lilis nihwan · 2021. 1. 28. · siti walidah ibu bangsa indonesia penulis : lilis nihwan...

58
Lilis Nihwan Bacaan untuk Remaja Tingkat SMA Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Upload: others

Post on 07-Feb-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • i

    Lilis Nihwan

    Bacaan untuk RemajaTingkat SMA

    Kementerian Pendidikan dan KebudayaanBadan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

  • Kementerian Pendidikan dan KebudayaanBadan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

    Lilis Nihwan

    MILIK NEGARA

    TIDAK DIPERDAGANGKAN

  • SITI WALIDAH IBU BANGSA INDONESIAPenulis : Lilis NihwanPenyunting : Luh Anik Mayani Penata Letak: Tri Joko Hendro Sastomo

    Diterbitkan pada tahun 2018 olehBadan Pengembangan dan Pembinaan BahasaJalan Daksinapati Barat IVRawamangunJakarta Timur

    Hak Cipta Dilindungi Undang-UndangIsi buku ini, baik sebagian maupun seluruhnya, dilarang diperbanyak dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari penerbit, kecuali dalam hal pengutipan untuk keperluan penulisan artikel atau karangan ilmiah.

    PB928NIHs

    Katalog Dalam Terbitan (KDT)

    Nihwan, LilisSiti Walidah Ibu Bangsa Indonesia/Lilis Nihwan; Penyunting: Luh Anik Mayani; Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017.viii; 47 hlm.; 21 cm.

    ISBN 978-602-437-266-8BIOGRAFI

  • iii

    SAMBUTANSikap hidup pragmatis pada sebagian besar masyarakat

    Indonesia dewasa ini mengakibatkan terkikisnya nilai-nilai luhur budaya bangsa. Demikian halnya dengan budaya kekerasan dan anarkisme sosial turut memperparah kondisi sosial budaya bangsa Indonesia. Nilai kearifan lokal yang santun, ramah, saling menghormati, arif, bijaksana, dan religius seakan terkikis dan tereduksi gaya hidup instan dan modern. Masyarakat sangat mudah tersulut emosinya, pemarah, brutal, dan kasar tanpa mampu mengendalikan diri. Fenomena itu dapat menjadi representasi melemahnya karakter bangsa yang terkenal ramah, santun, toleran, serta berbudi pekerti luhur dan mulia.

    Sebagai bangsa yang beradab dan bermartabat, situasi yang demikian itu jelas tidak menguntungkan bagi masa depan bangsa, khususnya dalam melahirkan generasi masa depan bangsa yang cerdas cendekia, bijak bestari, terampil, berbudi pekerti luhur, berderajat mulia, berperadaban tinggi, dan senantiasa berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, dibutuhkan paradigma pendidikan karakter bangsa yang tidak sekadar memburu kepentingan kognitif (pikir, nalar, dan logika), tetapi juga memperhatikan dan mengintegrasi persoalan moral dan keluhuran budi pekerti. Hal itu sejalan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu fungsi pendidikan adalah mengembangkan kemampuan dan membangun watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi

  • iv

    manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

    Penguatan pendidikan karakter bangsa dapat diwujudkan melalui pengoptimalan peran Gerakan Literasi Nasional (GLN) yang memumpunkan ketersediaan bahan bacaan berkualitas bagi masyarakat Indonesia. Bahan bacaan berkualitas itu dapat digali dari lanskap dan perubahan sosial masyarakat perdesaan dan perkotaan, kekayaan bahasa daerah, pelajaran penting dari tokoh-tokoh Indonesia, kuliner Indonesia, dan arsitektur tradisional Indonesia. Bahan bacaan yang digali dari sumber-sumber tersebut mengandung nilai-nilai karakter bangsa, seperti nilai religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Nilai-nilai karakter bangsa itu berkaitan erat dengan hajat hidup dan kehidupan manusia Indonesia yang tidak hanya mengejar kepentingan diri sendiri, tetapi juga berkaitan dengan keseimbangan alam semesta, kesejahteraan sosial masyarakat, dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Apabila jalinan ketiga hal itu terwujud secara harmonis, terlahirlah bangsa Indonesia yang beradab dan bermartabat mulia. Salah satu rangkaian dalam pembuatan buku ini adalah proses penilaian yang dilakukan oleh Pusat Kurikulum dan Perbukuaan. Buku nonteks pelajaran ini telah melalui tahapan tersebut dan ditetapkan berdasarkan surat keterangan dengan nomor 13986/H3.3/PB/2018

  • v

    yang dikeluarkan pada tanggal 23 Oktober 2018 mengenai Hasil Pemeriksaan Buku Terbitan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Akhirnya, kami menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Kepala Pusat Pembinaan, Kepala Bidang Pembelajaran, Kepala Subbidang Modul dan Bahan Ajar beserta staf, penulis buku, juri sayembara penulisan bahan bacaan Gerakan Literasi Nasional 2018, ilustrator, penyunting, dan penyelaras akhir atas segala upaya dan kerja keras yang dilakukan sampai dengan terwujudnya buku ini. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi khalayak untuk menumbuhkan budaya literasi melalui program Gerakan Literasi Nasional dalam menghadapi era globalisasi, pasar bebas, dan keberagaman hidup manusia.

    Jakarta, November 2018Salam kami,

    ttd

    Dadang SunendarKepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

  • vi

    SEKAPUR SIRIH

    Siti Walidah atau yang sekarang lebih dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan merupakan salah seorang Pahlawan Nasional yang telah memberikan

    jasanya sangat besar untuk Indonesia.

    Siti Walidah mendirikan Sekolah ‘Aisyiah, sebuah

    perkumpulan wanita dari organisasi Muhammadiyah

    yang didirikan suaminya, yakni K.H. Ahmad Dahlan.

    Presiden Soekarno dan Jenderal Sudirman adalah dua

    dari sekian tokoh yang banyak mengambil pelajaran

    dari keteladanan Siti Walidah.

    Buku ini memaparkan kisah perjuangan Siti

    Walidah dalam bidang pendidikan, keterampilan,

    kesehatan, saling menghormati antarumat beragama,

    dan nasionalisme dalam melawan penjajahan Belanda

    dan Jepang.

    Penulis

    Lilis Nihwan

  • vii

    Sambutan .......................................................... iii

    Sekapur Sirih ..................................................... vi

    Daftar Isi .......................................................... viii

    Siti Walidah dari Lahir hingga Berumah Tangga ... 1

    Pendidikan dari Wal ‘Ashri, Maghribi School,

    Sopo Tresno ke ‘Aisyiah ................................... 11

    Jilbab, antara Perintah dan Mode ....................... 29

    Nasionalisme ..................................................... 31

    Ibu Bangsa Indonesia ........................................ 39

    Daftar Pustaka ................................................. 42

    Biodata Penulis .................................................. 43

    Biodata Penyunting ............................................ 45

    Biodata Penata Letak ......................................... 46

    DAFTAR ISI

  • viii

  • 1

    Siti Walidah dari Lahir hingga Berumah Tangga

    Siti Walidah lahir di Kampung Kauman, Yogyakarta pada tahun 1872. Siti Walidah adalah putri dari Kyai Penghulu Haji Muhammad Fadli bin Penghulu Haji Ibrahim bin Kyai

    Muhammad Hassan Pengkol bin Kyai Muhammad ‘Ali

    Ngraden Pengkol. Julukan yang dilekatkan kepada

    Haji Muhammad Fadli, ayah Siti Walidah, adalah

    Kyai Penghulu. Aktivitas kesehariannya, antara lain,

    dihabiskan untuk mengurusi seputar perkawinan.

    Di luar jam kerjanya sebagai penghulu, ayah

    Siti Walidah mencari nafkah dengan berwiraswasta,

    di antaranya, dengan berjualan pakaian batik.

    Kampung Kauman boleh dibilang kampung

    santri. Beragam pendidikan keagamaan yang bersifat

    ilmu-ilmu Islam, wawasan keislaman, dan bahasa Arab

    sudah dipelajari Siti Walidah. Siti Walidah sejak usia

    mudanya menghabiskan banyak waktu guna menuntut

    ilmu agama. Bahasa yang digunakan untuk belajar

  • 2

    Nyai Hj. Siti WalidahAhmad Dahlan(1872--1946)

    Buah pernikahan Siti Walidah atau Nyai Ahmad Dahlan

    dengan K.H. Ahmad Dahlan. Beliau dikaruniai enam anak:

    Johanah (1890), Siraj Dahlan (1898), Siti Busyra Islam (1903),

    Siti Aisyah Hilal (1905), Irfan Dahlan (1907),

    dan Siti Zuharah (1908).

    Sumber gambar: Hery Sucipto dan Nadjamuddin Ramly. 2005. Tajdid Muhammadiyah Dari Ahmad Dahlan hingga A. Syafii Maarif. Jakarta: Grafindo.

  • 3

    mengajar ini, antara lain, dengan memakai bahasa

    Arab Pegon. Hurufnya huruf Arab, tetapi bahasanya

    bahasa Jawa. Naskah Jawi merupakan ilmu yang

    diberikan oleh para pengajar di lingkungan Kauman,

    Yogyakarta.

    Siti Walidah sampai usia remaja belum

    pernah menikmati pendidikan umum. Pendidikan

    umum yang dimaksud adalah pendidikan formal

    yang diselenggarakan Pemerintah Kolonial Belanda.

    Maklum, saat itu berkembang pemikiran yang diyakini

    masyarakat luas bahwa sekolah formal hanya untuk

    laki-laki, tidak untuk kaum wanita.

    Tidak sedikit yang beranggapan bahwa memasuki

    sekolah yang diselenggarakan Pemerintah Kolonial

    Belanda bertentangan dengan ajaran agama Islam.

    Bersekolah di lembaga pendidikan Belanda berarti

    belajar di sekolah yang bertentangan dengan ajaran

    Islam.

    Pandangan di atas dinilai Siti Walidah tidak

    benar. Pendidikan itu dianggap untuk semua kalangan,

    termasuk untuk kaum wanita. Tidak hanya untuk kaum

    laki-laki.

  • 4

    Siti Walidah menikah dengan seseorang yang

    sudah ia kenal sebelumnya, masih keluarga Keraton

    Yogya juga. Dulu suaminya itu dikenal dengan nama

    Muhammad Darwis.

    Namun, setelah pulang dari Mekah untuk

    menunaikan ibadah haji dan belajar ilmu agama serta

    belajar organisasi dari para pemimpin Islam dunia,

    Muhammad Darwis kemudian lebih terkenal dengan

    panggilan Ahmad Dahlan.

    Pernikahan antara K.H. Ahmad Dahlan dan

    Siti Walidah berlangsung pada tahun 1903. Mereka

    dikaruniai enam anak, yaitu Johanah (1890), Siraj

    Dahlan (1898), Siti Busyra Islam (1903), Siti Aisyah

    Hilal (1905), Irfan Dahlan (1907), dan Siti Zuharah

    (1908).

    Pernikahan antara K.H. Ahmad Dahlan dan Siti

    Walidah tentunya tidak saja menambah keilmuan dan

    wawasan Siti Walidah, tetapi juga kian menopang

    dakwah K.H. Ahmad Dahlan dalam berdakwah.

    Terbayang oleh kita, betapa banyak ilmu yang

    diperoleh Siti Walidah dari suaminya, K.H. Ahmad

  • 5

    Dahlan. Demikian pula dengan buku-buku yang

    dimilikinya. Hal ini dapat menambah bacaan atau

    keilmuan Siti Walidah.

    Siti Walidah sesungguhnya punya andil yang

    tidak kecil di balik berdirinya organisasi Islam

    Muhammadiyah yang didirikan oleh suaminya pada

    Senin Legi, 8 Dzulhijjah 1330 H bertepatan dengan 18

    November 1912. Banyak jasa beliau dalam menghidupi

    kegiatan Muhammadiyah. Tidak terkirakan sumbangan

    pemikiran, ilmu, tenaga, waktu, dan biaya alias dana

    agar Muhammadiyah tampil menjawab ketertindasan,

    keterbelakangan, dan kemunduran bangsa.

    Rupanya tokoh-tokoh dari berbagai kalangan

    ulama, pejuang, pedagang, dan lainnya yang menjalin

    hubungan dengan K.H. Ahmad Dahlan, seperti

    Jenderal Sudirman, Bung Tomo, Bung Karno, K.H. Mas

    Mansyur, dan K.H. Bagus Hadikusumo secara langsung

    turut menambah ilmu dan luasnya pergaulan, juga

    sekaligus membuat keberanian Siti Walidah semakin

    besar untuk membela yang benar dan melawan yang

    salah.

  • 6

    Siti Walidah sering dimintai saran oleh sejumlah

    tokoh itu. Walau hanya mengenyam pendidikan di

    Kauman atau lingkungan keraton, tetapi perhatiannya

    yang terjun langsung ke medan perjuangan bersama

    masyarakat luas semakin tertempa.

    Siti Walidah tidak sempat bersekolah formal,

    tetapi tidak berarti ia menolak keberadaan sekolah.

    Namun, murni karena memang belum ada kesempatan.

    Berangkat dari kenyataan itu, ia ingin

    membaktikan dirinya untuk mengabdi di dunia

    pendidikan dengan mendirikan sekolah formal. Siti

    Walidah juga bertekad akan melengkapi kurikulum

    yang sudah ada agar lebih sesuai dengan kepribadian

    bangsa.

    Hati, pikiran, dan tindakan Siti Walidah selalu

    mengarah pada pembelaan terhadap rakyat kecil.

    Kebijakannya tertuju pada pemberdayaan masyarakat

    luas. Membangun rasa nasionalisme dalam persatuan

    dan kesatuan anak-anak bangsa.

    Saat itu rakyat Indonesia hidup dalam

    ketertindasan, keterbelakangan, dan umat Islam

    Indonesia dihadapkan pada banyak masalah.

  • 7

    K.H. Ahmad Dahlan

    K.H. Ahmad Dahlan, Pendiri Muhammadiyah

    Lahir di Yogyakarta, 1 Agustus 1868;

    Wafat di Yogyakarta, 23 Februari 1923.

    Perhatiannya di bidang sosial pendidikan kemasyarakatan

    melalui Muhammadiyah telah menghasilkan 200 perguruan

    tinggi, 200 rumah sakit, ribuan panti asuhan, dan ribuan

    lembaga pendidikan.

    Sumber Gambar: Hery Sucipto dan Nadjamuddin Ramly. 2005. Tajdid Muhammadiyah Dari Ahmad Dahlan hingga A. Syafii Maarif. Jakarta: Grafindo.

  • 8

    Pertama, tertinggal dalam bidang pendidikan.

    Kaum hawa atau perempuan dianggap kelas

    dua dalam hal menerima pendidikan. Artinya, laki-laki

    saja yang dianggap boleh mengikuti sekolah.

    Siti Walidah turut tampil memelopori supaya

    kaum wanita memperoleh hak dasar dalam bidang

    pendidikan. Beliau ingin perempuan terbebas dari

    tunaaksara. Gerakan literasi untuk semua masyarakat.

    Kedua, adat budaya atau tradisi yang masih

    membelenggu hak-hak perempuan.

    Perempuan masih dipandang sebelah mata.

    Padahal, kedudukan perempuan sama persis dengan

    kaum laki-laki. Baik laki-laki maupun perempuan

    memiliki potensi dan keunggulan yang dapat

    dimanfaatkan dalam menjalani kehidupan sebagai

    pribadi, anggota keluarga, masyarakat, dan bangsa.

    Gerakan kebudayaan yang membebaskan

    didengungkan Siti Walidah agar kaum perempuan

    kreatif, dinamis, dan memaksimalkan potensi

    yang dimiliki. Manusia merupakan makhluk yang

  • 9

    memungkinkan untuk terus tumbuh dan berkembang

    dalam memberikan sumbangan sosial terbaiknya

    untuk nilai-nilai kemanusiaan.

    Ketiga, keputusan-keputusan atau perarturan-

    peraturan dari Pemerintah Kolonial Belanda dianggap

    sangat tidak adil.

    Sebagai bangsa yang sedang mengalami

    ketertekanan dalam penjajahan, Siti Walidah paham

    betul keputusan dan kebijakan Pemerintah Kolonial

    Belanda tidak memihak kepada rakyat. Rakyat selalu

    dirugikan dalam banyak hal. Undang-undang yang

    lahir hanya menguntungkan pihak Belanda.

    Selain kritikan berbasis ilmu pengetahuan, Siti

    Walidah adalah tokoh wanita yang sangat berani dalam

    membela hak-hak rakyat yang dirampas Pemerintah

    Kolonial Belanda.

    Keempat, soal ekonomi rakyat.

    Rakyat diajak bekerja keras, bekerja cerdas, dan

    bekerja dengan memaksimalkan potensi titipan

    Tuhan. Siti Walidah memberikan keteladanan dalam

  • 10

    berwiraswasta dan menciptakan usaha-usaha kreatif

    untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga masing-

    masing.

    Kelima, strategi kebudayaan.

    Siti Walidah mengajak masyarakat untuk tetap

    menggali metode atau cara yang terkait dengan

    perubahan zaman yang pastinya terus bergerak.

    Seolah-olah ia ingin berpesan bahwa orang yang

    memahami zamannya akan mampu bersaing dan

    memberikan karya terbaik bagi generasi berikutnya.

    Keenam, dakwah kepada sesama kaum muslimin

    harus ditingkatkan lagi.

    Dakwah itu mengajak untuk berbuat baik.

    Dakwah bisa dengan ucapan, tulisan, dan perbuatan.

    Kegiatan dakwah seharusnya dapat memberikan

    solusi dari masalah yang dihadapi masyarakat.

    Memberdayakan rakyat serta membantu siapa saja

    yang memerlukan pertolongan.

    Menjawab masalah-masalah di atas, setidaknya

    Siti Walidah telah memberikan jalan keluar yang

    bisa kita rangkum dengan beberapa langkah dalam

    memperbaiki kondisi masyarakat.

  • 11

    Pendidikan dari Wal ‘Ashri, Maghribi School, Sopo

    Tresno ke ‘Aisiyyah

    K.H. Ahmad Dahlan dan Siti Walidah bergantian memberikan pengajian untuk kaum wanita dalam wadah yang bernama Wal ‘Ashri, Maghribi School, dan Sopo Tresna (Siapa Cinta) sejak

    1914.

    Dinamakan pengajian Wal ‘Ashri karena

    mengambil waktu sesudah salat Asar dan Maghribi

    School sebab gerakan mengaji dimulai setelah atau

    bakda salat Magrib.

    Posisi wanita sangat penting untuk melanjutkan

    generasi Islami dan memiliki nilai strategis guna

    melanjutkan keberlangsungan sebuah bangsa. Sebab,

    segalanya bermula dari didikan sang ibu. Negara

    akan kuat apabila kaum wanitanya cerdas dan

    terampil. Cerdas dalam mendidik keluarga, terampil

    dalam mengurus keluarga, dan cerdas memberikan

    keteladanan bagi putra-putrinya.

  • 12

    Siti Walidah ingin mengantarkan kaum ibu tidak

    saja cerdas dalam menjalin hubungan dengan Tuhan,

    tetapi juga mengajarkan kecerdasan kaum ibu agar

    cerdas berhubungan dengan manusia serta lingkungan

    sekitar.

    Menyimak perkembangan Sopo Tresno

    yang sedemikian pesat, K.H. Mukhtar, K.H. Bagus

    Hadikuumo, K.H. Fakhruddin, dan tentunya K.H.

    Ahmad Dahlan sendiri yang merupakan tokoh-tokoh

    penting di Muhammadiyah mengusulkan agar Sopo

    Tresno diarahkan menjadi organisasi yang lebih bagus

    dan berkembang.

    Dengan berbagai pertimbangan, pada 28

    Jumadil Akhir 1335 H bertepatan dengan Sabtu

    Legi, 21 April 1917 Sopo Tresno menjadi organisasi

    yang bernama ‘Aisyiah. Sempat muncul usulan untuk

    dinamai Fatimah, tetapi ‘Aisyiah akhirnya menjadi

    kesepakatan bersama.

    Penamaan ‘Aisyiah merujuk kepada Aisyah

    binti Abu Bakar. Semangat yang ingin diusung dibalik

    penamaan itu adalah Aisyah sebagai simbol wanita

  • 13

    cerdas, intelek, dan dianggap cocok mewakili napas

    perjuangan yang ingin mengentaskan keterbelakangan

    kaum wanita dalam bidang pendidikan.

    Dengan gerakan di bawah naungan ‘Aisyiah,

    diharapkan semakin banyak kaum wanita yang

    mendapatkan berbagai nilai manfaat.

    Usaha ‘Aisyiah merupakan bagian dari bentuk

    kepedulian Siti Walidah terhadap sesama. Bagi

    Siti Walidah kaum perempuan harus memberikan

    keteladanan kepada masyarakat yang sedang

    membutuhkan pertolongan.

    Keberadaan ‘Aisyiah semakin mendapatkan

    tanggapan positif dari masyarakat. Pada

    perkembangannya, organisasi ini semakin

    menyempurnakan amal usaha untuk melayani dan

    mendidik masyarakat. Nilai manfaat juga bertambah

    bagus dari waktu ke waktu.

    Banyak hal yang telah dilakukan Siti Walidah

    bersama ‘Aisyiah, di antaranya, meliputi sejumlah

    aktivitas berikut.

  • 14

    1. Tahun 1919 ‘Aisyiah mendirikan sekolah taman

    anak-anak pertama di Indonesia dengan nama

    FROBEL;

    2. Tahun 1923 ‘Aisyiah membuat program

    memberantasan buta huruf pertama di Indonesia,

    baik huruf Arab maupun huruf Latin;

    3. Tahun 1926 menerbitkan majalah dengan nama

    Suara ‘Aisyiah;

    4. Tahun 1928 bersama perkumpulan kaum wanita

    lainnya, ‘Aisyiah memelopori Kongres Wanita

    Pertama di Indonesia;

    5. Mendirikan musala perempuan;

    6. Mendirikan sekolah dasar untuk perempuan dengan

    nama Volk School (sekolah dasar tiga tahun);

    7. Mendirikan asrama putri/perempuan;

    8. Menyantuni fakir miskin dan yatim piatu untuk

    kaum perempuan;

    9. Memberikan pendidikan keagamaan bagi para

    buruh batik;

    10. Meningkatkan pengetahuan dan mendorong

    partisipasi perempuan dalam dunia publik.

  • 15

    Perlu pula dicatat bahwa pada

    perkembangannya, ‘Aisyiah merupakan salah satu

    organisasi yang mendorong terwujudnya Kongres

    Perempuan Pertama di Indonesia pada tanggal 22--

    25 Desember 1928 di Yogyakarta.

    Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,

    kongres itu memiliki pengertian ‘pertemuan besar

    para wakil organisasi (politik, sosial, profesi) untuk

    mendiskusikan dan mengambil keputusan mengenai

    berbagai masalah’.

    Dalam Kongres Perempuan Pertama Indonesia

    itu, ‘Aisyiah bahu-membahu dengan perkumpulan atau

    organiasi wanita lainnya dengan latar belakang yang

    berbeda, baik dari segi suku, adat istiadat, organisasi,

    maupun keyakinan. Organisasi yang berpartisipasi itu,

    antara lain, sebagai berikut.

    1. Wanito Utomo (Perkumpulan wanita dari Budi

    Utomo);

    2. Putri Indonesia;

    3. Jong Islamitien Bond (Perkumpulan wanita dari

    Jong Islamieten Bond);

  • 16

    4. Wanita Taman Siswa (Perkumpulan wanita Taman

    Siswa);

    5. Wanita Katholik;

    6. Jong Java Meisjeskring; dan masih banyak

    perkumpulan wanita lainnya yang mengikuti

    kongres ini.

    Perbedaan latar belakang pendidikan, suku

    bangsa, budaya, bahkan agama tidak menyurutkan

    perkumpulan wanita saat Indonesia masih dikuasai

    Pemerintah Kolonial Belanda untuk bersatu padu

    membangun persatuan dan kesatuan menuju Indoneia

    yang merdeka.

    “Sudah tidak khilaf lagi bahwa damai, persatuan

    itulah suatu perkara. Perkara mana tentulah

    semua manusia mengakui akan kebaikannya karena

    memang persatuan ini adalah suatu alat yang dapat

    menghasilkan maksud yang besar.” Itulah komentar

    Siti Hayinah salah seorang pegiat dan Ketua ‘Aisyiah

    mengenai bersatunya kaum wanita di Indonesia yang

    terdiri atas berbagai unsur dari lintas latar belakang.

  • 17

    Siti Hayinah yang berlatar belakang organisasi

    Islam sedemikian memukau peserta lainnya dengan

    pidato yang berjudul “Persatuan Manusia”. Bagi Siti

    Hayinah, “Persatuan merupakan alat pertama untuk

    mencapai tujuan utama, seperti kebahagiaan dan

    kesejahteraan”.

    Pengaruh positif dari Sumpah Pemuda 28

    Oktober 1928, dua bulan sebelum penyelenggaraan

    kongres itu, sedemikian kuat memengaruhi anak-

    anak bangsa untuk menyatakan satu tanah air, satu

    satu bangsa, dan satu bahasa, yaitu Indonesia. Tidak

    terkecuali ‘Aisyiah dan perkumpulan wanita lainnya.

    Banyak hal yang dihasilkan dari Kongres

    Perempuan Pertama Indonesia (KPPI) ini, antara

    lain, membahas kebijakan pendidikan, khususnya

    bagi kaum perempuan; perlindungan kepada kaum

    perempuan; buruh perempuan; turut merumuskan

    dan menyebarkan pekik “Merdeka”, “Merdeka”,

    “Merdeka”, sebuah tuntutan yang menginginkan

    Indonesia menjadi negara yang merdeka.

  • 18

    Pada tanggal 19--23 Januari 1931 di Lahore,

    India, para pegiat KPPI mengirimkan utusannya,

    yakni Ny. Santoso dan Nn. Sunaryati untuk mengikuti

    Kongres Wanita Asia di Lahore, India.

    Tujuh tahun kemudian, tepatnya 1938 sewaktu

    KPPI kembali melangsungkan kongres di Bandung,

    para anggotanya berhasil mengusung 22 Desember,

    tepatnya hari pertama KPPI Pertama dilaksanakan,

    sebagai Hari Ibu Nasional yang sampai sekarang

    masih dijadikan peringatan hari besar nasional.

    Keikutsertaan ‘Aisyiah dalam membangun

    kebersamaan dengan kelompok perempuan lainnya

    tidak lain merupakan cerminan jiwa nasionalisme dan

    ajaran Islam yang memberikan dorongan untuk kerja

    sama dengan saudara-saudara sebanga dan setanah

    air.

    Kerja sama dalam bidang sosial kemasyarakatan,

    kebudayaan, menjajaga kerukunan antarumat

    beragama dengan saling mengormati keyakinan

    masing-masing, dan merajut jiwa nasionalisme serta

    merawat semangat nasionalisme untuk masa depan

    Indonesia yang lebih baik.

  • 19

    ‘Aisyiah, nama sebuah perkumpulan perempuan

    dengan jumlah anggota yang sangat banyak, yang

    didirikan oleh Siti Walidah, telah mampu memberikan

    gerakan dan amal nyata yang sangat bermanfaat

    bagi rakyat, baik bagi kaum perempuan maupun bagi

    kesadaran nasionalisme. Organisasi ini memiliki tujuan

    Indonesia yang merdeka. Sumbangan amal yang luar

    biasa di tengah keterbatasan.

    Siti Walidah telah berperan sangat aktif

    dalam pembebasan kaum wanita dari kebodohan ke

    dunia ilmu pengetahuan. Bergerak dari garis nasib

    keterbelakangan menuju ke kondisi sosial generasi

    yang berkemajuan.

    Siti Walidah merasakan keterbelakangan kaum

    wanita dalam dunia pendidikan harus disikapi dengan

    pencarian jalan keluar agar masa depan kaumnya

    maju di masa yang akan datang.

    Dalam perkembangannya, ‘Aisyiah mampu

    memberikan sumbangan istimewa untuk menumbuhkan

    rasa percaya diri kaum hawa, memberikan kesempatan

    untuk menggali kemampuan dan memanfaatkan

  • 20

    ‘Aisyiah dan Kongres Perempuan Pertama Indonesia

    Komite Kongres Perempuan Indonesia Pertama pada tahun

    1928. Gambar di atas adalah saksi bisu yang mengisahkan

    ‘Aisyiah bersama perkumpulan wanita lainnya dari beragam latar

    belakang organisasi termasuk lintas agama untuk bersatu padu

    memajukan Indonesia yang masih dijajah Belanda.

    Sumber Gambar: http://www.aisyiyah.or.id/id/page/tokoh.html

  • 21

    kemampuan itu, sambil tetap memegang jati

    diri keperempuanannya dan menggerakkan jiwa

    nasionalisme perempuan. Perempuan yang berilmu,

    beramal, berani, kreatif, inovatif, dan terus bekerja

    dalam menjalani hidup.

    Menurut Herry Sucipto dan Nadjmuddin

    Ramli, sebagaimana tertuang dalam buku Tajdid

    Muhammadiyah dari Ahmad Dahlan hingga A. Syafii

    Maarif, ‘Aisyiah di awal-awal gerakannya telah

    mengerjakan berbagai hal kegiatan sebagai berikut.

    1. Mengirimkan mubaligah-mubaligah ke kampung-

    kampung pada bulan puasa untuk memimpin salat

    tarawih;

    2. Mengadakan perayaan hari-hari besar Islam;

    3. Mengadakan kursus Islam untuk pekerja-pekerja

    dan istri-istri pegawai di kampung;

    4. Mengajarkan keterampilan-keterampilan lain untuk

    wanita.

    Mubaligah itu dapat diartikan sebagai

    pendakwah perempuan yang mengajarkan ilmu-

    ilmu Islam. Dalam kisah di atas, pendakwah dari

  • 22

    kaum perempuan berdakwah kepada kaum muslim

    perempuan (muslimat) dalam rangka memimpin salat

    tarawih di bulan Ramadan. Selain itu, mubaligah juga

    mengajarkan tentang tata cara ibadah dan hal-hal

    lain tentang Islam.

    Peringatan terhadap hari-hari besar

    Islam dimaksudkan untuk menyambungkan tali

    persaudaraan. Selain itu, bermanfaat pula untuk

    menambah ilmu-ilmu Islam, khususnya dengan

    tema yang sedang diperingati. Umpamanya, ketika

    memperingati hari lahirnya Nabi Muhammad Saw.

    masyarakat diajak untuk menghayati ajaran-ajaran

    Islam dan meneladani akhlak Nabi Muhammad

    Saw yang ramah dan merawat toleransi di tengah

    keragaman budaya.

    Berbagai keterampilan untuk remaja putri dan

    ibu rumah tangga tidak luput dari garapan Siti Walidah.

    Siti Walidah sangat memahami kalau tanggung jawab

    kaum ibu sangatlah besar.

    Bila dapat mengemban amanah itu, niscaya

    kaum perempuan akan mengantarkan keluarga dan

    pada akhirnya masyarakat menjadi jauh lebih baik.

  • 23

    Baik buruknya masyarakat sangat bergantung pada

    keluarganya. Orang tua yang baik dapat mengantarkan

    anaknya menjadi baik.

    Siti Walidah sadar betul bahwa kaum ibu adalah

    pendidik yang pertama dan utama. Keberhasilan

    pendidikan sangat dipengaruhi oleh besarnya

    partisipasi keluarga.

    Kalau keluarga telah menjalankan fungsinya

    sebagai pendidik yang pertama dan utama, akan lahir

    masyarakat yang memiliki nilai-nilai karakter positif

    yang terus bertumbuh dan berkembang sebagai

    individu, keluarga, masyarakat, dan warga negara.

    Pada gilirannya, mereka akan mencintai bangsa dan

    memberikan potensi terbaik yang dimilikinya untuk

    kepentingan-kepentingan nasional atau rakyat.

    Siti Walidah memang belum sempat mengenyam

    pendidikan formal. Bukannya tidak mau atau menolak,

    tetapi pada waktu itu memang keadaannya belum

    memungkinkan.

    Justru, ketiadaan sekolah perempuan

    membuat Siti Walidah begitu gigih, bersemangat, dan

  • 24

    memberikan seluruh tenaga, waktu, dan pikirannnya

    untuk mendirikan sekolah perempuan.

    Sejarah mencatat bahwa Siti Walidah

    berhasil membangun lembaga pendidikan untuk

    kaum perempuan. Tidak sebatas belajar di sekolah

    perempuan yang didirikannya, tetapi juga menyediakan

    asrama untuk tempat tinggal murid-muridnya.

    Adanya pemondokan atau asrama bagi pelajar

    perempuan ini merupakan sebuah pertanda bahwa

    Siti Walidah tidak hanya ingin mengasah otak dan

    pintar membuat beragam keterampilan, tetapi lebih

    daripada itu beliau ingin mendidik para siswinya agar

    watak atau karakter menjadi lebih bagus lagi.

    Mental keberanian kaum hawa juga perlu

    ditingkatkan untuk membela kebenaran. Hanya orang

    berani yang dapat mengubah sejarah Indonesia

    menjadi negara yang merdeka. Sejarah cuma menulis

    manusia-manusia pemberani dan pengabdi untuk

    sesama.

    Hati siswi diisi dengan iman, otaknya diisi

    dengan ilmu pengetahuan, sedangkan perilakunya

  • 25

    senantiasa dibimbing untuk melahirkan budi pekerti

    yang mulia dan bermanfaat bagi masyarakat seluas-

    luasnya.

    Di bawah arahan Siti Walidah, murid-muridnya

    tampil gemilang memimpin ‘Aisyiah menjadi gerakan

    yang semakin berkembang dan maju. Di antaranya, Siti

    Bariyah, Aisyah Hilal, dan Siti Munjiyah yang menjadi

    tokoh penggerak, kadang-kadang harus menjadi ketua

    dan tidak jarang berposisi sebagai pembina atau yang

    lainnya.

    Siti Walidah sendiri pada awal gerakan

    pendirian ‘Aisyiah tidak menduduki jabatan sebagai

    ketua. Bahkan, ketuanya adalah sang murid, yakni Siti

    Bariyah.

    Siti Bariyah menjadi pemimpin ‘Aisyiah selama

    tujuh periode. Waktu itu susunan kepengurusan

    berlaku selama satu tahun. Siti Bariyah selalu terpilih

    untuk memimpin, dari periode ke-1 hingga ke-7, yaitu

    pada tahun 1917, 1918, 1919, 1920, 1927, 1928, dan

    1929.

  • 26

    Siti Walidah sendiri memegang tampuk

    kepemimpinan ‘Aisyiah pada periode 1921, 1922,

    1923, 1924, 1925, 1926, dan 1930.

    Berikutnya, pimpinan ‘Aisyiah dipegang oleh

    Aisyah Hilal yang memimpin ‘Aisyiah selama empat

    periode, yaitu pada tahun 1931, 1937, 1939, dan

    1940.

    Setelah melewati tahun 1940, masa bakti

    kepengurusan ‘Aisyiah tidak lagi satu tahun tetapi

    menjadi tiga tahun.

    Aisyah Hilal kembali terpilih untuk tiga periode

    berikutnya, yaitu pada tahun 1941, 1944, dan 1950.

    Tokoh penting lainnya yang menjadi pimpinan

    ‘Aisyiah adalah Siti Munjiyah. Siti Munjiyah menjabat

    selama empat periode, yaitu pada tahun 1932, 1934,

    1935, dan 1936. Siti Munjiyah memainkan peranan

    penting pada tahun 1928, yaitu sebagai tokoh

    yang dikirim ‘Aisyiah untuk melaksanakan Kongres

    Perempuan Pertama di Indonesia.

    Empat tokoh pimpinan pusat Aisyiah yang

    berjasa pada masa awal pendiriannya adalah Siti

  • 27

    Siti Bariyah, Pimpinan ‘Aisyiah I--VII

    Siti Bariyah binti Haji Hasyim Ismail, murid senior K.H. Ahmad Dahlan, terkenal sebagai siswa dan pemimpin

    muda usia yang sangat cerdas, pandai bergaul, bertanggung jawab, organisatoris andal, dan juga sebagai pedagang batik.

    Selain santri K.H. Ahmad Dahlan, Siti Bariyah juga lulusan sekolah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kolonial

    Belanda, Neutraal Meisjes School.

    Sumber Gambar: http://www.aisyiyah.or.id/id/page/tokoh.html

    Bariyah, Siti Walidah, Aisyah Hilal, dan Siti Munjiyah.

    Tenaga dan pikiran mereka untuk kemajuan pendidikan

    dan nasionalisme Indonesia begitu besar.

  • 28

  • 29

    Jilbab, antara Perintah dan Mode

    Sebuah kabar yang cukup mengejutkan. Siti Walidah ternyata sudah menyodorkan konsep tutorial jilbab Islami atau bimbingan menggunakan jilbab. Hal ini terinformasikan melalui

    sebuah buku berjudul Muhammadiyah yang ditulis

    pada tahun 1934. Langkah Siti Walidah boleh dibilang

    mendahului zamannya.

    Di satu sisi, Siti Walidah ingin mengamalkan

    ajaran agama Islam, tetapi di sisi lain ia juga

    memikirkan cara supaya pemakaian jilbab itu diterima

    oleh dunia mode yang berlaku pada waktu itu.

    Perpaduan antara nilai agama--dengan

    memperhatikan batas-batas agama--dan kebudayaan,

    yakni dengan mencari cara terbaik agar busana yang

    dikenakan diterima. Penemuan bentuk busana ini

    adalah pencapaian yang luar biasa. Prestasi yang

    tergolong istimewa.

  • 30

    ‘Aisyiah, Gerakan Literasi dan Mode Jilbab

    Buku Muhammadiyah (1934) yang memadukan antara

    tulisan Arab Pegon atau Arab Melayu dan bahasa Latin.

    Terdapat tata cara memakai Jilbab hasil penemuan Siti

    Walidah. Mode baru untuk zaman itu.

    Sumber Gambar: http://www.dream.co.id/lifestyle/-tutorial-hijab-ala-walidah-ahmad-dahlan-160513q.html

    Tidak sebatas mengajarkan murid-murid

    terdekatnya, penemuan mode jilbab itu diabadikan

    dalam bentuk buku supaya informasi terkait dapat

    diamalkan oleh orang lain.

  • 31

    Nasionalisme

    Sebagai penganut Islam, Siti Walidah ingin menampilkan muslimah yang baik dengan memegang teguh keyakinan dan beribadah sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah

    Saw.. Beliau ingin menampilkan diri untuk menjaga

    kerukunan antarumat beragama agar tidak saling

    merendahkan satu sama lain.

    Sebagai anggota masyarakat yang negaranya

    sedang dijajah, Siti Walidah berjuang bersama anggota

    mayarakat lainnya dengan memberikan pencerahan

    tentang pentingnya kesadaran nasionalime Indonesia.

    Siti Walidah tidak hanya menginspirasi kaum

    wanita. Beliau sering melakukan diskusi dengan

    para pejuang yang kelak dikenal sebagai pahlawan-

    pahlawan nasional Indonesia.

    Jenderal Sudirman, sebelum terjun ke militer,

    adalah seorang guru di Sekolah Muhammadiyah di

    Cilacap, Jawa Tengah. Sudirman sangat mengagumi

    sosok Siti Walidah.

  • 32

    Jenderal Sudirman menganggap beliau

    sebagai ibu tangguh yang mengajarkan kegigihan

    mempertahankan kehormatan bangsa, harga diri

    kebangsaan, dan tidak lelah mengibarkan bendera

    nasionalisme.

    Selain Jenderal Sudirman yang sudah

    menganggapnya sebagai ibu dari seluruh anggota

    perkumpulan Muhammadiyah, Siti Walidah sering

    berdiskusi dengan Bung Karno yang kelak menjadi

    Presiden Republik Indonesia. Termasuk dengan

    Mohammad Hatta, Wakil Presiden Pertama RI, juga

    dengan tokoh Muhammadiyah lainnya yang juga

    menjadi bagian dari tim perumus Pancasila, yakni Ki

    Bagus Hadikusumo dan K.H. Mas Mansyur.

    Pernah pula Siti Walidah disebut kafir oleh

    sebagian masyarakat karena mencontoh metode

    pendidikan ala Belanda. Namun, Siti Walidah

    mengatakan letak kekafiran bukan pada metode,

    melainkan pada isi dan kandungan nilainya.

    Siti Walidah melakukan cara baru dalam dunia

    pendidikan, yaitu dengan sistem belajar memakai

  • 33

    kelas. Metode kegiatan belajar mengajar (KBM) untuk

    pendidikan Islam yang ada pada waktu itu tidak

    menggunakan sistem klasikal.

    Ambil yang baik dari siapa pun dan dari

    mana pun. Kira-kira seperti itulah yang diyakini dan

    diamalkan oleh Siti Walidah. Jika ada sisi baik yang

    harus dicontoh dari Belanda, itu sama sekali tidak

    menjadi masalah.

    Siti Walidah pintar berpidato, mampu menyemangati

    orang untuk mengelurakan ide-ide, menghargai

    perbedaan pendapat, dan cerdas dalam memotivasi

    orang untuk berbuat amal kebaikan.

    Siti Walidah menganggap bahwa kaum laki-

    laki dan perempuan derajatnya sama. Termasuk

    dalam memberikan sumbangan pemikiran, tenaga,

    dan perhatiannya untuk mayarakat dalam berbagai

    bidang. Bidang pendidikan, ekonomi, sosial, politik,

    budaya, dan lain sebagainya.

    Kemajuan tidak saja untuk laki-laki, tetapi

    juga untuk perempuan. Sebagaimana kaum laki-laki,

    kaum perempuan dapat pula memberikan sumbangan

  • 34

    terbaik untuk menanamkan kesadaran nasionalime,

    antara lain, melalui jalur pendidikan.

    ‘Aisyiah yang sudah didirikannya telah jauh

    bergerak mempersiapkan putra-putri bangsa guna

    meraih kemerdekaan.

    Dalam hal keyakinan, Siti Walidah mengatakan

    bahwa kita tidak boleh memaksakan suatu keyakinan

    yang dianut oleh seseorang kepada seseorang lainnya

    Tidak boleh memaksakan suatu ajaran agama tertentu

    untuk diamalkan oleh seseorang. Siti Walidah

    menentang peraturan Jepang yang bertentangan

    dengan agama atau norma adat. Itu semua bagian

    dari pemaksaan dan bentuk ketidakadilan.

    Siti Walidah tidak mundur setapak pun,

    meski tentara Jepang datang ke rumahnya dengan

    sejumlah ancaman untuk memengaruhi pendapatnya.

    Kebebasan beragama tidak boleh dipaksakan.

    Pasukan Jepang yang datang untuk meneror Siti

    Walidah tidak bisa berbuat apa-apa. Keteguhan iman

    dirinya tidak dapat diruntuhkan dengan ancaman apa

    pun. Begitupula dengan rasa nasionalisme yang sejati,

  • 35

    dengan tujuan Indonesia merdeka tidak akan dapat

    ditukar dengan apa pun.

    Dari Yogyakarta, Siti Walidah mendengar

    kabar bahwa Indonesia telah merdeka. Pada

    tanggal 17 Agustus 1945 Soekarno-Hatta telah

    memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Baik

    Soekarno maupun Hatta, keduanya sempat bertukar

    pendapat, bersama-sama mencari cara agar Indonesia

    merdeka.

    Namun, kemerdekaan yang sudah diraih

    Indonesia membuat Belanda dan pasukan Sekutu yang

    membantu Belanda meradang. Mereka menerjang dan

    ingin menguasai Indonesia kembali. Alasan mereka,

    Jepang sebagai negara yang menguasai Indonesia

    sudah menyerah kepada Belanda dan Sekutu. Artinya,

    bagi mereka Indonesia kembali di bawah kekuasaan

    Belanda.

    Ketika Belanda dan sekutunya menyerang

    Indonesia setelah kemerdekaannya, Siti Walidah

    tampil menyemangati dan terus membela para

    pejuang guna mempertahankan kemerdekaan RI yang

  • 36

    akan dibatalkan Belanda. Diskusi dengan Presiden

    Soekarno dan Jenderal Sudirman terus berlanjut.

    Bahkan, diskusi sampai membahas hal-hal yang terkait

    dengan siasat perang.

    Di masa revolusi nasional atau perang

    mempertahankan kemerdekaan RI, dapur pribadi Siti

    Walidah dijadikan dapur umum. Dengan semangat

    yang tinggi, beliau menyerukan kepada seluruh

    masyarakat, terutama kepada ibu-ibu, untuk membuat

    dapur umum bagi para pejuang.

    Jenderal Sudirman yang semula bergiat di

    Muhammadiyah dan menjadi guru di Muhammadiyah

    menyebut Siti Walidah tidak hanya sebagai ibu bagi

    anak-anak beliau, tetapi juga sebagai ibu bagi dirinya

    dan ibu bagi seluruh warga Muhammadiyah.

    31 Mei 1946 di Yogyakarta, di usianya yang ke-

    74 Siti Walidah menutup mata untuk selama-lamanya.

    Yang berduka tidak hanya keluarga besar beliau dan

    keluarga besar ‘Aisyiah dan Muhammadiyah saja,

    tetapi juga seluruh keluarga besar bangsa Indonesia.

  • 37

    Sebelum beliau pulang ke pangkuan-Nya,

    Siti Walidah sempat menitipkan pesan terakhir

    perjuangannya: “Saya titipkan Muhammadiyah dan

    Aisyiah kepadamu sebagaimana Almarhum K.H.

    Ahmad Dahlan menitipkannya. Menitipkan berarti

    melanjutkan perjuangan umat Islam Indonesia ke arah

    perbaikan hidup bangsa Indonesia yang berdasarkan

    cita-cita luhur mencapai kemerdekaan”.

    Dua pesan utama termuat dalam pesan

    terakhir Siti Walidah. Dua pesan itu tidak lain sebagai

    perwujudan cinta kepada Allah Swt., Islam, dan

    negara secara bersama dan beriringan.

    Pesan itu bisa dimaknai bahwa umat Islam

    semestinya dapat hidup berdampingan dengan umat

    lain dan bahu-membahu membangun Indonesia.

  • 38

  • 39

    Ibu Bangsa Indonesia

    Jika Panglima Besar Jenderal Sudirman menyatakan Siti Walidah adalah seorang ibu dan ibu dari warga Muhammadiyah, tidak berlebihan juga kalau kita menyebut Siti Walidah sebagai ibu

    bagi seluruh bangsa Indonesia. Perjuangannya

    melalui ‘Aisyiah dan Muhammadiyah sangat berarti.

    Tidak hanya bagi umat Islam Indonesia, tetapi juga

    bagi seluruh rakyat Indonesia. Bersama umat lain

    menggalang kesatuan dan persatuan untuk kemajuan

    bersama tanpa menghilangkan keyakinan masing-

    masing.

    Siti Walidah yang kini lebih populer dengan

    sebutan Nyai Ahmad Dahlan merupakan salah

    satu pemimpin yang telah menyiapkan masa depan

    Indonesia sejak Indonesia belum terwujud. Beliau

    tidak tega hati menyaksikan kemiskinan, baik yang

    lahir dari kemalasan maupun dari sebab ketidakadilan.

    Begitu pula keberaniannya untuk mengingatkan

    atau melawan penjajah sejak zaman Belanda dan

    kemudian Jepang.

  • 40

    Rasanya penghargaan kita tidaklah cukup

    sampai ia mendapatkan gelar Pahlawan Nasional.

    Lebih penting daripada itu adalah melanjutkan

    perjuangannya dalam mengamalkan agama Islam,

    baik yang terkait dengan ibadah mahdhah maupun

    ghair mahdhah. Demikian pula dengan nasionalisme.

    Dulu nasionalisme bisa kita artikan sebagai

    tindakan persatuan dan kesatuan dalam melawan

    penjajah. Namun, setelah masa tersebut nasionalisme

    dimaknai sebagai tindakan mempertahankan

    kemerdekaan.

    Pada gilirannya, nasionalisme memiliki makna

    yang luas. Salah satunya ekonomi. Nasionalisme

    ekonomi berarti ekonomi berpihak untuk kepentingan

    rakyat, bukan untuk sekelompok orang atau apalagi

    hanya menguntungkan pihak asing. Ini berarti kita

    antikezaliman. Menolak siapa pun yang berbuat

    merugikan negara lain.

    Mempertimbangkan jasa-jasa Siti Walidah atau

    Nyai Ahmad Dahlan, Pemerintah Republik Indonesia,

    berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI Nomor

  • 41

    042/TK/Tahun 1971, tanggal 22 September 1971,

    mengangkat beliau sebagai Pahlawan Nasional.

    Makam sang Ibu Bangsa Indonesia itu terletak di

    belakang Masjid Besar Kauman, Yogyakarta.

  • 42

    Daftar PustakaAisyiyahhttp://ppa.uad.ac.id/ppa3/sejarah-aisyiyah/S.F., Drs. Suratmin. 1990. Nyai Ahmad Dahlan

    Pahlawan Nasional: Amal dan Perjuangannya. Yogyakarta: Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Seksi Khusus Penerbitan dan Publikasi.

    Sudarmanto, Y.B. 1996. Jejak-Jejak Pahlawan dari Sultan Agung hingga Syekh Yusuf (Cetakan II). Jakarta: Grasindo.

    Suryanegara, Ahmad Mansur. 2009. Api Sejarah. Bandung: Salamadani.

    Sucipto, Hery dan Ramly, Nadjamuddin. 2005. Tajdid Muhammadiyah dari Ahmad Dahlan hingga A. Syafii Maarif. Jakarta: Grafindo.

    Sumber IlustrasiIlustrasi Cover: http://www.aisyiyah.or.id/id/page/

    tokoh.htmlIlustrasi 1: Hery Sucipto dan Nadjamuddin Ramly.

    2005. Tajdid Muhammadiyah Dari Ahmad Dahlan hingga A. Syafii Maarif. Jakarta: Grafindo.

    Ilustrasi 2: Sucipto, Hery dan Ramly, Nadjamuddin. 2005. Tajdid Muhamadiyah Dari Ahmad Dahlan hingga A. Syafii Maarif. Jakarta. Grafindo.

    Ilustrasi 3: http://www.aisyiyah.or.id/id/page/tokoh.html

    Ilustrasi 4: http://www.aisyiyah.or.id/id/page/tokoh.html

    Ilustrasi 5: http://www.dream.co.id/lifestyle/-tutorial-hijab-ala-walidah-ahmad-dahlan-160513q.html

  • 43

    Biodata Penulis

    Nama : Lilis Nihwan Nomor Telepon : 087825455506Pos-el : [email protected] : Masjid An-Nur Jalan Riung Karya Juang III. No. 9. Kompleks Riung Bandung, Kota Bandung 40295 Bidang Keahlian: Menulis dan Ceramah Keagamaan

    Riwayat Pekerjaan/Profesi (10 Tahun Terakhir): 1. 2006--kini : mengajar pengajian untuk anak-anak di

    masjid2. 2006--kini : menulis

    Riwayat Pendidikan Tinggi dan Tahun Belajar: D-2: Bahasa Arab Ma’had Imarat Bandung (2006--2008)

    Judul Buku dan Tahun Terbit (10 Tahun Terakhir): 1. Laku Kehidupan (Tinta Medina-Tiga Serangkai,

    2016)

  • 44

    2. Saya Menulis Maka Saya Ada: Buku (Wajib) Calon Penulis (Nuansa Aulia, 2016)

    3. Ya Allah Husnul Khatimahkan Hamba (Quanta-EMK, Grup Kompas Gramedia, 2015)

    4. Agar Hidup Lebih Baik dan Semakin Bahagia (Quanta-EMK, Grup Kompas Gramedia, 2015)

    5. 101+ Doa Mustajab dari Nabi Saw (Tinta Medina, Grup Tiga Serangkai, 2015)

    6. Tim Penulis Biografi Prof. K.H.M. Syadzeli Hasan (Baiturrahman Publishing, 2014)

    7. Cinta Sejati Emha Buat Pak Harto (Kaukaba, 2013). 8. The Spirit of Success: Jalan Meraih Mimpi (Tinta Medina,

    Tiga Serangkai Grup, 2012).

  • Biodata PenyuntingNama : Luh Anik MayaniPos-el : [email protected] Keahlian : Linguistik, dokumentasi Bahasa, Penyuluhan, dan Penyuntingan

    Riwayat PekerjaanPegawai Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (2001—sekarang)

    Riwayat Pendidikan1. S-1 Sastra Inggris, Fakultas Sastra, Universitas Udayana,

    Denpasar (1996—2001)2. S-2 Linguistik, Program Pasca sarjana Universitas

    Udayana, Denpasar (2001—2004)3. S-3 Linguistik, Institute für Allgemeine Sprachwissenschaft,

    Universität zu Köln, Jerman (2010—2014)

    Informasi LainLahir di Denpasar pada tanggal 3 Oktober 1978. Selain dalam penyuluhan bahasa Indonesia, ia juga terlibat dalam kegiatan penyuntingan naskah di beberapa lembaga, seperti di Mahkamah Konstitusi dan Bapennas, serta menjadi ahli bahasa di DPR. Dengan ilmu linguistik yang dimilikinya, saat ini ia menjadi mitra bestari jurnal kebahasaan dan kesastraan, penelaah modul bahasa Indonesia, tetap aktif meneliti dan menulis tentang bahasa daerah di Indonesia, dan mengajar dalam pelatihan dokumentasi bahasa.

    45

  • 46

    Biodata Pengatak

    Nama : Tri Joko Hendro SastomoPonsel : 085314905737Pos-el : [email protected] : Jalan Riung Arum Timur VIII No. 104 Bandung 40295 Bidang Keahlian : Desainer Grafis, Illustrasi, dan Animasi

    Riwayat Pekerjaan/Profesi (10 Tahun Terakhir): 1. 2004--2009: Desainer Grafis di Sygma Examedia2. 2009--kini: Freelance Graphic Designer, Illustration

    Riwayat Pendidikan: Sekolah Tinggi Desain & Seni Indonesia

    Portofolio Sampul Buku dan Animasi:1. Cara Genius Jadi Agen Travel (Zavara, 2016)2. Pembaruan Islam (Syaamil Cipta Media, 2007)3. Membangun Team Work (Syaamil Cipta Media, 2006)4. Trilogi Meretas Jalan Surga (Salamadani, 2012) 5. The Pocket Fiqh (Salamadani, 2011) 6. Animasi Sayang Allah & Rasul (Sygma Examedia

    Arkanleema, 2009)7. Animasi Bubi Beruang (Sygma Examedia Arkanleema,

    2009)8. Animasi Cerita Desa Pelangi (Sygma Examedia

    Arkanleema, 2006)

  • 47

  • Kementerian Pendidikan dan KebudayaanBadan Pengembangan dan Pembinaan BahasaJalan Daksinapati Barat IV, Rawamangun, Jakarta Timur

    Siti Walidah termasuk tokoh perintis dan pendiri sekolah keterampilan serta pembangun lembaga kesehatan, yang telah melahirkan ribuan lembaga pendidikan di lingkungan Muhammadiyah dan ‘Aisiyah. Siti Walidah yang kini lebih populer dengan sebutan Nyai Ahmad Dahlan merupakan salah seorang pemimpin yang telah menyiapkan masa depan Indonesia sejak masa kolonial. Jasanya dalam bidang pendidikan, kebudayaan, kesehatan untuk negeri ini sangat besar dan patut kita jadikan keteladanan buat generasi muda Indonesia. Buku ini mengajak pembaca untuk memahami sekaligus meneladani perjuangan Siti Walidah dan menjadi bagian penting bagi generasi muda Indonesia guna mengisi kemerdekaan Indonesia dengan berbagai kreativitas yang bermanfaat.