makalah cva final

67
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN NEUROLOGI (STROKE/CVA) TUGAS MATA KULIAH NEUROBEHAVIOUR KELOMPOK 1 PROGRAM ALIH JENIS 1 Achmad Rasyid Ridho Moh Zen Arifin Mulyana Nur Heppy Fauzia Leni Anitasari Citra Dwi Yuliana Sri Hani Setyowati Nora Dwi Purwanti 131511123081 131511123039 131511123019 131511123055 131511123059 131511123051 131511123031 131511123009 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 2016

Upload: hani-setiowati

Post on 13-Jul-2016

64 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah CVA Final

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

GANGGUAN NEUROLOGI (STROKE/CVA)

TUGAS MATA KULIAH NEUROBEHAVIOUR

KELOMPOK 1

PROGRAM ALIH JENIS 1

Achmad Rasyid Ridho

Moh Zen Arifin

Mulyana

Nur Heppy Fauzia

Leni Anitasari

Citra Dwi Yuliana

Sri Hani Setyowati

Nora Dwi Purwanti

131511123081

131511123039

131511123019

131511123055

131511123059

131511123051

131511123031

131511123009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

2016

Page 2: Makalah CVA Final

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit serebrovaskuler (CVD) meliputi semua gangguan pada area dari otak; dan

secara sepintas atau permanen dipengaruhi oleh iskemia. oklusi atau perdarahan dari satu

atau lebih pembuluh darah serebral pada proses patologis tersebut.

Jumlah penderita terus meningkat setiap tahun, bukan hanya menyerang penduduk

usia tua, tetapi juga dialami oleh mereka yang berusia muda dan produktif. Angka

kejadian stroke meningkat dengan bertambahnya usia, semakin tinggi usia seseorang

semakin tinggi kemungkinan stroke (Yayasan Stroke Indonesia, 2006). Tidak sedikit

penderita stroke yang mengalami kekambuhan. Kekambuhan pada penderita stroke dapat

disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah kurangnya pengetahuan keluarga

penderita tentang pola makan bagi penderita stroke (Yayasan Stroke Indonesia, 2006).

Stroke penyebab kecacatan nomor satu dan penyebab kematian nomor 3 di dunia

setelah penyakit jantung koroner dan semua tipe kanker. Dua pertiga stroke terjadi di

negara berkembang sesuai dengan peningkatan jumlah penduduk usia lanjut. Dan

diprediksi sebagai efek dari peningkatan kebiasaan merokok di negara berkembang, lebih

lanjut diperkirakan angka mortalitas stroke mencapai hampir dua kali lipat di tahun 2020

(Warlow et al., 2008)

Data dari Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (PERSI) tahun 2009 menunjukkan

penyebab kematian utama di Rumah Sakit akibat stroke sebesar 15%, artinya 1 dari 7

kematian disebabkan oleh stroke dengan tingkat kecacatan mencapai 65% (Depkes RI,

2013).

Menurut WHO (2010) setiap tahun 15 juta orang seluruh dunia mengalami stroke.

Sekitar 5 juta pasien menderita kelumpuhan permanen. Satu tahun setelah terjadi

serangan stroke pertama, sebanyak 30% dari total pasien akan meninggal, dan sebanyak

40% dari total pasien yang mampu bertahan hidup, akan mengalami ketergantungan

terhadap orang lain. Pasien yang mampu bertahan hidup setelah mengalami stroke,

beresiko tinggi mengalami serangan stroke berulang, infark myokardial, dan kematian

karena gangguan pembuluh darah. Para pasien yang mampu bertahan hidup tersebut juga

mayoritas mengalami disabilitas (Woodward, 2011)

Sebanyak 85% dari total kejadian stroke disebabkan oleh iskemi dan infark pada

jaringan otak. Hal ini disebabkan oleh penghambatan aliran darah akibat komplikasi

trombosis dan emboli. Sisanya sebesar 15% dari total kejadian stroke disebabkan oleh

perdarahan intraserebral primer (Woodward, 2011)

Jumlah penderita penyakit stroke di Indonesia tahun 2013 berdasarkan Pusat Data dan

Informasi Kemenkes RI diperkirakan sebanyak 1.236.825 orang. Provinsi Jawa Barat

memiliki estimasi jumlah penderita terbanyak yaitu sebanyak 238.001(7,4‰) orang,

sedangkan Provinsi Papua Barat memiliki jumlah penderita paling sedikit yaitu sebanyak

2.007 orang (3,6‰)

Data di Indonesia menunjukkan kecenderungan peningkatan kasus stroke baik dalam

hal kematian, kejadian, maupun kecacatan. Angka kematian berdasarkan umur adalah:

sebesar 15,9% (umur 45-55 tahun) dan 26,8% (umur 55-64 tahun) dan 23,5% (umur 65

Page 3: Makalah CVA Final

tahun). Insiden stroke sebesar 51,6/100.000 penduduk dan sebanyak 1,6% penderita

mengalami kecacatan , sedangkan sebanyak 4,3% penderita mengalami serangan stroke

berulang yang semakin berat. Penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan dan

profil usia dibawah 45 tahun sebesar 11,8%, usia 45-64 tahun 54,2%, dan usia diatas 65

tahun sebesar 33,5% ( Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI, 2013).

Stroke dibagi menjadi dua jenis, yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. Stroke

iskemik sebagian besar merupakan komplikasi dari penyakit vaskuler, yang ditandai

dengan gejala penurunan tekanan darah yang mendadak, takikardi, pucat dan pernafasan

yang tidak teratur. Sementara stroke hemoragik umumnya disebabkan oleh adanya

perdarahan intrakranial dengan gejala peningkatan tekanan darah sistole > 200mmHg

pada hipertonik dan 180mmHg pada normotonik, bradikardi, wajah keunguan, sianosis

dan pernafasan mengorok (Batticaca, 2008).

Kurangnya kesadaran menerapkan pola gaya hidup sehat juga dapat menyebabkan

meningkatnya stroke infark. Selain itu, meningkatnya usia harapan hidup, kemajuan di

bidang sosial ekonomi, serta perbaikan di bidang pangan yang tidak diikuti dengan

kesadaraan menerapkan gaya hidup sehat juga menjadi pemicunya (Junaidi, 2011).

Keadaan seperti ini memerlukan penanganan dan perawatan yang bersifat umum,

khusus, rehabilitasi, serta rencana pemulangan klien. Mengetahui keadaan tersebut, maka

peran perawat bekerja sama dengan tim kesehatan lain sangat dibutuhkan baik masa akut

maupun sesudahnya. Usaha yang dapat dilaksanakan mencakup pelayanan kesehatan

secara menyeluruh, mulai dari promotif, preventif, kuratif, sampai dengan rehabilitasi

(Muttaqin, 2011). Pencegahan stroke infark dapat dicegah antara lain diet rendah

kolestrol, kontrol asupan gula dan garam, hindari rokok, alkohol, dan obat terlarang,

hindari obesitas, konsumsi obat pencegah stroke dari bahan alami, kontrol tekanan darah,

lakukan olahraga atau aktivitas fisik dan yang paling penting hindari stress (Sutanto,

2010).

1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1 Tujuan Umum

Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke secara

komprehensif.

1.2.2 Tujuan Khusus

Mahasiswa mampu :

1. Memahami konsep fisiologis aliran darah dalam otak.

2. Memahami konsep definisi gangguan cerebro vaskuler

3. Memahami etiologi dan faktor resiko stroke

4. Memahami konsep patofisiologi stroke.

5. Memahami manifestasi klinis stroke dan penyebabnya.

6. Memahami konsep penatalaksanaan stroke hemoragik dan iskemik.

7. Memahami konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke.

8. Melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan stroke.

9. Merumuskan diagnosa prioritas yang mungkin timbul pada pasien dengan

gangguan serebrovaskuler berdasarkan tanda dan gejala yang muncul.

Page 4: Makalah CVA Final

10. Merumuskan intervensi keperawatan yang tepat dalam menangani pasien dengan

serebrovaskuler.

11. Melakukan tindakan keperawatan dan evaluasi sesuai kondisi pasien.

12. Mampu melakukan penanganan kegawatdaruratan pada pasien dengan

serebrovaskuler.

Page 5: Makalah CVA Final

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fisiologi Sirkulasi Darah di Otak

2.1.1 Struktur Pembuluh Darah Otak

Pembuluh darah yang menyuplai darah ke otak mempunyai struktur yang

sama seperti pembuluh darah lainnya yang terdapat pada beberapa lokasi di tubuh.

Lapisan terluar dari arteri adalah tubica eksterna (adventitia), yang tersusun atas

jaringan ikat. Tunica media atau lapisan tengah, tersusun atas beberapa lapisan sel otot

polos dan serat elastis. Sel-sel otot polos dari arteri merespon vasomotor untuk kontriksi

dan relaksasi, mengubah ukuran dari lumen internal dan mengatur pengiriman darah ke

jaringan. Bagian arteri paling dalam, berhubungan langsung dengan darah dan

membentuk lumen internal, yang tersusun atas satu lapisan sel epitel. Sel epitel

memonitor lingkungan lokal dan melepaskan nitrit oksida serta vasomotor lainnya yang

memodulasi konstriksi dan relaksasi pembuluh darah mengakibatkan terkirimnya aliran

darah.

2.1.2 Sawar (Barier) Darah Otak

Pelindung darah otak berfungsi untuk membatasi bagian zat dari darah ke otak.

Pelindung ini merupakan bagian yang vital untuk melindungi CNS dari agen infeksi

dan racun. Otak sangat rentan terhadap racun karena neuron tidak bisa melakukan

proses mitosis, sehingga mengakibatkan kematian sel yang permanen. Otak juga

rentan terhadap agen infeksi, karena sel imun menyediakan entri yang terbatas.

2.1.3 Sirkulasi anterior

a) Arteri karotis internal

Cabang arteri karotis bagian kanan berhenti pada arteri brakiosefalika,

sementara cabang arteri carotis bagian kiri berhenti pada percabangan aorta. Arteri

carotis melewati leher sebelum bercabang ke arteri karotis bagian eksternal dan

internal pada bagian leher lainnya. Bagian kanan dan kiri arteri karotis internal

berjalan masuk ke sirkulasi willis di rongga tengkorak. Arteri ini bercabang menjadi

dua, yaitu arteri middle serebral dan arteri anterior serebral, sehingga akan

mengalirkan darah ke bagian anterior dan superior otak.

b) Arteri middle serebral

Bagian kanan dan kiri arteri middle serebral berasal dari arteri karotis internal.

Arteri ini kemudian berlanjut ke pusat otak sepanjang sulcus lateralis yang bercabang

dan meluas ke bagian yang lebih luas dari korteks serebral. Arteri middle serebral

menyuplai darah ke seluruh tubuh tetapi lebih banyak pada bagian superior dari

lobus frontal dan parietal, bagian inferior dari temporal, capsul internal, dan basal

ganglia. Area ini meliputi area broca, area wericke, korteks motorik, korteks sensori,

sistem motorik dan struktur lainnya pada otak.

c) Arteri anterior serebral

Bagian kanan dan kiri arteri anterior serebral merupakan percabangan dari

arteri karotis internal. Arteri tersebut meluas di dalam otak dan menyediakan darah

Page 6: Makalah CVA Final

ke bagian medial dari lobus frontal, bagian medial atau superior dari lobus parietal,

bagian anterior dari korpus kalosum, bagian anterior dari basal gangglia dan kapsul

internal, bulbus olfaktorius dan sistemnya.

d) Anterior communicating artery

Arteri ini menghubungkan bagian kanan dan kiri arteri serebral anterior. Arteri

ini tidak menyuplai darah secara langsung ke beberapa area dari otak, tetapi lebih

berfungsi untuk memastikan keadekuatan aliran darah pada kedua hemisphere juga

keberadaan lesi di dalam silkulasi willis.

2.1.4 Sirkulasi Posterior

a) Arteri vertebralis

Terdiri atas arteri vertebralis kanan dan kiri. Arteri vertebralis bercabang dari

arteri subklavia di dada. Arteri vertebralis berjalan melewati leher dan masuk ke

dalam kubah kranial. Pada bagian dari otak tengah, dua arteri vertebralisis bergabung

untuk membentuk arteri basilaris.

b) Arteri basilaris

Arteri basilaris memanjang bersamaan dengan struktur batang otak dari titik

dimana arteri vertebralis bergabung untuk membentuk dua arteri serebral posterior.

Arteri serebral posterior inferior (kiri dan kanan, arteri serebral anterior inferior, dan

arteri serebra superior merupakan percabangan dari arteri basilaris dan menyuplai

darah ke serebelum. Arteri-arteri tersebut memiliki ukuran yang lebih kecil yang

bercabang dari arteri basilaris, disebut juga dengan arteri pontine. Arteri pontine ini

meyuplai darah ke dalam pons dan beberapa struktur yang berdekatan dengan batang

otak.

c) Arteri posterior serebral

Arteri posterior serebral (kiri dan kanan) merupakan bagian atas dari arteri

basilaris. Arteri ini mempunyai beberapa cabang arteri kecil yang menyediakan darah

untuk lobus oksipital, bagian posterior dari lobus temporal, bagian dari tala mus,

dinding dari ventrikel ke tiga, nukleus caudate dan batang serebral.

d) Posterior communicating artery

Arteri ini berfungsi untuk menghubungkan arteri posterior serebral dan

trifurcation (arteri yang bercabang tiga) dari arteri karotis internal, arteri middle

serebral, dan arteri serebral anterior. Posterior communicating artery

menghubungkan bagian anterior dan posterior dari sirkulasi willis, menyediakan

mekanisme untuk pengiriman darah yang adekuat bila terdapat lesi atau semua

pembuluh darah dari sirkulasi willis tidak sepenuhnya terbentuk.

2.1.5 Sirkulasi Willis

Sirkulasi wiliis tersusun atas arterior communicating artery, arteri serebral

anterior, arteri karotis internal, posterior communicating artery, dan arteri serebral

posterior. Sementara itu, bagian penting lainnya pada aliran darah otak, seperti arteri

middle serebral, arteri basilaris dan arteri vertebralis, tidak termasuk dalam sirkulasi

willis.

Pembuluh darah mayor dari sirkulasi willis bercabang menjadi pembuluh darah

Page 7: Makalah CVA Final

yang lebih kecil dan menyebar pada seluruh wilayah otak, arteri ini memberikan aliran

darah yang adekuat ke seluruh area otak. Ketika salah satu pembuluh darah tidak dapat

menjalankan fungsinya akibat injury atau penyakit tertentu, aliran kolateral akan

menyediakan beberapa darah ke jaringan yang beresiko. Hal ini terjadi karena beberapa

cabang tumpang tidih di wilayah otak yang mereka berikan darah. Jika pada bagian

distal dari arteri middle serebral mengalami kerusakan, maka dalam keadaan normal

jaringan akan mendapatkan perfusi dari beberapa pembuluh darah terdekat dari cabang

yang berbeda. Jika pada area pusat dari arteri middle serebral mengalami kerusakan,

maka jaringan terluas pada area tersebut akan kehilangan aliran darah dan beresiko

untuk mengalami kerusakan.

2.1.6 Faktor yang Memengaruhi Aliran Darah Otak

Aliran darah normal di otak adalah 45-60 ml/100g/min. Otak memiliki kapasitas

yang cukup untuk mempertahankan fungsi yang memadai dengan penurunan aliran

darah ke otak sekitar 20 ml/100 g/min, meskipun terjadi perlambatan

electroensephalography dan penurunan tingkat kesadaran yang umum pada level ini.

Ketika aliran darah otak menurun hingga lebih dari 18 ml/100 g/min, akan terjadi

metabolisme anaorob dan ion/hemeostatis membran terganggu. Pada aliran darah otak

yang nialnya kurang dari 10 ml/100 g/min, kerusakan irreversibel terjadi ketika

integritas membran sel hilang, kalsium mengalir bebas ke dalam sel, dan neuron (dan

bagian lainnya) akan mengalami kematian sel. Aliran darah otak yang nilainya kurang

dari 5 ml/100 g/min selama lebih dari 30 menit, dapat dilihat dari skenario cardiac

arrest, yang mengarah pada infark jaringan. Infark otak mungkin juga dapat terjadi

pada aliran darah otak yang lebih tinggi jika dipertahankan untuk waktu yang cukup

lama. Aliran darah otak 10 ml/100 g/min dapat ditoleransi selama 3 jam dan aliran

darah otak yang nilainya 18 ml/100 g/min, mungkin dapat ditoleransi selama 4 jam.

Pada otak akan mengalami proses metabolisme, dimana proses ini memerlukan

oksigen sekitar 1,3 – 1,8 mol/g/min.

Autoregulasi otak merupakan konsep penyesuaian keadekuatan aliran darah ke

otak dan pengiriman nutrisi di berbagai macam tekanan darah. Dalam MAP sekitar

antara 50 dan 150 mmHg, pembuluh darah otak dapat melebar atau mengalami

konstriksi untuk mengatur pengiriman darah ke jaringan. Jika MAP di luar kisaran ini,

akan menyebabkan gangguan aliran darah. MAP di bawah 50 mmHg tidak dapat

menyediakan kekuatan yang optimal untuk perfusi jaringan. MAP lebih dari 150

mmHg dapat menyebabkan kerusakan pada sirkulasi serebral. Khususnya pada

tekanan darah tinggi, dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan memisahkan

endotel juntion dari pelindung darah otak, dan mengurangi efektivitasnya.

Kontrol aliran darah di otak disebabkan karena beberapa faktor, meliputi

kebutuhan metabolisme otak, tekanan di dalam tengkorak, oksigen / karbondioksida /

hidrogen / kalium / adenosisn / prostaglandin tidak meningkat pada otak, dan input

saraf.

a) Faktor metabolisme

Otak membutuhkan pasokan oksigen dan glukosa yang konstan untuk

mempertahankan keadekuatan energi untuk menjalankan fungsi normalnya. Sel-sel

Page 8: Makalah CVA Final

dalam sistem saraf pusat memiliki kapasitas yang sangat terbatas untuk menyimpan

oksigen atau glukosa dan memiliki tuntutan yang tinggi.

b) Glukosa

Proses pertama dalam produksienergi melalui metabolisme aorob dan

anaerob disebut glikolisis, atau pemecagan glukosa. Glukosa diangkut melewati

barries otak oleh GLUT-1, sebuah molekul transporter. Kemudian diambil oleh

astrosit melalui GLUT-1 dan neuron, melalui glucose trasporter GLUT-3. Glukosa

intraselular dipecah di dalam sitoplasma menjadi 2 molekul piruvat, 2 molekul

nicotanamide adenine dinucleotide (NADH), dan 4 molekul ATP. Reaksi ini

memerlukan 2 molekul ATP untuk dapat menghasilkan 2 mol ATP. Ketiadaan

oksigen dalam proses ini menyebabkan piruvat dibecah menjadi laktat. Sementara

itu, dengan bantuan oksigen, piruvat akan diubah menjadi asetil co-enzim A atau

asam oksalat, yang masuk ke dalam mitokondria dan digunakan dalam siklus kreb

dan rantai transpor elektron sebagai bagian dari metabolisme oksidatif. Tanpa

glukosa yang adekuat, glikolisis tidak dapat terjadi, NADH tidak diproduksi,

sehingga mengakibatkan kagagalan pembentukkan energi di sel.

c) Oksigen

Pengiriman oksigen ke otak sangat penting untuk memaksimalkan fungsinya.

Otak memiliki kapasitas yang sangat terbatas untuk penyimpanan oksigen dan

pemasokan yang konstan sangat diperlukan. Oksigen diangkut ke dalam tubuh,

darah, dan jaringan secara difusi melewati gradient tekanan oksigen. Tekanan

parsial oksigen arteri sekitar 90 mmHg dan tekanan parsial dari oksigen otak

adalah 35 mmHg. Oksigen diambil dari udara oleh alveoli dari paru-paru dan

dialirkan langsung ke darah dimana sebagian besar berikatan dengan hemoglobin.

Oksigen tetap terikat dengan hemoglobin dalam darah hingga mencapai kapiler dan

pembuluh darah kecil. Di pembuluh darah kecil dan kapiler, tekanan partial

oksigen lebih rendah di jaringan, sehingga oksigen dilepaskan di jaringan.

Dalam jaringan, oksigen digunakan untuk menghasilkan energi. Metabolisme

aerob menghasilkan energi yang lebih signifikan, atau adenosine triphosphate

(ATP), daripada metabolisme anaerob. Metabolisme aerobi menghasilkan 36 lebih

mol ATP, sedangkan metabolisme anaerob, bergantung pada glikolisis dan

menghasilkan 2 mol ATP. Keadekuatan energi yang cukup bagi neuron merupakan

sumber energi yang digunakan oleh sel untuk mempertahankan homeostasis dari

membran sel (melalui poma). Sel neuron merupakan jenis sel CNS yang paling

sensitif terhadap kekurangan oksigen. Saat sel neuron kekurangan oksigen, sel

CNS lainnya juga akan terpengaruh, sehinga oligodendrocytes, astrosit dan

mikroglia juga akan mengalami hal yang sama.

d) Karbondioksida

Karbondioksida (dan air) merupakan produk sampingan hasil metabolisme

aerob. Karbondioksida memiliki efek lokal yang mencakup vasodilatasi pembulih

darah dalam upaya meningkatkan pengiriman oksigen ke jaringan dan

membersihkan karbondioksida. Akhirnya karbondioksida memodifikasi aliran

darah otak dengan mengubah pH lokal. Di jaringan, karbondioksida bereaksi

dengan air untuk menghasilkan bikarbonat dan hidrogen. Jumlah karbondioksida

Page 9: Makalah CVA Final

yang tinggi menyebabkan terjadinya lingkungan asam pada aliran darah, yang

melebarkan aliran pembuluh darah dan meningkatkan aliran darah otak ke jaringan.

e) Nitrit oksida

Nitrit oksida merupakan vasodilator kuat yang dihasilkan oleh sistem saraf

pusat dan neurovaskular junction. Nitrit oksida merupakan hasil pembelahan dari

L-arginine oleh sintesa nitrit oksida (NOS). Neuron dan glia menghasilkan nNOS,

sel endotel menghasilkan eNOS, dan beberapa sel menghasilkan inducible NOS

(iNOS). Sel endotel, neuron dan glia di pembuluh darah menghasilkan NOS yang

merespon penurunan aliran darah dan meningkatkan kebutuhan metabolisme.

f) Adenosin

Adenosin dihasilkan selama pemecahan/penggunaan ATP. Adenosin

dibutuhkan untuk menghasilkan cyclic adenosine monophosphate (cAMP), yang

meingkatkan aliran darah otak. Selama hipoksia, adenosin diproduksi oleh

astrocytes lokal. Adenosisn mengaktifkan pelepasan nitrit oksida, yang

menyebakan vasodilatasi.

2.1.7 Keseimbangan Asam Basa Otak

Darah yang asam meningkatkan pengambilan oksigen dari darah oleh jaringan,

sedangkan darah yang basa menghambat pengambilan oksigen dari darah. Pada kondisi

anaerob, laktat diakumulasi pada jaringan lokal, dan menghasilkan hidrogen yang tinggi

dan mengakibatkan lingkungan eksternal menjadi asam.

Selama fungsi sel normal, akumulasi laktat dan perubahan lingkungan

ekstraselular yang menjadi asam tidak tampak merugikan. Namun, diperiode stress

tingkat sel, seperti hipoksia dan iskemik, akumulasi laktat dan lingkungan yang asam

akan menyebabkan sistem buffer menjadi lelah, yang pada akhirnya akan

mengakibatkan kerusakan tingkat sel, mulai dari protein yang terdenaturasi ke saraf,

kegagalan sistem transportasi membran astrocytic, pembentukan radikal bebas dan

menghambat proses glikolisis.

Pada keadaan hipoksia dan iskemik, akan terjadi retensi karbondioksida dan

terjadi pemecahan ATP, yang memberikan kontribusi bagi kondisi asidosis. Transport

natrium/pertukaran oksigen akan diaktifkan pada keadaan asidosis intraselular, untuk

mengontrol beberapa kerusakan yang terjadi. Namun aktivitas ini juga dapat

mengakibatkan pembengkakan jaringan CNS dan edema.

a) Suhu

Suhu otak lokal memiliki pengaruh langsung pada kebutuhan metabolisme

otak. Pada kondisi hipertermi, kebutuhan metabolisme sel setiap individu meningkat

untuk menjaga keseimbangan ion. Sementara itu, pada kondisi hipertermi kebutuhan

metabolik menurun dan oksigen dilepaskan dari darah ke jaringan.

b) Tekanan

Pada tingkat yang paling dasar, aliran darah dipengaruhi oleh tekanan dalam

sistem arterial dan ruang intrakranial. Mempertahanakan aliran darah otak yang

adekuat dan perfusi dari jaringan otak sangat penting bagi otak untuk menjalankan

fungsinya. MAP harus cukup kuat, untuk mengalirkan darah ke ruang kranial dan ke

dalam jaringan. Nilai normal MAP berkisar antara 70 – 100 mmHg. Tekanan

Page 10: Makalah CVA Final

intrakranial atau tekanan di antara ruang kranial memberikan resistensi (tahanan)

terhadap tekanan darah. Nilai normal tekanan intrakranial adalah 10 – 15 mmHg.

Tekanan perfusi serebral adalah tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah

ke jaringan. Nilai normal tekanan perfusi serebral adalah 70 – 100 mmHg.

Saat volume intrakranial meningkat, baik yang disebabkan oleh massa (tumor,

edema) atau cairan (ekstraserebral hemoragik atau cairan cerebrospinal), akan

mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial. Dengan adanya peningkatan

tekanan intrakranial, tekanan darah juga akan meningkat untuk mempertahankan

keadekutan tekanan perfusi. Pada kondisi dimana MAP sanagt rendah, seperti dalam

serangan jantung, tekanan perfusi serebral menjadi rendah dan jaringan mungkin

akan mendapatkan efek dari ketidakadekuatan aliran darah ini, seperti terjadinya

hipoksia dan iskemik pada jaringan.

c) Input saraf

Pembuluh darah serebral dipersarafi oleh serabut saraf simpatik dan serabut

saraf trigeminal. Masukan dari saraf ini minimal dalam kondisi normal, namun

mungkin memiliki pengaruh yang lebih signifikan dalam kondisi tekanan darah yang

tidak normal.

2.1.8 Fisiologi Aliran Darah Otak

a) Aliran darah otak

Aliran darah otak disuplai oleh empat arteri besar dua arteri karotis dan dua

arteri vertebralis yang bergabung membentuk sirkulus willis di dasar otak. Arteri-

arteri yang dipercabangkan ke sirkulus willis berjalan sepanjang permukaan otak dan

membentuk arteri-arteri pial yang bercabang-cabang menjadi pembuluh-pembuluh

yang lebih kecil yang dinamakan arteri-arteri atau arteriola-arteriola penembus.

Pembuluh-pembuluh penembus sedikit terpisah dari jaringan otak perpanjangan

rongga subaracnoid yang dinamakan rongga William Robin . pembuluh-pembuluh

penembus masuk ke dalam jaringan otak, mempercabangkan arteriola-arteriola

vertebralis yang akhirnya bercabang menjadi kapiler-kapiler tempat terjadinya

pertukaran oksigen, nutrien, karbondioksida, dan metabolisme antara darah dan

jaringan

b) Suplai darah serebrum

Sistem serebrovaskular memberi otak aliran darah yang banyak mengandung

zat makanan yang penting bagi fungsi normal otak. Terhentinya aliran darah

serebrum (CBF) selama beberapa detik saja akan menimbulkan gejala disfungsi

serebrum. Apabila berlanjut selama beberapa detik, defisiensi CBF menyebabkan

kehilangan kesadaran dan akhirnya terjadi iskemik serebrum. Kerusakan otak

irreversibel akan mulai timbul setelah 4 sampai 6 menit penghentian total pasokan

oksigen (biasanya akibat henti kardio pulmonal). CBF normal adalah sekitar 50

ml/100 gram jaringan otak permenit. Pada keadaan istirahat, otak menerima 1/6 dari

curah jantung, dari aspek ekstraksi oksigen, otak menggunakan 20 % oksigen tubuh.

Apabila sebuah pembuluh darah serebrum tersumbat, sirkulasi kolateral membantu

Page 11: Makalah CVA Final

mempertahankan CBF ke daerah iskemik. Bagian-bagian otak yang berdekatan dan

mendapat CBF terbatas melalui aliran kolateral disebut penumbra iskemik.

Empat arteri besar menyalurkan darah ke otak (dua arteri karotis internal, dua

arteri verterbralis (yang menyatu dengan arteri basilaris untuk membentuk sistem

vertobrabasilaris)). Darah arteri yang ke otak berasal dari arkus aorta. Di sisi kiri,

arteri karotis komunis dann arteri subklavia berasal langsung dari arkus aorta. Di

kanan, arteri trunkus brakiosefalikus (inominata) berasal dari arkus dan kemudian

bercabang menjadi arteri karotis komunis dekstra dan arteri subklavia dekstra.

Terjadi percabangan lebih lanjut, dengan arteri karotis internus berasal dari arteri

subklavia. Di kedua sisi, sirkulasi darah ke otak di sebelah anterior dipasok oleh dua

arteri karotis internus dan di posterior oleh dua arteri vertebralis.

Arteri karotis internus bercabang menjadi arteri serebri anterior dan media

setelah masuk ke kranium melalui dasar tengkorak. Arteri-arteri vertebralis

berukuran lebih kecil dan berjalan melalui foramina transversus vertebra servikalis,

masuk ke tengkorak melalui foramina magnum, arteri-arteri ini menyatu untuk

membentuk arteri basilaris (sistem vertebrobasilaris) di taut pons dan medula di

batang otak. Arteri basilaris kemudian berjalan ke otak tengah tempat arteri ini

bercabang menjadi sepasang arteri serebri posterior . sirkulasi anterior bertemu

dengan sirkulasi posterior untuk membentuk suatu halo arteri yang disebut sirkulus

willis. Sirkulus ini dibentuk oleh arteri serebri anterior, anterior communicating

artery, arteri karotis internus, posterior communacating artery, dan arteri serebri

posterior.

Secara umum, arteri-arteri serebrum bersifat penetrans atau konduktans. Arteri-

arteri konduktans (karotis, serebri media dan anterior, vertebralis, basilaris dan

serebri posterior), serta cabang-cabangnya membentuk suau jaringan yang ekstensif

di permukaan otak. Secara umum, arteri karotis dan cabang-cabangnya

memperdarahi bagian terbesar dari hemisfer serebrum, dan arteri vertebralis

memperdarahi dasar otak an serebelum. arteri-arteri penetrans adalah pembuluh yang

menyalurkan makanan dan berasal dari arteri-arteri konduktans. Pembuluh-pembuluh

ini masuk ke otak dengan sudut tegak lurus serta menyalurkan darah ke strukrtur –

struktur yang terletak di bawah korteks (talamus, hipotalamus, kapsula internal dan

ganglia basal). Sirkulasi ke kedua hemisfer umumnya simetris, dengan masing-

masing sisi mempertahankan aliran darahnya secara terpisah. Namun sering terjadi

anomali dari distribusi klasik yang umumnya tidak signifikan. Apabila timbul

masalah, anomali ini dapat menimbulkan kebingungan saat dilakukan usaha untuk

mengaitkan temuan klinis dengan fenomena patofisiologik.

c) Pengaturan darah otak

Autoregulasi otak adalah kemampuan otak normal mengendalikan volume

aliran darahnya sendiri di bawah kodisi tekanan darah arteri yang selalu beruba-ubah.

Fungsi ini dilakukan dengan mengubah ukuran pembuluh-pembuluh resistensi untuk

mempertahankan tekanan aliran darah ke otak dalam rentang fisiologik 60-160

mmHg tekanan arteri rata-rata (MAP). Pada pengidap hipertensi, rentang

autoregulasi ini meningkat sampai setinggi 180-200 mmHg. Apabila tekanan arteri

sistemik rata-rata turun mendadak ke tekanan yang lebih rendah di dalam rentang

Page 12: Makalah CVA Final

fisiologis, arteriol-arteriol berdilatasi untuk menurunkan resistensi, sehingga aliran

darah ke jaringan otak dipertahankan konstan. Sebaliknya apabila tekanan arteri

sistemik meningkat mendadak di dalam rentang fisiologis , arteriol-arteriol

berkonstriksi untuk mempertahankan aliran darah ke kapiler otak yang disertai

dengan peningkatan tekanan dorongan darah arteri.

Autoregulasi adalah sifat sirkulasi otak sehat yang sangat penting untuk

melindungi otak dari peningkatan atau penurunan mendadak tekanan darah arteri.

Tanpa pengendalian tekanan ini, maka perubahan tekanan mendadak dapat

menimbulkan iskemik otak atau pada keadaan yang lebih ekstrim lagi, akan terjadi

kerusakan kapiler akibat tingginya tekanan. Sayangnya pada tekanan-tekanan yang

ekstrim yang melebihi rentang fisiologis 60-160 mmHg, mekanisme autoregulasi

protektif ini dapat gagal sehingga aliran darah ke otak secara pasif mengikuti tingkat

tekanan di sirkulasi sistemik. Jelaslah hal ini akan menjadi malapetaka, apabila

terjadi MAP yang sangat tinggi atau sangat rendah. Dengan demikian, melindungi

mekanisme autoregulasi otak menjadi tujuan yang sangat penting dalam mengobati

pasien yang mengalami cidera pada otaknya. Cara untuk mencapai tujuan ini antara

lain adalah titrasi yang ketat dari obat-obatan intravena untuk mengendalikan MAP,

memastikan oksigenisasi dan ventilasi yang adekuat sehingga pH darah

dipertahankan dalam rentang normal, dan menjaga elektrolit serumdalam kisaran

normal.

Terdapat tiga faktor metabolik yang dikenal baik mempengaruhi CBF. Pada

situasi yang masalah klinisnyaadalah meningkatnya tekanan intra kranium (TIK),

faktor-faktor ini perlu dipertahankan dalam batas-batas fisiologis agar CBF tetap

memadai, sementara TIK tidak meningkat. Faktor-faktor ini adalah konsentrasi

karbondioksida (PaCO2), konsentrasi ion hidrogen atau keasaman darah (pH) dan

konsentrasi oksigen (PaO2), hiperkapnia (meningkatnya PaCO2), asidemia

(menurunnya pH), dan hipoksemia (menurunnya PaCO2), sendiri-sendiri atau

berkombinasi dengan satu atau lebih faktor metabolik lain akan menyebabkan

vasodilatasi otak, sehingga aliran darah melalui pembuluh-pembuluh otak

meningkat. Meningaktnya CBF, dapat menyebabkan meningkatnya tekanan di dalam

kranium saat terdapat cidera dan pembengkakan otak. Sebalinya hipokapnia

(menurunnya PaO2) dan alkalemia (meningkatnya pH) menyebabkan vasokontriksi

otak. Dengan demikian, tindakan terapeutik mencakup pengendalian aliran darah

dalam parameter-parameter fisiologis dengan manipulasi kadar PaCO2 dan PaO2

serta keseimbangan asam basa.

Beberapa faktor lain yang mempengaruhi CBF adalah volume dan kekentalan

darah, tekanan perfusi, dan TIK. Menurut doktrin Monro-Kellie, semua faktor yang

meningkatkan satu dari tiga komponen space-occupying di dalam tengkorak

(jaringan otak, CSS, dan darah) akhirnya akan menyebabkan peningkatan TIK.

d) Sirkulasi kolateral

Sirkulasi kolateral dapat terbentuk secara perlahan-lahan saat aliran normal ke

suatu bagian berkurang. Sebagian besar sirkulasi kolateral serebrum antara arteri-

arteri besar adalah melalui sirkulus willis. Efek sirkulasi kolateral ini adalah untuk

menjamin terdistribusinya aliran darah ke otak sehingga iskemia dapat ditekan

Page 13: Makalah CVA Final

minimal apabilaterjadi sumbatan arteri. Otak juga memiliki tempat-tempat sirkulasi

kolateral yang lain, seperti antara arteri karotis eksterna dan interna melalui arteri

oftalmika. Kolateral-kolateral ini hanya berfungsi apabila rute lain terganggu. Secara

teoritis saluran-saluran komunikans ini mampu mengalirkan darah secara adekuat ke

semua bagian otak. Namun, secara praktis hal ini tidak selalu terjadi. Diperkirakan

bahwa anomali pada sirkulus willis terjadi pada hampir separuh populasi dan temuan

otopsi, memperlihatkan bahwa prevalensi anomali semacam ini bahkan lebih tinggi

pada pasien stroke.

Suatu sumbatan di sebuah pembuluh darah besar pada seseorang tidak akan

menimbulkan gejala atau defisit neurologik transient. Pada orang lain sumbatan yang

sama dapat menyebabkan gangguan fungsi yang besar. Perbedaan ini tampaknya

berkaitan dengan keadaan sirkulasi kolateral masing-masing orang.

e) Mikrosirkulasi Serebrum

Laju metabolisme di substansia grisea otak lebih tinggi daripada di substansia

alba, sehingga mengakibatkan jumlah kapiler dan aliran darahnya 4 kali lebih besar.

Kapiler-kapiler otak jauh lebih kurang permeabel dibandingkan dengan hampir

semua kapiler tubuh lainnya. Penyebab hal ini adalah bahwa ruang antara sel-sel

endotel tersebut ditandai oleh “tight-juctions” (taut erat) yang mencegah bocornya

cairan kapiler. Akibatnya adalah apa yang disebut sebagai sawar darah otak “taut-

taut erat” ini juga merupakan gambaran pada pertemuan antara darah dan cairan

serebrospinalis (CSS). Sifat protektif penting lainnya dari kapiler otak adalah bahwa

kapiler-kapiler tersebut ditunjang di semua sisinya oleh kaki glia atau pseudopodia.

Struktur-struktur ini adalah proyeksi dari sel-sel glia yang pas dengan permukaan

luar kapiler serta memberikan dukungan untuk mencegah peregangan berlebihan dan

ruptur apabila terjadi peningkatan tekanan intralumen. Keruskan iskemik akibat

stroke dapat merusak sawar darah otak dan sawar darah CSS serta meningkatkan

permeabilitas vaskular dan edema serebrum.

Tabel Teritori suplai dari arteri serebral ; Sumber : Patricia Ann Blissitt dalam AACN (2013)

Arteri Teritori Suplai dari Arteri

SIRKULASI ANTERIOR (DAN

CABANGNYA)

Arteri Karotis Internal (ICA)

Koroid Anterior Jalur optic, pleksus koroid, kapsul internal,

ganglia basal, hippocampus, pedunkel

serebral

Arteri Ophtalmic Orbita mata, saraf optik

Arteri Serebral Tengah (MCA)

M1 Fissura Sylvian

Lantikulostriat Ganglia basal, kapsul internal

M2 Korteks serebral di sulkus lateral (insula)

M3 Diatas korteks serebral dan dibelakang sulkus

lateral (opercula)

M4 Permukaan kortikal lateral dari otak (kecuali

bagian oksipital), presentral (penggerak)

Page 14: Makalah CVA Final

girus untuk mensuplai lengan dan wajah,

postsentral (sensori) girus mensuplai lengan

dan wajah

Arteri Serebral Anterior (ACA)

A1 Pertemuan arteri penghubung anterior

(AComA)

A2 Korpus Kalosum

A1 dan A2 Permukaan medial dari lobus frontal dan

parietal, girus singulata, presentral

(penggerak) girus mensuplai kaki, post

sentral (sensori) girus mensuplai kaki

Arteri Huebner Ganglia basalis dan kapsul internal

Arteri Penghubung Anterior (AComA) Menghubungkan dua arteri serebral anterior

Arteri Penghubung Posterior (PComA) Menghubungkan karotis (anterior),

bersirkulasi dengan vertebrobasiler

(posterior)

SIRKULASI POSTERIOR

Arteri Vertebral (VA)

Arteri serebral posteroinferior (PICA) Dibawah permukaan dari Serebellum,

medulla, dan pleksus koroid dari ventrikel

keempat

Arteri spinal anterior dan posterior Dua pertiga anterior dan satu pertiga

posterior dari korda spinalis

Arteri Basiler (BA)

Arteri serebral posterior (PCA) Thalamus, hypothalamus, permukaan medial

dan inferior dari lobus temporal, lobus

oksipital, midbrain, pkesus koroid dari

ventrikel ketiga dan keempat

Arteri koroidal Tectum, pleksus koroid dari ventrikel ketiga,

thalamus medial/superior

Arteri serebral superior (SCA) Dibawah permukaan dari serebellum dan

midbrain

Arteri serebral inferior anterior Dibawah permukaan dari serebellum dan

pons lateral

2.2 Definisi Stroke

Stroke adalah suatu episode akut dari disfungsi neurologis yang diduga disebabkan

oleh iskemik atau hemoragik, yang berlangsung ≥ 24 jam atau sampai meninggal, tetapi

tanpa bukti yang cukup untuk diklasifikasikan (Sacco, dkk, 2013).

Iskemik adalah kurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan

darah dan oksigen di jaringan otak. Sedangkan hemoragik adalah keluarnya darah ke

jaringan otak dan ke ekstravaskular di dalam kranium (Caplan, 2009).

Page 15: Makalah CVA Final

2.3 Etiologi Stroke

Menurut Woodward (2011) :

a) Sebesar 85% kasus stroke disebabkan oleh iskemi dan infark pada jaringan otak.

Iskemi adalah kondisi kekurangan suplai darah akibat ketidaksesuaian aliran darah

dengan kebutuhan suplai darah di jaringan serebral untuk menjaga fungsi normal

seluler. Sedangkan infark adalah kondisi kerusakan ireversibel dan kematian jaringan

(nekrosis) yang disebabkan oleh iskemia.

1) Atherosklerosis

Atherosklerosis merupakan penyebab paling umum dari stroke iskemik. Munculnya

atheroma sebagai hasil dari respon inflamasi, mengarah pada penyimpanan bertahap

senyawa lipid dalam dinding arteri. Hal ini mengakibatkan pembentukan plak.

Proses ini diperberat oleh beberapa faktor seperti hipertensi, diabetes, merokok dan

hiperlipidemia. Mengakibatkan dinding arterial mengalami nekrosis, ulserasi atau

kalsifikasi.

b) Sisanya sebesar 15% kasus stroke disebabkan olehperdarahan intraserebral primer.

iskemi dapat terjadi akibat terjadinya athero-trombosis, antara lain stenosis pembuluh

darah besar, embolisasi plak antar arteri disertai oklusi pada pembuluh darah distal dan

SVD (Small Vessel Disease) dalam yang masuk ke arteri yang menyuplai basal ganglia,

massa otak, thalamus dan pons.

Faktor resiko terjadinya stroke iskemik pada pembuluh kecil memiliki kesamaan

dengan terjadinya infark/stroke lacunar, yaitu hipertensi dan diabetes. Pada Cerebro

Vascular Thrombotic, satu atau lebih vena serebral dan percabangannya mengalami

penyumbatan, mengakibatkan edema serebral, gangguan absorbsi cairan serebrospinal,

maupun infark hemoragik atau non hemoragik.

Stroke

Iskemik Stroke

Hemoragik Primer:

- Intraparenkimal

- Sub-Araknoid

Atherosklerosis

Cerebrovaskuler

Emboli Kardiogenik:

- Atrial Fibrilasi

- Penyakit Katup

- Thrombus Ventrikuler

- Dll

Penyakit Penetrasi

Arteri

(Lacuna)

Stroke Cryptogenik

Lain, Kasus tidak lazim:

- Diseksi Stasis

Prothrombic

- Arteritis

- Migrain/

vasospasme

- Drug abuse

- Dll

Hipoperfusi

Emboli

arteriogenik

15%

85%

20% 25% 20% 30%

5%

Sumber: Patricia Ann Blissit (2013)

Page 16: Makalah CVA Final

Menurut Brunner dan Suddarth (2002) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari

empat kejadian, yaitu:

1) Trombosis serebri (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher).

Senada dengan Brunner dan Suddarth, Price dan Wilson (1995) mengemukakan bahwa

trombosis serebri merupakan penyebab stroke yang paling sering ditemui yaitu pada

40 % dari semua kasus stroke yang telah dibuktikan oleh ahli patologi. Arteriosklerosis

serebral dan pelambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis serebri.

Secara umum, trombosis serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba, dan kehilangan bicara

sementara, hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan

paralisis berat pada beberapa jam atau hari (Brunner dan Suddarth, 1995). Mancall (cit.

Price dan Wilson, 1995) menambahkan bahwa trombosis serebri merupakan penyakit

orangtua. Usia yang paling sering terserang oleh penyakit ini berkisar antara 60 sampai

69 tahun.

2) Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian

tubuh yang lain).

Sedangkan pada embolisme serebral terjadi karena adanya abnormalitas patologik pada

jantung kiri. Seperti endokarditis infektif penyakit jantung rematik, dan infark miokard

serta infeksi pulmonal adalah tempat-tempat asal emboli. Embolus biasanya

menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-cabangnya, yang merusak sirkulasi

serebral.

3) Iskemia (penurunan aliran darah ke otak).

Iskemia serebral terutama karena konstriksi ateroma yang menyuplai darah ke otak

manifestasi paling umum adalah Transient Ischemic Attack (Brunner dan Suddarth,

2001).

4) Hemoragik serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan dalam

jaringan otak atau ruang sekitar otak). Akibatnya kehilangan penghentian suplai darah

ke otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen. Hemoragi dapat

terjadi diluar durameter (hemoragi ekstradural dan epidural), dibawah durameter

(hemoragi subdural), diruang subarakhnoid (hemoragi subarakhnoid) atau didalam

subtansi otak (hemoragi intraserebral) (Smeltzer, 2002).

2.4 Klasifikasi Stroke

Berdasarkan etiologi, stroke dikelompokkan menjadi : (Batticaca, 2008)

1) Stroke iskemik (infark atau kematian jaringan). Serangan sering terjadi pada usia 50

tahun atau lebih dan terjadi pada malam hingga pagi hari.

a) Trombosis pada pembuluh darah otak (thrombosis of cerebral vessels).

b) Emboli pada pembuluh darah otak (embolism of cerebral vessels).

2) Stroke hemoragik (perdarahan). Serangan sering terjadi pada usia 20-60 tahun dan

biasanya timbul setelah beraktifitas fisik atau karena psikologis (mental).

a) Perdarahan intra serebral (parenchymatous haemorrhage). Gejalanya :

Tidak jelas, kecuali nyeri kepala hebat karena hipertensi.

Serangan terjadi pada siang hari, saat beraktifitas, dan emosi tidak terkontrol.

Mual atau muntah pada permulaan serangan.

Page 17: Makalah CVA Final

Hemiparesis atau hemiplegia terjadi sejak awal serangan.

Kesadaran menurun dengan cepat dan menjadi koma (65% terjadi kurang dari

30 menit - 2 jam; <2% terjadi setelah 2 jam – 19 hari).

b) Perdarahan subarakhnoid (subarakhnoid haemorrhage). Gejalanya :

Nyeri kepala hebat dan mendadak.

Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi.

Ada gejala dan tanda meningeal.

Papiledema terjadi bila ada perdarahan subarakhnoid karena pecahnya

aneurisma pada arteri komunikans anterior atau arteri karotis interna.

Penggolongan berdasarkan perjalanan klinisnya dikelompokkan sebagai berikut :

1) Transient ischemic Attack ( TIA)

Gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa

jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan smpurna dalam waktu

kurang dari 24 jam.

2) Stroke involusi

Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat

semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.

3) Stroke komplit

Gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atatu permanen. Sesuai dengan

istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.

2.5 Faktor Resiko

Faktor risiko adalah suatu faktor atau kondisi tertentu yang membuat seseorang rentan

terhadap serangan stroke, umumnya dibagi menjadi :

1) Faktor Risiko Internal, yang tidak dapat dikontrol / diubah / dimodifikasi :

a) Umur, dimana kejadian stroke makin tinggi pada klien usia lanjut.

Padahal usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk pembuluh

darah otak. Usia merupakan faktor risiko stroke, semakin tua usia seseorang maka

risiko terkena stroke pun semakin tinggi. Namun penderita stroke saat ini tidak

terbatas pada seseorang dengan usia lanjut, kaum usia produktif pun perlu waspada

terhadap ancaman stroke. Pada usia produktif, stroke dapat menyerang terutama

pada mereka yang gemar mngonsumsi makanan berlemak dan pengguna narkoba

( walaupun belum memiliki angka yang pasti).

b) Jenis kelamin. Angka kejadian terjadinya stroke pada penderita laki-laki, dilaporkan

lebih banyak daripada penderita wanita.

c) Ras / suku bangsa

Bangsa Afrika/Negro, Jepang ,dan Cina lebih sering terkena stroke. Orang

yang berwatak keras terbiasa cepat atau terburu-buru, seperti orang Sumatra,

Sulawesi, dan Madura rentan terkena stroke.

d) Riwayat keluarga / keturunan

Seseorang dengan orang tua / saudara kandung yang pernah mengalami stroke,

maka yang bersangkutan berisiko terkena stroke.

Page 18: Makalah CVA Final

2. Faktor Risiko Eksternal, yang dapat dikontrol / diubah / dimodifikasi :

a) Hipertensi

Hipertensi dapat disebabkan arterosklerosis pembuluh darah serebral, sehingga

pembuluh darah tersebut mengalami penebalan dan degenerasi yang kemudian

pecah/menimbulkan perdarahan. Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun

menyempitnya pembuluh darah otak apabila pembuluh darah otak pecah maka

timbullah perdarahan otak, dan apabila pembuluh darah otak menyempit maka

aliran darah ke otak terganggu dan sel-sel otak akan mengalami kematian.

b) Hipotensi

Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba dapat menyebabkan berkurangnya aliran

darah ke otak yang kemudian menyebabkan pingsan atau tidak sadarkan diri. Stroke

bisa terjadi jika tekanan darah rendah sangat berat dan menahun. Hal ini terjadi jika

seseorang mengalami kehilangan darah dalam jumlah banyak karena cidera atau

pembedahan, serangan jantung, atau irama jantung yang abnormal.

c) Diabetes Mellitus.

Diabetes mellitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak yang

berukuran besar. Menebalnya dinding pembuluh darah otak akan menyempitkan

diameter pembuluh darah tadi kemudian menganggu kelancaran aliran darah ke

otak, yang pada akhirnya akan menyebabkan infark sel-sel otak.

d) Penyakit kardiovaskuler

Penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan stroke dikemudian hari

seperti penyakit jantung rematik, penyakit jantung koroner dengan infark otot

jantung dan gangguan irama jantung. Faktor risiko ini pada umumnya akan

menimbulkan hambatan atau sumbatan aliran darah ke otak karena jantung melepas

gumpalan atau sel-sel atau jaringan yang telah mati ke aliran darah. Misalnya

embolisme serebral berasal dari jantung seperti penyakit arteri koronaria, gagal

jantung kongestif, MCI, hipertrofi ventrikel kiri. Pada fibrilasi atrium menyebabkan

penurunan CO, sehingga perfusi darah ke otak menurun, maka otak akan

kekurangan oksigen yang akhirnya dapat terjadi stroke.

e) Transient Ischemic Attack (TIA)

Transient Ischemic Attack dapat terjadi beberapa kali dalam 24 jam, atau

dapat berkali-kali dalam 1 minggu. Makin sering seseorang mengalami Transient

Ischemic Attack ini maka kemungkinan untuk mengalami stroke makin besar.

3) Faktor Risiko Tambahan

a) Kadar lemak darah tinggi

Kadar lemak ini termasuk kolesterol dan trigliserida. Meningginya kadar

kolesterol merupakan faktor penting terjadinya aterosklerosis (menebalnya dinding

pembuluh darah) dalam hal ini kolesterol darah yang berperan terutama adalah Low

Density Lipoprotein (LDL). Peningkatan kadar Low Density Lipoprotein dan

penurunan kadar HDL (High Density Lipoprotein) merupakan faktor risiko

terjadinya penyakit jantung koroner dan penyakit jantung seperti ini merupakan

faktor risiko stroke. Selain itu peningkatan kolesterol tubuh dapat menyebabkan

terbentuknya emboli lemak sehingga aliran darah lambat termasuk ke otak, maka

perfusi otak menurun.

Page 19: Makalah CVA Final

b) Obesitas atau kegemukan.

c) Merokok

Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga

pada kemungkinan penumpukan arterosklerosis dan kemudian berakibat terhadap

stroke. Merokok menyebabkan peningkatan koagulabilitas, viskositas darah,

meningkatkan kadar fibrinogen, mendorong agregasi platelet, meninggikan tekanan

darah, meningkatkan hematokrit, menurunkan kolesterol HDL dan meningkatkan

kolesterol LDL.Perokok pasif, beresiko sama dengan perokok aktif.

d) Alkoholik

Konsumsi alkohol secara berlebihan dapat menyebabkan hipertensi, penurunan

aliran darah ke otak dan ardiak aritmia serta kelainan motilitas pembuluh darah

sehingga terjadi emboli serebral.

e) Penggunaan obat tertentu dalam jangka waktu lama

Stroke juga bisa terjadi bila suatu peradangan atau infeksi menyebabkan

penyempitan pembuluh darah yang menuju ke otak. Obat-obatan (misalnya kokain

dan amfetamin) juga bisa mempersempit pembuluh darah di otak dan menyebabkan

stroke.

f) Faktor risiko lainnya adalah gangguan tidur obstruktif, kadar homosistein yang

tinggi, kontrasepsi hormonal, infeksi, dan penyakit jantung.

2.6 Patofisiologi Stroke (Price, 2006)

Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di dalam arteri-

arteri yang membentuk sirkulasi Willisi: arteri karotis interna, dan sistem

vertebrobasiler atau semua cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah ke

jaringan otak terputus selama 15—20 menit, akan terjadi infark atau kematian

jaringan. Perlu diingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di

daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut. Alasanya adalah bahwa mungkin

terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah tersebut. Proses patologik yang

mendasari mungkin salah satu dari berbagai proses yang terjadi di dalam pembuluh

darah yang memperdarahi otak. Patologinya dapat berupa (1) keadaan penyakit pada

pembuluh darah itu sendiri, seperti pada aterosklerosis dan thrombosis, robeknya

dinding pembuluh, atau peradangan; (2) berkurangnya perfusi akibat gangguan status

aliran darah, misalnya syok atau hiperviskositas darah; (3) gangguan aliran darah

akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh

ekstrakranium; atau (4) rupture vascular di dalam jaringan otak atau ruang

subaraknoid.

2.6.1 Serangan Iskmeik Transient (TIA)

Suatu stroke mungkin didahului oleh serangan iskemik transien (TIA) yang

serupa dengan angina pada serangan jantung. TIA adalah serangan-serangan defisit

neurologis yang mendadak dan singkat akibat iskemia otak fokal yang cenderung

membaik dengan kecepatan dan tingkat penyembuhan bervariasi tetapi biasanya

Page 20: Makalah CVA Final

dalam 24 jam. Istilah ini merupakan istilah klinis dan tidak mengisyaratkan penyebab.

Serangan serangan ini menimbulkan beragam gejala, bergantung pada lokasi jaringan

otak yang terkena, dan disebabkan oleh gangguan vascular yang sama dengan yang

menyebabkan stroke. TIA merupakan hal penting karena merupakan peringatan dini

akan kemungkinan infark serebrum di masa mendatang. TIA mendahului stroke

trombotik pada sekitar 50% sampai 75% pasien. Dengan demikian, orang yang

mengalami TIA memerlukan pemeriksaan medis dan neurologis yang lengkap.

Tindakan ini penting untuk mencegah stroke, karena sering dijumpai penyebab

penyebab yang dapat diobatai seperti fibrilasi atrium. Pemeriksaan klinis yang paling

sederhana adalah hitung darah lengkap (HDL), panel metabolic dasar, faktor

pembekuan, elektrokardiogram (EKG), dan pemeriksaan Doppler karotis (non

invasive). Istilah yang sekarang menjadi jarang digunakan adalah Reversible Ischemic

Neurologic Deficit (RIND). RIND yang kadang-kadang disebut “stroke ringan” (small

stroke), adalah TIA dengan tanda-tanda yang berlangsung lebih dari 24 jam. Biasanya

penyebabnya adalah stenosis aterosklerosis sebuah arteri karotis. Pasien yang jelas

memperlihatkan bising karotis di sisi yang terkena seyogyanya menjalani

pemeriksaan Doppler karotis dan angiografi. Pemeriksaan-pemeriksaan ini sangat

penting untuk mendiagnosis lesi yang dapat diperbaiki secara bedah. Bahkan tanpa

terdengar bruit, prosedur-prosedur diagnostic tetap harus dilakukan apabila terdapat

gejala deficit di sirkulasi karotis (anterior), terutama apabila disertai emboli pada

arteriol retina (Wiederholt, 2000)

Identifikasi bagian otak yang terkena TIA tidaklah selalu mudah dilakukan.

Namun, timbulnya kebutaan satu mata dengan atau tanpa kelemahan atau baal

kontralateral selalu mengisyaratkan sistem karotis, demikian juga afasia reseptif atau

sensorik. Meredup atau menghilangnya penglihatan secara transien di satu mata

(amaurosis fugaks) disebabkan oleh terhentinya aliran darah oleh arteri oftalmika

(cabang arteri karotis interna) yang memperdarahi arteri arteri retina. Stenosis karotis

yang disebabkan oleh plak aterosklerotik, mikroembolus dari plak aterosklerotik, atau

menurunya curah jantung dapat menyebabkan kurang adekuatnya perfusi ke otak

sehingga timbul gejala-gejala tersebut. Tanda utama keterlibatan sistem

vertebrobasiler adalah kelemahan bilateral, gangguan penglihatan,pusing bergoyang,

sering jatuh mendadak, rasa baal, atau kombinasinya Semakin sering frekuensi TIA,

semakin besar probabilitas terjadinya stroke dikemudian hari.

Subclavian steal syndrome adalah suatu bentuk TIA yang merupakan contoh

klasik obstruksi arteri ekstrakranium yang mengganggu aliran darah melalui sistem

arteria vertebrobasilaris. Apabila arteria subklavia tersumbat dekat pangkalnya, aliran

darah ke arteria vertebralis dapat berbalik sehingga aliran darah mengalir menjauhi

(“tercuri”) dari arteria basilaris dan sirkulasi Willisi untuk memperdarahi lengan

dengan mengorbankan sirkulasi otak. Tempat tersering obstruksi (biasanya

disebabkan oleh aterosklerosis) adalah di arteria subklavia sinistra, dekat pangkal

arteria vertebralis sinistra. Saat lengan kiri beraktifitas,darah dialirkan dari dari arteria

vertebralis dekstra ke arteria vertebralis sinistra tempat arah aliran retrograde sehingga

Page 21: Makalah CVA Final

terjadi iskemia serebrum. “ Subclavian Steal” ini dapat menyebabkan TIA

vertebrobasiler tetapi jarang menyebabkan stroke. Pada pemeriksaan fisik mungkin

dijumpai perbedaan amplitudo denyut dan tekanan darah (>20 mmHg) diantara kedua

lengan. Diagnosis dipastikan dengan angiografi dan penyakit ini dapat diperbaiki

secara bedah dengan endarterektomi atau okulasi pintas.

2.6.2 Stroke Iskemik (Price, 2006)

Sekitar 80—85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat obstruksi

atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat

disebabkan oleh bekuan (thrombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak

atau pembuluh organ distal. Pada thrombus vascular distal, bekuan dapat terlepas,

atau mungkin terbentuk di dalam suatu organ seperti jantung, dan kemudian dibawa

melalui sistem arteri ke otak sebagai suatu embolus. Terdapat beragam penyab stroke

trombotik dan embolik primer, termasuk aterosklerosis, arterititis, keadaan

hiperkoagulasi, dan penyakit jantung structural. Namun, trombosis yang menjadi

penyulit aterosklerosis merupakan penyabab pada sebagian besar kasus stroke

trombotik, dan embolus dari pembuluh besar atau jantung merupakan penyebab

tersering stroke embolik (Smith et.al 2011)

Selama tahun 1990an para peneliti membuat kemajuan besar dalam

mengungkapkan mengapa sel-sel neuron mati selama stroke iskemik. Sebagian besar

stroke berakhir dengan kematian sel-sel di daerah pusat lesi (infark) tempat aliran

darah mengalami penurunan drastis sehingga sel-sel tersebut biasanya tidak dapat

pulih. Ambang perfusi ini biasanya terjadi apabila CBF hanya 20% dari normal atau

kurang. CBF normal adalah sekitar 50 ml/100 gr jaringan otak/ menit. The National

Stroke Association (2001) telah meringkas mekanisme cedera sel akibat stroke

sebagai berikut:

1. Tanpa obat-obatan neuroprotektif, sel-sel yang mengalami iskemia 80% atau lebih

(CBF 10 ml/100 gr jaringan otak/ menit) akan mengalami kerusakan ireversibel dalam

beberapa menit. Daerah ini disebut pusat iskemik. Pusat iskemik dikelilingi oleh

daerah lain jaringan yang disebut penumbra iskemik atau “zona transisi” dengan CBF

antara 20% dan 50% normal (10—25 ml/100 gr jaringan otak/ menit. Sel-sel neuron

di daerah ini berada dalam bahaya tetapi belum rusak secara ireversibel. Terdapat

bukti bahwa jendela waktu untuk timbulnya penumbra pada stroke dapat bervariasi

dari 12 sampai 24 jam.

Page 22: Makalah CVA Final

Gambar 2.1 Skematik perbandingan area infark, penumbra, dan sehat (Price, 2006)

2. Secara cepat di dalam pusat infark, dan setelah beberapa saat di daerah penumbra

iskemik, cedera dan kematian sel otak berkembang sebagai berikut:

- Tanpa pasokan darah yang memadai, sel-sel otak kehilangan kemampuan

untuk menghasilkan energi—terutama adenosine trifosfat (ATP)

- Apabila kekurangan energi ini, pompa natrium-kalium sel berhenti berfungsi

sehingga neuron neuron membengkak.

- Salah satu cara sel otak berespons terhadap kekurangan energi ini adalah

dengan meningkatkan konsentrasi kalsium intrasel. Yang memperparah

masalah, dan mendorong konsentrasi ke tingkat yang membahayakan adalah

proses eksitotoksisitas, yaitu sel-sel otak melepaskan neurotransmitter

eksitatorik glutamate dalam jumlah berlebihan. Glutamat yang dibebaskan ini

merangsang aktivitas kimiawi dan listrik di sel otak lain dengan melekat ke

suatu molekukl di neuron lain, Resptor N-metil-D-aspartat (NMDA).

Pengikatan reseptor ini memicu pengaktivan enzim nitrat oksida sintase

(NOS), yang menyebabkan terbentuknya molekul gas, nitrat oksida (NO).

Pembentukan NO dapat terjadi secara cepat dalam jumlah besar sehingga

terjadi penguraian dan kerusakan struktur-struktur sel yang vital. Proses ini

terjadi melalui perlemahan asam deoksiribonukleat (DNA) neuron, yang pada

giliranya, mengaktifkan enzim, poli (adenosin difosfat—[ADP] ribose)

polymerase (PARP). PARP adalah suatu enzim nukleus yang mengenali

kerusakan pada untai DNA dan sangat penting dalam perbaikan DNA

(Mandir.et.al 2001). Namun, PARP diperkirakan menyebabkan dan

mempercepat eksitokisistas setelah iskemia serebrum, sehingga terjadi deplesi

energi sel yang hebat dan kematian sel (apoptosis).

- NO terdapat secara alami di tubuh dan meningkatkan banyak fungsi

fisiologik yang bergantung pada vasodilatasi, zat ini juga merupakan bahan

aktif dalam obat vasodilator kuat seperti natrium nitroprusid (Nipride).

A

B

Penumbra Iskemik:

CBF = 10-25 ml/100g jaringan otak/menit

(hilangnya autoregulasi dan responsivitas CO2)

Pusat Iskemik: CBF = < 10 ml/100g jaringan otak/menit

(infark jaringan otak)

Otak Sehat:

CBF = ≥ 50 ml/100g jaringan otak/menit

(Autoregulasi dan responsivitas CO2 utuh)

Page 23: Makalah CVA Final

Namun, dalam jumlah berlebihan, NO dapat menyebabkan kerusakan dan

kematian neuron. Obat yang dapat menghambat NOS dan produksi NO atau

menghambat kerja enzim PARP mungkin akan bermanfaat untuk mengurangi

kerusakan otak akibat stroke.

- Sel-sel otak akhirnya mati akibat kerja berbagai protease (enzim yang

mencerna protein sel) yang diaktifkan oleh kalsium, lipase (enzim yang

mencerna membrane sel), dan radikal bebas yang terbentuk akibat jenjang

iskemik.

- Akhirnya, jaringan otak yang mengalami infark membengkak dan dapat

menimbulkan tekanan dan distorsi serta merusak batang otak.

Setelah episode iskemik permulaan, faktor mekanis dan kimiawi

menyebabkan kerusakan sekunder. Faktor yang paling banyak menimbulkan cedera

adalah (1) rusaknya sawar darah-otak dan sawar darah-CSS akibat terpajan zat-zat

toksik, (2) edema interstisium otak akibat meningkatnya permeabilitas vascular di

arteri yang terkena, (3) zona hiperperfusi yang mengelilingi jaringan iskemik yang

dapat mengalihkan aliran darah dari dan mempercepat infark neuron-neuron yang

sudah mengalami iskemia. Dan (4) hilangnya autoregulasi otak sehingga CBF

menjadi tidak responsive terhadap perbedaan tekanan dan kebutuhan metabolik.

Hilangnya autoregulasi adalah penyulit stroke yang sangat berbahaya dan

dapat memicu lingkaran setan berupa meningkatnya edema otak, meningkatnya TIK,

dan semakin luasnya keruaskan neuron. Dengan hilangnya autoregulasi, arteriol-

arteriol tidak lagi mampu mengendalikan CBF sesuai kebutuhan metabolik. Arteriol-

arteriol tersebut juga tidak dapat melindungi kapiler otak dari peningaktan atau

penurunan mendadak tekanan darah. Aliran darah otak sekarang dikendalikan semata-

mata oleh tekanan arteri sistemik rata-rata (MAP). Pada hipotensi berat, tekanan

perfusi serebrum menurun sehingga terjadi iskemia. Akhirnya, karena iskemia

menimbulkan perubahan kimiawi di dalam sel, akan terjadi kerusakan akibat

meningkatnya edema serebrum, yang semakin menurunkan aliran darah ke otak dalam

suatu sistem beraliran lambat. Sayangnya, dengan menghilangnya autoregulasi,

hipertensi arteri sistemik yang tidak terkendali dapat menimbulkan akibat yang sama.

Serupa dengan keadaan tekanan darah yang sangat rendah, pada keadaan tekanan

tinggi CBF mengikuti MAP sitemik. Dengan demikian CBF meningkat, TIK

meningkat, sehingga kapiler-kapiler otak mengalami distenis dan menjadi permeable.

Proses ini, tentu saja menimbulkan lingkaran setan jenis lain, berupa hilangnya

tekanan onkotik di kapiler serebrum dan terjadinya edema di jaringan interstisum

otak.

Page 24: Makalah CVA Final

iskemia

Glutamat release

Reseptor NMDA Reseptor AMPA Reseptor

Metabotropic

Gen Pemrogram

kematikan

sel/survival

Depolarisasi Peningkatan Ca++

Intraseluler

Peningkatan

nNOS

Peningkatan Na+

intraseluler Sel Membengkak

Apoptosis Protein

Endonuclease Radikal Bebas

Injuri

Mitokondria

Eksitoksisiti Infark Otak

Bagan Alur Neurodegeneratif. Sumber: Patricia Ann Blissit (2013)

Page 25: Makalah CVA Final

2.6.3 Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15—20% dari semua stroke, dapat

terjadi apabila lesi vaskuler intraserebrum mengalami rupture sehingga terjadi

perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak.

Sebagian dari lesi vaskuler yang dapat menyebabkan perdarahan subaraknoid (PSA)

adalah aneurisma sakular (Berry) dan malformasi arteriovena (MAV). Mekanisme

lain pada stroke hemoragik adalah pemakaian kokain atau amfetamin, karena zat-zat

ini dapat menyebabkan hipertensi berat dan perdarahan intraserebrum atau

subaraknoid.

Perdarahan dapat dengan cepat menimbulkan gejala neurologic karena tekanan

pada struktur-sturktur saraf di dalam tengkorak. Iskemia adalah konsekuensi sekunder

dari perdarahan baik yang spontan maupun traumatik. Mekanisme terjadinya iskemia

tersebut ada dua: (1) tekanan pada pembuluh darah akibat ekstravasasi darah ke dalam

tengkorak yang volumenya tetap, (2) vasospasme reaktif pembuluh-pembuluh darah

yang terpajan ke darah bebas di dalam ruang antara lapisan araknoid dan piaatter

meningen. Biasanya stroke hemoragik secara cepat menyebabkan kerusakan fungsi

otak dan kehilangan kesadaran. Namun, apabila perdarahan berlangsung lambat,

pasien kemungkinan besar mengalami nyeri kepala hebat, yang merupakan skenario

khas perdarahan subaraknoid (PSA). Tindakan pencegahan utama untuk perdarahan

otak adalah mencegah cedera kepala dan mengendalikan tekanan darah.

2.7 Manifestasi Klinis

Anatomi dan Korelasi Klinis: Circle of Willis ; Sumber Patricia Ann Blissitt dalam AACN (2013)

Area Presentasi Klinis

1. Sirkulasi Anterior (Lobus frontal, lobus

temporal, lobus parietal, lobus oksipital)

Arteri karotis internal (ICA) Kelemahan/paralisis dan kehilangan

sensori dari Lengan dan kaki kontralateral;

homonim hemianopsia kontalateral;

ekspresif dan reseptif aphasia/diphasia

Arteri Serebral Anterior (ACA) Kelemahan/paralisis kaki kontralateral dan

kehilangan sensori (kaki lebih buruk

daripada lengan); abnormalitas pada lobus

frontal pengatur perilaku; homonim

hemianopsia kontalateral; hemineglect

kontralateral jika lesi pada sisi tidak

dominan

Arteri serebral tengah (MCA) Kelemahan/paralisis lengan kontralateral

dan kehilangan sensori (lengan lebih buruk

dibanding kaki); abnormalitas lobus frontal

pengatur perilaku; homonim hemianopsia

kontalateral; Kehilangan sensori dan

motorik wajah bagian bawah kontralateral;

Dispasia ekspresif/reseptif pada bagian

dominan

Page 26: Makalah CVA Final

2. Sirkulasi Posterior (Lobus oksipital,

Serebellum, dan batang otak)

Arteri serebral posterior (PCA) Hemiplegi kontralateral dan kehilangan

senosri; hemianopsia homonim

Arteri Basiler Vertebral (VB) Hemiplegia, kelemahan/mati rasa pada

ipsilateral wajah; dysarthria, dysphagia,

vertigo, mual, muntah, pusing, gaya

berjalan ataksia, syndrome locked-in

Arteri Serebral Posterior inferior (PICA) Sindrom Wallenberg: ataksia, vertigo,

mual dan muntah; nyeri badan

kontralateral dan penurunan suhu; nyeri

wajah ipsilateral dan penurunan suhu;

nistagmus, dysarthria, dysphagia,

dysphonia, sindrom horner

Cerebellum Ataksia, dysarthria, tatapan kosong

(diconjugate gaze), nistagmus

Batang otak Kuadriplegia dan Kehilangan sensori;

Ataksia, dysarthria, tatapan kosong

(diconjugate gaze), nistagmus

3. Sindrom Lacunar Penurunan motorik saja atau sensori saja

yang terbatas hanya pada satu sisi tubuh

Gambar 1.2. Arteri ekstrakranium dan

intrakranium darah ke otak. Sirkulasi

Willisi dan cabang-cabang utamanya

juga diperlihatkan. Tempat-tempat

aterosklerosis di pembuluh darah otak

diberi tanda (bagian yang gelap),

dengan lokasi utama adalah

bifurkasio karotis dan pangkal dari

cabang-cabang aorta, arteria

inominata, dan arteri subklavia. Ini

adalah temapt temapat yang dapat

menjalani pembedahan (Price, 2006)

Page 27: Makalah CVA Final

Gejala klinis yang timbul juga tergantung dari jenis stroke.

1) Gejala klinis pada stoke hemoragik berupa :

a) defisit neurologis mendadak, didahului gejala prodromal yang terjadi pada saat

istirahat atau bangun pagi,

b) kadang tidak terjadi penurunan kesadaran,

c) terjadi terutama pada usia >50 tahun,

d) gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh

darah dan lokasinya.

2) Gejala klinis pada stroke akut berupa :

a) Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul

mendadak,

b) gangguan sensibilitas pada salah satu anggota badan (gangguan hemisensorik),

c) perubahan mendadak pada status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor atau

koma),

d) afasia (tidak lancar atau tidak dapat bicara),

e. disartria (tidak lancar atau tidak dapat bicara),

f) ataksia (tungkai atau anggota badan tidak tepat pada sasaran),

g) vertigo (mual dan muntah atau nyeri kepala).

2.7 Diagnosis Banding dan Perbandingan Manifestasi Klinis Stroke

Kriteria

Perbedaan

Stroke Hemoragik Stroke Iskemik

Parenchymatous

Haemorrhage

Subarachnoid

Haemorrhage

Thrombosis of

cerebral vessels

Embolism of

cerebral vessels

Usia 45-60 th 20-40 th 50 th Tidak

berpengaruh

Tanda awal Sakit kepala

menetap

Sakit kepala

sementara

Serangan TIA

(iskemik

sementara)

Tidak sakit

kepala

Wajah Hiperemi pada

wajah &

konjungtiva

Hiperemi pada

wajah, tampak

blefarospasme

Pucat Pucat

Saat timbulnya

penyakit

Mendadak, kadang

pada saat

melakukanaktifitas

& adanya tekanan

mental

Mendadak,

merasa ada

tiupan di kepala

Secara perlahan,

sering pada

malam hari atau

menjelang pagi

Mendadak

Gangguan

kesadaran

Penurunan

kesadaran

mendadak

Gangguan

kesadaran yang

reversible

Kecepatan

menurunnya

sesuai dengan

memberatnya

Sering pada awal

kejadian atau

perubahan yang

terjadi sesuai

Page 28: Makalah CVA Final

defisit neurologis dengan beratnya

defisit neurologis

Sakit kepala Kadang-kadang Kadang-kadang Jarang Jarang

Motor exitation Kadang-kadang Kadang-kadang Jarang Jarang

Muntah 70-80% >50% Jarang 2-5% Kadang-kadang

(25-30%)

Pernafasan Ireguler, snooring Kadang Cheyne-

Stokes,

kemungkinan

bronchorrea

Jarang terjadi

gangguan pada

kasus proses

hemisfer

Jarang terjadi

gangguan pada

kasus proses

hemisfer

Nadi (pulse) Tegang, bradikardi

lebih sering

daripada

takikardia

Kecepatan nadi

80-100x/mnt

Mungkin cepat

dan halus

Bergantung pada

etiologi penyakit

jantung

Jantung (heart) Batas jantung

mengalami

dilatasi, tekanan

aorta terdengar

pada bunyi

jantung II

Patologi jantung

jarang

Lebih sering

kardiosklerosis,

tanda hipertonik

jantung

Alat jantung,

endokarditis,

aritmia kardiak

Tekanan darah Hipertensi arteri Jarang

meningkat

(mungkin

menetap tak

berubah)

Bervariasi Bervariasi

Paresis atau

plegia

ekstremitas

Hemiplegia

dengan aktifitas

berlebih, ekstensi

abnormal

Bisa tidak ada. Hemiparesis

lebih prominen

pada salah satu

ekstremitas bisa

mengarah ke

hemiplegia

Hemiparesis,

kelemahan di

salah satu

ekstremitas lebih

tampak daripada

yang lainnya.

Kadang-kadang

mengarah ke

hemiplegia

Tanda patologi Kadang-kadang

bilateral, tampak

lesi pada salah

satu sisi cerebral

Kadang-kadang

mengarah ke

bilateral

Unilateral Unilateral

Page 29: Makalah CVA Final

Rata-rata

perkembangan

penyakit

Cepat Cepat Secara perlahan Cepat

Serangan Jarang 30% Jarang Jarang

Tanda awal

iritasi meningeal

Kadang-kadang Hampir selalu Jarang Jarang pada

gejala awal

penyakit

Pergerakan mata Kadang-kadang Kadang-kadang Kadang-kadang Jarang

Cairan

Serebrospinal

Berdarah atau

xanthocromic

dengan

peningkatan

tekanan

Kadang-kadang

perdarahan

Tidak berwarna

dan jernih

Tidak berwarna

dan jernih

Fundus mata Kadang-kadang

perdarahan dan

perubahan

pembuluh darah

Jarang

perdarahan

Perubahan

sklerotik

pembuluh darah

Perbedaan

perubahan

pembuluh darah

(atherosklerosis

dan vaskulitis)

Echo-EG Terdapat tanda

pergantian M-echo

dan hematoma

Tidak terdapat

tanda pergantian

M-echo di edema

otak dan

hipertensi

intrakranial

Tidak terdapat

tanda pergantian

M-echo atau

kemungkinan

pergantian hingga

2 mm keutuhan

hemisfer pada

hari pertama

serangan stroke

Tidak terdapat

tanda pergantian

M-echo atau

kemungkinan

pergantian hingga

2 mm keutuhan

hemisfer pada

hari pertama

serangan stroke

2.8 Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Wiwit, 2010 bukanlah hal yang mudah menentukan seseorang terkena

stroke atau tidak. Dalam hal ini harus melewati berbegai prosedur sebelum menyatakan

seseorang terkena stroke. Langkah-langkah yang ditempuh antara lain pemeriksaan darah,

pemeriksaaan dengan alat pemindai, seperti MRI (magnetik resonance imaging) atau CT

Scan (computerized tomography scanning). Selain itu, dibutuhan juga wawancara

(anamnesa) dan pemeriksaan fisik dengan seseorang yang diduga menderita stroke.

2.8.1 Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik Neurologis

Wawancara dilakukan untuk mendapatkan gambaran klinis seseorang. Dengan

berbicara langsung dengan pasien, akan dapat memperkirakan tingat keparahan

penyakit yang diderita pasien. Dalam wawancara ini, ada beberapa hal yang perlu

ditanyakan kepada penderita stroke antara lain : gejala apa yang dialami dan berapa

Page 30: Makalah CVA Final

lama serangan telah terjadi, pernahkah penderita mengalami gejala yang sama

sebelumnya, adakah keluhan menderita penyakit lain, dan obat apa yang sedang

diminum dan sebagainya. Selain hal itu minta klien menggerakkan beberapa organ

tubuhnya, memukul lutut untuk mengecek gerak refleks, dan sebagainya.

Pemeriksaan neurologi terdiri atas :

1) Tingkat kesadaran, dibagi menjadi 2 yaitu kualitatif dan kuantitatif

a) Kualitatif

Komposmentis (kesadaran yang normal)

Somnolen, adalah keadaan mengantuk. Kesadaran dapat oulih penuh bila

dirangsang. Biasa disebut juga letargi. Penderita mudah dibangunkan, mampu

memberi jawaban verbal dan menangkis rangsang nyeri.

Sopor (stupor), adalah kantuk yang mendalam. Masih dapat dibangunkan

dengan rangsang yang kuat, namun kesadarannya segera menurun kembali.

Masih mengikuti suruhan singkat, terlihat gerakan spontan. Dengan rangsang

nyeri penderita tidak dapat dibangunkan sempurna. Tidak diperoleh jawaban

verbal dari penderita tetapi gerak motorik untuk menangkis rangsang nyeri

masih baik.

Koma ringan adalah tidak ada respon terhadap rangsang verbal. Reflek kornea,

pupil masih baik. Gerakan timbul sebagai respon dari rangsang nyeri tetapi

tidak terorganisasi. Penderita sama sekali tidak dapat dibangunkan.

Koma dalam atau komplit. Tidak ada jawaban sama sekali terhadap rangsang

nyeri yang bagaimanapun kuatnya.

b) Kuantitatif (glasgow coma scale)

Membuka Mata

Spontan 4

Terhadap bicara 3

Dengan rangsang 2

Tidak ada reaksi 1

Respon Verbal

Baik, tidak ada disorientasi 5

Kacau (confused- dapat bicara

dalam kalimat, namun ada

disorientasi waktu dan tempat)

4

Tidak tepat (dapat mengucapkan

kata-kata namun tidak berupa

kalimat)

3

Mengerang 2

Tidak ada jawaban 1

Page 31: Makalah CVA Final

Respon Motorik

Menurut perintah 6

Mengetahui lokasi nyeri 5

Reaksi menghindar 4

Reaksi fleksi (dekortikasi) 3

Reaksi ekstensi (deserebrasi) 2

Tidak ada reaksi 1

2) Rangsang Selaput Otak

Rangsang selaput otak dapat memberikan beberapa gejala, diantaranya:

a) Kaku kuduk

Merupakan gejala yang sering dijumpai pada kelainan rangsang selaput otak. Cara

pemeriksaan:

Tempatkan tangan pemeriksa dibawah kepala pasien yang sedang berbaring

Kepala ditekukan (fleksi), usahakan dagu mencapai dada

Untuk mengurangi salah tafsir, penekukan kepala dilakukan saat klien ekspirasi

Kaku kuduk(+), jika kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada

b) Tanda Lasegue, cara pemeriksaan:

Luruskan kedua tungkai pada pasien yang sedang berbaring

Satu tungkai diangkat lurus, dibengkokan (fleksi) pada persendian panggul

Tungkai yang lain harus selalu berada dalam keadaan ekstensi (lurus)

Tanda lasegue (+), jika timbul rasa sakit dan tahanan sebelum kita

menacapai sudut 70 derajat, normalnya kita dapat mencapai sudur 70

derajat tanpa rasa sakit dan tahahan, kecuali pada usila diambil patokan 60

derajat.

c) Tanda kernig, cara pemeriksaan:

Fleksikan paha pada persendian panggul sampai sudut 90 derajat, dengan posisi

berbaring

Tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut

Biasanya kita dapat melakukan ekstensi ini sampai sudut 135 derjat antara tungkai

bawah dan tungkai atas

Tanda kernig (+), jika terdapat tahanan dan rasa nyeri sebelum mencapai sudut ini

d) Tanda Brudzinski I, cara pemeriksaan:

Tempatkan tangan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring

Tangan yang lain sebaiknya ditempatkan didada pasien untuk mencegah

diangkatnya badan

Tekukan kepala sejauh mungkin sampai dagu mencapai dada

Brudzinski I (+), jika mengakibatkan fleksi kedua tungkai. Sebelumnya

kaji dulu apakah ada kelumpuhan pada tungkai.

Page 32: Makalah CVA Final

e) Tanda Brudzinski II, cara pemeriksaan:

Pada posisi berbaring, fleksikan satu tungkai pada persendian

panggul

Tungkai yang lain berada dalam keadaan lurus (ekstensi)

Brudzinski II (+), jika tungkai yang satu ini ikut pula terfleksi.

Sebelumnya kaji dulu apakah ada kelumpuhan pada tungkai

3) Saraf otak

a) Saraf otak 1 (Nervus Olfaktorius)

Merupakan saraf sensorik yang fungsinya untuk mencium bau, menghidu. Cara

pemeriksaan:

Pemeriksaan lubang hidung, apakah ada sumbatan atau kelainan setempat, contoh:

ingusan, polip

Dengan satu lubang hidung pasien disuruh untuk menghidu zat yang tidak

merangsang, seperti: teh, kopi, tembakau

Periksa masing-masing hidung secara bergantian dengan menutup lubang hidung

yang lainnya.

b) Saraf otak II (Nervus optikus)

Jika pasien tidak mempunyai keluhan yang berhubungan dengan nervus II dan

pemeriksa juga tidak mencurigai adanya gangguan maka biasanya dilakukan

pemeriksaan nervus II (ketajaman penglihatan dan lapang pandang) secara kasar.

Jika ditemukan kelainan harus dilakukan pemeriksaan yang lebih teliti. Selain itu

dilakukan pemeriksaan oftalmoskopik sebagai pemeriksaan rutin neurologi. Cara

pemeriksaan:

- Ketajaman penglihatan

Pasien disuruh mengenali benda yang letaknya jauh (misalnya jam dinnding dan

diminta menyatakan jam berapa) dan membaca huruf yang ada dibuku atau koran.

Bila ketajaman mata pasien sama dengan pemeriksa, maka hal ini dianggap

normal.

- Lapangan pandang

Klien disuruh duduk atau berdiri berhadapan dengan pemeriksa dengan jarak kira-

kira 1 meter. Jika kita hendak memeriksa mata kanan, maka mata kiri penderita

harus ditutup sedangkan pemeriksa harus menutup mata kananya. Pasien tetap

melihat kemata kiri pemeriksa begitupun pemeriksa harus tetap melihat mata

kanan penderita. Gerakan tangan dari satu sisi, jika pasien sudah melihat gerakan

tangan pasien hendaknya memberi tanda. Hal ini dibandingkan dengan pemeriksa

apakah iapun telah melihatnya.

c) Saraf III, IV, VI (Nervus okulomotorus, troklearis, dan abdusen)

Ketiga saraf otak ini diperiksa bersama-sama, karena kesatuan fungsinya, yaitu

mengurus otot-otot ekstrinsik dan instrinsik bola mata

Saraf III : Mengatur kontraksi pupil dan mengatur lensa mata

Page 33: Makalah CVA Final

Saraf IV : Kerjanya menyebabkan mata dapat melirik kearah bawah dan nasal

Saraf VI : Kerjanya menyebabkan lirik mata kearah temporal

Cara pemeriksaan dengan menggunakan senter, periksa pupil apakah miosis atau

midriasis lalu suruh pasien mengikuti gerakan cahaya yang digerakan pemeriksa

sesuai dengan arah fungsi masing-masing saraf.

d) Saraf V (Nervus Trigeminus)

Nervus Trigeminus terdiri dari 2 bagian yaitu: bagian motorik dan sensorik

Motorik (mengurus otot-otot mengunyah). Cara pemeriksaan:

Pasien disuruh merapatkan giginya sekuat mungkin dan kemudian kita raba M.

masseter dan M.temporalis

Pasien disuruh membuka mulut dan perhatikan apakah ada deviasi rahang bawah,

bila ada parease, maka rahang bawah akan berdeviasi kearah yang lumpuh

Nilai kekuatan otot saat menutup mulut dengan cara menyuruh pasien

mengginggit suatu benda, misal: tong spatel.

Sensorik (mengurus sensibilitas dari muka). Diperiksa denganmenyelidiki rasa

raba, rasa nyeri dan suhu daerah-daerah yang dipersarafinya (wajah). Cara

pemeriksaan :

Rasa raba

Sebagai perangsang dapat digunakan sepotong kapas, kertas atau kain dan

ujungnya diusahakan sekecil mungkin. Sentuhkan ke area wajah klien.

Bandingkan antara wajah kiri dan kanan.

Rasa nyeri

Dilakukan dengan menggunakan jarum atau peniti. Tusukan hendaknya cukup

keras sehingga betul-betul dirasakan rasa nyeri bukan rasa raba atau sentuh.

Tusukkan ke area wajah lalu tanyakan apakah klien merasakannya.

Rasa suhu

Ada 2 macam rasa suhu yaitu panas dan dingin. Dengan menggunakanbotol

yang berisi air dingin/es atau air panas. Dengan cara yang sama suruh pasien

menyebutkan apakah panas atau dingin.

e) Saraf VII (Nervus Fasialis)

Terutama merupakan saraf motorik, yang menginervasi otot-otot ekspresi wajah.

Cara pemeriksaan :

Fungsi Motorik

Suruh penderita mengangkat alis dan mengerutkan dahi, apakah hal ini

dapat dilakukan dan apakah asimetris/simetris.

Suruh penderita memejamkan mata. Dinilai dengan jalan mengangkat

kelopak mata dengan tangan pemeriksa sedangkan pasien disuruh tetap

memejamkan mata.Suruh pula pasien memejamkan mata satu persatu. Jika

lumpuh berat, penderita tidak mampi memejamkan mata.

Suruh penderita menyeringai, mengembungkan pipi.

Page 34: Makalah CVA Final

Fungsi Pengecapan

Sebelumnya pasien disuruh untuk menutup kedua matanya

Suruh pasien untuk menjulurkan lidahnya

Letakkan zat seperti gula, garam dan kina di bagian 2/3 lidah bagian

depan.

Suruhpenderita menyebutkan rasa yang dirasakannya dengan isyarat,

misalnya 1 untuk rasa manis, 2 untuk rasa pahit, 3 untuk rasa asin.

f) Nervus VIII (Nervus Akustikus)

Saraf ini terdiri atas 2 bagian, yaitu saraf koklearis mengurus pendengaran dan

saraf vestibularis mengurus keseimbangan.

- Ketajaman Pendengaran

Suruh penderita mendengarkan suara bisikan pada jarak tertentu dan

membandingkannya dengan orang tuanya.

Perhatikan adanya perbedaan pendengaran antara telinga kiri dan kanan.

Jika ketajaman pendengaran kurang atau ada perbedaan antara kiri dan

kanan maka lakukan pemeriksaan Swabach, Rinne dan Weber.

- Keseimbangan

Tes Romberg yang dipertajam.

Penderita berdiri dengan kaki kaki yang satu di depan yang lainnya.Tumit

kaki yang satu berada di depan jari kaki yang lainnya.

Tes melangkah ditempat

Penderita disuruh berjalan di tempat dengan mata tertutup, sebanyak 50

langkah dengan kecepatan seperti berjalan biasa.Sebelumnya pasien

diberitahu bahwa dia harus berusahaagar tetap agar tetap ditempat selama tes

ini. Tes ini dianggap abnormal jika kedudukan akhir penderita beranjak lebih

dari 1 meterdari tempat semula atau badan berputar lebih dari derajat.

g) Saraf IX dan X (Nervus Glosofaringeus dan Vagus)

Kedua nervus ini diperiksa berbarengan karena berhubungan erat satu sama lain.

Cara pemeriksaan :

Penderita disuruh membuka mulut, suruh penderita menyebut “aaaa”

perhatikan palatum mole dan faring serata apakah uvula ada di tengah atau

miring.

Waktu penderita membuka mulut kita rangsang (tekan) dinding faring atau

pangkal lidah dengan tong spatel. Rangsangan tersebut akan

membangkitkan reflek muntah.

h) Saraf XI (Nervus Aksesorius)

Cara pemeriksaan :

Tempetkan tangan kita diatas bahu penderita.

Kemudian penderita disuruh mengangkat bahunya dan kita tahan maka

dapat kita nilai kekuatan ototnya.

Bandingkan otot yang kanan dan kiri.

Page 35: Makalah CVA Final

i) Saraf XII (Nervus Hipoglosus).

Cara pemeriksaan :

Suruh pasien membuka mulut dan menjulurkan lidahnya.

Penderita disuruh menekankan lidahnya pada pipinya. Kita nilai daya

tekannya ini dengan jalan menetapkan jari kita tapi pada pipi sebelah luar.

Jika terjadi parese lidah bagian kiri, lidah tidak dapat ditekankan ke pipi

sebelah kanan tetapi ke sebelah kiri dapat melakukannya.

4) Kekuatan otot

Tenaga otot dinyatakan dengan menggunakan angka 0-5 (0 berarti lumpuh sama

sekali dan 5 normal).

0 : Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot, lumpuh total.

1 : Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada persendian

yang harus digerakkan oleh otot tersebut.

2 : Didapatkan gerakan, tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya gravitasi.

3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat.

4 : Disampin dapat melawan gaya berat ia dapat pula mengatasi sedikit tahanan yang

diberikan.

5 : Tidak ada kelumpuhan (normal).

2.8.2 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendapatkan informasi faktor-faktor risiko tersebut.

Pemeriksaan laboratorium meliputi :

a) Pemeriksaan darah lengkap berupa jumlah sel darah merah dan putih, trombosit, dam

lain-lain. Hasil pemeriksaan ini akan memberikan informasi kesehatan pasien,

misalnya jika jumlah sel darah putih diatas normal, hal itu mengindikasikan

terjadinya penyalit atau infeksi yang sedang menyerang pasien.

b) Tes darah koagulasi, yang terdiri atas 4 tes, yaitu :

Prothrombin time

Partial thromboplastin time (PTT)

International normalized ratio (INR); dan

Agregasi trombosit

Tes ini digunakan untuk mengetahui seberapa cepat darah menggumpal dan

menyebabkan perdarahan atau pembekuan darah.

c) Tes kimia darah

Tes ini digunakan untuk melihat kadar gula darah, kolesterol, asam urat, dan lain-lain

yang merupakan pencetus stroke.

d) Tes lipid darah

Tes ini digunakan untuk mengetahui kadar kolesterol baik (HDL) dan kadar

kolesterol jahat (LDL), trigliserida, dan total kolesterol. Faktor kolesterol ini

dianggap sebagai faktor yang berperan penting dalam kasus stroke dan penyakit

jantung.

e) Tes darah dalam situasi tertentu.

Page 36: Makalah CVA Final

Kasus stroke yang tidak diketahui penyebabkan memerlukan tes ini. Tes ini terutama

diperlukan pada penderita yang berusia muda atau anak-anak. Tes ini meliputi

homosistein darah, enzim kardiak, dan lopus koagulasi.

2.8.3 Pemeriksaan dengan Pemandaian

Pemeriksaan ini dilakukan pada otak dan kepala, biasanya menggunakan CT-

scan dan MRI atau alat pemindai lain, seperti SPECT ( single photon emission),

cerebral angioplasty, USG (carotid ultrasound), echocardiogram, dan EKG.

a) CT-Scan (Computer Tomography-Scan)

Pemeriksaan ini dilakukan oleh oleh dokter ahli radiologi. Biasanya

pemriksaan ini dilakukan atas perintah dokter saraf atau bedah saraf. Pada dasarnya,

CT scan menggunakan sinar X untuk mengambil gambar otak dan kepala. Karena

tulang lebih banyak menyerap sinar X, saat pemindaian biasanya menggunakan

warna putih. Sedangkan cairan otak menghasilkan warna hitam. Pada kasus stroke

iskemik, warna otak akan lebih banyak hitam, sedangkan pada stroke hemoragik

akan lebih banyak menghasilkan warna putih. Selain itu, untuk mengetahui adanya

trombosis, emboli serebral maupun adanya peningkatan tekanan intrakranial.

Peningkatan TIK dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya

perdarahan subarakhnoid ataupun intrakranial. Pada beberapa kasus trombosis

disertai proses inflamasi.

b) MRI (Magnetic Resonance Imaging)

Alat ini memberikan hasil lebih akurat dari pada CT-Scan karena mampu

mendeteksi berbagai berbagai kelainan otak dan pembuluh darah otak yang sangat

kecil dan tidak mungkin di jangkau oleh CT-Scan, seperti daerah spesifik yang

mengalami infark, perdarahan maupun Malformasi Arteriovena.

c) SPECT

Alat ini menggunakan isotop dengan sinar gamma, dari jenis sel radio isotop

xenon 133. Alat ini digunakan untuk mendeteksi wilayah otak yang tidak terganggu

dan dapat mendeteksi serangan (dalam waktu empat jam setelah serangan).

d) PET-Scan

Alat ini digunakan untuk memantau gangguan fisiologi, seperti metabolisme

gula dalam otak. Alat yang satu ini tidak begitu popular karena selain harganya yang

cukup tinggi, alat ini membutuhkan waktu yang lama sehingga membuat pasien

mengeluh.

e) Cerebral Angiography

Alat yang biasanya digunakan sesudah pemeriksaan menggunakan CT-Scan

ini digunakan untuk mendeteksi abnormalitas di dalam pembuluh darah otak

(menyempit atau tersumbat, adanya aneurisma maupun AVM dan mengetahui

tingkat penyempitan dan penyumbatan).

f) Ultrasonografi

Carotid USG digunakan untuk meneliti penyumbatan pembuluh darah di leher

pasien yang sudah terkena serangan stroke ketika dilakukan pemindaian awal.

Penyempitan pembuluh darah akibat menumpuknya kolesterol, penggumpalan darah,

dan aliran darah bisa dideteksi dengan alat ini. USG Doppler digunakan untuk

Page 37: Makalah CVA Final

mengidentifikasi masalah sistem arteri karotis (aliran darah atau timbulnya plak) dan

arteriosklerosis.

g) EKG (Electrocardiogram)

Alat ini digunakan untuk memantau denyut jantung. Alat ini juga bisa

memberikan gambaran irama denyut jantung yang bisa memicu serangan stroke, juga

bisa digunakan sebagai alat evaluasi stroke.

h) EEG (Electro Encephalogram)

Mengidentifikasi masalah pada gelombang otak dan memperlihatkan daerah

lesi yang spesifik.

i) Rontgen tengkorak/skull

Menggambarkan kalsifikasi karotis interna yang terdapat pada trombosis

serebral, kalifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan subarakhnoid.

2.9 Komplikasi Stroke

Menurut Brunner&Suddarth (2002), komplikasi stroke meliputi:

1) Hipoksia Serebral

Hipoksia serebral diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat ke

otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan.

Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta hematokrit

pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi

jaringan.

2) Aliran darah serebral

Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan

integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intravena) harus

menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral.

Hipertensi atau hipotensi ekstrem perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada

aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera.

3) Embolisme Serebral

Embolisme serebral dapat terjadi setelah stroke infark miokard atau fibrilasi

atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan

aliran darah ke otak dan selanjutnya menurunkan aliran darah serebral. Disritmia

dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan penghentikan trombus lokal.

Selain itu, disritmia dapat menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki.

2.10 Penatalaksanaan Stroke

Berdasarkan Guideline Stroke AHA 2011, Perdossi membagi penatalaksanaan

stroke akut menjadi penanganan stroke prahospital, penanganan di ruang gawat darurat,

penatalaksanaan umum di ruang rawat stroke dan penatalaksanaan komplikasi medik

stroke akut.

Tujuan dari penatalaksanaan stroke secara umum adalah menurunkan

morbiditas danmenurunkan tingkat kematian serta menurunnya angka kecacatan.

Filosofi yang harus dipegang adalah time is brain dan the golden hour.

Page 38: Makalah CVA Final

2.10.1 Penanganan Stroke Akut Prahospital

a) Deteksi

Pengenalan cepat dan reaksi terhadap tanda-tanda stroke dan TIA. Keluhan

pertamakebanyakan pasien (95%) mulai sejak di luar rumah sakit. Konsep Time is

brain berarti pengobatan stroke merupakan keadaan gawat darurat. Jadi,

keterlambatan pertolongan pada fase prahospital harus dihindari dengan

pengenalan keluhan dan gejala stroke bagi pasien dan orang terdekat. Beberapa

gejala atau tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain hemiparesis,

gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak, diplopia,

vertigo, afasia, disfagia, disatria, ataksia, kejang atau penurunan kesadaran yang

kesemuanya terjadi secara rnendadak. Untuk memudahkan digunakan istilah FAST

(Facial movement, Arm movement Speech, Test all three).

FAST yang merupakan singkatan dari istilah Face, Arms, Speech, dan Time.

Melalui metode FAST, serangan stroke lebih cepat terdeteksi, sehingga

memungkinkan untuk dilakukan pertolongan segera, dan dibawa ke UGD rumah

sakit terdekat, untuk mendapatkan penanganan secara cepat dan tepat, terutama

yang memiliki pelayanan stroke terpadu.

Tiga jam pertama setelah seseorang mengalami serangan stroke merupakan

golden periode, dimana waktu ini merupakan saat yang paling tepat bagi pasien

untuk mendapatkan penanganan agar tidak terjadi kondisi yang lebih parah yang

akan menyebabkan cacat bagi pasien.

1) Face (wajah)

Gejala stroke dini dapat kita kenali dengan cara pertama, yaitu membaca

wajah. Jika terdapat keanehan pada wajah seperti kekakuan atau kelumpuhan,

dapat kita indikasikan sebagai gejala stroke mini. Fungsi metode ini adalah

untuk mengetahui apakah telah terjadi stroke terhadap seseorang melalui wajah.

Caranya mintalah kepada pasien yang dicurigai mengalami stroke untuk

tersenyum, jika wajahnya terlihat tidak simetris maka hal tersebut merupakan

indikasi bahwa yang bersangkutan telah mengalami stroke.

2) Arms (lengan)

Tes kedua dapat kita lakukan pada lengan dan tangan kita. Biasanya, tangan

atau lengan yang secara tiba-tiba tidak dapat digerakkan merupakan salah satu

gejala stroke ringan. Fungsi metode ini adalah untuk mengetahui terjadinya

stroke melalui tangan seseorang. Caranya: Mintalah seseorang yang diduga

Page 39: Makalah CVA Final

mengalami stroke untuk mengangkat kedua lengannnya lurus ke depan secara

bersamaan selama beberapa detik, jika yang bersangkutan tidak dapat

mengangkat salah satu lengannya berarti dia bisa jadi terkena serangan stroke,

atau jika yang bersangkutan mampu mengangkat ke dua tangannya namun

beberapa saat kemudian tanpa kontrolnya lengan tiba-tiba turun, maka

sebetulnya itu salah satu indikasi terjadinya stroke pada diri seseorang.

3) Speech (bicara)

Gejala stroke ringan dapat dikenali dari gaya bicara kita. Karena, stroke

menyerang saraf alat bicara yang membuat kita berbicara gagap atau lidah kelu.

Metode ini berfungsi untuk mengetahui serangan stroke melalui kemampuan

seseorang untuk mengingat atau mengucapkan sebuah kalimat atau kata-kata.

Caranya: Mintalah orang yang diduga mengalami stroke untuk mengucapkan

beberapa kata dengan cara mengulangnya beberapa kali, apakah suaranya

terdengan cadel atau pelo. Gunakan kata-kata yang mengandung banyak

konsonan huruf R seperti "ular melingkar diatas pagar" dan lain sebagainya. Jika

suara yang bersangkutan terdengar cadel atau pelo maka hal tersebut adalah

indikasi terjadinya serangan stroke.

4) Time (waktu)

Jika setelah diperiksa beberapa tanda dan gejala di atas, terdapat satu atau

beberapa tanda pada diri seseorang, maka jangan ditunda lagi untuk segera

membawanya ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan penanganan lebih

lanjut agar tidak terjadi kondisi yang lebih parah.

b) Pengiriman pasien

Bila seseorang dicurigai terkena serangan stroke, maka segera panggil ambulans

gawat

darurat.

c) Tranportasi / ambulans

Fasilitas ideal yang harus ada dalam ambulans sebagai berikut:

Personil yang terlatih

Mesin EKG

Peralatan dan obat-obatan resusitasi dan gawat darurat

Obat-obat neuroprotektan

Telemedisin

Ambulans yang dilengkapi dengan peralatan gawat darurat, antara lain,

pemeriksaan glukosa (glucometer), kadar saturasi 02 (pulse oximeter).

Personil pada ambulans gawat darurat yang terlatih mampu mengerjakan:

Memeriksa dan menilai tanda-tanda vital

Tindakan stabilisasi dan resusitasi (Airway Breathing Circulation/ABC).

Intubasi perlu

dipertimbangkan pada pasien dengan koma yang dalam, hipoventilasi, dan aspirasi.

Bila kardiopulmuner stabil, pasien diposisikan setengah duduk

Page 40: Makalah CVA Final

Memeriksa dan menilai gejala dan tanda stroke

Pemasangan kateter intravena, memantau tanda-tanda vital dan keadaan

jantung

Berikan oksigen untuk menjamin saturasi > 95%

Memeriksa kadar gula darah

Menghubungi unit gawat darurat secepatnya (stroke is emergency)

Transportasi secepatnya (time is brain)

Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh petugas pelayanan ambulans:

Jangan terlambat membawa ke rumah sakit yang tepat.

Jangan memberikan cairan berlebihan kecuali pada pasien syok dan

hipotensi.

Hindari pemberian cairan glukosa/dekstrose kecuali pada pasien

hipoglikemia.

Jangan menurunkan tekanan darah, kecuali pada kondisi khusus (lihat Bab

V.A

Penatalaksanaan Tekanan Darah pada Stroke Akut). Hindari hipotensi,

hipoventilasi, atau anoksia.

Catat waktu onset serangan.

Memanfaatkan jaringan pelayanan stroke komprehensif yaitu unit gawat

darurat, stroke unit atau ICU sebagai tempat tujuan penanganan definitif

pasien stroke.

2.10.2 Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat

a) Evaluasi cepat dan diagnosis

Oleh karena jendela terapi dalam pengobatan stroke akut sangat pendek, maka

evaluasi dan diagnosis harus dilakukan dengan cepat, sistematik, dan cermat .

Evaluasi gejala dan klinik stroke akut meliputi:

Anamnesis, terutama mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas

penderita saat

serangan, gejala seperti nyeri kepala, mual, muntah, rasa berputar, kejang, cegukan,

gangguan visual, penurunan kesadaran, serta faktor risiko stroke (hipertensi, diabetes,

dan lain-lain).

Pemeriksaan fisik, meliputi penilaian respirasi, sirkulasi, oksimetri, dan

suhu tubuh.

Pemeriksaan kepala dan leher (misalnya cedera kepala akibat jatuh saat

kejang, bruit karotis, dan tanda-tanda distensi vena jugular pada gagal

jantung kongestif). Pemeriksaan torak (jantung dan paru), abdomen, kulit

dan ekstremitas.

Pemeriksaan neurologis dan skala stroke. Pemeriksaan neurologis terutama

pemeriksaan saraf kranialis, rangsang selaput otak, sistem motorik, sikap

dan cara jalan refleks, koordinasi, sensorik dan fungsi kognitif. Skala stroke

yang dianjurkan saat ini adalah NIHSS (National Institutes of Health Stroke

Scale).

Page 41: Makalah CVA Final

b) Terapi Umum

1) Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan

Pemantauan secara terus menerus terhadap status neutologis, nadi, tekanan

darah, suhu tubuh, dan Saturasi oksigen dianjurkan dalam 72 jam, pada

pasien dengan defisit neurologis yang nyata.

Pemberian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen < 95%

Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien yang

tidak sadar.

Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran

atau

disfungsi bulbar dengan gangguan jalan napas.

Terapi oksigen diberikan pada pasien hipoksia.

Pasien stroke iskemik akut yang nonhipoksia tidak mernerlukan terapi

oksigen.

Intubasi ETT (Endo Tracheal Tube) atau LMA (Laryngeal Mask Airway)

diperlukan pada pasien dengan hipoksia (p02 <60 mmHg atau pCO2 >50

mmHg), atau syok, atau pada pasien yang berisiko untuk terjadi aspirasi.

Pipa endotrakeal diusahakan terpasang tidak lebih dari 2 minggu. Jika pipa

terpasang lebih dari 2 minggu, maka dianjurkan dilakukan trakeostomi.

2) Stabilisasi Hemodinamik

Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari pernberian cairan

hipotonik

seperti glukosa).

Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter), dengan tujuan

untuk memantau kecukupan cairan dan sebagai sarana untuk rnemasukkan

cairan dan nutrisi.

Usahakan CVC 5 -12 mmHg.

Optimalisasi tekanan darah

Bila tekanan darah sistolik <120 mmHg dan cairan sudah mencukupi, maka

obat-obat vasopressor dapat diberikan secara titrasi seperti dopamin dosis

sedang/ tinggi, norepinefrin atau epinefrin dengan target tekanan darah

sistolik berkisar 140 mmHg.

Pemantauan jantung (cardiac monitoring) harus dilakukan selama 24 jam

pertama setelah serangan stroke iskemik.

Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi (konsultasi

Kardiologi).

Hipotensi arterial harus dihindari dan dicari penyebabnya. Hipovolemia

harus dikoreksi dengan larutan satin normal dan aritmia jantung yang

mengakibatkan penurunan curah jantung sekuncup harus dikoreksi.

3) Pemeriksaan Awal Fisik Umum, meliputi pemeriksaan tekanan darah,

pemeriksaan jantung, pemeriksaan neurologi umum awal (derajat kesadaran,

pemeriksaan pupil dan okulomotor, keparahan hemiparesis).

Page 42: Makalah CVA Final

4) Pengendalian Peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK)

Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral harus

dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologis

pada hari-hari pertama setelah serangan stroke.

Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS <9 dan penderita

yang mengalami penurunan kesadaran karena kenaikan TIK.

Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan CPP >70 mmHg.

Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan tekanan intrakranial

meliputi :

i. Tinggikan posisi kepala 20º-30º,

ii. Posisi pasien hendaklah menghindari tekanan vena jugular,

iii. Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik,

iv. Hindari hipertermia,

v. Jaga normovolernia,

vi. Osmoterapi atas indikasi:

Manitol 0.25 - 0.50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi setiap 4 - 6 jam

dengan target ≤ 310 mOsrn/L. Osmolalitas sebaiknya diperiksa 2 kali

dalam sehari selama pemberian osmoterapi.

Kalau perlu, berikan furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB i.v.

vii. Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCO2 35 - 40 mmHg).

Hiperventilasi mungkin diperlukan bila akan dilakukan tindakan operatif.

viii. Paralisis neuromuskular yang dikombinasi dengan sedasi yang adekuat

dapat mengurangi naiknya TIK dengan cara mengurangi naiknya tekanan

intratorakal dan tekanan vena akibat batuk, suction, bucking ventilator. Agen

nondepolarized seperti vencuronium atau pancuronium yang sedikit berefek

pada histamine dan blok pada ganglion lebih baik digunakan. Pasien dengan

kenaikan krtitis TIK sebaiknya diberikan relaksan otot sebelum suctioning

atau lidokain sebagai alternative. 3

ix. Kortikosteroid tidak direkomendasikan untuk mengatasi edema otak dan

tekanan tinggi intracranial pada stroke iskemik, tetapi dapat diberikan kalau

diyakini tidak ada kontraindikasi.

x. Drainase ventricular dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke iskemik

serebelar

xi. Tindakan bedah dekompresif pada keadaan iskemik sereberal yang

menimbulkan efek masa, merupakan tindakan yang dapat menyelamatkan

nyawa dan memberikan hasil yang baik.

5) Penanganan Transformasi Hemoragik

Tidak ada anjuran khusus tentang terapi transformasi perdarahan asimptomatik.

Terapi transformasi perdarahan simtomatik sama dengan terapi stroke

perdarahan, antara lain dengan memperbaiki perfusi serebral dengan

mengendalikan tekanan darah arterial secara hati-hati.

6) Pengendalian Kejang

Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20mg dan diikuti

Page 43: Makalah CVA Final

oleh fenitoin, loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan

maksimum 50mg/menit.

Bila kejang belum teratasi, maka perlu dirawat di ICU.

Pemberian antikonvulsan profilaksis pada penderita stroke iskemik tanpa

kejang

tidak dianjurkan.

Pada stroke perdarahan intraserebral, obat antikonvulsan profilaksis dapat

diberikan selama 1 bulan, kemudian diturunkan, dan dihentikan bila tidak

ada kejang selama pengobatan.

7) Pengendalian Suhu Tubuh

Setiap pederita stroke yang disertai demam harus diobati dengan

antipiretika dan diatasi penyebabnya

Berikan Asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5º C (AHA/ASA

Guideline) atau 37,5º C (ESO Guideline).

Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur dan

hapusan (trakea, darah dan urin) dan diberikan antibiotik. Jika memakai

kateter ventrikuler, analisa cairan serebrospinal harus dilakukan untuk

mendeteksi meningitis.

Jika didapatkan meningitis, maka segera diikuti terapi antibiotic.

2.10.3 Penatalaksanaan Umum di Ruang Rawat Stroke

a) Cairan

Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin dengan tujuan menjaga euvolemi.

Tekanan vena sentral dipertahankan antara 5-12 mmHg.

Pada umumnya, kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral maupun

enteral).

Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari

ditambah dengan pengeluaran cairan yang tidak dirasakan (produksi urin

sehari ditambah 500ml untuk kehilangan cairan yang tidak tampak dan

ditambah lagi 300 ml per derajat Celcius pada penderita panas).

Elektrolit (natrium, kalium, kalsium dan magnesium) harus selalu diperiksa

dan diganti bila terjadi kekurangan sampai tercapai nilai normal.

Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil analisa gas

darah.

Cairan yang hipotonik atau mengandung glukosa hendaklah dihindari

kecuali pada keadaan hipoglikemia.

b) Nutrisi

Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48 jam, nutrisi

oral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik.

Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun makanan, nutrisi

diberikan melalui pipa nasogastrik.

Pada keadaan akut, kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari.

Apabila kemungkinan pemakaian pipa nasogastrik diperkirakan >6 minggu,

Page 44: Makalah CVA Final

pertimbangkan untuk gastrostomi.

Pada keadaan tertentu yaitu pemberian nutrisi enteral tidak memungkinkan,

dukungan nutrisi boleh diberikan secara parenteral.

Perhatikan diit pasien yang tidak bertentangan dengan obat-obatan yang

diberikan. Contohnya, hindarkan makanan yang banyak mengandung

vitamin K pada pasien yang mendapat warfarin.

c) Penatalaksanaan Medis Lain

Pemantauan kadar glukosa darah sangat diperlukan. Hiperglikemia (kadar

glukosa darah >180 mg/dl) pada stroke akut harus diobati dengan titrasi

insulin. Target yang harus dicapai adalah normoglikemia. Hipoglikemia

berat (<50 mg/dl) harus diobati dengan dekstrosa 40% intravena atau infuse

glukosa 10-20%.

Jika gelisah lakukan terapi psikologi, kalau perlu berikan minor dan mayor

tranquilizer seperti benzodiazepine short acting atau propofol bias

digunakan.

Analgesik dan antimuntah sesuai indikasi.

Berikan H 2 antagonis, apabila ada indikasi (perdarahan lambung).

Hati-hati dalam menggerakkan, penyedotan lender, atau memandikan

pasien karena dapat mempengaruhi PTIK.

Mobilisasi bertahap bila hemodinamik dan pernafasan stabil.

Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan kateterisasi

intermiten.

Pemeriksaan penunjang lanjutan seperti pemerikssan laboratorium, MRI,

Dupleks Carotid Sonography, Transcranial Doppler, TTE, TEE, dan lain-

lain sesuai dengan indikasi.

Rehabilitasi.

Edukasi.

Discharge planning (rencana pengelolaan pasien di luar rumah sakit).

2.10.4 Kedaruratan Medik Stroke Akut

a) Penatalaksanaan Hipertensi

Sebagian besar (70-94%) pasien stroke akut mengalami peningkatan tekanan darah

sistolik >140 mmHg. Penelitian di Indonesia didapatkan kejadian hipertensi pada

pasien stroke akut sekitar 73,9%. Sebesar 22,5- 27,6% diantaranya mengalami

peningkatan tekanan darah sistolik >180 mmHg (BASC: Blood Preassure in Acute

Stroke Collaboration 201; IST: International Stroke Trial 2002).

Penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut sebagai tindakan rutin tidak

dianjurkan, karena kemungkinan dapat memperburuk keluarga neurologis. Pada

sebagian besar pasien, tekanan darah akan turun dengan sendirinya dalam 24 jam

pertama setelah awitan serangan stroke.

b) Penatalaksanaan Hipotensi Pada Stroke Akut

Hipotensi arterial pada stroke akut berhubungan dengan buruknya keluaran

neurologis, terutama bila TDS <100 mmHg atau TDD <70 mmHg. Oleh karena itu,

Page 45: Makalah CVA Final

hipotensi pada stroke akut harus diatasi dan dicari penyebabnya, terutama diseksi

aorta, hipovolemia, perdarahan, dan penurunan cardiac output karena iskemia

miokardial atau aritmia.

Penggunaan obat vasopresor dapat diberikan dalam bentuk infuse dan disesuaikan

dengan efek samping yang akan ditimbulkan seperti takikardia. Obat-obat

vasopressor yang dapat digunakan antara lain, fenilephrin, dopamine, dan

norepinefrin. Pemberian obat-obat tersebut diawali dengan dosis kecil dan

dipertahankan pada tekanan darah optimal, yaitu TDS berkisar 140 mmHg pada

kondisi akut stroke.

c) Penatalaksanaan Gula Darah pada Stroke Akut

Hiperglikemia terjadi pada hampir 60% pasien stroke akut nondiabetes.

Hiperglikemia setelah stroke akut berhubungan dengan luasnya volume infark dan

gangguan kortikal dan berhubungan dengan buruknya keluaran. Tidak banyak data

penelitian yang menyebutkan bahwa dengan menurunkan kadar gula darah secara

aktif akan mernperbaiki keluaran.

Hindari kadar gula darah melebihi 180 mg/dl, disarankan dengan infus salin dan

menghindari larutan glukosa dalam 24 jam pertama setelah serangan stroke akan

berperan dalam rnengendalikan kadar gula darah.

Hipoglikemia (< 50 mg/dl) mungkin akan memperlihatkan gejala mirip dengan

stroke infark, dan dapat diatasi dengan pemberian bolus dekstrose atau infus

glukosa 10-20% sampai kadar gula darah 80-110 mg/dL.

Indikasi dan syarat-syarat pemberian insulin :

Stroke hemoragik dan non hemoragik dengan IDDM atau NIDDM

Bukan stroke lakunar dengan diabetes mellitus.

2.10.5 Penatalaksanaan Komplikasi Medik Stroke Akut

a) Infeksi Saluran Kemih (ISK)

ISK harus dihindari dengan mengatur cairan masukdan kelura secara

adekuat.

Hindari pemasangan kateter urine, bila tidak ada indikasi kuat. Bila

dipasang kateter , perlu diperhatikan tindakan aseptik. Pilih kateter yang

dimodifikasi (modified catheter coated) dengan anti mikroba seperti

nitrofurazone-coated silicone atau silver-coated latex.

Dianjurkan untuk mendapat nutrisi yang cukup, penting dalam menigkatkan

daya tahan tubuh pasien.

Pengasaman urine dengan menambahkan cairan seperti jus stroberi yang

banyak mengandung Vit C atau dengan menambahkan Vit C 500 mg pada

diit

Antibiotik profilaksis dapat menurunkan risiko infeksi pada pasien stroke.

Antibiotik profilaksis tidak direkomendasikan untuk pencegahan ISK

simtomatik pada pasien terpasang kateter urine.

b) Bronchopneumonia

Pemberian antibiotik profilaks tidak dianjurkan karena dapat memperburuk

Page 46: Makalah CVA Final

kondisi saat fase akut stroke.

Pneumonia akibat disfagia atau gangguan refleks menelan erat

hubungannya dengan aspirasi penumonia. Oleh karena itu, tes refleks batuk

perlu dilakukan untuk mengidentifikasi risiko pneumonia.

Pemberian pipa nasogastrik segera (dalam 48 jam) dianjurkan pada pasien

dengan gangguan menelan.

Pencegahan aspirasi pneumonia dapat dilakukan dengan:

i. Elevasi kepala 30-45º

ii. Menghindari sedasi berlebihan

iii. Mempertahankan tekanan endotracheal cuff yang tepat pada pasien

dengan intubasi dan trakeostomi.

iv. Memonitor volume residual lambung selama pemberian makanan secara

enteral

v. Menghindari pemakaian pipa nasogastrik yang lama

vi. Seleksi diit yang tepat untuk pasien dengan disfagia

vii. Mengaspirasi sekresi subglotis secara teratu

viii. Rehabilitasi fungsi menelan

ix. Merubah posisi pasien saat berbaring dan terapi fisik.

x. Oleh karena disfagi dapat beresiko terjadi pneumonia aspirasi, maka

untuk mencegah komplikasi pneumonia dan memperbaiki fungsi menelan

dilakukan modifikasi diit serta latihan otot-otot menelan dan stimulasi

struktur mulut dan faring.

Penatalaksanaan melalui fisioterapi (chest therapy) dan pemberian

antibiotik sesuai indikasi.

c) Stress Ulcer

Untuk semua penderita stroke, pemberian obat-obatan seperti NSAID dan

kortikosteroid, serta makanan/minuman yang bersifat iritatif terhadap

lambung (alkohol,rokok,cuka) perlu dihindari.

Pasien dipuasakan

Pasien dengan stress ulcer harus dilakukan penatalaksanaan ABC adekuat.

Petugas yang terlatih diperlukan dalam mengenali tanda gagal nafas dan

mampu melakukan bantuan dasar untuk jalan nafas.

Pada perdarahan yang banyak (lebih dari 30% dari volume sirkulasi),

penggantian dengan transfusi darah perlu dilakukan. Untuk mengganti

kehilangan volume sirkulasi cairan pengganti berupa koloid atau kristaloid

dapat diberikan sebelum transfusi. Infusion line: Infus NaCl 0,9%, RL atau

plasma expander.

Pasang pipa nasogastrik dan lakukan irigasi dengan air es tiap 6 jam sampai

darah berhenti.

Hentikan pemakaian aspirin atau klopidogrel. Pemakaian aspirin dapat

diteruskan bila terdapat indikasi yang jelas.

Pemberian nutrisi makanan cair jernih diit pasca hematemesis sangat

membantu percepatan proses penyembuhan stress ulcer. Pemberian nutrisi

Page 47: Makalah CVA Final

harus dengan kadar serat yang tinggi dan dihindarkan dari makanan yang

merangsang atau mengiritasi lambung.

d) Ulkus Dekubitus

Memposisikan dan mereposisi tubuh bertujuan untuk menghindari tekanan

langsung pada tonjolan tulang dan permukaan tubuh.

Pemberian dua suplemen nutrisi oral tiap hari pada pasien yang lebih tua

melindungi dari penyakit akut dan mengurangi terjadinya ulkus dekubitus.

Skala Braden digunakan untuk menilai risiko ulkus dekubitus.

Manajemen optimal yang komprehensif dan akurat dalam menentukan

riwayat luka, penyebab lokasi, derajat, ukuran, dasar, eksudat dan kondisi

kulit sekitar ulkus. (SIGN, Grade B). Periksa semua pasien apakah mereka

mempunyai factor risiko terjadinya ulkus dekubitus. Pada pasien dengan

factor risiko dipertimbangkan pemakaian tempat tidur tekanan rendah.

Membuat jadwal reposisi dan menghindari pasien dari posisi ulkus.

Pasien dengan ulkus derajat 1-2 (eritema dan kehilangan kulit parsial) harus

diposisikan pada matras atau bantalan dengan menurunkan tekanan.

Pasien dengan ulkus derajat 3-4 (full-thicknes skin loss dan extensive

destruction) diposisikan pada keadaan dengan tekanan rendah yang konstan

(Constan Low Pressure). Disarankan memakai tempat low-air-loss atau air-

fluidized bed.

Mempertahankan posisi kepala tempat tidur tetap elevasi serendah mungkin

dengan memperhatikan kebutuhan medis dan pembatasan lain.

Batasi sesingkat mungkin bahwa elevasi kepala hanya dilakukan apabila

ada kebutuhan medis.

Permukaan dukungan statis cocok untuk pasien dengan ulkus dekubitus

yang dapat diasumsikan berbagai posisi tanpa adanya tekanan pada ulkus.

Tidak ada perbedaan ulkus dekubitus pada alat dukungan statis.

Permukaan dukungan dinamis mungkin cocok untuk pasien dengan ulkus

dekubitus yang tidak dapat dimanipulasikan berbagai posisi di tempat tidur.

Pasien yang berisiko untuk mendapat ulkus dekubitus harus menghindari

posisi duduk yang berkepanjangan. Postural alignment, distribusi bobot,

keseimbangan, stabilitas, dan pengurangan tekanan harus dipertimbangkan

pada orang duduk.

Gunakan bantalan kursi berdasarkan kebutuhan individu yang memerlukan

penurunan tekanan dalam posisi duduk. Hindari menggunakan alat

doughnut-type.

Membalut luka seperti dengan cairan hidrokoloid dan membuat lingkungan

yang optimal untuk penyembuhan luka.

Mobilisasi aktif dan perubahan posisi secara mandiri atau reposisi dengan

indikasi klinis.

Penilaian gizi harus dilakuka pada saat pasien masuk ke pusat kesehatan

dan kapan pun ada perubahan kondisi yang meningkatkan risiko ulkus

akibat gangguan gizi.

Page 48: Makalah CVA Final

Meningkatkan asupan makanan atau suplemen pada pasien kurang gizi

yang berisiko mendapatkan ulkus dekubitus.

Pastikan asupan makanan yang cukup untuk mencegah kekurangan gizi

yang sesuai dengan keadaan individu.

Jika asupan makanan terus menjadi memadai, tidak praktis atau mungkin,

dukungan nutrisi (biasanya makan tabung) harus digunakan untuk

menempatkan pasien ke keseimbangan nitrogen positif (sekitar 30-35

kalori/kg/hari dan 1,25-1,50 g protein/kg/hari) sesuai dengan tujuan

perawatan.

Berikan suplemen vitamin dan mineral jika diduga terdapat kekurangan

gizi.

Penatalaksanaan infeksi dengsn pemberian antibiotik tepat dan mengatasi

jaringan nekrotik dan devitalisasi jaringan yang rusak.

e) Hiponatremi

Bila natrium dibawah 120 mEq/L, berikan NaCL 0,9% 2-3 L/hari. Berikan

NaCl hipertonik 3% 50 ml 3 kali sehari bila perlu. Praktik di Indonesia

maksimal 0,5 mEq/L/jam, sehingga kadar natrium diharapkan dapat

terkoreksi 0,5-1 mEq/L/jam dan tidak melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam

pertama.

Hindari pemberian cairan hipotonik dan kontraksi volume intravaskular

pada pasien perdarahan subarakhnoid.

Pantau status volume cairan pada pasien PSA dengan kombinasi tekanan

vena sentral, tekanan arteri pulmoner, balans cairan. Terapi untuk kontraksi

volume cairan adalah dengan cairan isotonik.

Pemberian fludrocortisone acetate dan cairan hipertonik berguna untuk

mengoreksi hiponatremia intravena 2 kali sehari.

Pada keadaan tertentu, restriksi cairan dapat dilakukan untuk

mempertahankan keadaan euvolemik.

f) DVT

Pemakaian Stoking dilakukanpada pasien kelemahan tungkai.

Mobilisasi dan hidrasi optimal harus dipertahankan sesering mungkin.

Pemberian Heparin diberikan sebagai profilaksis pada pasien stroke

iskemik akut yang beresiko tinggi mengalamai trombossis vena dalam.

Pemakaian stoking ketat diatas lutut tidak banyak bermanfaat dan resikonya

pada pasien stroke iskemik akut. Tidak dianjurkan pemakaian stoking ketat

secara rutin untuk pencegahan thrombosis vena dalam pada pasien stroke.

Pada keadaan tertentu pemakaian stoking bisa bermanfaat.

Mobilisasi segera dapat membantu mencegah terjadinya thrombosis vena

dalam.

g) Spastisitas

Terapi Spastisitas pada Ekstermitas Atas

i. Pemakaian splinting secara rutin untuk mengurangi spastisitas tidak

direkomendasikan. Splinting secara serial (tidak dipasang terus menerus) dapat

Page 49: Makalah CVA Final

dilakukan untuk mengurangi spastisitas.

ii. Program regangan yang dibimbing oleh fisioterapis dapat meningkatkan

range of motion (ROM) pada ekstremtias atas dan mengurangi nyeri pada

stroke lama.

Terapi Spastisitas pada Ekstremitas Bawah

i. Tilt table dan night splint mencegah kontraktur pergelangan kaki.

ii. Stimulasi elektrik mengurangi spastisitas plantar fleksi kaki pascastroke.

iii. Terapi ultrasonografi mengurangi eksitabilitas alpha motorneuron yang

berkaitan dengan spastisitas plantar fleksi kaki.

h) Disfagia

Terapi Menelan

i. Compensatory techniques: teknik ini mengajarkan pasien merubah posisi

(postural maneuver) untuk mengimbangi kesulitan menelan. Dengan teknik

yang intensif akan memberikan hasil lebih baik.

ii. Indirect swallow therapy: teknik ini mengajarkan pasien untuk latihan

memperkuat otot yang lemah (otot suprahyoid)

iii. Direct swallow therapy: teknik ini mengajarkan pasien untuk melakukan

latihan menelan secara langsung.

Modifikasi Diit

i. Modifikasi diit merupakan standar manajemen pada pasien stroke dengan

disfagia dan memiliki efek yang menguntungkan.

ii. Teknik ini digunakan jika pasien hanya mengalami aspirasi ketika menelan.

Tes ini akan menunjukkan konsistensi makanan apa saja yang ditoleransi

dengan baik.

iii. Pada kasus disfagia yang berat, ketika pasien stroke mengalami kurang gizi

atau dehidrasi akan digunakan pipa nasogatrik atau gastrotomi endoskopi

perkutan (PEG), yang dimasukkan melalui kulit secara langsung. Risiko PEG

lebih sedikit dari pada pipa nasogastric karena bersifat invasive, dapat terjadi

infeksi local dan peritonitis. Pasien yang mendapat terapi enteral lebih dari 4

minggu dianjurkan memakai PEG dan harus dilakukan follow up berkala.

Penatalaksanaan Disfagia

i. Semua pasien stroke harus dilakukan skrining disfagia sebelum diberikan diit

melalui mulut.

ii. Identifikasi faktor risiko dan komorbiditas terhadap pneumonia aspirasi berupa

kebiasaan merokok dan penyakit pernafasan.

iii. Pasien dengan disfagia harus dimonitor tiap hari dalam 1 minggu pertama.

iv. Skrining awal gangguan menelanberupa: penilaian derajat kesadaran pasien dan

kontrol postural

v. Pasien dengan disfagia persisten harus dievaluasi teratur .

vi. Kebersihan mulut harus diperhaikan pada pasien dengan disfagia, terutama

pada pasien dengan PEG atau pipa nasogastric.

i) Disfungsi Kandung Kemih dan Pencernaan

Inkontinesia urin

Page 50: Makalah CVA Final

i. Pengobatan tergantung dari penyebab permasaahan dan gejala yang muncul.

Beberapa pasien ada keinginan untuk miksi namun sudah keluar sebelum

sampai ke kamar mandi. Ada yang miksi sedikit-sedikit tapi sering tanpa bisa

ditahan.

ii. Manajemen yan dilakukan, antara lain:

Intervensi perilaku. (mengatur waktu miksi dan pelvic floor training)

Asupan cairan kira-kira 1500-18000 ml dalam 24 jam

Bladder Training

Pasien disuruh miksi tiap 2-4 jam atau kurang dari 2 jam bila pasien merasa

ingin kencing. Hal ini dilakukan karena pasien pascastroke cortical

awareness terhadap bladder yang penuh menjadi berkurang.

iii. Terapi farmakologi hanya diberikan apabila intervensi perilaku dan Bladder

training gagal dilakukan.

Retensi Urin

i. Penggunaan kateter jika dibutuhkan

ii. Terapi farmakologi.

Konstipasi dan Inkontinensia Alvi

i. Mengkonsumsi makanan berserat tinggi dan asupan cairan yang cukup.

ii. Terapi farmakologi

Terapi Inkontinen

i. Jika penyebabnya adalah kelemahan otot spinkter maka dilakukan

pelvicstrehtening exercise

2.11 Pencegahan

Menurut Perdossi(2011), pencegahan primer pada stroke meliputi upaya

perbaikan gaya hidup dan pengendalian berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada

orang sehat dan kelompok risiko tinggi yang belum pernah terserang stroke.

2.11.1 Mengatur Pola Makan yang Sehat

Konsumsi makanan tinggi lemak dan kolesterol dapat meningkatkan risiko

terkena serangan stroke, sebaliknya risiko konsumsi makanan rendah lemak dan

kolesterol dapat mencegah terjadinya stroke. Beberapa jenis makan yang di anjurkan

untuk pencegahan primer terhadap stroke adalah:

Makanan kolesterol yang membantu menurunkan kadar kolesterol

a) Serat larut yang terdapat dalam biji-bijian seperti beras merah, bulgur, jagung

dan gandum.

b) Oat (beta glucan) akan menurunkan kadar kolesterol total dan LDL,

menurunkan tekanan darah, dan menekan nafsu makan bila dimakan dipagi hari

(memperlambat pengosongan usus).

c) Kacang kedelai beserta produk olahannya dapat menurunkan lipid serum,

menurunkan kolesterol total, kolesterol LDL dan trigliserida tetapi tidak

mempengaruhi kadar kolesterol HDL.

d) Kacang-kacangan termasuk biji kenari dan kacang mede menurunkan

kolesterol LDL dan mencegah arterrosklerosis.

Mekanisme kerja: menambah sekresi asam empedu, meningkatkan aktifitas

Page 51: Makalah CVA Final

estrogen dan

isoflavon, memperbaiki elastisitas arteri dan meningkatkan aktifitas antioksidan

yang

menghalangi oksidasi LDL.

Makanan lain yang berpengaruh terhadap prevensi stroke

a) Makanan/zat yang membantu mencegah peningkatan homosistein seperti asam

folat,vitamin B6, B12, dan riboflavin.

b) Susu yang mengandung protein, kalsium, seng(Zn), dan B12, mempunyai efek

proteksi terhadap stroke.

c) Beberapa jenis seperti ikan tuna dan ikan salmon mengandung omega-3,

eicosapperitenoic acid (EPA) dan docosahexonoic acid (DHA) yang

merupakan pelindung jantung mencegah risiko kematian mendadak,

mengurangi risiko aritmia, menurunkan kadar trigliserida, menurunkan

kecenderungan adhesi platelet, sebagai precursor prostaglandin, inhibisi

sitokin, antiinflamasi dan stimulasi Nitric oxide (NO) endothelial. Makanan

jenis ini sebaiknya dikonsumsi dua kali seminggu.

d) Makanan yang kaya vitamin dan antioksidan (vitamin C,E, dan betakaroten)

seperti yang banyak terdapat pada sayur-sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian.

e. Buah-buahan dan sayur-sayuran

- Kebiasaan/membudaya diit kaya buah-buahan dan sayuran bervariasi minimal

5

porsi setiap hari.

- Sayuran hijau dan jeruk yang menurunkan risiko stroke

- Sumber kalium yang merupakan predictor yang kuat untuk mencegah

mortalitas akibat stroke, terutama buah pisang.

- Apel yang mengandung quercetin dan phytonutrient dapat menurunkan risiko

stroke.

f. Teh hitam dan teh hijau yang mengandung antioksidan.

Anjuran lain tentang makanan:

a) Menambah asupan kalium dan mengurangi asupan antrium (<6 gram/hari).

Bahan-bahan yang mengandung natrium seperti monosodium glutamate dan

sodium nitrat, sebaiknya dikurangi. Makanan sebaiknya harus segar. Pada

penderita hipertensi, asupan natrium yang dianjurkan ≤2,3 gram/hari dan

asupan kalium ≥4,7 gram/hari.

b) Meminimalkan makanan tinggi lemak jenuh dan mengurangi asupan trans fatty

acid seperti kue-kue, crackers, telur, makanan yang digoreng, dan mentega.

c) Mengutamakan makanan yang mengandung polyunsaturated fatty acid,

monounsaturated fatty acid, makanan berserat dan protein nabati.

d) Nutrient harus diperoleh dari makanan bukan suplemen.

e) Jangan makan berlebihan dan perhatikan menu makanan seimbang

f) Makanan sebaiknya bervariasi dan tidak tunggal.

g) Hindari makanan dengan densitas kalori tinggi dan kualitas nutrisi rendah

h) Sumber lemak sebaiknya berasal dari sayuran, ikan bauh polong dan kacang-

kacangan

Page 52: Makalah CVA Final

i) Utamakan makanan yang mengandung polisakarida seperti roti, nasi, pasta,

sereal dan kentang. Hindari makanan yang mengandung gula (monosakarida

dan disakarida)

2.11.2 Penanganan Stress dan Beristirahat yang Cukup

a) Istirahat cukup dan tidur teratur antara 6-8 jam sehari

b) Mengendalikan stress dengan cara berpikir positif sesuai dengan jiwa sehat

menurut WHO, menyelesaikan pekerjaan satu demi satu, bersikap ramah dan

mendekatkan diri pada Tuhan yang maha esa dan mensyukuri hidup yang ada.

Stress kronis dapat meningkatkan tekanan darah. Penanganan stress menghasilkan

respon relaksasi yang menurunkan denyut jantung dan tekanan darah.

2.11.3 Pemeriksaan Kesehatan Secara Teratur dan Taat Anjuran Dokter dalam Hal

a)Diet dan Obat

Faktor-faktor resiko seperti penyakit jantung, hipertensi, dislipidemia, diabetes

mellitus (DM) harus dipantau secara teratur.

Faktor-faktor resiko ini dapat dikoreksi dengan pengobatan teratur, diet dan

gaya hidup sehat.

Pengendalian hipertensi dilakukan dengan target tekanan darah ,140/90 mmHg.

Jika menderita diabetes mellitus atau penyakit ginjal kronis, target tekanan

darah ,130/80 mmHg.

Pengendalian kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus dengan target

HbA1C <7%.

Pengendalian kadar kolesterol pada penderita dislipidemia dengan diet dan obat

penurun lemak. Target kadar kolesterol LDL <100 mg/Dl penderita yang

beresiko tinggi stroke sebaiknya target kolesterol LDL sebaiknya <70 mg/Dl.

Terdapat bukti-bukti tentang faktor resiko yang bersifat infeksi/inflamasi

misalnya infeksi gigi. Kesehatan gigi dan mulut sebaiknya diperhatikan secara

teratur.

Page 53: Makalah CVA Final

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian Keperawatan

Pengkajian merupakan pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan

untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien agar dapat mengidentifikasi,

mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan, dan keperawatan pasien baik mental,

sosial dan lingkungan.

3.1.1 Anamnesa

Nama (sebagai identitas pasien), Status perkawinan (mungkin berpengaruh

terkait dengan beban hidup pasien yang sudah menikah), pendidikan (mempengaruhi

pasien dalam perilaku kesehatan), pekerjaan (tingkat pekerjaan yang tinggi dapat

mempengaruhi stroke karena stres atau beban hidup yang tinggi), agama (sebagai

keyakinan pasien), Umur (makin tua kejadian stroke makin tinggi. Padahal usia lanjut

terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk pembuluh darah otak. Usia

merupakan faktor risiko stroke. Semakin tua usia seseorang maka risiko terkena stroke

pun semakin tinggi. Namun penderita stroke saat in tidak terbatas pada seseorang

dengan usia lanjut, kaum usia produktif pun perlu waspada terhadap ancaman stroke.

Pada usia produktif, stroke dapat menyerang terutama pada mereka yang gemar

mengonsumsi makanan berlemak dan pengguna narkoba (walaupun belom memiliki

angka yang pasti)), Jenis Kelamin (Laki-laki lebih beresiko disbanding wanita ), Rasa

tau suku bangsa (Bangsa Afrika/Negro, Jepang , dan Cina lebih sering terkena stroke.

Orang yang berwatak keras terbiasa cepat atau terburu-buru, seperti orang Sumatra,

Sulawesi, dan Madura rentan terkena stroke), tanggal dan jam masuk rumah sakit (perlu

mengetahui berapa lama serangan terjadi), nomor register (sebagai identitas pasien),

dan diagnosa medis, Identitas penanggung jawab (keluarga pasien): nama, umur, jenis

kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat.

3.1.2 Keluhan Utama

Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta bantuan

kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat

berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran (Muttaqin, 2011).

3.1.3 Riwayat Kesehatan

1) Riwayat Kesehatan Sekarang

Serangan stroke infark mengakibatkan kehilangan berkomunikasi, gangguan

persepsi, kehilangan motorik, dan merasa kesulitan untuk melakukan aktifitas karena

kelemahan, kehilangan sensasi atatu paralisis (hemiplegia), merasa mudah lelah,

susah beristirahat (nyeri , kejang otot).

2) Riwayat Kesehatan Dahulu (Muttaqin, 2011).

Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus,

penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,

penggunaan obat antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan

Page 54: Makalah CVA Final

kegemukan Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti

pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya. Adanya

riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral.

Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat pengkajian

sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih lanjut dan untuk

memberikan tindakan selanjutnya.

3) Riwayat Kesehatan Keluarga

Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus, atau

adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.

3.1.4 Pemeriksaan Fisik

1) B1 (Breathing)

Pada inspeksi, didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas,

penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan. Pada klien

dengan tingkat kesadaran komposmentis, pengkajian inspeksi pernafasannya

menunjukkan tidak ada kelainan.

Pada auskultasi terdengar bunyi nafas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan

peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun sering

didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran atau koma.

Palpasi toraks didapatkan adanya taktil premitus seimbang kanan dan diri, dan

auskultasi tidak terdapat suara tambahan

2) B2 (Blood)

Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan adanya renjatan atau syok

hipovolemik yang sering terjadi pada klien stroke. Terjadinya peningkatan tekanan

darah dan dapat terjadi hipertensi massif (TD mencapai > 200 mmHg)

3) B3 (Brain)

Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, tergantung pada lokasi

pembuluh mana yang tersumbat, dan ukuran area yang perfusinya tidak adekuat. Lesi

otak yang rusak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian ini memeriksa secara fokus

dan lebih lengkap dibandingkan dengan pengkajian sistem lainnya. Kualitas

kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter yang

paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respon

terhadap lingkungan adalah indikator yang paling sensitif untuk disfungsi sistem

persarafan.

Pada keadaan lanjut, tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada

tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma

maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan

evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.

Pengkajian fungsi serebral meliputi kasus mental, fungsi intelektual, kemampuan

bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.

a. Pengkajian saraf kranial

Pemerikasaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-XII

Saraf I: biasanya pada klien stroke tidak terdapat kelainan pada fungsi

penciuman

Page 55: Makalah CVA Final

Saraf II: disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer

diantara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial sering

terlihat pada klien dengan hemiplegi kiri. Klien mungkin tidak dapat

memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan

pakaian ke bagian tubuh.

Saraf III, IV, VI: apabla terjadi paralisis, pada satu sisi otot-otot okularis

didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang

sakit

Saraf V: pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf

trigeminus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,

penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi

otot pterigoideus internus dan eksternus.

Saraf VII: persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot

wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat

Saraf VIII: tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi

Saraf IX dan X: kemampuan menelan kurang baik dan sulit untuk membuka

mulutnya

Saraf XI: tidak terdapat atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius

Saraf XII: lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta

indra pengecapan normal.

b. Pengkajian Sistem Motorik

Stroke merupakan penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan

hilangnya kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN

bersilangan, maka gangguan kontrol motor volunter pada salah satu tubuh dapat

menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi yang berlawanan dari otak.

Inspeksi umum: didapatkan hemiplegi karena lesi pada sisi otak yang

berlawanan. Selain itu juga didapatkan terjadinya hemiparesis atau kelemahan

pada salah satu sisi tubuh.

Fasikulasi didapatkan pada otot-otot ekstremitas

Meningkatnya tonus otot

Mengalami gangguan keseimbangan dan koordinasi karena adanya

hemiparese dan hemiplegi

c. Pengkajian Reflek

Pemeriksaan ini terdiri dari pemeriksaan reflek profunda dan pemeriksaan

reflek patologis. Pada gerakan involunter tidak ditemukan adanya tremor, tic, dan

distonia. Pada keadaan tertentu, klien biasanya mengalami kejang umum, terutama

pada anak dengan stroke disertai peningkatan tekanan suhu tubuh yang tinggi.

Kejang berhubungan sekunder dengan area fokal kortikal yang peka

d. Pengkajian Sistem Sensorik

Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat ketidakmampuan untuk

menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori

primer antara mata dan korteks visual. Kehilangan sensori karena stroke dapat

berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan

Page 56: Makalah CVA Final

propiosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) erta

kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual, taktil, dan auditorius.

4) B4 (Bladder)

Pada stroke klien akan mengalami inkontinensia urine sementara karena

konfusi, juga ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidak

mampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik

dan postural. Terkadang kontrol sfingter urine eksternal menghilang atau berkurang.

Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermitten dengan teknik steril.

Inkontinensia urin yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.

5) B5 (Bowel)

Adanya keluhan susah menelan, anoreksia, mual dan muntah pada fase akut.

Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga

menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pada pola defekasi biasanya terjadi

konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia yang berlanjut

akana menunjukkan kerusakan neurologis yang luas.

6) B6 (Bone)

Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegi karena lesi pada sisi otak

yang berlawanan. Pada kulit, jika klien kekurangan oksigen, kulit akan tampak pucat

kebiruan, dan apabila kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu,

perlu dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien

stroke mengalami masalah dalam mobilitas fisiknya. Selain itu juga terdapat

kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise, serta

mudah lelah yang menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.

3.1.5 Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik yang diperlukan dalam membantu menegakkan Diagnosa

pasien stroke meliputi:

1. Angiografi Serebri: membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik

seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber

perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler.

2. Lumbal pungsi: umumnya dilakukan pada stroke hemoragik.

3. CT scan: memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya

jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan

biasanya didapatkan hiperdens lokal, kadang-kadang masuk ke ventrikel, atau

menyebar kepermukaan otak.

4. Magnetic Resonance Imaging (MRI) : dengan menggunakan gelombang magnetik

untuk menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil

pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark

5. USG Doppler : untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem

karotis).

6. EEG: pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari

jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.

7. Pemeriksaan darah rutin.

8. Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah

Page 57: Makalah CVA Final

dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.

9. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.

(Muttaqin, 2011).

3.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa adalah fase kedua proses keperawatan. Pada fase ini, perawat

menggunakan keterampilan berpikir kritis untuk menginterpretasi data pengkajian dan

mengidentifikasi kekuatan serta masalah pasien (Kozier, 2011). Berdasarkan data

pengkajian, Diagnosa keperawatan untuk pasien stroke infark meliputi hal berikut :

1. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intraserebri,

oklusi otak, vasopasme, dan edema otak.

2. Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan efek dari kerusakan pada

area bicara pada hemisfer otak, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral, dan

kelemahan secara umum.

3. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia,

kelemahan neuromuskuler pada ekstremitas

4. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan neuromuskuler,

menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrol/koordinasi otot.

5. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) yang berhubungan dengan imobilisasi, asupan

cairan yang tidak adekuat.

6. Gangguan eliminasi urine (inkontinensia urine) yang berhubungan dengan lesi pada

neuron motor atas.

7. Perubahan persepsi-sensori yang berhubungan dengan perubahan resepsi sensori,

integrasi (trauma neurologis atau defisit) yang ditandai dengan disorientasi terhadap

waktu, tempat, dan orang; perubahan dalam pola perilaku/respons terhadap

rangsangan, respons emosional berlebihan; konsentrasi buruk, perubahan proses

berpikir; perubahan dalam ketajaman sensori; ketidakmampuan untuk menyebutkan

posisi bagian tubuh (propriosepsi), ketidakmampuan mengenali/mendekati makna

terhadap objek (agnosia visual) (Doenges, 2000).

8. Resiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan

kelemahan otot dalam mengunyah makan dan menelan.

9. Risiko tinggi cedera yang berhubungan dengan penurunan luas lapang pandang,

penurunan sensori rasa (panas, dingin), penurunan tingkat kesadaran.

10. Risiko tinggi gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan tirah baring yang

lama.

Page 58: Makalah CVA Final

3.3 Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan &

NOC

NIC

1. Perubahan perfusi jaringan

serebral yang berhubungan

dengan perdarahan intraserebri,

oklusi otak, vasopasme, dan

edema otak.

NOC : Tissue perfusion :

cerebral

a) Tekanan darah sistole dan

diastole dalam rentang yang

diharapkan.

b) Tidak ada hipotensi ortostatik.

c) Kemampuan komunikasi

membaik.

d) Menunjukkan konsentrasi &

orientasi.

e) Pupil seimbang dan reaktif.

f) Tidak mengalami kejang.

g) Tidak mengalami nyeri

kepala.

1. Monitor tanda-tanda vital.

2. Monitor AGD, ukuran pupil, ketajaman,

kesimetrisan dan reaksi.

3. Monitor adanya diplopia, pandangan kabur,

nyeri kepala.

4. Monitor kondisi umum pasien dan

orientasinya.

5. Monitor tonus otot pergerakan.

6. Monitor tanda-tanda peningkatan tekanan

intrakranial dan respon nerologis.

7. Catat perubahan pasien dalam merespon

stimulus.

8. Monitor status cairan.

9. Pertahankan parameter hemodinamik

2. Kerusakan komunikasi verbal

yang berhubungan dengan efek

dari kerusakan pada area bicara

pada hemisfer otak, kehilangan

kontrol tonus otot fasial atau

oral, dan kelemahan secara

umum.

NOC : Communication

a) Menggunakan bahasa tertulis

1. Monitor kemampuan berkomunikasi pasien

2. Minta peran serta aktif keluarga dalam terapi

wicara.

3. Tandai bel pasien, sebagai pasien yang tidak

mampu berkomunikasi.

4. Minta pasien bicara dengan kecepatan pelan,

ulangi perkataan pasien untuk akurasinya.

Page 59: Makalah CVA Final

b) Menggunakan bahasa yg

dikuasai.

c) Menggunakan gambar untuk

berkomunikasi.

d) Memastikan interpretasi pesan

yang disampaikan akurat.

3. Hambatan mobilitas fisik yang

berhubungan dengan

hemiparese/hemiplagia,

kelemahan neuromuskuler pada

ekstremitas.

NOC : Self care : Activity Daily

Livings.

a) Klien meningkat dalam

aktivitas fisik.

b) Mengerti tujuan dari

peningkatan mobilitas.

c) Memverbalisasikan perasaan

dalam meningkatkan kekuatan

dan kemampuan berpindah.

1. Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan

dan lihat respon pasien saat latihan.

2. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi.

3. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan

ADLs secara mandiri sesuai kemampuan.

4. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi

dan bantu penuhi kebutuhan sehari-hari pasien.

5. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan

berikan bantuan jika diperlukan.

Page 60: Makalah CVA Final

BAB 4

STUDI KASUS

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN

CEREBROVASKULAR : CVA (STROKE)

1. Pengkajian

a. Identitas pasien

Nama : Tn. A

Umur : 50 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Jl. Gubeng Airlangga Surabaya

Tanggal MRS : 30 Maret 2016

Diagnosa medik : CVA hemoragik

Identitas penanggung jawab

Nama : Tn. S

Umur : 27 tahun

Alamat : Jl. Gubeng Airlangga Surabaya

Hubungan : Anak pasien

b. Riwayat kesehatan

1) Keluhan utama

Penurunan kesadaran, dengan tingkat kesadaran soporocoma GCS : E2M2V2

2) Riwayat penyakit sekarang

2 hari sebelumnya pasien demam, kemudian dibawa berobat ke dokter umum dan

dikatakan ISK. ± 2 jam yang lalu pasien tiba-tiba tidak sadar, tidak bisa

dibangunkan, saat tidur dalam kondisi ngorok. Sebelumnya tidak ada keluhan

nyeri kepala, tidak ada muntah dan tidak ada kejang. Keluarga membawa pasien

ke Rumah Sakit Kasih Ibu pukul 00.15 WIB. Kemudian dari RS tersebut dirujuk

ke IGD RSU Dr. Soetomo Surabaya pukul 13.00 WIB. Klien datang di IGD RS

Dr. Soetomo Surabaya dalam keadaan tidak sadar dengan GCS E2M2V2.

Kemudian klien dirujuk ke ruang ICU untuk mendapatkan perawatan intensif

dengan ventilator. Saat pengkajian di ICU klien soporokoma dengan GCS

E1M2VET, terpasang Ventilator dengan mode SIM V, FiO2 70%, PEEP + 5, VT

487, RR 38x/menit. Vital Sign : TD 140/90 mmHg, Heart rate 160x/menit, Suhu :

38,5⁰C, dan SaO2 97 %. Kondisi pupil keduanya miosis, reflek cahaya +/- . Ada

akumulasi secret di mulut dan di selang ET, tidak terpasang mayo dan lidah tidak

turun. Terdapat retraksi otot interkosta dengan RR 38 x/menit dan terdengar

ronkhi basah di basal paru kanan. CRT < 3 detik. Di ICU klien sudah

Page 61: Makalah CVA Final

mendapatkan Brainact /12 jam, Alinamin F/12 jam, Ranitidin /12 jam, dan infuse

RL 20 tpm.

3) Riwayat penyakit dahulu

Klien memiliki riwayat hipertensi sejak 2 tahun yang lalu

4) Riwayat kesehatan keluarga

Keluarga klien mengatakan bahwa tidak ada anggota keluarga klien yang

mengalami penyakit yang sama seperti klien.

c. Primary survey

1) Airway

Pada jalan napas terpasang ET, ada akumulasi secret di mulut dan selang ET,

lidah tidak jatuh ke dalam, dan tidak terpasang OPA.

2) Breathing

RR 30 x/menit, terdengar ronchi basah di basal paru kanan, terdapat retraksi otot

intercosta, tidak menggunakan otot bantu pernapasan, tidak ada wheeing,. Klien

terpasang ventilator dengan mode SIM V, FiO2 70 %, PEEP +5, VT 487, suara

dasar vesikular.

3) Circulation

TD 140/90 mmHg, MAP 112, HR 160 x/menit, SaO2 97 %, CRT <3 detik.

4) Disability

Kesadaran soporokoma GCS E1M2VET, reaksi pupil +/-, pupil miosis dan besar

pupil 2 mm.

5) Eksposure

Tidak ada luka pada bagian tubuh klien dari kepala sampai kaki, suhu 38 .

d. Pemeriksaan fisik

1) Tanda-tanda vital

Kesadaran soporokoma GCS E1M2VET

TD : 140/90 mmHg HR : 160 x/menit

RR : 30 x/menit T : 38

MAP : 112 SaO2 : 97 %

2) Kepala

Bentuk kepala bulat, normocepali, tidak ada lesi kepala, rambut berwarna hitam,

distribusi merata, tidak ada kelainan.

3) Mata

Kedua mata simetris, konjungtiva anemis (-),reaksi pupil +/-, pupil miosis dan

besar pupil 2 mm.

4) Telinga

Kedua telinga simetris, tidak ada jejas, bersih, terdapat serumen, tidak ada

pengeluaran darah dan cairan.

5) Hidung

Posisi septum nasal simetris, klien terpasang NGT, tidak ada secret di hidung,

tidak ada pernapasan cuping hidung.

Page 62: Makalah CVA Final

6) Mulut

Klien terpasang ET, terdapat akumulasi secret pada mulut dan selang ET, mulut

tampak kotor.

7) Leher

Leher simetris, tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak ada pembesaran

kelenjar limfe, tidak ada jejas pada leher, tidak ada tanda-tanda kaku kuduk.

8) Thoraks

a. Paru-paru

a) Inspeksi : Paru kanan dan kiri simetris, terdapat retraksi dinding dada,

tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan RR 30 x/menit.

b) Palpasi : Tidak terdapat massa,

c) Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru

d) Auskultasi : suara dasar vesikular, terdapat suara napas tambahan ronchi

pada basal paru kanan.

b. Jantung

a) Inspeksi : Tidak ada palpitasi, ictus cordis tidak tampak

b) Palpasi : HR 160 x/menit, ictus cordid tidak teraba

c) Perkusi : Pekak

d) Auskultasi : Bunyi jantung I – II normal, tidak ada bunyi jantung

tambahan.

9) Abdomen

a. Inspeksi : Datar, tidak ada lesi atau massa

b. Palpasi : tidak ada distensi abdomen

c. Perkusi : Timpani

d. Auskultasi : Bising usus 13 x/menit

10) Genitelia

Tidak ada kelainan.

11) Ekstremitas

Klien mengalami kelemahan pada ekstermitas kanan, kekuatan otot 1/2/1/3.

Aktivitas klien dibantu.

2. Diagnosa Keperawatan

Analisa Data

Data Fokus Etiologi Problem

DS :

DO :

a. Tingkat kesadaran

soporokoma

b. GCS E1M2VET

c. Klien tampak lemah

d. Klien memiliki

riwayat hipertensi

sejak 2 tahun yang lalu

Gangguan aliran darah

arteri dan vena

Resiko ketidakefektifan

perfusi jaringan otak

Page 63: Makalah CVA Final

e. Reaksi pupil +/-, pupil

miosis dan besar pupil

2 mm.

DS :

DO :

a. Klien terpasang ET

b. Terdapat secret pada

mulut dan ET

c. Terdengar bunyi

ronchi basah pada

basal paru kanan

d. Klien tidur dalam

kondisi ngorok

Akumulasi secret di jalan

napas

Ketidakefektifan bersihan

jalan napas

DS :

DO :

a. Klien mengalami

penurunan kesadaran

b. Klien mengalami

kelemahan pada

ekstremitas kanan

c. Kekuatan otot 1/2/1/3

d. Aktivitas klien dibantu

Gangguan neuromuskular

hemiparese/hemiplegia

Hambatan mobilitas fisik

Berdasarkan analisa data di atas maka, diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

pada klien adalah :

1. Resiko ketidakefektifan jaringan otak berhubungan dengan gangguan aliran darah

arteri dan vena.

2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan akumulasi secret di jalan

napas

3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular

hemiparase/hemiplegia.

3. Intervensi Keperawatan

1) Resiko ketidakefektifan jaringan otak berhubungan dengan gangguan aliran darah

arteri dan vena.

NOC

a. Neurological status

b. Circulation status

c. Tissue perfusion

NIC

1. Monitoring tingkat kesadaran.

2. Monitor ukuran pupil, bentuk, kesimetrisan dan reaktivitas terhadap cahaya.

Page 64: Makalah CVA Final

3. Memantau GCS pasien.

4. Monitor status pernapasan : ABG, pulse oximetry, kedalaman pernapasan,

frekuensi dan pola pernapasan.

5. Monitor tekanan darah, HR, suhu dan status pernapasan.

6. Catat tanda dan gejala peningkatan tekanan darah

7. Monitor warna kulit, suhu dan kelembaban

8. Identifikasi penyebab perubahan tanda-tanda vital

9. Monitor kekuatan otot dan gerakan motorik

2) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan akumulasi secret di jalan

napas

NOC

a. Respiratory status

b. Respiratory status: Airway patency

c. Respiratory status : ventilation

d. Vital signs

NIC

1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.

2. Bersihkan secret dengan mekanisme batuk atau suction.

3. Auskultasi suara napas sebelum dan sesudah suction

4. Bantu dengan spirometer insentif.

5. Auskultasi suara napas, catat area peningkatan/penurunan ventilasi dan adanya

suara napas tambahan.

6. Monitor irama, frekuensi, kedalaman dan pola pernapasan.

7. Catat pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernapasan dan retraksi

dinding dada.

8. Monitor saturasi oksigen secara berkesinambungan.

9. Gunakan bronkodilator

10. Berikan humidifier atau oksigen

3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular

hemiparase/hemiplegia.

NOC

a. Ambulation

b. Mobility

c. Neurogical status : spinal sensory/motor function

NIC

1. Monitor kekuatan otot dan gerakan motorik

2. Monitor adanya paresthesia : mati rasa dan kesemutan.

3. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat.

4. Bantu pasien untuk mngubah posisi secara berkala.

5. Ajarkan latihan ROM aktif dan pasif.

6. Bantu aktivitas pasien sesuai toleransi.

Page 65: Makalah CVA Final

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Konsep fisiologis aliran darah dalam otak meliputi sirkulasi anterior dan sirkulasi

posterior. Sirkulasi anterior meliputi sirkulasi arteri karotis internal, arteri middle serebral,

arteri anterior serebral dan arteri komunikating anterior. Sedangkan sirkulasi posterior

meliputi sirkulasi arteri vertebralis, arteri basilaris, aretri posterior serebral dan arteri

komunikating posterior.

Stroke adalah suatu episode akut dari disfungsi neurologis yang diduga disebabkan oleh

iskemik atau hemoragik, yang berlangsung ≥ 24 jam atau sampai meninggal, tetapi tanpa

bukti yang cukup untuk diklasifikasikan. Stroke biasanya diakibatkan oleh trombosis serebri,

embolisme serebral, iskemia di jaringan otak dan hemoragik serebral. Gejala klinis yang

mungkin timbul adalah defisit neurologis mendadak, kelumpuhan wajah atau anggota badan,

gangguan hemisensorik, perubahan status mental serta gangguan komunikasi verbal.

Masalah keperawatan yang muncul pada pasien dengan stroke antara lain perubahan

perfusi jaringan serebral, hambatan komunikasi verbal dan hambatan mobilitas fisik.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas maka penulis menyampaikam saran yang sekiranya

dapat dijadikan perhatian dan masukan untuk mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu :

a) Menambah pengetahuan sehingga diharapkan lebih memahami tentang penyakit, gejala,

pengobatan dan penanganan gangguan sistem serebrovaskuler (stroke/CVA).

b) Keluarga hendaknya memahami keadaan pasien dan mendukung proses pengobatan

pasien.

c) Sebagai seoraang perawat hendaknya lebih memahami tentang konsep penyakit gangguan

sistem serebrovaskuler dan asuhan keperawatan yang harus diberikan sehingga dapat

mengaplikasikan asuhan keperawatan pada pasien secara komprehensif.

Page 66: Makalah CVA Final

DAFTAR PUSTAKA

Alexander, Sheila.(2013). Evidence-based Nursing Care for Stroke and Neurovascular

Condition. John Wiley & sons, Inc.

Batticaca F. (2008). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persyarafan.

Jakarta: Salemba Medika.

Brunner & Suddart (2002). Buku ajar keperawatan medikal-bedah. Ed.8 Vol.3. Jakarta: EGC.

Caplan, Louis R. (2009). Caplan's Stroke : A Clinical Approach. Elsevier Health Science.

Dewanto, george Dkk (2009). Panduan praktis diagnosis & tatalaksana penyakit saraf

Jakarta: EGC.

Hidayat, A. Aziz Alimul (2014). Metode penelitian keperawatan dan teknik analisis data.

Jakarta:Salemba Medika.

Janigro, D., Wender, R., Ramson, G., Tinklepaugh, D., & Winn, H. (1996). Adenosine-

Induced Release of Nitric Oxide from Cortical Astrocytes. Neuroreport, 1640-1644.

Junaidi, iskandar (2011). Stroke, waspadai ancamannya. Yogayakarta: Andi Offset.

Kozier, Barbara et al. (2011). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, proses, dan

praktik. Ed. 7 Vol.1. Jakarta: EGC.

Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Muttaqin, Arif (2011). Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem

persarafan. Jakarta: Salemba medika.

Nurarif, Amin Huda danan Kusumahardhi (2013). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan

diagnosis medis & NANDA NIC-NOC Yogyakarta: Media action.

Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI.(2013). Situasi Kesehatan Jantung. Info

Datin

Pearce, Evelyn C (2011). Anatomi dan fisiologi untuk paramedik. Jakarta: Gramedia.

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.

Jakarta: EGC.

Rendi M Clevo (2012). Asuhan keperawatan medical bedah dan penyakit dalam.

Yogyakarta: Nuha Medika.

Ritter, A., & Robertson, C. (1994). Cerebral Metabolism. Neurosurgery Clinics of Nort

America, 633-645.

Page 67: Makalah CVA Final

Sacco, et all (2013). An updated definition of stroke for the 21st century: a statement for

healthcare professionals from the American Heart Association/American Stroke

Association. US National Library of Medicine National Institute of Health :

Pubmed.gov.

Tabet, R. (2014, Agustus 24). Gejala Stroke dan Cara Cepat Penanganan untuk Menghindari

Cacat Permanen. Dipetik Maret 24, 2016, dari Situs Sains dan Kesehatan:

http://www.univer-science.com/2014/08/gejala-stroke-dan-cara-cepat.html

Warlow, Charles et al (2008). Stroke : Practical Management, 3rd

edition. Malden, Mass. :

Blackwell Pub.

Woodward,Mestecky.(2011). Neuroscience Nursing. Evidence-Based Practice. Wiley-

Blackwell Publishing.Ltd.

Zauner, A., Daugherty, W., Bullock, M., & Warner, D. (2002). Brain Oxygenation and

Energy Metabolism: Part 1-Biologocal Function and Pathophysiology. Neurosurgery,

289-301.