lp asma

59
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ASMA BRONKIAL DISUSUN OLEH: KOMANG NOVIANTARI 1302105006 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2016

Upload: komang-noviantari

Post on 13-Apr-2016

29 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

LP ASMA

TRANSCRIPT

Page 1: Lp Asma

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN ASMA BRONKIAL

DISUSUN OLEH:

KOMANG NOVIANTARI

1302105006

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

2016

Page 2: Lp Asma

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi/Pengertian

Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversible dimana trakea

dan brokhi berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu (Smeltzer

& Bare, 2002).

Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan

bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan

jalan napas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik secara spontan

maupun sebagai hasil pengobatan (Muttaqin, 2008).

Asma adalah suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas cabang-cabang

trakeobronkhial terhadap berbagai jenis rangsangan (Pierce, 2007).

Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak

sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan

hiperresponsivitas saluran napas yang menimbulkan gejala episodik berulang

berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk terutama malam hari dan

atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi saluran napas

yang luas, bervariasi dan sering kali bersifat reversible dengan atau tanpa

pengobatan (Boushey, 2005).

Asma merupakan sebuah penyakit kronik saluran napas yang terdapat di seluruh

dunia dengan kekerapan bervariasi yang berhubungan dengan dengan

peningkatan kepekaan saluran napas sehingga memicu episode mengi berulang

(wheezing), sesak napas (breathlessness), dada rasa tertekan (chest tightness),

dispnea, dan batuk (cough) terutama pada malam atau dini hari. (PDPI, 2006;

GINA, 2009).

Menurut National Heart, Lung and Blood Institute (NHLBI, 2007), pada

individu yang rentan, gejala asma berhubungan dengan inflamasi yang akan

menyebabkan obstruksi dan hiperesponsivitas dari saluran pernapasan yang

bervariasi derajatnya.

Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Asma

merupakan penyempitan jalan napas yang disebabkan karena hipersensitivitas

cabang-cabang trakeobronkhial terhadap stimuli tertentu.

2. Epidemiologi

Asma merupakan penyakit kronik yang paling umum di dunia, dimana terdapat

300 juta penduduk dunia yang menderita penyakit ini. Asma dapat terjadi pada

Page 3: Lp Asma

anak-anak maupun dewasa, dengan prevalensi yang lebih besar terjadi pada anak-

anak (GINA, 2003). Menurut data studi Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)

di berbagai propinsi di Indonesia, pada tahun 1986 asma menduduki urutan kelima

dari sepuluh penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis

kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik, dan emfisema

sebagai penyebab kematian (mortalitas) keempat di Indonesia atau sebesar 5,6%.

Lalu pada SKRT 1995, dilaporkan prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13

per 1.000 penduduk (PDPI, 2006). Dari hasil penelitian Riskesdas, prevalensi

penderita asma di Indonesia adalah sekitar 4%. Menurut Sastrawan, dkk (2008),

angka ini konsisten dan prevalensi asma bronkial sebesar 5–15%.

3. Penyebab/Faktor Presdiposisi

Secara umum faktor risiko asma dipengaruhi atas factor genetik dan faktor

lingkungan (National Institutes of Health, 2007)

1. Faktor Genetik

a) Atopi/alergi

Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui

bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya

mempunyai keluarga dekat yang juga alergi. Dengan adanya bakat alergi

ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpajan

dengan faktor pencetus.

b) Hipereaktivitas bronkus

Saluran napas sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen maupun iritan.

c) Jenis kelamin

Pria merupakan risiko untuk asma pada anak. Sebelum usia 14 tahun,

prevalensi asma pada anak laki-laki adalah 1,5-2 kali dibanding anak

perempuan. Tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut lebih kurang

sama dan pada masa menopause perempuan lebih banyak.

d) Obesitas

Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI) merupakan faktor risiko

asma. Mediator tertentu seperti leptin dapat mempengaruhi fungsi saluran

napas dan meningkatkan kemungkinan terjadinya asma. Meskipun

mekanismenya belum jelas, penurunan berat badan penderita obesitas

dengan asma, dapat memperbaiki gejala fungsi paru, morbiditas dan status

kesehatan.

Page 4: Lp Asma

2. Faktor lingkungan

a) Alergen dalam rumah (tungau debu rumah, spora jamur, kecoa, serpihan

kulit binatang seperti anjing, kucing, dan lain-lain).

b) Alergen luar rumah (serbuk sari, dan spora jamur).

3. Faktor lain

a) Alergen makanan

Contoh: susu, telur, udang, kepiting, ikan laut, kacang tanah, coklat, kiwi,

jeruk, bahan penyedap pengawet, dan pewarna makanan.

b) Alergen obat-obatan tertentu

Contoh: penisilin, sefalosporin, golongan beta lactam lainnya, eritrosin,

tetrasiklin, analgesik, antipiretik, dan lain lain.

c) Bahan yang mengiritasi

Contoh: parfum, household spray, dan lain-lain.

d) Asap rokok bagi perokok aktif maupun pasif

Asap rokok berhubungan dengan penurunan fungsi paru. Pajanan asap

rokok, sebelum dan sesudah kelahiran berhubungan dengan efek berbahaya

yang dapat diukur seperti meningkatkan risiko terjadinya gejala serupa

asma pada usia dini.

e) Polusi udara dari luar dan dalam ruangan

f) Exercise-induced asthma

Pada penderita yang kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas/olahraga

tertentu. Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika

melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling

mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktivitas

biasanya terjadi segera setelah selesai aktivitas tersebut.

g) Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi

asma. Atmosfer yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu

terjadinya serangan asma. Serangan kadang-kadang berhubungan dengan

musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga (serbuk sari

beterbangan).

4. Patofisiologi

Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain

alergen, virus, dan iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut. Asma

Page 5: Lp Asma

dapat terjadi melalui 2 jalur, yaitu jalur imunologis dan saraf otonom. Jalur

imunologis didominasi oleh antibodi IgE, merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I

(tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase lambat. Reaksi alergi timbul pada orang

dengan kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodi IgE abnormal dalam

jumlah besar, golongan ini disebut atopi. Pada asma alergi, antibodi IgE terutama

melekat pada permukaan sel mast pada interstisial paru, yang berhubungan erat

dengan bronkiolus dan bronkus kecil. Bila seseorang menghirup alergen, terjadi

fase sensitisasi, antibodi IgE orang tersebut meningkat. Alergen kemudian

berikatan dengan antibodi IgE yang melekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini

berdegranulasi mengeluarkan berbagai macam mediator. Beberapa mediator yang

dikeluarkan adalah histamin, leukotrien, faktor kemotaktik eosinofil dan bradikinin.

Hal itu akan menimbulkan efek edema lokal pada dinding bronkiolus kecil, sekresi

mukus yang kental dalam lumen bronkiolus, dan spasme otot polos bronkiolus,

sehingga menyebabkan inflamasi saluran napas. Pada reaksi alergi fase cepat,

obstruksi saluran napas terjadi segera yaitu 10-15 menit setelah pajanan alergen.

Spasme bronkus yang terjadi merupakan respons terhadap mediator sel mast

terutama histamin yang bekerja langsung pada otot polos bronkus.

Pada fase lambat, reaksi terjadi setelah 6-8 jam pajanan allergen dan bertahan

selama 16-24 jam, bahkan kadang-kadang sampai beberapa minggu. Sel-sel

inflamasi seperti eosinofil, sel T, sel mast dan Antigen Presenting Cell (APC)

merupakan sel-sel kunci dalam patogenesis asma.

Pada jalur saraf otonom, inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast

intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran

napas. Peregangan vagal menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator

inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel jalan

napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa,

sehingga meningkatkan reaksi yang terjadi. Kerusakan epitel bronkus oleh mediator

yang dilepaskan pada beberapa keadaan reaksi asma dapat terjadi tanpa melibatkan

sel mast misalnya pada hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap, kabut dan SO2.

Pada keadaan tersebut reaksi asma terjadi melalui refleks saraf. Ujung saraf eferen

vagal mukosa yang terangsa menyebabkan dilepasnya neuropeptid sensorik

senyawa P, neurokinin A dan Calcitonin Gene-Related Peptide (CGRP).

Neuropeptida itulah yang menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi, edema

bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi lendir, dan aktivasi sel-sel inflamasi.

Page 6: Lp Asma

Hipereaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma, besarnya hipereaktivitas

bronkus tersebut dapat diukur secara tidak langsung, yang merupakan parameter

objektif beratnya hipereaktivitas bronkus. Berbagai cara digunakan untuk

mengukur hipereaktivitas bronkus tersebut, antara lain dengan uji provokasi beban

kerja, inhalasi udara dingin, inhalasi antigen, maupun inhalasi zat nonspesifik.

5. Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe,

yaitu:

1) Ekstrinsik (alergik)

Asma ekstrinsik ditandai dengan adanya reaksi alergik yang disebabkan oleh

faktor-faktor pencetus spesifik (alergen), seperti  serbuk bunga, bulu binatang,

obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Oleh karena itu jika ada

faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan

terjadi serangan asthma ekstrinsik. Pasien dengan asma ekstrinsik

biasanya sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik

terhadap alergi dalam keluarganya.

2) Intrinsik (non alergik)

Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang

tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga

disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma

ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat

berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan

mengalami asma gabungan.

3) Asthma gabungan

Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk

alergik dan non-alergik.

(Smeltzer & Bare, 2002)

Berdasarkan derajat penyakitnya, asma dapat diklasifikasikan menjadi (PDPI,

2006):

No Derajat Asma Gejala Gejala Malam Faal Paru

1 Intermitten -      Gejala <1x/minggu

-      Tanpa gejala antar

serangan

≤2 kali sebulan-  VEP1  atau

APE ³80%

-  Variabilitas APE

Page 7: Lp Asma

-      Serangan singkat <20%

2 Persisten

ringan

-      Gejala >1x/minggu

tetapi <1x/hari

-      Serangan dapat

mengganggu aktivitas dan

tidur

> 2 kali

sebulan

-  VEP1  atau

APE ³80%

-  Variabilitas APE

20-30%

3 Persisten

sedang

-      Gejala setiap hari

-      Serangan mengganggu

aktivitas dan tidur

> 2 kali sebulan-  VEP1  atau APE

60-80%

-  Variabilitas APE

>30%

4 Persisten

berat

-      Gejala terus menerus

-      Sering kambuh

-      Aktivitas fisik terbatas

Sering -  VEP1  atau

APE >60%

Berdasarkan derajat serangan (GINA, 2006):

Parameter Klinis,

Fungsi Faal

Paru,Laboratoriu

m

Ringan Sedang Berat

Ancaman

Henti

Napas

Sesak (breathless) Aktivitas:

Berjalan

Bayi :

Menangis

keras

Aktivitas:Berbicar

a

Bayi :

Tangis pendek dan

lemah, kesulitan

menetek/makan

Aktivitas:Istiraha

t

Bayi :

Tidak mau

makan/minum

Posisi Bisa

berbaring

Lebih suka duduk Duduk bertopang

lengan

Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kata

Sianosis Tidak ada Tidak Ada Ada Nyata

Wheezing Sedang,

sering

hanya

Nyaring sepanjang

ekspirasi dan

Sangat nyaring

terdengar tanpa

Tidak

terdenga

Page 8: Lp Asma

pada

akhir

ekspirasi

inspirasi

stetoskop r

Penggunaan otot

bantu napas

Biasanya

tidak

Biasanya ya Ya Gerakan

paradok

torako-

abdomina

l

Retraksi Dangkal,

retraksi

interkosta

l

Sedang,ditambah

retraksi

suprasternal

Dalam, ditambah

napas cuping

hidung

Dangkal/

hilang

Frekuensi nadi Normal Takikardi Takikardi Bradikard

i

Frekuensi napas Takipneu Takipneu Takipneu Bradipne

u

6. Gejala Klinis

a. Gejala awal dapat berupa batuk terutama pada malam atau dini hari, sesak

napas, napas berbunyi (mengi) yang terdengar jika pasien menghembuskan

napasnya, rasa berat di dada, dahak sulit keluar (Direktorat Bina Farmasi dan

Klinik, 2007).

b. Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa atau

disebut juga stadium kronik (status asmatikus). Yang termasuk gejala yang

berat adalah serangan batuk yang hebat, sesak napas yang berat dan tersengal-

sengal, sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut), sulit tidur dan

posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan duduk, kesadaran menurun,

thorak seperti barel chest, tampak tarikan otot sternokleidomastoideus,

sianosis, suara nafas melemah bahkan tak terdengar (silent Chest) (Direktorat

Bina Farmasi dan Klinik, 2007).

Menurut Smeltzer & Bare (2002) manifestasi klinis dari asma, diantaranya:

a. Tiga gejala umum asma adalah batuk, dispnea dan mengi. Serangan asma

biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai

dengan pernapasan lambat, mengi dan laborius.

Page 9: Lp Asma

b. Sianosis karena hipoksia

c. Gejala retensi CO2  : diaforesis, takikardia, pelebaran tekanan nadi.

7. Pemeriksaan Fisik

Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan fisik dapat normal

(GINA, 2009). Kelainan pemeriksaan fisik yang paling umum ditemukan pada

auskultasi adalah mengi. Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar

normal walaupun pada pengukuran objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan

jalan napas. Oleh karena itu, pemeriksaan fisik akan sangat membantu diagnosis

jika pada saat pemeriksaan terdapat gejala-gejala obstruksi saluran pernapasan

(Chung, 2002). Sewaktu mengalami serangan, jalan napas akan semakin mengecil

oleh karena kontraksi otot polos saluran napas, edema dan hipersekresi mukus.

Keadaan ini dapat menyumbat saluran napas; sebagai kompensasi penderita akan

bernapas pada volume paru yang lebih besar untuk mengatasi jalan napas yang

mengecil (hiperinflasi). Hal ini akan menyebabkan timbulnya gejala klinis berupa

batuk, sesak napas, dan mengi (GINA, 2009)

8. Pemeriksaan Diagnostik

a. Spirometer

Alat pengukur faal paru, selain penting untuk menegakkan diagnosis juga untuk

menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan (Bernstein, 2003). Spirometri

adalah mesin yang dapat mengukur kapasitas vital paksa (KVP) dan volume

ekspirasi paksa detik pertama (VEP1). Pemeriksaan ini sangat tergantung

kepada kemampuan pasien sehingga diperlukan instruksi operator yang jelas

dan kooperasi pasien. Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai

tertinggi dari 2-3 nilai yang diperiksa. Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai

VEP1 < 80% nilai prediksi atau rasio VEP1/KVP < 75%. Selain itu, dengan

spirometri dapat mengetahui reversibiliti asma, yaitu adanya perbaikan VEP1

>15 % secara spontan, atau setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator),

atau setelah pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian

kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu.

b. Peak flow meter/PFM

Peak flow meter merupakan alat pengukur faal paru sederhana, alat tersebut

digunakan untuk mengukur jumlah udara yang berasal dari paru. Oleh karena

pemeriksaan jasmani dapat normal, dalam menegakkan diagnosis asma

diperlukan pemeriksaan obyektif (spirometer/FEV1 atau PFM). Spirometer

Page 10: Lp Asma

lebih diutamakan dibanding PFM oleh karena; PFM tidak begitu sensitif

dibanding FEV. untuk diagnosis obstruksi saluran napas, PFM mengukur

terutama saluran napas besar, PFM dibuat untuk pemantauan dan bukan alat

diagnostik, APE dapat digunakan dalam diagnosis untuk penderita yang tidak

dapat melakukan pemeriksaan FEV1 (Bernstein, 2003).

c. X-ray dada/ Thoraks

Dilakukan untuk menyingkirkan penyakit yang tidak disebabkan asma

(Bernstein, 2003). Pada serangan asma yang ringan, gambaran radiologik paru

biasanya tidak menunjukkan adanya kelainan.

d. Pemeriksaan IgE.

Uji tusuk kulit (skin prick test) untuk menunjukkan adanya antibodi IgE

spesifik pada kulit. Uji tersebut untuk menyokong anamnesis dan mencari

faktor pencetus. Uji alergen yang positif tidak selalu merupakan penyebab

asma. Pemeriksaan darah IgE Atopi dilakukan dengan cara radioallergosorbent

test (RAST) bila hasil uji tusuk kulit tidak dapat dilakukan (pada der-

mographism) (Bernstein, 2003).

e. Petanda inflamasi.

Derajat berat asma dan pengobatannya dalam klinik sebenarnya tidak

berdasarkan atas penilaian obyektif inflamasi saluran napas. Gejala klinis dan

spirometri bukan merupakan petanda ideal inflamasi. Penilaian semi-kuantitatif

inflamasi saluran napas dapat dilakukan melalui biopsi paru, pemeriksaan sel

eosinophil dalam sputum, dan kadar oksida nitrit udara yang dikeluarkan

dengan napas. Analisis sputum yang diinduksi menunjukkan hubungan antara

jumlah eosinophil dan Eosinophyl Cationic Protein (ECP) dengan inflamasi dan

derajat berat asma. Biopsi endobronkial dan transbronkial dapat menunjukkan

gambaran inflamasi, tetapi jarang atau sulit dilakukan di luar riset (Bernstein,

2003).

f. Uji Hipereaktivitas Bronkus/HRB.

Pada penderita yang menunjukkan FEV1 >90%, HRB dapat dibuktikan dengan

berbagai tes provokasi. Provokasi bronkial dengan menggunakan nebulasi

droplet ekstrak alergen spesifik dapat menimbulkan obstruksi saluran napas

pada penderita yang sensitif. Respons sejenis dengan dosis yang lebih besar,

terjadi pada subyek alergi tanpa asma. Di samping itu, ukuran alergen dalam

alam yang terpajan pada subyek alergi biasanya berupa partikel dengan

Page 11: Lp Asma

berbagai ukuran dari 2 um sampai 20 um, tidak dalam bentuk nebulasi. Tes

provokasi sebenarnya kurang memberikan informasi klinis dibanding dengan

tes kulit. Tes provokasi nonspesifik untuk mengetahui HRB dapat dilakukan

dengan latihan jasmani, inhalasi udara dingin atau kering, histamin, dan

metakolin (Bernstein, 2003).

g. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah lengkap diperlukan untuk menunjang dalam menegakkan

diagnostik.

h. Pemeriksaan AGD

Analisa gas darah Hanya dilakukan pada penderita dengan serangan asma berat

atau status asmatikus.

9. Diagnosis/Kriteria Diagnosis

Untuk dapat mendiagnosis asma, diperlukan pengkajian kondisi klinis serta

pemeriksaan penunjang (Bernstein, 2003).

a) Anamnesis

Ada beberapa hal yang harus diketahui dari pasien asma antara lain: riwayat

hidung ingusan atau mampat (rhinitis alergi), mata gatal, merah, dan berair

(konjungtivitis alergi), dan eksema atopi, batuk yang sering kambuh (kronik)

disertai mengi, flu berulang, sakit akibat perubahan musim atau pergantian

cuaca, adanya hambatan beraktivitas karena masalah pernapasan (saat

berolahraga), sering terbangun pada malam hari, riwayat keluarga (riwayat

asma, rinitis atau alergi lainnya dalam keluarga), memelihara binatang di dalam

rumah, banyak kecoa, terdapat bagian yang lembab di dalam rumah. Untuk

mengetahui adanya tungau debu rumah, tanyakan apakah menggunakan karpet

berbulu, sofa kain bludru, kasur kapuk, banyak barang di kamar tidur. Apakah

sesak dengan bau-bauan seperti parfum, spray pembunuh serangga, apakah

pasien merokok, orang lain yang merokok di rumah atau lingkungan kerja, obat

yang digunakan pasien, apakah ada beta blocker, aspirin atau steroid.

(Bernstein, 2003).

b) Pemeriksaan Klinis

Untuk menegakkan diagnosis asma, harus dilakukan anamnesis secara rinci,

menentukan adanya episode gejala dan obstruksi saluran napas. Pada

pemeriksaan fisis pasien asma, sering ditemukan perubahan cara bernapas, dan

terjadi perubahan bentuk anatomi toraks. Pada inspeksi dapat ditemukan; napas

Page 12: Lp Asma

cepat, kesulitan bernapas, menggunakan otot napas tambahan di leher, perut

dan dada. Pada auskultasi dapat ditemukan; mengi, ekspirasi memanjang

(Bernstein, 2003).

c) Pemeriksaan Penunjang

1) Spirometer

Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai VEP1 < 80% nilai prediksi atau

rasio VEP1/KVP < 75%. Selain itu, dengan spirometri dapat mengetahui

reversibiliti asma, yaitu adanya perbaikan VEP1 >15 % secara spontan, atau

setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian

bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid

(inhalasi/oral) 2 minggu.

2) Pemeriksaan IgE.

Uji tusuk kulit (skin prick test) untuk menunjukkan adanya antibodi IgE

spesifik pada kulit. Uji tersebut untuk mendukung anamnesis dan mencari

faktor pencetus. Uji alergen yang positif tidak selalu merupakan penyebab

asma. Pemeriksaan darah IgE Atopi dilakukan dengan cara

radioallergosorbent test (RAST) bila hasil uji tusuk kulit tidak dapat

dilakukan (pada der-mographism) (Bernstein, 2003).

3) Petanda inflamasi.

Analisis sputum yang diinduksi menunjukkan hubungan antara jumlah

eosinophil dan Eosinophyl Cationic Protein (ECP) dengan inflamasi dan

derajat berat asma. Biopsi endobronkial dan transbronkial dapat

menunjukkan gambaran inflamasi, tetapi jarang atau sulit dilakukan di luar

riset (Bernstein, 2003).

4) Uji Hipereaktivitas Bronkus/HRB.

Pada penderita yang menunjukkan FEV1 >90%, HRB dapat dibuktikan

dengan berbagai tes provokasi. Provokasi bronkial dengan menggunakan

nebulasi droplet ekstrak alergen spesifik dapat menimbulkan obstruksi

saluran napas pada penderita yang sensitif. Respons sejenis dengan dosis

yang lebih besar, terjadi pada subyek alergi tanpa asma.

5) Pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan darah lengkap dapat ditemukan lekositosis dengan

neutrofil yang meningkat menunjukkan adanya infeksi, eosinofil darah

dapat meningkat > 250/mm3.

Page 13: Lp Asma

6) Pemeriksaan X-RayBeberapa tanda yang menunjukkan yang khas untuk asma adanya hiperinflasi, penebalan dinding bronkus, vaskulasrisasi paru

7) Pemeriksaan AGD

Analisa gas darah hanya dilakukan pada penderita dengan serangan asma

berat atau status asmatikus. Pada keadaan ini dapat terjadi hipoksemia,

hiperkapnia dan asidosis respiratorik. Pada asma ringan sampai sedang

PaO2 normal sampai sedikit menurun, PaCO2 menurun dan terjadi alkalosis

respiratorik. Pada asma yang berat PaO2 jelas menurun, PaCO2 normal atau

meningkat dan terjadi asidosis respiratorik.

10. Terapi/Tindakan Penanganan.

Tujuan utama dari penatalaksanaan asma adalah dapat mengontrol manifestasi

klinis dari penyakit untuk waktu yang lama, meningkatkan dan mempertahankan

kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam

melakukan aktivitas sehari-hari. GINA (2009) dan PDPI (2006) menganjurkan

untuk melakukan penatalaksanaan berdasarakan kontrol. Untuk mencapai dan

mempertahankan keadaan asma yang terkontrol terdapat dua faktor yang perlu

dipertimbangkan, yaitu:

a) Medikasi

Menurut PDPI (2006), medikasi asma dapat diberikan melalui berbagai cara

seperti inhalasi, oral dan parenteral. Dewasa ini yang lazim digunakan adalah

melalui inhalasi agar langsung sampai ke jalan napas dengan efek sistemik

yang minimal ataupun tidak ada. Macam–macam pemberian obat inhalasi

dapat melalui inhalasi dosis terukur (IDT), IDT dengan alat bantu (spacer), Dry

powder inhaler (DPI), breath–actuated IDT, dan nebulizer. Medikasi asma

terdiri atas pengontrol (controllers) dan pelega (reliever).

1. Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang, terutama untuk asma

persisten, yang digunakan setiap hari untuk menjaga agar asma tetap

terkontrol (PDPI, 2006). Menurut PDPI (2006), pengontrol, yang sering

disebut sebagai pencegah terdiri dari Glukokortikosteroid inhalasi dan

sistemik, Leukotriene modifiers , Agonis β-2 kerja lama (inhalasi dan oral),

Metilsantin (teofilin), Kromolin (Sodium Kromoglikat dan Nedokromil

Sodium

Page 14: Lp Asma

2. Pelega adalah medikasi yang hanya digunakan bila diperlukan untuk cepat

mengatasi bronkokonstriksi dan mengurangi gejala – gejala asma. Prinsip

kerja obat ini adalah dengan mendilatasi jalan napas melalui relaksasi otot

polos, memperbaiki dan atau menghambat bronkokonstriksi yang berkaitan

dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada, dan batuk. Akan tetapi

golongan obat ini tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau

menurunkan hipersensitivitas jalan napas. Pelega terdiri dari Agonis β-2

kerja singkat, Kortikosteroid sistemik, Antikolinergik (Ipratropium

bromide), Metilsantin.

b) Penatalaksanaan non Medikamentosa:

1. Saat serangan

- pemberian oksigen, bila ada tanda-tanda hipoksemia, baik atas dasar

gejala klinik maupun hasil analisa gas darah.

- pemberian cairan, terutama pada serangan asma yang berat dan yang

berlangsung lama ada kecenderungan terjadi dehidrasi. Dengan

menangani dehidrasi, viskositas mukus juga berkurang dan dengan

demikian memudahkan ekspektorasi.

- drainase postural atau chest physioterapi, untuk membantu pengeluaran

dahak agar supaya tidak timbul penyumbatan.

- menghindari paparan alergen.

2. Diluar serangan

- Pendidikan/penyuluhan

Penderita perlu mengetahui apa itu asma, apa penyebabnya, apa

pengobatannya, apa efek samping macam-macam obat, dan bagaimana

dapat menghindari timbulnya serangan. Menghindari paparan alergen.

Imti dari prevensi adalah menghindari paparan terhadap alergen.

- Imunoterapi/desensitisasi.

Penentuan jenis alergen dilakukan dengan uji kulit atau provokasi

bronkial. Setelah diketahui jenis alergen, kemudian dilakukan

desensitisasi.

- Relaksasi/kontrol emosi.

untuk mencapai ini perlu disiplin yang keras. Relaksasi fisik dapat

dibantu dengan latihan napas.

11. Komplikasi

Page 15: Lp Asma

Berbagai komplikasi menurut Mansjoer (2008) yang mungkin timbul adalah:

1) Pneumothoraks

Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura. Keadaan

ini dapat menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan

kegagalan napas.

2) Status asmatikus

Serangan asma akut yang sangat parah, berkepanjangan, dan tidak merespon

terapi biasa secara memadai. Hal ini disebabkan oleh penyempitan saluran napas

akibat bronkospasme yang sedang berlangsung, edema, dan penyumbatan lendir.

3) Pneumomediastinum

Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma “udara”, juga dikenal sebagai

emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana udara hadir di mediastinum.

Pertama dijelaskan pada 1819 oleh Rene Laennec, kondisi ini dapat disebabkan

oleh trauma fisik atau situasi lain yang mengarah ke udara keluar dari paru-paru,

saluran udara atau usus ke dalam rongga dada.

4) Atelektasis

Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat

penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan

yang sangat dangkal.

5) Gagal napas

Gagal napas dapat tejadi bila pertukaran oksigen terhadap karbodioksida dalam

paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan

karbondioksida dalam sel-sel tubuh.

6) Bronkhitis

Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian dalam

dari saluran pernapasan di paru-paru yang kecil (bronkhiolis) mengalami

bengkak. Selain bengkak juga terjadi peningkatan produksi lendir (dahak).

Akibatnya penderita merasa perlu batuk berulang-ulang dalam upaya

mengeluarkan lendir yang berlebihan, atau merasa sulit bernapas karena

sebagian saluran udara menjadi sempit oleh adanya lendir.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas pasien

Page 16: Lp Asma

b. Keluhan utama klien

c. Pemeriksaan fisik

d. Pemeriksaan tanda-tanda vital

• Tekanan Darah

• Nadi

• Frekuensi pernapasan

• Suhu tubuh

e. Pemeriksaan laboratorium

f. Pengkajian 11 Pola Fungsional Gordon

1. Pola persepsi dan Manajemen kesehata

Perawat perlu menanyakan pengetahuan tentang kesehatan, pengetahuan

preventif.

2. Pola nutrisi, cairan dan metabolic

Perawat perlu menanyakan pola makan, masukan cairan, tipe makanan

dan cairan, berat badan, nafsu makan, pilihan makanan

3. Pola Eliminasi

Perawat perlu menanyakan pola BAB/Defekasi, alat bantu, obat, pola

BAK.

4. Pola latihan- aktivitas

Perawat perlu menanyakan latihan, rekreasi, aktivitas sehari-hari,

pemenuhan ADL.

5. Pola istirahat dan tidur

Perawat perlu menanyakan kualitas dan kuantitas tidur serta istirahat

6. Pola konsep diri dan persepsi diri

Perawat perlu menanyakan fungsi panca indera, bahasa, persepsi pasien

terhadap nyeri

7. Pola kognitif- perceptual

Perawat perlu menanyakan persepsi diri, pola emosional

8. Pola peran dan hubungan

Perawat perlu menanyakan peran dan tanggung jawab

9. Pola reproduksi- seksual

Perawat perlu menanyakan kualitas seksual dan Reproduksi

10. Pola koping dan toleransi stress

Page 17: Lp Asma

Perawat perlu menanyakan kemampuan mengendalikan stress, kukungan/

coping saat menghadapi masalah.

11. Pola keyakinan dan nilai

Perawat perlu menanyakan nilai, tujuan, keyakinan, spiritual, konflik

2. Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaborasi

a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penyakit (asma)

ditandai dengan batuk, terdapat suara napas tambahan, terdapat sputum dalam

jumlah banyak, mengi, penggunaan otot bantu pernapasan.

b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penyakit (asma) ditandai

dengan dispnea, pernapasan dengan cuping hidung, pernapasan bibir,

penggunaan otot aksesorius untuk bernapas, perubahan kedalaman pernapasan.

c. Risiko Respon Alergi dengan faktor resiko substansi lingkungan (seperti spora

jamur, debu, serbuk sari bunga)

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

penyakit (asma) ditandai dengan kurang minat pada makanan, penurunan

badan, membrane mukosa pucat, berat badan 20% atau lebih dibawah berat

badan ideal.

e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan

kebutuhan oksigen ditandai dengan menyatakan merasa letih dan lemah.

f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan fisiologis penyakit ditandai dengan

pasien mengeluh kesulitan untuk tidur, perubahan pola tidur normal.

g. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan ditandai dengan

gelisah, mengekspresikan kekhawatiran, peningkatan rasa ketidakberdayaan,

bingung, menyesal, peningkatan ketegangan, gemetar, kesulitan berkonsentrasi,

melamun.

Page 18: Lp Asma

3. Rencana Asuhan Keperawatan

NoDiagnosa

Keperawatan

Tujuan dan Kriteria

HasilIntervensi Rasional Evaluasi

1 Ketidakefektifan

bersihan jalan

napas berhubungan

dengan penyakit

(asma) ditandai

dengan batuk,

terdapat suara

napas tambahan,

terdapat sputum

dalam jumlah

banyak, mengi,

penggunaan otot

bantu pernapasan.

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama ...x 24

jam, diharapkan jalan napas

pasien paten, dengan

kriteria hasil :

NOC Label :

Respiratory Status: Airway

Patency

1. Tidak ada suara napas

tambahan

2. Tidak ada penggunaan

otot bantu pernapasan

3. Tidak terdapat akumulasi

sputum

4. Tidak batuk dan mengi

NIC Label :

Airway Management

1. Posisikan pasien untuk

memaksimalkan potensi

ventilasi (semifowler

300)

2. Keluarkan secret

dengan dorongan batuk

atau suction

3. isntruksikan bagaimana

cara batuk efektif

kepada pasien

4. Auskultasi suara nafas

pasien

5. Ajarkan pasien

bagaimana cara

menggunakan ihaler

Airway Management

1. Posisi yang lebih tinggi

dapat meningkatkan

pengembangan dinding

dada sehingga dapat

memperlancar ventilasi

serta memudahkan

pengeluaran sekret.

2. Batuk atau suction dapat

membantu pasien untuk

mengeluarkan secret yang

terakumulasi di saluran

pernapasan sehingga

kembali dapat mematenkan

jalan nafas pasien

3. Batuk efektif diajarkan

S:

O:

- Tidak ada suara

napas tambahan

- Tidak ada

penggunaan otot

bantu pernapasan

- Tidak terdapat

akumulasi sputum

- Tidak batuk dan

mengi

A:

Berdasarkan tujuan

yang di harapkan

semua tujuan tercapai

P:

Pertahankan kondisi

klien dengan intervensi

Page 19: Lp Asma

sesuai dengan resep

dokter

6. Atur penanganan

dengan memberikan

nebulizer pada pasien.

Oxygen Therapy

1. Bersihan mulut, hidung

dan trachea pasien dari

sekret

2. Pertahankan jalan nafas

pasien agar tetap paten

3. Pasang oksigen sesuai

dengan kebutuhan

oksigen pasien

4. Pantau humidifier pada

alat oksigen yang

terpasang

agar pasien dapat

mengeluarkan sekret

dengan maksimal secara

mandiri tanpa bantuan alat

terlebih dahulu. Cara nya

yaitu dengan beritahu

pasien menarik nafas

dalam, menahan nafas 2

detik kemudian batukan

sebanyak 2 sampai 3 kali

4. Penurunan aliran udara

terjadi pada area yang

konsolidasi . bunyi nafas

bronkial dapat terdengar

pada area konsolidasi

sedangkan bunyi ronkhi

dapat terdengar pada saat

inspirasi dan ekspirasi

sebagai respon terhadap

pengumpulan cairan, secret

kental dan adanya

baru khususnya dengan

Health Education

Page 20: Lp Asma

obstruksi.

5. Inhaler merupakan obat

pereda sesak nafas yang

digunakan dengan cara

disemprotkan kemulut

pasien sehingga pasien

merasa lebih lega.

6. Pemberian nebulizer

berfungsi dalam

mengencerkan sekret yang

terkumpul di saluran nafas

pasien sehingga dapat

dikeluarkan dengan mudah.

Oxygen Therapy

1. Membersihkan mulut,

hidung dan trachea dari

sekret dilakukan agar pada

saat pemberian terapi

oksigen, oksigen yang

Page 21: Lp Asma

masuk tetap optimal

2. Jalan nafas dipertahankan

agar tetap paten berfungsi

agar oksigen yang masuk

dapat optimal.

3. Pemasangan oksigen

dilakukan sesuai dengan

kebutuhan oksigen yang

diperlukan oleh pasien

sehingga pasien tidak

mengalami kelebihan

oksigen yang dapat

memperburuk kondisi

pasien juga.

4. Pemantauan humidifier

sangat penting karena

berfungsi dalam

melembabkan gas oksigen

yang bersfiat kering

sehingga tidak mengiritasi

saluran nafas pasien.

Page 22: Lp Asma

2 Ketidakefektifan

pola napas

berhubungan

dengan penyakit

(asma) ditandai

dengan dispnea,

pernapasan dengan

cuping hidung,

pernapasan bibir,

penggunaan otot

aksesorius untuk

bernapas,

perubahan

kedalaman

pernapasan.

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama ...x 24

jam, diharapkan pola napas

pasien dapat teratasi

dengan kriteria hasil:

NOC Label:

Respiratory Status:

Ventilation

1. Frekuensi pernapasan

normal (12-20

kali/menit)

2. Pola napas teratur

3. Tidak ada sesak napas

4. Tidak ada pursed lips

breathing

5. Tidak ada penggunan

otot bantu napas

Vital Sign

1. TD dalam rentang

normal (120/80 mmHg)

NIC Label:

Respiratory Monitoring

1. Pantau laju, kedalaman,

ritme dan upaya

pernapasan pasien

2. Pantau pola pernapasan

pasien

3. Pantau nilai PFT,

kapasitas vital, volume

tidal dan volume

cadangan

inspirasi/ekspirasi pasien

4. Pantau sesak nafas dan

keadaan yang dapat

meningkatkan dan

memperburuk sesak

pasien

Ventilation Assistance

Respiratory Monitoring

1. Sebagai data dasar untuk

mengetahui apakah terjadi

kelainan pada proses

pernapasan pasien

2. Pola pernapasan yang

tidak normal merupakan

tanda adanya kelainan pada

fungsi pernapasan pasien

3. Nilai PFT digunakan untuk

menguji kemampuan

bernafas pasien

4. Sekret atau sputum yang

dikeluarkan memiliki

berbagai karakteristik

seperti warna, kekentalan

dan bercampur darah atau

tidak. Sputum tersebut

dianalisis untuk

S:

Pasien mengatakan

sudah tidak sesak

O:

- Frekuensi

pernapasan normal

(12-20 kali/menit)

- Pola napas teratur

- Tidak ada pursed

lips breathing

- Tidak ada

penggunan otot

bantu napas

- TD dalam rentang

normal (120/80

mmHg)

- Nadi dalam rentang

normal (60-100x

per menit)

A:

Berdasarkan tujuan

Page 23: Lp Asma

2. Nadi dalam rentang

normal (60-100x per

menit)

1. Posisikan pasien

dengan benar dan

nyaman

2. Dorong pasien untuk

tarik nafas dalam

dengan perlahan

3. Bantu pasien dengan

pemeriksaan spirometer

4. Ajarkan teknik bernafas

dengan bibir dirapatkan

5. Ajarkan teknik latihan

bernafas

6. Ajukan program

kekuatan otot

pernapasan dan atau

endurance training

Vital Sign Monitoring

1. Pantau tekanan darah

dan nadi pasien.

mengetahui penyebab dari

kelainan tersebut.

5. Dengan memantau kondisi

apa yang dapat

memperburuk sesak nafas

pasien sehingga dapat

memberitahu pasien agar

tidak melakukan hal-hal

yang mampu memperburuk

kondisinya jadi dapat

sebagai tindakan

pencegahan.

Ventilation Assistance

1. Posisi yang benar dapat

mengurangi sesak pasien

dan memberikan

kenyamanan dapat

membantu dalam

pernapasan pasien.

yang di harapkan

semua tujuan tercapai

P:

Pertahankan kondisi

klien dengan intervensi

baru khususnya dengan

Health Education

Page 24: Lp Asma

2. Tarik nafas dalam secara

perlahan dapat memenuhi

asupan oksigen yang harus

masuk ke tubuh dan dapat

merilekskan pasien.

3. Pemeriksaan spirometer

digunakan untuk

mengetahui fungsi

fisiologis paru-paru pasien

sehingga dapat mengetahui

kelainan yang dialami

pasien.

4. Bernafas dengan bibir

dirapatkan dapat

melambatkan ekspirasi,

mencegah kolaps unit paru,

dan membantu pasien

untuk mengendalikan

frekuensi serta kedalaman

pernapasan yang

memungkinkan pasien

Page 25: Lp Asma

untuk control terhadap

dyspnea dan perasaan

panik.

5. Latihan bernafas dilakukan

dengan pernapasan

diafragmatik yang dapat

mengurangi frekuensi

pernapasan, meningkatkan

ventilasi alveolar, dan

terkadang membantu

mengeluarkan udara

sebanyak mungkin selama

ekspirasi.

6. Latihan otot pernapasan

dilakukan apabila pasien

telah menjalani latihan

pernapasan diafragmatik.

Latihan ini dapat

membantu menguatkan

otot-otot pernapasan

pasien. Latihan ini

Page 26: Lp Asma

mengharuskan pasien

bernafas terhadap suatu

tahanan selama 10 sampai

15 menit setiap hari.

Vital Sign Monitoring

1. Untuk mengetahui keadaan

umum pasien dan menilai

keberhasilan

terapi/tindakan yang

diberikan.

3 Risiko Respon

Alergi dengan

faktor resiko

substansi

lingkungan (seperti

spora jamur, debu,

serbuk sari bunga)

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama ...x24

jam diharapkan pasien

tidak mengalami risiko

alergi berulang atau asma

tidak muncul/kambuh

dengan kriteria hasil:

NOC Label: Health

NIC Label:

Allergy Management

1. Identifikasi penyebab

alergi (seperti spora

jamur, debu, serbuk sari

bunga).

2. Beritahu pasien dan

keluarga dalam

mencegah situasi yang

Allergy Management

1. Dengan identifikasi

dapat mengetahui

pencetus yang dapat

menyebabkan respon

alergi

2. Dapat mencegah secara

dini terjadinya resiko

respon alergi

S:

Pasien mengatakan

mengerti dengan HE

yang diberikan.

O:

Pasien tampak

mengerti dan

melakukan HE yang

diberikan misalnya

Page 27: Lp Asma

Promoting Behavior

1. Mampu mengontrol

lingkungan yang

menjadi pencetus

alergi.

dapat menimbulkan

risiko alergi

3. Diskusikan kepada

pasien dan keluarga

dalam mengontrol

lingkungan yang dapat

mencetuskan risiko

alergi (seperti

terpapar/menghirup

debu, bulu binatang,

spora jamur, serbuk sari

bunga).

3. Pengetahuan yang

diberikan kepada pasien

dan keluarga secara dini

dapat membantu dalam

mengontrol terjadinya

resiko respon alergi

melakukan pencegahan

situasi yang

menyebabkan alergi.

A:

Berdasarkan tujuan

yang di harapkan

semua tujuan tercapai

P:

Pertahankan kondisi

pasien, menganjurkan

kepada pasien dan

keluarga untuk selalu

mencegah situasi yang

dapat menimbulkan

risiko alergi.

4 Ketidakseimbangan

nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh

berhubungan

dengan penyakit

(asma) ditandai

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama ...x 24

jam, diharapkan kebutuhan

nutrisi pasien terpenuhi,

dengan kriteria hasil :

NIC Label :

Nutrition Management

1. Tanyakan apakah pasien

memiliki alergi terhadap

makanan tertentu.

2. Kolaborasi dengan ahli

Nutrition Management

1. Alergi terhadap makanan

menjadi indikator makanan

apa saja yang boleh dan

tidak boleh dikonsumsi oleh

S:

Pasien mengatakan

memiliki keinginan

untuk makan

O:

- Asupan nutrisi

Page 28: Lp Asma

dengan kurang

minat pada

makanan,

penurunan badan,

membrane mukosa

pucat, berat badan

20% atau lebih

dibawah berat

badan ideal.

NOC Label :

Appetite

1. Memiliki keinginan

untuk makan dan

memiliki keinginan

terhadap makanan

Nutritional Status

1. Asupan nutrisi yang

adekuat

2. Jumlah cairan dan

makanan yang diterima

sesuai dengan

kebutuhan tubuh pasien

3. Rasio berat badan dan

tinggi badan dalam

rentang normal (IMT

18,5-22,9)

Hidration

1. Turgor kulit normal

(cubitan kembali < 2

detik)

gizi untuk menentukan

jumlah kalori dan nutrisi

yang dibutuhkan pasien.

3. Anjurkan asupan kalori

yang tepat sesuai umur,

aktivitas dan gaya hidup

4. Sediakan makanan

pilihan yang disesuaikan

dengan keinginan dan

kondisi pasien.

5. Monitor jumlah nutrisi

dan kandungan kalori.

6. Berikan informasi tentang

kebutuhan nutrisi.

Nutrition Therapy

1. Lakukan pengkajian

lengkap mengenai

nutrisi klien.

2. Pilih suplemen nutrisi

jika diperlukan.

pasien dalam pemenuhan

nutrisinya.

2. menentukan metode diet

yang memenuhi asupan

kalori dan nutrisi yang

optimal.

3. Asupan kalori yang tepat

sesuai dengan umur,

aktivitas dan gaya hidup

dapat memenuhi intake

nutrisi yang optimal.

4. Jenis makanan merupakan

faktor yang mempengaruhi

keinginan/nafsu makan

seseorang.

5. Jumlah asupan nutrisi dan

kandungan kalori harus

tepat sesuai dengan

kebutuhan pasien.

6. Pasien dapat mengetahui

mengenai kebutuhan atau

adekuat

- Jumlah cairan dan

makanan yang

diterima sesuai

dengan kebutuhan

tubuh pasien

- Rasio berat badan

dan tinggi badan

dalam rentang

normal (IMT 18,5-

22,9)

- Turgor kulit normal

(cubitan kembali <

2 detik)

- Membran mukosa

lembab

- Intake dan output

cairan seimbang

A:

Berdasarkan tujuan

yang di harapkan

Page 29: Lp Asma

2. Membran mukosa

lembab

3. Intake dan output cairan

seimbang

Fluid Management

1. Pantau berat badan pasien

setiap hari

2. Pertahankan intake yang

akurat dan catat output

cairan

3. Monitor status hidrasi

(membran mukosa

lembab, nadi normal (60-

80 kali per menit))

4. Berikan cairan apabila

diperlukan

5. Tingkatkan intake cairan

peroral

6. Berikan cairan infus

(melalui IV) bila

diperlukan

kecukupan nutrisi yang

harus di penuhi sehingga

penting untuk memberikan

informasi

Nutrition Therapy

1. Mengetahui status nutrisi

klien sangat penting

sehingga dapat melakukan

intervensi yang tepat.

2. Suplemen diberikan untuk

meningkatkan asupan nutrisi

pasien selain dari intake

makanan.

Fluid Management

1. 60% berat tubuh adalah

volume cairan sehingga

apabila pasien mengalami

kekurangan cairan dapat

tercermin dari berat tubuh

pasien

semua tujuan tercapai

P:

Pertahankan kondisi

klien dengan intervensi

baru khususnya dengan

Health Education

Page 30: Lp Asma

2. Untuk menjaga

keseimbangan cairan tubuh

dan mengetahui

perkembangan cairan pasien

3. Status hidrasi

mencerminkan

keseimbangan cairan di

dalam tubuh

4. Pemberian cairan dilakukan

untuk memenuhi kebutuhan

cairan pasien dan menjaga

keseimbangan cairan pasien

5. Pemberian cairan peroral

dapat meningkatkan intake

cairan untuk memenuhi

kebutuhan cairan pasien

6. Pemberian cairan infus

dapat dilakukan untuk

memenuhi kebutuhan cairan

yang tidak mampu dipenuhi

dengan intake peroral

Page 31: Lp Asma

5 Intoleransi aktivitas

berhubungan

dengan

ketidakseimbangan

antara suplai dan

kebutuhan oksigen

ditandai dengan

menyatakan merasa

letih dan lemah.

Setelah dilakukan asuhan

keperawatan

selama ......x24 jam klien

dapat melaporkan

peningkatan aktivitas

dengan kriteria hasil :

NOC Label:

Activity Tolerance

1. Tanda – tanda vital

dalam batas normal

2. Klien dapat melakukan

aktivitas dan istirahat

dengan tenang

3. Klien melakukan

aktivitas sesuai dengan

kemampuan

4. Klien tidak

menunjukkan tanda –

tanda keletihan

NIC Label:

Activity Therapy

1. Kolaborasikan dengan

Tenaga Rehabilitasi

Medik dalam

merencanakan program

terapi yang tepat

2. Bantu untuk memilih

aktivitas konsisten yang

sesuai dengan

kemampuan fisik,

psikologi dan sosial.

3. Fasilitasi aktivitas

pengganti ketika pasien

memiliki keterbatasan

energi dan peningkatan

frekuensi pernapasan

4. Kaji pasien dan keluarga

untuk mengidentifikasi

defisit aktivitas

Activity Therapy

1. Perencanaan program terapi

yang tepat bertujuan untuk

melatih dan meningkatkan

energy pasien secara

bertahap sehingga nantinya

dapat beraktivitas secara

optimal

2. Untuk menghindari pasien

tidak melakukan aktivitas

yang telah ditentukan

3. Ketika aktivitas lain yang

dilakukan menyebabkan

gangguan pada pasien

misalnya sesak napas,bisa

dilakukan aktivitas lain yang

lebih ringan yang tidak

menimbulkan gangguan

4. Untuk dapat menentukan

S:

O:

- Tanda – tanda vital

dalam batas normal

- Klien dapat

melakukan

aktivitas dan

istirahat dengan

tenang

- Klien melakukan

aktivitas sesuai

dengan

kemampuan

- Klien tidak

menunjukkan tanda

– tanda keletihan

- Sesak napas tidak

memburuk saat

beraktivitas normal

A:

Berdasarkan tujuan

Page 32: Lp Asma

Endurance

1. Sesak napas tidak

memburuk saat

beraktivitas normal

Energy management

1. Monitor respons repirasi

ketika beraktivtas

2. Pilih intervensi yang tepat

untuk mengatasi

penyebab kelemahan,

berikan intervensi

farmakologi dan non-

farmakologi

3. Batasi stimulasi

lingkungan yang dapat

mengganggu waktu

istirahat pasien

penyebab kelemahan yang

menyebabkan tidak dapat

melakukan aktivitas secara

optimal dan dapat

membenahi kausa

Energy management

1. Untuk mengetahui

perkembangan kondisi

pasien saat beraktivitas

2. Kelemahan dapat teratasi

apabila etiologi kelemahan

itu teratasi. Untuk

mengatasi kelemahan, dapat

dilakukan intervensi

nonfarmakologi dan

berkolaborasi dengan

dokter menggunakan

intervensi farmakologi

apabila kelemahan tidak

segera teratasi

yang di harapkan

semua tujuan tercapai

P:

Pertahankan kondisi

klien dengan intervensi

baru khususnya dengan

Health Education

Page 33: Lp Asma

menggunakan teknik

nonfarmakologi

3. Kondisi lingkungan yang

tenang dapat menunjang

peningkatan istirahat dan

tidur pasien sehingga pasien

dapat beristirahat dengan

tenang dan nyaman dengan

begitu pemulihan energi

dapat dicapai.

6 Gangguan pola

tidur berhubungan

dengan fisiologis

penyakit ditandai

dengan pasien

mengeluh kesulitan

untuk tidur,

perubahan pola

tidur normal.

Setelah diberikan asuhan

keperawatan selama ...x24

jam diharapkan pola

istirahat dan tidur pasien

tidak terganggu, dengan

kriteria hasil:

NOC Label

Sleep

1. Pasien dapat tidur

minimal 5 – 8 jam/hari

Environmental Management Comfort

1. Berikan tempat tidur yang nyaman

2. Kontrol atau hindari adanya kebisingan

3. Batasi pengunjung4. Hindari kegiatan yang

tidak diperlukan dan sesuaikan dengan pola tidur klien

5. Ajarkan teknik relaksasi

Environmental Management Comfort

1. Mengatur pola tidur2. Mengurangi gangguan

tidur3. Mengurangi gangguan

tidur4. Meningkatkan kualitas

tidur

5. Membantu pasien untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas tidurnya

S:

Pasien mengatakan

tidak mengantuk,

badan lebih segar,

tidak letih dan lebih

rileks serta tidak sering

menguap

O:

- Pasien dapat tidur 8

jam sehari

A:

Page 34: Lp Asma

2. Pasien mengatakan tidak

mengantuk, badan lebih

segar, tidak letih dan

lebih rileks serta tidak

sering menguap

Sleep Enhancement

1. Jelaskan pentingnya tidur yang cukup selama masa sakit pada klien

2. Instruksikan pada pasien, untuk menghindari jam makan pada saat akan tidur karena akan mengganggu pola tidur

3. Identifikasi jika adanya obat tidur yang dikonsumsi oleh klien

Sleep Enhancement

1. Memberikan informasi dasar kepada klien

2. Mengurangi gangguan tidur

3. Memberi informasi dasar dalam rencana keperawatan

Berdasarkan tujuan

yang di harapkan

semua tujuan tercapai

P:

Pertahankan kondisi

klien dengan intervensi

baru khususnya dengan

Health Education

7 Ansietas

berhubungan

dengan perubahan

status kesehatan

ditandai dengan

gelisah,

mengekspresikan

kekhawatiran,

peningkatan rasa

ketidakberdayaan,

bingung, menyesal,

Setelah dilakukan asuhan

keperawatan selama …x24

jam, diharapkan ansietas

pada pasien dapat ditangani

dengan kriteria hasil, yaitu:

NOC Label:

Anxiety Self-Control

1. Dapat menghilangkan

pencetus dari ansietas

2. Dapat mencari informasi

untuk menurunkan

NIC Label:

Anxiety Reduction

1. Anjurkan pasien untuk

bersikap tenang, sehingga

mampu mendekati

ketenangan

2. Berikan informasi factual

tentang diagnosis,

pengobatan, dan

prognosis dari penyakit

1. Tindakan yang tepat agar

kekhawatiran dapat

berkurang

2. Untuk membantu

menurunkan ansietas terkain

kurangnya informasi

3. Untuk mendapat dukungan

dari pihak lain sehingga

dapat menurunkan ansietas

Coping Enhancement

S:

- Pasien mengatakan

sudah dapat

menentukan hal

apa yang akan

dilakukan ketika

gejala muncul

kembali

- Pasien mengatakan

lebih nyaman

O:

Page 35: Lp Asma

peningkatan

ketegangan,

gemetar, kesulitan

berkonsentrasi,

melamun.

ansietas

3. Dapat merencanakan

strategi koping jika

berhadapan dalam situasi

tertekan

Coping

1. Klien mampu

mengidentifikasi pola

koping yang efektif

2. Klien mampu

mengidentifikasi pola

koping yang tidak

efektif

3. Klien melaporkan

peningkatan

kenyamanan

psychological

klien

3. Anjurkan keluarga untuk

selalu bersama dengan

pasien

Coping Enhancement

1. Kaji dan diskusikan

respon alternative dalam

sebuah situasi

2. Tingkatkan pemahaman

kepada klien mengenai

proses penyakitmya

3. Anjurkankan untuk

bersikap realistis sebagai

cara untuk mengatasi

perasaan tidak berdaya

4. Anjurkan klien untuk

mengevaluasi perilakunya

1. Menentukan respon yang

tepat untuk mengatasi

ansietas

2. Untuk meningkatkan

pengetahuan klien mengenai

penyakitnya agar memiliki

mekanisme koping yang

efektif

3. Untuk meningkatkan

kepercayaan diri dan koping

positif.

4. Untuk membantu klien

menentukan tindakan yang

dapat dilakukan untuk

mengatasi stressnya.

- Klien mampu

mengidentifikasi

pola koping yang

efektif

- Klien mampu

mengidentifikasi

pola koping yang

tidak efektif

A:

Berdasarkan tujuan

yang di harapkan

semua tujuan tercapai

P:

Pertahankan kondisi

klien dengan intervensi

baru khususnya dengan

Health Education

Page 36: Lp Asma

DAFTAR PUSTAKA

Bernstein JA. 2003. Asthma in handbook of allergic disorders. Philadelphia: Lipincott

Williams & Wilkins, USA.

Boushey, Homer A. Jr., David B. Corry, John V. Fahy, Esteban G. Burchard, Prescott G.

Woondruff. 2005. Asthma dalam Mason, Robert J, John F. Murray, V. Curtney

Broaddus, Jay A. Nadel, editor. Textbook of Respiratory Medicine. Volume Two.

Fourth Edition. Pennsylvania: Elsevier.

Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, Joanne M. and Wagner, Cheryl

M. 2013. Nursing Interventtions Classification (NIC), Sixth Edition.USA : Mosby

Elsevier

Chung, K.F., 2002. Clinician’s Guide to Asthma. United States of America: Oxford

University Press.

Global strategy for asthma management and prevention. National Institutes of Health,

2007.

Global Initiative for Asthma (GINA). 2006. Global Burden of Asthma-Global Initiative for

Asthma. Available from: http://www.ginasthma.com/download.asp?intId=29

[Accessed at 24 Januari 2016]

Herdman, T. H. Kamitsuru, S. 2014. NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions

& Classifications, 2015-2017. Oxford: Wiley Blackwell.

Mansjoer S, Suprohaita., Wardhani, W., Setiowulan, W. 2008. Kapita Selekta Kedokteran

Jilid II. Jakarta: Media Aesculapius.

Moorhead, Sue., Jonson, Marion., Mass, Meridean L. and Swanson, Elizabeth. 2008.

Nursing Outcomes Classification (NOC), Fifth Edition. St. Louis Missouri : Mosby

Elsevier

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika

National Education and Prevention Program (NAEPP). 2007. Guidelines for the diagnosis

and management of asthma. United States: National Heart, Lung and Blood Institute

(NHLBI) of National institutes of Health (NIH) Publication.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2006. ASMA: Pedoman Diagnosis &

Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta.

Page 37: Lp Asma

Sastrawan, I.G.P., Suryana, K., dan Ngurah Rai I.B., 2008. Prevalensi Asma Bronkial

Atopi pada Pelajar di Desa Tenganan. Jurnal Penyakit Dalam Volume 9, Nomor 1,

Januari 2008.

Smeltzer, Suzzane C. dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah

Brunner & Suddarth Edisi 8 Volume 1. Jakarta: ECG