes treated with oral agent monotherapy.Elsevier:Netherlands
7. Simpson S.H,dkk.2006.Dose-response relation between sulfonyurea drugs and mortality in type 2 diabetes mellitus : a population-based cohort study.CMA Media inc
8. Gangji A.S,dkk.2006.A Systematic review and meta-analysis of Hy-poglivemia adn Cardiovascular events . CMA Media inc
9. Pantalone K.M, dkk.2010. The Risk of Overall Mortality in Patients With Type 2 Diabetes Receiving Glipzide, Glyburide, or Glimepiride Monother-apy . didalam buku Diabetes care vol. 33 hlm 1224-1229,2010
10. Permana H.2007.Sulfonilurea sebagai Pilar penatalaksanaan Diabetes Mellitus Tipe 2 dalam pencegahan komplikas Penyakit Kardio-vaskuler.FKUP:Bandung
11. Formularium Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo 2008