lapsus trisna

58
1 LAPORAN KASUS PAPILARRY CARCINOMA TYROID Disusun oleh: Ayu Budhi Trisna Dewi R.S, S. Ked NIM. 082011101026 Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya Lab/SMF Ilmu Bedah FK UNEJ - RSD dr.Soebandi Jember

Upload: trisna-dewi

Post on 02-Jan-2016

62 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Lapsus Trisna

1

LAPORAN KASUS

PAPILARRY CARCINOMA TYROID

Disusun oleh:Ayu Budhi Trisna Dewi R.S, S. Ked

NIM. 082011101026

Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik MadyaLab/SMF Ilmu Bedah FK UNEJ - RSD dr.Soebandi Jember

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS JEMBER

2013

Page 2: Lapsus Trisna

2

BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Karsinoma Tiroid

Karsinoma tiroid adalah lesi keganasan pada kelenjar tiroid, dapat berupa

nodul tunggal atau banyak, dapat disertai infiltrasi, pembesaran kelenjar getah

bening leher, atau metastasis jauh (Marmowinoto, R.M., et al, 2010:143).

Karsinoma tiroid jarang terjadi, dilaporkan hanya 1,5% dari keganasan

seluruh tubuh. Biasanya menunjukkan keganasan sistem endokrin. Kebanyakan

karsinoma tiroid merupakan lesi well differentiated. Subtipe mayor karsinoma

tiroid yang sering ditemukan yaitu:

• Karsinoma papiler (75%-85% kasus)

• Karsinoma folikular (10%-29% kasus)

• Karsinoma meduler (5% kasus)

• Karsinoma anaplastik (<5% kasus)

1.2. Kelenjar Tiroid

1.2.1 Embriogenesis

Kelenjar tiroid berkembang dari endoderm yang berasal dari sulcus

pharyngeus pertama dan kedua, pada garis tengah. Tempat pembentukan kelenjar

tiroid ini menjadi foramen sekum di pangkal lidah. Jaringan endodermal ini turun

ke leher sampai setinggi cincin trakea kedua dan ketiga yang kemudian

membentuk dua lobi. Penurunan ini terjadi pada garis tengah. Saluran pada

struktur endodermal ini tetap adaa dan menjadi duktus tiroglosus atau, lebih,

sering, mengalami obliterasi menjadi lobus piramidalis kelenjar tiroid. Kelenjar

tiroid janin secara fungsional mulai mandiri pada minggu ke 12 masa kehidupan

intrauterin (Sjamsuhidajat, R., dan De Jong, W., 2003:683).

1.2.2. Anatomi Kelenjar Tiroid

Page 3: Lapsus Trisna

3

Kelenjar tiroid merupakan organ yang bentuknya seperti kupu-kupu dan

terletak di leher antara fasia koli media dan fasia prevertebralis. Kelenjar tiroid

melekat pada trakea dan fascia pretrachealis, dan melingkari trakea dua pertiga

bahkan sampai tiga perempat lingkaran. Kelenjar ini terdiri atas dua buah lobus

lateral yang dihubungkan oleh suatu jembatan jaringan isthmus tiroid yang tipis

dibawah kartilago krikoidea di leher, dan kadangkadang terdapat lobus

piramidalis yang muncul dari isthmus di depan laring. Kelenjar tiroid terletak di

leher depan setentang vertebra cervicalis 5 sampai thoracalis 1, terdiri dari lobus

kiri dan kanan yang dihubungkan oleh isthmus. Setiap lobus berbentuk seperti

buah pear, dengan apeks di atas sejauh linea oblique lamina cartilage thyroidea,

dengan basis di bawah cincin trakea 5 atau 6. Kelenjar tiroid mempunyai panjang

± 5 cm, lebar 3 cm, dan dalam keadaan normal kelenjar tiroid pada orang dewasa

beratnya antara 10 sampai 20 gram. Aliran darah kedalam tiroid per gram jaringan

kelenjar sangat tinggi (± 5 ml/menit/gram tiroid).

Gambar 1. Anatomi Thyroid

Arteri karotis komunis, vena jugularis interna, dan nervus vagus terletak

bersama di dalam suatu sarung tertutup di laterodorsal tiroid. Nervus laringeus

rekurens terletak di dorsal tiroid sebelum masuk laring. Nervus frenikus dan

Page 4: Lapsus Trisna

4

trunkus simpatikus tidak masuk ke dalam ruang antara fasia media dan

prevertebralis. Kelenjar tiroid kaya vaskularisasi, yaitu yang berasal dari empat

sumber, a.karotis superior kanan dan kiri, cabang a. karotis ekterna kanan kiri, dan

kedua a. tiroidea inferior kanan dan kiri, cabang a. brakialis. Kadang kala

dijumpai a. tiroidea ima, cabang dari trunkus brakiosefalika, yang sering

menimbulkan perdarahan pada waktu melakukan trakeostomi. Adapun sistem

venanya terdiri atas v. tiroidea superior berjalan bersama arterinya: v. tiroidea

medial berada di lateral, berdekatan dengan a. tiroidea inferior, dan v. tiroidea

inferior, yang berada dalam satu arah dengan a. tiroidea iam (jika ada). Terdapat

dua saraf yang mensarafi laring dengan pita suara (plica vocalis), yaitu n.

rekurens, dan cabang dari n. Laringeus superior. Nervus laringeus rekuren adalah

cabang dari nervus vagus yang mulai dari percabangan trakea ke atas lewat sulcus

trakeo oesophagus, mensarafi pita suara. Lesi N. Laringeus rekuren ini akan

menyebabkan suara parau atau hilang. Sedangkan N. Laringealis superior (cabang

N. IX) mensarafi otot-otot krikoid. Lesi saraf ini menyebabkan gangguan

pembentukan suara halus korda vokalis (Sjamsuhidajat, R., dan De Jong, W.,

2003:684).

1.2.3. Histologi

Tiap lobus kelenjar tiroid mengandung banyak folikel. Folikel tiroid atau

asinus adalah unit struktural dan fungsional kelenjar. Mengandung single layer

sel-sel epitelial kuboid yakni epitelium folikular, mengelilingi lumen sentral yang

berisi substansi koloid yang kaya akan thyroglobulin, yang menghasilkan reaksi

positif Periodic Acid-Schiff (PAS). Epitelium folikular juga mengandung sekitar

10% sel-sel parafolikular yang tersebar, yang disebut sel C. Sel C berasal dari

neural crest, mengandung granulgranul sitoplasmik kecil yang menunjukkan

penyimpanan hormon calcitonin. Ketika kelenjar tiroid hipoaktif, seperti pada

dietary iodine deficiency, folikel membesar seiring dengan pertambahan koloid.

Epitelium folikular berbentuk kolumnar sewaktu kelenjar ini aktif dan droplet

koloid terlihat di dalam sel sebagai pseudopodia apikal besar dan mikrovilli.

Epitelium tiroid dikelilingi oleh lamina basal dan serabut-serabut retikular.

Page 5: Lapsus Trisna

5

Jaringan vasomotor, serabut syaraf simpatetik dan pembuluh darah, termasuk

kapiler fenestrasi, dapat terlihat pada jaringan connective diantara folikel-folikel

tiroid.

Secara histologi, parenkim kelenjar ini terdiri atas:

1. Folikel-folikel dengan epithetlium simplex kuboideum yang mengelilingi

suatu massa koloid. Sel epitel tersebut akan berkembang menjadi bentuk

kolumner katika folikel lebih aktif (seperti perkembangan otot yang terus

dilatih).

2. Cellula perifolliculares (sel C) yang terletak di antara beberapa folikel

yang berjauhan.

Gambar 2. Histologi Kelenjar Tiroid

1.2.4 Patologi

Tumor dapat berupa nodul lunak, tetapi sering pula berupa tumor keras.

Adenokarsinoma papiler (60%) biasanya bersifat multisentrik dan 50% penderita

memperlihatkan sarang ganas di lobus homolateral dan lobus kontraleteral.

Metastasis mula-mula ke kelenjar limfe regional, dan akhirnya dapat terjadi

metastasis hematogen.

Infiltrasi karsinoma tiroid dapat ditemukan di trakea, laring, faring,

esofagus, n. Rekurens, pembuluh darah karotis, vena jugularis, struktur lain dalam

leher dan kulit. Metastasis limfogen dapat meliputi semua regio leher, sedangkan

metastasis hematogen ditemukan, terutama di paru, tulang, otak, dan hati

(Sjamsuhidajat, R., dan De Jong, W., 2003:691).

Page 6: Lapsus Trisna

6

1.2.5 Fisiologi

Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama, yaitu tiroksin (T4).

Bentuk aktif hormon ini adalah triyodotironin (T3), yang sebagian berasal dari

konversi hormon T4 di perifer, dan sebagian kecil langsung dibentuk oelh kelenjar

tiroid. Yodida anorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku

hormon tiroid. Zat ini dipekatkan kadranya menjadi 30-40 kali yang afinitasnya

sagat tinggi di jaringan tiroid. Yodida anorganik mengalami oksidasi menjadi

bentuk organik dan selanjutnya menjadi bagian tirosin dari tirosin yang

membentuk tiroglobulin sebagai monoyodotirosin (MIT) atau diyodotirosin

(DIT). Senyawa atau konjugasi DIT dengan MIT atau dengan DIT yang lain akan

menghasilkan T3 atau T4, yang disimpan dalam koloid kelenjar tiroid. Sebagian

besar T4 dilepaskan ke sirkulasi, sedangkan sisanya tetap di dalam kelenjar yang

kemudian mengalami deyodinasi untuk selanjutnya menjalani daur ualng. Dalam

sirkulasi, hormon tiroid terikat pada protein, yaitu globulin pengikat tirod

(thyroid-binding globulin, TBG) atau prealbumin pengikat tiroksin (thyroxine-

binding prealbumine, TBPA) (Sjamsuhidajat, R., dan De Jong, W., 2003:684).

Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh suatu hormon stimulator tiroid

(thyroid stimulating hormon, TSH) yang dihsilkan oleh lobus anterior kelenjar

hipofisis. Kelenjar hipofisis secara langsung dipengaruhi dan diatur kadar

aktivitasnya oleh kadar hormon tiroid dalam sirkulasi yang bertidak sebagai

negative feedback terhadap lobus anterior hipofisis, dan terhadap sekresi

thyrotropine releasing hormone (TRH) dari hipotalamus. Hormon tiroid

mempunyai pengaruh yang sangat bervariasi terhadap jaringan atau organ tubuh

yang pada umumnya berhubungan dengan metabolisme sel (Sjamsuhidajat, R.,

dan De Jong, W., 2003:685).

Pada kelenjar tiroid juga didapatkan sel parafolikular, yang menghasilkan

hormon kalsitonin. Kalsitonin adalah suatu polipetida yang turut mengatur

metabolisme kalsium, yaitu menurunkan kadar kalsium serum, melalui

pengaruhnya terhadap tulang (Sjamsuhidajat, R., dan De Jong, W., 2003:685).

Jadi, kesimpulan pembentukan hormon tiroksin melalui beberapa langkah, yaitu:

Page 7: Lapsus Trisna

7

1. Iodide Trapping, yaitu pejeratan iodium oleh pompa Na+/K+ ATPase.

2. Yodium masuk ke dalam koloid dan mengalami oksidasi. Kelenjar tiroid

merupakan satu-satunya jaringan yang dapat mengoksidasi I hingga

mencapai status valensi yang lebih tinggi. Tahap ini melibatkan enzim

peroksidase.

3. Iodinasi tirosin, dimana yodium yang teroksidasi akan bereaksi dengan

residu tirosil dalam tiroglobulin di dalam reaksi yang mungkin pula

melibatkan enzim tiroperoksidase (tipe enzim peroksidase).

4. Perangkaian iodotironil, yaitu perangkaian dua molekul DIT

(diiodotirosin) menjadi T4 (tiroksin, tetraiodotirosin) atau perangkaian

MIT (monoiodotirosin) dan DIT menjadi T3 (triiodotirosin). reaksi ini

diperkirakan juga dipengaruhi oleh enzim tiroperoksidase.

5. Hidrolisis yang dibantu oleh TSH (Thyroid-Stimulating Hormone) tetapi

dihambat oleh I, sehingga senyawa inaktif (MIT dan DIT) akan tetap

berada dalam sel folikel.

6. Tiroksin dan triiodotirosin keluar dari sel folikel dan masuk ke dalam

darah. Proses ini dibantu oleh TSH.

7. MIT dan DIT yang tertinggal dalam sel folikel akan mengalami

deiodinasi, dimana tirosin akan dipisahkan lagi dari I. Enzim deiodinase

sangat berperan dalam proses ini.

8. Tirosin akan dibentuk menjadi tiroglobulin oleh retikulum endoplasma dan

kompleks golgi.

Page 8: Lapsus Trisna

8

Gambar 3. Fisiologi Kelenjar Tiroid

1.3 Patofisiologi

1. Rangsangan TSH pada sel folikel tiroid akibat kekurangan yodium, dalam

jangka panjang akan menyebakan degenerasi keganasan.

2. Ionisasi radiasi yang mengenai kelenjar tiroid dapat mengakibatkan mutasi

gen pada sel folikel tiroid.

1.4 Epidemiologi

Karsinoma tiroid agak jarang ditemukan, diperkirakan sebesar 3-5% dari

tumor maligna di negara-negara berkembang. Karsinoma tiroid menempati urutan

ke-9 dari sepuluh keganasan tersering di Indonesia. Angka insidensi bervariasi di

Page 9: Lapsus Trisna

9

seluruh dunia, yaitu dari 0,5-10 jiwa per 100.000 populasi. American Cancer

Society memperkirakan sekitar 17.000 kasus baru muncul setiap tahunnya di

Amerika Serikat dan sekitar 1700 diantaranya mengakibatkan kematian. Di

Amerika Serikat, karsinoma ini relatif jarang ditemukan, mencakup 1% dari

seluruh jenis kanker dan 0,4% kematian akibat kanker. Lebih banyak ditemukan

pada wanita dengan distribusi berkisar 2:1 sampai 3:1. Karsinoma tiroid didapat

pada segala usia dengan puncak usia muda (7-20 tahun) dan usia setengah baya

(40-60 tahun). Karsinoma tiroid merupakan jenis keganasan jaringan endokrin

yang terbanyak, yaitu 90% dari seluruh kanker endokrin. Adenokarsinoma papiler

adalah salah satu jenis keganasan tiroid berdiferensiasi baik yang paling sering

ditemukan (50-60%)

1.5 Etiologi dan Faktor Resiko

Etiologi yang pasti dari karsinoma ini belum diketahui. Dari beberapa

penelitian, dijumpai beberapa faktor yang berperan dalam patogenesis karsinoma

tiroid yaitu genetik dan lingkungan. Karsinoma papiler dipengaruhi oleh banyak

faktor, yaitu: faktor lingkungan (radiasi ionisasi), genetik dan onkogen , jenis

kelamin dan hormonal, faktor diet, dll.

1. Radiasi ionisasi

Paparan radiasi khususnya terhadap anak dan remaja, merupaka faktor

resiko seumur hidup bagi timbulnya nodul jinak maupun ganas. Ada ahli

berpendapat, bahwa kontak dengan radiasi merupakan satu-satunya faktor

karsinogen terhadap tiroid yang telah terbukti dewasa ini. Penelitian menunjukkan

pada populasi terpapar sinar X dan radiasi sinar gamma, insiden karsinoma papilar

dan folikular tiroid lebih tinggi.

2. Genetik dan onkogen

Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan sebagian kecil karsinoma papilar

dan folikular tiroid juga bersifat heredofamilial, disebut karsinoma tiroid familial

non medular, di antaranya sebagian besar adalah karsinoma papilar.

Page 10: Lapsus Trisna

10

3. Jenis kelamin dan hormonal

Perbedaan jenis kelamin pada karsinoma tiroid lebih besar, hormon wanita

mungkin berperan dalam etiologinya. Ada penelitian menemukan pada kelenjar

tiroid normal, tumor jinak dan tumor ganas tiroid terdapat reseptro estrogen dalam

jumlah bervariasi. Pada jaringan karsinoma papilar tiroid kandungan reseptor

estrogen dan reseptor progesteron tertinggi, disimpulkan bahwa reseptor estrogen

danprogesteron merupakan faktor penting yang mempengaruhi insiden karsinoma

tiroid pada wanita.

4. Faktor diet

Defisiensi iodium selama ini dianggap sebagai berkaitan dengan timbulnya tumor

tiroid termasuk karsinoma tiroid. Di daerah pegunungan yang defisiensi berat

iodium, insiden karsinoma tiroid realtif tinggi. Tapi data epidemiologis

menunjukkan, meskipun di daerah pesisir yang kaya iodium, karsinoma tiroid

juga raltif sering terjadi. Dua tipe karsinoma tiroid (tipe papilar dan folikular)

mungkin secar terpisah berkaitan dengan diet kaya iodium dan miskin iodium

(Jing, C. F dan Li, L.Q., 2008:289).

1.6 Gejala Klinis

Keluhan penderita umumnya hanya ada benjolan di leher bagian depan

bawah. Benjolan yang besar dan keras dapat memberikan gejala penekanan pada

trakea (sesak nafas), atau pada esofagus (disfagia). Keganasan tiroid yang

infiltrasi n. Rekurens menyebabkan terjadi suara parau.

Kadang-kadang penderita datang karena ada benjolan pada leher sebelah

lateral atas yang ternyata adalah metastase karsinoma tiroid pada kelenjar getah

bening, sedangkan tumor primernya sendiri ukurannya masih kecil. Atau

penderita datang karena benjolan di kepala yang ternyata suatu metastase

karsinoma tiroid pada kranium (Marmowinoto, R.M., et al, 2010:143).

Page 11: Lapsus Trisna

11

1.7 Diagnosis

a. Anamnesis

Pada anamnesis ditemukan keluhan tentang benjolan ditemukan pada leher

bagian depan. Benjolan tersebut mungkin ditemukan secara kebetulan oleh

penderita sendiri atau orang lain. Benjolan membesar sangat lambat, dan jika

terjadi cepat, harus dicurigai suatu degenerasi kistik atau karsinoma anaplastik.

Yang terakhir ini umumnya disertai tanda penekanan terhadap organ dan struktur

di sekitarnya. Pada anamnesis juga harus ditanyakan adanya faktor resiko untuk

terjadinya karsinoma tiroid. Kadang terdapat pembesaran kelenjar getah bening di

leher bagian lateral, yaitu grup juguler. Penyebaran ke kelenjar getah bening di

bagian kranial kutub atas tiroid akan menimbulkan yang dahulu dikenal sebagai

tiroid aberans. Tumor primernya biasanya tidak dikeluhkan dantidak dapat

ditemukan secara klinis. Bila tumornya cukup besar, akan timbul keluhan karena

desakan mekanis pada trakea dan esofagus, atau hanya timbul rasa mengganjal di

leher (Sjamsuhidajat, R., dan De Jong, W., 2003:693).

Anamnesis mengenai usia dan jenis kelamin sangat penting, apabila nodul

tiroid timbul pada usia di bawah 20 tahun atau usia di atas 50 tahun, dengan jenis

kelamin laki-laki mempunyai resiko malignansi lebih tinggi. Riwayat mendapat

radiasi di daerah kepala dan leher pada masa kanak-kanak menyebabkan

malignansi pada tiroid sekitar 30%. Benjolan cepat membesar, bila disertai

keluhan gangguan menelan, sesak atau perubahan suara. Riwayat keluarga

menderita penyakit serupa (Marmowinoto, R.M., et al, 2010:143).

1.8 Pemeriksaan

1.8.1. Pemeriksaan Fisik

Tumor biasanya dapat dilihat dan dipalpasi dengan mudah. Yang khas

untuk tumor tiroid adalah tumor ikut dengan gerakan menelan. Akan tetapi, pada

stadium yang telah lanjut yang telah berinfiltrasi ke jaringan sekitar, tumor

menjadi terfiksasi, dan sering lagi tidak ikut bergerak pada waktu menelan. Hal ini

sering menjadi indikator bahwa tumor sudah tidak dapat diangkat (Sjamsuhidajat,

R., dan De Jong, W., 2003:693).

Page 12: Lapsus Trisna

12

Inspeksi dari depan penderita, nampak suatu benjolan pada leher bagian

bawah yang bergerak ke atas pada waktu penderita menelan ludah. Perhatikan

kulit di atasnya hiperemi, seperti kulit jeruk, ulserasi.

Palpasi dari belakang penderita dengan ibu jari kedua tangan pada tengkuk

penderita dan jari-jari lai meraba benjolan pada leher penderita.

Pada palpasi ini ditemukan lokalisasi benjolan terhadap trakea, ukuran,

konsistensi padat keras, mobilitas terbatas terhadap jarngan sekitar. Benjolan

bergerak saat menelan. Bila infiltrasi sudah luas maka gerakan ke atas saat

menelan ludah tidak terlihat dengan jelas. Harus diraba ada tidaknya pembesaran

kelenjar getah bening leher terutama pada rantai juguler. Pemeriksaan metastasi

jauh berupa benjolan pada tulang kalvaria, tulang belakang, klavikula, sternum,

dan lain-lain. Benjolan metastasis pada tulang tersebut biasanya teraba adanya

pulsasi. Perlu juga dipikirkan metastase ke paru, hati, dan otak (Marmowinoto,

R.M., et al, 2010:144).

1.8.2 Pemeriksaan Penunjang

a. Biopsi

Biopsi insisi tidak dianjurkan pada karsinoma tiroid yang masih layak

bedah. Biopsi aspirasi jarum halus (FNA) merupakan cara diagnosis yang sangat

baik dan sederhana. Ketepatan diagnosis tergantung pada teknik pengambilan,

persiapan slides, kejelian serta pengalaman ahli patologi di bidang sitologi

(Sjamsuhidajat, R., dan De Jong, W., 2003:693).

b. Pemeriksaan radiologis:

a) Pemeriksaan rontgen (X-foto leher AP/Lateral) berguna untuk melihat

dorongan, tekanan, dan penyempitan pada trakea, serta membantu

diagnosis dengan melihat adanya kalsifikasi di dalam jaringan tiroid.

b) Foto thorax (X-foto thorax AP/Lateral) dibuat untuk melihat kemungkinan

ekstensi struma ke retrosternum, penyebaran karsinoma tiroid ke

mediastinum bagian atas atau ke paru (coin lession), efusi pleura,

osteolitik dinding thorax (Marmowinoto, R.M., et al, 2010:144).

c. Pemeriksaan Laboratorium

Page 13: Lapsus Trisna

13

Pemeriksaan laboratorium yang membedakan neoplasma jinak dan ganas

tiroid belum ada yang khusus. Sebagian besar pasien kanker tiroid memiliki

fungsi tiroid yang normal. Kecuali karsinoma meduler, yaitu pemeriksaan

kalsitonin (tumor marker) dalam serum. Pemeriksaan T3 serum, T4, TSH kadang-

kadang diperlukan karena pada karsinoma tiroid dapat terjadi tirotoksikosis

walaupun jarang. Human Thyroglobulin (HTG) Tera dapat dipergunakan sebagai

tumor marker terutama pada karsinoma berdiferensiasi baik (tipe papiler dan

folikuler). Walaupun pemeriksaan ini tidak khas untuk karsinoma tiroid, namun

peninggian HTG setelah tiroidektomi total merupakan indikator tumor residif

(Marmowinoto, R.M., et al, 2010:144).

d. Ultrasonographic

Pemeriksaan USG mencakup USG biasa dan dopler warna, USG

merupakan cara cukup sensitif untuk memeriksa ukuran dan jumlah tumor tiroid,

dapat menujukkan ada tidaknya tumor, sifatnya padat atau kistik, ada tidaknya

kalsifikasi,dll. Akurasi pemeriksaan bergantung pada keterampilan dan

pengalaman pemeriksa. Dopler warna dapat mengetahui situasi aliran darah di

dalam tumor dan kelenjar limfe, sangat membantu dalam diagnosis banding lesi

jinak atau ganas (Jing, C. F dan Li, L.Q., 2008:293).

Karsinoma tiroid terlihat sebagai nodul hipoechogenik pada pemeriksaan

USG, meskipun demikian beberapa lesi benigna juga mirip dengan gambaran

echographic seperti pada lesi maligna (Sjamsuhidajat, R., dan De Jong, W.,

2003:693).

e. CT Scan

Pemeriksaan CT Scan bermanfaat terutama pada karsinoma tiroid stadium

lanjut, yaitu untuk melihat ekstensi tumor ke jaringan sekitar, adanya pembesaran,

dan metastasis pada kelenjar getah bening leher. CT scan juga berguna untuk

merencanakan pembedahan, tetapi tidak dapat membedakan ganas atau jinaknya

suatu nodul tiroid jika belum terjadi infiltrasi ke jaringan sekitarnya

(Sjamsuhidajat, R., dan De Jong, W., 2003:693). Karsinoma tiroid pada CT scan

tampak sebagai bayangan jaringan lunak tidak beraturan dan atau berlobulasi,

kebanyakan berdensitas heterogen, batas tidak tegas, dapat disertai kalsifikasi,

Page 14: Lapsus Trisna

14

pasca kontras menunjukkan penyengatan tak beraturan. Hasil pencitraan CT scan

lebih baik pada lesi karsinoma tiroid yang lebih besar, tapi dalam hal diagnosis

lokalisasi lesi tiroid yang lebih kecil relatif sulit (Jing, C. F dan Li, L.Q.,

2008:293).

f. Sidik Radioaktif (Radioisotop)

Pemeriksaan sidik radioaktif tiroid dilakukan dengan bahan radioaktif

yodium 131. Berdasarkan banyaknya yodium yang ditangkap oleh nodul tiroid,

dikenal adnaya nodul dingin, yaitu nodul yang tidak menangkap atau sedikit

menangkap yodium dibandingkan sel kelenjar normal, dan nodul panas

menangkap yodium radioaktif lebih banyak. Karsinoma papiler biasanya kurang

atau sama sekali tidak menangkap yodium (Sjamsuhidajat, R., dan De Jong, W.,

2003:693).

g. MRI

Pemeriksaan MRI dapat menampilkan potongan koronal, sagital, transversal,

dengan lapisan multipel, sangat baik dalam diagnosis lokalisasi karsinoma tiroid

dan hubungannya dengan organ, vaskular, dan jaringan sekitarnya (Jing, C. F dan

Li, L.Q., 2008:293).

1.9 Staging

Staging Karsioma Tiroid

Banyak sistem staging yang bisa ditemukan dalam literatur, yang

bertujuan untuk menentukan prognosis penderita dan menentukan agresifitas

terapi pada tipe keganasan tertentu. Salah satu sistem yang paling sederhana

adalah AMES (age, metastasis, extent, dan size), yang membagi penderita atas 2

kelompok yaitu kelompok resiko tinggi dan kelompok resiko rendah.

Yang termasuk kelompok resiko rendah adalah penderita : laki laki dengan

umur <41 tahun dan wanita <51 tahun, ukuran tumor <5 cm, tidak ada invasi

kapsul dan metastasis jauh. Sedang kelompok resiko tinggi adalah penderita

dengan ukuran tumor >1,5cm. Ada metastasis ke kelenjar regional, usia >40 tahun

serta ada sisa tumor setelah operasi. Pada kelompok resiko rendah, resiko terjadi

rekurensi hanya sebesar 5% dan resiko kematian akibat kanker tiroid sebesar

Page 15: Lapsus Trisna

15

1,8%, sedang pada kelompok resiko tinggi, resiko rekurensi sebesar 55% dan

resiko kematian adalah 46%.

1. Penggolongan stadium karsinoma tiroid menurut Perhimpunan Antitumor

(UICC) dan Ikatan Antitumor Amerika Serikat (AJCC) tahun 2002,

adalah:

T (Tumor primer)

• Tx: Tumor primer tidak dapat dinilai

• T0: Tidak didapat tumor primer

• T1: Tumor dengan ukuran 2cm atau kurang, masih terbatas pada tiroid

• T2: Tumor dengan ukuran lebih dari 2cm namun tidak lebih dari 4cm,

masihterbatas pada tiroid

• T3: Tumor dengan ukuran lebih dari 4 cm masih terbatas pada tiroid,

atau tumor dengan ukuran berapa saja dengan perluasan ekstratiroid

minimal (misal perluasan ke sternohyoid muscle atau perithyroid soft

tissue)

• T4a: Tumor dengan ukuran berapa saja yang telah meluas keluar kapsul

tiroidphingga menginvasi subcutaneous soft tissue, larynx, trachea,

esophagus,atau recurrent laryngeal nerve

• T4b: Tumor menginvasi prevertebra fascia atau melapisi arteri karotid

atau pembululuh darah mediastinum

Seluruh tumor undifferentiated (anaplastic) dianggap T4

• T4a: Karsinoma anaplastik intratiroid – surgically resectable

• T4b: Karsinoma anaplastik ekstratiroid – surgically unresectable

N (Kelenjar getah bening regional)

• Nx: Kelenjar getah bening tidak dapat dinilai

• N0: Tidak didapat metastasis ke kelenjar getah bening regional

• N1: Terdapat metastasis ke kelenjar getah bening regional

• N1a: Metastasis ke level VI kelenjar getah bening (pretracheal,

paratracheal, dan relaryngeal/Delphian)p

Page 16: Lapsus Trisna

16

• N1b: Metastasis pada kelenjar getah bening unilateral atau kontralateral

atau mediastinum posterior

M (Metastasis jauh)

• Mx: Metastasis jauh belum dapat dinilai

• M0: Tidak terdapat metastasis jauh

• M1: Terdapat metastasis jauh

2. Pembagian stadium klinis:

Karsinoma papilar atau folikular, kurang dari 1 tahun

Stadium I: T apapun, N apapun, M0

Stadium II: T apapun, N apapun, M1. Karsinoma papilar, karsinoma

folikular dan karsinoma medular, lebih dari atau sama dengan 45 tahun.

Stadium I: T1N0M0

Stadium II: T2N0M0

Stadium III: T3N0M0

T1-T3,N1aM0

Stadium IVA: T1-3N1bM0

T4aN0-1M0

Stadium IVB: T4b, N apapun, M0

Stadium IVC: T apapun, N apapun, M1

Karsinoma tak berdiferensiasi (semua kasus adalah stadium IV).

Stadium IVA: T4a, N apapun, M0

Stadium IVB: T4b, N apapun, M0

Stadium IVC: T apapun, N apapun, M1

Page 17: Lapsus Trisna

17

1.9 Penatalaksanaan

Flowchart, indicating scheme for the diagnosis and management of palpable thyroid

nodules. FNA = fine-needle aspiration; LT4 = levothyroxine; MNG = multinodular

goiter; PEI = percutaneous ethanol injection; SN = single nodule; TPOAb = thyroid

peroxidase

antibody; TSH = thyroid-stimulating hormone (thyrotropin); US = ultrasonography.

(AME/AACE Guideline. 2006)

Page 18: Lapsus Trisna

18

a. Penanganan Kanker Tiroid

Tujuan utama dari terapi karsinoma tiroid adalah memperkecil resiko

rekurensi dan metastasis jauh, dalam hal ini menurunkan angka morbiditas dan

mortalitas penderita kanker. Banyak modalitas terapi yang bisa digunakan untuk

penanganan penderita kanker tiroid diantaranya adalah tiroidektomi, ablasi tiroid

dengan iodine radioaktif, supresi thyrotropin dan radiasi eksterna

b. Pembedahan

Total atau near total thyroidectomy dianjurkan dilakukan untuk penderita

kanker tiroid dengan ukuran tumor > 1-1,5cm , ada nodul tiroid kontralateral, ada

metastasis regional atau metastasis jauh, riwayat kanker tiroid dalam keluarga atau

ada riwayat radiasi di derah kepala leher. Karena hampir 20-90% kanker tiroid

tipe papiller dan Hurthle cell cancer ditemukan ada metastasis ke kelenjar

regional, maka central compartment neck dissection perlu dipertimbangkan pada

penderita sejenis ini. Pada pasien PTC dan FTC yang dilakukan total

thyroidectomy harus dilakukan ablasi dengan I 131, tujuannya untuk

menghancurkan sisa jaringan tiroid yang masih ada. Ablasi tiroid berguna untuk

mengurangi kemungkinan rekurensi lokoregional, juga berguna untuk

pengawasan jangka panjang pasien dengan pemeriksaan whole-body iodine scans

dan pemeriksaan thyroglobulin. Kadar Tg yang tinggi pasca operasi menunjukkan

bahwa masih ada sisa sel kanker dalam tubuh yang mungkin tidak terdeteksi oleh

pemeriksaan I 131 atau pemeriksaan konvensional lainnya. Penelitian

menunjukkan bahwa makin banyak jaringan tiroid yang tersisa pasca operasi,

makin jelek untuk prognosis penderita.

Pada penderita FTC dengan widely invasive harus dilakukan total

thyroidectomy tanpa dilakukan diseksi kelenjar karena tipe ini cenderung

metastasis secara hematogen, sedang untuk FTC dengan minimally invasive maka

lobektomi tiroid saja sudah dianggap cukup. Terapi standar untuk penderita PTC

yang mengalami rekurensi di leher adalah operasi kemudian diberi terapi

tambahan dengan RAI (Radioactive Iodine) dan selanjutnya diteruskan dengan

terapi supresi TSH.

Page 19: Lapsus Trisna

19

Untuk penderita kanker tiroid pasca operasi perlu diberikan terapi supresi

TSH dengan pemberian Thyroxine, pada awalnya dianjurkan kadar TSH

mencapai < 0,1 mU/L, untuk penderita dengan resiko rendah, apabila setelah 1

tahun tidak ada tanda rekurensi maka kadar thyroxine bisa diturunkan dan kadar

TSH dipertahankan terus pada kisaran 0,1 mU/L selama 3-5 tahun setelah remisi

dicapai; tapi ATA menganjurkan di pertahankan 5-10 tahun. Beberapa penelitian

retrospektif menunjukkan bahwa pasien yang diberikan terapi thyroxine dengan

dosis supresif menunjukkan angka rekurensi yang jauh lebih rendah. Terapi

supresi TSH bukan hanya perlu untuk menggantikan fungsi tiroid tetapi juga

berperan untuk mencegah rekurensi kanker dan metastasis. TSH perlu ditekan

karena pada permukaan sel tiroid terdapat reseptor TSH yang dapat meningkatkan

kecepatan pertumbuhan sel, baik sel normal maupun sel kanker.

Peranan operasi untuk ATC masih kontroversi dan sudah diketahui bahwa

operasi sendiri tidak mampu mengubah perjalanan penyakit ini. Junor dkk

melaporkan bahwa penderita ATC yang dilakukan total atau partial thyroidectomy

kemudian diberikan EBRT dapat memperpanjang survival penderita dibandingkan

dengan penderita yang hanya dilakukan biopsi saja. Beberapa penelitian

melaporkan bahwa radioterapi preop dapat meningkatkan resektabilitas tumor.

Sebaliknya Melver dkk melaporkan bahwa apapun yang dilakukan pada penderita

ini tidak dapat memperbaiki survival penderita.

Operasi tiroid (tiroidektomi) merupakan operasi bersih dan tergolong

operasi besar. Berapa luas kelenjar tiroid yang akan diambil tergantung patologiya

serta ada tidaknya penyebaran dari karsinomanya. Ada 6 macam operasi, yaitu:

1. Lobektomi subtotal; pengangkatan sebagian lobus tiroid yang

mengandung jaringan patologis

2. Lobektomi total (Hemitiroidektomi, ismolobektomi); pengangkatan satu

sisi lobus tiroid

3. Tiroidektomi subtotal; pengangkatan sebagian kelenjar tiroid yang

mengandung jaringan patologis,meliputi kedua lobus tiroid

4. Tiroidektomi near total; pengangkatan seluruh lobus tiroid yang

patologis berikut sebagian besar lobus kontralateralnya.

Page 20: Lapsus Trisna

20

5. Tiroidektomi total; pengangkatan seluruh kelenjar tiroid

6. Operasi yang sifatnya ”extended”:

a. Tiroidektomi total + laringektomi total

b. Tiroidektomi total + reseksi trakea

c. Tiroidektomi total + sternotomi

d. Tiroidektomi total + FND atau RND

c. Radioterapi

Radioterapi dalam hal ini adalah Radioactive Iodine, External Bean Radio therapy

(EBRT) atau keduanya mempunyai peranan dalam meningkatkan survival pada

pasien yang tumornya tidak bersih diangkat. Radioactive iodine therapy juga

berperan menurunkan angka kematian

pada penderita yang mengalami metastasis jauh. Peranan radioterapi adjuvan

untuk pasca operasi kanker tiroid (WTC) masih diperdebatkan dan menurut Lin,

Tsang dkk. Radioterapi adjuvant tidak memperbaiki survival penderita usia >45

tahun dan stadium lanjut. Survival penderita stadium 3 yang diberikan radioterapi

tambahan tidak lebih baik dari penderita stadium 3 yang tidak diberikan

radioterapi. Walaupun radioterapi terbukti bisa mengecilkan tumor pada penderita

PTC dan FTC tetapi tidak memperbaiki survival penderita.

Radioiodine ablation yang bertujuan untuk menghancurkan sisa tiroid

biasanya dilakukan 1 sampai 3 bulan pasca operasi, tindakan ini dapat

menurunkan resiko rekurensi dan kematian pada kelompok penderita resiko

tinggi. Ablasi tiroid ini tidak bermanfaat untuk kelompok penderita resiko rendah

dan tidak dianjurkan untuk penderita yang tidak dilakukan total atau near total

thyroidectomy.

Manfaat ablasi tiroid akan lebih meningkat bila dilakukan stimulasi

thyrotropin yang akan meningkatkan daya serap terhadap I131 oleh jaringan tiroid

normal maupun sel kanker tiroid. Untuk mencapai hasil yang maksimal maka

dianjurkan kadar TSH > 30 mU/L sebelum ablasi tiroid dimulai. Sebelum ablasi

tiroid dilakukan, perlu dilakukan radioiodine scanning dengan I131 atau I123

yang bisa memberikan informasi berapa banyak jaringan tiroid yang masih tersisa,

Page 21: Lapsus Trisna

21

apakah ada infiltrasi kanker ke jaringan sekitar dan apakah sudah ada metastasis

ke kelenjar regional.

External-beam Radiotherapy [EBRT]. Dalam penanganan kanker tiroid,

pemberian radiotherapi eksterna masih merupakan masalah yang kontroversi

antara pakar endokrinologi, ahli bedah kepala leher dan radiasi onkologi, belum

ada keseragaman dalam pemberian terapi dan belum ada pedoman penderita mana

yang harus diberikan EBRT, terutama untuk kanker tiroid tipe papiller karena

perjalanan penyakitnya yang bervariasi dari yang bisa disembuhkan hanya dengan

operasi saja sampai yang mempunyai sifat yang sangat agresif dengan tingkat

rekurensi dan kematian yang tinggi.

Secara umum disepakati bahwa EBRT pasca operasi tidak perlu diberikan

pada penderita usia muda dengan sisa tumor yang sangat sedikit karena ini sudah

bisa teratasi dengan pemberian RAI17. Dari hasil penelitian terhadap 1.300

pasien, Chow dkk berpendapat bahwa EBRT hanya diindikasikan untuk penderita

pasca operasi dengan sisa tumor yang cukup banyak, tepi tidak bebas tumor,

penderita dengan staging pT4, pN1b atau

ukuran kelenjar leher >2 cm. Banyak pusat penelitian menganjurkan EBRTapabila

ditemukan infiltrasi pada jaringan lunak leher atau ditemukan tumor sudah

menembus keluar dinding kelenjar limfe saat rekurensi. EBRT juga terbukti

efektif untuk penderita yang telah mengalami infiltrasi tumor pada trakea, karena

dekatnya tiroid ke spinal cord dan paru paru, maka dosis adekuat EBRT sulit

dicapai sehingga tidak bisa memberikan hasil optimal.Untuk mengatasi hal ini,

saat ini telah tersedia alat yang bisa memberikan dosis radiasi sesuai yang

dibutuhkan pada lokasi tertentu dan dosis radiasi pada daerah vital seperti spinal

cord bisa diatur menerima dosis yang minimal,alat tersebut dikenal sebagai

Intensive Modulated Radio Therapy [IMRT].

Peranan EBRT pada terapi PTC masih diperdebatkan, sampai saat ini

belum ada penelitian mengenai manfaat EBRT yang diberikan pasca operasi.

Chow dkk menganjurkan EBRT jangan digunakan secara rutin dan hanya

diberikan pada pasien tertentu saja.

Page 22: Lapsus Trisna

22

d. Follow-up pasca operasi

Pasien kanker tiroid (PTC dan FTC) yang telah dilakukan total

tiroidektomi dan ablasi tiroid perlu dilakukan follow-up dengan mengukur kadar

thyroglobulin (Tg) secara periodik dan dilakukan I131 diagnostik whole body

scan (dx WBS) sampai remisi komplit tercapai. Pasien yang scanningnya negatif

pasca ablasi tiroid mempunyai prognosis yang baik.

Pemeriksaan kadar Thyroglobulin (Tg) berperan sangat penting dalam

follow-up penderita kanker tiroid, terdeteksinya kadar Tg dalam darah

menandakan kanker tiroid masih ada. Kadar Tg dapat dipakai sebagai tumor

marker dalam melakukan follow-up penderita. Dari data penelitian telah terbukti

bahwa kadat Tg dan TSH setelah 1 tahun pemberian terapi primer merupakan

faktor prediktor terhadap rekurensi kanker tiroid (WTC). Beberapa penelitian

retrospektif menunjukkan bahwa pasien yang diberikan terapi thyroxine dengan

dosis supresif menunjukkan angka rekurensi yang jauh lebih rendah.

Selain itu perlu dilakukan staging pasca operasi, tujuannya adalah untuk

menentukan prognosis penderita, membantu menentukan terapi tambahan apa

yang perlu diberikan untuk pasien dan juga membantu menentukan seberapa

sering dan intensif follow-up yang perlu dilakukan, selain itu staging pasca

operasi juga bisa merupakan alat komunikasi yang akurat antar pakar kesehatan.

Saat ini pemeriksaan kadar Tg–off dan USG leher dianjurkan saat

melakukan follow-up penderita WTC dengan resiko rendah.The American

Thyroid Association (ATA) dan The European Thyroid Association (ETA)

merekomendasikan cut off 2 ng/ml sebagai batas untuk menentukan adanya

rekurensi.

1.10 Komplikasi

Pada tindakan operasi tiroidektomi, bisa dijumpai komplikasi awal dan

lanjut. Disamping itu ada pula yang membagi komplikasi yang terjadi dalam

metabolik dan non metabolik. Beberapa komplikasi dari operasi tiroidektomi

adalah:

Page 23: Lapsus Trisna

23

Durante Operasi :

- perdarahan

- cedera N.Rekuren unilateral / bilateral

- cedera trachea, oesofagus, syaraf leher

- trakheo malasia

- paratiroid terangkat menyebabkan hipokalsemia

- terpotongnya duktus toraksikus di leher kanan

Pasca bedah awal :

- perdarahan leher

- perdarahan mediastinum

- odem laring

- kolaps trachea

- krisis tiroid pada operasi Morbus Basedow

Pasca bedah beberapa hari :

- hematom leher

- infeksi luka operasi (ILO)

- odem laring

- parase / paralise N.Rekuren + N.Laringeus superior

- hipokalsemia

Pasca bedah lambat :

- hipotiroid

- hipoparatiroid / Hipokalsemia

- parese N.rekuren + N.Laringeus superior

- nekrosis kulit

- kebocoran duktus torakcikus

1.11 Prognosis

Secara umum prognosis penderita kanker tiroid (WDT) sangat baik

dengan survival lebih dari 90% namun demikian ada sepertiga dari penderita ini

dapat mengalami rekurensi.

Page 24: Lapsus Trisna

24

Beberapa penelitian membuktikan bahwa prognosis ini berhubungan dengan usia

penderita, umur >60 tahun mempunyai tingkat rekurensi dan kematian yang lebih

tinggi.

Secara keseluruhan, kanker tiroid tipe papiller mempunyai angka survival

yang lebih tinggi dari tipe follikular, adanya infiltrasi kejaringan sekitar akan

membuat prognosis jadi jelek. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa ukuran

tumor, jenis histopatologis dan kadar Tg 1 bulan pasca operasi merupakan faktor

prognostik yang sangat penting untuk penderita kanker tiroid.

Prognosis karsinoma papiler baik, 10-year survival lebih dari 90% dan

untuk pasien muda lebih dari 98%. Perbandingan relatif area-area papiler dan

folikular tidak berhubungan dengan prognosis, tetapi invasi vaskular dan nuklear

atypia mungkin merupakan tanda-tanda prognostik yang berlawanan. Sedangkan

pada tall-cell variant dan columnar cell variant prognostiknya sangat jelek oleh

karena memiliki behavior yang sangat agresif. Karsinoma folikular lebih agresif

daripada karsinoma papiler. Prognosis bergantung pada invasi jauh dan staging.

Secara langsung berhubungan dengan ukuran tumor (<1,0cm mempunyai

prognosis yang baik). Lebih dari setengah penderita meninggal dunia dalam 10

tahun tetapi hal ini bervariasi tergantung pada derajat invasi tumor ke dalam

pembuluh darah, kapsul tumor, atau jaringan sekitarnya. Gambaran klinis umum

berhubungan dengan prognosis bergantung pada usia, ukuran tumor, perluasan

keluar dari tiroid, pembedahan yang komplet dan metastasis jauh. Efek prognostik

yang berlawanan pada usia tua ditekankan terhadap ukuran tumor yang besar dan

perluasan ekstraglandular dari tumor.

Grade I Grade II Grade III Grade IV

Well

Differentiated

Moderately

Differentiated

Poorly

Differentiated

Undifferentiated;

Anaplastic

99.6% 98.7% 72.8% 16.9%

Tabel 1. Prognosis Carcinoma Papilarry Thyroid

1.12 Teknik Operasi

Page 25: Lapsus Trisna

25

Page 26: Lapsus Trisna

26

Page 27: Lapsus Trisna

27

BAB 2. LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. N

Umur : 38 th

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Suco Karang Sirih RT.05 RW. 07 Silo, Mumbul sari

No. HP : 082332075433

Status : Jamkesmas

Pendidikan : SD

Suku : Madura

Agama : Islam

Tanggal MRS : 13 Mei 2013

Tanggal pemeriksaan : 14 Mei 2013 s/d 16 Mei 2013

Tanggal KRS : 16 Mei 2013

No. RM : 42.92.29

2.2 Anamnesis (14 Mei 2013)

2.2.1 Keluhan Utama

Benjolan pada leher

2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan teraba benjolan pada leher sebelah kiri.

Pasien mengetahui benjolan tersebut sejak 2 bulan lalu. Benjolan teraba keras,

fixed, kadang-kadang nyeri. Benjolan awalnya kecil lalu semakin lama semakin

membesar. Pasien merasa kadang-kadang sesak, mengeluarkan keringat dingin

siang dan malam hari, jantung berdebar-debar, mata agak menonjol keluar, dan

nyeri saat menelan. Pasien tidak mengeluh muntah darah ataupun BAB warna

hitam. Pasien juga mengaku tidak pernah BAK seperti teh.

Page 28: Lapsus Trisna

28

2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu

Disangkal

2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga tidak ada yang memiliki keluhan serupa.

2.2.5 Riwayat Pengobatan

Pasien tidak pernah rutin mengkonsumsi obat-obatan tertentu.

2.2.6 Anamnesis Sistem

- Sistem serebrospinal : pusing (-), demam (-)

- Sistem kardiovaskular : palpitasi (+), nyeri dada (-)

- Sistem pernapasan : sesak (-), batuk (-),

- Sistem gastrointestinal : mual (-), muntah (-), tidak ada keluhan

- Sistem urogenital : BAK lancar, tidak ada keluhan

- Sistem integumentum : turgor kulit normal, tidak ada keluhan

- Sistem muskuloskeletal : odema (-) pada keempat ekstremitas,

atrofi (-), tidak ada keluhan

2.3 Pemeriksaan Fisik

2.3.1 Pemeriksaan Umum

Keadaan Umum : cukup

Kesadaran : compos mentis

Vital Sign : TD : 120/80 mmHg

nadi : 100 x/menit

RR : 16 x/menit

suhu : 36.9oC

Pernapasan : sesak (-), batuk (-), pusing (-)

Kulit : turgor kulit normal, sianosis (-), ikterik (-)

Kelenjar limfe : pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)

Otot : dbn

Page 29: Lapsus Trisna

29

Tulang : tidak ada deformitas

2.3.2 Pemeriksaan Khusus

a. Kepala

- Bentuk : bulat, simetris

- Rambut : hitam, lurus

- Mata : konjungtiva anemis : -/-

sklera ikterus : -/-

eksoftalmus : +/+

refleks cahaya : +/+

- Hidung : sekret (-), bau (-), pernapasan cuping hidung (-)

- Telinga : sekret (-), bau (-), perdarahan (-)

- Mulut : sianosis (-), bau (-),

b. Leher

- KGB : tidak ada pembesaran

- Tiroid : ada pembesaran, terdapat massa dgn diameter 3 cm

- JVP : Tidak meningkat

c. Thorax

1. Cor :

- Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

- Palpasi : ictus cordis tidak teraba

- Perkusi : redup di ICS IV MCL D s/d ICS V MCL S

- Auskultasi : S1S2 tunggal, reguler, ekstra systole (-), gallop (-),

murmur (-)

2. Pulmo :

- Inspeksi : Simetris, Retraksi -/-, gerak tertinggal -/-

- Palpasi : Fremitus raba +/+normal, deviasi trakea(-), nyeri tekan -/-

- Perkusi : Sonor

- Auskultasi : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-

d. Abdomen

- Inspeksi : flat

- Auskultasi : bising usus (+) 16x/menit

Page 30: Lapsus Trisna

30

- Perkusi : tympani

- Palpasi : soepel, nyeri tekan abdomen (-), hepatomegali (-)

e. Ekstremitas

- Superior : akral hangat +/+, edema -/-

- Inferior : akral hangat +/+, edema -/-

f. Status Lokalis

Regio colli :

Gambar 2.1 Foto Makros Ca Thyroid

Massa, diameter ±3cm

Keras, fixed, nyeri (+)

Page 31: Lapsus Trisna

31

2.4 Pemeriksaan Penunjang

2.4.1 Laboratorium

Pemeriksaan 8/04/2013 Nilai Normal

Hematologi

Hb (mg/dl) 15.0 13,4-17,7 gr/dL

Leukosit (/mm3) 8.4 4,3-10,3 x 109/L

Hct (%) 42.9 38-42%

Trombosit (/mm3) 325 150-450 x 109/L

PPT Penderita 12.1

Kontrol 11.3 Beda dengan control < 2 detik

APTT Penderita 27.0

Kontrol 28.4 Beda dengan control < 7 detik

Faal Hati

SGOT (U/L) 12 10-35 U/L

SGPT (U/L) 22 9-43 U/L

Page 32: Lapsus Trisna

32

2.4.2 FNAB dan foto thorax

Gambar 2.2 Foto Hasil FNAB 21 Maret 2013

Page 33: Lapsus Trisna

33

Gambar 2.3 Foto Thorax 13 Mei 2013

2.5 Resume

Anamnesisà Seorang perempuan 38 tahun mengeluh benjolan di leher

sebelah kiri sejak 2 bulan yang lalu. Benjolan teraba keras, fixed, kadang-

kadang nyeri. Benjolan awalnya kecil lalu semakin lama semakin membesar.

Pasien merasa kadang-kadang sesak, mengeluarkan keringat dingin siang dan

malam hari, jantung berdebar-debar, mata agak menonjol keluar, dan nyeri

saat menelan.

Pemeriksaan fisikà didapatkan keadaan umum pasien cukup, kesadaran

compos mentis, tidak anemis, torak dan pulmo dalam batas normal,

eksoftalmos, palpitasi. Status lokalis didapatkan benjolan pada leher kiri dgn

diameter 4,5x2,5x2cm cm.

Pemeriksaan penunjang à

o FNAB: Papilarry Carcinoma Thyroid Sinistra

o Thorax foto : dbn

o Lab : dbn

Page 34: Lapsus Trisna

34

2.6 Diagnosis Kerja

Papilarry Carcinoma Thyroid Sinistra

(ICD Morphology: M8050.3)

(ICD Topografi: C.73.0)

2.7 Penatalaksanaan

Planing monitoring

Observasi vital sign pasien

Planing diagnostik

Lab : DL

Foto Thorak

FNAB

Planing medikamentosa

Pro Extended Hemithyroidectomy

Planing edukasi

Istirahat yang cukup

Menjelaskan tentang penyakit yang diderita pasien kepada keluarga à

penyebab, perjalanan penyakit, perawatan, prognosis, komplikasi serta

usaha pencegahan komplikasi

Pemenuhan kebutuhan gizi

Menjaga kondisi lingkungan sekitar pasien agar mendukung

penyembuhan pasien

2.8 Prognosis

- Prognosis at Vitam : dubia at bonam

- Prognosis at Fungsionam: dubia at bonam

- Prognosis at Sanitatum : dubia at bonam

Page 35: Lapsus Trisna

35

2.9 Laporan Operasi

Page 36: Lapsus Trisna

36

LAPORAN OPERASI

No. Reg : 42.92.29 No. POLI/IGD

Nama : Ny. Habiyah Laki-laki/Perempuan

Alamat : Karang Sirih 2/3 Silo Mumbulsari Umur : 38 tahun

Dr. Bedah/Operator : dr. Samsul Huda, Sp.B

Assistant 1 : Susiati

Assistant 2 : Yahya Instrument : Abid

Dr. Anestesi : dr Erawati, Sp. An Pelaksana: Sulaiman

Tanggal Operasi : 14 Mei 2013 Lama Operasi

Mulai jam : 11.10 WIB Jam : 1 jam 25 menit

Selesai jam : 12.35

Diagnosis Pra Operasi : Ca thyroid sinistra

Diagnosis Pasca Operasi : Ca thyroid sinistra

Operasi : Extended Hemithyroidectomy sinistra

Macam OP : Khusus/Besar/Sedang/Kecil Sifat : Emergency / Elektif

Uraian Pembedahan : (Posisi pasien, sayatan jaringan yang tampak, kelainan

jaringan/organ, jaringan yang dikeluarkan, jahitan, drainage,

dan sebagainya)

1. Disinfeksi betadin

2. Incisi collar, fascia colli dibuka strong muscle disisihkan

3. Didapatkan Ca thyroid lobus sinistra diameter ±3cm

Dilakukan:

- extended hemithyroidektomy sinistra → PA

- rawat perdarahan

Massa, diameter ±3cm

Keras, fixed, nyeri (+)

Page 37: Lapsus Trisna

37

- pasang drain

Terapi Post OP :

- Inj Ceftriaxon 2 x 1 gram

- Inj Antrain 3 x 1 amp

- Sadar baik (+), muntah (-)à MSS

evaluasi produksi drain, airway.

Jaringan dikirim ke PA : YA / TIDAK

Setelah operasi H+2

Page 38: Lapsus Trisna

38

BAB 4. FOLLOW UP PASIEN

1. Rabu, 15 Mei 2013

S) pusing, lemas

O) KU : Cukup TTV : TD : 130/90 mmHg RR : 18 x/menit

Kes : CM N : 72 x/menit Tax : 36.2°C

K/L : a/i/c/d = -/-/-/-

Thorak

Cor : I : IC tidak tampak

P : IC tidak teraba

P : Redup

A : S1S2 tunggal, e/g/m = -/-/-

Pulmo : I : simetris

P : fremitus raba +/+

P : sonor

A : vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-

Abdomen

I : Flat

A : BU (+) n

P : tympani

P : soepel

Ekstremitas : Akral hangat di keempat ekstremitas, tidak didapatkan

oedem di keempat ekstremitas

Status Lokalis :

A)Ca thyroid lobus sinistra post extended hemithyroidektomi H1

Verban (+)

Rembesan : Darah (-)

Pus (-)

Produksi darah di Drain +10cc

Page 39: Lapsus Trisna

39

P) Aff drain

Inj Ceftriaxone 2 x 1 gr

Inj Antrain 3 x 1 amp

Sadar baik à MSS

2. Kamis, 16 Mei 2013

S) -

O) KU : Cukup TTV : TD : 110/80 mmHg RR : 18 x/menit

Kes : CM N : 68 x/menit Tax : 36.7°C

K/L : a/i/c/d = -/-/-/-

Thorak

Cor : I : IC tidak tampak

P : IC tidak teraba

P : Redup

A : S1S2 tunggal, e/g/m = -/-/-

Pulmo : I : simetris

P : fremitus raba +/+

P : sonor

A : vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-

Abdomen

I : Flat

A : BU (+) n

P : tympani

P : soepel

Ekstremitas : Akral hangat di keempat ekstremitas, tidak didapatkan

oedem di keempat ekstremitas

Page 40: Lapsus Trisna

40

Status Lokalis :

A) Ca thyroid lobus sinistra post extended hemithyroidektomi H2

P) P/O Cefixim 2 x 1

Asam mefenamat 3 x 500mg

KRS

Verban (+)

Rembesan : Darah (-)

Pus (-)