lp ashma bronkitis
TRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
ASHMA BRONKITIS
A. PENGERTIAN
Asthma disebut juga sebagai reactive air way disease (RAD), adalah suatu penyakit
obstruksi pada jalan nafas secara riversibel yang ditandai dengan bronchospasme, inflamasi
dan peningkatan sekresi jalan napas terhadap berbagai stimulan.
Bronkitis adalah suatu peradangan dari bronkioli, bronkus dan trakea oleh berbagai sebab
(Purnawan Junadi; 1982; 206).
B. ETIOLOGI
Faktor ekstrinsik : reaksi antigen- antibodi; karena inhalasi alergen (debu, serbuk-serbuk,
bulu-bulu binatang).
Faktor intrinsik; infeksi : para influenza virus, pneumonia, Mycoplasma..Kemudian dari
fisik; cuaca dingin, perubahan temperatur. Iritan; kimia.Polusi udara ( CO, asap rokok,
parfum ). Emosional; takut, cemas, dan tegang. Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi
faktor pencetus.
C. PATOFISIOLOGI
Astma pada anak terjadi adanya penyempitan pada jalan nafas dan hiperaktif dengan
respon terhadap bahan iritasi dan stimulus lain. Dengan adanya bahan iritasi atau allergen
otot-otot bronkus menjadi spasme dan zat antibodi tubuh muncul ( immunoglobulin E atau
IgE ) dengan adanya alergi. IgE di muculkan pada reseptor sel mast dan akibat ikatan IgE dan
antigen menyebabkan pengeluaran histamin dan zat mediator lainnya. Mediator tersebut akan
memberikan gejala asthma.
Respon astma terjadi dalam tiga tahap : pertama tahap immediate yang ditandai dengan
bronkokontriksi ( 1-2 jam ); tahap delayed dimana brokokontriksi dapat berulang dalam 4-6
jam dan terus-menerus 2-5 jam lebih lama ; tahap late yang ditandai dengan peradangan dan
hiperresponsif jalan nafas beberapa minggu atau bulan. Astma juga dapat terjadi faktor
pencetusnya karena latihan, kecemasan, dan udara dingin.
Selama serangan asthmatik, bronkiulus menjadi meradang dan peningkatan sekresi
mukus. Hal ini menyebabkan lumen jalan nafas menjadi bengkak, kemudian meningkatkan
resistensi jalan nafas dan dapat menimbulkan distres pernafasan.
Anak yang mengalami astma mudah untuk inhalasi dan sukar dalam ekshalasi karena
edema pada jalan nafas.Dan ini menyebabkan hiperinflasi pada alveoli dan perubahan
pertukaran gas.Jalan nafas menjadi obstruksi yang kemudian tidak adekuat ventilasi dan
saturasi 02, sehingga terjadi penurunan p02 ( hipoxia).Selama serangan astmati, CO2 terthan
dengan meningkatnya resistensi jalan nafas selama ekspirasi, dan menyebabkan acidosis
respiratory dan hypercapnea. Kemudian sistem pernafasan akan mengadakan kompensasi
dengan meningkatkan pernafasan (tachypnea), kompensasi tersebut menimbulkan
hiperventilasi dan dapat menurunkan kadar CO2 dalam darah (hypocapnea).
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
2. Foto rontgen
3. Pemeriksaan fungsi paru; menurunnya tidal volume, kapasitas vital, eosinofil
biasanya meningkat dalam darah dan sputum
4. Pemeriksaan alergi
5. Pulse oximetri
6. Analisa gas darah.
E. MANIFESTASI KLINIS
Auskultasi :Wheezing, ronki kering musikal, ronki basah sedang.
Dyspnea dengan lama ekspirasi; penggunaan otot-otot asesori pernafasan, cuping
hidung, retraksi dada,dan stridor.
Batuk kering ( tidak produktif ) karena sekret kental dan lumen jalan nafas sempit.
Tachypnea, orthopnea.
Diaphoresis
Nyeri abdomen karena terlibatnya otot abdomen dalam pernafasan.
Fatigue.
Tidak toleransi terhadap aktivitas; makan, bermain, berjalan, bahkan bicara.
Kecemasan, labil dan perubahan tingkat kesadaran.
Meningkatnya ukuran diameter anteroposterior (barrel chest) akibat ekshalasi yang
sulit karena udem bronkus sehingga kalau diperkusi hipersonor.
Serangan yang tiba-tiba atau berangsur.
Bila serangan hebat : gelisah, berduduk, berkeringat, mungkin sianosis.
X foto dada : atelektasis tersebar, “Hyperserated”
F. PENATALAKSANAAN
Oksigen nasal atau masker dan terapi cairan parenteral.
Adrenalin 0,1- 0,2 ml larutan : 1 : 1000, subkutan. Bila perlu dapat diulang setiap 20
menit sampai 3 kali.
Dilanjutkan atau disertai salah satu obat tersebut di bawah ini ( per oral ) :
a. Golongan Beta 2- agonist untuk mengurangi bronkospasme :
Efedrin : 0,5 – 1 mg/kg/dosis, 3 kali/ 24 jam
Salbutamol : 0,1-0,15 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
Terbutalin : 0,075 mg/kg/dosis, 3-4 kali/ 24 jam
Efeknya tachycardia, palpitasi, pusing, kepala, mual, disritmia, tremor, hipertensi
dan insomnia, . Intervensi keperawatan jelaskan pada orang tua tentang efek
samping obat dan monitor efek samping obat.
b. Golongan Bronkodilator, untuk dilatasi bronkus, mengurangi bronkospasme dan
meningkatkan bersihan jalan nafas.
Aminofilin : 4 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
Teofilin : 3 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
Pemberian melalui intravena jangan lebih dari 25 mg per menit.Efek samping
tachycardia, dysrhytmia, palpitasi, iritasi gastrointistinal,rangsangan sistem saraf
pusat;gejala toxic;sering muntah,haus, demam ringan, palpitasi, tinnitis, dan
kejang. Intervensi keperawatan; atur aliran infus secara ketat, gunakan alat infus
kusus misalnya infus pump.
c. Golongan steroid, untuk mengurangi pembengkakan mukosa bronkus. Prednison
: 0,5 – 2 mg/kg/hari, untuk 3 hari (pada serangan hebat).
G. KOMPLIKASI
Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa dan gagal nafas
Chronik persistent bronchitis
Bronchiolitis
Pneumonia
Emphysema.
H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Sistem Pernapasan / Respirasi
Sesak, batuk kering (tidak produktif), tachypnea, orthopnea, barrel chest,
penggunaan otot aksesori pernapasan, Peningkatan PCO2 dan penurunan
O2,sianosis, perkusi hipersonor, pada auskultasi terdengar wheezing, ronchi
basah sedang, ronchi kering musikal.
b. Sistem Cardiovaskuler
Diaporesis, tachicardia, dan kelelahan.
c. Sistem Persyarafan / neurologi
Pada serangan yang berat dapat terjadi gangguan kesadaran : gelisah, rewel,
cengeng → apatis → sopor → coma.
d. Sistem perkemihan
Produksi urin dapat menurun jika intake minum yang kurang akibat sesak nafas.
e. Sistem Pencernaan / Gastrointestinal
Terdapat nyeri tekan pada abdomen, tidak toleransi terhadap makan dan minum,
mukosa mulut kering.
f. Sistem integumen
Berkeringat akibat usaha pernapasan klien terhadap sesak nafas.
2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronchospasme, edema
mukosa, akumulasi mukus.
Tujuan:
Jalan nafas bersih dan patent setelah mendapat tindakan keperawatan,
Kriteria:
Pada saat bernafas tidak menggunakan otot-otot bantu, frekwensi nafas dalam batas
normal, suara nafas bronchovesikuler.
Intervensi:
1) Jelaskan pada klien dan keluarga beberapa tindakan yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan proses pengeluaran sekret.
R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan keluarga dan klien kooperatif
dalam tindakan perawatan.
2) Anjurkan kepada klien dan keluarga agar memberikan minum lebih banyak
dan hangat kepada klien.
R/ Peningkatan hidrasi cairan akan mengencerkan sekret sehingga sekret akan
lebih mudah dikeluarkan.
3) Lakukan fisioterapi nafas dan latihan batuk efektif
R/ Fisoterapi nafas melepaskan sekret dari tempat perlekatan, postural drainase
memudahkan pengaliran sekret, batuk efektif mengeluarkan sekret secara
adekuat.
4) Kolaborasi dalam pemberian ekspektoran.
R/ Ekspektoran mengandung regimen yang berfungsi untuk mengencerkan
sekret agar lebih mudah dikeluarkan.
5) Observasi: Pernafasan (rate, pola, penggunaan otot bantu, irama, suara nafas,
cyanosis), tekanan darah, nadi, dan suhu.
R/ Tanda vital merupakan indikator yang dapat diukur untuk mengetahui
kecukupan suplai oksigen.
b. Resiko gangguan keseimbangan cairan (defisit) berhubungan dengan penurunan
intake oral, dyspnoe, tacypnoe.
Tujuan:
Tidak terjadi gangguan keseimbangan cairan selama dalam masa perawatan
Kriteria:
Produksi urine dalam batas normal, tekanan darah dalam batas normal, denyut nadi
dalam batas normal dan teraba penuh, ubun-ubun besar datar, mata tidak cowong.
Intervensi:
1) Jelaskan pada klien dan keluarga tentang manfaat dari pemberian minum yang
adekuat.
R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan keluarga dan klien kooperatif
terhadap tindakan keperawatan.
2) Anjurkan kepada keluarga untuk memberikan minum yang adekuat.
R/ Intake cairan yang adekuat mencegah timbulnya defisit cairan.
3) Kolaborasi dalam pemberian cairan perparenteral.
R/ anak yang mengalami dyspnoe akan mengalami kesulitan dalam asupan
perenteral/ per os.
4) Observasi intake dan output
R/ mengetahui sejak dini dengan menghitung secara tepat agar tidak terjadi
defisit cairan.
5) Observasi tanda vital dan produksi urine serta keadaan umum.
R/ Gangguan keseimbangan cairan dalam tubuh dapat mengakibatkan
perubahan pada tanda vital, produksi urine.
c. Hipertermi berhubungan dengan bakterimia, viremia
Tujuan:
Suhu tubuh dalam batas normal setelah mendapat tindakan keperawatan
Kriteria:
Suhu tubuh dalam batas normal, tekanan darah dalam batas normal, nadi dan
respirasi dalam batas normal.
Intervensi:
1) Jelaskan pada keluarga tindakan perawatan yang akan dilakukan.
R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan klien dan keluarga kooperatif
terhadap tindakan keperawatan.
2) Berikan kompres.
R/ Penurunan panas dapat dilakukan dengan cara konduksi melalui kompres.
3) Anjurkan kepada keluarga dan klien untuk minum lebih banyak.
R/ Hidrasi cairan yang cukup dapat menurunkan suhu tubuh.
4) Anjurkan kepada keluarga untuk memakaikan baju yang tipis dan menyerap
keringat untuk klien.
R/ Penurunan suhu dapat dilakukan dengan tehnik evaporasi.
5) Kolaborasi dalam pemberian antipiretik.
R/ Antipiretik mengandung regimen yang bekerja pada pusat pengatur suhu di
hipotalamus.
6) Observasi tanda-tanda vital.
R/ Peningkatan suhu tubuh mencerminkan masih adanya bakterimia, viremia
d. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan rasa nausea, vomiting,
malaise.
Tujuan:
Nutrisi terpenuhi secara adekuat setelah mendapat tindakan keperawatan
Kriteria:
Berat badan dalam batas normal, terjadi peningkatan berat badan, klien mau
menghabiskan makanan yang disajikan.
Intervensi:
1) Jelaskan pada klien dan keluarga tentang manfaat dari nutrisi yang adekuat.
R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan klien dan keluarga kooperatif
terhadap tindakan perawatan yang diberikan.
2) Sajikan makanan dalam keadaan hangat dan menarik.
R/ Merangsang peningkatan nafsu makan pada fase sefal.
3) Berikan makanan dengan porsi sedikit tapi sering.
R/ Dilatasi lambung yang berlebihan merangsang rasa mual dan muntah.
4) Kolaborasi dalam pemberian vitamin/ roboransia.
R/ Roboransia memberikan efek dalam peningkatan nafsu makan.
5) Observasi kemampuan klien dalam menghabiskan makanan, berat badan.
R/ Deteksi dini terhadap perkembangan klien.
e. Kecemasan berhubungan dengan rasa sesak, penggunaan alat-alat medis yang
asing (tak dikenal).
Tujuan:
Rasa cemas berkurang setelah mendapat penjelasan
Kriteria:
Klien mengungkapkan sudah tidak takut terhadap tindakan perawatan, klien
tampak tenang, klien kooperatif.
Interevensi:
1) Jelaskan pada klien setiap tindakan yang akan dilakukan.
R/ Penjelasan yang memadai memungkinkan klien kooperatif terhadap
tindakan yang akan dilakukan.
2) Berikan motivasi pada keluarga untuk ikut secara aktif dalam kegiatan
perawatan klien.
R/ Peran serta keluarga secara aktif dapat mengurangi rasa cemas klien.
3) Observasi tingkat kecemasan klien dan respon klien terhadap tindakan yang
telah dilakukan.
R/ Deteksi dini terhadap perkembangan klien.
f. Kurang pengetahuan (pengobatan asthma, olah raga, alergen) berhubungan dengan
terbatasnya informasi
Tujuan:
Keluarga memiliki pengetahuan yang cukup setelah mendapatkan penjelasan
Kriteria:
Keluarga mampu menjelaskan lagi tentang pengobatan dan penatalaksanaan pada
klien Bronchitis dengan menggunakan bahasanya sendiri.
Intervensi:
a. Jelaskan pada keluarga tentang pengobatan Bronchitis pada anak.
R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan klien dan keluarga mengerti
tujuan dilakukannya pemberian terapi/ pengobatan.
b. Jelaskan pada keluarga tentang olahraga yang dapat dilakukan.
R/ Olahraga ringan dapat membantu meningkatkan compliance paru.
c. Jelaskan pada keluarga tentang efek samping penggunaan obat-obatan.
R/ Mencegah terjadinya komplikasi akibat efek samping pengobatan.
d. Observasi pengetahuan keluarga tentang penjelasan yang diberikan oleh
petugas.
R/ Kemampuan keluarga dalam memberikan penjelasan mencerminkan tingkat
pemahaman keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Panitia Media Farmasi dan Terapi. (1994). Pedoman Diagnosis dan Terapi LAB/UPF Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya
Soetjningsih. (1998). Tumbuh kembang anak . Cetakan kedua. EGC. Jakarta
Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. (1985). Ilmu Kesehatan Anak. Percetakan
Infomedika Jakarta.
Suriadi dan Yuliana R.(2001) Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi 1 Penerbit CV Sagung
Seto Jakarta.
Faktor etiologi: Faktor ekstrinsik : reaksi antigen- antibodi; karena inhalasi alergen (debu, serbuk-serbuk,
bulu-bulu binatang). Faktor intrinsik; infeksi : para influenza virus, pneumonia, Mycoplasma..Kemudian dari
fisik; cuaca dingin, perubahan temperatur. Iritan; kimia.Polusi udara ( CO, asap rokok, parfum ). Emosional; takut, cemas, dan tegang. Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus.
Merangsang sel B untuk membentuk IgE dengan bantuan sel T helper
Thacypnea, dispnea
Astma
Hiperresponsif jalan napas
Peningkatan permeabilitas kapiler ( edema bronkus ) Peningkatan produksi mukus ( sumbatan sekret ) Kontraksi otot polos secara langsung atau melalui persarafan simpatis ( N.X )
Akibat ikatan antigen-IgE, mastosit mengalami degranulasi dan melepaskan mediator radang ( histamin )
Apabila tubuh terpajan ulang dengan antigen yang sama, maka antigen tersebut akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan mastosit
IgE diikat oleh sel mastosit melalui reseptor FC yang ada di jalan napas
Resiko gangguan keseimbangan cairan (defisit)
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Terjadinya peradangan
Nausea, vomiting
Hipertermi
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh