latar belakang tidak meningkatnya berat badan...
TRANSCRIPT
LATAR BELAKANG TIDAK MENINGKATNYA BERAT BADAN
BALITA SETELAH MENDAPAT PEMBERIAN MAKANAN
TAMBAHAN PEMULIHAN (PMT-P) DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS PAMULANG TAHUN 2014
SKRIPSI
OLEH
NURUL HAYATI
NIM : 109101000022
PEMINATAN GIZI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1435 H/2014 M
ii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
Skripsi, 18 November 2014
Nurul Hayati, NIM: 109101000022
Latar Belakang Tidak Meningkatnya Berat Badan Balita Setelah Mendapat
Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) di Wilayah Kerja
Puskesmas Pamulang Tahun 2014
xvi + 194 halaman, 8 tabel, 2 bagan, 8 lampiran
ABSTRAK
Anak usia di bawah lima tahun (balita) merupakan kelompok yang rentan
terhadap masalah kesehatan dan gizi. Gizi kurang adalah salah satu masalah gizi
terbanyak di Indonesia yang terjadi pada balita. Pemerintah telah mengupayakan
penanggulangan masalah gizi dengan mengembangkan Usaha Perbaikan Gizi
Keluarga (UPGK) dan salah satu kegiatannya adalah Pemberian Makanan Tambahan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang tidak meningkatnya
berat badan balita setelah mendapat PMT-P di wilayah kerja Puskesmas Pamulang
tahun 2014, dilakukan pada bulan Agustus-November tahun 2014, menggunakan
pendekatan kualitatif dengan strategi penelitian studi kasus. Teknik pengumpulan
data melalui observasi dan wawancara mendalam dengan informan utama (ibu dari
balita penerima PMT-P yang berat badannya tidak meningkat minimal satu tahun)
dan informan pendukung (keluarga balita penerima PMT-P, kader Posyandu, dan
staff Puskesmas yang terlibat langsung dalam program PMT-P).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa latar belakang tidak meningkatnya berat
badan balita penerima PMT-P karena informan tidak membentuk pola makan balita
dan hanya mengikuti pola makan balita yang suka jajan yang mengakibatkan
ketersediaan pangan keluarga dan asupan makan balita menjadi buruk, baik dari segi
kualitas maupun kuantitas. Selain itu, disebabkan pula oleh frekuensi makan balita
yang buruk, PMT-P tidak digunakan dengan tepat, adanya penyakit infeksi yang
diderita, upaya sanitasi yang kurang, dan pengetahuan informan yang buruk
mengenai pemberian makan dan penyakit infeksi.
Disarankan kepada petugas Puskesmas agar memberikan pengetahuan dan
informasi tentang kesehatan dan gizi seperti jumlah, jenis, porsi, frekuensi, dan cara
penyajian makanan yang seharusnya diberikan untuk balita. Karena sebagian besar
informan hanya menamatkan SD maka sebaiknya petugas Puskesmas memberikan
pengetahuan menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh informan, sehingga
informasi yang disampaikan dapat diterima dengan baik dan dipraktikkan di rumah.
Daftar bacaan : 61 (1995-2014)
Kata kunci : Berat Badan, Balita, PMT Pemulihan
iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH
Undergraduate Thesis, 18 November 2014
Nurul Hayati, NIM: 109101000022
The Background is Not Increased Weight Gain After Getting Toddler Feeding
Recovery (PMT-P) in Puskesmas Pamulang at 2014
xvi + 194 Pages, 8 tables, 2 charts, 8 attachments
ABSTRACT
Children under five years old (infants) are vulnerable to health and nutrition
problems. Malnutrition is one of the biggest nutritional problem in Indonesia, which
often occur in children under five. The government has sought to develop a
nutritional problem prevention efforts Family Nutrition Improvement (UPGK) and
one of the activities is Feeding.
This study aims to determine the background is not increased body weight
infants after a PMT-P in Puskesmas Pamulang 2014, took place in August-November
2014, using a qualitative approach with case study research strategy. Data was
collected by means of observation and in-depth interviews with key informants that
mothers of children under five recipients PMT-P whose weight is not increased by at
least one year and a supporter of the family informant toddler PMT-P receiver, health
cadres, and health center staff who are directly involved in PMT-P program.
Based on this research, it is known that the background is not increased body
weight infants after a PMT-P is due to key informants did not form a toddler diet and
just follow the diet toddler who likes to snack, resulting in the availability of family
food and toddler food intake for the worse in terms of both quality and quantity. In
addition, also caused by poor eating frequency toddlers, PMT-P is not used properly,
the presence of an infectious disease that affects, attempts poor sanitation, and poor
knowledge of the informant feeding and infectious diseases.
So it is advisable to health center staff to be able to provide knowledge and
information about health and nutrition such as the number, type, portion, frequency,
and method of food preparation that should be given to toddlers. Because most of the
informants simply completing the primary health worker should provide the
knowledge to use language that is easily understood by the informant, so that the
information submitted well received and practiced at home.
Reading list: 61 (1995-2014)
Keywords: Body Weight, Infants, Feeding Recovery
vi
DARTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
PERSONAL DATA
Nama : Nurul Hayati
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat Tanggal Lahir : Bireuen, 21 Juli 1990
Status Menikah : Belum Menikah
Agama : Islam
Alamat : Jln. Kertamukti No.103c Rt 01 Rw 08 Kelurahan
Pisangan, Ciputat Kota Tangerang Selatan
Nomor Handphone : 0852 6023 8238
Email : [email protected]
PENDIDIKAN FORMAL
1994-1996 : TK Pocut Baren Padang Tiji
1996 – 2002 : SD Negeri No.1 Padang Tiji
2002 – 2005 : SMP YPPU Unggul Sigli
2005 – 2009 : SMA Galih Agung Sumatera Utara
2009 – 2014 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim...
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun laporan skripsi ini hingga selesai.
Penulis sadar bahwa akan banyak terdapat kekurangan dalam penyusunan skripsi
dengan judul “Latar Belakang Tidak Meningkatnya Berat Badan Balita Setelah
Mendapat PMT-P di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014.”
Shalawat beserta salam selalu tercurahkan untuk sahabat dan kekasih terindah Allah
SWT yaitu baginda Rasulullah Muhammad SAW, serta keluarga, sahabat, dan para
pengikut setianya hingga akhir zaman. Semoga kelak kita semua mendapatkan
syafa’atnya. Amiinn...
Penulis menyadari bahwa laporan skripsi ini tidak akan tersusun dan selesai
dengan baik tanpa bantuan doa, dukungan, bimbingan, dan motivasi dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan yang baik ini perkenankan penulis
mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :
1. Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat yang tak terbatas, kesehatan,
dan kemudahan dalam menjalankan aktivitas setiap harinya.
2. Orang tua (Ayah dan Umi) tercinta serta abang, kakak, dan adik penulis yang
tersayang yang senantiasa memberikan kasih sayang, semangat, dukungan baik
viii
moril maupun materiil, dan motivasi, serta selalu mendoakan dengan tulus agar
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar.
3. Bapak Prof. Dr (HC) dr. MK. Tadjudin, Sp. And, selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Fajar Ariyanti, M.Kes, Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5. Ibu Febrianti, SP, M.Si dan Ibu Raihana Nadra Alkaff, M.MA selaku
pembimbing skripsi yang senantiasa memberikan waktu dan kesabaran serta
keikhlasan dalam membimbing penulis selama proses penyusunan laporan skripsi
ini.
6. Pimpinan beserta staff Puskesmas Pamulang dan Kader Posyandu setempat,
khususnya yang bertugas dalam program Pemberian Makanan Tambahan
Pemulihan (PMT-P) yang telah meluangkan waktunya dan membantu serta
memberikan informasi guna melengkapi penyusunan laporan skripsi ini.
7. Para Ibu balita penerima PMT-P beserta keluarga yang telah bersedia menjadi
informan dan meluangkan waktu serta membiarkan penulis melihat kegiatan
sehari-hari informan. Semoga Ibu dan keluarga selalu diberikan kesehatan dan
kesuksesan. Amin.
ix
8. Teman-teman seperjuangan angkatan 2009 Program Studi Kesehatan Masyarakat
khususnya Peminatan Gizi, yang selalu saling memberikan dorongan, motivasi
dan masukan.
9. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan skripsi ini, baik
secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu. Thanks a lot... Penulis mendo’akan agar kiranya kebaikan yang telah
kalian berikan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Amiiinn..
Penulis menyadari bahwa laporan skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga
penyusunan laporan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Jakarta, November 2014
Penulis
x
DAFTAR ISI
Pernyataan Keaslian Karya……………………………………………………………i
Abstrak………………………………………………………………………………..ii
Abstract...…………………………………………………………………………….iii
Lembar Persetujuan………………………………………………………..…………iv
Daftar Riwayat Hidup Penulis……………………………………………………......vi
Kata Pengantar…………………………………………………………………...….vii
Daftar Isi……………………………………………………………………………....x
Daftar Tabel…………………………………………………………………………xiv
Daftar Bagan………………………………………………………………………....xv
Daftar Lampiran…………………………………………………………………….xvi
BAB I PENDAHULUAN………...…………………………………………………..1
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………….1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………7
1.3 Pertanyaan Penelitian……………………………………………………...8
1.4 Tujuan Penelitin………………………………………………...…………8
1.4.1 Tujuan Umum………………………………………………………8
1.4.2 Tujuan Khusus……………………………………………………...8
1.5 Manfaat Penelitian………………………………………………………...9
1.5.1 Bagi Peneliti………………………………………………...………9
1.5.2 Bagi Puskesmas……………………………………………………..9
1.5.3 Bagi Peneliti Lain…………………………………………………...9
xi
1.6 Ruang Lingkup Penelitian……………………………………………….10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………….11
2.1 Status Gizi………………………………………………………………11
2.1.1 Penilaian Status Gizi……………………………………………...13
2.1.2 Indeks Status Gizi………………………………………...………14
2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi………………….17
2.2 Gizi Kurang Pada Balita……………….………………………………..19
2.2.1 Penyebab Gizi Kurang……………………...…………………..…20
2.3 Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P)………………….45
2.4 Kerangka Teori……………………………………………………….…47
BAB III KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH………………………….48
3.1 Kerangka Pikir……………………………………………………....….48
3.2 Definisi Istilah……………………………………………………….….50
BAB IV METODE PENELITIAN……………………………………………….….52
4.1 Jenis Penelitian……………………………………………………….…52
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian…………………………………………...52
4.3 Informan Penelitian…………………………………………………….53
4.4 Instrumen Penelitian……………………………………………………53
4.5 Teknik Pengumpulan Data……………………………………………..54
4.6 Validasi Data…………………………………………………………....55
4.7 Pengolahan dan Analisis Data………………………………………….55
BAB V HASIL………………………………………………………………………57
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian…………………………………..57
5.2 Program Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P)……….58
xii
5.3 Gambaran Umum Informan………………………...………………….58
5.3.1 Informan Utama……………………...………………………….58
5.3.2 Informan Pendukung………………………...…………………..60
5.4 Hasil Penelitian…………………………………………………………63
5.4.1 Gambaran Asupan Makanan…………………………………….63
5.4.2 Gambaran Faktor Yang Mempengaruhi Asupan Makanan……..89
5.4.2.1 Ketersediaan Makanan…………………………………..90
5.4.2.2 Pemberian Makan……………………………………...106
5.4.2.3 Pengetahuan Tentang Pemberian Makan Balita……….122
5.4.3 Gambaran Penyakit Infeksi…………………………………….128
5.4.4 Gambaran Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit Infeksi……..138
5.4.4.1 Sanitasi dan Hygiene…………………………………...138
5.4.4.2 Pelayanan Kesehatan………………...………………...150
5.4.4.3 Pengetahuan Tentang Penyakit Infeksi dan
Pemeliharaan Kesehatan……………………………….163
BAB VI PEMBAHASAN………………………………………………………….170
6.1 Gambaran Asupan Makanan………………………………………….170
6.2 Gambaran Faktor Yang Mempengaruhi Asupan Makanan…………..174
6.2.1 Ketersediaan Makanan…………………………………………174
6.2.2 Pemberian Makan………………………………………………177
6.2.3 Pengetahuan Tentang Pemberian Makan………………………180
6.3 Gambaran Penyakit Infeksi…………………………………………...182
6.4 Gambaran Yang Mempengaruhi Penyakit Infeksi……………………184
6.4.1 Sanitasi dan Hygiene…………………………………………...184
xiii
6.4.2 Pelayanan Kesehatan…………………………………………...186
6.4.3 Pengetahuan Tentang Penyakit Infeksi dan Pemeliharaan
Kesehatan………………………………………………………188
6.5 Keterbatasan Penelitian……………………………………………….189
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN……………………………………………...191
7.1 Simpulan………………………………………………………………191
7.2 Saran…………………………………………………………………..193
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………195
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Balita…………………….15
Tebel 2.2 Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan Untuk Bayi dan Balita……….24
Tabel 2.3 Pengukuran Makanan Balita………………………………………………28
Tabel 2.4 Anjuran Pemberian Makanan Sehari Anak Usia 3-5 Tahun Menurut
Kecukupan Energi………………………………………………………...31
Tabel 3.1 Definisi Istilah…………………………………………………………….50
Tabel 5.1 Karakteristik Ibu Dari Balita Yang Tidak Mengalami Peningkatan
Berat Badan Setelah Mendapat PMT-P di Wilayah Kerja Puskesmas
Pamulang Tahun 2014……………………………………………...…….59
Tabel 5.2 Karakteristik Informan Pendukung Dari Keluarga Balita
Yang Berat Badannya Tidak Meningkat Setelah Mendapat PMT-P
di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014……………………61
tabel 5.3 Karakteristik Informan Pendukung Dari Staff Puskesmas dan Kader
Posyandu Yang Terlibat Langsung Dalam Program PMT-P di Wilayah
Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014…………………………………62
xv
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Penyebab Gizi Kurang………………………………………………….47
Bagan 3.1 Kerangka Pikir………………………………………………………….49
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Pedoman Wawancara Mendalam Bagi Informan Utama (Ibu Balita)
Penerima PMT-P di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014
Lampiran 2 : Pedoman Wawancara Mendalam Bagi Informan Pendukung (Keluarga
Balita) Penerima PMT-P di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang
Tahun 2014
Lampiran 3 : Pedoman Wawancara Mendalam Bagi Informan Pendukung (Staff
Puskesmas dan Kader Posyandu) Yang Terlibat Langsung Dalam
Program PMT-P di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014
Lampiran 4 : Pedoman Observasi
Lampiran 5 : Foto Hasil Observasi
Lampiran 6 : Matriks Hasil Wawancara Mendalam Dengan Informan Utama (Ibu
Balita Penerima PMT-P di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang
Tahun 2014
Lampiran 7 : Matriks Hasil Wawancara Mendalam Dengan Informan Pendukung
(Keluarga Balita) Penerima PMT-P di Wilayah Kerja Puskesmas
Pamulang Tahun 2014
Lampiran 8 : Matriks Hasil Wawancara Mendalam Dengan Informan Pendukung
(Staff Puskesmas dan Kader Posyandu) Yang Terlibat Langsung Dalam
Program PMT-P di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anak usia di bawah lima tahun (balita) merupakan kelompok yang
rentan terhadap masalah kesehatan dan gizi. Gizi kurang adalah salah satu
masalah gizi terbanyak di Indonesia yang sering terjadi pada anak balita
akibat kekurangan Energi Protein (KEP). Kekurangan Energi Protein (KEP)
adalah salah satu penyakit gangguan gizi yang penting bagi negara yang
sedang berkembang seperti Indonesia. Karena, pada penyakit KEP
ditemukan berbagai macam keadaan patologis yang disebabkan oleh
kekurangan energi maupun protein dalam proporsi yang bermacam-macam.
Akibat kekurangan tersebut akan timbul keadaan KEP derajat sangat ringan
sampai berat (Pudjiadi, 2005). Anak balita paling mudah terkena masalah
gizi karena pada usia ini balita sedang aktif dan tumbuh, sehingga
memerlukan asupan zat gizi yang lebih besar.
Meskipun sering luput dari perhatian, masalah penyakit dan
kematian balita masih saja dilatarbelakangi oleh masalah gizi. Menurut UN-
SC on Nutrition, (2008) hasil observasi WHO tahun 2003 menunjukkan
60% dari 10,9 juta kematian balita di dunia setiap tahunnya, baik secara
langsung maupun secara tidak langsung disebabkan oleh gizi kurang atau
gizi buruk. Tahun 2012 tercatat sekitar 67% balita gizi kurang tinggal di
2
Asia dan 29% di Afrika. Indonesia termasuk di antara 36 negara di dunia
yang memberi 90% kontribusi masalah gizi dunia (BAPPENAS, 2011).
Hasil Riskesdas memperlihatkan prevalensi gizi kurang secara
umum menurut indikator BB/U di Indonesia adalah sebesar 13,0% pada
tahun 2007 dan 2010 meningkat menjadi 13,9%. Untuk provinsi Banten,
prevalensi gizi kurang tahun 2007 sebesar 12,2% meningkat menjadi 13,7%
pada tahun 2010. Keadaan tersebut berpengaruh pada masih tingginya
angka kematian bayi karena menurut WHO lebih dari 50% kematian bayi
dan anak terkait dengan gizi kurang dan gizi buruk, oleh karena itu masalah
gizi perlu ditangani secara cepat dan tepat (Kemenkes, 2011). Data status
gizi balita menurut indeks BB/U dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang
Selatan menunjukkan bahwa prevalensi gizi kurang 8,51% tahun 2011 turun
menjadi 7,34% di tahun 2012. Meskipun terjadi penurunan, dan prevalensi
gizi kurang di Kota Tangerang Selatan berada di bawah rata-rata nasional,
namun masalah ini merupakan masalah kesehatan masyarakat dan jika tidak
ditanggulangi maka angka prevalensi gizi kurang di Kota Tangerang Selatan
dapat meningkat dengan cepat.
Menurut Depkes (2005), di samping dampak langsung terhadap
kesakitan dan kematian, gizi kurang juga berdampak pada pertumbuhan,
perkembangan intelektual dan produktivitas. Anak yang kekurangan gizi
pada usia balita akan tumbuh pendek dan mengalami gangguan
pertumbuhan dan perkembangan otak yang berpengaruh pada rendahnya
tingkat kecerdasan. Diperkirakan bahwa Indonesia kehilangan 220 juta IQ
poin akibat kekurangan gizi. Dalam “Pedoman Perencanaan Program
3
Gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan” tahun 2013 juga disebutkan
dampak buruk dalam jangka pendek yang ditimbulkan akibat kurang gizi
adalah terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan
pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh. Sedangkan,
dalam jangka panjang dapat menimbulkan penurunan kemampuan kognitif
dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit,
bahkan dapat menyebabkan kematian. Sehingga akan menurunkan kualitas
sumber daya manusia Indonesia, produktifitas, dan daya saing bangsa. Oleh
karena itu, permasalahan gizi kurang harus dapat dicegah dan ditanggulangi
agar tercipta generasi penerus yang berkualitas.
Menurut Meriani (2010), kurangnya pengetahuan orang tua,
khususnya ibu tentang gizi dan kesehatan merupakan salah satu penyebab
terjadinya kurang gizi pada balita. Pengetahuan dasar yang seharusnya
dimiliki dan diketahui oleh seorang ibu diantaranya mengenai kebutuhan
gizi, cara pemberian makan, dan jadwal pemberian makan balita, sehingga
akan menjamin balita agar tumbuh dan berkembang dengan optimal.
Kurang gizi pada balita dapat juga disebabkan perilaku ibu dalam pemilihan
bahan makanan yang tidak benar. Pemilihan bahan makanan, tersedianya
jumlah makanan yang cukup dan keanekaragaman makanan ini dipengaruhi
oleh tingkat pengetahuan ibu tentang makanan dan gizinya. Selain itu,
masalah gizi juga timbul karena perilaku gizi seseorang yang salah yaitu
ketidakseimbangan antara konsumsi gizi dan kecukupan gizi. Bila konsumsi
selalu kurang dari kecukupan gizi maka seseorang akan menderita gizi
kurang, sebaliknya jika konsumsi melebihi kecukupan gizi, maka seseorang
4
akan menderita gizi lebih (Depkes RI, 1999). Pengetahuan gizi ibu sebagai
pengasuh dan penyedia makanan sangat berpengaruh terhadap praktek
dalam pemberian dan penyajian makanan sehari-hari yang kemudian
berdampak pada keadaan gizi keluarga.
Masalah gizi berhubungan erat dengan pola konsumsi balita, karena
pada masa ini balita sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan.
Oleh sebab itu balita perlu mendapat perhatian dan perawatan dalam
pemberian makanan serta menerapkan pola kebiasaan makan yang baik
(Amos, 2000). Hasil penelitian Ida (1997) yang dikutip Sa’adah (2008),
menunjukkan bahwa balita yang perilaku makannya kurang baik yaitu
dengan asupan makanan <80% lebih banyak menderita KEP sebesar 64%,
dibandingkan balita yang perilaku makannya baik yaitu dengan asupan
makanan ≥80% sebesar 10%. Pada usia balita sering mengalami kesulitan
makan sehingga mengakibatkan asupan makanannya kurang. Oleh sebab
itu, diperlukan ketelatenan, kegigihan, dan kreativitas ibu sebagai pengasuh
dalam hal pemberian makan pada balita tertutama untuk meningkatkan
nafsu makan balita.
Masalah gizi bukanlah masalah yang sederhana, tetapi multi
kompleks karena penyebabnya terdiri dari beberapa faktor. Menurut Unicef
(1998), tahapan penyebab kurang gizi pada anak balita adalah penyebab
langsung, penyebab tidak langsung, dan akar masalah di masyarakat.
Pertama, penyebab langsung yaitu makanan anak dan penyakit infeksi yang
mungkin di derita anak. Kurang gizi timbul tidak hanya karena makanan
yang kurang, tetapi juga karena penyakit. Kedua, penyebab tidak langsung
5
yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, serta pelayanan
kesehatan dan kesehatan lingkungan. Faktor-faktor penyebab tidak langsung
tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan, dan
keterampilan keluarga. Ketiga adalah akar masalah yang ada di masyarakat
yang bersifat nasional yaitu adanya krisis ekonomi, politik, dan keresahan
sosial yang menyebabkan meningkatnya jumlah keluarga miskin dan
pengangguran (Hasanudin, 2001).
Dalam Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
(Bab VIII) disebutkan bahwa Upaya Perbaikan Gizi memiliki tujuan untuk
meningkatkan mutu gizi perseorangan dan masyarakat. Upaya Perbaikan
Gizi dilakukan melalui perbaikan pola konsumsi makanan, perbaikan
perilaku sadar gizi, peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi dan
kesehatan sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi, serta dilaksanakan
secara bertahap dan berkesinambungan sesuai dengan pentahapan dan
prioritas pembangunan nasional (Kemenkes, 2012).
Pemerintah telah mengupayakan penanggulangan masalah gizi
dengan mengembangkan Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK). Kegiatan
utama UPGK adalah penyuluhan gizi melalui pemberdayaan keluarga dan
masyarakat. Strategi lain yang dapat dilakukan adalah melalui Keluarga
Sadar Gizi (Kadarzi). Tujuan dari program Kadarzi adalah meningkatkan
pengetahuan dan perilaku keluarga untuk mengatasi masalah gizi. Indikator
keluarga sadar gizi antara lain status gizi anggota keluarga khususnya ibu
dan anak baik, tidak ada lagi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) pada
keluarga, semua anggota keluarga mengonsumsi garam beryodium, semua
6
ibu memberikan hanya Air Susu Ibu (ASI) saja pada bayinya sampai usia 6
bulan dan semua balita yang ditimbang naik berat badannya sesuai usianya
(Depkes, 2004).
Pemberian Makanan Tambahan (PMT) merupakan salah satu
komponen penting Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) dan program
yang dirancang oleh pemerintah. PMT sebagai sarana pemulihan gizi dalam
arti kuratif, rehabilitatif dan sebagai sarana untuk penyuluhan merupakan
salah satu bentuk kegiatan pemberian gizi berupa makanan dari luar
keluarga, dalam rangka program UPGK. PMT ini diberikan setiap hari,
sampai keadaan gizi penerima makanan tambahan ini menunjukkan
perbaikan dan hendaknya benar-benar sebagai penambah dengan tidak
mengurangi jumlah makanan yang dimakan setiap hari dirumah. Pada saat
ini program PMT tampaknya masih perlu dilanjutkan mengingat masih
banyak balita dan anak-anak yang mengalami kurang gizi bahkan gizi
buruk. Apabila Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) ini
dikonsumsi dalam jangka waktu tertentu, memenuhi syarat gizi, dan tidak
disertai penyakit kronis diharapkan dapat memperbaiki status gizi balita
(Depkes, 1999).
Berdasarkan hasil pemantauan status gizi (BB/U) Kota Tangerang
Selatan tahun 2013 tercatat ada 21 (1,8%) balita menderita gizi buruk dan
107 (9,15%) dari 1.169 balita yang ditimbang di wilayah Puskesmas
Pamulang menderita gizi kurang. Untuk mengatasi masalah gizi buruk agar
tidak semakin meningkat, maka jumlah balita yang menderita gizi kurang
harus segera diatasi. Pemberian PMT-P bertujuan untuk memperbaiki
7
keadaan gizi pada anak golongan rawan gizi yang menderita gizi kurang.
Namun, berdasarkan hasil evaluasi program PMT-P selama tiga bulan
memperlihatkan bahwa 26 balita (74,28%) dari 35 balita tidak mengalami
perubahan status gizi atau masih tetap menderita gizi kurang meski sudah
mendapatkan PMT-P.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada awal Maret
2014 melalui wawancara mendalam dengan 7 ibu balita dari 26 ibu yang
berat badan balitanya tidak meningkat, ternyata ditemukan 5 balita yang
sudah lebih dari satu tahun mendapat PMT-P namun berat badannya tidak
meningkat atau masih dengan status gizi kurang. Hasil wawancara dengan
Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) Puskesmas Pamulang, menyatakan bahwa
balita yang tidak mengalami peningkatan berat badan dikarenakan pola
pemberian makan yang kurang baik oleh ibu balita atau karena penyakit
infeksi yang diderita balita. Mempertimbangkan dari hal-hal di atas peneliti
tertarik ingin meneliti dan menggali lebih dalam informasi mengenai latar
belakang tidak meningkatnya berat badan balita setelah mendapat PMT-P di
wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2014.
1.2 Rumusan Masalah
Dengan adanya program pemberian PMT-P di Puskesmas Pamulang
diharapkan dapat memperbaiki keadaan gizi pada anak yang menderita gizi
kurang. Namun, diketahui bahwa 26 balita (74,28%) dari 35 balita penerima
PMT-P tidak mengalami peningkatan berat badan. Hasil studi pendahuluan
8
melalui wawancara mendalam dengan tujuh ibu yang balitanya tidak
mengalami peningkatan berat badan menunjukkan bahwa sebagian besar
balita masih menderita gizi kurang meskipun sudah mengikuti program
PMT-P selama lebih dari satu tahun.
Hal ini membuat peneliti tertarik untuk meneliti dan menggali lebih
dalam informasi mengenai latar belakang tidak meningkatnya berat badan
balita setelah mendapat PMT-P di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun
2014.
1.3 Pertanyaan Penelitian
Apakah latar belakang tidak meningkatnya berat badan balita setelah
mendapat PMT-P minimal satu tahun di wilayah kerja Puskesmas pamulang
tahun 2014?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui latar belakang tidak meningkatnya berat badan
balita setelah mendapat PMT-P minimal satu tahun di wilayah kerja
Puskesmas pamulang tahun 2014
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran asupan makanan dan faktor yang
mempengaruhi asupan makanan (meliputi ketersediaan pangan,
pemberian makan, pengetahuan tentang pemberian makan) balita
9
yang tidak mengalami peningkatan berat badan setelah mendapat
PMT-P di wilayah kerja Puskesmas pamulang tahun 2014
2. Mengetahui gambaran penyakit infeksi dan faktor yang
mempengaruhi penyakit infeksi (meliputi sanitasi dan hygiene,
pelayanan kesehatan, pengetahuan tentang penyakit infeksi dan
pemeliharaan kesehatan) pada balita yang tidak mengalami
peningkatan berat badan setelah mendapat PMT-P di wilayah
kerja Puskesmas pamulang tahun 2014
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Bagi Peneliti
1. Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai latar belakang
tidak meningkatnya berat badan balita setelah mendapat PMT-P
2. Menambah wawasan dan pengalaman dalam melakukan penelitian
serta sebagai pengembangan kompetensi diri dan disiplin ilmu yang
diperoleh selama perkuliahan
1.5.2 Manfaat Bagi Puskesmas
1. Menjadi salah satu sumber yang menginformasikan permasalahan
yang ada di masyarakat pada masa sekarang ini
2. Sebagai masukan dan bahan pertimbangan dalam upaya
penanggulangan masalah gizi terutama pada anak balita
1.5.3 Manfaat Bagi Peneliti Lain
Sebagai bahan referensi dan pertimbangan untuk penelitian
selanjutnya
10
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian yang berjudul “latar belakang tidak meningkatnya berat
badan balita setelah mendapat PMT-P di wilayah kerja Puskesmas
Pamulang tahun 2014” ini dilakukan di Puskesmas Pamulang pada bulan
Agustus-November tahun 2014 dengan jenis penelitian kualitatif.
Pengumpulan data primer dilakukan dengan teknik wawancara mendalam
(Indepth Interview) dan teknik observasi menggunakan pedoman observasi,
serta pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengumpulkan data
profil Puskesmas Pamulang dan data-data terkait masalah gizi kurang yang
diperoleh dari Dinas Kesehatan Tangerang Selatan dan Puskesmas
Pamulang.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Status Gizi
Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam
bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk
variabel tertentu, dan dapat diartikan pula sebagai keadaan tubuh berupa hasil
akhir dari keseimbangan antara zat gizi yang masuk ke dalam tubuh dan juga
perwujudan manfaatnya (Supariasa, 2002). Sedangkan menurut Riyadi
(1995), status gizi dapat didefinisikan sebagai keadaan kesehatan tubuh
seseorang atau sekelompok yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan
(absorbtion), dan penggunaan (utilization) zat gizi makanan. Penggunaan zat
gizi dapat dinilai melalui konsumsi makanan, penelitian laboratorium, uji
fisik, dan penilaian medis.
Soetjiningsih (2001) mengatakan bahwa balita merupakan anak
dengan usia di bawah 5 tahun, memiliki karakteristik pertumbuhan cepat pada
usia 0-1 tahun dimana pada usia 5 bulan berat badan naik 2 kali berat badan
lahir, pada usia 1 tahun 3 kali berat badan lahir, dan usia 2 tahun menjadi 4
kali berat badan lahir. Pertumbuhan mulai lambat pada masa pra sekolah (3-5
tahun), yaitu kenaikan berat badan kurang lebih 2 kg per tahun, kemudian
pertumbuhan konstant mulai berakhir (Hasdianah, dkk, 2014).
12
Masa balita merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang
pesat. Sehingga, kebutuhan akan zat gizi yang tinggi harus terpenuhi baik dari
segi kualitas maupun kuantitas. Beberapa manfaat zat gizi bagi balita adalah
untuk proses pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, memelihara
kesehatan dan memulihkan kesehatan apabila sedang sakit, melaksanakan
berbagai aktivitas, dan mendidik kebiasaan makan yang baik dengan
menyukai makanan yang mengandung zat gizi yang diperlukan oleh tubuh.
Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan badan
yang pesat, namun kelompok ini merupakan kelompok tersering yang
menderita kurang gizi (Lailiyana, dkk, 2010).
Pemantauan tumbuh kembang anak dapat mendeteksi secara dini
adanya kelainan pertumbuhan maupun perkembangan pada anak.
Pertumbuhan yang melambat merupakan tanda kurang gizi dengan ciri-ciri
kondisi tubuh anak kurus kering jauh dari normal, diagnosis berdasarkan
berat badan yang rendah berdasarkan tinggi badan, lingkar lengan atas kecil,
pertumbuhan kerdil, pertumbuhan tinggi badan lamban dibandingkan anak
seusianya, anak lebih kurus dan lebih pendek dari normal (Nurlinda, 2013).
Masalah gizi pada balita dapat dicegah dengan melakukan
pemantauan pertumbuhan anak melalui kartu menuju sehat (KMS), dan
mengatasi penyebab masalah gizi dengan berbagai pendekatan seperti
penyuluhan, memberikan pendidikan gizi, atau dengan konseling (Lailiyana,
dkk, 2010).
13
2.1.1 Penilaian Status Gizi
Menurut Supariasa (2002), penilaian status gizi dapat dilakukan
secara langsung maupun secara tidak langsung. Penilaian status gizi
secara langsung dilakukan melalui empat penilaian berikut :
a) Antropometri, yaitu pengukuran berbagai macam dimensi dan
komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan gizi untuk melihat
ketidakseimbangan asupan energi dan protein. Hal ini dapat terlihat
dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh.
b) Klinis, yaitu metode yang didasarkan atas perubahan-perubahan
yang terjadi yang dikaitkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Metode
ini dilakukan untuk survei klinis secara cepat, sehingga tanda-tanda
klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi dapat
terdeteksi dengan cepat.
c) Biokimia, yaitu pemeriksaan spesimen pada berbagai macam
jaringan tubuh dan diuji secara laboratoris. Biasanya digunakan
sebagai peringatan kemungkinan akan terjadi malnutrisi yang lebih
parah lagi.
d) Biofisik, yaitu penentuan status gizi dengan melihat kemampuan
fungsi dan perubahan struktur dari jaringan. Umumnya digunakan
pada situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik yang
dilakukan melalui tes adaptasi gelap.
14
Sedangkan penilaian status gizi secara tidak langsung dapat
dilakukan dengan tiga cara berikut :
a) Survei konsumsi makanan, yaitu survei yang dapat mengidentifikasi
kelebihan dan kekurangan zat gizi dengan melihat jumlah dan jenis
zat gizi yang dikonsumsi melalui pengumpulan data konsumsi
makanan pada masyarakat, keluarga, dan individu.
b) Statistik vital, yaitu pengukuran yang dilakukan dengan
menganalisis data statistik kesehatan yang berhubungan dengan gizi
karena hal itu merupakan indikator tidak langsung pengukuran status
gizi masyarakat.
c) Faktor ekologi, menurut Bengoa malnutrisi merupakan masalah
ekologi hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan
lingkungan budaya.
Hasil pengukuran tidak langsung tanpa disertai hasil
pengukuran langsung hanya akan menggambarkan apakah seseorang
memiliki risiko yang tinggi untuk kekurangan gizi atau tidak. Hanya
dengan pengukuran langsung yang bisa memastikan seseorang benar-
benar telah mengalami kekurangan gizi atau tidak (Syafiq, dkk, 2006).
2.1.2 Indeks Status Gizi
Supariasa (2002), parameter antropometri merupakan dasar
dari penilaian status gizi. Kombinasi dari beberapa parameter disebut
dengan indeks antropometri atau indeks status gizi. Keputusan Menteri
15
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010
mengkategorikan status gizi anak balita seperti pada tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Balita
Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-Score)
BB/U Gizi Buruk < -3 SD
Gizi Kurang -3 SD sampai dengan < -2 SD
Gizi Baik -2 SD sampai dengan 2 SD
Gizi Lebih > 2 SD
PB/U atau
TB/U
Sangat Pendek < -3 SD
Pendek -3 SD sampai dengan < -2 SD
Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
Tinggi > 2 SD
BB/PB
atau
BB/TB
Sangat Kurus < -3 SD
Kurus -3 SD sampai dengan < -2 SD
Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
Gemuk > 2 SD
IMT/U Sangat Kurus < -3 SD
Kurus -3 SD sampai dengan < -2 SD
Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
Gemuk > 2 SD
Sumber : Kemenkes, 2011
Menurut Supariasa (2002), berat badan merupakan salah satu
indikator pengukuran antropometri yang memberi gambaran tentang
massa tubuh yaitu otot dan lemak. Massa tubuh sangat sensitif terhadap
perubahan yang mendadak, seperti saat terserang penyakit infeksi,
menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang
dikonsumsi. Berat badan merupakan ukuran antropometri yang sangat
labil. Oleh karena itu, indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi
seseorang saat ini.
16
Penggunaan indeks BB/U memiliki beberapa kelebihan,
diantaranya :
a) Lebih mudah dan cepat dimengerti oleh masyarakat umum
b) Sensitif terhadap perubahan status gizi jangka pendek
c) Baik untuk mengukur status gizi akut atau kronis
d) Dapat mendeteksi kegemukan
e) Berat badan dapat berfluktuasi
Di samping itu, indeks BB/U juga memiliki kekurangan, yaitu:
a) Dapat berakibat terjadinya kekeliruan interpretasi status gizi jika
terdapat edema
b) Memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk anak balita
c) Sering terjadi kesalahan dalam pengukuran, seperti pengaruh
pakaian dan gerakan anak saat penimbangan
d) Di daerah pedesaan yang masih terpencil, umur sering sulit ditaksir
secara tepat karena pencatatan umur yang belum baik
e) Secara operasional, sering mengalami hambatan karena masalah
sosial dan budaya setempat, misalnya orang tua yang tidak mau
menimbang anaknya karena dianggap seperti barang dagangan, dan
sebagainya.
17
Status gizi dapat dinilai dengan persentase media dan standar
deviasi (Z-Score). Perhitungan untuk mencari nilai Z-Score
(Supariasa, 2002) adalah sebagai berikut :
2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi
Hasdianah, dkk (2014), ada dua faktor yang mempengaruhi
status gizi seseorang, yaitu faktor langsung dan faktor tidak langsung.
Faktor langsung adalah tidak sesuainya jumlah gizi yang diperoleh dari
makanan dengan kebutuhan tubuh. Sedangkan faktor tidak langsung,
yaitu :
a) Pengetahuan, yaitu hasil tahu dan terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap obyek tertentu. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang, dengan bertambahnya usia maka tingkat pengetahuan
seseorang juga akan bertambah karena pengalaman yang
diperolehnya. Gangguan gizi tidak hanya ditemukan pada keluarga
yang berpenghasilan kurang, bahkan dapat ditemukan juga pada
keluarga dengan penghasilan cukup. Hal ini dikarenakan
ketidaktahuan akan manfaat makanan bagi kesehatan tubuh serta
kurangnya keterampilan dibidang memasak dapat menurunkan
konsumsi makan anak.
18
b) Persepsi, bahan makanan yang tinggi nilai gizi tetapi tidak
digunakan atau hanya digunakan secara terbatas yang dikarenakan
persepsi yang tidak baik terhadap bahan makanan tersebut. Di
beberapa daerah penggunaan bahan makanan tersebut dapat
menurunkan harkat keluarga, seperti jenis sayuran genjer, daun turi,
bahkan daun singkong yang kaya akan zat besi, vitamin A, dan
protein.
c) Kebiasaan atau pantangan, larangan terhadap anak untuk makan
makanan tertentu seperti telur, ikan, atau daging hanya berdasarkan
kebiasaan yang tidak ada datanya dan hanya diwarisi secara turun
temurun, padahal anak sangat memerlukan bahan makanan tersebut
untuk pertumbuhan tubuhnya.
d) Kesukaan jenis makanan tertentu (faddisme), kesukaan yang
berlebihan terhadap suatu jenis makanan tertentu akan
mengakibatkan tubuh tidak memperoleh semua zat gizi yang
diperlukan.
e) Jarak kelahiran yang terlalu rapat, banyak penelitian membuktikan
bahwa anak yang menderita gangguan gizi dikarenakan ibunya hamil
lagi atau adik baru telah lahir, sehingga ibu tidak dapat merawat
dengan baik. Padahal anak di bawah usia 2 tahun masih sangat
memerlukan perawatan ibunya, baik makanan kesehatan, mau pun
kasih sayang.
f) Penyakit infeksi, infeksi dapat menurunkan nafsu makan sehingga
anak tidak mau makan, selain itu penyakit infeksi juga
19
menghabiskan sejumlah kalori dan protein yang seharusnya
digunakan untuk pertumbuhan anak.
g) Sosial ekonomi, keterbatasan pendapatan keluarga turut menentukan
mutu makanan yang disajikan, baik kualitas mau pun jumlah
makanan.
h) Produksi pangan yang tidak mencukupi kebutuhan, gagal panen yang
dikarenakan daerah yang kekeringan atau musim kemarau panjang
menyebabkan persediaan pangan di tingkat rumah tangga menurun
sehingga asupan gizi kurang.
2.2 Gizi Kurang Pada Balita
Khaidirmuhaj (2009) mengatakan bahwa gizi kurang merupakan
gangguan kesehatan akibat ketidakseimbangan zat gizi yang diperlukan untuk
kehidupan seperti pertumbuhan, aktivitas berfikir, dan lain-lain (Hasdianah,
2014). Sedangkan balita gizi kurang menurut Kementerian Kesehatan (2012)
adalah balita dengan status gizi kurang yang dilihat berdasarkan indikator
BB/U dengan nilai z-score adalah <-2 SD sampai dengan -3 SD.
Anak dengan asupan gizi kurang akan mengalami pertumbuhan dan
perkembangan yang terhambat daripada anak dengan asupan gizi cukup.
Seperti pada pertumbuhan yang meliputi rendahnya tinggi badan, berat badan,
perkembangan otak, tingkat kecerdasan, serta psikisnya pun rendah dan
rentan terhadap penyakit infeksi (Hasdianah, 2014).
20
Tumbuh kembang serta perkembangan otak anak sangat pesat pada
usia balita. Bahkan, fase cepat tumbuh (growth spurt) otak ternyata hanya
terjadi sampai usia 18 bulan (1,5 tahun). Meskipun kemudian otak masih
terus berkembang sampai anak berusia 5 tahun, namun kecepatannya sudah
mulai menurun (Khomsan, 2004).
2.2.1 Penyebab Gizi Kurang
Menurut Unicef (1998), gizi kurang pada anak balita disebabkan
oleh beberapa faktor yang kemudian diklasifikasikan sebagai penyebab
langsung, penyebab tidak langsung, pokok masalah di masyarakat, dan
akar masalah.
1) Penyebab langsung
a. Asupan makanan anak yang tidak memadai
Jika asupan makanan yang diberikan pada anak tidak
cukup baik, maka dapat menurunkan daya tahan tubuh (imunitas)
anak, sehingga anak mudah terserang penyakit infeksi dan dapat
mengurangi nafsu makan, akhirnya anak dapat menderita gizi
kurang. Semakin bertambahnya usia anak, maka semakin
bertambah pula kebutuhannya.
Di dalam keluarga, konsumsi makanan dipengaruhi oleh
jumlah dan jenis pangan yang dibeli, pemasakan, distribusi dalam
keluarga, dan kebiasaan makan secara perorangan. Konsumsi juga
tergantung pada pendapatan, agama, adat istiadat, dan pendidikan
keluarga yang bersangkutan (Almatsier, 2001).
21
Menurut Kemenkes (2012) Gizi seimbang merupakan
makanan yang dikonsumsi dalam satu hari beragam dan
mengandung zat tenaga, pembangun dan zat pengatur sesuai
dengan kebutuhan tubuhnya. Keadaan ini tercermin dari derajat
kesehatan dan tumbuh kembang balita yang optimal. Sedangkan
konsep dasar gizi seimbang adalah pemberian makanan yang
sebaik-baiknya yang harus memperhatikan kemampuan tubuh
seseorang untuk mencerna makanan, umur, jenis kelamin, jenis
aktivitas, dan kondisi tertentu seperti sakit, hamil, menyusui. Jadi,
untuk mencapai masukan zat gizi yang seimbang tidak mungkin
dipenuhi hanya oleh satu jenis bahan makanan, melainkan harus
terdiri dari aneka ragam bahan makanan.
Prinsip nutrisi yang perlu diperhatikan dalam pemberian
makanan pada balita (Barasi, 2009) adalah :
a) Harus mencapai angka referensi gizi untuk kelompok usia
yang bersangkutan
b) Tidak dianjurkan diet rendah lemak
c) Perhatikan densitas nutrient, terutama yang beresiko defisiensi
seperti kalsium, zat besi, zink, vitamin A, dan vitamin C
d) Hindari gula dari sumber selain susu, atau makanan berlemak
dalam jumlah berlebihan
22
Sedangkan zat gizi yang dibutuhkan balita menurut Pandi
(2008) adalah :
1) Karbohidrat merupakan sumber energi utama yang terdiri dari
dua jenis yaitu karbohidrat sederhana (gula pasir, gula merah,
jagung manis, madu, susu sapi, ASI, rumput laut, asparagus,
ubi jalar) sedangkan karbohidrat kompleks (tepung, beras,
gandum, pisang, daging has, apel, jambu biji, serealia).
2) Protein untuk pertumbuhan, terdapat pada ikan, susu, telur,
kacang-kacangan, tahu, dan tempe.
3) Lemak terdapat pada margarin, mentega, minyak goreng,
lemak hewan atau lemak tumbuhan.
4) Vitamin adalah zat-zat organik yang kompleks yang
dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil dan pada umumnya
dapat dibentuk oleh tubuh.
a. Vitamin A untuk pertumbuhan tulang, mata, dan kulit juga
mencegah kelainan bawaan, vitamin A terdapat dalam susu,
keju, mentega, kuning telur, minyak ikan, sayuran dan
buah-buahan segar seperti wortel, pepaya, mangga, daun
singkong, daun ubi jalar.
b. Vitamin B untuk menjaga sistem susunan saraf agar
berfungsi normal, mencegah penyakit beri-beri dan anemia,
vitamin ini terdapat di dalam nasi, roti, susu, daging, dan
tempe.
23
c. Vitamin C berguna dalam pembentukan integritas jaringan
dan peningkatan penyerapan zat besi, untuk menjaga
kesehatan gusi, banyak terdapat mangga, jeruk, pisang,
nangka.
5) Mineral berguna untuk menumbuhkan dan memperkuat
jaringan serta mengatur keseimbangan cairan tubuh.
a. Zat besi, berguna dalam pertumbuhan sel-sel darah merah
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, zat ini terdapat dalam
daging, ikan, hati ayam, bayam, kedelai.
b. Kalsium berguna untuk pertumbuhan tulang dan gigi zat ini
terdapat dalam susu sapi, keju.
c. Yodium berguna untuk menyokong susunan saraf pusat
berkaitan dengan daya pikir dan mencegah kecacatan fisik
dan mental. Zat ini terdapat dalam rumput laut, serealia, dan
sea food.
Penentuan kebutuhan gizi berbeda antar zat gizi.
Patokannya berdasarkan penentuan angka atau nilai asupan gizi
untuk mempertahankan orang tetap sehat sesuai kelompok umur
atau tahap pertumbuhan dan perkembangan, jenis kelamin,
aktivitas fisik, dan kondisi fisiologisnya (WNPG, 2004).
Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan bagi bayi
dan balita dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut.
24
Tabel 2.2 Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan untuk Bayi dan Balita
Usia BB
(kg)
TB
(cm)
Energi
(kkal)
Protein
(g)
Lemak
(g)
KH
(g)
Vit A
(mcg)
Vit C
(mg)
Besi
(mg)
Kalsium
(mg)
0 - 6 bln 6 61 550 12 34 58 375
40 - 200
7 - 11 bln 9 71 725 18 36 82 400 50 7 250
1 - 3 thn 13 91 1125 26 44 155 400 40 8 650
4 - 6 thn 19 112 1600 35 62 220 450 45 9 1000
Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, 2012
b. Penyakit infeksi
Faktor asupan makanan dan penyakit infeksi saling
berkaitan satu sama lain. Anak yang asupan makanannya baik
tetapi sering terserang penyakit, seperti diare atau demam, maka
anak tersebut dapat menderita gizi kurang. Karena, infeksi dapat
menyebabkan hilangnya nafsu makan, malabsorbsi, metabolisme
terganggu, dan perubahan perilaku, sehingga berpengaruh
terhadap pola makan anak. Penyakit infeksi disebabkan oleh
kurangnya sanitasi dan kebersihan, pola asuh anak yang tidak
memadai, dan pelayanan kesehatan dasar yang tidak memadai
(Soekirman, 2000).
2) Penyebab tidak langsung
a. Ketahanan pangan di keluarga
Kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan
seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup, baik
jumlah maupun gizinya. Menurut Adisasmito (2007), ketahanan
pangan keluarga terkait dengan ketersediaan pangan, harga
25
pangan dan daya beli keluarga, serta pengetahuan tentang gizi dan
kesehatan.
Selain itu, kebutuhan pangan yang bermutu gizi seimbang
menuntut adanya ketersediaan sumber zat tenaga (karbohidrat dan
lemak), sumber zat pembangun (protein), dan sumber zat
pengatur (vitamin dan mineral). Tidak ada satu jenis pangan pun
yang dapat menyediakan gizi secara lengkap. Oleh karena itu,
konsumsi pangan yang beraneka ragam sangat penting agar dapat
saling melengkapi kekurangan zat gizi dalam pangan tersebut
(Khomsan, 2004).
b. Pola pengasuhan anak
Kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan
waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat
bertumbuh dan berkembang dengan sebaik-baiknya secara fisik,
mental, dan sosial. Kurang baiknya pola pengasuhan anak karena
pengetahuan ibu yang kurang, terutama dalam pemberian
makanan pada anak mengakibatkan anak tidak mendapatkan
makanan sesuai kebutuhan
Menurut Adisasmito (2007), pola pengasuhan anak adalah
berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh dalam hal
kedekatannya dengan anak seperti, memberikan makan, merawat,
memberikan pendidikan, kebersihan, memberi kasih sayang, dan
sebagainya. Hal tersebut berhubungan dengan kesehatan fisik dan
mental ibu, status gizi, pendidikan umum, pengetahuan dan
26
keterampilan tentang pengasuhan anak yang baik, peran dalam
keluarga atau masyarakat, pekerjaan sehari-hari, adat kebiasaan
keluarga dan masyarakat, dan sebagainya dari ibu atau pengasuh
anak.
Menurut Sayogyo (1993) pola asuh anak adalah praktek
pengasuhan yang diterapkan kepada anak balita yang berkaitan
dengan pengasuhan makan balita dan pemeliharaan kesehatan
(Veriyal, 2010). Sedangkan menurut Rahim (2014) pola
pengasuhan anak dapat dikategorikan menjadi tiga aspek yaitu
praktik mengasuh anak balita dilihat dari pemberian makan pada
anak, praktik kebersihan anak, dan praktik pengobatan anak.
Pola asuh makan merupakan praktik pengasuhan
pemberian makan yang diterapkan ibu terhadap anaknya
(Mariani, 2002). Tujuan memberi makan pada anak adalah untuk
memenuhi kebutuhan zat gizi demi kelangsungan hidup,
pemulihan kesehatan, aktivitas, pertumbuhan, dan perkembangan.
Pengasuhan makan contohnya menyediakan dan memberikan
makanan sesuai dengan mutu yang memadai. Asuhan makan
sering tidak menjadi optimal dikarenakan rendahnya daya beli,
harga pangan meningkat, serta krisis keuangan global (Nurlinda,
2013).
27
Soehardjo (1989) menyebutkan bahwa tujuan pemberian
makan anak dalam lingkup keluarga mencakup tiga aspek
(Nurlinda, 2013), yaitu :
a) Aspek fisiologis, yaitu memenuhi kebutuhan zat gizi untuk
proses metabolisme, kelangsungan hidup, aktivitas, dan
tumbuh kembang.
b) Aspek edukatif, yaitu mendidik anak supaya terampil dalam
mengonsumsi makanan, membina kebiasaan dan perilaku
makan, memilih dan menyukai makanan yang baik, sehat, dan
dibenarkan oleh agama/keyakinan masing-masing.
c) Aspek psikologis, yaitu memberikan kepuasan kepada anak
dan memberikan kenikmatan yang lain berkaitan dengan anak.
Anak usia 1-3 tahun memiliki pertumbuhan yang berbeda
dengan masa bayi. Pada masa ini aktifitasnya lebih banyak dan
golongan ini sangat rentan terhadap penyakit gizi dan infeksi.
Syarat makanan yang harus diberikan adalah makanan yang
mudah dicerna dan tidak merangsang (tidak pedas) serta dengan
jadwal pemberian makanan sama yaitu 3 kali makanan utama
(pagi, siang, malam) dan 2 kali makanan selingan (diberikan
diantara 2 kali makanan utama). Jenis jumlah dan frekuensi
makan pada bayi dan anak balita, hendaknya diatur sesuai dengan
perkembangan usia dan kemampuan organ pencernaannya
(Depkes RI, 2006), seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.3.
28
Tabel 2.3 Pengukuran Makanan Balita
Umur Jenis/bentuk makanan Porsi Per hari Frekuensi
0 - 6 bulan ASI Disesuaikan dengan kebutuhan,
ASI di berikan setiap anak
menangis, siang atau malam hari
makin sering makin baik
Min 6x
6 - 9 bulan ASI Disesuaikan dengan kebutuhan Min 6x
MP-ASI
Makanan Lunak
Usia 6 bulan : 6 sdm (setiap
kenaikan usia anak 1 bulan porsi
di tambah 1 sdm)
2x
9-12 bulan ASI Disesuaikan dengan kebutuhan Min 6x
Makanan Lembik 1 piring ukuran sedang
(7 sdm)
4-5x
Makanan Selingan 1 piring ukuran sedang 1 kali
1-2 tahun ASI Disesuaikan dengan kebutuhan
Makanan keluarga
½ porsi orang dewasa
(10 sdm)
3x
Makanan selingan ½ porsi orang dewasa 2x
> 24 bulan Makanan Keluarga Disesuaikan kebutuhan 3x
Makanan Selingan Disesuaikan kebutuhan 2x
Sumber : Depkes RI, 2006
Pemilihan bahan pangan yang akan diberikan untuk bayi
dan balita hendaknya disesuaikan dengan usia, karena sistem
pencernaan yang relatif belum sempurna (Pandi, 2008).
a) Usia 4 – 6 bulan
Pada usia ini sudah dapat diberikan buah-buahan dan sayuran,
seperti pisang ambon, pepaya, alpukat, labu kuning, bayam,
wortel, dan lain-lain.
b) Usia 7 – 9 bulan
Pada usia ini dapat ditambahkan protein hewani, seperti kuning
telur dan ikan.
29
c) Usia 9 – 12 bulan
Pada usia ini bahan makanan yang dapat diberikan seperti
makanan berbahan dasar tepung, yaitu pasta, roti, dan
sebagainya. Selain itu dapat pula diberikan protein hewani
seperti ayam, daging, susu, dan produk olahannya. Dapat
diberikan pula sayuran rebus dalam bentuk utuh untuk latihan
mengunyah, seperti brokoli, wortel, buncis, dan sebagainya.
d) Usia 1 – 2 tahun
Pada umumnya sudah dapat dimulai untuk makan makanan
orang dewasa yang tidak terlalu keras dan merangsang (terlalu
pedas atau terlalu asam).
e) Usia 2 – 3 tahun
Pada usia ini aktivitas anak sudah semakin meningkat. Oleh
karena itu, selain pemberian makanan utama dapat diberikan
pula makanan selingan (kudapan), seperti buah-buahan,
sandwich, yogurt, keju, atau pun makanan yang diolah sendiri.
f) Usia 3 – 5 tahun
Umumnya pada usia ini anak sudah dimasukkan ke taman
bermain atau taman kanak-kanak. Sehingga perlu diperhatikan
pemberian sarapan dan bekal makanannya. Bekal yang dapat
dipilih seperti buah-buahan, pasta, jus buah, sayuran, dan lain-
lain.
Saat menyiapkan dan memberikan makanan untuk balita,
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan (Pandi, 2008), yaitu
30
pemilihan bahan pangan yang cocok (jenis, kualitas, dan
kuantitas), perlakuan terhadap bahan pangan, peralatan yang
digunakan, sanitasi dan hygiene, membuat makanan secukupnya,
berikan makanan sebaik-baiknya, perkenalkan satu jenis makanan
saja setiap kali makan, sehingga dapat diketahui jika bayi tidak
dapat menerima suatu jenis makanan dan menimbulkan reaksi
alergi, variasikan makanan, berikan makanan selingan 2 kali
sehari di antara waktu makan, makan bersama anggota keluarga
yang lain, hindari pemberian makan dekat dengan waktu makan,
makanan berlemak menyebabkan rasa kenyang yang lama, dan
tetap berikan ASI sampai anak berusia 2 tahun.
Menurut Angka Kecukupan Gizi (AKG) tahun 2012, rata-
rata yang dianjurkan per orang/hari kebutuhan energi anak usia 1-
3 tahun adalah sebesar 1125 kkal dan kebutuhan protein 26 gram.
Sedangkan kebutuhan energi anak usia 4-6 tahun sebesar 1600
kkal dan kebutuhan protein 35 gram. Berikut adalah tabel porsi
makan dan contoh pembagian makanan anak usia 3-5 tahun
dalam sehari makan menurut kecukupan energi.
31
Tabel 2.4 Anjuran Pemberian Makanan Sehari Anak Usia
3-5 Tahun Menurut Kecukupan Energi
No. Bahan
Makanan/
Penukar
1.200 kkal
Jumlah
Porsi
Pagi Selingan
Pagi
Siang Selingan
Sore
Malam
1. Nasi 3 ¾ - 1 ¼ - 1
2. Sayur 1 ¼ - ¼ - ½
3. Buah 3 1 ½ ½ ½ ½
4. Tempe 1 ½ - ½ 1 - -
5. Daging 2 ½ - 1 - ½
6. Minyak 2 ¼ ¼ ¾ - ¾
7. Gula 1 ½ ¾ ¾ - - -
8. Susu ½ - - - ½ -
Total Sehari (kkal) 1.200 275 112,5 437,5 87,5 287,5
No. Bahan
Makanan/
Penukar
1.400 kkal
Jumlah
Porsi
Pagi Selingan
Pagi
Siang Selingan
Sore
Malam
1. Nasi 3 1 - 1 - 1
2. Sayur 2 ¾ - ¾ - ½
3. Buah 2 ½ - ½ - 2 -
4. Tempe 2 - - 1 - 1
5. Daging 3 1 - 1 - 1
6. Minyak 2 ½ - ¾ - ¾
7. Gula 2 - 1 - 1 -
8. Susu 1 - - - 1 -
Total Sehari (kkal) 1.400 293,75 75 381,25 275 375 *Keterangan : Sumber : Kurniasih, 2010
1. Nasi 1 porsi = ¾ gelas = 100 gram = 175 kkal
2. Sayur 1 porsi = 1 gelas = 100 gram = 25 kkal
3. Buah 1 porsi = 1-2 buah = 50-190 gram = 50 kkal
4. Tempe 1 porsi = 2 potong sedang = 50 gram = 75 kkal
5. Daging 1 porsi = 1 potong sedang = 35 gram = 75 kkal
6. Minyak 1 porsi = 1 sendok teh = 5 gram = 50 kkal
7. Gula 1 porsi = 1 sendok makan = 13 gram = 50 kkal
8. Susu bubuk (tanpa lemak) 1 porsi = 4 sendok makan = 20 gram = 75 kkal
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi frekuensi
pemberian makanan pada balita (Suhardjo, 2005), yaitu :
a) Faktor Ekonomi. Masyarakat dengan pendapatan rendah harus
membagi pendapatannya untuk berbagai keperluan lain selain
makan keluarga, seperti pendidikan, transportasi, dan
sebagainya. Sehingga tidak jarang persentase pendapatan
32
untuk keperluan penyediaan makanan sangat kecil. Dengan
demikian besar kecilnya pendapatan mempengaruhi pola
konsumsi keluarga yang akhirnya berimbas pada keadaan gizi
keluarga, khususnya anak balita yang rawan gizi.
b) Faktor Budaya. Unsur-unsur budaya mampu menciptakan
suatu kebiasaan penduduk yang kadang-kadang bertentangan
dengan prinsip-prinsip ilmu gizi, misalnya budaya masyarakat
tertentu yang menganggap suatu bahan makanan tabu untuk
dikonsumsi karena alasan tertentu. Budaya di masyarakat
masih ada yang memprioritaskan anggota keluarga tertentu
untuk mengkonsumsi hidangan keluarga yang telah disiapkan
yaitu umumnya kepala keluarga, sedangkan anggota keluarga
lainnya menempati urutan prioritas berikutnya, dan yang
paling umum mendapatkan prioritas terbawah adalah ibu
rumah tangga. Apabila hal tersebut masih dianut dengan kuat
oleh suatu budaya, sedangkan pengetahuan gizi belum dimiliki
oleh keluarga yang bersangkutan, maka dapat menimbulkan
distribusi konsumsi pangan yang tidak baik di antara anggota
keluarga. Apabila keadaan tersebut berlangsung lama maka
dapat mengakibatkan masalah gizi kurang dalam keluarga
tersebut, terutama pada golongan rawan seperti ibu hamil, ibu
menyusui, bayi dan anak balita.
c) Banyaknya Anggota Keluarga. Jumlah anggota keluarga yang
banyak akan berpengaruh pada konsumsi makanan keluarga,
33
khususnya keluarga miskin. Pemenuhan kebutuhan makan
keluarga akan lebih mudah jika anggota keluarganya sedikit.
Apabila keluarga bertambah, maka pangan untuk setiap anak
akan berkurang. Ironisnya jumlah anggota keluarga yang
banyak sebagian besar ditemui pada keluarga miskin, sehingga
banyak anak-anak keluarga miskin menderita gizi kurang
bahkan gizi buruk karena konsumsi makanannya kurang, baik
dari segi jumlah maupun mutunya.
Selain itu, makanan yang diberikan pada anak juga harus
memenuhi kuantitas dan kualitas yang sesuai, serasi dengan tahap
perkembangan anak, cara pengaturan dan pemberian makanan
yang benar supaya menimbulkan selera makan, serta kebersihan,
kerapihan, dan keindahan seperti kombinasi warna dan suasana
saat makan perlu diperhatikan. Sehingga anak merasa makan
merupakan saat-saat menyenangkan baginya (Nurlinda, 2013).
Sedangkan menurut Khomsan (2004), wanita memiliki
peran yang sangat besar dalam menentukan nasib bangsa. Melatih
ibu untuk menjadi pengasuh anak yang baik akan menghasilkan
generasi baru yang berkualitas. Ibu yang kelihatan bahagia ketika
mengasuh anaknya akan memberikan pengaruh positif terhadap
tumbuh kembang anak yang optimal. Membentuk pola makan
yang baik untuk anak menuntut kesabaran seorang ibu. Pada usia
prasekolah, anak sering mengalami fase sulit makan dan jika
dibiarkan akan mengganggu tumbuh kembang anak karena
34
jumlah dan jenis gizi yang masuk dalam tubuhnya kurang.
Permasalahan makan bisa terjadi karena anak meniru pola makan
orang tuanya, seperti tidak suka sayur, suka pilih-pilih makanan,
bahkan yang mungkin sedang berdiet untuk menurunkan berat
badan. Hal ini secara tidak langsung akan berpengaruh pada
perilaku makan anak.
Untuk mengatasi masalah tersebut, ibu bisa memberikan
makanan pada anak dalam porsi kecil, jika sudah habis ibu bisa
menawarkan anak untuk menambahkan kembali. Karena ada anak
yang mual ketika melihat makanan dengan porsi besar tersaji di
depannya. Ciptakan suasana makan yang menyenangkan, beri
kesempatan anak untuk memilih makanan sendiri yang
disukainya disertai dengan pengawasan dari orang tua.
Sulistyoningsih (2011), kesulitan makan merupakan ciri
khas anak balita atau anak prasekolah, karena pertumbuhan
menjadi lebih lambat dibandingkan ketika masih bayi. Nafsu
makan anak tergantung pada aktivitas fisik dan kondisi kesehatan.
Ada beberapa hal yang menyebabkan anak menjadi sulit makan,
yaitu :
a) Anak mengalami infeksi
b) Anak terlalu aktif sehingga kelelahan
c) Anak merasa kenyang, namun masih dipaksa untuk
menghabiskan makanannya
d) Waktu makan yang tidak menyenangkan
35
e) Anak sedang terganggu secara emosional, mencari perhatian,
dan terlalu mendapat perhatian berlebih
Adapun gejala sulit makan pada anak adalah
memuntahkan atau menghambur-hamburkan makanan yang
sudah masuk ke mulut, makan berlama-lama atau memainkan
makanan, menumpahkan makanan, menepis suapan dari orangtua,
hanya mau makan makanan cair atau lumat, kesulitan menghisap,
mengunyah, menelan, atau langsung menelan tidak mengunyah
(Nurlinda, 2013).
Sulistyoningsih (2011) dalam bukunya yang berjudul gizi
untuk kesehatan ibu dan anak juga menjelaskan upaya yang dapat
dilakukan untuk mengatasi anak yang kesulitan makan. Upaya
tersebut adalah :
a) Hindari menghidangkan makanan terlalu banyak
b) Tidak memaksa anak mencoba makanan baru
c) Hidangkan makanan yang bervariasi, baik dari bentuk, rasa,
maupun cara penyajiannya
d) Tidak memarahi atau memberi hukuman jika makanan tidak
dihabiskan, dan beri pujian jika anak berhasil menghabiskan
makanan
e) Berikan kesempatan anak belajar makan sendiri
f) Biasakan untuk makan bersama dengan anggota keluarga yang
lain
36
Menurut Hasdianah, dkk (2014), karakteristik pola makan
balita adalah sulit makan, nafsu makan berubah-ubah, cepat bosan
dengan cara makan sambil duduk, sehingga perlu dengan cara
bermain-main. Oleh karena itu, untuk menumbuhkan nafsu
makan maka ciptakan suasana makan yang menyenangkan,
kembangkan kebiasaan makan yang baik dengan makanan yang
beragam dan pola makan yang teratur, hindari makanan yang
banyak mengandung minyak, pengawet, atau junk food lainnya.
c. Pelayanan kesehatan, sanitasi dan hygiene
Pelayanan kesehatan merupakan akses atau
keterjangkauan anak dan keluarga terhadap upaya pencegahan
penyakit dan pemeliharaan kesehatan seperti imunisasi,
pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, penimbangan
anak, penyuluhan kesehatan dan gizi, serta sarana kesehatan yang
baik seperti posyandu, puskesmas, praktik bidan atau dokter,
rumah sakit dan persediaan air bersih. Ketidakterjangkauan
pelayanan kesehatan dikarenakan jauh atau tidak mampu
membayar, kurang pendidikan dan pengetahuan, merupakan
kendala masyarakat dan keluarga memanfaatkan secara baik
pelayanan kesehatan yang tersedia. Hal ini dapat berdampak juga
pada status gizi anak (Adisasmito, 2007).
Pelayanan kesehatan yang tidak terjangkau serta kesehatan
lingkungan yang buruk menyebabkan anak rentan terhadap
penyakit infeksi. Ketika mempersiapkan makanan, kebersihan
37
makanan perlu mendapat perhatian khusus. Makanan yang kurang
bersih dan sudah tercemar dapat mengakibatkan diare atau
cacingan pada anak. Begitu pula dengan pembuat makanan dan
peralatan yang dipakai seperti sendok, mangkok, gelas, piring dan
sebagainya sangat menentukan bersih tidaknya makanan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mempersiapkan
makanan balita adalah :
a) Simpan makanan dalam keadaan bersih, hindari pencemaran
dari debu dan binatang
b) Peralatan makan dan memasak harus bersih
c) Ibu atau anggota keluarga yang memberikan makanan pada
balita harus mencuci tangan dengan sabun sebelum
memberikan makan
d) Makanan selingan sebaiknya dibuat sendiri
Selain kebersihan makanan, yang perlu diperhatikan juga
adalah kebersihan rumah dan lingkungan sekitar. Bahan
bangunan, kondisi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi
syarat kesehatan merupakan faktor risiko dan sumber penularan
berbagai macam sumber penyakit. Penyediaan air bersih dan
sanitasi lingkungan yang tidak memenuhi syarat dapat menjadi
faktor risiko penyakit diare. Faktor-faktor risiko lingkungan pada
bangunan rumah yang dapat mempengaruhi kejadian penyakit
maupun kecelakaan antara lain ventilasi, pencahayaan, kepadatan
hunian, ruang tidur, kelembapan ruang, kualitas udara ruang,
38
binatang penular penyakit, air bersih, limbah rumah tangga,
sampah, serta perilaku penghuni dalam rumah (Depkes, 2007)
Menurut Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat Depkes
RI tahun 2007 terdapat tiga kriteria yang harus dipenuhi suatu
bangunan rumah untuk dapat dikatakan sebagai rumah sehat,
yaitu :
a) Memenuhi kebutuhan psikologis antara lain privasi yang
cukup, komunikasi yang sehat antar anggota keluarga dan
penghuni rumah.
b) Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar
penghuni rumah dengan penyediaan air bersih, pengelolaan
tinja limbah rumah tangga, bebas vektor penyakit dan tikus,
kepadatan hunian yang tidak berlebihan, cukup sinar matahari
pagi, terlindungnya makanan dan minuman dari pencemaran,
disamping pencahayaan dan penghawaan yang cukup.
c) Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik
yang timbul karena pengaruh luar dan dalam rumah antara lain
persyaratan garis sempadan jalan, konstruksi bangunan rumah,
bahaya kebakaran dan kecelakaan di dalam rumah.
Sedangkan perilaku pemeliharaan kesehatan merupakan
perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau
menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan
bilamana sakit. Oleh sebab itu, perilaku pemeliharaan kesehatan
ini terdiri dari tiga aspek (Notoatmodjo, 2003), yaitu :
39
a) Perilaku pemeliharaan kesehatan, yaitu usaha seseorang dalam
memelihara atau menjaga kesehatannya agar tidak terkena
penyakit dan usaha untuk melakukan penyembuhan jika sakit.
b) Perilaku pencarian pengobatan, yaitu upaya atau tindakan
seseorang ketika menderita penyakit mulai dari pengobatan
sendiri sampai dengan pencarian pengobatan ke luar negeri.
c) Perilaku kesehatan lingkungan, yaitu bagaimana seseorang
merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial
budaya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi
kesehatannya.
Ketiga faktor penyebab tidak langsung tersebut berkaitan
dengan tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan
keluarga. Semakin tinggi pendidikan, pengetahuan, dan
keterampilan, semakin besar pula kemungkinan baiknya tingkat
ketahanan pangan keluarga, pola pengasuhan anak, sanitasi dan
hygiene serta semakin banyak keluarga yang memanfaatkan
pelayanan kesehatan yang ada, begitu pula sebaliknya.
Pengetahuan gizi merupakan pengetahuan tentang
makanan dan zat gizi, sumber-sumber zat gizi pada makanan,
makanan yang aman dikonsumsi sehingga tidak menimbulkan
penyakit dan cara mengolah makanan yang baik agar zat gizi
dalam makanan tidak hilang serta bagaimana hidup sehat
(Notoatmodjo, 2003).
40
Pengetahuan tentang gizi sangat penting. Karena, banyak
masyarakat tidak mengetahui bahwa makanan yang memenuhi
kebutuhan gizi tidak selalu makanan yang mahal. Masyarakat
harus mengetahui bagaimana mereka bisa memenuhi kebutuhan
gizi dengan mengkonsumsi pangan yang sesuai dengan tingkat
pendapatan mereka (Heryati, 2005).
Menurut Indra (2013) tingkat pengetahuan gizi seseorang
berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan
makanan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizi
yang bersangkutan. Pengetahuan gizi yang tidak memadai,
kurangnya pengertian tentang kebiasaan makan yang baik dan
tentang kontribusi gizi dari berbagai jenis makanan akan
menimbulkan masalah kecerdasan dan produktivitas. Peningkatan
pengetahuan gizi dapat dilakukan melalui program pendidikan
gizi yang dilakukan oleh Pemerintah. Program pendidikan gizi
dapat memberikan pengaruh terhadap pengetahuan, sikap, dan
perilaku seseorang terhadap kebiasaan makannya. Ketidaktahuan
akan hubungan makanan dan kesehatan, prasangka buruk
terhadap bahan makanan tertentu, adanya kebiasaan atau
pantangan yang merugikan, kesukaan berlebihan terhadap jenis
makanan tertentu, keterbatasan penghasilan keluarga, dan jarak
kelahiran yang rapat juga berpengaruh pada pengetahuan tentang
gizi di masyarakat Indonesia.
41
Menurut Erfandi (2009) ada beberapa faktor yang
mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu :
a) Pendidikan, adalah suatu usaha untuk mengembangkan
kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah yang
berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses
belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah
orang tersebut untuk menerima informasi. Seseorang dengan
pendidikan tinggi cenderung lebih mudah mendapatkan
informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa.
Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula
pengetahuan yang didapat. Pengetahuan sangat erat kaitannya
dengan pendidikan, dimana diharapkan orang dengan
pendidikan tinggi akan semakin luas pula pengetahuannya.
Namun perlu ditekankan bahwa seseorang yang berpendidikan
rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula.
Pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal,
akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal.
b) Media massa atau informasi, seiring berkembangnya teknologi,
berbagai macam media massa seperti televisi, radio, surat
kabar, majalah, dan lain-lain dapat mempengaruhi pengetahuan
dan berpengaruh besar terhadap pembentukan opini dan
kepercayaan masyarakat. Media massa membawa pesan-pesan
berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang.
42
Adanya informasi baru mengenai suatu hal memberikan
landasan terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.
c) Sosial budaya dan ekonomi, sosial budaya atau kebiasaan dan
tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran
apakah yang dilakukan baik atau buruk, dengan demikian
seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak
melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan
tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan
tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan
mempengaruhi pengetahuan seseorang.
d) Lingkungan, merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar
individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial.
Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya
pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan
tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik
ataupun tidak, yang direspon sebagai pengetahuan oleh setiap
individu.
e) Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara
untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara
mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam
memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman
belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan
pengetahuan dan keterampilan profesional serta pengalaman
belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan
43
kemampuan mengambil keputusan yang merupakan
manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik
yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya.
f) Usia, berpengaruh terhadap daya tangkap dan pola pikir
seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang
pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan
yang diperolehnya semakin baik. Saat usia madya, individu
akan berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial
serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya
menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia madya
akan lebih banyak menggunakan waktu untuk membaca.
Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan
verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini.
Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi
yang dijumpai semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga
menambah pengetahuannya.
Menurut Notoatmodjo (2005), untuk mengukur
pengetahuan kesehatan dapat dilakukan dengan mengajukan
pertanyaan secara langsung (wawancara) atau secara tertulis atau
angket. Indikator pengetahuan adalah tingginya pengetahuan
responden tentang kesehatan atau besarnya persentase kelompok
responden tentang variable atau komponen kesehatan.
44
3) Pokok masalah di masyarakat
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam hal
peningkatan gizi, namun tanpa dukungan dan kepedulian dari
masyarakat tidak akan mendapatkan hasil yang optimal dan efektif.
Pemberdayaan keluarga melalui revitalisasi Usaha Perbaikan Gizi
Keluarga (UPGK) dan pemberdayaan masyarakat melalui revitalisasi
posyandu merupakan strategi utama dalam Gerakan Nasional
Heryati (2005).
Kader posyandu merupakan salah satu bentuk kepedulian
masyarakat dan partisipasi untuk perbaikan gizi masyarakat. Kader
adalah tumpuan pemberdayaan masyarakat dan keluarga yang perlu
mendapatkan pembekalan pengetahuan gizi melalui penyuluhan atau
pelatihan. Sehingga kader dapat memberikan pesan-pesan gizi secara
sederhana, pelayanan gizi, pemanfaatan lahan pekarangan yang
semuanya dapat dilakukan oleh masyarakat itu sendiri.
4) Akar masalah
Faktor-faktor langsung dan tidak langsung seperti uraian di
atas sangat berhubungan dengan pokok masalah yang ada di
masyarakat dan akar masalah yang bersifat nasional yaitu krisis
ekonomi, politik, dan sosial. Seperti yang terjadi pada tahun
1998/1999, jumlah anak gizi buruk meningkat sampai 1,7 juta anak
sejalan dengan meningkatnya jumlah keluarga miskin akibat krisis
ekonomi, politik, dan kesehatan lansia yang melanda Indonesia sejak
tahun 1997 (Adisasmito, 2007).
45
Menurut Adisasmito (2007), pokok kegiatan intervensi gizi
dan kesehatan dapat dilakukan melalui :
a) Perawatan atau pengobatan gratis balita gizi buruk dari keluarga
miskin di rumah sakit dan puskesmas
b) Pemberian Makanan Tambahan (PMT) berupa MP-ASI bagi anak
usia 6-23 bulan dan PMT pemulihan bagi anak usia 24-59 bulan
kepada balita gizi kurang dari keluarga miskin
c) Pemberian suplemen gizi (kapsul vitamin A, tablet atau sirup Fe)
2.3 Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P)
Makanan Tambahan Pemulihan bagi balita adalah makanan bergizi
yang diperuntukkan bagi balita usia 6-59 bulan sebagai makanan tambahan
untuk pemulihan gizi (Kemenkes 2012).
Depkes RI (2006), Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dapat
digolongkan menjadi dua macam, yaitu PMT untuk penyuluhan dan PMT
untuk pemulihan. PMT Penyuluhan diberikan satu bulan sekali di posyandu
dengan tujuan sebagai pemberian makanan tambahan sekaligus memberikan
contoh pemberian makanan tambahan yang baik bagi ibu balita. sedangkan
PMT Pemulihan adalah sebagai suatu bentuk kegiatan pemberian zat gizi
makanan dari luar keluarga yang bertujuan untuk memperbaiki keadaan gizi
golongan rawan yang menderita kurang gizi maupun gizi buruk. PMT
Pemulihan diberikan setiap hari serta benar-benar sebagai penambah dan
tidak mengurangi jumlah makanan yang dimakan setiap hari di rumah. PMT
Pemulihan diberikan selama 60 hari pada balita gizi kurang dan 90 hari pada
46
balita gizi buruk dengan tujuan untuk meningkatkan status gizi balita
tersebut. Prasyarat pemberian makanan tambahan pada anak usia pra sekolah
adalah nilai gizi harus berkisar antara 350 - 450 kalori dan protein 10 - 15
gram.
Menurut Austin, JM (1981) PMT-P merupakan salah satu cara
penanggulangan masalah gizi melalui program langsung yaitu dengan
menyediakan jenis makanan yang penting akan tetapi kurang dalam diet
normal pada golongan rawan yakni balita, ibu hamil, dan ibu menyusui.
PMT-P bertujuan untuk meningkatkan status gizi, mencegah memburuknya
status gizi, membantu pengobatan penyakit infeksi, dan memfasilitasi
program KIE untuk orang tua dan anak (Agustine, 2010).
Pelaksanaan PMT-P dapat dilakukan dengan cara :
a) Pemberian PMT satu kali seminggu, dua kali seminggu atau bahkan satu
bulan sekali kepada sasaran untuk dibawa pulang ke rumah (Take Home
Feeding)
b) Untuk sasaran yang jumlahnya tidak terlalu banyak, PMT dibuat dan
didistribusikan di satu tempat (On Site Program Feeding)
c) Pelaksanaan PMT di Pusat Rehabilitasi Gizi (Nutrition Rehabilitation
Center)
47
2.4 Kerangka Teori
Bagan 2.1 Penyebab Gizi Kurang
Dampak
Penyebab Langsung
Penyebab Tidak
Langsung
Kurang Pendidikan, Pengetahuan, dan Keterampilan
Pokok Masalah
di Masyarakat
Kurang Pendidikan, Pengetahuan, dan Keterampilan
Akar Masalah (Nasional)
Sumber : UNICEF (1998) dalam Depkes (2003)
KURANG GIZI
Asupan Makanan Penyakit Infeksi
Tidak Cukup
Persediaan
Pangan
Pola Asuh
Tidak
Memadai
Sanitasi dan Air
Bersih/Pelayanan
Kesehatan Dasar
Tidak Memadai
Kurang Pemberdayaan Wanita dan
Keluarga, Kurang Pemanfaatan SDM
Krisis Ekonomi,
Politik, dan Sosial
48
BAB III
KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH
3.1 Kerangka Pikir
Penelitian ini bertujuan untuk mengatahui secara mendalam faktor-
faktor yang melatar belakangi tidak meningkatnya berat badan balita setelah
mendapatkan PMT-P di wilayah kerja Puskesmas Pamulang. Untuk mencapai
tujuan tersebut dan berdasarkan tinjauan teori, maka disusunlah kerangka
berpikir dalam penelitian ini dengan mengadopsi teori UNICEF (1998) dalam
Depkes (2003) tentang penyebab terjadinya gizi kurang dari berbagai faktor.
Untuk mengetahui latar belakang tidak meningkatnya berat badan
balita setelah mendapat PMT-P, maka peneliti ingin melihat gambaran asupan
makanan dan faktor yang mempengaruhi asupan makanan (meliputi
ketersediaan pangan, pemberian makan, dan pengetahuan mengenai
pemberian makan) serta gambaran penyakit infeksi dan faktor yang
mempengaruhi penyakit infeksi (meliputi sanitasi dan hygiene, pelayanan
kesehatan, serta pengetahuan mengenai penyakit infeksi dan pemeliharaan
kesehatan). Sedangkan akar masalah di tingkat nasional (krisis ekonomi,
politik, dan sosial) tidak diteliti karena permasalahannya sangat kompleks dan
peneliti hanya ingin fokus untuk menggali lebih dalam permasalahan yang
ada di tingkat individu dan masyarakat.
Berdasarkan teori yang telah diuraikan sebelumnya pada studi
kepustakaan, maka peneliti menggambarkan kerangka pikir seperti yang
dilukiskan pada bagan 3.1 berikut.
49
Bagan 3.1 Kerangka Pikir
Asupan Makanan Penyakit Infeksi
STATUS GIZI KURANG
Ketersediaan Pangan Pelayanan Kesehatan Pola asuh, meliputi :
- Pemberian makan
- Pemeliharaan kesehatan
- Praktek sanitasi dan
hygiene
Pendidikan, Pengetahuan, dan Keterampilan
50
3.2 Definisi Istilah
Tabel 3.1 Definisi Istilah
No. Istilah Definisi Istilah Cara Ukur Alat Ukur
1. Status Gizi
kurang
Keadaan kesehatan tubuh balita akibat konsumsi,
penyerapan, dan penggunaan zat gizi makanan yang
diukur berdasarkan indikator BB/U dengan z-score yang
selama minimal satu tahun tidak melewati -2 SD
(Kemenkes (2012), Supariasa, (2002))
Wawancara mendalam Pedoman wawancara
2. Asupan
makanan
Makanan yang diberikan ibu dan dikonsumsi balita
selama 24 jam yang meliputi jenis dan jumlah makanan,
baik dari makanan utama maupun dari PMT-P
(Almatsier, dkk (2011))
Wawancara mendalam,
observasi
Pedoman wawancara,
pedoman obsrvasi
3. Penyakit
infeksi
Kejadian sakit selama 3 bulan terakhir, jenis penyakit
yang diderita, upaya pencegahan dan pengobatan
penyakit, serta pemahaman ibu tentang penyakit infeksi
(jenis, penyebab, akibat, gejala, cara penularan, bahaya
penyakit infeksi, pencegahan, dan pengobatan penyakit
infeksi pada balita), cara pemeliharaan kesehatan
(PHBS, bangunan rumah sehat, tempat bermain balita,
definisi pergantian udara, pencahayaan rumah, manfaat
air bersih, cara membuang sampah, upaya menjaga
kebersihan rumah dan halaman rumah, manfaat
imunisasi, manfaat penimbangan balita, bahaya
penurunan berat badan, dan dampak gizi kurang pada
balita) (Depkes (2007), Depkes (2009), Soekirman
(2000))
Wawancara mendalam Pedoman wawancara
51
4. Ketersediaan
pangan
Kebiasaan informan memperoleh bahan makanan
mentah atau jadi bagi keluarga yang meliputi cara
perolehan, waktu atau frekuensi, jumlah, dan jenis
makanan (Supariasa (2002), Almatsier (2011))
Wawancara mendalam Pedoman wawancara
5. Pemberian
makan
Praktik atau cara yang dilakukan ibu dalam memberikan
makan kepada balita meliputi porsi, frekuensi, suasana
yang dimunculkan ibu ketika memberikan makan, dan
cara yang dilakukan ibu ketika balita sulit makan, serta
pemahaman ibu tentang komposisi makanan bergizi, zat
gizi dalam makanan dan sumbernya, porsi dan frekuensi
makan ideal, pengertian pemberian makanan tambahan,
manfaat dan waktu pemberian makanan tambahan, serta
jajanan yang baik bagi balita (Almatsier, dkk (2011),
Depkes (2009), Sulistyoningsih (2011))
Wawancara mendalam,
observasi
Pedoman wawancara,
pedoman obsrvasi
6. Sanitasi dan
Hygiene
Upaya informan dalam menjaga kebersihan lingkungan
meliputi penggunaan air bersih, pertukaran udara,
pencahayaan rumah, pembuangan sampah,
membersihkan rumah dan halaman, serta penyediaan
WC di dalam rumah, serta kebersihan diri meliputi
kebiasaan mencuci tangan, mandi, dan mengganti
pakaian balita (Depkes (2009), Supariasa (2002))
Wawancara mendalam,
observasi
Pedoman wawancara,
pedoman obsrvasi
7. Pelayanan
Kesehatan
Keterjangkauan informan terhadap upaya pencegahan
penyakit dan pemeliharaan kesehatan seperti imunisasi,
penimbangan anak, pemberian PMT-P, penyuluhan
kesehatan dan gizi, serta sarana kesehatan yang baik
seperti posyandu, puskesmas, praktik bidan atau dokter,
dan rumah sakit (Almatsier, dkk (2011), Depkes (2009),
Kemenkes (2012), Supariasa, 2002)
Wawancara mendalam Pedoman wawancara
52
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif yang menggunakan
strategi penelitian studi kasus. Pemilihan strategi ini dilakukan untuk
menggali informasi-informasi secara lebih mendalam mengenai faktor-faktor
yang melatar belakangi tidak meningkatnya berat badan balita yang mendapat
PMT-P di wilayah kerja Puskesmas Pamulang. Seperti yang dinyatakan oleh
Bogdan dan Taylor (1975) penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang diamati serta diarahkan pada latar dan
individu tersebut secara utuh untuk memperoleh informasi yang lebih
mendalam tentang suatu hal (Moleong, 2007).
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Pamulang, Kota
Tangerang Selatan, pada bulan Agustus sampai November tahun 2014.
Lokasi penelitian merupakan tempat pelaksanaan program PMT-P, dimana
ibu dan balitanya yang tidak naik berat badan datang ke Puskesmas Pamulang
untuk melakukan penimbangan, pemeriksaan kesehatan, serta konseling gizi
kepada ibu balita dan kemudian diberikan PMT-P berupa biskuit dan susu.
Selain itu, peneliti juga melakukan observasi ke tempat tinggal masing-
masing informan untuk melihat keseharian informan.
53
4.3 Informan Penelitian
Informan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu :
1) Informan Utama
Informan utama merupakan objek utama dalam penelitian ini dan dipilih
menurut kriteria, yaitu ibu dari balita yang tidak naik berat badannya
minimal satu tahun setelah mendapat PMT-P di wilayah kerja Puskesmas
Pamulang.
2) Informan Pendukung
Informan pendukung merupakan informan yang secara langsung terlibat
dalam pelaksanaan PMT-P di Puskesmas Pamulang, yaitu :
a. Keluarga dari balita yang tidak naik berat badannya setelah
mendapatkan PMT-P yang ikut serta dalam pengasuhan balita dan
merupakan keluarga dari informan utama
b. Staf dari Puskesmas Pamulang dan kader Posyandu yang terlibat
langsung dalam program PMT-P
4.4 Instrumen Penelitian
Dalam mengumpulkan data-data, peneliti memerlukan alat bantu
(instrumen penelitian). Dalam penelitian ini instrument yang digunakan
peneliti adalah :
1) Pedoman wawancara
Pedoman wawancara digunakan agar wawancara yang dilakukan
tidak menyimpang dari tujuan penelitian. Pedoman wawancara disusun
berdasarkan tujuan penelitian dan teori yang berkaitan dengan masalah
54
yang diteliti. Dalam melakukan wawancara mendalam peneliti
menggunakan bantuan alat pencatat yaitu buku catatan yang digunakan
agar peneliti dapat mencatat semua informasi yang diberikan oleh
informan, dan alat tulis yang digunakan sebagai alat untuk mencatat
berbagai informasi yang diberikan oleh informan. Selain alat pencatat,
peneliti juga menggunakan alat perekam yang digunakan sebagai alat
bantu ketika melakukan wawancara. Jadi, selain mencatat peneliti juga
menggunakan alat perekam agar semua informasi dari informan tidak ada
yang terlewatkan. Pengumpulan data dengan alat perekam digunakan
setelah mendapat izin dari informan penelitian.
2) Pedoman observasi
Pedoman observasi digunakan agar peneliti dapat melakukan
pengamatan sesuai dengan tujuan penelitian. Observasi dilakukan selama 3
hari untuk melihat keseharian informan dalam mengasuh balita.
4.5 Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan sumber data primer dan sekunder.
Dimana data primer diperoleh melalui teknik wawancara mendalam (indepth
interview) dan observasi. Wawancara dilakukan langsung oleh peneliti
menggunakan pedoman wawancara yang telah disusun dan berdasarkan hasil
observasi. Hasil wawancara ditulis pada buku catatan dan direkam dengan
alat perekam.
Observasi dilakukan dengan menggunakan pedoman observasi yang
telah dibuat sebelumnya. Patton menegaskan bahwa observasi merupakan
55
metode pengumpulan data esensial dalam penelitian, agar memberikan data
yang akurat dan bermanfaat (Poerwandari, 2007).
Sedangkan data sekunder dilakukan dengan mengumpulkan data
profil Puskesmas Pamulang dan data-data terkait masalah gizi kurang yang
diperoleh dari Dinas Kesehatan Tangerang Selatan dan Puskesmas Pamulang.
4.6 Validasi Data
Untuk mendapatkan data yang valid, maka dalam penelitian ini
dilakukan triangulasi berikut :
1) Triangulasi sumber yang dilakukan dengan mencari informasi pada
informan utama dan informan pendukung
2) Triangulasi metode dilakukan karena pada penelitian ini menggunakan
metode wawancara mendalam yang ditunjang dengan metode observasi
pada saat wawancara dilakukan
3) Triangulasi data dilakukan untuk meminta umpan balik dari informan serta
memperbaiki kualitas penelitian
4.7 Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan dan analisis data pada penelitian kualitatif meliputi tiga
komponen, yaitu :
1) Reduksi data
Merupakan proses pemilihan dan penyederhanaan data kasar yang muncul
dari catatan tertulis di lapangan dengan memfokuskan data yang relevan
56
dan membuang hal-hal yang tidak penting, serta mengatur data sedemikian
rupa agar dapat membuat kesimpulan akhir.
2) Penyajian data
Merupakan suatu kegiatan penyajian data kualitatif dalam bentuk kolom,
tabel, maupun deskripsi. Susunan penyajian data yang baik dan jelas
sistematiknya akan memudahkan untuk melangkah pada tahapan
penelitian kualitatif selanjutnya.
3) Penarikan kesimpulan
Penarikan kesimpulan dapat dilakukan berdasarkan hasil penelitian dengan
memperhatikan hasil wawancara, observasi, dan studi dokumen, setelah
data tersebut direduksi dan disajikan.
57
BAB V
HASIL
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Puskesmas Pamulang terletak di sebelah timur Kota Tangerang
Selatan, berada di wilayah Kecamatan Pamulang dan mempunyai luas
wilayah 16,38 km2, dengan batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan
Kecamatan Ciputat, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Setu,
sebelah selatan berbatasan dengan Kota Depok, dan sebelah timur berbatasan
dengan Kecamatan Ciputat Timur dan Kota Depok. Puskesmas Pamulang
menempati tanah seluas ± 2400 m2 di Jalan Surya Kencana No.1 RT/RW
01/022 Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan. Puskesmas Pamulang
terletak di tepi jalan raya, sehingga untuk mencapainya relatif lebih mudah
karena dilalui oleh kendaraan umum dan dapat pula berjalan kaki.
Wilayah kerja Puskesmas Pamulang mencakup 4 Kelurahan, yaitu
Pamulang Barat, Pamulang Timur, Pondok Cabe Ilir, dan Pondok Cabe Udik.
Jumlah penduduk berdasarkan data dari Kecamatan di wilayah kerja
Puskesmas Pamulang sebanyak 143.335 orang dengan jumlah kepala
keluarga sebanyak 33.047 yang tersebar di 4 Kelurahan tersebut. Jumlah
Posyandu sebanyak 69, posbindu 19, dan Puskesmas Pembantu (Pustu) 1
buah di Kelurahan Pondok Cabe Udik. Untuk sarana penunjang kegiatan
Puskesmas Pamulang dilengkapi dengan 1 buah mobil Ambulans (Puskesmas
Keliling) dalam keadaan baik, 7 buah sepeda motor dalam kondisi baik serta
1 buah kendaraan roda tiga.
58
5.2 Program Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P)
Program pemberian PMT-P di Puskesmas Pamulang dilakukan
dengan tujuan meningkatkan status gizi balita serta untuk mencukupi
kebutuhan zat gizi anak agar tercapai status gizi dan kondisi gizi yang
baik sesuai dengan umur anak tersebut. Sasaran pemberian PMT-P
adalah balita usia 6-59 bulan gizi kurang atau kurus termasuk balita
dengan Bawah Garis Merah (BGM) dari keluarga miskin.
Pemberian PMT-P dilakukan setiap hari selama 60 hari. PMT-P
yang diberikan berupa susu dan biskuit dengan komposisi zat gizi yaitu
energi sebesar 350 - 450 kkal dan protein sebesar 10-15 gram. Dalam
pelaksanaannya, TPG dibantu oleh bidan desa dan kader posyandu.
Program PMT-P di Puskesmas Pamulang memiliki beberapa kegiatan
seperti penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan
(antropometri), konseling gizi, dan pemeriksaan klinis oleh dokter.
5.3 Gambaran Umum Informan
5.3.1 Informan Utama
Informan utama dalam penelitian ini adalah 5 ibu dari balita
yang tidak naik berat badannya setelah mengikuti program PMT-P
minimal 1 tahun. Status gizi diketahui berdasarkan indikator BB/U dari
hasil penimbangan berat badan yang dilakukan Puskesmas Pamulang
selama balita tersebut mengikuti program PMT-P sampai penelitian ini
berlangsung. Karakteristik informan utama dapat dilihat pada tabel 5.1.
59
Tabel 5.1 Karakteristik ibu dari balita yang tidak mengalami peningkatan berat badan setelah mendapat PMT-P
di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2014
Karakteristik Y A S N E
Umur 22 tahun 27 tahun 40 tahun 39 tahun 20 tahun
Umur nikah 18 tahun 17 tahun 19 tahun 16 tahun 18 tahun
Pendidikan SMP (tidak tamat) SMP SD SD SD
Pekerjaan Ibu rumah tangga Ibu rumah tangga Ibu rumah tangga Buruh Ibu rumah tangga
Pekerjaan suami Satpam Sekolah Karyawan Jual bubur/Buruh Buruh Buruh Serabutan
Pendapatan keluarga/bulan Rp 1.000.000,- Rp 1.700.000,- Rp 1.500.000,- Rp 3.000.000,- Rp 800.000,-
Jumlah anggota keluarga
dalam satu rumah
6 orang 5 orang 5 orang 8 orang 7 orang
Jumlah balita dalam
keluarga
1 orang 2 orang 1 orang 1 orang 2 orang
Karakteristik balita penerima PMT-P
Umur 43 bulan 37 bulan 58 bulan 55 bulan 36 bulan
Anak ke 1 3 3 5 1
Jenis kelamin Perempuan Laki-laki Laki-laki Laki-laki Perempuan
BB lahir 2,5 kg 3,5 kg 3,4 kg 3 kg 2,5 kg
Gizi kurang sejak umur 7 bulan 19 bulan 24 bulan 12 bulan 6 bulan
Penyakit infeksi Demam, batuk, pilek,
diare
Demam, batuk,
pilek
Demam, batuk,
pilek, diare,
penyakit kulit
Demam, batuk,
pilek
Demam, batuk,
pilek, diare,
Sumber : Data primer
60
Berdasarkan tabel 5.1 di atas diketahui bahwa sebagian besar
informan utama berumur di bawah 30 tahun dengan pekerjaan sebagai
ibu rumah tangga dan satu informan bekerja sebagai buruh. Empat
informan menamatkan Sekolah Dasar (SD) dan satu informan
menamatkan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Mereka memiliki
balita yang berusia antara 3-5 tahun, dan menderita gizi kurang sudah
lebih dari setahun bahkan ada yang mencapai tiga tahun. Penyakit
infeksi yang diderita balita selama tiga bulan terakhir rata-rata sama
yaitu demam, batuk, pilek, dan beberapa balita dari informan utama
menderita diare.
5.3.2 Informan Pendukung
Pada penelitian ini, informan pendukung berjumlah 8 orang
terdiri dari 5 orang keluarga informan utama, 1 orang staff Puskesmas
Pamulang, dan 2 orang kader Posyandu. Pengambilan informasi
dilakukan melalui wawancara mendalam yang bertujuan untuk meng-
cross check informasi yang diperoleh dari informan utama.
1) Keluarga Informan Utama
Informan pendukung yang pertama dalam penelitian ini
adalah keluarga dari balita yang berat badannya tidak meningkat
setelah mendapat PMT-P yang turut serta dalam pengasuhan balita
dan merupakan keluarga dari informan utama yang terdiri dari 5
informan. Karakteristik keluarga informan dapat dilihat pada tabel
5.2 berikut.
61
Tabel 5.2 Karakteristik informan pendukung dari keluarga balita yang berat badannya tidak meningkat
setelah mendapat PMT-P di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2014
Karakteristik Ne/Y Ad/A Sn/S I/N Er/E
Umur 50 tahun 32 tahun 41 tahun 15 tahun 48 tahun
Jenis kelamin Perempuan Laki-laki Laki-laki Perempuan Perempuan
Pendidikan SD SMA SD SMP (tidak tamat) SD (tidak tamat)
Pekerjaan Ibu rumah tangga Karyawan Jual bubur/buruh - Jual kue keliling
Hubungan dengan balita
penerima PMT-P
Nenek Ayah Ayah Kakak Nenek
Sumber : Data Primer
62
Berdasarkan tabel 5.2 di atas, diketahui bahwa karakteristik
keluarga balita gizi kurang yang mendapatkan PMT-P yaitu berumur
di atas 32 tahun dan satu informan pendukung yang masih berumur
15 tahun. Sebagian besar dari mereka menamatkan pendidikan
tingkat SD. Informan pendukung tersebut yaitu dua dari ayah balita,
dua dari nenek balita, dan satu dari kakak balita. Sebagian besar dari
informan pendukung memiliki pekerjaan, dan dua informan tidak
bekerja.
2) Staff Puskesmas Pamulang dan Kader Posyandu
Informan pendukung kedua adalah 1 orang staff bagian Gizi
Puskesmas Pamulang dan 2 orang kader Posyandu yang terlibat
langsung dalam program PMT-P bagi balita gizi kurang sampai
penelitian ini berlangsung. Karakteristik informan pendukung dari
staff Puskesmas Pamulang dan kader Posyandu dapat dilihat pada
tabel 5.3 berikut.
Tabel 5.3 Karakteristik informan pendukung dari staff Puskesmas dan kader
Posyandu yang terlibat langsung dalam program PMT-P di wilayah kerja
Puskesmas Pamulang tahun 2014
Karakteristik Li En Ri
Umur 43 tahun 45 tahun 38 tahun
Pendidikan D3 Gizi SMP SMEA/SLTA
Jabatan Tenaga Pelaksana Gizi Kader Posyandu Kader Posyandu
Lama bekerja 20 tahun 4 tahun 2 tahun
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 5.3 di atas, diketahui bahwa karakteristik
informan pendukung yang terlibat langsung dalam program PMT-P
adalah satu orang petugas gizi lulusan D3 gizi dan telah bekerja di
63
Puskesmas Pamulang sebagai Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) selama
20 tahun. Sedangkan dua informan pendukung lainnya yaitu kader
posyandu dengan tingkat pendidikan tamatan SMP dan SMEA.
Bertugas sebagai kader Posyandu sudah lebih dari 2 tahun.
5.4 Hasil Penelitian
Hasil penelitian diperoleh melalui wawancara mendalam baik dengan
informan utama maupun dengan informan pendukung disertai dengan
observasi. Observasi dilakukan selama 3 hari, setelah observasi peneliti
melakukan wawancara mendalam kepada informan utama untuk menggali
penemuan-penemuan masalah yang timbul ketika peneliti melakukan
observasi. Selanjutnya peneliti melakukan validasi melalui cross check data
dengan informan pendukung, yaitu keluarga informan utama yang turut serta
mengasuh balita gizi kurang penerima PMT-P, staff Puskesmas Pamulang
dan kader Posyandu yang terlibat langsung dalam program PMT-P. Sehingga
diharapkan penelitian ini dapat menjawab latar belakang tidak meningkatnya
berat badan balita setelah mendapat PMT-P di wilayah kerja Puskesmas
Pamulang tahun 2014.
5.4.1 Gambaran Asupan Makanan
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan asupan makanan
adalah Makanan yang diberikan ibu dan dikonsumsi balita selama 24
jam yang meliputi jenis dan jumlah makanan baik dari makanan utama
maupun dari PMT-P.
64
Jenis makanan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
keragaman makanan yang diberikan oleh informan utama kepada
balitanya dalam sehari. Sedangkan jumlah makanan yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah banyaknya makanan yang diberikan oleh
informan utama kepada balitanya dalam sehari.
Dikarenakan saat penelitian persediaan PMT-P dari Puskesmas
berupa susu dan biskuit sudah habis, sehingga peneliti berinisiatif
membawakan susu dan biskuit yang sama sehingga peneliti dapat
melihat secara langsung pemberian PMT-P oleh informan kepada
balitanya. Berikut hasil observasi dan wawancara mendalam yang
dilakukan peneliti selama 3 hari terkait pemberian makan balita.
a. Informan Y
Hasil observasi memperlihatkan bahwa informan sebisa
mungkin membuat menu makanan yang berbeda setiap harinya agar
balita mau makan dan tidak cepat bosan dengan makanan yang
disajikan. Makanan yang disajikan terdiri dari makanan pokok, lauk
pauk nabati dan hewani, serta sayur. Namun, hal ini hanya terjadi
pada awal bulan saja, saat pertengahan dan akhir bulan menu
makanan biasanya hanya terdiri dari dua jenis makanan saja, seperti
nasi dengan tempe, atau nasi dengan telur, atau nasi dengan sayur
saja. Meskipun di awal bulan informan masak berbagai macam menu
makanan, tetapi balita hanya makan makanan yang berkuah saja dan
hanya makan sedikit lauk pauk. Berikut kutipannya :
65
“Masak kan segitu yak banyak, tapi ya tetep makannya sayur
doang. Kalo sayurnya lagi gak mau, kalo mau tempe ya
tempe doang gitu, ada ikan ya ikan doang. Iya, saya ganti-
ganti sayurnya biar anaknya gak bosen itu mulu sayurnya.”
Hal serupa juga disampaikan oleh informan pendukung.
Berikut kutipannya :
“Kagak dia mah, doyannya sayur yak. Kadang kalo lagi
kagak ada sayur baru pake telor apa tempe gitu. Ya
seadanya aja kita mah.”
Menurut informan utama, meskipun dalam satu piring
makanan balita terdapat bermacam jenis makanan, namun balita
hanya mau makan dua jenis makanan saja. Hal ini dikarenakan balita
merasa bingung dengan adanya berbagai macam jenis makanan
tersebut. Berikut kutipannya :
“Ni misalnya ada nasi, ada sayur, ada ikan, ada tempe, kalo
maunya dia makan nasi sama ikan yaudah sayurnya enggak,
tempenya enggak gitu, cuma makan ikannya doang, bingung
dia kali.”
Sedangkan jenis buah-buahan tidak pernah disediakan
informan sebagai makanan sehari-hari atau sebagai pencuci mulut.
Hal ini disebabkan keterbatasan biaya. Berikut kutipannya :
“Gak pernah beli buah habisnya uangnya kagak cukup yak,
kemarin kan masih ada angsuran motor yak. Paling kalo lagi
ayahnya doang kalo lagi suka bawa dari sekolahan. Kalo
66
misalnya di sekolahan lagi ada acara apa ya dikasih nasi,
kan ada buahnya gitu, gak dimakan sama ayahnya. Pisang
paling mah, itu juga kalo ada orang hajatan kali mah.”
Hal senada juga disampaikan oleh informan pendukung.
Berikut kutipannya :
“Dia mah bukan karna gak doyan buah, ya karna mamanya
yang kagak beli, kagak punya duitnya beli buah.”
Rata-rata konsumsi perhari balita dari informan Y adalah
sekitar 150 - 200 gram nasi, 50 - 100 gram lauk pauk seperti telur,
tahu, tempe, dan sesekali ikan. Untuk sayur kurang dari 50 gram dan
susu sekitar 40 - 50 gram perhari. Informan mengakui balita setiap
hari hanya makan dengan jumlah seperti itu, hal ini disebabkan balita
merasa sudah kenyang baik karena jajan maupun karena susu.
Berikut kutipannya :
“Ya kalo abis-abis kalo kagak ya kagak, kenyang kali makan
itu jajanan juga kali ya. Jadi kenyang ama gituan. Susu 2
apa 3x setiap hari. Dia mau aja sih, cuma makannya kagak
mau, kenyang ama susu. Ya maksudnya kalo nyusunya ampe
5 botol gitu ya sehari, gak mau makan, paling makannya
dikit doang. Jadi dijatahin cuma 3x, paling kalo susu-susu
warung tetep minum.”
Informan pendukung juga membenarkan jika cucunya makan
dengan jumlah yang sedikit karena sangat sering jajan atau karena
kebanyakan minum susu. Berikut kutipannya :
67
“Jajan mulu sama kalo banyak minum susu makannya dikit.”
Informan utama mengakui balitanya jajan dalam sehari
mencapai Rp 5.000,- bahkan lebih meskipun informan tidak
menyiapkan uang khusus buat jajan balita. Jenis jajanan biasanya
berupa es, permen, kuaci, dan lain-lain. Walaupun informan
terkadang mengetahui bahwa jajanan yang diberikan kepada
balitanya tersebut tidak sehat, namun tetap dibelikan dengan alasan
supaya balita tidak rewel. Berikut kutipannya :
“Kalo lagi kuat jajan paling 5 ribu sehari kadang bisa lebih
kadang kalo lagi gak punya duit ya cuma 2 ribu. Kagak,
paling kalo ada duit itu 5 ribu kalo kagak ya 2 ribu. Tiap hari
mah, kalo gak jajan nangis, kayak tadi orang disuruh tidur
minta jajan. Jajan coklat, bolu yang oreo itu, permen yupi,
chiki kayak kentang, taro, es, jelly drink, permen, kuaci. Iya
sih, kalo jajannya gak sehat mah, kalo sekarang kayak sosis-
sosisan atau nugget-nuggetan yang berwarna tuh, ya tetep
yak kalo anaknya mau ya dibeliin juga, hehe.. ya nangis, ya
dianya pengen dari pada ngadat dijalanan, malu, hehe..”
Sedangkan dalam pemberian PMT-P informan mengaku
balita menyukai susu yang sering diberikan oleh Puskesmas dan
diberikan sebanyak 3 gelas bahkan sampai 5 gelas perhari.
Sedangkan jika tidak mendapatkan susu dari Puskesmas, informan
menggantinya dengan susu kental manis. Sedangkan biskuit tidak
terlalu suka dan hanya dikonsumsi 2-3 keping saja perhari. Informan
68
mengatakan jika pernah berusaha membuat supaya balitanya mau
mengkonsumsi biskuit seperti dibuatkan dalam bentuk agar-agar,
namun balita tetap tidak mau makan biskuit tersebut. Berikut
kutipannya :
“Dia susu 3x kalo lagi mau ya bisa 5x. Kalo dari Puskesmas
abis paling beli susu kalengan. Kalo kalengan 4 harian,
paling seminggu habis 2 kaleng. Biskuit paling sehari cuma 2
atau 3 keping doang. Pernah coba gitu, biskuit pake ager kita
udek, kagak dimakan, agernya doang kadang-kadang,
biskuitnya kan suka ke bawah kadang kan, agernya doang
dimakan.”
Informan pendukung juga membenarkan hal tersebut jika
balita menyukai susu dan kurang suka terhadap biskuit yang diterima
dari Puskesmas. Berikut kutipannya :
“Kalo nyusu mah kuat, tapi kalo ginian mah dia totol pakek
susu yak, paling 1 apa 2 biji.”
Informan juga mengaku jika pernah memberikan susu dari
Puskesmas kepada keponakannya, alasannya karena susu yang
diberikan saat itu bukan susu yang biasa diterima oleh informan dan
balita tidak suka dengan susu tersebut. Sedangkan biskuit tidak
hanya dikonsumsi oleh balita saja, melainkan dikonsumsi juga oleh
informan dan keponakannya. Berikut kutipannya :
“Kalo yang kemaren doang sekali ya gimana dikasih
ponakan, hehe.. gak mau dianya, sekali doang itu mah, lagi
69
itu yang sachetan doang 20 biji, merek apa ya, lupa sih udah
lama bener, jadi susunya udah ada nasinya, udah ada
sayurnya, jadi itu minum susu itu aja udah kenyang gitu, yah
ayunya gak suka, iya dari Puskesmas, bungkusannya warna
putih, kalo beli mahal katanya gitu, ini susu bagus emang
untuk ayu, dianya gak mau. Yang lain mah suka, dancow,
SGM mah suka dia. Ponakan, mamanya juga suka makan
(biskuitnya), hehe..”
Namun, informan pendukung mengatakan jika susu tersebut
dijual untuk keperluan jajan balita. Sedangkan biskuit juga ada yang
konsumsi selain balita, yaitu ponakan informan utama dan informan
utama. Berikut kutipannya :
“Susu dancow sachetan, dia masih ASI dulu belum boleh.
Kita jualin aja bakal jajan dia ini, jualin ke hera yang doyan
dancow, jual 15 ribu. Dapet dari sono 2 sachetan tuh. Ya
mamanya juga makan, kadang si K (ponakan informan
utama).”
b. Informan A
Jenis makanan yang biasa dihidangkan oleh informan adalah
makanan pokok berupa nasi atau mie, sayuran seperti bayam atau
kangkung, dan lauk pauk seperti telur dan tempe. Namun terkadang
balita hanya makan dua jenis makanan saja, menurut informan hal
ini dikarenakan balita merasa bingung dengan banyaknya makanan
dalam satu piring. Berikut kutipannya :
70
“Tapi bima kadang kalo ada semuanya salah satunya gak
dimakan, bingung kali ya, jadi gak kemakan semua, kadang
saya kasih sayur, tahu, tempe, bingung makannya, hehehe..
biasanya sayurnya yang dia makan, kadang tempenya makan
sambil dia main gitu. Pernah, mungkin karna masih kenyang,
jadi makan nasinya aja, sayurnya sama lauknya disisihin
gitu.”
Informan biasanya memasak makanan sehari 2 kali dan
sering membuat makanan cemilan untuk balitanya seperti puding
dan agar-agar, hal ini dilakukan supaya balita tidak bosan, tetap mau
ngemil, dan tidak jajan di luar rumah. Berikut kutipannya :
“Karna masak 2x jadi pagi masak ntar siang masak lagi buat
persediaan sore gitu, biasanya setengah 6 tuh udah masak,
siangnya jam 3 masak lagi, apa masak mie telor, telor dadar
gitu, tergantung bocahnya minta apa gitu, gak mesti sih
mbak. kadang saya bikinin ager-ager, kemaren saya bikinin
jelly habis tak kasih susu, biar bocahnya gak bosen gitu, ntar
biscuit terus takutnya bosen jadi gak mau ngemil lagi gitu.
Jadi kalo jajan ke warung mintanya roti, susu, gitu, kalo
yang chiki-chiki kan belum tau, saya takut ntar kalo tau jadi
ketagihan.”
Informan mengaku tidak memberikan buah secara khusus
setiap hari kepada balitanya. Namun membelikan buah sekitar dua
kali seminggu. Berikut kutipannya :
71
“Tadi pisangnya saya kasih 1 biji gak habis, dia sukanya
salak mbak, kalo jeruk atau apa harus diambil isinya dulu,
gak bisa makan kalo sendiri. 2x seminggu biasanya beli
jeruk, mangga, atau pisang. Saya gak beli banyak sih mbak,
biar bocah gak bosen jadi saya beli sekilo dulu tapi lain
jenis.”
Dalam sehari balita mengonsumsi nasi rata-rata sekitar 130 -
200 gram, lauk pauk 30 - 70 gram, sayuran 50 gram, dan susu 40 -
50 gram perhari. Hal ini dibenarkan informan, karena balita sering
diberikan cemilan, sehingga merasa kenyang dan sedikit
mengonsumsi makanan utama. Berikut kutipannya :
“Iya sih, mungkin karna kebanyakan makan roti, roti biskuit
apa namanya ya yang gandum itu yang dalemnya ada
coklatnya, tadi cuman dikasih kakaknya sama masnya 2 biji
selainnya dihabisin sendiri 1 bungkus itu, jadi sukanya
ngemil gitu mbak. Kalo susu tergantung bocahnya kadang
kalo bocahnya minta saya bikinin, bisa 2-3 gelas.”
Hal serupa juga disampaikan oleh informan pendukung.
Berikut kutipannya :
“Nasi pake telor. Ya kalo lagi habis ya habis, kalo gak ya
kenyang mungkin ya. Soalnya kan mamanya tak suruh
bikinin cemilan buat anaknya biar gak jajan. Kalo pun minta
jajan di warung kayak misal habis nganter kakaknya sekolah
ya paling minta susu apa roti, gitu aja. Iya, satu sampai dua
72
kali seminggu saya beliin (buah), kan lewat pasar kalo
pulang kantor.”
Informan mengatakan jika balitanya menyukai PMT-P yang
diberikan oleh Puskesmas, baik itu susu maupun biskuit. Namun,
jika dari Puskesmas tidak ada maka informan sesekali membeli susu
kotak cair, dan diberikan hanya jika balita minta, karena menurut
informan balita cepat bosan sehingga tidak diberikan kecuali
balitanya yang minta. Selain itu, balita tidak mau makan jika terlalu
banyak diberikan susu. Untuk biskuit balita bisa menghabiskan
setengah bahkan satu bungkus dalam sehari. Selain balita, biskuit
juga dikonsumsi oleh dua kakaknya. Berikut kutipannya :
“Suka. Sama ayahnya kadang dibeliin susu ultra itu mbak.
Cuma kalo gak ada dia gak minta susu, kalo lagi dibeliin dia
mau. Tergantung bocahnya kadang kalo bocahnya minta
saya bikinin, soalnya bocah suka bosen gitu mbak kalo itu
(susu) terus, mintanya air putih, sehari paling 1-2 gelas.
Cuman jangan terlalu sering gitu biar dia mau makan, kalo
dikuatin minum susunya ntar makannya susah. Tadi cuman
dikasih kakaknya sama masnya 2 keping selainnya bocahnya
habisin sendiri 1 bungkus itu.”
Informan pendukung juga mengatakan hal yang sama, jika
balitanya suka susu dan biskuit dari Puskesmas. Selain balita,
informan juga mengaku jika kedua anaknya yang lain juga ikut
mengkonsumsi biskuit tersebut. Berikut kutipannya:
73
“Itu kemarin saya beliin susu ultramilk yang gede habis buat
dia sendiri dari pagi sampe sore. Iya, kadang kakaknya juga
suka makan, namanya anak-anak ya.”
Informan utama dan informan pendukung mengaku tidak
pernah memberikan PMT-P kepada orang lain. Berikut kutipannya :
“Gak pernah ya. Anaknya juga suka kan.”
“Gak.. Gak pernah.”
c. Informan S
Makanan pokok yang biasa dikonsumsi setiap hari adalah
nasi atau mie instant, sedangkan lauk balita lebih senang makan telur
daripada jenis lauk pauk yang lain, dan untuk sayur biasanya balita
hanya mengonsumsi sedikit dan lebih memilih untuk minum
kuahnya saja. Hal ini dikarenakan informan lebih sering menyajikan
nasi dengan lauk saja, sedangkan sayur tidak karena menurut
informan, jika lauk dicampur dengan sayur akan berbau amis.
Berikut kutipannya :
“Cuma bocahnya yang susah, susah gak mau makan, kayak
ikan gitu gak makan, ini gak makan, susah, paling telor.
Telor sih, seneng aja bocahnya. Kalo bocahnya gak seneng
kita masakin ya gak mau, sama aja. Maunya telor ya beliin,
kadang mie. Susah sih dia kalo sayur-sayuran. Kalo yang
doyan, bening-bening bayem gitu, itu pun hanya mau
kuahnya aja. Ga, kalo pake telor ama sayur kan amis,
kadang kering aja.”
74
Sedangkan buah tidak disajikan sebagai makanan utama
balita, karena informan merasa malas jika hanya ke pasar untuk
membeli buah, selain itu buah dianggap tidak terlalu penting untuk
dikonsumsi. Terkadang informan hanya menyediakan mie instant
atau membeli makanan jadi seperti bakso, hal ini juga karena
informan merasa malas jika harus sering bolak-balik ke dapur.
Berikut kutipannya :
“Biasa aja sih ya (gak terlalu penting). Males jalan kesono
(pasar). Kadang beli buah doang males. Misalnya dari pagi
ampe sore kan masih (ada lauk atau sayur), kadang malem
bosan gitu ntar minta mie atau kalo ada bakso malang minta
bakso malang. Males masak mulu, gak ah, itu aja, males,
ribet. Pagi masak sore masak, males bolak-balik cuma ke
dapur doang.”
Informan pendukung juga mengatakan bahwa informan
utama kurang terampil dalam hal memasak, dan makanan yang
diberikan pada balita biasanya sesuai dengan keinginan balita.
Berikut kutipannya :
“Gak bisa dia, kurang. Ini aja yak, kan dagang bubur gini
kan banyak yang dimasak yak, yang masak yang ngebumbuin
yang ngeracik saya, ya kaya goreng kerupuk, bawang ya
bisa, kalo yang ngebumbuin ya saya. Ya sukanya makan
sama telor anak saya itu. Bukan berarti kita nurutin kemauan
anaknya banget sih, kan ada masakan buat anak-anak terus
75
ga dimakan mintanya malah yang lain, ya yang kenyang
orang tua-tuanya juga. Jarang sih kalo buah ya.”
Rata-rata konsumsi balita dalam sehari berkisar antara 100 -
150 gram nasi, 30 - 50 gram lauk pauk, dan 20 gram sayur. Informan
memberikan susu sekitar 40 gram perhari. Informan membenarkan
jika balitanya sehari-hari mengonsumsi makanan utama dengan
jumlah seperti itu dan informan berpendapat jika balitanya merasa
kenyang atau jika balita sedang sakit maka makannya akan sedikit.
Berikut kutipannya :
“Iya, karna udah kenyang jajan, kayak permen, udah
kenyang ngemil, jajan kayak es, kerupuk, ya gitu. Ya paling
berapa suap udah. Kalo udah batuk juga gak mau makan
bocahnya, ngerasain sakit di sini (tenggorokan) kali ya,
dipaksain makan kasian malah muntah. Kalo susu bangun
tidur sama sebelum tidur aja.”
Informan mengaku selalu membelikan jika balita minta jajan,
kecuali jika balita sedang sakit kadang tidak dituruti permintaannya.
Bahkan dalam sehari balita bisa jajan lebih dari Rp 10.000,-. Berikut
kutipannya :
“Ya itu, semintanya dia bae, apa yang dia minta saya beliin,
iya jajan. Hhmm, ga bisa diitung. Kalo lagi kumat ya ampe
10 ribu, kadang lebih, gak bisa matokin saya mah, gak,
jarang (gak dibeliin). Biarin, hehe.. kadang kemana-mana
76
saya siapin duitnya, kalo gak minta ya biarin aja. ya kalo
gini (sakit) saya larang, susah sih bocahnya.”
Informan mengaku tidak bisa melarang balitanya untuk tidak
jajan karena jika tidak dituruti maka balita akan rewel. Selain itu,
adanya warung tepat di depan rumah informan dan pengaruh
temannya yang jajan membuat balitanya semakin sering jajan.
Bahkan, terkadang informan memberikan jajanan balita tersebut
sebagai lauk. Berikut kutipannya :
“Iya udah biasa gitu, ya dilarang gimana ya, orang kulkas di
depan warung tinggal buka sendiri sih, hehe.. kalo kulkasnya
ada kuncinya kali ya dikunci, ya kalo tiap di warung pasti
ada kulkas ya gimana, bocahnya tiba-tiba udah dibawa udah
diminum, ya kalo lagi ngeliat temannya ya minta. Ya kalo
ada bapaknya masih bisa di ini-in sama bapaknya. Ya
enggak, biar anteng mau makan juga. Jadi kalo sambil
minum es nafsu makannya nambah gitu, jadi minum es
sambil makan nasi gitu. Makanya kadang minta permen ya
sambil makan, chiki kadang buat lauk gitu buat mancing.”
Hal senada terkait dengan kebiasaan jajan juga dikatakan
oleh informan pendukung. Berikut kutipannya :
“Udah gak keitung kalo dia mah, paling kalo ada saya di
rumah aja dia gak jajan, jajan es mulu tuh ya gimana
warungnya depan rumah ya.”
77
Untuk PMT-P dari Puskesmas, informan utama mengaku jika
balita hanya menyukai biskuitnya saja dan dalam sehari dihabiskan
sebanyak 5 keping, sedangkan susu balita tidak mau karena
menurutnya tidak enak atau rasanya asin. Sehingga informan
mengganti susu tersebut dengan susu kental manis yang biasa
diberikan dua kali sehari. Informan tidak berupaya untuk membuat
balitanya menyukai dan mau mengkonsumsi PMT-P tersebut dengan
alasan susu tersebut tidak sesuai dengan umurnya. Berikut
kutipannya :
“Doyan. Paling 3 keping sekali makan, ntar bikin lagi 2.
Ngambil (dari Puskesmas), tapi gak minum, dia mah kan gak
doyan susunya katanya asin paling makan biskuitnya aja
sama teh gitu. Dia gak mau sih, kadang udah gak ukurannya,
saya juga takut. Minumnya susu sachet saya beliin, minum
pagi ama malem.”
Informan pendukung juga mengatakan hal yang sama bahwa
balitanya diberikan susu kental manis karena tidak suka dengan susu
yang diberikan dari Puskesmas. Berikut kutipannya :
“Dia mah minumnya susu itu, sachet yang manis. Kalo yang
dari Puskesmas gak doyan, gak ada rasanya katanya. Yang
penting mah dia mau minum susu ya, karna makannya juga
sedikit kan.”
Sedangkan menurut informan pendukung dari Staff
Puskesmas, tidak masalah jika balita tersebut diberikan susu
78
meskipun tidak sesuai dengan umurnya karena berat badan balita
masih kurang dan tidak sesuai dengan usia yang seharusnya. Berikut
kutipannya :
“Iya, karna kan berat badannya tidak sesuai dengan
umurnya. Jadi gak apa-apa itu.”
Informan utama mengakui jika susu yang diperoleh dari
Puskesmas diberikan ke saudaranya dikarenakan balita tidak suka.
Sedangkan biskuit juga bukan hanya balita yang mengonsumsi,
melainkan kakak balita, bahkan orangtua balita juga terkadang ikut
menikmatinya. Berikut kutipannya:
“Ya itu kalo dapet dari Puskesmas aja saya kasih kesono
adek saya, habis dikasih gimana gak diambil, sayang kan, tak
kasih ponakan saya aja, umurnya segini sih 2 tahun. Mas
nya, mbak nya, kadang saya sama bapaknya paling satu dua
kalo lagi pengen gitu.”
Informan pendukung juga mengatakan hal yang sama bahwa
informan utama selalu memberikan susu yang diperoleh dari
Puskesmas kepada saudaranya. Berikut kutipannya :
“Ya itu kalo dapet dari Puskesmas dikasih ke adeknya terus.
Bocahnya doyan susu sachet ya. Daripada gak keminum
kan.”
d. Informan N
Informan N mengaku balitanya tidak mau makan nasi,
bahkan takut dengan nasi. Jadi untuk menggantikan nasi biasanya
79
informan memberikan bubur atau mie instant. Selama observasi
balita juga terlihat sangat jarang makan sayur. Untuk lauk pauk
balita biasa mengkonsumsi telur, tempe, atau sosis. Makanan yang
diberikan biasanya sesuai dengan permintaan balita saja. informan
tidak menyiapkan makanan khusus. Selain karena informan bekerja,
menurut informan keluarganya menjadi tidak suka makan karena
terpengaruh oleh kebiasaan balitanya tersebut, sehingga informan
juga jarang memasak. Berikut kutipannya :
“Kagak, orang takut kak, dikasih 1 (nasi) aja begini nangis
emang dari kecil, kagak doyan nasi. Ya tergantung dia
mintanya aja, kayak makan juga gak bisa dipaksain harus
makan ini, enggak. Paling dia jajan atau mie, kalo bubur
juga masih mau dia. Jadi pada kebawa ini (balitanya),
abangnya gitu kakak-kakaknya juga, jadi asal dateng ga
ribut makan jadinya, kagak ada yang ma makan-ma makan,
iya kalo berangkat mah berangkat aj gitu, kalo pulang paling
kalo misalnya dia laper mie goreng aja biasa udah tidur bleg
gitu, jadi pagi jarang masak nasi, kadang nasi saya masak
kebuang.”
Sedangkan menurut informan pendukung balita tidak mau
makan nasi sekitar satu tahun ke atas, hal ini dikarenakan balita
merasa bosan dengan makanan yang disajikan tersebut. Berikut
kutipannya :
80
“Soalnya waktu itu dia masih doyan ama nasi pas sebelum
bisa jalan, kan dia lagi bisa jalan 2 tahun kan yak, ee.. pas
itu masih suka makan nasi pake kuah mie telor gitu masih
mau, tapi pas udah lama-kelamaan mungkin bosen apa gitu
udah gak mau, sekitar setahun apa setahun setengah gitu lah,
gak tau bosen mungkin, tapi makin kesini malah makin parah
misalnya dikasih nih, dikasih makan tapi 2 suap udah, kayak
gitu udah, makin lama makin berkurang, dia cuman mau mie
nya aja gitu.”
Sedangkan untuk jenis makanan lain informan mengaku jika
balitanya suka pilih-pilih seperti seperti balita tidak mau bakso yang
dagingnya lebih terasa. Berikut kutipannya :
“Makannya telor rebus kadang bakso dia pake mie. Cuman
bakso dia yang banyak dagingnya kagak seneng, dia daging
gak mau. Kadang telor didadar pake terigu. Sayur sih masuk
taro dimangkok kayak sayur bayem, sawi putih. Paling kalo
kita abis masak pas abis mateng kita kasih kadang abis, kalo
siang gak, paling sehari sekali doang. Tempe ama tahu kalo
digoreng seneng banget digadoin makan pake sambel.”
Hal yang sama juga diungkapkan oleh informan pendukung,
bahwa balita hanya menyukai beberapa jenis makanan saja. Berikut
kutipannya :
“Ya kalo sayur masih mau yang penting ada kuah-kuahnya,
sayur apaan aja sih mau, kalo nasi gak mau. Kalo tahu dia
81
mau, kalo ayam dia gak, misalnya makan bakso kadangkan
ada daging-dagingnya keluar dikit itu dipilihin ama dia, gak
mau, makanya dia sendiri doang ne yang aneh, daging gak
suka, ayam gak suka, ikan juga gak.”
Untuk buah-buahan, informan mengatakan hanya
menyediakan jika balita meminta, karena menurut informan akan
sia-sia jika sudah dibelikan namun balitanya tidak mau makan.
Berikut kutipannya :
“Buah suka, buah apa aja sih dia suka. Tergantung anaknya
juga sih, paling kalo dia minta langsung dibeliin, soalnya
kalo gak pasti gak dimakan percuma juga.”
Balita hanya mengonsumsi makanan pokok sebesar 100 - 200
gram perhari, lauk pauk sekitar 60 - 100 gram, sayuran sangat
jarang, dan susu 40 - 50 gram perhari. Menurut pengakuan informan,
karena balita tidak suka nasi dan beberapa jenis makanan lain, jadi
informan bingung mau memberikan asupan makanan seperti apa
untuk balitanya, jadi informan membiarkan balitanya untuk jajan,
bahkan informan menyebutkan jika jajanan tersebut sebagai
makanan utama balitanya. Berikut kutipannya :
“Tergantung dia aja kalo makan yak, kalo dia rasa laper ya
abis, kalo kagak ya paling dimakan sedikit. Kalo bocahnya
kayak gini bingung, udah dicoba kentang direbusin kagak
mau juga. Kalo orang mah jajan buat makanan tambahan
82
kalo dia makanan utama dia itu. Bisa beberapa kali 3x,
tengah malem juga minta susu kalo bangun.”
Informan mengaku kewalahan karena setiap hari balitanya
jajan, baik itu bubur, mie instan, gorengan, atau jajanan seperti chiki,
es, permen, dan sebagainya. Menurut informan hal tersebut wajar
saja karena balita hanya mau makan makanan seperti itu. Berikut
kutipannya :
“Jajan gak keitung mah dia. Ya kadang ampe 30 rebu 40
rebu, kadang keteterannya begitu, kalo dia haus kadang
belinya teh gelas, kadang 3x kadang bisa 4x, ya jajan-jajan
makanan biasa gitu kayak es krim emang dia seneng itu.
Emang iya, pasti saya tinggalin kalo lagi pas-pasan 25ribu
itu sampe ke kerjaan kepikiran cukup apa enggak gitu kan.
Gak (dilarang) sih, soalnya mungkin mikirnya karna dia gak
doyan makan juga kali yak, jadi kasian kalo dia gak jajan
juga nanti laper atau gimana, kayak gitu jadi biar aja deh,
biar dia kenyang, kenyang jajanan gitu.”
Hal yang sama juga dikatakan oleh informan pendukung,
bahwa balita sangat sering jajan. Berikut kutipannya :
“Kalo jajan sih udah gak keitung, bisa lebih dari 7x, sekali
jajan banyak, paling jajan chiki-chiki doang, jajan apa aja
maunya makanan anak-anak kecil, kalo es, coklat suka
banget dia, kayak roti, snack-snack. Kalo nangis pasti ujung-
83
ujungnya jajan kayak gitu. (gak pernah dilarang) Habis dia
kalo dibilangin ngambek mulu sih, iya jadi berisik, males.”
Menurut informan utama, balitanya suka dengan PMT-P
yang diberikan oleh Puskesmas baik itu susu maupun biskuit dan
informan juga mengatakan jika pemberian PMT-P tersebut penting
bagi balitanya yang tidak suka makan nasi. Informan biasanya
memberikan sebanyak 3 sampai 4 gelas susu sehari bahkan bisa
lebih dan sejak tidak mendapat PMT-P informan menggantinya
dengan susu kental manis, sedangkan biskuit bisa habis satu bungkus
dalam sehari. Berikut kutipannya :
“Suka dia mah. Ya penting sih, bagi bocah yang gak doyan
nasi mah penting banget, kalo orang mah makanan
tambahan kalo dia makanan utama dia. Paling kalo siang
doang ga nyusu, kalo malem bisa 2x, kalo dulu kan susu dari
PKM, kalo sekarang sih susu kaleng biasa kayak gitu, 1
kaleng paling 2 hari habisnya, kadang bisa beberapa kali 3x,
tengah malem juga minta susu kalo bangun. Kalo biscuit
kadang kalo dia lagi mau makan seituan (bungkus) abis
semua.”
Informan mengatakan jika tidak pernah memberikan PMT-P
kepada orang lain, namun biskuit tidak hanya dikonsumsi oleh balita
saja melainkan juga oleh nenek balita. Berikut kutipannya :
“Gak ya, dia kan doyan banget. Paling neneknya doang suka
minta.”
84
Hal serupa juga diungkapkan oleh informan pendukung.
Berikut kutipannya :
“Gak kayaknya. Kadang juga kan nenek minta, dia suka
dicelupin ke susu. Ya kadang raihannya pelit, kadang kalo
neneknya minta diumpet-umpetin dulu sama mama gitu,
dianya pelit soalnya.”
e. Informan E
Jenis makanan yang sering diberikan oleh informan E adalah
makanan pokok seperti nasi dan bihun, lauk pauk seperti telur,
sedangkan tahu dan tempe menurut informan balita tidak terlalu suka
dan ikan sangat jarang diberikan karena menurut informan jika balita
makan ikan, perutnya tidak mampu menabungnya sehingga akan
dikeluarkan lagi atau Buang Air Besar (BAB). Sayuran seperti sawi
putih dan toge, selain itu biasanya informan hanya memberikan kuah
sayurnya saja.
“Paling nasi, telor, kuah. Kalo bayem kagak mau dia mah,
kuahnya doang. Iya, dia mah togenya aja, toge aja ada
kuahnya gitu, nasinya ntar belakangan kalo togenya udah
abis baru dimakan. Kalo tempe dia kurang, tahu juga
kurang, kalo ayam makannya bukan ayam tapi ceker sama
tulang yang muda itu, dagingnya kagak dimakan, ikan juga
jarang. Emang dianya kalo lagi makan ikan berak-berak
mulu. Kan lagi doyan ikan lele, saya beliin setengah kilo,
85
habis sekali 3, siang makan, sore makan, makan mulu sehari
bisa makan berapa kali.”
Hal yang sama juga diungkapkan oleh informan pendukung,
bahwa balita tidak boleh makan ikan, karena perutnya tidak kuat
menampungnya. Berikut kutipannya :
“Iya, dia ada maag. Gak boleh makan ikan, lele, makan ikan
mas, somay, ikan cue, makanya yang bau amis-amis telor gak
boleh dulu, dilarang gak boleh. Itu bau amis, perutnya gak
mau nabung. Bocahnya doyan, sampe dalem langsung
keluar, gak kuat, keluar lagi, eneg kan.”
Sedangkan untuk buah-buahan informan tidak menyediakan
setiap hari karena menurut informan balita tidak suka makan buah,
dan diberikan hanya ketika balita minta saja atau ketika balita sedang
sakit diare. Berikut kutipannya :
“Bocahnya kan gak suka buah, paling jeruk doang beli sekilo
itu juga kalo lagi dia minta doang. Dia mah berak-berak
mulu jadi saya kasih pisang biar mampet.”
Informan pendukung juga mengatakan bahwa balita jarang
mengonsumsi buah meskipun kadang tersedia di rumah. Berikut
kutipannya :
“Buah kadang sering beli buat engkongnya, gak mau
bocahnya, paling kalo lagi minta tak kasih separohnya. Kan
kadang momongan saya suka makan, jadi dia pengen juga
kali yak, yaudah gitu.”
86
Jumlah konsumsi makanan pokok perhari berkisar antara 200
- 250 gram, 80 - 150 gram lauk pauk, kurang dari 50 gram sayur, dan
susu hanya diberikan jika balita memintanya. Informan mengatakan
jika balitanya makan sedikit akibat kekenyangan oleh jajan. Balita
bisa menghabiskan Rp 10.000,- dalam sehari hanya untuk jajan dan
informan biasanya memilih untuk membelikan balitanya jajan
supaya tidak rewel atau karena kasihan jika teman balitanya jajan
sedangkan balitanya tidak jajan. Berikut kutipannya :
“Iya, makannya dikit kalo kekenyangan jajan. Sama
engkongnya dijajanin mulu. Chiki paling mah, permen,
paling mah es doang, es kelapa, cendol, gak kalo biskuit dia
jarang, orang depannya warung di pinggir jalan. Bisa
goceng kadang ga tentu juga, bisa 10 rebu, paling disediain
bapaknya goceng, ntar neneknya lain goceng, engkongnya
laen. Ya karna dia minta, kalo gak dikasih ya nangis, biar
jangan berisik, dia mah cerewet. Tetep bae jajan mulu, kalo
gak jajan kasian bocahnya ntar dia melongo bae, kadang
saya itu kasih jajanan di dalam sini, tetep bae jajan yang itu
lagi. Ncingnya beliin ale-ale sama jelly drink ditaroh di
kulkas, tetep bae jajan, padahal kan itu ngenyangin yak.
Paling 1x doang kalo itu, bikin susu, kagak nentu tiap hari
juga, kalo dia minta doang. Kalo lagi gak minta yaudah
kagak saya beliin.”
87
Informan pendukung juga membenarkan jika cucunya sangat
sering jajan. Berikut kutipannya :
“Ya, kalo engkongnya jajanin, ya namanya juga bocah ya,
paling jajannya dibeli buat dikumpulin dikulkas, ya tiap hari
pasti. Ya itu, chiki-chiki itu, kalo biskuit kan dia gak suka,”
Informan mengaku jika balitanya tidak terlalu suka dengan
PMT-P berupa susu yang diberikan oleh Puskesmas sedangkan
biskuit balita suka. Informan hanya memberikan susu sebanyak satu
kali dalam sehari, karena menurut informan jika sering diberikan
dapat menyebabkan anak diare. Jika dari Puskesmas tidak diberikan
susu, maka informan memberikannya hanya ketika balita minta saja.
Untuk biskuit, balita menghabiskan lima keping perhari. Berikut
kutipannya :
“Paling 1x doang kalo itu, bikin susu cuma sekali doang Gak
sih, kagak nentu tiap hari, kalo dia minta doang. Kalo lagi
gak minta yaudah kagak. Ini udah 2 bulan kagak pernah
minta. Ya takut aja kalo setiap hari ngasih saya takut ntar
mencret mulu. Ya apa ya, emang lagi 9 bulan minum susu
ituan ya mencret. 5 keping paling sehari.”
Hal yang sama juga dikatakan oleh informan pendukung jika
balita hanya diberikan susu ketika balita minta saja dan biskuit
dalam sehari dikonsumsi sebanyak 3 - 4 keping. Berikut kutipannya :
“Kan sekarang susu kalo lagi dia pengen doang, ya bisa 3
kadang 4 keping.”
88
Informan mengakui jika PMT-P yang diterima dari
Puskesmas dikonsumsi tidak hanya oleh balitanya saja, melainkan
dikonsumsi juga oleh balita momongan informan pendukung baik itu
susu maupun biskuit. Karena PMT-P dari Puskesmas sudah habis,
jadi jika balita minta susu, maka informan membelikan susu kental
manis. Berikut kutipannya:
“2 kadang-kadang 1 bungkus. Bagi sama aping (momongan).
Kalo susu juga bagi dua kadang-kadang 2 dus kadang 3
sampe sebulan baru abis. Si aping yang makan (biskuit). Beli
yang sachet paling kalo dia minta kalo lagi gak dapet ya.”
Sedangkan menurut informan pendukung, PMT-P yang
diberikan oleh Puskesmas tidak hanya dikonsumsi oleh balita
momongannya saja, melainkan juga pernah diberikan kepada
tetangganya, karena menurut informan tidak ada salahnya jika saling
berbagi dengan orang lain. Terkadang susu PMT-P yang diberikan
oleh Puskesmas diganti dengan susu kental manis oleh ibu balita
momongannya. Sedangkan biskuit dikonsumsi juga oleh encing dan
engkong balita. Berikut kutipannya :
“Iya, dikasihin sama si kembar. Kalo gak punya susu kadang
kasian, dikasih 1 dus sama E, giraangg banget dia, kan
kekurangan susu kasian. Gak papa kan orang bagi-bagi
rejeki, kasian. Dia nyusu katanya kuat banget, bapaknya
belom gajian. Mboh si Aping, ama emaknya dituker, buat
cucu saya dibeliin susu set-setan, susu kaleng. Ditukerin
89
sama mama Aping. Ga suka dia, ga ada rasanya kan. Ya
wika doang, kalo pagi, Aping dibagi dikit, paling encingnya
nyicipin dikit, engkongnya kadang.”
Informan pendukung dari staff Puskesmas dan kader
Posyandu mengatakan bahwa tidak ada pengawasan khusus yang
dilakukan supaya PMT-P yang diberikan hanya dikonsumsi oleh
sasaran yaitu balita penerima PMT-P bukan orang lain. Berikut
kutipannya :
“Kita titip kader tolong kasihin dan diliat, paling cuma
beberapa orang aja kan, gak setiap hari, kader juga sibuk
kan.” (Informan Pendukung Li)
“Kayaknya gak terlalu sampe diawasin juga sih. Kan susu
ada yang berapa-berapa bulan gitu ya, ya kita subtitusikan
buat mereka-mereka yang umurnya sesuai, kan gak mungkin
juga kita kasih susu dengan umur yang gak sesuai dengan
anaknya.” (Informan Pendukung En)
“Gak ada. Paling kalo ada dari Puskesmas tolong kamu liat
si ini, trus kalo ada susu tolong kasih ke ini, udah paling gitu
aja sih.” (Informan Pendukung Ri)
5.4.2 Gambaran Faktor yang Mempengaruhi Asupan Makanan
Faktor yang mempengaruhi asupan makanan yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah ketersediaan pangan, pemberian makanan,
dan pengetahuan informan tentang pemberian makan balita.
90
5.4.2.1 Ketersediaan pangan
Ketersediaan pangan yang dimaksud adalah kebiasaan
informan memperoleh bahan makanan mentah atau jadi bagi
keluarga yang meliputi cara perolehan, waktu atau frekuensi,
jumlah dan jenis bahan makanan.
a. Informan Y
Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan
informan, diketahui bahwa pendapatan yang diperoleh suami
informan adalah Rp 1.000.000,- perbulan dan memiliki
pendapatan lebih sekitar Rp 80.000,- perhari jika suami
informan melakukan pekerjaan tambahan di sekolah, seperti
mengecat, atau bersih-bersih setelah sekolah mengadakan
suatu acara. Sebagian besar uang tersebut digunakan untuk
membayar angsuran motor yaitu Rp 650.000,- dan informan
juga mengeluhkan jika suaminya sangat suka merokok,
bahkan sehari menghabiskan 2 bungkus rokok atau beli rokok
eceran jika lagi tidak memiliki uang. Informan tinggal di
rumah ibunya sehingga tidak perlu lagi menyisihkan uang
untuk membayar kontrakan. Sedangkan uang untuk belanja
sehari-hari diberikan sekitar Rp 10.000,- sampai Rp 20.000,-
perhari. Berikut kutipannya :
“Ayahkan gajinya 1 juta, kemarin buat motor 650,
paling megang berapa, paling 250 perbulan. Ya kalo
lagi ada sampingan dikasih, kalo lagi libur paling
91
kayak ngecat, paling kalo dikasih ya 80, ya
separohnya mah kagak dikasih semua, ayahnya ayu
mah kuat banget rokoknya. Sehari 2 bungkus dia mah,
sebungkus 12 ribu, kalo lagi punya duit itu mah, kalo
lagi gak punya duit paling beli eceran. Ya disuruh
mah disuruh, orang kata dokternya juga udah disuruh
berhenti ntar jangan ngerokok jangan ngopi, tetep aja
masih ngerokok ama ngopi.”
Informan juga mengatakan bahwa setiap hari
berbelanja bahan makanan mentah di warung dekat rumahnya
dan tidak pernah membeli makanan jadi, karena menurut
informan jika membeli makanan jadi tidak mencukupi
seluruh anggota keluarganya yang berjumlah enam orang dan
hanya bisa untuk makan suami dan anaknya saja. Berikut
kutipannya :
“Gak pernah beli sih, abisnya gak pernah beli lauk
mateng gitu, habis kalo beli lauk mateng juga udah
langsung abis, hehe.. maksudnya, saya mah masak
terus, masak sendiri. Kalo beli lauk kita kan keluarga
banyak yak misalkan ada ponakan, emak, kalo beli
lauk mateng yak, beli 3 ribu dikit banget, cuma buat
ayu ama ayahnya, mendingan masak sendiri kan
banyak, ketauan.”
92
Bahan mentah yang dibeli informan biasanya berupa
makanan pokok yaitu beras. Informan setiap hari membeli
beras sebanyak 1,5 liter dan bertahan sampai 4 kali waktu
makan. Jadi dalam sebulan informan memasak sebanyak 45
liter beras untuk 6 anggota keluarga. Untuk sayuran informan
selalu membeli sayur satu sampai dua ikat sawi, bayam, atau
sayuran campur seharga Rp 3.000,- seperti sayur sop yang di
dalamnya sudah termasuk wortel, kentang, buncis, dan kol.
Untuk lauk pauk informan sering membeli bakso,
tempe, tahu, ikan teri, ikan cue, ikan abong, dan jika sudah
tidak memiliki uang informan hanya membeli telur.
Sedangkan ikan basah lainnya seperti ikan patin atau ikan
mas hanya diperoleh ketika suami informan memancing saja
biasanya sekitar dua atau tiga minggu sekali. Untuk ayam dan
daging sangat jarang dikonsumsi, karena keterbatasan biaya.
Sedangkan buah juga tidak pernah disajikan informan sebagai
makanan sehari-hari. Menurut informan hal ini terjadi karena
informan tidak memiliki biaya lebih untuk membeli buah.
Biasanya buah diperoleh saat ada acara tertentu seperti acara
di sekolah tempat suami informan bekerja atau hajatan
tetangga. Berikut kutipannya :
“Sehari 1,5 liter beras. Iya habis sampe pagi,
misalnya masak pagi ini ampe pagi besok masih ada
paling sepiring. Habis itu masak lagi. Belanja sih tiap
93
hari kadang kol, tempe, tahu, itu doang mah,
sayurnya sayur sop. Saya yang belanja. Kalo lagi
ayahnya gak pegang duit, yaudah makannya
seadanya aja. Ya gitu, yang penting ada sayurnya,
ikan ya gitu, ikan cue, ikan asin, ikan tongkol, ikan
teri, tempe, tahu, ya gitu. Ya kalo lagi gak ada duit,
beli telor aja mah. Paling kalo dikasih ya 20rb buat
belanja. Paling sering sayur sop sama sawi beli di
warung. Kalo yang udah campur biasanya 3 ribu
kentang, buncis, kol, yang udah jadi, kalo bakso beli
lagi lain yang 3 biji 3500. Paling misalnya gak pake
bakso tapi pake soun doang, paling beli tempe 3 ribu,
ikan-ikan ini ikan teri, ikan abong, gitu.”
Untuk susu, informan hanya membeli susu kental
manis kaleng. Karena pendapatan yang diperoleh suaminya
tidak mencukupi untuk membeli susu bubuk. Susu bubuk
hanya diperoleh dari Puskesmas atau bidan di Posyandu saja,
selebihnya balita diberikan susu kaleng.
Berdasarkan hasil observasi, makanan yang disajikan
informan sangat berbeda antara awal dengan akhir bulan. Jika
awal bulan terlihat banyak jenis makanan yang disajikan,
namun ketika pertengahan dan akhir bulan informan mulai
membatasi dengan hanya membeli dua jenis bahan makanan
saja. Hal ini dibenarkan oleh informan karena persediaan
94
uangnya sudah mulai menipis. Sedangkan dalam pemilihan
makanan informan memilihnya sendiri biasanya berdasarkan
kesukaan balita terhadap jenis makanan tersebut. Berikut
kutipannya :
“Kan kalo dapet dari posyandu 2 dus paling 2
minggu habis, paling beli susu kalengan lagi. Kalo
kalengan 4 hari, paling seminggu habis 2 kaleng.
Kesukaan dia aja. Kadang-kadang gak nyayur ya
masak mie, mie gelas. Kalo dia mau pake nasi ya
pake nasi. Jarang sih kalo makan mie mah, kalo
emang gak punya duit, gak nyayur, gak ada tempe.
Biasanya pertengahan apa akhir bulan gitu yak.”
Informan pendukung juga membenarkan jika
informan utama selalu masak untuk keluarganya dan tidak
pernah membeli makanan jadi. Informan utama biasanya
sehari memasak 1,5 liter beras dan berbelanja setiap hari di
warung dekat rumah seperti tahu, tempe, sayur sop, ikan teri.
Berikut kutipannya :
“Gak pernah beli (makanan jadi) dia mah. Tiap hari
beli sayur di ono (warung) belakang, iya, tahu, tempe,
sop, teri, macem-macem. Beras 1,5 liter ampe besok
tuh baru masak lagi dia.”
95
b. Informan A
Informan memiliki suami yang bekerja sebagai salah
satu karyawan percetakan dan dalam sebulan memperoleh
pendapatan sekitar Rp 1.700.000,- dipotong BPJS Rp
250.000,- kontrakan Rp 550.000,- dan memiliki 3 orang
anak. Anak pertama sudah menempuh pendidikan SD dan
biaya perbulan gratis dari Pemerintah, sedangkan anak kedua
masih duduk di bangku TK dan harus membayar iuran
sebesar Rp 40.000,- perbulan. Dalam hal belanja untuk
kebutuhan sehari-hari dilakukan oleh suami informan saat
pulang kerja, informan hanya menitipkan catatan belanjaan.
Informan jarang membeli makanan jadi di luar dan selalu
membuat masakan sendiri di rumah. Hal tersebut diketahui
dari hasil wawancara mendalam dengan informan utama dan
mengenai pendapatan dan biaya lainnya diketahui dari
informan pendukung, karena informan pendukung lebih
mengetahui masalah biaya tersebut. Berikut kutipannya :
“Masak terus mbak, emang gak boleh beli di luar
sama bapaknya. Biasanya mingguan. Kata bapaknya
kamu udah repot yaudah saya aja yang diluar
(belanja), biasanya nyatet trus malem-malem jam 2
kadang ke pasar, kadang pulang kerja.” (Informan A)
“Kalo disini UMR nya kan 1,7. Nanti kepotong BPJS
250, sekolah masnya gratis, sekolah kakaknya 40rb
96
perbulan, kontrakan 550rb perbulan. Ya, saya
(belanja) sekalian pulang, tak mintain catetan aja
sama mamanya. Gak nyampe seminggu biasanya juga
udah abis. Sama saya tak biasain jangan beli di luar,
tau sendiri mbak Jakarta, banyak yang aneh-aneh
sekarang kan.” (Informan Pendukung Ad)
Untuk makanan pokok yaitu beras, suami informan
membeli sebanyak satu karung yang berisi 16 kg untuk 15
hari. Jadi dalam satu bulan informan memasak sebanyak 32
kg beras untuk keluarganya yang berjumlah 5 orang. Untuk
sayur, suami informan membeli untuk persediaan satu
minggu, namun biasanya belum sampai satu minggu sayur
tersebut sudah habis dimasak oleh informan, sehingga paling
tidak suami informan berbelanja sayur sekitar seminggu dua
kali. Jenis sayur yang biasa dibeli adalah bayam, kangkung,
dan sayur sop.
Untuk lauk pauk biasanya informan membeli telur,
ikan teri medan, ikan cue, tahu, tempe, dan sesekali membeli
ayam. Sedangkan daging dikonsumsi hanya pada hari besar
saja seperti lebaran. Untuk susu informan peroleh dari
Puskesmas, bidan atau kader di Posyandu. Jika susu dari
Puskesmas habis, kadang suami informan membelikan susu
ultramilk yang 1000 ml sekitar 2 - 3 kotak untuk satu
minggu.
97
“Biasanya beli beras perkarung yang 16 kilo untuk 15
hari, jadi sebulan beli 2x yang 16 kilo. Gak nentu sih
mbak, sekitar 100 ribu sekali belanja mungkin ya, kan
bapaknya yang belanja. Paling bayem, kangkung,
tempe, tahu, telor, kadang ikan atau ayam kalo uang
lagi ada. Susu dapet dari Bu Li Puskesmas, kalo gak
ya dari bidan Posyandu, iya habis katanya. Paling
dibeliin bapaknya susu ultra yang gede itu 2 apa 3
kotak buat satu minggu.”
Hal yang sama juga diungkapkan oleh informan
pendukung mengenai cara memperoleh bahan makanan dan
jika susu dari Puskesmas habis, informan kadang
membelikan balita susu cair. Berikut kutipannya :
“Iya, yang 16 kg itu, sebulan 2 karung. Gak nentu sih ya
mbak, seratusan mungkin ya. Ya kayak biasa aja bayam,
telur, kangkung, gitu. Saya beliin, kemarin itu susu
ultramilk yang gede habis buat dia sendiri dari pagi
sampe sore. Kalo susu ultra yang ukuran kecil kadang
habis 5 kadang 6.”
c. Informan S
Informan S memiliki suami yang bekerja sebagai
penjual bubur ayam keliling, yang berjualan mulai dari jam
06.00 pagi sampai dengan jam 09.00 atau jam 10.00
menjelang siang. Suami informan berjualan sekitar enam atau
98
lima kali dalam seminggu. Setelah pulang dari jualan bubur
biasanya suami informan mencari pekerjaan tambahan
sebagai buruh serabutan seperti kuli bangunan. Pendapatan
yang dihasilkan kurang lebih sekitar Rp 1.500.000,- perbulan
dan uang tersebut dipakai untuk membeli bahan untuk jualan
bubur sekitar Rp 250.000,- perhari, membayar kontrakan
sekitar Rp 550.000,- perbulan. Informan memiliki tiga orang
anak yang sudah sekolah, anak pertama SMA, anak kedua
SMP, dan anak ketiga TK. Informan mendapat uang belanja
sekitar Rp 10.000,- sampai dengan Rp 25.000,- perhari.
“Gak tau sih, perhari dari pagi sampe pulang
dagang, dari jam 6-9 gak nentu sih kadang 2 setengah
kadang 300, tergantung rame atau gaknya mbak, saya
gak tau, yang penting saya dikasih buat duit jajan.
Besoknya buat dibelanjain lagi, muterin lagi. Ya lebih
lah, orang ayam ama atinya aja udah 100 ribu
abisnya. Kalo ada (telur puyuh) ya pake kalo lagi gak
ada ya gak pake, bisa 2 setengah habisnya. Ya
ngambil dari bapaknya sebelum dia ke pasar belanja
saya ngambil duluan buat ongkos dan belanja gitu.
Kadang belanja juga nungguin bapaknya, yang
penting buat bocah, mas, dan kakaknya ada aja.”
99
Informan pendukung juga mengatakan hal yang sama.
Berikut kutipannya :
“Ya gak nentu juga yak, kalo lagi rame nih bisa 300
kalo sepi ya seratus lebih. Iya, itu juga buat dipake
belanja lagi, kan saya biasanya jum’at apa minggu
tuh gak jualan, istirahat. Ada sih yak, kalo lagi ada
habis jualan saya nguli. Ya beginilah, seadanya aja.”
Untuk keperluan jualan, suami informan berbelanja ke
pasar, sedangkan untuk kebutuhan sehari-hari informan
hanya membeli bahan makanan mentah atau makanan jadi di
warung dekat rumahnya saja. Untuk makanan pokok seperti
beras dibeli oleh suami informan sebanyak 6 liter perhari, 5
liter digunakan untuk membuat bubur dan 1 liter untuk
memasak nasi. Nasi dari 1 liter beras tersebut bertahan
sampai dua hari untuk 5 anggota keluarga. Untuk sayur,
informan biasanya membeli bahan mentah sayur asem, toge,
atau bayam. Jika tidak berbelanja sayur mentah, informan
hanya membeli sayur jadi ketika balita mau makan saja.
Jenis lauk mentah yang biasa informan beli adalah
tahu, tempe, ikan asin, telur. Untuk buah juga sangat jarang
diberikan, karena di sekitar rumah informan tidak ada yang
menjual buah dan informan merasa malas jika harus pergi
kepasar hanya untuk membeli buah. Untuk susu, informan
memberikan susu kental manis sachet kepada balitanya.
100
Sedangkan susu yang biasa diberikan oleh Puskesmas
informan berikan ke saudaranya, karena balitanya tidak mau
susu tersebut.
Ketika observasi, informan terlihat jarang memasak,
untuk balitanya informan hanya membeli makanan jadi
seperti telur yang disantanin atau tempe orek di warung atau
hanya memasak mie instant. Berikut kutipannya :
“Karna harus beli seperempat atau setengah kilo kalo
di pasar, kalo disini kan bisa beli dikit-dikit. 6 liter
paling buat dagang, saya ambil seliter buat masak.
Kadang ne pagi masak seliter ampe besok masih ada.
Beli sayur ama telor paling di warteg sekali abis,
abisnya masnya kan alergi telor jadi gak pernah
masak telor, saya kasian. Tiap hari belanjanya,
warung depan. Gak tentu, tadi mah beli sayur kadang
20 ribu, 25 ribu, tergantung sayurnya sih. kadang 15
ribu, kadang 10 ribu. Tempe, tahu, kalo ikan jarang.
Maksudnya bocah saya jarang makan. Gak mau, noh
ada (susu). Ntar buat adeknya aja buat adek sepupu
saya aja noh punya anak umur berapa 6 bulan apa
yak. Gak mau dia maunya yang ini (susu kental manis
coklat), gurih kata saya mah.”
Informan pendukung juga mengatakan jika informan
lebih sering membeli makanan jadi di warteg atau
101
membuatkan mie instant untuk balita dan keluarganya.
Berikut kutipannya :
“Semau anaknya aja sih, kalo gak cocok ama
masakan rumah ya beli di warteg tiap kali mau
makan, jarang masak juga mamanya, paling dibikin
mie aja mah.” (Informan Sn)
d. Informan N
Informan N bekerja sebagai buruh di salah satu pabrik
konveksi dan memiliki penghasilan sebesar Rp 2.000.000,-
perbulan. Informan juga memiliki suami yang bekerja
sebagai buruh serabutan. Sehingga diperkirakan memiliki
pendapatan sebesar Rp 3.000.000,- perbulan. Informan
memiliki 6 orang anak, anak yang pertama sudah menikah,
anak kedua bekerja sebagai karyawan sebuah rumah makan,
anak ketiga yang menjaga balita gizi kurang di rumah karena
tidak sekolah lagi sejak SMP kelas 2, anak keempat masih
sekolah SD, anak kelima merupakan balita gizi kurang, dan
anak keenam diasuh oleh kakaknya yang tidak memiliki
keturunan.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari anggota
keluarganya, informan berbelanja bahan makanan mentah
seminggu sekali, yaitu ketika informan sedang libur.
Informan memasak beras hanya 1 kaleng susu saja setiap hari
untuk 8 anggota keluarga, namun nasi tersebut sering
102
terbuang karena keluarga informan jarang makan nasi,
melainkan sering mengkonsumsi mie instant. Berikut
kutipannya :
“Jadi gimana ya, jadi kebawa sama raihan gak pada
suka nasi. Nasi aja suka ke buang gak ada yang
makan, jadi pada ngikutin dia makan mie kayak gitu,
setiap hari masak 2 gelas kecil doang tapi kebuang, 1
kaleng susu kental manis lah, tapi segitu aja gak
abis.”
Informan pendukung juga mengatakan hal yang sama,
bahwa informan berbelanja bahan makanan hanya ketika
informan libur yaitu hari minggu, selain itu biasanya mereka
membeli makanan jadi seperti mie instan karena informan
jarang memasak. Berikut kutipannya :
“Iya, mama (belanja), pas lagi gak kerja, minggu. Ya
beli sayuran, telur, bayam, gitu. Kalo kita mah karna
udah biasa makan mie kali yak makanya jarang
masak, kalo masak paling ya masak mie doang,
biasanya beli aja.”
Jenis sayur yang biasa dibeli adalah bayam,
kangkung, dan sawi. Untuk lauk pauk informan sering
membeli tahu, tempe, bakso, sosis, dan ikan teri atau hanya
membeli lauk jadi saja karena informan jarang masak. Bahan
makanan yang disediakan oleh informan biasanya tidak
103
diolah oleh anaknya, sehingga biasanya informan hanya
berbelanja dan memasak pada saat informan libur yaitu hari
minggu. Sedangkan hari kerja biasanya balita informan hanya
mengkonsumsi mie instant, membeli bubur ayam atau
makanan jajanan seperti gorengan, chiki, dan sebagainya.
Untuk buah informan hampir tidak pernah menyediakan
karena informan membeli hanya jika balita memintanya.
Sedangkan susu, informan membeli susu kental manis kaleng
dan untuk 1 kaleng susu bertahan sampai 2 hari.
“Iya, kan nyetock sayuran ne, ampe ketemu minggu
lagi tuh masih utuh. Kalo siang pengen makan gitu
yak ada sayuran di kulkas dimasak, terserah gitu yak,
ini mah kagak, beli mulu, kalo ada saya paling saya
masakin. Udah biasa disana (pasar), itu kadang sayur
yang kemarin di jual lagi (di warung). Gak tentu sih,
50 sampe 100 buat seminggu, iya kayak tahu, tempe,
sosis, bayem, kangkung, sawi, gitu. Lauk sih paling di
depan di warung, iya kan kasian nenek kadang kalo
gak masak, iya meskipun ada lauk ya makannya tetep
mie juga. Susu mah doyan, kalo dulu kan susu dari
Puskesmas, kalo sekarang sih susu kaleng biasa
kayak gitu, 1 kaleng paling 2 hari habisnya.”
104
e. Informan E
Suami informan bekerja sebagai buruh serabutan dan
mendapat penghasilan sekitar Rp 800.000,- perbulan.
Informan tinggal di samping rumah orangtuanya. Untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari informan membeli beras
sebanyak 5 liter untuk persediaan 2 minggu dan jika kurang
dari 2 minggu beras sudah habis, informan membeli lagi 2
liter. Untuk sayur biasanya informan pendukung yang
berbelanja setiap hari, karena informan memasak di rumah
ibunya. Jadi, informan hanya memasak nasi saja, sedangkan
sayur dan lauk pauk diolah di rumah ibunya. Jenis sayuran
yang sering dibeli adalah toge, sawi, labu, terong, bayam, dan
sayur sop.
“5 liter doang, paling 2 minggu untuk bertiga
bapaknya, paling kalo abis beli lagi 2 liter. Sayur dari
neneknya, biasanya belanja di pasar depan noh. Ya
kayak toge, sawi, labu, bayem, gitu.”
Hal yang sama juga diungkapkan oleh informan
utama, bahwa informan pendukunglah yang setiap hari
berbelanja bahan makanan, sedangkan informan utama
tinggal mengambil makanan yang sudah dimasak untuk
diberikan ke suami dan balitanya. Berikut kutipannya :
“Belanjaan sama saya semua, kan saya dagang, kalo
dagang sekalian apa aja di kulkas ada gitu, bayem,
105
labu, toge apa bae. Ya tiap hari (belanja) kalo lagi
dagang. Kagak nentu, bisa 20 rebu apa lebih. Saya
mah praktis bocahnya. Ne kan ngolahnya bareng
goreng telor, ntar suaminya tinggal ambil aja disini.”
Sedangkan lauk pauk seperti tahu, tempe, ikan teri,
dan telur. Informan jarang memberikan buah untuk balitanya
dan kadang hanya diberikan buah seperti pisang ketika
balitanya diare supaya diarenya berhenti. Untuk susu, tidak
diberikan jika balita tidak memintanya. Bahkan susu yang
diberikan oleh Puskesmas diberikan untuk balita
“momongan” ibu informan, menurut informan balita tidak
menyukai susu tersebut dan diganti dengan susu kental manis
sachet atau kaleng, selain itu informan memiliki persepsi jika
balita sering diberi susu akan buang air terus.
“Paling tempe, telor, ikan asin doyan banget dia.
Asal dia minta aja yang dari Puskesmas bagi dua
ama bocah neneknya, dia kalo mau ya paling saya
beliin susu set-setan itu.”
Hal yang sama juga dikatakan oleh informan
pendukung. Berikut kutipannya :
“Dari Puskesmas kan, mboh si ini (momongan), ama
emaknya dituker, cucu ku dibeliin susu set-setan, susu
kaleng.”
106
5.4.2.2 Pemberian makan
Maksud pemberian makan dalam penelitian ini adalah
praktik atau cara yang dilakukan oleh informan dalam
memberikan makan kepada balita baik makanan utama
maupun pemberian PMT-P yang meliputi porsi, frekuensi,
suasana yang dimunculkan informan ketika memberikan
makan, cara yang dilakukan informan ketika anak sulit makan.
a. Informan Y
Pada observasi hari pertama, sebelum sarapan terlihat
informan Y memberikan 1 gelas susu kental manis, jam 09.00
sarapan dengan 50 gram nasi ditambah 25 gram ceker ayam
dengan kuah, nasi yang dimakan sedikit karena balita ngambek
informan hanya membelikan satu ceker saja. Diantara sarapan
dan makan siang, terlihat balita makan jajanan berupa 1 teh
gelas, ice cream, 3 potong biskuit roma yang dicelupkan
dengan 1 gelas susu kental manis, dan keripik singkong sekitar
20 gram. Jam 13.45 informan memberikan makan siang sekitar
75 gram nasi dengan 15 gram tahu dan kuah, serta 20 gram
ikan patin. Satu jam kemudian balita dibelikan es kelapa 1
gelas oleh suami informan. Makan sore pada jam 16.00, balita
hanya makan 10 gram tahu dan 10 gram ikan patin saja.
Sedangkan makan malam informan terlihat memberikan
sekitar 75 gram nasi dengan 15 gram tahu dan kuah.
107
Hari kedua informan memberi sarapan pada jam 09.30
sekitar 100 gram nasi dengan 50 gram sayur sop yaitu
campuran bihun, wortel, dan 1 bakso. Diantara waktu sarapan
dan makan siang, balita terlihat minum es susu milkuat coklat
3 bungkus, dan 1 gelas susu kental manis. Makan siang pada
jam 13.15 dengan 50 gram nasi, ditambah 10 gram mie soun
pake kuah. Sore hari terlihat balita jajan es oki jelly drink, 1
permen lollipop, dan kerupuk dengan gulali. Makan malam
informan memberikan 50 gram nasi dengan 20 gram tempe
orek dan kuah mie soun.
Sedangkan hari ketiga, sebelum sarapan balita terlihat
jajan 1 bungkus coklat, 1 bungkus kecil bolu oreo, dan 1
permen yupi. Jam 08.00 informan terlihat memberikan 1
bungkus mie gelas untuk sarapan. Di antara waktu sarapan dan
makan siang anak jajan es oki jelly drink, minum susu kental
manis 1 gelas, dan biskuit roma 2 potong. Balita makan siang
sekitar 75 gram nasi dan telur ceplok sekitar 50 gram.
Kemudian setelah magrib balita makan sekitar 75 gram nasi
dengan 3 bakso dan kuah.
Informan mengatakan jika balitanya makan memang
dengan porsi yang sedikit, oleh karena itu terkadang informan
memberi makan balita saat sedang jalan-jalan sore atau ketika
balita sedang bermain. Berikut kutipannya :
108
“Paling secentong, lauknya paling sayur gitu sesendok
sayur yang kecil itu, tempe 1 atau tahu 1. Kadang abis
kadang kagak, sisa paling 3 sendok. Pagi mau (makan),
kalo siang nggak begitu, makannya ga mau, pas sore
baru makan, sore makan gak begitu ini yak, semangkok
sendokinnya juga gak begitu banyak, abis, cuma itu
juga kalo diajak jalan-jalan sore-sore ke sana ke
lapangan, diajak main iya. Paling kalo ada ayahnya
lagi gak mau makan dibawa naik motor sambil makan
ke rumah neneknya. Kalo gak ya di rumah bae.”
Sedangkan informan utama mengaku tidak terlalu
memperhatikan porsi makan balita, frekuensi makan, dan
upaya ketika balita sulit makan, karena balita hanya mau
makan jika disuapi oleh informan utama. Berikut kutipannya:
“Kagak tau yak, makan aja gak mau ama saya, maunya
disuapin emaknya bae. Paling disini (rumah) bae
makannya”
Informan memberikan makan kepada balitanya
sebanyak dua sampai tiga kali sehari. Jika balita terlihat sulit
makan biasanya informan memberikan balita jajanan es,
supaya balita mau makan. Berikut kutipannya :
“Kalo dia bangun ya kadang jam 8 jam 9 baru makan,
kalo dia bangunnya jam 6 makannya jam 7, siangnya
makan jam 2 kadang jam 1, kalo sore jam 5 atau habis
109
magrib, kadang jam 8 dia makan pake bakso suka beli.
Kadang 3x kadang 2x, gak tentu dia mah, kalo lagi
mau ya 3x. kalo sore makan malem gak. Kalo gak mau
makan ne, pernah gak mau makan, yaudah pancing
pake es, minum es sembari makan, gitu. Kayak kemarin
tuh, minta es. Tapi mam ya, iya mam. Gitu dia mah.”
b. Informan A
Pada observasi hari pertama terlihat balita sarapan
pukul 07.20 dan hanya menghabiskan sekitar 30 gram nasi
dengan 10 gram kuah campuran bayam dan wortel. Diantara
waktu sarapan dan makan siang balita terlihat mengkonsumsi
biskuit regal sebanyak 6 potong, susu ultra ¼ gelas, 1 buah
permen, sayur bayam 50 gram pada jam 10.00. Dikarenakan
balita tidur siang terlebih dahulu selama 2 jam, sehingga
informan baru memberikan makan lagi untuk balitanya pada
jam 16.23. yaitu dengan nasi sekitar 50 gram dan sayur bayam
50 gram. Untuk makan malam balita menghabiskan 50 gram
nasi dengan 30 gram telur ceplok.
Hari kedua sebelum sarapan terlihat informan
memberikan 1 potong roti rasa coklat, 20 menit kemudian
informan memberikan sarapan dengan nasi sebanyak 70 gram
ditambah 25 gram tempe, dan kuah sayur sop dengan
campuran wortel, buncis, dan kol. Menjelang siang balita
terlihat minum es susu milkuat coklat. Kemudian tidur siang
110
dan makan lagi pada jam 15.30 dengan 50 gram nasi, 10 gram
mie instant goreng, 20 gram tempe, dan kuah sayur sop.
Malam harinya minum 2 kotak susu ultramilk coklat dan 1
potong roti rasa coklat.
Sedangkan hari ketiga sebelum sarapan balita
mengkonsumsi biskuit gandum sebanyak 5 potong, kemudian
informan memberikan sarapan nasi sekitar 75 gram dengan 20
gram mie instant goreng dan 30 gram telur ceplok. Diantara
sarapan dan makan siang balita terlihat mengkonsumsi biskuit
gandum sekitar 6 potong dan 1 gelas susu ultramilk coklat
sambil menonton televisi dan kemudian tidur siang. Sekitar
jam 16.00 balita makan dengan 75 gram nasi ditambah 35
gram tempe dan 10 gram sambal kacang atau sambal pecel.
Informan biasanya memberikan makan kepada
balitanya dengan porsi kecil dan jika balita mau akan
ditambahkan lagi. Hal ini dilakukan supaya makanan tersebut
tidak dijadikan sebagai mainan oleh balita, karena balita tidak
mau disuapi oleh informan. Balita lebih senang makan sendiri
sambil menonton TV atau bermain. Berikut kutipannya :
“Biasanya saya kasih satu centong dulu, ntar kalo
habis saya tambah, takutnya kalo kebanyakan gak
habis buat mainan, soalnya kalo disuapin gak mau
mbak, jadi makannya sendiri sambil nonton TV atau
111
main gitu. Kadang sama telor, kadang tempe. Nyisa
paling 1 atau 2 suap.”
Informan pendukung juga mengatakan hal yang sama
bahwa balitanya lebih senang makan sendiri sambil menonton
TV, sedangkan untuk porsi makan informan mengaku kurang
tahu mengenai porsi yang diberikan informan utama, dengan
alasan yang penting informan pendukung mengetahui jika
balitanya makan. Berikut kutipannya :
“Iya, dia maunya makan sendiri mbak sambil nonton
gitu, kadang sama mamanya disuapin gak mau. Oh
kalo itu kurang tau ya, gak merhatiin, yang penting
anaknya mau makan kalo saya.”
Informan biasanya memberikan makan kepada balita
sebanyak dua sampai tiga kali sehari. Jika balita sedang tidak
mau makan, informan tidak ada usaha untuk membujuk atau
memaksa balitanya untuk makan, karena menurut informan
jika balita merasa lapar akan minta makan sendiri, jadi tidak
harus dipaksa untuk makan. Berikut kutipannya :
“Tiga kali, pagi, siang, sama sore. Kadang kalo lagi
gak mau makan ya 2x aj pagi sama sore. Gak sih.
Misalnya gak mau makan sekarang ya makannya
siang, kalo dia laper kan minta, misalnya kalo lagi gak
mau saya biarin aja dia tidur dulu, ntar juga minta
sendiri, biasanya kalo paginya gak mau makan,
112
siangnya habis bangun tidur mungkin laper kali ya,
baru ma maem, nyariin apa gitu dikulkas. Gak harus
dipaksain sih.”
Sedangkan menurut informan pendukung, jika balita
tidak mau makan, maka diberikan roti atau susu terlebih
dahulu supaya perutnya terisi. Berikut kutipannya :
“3x sih ya. Dikasih apa yang dia suka misalnya kayak
roti gitu, baru ntar dikasih nasi, maksudnya kan yang
penting biar perutnya keisi gitu, atau dikasih susu baru
nanti dikasih nasi. Ini anaknya kadang susah kadang
gampang makannya. Yang penting anaknya mau makan
dulu.”
c. Informan S
Hari pertama observasi informan terlihat memberikan 1
gelas susu tidak lama setelah balita bangun tidur. Balita sudah
berumur 58 bulan dan mulai jam 07.30 sampai dengan jam
09.00 balita sekolah di Taman Kanak-Kanak (TK) dekat
rumahnya. Jam 09.15 sepulang sekolah balita jajan bakso ikan
sebanyak 6 buah atau sekitar 60 gram dan 1 es teh gelas. Dari
pagi sampai siang tidak terlihat informan memberikan
makanan utama bagi balitanya. Informan menyuapi balita pada
sore hari sekitar jam 16.00 dengan 75 gram nasi dan 20 gram
sayur bayam. Malam hari balita hanya minum 1 gelas susu.
113
Hari kedua nasi setelah bangun pagi informan
memberikan ¾ gelas susu kental manis dan informan tidak
memberikan balita sarapan. Diantara waktu sarapan dan makan
siang balita jajan 2 permen milkita. Jam 12.53 informan
menyuapi balitanya dan balita hanya makan sebanyak 40 gram
nasi dengan sedikit putih telur yang direbus dengan santan,
balita hanya mau minum kuahnya saja. Sambil makan terlihat
balita minum 1 es teh gelas. Sore hari balita jajan 1 bungkus
kacang sukro, 1 bungkus kerupuk kulit, dan 1 bungkus chiki.
Malam hari tidak terlihat informan memberikan makanan
utama, balita hanya diberikan 1 gelas susu sebelum tidur.
Hari ketiga sebelum sarapan balita makan 1 ½ potong
kue brownies sekitar 40 gram dan kemudian makan bubur
ayam dengan kecap sebanyak 75 gram. Sekitar jam 10 balita
terlihat jajan 1 es teh gelas dan chiki 1 bungkus. Jam 2 siang
balita juga jajan 1 es teh gelas dan 1 permen. Informan
memberikan nasi sebanyak 75 gram dengan telur 50 gram dan
kuah pada sore hari. Malam harinya balita tidak makan lagi,
tetapi hanya minum susu saja menjelang tidur.
Informan mengatakan jika balitanya biasa diberi makan
satu centong nasi dengan sebutir telur, dan terkadang tidak
dihabiskan sebanyak 2 sendok makan lagi. Informan biasanya
memberi makan balita ketika balita sedang bermain atau
114
menonton Play Station (PS) di warung internet (warnet) depan
rumahnya. Berikut kutipannya :
“Satu centong kadang abis, kadang nyisa 2 sendok.
Kalo telor ya telor mulu. Seneng aja bocahnya. Paling
yang gak dimakan kuningnya doang sih, kan seret ya.
Ga, kalo pake telor ama sayur kan amis, jadi kering
aja. Makanya kan kalo lagi di warnet itu kan saya
bawain nasi, kalo lagi main layangan juga, kalo gak
gitu ntar gak mau makan. Ntar kata ayahnya ikutin
mah, biar mau makan. Makanya saya ikutin saya
momong.”
Informan lebih sering terlihat memberikan makanan
utama kepada balita hanya satu atau dua kali sehari dengan
alasan balitanya tidak minta makan. Tidak terlihat ada upaya
yang dilakukan informan supaya balitanya mau makan karena
menurut informan percuma dibujuk jika balitanya sudah
mengatakan tidak mau makan. Berikut kutipannya :
“Seininya dia aja, kalo lagi mau makan 2 ya 2 kalo 3
ya 3. Iya, kadang suapin, kalo lagi kagak minta sehari
kagak minta-minta (makannya), paling sore kalo lagi
mau, kalo ga mau ya udah sekali doang. Kalo lagi mau
sambil nonton PS gitu saya suapin mau, tapi kalo lagi
enggak dipaksa tetep aja gak mau. Kalo ga minta kalo
kita paksain capek.”
115
Sedangkan informan pendukung tidak terlalu
mengetahui tentang pemberian makan balita dengan alasan
informan pendukung bekerja. Berikut kutipannya :
“Kurang tau sih saya mbak, saya kerja, itu saya
serahin ke mamanya aja deh, biar mamanya yang
urusin. Kadang kalo bocahnya lagi main saya suruh
ikutin biar mau makan. Susah soalnya anak saya.”
(Informan Pendukung Sn)
d. Informan N
Observasi hari pertama memperlihatkan balita makan 1
potong bakwan sekitar 30 gram pada pukul 08.03, kemudian
minum jamu 1 gelas pada pukul 09.02 dilanjutkan dengan
makan bubur ayam 1 mangkok sekitar 100 gram ditambah
suiran daging ayam sekitar 10 gram di jam 09.43. Balita
terlihat jajan 1 es teh gelas pada pukul 11.22 dan makan biskuit
regal sebanyak 3 potong. Sore hari balita jajan 1 bungkus chiki
dan 1 es oki jelly drink. Malam hari balita makan sekitar 100
gram mie instant rebus ditambah dengan 50 gram telur dan
sebelum tidur balita minum 2 gelas susu kental manis.
Hari kedua balita sarapan hanya dengan 1 butir telur
rebus sekitar 50 gram. Pukul 10.54 balita jajan 2 bungkus
coklat dan 1 buah es kiko. Balita kembali jajan 1 bungkus
biskuit oreo dan 1 es teh gelas pada siang hari. Menjelang
malam balita diberikan sekitar 100 gram mie instant rebus
116
yang telah dicampurkan dengan 1 butir telur atau sekitar 50
gram dan minum 2 gelas susu kental manis.
Sedangkan hari ketiga balita tidak terlihat sarapan,
balita hanya minum 1 gelas minuman soft drink fanta, 1
bungkus wafer coklat, dan 2 bungkus susu milkuat coklat
dingin. Siang hari balita hanya makan sekitar 70 gram bubur
ayam dan sedikit daging ayam disuir. Kemudian balita jajan 1
es teh gelas, 2 batang sosis ayam sekitar 30 gram dan 1
bungkus chiki. Malam hari tidak terlihat informan memberikan
makanan pada balitanya, namun balita diberikan 3 gelas susu
kental manis sampai tertidur.
Informan biasanya memberikan makanan pokok berupa
bubur atau mie instant sebanyak satu porsi, dan terkadang tidak
dihabiskan oleh balita, sedangkan jenis makanan lain diberikan
jika balita minta saja. Balita biasanya makan sendiri sambil
menonton TV tanpa disuapi oleh informan karena informan
bekerja. Berikut kutipannya :
“Bubur aja sih karena kan dia gak suka nasi. Kadang 1
porsi itu habis kadang gak. Bubur atau mie kadang
telur, pokoknya yang gak berbau nasi sih. Kalo yang
lain mah seminta dia aja yak, susah sih bocahnya. Saya
kerja kan, jadi makan sendiri dia depan TV.”
117
Informan pendukung juga mengatakan hal yang sama
bahwa balita sering tidak menghabiskan makanannya. Berikut
kutipannya :
“Iya, 1 mangkok bubur itu, kalo lagi datang mau ya
abis, tapi seringnya sih gak. Sisanya masih banyak
paling kemakan cuma berapa suap. Makan sendiri aja
sambil nonton.”
Balita terlihat tidak memiliki waktu makan yang tetap,
dan hal ini dibenarkan oleh informan karena semua tergantung
atas permintaan balitanya. Jika balita tidak mau makan
biasanya balita memilih jajan dan informan tidak berusaha
melakukan upaya agar balitanya mau makan dan tidak memilih
makanan jajanannya. Berikut kutipannya :
“Pernah, kadang malah suka gak makan, kan kadang
kalo pagi tukang bubur lewat, kalo gak lewat ya gak
makan dia, paling makan mie kalo mau, kalo gak ya
gak, misalnya nih abang laper nih, yaudah beli mie ya,
kadang gak dimakan tuh cuman dibejek gitu doang, gak
dimasak cuma dimakan kering gitu. Dia mah susah sih.
Repot-repot kita masakin yang ini ya kadang dia
mintanya yang lain. Jadi sesuai permintaan dia aja
baru kita masakin. Paling kalo lagi gak mau makan ya
gak sama sekali, paling jajan dia. “
118
Hal yang sama juga diungkapkan oleh informan
pendukung bahwa balita hanya makan sebanyak dua kali sehari
bahkan dalam satu hari jika balita tidak minta makan, balita
tersebut tidak makan sama sekali, hanya makan jajanan serta
tidak ada upaya khusus yang dilakukan agar balita mau makan.
Berikut kutipannya :
“Ya paling dikasih 2x kadang dia kagak mau, ya
tergantung dia yang minta. Kadang dari pagi raihan
gak minta ini-gak minta itu, ya paling jajan doang,
sering gitu. Gak ada sih kak, semintanya aja, susah
dia.”
e. Informan E
Hari pertama observasi terlihat balita makan 1 potong
biskuit regal dan minum susu kental manis pada pukul 07.00,
dan balita baru sarapan setelah pulang sekolah pada jam 09.00.
Informan memberikan sekitar 70 gram nasi dengan kecap
ditambah 1 butir telur sekitar 50 gram yang diceplok.
Kemudian balita jajan 1 permen coklat dan makan nasi lagi 1
sendok makan pada pukul 11.00. Siangnya balita jajan bakso
ikan sebanyak 4 buah sekitar 40 gram. Sekitar pukul 14.00
informan memberikan sekitar 80 gram nasi dengan campuran
20 gram bihun dan kuah bakso. Sore hari balita makan
setengah risol atau sekitar 25 gram. Malam hari balita
119
diberikan sekitar 70 gram nasi dengan 20 gram tempe dan kuah
sayur.
Hari kedua informan memberikan sarapan sebelum
berangkat ke sekolah dengan bubur ayam sekitar 30 gram, dan
sepulang sekolah balita terlihat jajan es, 1 permen. Makan
siang dengan 75 gram nasi ditambah 50 gram telur, dan kuah
sayur bayam. Setelah makan balita kembali jajan 1 permen
coklat, 1 permen relaxa, 1 permen milkita. Pukul 15.55
informan memberikan makan sekitar 70 gram nasi dengan 40
gram telur dadar, 10 gram tahu, dan 20 gram mentimun.
Setengah jam kemudian balita kembali jajan bakso sebanyak 3
buah atau sekitar 30 gram dengan campuran bihun 50 gram
dan kuah bakso. Kemudian makan mangga muda 3 potong
kecil atau sekitar 20 gram, dan makan garam kira-kira 1
sendok teh. Malam balita 30 gram nasi dengan 20 gram tempe
dan kuah sayur.
Sedangkan hari ketiga diberikan sarapan nasi sekitar 70
gram ditambah telur ceplok 50 gram dan sedikit kecap.
Kemudian makan 1 potong kue putu ayu. Menjelang siang
balita jajan es cendol 1 gelas dan permen yupi 2 bungkus.
Siangnya informan memberikan sekitar 50 gram bihun dan
makan pisang goreng sekitar 30 gram. Untuk makan sore
informan memberikan sekitar 80 gram nasi dengan 20 gram
sayur toge dan kuah. Kemudian balita terlihat jajan 1 gelas pop
120
ice. Makan malam informan memberikan balita dengan
semangkok bakso malang, yaitu sekitar 50 gram bihun
ditambah 3 buah bakso atau sekitar 30 gram dan kuah bakso.
Informan mengatakan jika memberikan balita satu
centong setiap kali makan dengan kuah sayur dan terkadang
tanpa lauk. Untuk lauk jenis ikan tidak pernah diberikan
informan kepada balitanya karena menurut informan jika balita
makan ikan bisa membuat balita sakit perut. Informan biasanya
memberikan makan saat balita sedang menonton TV atau saat
sedang bermain di halaman rumah. Berikut kutipannya :
“Nasi sama sayur doang, nasi secentong. Gak (lauk),
dia mah kagak mau, yang penting ada kuahnya aja, ya
ama sayur-sayurnya oyong ama soun gitu. Nyisa 5
suapan paling. Saya mah gak pernah ngasih ikan,
jarang. Emang dianya kalo lagi makan ikan berak-
berak mulu. Paling sambil nonton apa di depan.”
Hal tersebut juga diutarakan oleh informan pendukung
bahwa balita terkadang menyisakan makanan dan tidak boleh
diberikan ikan, selain karena bau amis, perut balita juga tidak
mampu menabung ikan tersebut sehingga bisa mengakibatkan
balita diare. Berikut kutipannya :
“Dia makan ya banyak wika ya, sisa paling 2 suap
doang, kadang bersih, ya namanya juga bocah yak,
kalo lagi enak ya makan terus dia, kalo lagi gak enak
121
ya gak makan. Gak boleh makan ikan, lele, makan ikan
mas, somay, ikan cue, makanya yang bau amis-amis
telor gak boleh, dilarang. Kalo dikasih telor kan eneg
gak boleh. Itu bau amis, perutnya gak mau nabung.
Bocahnya doyan, sampe dalem langsung keluar, gak
kuat, keluar lagi, eneg kan.”
Untuk frekuensi makan biasanya diberikan sebanyak
tiga kali sehari dan ketika balita sedang tidak mau makan,
informan biasanya mengiming-imingkan sesuatu seperti akan
membeli jajanan berupa es jika balita mau makan, dan
sebagainya. Berikut kutipannya :
“Tiga kali, pagi makan, siang makan, sore makan,
makan mulu dia. Paling dibujukin, yaudah dibujuk
diboongin beli es.”
Informan pendukung juga mengatakan hal yang sama
bahwa balita makan sebanyak tiga kali sehari. berikut
kutipannya :
“Mau berangkat ngaji makan nasi, ntar pulang jam 12
makan lagi baru tidur, nah sore makan lagi, 3 kali
sehari. Ya sebelum tidur makan lagi itu bakso, biar
pules tidurnya, kan sekarang susu kalo lagi dia pengen
doang, makannya ya bisa 4 kali kalo lagi enak, kalo
lagi gak enak ya 3x aja. Sambil nonton, kadang dia
makan sendiri.” (Informan Pendukung Er)
122
5.4.2.3 Pengetahuan Tentang Pemberian Makan Balita
Pengetahuan tentang pemberian makan balita yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah informan mengetahui
komposisi makanan bergizi bagi balita, zat gizi dalam
makanan dan sumbernya, serta porsi dan frekuensi makan yang
ideal bagi balita dalam sekali makan.
Pengetahuan orangtua terutama ibu sebagai pengasuh
balita tentang makanan yang bergizi bagi balita merupakan
pengetahuan dasar yang penting untuk mengetahui perilaku
pengasuh dalam memenuhi kebutuhan gizi balitanya.
Pengetahuan mengenai makanan akan berpengaruh pada
bagaimana pengasuh menyajikan makanan tersebut.
Hasil wawancara mendalam dengan kelima informan
utama mengenai komposisi makanan bergizi yang seharusnya
diberikan kepada balita diperoleh jawaban yang beragam,
namun dari jawaban tersebut dapat disimpulkan bahwa
komposisi makanan bergizi menurut informan terdiri dari
makanan pokok yaitu nasi, sayur, lauk, dan buah. Menurut
kelima informan, pemberian makanan bergizi penting dan
alasan empat informan supaya balitanya sehat sedangkan satu
informan mengatakan untuk perkembangan dan kesuburan
balita. Berikut kutipannya :
123
“Menunya harus ada ikan, sayur gitu, tahu, tempe,
habis itu makan buah. Penting, buat perkembangan
kali yak, badannya biar subur gitu.” (Informan Y)
“Sayur, lauk, buah ya. Penting, supaya bocahnya
sehat.” (Informan A)
“Sayuran, lauk pauk, nasi. Iya penting, supaya sehat.”
(Informan S)
“Makan pokoknya nasi ya. Penting sih ya untuk
kesehatan dia juga.” (Informan N)
“Dikasih sayur-sayuran, buah-buahan. Penting, biar
sehat.” (Informan E)
Sedangkan pengetahuan tentang zat gizi dalam
makanan dan sumbernya hanya satu informan yang
mengetahui dan menjawab protein dari ikan, vitamin dari
sayur, energi dari susu, karbohidrat dari buah, dan lemak dari
minyak. Satu informan menjawab protein dari ikan dan tiga
informan lainnya mengaku tidak mengetahuinya atau belum
pernah mendengar mengenai zat gizi dalam makanan. Berikut
kutipannya :
“Kalo makan ikan, daging, tahu, telor ada protein yak,
kalo makan sayur ada vitaminnya apa gitu, kalo energi
kayak susu yak, kalo karbohidrat dari sayur kalo gak
124
salah apa buah kali ya kalo lemak itu yang berminyak-
minyak yak, itu daging juga kali yak.” (Informan Y)
“Hehe,, apa ya, lupa mbak... Protein dari ikan
biasanya.” (Informan A)
“Belum pernah denger sih ya.” (Informan S)
“Kurang tau yak.” (Informan N)
“Gak tau.” (Informan E)
Sedangkan pengetahuan informan tentang porsi makan
yang ideal bagi balita dalam sekali makan satu informan
menjawab porsi nasi sebanyak 2 centong, sayur 1 mangkok
kecil, tempe atau tahu 1 potong, buah 1, dan susu 3 kali sehari
dan satu informan lagi menjawab nasi ½ centong, sayur 1
sendok sayur yang besar, tempe 1 potong, buah 1, dan susu 2
gelas. Satu informan menjawab nasi satu centong, tempe 1
potong, dan sayur satu sendok. Sedangkan 2 informan lain
menjawab nasi 1 centong dan tidak tahu. Untuk pengetahuan
tentang frekuensi makan yang ideal bagi balita semua informan
menjawab pemberian makan pada balita sebaiknya dilakukan
tiga kali sehari. Berikut kutipannya :
“Nasi mah sepiring ya 2 centong sekali makan, sayur
paling gak banyak cuma semangkok kecil, ada lauknya
kayak tahu 1 atau tempe 1 atau kalo ikan udang 1, kalo
ayam sepaha, kalo buah sehari 1 ya bisa jeruk atau
apel. Kalo susu 3x yak gak boleh lebih. Makan 3x
125
sehari. Pagi jam 7, siang jam 12, sore atau habis
magrib.” (Informan Y)
“Nasi secentong, tempe 1 potong, sama dikasih sayur 1
sendok juga. 3x sehari sih. Pagi jam 9, siang jam 3,
malam setengah 8.” (Informan A)
“Nasi ½ centong, sayur 1 sendok sayur yang gede,
tempe 1 potong, buah 1, susu 2 gelas. Makan 3x. Pagi,
siang, sore.” (Informan S)
“Gak tau. 3x. Tergantung anak minta.” (Informan N)
“Kagak tau saya, kalo ngasih ya kasih aja secentong.
3x sehari mah. Semau anak aja kalau minta.”
(Informan E)
Sebagian besar informan mengatakan bahwa pemberian
makanan tambahan itu merupakan pemberian makanan
cemilan, satu informan menjawab makanan seperti roti, dan
satu informan menjawab pemberian susu dan bubur. Untuk
manfaat pemberian makanan tambahan setiap informan
memiliki jawaban yang berbeda, satu informan menjawab
supaya gemuk, satu informan menjawab agar sehat, satu
informan menjawab sebagai pengganti makanan utama bagi
balita yang tidak menyukai nasi, dan dua informan menjawab
tidak tahu. Sedangkan waktu pemberian makanan tambahan
sebagian besar informan menjawab tidak tahu, satu informan
mengatakan dua jam setelah sarapan dan satu informan
126
menjawab waktu pemberian makanan tambahan adalah siang
hari. Untuk jajanan yang baik sebagian besar informan
mengatakan roti dan biskuit. Berikut kutipannya :
“Ya kayak biskuit, cemilan gitu yak. Iya penting biar
dia gemuk kali ya dikasih cemilan. Habis nyarap, kalo
misalnya nyarap jam 7 ya jam 9 atau jam 10 dikasih
biskuit atau bubur kacang ijo. Roti, biskuit yak.”
(Informan Y)
“Ngemil gitu. Biar sehat mbak. Nanti saya agak kasih
jarak, misalnya lagi habis makan biskuit agak ntar gitu
berapa jam baru saya kasih nasi, kadang 1 jam sih gak
tentu. Roti, susu, biskuit roma, kadang saya bikinin
ager-ager.” (Informan A)
“Kayak ngemil apa. Gak tau. Siang, gak tau juga sih.
Biskuit.” (Informan S)
“Paling makan-makanan itu kaya roti, kadang
energen. Ya penting sih, bagi bocah yang gak doyan
nasi mah penting banget, kalo orang mah makanan
tambahan kalo dia makanan utama dia. Gak tau yak.
Sebenernya kayak biskuit, sebenernya chiki juga kagak
baik ya, habis ya gimana dia kalo gak jajan.”
(Informan N)
127
“Susu ama bubur. Gak sih, gak penting, paling dia
minta jajan-jajan bae. Ya kalo dia udah kenyang
yaudah jangan dikasih lagi. Gak tau. Bikin sendiri
kayak ager, ya kue-kue neneknya.” (Informan E)
Informan pendukung dari staff Puskesmas mengatakan
bahwa informasi tentang gizi sering diberikan ketika konseling
dengan informan utama, namun beberapa informan utama
sering lupa atau tidak mengerti dengan apa yang dijelaskan
oleh informan pendukung. Sedangkan informan pendukung
dari kader Posyandu menyatakan bahwa kurangnya keingin
tahuan informan utama terkait gizi dan kesehatan balita. Hal
ini karena disebabkan oleh tingkat pendidikan sebagian besar
informan utama yang masih rendah. Berikut kutipannya :
“Ya kadang lupa, kadang ada ibu yang sudah saya
jelasin terus saya suruh ulang lagi dia bingung, kadang
suka saya jelasin lagi gitu.” (Informan Pendukung Li)
“Ya ibu-ibunya kadang kita pengen ngasih informasi
ya kalo anaknya BB nya turun gitu kan 2 bulan
berturut-turut misalnya nanti jangan pulang dulu gitu,
duh gimana ya kadang gitu, gak bisa diajak
kompromi.” (Informan Pendukung Ri)
128
5.4.3 Gambaran Penyakit Infeksi
Penyakit infeksi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
kasus kejadian sakit selama 3 bulan terakhir, jenis penyakit yang
diderita, serta upaya pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi.
a. Informan Y
Informan mengatakan jika balitanya jarang sakit dalam tiga
bulan terakhir, jika sakit pun hanya berupa demam, batuk, atau pilek
saja sebulan sekali. Menurut informan hal ini dikarenakan balita
terlalu capek bermain, tidak mau tidur siang, atau karena jajan es.
Berikut kutipannya :
“Paling anget doang yak, saya minumin bodrexin. Iya batuk
apa pilek juga, tapi jarang ya, paling sebulan sekali doang.
Paling seharian doang, karena kagak mau tidur siang,
kecapean main, yaudah panas deh, kadang gara-gara minum
es yak.”
Sedangkan upaya terhadap pencegahan penyakit sepertinya
tidak dilakukan oleh informan, hal ini dibuktikan dengan informan
sudah tau jika balitanya akan sakit perut jika makan makanan atau
minuman yang asam, namun jika balita minta informan tetap
memberikan makanan tersebut, begitu pula dengan jajanan yang
tidak sehat, meskipun informan mengetahuinya namun informan
tetap memberikan jajanan tersebut supaya anak tidak rewel. Berikut
kutipannya :
129
“Ya itu yang asem-asem dia mah gak boleh kan, ntar berak-
berak. Ya pernah (dikasih) ya dia nya mau ini, gak ngerti
minta, hehe,, ya dia mah tetep mau, dimakan. Kalo jajannya
gak sehat mah bisa sakit yak, kalo sekarang kayak sosis-
sosisan atau nugget-nuggetan yang berwarna tuh, ya tetep
yak kalo anaknya mau ya dibeliin juga, hehe.. ya nangis, ya
dianya pengen dari pada ngadat dijalanan, malu, hehe..”
Sedangkan dalam hal upaya pengobatan yang dilakukan
informan jika balitanya sakit adalah informan selalu menyediakan
obat warung seperti penurun panas, obat batuk anak yang akan
diberikan jika sewaktu-waktu balita sakit. Namun, jika dalam 3 hari
sakitnya tidak berkurang baru kemudian dibawa ke bidan terdekat.
Berikut kutipannya :
“Saya selalu sediain itu tu bodrexin anak apa obat batuk
buat anak, jadi kalo panas dikit saya langsung kasih
bodrexin. Ntar kalo 3 hari gak turun baru saya bawain ke
bidan yang disono.”
Menurut informan pendukung dalam 3 bulan terakhir balita
pernah sakit seperti demam, batuk pilek. Sedangkan upaya
pencegahan informan utama tidak mengetahuinya, dan jika
pengobatan biasanya diberikan obat yang dibeli dari warung. Berikut
kutipannya :
130
“Ya paling anget, batuk, pilek gitu bae dia mah, jajan es bae
sih. Kalo dulu yak pernah itu kejang apa gitu. Kagak tau
saya.” (Informan Pendukung Ne)
b. Informan A
Dalam tiga bulan terakhir informan mengatakan jika
balitanya sering sakit, seperti demam, batuk, atau pilek. Menurut
informan balita sakit karena tertular oleh temannya atau pengaruh
cuaca atau karena balita sering minum minuman dingin. Dalam
sebulan balita bisa 1-2 kali menderita sakit. Berikut kutipannya :
“Pilek, batuk gitu, cuaca, kadang temen-temennya
(ketularan), kemarin habis sakit juga sakit panas jadi
makannya sedikit, radang mbak, kemarin kan habis musim,
batuk pilek, nelennya sakit, dikasih makan nangis. Iya,
kemarin itu pilek sama panas lagi, kan kemarin cuacanya
panaass trus hujan gitu ya, minta diurutin dia, kadang kalo
kecapean saya urutin biar enak badannya. Bisa 1 kadang 2
kali sebulan.”
Untuk upaya mencegah supaya balitanya tidak sakit sudah
informan lakukan misalnya dengan tidak langsung memberikan air
dingin kepada balitanya, namun hal ini tidak dengan gigih dilakukan
informan karena jika balita tetap meminta air dingin akan diberikan
juga oleh informan dan informan terlihat selalu menyediakan
minuman dingin di dalam lemari es. Berikut kutipannya :
131
“Kalo malem kan mintanya air es mulu mbak. Jadi kan kalo
nganu apa namanya kebanyakan minum es, cuma bima kalo
gak dingin-dingin gak mau, air putih, kadang saya taroh dulu
diatas meja biar gak dingin, mau cuman masih nyariin yang
dingin, iya tak kasih tapi gak banyak, mungkin karna udah
biasa. Main tetep sama teman-temannya. Namanya juga
anak-anak ya mbak.”
Sedangkan jika balita sakit biasanya informan hanya memijat
atau mengurut balitanya. Karena menurut informan, balitanya jangan
dibiasakan minum obat, karena giginya sudah rusak akibat sewaktu
kecil dulu sering diberikan obat jika sakit. Berikut kutipannya :
“Alhamdulillah ini kalo agak capek dikit saya urut gitu, pake
minyak haji ros saya urut. Saya urutin gitu, saya kerokin,
Alhamdulillah berapa lama udah keringetan gitu. Kalo yang
agak ringan-ringan saya tanganin sendiri, seumpamanya
udah agak-agak berat, saya obat, biar ga biasa obat gitu.
Makanya kalo udah segini rada takut kalo dikasih obat,
soalnya giginya udah rusak. Giginya dulu kan bagus, trus
karna sering sakit-sakitan jadi sering dikasih antibiotik. ini
kan anu panas. Ini kalo udah sehat berapa hari, sakit lagi.”
Informan pendukung juga mengatakan hal yang sama bahwa
balita sering sakit karena faktor cuaca dan minum es. Untuk upaya
pencegahan tidak diberikan minuman dingin untuk balita dan
132
pengobatan hanya diurut karena balita tidak boleh dibiasakan minum
obat. Berikut kutipannya :
“Iya mbak, kan sekarang lagi panas-panasnya ya, trus dia
kalo malem gitu, mau tidur minumnya yag dingin-dingin.
Padahal sering tak bilangin jangan minum es. Kalo udah
keliatan mau sakit dipijitin sama mamanya. Demam, batuk,
kalo udah batuk ya pilek. Gak sih ya, jangan dibiasain obat.”
(Informan Pendukung Ad)
c. Informan S
Informan mengaku jika balitanya sangat sering sakit dalam 3
bulan terakhir, seperti demam, batuk, pilek, muntah, dan diare. Hal
ini dikarenakan balita terlalu sering jajan, minum es, atau karena
kecapean bermain. Berikut kutipannya :
“Ya kadang-kadang panas, batuk, pilek, diare kan sering
sebulan 2 atau 3 kali. Iya dia kalo jajan salah minum es apa
gitu langsung batuk, kecapean biasa maen mulu, makannya
kan kadang kurang minumnya es mulu. Gak panas sih
badannya, cuman batuk dari kemaren, kalo lagi batuk dia
muntah.”
Meskipun informan mengetahui penyebab balitanya sakit
seperti karena jajan, namun tidak ada upaya gigih yang dilakukan
informan untuk mencegah agar balitanya tidak jajan makanan atau
133
minuman tersebut kecuali dilakukan hanya ketika balita sakit, seperti
kutipan berikut :
“Kalo makan es langsung itu iya, berak-berak, ampe pucet
tuh bocahnya. Kan kalo lagi minum es itu sakit langsung
batuk, jadi turun timbangannya gitu, panas batuk gitu doang,
ya kalo abis minum es, sehari ampe berapa tuh, batuk, pilek,
buang air. Kalo lagi pas gitu (sakit) ya saya hentiin, tar kalo
udah sembuh ya minum lagi, namanya juga bocah, dimana
ada kulkas ya warungnya tinggal buka doang.”
Informan mengatakan jika selalu menyediakan obat yang
dibeli dari warung untuk diberikan kepada balitanya jika sedang
sakit. Menurut informan, jika balita sakit sebaiknya ditangani
terlebih dahulu dengan cara tradisional seperti dikerokin
menggunakan bawang merah dan minyak. Namun, jika sudah 3 hari
sakit balita belum berkurang maka balita dibawa ke dokter. Berikut
kutipannya :
“Gak. saya tanganin dulu, kalo batuk dikit saya minumin itu
yang formula 44 anak, ya kalo panas saya kasih itu aja
bawang sama asem di parut dan di pijek dikasih minyak trus
saya polesin gitu, adeeemm,, emang obatnya begitu. Cuma
orang jawa gitu ya obatnya. Katanya kalo bocah panas
jangan diselimutin, jangan diapain, dikasih asem ama
bawang aja. Kalo diselimutin takut step. Trus saya minumin
134
bodrexin juga. Kalo 3 hari gak sembuh baru saya bawa ke
dokter.”
Hal yang sama juga diungkapkan oleh informan pendukung
bahwa balitanya sering menderita sakit seperti batuk dan diare
karena sering sekali jajan dan sedikit makan. Namun, untuk upaya
pencegahan informan mendukung sering memberi tahu istrinya
untuk melarang balita supaya tidak sering jajan, sedangkan dalam
hal pengobatan biasanya diberikan obat yang dibeli dari warung.
Berikut kutipannya :
“Iya, dia mah sering ya kayak batuk gitu sering banget
kadang sampe muntah, terus buang air juga. Kalo udah
jajan-jajan kayak es, apa itu macem-macem, makanya sakit
mungkin yak. Sering saya kasih tau mamanya biar ngelarang
gitu, pas ada saya aja dia jarang jajan. Iya, paling beli di
warung depan aja ya.” (Informan Pendukung Sn)
d. Informan N
Menurut informan balitanya jarang sakit selama 3 bulan
terakhir. Balita hanya sakit satu kali dalam sebulan seperti demam,
batuk, atau pilek. Hal ini dikarenakan balita sering mengkonsumsi es
atau minuman dingin, seperti kutipan berikut :
“Enggak sih, jarang yak, paling sekali. Dia mah kalo lagi
batuk, meriang, kalo badannya panas gak dirasain itu. Ya
karna minum es tiap hari dia mah.”
135
Informan hanya sebatas memberitahukan balitanya supaya
tidak jajan ketika sakit, namun tidak ada tindakan secara tegas yang
ditunjukkan informan, sehingga balita tidak menghiraukan perkataan
informan. Sedangkan untuk pengobatan balita ketika sakit tidak
dilakukan karena menurut informan tanpa diberikan obat pun balita
akan sembuh sendiri nantinya, dan uang untuk berobat bisa
digunakan untuk balitanya jajan. Berikut kutipannya :
“Enggak dikasih apa-apa, dia mah kalo lagi batuk, meriang,
kalo badannya panas gak dirasain itu. Kalo lagi panas batuk,
saya bilang bang jangan jajan es, alah mak es-es, es mah
beli aja terus katanya, tar sembuh sendiri. Kayak kemarin
badannya kan panas, saya bilang ke dokter ya bang, kata dia
ah panas segini mah, sayang-sayang tau mending buat jajan
abang aja nanti. Paling sembuh sendiri 3 hari.”
Informan pendukung juga mengatakan hal yang sama bahwa
balita jarang sakit, biasanya hanya demam atau pilek saja dan tidak
ada pencegahan dan pengobatan yang dilakukan jika balita sakit.
Berikut kutipannya :
“Jarang, paling dia anget apa pilek doang, biasa es terus.
Gak ada sih, kadang kalo dia lagi batuk juga kalo minta es
ya beli aja. Gak mau minum obat dia mah. Biarin aja, ntar
kan sembuh sendiri biasanya.” (Informan Pendukung I)
136
e. Informan E
Informan mengatakan jika balitanya sering sakit, baik itu
demam, batuk, pilek, atau diare. Dalam satu bulan balita bisa 3-4 kali
menderita sakit. Menurut informan biasanya balita sakit karena
tertular oleh temannya atau karena sering jajan. Selain itu, informan
menganggap jika balitanya sakit itu adalah pertanda balitanya mau
pintar. Seperti dalam kutipan berikut :
“Dia mah sakit mulu. Bisa 2 apa 3 kali tuh sebulan. Paling
anget badannya, batuk, pilek, berak-berak, gitu bae udah. Itu
gara-gara makan somay kemaren, kadang gara-gara minum
ituan punya engkongnya minum yang jeruk itu, nutrisari.
Pagi-pagi, belon makan nasi minum, ngambil di kulkas
sendiri. Iya main, ya pada ketempelan bocah juga ya itu,
gara-gara makan ya permen, chiki gitu, dia batuk, tapi cepat
kena radang dia mah. Ya mau pinter biasanya kalo sakit ya.”
Meskipun balita sedang sakit, informan terkadang tetap
memberikan makanan yang seharusnya tidak diberikan seperti
penuturan informan berikut yang mengatakan bahwa tidak masalah
jika balita hanya diberikan sedikit makanan pedas meskipun saat itu
balita sedang diare. Seperti kutipan berikut :
“Tadi sih berak-berak. Paling sekali doang udah, tapi kalo
orang lagi makan (pedas) suka minta. Tadi kan makan
lontong itu pake sambel (padahal balita sedang diare).”
137
Dalam hal pengobatan balita biasanya informan memberikan
obat warung terlebih dahulu jika balita menderita demam, diare, atau
batuk. Sedangkan jika balita sedang flu atau pilek, informan tidak
memberikan obat apapun karena menurut informan jika diberikan
obat akan semakin “meler” dan jika sudah 2 hari balita terlihat masih
lemas maka informan kemudian membawanya ke dokter seperti
kutipan berikut :
“Gak, dicegah dulu, dikasih bodrexin. Kalo pilek kan gak
bisa, kalo anget paling saya kasih bodrexin, kalo batuk kasih
OBH anak, kalo 2 hari kagak ini, tiduran bae yaudah bawa
ke dokter. Paling beli tolak angin anak dulu apa mungkin dia
masuk angin. Makanya kalo dia lagi anget buru-buru dikasih
obatnya, disiapin gitu, tolak angin juga, bodrexin. Kalo pilek
gak usah dikasih obat. Sembuh sendiri dia. kalo dia dikasih
obat malah ini, malah meler mulu. Kata Bapaknya gak usah
dikasih obat, ntar kebiasaan. Paling kalo 3 hari gak turun-
turun panasnya bawa kesitu (klinik) berobat.”
Informan pendukung juga mengatakan hal serupa bahwa jika
balita sakit tandanya mau pintar, untuk pencegahan biasanya
informan sering menasehati supaya balita tidak sering jajan di luar.
Sedangkan pengobatan diberikan obat warung saja. berikut
kutipannya :
“Ya namanya juga bocah kan mau pinter kalo berak-berak,
lemas, panas, apa batuk biasanya kalo sakit ada kemauan
138
nakal apa mau apa gitu. Ya tau, kadang tak bilangin juga
jangan jajan di luar terus yak. Paling diminumin obat dari
beli disitu (warung).” (Informan Pendukung Er)
5.4.4 Gambaran Faktor yang Mempengaruhi Penyakit Infeksi
Faktor yang mempengaruhi penyakit infeksi meliputi sanitasi
dan hygiene, pelayanan kesehatan, dan pengetahuan informan mengenai
penyakit infeksi dan pemeliharaan kesehatan balita.
5.4.4.1 Sanitasi dan Hygiene
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan sanitasi
dan Hygiene adalah upaya informan dalam menjaga
kebersihan lingkungan meliputi penggunaan air bersih,
pertukaran udara dan pencahayaan rumah, pembuangan
sampah, penyediaan WC di dalam rumah dan kebersihan diri
meliputi kebiasaan mencuci tangan, mandi dan mengganti
pakaian balita. Berikut hasil observasi keadaan rumah
informan dan wawancara mendalam dengan informan.
a. Informan Y
Keluarga informan tinggal di rumah orangtua informan,
sehingga informan dapat menghemat pengeluaran bulanan
karena tidak perlu membayar uang kontrakan. Rumah yang
ditempati informan terdiri dari tiga kamar tidur, satu ruang
tamu merangkap ruang makan dan ruang keluarga, satu dapur,
dan satu kamar mandi. Pintu rumah terdapat di bagian depan
dan samping. Sedangkan jendela dan ventilasi hanya di bagian
139
depan saja, sehingga pencahayaan dan pertukaran udara sangat
baik di bagian ruang tamu, namun kurang di bagian kamar dan
dapur sehingga terlihat gelap dan pengap.
Di bagian samping rumah terlihat banyak kayu yang
digunakan informan untuk memasak air. Karena menurut
informan air yang dimasak banyak, sedangkan jika
menggunakan kompor gas akan memakan waktu lama. Di
bagian dapur sering terpapar dengan asap tersebut. Sumber air
berasal dari sumur bor. Kamar mandi terlihat tidak terawat,
karena pintunya tidak tertutup rapat dan sudah rusak, lantai
yang terbuat dari semen juga sudah bolong yang
mengakibatkan air menjadi tergenang.
Terlihat satu tempat sampah di samping rumah tersebut.
Sampah yang telah terkumpul nantinya akan dibuang ke
empang atau sawah 2 sampai 3 hari sekali. Informan Y terlihat
menyapu rumah bagian dalam sebanyak satu sampai dua kali
sehari, sedangkan halaman hanya sekali sehari. Untuk
kebersihan diri balita biasanya informan mencuci tangan balita
sebelum makan dan setelah bermain, balita dimandikan sehari
dua kali dan diganti pakaiannya setiap habis mandi atau jika
baju balita sudah terlihat basah. Berikut kutipan hasil
wawancara dengan informan :
“Buat sehari-hari, mandi, minum, air sumur bor.
Sampah dikumpulin dulu, itu di samping kan ada
140
tempat sampah. Iya di sawah ada empang ada pohon
ada apa bae, dibuang trus dibakar kalo perlu 2 atau 3
hari sekali, bapak sih yang buang. Di WC belakang,
iya di dalem. Kalo rumahnya ada jendela yak, ini mah
rumahnya rapet banget cuma depannya doang,
harusnya belakang ada (jendela) samping ada, biar
gak engap kali yak, biar gak panas. Cuci tangan kalo
mau makan, kalo habis main, kalo nyuci sendiri mah
pake air doang, kalo habis megang-megang apa, kalo
mau makan cuci tangan dulu, kalo gak mau ya saya
gendong cuci tangan dulu. Mandi 2x, gosok gigi,
sampoan tiap pagi doang sih kalo sore gak mau. Ganti
baju setiap habis mandi atau bajunya basah dia minta
ganti.”
Informan pendukung juga mengatakan bahwa sumber
air keluarga berasal dari sumur bor dan digunakan untuk
keperluan sehari-hari. Untuk usaha pergantian udara dan
pencahayaan rumah informan mengatakan tidak mengerti,
sedangkan upaya membuang sampah dikumpulin terlebih
dahulu kemudian dibuang ke empang dan tempat membuang
hajat biasanya adalah di WC rumahnya. Dalam usaha menjaga
kebersihan rumah dilakukan dengan menyapu dan untuk
kebersihan balita dengan memandikan balita, selebihnya
141
informan mengaku tidak terlalu memperhatikan. Berikut
kutipannya :
“Ngebor di samping, ya dipake buat minum, nyuci,
masak, semuanya. Kagak ngerti saya begitu. Sama
engkongnya dibawa keempang, kalo di rumah udah
penuh kan sekalian nyari kayu buat masak air, sekalian
dibawa kesono. Di WC di dalem noh. Ya disapu sama
dia depan belakang. Bocahnya dimandiin, kagak tau
sih, kagak merhatiin banget saya.” (Informan
Pendukung Ne)
b. Informan A
Keluarga informan tinggal di sebuah rumah kontrakan
seharga Rp 550.000,- perbulan yang terdiri dari tiga sekat,
sekat pertama atau bagian depan dijadikan sebagai ruang tamu
dan ruang keluarga, sekat kedua sebagai kamar tidur, dan sekat
terakhir sebagai dapur, di bagian dapur terdapat satu kamar
mandi. Rumah informan memiliki dua buah pintu, yaitu di
bagian depan dan belakang dan satu buah jendela dan ventilasi
di bagian depan. Pencahayaan dan pertukaran udara tergolong
cukup karena belum terdapat bangunan tinggi di sekitar rumah
informan sehingga cahaya matahari dan udara dapat masuk dan
menerangi rumah.
Sumber air yang digunakan berasal dari sumur bor.
Kondisi kamar mandi terlihat cukup terawat. Informan
142
memiliki satu tempat sampah yang diletakkan di bagian depan
rumah, sedangkan di bagian belakang sampah hanya
dimasukkan ke dalam sebuah kantong plastik dan
digantungkan di dinding dekat pintu belakang. Informan
terlihat menyapu dan mengepel lantai sebanyak dua sampai
tiga kali sehari, sedangkan halaman satu sampai dua kali
sehari. Informan membiasakan balita untuk mencuci tangan
sebelum makan dan setelah bermain. Balita dimandikan dan
digantikan pakaiannya setiap pagi dan sore, seperti kutipan
berikut :
“Sumur bor, nganu buat mandi, nyuci, semuanya. WC
lah, di samping dapur itu. Ya dibuka (jendela) biar
anginnya masuk ya, adem gak panas. Iya ada tempat
sampahnya nanti dibuang ke depan sama bapaknya,
tiap hari, kalo di belakang cuma saya masukin plastik
aja, hehe..“Iya, saya biasain cuci tangan sebelum
makan, habis main tak cuciin, kadang pake (sabun)
kadang pake air aja, yang penting kan saya cuci bersih
ya. Mandi ya pagi sama sore, langsung diganti bajunya
habis mandi, pakein yang baru lagi.”
Informan pendukung juga mengatakan bahwa sumber
air berasal dari sumur bor dan digunakan untuk keperluan
sehari-hari, kecuali minum karena menggunakan air isi ulang.
Cara pergantian udara dan pencahayaan rumah menurut
143
informan dengan membuka jendela rumah, dan membuang
sampah di tempat sampah serta membuang hajat di WC dalam
rumah. Dalam upaya menjaga kebersihan rumah informan
pendukung mengaku istrinya sering menyapu dan mengepel
lantai. Untuk kebersihan balita dilakukan dengan
memandikannya dan memakai sandal ketika bermain. Berikut
kutipannya :
“Kita dari sumur bor makainya, pokoknya gak buat
minum karna kita beli yang isi ulang. Jendela dibuka
biar cahayanya masuk gitu maksudnya ya. Sampah ya
biasa buangnya di tempat sampah kadang kita
kumpulin di plastik dulu baru nanti saya buang gitu. Di
dalam (WC). Kalo dia sih seneng banget ya nyapu
ngepel gitu, kan banyak anak-anak biar bersih ya,
dimandiin, trus kalo main ya harus pake sandal. Mau
makan ya cuci tangan.” (Informan Pendukung Ad)
c. Informan S
Keluarga informan menempati sebuah rumah kontrakan
yang memanjang ke belakang yang terdiri dari satu kamar
tidur, satu ruang tengah merangkap ruang keluarga dan ruang
beristirahat suami, informan, dan balita, satu dapur, dan kamar
mandi. Pintu rumah terdapat di bagian tengah. Sedangkan
jendela terdapat di bagian kamar tidur namun tidak pernah
dibuka karena terhalang dengan bangunan yang lebih tinggi.
144
Selain di kamar, terdapat satu jendela kecil di bagian ruang
tengah dan ventilasi di bagian dapur. Namun, pencahayaan dan
pertukaran udara tergolong kurang, sehingga udara di dalam
rumah terasa panas, gelap, dan pengap. Kondisi kamar mandi
terlihat tidak terawat dan gelap.
Sumber air berasal dari sumur bor dan informan terlihat
sering kekurangan air karena informan malas untuk
menyalakan air yang terletak di rumah pemilik kontrakan yang
berada tidak jauh dari rumah informan. Informan tidak
memiliki tempat sampah, dan hanya memasukkan sampah ke
dalam plastik kemudian setiap pagi di buang di pasar ketika
mengantar anak keduanya sekolah. Informan terlihat menyapu
rumahnya 1 atau 2 kali sehari dan menyapu halaman 1 sampai
2 hari sekali. Informan mencuci tangan balita setiap habis
bermain dan mandi serta mengganti pakaian balita sebanyak
dua kali sehari. Berikut kutipannya :
“Sumur di bor, ya buat sehari-hari aja kayak mandi,
minum, gitu. Iya di dalam WC nya. Bawa ke pasar, dari
rumah kan ada tempat sampah jadi dikumpulin dulu
baru di buang ke pasar. Tiap hari dibawa sekalian
nganter anak saya sekolah. Pake plastik trus langsung
diikat dibawa. Gak tau saya (pergantian dan
pencahayaan rumah). Kalo habis main cuci tangan, ya
kadang gak kadang pake, kalo kotor banget ya pake
145
sabun kalo gak ya sirem aja. Mandi biasa 2x. Dua kali,
ya gak mandi kalo udah keliatan kotor ya saya ganti
bajunya, saya lapin kalo mau tidur saya ganti.”
Informan pendukung mengatakan bahwa sumber air
yang digunakan keluarganya berasal dari sumur yang dibor,
dan biasa digunakan untuk keperluan seperti mencuci,
memasak, mandi dan sebagainya. Untuk usaha dalam
pergantian udara dan pencahayaan rumah informan
mengatakan jika rumahnya tidak mempunyai jendela. Sampah
biasanya dibuang di pasar setiap hari. Informan juga memiliki
WC di dalam rumah. Untuk menjaga kebersihan rumah
biasanya dengan cara disapu sedangkan kebersihan balita
dengan cara dimandikan. Namun informan mengakui tidak
mengetahui secara detail apa yang dilakukan informan utama.
Berikut kutipannya :
“Disini pake air sumur depan itu, nanti tinggal nyalain
mesinnya. Buat semuanya, keperluan hari-hari lah.
Apa ya, jendela kagak punya kita, ya begini apa
adanya aja. Saya bawa setiap hari pas nganter masnya
sekolah, sekalian lewat saya buang di pasar, iya udah
diiket-iketin dimasukin plastik. Di kamar mandi dalam.
Disapu, kurang tau sih, gak merhatiin juga saya yak.
Mandi, mau sekolah, sore mandi lagi. Gimana-
146
gimananya gak terlalu merhatiin saya.” (Informan
Pendukung Sn)
d. Informan N
Informan memiliki sebuah rumah yang ditempati
bersama kedelapan anggota keluarganya, yang terdiri dari tiga
sekat yaitu sekat pertama sebagai ruang tamu merangkap ruang
keluarga dan ruang tidur keluarga informan yang laki-laki,
sekat kedua sebagai kamar tidur keluarga informan yang
perempuan, dan sekat ketiga yang terdiri dari dapur dan kamar
mandi. Terdapat satu pintu, satu jendela, dan dua ventilasi di
rumah informan, namun tidak membuat rumah informan
mendapatkan pencahayaan dan pertukaran udara yang cukup
karena rumah informan terhalang bangunan rumah yang lebih
tinggi sehingga cahaya tidak bisa masuk. Kamar mandi terlihat
tidak terawat dengan baik karena terdapat genangan air dan cat
tembok yang sudah terkelupas.
Sumber air berasal dari sumur bor. Informan
membuang sampah di dalam sebuah plastik yang digantungkan
di tembok bagian depan rumah dan jika sudah penuh baru di
buang ke tempat sampah yang terletak di belakang rumahnya.
Dalam sehari informan terlihat menyapu rumahnya hanya
sekali, jika rumah sudah terlalu kotor baru kemudian informan
membersihkannya. Informan mengatakan jika balitanya dalam
sehari bisa mandi sebanyak lima kali karena karena merasa
147
gerah dan mengganti pakaian setiap habis mandi. Namun,
balita tidak dibiasakan mencuci tangan. Berikut kutipannya :
“Sumur bor. Buat mandi ama minum kan. Di WC mah
di dalem. Setiap hari, ya dikumpulin kalo udah banyak
seplastik buang di belakang sono. Kurang tau yak
(pergantian dan pencahayaan rumah). Kagak, kadang
cuci kadang kagak dia mah. Biasanya ya kita mandiin
dia, lap yang bersih ya kan, dia sih udah kayak ikan
gak keitung, dikit-dikit nyebur, kadang bisa sehari 5
kali mandinya, kadang malem-malem dia rasa gerah
yaudah nyebur gitu. Ya kadang bisa 4 kadang 5, cucian
kadang ampe banyak banget.”
Sedangkan informan pendukung mengaku tidak
mengetahui mengenai sumber air keluarga namun mengatakan
jika air biasanya digunakan untuk masak, minum, mandi,
mencuci dan sebagainya. Informan juga mengaku kurang
paham mengenai upaya pergantian udara dan pencahayaan
rumah, sedangkan sampah biasanya dibuang di plastik yang
digantungkan di depan rumah, keluarga informan juga
memiliki WC di dalam rumah dan usaha yang dilakukan untu
menjaga kebersihan rumah adalah dengan menyapu,
sedangkan untuk menjaga kebersihan balita dengan
memandikannya. Informan mengaku jika balita jarang mencuci
148
tangan, dan bermain diluar tanpa menggunakan sandal. Berikut
kutipannya :
“Gak tau, buat masak, mandi, nyuci, minum. Gak
ngerti kak. Biasanya digantung disitu, kayak gitu, nanti
kalo udah penuh baru dibuang. Iya, di WC rumah ada
dibelakang. Paling disapuin ya biar bersih. Biasanya
dia mandi, mandi sendiri seringnya sih, kalo udah
ngerasa gerah langsung tuh. Jarang banget (cuci
tangan), kadang ya habis lari-larian tuh kan gak pake
sandal ya, langsung aja main masuk ke dalam, injak-
injak kasur gitu.” (Informan Pendukung I)
e. Informan E
Informan tinggal di rumah yang bersebelahan dengan
rumah orangtuanya yang terdiri dari satu ruang tamu, satu
kamar tidur, dapur dan kamar mandi. Pintu, jendela, dan
ventilasi hanya terdapat di bagian depan rumah sehingga
memungkinkan cahaya masuk dan hanya menyinari bagian
ruang tamu saja. Untuk kamar tidur dan bagian dapur terlihat
pengap. Sedangkan kawar mandi terlihat sedikit berantakan
dan terdapat beberapa sangkar burung di atasnya.
Sumber air berasal dari sumur bor. Sedangkan sampah
informan kumpulkan dalam sebuah plastik atau kadang hanya
meletakkan di lantai saja kemudian baru dikumpulkan dan di
bakar di belakang rumahnya atau sesekali dibuang di pasar
149
bersamaan dengan orangtua informan berbelanja kebutuhan
sehari-hari. Informan terlihat 1 sampai 2 kali dalam sehari
menyapu rumah dan halamannya. Informan membiasakan
balitanya mencuci tangan setelah bermain kotor, menurut
informan balita sering bermain di kandang ayam sehingga
tangannya perlu dicuci bersih. Balita dimandikan sebanyak tiga
kali sehari dan mengganti pakaian setiap habis mandi atau
ketika baju balita terlihat basah. Berikut kutipannya :
“Ngebor, udah minum, mandi, semuanya. WC mbak.
Di belakang di bakar, kalo udah penuh baru bakar.
Tiap hari buang, bakar bareng-bareng, ada tempat
sampah dibikinin kan ada tanah kosong, kadang buang
di pasar. Cuci tangan pakai sabun, itu dia main kotor
mulu, main di kandang ayam, kalo gak main dikandang
ayam ya gak. Bisa 3x kalo dia lagi gerah ya saya
mandiin. Dia mah komplit pake sampo, sabun, sikat
gigi. Ganti baju juga bisa 3x tiap habis mandi, kalo
bajunya basah ganti lagi.”
Informan pendukung mengatakan bahwa sumber air
berasal dari sumur bor dan digunakan untuk mandi, masak dan
keperluan sehari-hari. Sedangkan upaya pergantian udara dan
pencahayaan rumah menurut informan jika sedang hujn akan
terasa segar dan jika panas terasa sumpek. Untuk sampah
biasanya dibuang dibelakang langsung, sedangkan menjaga
150
kebersihan rumah dengan cara disapu. Dalam menjaga
kebersihan balita biasanya jika balita bermain kotor tangannya
dicuci menggunakan sabun, sebelum tidur mencuci tangan,
mandi dua sampai tiga kali sehari sedangkan ganti baju dua
kali sehari jika tidak kotor. Berikut kutipannya :
“Ya ngebor, untuk mandi, masak, ya keperluan sehari-
hari. Kalo lagi ujan rasa seger ya kalo lagi panas
kadang rada sumpek sedikit gitu. Buang dibelakang.
Nyapu. Ya kalo lagi main kotoran ya dicuci tangannya
pake sabun, kalo udah mau tidur cuci tangan. Kalo
mandi sehari 2x, kalo lagi kotor ya bisa 3x sehari, kalo
gak main kotor ya 2x ganti bajunya, gitu.” (Informan
Pendukung Er)
5.4.4.2 Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan yang dimaksud dalam penelitian
ini adalah keterjangkauan informan terhadap upaya
pencegahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan seperti
imunisasi, penimbangan anak, pemberian PMT-P, penyuluhan
kesehatan dan gizi, serta sarana kesehatan seperti Posyandu,
Puskesmas, bidan, dokter, dan sebagainya.
Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan kelima
informan, diketahui bahwa sebagian besar informan
mengetahui manfaat imunisasi supaya terhindar dari penyakit,
satu informan menjawab supaya balita menjadi lebih segar
151
badannya dan satu informan tidak mengetahui manfaat
imunisasi. Meskipun demikian, sebagian besar informan
melakukan imunisasi kepada balitanya secara lengkap, hanya
satu informan yang memberikan satu jenis imunisasi saja
karena informan mengaku jika tidak diperbolehkan oleh ibu
informan dengan alasan balita menjadi kecil jika diimunisasi.
Berikut kutipannya :
“Yah, dia gak, cuma campak doang lagi dia bayi, gak
boleh dari neneknya. Gak tau, kan lahirnya dirumah
gak di bidan. Nanti kecil bocahnya katanya gitu, kalo
saya kan mau ya tapi gak boleh. Tau, biar jaga
kesehatan, biar gak gampang sakit.” (Informan Y)
“Iya, lengkap dia imunisasinya, cuma saya lupa ya apa
saja, pokoknya sesuai kayak di KMS aja. Biar
terhindar dari macam-macam penyakit.” (Informan A)
“Lengkap, 9 bulan udah komplit semuanya. Ada sih
ono (di KMS), campak, apa ya BCG 1, BCG 2. Biar
gak kena penyakit.” (Informan S)
“Lengkap. Kurang tau, kurang nanya sih yak. Lupa.”
(Informan N)
“Lengkap. Kagak ingat yang ingat cuma suntik campak
doang. Setiap bulan saya mah, itu lagi 9 bulan
152
terakhir. Untuk kesehatan badan biar seger.”
(Informan E)
Sebagian besar informan pendukung tidak mengetahui
apakah balita diimunisasi secara lengkap atau tidak. Satu
informan pendukung mengatakan jika balita diimunisasi
lengkap dan satu informan mengatakan jika hanya diimunisasi
campak. Berikut kutipannya :
“Kagak, sekali doang dia mah dulu. Ya kagak boleh
sama saya, bocahnya pan lahirnya udah kecil, 2 kilo
lebih dikit, ya kalo pake disuntik-suntik gitu lagi ya
makin kecil kata saya mah.” (Informan Pendukung Ne)
“Kurang tau ya.” (Informan Pendukung Ad)
“Kurang tau ya saya.” (Informan Pendukung Sn)
“Kurang tau kalo itu kak.” (Informan Pendukung I)
“Iya lengkap semua. Gak begitu ingat ya.” (informan
Pendukung Er)
Semua informan mengaku jika penimbangan balita
penting untuk mengetahui berat badan balita, namun beberapa
informan mengaku pernah tidak menimbang balitanya dengan
alasan bekerja, malas, tidak mengetahui adanya penimbangan
di hari tersebut, dan sebagainya. Bahkan satu informan
mengaku balitanya sering datang ke Posyandu sendiri untuk
153
melakukan penimbangan dikarenakan informan bekerja dan
informan mengaku bosan menimbang balitanya ke Puskesmas
karena berat badan balita tidak naik-naik dan tidak
mendapatkan PMT-P lagi. Berikut kutipannya :
“Dari 9 bulan, rutin. Iya lagi 9 bulan badannya kecil
tapi anaknya aktif. Beda-beda, kalo gak di Posyandu ya
di Puskesmas, pernah di ACT juga. Biar liat
perkembangannya, untuk mengetahui berat badan
anak.” (Informan Y)
“Sebulan sekali nimbangnya, tanggalnya gak nentu,
kadang tanggal 20 kadang 19 kayak kemarin, gak
nentu disini mungkin karna ibu-ibunya sibuk atau
gimana. Makanya kadang dateng kadang gak, hehe..
kadang kadernya suka dateng ngasih tau biar nimbang
gitu. Ya kalo gak kemana-mana saya dateng. Kadang
kan nimbangnya pagi, pas saya nganter kakaknya
sekolah. Penting sih ya, biar tau berapa
timbangannya.” (Informan A)
“Iya setiap bulan, paling setaun bolosnya 2 atau 3
hari. Males kadang gak denger juga. Tanggalnya beda-
beda. Kadang males udah siang. Ya penting buat tau
timbangannya turun apa gak.” (Informan S)
154
“Nimbang sih, kadang kalo lagi ada posyandu dia
dateng sendiri, Bu RT abang mau nimbang dong, kan
posyandunya deket sini, kadang dia nimbang sendiri,
kadang bu RW nanyain abang nimbang sendiri ii nya
mana, noh lagi tiduran, begitu. Kadang kalo pulang
kerja dikasih tau ama bu RW nya, tadi si raihan
nimbang, berapa bu RW gitu yak, 11 katanya, iyak tar
bulan berikutnya saya tanya bu RW raihan nimbang?
Iya, berapa? 10,5 yah kagak naik dah kata saya gitu.
Umur berapa dia ya nimbang, pokoknya pas kejadian
BB nya turun terus tuh. Kan dulu posyandunya kurang
aktif jadi saya bawa ke Puskesmas dari pada putus. 3
tahun setengah udah gak pe PKM lagi, kayaknya lama-
lama bosen juga, bosennya gini badannya segitu, dah
gitu gak dapet jatah susu lagi. Sebenarnya sih penting,
maksudnya biar tau timbangan dia gitu. Tapi kan saya
kerja, kakaknya kerja, paling ii di rumah, ya namanya
bocah segitu kadang ya namanya ABG ya, kadang
merhatiin kadang gak.” (Informan N)
“Baru 2 tahun baru ke Puskesmas, iya rutin, kan ke
Puskesmasnya kalo disuruh doang, kalo kagak ya
paling kadang ke Posyandu. Penting, buat ketauan
timbangannya.” (Informan E)
155
Sebagian besar informan pendukung dari keluarga tidak
terlalu memperhatikan dan mengetahui tentang penimbangan
balita, sedangkan menurut informan pendukung dari kader
Posyandu, ibu balita ada yang rutin dan jarang ke Posyandu
untuk melakukan penimbangan. Berikut kutipannya:
“Gak tau saya.” (Informan Pendukung Ne)
“Kurang tau sih ya.” (Informan Pendukung Ad)
“Ya kadang bilang kalo mau nimbang, cuma saya gak
terlalu ini yak.” (Informan Pendukung Sn)
“Dianya nimbang sendiri ke Posyandu, kalo liat ada
rame-rame gitu dia dateng tuh, ntar dipanggilin ama
bu RT.” (Informan Pendukung I)
“Kurang tau juga sih, tapi biasanya disiarin kan dari
sononya.” (Informan Pendukung Er)
“Kalo Y rutin, kalo A kadang ada bolongnya juga, kalo
gak disamperin kadang gak dateng, alasannya gak tau,
padahalkan udah disiarin, makanya kadang saya puter
yang bagian banyak balitanya meskipun nanti disiarin,
nanti nimbang ya di posyandu gitu. Kadang bidannya
nanyain A dateng gak, kalo gak disuruh paranin.
Maunya saya kan kalo disiarin kan pasti kedengaran
156
ya datenglah diusahain, kan anaknya masih dalam
pengawasan, gitu sih.” (Informan Pendukung Ri)
Sebagian besar informan mengatakan jika PMT-P yang
diberikan oleh Puskesmas rata-rata berkisar antara 2-4 dus susu
dan 1-2 bungkus biskuit. Sedangkan saat pemberian PMT-P
tersebut menurut sebagian besar informan, petugas Puskesmas
atau kader Posyandu tidak memberitahukan cara pemberian
PMT-P kepada balita, namun dua informan mengatakan jika
petugas Puskesmas atau kader Posyandu terkadang
memberikan saran agar balita mau mengonsumsi dan tidak
bosan dengan PMT-P tersebut. Berikut kutipannya :
“Dapet susu kadang 2, kadang 4 dus, kalo biskuit 1
kadang juga 2 bungkus. Paling dikasih doang, ama
kadang suka dibilangin suruh bikinin ager biar bocah
kagak bosen gitu, pernah saya bikinin sekali eh yang
dimakan agernya doang, biskuitnya kagak. Ya gak saya
bikin lagi, habis bocahnya kagak doyan, paling celup
pake susu dia mah.” (Informan Y)
“Susu paling dapet 1 kadang dikasih 2, biskuit kadang
1 kadang 2 juga. Dikasih gitu aja, pernah dikasih tau
sih disuruh buatin puding atau ager gitu biar gak bosen
katanya. Iya, saya sering bikin ager, cuma gak pakai
biskuit, karna bocahnya suka makan gitu aja apa
dicelupin ama susu, gitu.” (Informan A)
157
“Pernah dapet 2, kadang 4 dus, biskuit 1 kadang 2
ituan. Dikasih gitu aja mah, kagak ngomong apa-apa
sih.” (Informan S)
“Susu 2 sih biasanya yak, kalo biskuit mah kadang 1
kadang 2 bungkus, tergantung dari sononya juga sih
yak. Dikasih bae, udah.” (Informan N)
“Tergantung yak, kadang dikasih 2 kadang 4 dus,
biskuit 1 kadang juga 4. Kasih aja gitu, emang bilang
apa, hehe..” (Informan E)
Informan pendukung dari petugas Puskesmas dan kader
Posyandu juga mengatakan bahwa PMT-P yang diberikan
sesuai dengan ketersediaan di Puskesmas. Sedangkan saat
pemberian PMT-P tidak ada penjelasan tentang cara pemberian
PMT-P kepada balita, namun terkadang petugas menyarankan
jika PMT-P bisa divariasikan dengan membuatkan puding,
sop, dan sebagainya. Petugas Puskesmas dan kader Posyandu
juga mengakui bahwa tidak ada pengawasan khusus dalam
program PMT-P tersebut. Berikut kutipannya :
“Ya 4, kalo gak 6 dus tergantung gramnya sama
persediaan dari Dinkes. Kadang kita anjurkan untuk
bikin sopnya dicampur susu, tapi kadang tergantung
ibunya juga, ya kita udah ngasih tau, dianya gak
telaten anaknya gak mau, yaudah gak dibikinin lagi.
Kadang PMT-P nya suka dikasih ke kader sebagai
158
perpanjangan tangan untuk memantau, kadang kalo
misalnya dikasih biskuit sama susu, susunya diminum
anaknya, biskuitnya buat ngeteh orangtuanya ama
kakak-kakaknya yang lain. Kalo pengawasan paling
kita titip kader tolong kasihin dan diliat, paling cuma
beberapa orang aja kan, gak setiap hari, kader juga
sibuk kan.” (Informan Pendukung Li)
“Iya susu ama biskuit doang. Tergantung yang turun
dari Puskesmas berapa, gak tentu juga sih. Iya kadang
susu 1 dus, biskuit Sun 2 bungkus. Ya langsung dikasih
aja ke ibu-ibu balitanya, dia kan pasti udah tau ya.”
(Informan Pendukung En)
“Kadangkan ibu balita yang anaknya kurang gizi
alasannya gak mau makan, trus kalo dikasih susu gak
mau, saya bilang paling saya saranin biar susu itu
keminum diolah sama ager, gulanya gak usah pake
gula pasir tapi dikasih susu, sering saya saranin. Gak
ada pengawasan sih. Paling kalo ada dari Puskesmas
tolong kamu liat si ini, trus kalo ada susu tolong kasih
ke ini, udah paling gitu aja sih. Langsung kasih aja
PMT-P nya, kadang kan dia udah tau dari bu Leni,
udah dikasih tau disana, jadi kita cuma ngasih aja.”
(Informan Pendukung Ri)
159
Sebagian besar informan mengaku mendapat informasi
tentang gizi dan cara pemberian makan balita dari Puskesmas
dan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dan selebihnya menjawab
tidak mendapatkan informasi dari Puskesmas. Berikut
kutipannya :
“Iya dari ACT, maksudnya cara memberi makan kan,
dikasih tau menunya ini, jam 10 bubur kacang ijo gitu
ada jam-jamnya gitu mbak, ASI sampe 2 tahun lebih.
Iya dari Puskesmas tentang makannya, pola makannya,
paling bilang jajannya dikurangin ya, paling gitu
doang sih, sama kayak di ACT juga yak, misalnya
dikasih sayur, tiap hari harus makan sayur, buah, gitu.
Eh ayunya jarang makan buah, hehe.. tau ah..
Posyandu mah enggak, nimbang doang.” (Informan Y)
“Pernah dulu sama dokter Li dikasih contoh-
contohnya, digambarkan sayurnya segini, ntar kalo
nganu di ACT, kalo pagi ini sayurnya misalnya bayem,
tempe goreng sama cumi gitu, kadang-kadang ini
makanannya nasinya di taroh dipiring, tapi kadang kan
bocahnya gak doyan ya.” (Informan A)
“Cuma disuruh makan aja sih ama dikasih vitamin,
udah. Ya paling ama bu Li suruh kasih makan sayur
gitu, makan yang banyak.” (Informan S)
“Gak sih.” (Informan N)
160
“Iya, dari Puskesmas disuruh makan buah, sayur,
dikasih susu.” (Informan E)
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan
pendukung yaitu staff Puskesmas dan kader Posyandu
menyatakan bahwa penyuluhan tentang gizi dan pemberian
makan yang baik untuk balita sangat jarang dilakukan. Namun,
secara khusus informasi tersebut diberikan oleh staff
Puskesmas pada ibu balita yaitu saat konseling gizi di
Puskesmas dan biasanya hanya diberitahukan ketika awal-awal
ibu balita berkunjung, selebihnya hanya pertanyaan seputar
kondisi balita. Sedangkan kader pada umumnya hanya
memberitahukan permasalahan secara umum yang sering
terjadi di masyarakat seperti DBD.
“Ya biasanya waktu makan, terus banyaknya, terus
selingannya, jam-jamnya, porsi makannya, misalnya
antara makan siang dan sore, pagi dan siang, dikasih
makanan pokoknya kapan aja gitu, misalnya sayuran,
lauk-pauk. Iya, misalnya kayak pagi bangun tidur
jangan langsung dikasih susu, dikasih makan dulu baru
nanti habis makan baru kasih susu, jangan sering
jajan. Ya awal-awal datang sih, he’eh. Kalo kesini-sini
ya kita tanya lagi udah sesuai belom sama yang saya
anjurin, udah dijalanin belum. Biasanya jawaban
161
mereka udah bu, tapi kok tetep aja begitu, ya mungkin
ibunya kurang telaten gitu.” (Informan Pendukung Li)
“Kalo penyuluhan gini mbak, karna mereka kan datang
dan pergi, jadi susah. Jarang, udah nimbang pulang,
gitu. Ya lebih seringnya kan ibu bidan yang ngasih tau,
tapi kita kalo dia nanya apa ya kita kasih tau, kayak
DBD yang lagi marak, biasanya ibu balitanya nanya
emang gak ke kader tapi sama bu bidan.” (Informan
Pendukung En)
“Belum sih, belum ada penyuluhan tentang pola
makan. Kalo kader biasanya nimbang doang. Kalo
nanya, langsung ke bidannya, kan ada kayak konseling
gitu.” (Informan Pendukung Ri)
Sedangkan untuk keterjangkauan informan utama
terhadap sarana kesehatan, beberapa informan mengaku
memiliki rumah yang jaraknya jauh dengan Puskesmas dan
biasanya mereka ke Puskesmas untuk mengontrol balitanya
atas permintaan dari TPG Puskesmas. Sedangkan beberapa
informan mengaku meskipun memiliki rumah yang dekat
dengan Posyandu, informan sering merasa malas untuk pergi
ke sarana kesehatan tersebut atau informan tidak sempat
karena harus bekerja. Berikut kutipannya :
162
“Puskesmas juga dapet susu, cuma karena jauh juga
yak, kadang-kadang sih sebulan sekali baru kesana
kalo disuruh yak, paling ke Posyandu ini deket,
posyandu bonsai.” (Informan Y)
“Puskesmas jarang ya, lumayan jauh juga, paling kalo
mau nganu kesana saya harus nunggu Bapaknya dulu,
biar dianterin kan. Posyandu ada disana, gak terlalu
jauh.” (Informan A)
“Ke Puskesmas kan kalo disuruh doang mbak, kalo gak
ya disini (Posyandu) aja. Cuma kadang-kadang males
mau nimbang, males jalan, males kadang gak denger
juga, tanggalnya beda, kadang males udah siang.
(Informan S)
“Dia umur 3 tahun setengah udah gak ke PKM lagi,
kayaknya lama-lama bosen juga, saya kan kerja, ii kan
gak bisa ya, bosennya gini badannya segitu, dah gitu
gak dapet jatah susu lagi. Kalo Posyandunya deket
sini, kadang dia juga nimbang sendiri.” (Informan N)
“Emang saya kan gak pernah nimbang di posyandu,
males mbak, ya gak sih deket paling 10 langkah dari
rumah, ya itu males, kalo ada yang ngajakin baru
nimbang. Paling ke Puskesmas kalo disuruh doang.”
(Informan E)
163
Informan pendukung dari staff Puskesmas juga
mengatakan bahwa jika pemantauan gizi atau pemberian PMT-
P balita di Puskesmas biasanya dijadwalkan sebulan sekali
bagi ibu balita yang bisa datang ke Puskesmas, jika tidak bisa
ke Puskesmas akan diwakilkan ke Posyandu. Berikut
kutipannya :
“Ibu balitanya saya suruh dateng kesini tiap hari rabu,
tapi kadang saya janjiin minggu ke-2 apa minggu ke-3
gitu. Kalo mereka bisa kesini ya saya suruh kesini
setiap 2 minggu sekali saya manggilnya, tapi kalo
mereka gak bisa kesini titip aja ke posyandu.”
(Informan Pendukung Li)
5.4.4.3 Pengetahuan Tentang Penyakit Infeksi dan Pemeliharaan
Kesehatan
Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan
pengetahuan tentang penyakit infeksi meliputi pengertian
penyakit infeksi, jenis, penyebab, akibat, gejala, cara
penularan, bahaya penyakit infeksi pada anak, pencegahan, dan
pengobatan penyakit infeksi pada balita.
Sedangkan pengetahuan mengenai pemeliharaan
kesehatan balita meliputi perilaku hidup bersih dan sehat,
bangunan rumah sehat, tempat bermain anak, definisi
pergantian udara, pencahayaan rumah, manfaat air bersih, cara
164
membuang sampah, upaya menjaga kebersihan rumah dan
halaman rumah, manfaat imunisasi, manfaat penimbangan
balita, bahaya penurunan berat badan, dan dampak gizi kurang
pada balita.
Berdasarkan hasil wawancara mendalam diketahui
bahwa sebagian besar informan tidak mengetahui tentang
pengertian penyakit infeksi, jenis, penyebab, akibat, gejala,
cara penularan, bahaya penyakit infeksi pada anak, dan
pencegahan penyakit infeksi pada anak. Namun, ada satu
informan yang menjawab penyakit infeksi adalah jika sedang
luka, jenis penyakit infeksi seperti penyakit dalam atau paru-
paru, bahaya penyakit infeksi karena dapat menjadi penyakit,
gejala penyakit infeksi balita terlihat kecil dan kurus, akibatnya
karena balita kurang makan, cara penularannya dari tempat
makanan, dan pencegahannya dengan cara menjaga kebersihan
dan jauh dari asap rokok. Sedangkan untuk pengobatan
penyakit infeksi pada balita sebagian besar informan
menjawab sebaiknya diberikan obat warung terlebih dahulu,
jika tidak sembuh baru dibawa ke dokter. Berikut kutipannya :
“Iya, ya karna makanan juga kali yak, apa kalo dia
lagi luka. Apa di dalam paru-paru ya. Hehe.. gak tau
penyebabnya. Kayak ayu kali mbak kecil, kurus.
Akibatnya apa ya, karena kurang makan kali yak. Kalo
misalnya paru-paru gak boleh deket rokok gitu, trus
165
jaga kebersihan juga. Bahayanya ya jadi penyakit yak,
gak tau. Diberi obat dari warung dulu.” (Informan Y)
“Hehe.. apa ya. Gak boleh jajan sembarangan
mungkin. Diurut sama diminumin obat.” (Informan A)
“Gak tau saya. Disediain obat aja, kalo gak pake yang
alami aja kayak orang-orang dulu tuh ya, kayak kalo
panas pakein bawang gitu-gitu, ya kalo gak sembuh
baru ke dokter.” (Informan S)
“Kurang tau saya, gak pernah dengar. Ya seharusnya
dikasih obat yak.” (Informan N)
“Kagak tau saya. Dicegah dulu pake obat kalo gak
sembuh 3 hari ya bawa ke dokter apa bidan gitu.”
(Informan E)
Sebagian besar informan tidak mengetahui dan belum
pernah mendengar tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS), dan satu informan menjawab PHBS itu ada 10 namun
informan lupa dan hanya menjawab menjaga kebersihan serta
satu informan lagi menjawab merapikan rumah. Semua
informan mengatakan balita sebaiknya bermain di dalam atau
di halaman sekitar rumah. Berikut kutipannya :
“Jaga kebersihan. PHBS yak ada 10, lupa, hehe.. dari
ACT lupa sih saya, udah lama banget sih. Main ya di
luar sama di dalam aja.” (Informan Y)
166
“Enggak tau. Di dalam, kalo di luar kan harus
diawasin terus.” (Informan A)
“Gak tau. Ya di dalam aja sama di sekitar rumah.”
(Informan S)
“Kurang tau yak. Di sekitar sini aja sih.” (Informan N)
“Pernah, rapih-rapih rumah gitu. Di dalem ama di
samping atau depan.” (Informan E)
Tiga dari lima informan tidak mengetahui bangunan
rumah yang sehat, namun dua informan menjawab bangunan
rumah sehat itu adalah rumah yang terawat dan bersih,
menjaga kebersihan rumah, tidak meludah sembarangan, dan
membersihkan kamar mandi seminggu tiga kali. Sedangkan
pengertian dari pergantian udara dan pencahayaan rumah
sebagian informan tidak mengetahuinya dan dua informan
menjawab dengan cara membuka jendela dan rumah yang
memiliki banyak jendela. Untuk manfaat air bersih dua
informan menjawab supaya sehat, dua informan menjawab
dipakai untuk keperluan sehari-hari, dan satu informan
menjawab tidak tahu menfaat air bersih. Berikut kutipannya :
“Jaga kebersihan, jangan meludah sembarangan,
kamar mandi bersihin seminggu 3x. Kalo rumahnya
ada jendela yak, ini mah rumahnya rapet banget cuma
depannya doang, harusnya belakang ada (jendela)
samping ada, biar gak engap kali yak, biar gak panas.
167
Buat sehari-hari, untuk kebersihan kali yak, ya gak
mungkin kalo kita mandi air kotor.” (Informan Y)
“Gak tau mbak. Jendelanya dibuka ya. Supaya sehat.”
(Informan A)
“Enggak tau. Gak pernah denger. Biar sehat.”
(Informan S)
“Menurut saya sih yang terawat, bersih, ya kan. Kalo
rumah ini biar dikata bersih tapi tempatnya begini ya
kan. Kurang tau. Buat mandi, minum.” (Informan N)
“Gak tau juga saya. Kagak tau juga. Gak tau.”
(Informan E)
Untuk cara membuang sampah semua informan
menjawab dengan cara mengumpulkan terlebih dahulu di
tempat sampah atau di dalam kantong plastik, kemudian baru
dibuang atau dibakar. Sedangkan dalam hal menjaga
kebersihan rumah dan halaman rumah semua informan
menjawab dengan cara disapu dan beberapa informan
menambahkan dengan cara dipel dan diberikan pewangi lantai.
Berikut kutipannya :
“Ya dibuang di tempat sampah dulu baru nanti
dibuang, kalo disini yak buangnya di empang gitu.
Rumah disapu ama dipel, kalo halaman ya disapu juga
tiap pagi ama sore.” (Informan Y)
168
“Dibuang di tempat sampah, iya tiap hari. Lantainya
disapu kalo bisa ya dipel biar bersih, depan disapu
juga tiap sore.” (Informan A)
“Jadi dikumpulin dulu baru di buang. Tiap hari pake
plastik trus langsung diikat dibawa. Disapu sehari 2x
pagi ama sore.” (Informan S)
“Ya dikumpulin kalo udah banyak seplastik buang.
Disapu ama dilap.” (Informan N)
“Dari sini disatuin dulu semua, kalo udah penuh ya di
bakar. Disapu, dipakein wangi-wangi.” (Informan E)
Untuk manfaat imunisasi sebagian besar informan
menjawab untuk menjaga kesehatan agar tidak mudah sakit
sedangkan satu informan tidak mengetahui manfaat imunisasi.
Untuk penimbangan berat badan semua informan menganggap
hal tersebut penting supaya informan dapat mengetahui berat
badan balitanya. Sedangkan untuk bahaya penurunan berat
badan sebagian besar informan menjawab tidak bahaya atau
biasa saja karena melihat anaknya tetap aktif dan tidak rewel
bahkan ada yang menjawab balita mau pintar jika sakit atau
berat badannya turun, namun ada satu informan yang
menjawab hal tersebut bahaya karena dapat mengakibatkan
terjadinya gizi buruk. Sedangkan dampak yang terjadi jika
balita mengalami gizi kurang empat dari lima informan tidak
mengetahui dan hanya satu informan yang menjawab dampak
169
gizi kurang dapat mengakibatkan balita menjadi gizi buruk.
Berikut kutipannya :
Biar jaga kesehatan, biar gak gampang sakit. Penting
sih ya, biar tau berapa timbangannya. Jadi penyakit,
jadi gizi buruk nanti. Bisa gizi buruk ya.” (Informan Y)
Biar gak sakit. Biar liat perkembangannya, untuk
mengetahui Berat badan anak. Penting sih, biar
bocahnya sehat ya. Kalo bocahnya masih aktif ya gak
masalah ya. Hehe.. apa ya.” (Informan A)
Biar gak kena penyakit. Ya penting buat tau
timbangannya turun apa gak. Gak lah, gak rewel.
Kecuali kalo turunnya sekilo lebih mah baru saya
takut, kalo ini mah gak, masih sedikit cuma ons-ons
doang. Paling nanti naik lagi. Gak tau.” (Informan S)
Kurang tau, kurang nanya sih yak. Sebenarnya sih
penting, maksudnya biar tau timbangan dia gitu. Biasa
dia. Dikata BB nya naik biasa, dikata turun pun dia
biasa. Kurang tau saya yak.” (Informan N)
Untuk kesehatan badan biar seger. Penting, buat
ketauan timbangannya. Dia mah turun mulu sih, gak
pernah naik. Kalo kata neneknya mau pinter. Apa yak,
kagak tau.” (Informan E)
170
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Gambaran Asupan Makanan
Dalam praktiknya, jumlah makanan yang diberikan kepada balita
tidak mencukupi kebutuhan sesuai dengan umur dan berat badan. Sebagian
besar informan hanya memberikan makanan pokok sekitar 100-200 gram
nasi, sayur 50 gram dan rata-rata hanya mengambil kuah sayurnya saja,
dengan lauk pauk sekitar 50-100 gram, buah sangat jarang diberikan sebagai
makanan utama, sedangkan susu sekitar 40 gram dan sebagian besar informan
memberikan susu yang tinggi lemak. Sedangkan menurut Kurniasih (2010)
anjuran pemberian makanan balita dengan kecukupan energi 1.400 kkal
dalam sehari adalah 300 gram nasi, 200 gram sayur, 100 gram tempe, 105
gram daging, 250 gram buah, 10 gram minyak, 26 gram gula dan 20 gram
susu tanpa lemak. Selain itu, asupan makanan kurang dari yang dibutuhkan
dapat mengakibatkan tubuh menjadi kurus dan rentan terhadap penyakit
(Sulistyoningsih, 2011).
Menurut Soekirman (2004) tubuh membutuhkan energi, karbohidrat,
lemak dan protein dalam jumlah seimbang untuk pertumbuhan dan
perkembangan. Apabila asupan energi kurang dari kebutuhan, maka tubuh
akan menggunakan cadangan energi yang berupa glikogen dan lemak. Bila
kekurangan energi berlangsung lama dan cadangan energi tidak mencukupi,
maka protein akan digunakan sebagai sumber energi untuk menjalankan
fungsi-fungsi vital tubuh yang berdampak pada berkurangnya massa tubuh
171
dan terhambatnya pertumbuhan. Sedangkan menurut Amrahu yang dikutip
oleh Fitriyanti (2012) kekurangan protein juga dapat mempengaruhi status
gizi. Hal ini dikarenakan protein di dalam tubuh merupakan zat pembangun
yang dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan, mengganti sel-sel yang rusak,
memelihara keseimbangan metabolisme tubuh, transport zat gizi dan
pembentukan antibodi.
Kurniasih, dkk (2010) menyatakan bahwa keragaman makanan anak
saat dihidangkan mulai dari makanan pagi, siang, dan malam, serta makanan
selingan harus terdiri atas makanan pokok, lauk pauk, sayur, dan buah,
sehingga seluruh makanan akan memenuhi prinsip gizi seimbang. Namun,
dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar informan hanya
memberikan makanan yang terdiri dari dua jenis makanan saja, seperti nasi,
lauk, dan kuah sayur atau hanya nasi dengan sayur, atau hanya nasi dengan
lauk, sedangkan buah sangat jarang diberikan, sehingga kebutuhan nutrisi
tidak tercukupi secara sempurna, bahkan tiga informan sering memberikan
mie instant sebagai makanan utama balita. Hal ini dilakukan karena cara
membuatnya yang praktis dan mudah, serta hemat waktu dan biaya. Padahal
menurut Southeast Asia Food and Agricultural Science and Technology
Center (2010) mie instant belum dapat dianggap sebagai makanan lengkap
(wholesome food) karena belum mencukupi kebutuhan gizi yang seimbang
bagi tubuh. Mie yang terbuat dari tepung terigu mengandung karbohidrat
dalam jumlah besar, tetapi sedikit protein, vitamin, dan mineral, sedangkan
fungsi pemenuhan kebutuhan gizi mie instant hanya dapat diperoleh jika ada
penambahan sayuran dan sumber protein (Ratnasari, 2012).
172
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, yang menyebabkan asupan
makanan balita kurang adalah karena faktor sulit makan yang dialami oleh
sebagian besar balita, hal ini disebabkan oleh kebiasaan balita dalam
mengonsumsi makanan selingan atau jajan yang berlebihan, sehingga balita
merasa kenyang sebelum makan makanan utama, selain itu jajanan seperti
chiki, permen, teh gelas, dan sebagainya merupakan makanan yang rendah
kandungan energi dana dapat menurunkan nafsu makan balita. Menurut
Kurniasih (2010) pemberian makanan selingan secara berlebihan atau
menjelang waktu makan utama dapat menyebabkan anak kenyang sehingga
anak tidak berselera lagi untuk mengonsumsi makanan utamanya.
Selain itu, informan utama mengikuti pola makan balitanya dan tidak
membentuk pola makan balita dengan baik, sehingga ketersediaan pangan
tidak ada untuk mendukung asupan makanan yang berkualitas. Penyajian
makanan yang tidak beragam juga membuat makanan tersebut menjadi
kurang menarik dan hal tersebut juga dapat menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi nafsu makan balita. Menurut Almatsier (2011) anak usia
prasekolah atau balita menyukai makanan yang disiapkan dan dihidangkan
secara menarik. Serta kurangnya pengetahuan informan sebagai penyedia
makanan dalam keluarga tentang kecukupan gizi, sehingga informan tidak
dapat memanfaatkan bahan makanan yang bergizi.
Selain pemberian makanan utama yang kurang, ternyata pemberian
PMT-P oleh informan juga tidak tepat baik dari segi jumlah maupun cara
pemberian. PMT-P tidak dikonsumsi secara benar oleh balita karena balita
lebih memilih makanan jajanan dibandingkan PMT-P tersebut. Bahkan ada
173
beberapa informan yang tidak memberikan PMT-P tersebut kepada balitanya,
dengan alasan balita tidak menyukai PMT-P tersebut. Padahal PMT-P
diberikan supaya berat badan balita meningkat. Namun, kesadaran informan
nampaknya masih rendah dalam upaya meningkatkan berat badan balitanya.
Terbukti dengan pemberian PMT-P yang hanya dilakukan oleh beberapa
informan ketika balita memintanya saja bahkan beberapa informan mengakui
memberikan PMT-P tersebut kepada orang lain. Konsumsi PMT-P yang
kurang disebabkan juga oleh kebiasaan balita mengkonsumsi makanan
jajanan, sehingga balita lebih menyukai makanan jajanan yang rendah energi
dibandingkan PMT-P tersebut. Berdasarkan hasil penelitian Renata Pardosi
tentang Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Balita di
Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan Tahun 2009, menyatakan
bahwa frekuensi makanan tambahan pada balita di Kelurahan Mangga
Perumnas Simalingkar Medan ≤ 2 kali sehari sebesar 60% dikarenakan balita
lebih banyak makan diluar (jajan) daripada makanan di rumah.
Menurut Yusrianto (2010) balita harus mendapatkan asupan gizi yang
seimbang supaya memiliki daya tahan tubuh yang kuat. Hal tersebut dapat
diperoleh dari makanan yang mengandung zat tenaga (karbohidrat dan
lemak), zat pembangun (protein), dan zat pengatur (vitamin dan mineral).
Komposisi makanan yang diberikan sebaiknya antara 50-70% karbohidrat,
20-30% lemak, dan 10-15% protein. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
asupan makanan kelima balita yang tidak mengalami peningkatan berat badan
setelah mendapat PMT-P secara umum tergolong kurang, hal tersebut dapat
dilihat dari segi jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi oleh balita.
174
Sehingga diharapkan kepada pihak Puskesmas agar dapat memberikan
pengetahuan mengenai sumber-sumber makanan yang mengandung zat gizi,
jumlah makanan utama yang seharusnya diberikan kepada balita, dan cara
memilih jajanan yang sehat.
6.2 Gambaran Faktor yang Mempengaruhi Asupan Makanan
6.2.1 Ketersediaan pangan
Menurut Natalia, dkk (2012) ketersediaan pangan keluarga akan
dipengaruhi oleh faktor keterjangkauan (jarak) dan kemampuan daya
beli keluarga terhadap bahan makanan. Apabila keluarga mengalami
kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan yang disebabkan oleh
ketidakmampuan dalam menyediakan makanan karena jarak tempuh
untuk mendapatkan makanan tidak terjangkau atau tidak mampu
membeli karena segi ekonomi, maka keluarga tersebut dikatakan tidak
tahan pangan. Kondisi ketahanan pangan yang menurun, akan berakibat
pada kurangnya pemenuhan gizi anggota keluarga.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa informan utama tidak
memiliki lahan pertanian sehingga informan mendapatkan bahan
makanan untuk keluarganya dengan cara membeli, baik membeli bahan
makanan mentah ataupun makanan jadi. Sebagian besar informan
membeli bahan makanan mentah untuk diolah karena lebih hemat untuk
dikonsumsi oleh anggota keluarga yang banyak dibandingkan membeli
makanan jadi. Jenis bahan makanan pokok yang sering dibeli adalah
beras. Lauk pauk seperti tempe, tahu, telur, ikan teri. Sayuran seperti
175
bayam, kangkung, sawi, sayur asem, toge. Buah-buahan jarang dibeli
dan dikonsumsi. Susu seperti susu kental manis. Sedangkan informan
yang membeli makanan jadi salah satunya adalah informan yang
bekerja.
Sebagian besar informan dari segi jarak tergolong mudah untuk
mendapatkan bahan makanan, hal ini bukan berarti ketersediaan
pangannya cukup, karena terbukti beberapa informan merasa enggan
atau malas untuk berbelanja meskipun jaraknya dekat, hal ini
dikarenakan informan merasa bosan karena harus selalu memasak jenis
makanan yang sama setiap hari. Padahal jika informan kreatif, informan
dapat membuat berbagai variasi makanan dengan bahan makanan yang
biasa mereka beli seperti tempe, telur, tahu, bayam, sawi, susu dan
sebagainya.
Faktor lain yang menyebabkan keluarga informan mengalami
kekurangan makanan adalah rendahnya daya beli keluarga karena faktor
ekonomi. Keluarga merasa tidak mampu membeli makanan karena
tidak mempunyai uang seperti buah-buahan, susu, atau sumber protein
hewani seperti ikan, ayam, dan daging. Karena sebagian besar informan
memiliki pendapatan kurang dari Upah Minimum Regional (UMR)
yaitu berkisar antara Rp 800.000,- sampai Rp 1.700.000,- perbulan dan
penghasilan tersebut sebagian besar dihabiskan untuk biaya sewa
kontrakan, biaya sekolah anak, angsuran motor, rokok, dan keperluan
lainnya, sehingga hanya tersisa sedikit untuk mencukupi kebutuhan
makanan sehari-hari. Wora (2011) mengatakan bahwa rendahnya
176
pendapatan dan banyaknya anggota keluarga juga menjadi pemicu
kurangnya penyediaan makanan bagi anggota keluarga yang
berpengaruh pada tingkat konsumsi energi (Natalia, dkk, 2012).
Sedangkan menurut Kristijono (2000) penghasilan adalah
rendahnya daya beli masyarakat merupakan halangan utama yang akan
berpengaruh terhadap asupan gizi keluarga baik dari segi kualitas
maupun kuantitasnya. Sehingga kandungan gizi lengkap seperti
karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral jarang terpenuhi.
Sebenarnya, meskipun daya beli masyarakat rendah kekurangan gizi
dapat diatasi jika ibu tahu bagaimana seharusnya memanfaatkan segala
sumber yang dimiliki. Penghasilan keluarga akan turut menentukan
hidangan yang disajikan untuk keluarga sehari-hari, baik kualitas
maupun kuantitas makanan. Pengetahuan tentang kadar gizi dalam
berbagai bahan makanan, kegunaan makanan bagi kesehatan keluarga
dapat membantu ibu memilih bahan makanan yang harganya tidak
begitu mahal akan tetapi memiliki nilai gizi yang tinggi.
Sehingga disimpulkan bahwa ketersediaan pangan keluarga
informan masih tergolong kurang. Hal ini disebabkan karena faktor
daya beli informan dan pengetahuan yang kurang, sehingga tidak bisa
memanfaatkan bahan makanan yang ada dengan baik. Sehingga
diharapkan kepada pihak Puskesmas dapat memberikan pengetahuan
mengenai contoh menu makanan sehat dan murah, serta memberikan
motivasi kepada informan untuk dapat memberikan makanan bergizi
terutama untuk balitanya.
177
6.2.2 Pemberian Makan
Menurut Lia Amalia dikutip oleh Komsatiningrum (2009) porsi
makan bagi orang dewasa dan balita sangatlah jauh berbeda, porsi
makan balita lebih sedikit karena aktivitasnya berbeda. Makanan
selingan perlu diberikan kepada balita terutama jika porsi makan utama
yang dikonsumsi belum mencukupi. Pemberian makanan selingan tidak
boleh berlebihan karena akan mengakibatkan berkurangnya nafsu
makan akibat terlalu kenyang makan makanan selingan atau snack.
Dalam praktiknya porsi makan yang diberikan informan kepada
balitanya biasanya sebanyak satu centong nasi dan balita sering
menyisakannya sekitar 2-3 sendok. Hal ini karena informan terlalu
mengikuti kemauan balita dan jika balita sudah tidak mau makan,
informan tidak berusaha membujuk supaya balita mau menghabiskan
makanannya. Orangtua hendaknya berdiskusi dengan anak tentang
makanan yang tidak disukai, memberi banyak perhatian, membujuk
anak untuk makan, dan menghidangkan makanan yang bervariasi.
Selain itu, hampir semua informan membiarkan balitanya jajan tanpa
diawasi. Padahal jajan dapat menyebabkan nafsu makan menurun,
sehingga hal inilah yang menyebabkan porsi makan balita menjadi
sedikit. Pengawasan orangtua yang baik akan menurunkan pilihan anak
terhadap makanan tidak bergizi (Almatsier, dkk. 2011)
Dalam hal frekuensi makan, sebagian informan memberikan
makan kepada balitanya sebanyak 2-3 kali sehari, bahkan dua informan
hanya memberikan makan sebanyak 1-2 kali sehari dan terkadang
178
makanan diberikan hanya ketika balita minta. Menurut Almatsier, dkk
(2011) sebagian besar anak usia 3-5 tahun makan lebih dari tiga kali
sehari, mereka memiliki perut yang kecil, sehingga memberi makan
lima hingga enam kali sehari lebih baik daripada tiga kali sehari.
Sedangkan menurut Arisman (2009) frekuensi makan dapat
menunjukkan tingkat kecukupan konsumsi gizi. Semakin tinggi
frekuensi makan, maka semakin besar kemungkinan terpenuhinya
kecukupan gizi. Frekuensi makan pada seseorang dengan kondisi
ekonomi mampu lebih tinggi dibandingkan dengan orang dengan
kondisi ekonomi lemah. Hal ini disebabkan orang dengan kondisi
ekonomi yang lemah memiliki daya beli yang rendah sehingga tidak
dapat mengkonsumsi makanan dengan frekuensi yang cukup. Ketiadaan
pangan dapat mengakibatkan berkurangnya asupan seseorang.
Beberapa informan memberikan susu lebih dari tiga kali.
Sedangkan menurut Beck (2011) konsumsi susu sebanyak 500 ml
perhari sudah cukup bagi seorang balita. Konsumsi susu berlebihan
cenderung menghilangkan selera makan anak sehingga anak menolak
makan makanan penting lainnya.
Beberapa informan terkadang membiarkan balita makan sendiri.
Padahal pemberian makanan pada balita tanpa diawasi mengakibatkan
makanan yang dikonsumsi tidak maksimal. Hal ini terjadi akibat ibu
sedang melakukan pekerjaan rumah atau karena ibu yang bekerja dan
balita diasuh oleh kakaknya. Lestrina (2009), salah satu penyebab tidak
langsung dari balita yang gizi buruk di Kecamatan Lubuk Pakam adalah
179
ibu yang bekerja diluar, sehingga ibu menyerahkan pemberian makanan
kepada orang lain seperti kakak, ayah atau neneknya. Ibu rumah tangga
mempunyai kesempatan yang lebih banyak dalam pengasuhan anak,
sedangkan status ibu yang bekerja akan berpengaruh terhadap
kehidupan keluarga. Di satu sisi hal ini berdampak positif bagi
pertambahan pendapatan, namun di sisi lain berdampak negatif
terhadap pembinaan dan pemeliharaan anak. Perhatian terhadap
pemberian makan pada anak yang kurang, dapat menyebabkan anak
menderita kurang gizi, yang selanjutnya berpengaruh buruk terhadap
tumbuh kembang anak dan perkembangan otak mereka.
Sebagian besar informan memberikan makan ketika balita
sedang bermain atau menonton TV. Menurut Almatsier (2011)
pemberian makan ketika sedang menonton TV dapat mengalihkan
perhatian anak terhadap makanan. Apalagi beberapa informan
membiarkan balitanya makan sendiri tanpa diawasi, sehingga makanan
yang dikonsumsi balita pun tidak optimal. Bahkan ada satu informan
membuat makanan jajanan balita seperti chiki sebagai lauk. Hal ini
memungkinkan balita lebih memilih mengonsumsi makanan jajanan
dibandingkan makanan utama.
Sedangkan menurut Hardinsyah dan Martianto (1992) apabila
praktik pengasuhan yang diterapkan oleh keluarga khususnya ibu yang
berkaitan dengan cara dan situasi makan dapat memberikan suasana
yang menyenangkan bagi anak, maka ibu tidak akan mengalami
kesulitan dalam hal pemberian makan kepada anak. Pada usia anak di
180
bawah lima tahun merupakan masa yang tergolong rawan. Pada
umumnya anak mulai susah makan atau suka pada makanan jajanan
yang rendah energi dan tidak bergizi. Oleh karena itu perhatian
terhadap makanan dan kesehatan bagi anak pada usia ini sangat
diperlukan.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa praktik pemberian
makan pada balita yang dilakukan oleh informan utama tergolong
buruk, baik dari pemberian makanan utama maupun pemberian PMT-P
yang meliputi porsi, frekuensi, suasana yang dimunculkan, maupun
upaya yang dilakukan informan ketika balita mengalami sulit makan.
Oleh karena itu, diharapkan kepada pihak Puskesmas untuk
memberikan pengetahuan mengenai porsi dan frekuensi makan yang
ideal untuk balita, dan memotivasi informan untuk tetap gigih dan
kreatif dalam pemberian makanan, sehingga dapat membuat nafsu
makan balita meningkat. Selain itu, dilakukan pula pemantauan dan
evaluasi terhadap pemberian PMT-P.
6.2.3 Pengetahuan Tentang Pemberian Makan
Sebagian besar informan tidak mengetahui komposisi makanan
bergizi bagi balita, sumber dan zat gizi dalam makanan, dan porsi
makan ideal bagi balita. Namun, ada satu informan yang memiliki
pengetahuan lebih baik dibandingkan informan yang lain. Meskipun
demikian, dalam praktik pemberian makan informan tersebut relatif
181
sama dengan informan yang lain. Hal ini disebabkan oleh kesadaran
informan untuk meningkatkan status gizi balitanya masih kurang.
Selain itu, pengetahuan orangtua tentang asupan gizi untuk
anaknya juga sebagai pemicu gizi kurang. Selama ini banyak orangtua
menganggap jika anaknya hanya diberikan makanan nasi dengan kecap
atau dengan lauk kerupuk atau hanya dengan ikan saja tanpa sayur,
maka orangtua beranggapan itu sudah benar, karena anaknya sudah
terbebas dari rasa lapar, tetapi sebenarnya pemberian yang dilakukan
secara terus menerus akan berdampak pada anak sendiri, ketahanan
tubuh akan lemah sehingga anak akan mudah terserang penyakit. Selain
itu, orangtua terutama ibu tidak begitu tanggap dengan perubahan yang
terjadi pada diri anaknya, ketika berat badan anaknya menurun dengan
drastis, tidak segera diambil tindakan untuk menangani kondisi anak
tersebut.
Menurut Notoadmodjo (2003) pendidikan adalah suatu kegiatan
atau proses pembelajaran untuk mengembangkan atau meningkatkan
kemampuan tertentu sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri
sendiri. Tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya
seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh,
pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang semakin baik pula
pengetahuannya. Tingkat pendidikan informan yang sebagian besar
hanya menamatkan Sekolah Dasar (SD) memiliki andil besar terhadap
praktik pemberian makan di keluarga termasuk pemberian makan pada
balita yang berakibat pada status gizi balita, karena informan
182
bertanggung jawab dalam penyelenggaraan makan sehari-hari. Baik
buruknya mutu serta jumlah hidangan tergantung pada kemampuan
informan dalam memilih bahan makanan yang berkualitas dan
menyusun menu dengan gizi yang seimbang.
Hal ini sesuai dengan penelitian Mazarina yang menyatakan
bahwa terdapat hubungan antara tingkat pendidikan ibu terhadap
perilaku makan anak. Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin baik
perilaku konsumsi makannya dan semakin baik status gizinya
(Faradevi, 2011).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengetahuan informan
masih tergolong rendah. Oleh karena itu, diharapkan untuk pihak
Puskesmas dapat memberikan pengetahuan mengenai gizi dengan
bahasa yang lebih sederhana agar informan dapat memahaminya, atau
bisa dilakukan dengan memperagakan langsung mengenai praktik
pemberian makan, seperti contoh menu makanan yang meliputi
komposisi makanan yang beragam, porsi makan, frekuensi makan, dan
cara penyajian makanan yang tepat, sehingga informan dapat
mempraktikkan langsung di rumah.
6.3 Gambaran Penyakit Infeksi
Adanya penyakit infeksi pada balita selama kegiatan PMT-P
merupakan faktor yang berpengaruh besar terhadap keberhasilan perbaikan
status gizi. Penyakit infeksi yang sering dialami oleh balita selama kegiatan
PMT-P yaitu diare, batuk, pilek yang disertai dengan peningkatan suhu tubuh.
183
Sehingga berdampak pada penurunan nafsu makan dan akhirnya akan
menurunkan berat badan balita. Semua balita responden selama kegiatan
PMT-P pernah mengalami sakit yaitu antara 1 - 3 kali. Hal ini disebabkan
oleh asupan makanan balita yang buruk, sehingga mengakibatkan daya tahan
tubuhnya lemah. Menurut Yusrianto (2010) pemenuhan gizi berpengaruh
terhadap kesehatan dan daya tahan tubuh balita. Jika gizi baik, risiko balita
terkena penyakit semakin berkurang. Daya tahan tubuh yang disebut dengan
immunoglobulin berasal dari protein. Sehingga jika asupan protein sedikit
bahkan tidak ada, maka tidak akan terbentuk faktor daya tahan tubuh.
Semakin buruk gizinya maka daya tahan tubuhnya pun semakin jelek,
semakin sering terinfeksi maka nafsu makan semakin menurun dan semakin
menurun lagi daya tahan tubuhnya. Begitu pula Menurut UNICEF (1998)
selain ketidakcukupan intake zat gizi, kesakitan merupakan salah satu faktor
penyebab kurang gizi pada balita. Balita yang menderita sakit dalam waktu
relative lama akan mengalami penurunan berat badan yang berdampak pada
status gizi balita tersebut. Kesakitan akan menurunkan efektifitas penggunaan
zat gizi dalam tubuh (Depkes, 2003).
Dari hasil penelitian diketahui pula bahwa ada dua informan yang
balitanya memiliki riwayat BBLR dan salah satunya juga memiliki riwayat
penyakit infeksi Tuberkulosis (TBC). Sekarang balita tersebut sudah
dinyatakan sembuh oleh dokter. Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa
ibu memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi dalam pengobatan penyakit TBC
sehingga balita dapat dinyatakan sembuh. Namun, berbeda dengan kasus gizi
kurang yang sudah dua tahun lebih diderita oleh balita bahkan sampai
184
penelitian selesai dilakukan balita masih memiliki berat badan di bawah
normal atau masih dinyatakan gizi kurang. Hal ini disebabkan oleh persepsi
informan tentang penyakit. Persepsi informan tentang kegawatan penyakit
TBC berbeda dengan gizi kurang, sehingga upaya untuk mengobati balita
yang TBC lebih tinggi dibandingkan balita gizi kurang. Sesui dengan teori
Health Belief Model (HBM) seseorang akan melakukan tindakan pengobatan
atau pencegahan bila diancam oleh penyakit yang dirasakan lebih parah
dibandingkan dengan penyakit yang dirasakan lebih ringan. Begitupula
persepsi keparahan yang tinggi tentang penyakit TBC akan membuat
seseorang mengambil tindakan pencegahan atau deteksi dini terhadap
penyakit tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa empat dari lima
informan menganggap gizi kurang adalah sesuatu yang biasa dan tidak
membahayakan. Oleh karena itu, diharapkan kepada pihak Puskesmas untuk
memberikan pengetahuan terkait dampak dan bahaya dari gizi kurang serta
motivasi untuk informan agar selalu berupaya meningkatkan status gizi
balitanya.
6.4 Gambaran yang Mempengaruhi Penyakit Infeksi
6.4.1 Sanitasi dan Hygiene
Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan
melindungi kebersihan lingkungan dari subyeknya. Misalnya
menyediakan air yang bersih untuk keperluan mencuci tangan,
menyediakan tempat sampah untuk mewadahi sampah agar tidak
185
dibuang sembarangan (Depkes RI, 2004). Pada umumnya sebagian
besar informan memiliki tingkat sanitasi yang baik dalam hal
penggunaan air bersih, upaya membuang sampah, membersihkan
rumah, halaman, dan penyediaan WC di dalam rumah, namun beberapa
informan memiliki WC yang terlihat tidak terawat karena lantainya
yang rusak sehingga menyebabkan genangan air dan cat dinding yang
terlihat kusam dan terkelupas, dan pertukaran serta pencahayaan rumah
yang kurang. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan biaya informan
dalam merawat kondisi rumahnya.
Sedangkan dalam upaya menjaga kebersihan balita, sebagian
besar informan telah melakukan dengan baik yaitu mencuci tangan
balita setelah bermain dan sebelum makan, meskipun beberapa
informan terkadang hanya mencuci saja tanpa menggunakan sabun.
Dalam hal memandikan dan mengganti pakaian balita dilakukan
minimal dua kali sehari sesuai kebutuhan balita. Menurut Muhajirin
(2007) Personal hygiene adalah langkah pertama untuk hidup lebih
sehat. Personal hygiene mencakup praktek kesehatan seperti mandi,
keramas, menggosok gigi, dan mencuci pakaian. Memelihara personal
hygiene yang baik membantu mencegah infeksi dengan membuang
kuman atau bakteri yang hidup di permukaan kulit. Faktor perilaku
mempunyai peranan yang sangat penting terhadap keberhasilan
menurunkan angka kejadian diare. Kebiasaan tidak mencuci tangan
mempunyai risiko 1,88 kali lebih besar akan menderita diare dibanding
186
yang mencuci tangan. Mencuci tangan dapat menurunkan risiko terkena
diare sebesar 47%.
Oleh sebab itu, peneliti menyimpulkan bahwa upaya sanitasi dan
hygiene informan tergolong baik, meskipun beberapa aspek terlihat
tidak terawat karena keterbatasan biaya dalam upaya perawatan rumah.
6.4.2 Pelayanan Kesehatan
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi
dan anak dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar membuat
antibodi untuk mencegah penyakit tertentu. Vaksin adalah bahan yang
dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan
kedalam tubuh melalui suntikan seperti vaksin BCG, DPT, Campak,
memalui mulut seperti polio (Hidayat, 2008).
Sebagian besar informan memberikan imunisasi lengkap untuk
balitanya, namun ada satu informan yang hanya memberikan satu jenis
imunisasi saja untuk balitanya yaitu imunisasi campak. Hal ini
dikarenakan pengaruh orangtua informan yang tidak memperbolehkan
balita untuk diimunisasi. Hal ini disebabkan oleh ketakutan atau
kecemasan orangtua informan terhadap efek samping yang ditimbulkan
setelah imunisasi seperti demam dan sebagainya. Efek samping vaksin
bagi sebagian anak umumnya berupa reaksi ringan di area penyuntikan
seperti nyeri, bengkak, dan kemerahan. Terkadang reaksi disertai
demam ringan 1-2 hari setelah imunisasi, gejala tersebut umumnya
tidak berbahaya dan akan hilang dengan cepat (Depkes, 2006).
187
Dalam hal penimbangan balita semua informan menganggap hal
tersebut penting dilakukan agar informan dapat mengetahui berat badan
balitanya. Namun hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa
informan sering tidak menimbang balita ke Puskesmas atau ke
Posyandu, hal ini dikarenakan informan bekerja, informan bosan
dengan berat badan balitanya yang tidak kunjung naik, informan merasa
malas, dan informan tidak mengetahui jadwal penimbangan. Padahal
pemantauan tumbuh kembang balita sangat penting dilakukan untuk
mengetahui adanya gangguan pertumbuhan secara dini, oleh karena itu
diperlukan penimbangan setiap bulan (Rahmadiliyani, 2012).
Pemberian PMT-P adalah salah satu upaya yang dilakukan
untuk meningkatkan berat badan balita. Pemberian PMT-P tanpa
pengawasan dari petugas kesehatan membuat informan memberikan
PMT-P tersebut dengan sesuka hati, bahkan ada informan yang
memberikan PMT-P kepada anaknya yang lain, tetangga, dan saudara
informan. Agar upaya yang dilakukan Pemerintah tidak sia-sia, maka
perlu adanya monitoring dan konseling sehingga dengan pemberian
PMT-P dapat memberikan dampak pada pertambahan berat badan
balita. Pemberian PMT-P tanpa adanya penyuluhan atau konseling pada
masyarakat khususnya ibu-ibu yang mempunyai balita gizi kurang tidak
akan memberi efek yang maksimal.
Sebagian besar informan mengatakan jika mereka memperoleh
pengetahuan tentang gizi dari Puskesmas dan ACT, namun beberapa
informan mengatakan jika tidak pernah mendapatkan pengetahuan gizi
188
dari Puskesmas. Menurut Almatsier (2011) pengetahuan gizi orangtua
dan pengasuh anak ternyata sangat berpengaruh terhadap pilihan
makanan anak.
Sedangkan keterjangkauan informan terhadap pelayanan
kesehatan Puskesmas, informan merasa jauh sehingga informan datang
ke Puskesmas hanya jika diundang oleh TPG saja, selebihnya informan
memantau gizi balitanya di Posyandu. Namun, meskipun Posyandu
berada tidak jauh dari rumah informan, sebagian besar informan
terkadang tidak datang untuk menimbang balitanya, hal ini disebabkan
informan merasa malas, informan bekerja, informan tidak mengetahui
adanya jadwal penimbangan, atau karena teman informan tidak
mengajak ke Posyandu.
6.4.3 Pengetahuan Tentang Penyakit Infeksi dan Pemeliharaan
Kesehatan
Salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi adalah
penyakit infeksi yang dapat mengganggu metabolisme dan fungsi
imunitas. Penyakit infeksi dapat menyebabkan perubahan status gizi
kurang yang selanjutnya bermanifestasi ke status gizi buruk. Namun,
sebagian besar informan tidak mengetahui tentang penyakit infeksi
baik itu pengertian, jenis, penyebab, akibat, gejala, cara penularan,
bahaya penyakit infeksi pada anak, bahkan pencegahan penyakit
infeksi pada anak.
189
Menurut Depkes (2007) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas
kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat menolong
dirinya sendiri di bidang kesehatan dan dapat berperan aktif dalam
kegiatan-kegiatan kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan–
kegiatan kesehatan di masyarakat. Rumah tangga sehat adalah rumah
tangga yang melakukan 10 PHBS di rumah tangganya yaitu persalinan
ditolong oleh tenaga kesehatan, memberi bayi ASI eksklusif,
menimbang bayi dan balita, menggunakan air bersih, mencuci tangan
dengan menggunakan air bersih dan sabun, menggunakan jamban
sehat, memberantas jentik di rumah, makan buah dan sayur setiap
hari, melakukan aktivitas fisik setiap hari, dan tidak merokok di dalam
rumah.
Sedangkan pengetahuan mengenai pemeliharaan kesehatan
seperti PHBS dan rumah sehat, sebagian besar informan tidak
mengetahui bahkan tidak pernah mendengar istilah tersebut. Namun,
satu informan mengetahui bahwa ada 10 PHBS tetapi informan lupa
isi dari 10 PHBS tersebut. Sedangkan dalam upaya pemeliharaan
rumah dan halaman rumah semua informan mengetahuinya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengetahuan mengenai
penyakit infeksi sebagian besar informan tergolong buruk dan
pengetahuan mengenai pemeliharaan kesehatan juga masih tergolong
kurang. Oleh karena itu, diharapkan pada pihak Puskesmas agar dapat
190
memberikan informasi mengenai penyakit infeksi dan pemeliharaan
kesehatan seperti PHBS.
6.5 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan antara lain :
a) Pada saat penelitian, persediaan PMT-P berupa susu dan biskuit di
Puskesmas Pamulang sudah habis, sehingga peneliti harus membawa
PMT-P untuk mengetahui pemberian makanan tambahan tersebut kepada
balita.
b) Sebagian besar praktik pengasuhan baik dalam pemberian makanan
maupun pemeliharaan kesehatan dilakukan oleh informan utama,
sedangkan informan pendukung dari keluarga terkadang ada yang tidak
mengetahui dan memperhatikan praktik pengasuhan yang dilakukan oleh
informan utama secara detail.
c) Pada saat wawancara mendalam dengan informan pendukung dari
keluarga terkadang ditemani oleh informan utama, sehingga terkadang
informan utama ikut menjawab pertanyaan yang diberikan kepada
informan pendukung dari keluarga.
191
BAB VII
PENUTUP
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di wilayah kerja
Puskesmas Pamulang pada bulan Agustus sampai dengan November,
diperoleh simpulan sebagai berikut :
a. Latar belakang tidak meningkatnya berat badan balita setelah mendapat
PMT-P adalah karena informan utama tidak membentuk pola makan balita
dan hanya mengikuti pola makan balita yang suka jajan sehingga
mengakibatkan ketersediaan pangan keluarga dan asupan makan balita
menjadi buruk baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Selain itu,
disebabkan pula oleh frekuensi makan balita yang buruk, PMT-P tidak
digunakan dengan tepat, adanya penyakit infeksi yang diderita, upaya
sanitasi yang kurang, dan pengetahuan informan yang buruk mengenai
pemberian makan dan penyakit infeksi.
b. Asupan makanan balita masih tergolong buruk dalam hal jumlah dan jenis
makanan baik dari makanan utama maupun dari PMT-P, baik dalam hal
jumlah maupun jenis makanan. Karena hampir di setiap waktu makannya
jumlah makanan utama yang dikonsumsi balita tergolong sedikit dengan
jenis makanan yang hanya terdiri dari dua jenis, seperti makanan pokok
dan lauk atau makanan pokok dan sayur. Sedangkan PMT-P yang
diberikan sering tidak tepat sasaran.
192
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi asupan makanan yaitu :
a) Ketersediaan pangan dalam keluarga umumnya tergolong buruk
dikarenakan informan utama mengikuti pola makan balita yang suka
jajan, sehingga berakibat pada asupan makanan menjadi kurang baik
dari segi kualitas maupun kuantitas, serta daya beli dan pengetahuan
informan yang rendah.
b) Pemberian makan balita tergolong buruk dalam hal porsi, frekuensi,
suasana yang dimunculkan ketika memberi makan pada balita, dan
upaya yang dilakukan jika balita sulit makan
c) Pengetahuan tentang pemberian makan tergolong buruk dalam hal
komposisi makanan bergizi bagi balita, zat gizi dalam makanan dan
sumbernya, serta porsi makan yang ideal bagi balita. Sedangkan
pengetahuan tentang frekuensi makan yang ideal bagi balita sudah
tergolong baik.
d. Penyakit infeksi yang diderita balita selama menjalani program PMT-P
tergolong sering sehingga mengakibatkan nafsu makan balita menurun.
e. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit infeksi yaitu :
a) Upaya sanitasi dan hygiene yang dilakukan informan sudah tergolong
baik. Baik dalam hal menjaga kebersihan lingkungan meliputi
penggunaan air bersih, pertukaran udara dan pencahayaan rumah,
pembuangan sampah, penyediaan WC di dalam rumah dan kebersihan
diri meliputi kebiasaan mencuci tangan, mandi dan mengganti pakaian
balita.
193
b) Keterjangkauan terhadap pelayanan kesehatan dan dalam hal
penimbangan balita tergolong rendah, meskipun dalam upaya imunisasi
dan penyuluhan gizi sudah baik Sedangkan pengawasan terhadap
pemberian PMT-P tidak dilakukan, sehingga PMT-P tidak tepat
sasaran.
c) Pengetahuan tentang penyakit infeksi dan pemeliharaan kesehatan
tergolong buruk, baik dalam hal pengertian penyakit infeksi, jenis,
penyebab, akibat, gejala, cara penularan, bahaya penyakit infeksi pada
anak, pencegahan, perilaku hidup bersih dan sehat, bangunan rumah
sehat, definisi pergantian udara, pencahayaan rumah, bahaya penurunan
berat badan, dan dampak gizi kurang pada balita. Sedangkan
pengetahuan dalam hal pengobatan penyakit infeksi pada balita, tempat
bermain anak, manfaat air bersih, cara membuang sampah, upaya
menjaga kebersihan rumah dan halaman rumah, manfaat imunisasi, dan
manfaat penimbangan balita pada umumnya sudah tergolong baik.
7.2 Saran
a. Diharapkan kepada petugas Puskesmas untuk dapat memberikan konseling
secara terjadwal mengenai pemberian makan yang baik bagi balita dengan
menggunakan alat peraga atau dengan contoh menu makanan meliputi
komposisi makanan, porsi makan, frekuensi makan, dan cara penyajian
makanan yang baik dan menarik, sehingga dapat dipahami oleh ibu balita
dan dapat dipraktikkan di rumah.
194
b. Diharapkan kepada petugas Puskesmas saat konseling tidak hanya
membahas tentang pemberian makan pada balita, melainkan juga tentang
penyakit infeksi dan pemeliharaan kesehatan, baik itu jenis penyakit
infeksi, gejala, cara penularan, cara pencegahan, bahaya jika balita
mengalami penurunan berat badan atau gizi kurang, cara membuang
sampah, PHBS, dan sebagainya.
c. Diharapkan kepada petugas Puskesmas untuk dapat melakukan
pemantauan dan pengawasan dalam pemberian PMT-P dengan cara
menjalin kerja sama dengan bidan desa atau kader setempat supaya PMT-P
hanya dikonsumsi oleh sasaran dan tidak berpindah tangan.
d. Diharapkan kepada petugas Puskesmas untuk dapat melakukan upaya lain
jika PMT-P yang diberikan tidak disukai oleh balita sasaran.
e. Diharapkan kepada ibu balita untuk dapat memberikan jajanan yang sehat
dan kaya akan kandungan gizi.
f. Diharapkan kepada ibu balita untuk dapat lebih kreatif dalam pengolahan
dan pemberian makan kepada balita, baik makanan utama maupun PMT-P
supaya balita lebih memiliki nafsu makan dan dapat mengurangi kebiasaan
jajan yang tidak sehat.
g. Kegiatan penyuluhan dan pemberian motivasi sangat diperlukan untuk
meningkatkan pengetahuan dan kesadaran informan terhadap status gizi
dan kesehatan balitanya.
195
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmito, Wiku. 2007. Sistem Kesehatan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Agustine, Arini. 2010. Hubungan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan
(PMT-P) dan Karakteristik Balita dengan Status Gizi (BB/U) Balita Gizi
Buruk di Lima Puskesmas Kabupaten Indramayu Tahun 2009. Skripsi FKIK
UIN
Almatsier, Sunita. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama
Almatsier, dkk. 2011. Gizi Seimbang Dalam Daur Kehidupan. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama
Amos, John. 2000. Hubungan Persepsi Ibu Balita Tentang Kurang Gizi dan PMT-
P dengan Status Gizi Balita Pada Keluarga Miskin di Kabupaten Padang
Pariaman Propinsi Sumatera Barat Tahun 1999. Tesis FKM UI
Arisman. 2009. Gizi dalam Daur Kehidupan : Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta : EGC
BAPPENAS. 2011. Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi. Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional
Barasi, Mary. 2009. Ilmu Gizi. Jakarta : Erlangga
Beck, Mary. 2011. Ilmu Gizi dan Diet Hubungannya Dengan Penyakit-Penyakit
Untuk Perawat dan Dokter. Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica (YEM)
Depkes RI. 1999. Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat
2010. Jakarta : Departemen Kesehatan RI
196
Depkes RI. 2003. Status Gizi Ibu Hamil, Bayi, dan Balita Tahun 1989-2002.
Jakarta : Pusat Data dan Informasi Depkes RI
_______. 2003. Pedoman Penatalaksanaan Balita Gizi Buruk Secara Rawat
Jalan (untuk Puskesmas). Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi
dan Makanan
_______. 2004. Pedoman Penanggulangan Kekurangan Energi Protein (KEP)
dan Petunjuk Pelaksanaan PMT pada Balita. Jakarta : Direktorat Bina Gizi
Masyarakat, Ditjen Binkesmas Depkes RI
_______. 2004. Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman. Jakarta : Ditjen PPM
dan PL
_______. 2005. Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan penanggulangan Gizi
Buruk 2005-2009. Jakarta : Departemen Kesehatan RI
_______. 2006. Informasi Program Pencegahan Dan Penanggulangan Masalah
Gizi Mikro. Jakarta : Departemen Kesehatan RI
_______. 2006. Petunjuk Teknis Kampanye Imunisasi Campak. Jakarta : Subdit
Imunisasi Direktorat Epim & Kesma, Direktorat Jenderal PP & PL
Departemen Kesehatan RI
_______. 2007. Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat. Jakarta : Departemen
Kesehatan RI
_______. 2009. Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta : Departemen Kesehatan
RI
197
Erfandi. 2009. Pengetahuan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi .
D i ak s es d a r i http://forbetterhealth.wordpress.com
Faradevi, Reny. 2011. Perbedaan Besar Pengeluaran Keluarga, Jumlah Anak
Serta Asupan Energi dan Protein Balita Antara Balita Kurus dan Normal.
Skripsi. Jurusan Ilmu Gizi Universitas Diponegoro
Fitriyanti, Farida. 2012. Pengaruh Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan
(PMT-P) Terhadap Status Gizi Balita Gizi Buruk di Dinas Kesehatan Kota
Semarang Tahun 2012. Skripsi. Ilmu Gizi Universitas Diponegoro
Hasanudin, Maulana. 2001. Gambaran Status Gizi Balita Sebelum dan Sesudah
Mendapat PMT-Pemulihan di Kabupaten Tangerang Tahun 2000. Skripsi
FKM UI
Hasdianah, dkk. 2014. Gizi, Pemanfaatan Gizi, Diet, dan Obesitas. Yogyakarta :
Nuha Medika
Heryati, dkk. 2005. Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta : EGC
Hidayat, A. Aziz Alimut. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk
Pendidikan Kebidaan. Jakarta : Salemba medika
Indra, Dewi. 2013. Prinsip-Prinsip Dasar Ahli Gizi. Jakarta : Dunia Cerdas
Kementerian Kesehatan RI. 2011. Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk. Jakarta :
Direktorat Bina Gizi Kementerian Kesehatan RI
198
_______. 2011. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1995/MENKES/SK/XII/2010 Tentang Standar Antropometri Penilaian
Status Gizi Anak. Jakarta : Direktorat Bina Gizi Kementerian Kesehatan RI
_______. 2012. Buku Rencana Kinerja Pembinaan Gizi Masyarakat. Jakarta :
Kementerian Kesehatan RI
________. 2012. Panduan Penyelenggaraan Pemberian Makanan Tambahan
Pemulihan Bagi Balita Gizi Kurang dan Ibu Hamil KEK (Bantuan
Operasional Kesehatan). Jakarta : Ditjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan
Anak
Khomsan, Ali. 2004. Peranan Pangan dan Gizi Untuk Kualitas Hidup. Jakarta :
PT Grasindo
Komsatiningrum. (2009). Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Gizi Ibu dan
Pendapatan Keluarga dengan Pola Konsumsi Pangan Balita di Desa Meger
Kecamatan Ceper kabupaten Klaten. Semarang : Skripsi. FT-UNS
Kurniasih, Dedeh, dkk. 2010. Sehat dan Bugar Berkat Gizi Seimbang. Jakarta :
Kompas Gramedia
Lailiyana, et al. 2010. Buku Ajar Gizi Kesehatan Reproduksi. Jakarta: EGC
Lestrina, Dini. 2009. Penanggulangan Gizi Buruk di Wilayah Kerja Puskesmas
Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang. Tesis. Pascasarjanan USU
Mariani. 2002. Hubungan Pola Asuh Makan, Konsumsi Pangan dan Status
Kesehatan dengan Status Gizi Anak Balita. Tesis. Pascasarjana IPB
199
Meriani, Gusti Ayu. 2010. Hubungan Perilaku Ibu Dalam Pemberian Gizi
Seimbang Dengan Status Gizi Pada Balita di Posyandu Kelurahan Depok
Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok. SRIPSI. Universitas Pembangunan
Nasional Jakarta
Moleong, Lexy. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja
Rosdakarya
Muhajirin. 2007. Hubungan Antara Praktik Personal Hygiene Ibu Balita dan
Sarana Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita di
Kecamatan Maos Kabupaten Cilacap Tahun 2007. Tesis. Universitas
Diponegoro
Natalia, dkk. 2012. Hubungan Ketahanan Pangan Tingkat Keluarga dan Tingkat
Kecukupan Zat Gizi Dengan Status Gizi Batita di Desa Gondangwinangun
Tahun 2012. Jurnal Kesehatan Masyarakat 2013, Volume 2, Nomor 2,
diakses dari http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm. Skripsi. FKM
Universitas Diponegoro
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip
Dasar. Jakarta : Rineka Cipta
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta
Nurlinda, Andi. 2013. Gizi dalam Siklus Daur Kehidupan Seri Baduta.
Yogyakarta : CV Andi Offset
200
Pandi, Emma. 2008. Panduan Lengkap Makanan Bayi dan Balita. Jakarta :
Penebar Pus
Poerwandari, Kristi. 2007. Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku
Manusia. Depok : Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan
Pendidikan Psikologi (LPSP3)
Pudjiadi, Solihin. 2005. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak, Edisi Keempat. Balai
Penerbit FKUI : Jakarta
Rahim, Fitri Kurnia. 2014. Faktor Risiko Underweight Balita Umur 7-59 Bulan.
Jurnal Kesehatan Masyarakat di unduh dari
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas diakses tanggal 21 Oktober
2014
Rahmadiliyani, Nina. 2012. Analisis Faktor-Faktor Yang Menyebabkan
Keengganan Ibu Balita Berkunjung Ke Posyandu dinDesa Jingah Habang
Hilir Kecamatan Karang Intan Kabupaten Banjar. Media SainS, volume 4
Nomor 2, Oktober 2012 ISSN 2085-3548.
Ratnasari, Dewi. 2012. Gambaran Kebiasaan Konsumsi Mie Instant Pada Anak
Usia 7-12 Tahun Studi di Sekolah Dasar Kanisius Tlogosari Kulon
Semarang. Skripsi. Jurusan Ilmu Gizi Universitas Diponegoro
Riyadi, H. 1995. Prinsip dan Petunjuk Penilaian Status Gizi. Jurusan GMSK-IPB
Bogor
Sa’adah, Jazilatus. 2008. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku
Makan dan Hubungan Perilaku Makan Dengan Status Gizi Balita (12-59
201
Bulan) di Desa Cibeuteung Muara Kecamatan Ciseeng Kabupaten Bogor.
Skripsi. FKM UIN
Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Jakarta : Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional
Soekirman. 2004. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat.
Jakarta: Penebar Swadaya
Sulistyoningsih, Hariyani. 2011. Gizi Untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta
: Graha Ilmu
Supariasa, dkk. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC
Syafiq, dkk. 2006. Modul Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta : UIN Jakarta Press
UNICEF. 1998. The State of The World’s Children 1998. New York : Oxford
University Press
Veriyal, Nura. 2010. Analisis Pola Asuh Gizi Ibu Terhadap Balita Kurang Energi
Protein (KEP) Yang Mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan
Kabupaten Tangerang. SKRIPSI. FKM UIN
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di
Era Otonomi Daerah dan Globalisasi
Yusrianto. 2010. 100 Tanya Jawab Kesehatan Harian Untuk Balita. Jogjakarta :
Power Books
Lampiran 1
Pedoman Wawancara Mendalam Bagi Informan Utama (Ibu Balita) Penerima
PMT-P di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014
Tanggal wawancara :
Waktu wawancara : .......... s/d ..........
A. Identitas Informan
1. Nama :
2. Umur :
3. Pendidikan :
4. Pekerjaan :
5. Umur menikah :
6. Pendapatan keluarga :
7. Jumlah anak :
8. Alamat :
B. Identitas Balita
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis kelamin :
4. Anak ke- :
5. Berat badan lahir :
C. Pertanyaan
1. Pengetahuan
a. Asupan Makanan
1) Apa yang ibu ketahui tentang komposisi makanan bergizi? (probing:
dari mana informasi tersebut ibu dapatkan?)
2) Apa yang ibu ketahui tentang zat gizi dalam makanan?
3) Apa saja makanan yang mengandung energi?
4) Apa saja makanan yang mengandung karbohidrat?
5) Apa saja makanan yang mengandung lemak?
6) Apa saja makanan yang mengandung protein?
7) Apa saja makanan yang mengandung vitamin dan mineral?
8) Berapa porsi makanan sebaiknya diberikan kepada balita setiap kali
makan? (probing: apakah makan dengan porsi tersebut dapat membuat
balita sehat?)
9) Berapa kali sebaiknya balita diberi makan? (probing: kapan waktu yang
tepat dalam memberikan makan pada balita?)
10) Apa yang ibu ketahui tentang Pemberian Makanan Tambahan?
(probing: apakah Pemberian Makanan Tambahan tersebut penting bagi
balita? Mengapa?)
11) Kapan sebaiknya Pemberian Makanan Tambahan diberikan pada balita?
(probing: mengapa diberikan pada waktu tersebut?)
12) Jajanan seperti apakah yang baik diberikan untuk balita?
b. Penyakit Infeksi
1) Apa yang ibu ketahui tentang penyakit infeksi pada balita? (probing:
dari mana ibu mendapatkan informasi tersebut?)
2) Apa saja yang termasuk dalam penyakit infeksi pada balita? (probing:
apa gejala atau tanda-tanda penyakit infeksi tersebut?)
3) Apa yang ibu ketahui tentang penyebab penyakit infeksi pada balita?
(probing: apakah penyakit infeksi tersebut menular? Bagaimana cara
penularannya?)
4) Apa yang ibu ketahui tentang akibat penyakit infeksi pada balita?
(probing: apakah menurut ibu penyakit tersebut berbahaya? Mengapa?)
5) Apa yang ibu ketahui tentang cara pencegahan penyakit infeksi pada
balita?
6) Apa yang ibu ketahui tentang cara pengobatan penyakit infeksi pada
balita?
7) Apa yang ibu ketahui tentang perilaku hidup bersih dan sehat? (probing:
dari mana informasi tersebut ibu peroleh?)
8) Apa yang ibu ketahui tentang tempat bermain anak?
9) Apa yang ibu ketahui tentang bangunan rumah yang sehat? (probing:
bagaimana ciri-ciri bangunan rumah yang sehat? Apakah menurut ibu
rumah ibu termasuk ke dalam ciri-ciri rumah sehat?)
10) Apa yang ibu ketahui tentang pergantian udara dan pencahayaan rumah?
(probing: apa yang harus ibu lakukan agar terjadi pertukaran udara yang
sehat di dalam rumah?)
11) Apa manfaat air bersih untuk kesehatan? (probing: sebaiknya air bersih
digunakan untuk apa?)
12) Apa yang ibu ketahui tentang cara pembuangan sampah yang benar?
(probing: dimana sebaiknya ibu membuang sampah? Berapa kali dalam
seminggu sebaiknya sampah dibuang ke tempat pembuangan sampah?)
13) Apa yang ibu ketahui tentang upaya menjaga kebersihan rumah dan
halaman rumah? (probing: berapa kali sehari sebaiknya rumah dan
halaman rumah dibersihkan?)
14) Apa yang ibu ketahui tentang manfaat imunisasi? (probing: sejak usia
berapa anak sebaiknya mulai diimunisasi? Jenis imunisasi apa saja yang
seharusnya diberikan?)
15) Apa yang ibu ketahui tentang manfaat penimbangan balita? (probing:
apa akibat jika berat badan balita menurun? Apakah hal tersebut
berbahaya bagi balita? Mengapa?)
16) Apa yang ibu ketahui tentang dampak gizi kurang pada balita? (probing:
bagaimana ciri-ciri balita gizi kurang? Apakah gizi kurang berbahaya
bagi balita? Mengapa?)
2. Praktik Pemberian Makan
1) Berapa banyak balita makan dalam sehari? (probing: apakah setiap hari
balita makan dengan jumlah seperti itu? Mengapa?)
2) Jenis makanan apa yang biasa ibu berikan saat balita makan? (probing:
apakah ibu sering membuat variasi makanan untuk balita? Mengapa?)
3) Apakah ibu memberikan buah sebagai makanan utama bagi balita?
Mengapa? (probing: kapan biasanya ibu memberikan buah kepada balita?
Mengapa?)
4) Bagaimana ibu memperoleh bahan makanan untuk keluarga? (probing:
kapan ibu biasanya berbelanja atau memperoleh bahan makanan tersebut?
jenis bahan makanan apa sajakah yang sering ibu beli? Berapa banyak
bahan makanan yang ibu beli setiap kali berbelanja? Apakah bahan
makanan tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan ibu dan keluarga?)
5) Berapa porsi yang ibu diberikan pada balita setiap kali makan? (probing:
apakah setiap hari balita makan dengan porsi tersebut? Apakah makan
dengan porsi tersebut dapat membuat balita sehat? Mengapa?)
6) Berapa kali balita diberikan makan dalam sehari? Apakah selain di waktu
tersebut anak diberikan makan lagi, seperti kudapan atau jajan? (probing:
berapa kali balita jajan dalam sehari? jenis jajanan apa yang biasanya
diberikan? Mengapa balita diberikan jajanan tersebut?)
7) Bagaimana suasana yang ibu munculkan saat memberi makan balita?
8) Apa yang biasanya menyebabkan balita sulit makan? (probing: apa yang
ibu lakukan jika balita sulit makan?)
9) Apa saja jenis PMT-P yang ibu terima dari Puskesmas? (probing: apakah
balita menyukai PMT-P yang diberikan oleh Puskesmas? Apa yang ibu
lakukan jika balita tidak menyukai PMT-P tersebut? Siapa saja yang
biasanya menikmati PMT-P tersebut selain balita?)
10) Berapa kali sehari PMT-P diberikan? Berapa banyak PMT-P diberikan
dalam sekali pemberian?
11) Bagaimana cara petugas Puskesmas atau kader memberikan PMT-P?
(Probing: berapa banyak PMT-P yang diberikan? apakah mereka
menjelaskan cara pemberian PMT-P tersebut?)
3. Praktik Pemeliharaan Kesehatan
1) Apakah balita menderita sakit dalam tiga bulan terakhir? (probing: berapa
kali dalam seminggu atau sebulan balita sakit? Jenis penyakit apa yang
biasanya diderita oleh balita? Apa penyebabnya?)
2) Apa upaya yang ibu lakukan untuk mencegah balita supaya tidak sakit?
3) Apa upaya pengobatan yang ibu lakukan ketika balita sakit? (probing:
apakah balita ditangani terlebih dahulu atau langsung dibawa ke pelayanan
kesehatan? Mengapa?)
4) Darimanakah sumber air sehari-hari keluarga? Digunakan untuk apa saja
sumber air tersebut?
5) Apa yang ibu lakukan agar pergantian udara dan pencahayaan di dalam
rumah baik?
6) Bagaimana cara ibu membuang sampah? (probing: dimana biasanya ibu
membuang sampah? Kapan biasanya ibu membuang sampah ke tempat
pembuangan sampah?)
7) Dimanakah tempat biasanya ibu dan keluarga membuang hajat?
8) Apa yang biasanya ibu lakukan dalam menjaga kebersihan rumah dan
halaman rumah? (probing: berapa kali dalam sehari hal tersebut ibu
lakukan? Mengapa?)
9) Apa yang ibu lakukan dalam menjaga kebersihan balita? (probing: berapa
kali dalam sehari hal tersebut dilakukan? Mengapa?)
10) Kapan biasanya balita mencuci tangan?
11) Apakah balita diberikan imuisasi? (probing: berapa kali hal tersebut
dilakukan? Jenis imunisasi apa saja yang pernah diberikan? apakah penting
seorang balita diimunisasi? Mengapa?)
12) Apakah ibu rutin melakukan penimbangan balita? (probing: dimanakah
biasanya ibu melakukan penimbangan balita? Alasannya? Apakah penting
dilakukan penimbangan balita? mengapa?)
13) Darimana biasanya ibu memperoleh informasi atau pengetahuan tentang
gizi dan kesehatan? (probing: informasi apa yang biasanya diberikan?
Kapan biasanya informasi tersebut diberikan?)
Lampiran 2
Pedoman Wawancara Mendalam Bagi Informan Pendukung (Keluarga Balita)
Penerima PMT-P di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014
Tanggal wawancara :
Waktu wawancara : .......... s/d ..........
A. Identitas Informan
1. Nama :
2. Umur :
3. Pendidikan :
4. Pekerjaan :
5. Hubungan dengan balita :
6. Nama balita :
7. Alamat :
B. Pertanyaan
1. Praktik Pemberian Makan
1) Berapa banyak balita makan dalam sehari? (probing: apakah setiap hari
balita makan dengan jumlah seperti itu? Mengapa?)
2) Jenis makanan apa yang biasa ibu berikan saat balita makan? (probing:
apakah ibu sering membuat variasi makanan untuk balita? Mengapa?)
3) Apakah ibu memberikan buah sebagai makanan utama bagi balita?
Mengapa? (probing: kapan biasanya ibu memberikan buah kepada balita?
Mengapa?)
4) Bagaimana ibu memperoleh bahan makanan untuk keluarga? (probing:
kapan ibu biasanya berbelanja atau memperoleh bahan makanan tersebut?
jenis bahan makanan apa sajakah yang sering ibu beli? Berapa banyak
bahan makanan yang ibu beli setiap kali berbelanja? Apakah bahan
makanan tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan ibu dan keluarga?)
5) Berapa porsi yang ibu diberikan pada balita setiap kali makan? (probing:
apakah setiap hari balita makan dengan porsi tersebut? Apakah makan
dengan porsi tersebut dapat membuat balita sehat? Mengapa?)
6) Berapa kali balita diberikan makan dalam sehari? Apakah selain di waktu
tersebut anak diberikan makan lagi, seperti kudapan atau jajan? (probing:
berapa kali balita jajan dalam sehari? jenis jajanan apa yang biasanya
diberikan? Mengapa balita diberikan jajanan tersebut?)
7) Bagaimana suasana yang ibu munculkan saat memberi makan balita?
8) Apa yang biasanya menyebabkan balita sulit makan? (probing: apa yang
ibu lakukan jika balita sulit makan?)
9) Apa saja jenis PMT-P yang ibu terima dari Puskesmas? (probing: apakah
balita menyukai PMT-P yang diberikan oleh Puskesmas? Apa yang ibu
lakukan jika balita tidak menyukai PMT-P tersebut? Siapa saja yang
biasanya menikmati PMT-P tersebut selain balita?)
10) Berapa kali sehari PMT-P diberikan? Berapa banyak PMT-P diberikan
dalam sekali pemberian?
2. Praktik Pemeliharaan Kesehatan
1) Apakah balita menderita sakit dalam tiga bulan terakhir? (probing: berapa
kali dalam seminggu atau sebulan balita sakit? Jenis penyakit apa yang
biasanya diderita oleh balita? Apa penyebabnya?)
2) Apa upaya yang ibu lakukan untuk mencegah balita supaya tidak sakit?
3) Apa upaya pengobatan yang ibu lakukan ketika balita sakit? (probing:
apakah balita ditangani terlebih dahulu atau langsung dibawa ke pelayanan
kesehatan? Mengapa?)
4) Darimanakah sumber air sehari-hari keluarga? Digunakan untuk apa saja
sumber air tersebut?
5) Apa yang ibu lakukan agar pergantian udara dan pencahayaan di dalam
rumah baik?
6) Bagaimana cara ibu membuang sampah? (probing: dimana biasanya ibu
membuang sampah? Kapan biasanya ibu membuang sampah ke tempat
pembuangan sampah?)
7) Dimanakah tempat biasanya ibu dan keluarga membuang hajat?
8) Apa yang biasanya ibu lakukan dalam menjaga kebersihan rumah dan
halaman rumah? (probing: berapa kali dalam sehari hal tersebut ibu
lakukan? Mengapa?)
9) Apa yang ibu lakukan dalam menjaga kebersihan balita? (probing: berapa
kali dalam sehari hal tersebut dilakukan? Mengapa?)
10) Kapan biasanya ibu mengajarkan agar balita mencuci tangan?
11) Apakah balita diberikan imuisasi? (probing: berapa kali hal tersebut
dilakukan? Jenis imunisasi apa saja yang pernah diberikan? apakah penting
seorang balita diimunisasi? Mengapa?)
12) Apakah ibu rutin melakukan penimbangan balita? (probing: dimanakah
biasanya ibu melakukan penimbangan balita? Alasannya? Apakah penting
dilakukan penimbangan balita? mengapa?)
13) Darimana biasanya ibu memperoleh informasi atau pengetahuan tentang
gizi dan kesehatan? (probing: informasi apa yang biasanya diberikan?
Kapan biasanya informasi tersebut diberikan?)
Lampiran 3
Pedoman Wawancara Mendalam Bagi Informan Pendukung (Staff Puskesmas
dan Kader Posyandu) Yang Terlibat Langsung Dalam Program PMT-P di
Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014
Tanggal wawancara :
Waktu wawancara : .......... s/d ..........
A. Identitas Informan
1. Nama :
2. Umur :
3. Pendidikan :
4. Jabatan :
5. Lama bekerja :
B. Pertanyaan
1. Bagaimana keterlibatan petugas kesehatan dalam program pemberian PMT-P?
2. Apakah ada pengawasan terhadap ibu balita dalam pemberian PMT-P pada
balitanya?
3. Kegiatan apa saja yang dilakukan dalam pelaksanaan PMT-P pada balita?
4. Apa saja jenis PMT-P yang diberikan pada balita?
5. Apa kendala yang biasanya ditemui selama pelaksanaan program PMT-P?
6. Bagaimana karakteristik ibu balita penerima PMT-P?
7. Apakah ibu balita sering memeriksakan balitanya ke Puskesmas atau
Posyandu?
8. Apa saja jenis penyakit yang biasa diderita balita penerima PMT-P?
9. Apa yang dilakukan jika balita penerima PMT-P tidak mengalami peningkatan
berat badan?
10. Apa yang dilakukan jika PMT-P yang diberikan tidak disukai oleh balita?
Lampiran 4
PEDOMAN OBSERVASI
No. Domain Aspek Yang Diamati Keterangan
1. Asupan
Makanan
- Adanya jumlah makanan yang
dikonsumsi mencukupi dan sesuai
dengan usia balita
- Adanya jenis makanan yang terdiri dari
makanan pokok, lauk-pauk, sayuran,
buah, dan susu
2. Praktik
Pemberian
Makan
- Porsi makan balita yang diberikan
mencukupi dan sesuai dengan usianya
- Adanya pemberian makanan tiga kali
atau lebih dalam sehari
- Adanya suasana menyenangkan yang
dimunculkan ibu ketika memberi
makan balita
- Adanya upaya yang dilakukan ketika
balita sulit makan
- PMT-P yang diberikan ibu dimakan
habis oleh balita, dan atau tidak ada
orang lain yang memakan PMT-P
tersebut selain balita penerima PMT-P
- Adanya pemberian makanan selingan
diantara waktu makan dan anak tidak
diberi atau dibiarkan jajan sembarangan
3. Sanitasi dan
Hygiene - Adanya penggunaan air bersih
- Adanya tempat sampah
- Adanya pencahayaan dan penerangan
rumah yang cukup
- Adanya usaha dalam membersihkan
rumah
- Adanya WC di dalam rumah
- Adanya lingkungan rumah dan tempat
bermain balita yang bersih
- Adanya usaha mencuci tangan balita
- Adanya usaha memandikan balita
- Adanya usaha mengganti pakaian balita
LAMPIRAN 5
Foto Hasil Observasi
Lampiran 6
MATRIKS HASIL WAWANCARA MENDALAM DENGAN INFORMAN UTAMA (IBU BALITA)
PENERIMA PMT-P DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAMULANG TAHUN 2014
Pengetahuan Tentang Pemberian Makan Balita
Domain Y A S N E
Komposisi
makanan bergizi
Menunya harus ada ikan,
sayur, tahu, tempe
Sayur, lauk, buah Sayuran, lauk-
pauk, nasi
Nasi Sayuran, buah-
buahan
Zat gizi dalam
makanan
Makan ikan, tahu,
daging, telor ada protein,
makan sayur ada vitamin,
energi kayak susu,
karbohidrat dari sayur
apa buah, lemak yang
berminyak-minyak
Protein dari ikan Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu
Makanan yang
mengandung
energi
Susu Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu
Makanan yang
mengandung
karbohidrat
Sayur dan buah Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu
Makanan yang
mengandung
lemak
Ikan, daging, tahu, telor Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu
Makanan yang
mengandung
protein
Yang berminyak-minyak
dan daging
Ikan Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu
Makanan yang
mengandung
vitamin dan
mineral
Sayur Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu
Porsi makanan
balita yang ideal
Nasi 2 centong, sayur
semangkok kecil, tempe
atau tahu 1 potong, buah
1, susu 3x sehari
Nasi secentong,
tempe 1, sayur 1
sendok
Nasi ½ centong,
sayur 1 sendok
sayur yang
besar, tempe 1,
buah 1, susu 2
gelas
Tidak tahu Tidak tahu. Nasi
1 centong
Frekuensi
pemberian
makanan utama
yang ideal
3x sehari. Pagi jam 7,
siang jam 12, sore atau
habis magrib
3x sehari. Pagi jam
9, siang jam 3,
malam setengah 8
3x sehari. Pagi,
siang, sore
3x sehari.
Tergantung anak
minta
3x sehari. Semau
anak kalau minta
Pengertian
pemberian
makanan
tambahan
Diberikan cemilan Ngemil Seperti ngemil Makanan seperti
roti, energen
Dikasih susu dan
bubur
Pentingnya
pemberian
makanan
tambahan
Supaya gemuk Biar sehat Tidak tahu Sebagai
pengganti
makanan utama
bagi anak yang
tidak suka nasi
Tidak tahu
Waktu
pemberian
makanan
tambahan
2 jam setelah sarapan Satu jam sebelum
makan utama
Siang Tidak tahu Tidak tahu
Jajanan yang
baik untuk balita
Roti dan biskuit Roti, susu, biscuit,
agar-agar
Biskuit Biskuit Bikin sendiri
seperti agar, kue
Pengetahuan Tentang Penyakit Infeksi dan Pemeliharaan Kesehatan
Pengertian
penyakit infeksi
Karena makanan,
kalau lagi luka
Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu
Jenis penyakit
infeksi
Penyakit dalam
seperti paru-paru
Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu
Gejala penyakit
infeksi
Kecil dan kurus Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu
Penyebab
penyakit infeksi
Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu
Cara penularan
penyakit infeksi
Dari tempat
makanannya
Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu
Akibat penyakit
infeksi
Kurang makan Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu
Bahaya penyakit
infeksi pada
balita
Jadi penyakit Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu
Cara pencegahan
penyakit infeksi
Tidak boleh terkena
asap rokok dan
menjaga kebersihan
Jangan jajan
sembarangan
Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu
Pengobatan
penyakit pada
balita
Diberi obat warung
terlebih dahulu
Diurut dan diberi
obat
Diberi obat warung
terlebih dahulu
atau pakai obat
tradisional, kalau
belum sembuh
baru ke dokter
Seharusnya
diberikan obat
Diberi obat
terlebih dahulu,
kalau 3 hari belum
sembuh dibawa ke
dokter atau bidan
Perilaku hidup
bersih dan sehat
(PHBS)
Jaga kebersihan,
ada 10 PHBS, lupa
Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu Rapi-rapi rumah
Tempat bermain
anak
Di dalam dan di
halaman rumah
Di dalam rumah,
diluar harus
diawasi
Di dalam, di
sekitar rumah
Di sekitar rumah Di dalam dan di
samping rumah
Pengertian
bangunan rumah
sehat
Menjaga
kebersihan, jangan
meludah
sembarangan,
membersihkan
kamar mandi
seminggu 3x
Tidak tahu Tidak tahu Rumah yang
terawat dan bersih
Tidak tahu
Ciri-ciri
bangunan rumah
sehat
Bersih, rapi Tidak tahu Tidak tahu bersih Tidak tahu
Definisi
pergantian udara
dan pencahayaan
rumah
Rumah yang ada
jendelanya di
depan, samping,
dan belakang
Jendelanya dibuka Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu
Upaya yang
dilakukan agar
terjadi
pertukaran udara
yang sehat di
rumah
Jendela dibuka
supaya udara masuk
Jendela dibuka Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu
Manfaat air
bersih
Untuk kebersihan
dan dipakai sehari-
hari
Supaya sehat Biar sehat Dipakai untuk
mandi dan minum
Tidak tahu
Cara membuang
sampah
Dibuang di tempat
sampah terlebih
dahulu
Dibuang di tempat
sampah setiap hari
Dikumpulin dulu
di plastik, lalu
dibuang setiap hari
Dikumpulin dulu di
dalam plastik, jika
penuh baru dibuang
Dikumpulin dulu,
kalau sudah penuh
dibakar
Upaya menjaga
kebersihan
rumah dan
halaman rumah
Rumah disapu dan
dipel, halaman
disapu, setiap pagi
dan sore
Lantai disapu dan
dipel, halaman
disapu setiap sore
Disapu sehari 2x
pagi dan sore
Disapu dan dilap Disapu dan dipakai
pewangi lantai,
halaman disapu
Manfaat
imunisasi
Biar jaga kesehatan
dan tidak mudah
sakit
Supaya tidak sakit Biar tidak terkena
penyakit
Tidak tahu Untuk kesehatan
badan biar segar
Usia sebaiknya
anak mulai
diimunisasi
Setelah lahir Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu Bayi baru lahir
Jenis imunisasi
yang sebaiknya
diberikan
Campak Campak Campak, BCG 1,
BCG 2
Tidak tahu Campak
Manfaat
penimbangan
balita
Penting, supaya tau
timbangannya
Untuk mengetahui
perkembangan dan
berat badan balita
Penting, supaya
tahu timbangannya
turun apa tidak
Sebenarnya
penting, biar tahu
timbangan balita
Penting, supaya
tahu timbangan
anak
Akibat jika berat
badan balita
turun
Lemas Lemas Tidak tahu Kurang bertenaga Kurang nafsu
makan
Bahaya
penurunan berat
badan balita
Jadi penyakit, gizi
buruk
Kalo balita aktif
tidak masalah
Tidak bahaya
karena tidak rewel,
turun cuma seons,
nanti naik lagi
Biasa saja mau
turun atau naik
Berat badannya
turun terus, kata
neneknya mau
pintar
Dampak gizi
kurang
Mengakibatkan gizi
buruk
Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu
Ciri-ciri balita
gizi kurang
Kurus, kecil Kurus, tidak mau
makan
Makannya kurang Kurus dan perutnya
buncit
Batuk
Praktik Pemberian Makan Balita
Asupan makanan
dalam sehari
Kadang habis
kadang tidak, susu
3x sehari jika lebih
balita tidak mau
makan
Makan sedikit
karena banyak
ngemil roti atau
biskuit, susu jika
balita minta
Sedikit apalagi jika
sedang sakit,
karena sudah
kenyang jajan,
susu 2x sehari
Tergantung balita
kadang habis
kadang tidak. Susu
bisa 3x bahkan
lebih dalam sehari.
Balita sangat sering
jajan
Makan sedikit jika
kenyang jajan.
Susu sekali jika
balita minta
Komposisi
makanan
Nasi dengan
tempe/tahu/telur/
ikan/ceker atau nasi
dengan sayur sop/
sawi, kalau semua
jenis makanan ada
balita bingung
Nasi dengan sayur
atau nasi dengan
tempe/telur, balita
bingung jika
banyak jenis
makanannya
Nasi dengan telur/
ceker atau mie
instant, tidak pakai
sayur karena jika
lauk dicampur
sayur akan bau
amis
Bubur ayam/telur
rebus/bakso/sosis
(makanan selain
nasi)
Nasi dengan telur
dan kuah sayur.
Ayam dan ikan
jarang karena jika
balita makan ikan
akan buang air
terus
Upaya dalam
memvariasikan
makanan untuk
balita
Setiap hari
sayurnya bervariasi
supaya balita tidak
bosan
Biasanya sayur
bervariasi setiap
hari, lauk lebih
suka telur, supaya
balita tidak bosan
Ganti-ganti misal
pagi bubur, siang
nasi atau apa, sore
bakso pakai nasi
Sesuai permintaan
balita saja
Sayur suka diganti
karena balita lebih
senang sayur
Pemberian buah
sebagai makanan
utama
Tidak pernah beli
buah, uang tidak
cukup
Tidak, hanya
sesekali saja
Jarang karena
malas membeli ke
pasar
Tidak, hanya jika
balita minta saja
Balita tidak suka
buah, jika minta
baru dibelikan
Waktu
pemberian buah
Kalau ada acara di
sekolah atau hajatan
baru makan buah
2x seminggu beli
1kg dulu biar
balita tidak bosan
Tidak tentu Tergantung
permintaan. Jika
balita minta
langsung dibelikan
Jika balita minta
Cara memperoleh
bahan makanan
Membeli bahan
makanan mentah
Masak terus, tidak
boleh beli diluar
Kadang masak
kadang beli lauk di
Kadang beli bahan
makanan mentah,
Membeli bahan
makanan mentah
dan masak sendiri,
jika beli lauk
matang tidak
mencukupi untuk
sekeluarga
warteg lebih sering beli
jadi
Waktu
memperoleh
bahan makanan
Setiap hari di
warung dekat
rumah
Seminggu sekali di
pasar
Setiap hari di
warung atau
warteg
Seminggu sekali
bahan mentah, jika
beli jadi setiap hari
Setiap hari di pasar
Jumlah bahan
makanan yang
dibeli
Berbelanja 10-20
ribu perhari
100 ribu sekali
belanja
10-25 ribu perhari 50-100 ribu sekali
belanja mingguan
Tidak tahu
Jenis bahan
makanan yang
dibeli
Beras 1,5 liter
untuk 4 waktu
makan, sayur
campur (kentang,
buncis, kol), tempe
atau tahu atau ikan
teri atau telur
Beras 16kg untuk
15 hari, sayur
bayam, kangkung
pakai telur atau
tempe, sesekali
ikan atau ayam
Beras 1 liter untuk
2 hari, beli sayur
dan telur di warteg
Jarang masak nasi,
lebih sering makan
mie instant. Tahu,
tempe, sosis,
bayam, sawi, telur
Beras 5 liter untuk
2 minggu, jika
habis beli 2 liter
lagi, toge atau sawi
atau labu atau
bayam
Porsi makan
balita dalam
sekali makan
Nasi secentong
kadang sisa 3 suap,
sayur 1 sendok
sayur kecil, tempe/
tahu 1 potong
Nasi 1 centong
kadang sisa 2 suap,
tempe 1 potong/
telur 1 butir atau
sayur 1 sendok
makan
Nasi 1 centong
kadang sisa 2
sendok, telur 1
butir, kadang pakai
kuah sayur
Bubur ayam 1
mangkok kadang
sisa 3 suap atau
telur rebus 2 butir
atau mie instant 1
bungkus
Nasi 1 centong
kadang sisa 5 suap,
sayur 1 sendok dan
kuah sayur
Frekuensi makan 2-3 kali sehari 2-3 kali sehari 1-2 kali sehari,
kalau mau makan
3 kali sehari,
tergantung
permintaan balita
1-2 kali sehari
tergantung
permintaan balita,
jika tidak minta
tidak diberikan
3 kali sehari
Pemberian
kudapan/jajanan
Iya, sehari 5 ribu
jajan. Biskuit, susu
dan jajanan seperti
chiki, coklat, oreo,
permen, kuaci, es,
dan lain-lain
Iya. Roti, biskuit,
susu, agar-agar,
puding, susu
kedelai, dan bubur
kacang hijau
Iya, sehari 10 ribu
jajan, seperti es,
cendol, kerupuk
kulit, kacang,
permen, bakso,
chiki, dan
sebagainya
Iya, sehari 30 ribu
jajan roti, biskuit,
susu, dan jajanan
seperti chiki, es,
coklat, permen,
bakso, sosis,
gorengan, dan lain-
lain
Iya, 10 ribu.
Jajanan seperti
chiki, es, permen,
gorengan, coklat,
siomay, bakso, dan
lain-lain
Alasan
pemberian
makanan jajanan
Supaya balita tidak
nangis
Karena permintaan
balita
Supaya balita tidak
rewel dan ada
warung dekat
rumah
Karena balita tidak
suka nasi dan
daripada tidak
makan, lebih baik
jajan supaya
kenyang, pengganti
makan
Supaya tidak
rewel, kasihan
melihat temannya
jajan sedangkan
balitanya tidak
jajan, dijajanin
sama kakek dan
encingnya
Suasana saat
pemberian
makan
Di rumah saja,
kadang dibawa
main ke lapangan
atau naik motor ke
rumah nenek
Makan sendiri
sambil menonton
TV atau bermain
Ketika lagi
bermain di warnet
atau layangan
Makan sendiri di
depan TV
Saat nonton TV
atau bermain di
sekitar rumah
Penyebab balita
sulit makan
Kekenyangan jajan Kebanyakan
minum susu
Kebanyakan jajan
es
Lebih suka jajan Karena sering jajan
Upaya jika balita
sulit makan
Dipancing dengan
es, diberi makan
sambil minum es
Dibiarkan dulu,
jika balita merasa
lapar pasti minta
makan sendiri
Jika tidak mau
makan ya sudah,
tidak mau maksa,
capek
Jika balita tidak
mau makan ya
sudah, paling
makan jajanan
Dibujuk,
dibohongin beli es
Jenis PMT-P dari
Puskesmas
Susu dan biskuit Susu dan biskuit Susu dan biskuit Susu dan biskuit Susu dan biskuit
Kesukaan balita
terhadap PMT-P
Susu suka,
sedangkan biskuit
tidak terlalu suka
Suka Susu tidak suka,
sedangkan biskuit
suka
Suka Susu tidak terlalu
suka, sedangkan
biskuit suka
Upaya yang
dilakukan jika
balita tidak
menyukai PMT-P
Dibikin puding
biskuit atau
dicelupkan ke susu
Tidak ada, karena
balita suka
Tidak ada upaya
yang dilakukan,
bahkan susu
tersebut diberikan
ke saudaranya
karena balita tidak
suka
Tidak ada, karena
balita suka
Tidak ada upaya
yang dilakukan,
karena informan
juga membatasi
pemberian susu,
takut balita
mencret jika
kebanyakan
minum susu
Yang menikmati
PMT-P selain
balita
Sepupu dan ibu
balita
Mas dan kakak
balita
Mas, mbak, dan
kadang orangtua
balita
Nenek balita Balita momongan,
encing, engkong
Frekuensi
pemberian PMT-
P
2-3 kali sehari 1 kali sehari 2 kali sehari 1-2 kali sehari 1 kali sehari
Jumlah PMT-P
yang dimakan
dalam sehari
Susu 3 gelas atau 5
gelas, biskuit 2-3
keping
Susu 1-2 gelas
tergantung
permintaan balita,
biskuit ½ - 1
bungkus
Susu 2 gelas,
biskuit 5 keping
Susu 4 botol,
biskuit ½ - 1
bungkus
Susu 1 gelas,
biskuit 5 keping
Jumlah PMT-P
yang diberikan
oleh Puskesmas
Susu 2-4 dus,
sedangkan biskuit
1-2 bungkus
Susu 1-2 dus,
biskuit 1-2
bungkus
Susu 2-4 dus,
sedangkan biskuit
1-2 bungkus
Susu 2 dus,
sedangkan biskuit
1-2 bungkus
Susu 2-4 dus,
sedangkan biskuit
1-4 bungkus
Cara pemberian
PMT-P oleh
petugas
Diberikan susu dan
biskuit, dan jika
balita tidak suka
Diberikan saja
untuk dimakan
oleh balita atau
Diberikan saja dan
tidak ada pesan
yang diberikan
Diberikan susu dan
biskuit saja
Diberikan susu dan
biskuit saja, tidak
ada pesan khusus
Puskesmas atau
kader
dengan PMT-P
maka dibuatkan
pudding atau kue
dari bahan PMT-P
tersebut
dibuatkan puding
Praktik Pemeliharaan Kesehatan
Sakit dalam 3
bulan terakhir
Iya. Sebulan sekali Iya. 1-2 kali dalam
sebulan
Iya. 2-3 kali dalam
sebulan
Jarang. Sebulan
sekali
Sakit terus. 3-4
kali dalam sebulan
Jenis penyakit
yang biasa
diderita
Demam, batuk,
pilek
Demam, batuk,
pilek
Demam, batuk,
muntah, pilek,
diare
Demam, batuk,
pilek
Demam, batuk,
pilek, diare
Penyebab balita
sakit
Kebanyakan jajan
dan makan yang
asam-asam
Pengaruh cuaca
dan ketularan
temannya
Kebanyakan
minum es
Kebanyakan jajan Kebanyakan jajan
Upaya
pencegahan
penyakit
Tidak ada Diurut, tidak
langsung
memberikan
minuman dingin
Jika sedang sakit
tidak boleh minum
es
Hanya diberi tahu
tidak boleh minum
es jika lagi sakit
Tidak ada upaya
khusus
Upaya
pengobatan
penyakit
Diberikan obat
warung terlebih
dahulu jika 3 hari
belum sembuh baru
dibawa ke bidan
Diurut atau dipijat
dengan minyak
dari tukang pijat
langganan, jangan
dibiasakan minum
obat, kalo udah
berat sakitnya baru
di kasih obat
Balita dikerokin
dengan campuran
bawang atau jahe,
asam, dan minyak,
serta diberikan
obat warung
terlebih dahulu,
kalau 3 hari belum
sembuh baru
dibawa ke dokter
Tidak diberi obat,
nanti sembuh
sendiri
Diberi obat warung
terlebih dahulu,
jika 2 atau 3 hari
masih lemas baru
dibawa ke dokter,
jika sakit pilek
tidak diberi obat
nanti sembuh
sendiri paling lama
seminggu
Sumber dan Dari sumur bor, Dari sumur bor, Dari sumur bor, Dari sumur bor, Dari sumur bor,
penggunaan air
bersih
untuk keperluan
sehari-hari seperti
masak, minum,
nyuci, mandi
untuk keperluan
sehari-hari seperti
masak, mandi
untuk keperluan
sehari-hari seperti
masak, minum,
mandi
untuk keperluan
sehari-hari seperti
minum dan mandi
untuk keperluan
sehari-hari seperti
masak, minum,
mandi
Usaha dalam
pergantian udara
dan pencahayaan
rumah
Harusnya samping
dan belakang ada
jendela supaya
tidak pengap
Jendelanya dibuka
supaya angin dapat
masuk
Tidak tahu Tidak tahu Berada dekat
jendela
Cara membuang
sampah
Dikumpulin dulu
kemudian dibuang
dan dibakar oleh
kakek balita di
empang yang ada
pohonnya sekitar 2
atau 3 hari sekali.
Di sawah atau
empang
Dibuang di tempat
sampah, setiap
hari. Di tempat
sampah depan
rumah
Dikumpulin dulu
di plastik,
kemudian dibuang
ke pasar oleh ayah
balita setiap pagi
hari. Di pasar
Dikumpulin dulu di
dalam plastik,
kalau sudah penuh
baru dibuang di
belakang rumah. Di
belakang rumah
Dibuang dan
dibakar di
belakang rumah
setiap hari. Di
belakang rumah
Tempat
membuang hajat
WC rumah WC rumah WC rumah WC rumah WC rumah
Usaha menjaga
kebersihan
rumah dan
halaman rumah
Membersihkan
rumah bagian
dalam dengan cara
disapu dan dipel
sedangkan halaman
rumah disapu pagi
atau sore hari
Membersihkan
rumah bagian
dalam dengan cara
disapu dan dipel,
sehari bisa 3x,
halaman disapu
setiap sore
Membersihkan
rumah dengan cara
disapu sehari 2x
pagi dan sore
Membersihkan
rumah dengan cara
disapu setiap hari
dan kalau sempat
dilap
Membersihkan
rumah bagian
dalam dengan cara
disapu dan dipakai
pewangi lantai,
sedangkan
halaman disapu
Cara menjaga
kebersihan balita
Mencuci tangan
balita sebelum
makan dan setelah
Mencuci tangan
balita sebelum
makan dan setelah
Mencuci tangan
balita setelah
bermain, jika
Balita dimandikan
dan dilap yang
bersih. Mandi
Mencuci tangan
balita
menggunakan
bermain, jika balita
mencuci sendiri
tidak menggunakan
sabun. Mandi 2x
sehari pagi dan sore
menggunakan
sabun, sedangkan
sampo dan sikat
gigi hanya saat
mandi pagi. 2-3x
sehari setiap habis
mandi atau ketika
bajunya terasa
basah
bermain, mandi 2x
sehari. Mandi 2x
sehari pagi dan
sore menggunakan
sabun. 2x sehari
setiap habis mandi
terlalu kotor baru
pakai sabun.
Mandi 2x sehari
pagi dan sore
menggunakan
sabun. 2x sehari
sehabis mandi atau
jika baju sudah
terlihat kotor dan
basah
sehari bisa 5x
tergantung balita
jika merasa gerah
langsung mandi,
kadang pakai sabun
kadang tidak. 4-5x
tergantung balita
sabun setelah
bermain kotor.
Mandi 2-3x sehari
tergantung jika
balita merasa
gerah,
menggunakan
sabun, sampo, dan
sikat gigi. 3x
sehari setelah
mandi atau jika
baju balita terasa
basah
Kebiasaan cuci
tangan balita
Cuci tangan
sebelum makan dan
setelah bermain,
kadang pakai sabun
kadang tidak
Cuci tangan
sebelum makan
dan setelah
bermain kadang
pakai sabun
kadang tidak
Cuci tangan
setelah bermain,
pakai sabun jika
tangan terlalu
kotor
Kadang cuci tangan
kadang tidak
Cuci tangan pakai
sabun setelah
bermain di
kandang ayam dan
bermain tanah
Upaya imunisasi
pada balita
Hanya imunisasi
campak, karena
tidak diperbolehkan
oleh nenek balita
karena takut balita
menjadi kecil
Imunisasi lengkap
seperti yang
tercantum dalam
KMS
Imunisasi lengkap
seperti yang
tercantum dalam
KMS
Imunisasi lengkap
seperti yang
tercantum dalam
KMS
Imunisasi lengkap
seperti yang
tercantum dalam
KMS
Pentingnya
imunisasi bagi
balita
Penting, untuk jaga
kesehatan, supaya
tidak mudah sakit
Penting, supaya
terhindar dari
penyakit
Penting, agar tidak
terkena penyakit
Tidak tahu Penting, untuk
kesehatan badan
supaya segar
Upaya
penimbangan
balita
Sejak balita 9
bulan, rutin di
Puskesmas atau
Posyandu atau
ACT, Puskesmas
jauh, sebulan sekali
kalau diminta
kesana. Posyandu
dekat
Setiap bulan.
Kadang datang
kadang tidak,
karena jadwal
tidak tentu,
Puskesmas jauh.
Posyandu tidak
terlalu jauh
Sebulan sekali.
Dalam setahun 2-3
kali bolos karena
malas atau tidak
dengar informasi,
Puskesmas jika
diminta saja.
posyandu dekat,
kadang malas
jalan, tidak
mendengar, jadwal
yang berbeda,
karena sudah siang
Balita nimbang
sendiri ke
Posyandu dekat
rumah, Puskesmas
jauh, karena tidak
naik berat badan
jadi malas dan
berhenti nimbang,
kadang balita
sendiri yang
nimbang di
Posyandu
Sejak 2 tahun
terakhir nimbang,
ke Puskesmas jika
disuruh kalau tidak
nimbangnya di
Posyandu,
Puskesmas kalau
disuruh datang
saja. Posyandu
dekat, kadang
malas karena tidak
ada temen
Pentingnya
penimbangan
bagi balita
Iya, untuk melihat
perkembangan dan
berat badan balita
Penting, supaya
tahu timbangan
balita
Penting, supaya
tahu timbangannya
turun atau tidak
Penting, supaya
tahu timbangannya
Penting, supaya
tahu timbangannya
Informasi atau
pengetahuan
tentang gizi dan
kesehatan yang
diperoleh
Dari ACT atau
Puskesmas tentang
cara memberi
makan, pola makan.
Posyandu hanya
nimbang
Dari Puskesmas
dan ACT tentang
contoh menu
makanan
Dari Puskesmas
disuruh makan
sayur, makan yang
banyak
Tidak pernah Dari Puskesmas
disuruh makan
buah, sayur, susu
Lampiran 7
MATRIKS HASIL WAWANCARA MENDALAM DENGAN INFORMAN PENDUKUNG (KELUARGA BALITA)
PENERIMA PMT-P DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAMULANG TAHUN 2014
Praktik Pemberian Makan Balita
Domain Ne Ad Sn I Er
Asupan makanan
dalam sehari
Jajan terus, jika
banyak minum susu
makan sedikit
Kadang habis
kadang tidak,
suruh bikin
cemilan di rumah
biar balita tidak
jajan di luar
Tidak tahu.
Kebanyakan jajan
Jajan lebih dari 7x
sehari
Sedikit jika sering
dibelikan jajan
Komposisi
makanan
Nasi dengan sayur
atau telor atau
tempe
Nasi pakai telur Nasi dengan telur,
tergantung
permintaan balita
Nasi, ayam, ikan,
daging tidak mau,
sayur, tahu, tempe,
telor mau
Yang penting tidak
diberikan ikan
karena perut balita
tidak bisa
menampung
Pemberian buah Tidak pernah beli
buah, tidak punya
uang
1-2x seminggu
diberikan
Jarang Tergantung
permintaan balita
Balita tidak suka,
jika minta baru
diberikan
Cara memperoleh
bahan makanan
Masak terus, tidak
pernah membeli
makanan jadi
Membeli bahan
makanan mentah
Jarang masak, beli
di warteg
Membeli bahan
mentah atau
makanan jadi
Membeli bahan
makanan mentah
Waktu Setiap hari membeli Seminggu sekali, Setiap hari di Setiap libur kerja Setiap hari di pasar
memperoleh
bahan makanan
di warung sekat
rumah
kadang belum
seminggu sudah
habis, belanja di
pasar
warteg atau
warung
hari minggu
Jumlah bahan
makanan yang
dibeli
Tidak tahu Tidak tentu.
Sekitar 100 ribu
untuk belanja
mingguan
Tidak tahu Tidak tahu Sekitar 20 ribu
atau lebih
Jenis bahan
makanan yang
dibeli
Beras 1,5 liter,
sayur sop, tahu,
tempe, ikan teri
Beras 16 kg per 15
hari, bayam atau
kangkung pakai
telur
Tidak tahu,
seadanya saja,
kadang mie instant
Tidak tahu.
Sayuran, telur,
bayam
Telur, bayam,
labu, toge
Porsi makan
balita dalam
sekali makan
Tidak tahu Tidak tahu, yang
penting balita mau
makan
Tidak tahu Bubur ayam 1
mangkok, makan
paling berapa suap,
sisanya banyak
Kadang habis,
kadang sisa 2 suap
Frekuensi makan Tidak tahu 3 kali sehari. Tidak tahu 2 kali sehari,
tergantung
permintaan balita,
lebih sering jajan
3 kali sehari
kadang 4 kali
Suasana saat
pemberian
makan
Di rumah Makan sendiri
sambil menonton
TV
Saat bermain Makan sendiri
sambil nonton TV
Disuapin kadang
makan sendiri di
depan TV
Upaya jika balita
sulit makan
Tidak tahu Diberikan roti
untuk mengganjal
Tidak tahu Tidak ada, sesuai
permintaan balita
Tidak tahu
perut, nanti
diberikan nasi
Jenis PMT-P dari
Puskesmas
Susu dan biskuit Susu dan biskuit Susu dan biskuit Susu dan biskuit Susu dan biskuit
Kesukaan balita
terhadap PMT-P
dan yang
menikmati PMT-
P selain balita
Suka. Ibu balita dan
keponakannya
Suka. Mas dan
kakak balita
Susu tidak suka,
biskuit suka. Mas,
mbak, dan kadang
orangtua balita
Suka. Nenek balita Susu tidak suka,
biskuit suka. Balita
momongan,
encing, engkong
Jumlah PMT-P
yang dimakan
dalam sehari
Susu sering, biskuit
dicelupin susu 1-2
keping
Susu ultramilk 1
liter dihabiskan
dalam sehari
Susu 2 gelas,
biskuit tidak tahu
Susu, biskuit
dicelupin ke susu
Susu jika balita
minta, biskuit 3-4
keping
Praktik Pemeliharaan Kesehatan
Sakit dalam 3
bulan terakhir
Pernah Iya karena
pengaruh cuaca
Sering Jarang Sering, karena mau
pintar
Jenis penyakit
yang biasa
diderita
Demam, batuk,
pilek
Demam, batuk,
pilek
Batuk, muntah,
diare
Demam, batuk,
pilek
Diare, batuk,
demam
Upaya
pencegahan
penyakit
Tidak tahu Dikasih tau pada
balita agar tidak
minum minuman
dingin
Memberi tahu istri
supaya melarang
balita jajan
Tidak ada Diberitahu supaya
jangan jajan di luar
rumah
Upaya
pengobatan
penyakit
Diberikan obat
warung
Diurut atau dipijat,
jangan dibiasakan
minum obat
Diberikan obat
warung
Tidak diberi obat,
nanti sembuh
sendiri
Diberi obat warung
Sumber dan
penggunaan air
bersih
Dari sumur bor,
untuk sehari-hari
seperti masak,
minum, nyuci
Dari sumur bor,
untuk keperluan
kecuali minum
karena beli yang
isi ulang
Dari sumur, untuk
keperluan sehari-
hari
Tidak tahu, untuk
masak, mencuci,
minum, mandi
Dari sumur bor,
untuk keperluan
sehari-hari seperti
masak, mandi
Usaha dalam
pergantian udara
dan pencahayaan
rumah
Tidak tahu Jendelanya dibuka
agar cahaya masuk
Tidak tahu Tidak tahu Jika hujan terasa
segar, jika panas
terasa sumpek
Cara membuang
sampah
Dikumpulin dulu
kemudian dibuang
oleh kakek balita di
empang
Dibuang di tempat
sampah
Dikumpulin dulu
di plastik, diikat,
dibuang ke pasar
setiap pagi
Dimasukkan ke
dalam plastik dan
digantung di depan,
jika sudah penuh
baru dibuang
Dibuang di
belakang
Tempat
membuang hajat
Di WC rumah Di WC rumah Di kamar mandi
(WC)
Di WC rumah WC di kamar
mandi
Usaha menjaga
kebersihan
rumah dan
halaman rumah
Disapu depan dan
belakang
Menyapu dan
mengepel
Disapu, kurang
memperhatikan
Disapu biar bersih Menyapu
Cara menjaga
kebersihan balita
Dimandikan Memandikan dan
menggunakan
sandal ketika
bermain
Mandi sebelum
sekolah dan sore
Mandi sendiri jika
merasa gerah
Mandi 2-3 kali
sehari, ganti baju 2
kali sehari
Kebiasaan cuci Tidak tahu Cuci tangan Tidak terlalu Jarang sekali Jika main kotor
tangan balita sebelum makan memperhatikan cuci tangan pakai
sabun dan sebelum
tidur
Upaya imunisasi
pada balita
Hanya imunisasi
campak, karena
tidak boleh, takut
balita menjadi kecil
Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu Lengkap, tidak
begitu ingat
Upaya
penimbangan
balita
Tidak tahu Tidak tahu Kadang nimbang Balita datang
sendiri ke
Posyandu untuk
menimbang
Tidak tahu,
biasanya disiarkan
dari Posyandu
Informasi atau
pengetahuan
yang diperoleh
Tidak tahu Dari Puskesmas.
Tidak tahu
Tidak tahu Tidak tahu Dari Puskesmas.
Tidak tahu
Jarak Puskesmas
dan Posyandu
Tidak tahu Lumayan jauh Tidak tahu Jauh Tidak tahu
Lampiran 8
MATRIKS HASIL WAWANCARA MENDALAM DENGAN INFORMAN PENDUKUNG (STAFF PUSKESMAS DAN
KADER POSYANDU) YANG TERLIBAT LANGSUNG DALAM PROGRAM PMT-P DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS PAMULANG TAHUN 2014
Domain Li En Ri
Keterlibatan petugas
dalam program PMT-P
Pendistribusian PMT-P ke sasaran,
melakukan konseling gizi dan
kesehatan, melakukan pemeriksaan
antropometri
Memberikan makanan
tambahan
Memberikan pengetahuan
kepada ibu balita
berdasarkan pengetahuan
kader, seperti membuat
menu makanan yang
kreatif, sehingga jika balita
tidak suka susu, ibu bisa
mencampurnya dengan
agar-agar atau puding
Pengawasan yang
dilakukan terhadap ibu
balita penerima PMT-P
Titip ke kader supaya diawasi dan
dilihat, tetapi hanya beberapa orang
dan beberapa hari saja karena kader
memiliki kesibukan sendiri
Tidak ada pengawasan
khusus. Hanya memberikan
susu sesuai dengan umur
balita
Tidak ada pengawasan
khusus. Hanya
memberikan PMT-P ke
sasaran jika Puskesmas
menitipkan ke kader
Kegiatan selama
pelaksanaan program
PMT-P
Pemberian PMT-P, konseling,
pemeriksaan antropometri,
pemeriksaan klinis oleh dokter
Penimbangan, pemberian
bubur kacang hijau atau
bubur sumsum atau telur atau
biskuit
Pemberian PMT-P (susu
dan biskuit), mengukur
tinggi badan, dan
penimbangan tinggi badan
Jenis PMT-P yang
diberikan
Susu dan biskuit Susu dan biskuit, tergantung
dari Puskesmas
Susu dan biskuit
Kendala di lapangan
selama program
PMT-P
Biasanya balita tidak suka susu Dana untuk membuat PMT
penyuluhan tidak mencukupi,
ibu balita yang datang ke
Posyandu sedikit
Ibu balita yang susah
diajak kompromi untuk
diberikan pengetahuan
atau penyuluhan
Karakteristik ibu balita
penerima PMT-P
Pengetahuan kurang, tidak telaten,
jika balita tidak mau makan
dibiarkan saja dan tidak berusaha
untuk membujuknya
Pengetahuan masih rendah Pengetahuan kurang, tidak
memiliki inisiatif jika
balita tidak mau makan,
rasa ingin tahu kurang
terhadap masalah
kesehatan dan gizi,
kebiasaan jajan balita yang
tinggi karena ibu tidak
mau melihat balita rewel
Frekuensi kunjungan
ibu balita ke Puskesmas
atau Posyandu
Diundang ke Puskesmas sebulan
sekali setiap hari rabu minggu
kedua atau ketiga
Rutin, biasanya bolong 2 atau
3 kali, mungkin sudah ada
jadwal di Puskesmas
Jika ke Puskesmas
tergantung TPG. Jika ke
Posyandu ada yang rutin
ada yang tidak, alasannya
tidak tahu padahal sudah
disiarkan
Jenis penyakit yang
biasa diderita balita
penerima PMT-P
Demam, batuk, pilek Demam, batuk, pilek, diare
jarang
Batuk, pilek, demam, diare
jarang,
Upaya yang dilakukan
jika balita tidak
mengalami peningkatan
berat badan
Diberikan PMT-P terus, baik PMT
penyuluhan maupun PMT
pemulihan
Dilaporkan ke Puskesmas jika
berat badan 2x berturut-turut
tidak naik dan akan ditangani
oleh Puskesmas
Dilaporkan ke Puskesmas
setiap selesai penimbangan
Upaya yang dilakukan
jika PMT-P yang
diberikan tidak disukai
balita
Diberikan konseling agar PMT-P
tersebut dicampur dengan bahan
makanan lain seperti puding, kue,
dan sebagainya, ibu balita harus
telaten
Diberikan sedikit-sedikit
terlebih dahulu
Disaranin untuk dibuatkan
makanan yang kreatif