asma bronchial

30
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas yang ditandai dengan Mengi episodik, batuk, dan sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas. Dalam 30 tahun terakhir prevalensi asma terus meningkat terutama di negara maju. Peningkatan terjadi juga di negara-negara Asia Pasifik seperti Indonesia. Studi di Asia Pasifik baru-baru ini menunjukkan bahwa tingkat tidak masuk kerja akibat asma jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di Amerika Serikat dan Eropa. Hampir separuh dari seluruh pasien asma pernah dirawat di rumah sakit dan melakukan kunjungan ke bagian gawat darurat setiap tahunnya. Hal tersebut disebabkan manajemen dan pengobatan asma yang masih jauh dari pedoman yang direkomendasikan Global Initiative for Asthma (GINA). Di Indonesia, prevalensi asma belum diketahui secara pasti. Hasil penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan 1

Upload: era-sulistiya

Post on 23-Dec-2015

10 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

penyakit dalam

TRANSCRIPT

Page 1: Asma Bronchial

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas yang

ditandai dengan Mengi episodik, batuk, dan sesak di dada akibat

penyumbatan saluran napas. Dalam 30 tahun terakhir prevalensi asma

terus meningkat terutama di negara maju. Peningkatan terjadi juga di

negara-negara Asia Pasifik seperti Indonesia. Studi di Asia Pasifik

baru-baru ini menunjukkan bahwa tingkat tidak masuk kerja akibat

asma jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di Amerika Serikat dan

Eropa.

Hampir separuh dari seluruh pasien asma pernah dirawat di rumah

sakit dan melakukan kunjungan ke bagian gawat darurat setiap

tahunnya. Hal tersebut disebabkan manajemen dan pengobatan asma

yang masih jauh dari pedoman yang direkomendasikan Global

Initiative for Asthma (GINA). Di Indonesia, prevalensi asma belum

diketahui secara pasti. Hasil penelitian pada anak sekolah usia 13-14

tahun dengan menggunakan kuesioner ISAAC ( International Study on

Asthma and Allergy in Children ) tahun 1995 melaporkan prevalensi

asma sebesar 2,1%, sedangkan pada tahun 2003 meningkat menjadi

5,2%. Hasil survey asma pada anak sekolah di beberapa kota di

Indonesia (Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang,

Yogyakarta, Malang dan Denpasar) menunjukkan prevalensi asma pada

anak SD (6 sampai 12 tahun) berkisar antara 3,7-6,4%, sedangkan pada

anak SMP di Jakarta Pusat sebesar 5,8%. Berdasarkan gambaran

tersebut, terlihat bahwa asma telah menjadi masalah kesehatan

masyarakat yang perlu mendapat perhatian serius.

1

Page 2: Asma Bronchial

Asma didefinisikan menurut ciri-ciri klinis, fisiologis dan

patologis. Ciri-ciri klinis yang dominan adalah riwayat episode

sesak, terutama pada malam hari yang sering disertai batuk. Pada

pemeriksaan fisik, tanda yang sering ditemukan adalah mengi. Ciri-

ciri utama fisiologis adalah episode obstruksi saluran napas, yang

ditandai oleh keterbatasan arus udara pada ekspirasi. Sedangkan ciri-

ciri patologis yang dominan adalah inflamasi saluran napas yang

kadang disertai dengan perubahan struktur saluran napas.

Asma dipengaruhi oleh dua faktor yaitu genetik dan lingkungan,

mengingat patogenesisnya tidak jelas, asma didefinisikan secara

deskripsi yaitu penyakit inflamasi kronik saluran napas yang

menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan,

dengan gejala episodik berulang berupa batuk, sesak napas, mengi

dan rasa berat di dada terutama pada malam dan atau dini hari, yang

umumnya bersifat reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan

1.2 Tujuan

Kasus ini ditulis sebagai salah satu prasyarat untuk mengikuti

aktivitas konsistensi di departemen penyakit dalam, Fakultas

Kedokteran. kasus ini diharapkan dapat menambah pengetahuan

pembaca mengenai penyakit asma bronkial, sehingga pembaca dapat

lebih mengenal tentang gangguan ini dan lebih akurat dalam

mendiagnosisnya.

Pemahaman tentang penyakit asma bronkial yang baik diharapkan

dapat memberikan potensi untuk prognosis yang lebih baik dengan

diagnosis dini, mencegah terjadinya kesalahan diagnosis, mencegah

terjadinya kesalahan pengobatan, dan kemungkinan untuk mencegah

penyakit berlarut-larut.

2

Page 3: Asma Bronchial

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi Asma Bronkial

Asma bronkial adalah peningkatan responsivitas bronkus terhadap

berbagai stimulus, bermanifestasi sebagai penyempitan jalan nafas yang

meluas yang keparahannya berubah secara spontan maupun sebagai akibat

pengobatan.

Ciri khas dari utama asma bronkial adalah :

Penyempitan jalan nafas dan aliran udara yang terganggu, umumnya

reversibel secara spontan atau setelah pengobatan

Peningkatan sensitivitas terhadap stimulus yang menyebabkan

bronkokonstriksi.

Peningkatan jumlah sel inflamasi ( eosinofil, sel mast,

neutrofil,limfosit T dalam brokus).

Terjadi juga hipersekresi mukus, blokade jalan nafas oleh

sumbatan mukus dan pembengkakan mukosa yang disebabkan oleh

kebocoran vaskular akibat radang da edema, yang semuanya

membatasi aliran udara. Kerusakan epitel ( pengelupasan epitel)

ditunjukkan dengan gelungan sel-sel epitel dalam mukus, yang juga

mengandung membran sel eosinofil. Pada asma berat kronik, terjadi

remodeling struktur jaringan dinding jalan nafas, termasuk

peningkatan isi otot polos bronkus. Hal tersebut mengakibatkan

penyempitan jalan nafas ireversibel dan membatasi efektivitas

bronkoidilator.

3

Page 4: Asma Bronchial

2.2. Prevalensi Asma Bronkial

Prevalensi asma meningkat, terutama di negara-negara barat, di

mana > 5 % populasi mungkin simtomatik dan mendapat

pengobatan.Bersamaan dengan prevalensi yang meningkat terjadi

peningkatan mortalitas, meskipun ada perbaikan pengobatan. Di Inggris,

satu dari tujuh orang memiliki penyakit alergi dan lebih dari 9 juta orang

mengalami mengi. Jumlah remaja dengan asma hampir berlipat duan

selama lebih dari 12 tahun terakhir ini.

Selain itu prevalensi asma dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain

jenis kelamin, umur pasien,status atopi, faktor keturunan, serta faktor

lingkungan. Pada masa kanak-kanak ditemukan prevalensi anak laki-laki

berbanding anak perempuan 1,5 : 1, tetapi menjelang dewasa perbandingan

4

Page 5: Asma Bronchial

tersebut lebih kurang sama dan pada masa menopause perempuan lebih

banyak daripada laki-laki. Umumnya prevalensi asma anak lebih tinggi dari

dewasa, tetapi ada juga yang melaporkan prevalensi dewasa lebih banyak

dari anak-anak . Di Indonesia prevalensi asma berkisar antara 5-7 %.

2.3 Etiologi Asma Bronkial

Asma intrinsik

Terjadi pada pasien yang tidak memiliki riwayat alergi

mugkin dipicu oleh infeksi saluran pernafasan atas atau psikologis

Asma ekstrinsik

Ditimbulkan oleh pemaparan terhadap alergen misanya

tungau, alergen kucing, bahan-bahan kimia industri.

Asma yang diinduksi oleh olahraga

Paling sering tampak pada remaja, bermanifestasi dalam

bentuk bronkospasme setelah dimulainya olahraga dan membaik

setelah olahraga dihentikan.

Asma yang diinduksi oleh obat

Seringkali disebabkan oleh penggunaan obat-obatan anti

inflamasi non steroid, penghambat beta, serta makanan dan minuman

tertentu.

5

Page 6: Asma Bronchial

2.4 Faktor Resiko Asma Bronkial

Secara umum faktor risiko asma dipengaruhi atas faktor genetik

dan faktor lingkungan.

1. Faktor Genetik

a. Atopi/alergi

Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum

diketahui bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit

alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga alergi. Dengan

adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit

asma bronkial jika terpajan dengan faktor pencetus.

b. Hipereaktivitas bronkus

Saluran napas sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen

maupun iritan.

c. Jenis kelamin

Pria merupakan risiko untuk asma pada anak. Sebelum usia

14 tahun, prevalensi asma pada anak laki-laki adalah 1,5-2 kali

dibanding anak perempuan. Tetapi menjelang dewasa perbandingan

tersebut lebih kurang sama dan pada masa menopause perempuan

lebih banyak.

d. Ras/etnik

6

Page 7: Asma Bronchial

e. Obesitas

Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI),

merupakan faktor risiko asma. Mediator tertentu seperti leptin dapat

mempengaruhi fungsi saluran napas dan meningkatkan kemungkinan

terjadinya asma. Meskipun mekanismenya belum jelas, penurunan

berat badan penderita obesitas dengan asma, dapat memperbaiki

gejala fungsi paru, morbiditas dan status kesehatan.

2. Faktor Lingkungan

a. Alergen dalam rumah (tungau debu rumah, spora jamur, kecoa,

serpihan kulit binatang seperti anjing, kucing,dan lain-lain).

b. Alergen luar rumah (serbuk sari, dan spora jamur).

3. Faktor Lain

a. Alergen makanan

Contoh: susu, telur , udang, kepiting, ikan laut, kacang tanah,

coklat, kiwi, jeruk, bahan penyedap pengawet, dan pewarna

makanan.

b. Alergen obat-obatan tertentu

Contoh: penisilin, sefalosporin, golongan beta laktam lainnya,

eritrosin, tetrasiklin, analgesik, antipiretik, dan lain lain.

c. Bahan yang mengiritasi

Contoh: parfum, household spray, dan lain-lain.

7

Page 8: Asma Bronchial

d. Ekspresi emosi berlebih

Contoh: susu, telur

e. Asap rokok bagi perokok aktif maupun pasif

Asap rokok berhubungan dengan penurunan fungsi paru.

Pajanan asap rokok, sebelum dan sesudah kelahiran berhubungan

dengan efek berbahaya yang dapat diukur seperti meningkatkan

risiko terjadinya gejala serupa asma pada usia dini.

f. Polusi udara dari luar dan dalam ruangan

g. Exercise-induced asthma

Pada penderita yang kambuh asmanya ketika melakukan

aktivitas/olahraga tertentu. Sebagian besar penderita asma akan

mendapat serangan jika melakukan aktivitas jasmani atau olahraga

yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma.

Serangan asma karena aktivitas biasanya terjadi segera setelah

selesai aktivitas tersebut.

h. Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin

sering mempengaruhi asma. Atmosfer yang mendadak dingin

merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Serangan

kadang-kadang berhubungan dengan musim, seperti: musim

hujan, musim kemarau, musim bunga (serbuk sari

beterbangan).

8

Page 9: Asma Bronchial

2.5 Patogenesis

9

Page 10: Asma Bronchial

Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah

Faktor antara lain alergen, virus, dan iritan yang dapat menginduksi

respons inflamasi akut.

Asma dapat terjadi melalui 2 jalur yaitu jalur imunologis dan

saraf otonom. Jalur imunologis didominasi oleh antibodi IgE,

merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I (tipe alergi), terdiri dari fase

cepat dan fase lambat. Reaksi alergi timbul pada orang dengan

kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodi IgE abnormal

dalam jumlah besar golongan ini disebut atopi. Pada asma alergi,

antibodi IgE terutama melekat pada permukaan sel mast pada

interstisial paru, yang berhubungan erat dengan bronkiolus dan

bronkus kecil. Bila seseorang menghirup alergen, terjadi fase

sensitisasi, antibodi IgE orang tersebut meningkat. Alergen

kemudian berikatan dengan antibodi IgE yang melekat pada sel mast

dan menyebabkan sel ini berdegranulasi mengeluarkan berbagai

macam mediator. Beberapa mediator yang dikeluarkan adalah

10

Page 11: Asma Bronchial

histamin,leukotrien, faktor kemotaktik eosinofil dan bradikinin. Hal

itu akan menimbulkan efek edema lokal pada dinding bronkiolus

kecil, sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkiolus,dan

spasme otot polos bronkiolus, sehingga menyebabkan inflamasi

saluran napas. Pada reaksi alergi fase cepat, obstruksi saluran napas

terjadi segera yaitu 10-15 menit setelah pajanan alergen. Spasme

bronkus yang terjadi merupakan respons terhadap mediator sel mast

terutama histamin yang bekerja langsung pada otot polos bronkus

Pada fase lambat, reaksi terjadi setelah 6-8 jam pajanan alergen dan

bertahan selama 16-24 jam, bahkan kadang-kadang sampai beberapa

minggu. Sel-sel inflamasi seperti eosinofil, sel T, sel mast dan

Antigen Presenting Cell(APC) merupakan sel-sel kunci dalam

patogenesis asma.1,3-6 Pada jalur saraf otonom, inhalasi alergen

akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar nervus

vagus dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal

menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang

dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel jalan

napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam

submukosa, sehingga meningkatkan reaksi yang terjadi. Kerusakan

epitel bronkus oleh mediator yang dilepaskan pada beberapa keadaan

reaksi asma dapat terjadi tanpa melibatkan sel mast misalnya pada

hiperventilasi,inhalasi udara dingin, asap, kabut dan SO2. Pada

keadaan tersebut reaksi asma terjadi melalui refleks saraf. Ujung

saraf eferen vagal mukosa yang terangsa menyebabkan dilepasnya

neuropeptid sensorik senyawa P, neurokinin A dan Calcito-nin

Gene-Related Peptide (CGRP). Neuropeptida itulah yang

menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi, edema bronkus,eksudasi

plasma, hipersekresi lendir, dan aktivasi sel-sel inflamasi.1,3-6

11

Page 12: Asma Bronchial

Hipereaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma, besarnya

hipereaktivitas bronkus tersebut dapat diukur secara tidak langsung,

yang merupakan parameter objekt beratnya hipereaktivitas bronkus.

Berbagai cara digunakan untuk mengukur hipereaktivitas bronkus

tersebut, antara lain dengan uji provokasi beban kerja, inhalasi udara

dingin, inhalasi antigen, maupun inhalasi zat nonspesifik.

2.6 Diagnosis Asma Bronkial

Pemeriksaan fisik bervariasi tergantung stadium dan beratnya

asma dan mungkin hanya memperlihatkan peningkatan fase

inspirasi dan ekspirasi dalam pernafasan.

Abnormalitas dalam tanda-tanda vital berikut ini

mengindikasikan adanya asma berat :

o Pulsus paradoksus > 18 mmHg

o Kecepatan respirasi > 30 x/i

o Takikardi dengan denyut jantng > 120 xi

Pemeriksaan diagnostik berguna untuk asma adalah sebagai

berikut

o Pemeriksaan fungsi paru-paru selama bronkospasme berat

akut, volume ekspirasi paksa dalam 1 detik adalah < 1 L dan

kecepatan aliran ekspirasi puncak adalah < 80 L/menit.

12

Page 13: Asma Bronchial

o Pemeriksaan tantangan metakolin

o Skin test untuk menilai peran atopi.

Pemeriksaan gas darah arteri dapat digunakan dalam penentuan

stadium beratnya sebuah serangan asma :

o Ringan penurunan PaO2 dan PACO2, peningkatan PH

o Sedang- penurunan PaO2, Normal

o Berat-penurunan PaO2 Berat, peningkatan PaCO2 dan

penurunan PH

Foto Thorax biasanya norma, tetapi mugkin memperlihatkan bukti-

bukti adanya hiperinflasi thorax ( misalnya pendataran diafragma,

bertambahnya volume di atas rongga udara retrosternal)

EKG memperlihatkan adanya takikardi, perubahan gelombang ST-T

non spesifik, EKG juga dapat memperlihatkan adanya kor pulmonal,

blok cabang berkas kanan ( RBBB).

2.7 Diagnosa Banding

Bronkitis kronis

Bronkitis kronis ditandai dengan batuk kronik yang

mengeluarkan sputum 3 bulan dalam setahun untuk sedikitnya

2 tahun. Penyebab batuk kronik seperti tuberkulosis, bronkitis

atau kegnanasan harus disingkirkan dahulu. Gejala utama

batuk disertai sputum biasanya didapatkan pada pasien

berumur 35 tahun dan perokok berat. Gejalanya dimulai

dengan batuk pagi hari, lama kelamaan disertai mengi dan

menurunya kemampuan jasmani. Pada stadium lanjut dapat

ditemukan sianosis dan tanda-tanda cor pulmonal.

Emfisema paru

13

Page 14: Asma Bronchial

Sesak merupakan gejala utama emfisem. Sedangkan batuk

dan mengi jarang menyertainya.pasien biasanya kurus.

Berbeda dengan asma, pada pasien emfisema idak ada masa

remisi, pasien selalu sesak pada kegiatan jasmani. Pada

pemeriksaan fisik ditemukan dada kembung, peranjakan nafas

terbatas, hipersonor,pekak hati menurun, dan suara nafas

sangat melemah.Pemeriksaan foto dada menunjukkan

hiperinflasi.

Gagal jantung kiri akut

Dulu disebut dengan asma cardial, dan bila timbul malam hari

disebut paroxysmal nocturnal dyspnoe. Pasien sesak pada

malam hari dan menghilang atau berkurang bila duduk. Pada

pemeriksaab fisik ditemukan kardiomegali dan oedem paru.

2.8 PENGOBATAN

ASMA

INTERMITEN

RINGAN

ASMA PERSISTEN

RINGAN

ASMA

PERSISTENT

SEDANG

ASMA PERSISTEN

BERAT

Agonis β 2

kerja

singkat

secara

inhalasi jika

diperlukan

Mungkin

diperlukan

obat-obatan

harian.

Dapat

digunakan

kortikosteroid

inhalasi dosis

Dianjurkan

penggunaan

obat-obatan

harian.

Dapat

digunakan

kortikosteroid

inhalasi dosis

Dapat

digunakan

pengobatan

harian dengan

kortikosteroid

dosis tinggi

secara

inhalasi

14

Page 15: Asma Bronchial

rendah

Juga dapat

digunakan

kromolin atau

nedokromil.

Asma ini

dapat dengan

cepat

diredakan

dengan

menggunakan

agonis β 2

kerja singkat

secara

inhalasi

rendah atau

dois sedang

ditambah

dengan

agonis β2

kerja panjang

secara

inhalasi atau

β2 kerja

panjang

secara per

oral.

Agonis β2

kerja singkat

secara

inhalasi dapat

digunakan

bila perlu saja

untuk

meredakan

asma dengan

cepat.

ditambah

dengan

agonsi β2

kerja panjang

secara

inhalasi

ditambah

dengan

kortikosteroid

jangka

panjang

( metil-

prednisolon,

prednisolon,

prednison)

Agonis β2

kerja singkat

secara

inhalasi dapat

digunakan

bila perlu saja

untuk

meredakan

asma dengan

cepat.

Rehabilitasi

pulmonal

diindikasikan

15

Page 16: Asma Bronchial

untuk

penderita

yang

mengalami

insufisiensi

respirasi yang

signifikan.

Obat-obat yang digunakan pada terapi asma

Tipe Agonis β2 adreno reseptor Xantin

Inhalasi oral IV

Kerja singkat

Salbutamol,terbutalin, fenoterol.

Kerja lama

Salmeterol, formoterol

Inhalasi

ipratropium

bromida.

Oral dan iv:

Teofilin

Aminofilin

Enfropilin

16

Page 17: Asma Bronchial

Efek

samping

Tremor

otot,takikardi,palpitasi,hipokalemia.

Rasa pahit Nyeri kepala, rasa

tidak nyaman

diabdomen,diuresis,

aritmia jantung.

Tipe Kortikosteroid Cromon antileukotrin

Inhalasi

Beklometason

proprionat,flutikason

proprionat,budesonid.

Oral

Prednison,prednisolon

Intravena

Hidrokortison

Metilprednisolon

Inhalasi

Natrium

kromoglikat

Oral

Antagonis reseptor

Montelukast,pranlu

kast

Inhibitor

lipooksigena

se : zileuton

Efek

samping

Inhalasi

Kandidiasis oral,suara

serak,batuk

Oral dan dosis tinggi

Retardasi

pertumbuha,memar,osteoporo

sis,hipertensi.

Jarang iritasi

tenggorok dengan

inhalasi buruk

Tidak ada

signifikan sejauh

ini.

17

Page 18: Asma Bronchial

Pengobatan pada asma broncial dengan eksaserbasi akut

1. Oksigen

2. Inhalasi agonis β2 tiap 20 menit sampai 3 kali selanjutnya

tergantung respon terapi awal

3. Inhalasi anti kolinergik ( ipatropium bramida) setiap 4-6 jam

terutama pada obstruksi berat ( atau dapat diberikan bersama sama

dengan agonis β2.

4. Kortikosteroid oral atau paranteral dengan dosis 40-60 mg/kgbb

setara prednison.

5. Aminofilin tidak dianjurkan ( bila diberikan dosis awal 5-6

mg/kgbb dilanjutkan infus aminofilin 0,5-0,6 mg/kgbb/jam

6. Antibiotik bila ada infeksi sekunder

7. Pasien di observasi 1-3 jam kemudian dengan pemberian agonis

agonis β2 tiap 60 menit. Bila setelah masa observasi pasien mulai

membaik, pasien dapat dipulangkan dengan pengobatan 3-5 hari :

agonis agonis β2diteruskan, steroid oral diteruskan,penyuluhan dan

pengobatan lanjutan, antibiotik dilanjutkan bila ada indikasi,

perjanjian kontrol berobat.

8. Bila setelah observasi 1-2 jam tidak ada perbaikan pasien harus

dirawat.

2.7 Komplikasi

Dapat mengakibatkan penyakit obstruktif kronik, gagal

jantung.pada eksaserbasi akut dapat terjadi gagal nafas dan

pneumothoraks.

2.8 Prognosis

18

Page 19: Asma Bronchial

Tergantung beratnya gejala.

BAB III

KESIMPULAN

Asma bronkial adalah peningkatan responsivitas bronkus terhadap

berbagai stimulus, bermanifestasi sebagai penyempitan jalan nafas yang

meluas yang keparahannya berubah secara spontan maupun sebagai akibat

pengobatan.

Dalam menegakkan diagnosa penyakit asma bronkial ini melalui

anamnesa ditambah lagi dengan lakukan pemeriksaan fisik untuk

memperkuat diagnosa dan pemeriksaan lanjutan.

19

Page 20: Asma Bronchial

Penyakit ini dapat sembuh tetapi besar kemungkinan dapat kambuh

kembali tergantung faktor pencetusnya.

REFERENSI

1. Ward J, Ward J, Leach R.M. At a Glane Sistem Respirasi

Edisi Kedua. Jakarta : Erlangga, 2007; hal : 55-56.

2. Saputra L. Ilmu Penyakit Dalam. Tanggerang : Binarupa

Aksara : hal 316-317

3. Price S.A, Wilson L.M. Patofisiologi Konsep Klinis proses-

proses Penyakit. Jakarta : EGC, 2006 ; hal :784-785

4. Guyton A.C. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Jakarta : EGC ;

hal: 555

20

Page 21: Asma Bronchial

5. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia.

Panduan Pelayanan Medik.2008; hal 291-293

6. Sundaru H, Sukamto. Asma bronkial. Jakarta ;hal ; 404-408.

21