komunikasi efektif dalam kesehatan multikultural (meutia ayudila-100100154)

37
Makalah Komunikasi Efektif dalam Kesehatan Multikultural Pembimbing: Dr.dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes Disusun oleh: Meutia Ayudila 100100154 DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT/ ILMU KEDOKTERAN PENCEGAHAN/ ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Upload: meutiaayudila

Post on 19-Dec-2015

76 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

ph

TRANSCRIPT

Page 1: Komunikasi Efektif Dalam Kesehatan Multikultural (Meutia Ayudila-100100154)

Makalah

Komunikasi Efektif dalam Kesehatan Multikultural

Pembimbing:

Dr.dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes

Disusun oleh:

Meutia Ayudila

100100154

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT/

ILMU KEDOKTERAN PENCEGAHAN/

ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015

Page 2: Komunikasi Efektif Dalam Kesehatan Multikultural (Meutia Ayudila-100100154)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat penulis selesaikan tepat pada

waktunya.

Pada kesempatan ini, penulis menyajikan makalah mengenai Komunikasi

Efektif dalam Kesehatan Multikultural. Adapun tujuan penulisan makalah ini

adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik senior Departemen Ilmu

Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan pula terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada Dr.dr.Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes atas kesediaan

beliau sebagai pembimbing dalam penulisan makalah ini. Besar harapan, melalui

makalah ini, pengetahuan dan pemahaman kita mengenai Komunikasi Efektif

dalam Kesehatan Multikultural semakin bertambah.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna,

baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan

segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun

demi perbaikan makalah ini. Atas bantuan dan segala dukungan dari berbagai

pihak baik secara moral maupun spiritual, penulis ucapkan terima kasih. Semoga

makalah ini dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan

khususnya di bidang kesehatan.

Medan, Maret 2015

Penulis

i

Page 3: Komunikasi Efektif Dalam Kesehatan Multikultural (Meutia Ayudila-100100154)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. i

DAFTAR ISI ................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... 1

1.1. Latar Belakang............................................................................... 1

1.2. Tujuan ............................................................................................ 2

1.3. Manfaat.......................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 3

2.1. Komunikasi.................................................................................... 3

2.1.1. Klasifikasi Komunikasi........................................................ 3

2.1.2. Komunikasi dokter-pasien................................................... 4

2.1.3. Komunikasi Efektif.............................................................. 8

2.2. Multikultural.................................................................................. 10

2.2.1. Pengertian Multikultural...................................................... 10

2.2.2. Masyarakat Multikultural..................................................... 12

2.2.3. Masyarakat Indonesia yang Multikultural........................... 13

2.2.4. Kesehatan Multikultural....................................................... 15

2.2.5. Komunikasi Efektif dalam Kesehatan Multikultural........... 17

BAB III KESIMPULAN............................................................................ 19

DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 21

ii

Page 4: Komunikasi Efektif Dalam Kesehatan Multikultural (Meutia Ayudila-100100154)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Siapa orang yang tidak pernah sakit? Pasti semua orang pernah sakit dan

melakukan proses penyembuhan. Kesehatan adalah problema penting masyarakat

urban saat ini. Perkembangan dunia medis yang sedemikian pesat membuat dokter

dan tenaga paramedik harus mengembangkan diri dan kemampuannya untuk

dapat mengimbangi teknologi tersebut baik secara praktik maupun teori

(Prisgunanto, I, 2012).

Inti permasalahan pengobatan itu adalah adanya interaksi yang baik antara

dokter dengan pasien. Bagaimana dokter memahami keluhan dan apa yang

dirasakan oleh pasien dan juga bagaimana pasien dapat mengungkapkan keluhan

yang ada di dalam dirinya dengan mudah dan tepat. Dengan demikian jelas bahwa

permasalahan utama adalah soal komunikasi antara dokter dan pasien

(Prisgunanto, I, 2012).

Dalam profesi kedokteran, komunikasi dokter-pasien merupakan salah satu

kompetensi yang harus dikuasai dokter. Kompetensi komunikasi menentukan

keberhasilan dalam membantu penyelesaian masalah kesehatan pasien. Selama ini

kompetensi komunikasi dapat dikatakan terabaikan, baik dalam pendidikan maupun

dalam praktik kedokteran/kedokteran gigi (Konsil Kedokteran Indonesia, 2006).

Bagaimana orang bisa memahami orang lain bila tidak berkomunikasi satu

dengan yang lain. Dalam hal ini berkomunikasi juga tidak hanya soal

berkomunikasi antar pribadi melainkan secara budaya (Prisgunanto, I, 2012).

Budaya adalah sebuah kompleks dan fenomena sosial yang memiliki

pengaruh kuat di semua aspek kehidupan modern menurut Geertz, Gudykunst,

Ting-Toomey, & Chua (Kreps, GL & Kunimoto, EN, 2011).

Budaya dapat dilihat sebagai pola keyakinan belajar dan perilaku yang

terdapat di antara kelompok-kelompok yaitu pikiran, gaya berkomunikasi, cara

berinteraksi, pandangan tentang peran dan hubungan, nilai-nilai, praktek, dan adat

istiadat. Kita semua dipengaruhi oleh beberapa budaya, ras dan etnis. Budaya

1

Page 5: Komunikasi Efektif Dalam Kesehatan Multikultural (Meutia Ayudila-100100154)

dalam pribadi kita tumbuh dan berubah terus-menerus seiring waktu (Washington

State Department of Health, 2010).

Dokter dan pasien menyadari bahwa budaya adalah sebuah faktor yang

penting dalam kualitas layanan. Para dokter melihat kurangnya pemahaman dari

sebuah kebudayaan sebagai menghambat kemampuan mereka untuk

mengumpulkan informasi dan mendapatkan kepatuhan dari pasien. Beberapa

dokter mengakui konteks budaya sebagai salah satu komponen penting dalam

penyembuhan. Dokter percaya bahwa mereka butuh bantuan untuk memahami

aspek yang relevan bagi pasien mereka dan latar belakang budaya keidupan pasien

mereka (Cave, A, et al, 1995).

1.2. Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk lebih mengerti dan

memahami tentang Komunikasi Efektif dalam Kesehatan Multikultural dan untuk

memenuhi persyaratan dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior

(KKS) di Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran,

Universitas Sumatera Utara.

1.3. Manfaat

Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis dan

pembaca khususnya yang terlibat dalam bidang medis dan masyarakat secara

umumnya agar dapat lebih mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai

Komunikasi Efektif dalam Kesehatan Multikultural.

2

Page 6: Komunikasi Efektif Dalam Kesehatan Multikultural (Meutia Ayudila-100100154)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Komunikasi

Secara umum, definisi komunikasi adalah “Sebuah proses penyampaian

pikiran-pikiran atau informasi dari seseorang kepada orang lain melalui suatu cara

tertentu sehingga orang lain tersebut mengerti betul apa yang dimaksud oleh

penyampai pikiran-pikiran atau informasi” menurut Komaruddin, 1994;

Schermerhorn, Hunt & Osborn, 1994; Koontz & Weihrich, (1988) (Konsil

Kedokteran Indonesia, 2006).

Komunikasi dokter-pasien adalah hubungan yang berlangsung antara

dokter/dokter gigi dengan pasiennya selama proses

pemeriksaan/pengobatan/perawatan yang terjadi di ruang praktik perorangan,

poliklinik, rumah sakit, dan puskesmas dalam rangka membantu menyelesaikan

masalah kesehatan pasien (Konsil Kedokteran Indonesia, 2006).

Menurut Ganjar (2009) komunikasi bersifat fundamental dalam kehidupan

sehari-hari karena kita tidak dapat hidup tanpa berkomunikasi. Berkomunikasi

berarti menyampaikan suatu pesan dari sumber pesan (komunikator) kepada satu

atau lebih penerima pesan (khalayak) dengan menggunakan seperangkat aturan

atau cara tertentu. Pada tingkat yang paling sederhana, komunikasi memerlukan

unsur pengirim pesan, pesan, penerima, dan media komunikasi (Arianto, 2013).

Komunikasi melalui proses penyampaian dan penerimaan pesan dari

seseorang yang dibagi kepada orang lain. Berkomunikasi berarti membantu

menyampaikan pesan untuk kemudian diketahui dan dipahami bersama. Pesan

dalam komunikasi digunakan dalam memilih dan pengambilan keputusan

(Arianto,2013).

2.1.1. Klasifikasi Komunikasi

Komunikasi bersifat sosial dalam masyarakat sehari-hari sering

berlangsung secara verbal atau berlangsung secara langsung yaitu melalui

percakapan dan atau bahasa tertulis, tetapi komunikasi nonverbal juga memainkan

3

Page 7: Komunikasi Efektif Dalam Kesehatan Multikultural (Meutia Ayudila-100100154)

peran penting dalam komunikasi sehari-hari. Komunikasi nonverbal meliputi,

ekspresi muka, bahasa tubuh atau gerak gerik, postur tubuh samai kepada pakaian

yanh digunakan berkonstribusi terhadap pesan yang diterima (Arianto, 2013).

Dalam kasus komunikasi antarpribadi dapat dilakukan secara lisan atau

melalui penggunaan ragam media, yang menggunakan pesan bahasa tertulis atau

lambang/simbol. Komunikasi antarpribadi ini sering dilakukan antara dua orang

atau dalam kelompok kecil. Komunikasi ini seperti biasanya sifatnya

transaksional dalam lingkungan sosial, dalam arti bahwa individu yang terlibat

saling mempengaruhi, dipengaruhi, dan memberikan kontribusi. Demikian pula

kontek komunikasi massa, misalnya, promosi kesehatan dan kampanye kesehatan

masyarakat (Arianto, 2013).

(Konsil Kedokteran Indonesia, 2006).

2.1.2. Komunikasi Dokter-Pasien

Dalam profesi kedokteran, komunikasi dokter-pasien merupakan salah

satu kompetensi yang harus dikuasai dokter. Kompetensi komunikasi menentukan

4

Page 8: Komunikasi Efektif Dalam Kesehatan Multikultural (Meutia Ayudila-100100154)

keberhasilan dalam membantu penyelesaian masalah kesehatan pasien. Selama ini

kompetensi komunikasi dapat dikatakan terabaikan, baik dalam pendidikan

maupun dalam praktik kedokteran/kedokteran gigi (Konsil Kedokteran Indonesia,

2006).

Komponen komunikasi dokter-pasien :

A. Dokter sebagai komunikator

Sesuai dengan pemahaman dasar komunikasi antar pribadi. bahwa

terciptanya komunikasi sangat tergantung dari kemampuan keduabelah pihak

dalam menciptakan keintiman. Oleh sebab ini dokter sebagai komunikator harus

menjadi pihak yang bisa menciptakan keintiman yang ada dalam hubungan

komunikasi kesehatan ini. Dengan demikian maka ada beberapa aspek yang perlu

diperhatikan dokter sebagai komunikator dalam berhubungan dengan pasien

sebagai komunikan harus mengutamakan sikap humanistik. seperti: Comfort

(kenyamanan). Acceptance (Diterima). Responsive (Responsif dan timbal balik).

Empathy (empatik) (Prisgunanto, I 2012).

Diketahui model komunikasi dokter dan pasien adalah (Prisgunanto, I 2012):

1. Aktif—Pasif

Di sini ada pola komunikasi dimana pasien berkedudukan sebagai

komunikan yang berkedudukan sebagai inferior. Oleh sebab ada penekanan

bahwa dokter yang superior perlu memberikan komando. Di sini pasien harus

serta merta. tanpa ada upaya perlawanan mengikuti keinginan dan perintah dokter

(Prisgunanto, I 2012).

2. Petunjuk

Di sini ada pola dokter sebagai mitra sejajar dengan pasien dalam konteks

kerjasama melawan penyakit. Pasien tidak dianggap sebagai orang yang

memerlukan informasi untuk tetap bertahan hidup dan sehat. Dokter tidak merasa

5

Page 9: Komunikasi Efektif Dalam Kesehatan Multikultural (Meutia Ayudila-100100154)

sebagai pihak yang superior atau dikenal dengan konsep Dewa. Mereka tidak

menganggap dirinya sebagai malaikat yang memberikan kesehatan dan mampu

mempertahankan hidup seseorang (Prisgunanto, I 2012).

3. Peran Bersama

Model hubungan yang dimaksud adalah adalah hubungan timbal balik atau

resiprokal antara dokter dan pasien. Yang diajukan dalann hubungan ini adalah

konsultasi dokter. Maksudnya dokter dianggap sebagai pihak yang netral dan

kedudukan keduanya dalam komunikasi bisa berubah-ubah. Kadang-kadang bisa

dokter menjadi inferior atau superior. Hubungan mereka tetap berjenjang atau

tidak setara, tergantung situasi dan kondisi yang ada (Prisgunanto, I 2012).

B. Ruang praktik sebagai medium

Ruang praktik dianggap sebagai medium atau sarana berkomunikasi antara

dokter dengan pasien. Dipahami bahwa dalam berinteraksi ada ruang dan waktu

yang dalam kasus ini adalah ruang praktik. Dalam konteks interaksi simbolik jelas

ruang dokter dibuat sedemikian rupa sebagai tempat pengobatan atau terapi yang

bisa membuat suasana berbeda pada pasien (Prisgunanto, I 2012).

Tata ruang yang ada di ruang praktik juga memiliki konflik yang ada.

seperti; penempatan bangku dan meja, jarak antara dokter dengan pasien, tata

pencahayaan juga udara yang masuk ke ruang itu seperti alat pendingin, hingga

aroma ruangan. Indonesia yang dikenal multikultural. tentu saja seharusnya

memunculkan tata ruang yang memang dipahami oleh masing-masing budaya.

Pada banyak tata ruang praktik dokter hanya mengikuti standar belum ada

departemen kesehatan sehingga tidak ada ada nyaman dan seperti di rumah sendiri

pada pasien dan ini menjadi kesenjangan sendiri bagi pasien dalam melakukan

pengobatan medis dari dokter (Prisgunanto, I 2012).

C. Cerita-cerita takhayul

6

Page 10: Komunikasi Efektif Dalam Kesehatan Multikultural (Meutia Ayudila-100100154)

Adanya kesenjangan ini malah merugikan rumah sakit. Kesenjangan

kesehatan lain Cerita-Cerita Takhayul yang dipahami dalam konteks multikultural

bahwa Indonesia penuh dengan cerita-cerita berbau mistis dianggap takhayul.

Sayangnya cerita-cerita rakyat berbau mistik. sistem kepercayaan dan kekuatan

supernatural adalah sesuai yang takhayul dan tidak perlu ditanggapi secara serius

dalam dunia kesehatan. Hal itu semua perlu dibuang jauh karena menyesatkan dan

tidak berdasarkan atas akal sehat (Prisgunanto, I 2012).

D. Pasien sebagai komunikan

Yang pertama dilihat adalah penampilan dokternya adalah yang bisa

membuat mereka merasa aman. Artinya bahwa pasien juga menilai dokter yang

memberikan pengobatan kepada mereka. Di sini penilaian lebih kepada masalah

wajah, gaya berpakaian, berbicara dan gerakan-gerakan tubuh yang lain

(Prisgunanto, I 2012).

Hal yang penting diperhatikan dokter terhadap pasien:

1. Prasangka

Pasien banyak yang memiliki prasangka kepada dokter. prasangka yang

paling besar adalah dokter adalah pihak yang memaksa untuk mencoba alat ini

dan itu di rumah sakit. sehingga biaya pengobatan menjadi besar. Demikian juga

uji coba obat yang bisa membuat orang bisa sembuh tetapi masih memiliki efek

samping yang terkadang dianggap sebagai kelalaian dokter. Inilah yang membuat

kesenjangan dan bisa memunculkan konflik komunikasi dokter dan pasien.

Prasangka ini dimiliki semua kultur di Indonesia, seperti orang Lampung paling

tidak percaya dengan dokter Jaseng atau singkatan untuk Jawa Serang

(Prisgunanto, I 2012).

7

Page 11: Komunikasi Efektif Dalam Kesehatan Multikultural (Meutia Ayudila-100100154)

2. Berbicara(Paralanguange)

Berbicara dokter menjadi masalah yang penting bagi pasien. karena dan

mereka berbicara bisa dipahami cocok atau tidak pasien dengan dokter tersebut

dan mereka bisa meneruskan pengobatan atau terapi atau malah

menghentikannya. Berbicara di sini akan dilihat logikanya dan cara

menyampaikannya masuk akal atau tidak? Mudah dicerna atau sulit dan lain-lain

(Prisgunanto, I 2012).

3. Sentuhan

Sentuhan ternyata dapat memberikan efek luar biasa dalarn pengobatan.

Pada penelitian ini jelas banyak pasien yang menyatakan ingin dokter melakukan

sentuhan kepada mereka. sentuhan adalah hal penting dalam pengobatan di

Indonesia, mereka menganggap dokter tidak hanya bicara dan sentuhan dianggap

sebagai bagian dan pengobatan yang dilakukan dokter (Prisgunanto, I 2012).

2.1.3. Komunikasi Efektif

Komunikasi efektif dokter-pasien merupakan pengembangan hubungan

dokter-pasien secara efektif yang berlangsung secara efisien, dengan tujuan utama

penyampaian informasi atau pemberian penjelasan yang diperlukan dalam rangka

membangun kerja sama antara dokter dengan pasien. Komunikasi yang dilakukan

secara verbal dan non-verbal menghasilkan pemahaman pasien terhadap keadaan

kesehatannya, peluang dan kendalanya, sehingga dapat bersama-sama dokter

mencari alternatif untuk mengatasi permasalahannya (Konsil Kedokteran

Indonesia, 2006).

Kemampuan seorang dokter untuk memiliki keterampilan berkomunikasi

dengan baik terhadap pasiennya untuk mencapai sejumlah tujuan yang berbeda.

Ada 3 (tiga) tujuan yang berbeda komunikasi antara dokter dan pasien, yaitu :

(1) menciptakan hubungan interpersonal yang baik (creating a good interpersonal

relationship),

(2) pertukaran informasi (exchange of information),

8

Page 12: Komunikasi Efektif Dalam Kesehatan Multikultural (Meutia Ayudila-100100154)

(3) pengambilan keputusan medis (medical decision making). (Arianto, 2013).

Bentuk hubungan Komunikasi antara dokter dan pasien ditekankan pada

terjadinya komunikasi efektif antara dokter dan pasien yang memberikan manfaat.

Edelmann (2000) mengidentifikasi empat faktor utama yang mungkin

mempengaruhi sifat dan efektivitas komunikasi antara dokter dan pasien, yaitu :

1. Karakteristik dokter (jenis kelamin dan pengalaman)

2. Karakteristik pasien (jenis kelamin, kelas sosial, usia, pendidikan dan keinginan

akan informasi)

3. Perbedaan antara kedua belah pihak dalam hal kelas sosial dan pendidikan

sikap, keyakinan dan harapan

4. Faktor-faktor situasional (beban pasien, tingkat kenalan dan sifat masalah yang

diajukan). (Arianto, 2013).

Dalam mengevaluasi pola kontrol komunikasi antara dokter dan pasien

menurut Roter dan Hall (1992) menggambarkan empat dasar bentuk hubungan

antara dokter dan pasien yaitu : bentuk standar (default), bentuk paternalistik

(paternalistic), konsumtif (consumerist) dan mutualistik (mutualistic) (Arianto,

2013).

Hubungan standar ditandai dengan kurangnya kontrol di kedua pihak baik

dokter maupun si pasien , dan jelas jauh dari ideal. Bentuk paternalistik ditandai

hubungan oleh dokter yang dominan dan pasien pasif, sedangkan konsumerisme

dikaitkan dengan sebaliknya, dengan itu fokus pada “hak dan kewajiban” dokter

kepada pasien. Akhirnya, bentuk hubungan mutualistik ditandai oleh berbagi

dalam pengambilan keputusan, dan sering menganjurkan jenis hubungan terbaik

untuk saling memahami (Arianto, 2013).

Hal lain yang sering dilupakan adalah bagaimana orang bisa memahami

orang lain bila tidak berkomunikasi satu dengan yang lain. Dalam hal ini

berkomunikasi juga tidak hanya soal berkomunikasi antar pribadi melainkan

secara budaya (Prisgunanto, I, 2012).

9

Page 13: Komunikasi Efektif Dalam Kesehatan Multikultural (Meutia Ayudila-100100154)

2.2. Multikultural

2.2.1. Pengertian Multikultural

Akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan. Secara etimologis,

multikulturalisme dibentuk dari kata multi (banyak), kultur (budaya), dan isme

(aliran/paham). Secara hakiki, dalam kata itu terkandung pengakuan akan

martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya dengan kebudayaannya

masing-masing yang unik (Hidayah Nur,2006).

Apa itu kultural? Apa budaya? Apa artinya menjadi kompeten secara

budaya? Apa artinya budaya dalam perawatan kesehatan dan pelayanan

kesehatan? Meskipun makna "budaya" telah banyak diperdebatkan dan

didefinisikan secara luas, tema-tema tertentu yang umum muncul. "Budaya dapat

dilihat sebagai pola keyakinan belajar dan perilaku yang terdapat di antara

kelompok-kelompok yaitu pikiran, gaya berkomunikasi, cara berinteraksi,

pandangan tentang peran dan hubungan, nilai-nilai, praktek, dan adat istiadat. Kita

semua dipengaruhi oleh beberapa budaya, ras dan etnis. Budaya dalam pribadi

kita tumbuh dan berubah terus-menerus seiring waktu (Washington State

Department of Health, 2010).

Budaya merupakan istilah yang banyak dijumpai dan digunakan hampir

dalam setiap aktivitas sehari-hari. Hal ini menunjukkan bahwa budaya begitu

dekat dengan lingkungan kita (Sutarno, 2007).

Apa yang terlintas pada pikiran Anda bila istilah ”budaya”, ”kultur” atau

”kebudayaan” itu muncul. Mungkin di pikiran kita terlintas tentang tarian-tarian,

adat istiadat suatu daerah, pakaian adat, rumah adat, lagu-lagu daerah atau ritual

peninggalan masa lalu. Hal ini sangat mungkin berbeda dengan yang dipikirkan

oleh orang Barat ketika mendengar kata yang sama. Di dunia Barat istilah budaya

juga digunakan dalam pengertian yang populer, yaitu budaya tinggi (high culture)

untuk menyebut bidang estetik (keindahan) seperti seni, drama, balet dan karya

sastra dan budaya rendah (low cultur) untuk menyebut seni yang lebih populer

seperti musik pop, dan media massa. Namun ada beberapa ciri khas budaya yang

dapat dijadikan petunjuk untuk memperoleh gambaran tentang definisi budaya

(Sutarno, 2007).

10

Page 14: Komunikasi Efektif Dalam Kesehatan Multikultural (Meutia Ayudila-100100154)

Dalam arti sempit budaya itu adalah kesenian (Koentjaraningrat, 2000).

Secara luas, Koentjaraningrat mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan

gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakannya dengan belajar, beserta

keseluruhan dari hasil budi dan karyanya. Kita lihat, pengertian yang dibuat oleh

Koentjaraningrat itu sangat luas yang mencakup seluruh aktivitas manusia

(Sutarno, 2007).

Dengan demikian kita dapat menyimpulkan bahwa budaya itu berkaitan

dengan kata kunci yang mencakup (1) gagasan, (2) perilaku dan (3) hasil karya

manusia (Sutarno, 2007).

Unsur-Unsur Budaya

Koentjaraningrat lebih sistematis dalam memerinci unsur-unsur

kebudayaan. Unsur-unsur kebudayaan menurut Koentjaraningrat (2000: 2) adalah

sebagai berikut:

1. Sistem religi dan upacara keagamaan.

2. Sistem dan organisasi kemasyarakatan.

3. Sistem pengetahuan

4. Bahasa

5. Kesenian

6. Sistem mata pencaharian hidup.

7. Sistem teknologi dan peralatan (Sutarno, 2007).

Wujud Budaya

Kalau kita perhatikan definisi budaya seperti diuraikan di atas, maka

wujud kebudayaan (Koentjaraningrat, 2000: 5) bisa terdiri dari

1. Wujud idiil (adat tata kelakuan) yang bersifat abstrak, tak dapat diraba.

Terletak di alam pikiran dari warga masyarakat di mana kebudayaan yang

bersangkutan itu hidup, yang nampak pada karangan, lagu-lagu. Fungsinya

11

Page 15: Komunikasi Efektif Dalam Kesehatan Multikultural (Meutia Ayudila-100100154)

adalah pengatur, penata, pengendali, dan pemberi arah kelakuan manusia

dalam masyarakat. Adat terdiri atas beberapa lapisan, yaitu sistem nilai

budaya (yang paling abstrak dan luas), sistem norma-norma (lebih kongkrit),

dan peraturan khusus mengenai berbagai aktivitas sehari-hari (aturan sopan

santun) yang paling kongkrit dan terbatas ruang lingkupnya.

2. Wujud kedua adalah sistem sosial mengenai kelakuan berpola dari manusia

itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas manusia yang berinteraksi

yang selalu mengikuti pola tertentu. Sifatnya kongkrit, bisa diobservasi.

3. Wujud ketiga adalah kebudayaan fisik yang bersifat paling kongkrit dan

berupa benda yang dapat diraba dan dilihat.

2.2.2. Masyarakat Multikultural

Konsep masyarakat multikultural sebenarnya relatif baru. Sekitar 1970-an,

gerakan multikultural muncul pertama kali di Kanada. Kemudian diikuti

Australia, Amerika Serikat, Inggris, Jerman dan lain-lainnya (Hidayah Nur,2006).

James Banks mengemukakan beberapa tipologi sikap seseorang terhadap

identitas etnik atau kultural identity, yaitu :

1. Ethnic psychological captivy. Pada tingkat ini, seseorang masih terperangkap

dalam stereotype kelompoknya sendiri, dan menunjukkan rasa harga diri yang

rendah. Sikap tersebut menunjukkan sikap kefanatikan terhadap nilai-nilai budaya

sendiri dan menganggap budaya lainnya inferior.

2. Ethnic encapsulation. Pribadi demikian juga terperangkapdalam kapsul

kebudayaannya sendiri terpisah dari budaya lain.sikap ini biasanya mempunyai

prkiraan bahwa hanya nilai-nilai kebudayaannya sendiri yang paling baik dan

paling tinggi, dan biasanya mempunyai sikap curiga terhadap budaya atau bangsa

lain.

3. Ethnic identifities clarification. Pribadi macam ini mengembangkan sikapnya

yang positif terhadap budayanya sendiri dan menunjukkan sikap menerima dan

memberikan jawaban positif kepada budaya-budaya lainnya. Untuk

12

Page 16: Komunikasi Efektif Dalam Kesehatan Multikultural (Meutia Ayudila-100100154)

mengembangkan sikap yang demikian maka seseorang lebih dahulu perlu

mengetahui beberapa kelemahan budaya atau bangsa sendiri.

4. The ethnicity. Pribadi ini menunjukkan sikap yang menyenangkan terhadap

budaya yang datang dari etnis lainnya, seperti budayanya sendiri

5. Multicultural ethnicity. Pribadi ini menunjukkan sikap yang mendalam dalam

menghayati kebudayaan lain di lingkunga masyarakat bangsanya.

6. Globalism. Pribadi ini dapat menerima diberbagai jenis budaya dan bangsa lain

(Hidayah Nur,2006).

(Sutarno, 2007).

2.2.3. Masyarakat Indonesia yang Multikultural

Harus diakui bahwa multikulturalisme kebangsaan Indonesia belum

sepenuhnya dipahami oleh segenap warga masyarakat sesuatu yang given, takdir

Tuhan, dan bukan faktor bentukan manusia (Hidayah Nur,2006).

Indonesia adalah salah satu negara di belahan timur bumi yang kaya, baik

berupa kekayaan sumber daya alam maupun kekayaan sumber daya sosial.

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh banyak ahli ilmu sosial di Indonesia,

13

Page 17: Komunikasi Efektif Dalam Kesehatan Multikultural (Meutia Ayudila-100100154)

tercatat sekitar 300 suku bangsa dengan bahasa, adat istiadat dan agama yang

berbeda-beda. Namun suatu hal yang membanggakan bahwa meskipun tingkat

kemajemukannya tinggi tetapi tetap kokoh sebagai suatu kesatuan. Hal ini

didasarkan pada ide atau cita-cita yang terdapat dalam lambing negara yang

dilengkapi dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Mekipun dengan semboyan

demikian, bukan berarti di dalam masyarakat Indonesia yang multikultural itu

tidak terjadi gejolak-gejolak yang mengarah kepada pepecahan dalam segala

bidang. Hal yang terpenting adalah mayoritas kelompok atau lingkungan hukum

adat yang ada mengakui dan menyadari akan kesatuan di dalam keanekaragaman

yang ada. Kebhinekaan masyarakat Indonesia dapat dilihat dari dua cara sebagai

berikut:

A. Secara Horizontal (Diferensiasi)

1) Perbedaan Fisik atau ras

Berdasarkan perbedaan fisik atau rasnya, di Indonesia terdapat golongan-

golongan fisik penduduk sebagai berikut.

a) Golongan orang Papua Melanosoid. Golongan penduduk ini bermukim

di pulau Papua, Kei dan Aru. Mereka mempunyai cirri fisik seperti rambut

keriting, bibir tebal, dan berkulit hitam.

b) Golongan orang Mongoloid. Berdiam di sebagian besar kepulauan

Indonesia, khususnya di kepulauan Sunda besar (kawasan Indonesia Barat),

dengan cirri-ciri rambut ikal dan lurus, muka agak bulat, kulit putih hingga sawo

matang.

c) Golongan Vedoid, antara lain orang-orang Kubu, Sakai, Mentawai,

Enggano, dan Tomura dengan cirri-ciri fisik bertubuh relative kecil, kulit sawo

matang, dan rambut berombak.

2) Perbedaan suku bangsa

Di Indonesia, hidup sekitar 300 suku bangsa dengan jumlahsetiap sukunya

beragam, mulai dari beberapa ratus orang saja hingga puluhan juta orang. Suku

yang populasinya terbanyak antara lain suku Jawa, Sunda, Dayak, Batak, Minang,

Melayu, Aceh, Manado, dan Makasar. Di samping itu, terdapat pula suku bangsa

14

Page 18: Komunikasi Efektif Dalam Kesehatan Multikultural (Meutia Ayudila-100100154)

yang jumlah penduduknya hanya sedikit, misalnya suku Nias, Kubu, Mentawai,

Asmat dan suku lainnya.

3) Perbedaan agama

Aninisme dan dinanisme merupakan kepercayaan yang paling tua dan

berkembang sejak zaman prasejarah, sebelum bangsa Indonesia mengenal tulisan.

Agama Hindu dan agama Budha datang ke Indonesia dari daratan India sekitar

abad ke 5 SM, bukti-bukti tertulisnya ditemukan di kerajaan Kutai (Kalimantan

Timur) dan kerajaan Tarumanegara (Bogor). Agama Islam datang dari Arab Saudi

melalui India Selatan di abad ke-7. Agama Islam menjadi agama terbesar dan

dianut oleh sebagian besar penduduk Indonesia. Orang Eropa datang ke Indonesia

pada awal abad ke-19dengan membawa agama Nasrani yang kemudian hari juga

banyak dianut oleh penduduk Indonesia.

4) Perbedaan jenis kelamin

Perbedaan jenis kelamin adalah sesuatu yang sangat alami. Perbedaan

seperti ini tidak menunjukkan adanya tingkatan atau perbedaan kedudukan dalam

sistem sosial. Anggapan superior bagi laki-laki dan inferior bagi perempuan

adalah tidak benar. Masing-masing mempunyai peran dan tanggung jawab yang

saling membutuhkan dan melengkapi.

B. Secara Vertikal (Stratifikasi)

Perbedaan secara vertikal adalah perbedaan individu atau kelompok dalam

tingkatan-tingkatan secara hierarki, atau perbedaan dalam kelas-kelas yang

berbeda tingkatan dalam suatu sistem sosial. Perbedaan secara vertikal ini dikenal

dengan stratifikasi. Keanekaragaman dalam tingkat atau kelas sosial ini

disebabkan oleh adanya sifat yang menghargai atau menjunjung tinggi sesuatu

baik berkenaan dengan barang-barang kebutuhan, kekuasaan dalam masyarakat,

keturunan, dan pendidikan tertentu yang dapat dicapai seseorang.

2.2.4. Kesehatan Multikultural

Untuk memahami dampak dari bahasa dan budaya pada perawatan

kesehatan, penting untuk melihat isu-isu yang mempengaruhi kesehatan. Program

15

Page 19: Komunikasi Efektif Dalam Kesehatan Multikultural (Meutia Ayudila-100100154)

Lintas Budaya Kesehatan di Seattle telah menempatkan isu yang mempengaruhi

kesehatan di empat categories:

1. Perbedaan bahasa dan pola komunikasi non-verbal.

2. Perbedaan budaya dalam persepsi sakit, penyakit, peran dan tanggung jawab

medis.

3. preferensi Budaya untuk pengobatan penyakit.

4. Status sosial ekonomi.

Perbedaan bahasa dan pola komunikasi non-verbal mengatur panggung

untuk apa yang terjadi di pertemuan medis. Berbicara bahasa yang berbeda atau

menggunakan ekspresi non-verbal yang berbeda atau isyarat dapat menyebabkan

hambatan komunikasi yang dapat mempengaruhi layanan yang disediakan.

Mengatasi hambatan tersebut membutuhkan kerjasama dari pasien, penyedia dan

organisasi atau sistem di mana pertemuan itu berlangsung (Washington State

Department of Health, 2010).

Perbedaan budaya dalam persepsi sakit, penyakit dan peran dan tanggung

jawab medis dapat mempengaruhi jalannya dan hasil dari penyakit. Keyakinan

yang berbeda tentang penyebab, diagnosis dan pengobatan penyakit dapat menjadi

penghalang antara penyedia dan pasien (Washington State Department of Health,

2010).

Preferensi budaya untuk pengobatan penyakit berarti bahwa orang dapat

mematuhi tradisi penyembuhan masyarakat atau negara asal mereka. Ini tidak

berarti bahwa pasien tidak akan menggunakan obat-obatan Barat; Namun,

penyedia layanan kesehatan dapat menghadapi tantangan dalam membantu pasien

mengatasi keraguan tentang pengobatan Barat (Washington State Department of

Health, 2010).

Status Socioeconomic mempengaruhi kesehatan dan kesehatan karena

membatasi pilihan perawatan kesehatan dan akses ke perawatan. (Washington

State Department of Health, 2010).

Dokter keluarga memiliki pasien yang seringkali berasal dari luar jakarta.

Kebanyakan dokter yang memiliki pasien dari berbagai kota dan Negara tertarik

dengan implikasi budaya pasien-pasiennya (Cave, A, et al, 1995).

16

Page 20: Komunikasi Efektif Dalam Kesehatan Multikultural (Meutia Ayudila-100100154)

Studi kami menunjukkan bahwa dokter dan pasien yang tampaknya

menyadari bahwa budaya adalah sebuah faktor yang penting dalam kualitas

layanan. Para dokter melihat kurangnya pemahaman dari sebuah kebudayaan

sebagai menghambat kemampuan mereka untuk mengumpulkan informasi dan

mendapatkan kepatuhan dari pasien. Beberapa dokter mengakui konteks budaya

sebagai salah satu komponen penting dalam penyembuhan. Dokter percaya bahwa

mereka butuh bantuan untuk memahami aspek yang relevan bagi pasien mereka

dan latar belakang budaya keidupan pasien mereka (Cave, A, et al, 1995).

2.2.3. Komunikasi Efektif dalam Kesehatan Multikultural

Beberapa faktor yang berkontribusi untuk keberhasilan tenaga kesehatan

multikultural untuk mencegah dan mengatasi penyakit kronis berdasarkan

demografis adalah melakukan rekrutmen tenaga kesehatan dari berbagai

karakteristik dari budaya dan lingkungan yang berbeda, hasil studi dari suatu

komunitas yang melakukan perawatan untuk penyakit kronis, hasilnya

menegaskan bahwa tenaga kesehatan multikultural memiliki kekuatan dan

kemampuan untuk bekerja dengan efektif dengan masyarakat di banyak jaringan

sosial dan budaya (Goris, J, et al, 2013).

Bahasa dan budaya juga memiliki dampak yang besar terhadap kesehatan,

diharapkan tenaga kesehatan multikultural dapat mengatasi hambatan ini, mereka

harus memberikan bantuan sosial, pendidikan kesehatan, peningkatan layanan

sukarela dan manajemen kesehatan (Goris, J, et al, 2013).

Suatu penelitian menyimpulkan bahwa sangat besar peran budaya dalam

meningkatkan efektivitas komunikasi kesehatan antara dokter dan pasien. Hal ini

dapat dilakukan dengan memperkenalkan pola komunikasi yang telah dirancang

sedemikian rupa dengan model komunikasi dan persuasi (Kreuter, MW &

Mcclure, SM, 2004).

Meningkatnya pengakuan budaya sebagai faktor penting dalam kesehatan

masyarakat dan komunikasi kesehatan memiliki potensi untuk berkontribusi pada

pengembangan strategi baru yang lebih efektif untuk membantu menghilangkan

kesenjangan kesehatan. Namun, hasil penelitian yang mendukung hal-hal ini

17

Page 21: Komunikasi Efektif Dalam Kesehatan Multikultural (Meutia Ayudila-100100154)

masih sangat sedikit, sehingga sangat penting untuk melakukan penelitian tentang

peran budaya dalam komunikasi kesehatan untuk masa yang akan datang

(Kreuter, MW & Mcclure SM, 2004).

Komunikasi memainkan peran penting dalam praktek radiografi,

radiografer menyadari kebutuhan fisik dan emosional pasien yang bisa dicapai

melalui komunikasi yang efektif. Keragaman populasi pasien menciptakan

tantangan untuk penyediaan kualitas layanan kesehatan di semua segmen

penduduk. Umumnya, komunikasi multikultural di departemen radiologi efektif.

Namun, adanya kendala waktu dan kurangnya pedoman dalam komunikasi efektif

tersebut (Antwi, WK, Kyei KA & Quarcoopome LN, 2014).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Mayoritas radiografer di Ghana

sudah baik keterampilan komunikasi dan mampu beradaptasi dengan situasi yang

berbeda dengan mencoba melakukan pendekatan sampai hasil yang diinginkan

tercapai. Umumnya, penelitian menunjukkan komunikasi multikultural yang

efektif meskipun penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengidentifikasi

keterampilan komunikasi yang ada, menerapkan keterampilan dan pedoman yang

ada (Antwi, WK, Kyei KA & Quarcoopome LN, 2014).

Mengatasi kesenjangan ini dalam perawatan kesehatan dan hasil kesehatan

semakin menjadi prioritas pada tingkat nasional dan negara bagian. Departemen

Kesehatan berkomitmen untuk menciptakan kesetaraan kesehatan dan

didedikasikan untuk mempromosikan kompetensi budaya di antara penyedia

layanan kesehatan, untuk meningkatkan hasil yang positif bagi semua orang,

terlepas dari ras, etnis, usia, jenis kelamin atau orientasi seksual (Washington

State Department of Health, 2010).

18

Page 22: Komunikasi Efektif Dalam Kesehatan Multikultural (Meutia Ayudila-100100154)

BAB 3

KESIMPULAN

Komunikasi dokter dan pasien sering mengalami kegagalan dan ini yang

menyebabkan kesulitan dalam melakukan penyembuhan dan terapi pada pasien.

Dan sisi dokter sebagai komunikator diketahui bahwa Dokter terkadang tidak

memahami pasien dalam konteks diri maupun multikultural pasien tentang cara

berkomunikasi yang paling efisien kepada pasien. Kebanyakan dokter memahami

pasien dari penafsiran dan prediksi sikap yang diamati dari pasiennya saja.

Patokan yang digunakan adalah asal usia dan pendidikan pasien. Dokter masih

menganggap dirinya paling benar dan tahu oleh sebab itu kemungkinann terjadi

kesenjangan dan konflik sangat tinggi.

Kemampuan berbahasa dokter menjadi patokan apakah pasien

melanjutkan pengobatan atau tidak karena di sanalah barometer dokter bisa

memahami penyakitnya atau tidak. Deniikian juga dengan sentuhan, bahwa pasien

menyukai dokter yang melakukan sentuhan kepada pasien daripada yang tidak.

Dengan sentuhan ada rasa kenyamanan dan kedekatan dengan dokter dan tenaga

medik yang ada. Pasien ada juga yang sudah antipati dan terjadi konflik

multikultural dengan dokter. yang terjadi adalah mereka lari dari kenyataan dan

tidak percaya dengan pengobatan medis. Pengobatan yang mereka lakukan adalah

pengobatan alternatif yang dianggap bias memuaskan mereka dalam konteks

komunikasi yang masuk dalam konteks multikultural yang ada pada pasien. Oleh

sebab itu pasien terpuaskan dalam konteks komunikasi yang membawa mereka

pada kenyamanan diri dan memberikan efek pada pengobatan dan terapi yang ada.

Komunikasi kesehatan dokter dan pasien yang sukses dan

komunikatif serta berdampak positif bagi pasien. Hal ini

berdampak pada kualitas afektif dari komunikasi dokter dan

pasien merupakan penentu utama dari kepuasan pasien dan

kepatuhan terhadap pengobatan dan perawatan. Secara khusus

19

Page 23: Komunikasi Efektif Dalam Kesehatan Multikultural (Meutia Ayudila-100100154)

hubungan interpersonal dokter dan pasien yang baik dan

meningkat ketika konteks komunikasi interpersonal berlangsung

dengan keramahan dokter, perilaku sopan, percakapan sosial,

perilaku mendorong dan empatik, dan membangun kemitraan,

dan ekspresi empati selama konsultasi.

20

Page 24: Komunikasi Efektif Dalam Kesehatan Multikultural (Meutia Ayudila-100100154)

DAFTAR PUSTAKA

1. Antwi, WK, Kyei, KA, Quarcoopome, LN, ‘Effective of Multicultural Communication between Radiographers and Patients and Its Impact on outcome of Examinations’, World Journal of Medical Research University of Ghana, College of Health Sciences.

2. Arianto, 2013, Komunikasi Kesehatan: Komunikasi antara Dokter dan Pasien.

3. Cave, A, Maharaj, U, Gibson, N, Jackson E, 1995, ‘Physicians and Immigrant Patients, Cross-Cultural Communication’, Research Canadian Family Physician, Vol.41.

4. Goris, J, Komaric, N, Guandalini, A, Fancis, D, Hawes, E, 2012, ‘Effectiveness of Multicultural Health Workers in Chronic Disease Prevention and Self Management in Culturally and Lingustically Diverse Populations: A Systematic Literature Review’, Australian Journal of Primary Health, 19, 14-37.

5. Konsil Kedokteran Indonesia, 2006. Komunikasi Efektif Dokter-Pasien. Jakarta.

6. Kreps, GL, Kunimoto, EN, 2011, Effective Communication in Multicultural Health Care Settings, 3rd Ed, SAGE Productions, London.

7. Kreuter, MW & Mcclure SM, 2004, ‘The Role of Culture in Health Communication’, Annual Review Public Health Arjournals by Pennsylvania State University.

8. Hidayah, N, 2006, Masyarakat Multikultural. Yogyakarta.

9. Prisgunanto, I, 2012, Prosiding Seminar Internasional Multikultural & Globalisasi: Konflik Multikultural antara Komunikasi Dokter dan Pasien, Jakarta.

10. Sutarno, 2007. Hakikat Kebudayaan dan Pendidikan Multikultural. Jakarta.

11. Washington State Department of Health, 2010, Cultural Competency in Health Services and Care: A Guide for Health Care Providers, Washington

21