lapsus new candida

26
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Vulvovaginitis merupakan infeksi vagina wanita yang disebabkan oleh jamur khususnya genus kandida. Keluarnya discharge, rasa membakar, dan pruritus adalah gejala yang paling umum, disertai dengan tanda-tanda iritasi vulva seperti eritema dan ekskoriasi dari kulit vulva (Omnia, 2012). Secara normal, Candida merupakan spesies yang menjadi bagian ekosistem di dalam saluran genitalia bawah wanita akan tetapi dapat bersifat patogen jika kondisi lingkungan berubah. Vulvovaginal kandidiasis biasanya sering terjadi pada usia dewasa, 50 % wanita usia kuliah akan mengalami setidaknya sekali serangan, dan sebanyak 75 % wanita premenopause dilaporkan memiliki setidaknya sekali serangan dan 45 % wanita mengalami dua episode serangan. Vulvovaginal kandidiasis jarang terjadi pada wanita postmenopause, kecuali jika mereka sedang menjalani terapi estrogen (Sobel, 2012). Di Amerika serikat, sekitar 50 % wanita usia pelajar memiliki episode vulvovaginal kandidiasis. Candida albican yang menjadi penyebab terhadap 80 sampai 92 % episode serangan vulvovaginal kandidiasis dan beberapa kasus dilaporkan terjadi peningkatan serangan dari spesies candida yang lain seperti Candida glabarta. Hal ini terjadi dikarenakan 1

Upload: efriko-s-saifillah

Post on 14-Aug-2015

58 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

lapsus

TRANSCRIPT

Page 1: Lapsus New Candida

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Vulvovaginitis merupakan infeksi vagina wanita yang disebabkan oleh

jamur khususnya genus kandida. Keluarnya discharge, rasa membakar, dan

pruritus adalah gejala yang paling umum, disertai dengan tanda-tanda iritasi

vulva seperti eritema dan ekskoriasi dari kulit vulva (Omnia, 2012).

Secara normal, Candida merupakan spesies yang menjadi bagian

ekosistem di dalam saluran genitalia bawah wanita akan tetapi dapat bersifat

patogen jika kondisi lingkungan berubah. Vulvovaginal kandidiasis biasanya

sering terjadi pada usia dewasa, 50 % wanita usia kuliah akan mengalami

setidaknya sekali serangan, dan sebanyak 75 % wanita premenopause

dilaporkan memiliki setidaknya sekali serangan dan 45 % wanita mengalami dua

episode serangan. Vulvovaginal kandidiasis jarang terjadi pada wanita

postmenopause, kecuali jika mereka sedang menjalani terapi estrogen (Sobel,

2012).

Di Amerika serikat, sekitar 50 % wanita usia pelajar memiliki episode

vulvovaginal kandidiasis. Candida albican yang menjadi penyebab terhadap 80

sampai 92 % episode serangan vulvovaginal kandidiasis dan beberapa kasus

dilaporkan terjadi peningkatan serangan dari spesies candida yang lain seperti

Candida glabarta. Hal ini terjadi dikarenakan penggunaan obat over the counter

yang berlebihan, penggunaan jenis azole dalam jangka waktu lama dan

penggunaan obat antijamur dalam jangka waktu pendek tidak sampai tuntas

(Sobel, 2012).

Selain beberapa faktor diatas, faktor yang menyebabkan seringnya terjadi

pada wanita usia muda yaitu penggunaan deodoran, sabun antiseptik yang keras

atau cairan pewangi untuk menghilangkan bau didaerah kewanitaan. Hal

tersebut kuranglah tepat dilakukan karena, pada vagina sehat, hidup berbagai

bakteri dan organisme yang membentuk ekosistem seimbang. Dengan adanya

zat-zat kimia tersebut, maka keseimbangan kondisi lingkungan vagina dapat

berubah sehingga dapat memungkinkan terjadinya infeksi. Oleh karena itu

1

Page 2: Lapsus New Candida

diperlukan adanya pemahaman yang benar terkait dengan vulvovaginal

kandidiasis dan cara pengobatan serta pencegahannya.

Dalam laporan kasus ini, akan dipaparkan kasus vulvovaginal kandidiasis

dari seorang pasien di RSSA Malang. Serta masalah yang ada pada pasien ini

dan bagaimana pemecahan masalah tersebut.

2

Page 3: Lapsus New Candida

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Genital / vulvovaginal candidiasis (VVC) yang kadang juga disebut

sebagai infeksi jamur. Hal ini merupakan infeksi umum yang terjadi ketika ada

pertumbuhan berlebihan jamur genus Candida.Candida terdapat dalam tubuh

normal dalam jumlah yang kecil. Akan tetapi, ketika terjadi ketidakseimbangan,

misalnya ketika keasaman normal vagina berubah atau ketika perubahan

keseimbangan hormon, Candida dapat bermultiplikasi. Ketika hal itu terjadi,

maka gejala akan muncul (Center for Disease Control and Prevention, 2012).

2.2 Epidemologi

Hampir 75 % wanita akan mengalami vulvovaginal candidiasis setidaknya

sekali dalam seumur hidup dan sekitar 5 % dari wanita ini kan mengalami infeksi

berulang. Insidensi vulvovaginal candidiasis tertinggi terjadi pada wanita usia 20-

40 tahun. Hal ini jarang terjadi pada prepubertal dan wanita postmenopause.

Vulvovaginal candidiasis sebagian besar disebabkan oleh Candida albicans.

(Sheary, 2005).

Di Amerika serikat, sekitar 50 % wanita usia pelajar memiliki episode

vulvovaginal kandidiasis. Candida albican yang bertanggung jawab terhadap 80

sampai 92 % episode serangan vulvovaginal kandidiasis dan beberapa kasus

dilaporkan terjadi peningkatan serangan dari spesies candida yang lain seperti

Candida glabarta. Hal ini terjadi dikarenakan penggunaan obat over the counter

yang berlebihan, penggunaan jenis azole dalam jangka waktu lama dan

penggunaan obat antijamur dalam jangka waktu pendek tidak sampai tuntas

(Sobel, 2012).

2.3 Etiologi

Kandidiasis vulvovaginal dapat menjadi kondisi yang akut, kronis,

berulang, atau terus-menerus yang dapat melibatkan vulva, vagina. Agen

penyebab spesifik adalah genus Candida. Organisme ini ditemukan di hampir

semua manusia dan hewan. Sekitar 10-50 % diperkirakan usia wanita reproduksi

3

Page 4: Lapsus New Candida

Amerika dianggap pembawa oportunistik. Baru-baru ini, sebuah peningkatan

frekuensi spesies Candida lainnya telah dilaporkan, seperti Candida glabrata,

Candida tropicalis, dan Candida krusei. Munculnya spesies Candida lainnya

mungkin karena meluasnya penggunaan over-the-counter obat, penggunaan

jangka panjang suppresive azole dan penggunaan obat antijamur yang singkat

dan terlalu sering sehingga meningkatkan resistensi (Omnia, 2012).

2.4 Faktor Resiko

Kolonisasi Candida terjadi pada 3-4 persen wanita prepubertas. Infeksi

candida sering terjadi pada anak-anak yang mendapatkan terapi antibiotik, atau

pada atau juga pada anak yang menggunakan popok (Sobel, et.al, 2012).

Setiap faktor host yang mempengaruhi lingkungan vagina atau cairan

vagina dapat memainkan peran dalam terjadinya vulvovaginal kandidiasis.

Kehamilan adalah salah satu faktor predisposisi yang paling umum. Penelitian

telah menunjukkan bahwa sampai sepertiga dari wanita hamil di seluruh dunia

dapat terpengaruh. Tingginya tingkat hormon reproduksi dan peningkatan

kandungan glikogen dalam lingkungan vagina menciptakan lingkungan yang

menguntungkan bagi spesies Candida. Dalam kombinasi, 2 perubahan ini

menyediakan sumber berlimpah karbon untuk pertumbuhan candida,

perkecambahan, dan kepatuhan. Selain itu, keasaman flora vagina hamil

memberikan efek penekanan pertumbuhan mikroorganisme lain, dimana secara

normal dapat menghambat pertumbuhan Candida (Omnia, 2012).

Kadar estrogen yang tinggi juga dapat membuat wanita rentan terhadap

vulvovaginal kandidiasis. Hal ini terlihat dengan adanya peningkatan insidensi

pada wanita yang hamil dan wanita post menopause yang menggunakan hormon

terapi. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan penggunaan

kontraseptif estrogen oral memiliki kolonisasi candida lebih tinggi. Estrogen

mengakibatkan peningkatan kadar glikogen vagina, sehingga memiliki efek

langsung pada pertumbuhan candida dan peningkatan adhesi pada eptiel

vagina (Sheary, 2005).

Di sisi lain adanya gangguan pada respon imun, seperti AIDS dan diabtes

mellitus, juga menjadi faktor resiko Candida vulvovaginitis. Selain itu antimikroba

juga memiliki peran pada keadaan candida vulvovaginitis yaitu dengan

mengurangi jumlah bakteri vagina protektif. Antibiotik yang biasanya memiliki

4

Page 5: Lapsus New Candida

efek ini yaitu antibiotik spektrum luas seperti tetrasiklin, sefalosporin, dan

ampisilin (Omnia, 2012).

2.5 Patofisiologi

Dalam kondisi fisiologis yang normal, vagina mempertahankan

keseimbangan antara mikroorganisme yang membentuk flora normal vagina.

Mikroorganisme ini berperan dalam mengatur kelembaban dan pH vagina. Flora

normal vagina didominasi oleh Lactobacilus dan Corynebacteria. Lactobacillus

yang terdapat di vagina adalah Lactobacillus crispatus, Lactobacillus jensenii dan

Lactobacillus iners (Falagas, 2006). Biasanya, spesies Candida ditemukan dalam

jumlah kecil di vagina, dan bersifat asimptomatis untuk pasien. Organisme lain

yang ditemukan di vagina dalam jumlah yang lebih rendah termasuk

Streptokokus, Bacteroides, Staphylococcus dan Peptostreptococcus. Flora

normal vagina mempertahankan pH vagina antara 3,8 dan 4,2 pada wanita sehat

mulai waktu menarche hingga premenopause. PH dalam kisaran ini diperlukan

untuk menghambat dan mencegah pertumbuhan berlebih dari Candida dan

bakteri lainnya. Dalam VVC, perubahan pH dapat menyebabkan pertumbuhan

berlebih dari Candida, mengakibatkan gejala yang simptomatis. Lingkungan

lembab vagina dipertahankan oleh keringat dan kelenjar apokrin ditemukan di

epitel vagina dan kelenjar leher rahim. Sel dari epitel vagina menyimpan

glikogen, yang juga membantu untuk mempertahankan pH rendah vagina.

Laktobasilus dan Corynebacterium mempertahankan pH dengan mengubah

glikogen menjadi asam laktat (Fidler, 2007).

Candida terdapat dalam 2 bentuk yaitu bentuk sel (spora) dan bentuk

miselia (hifa). Koloni jamur tumbuh secara aktif menjadi miselia dan umumnya

ditemukan dalam keadaan patogenik. Proses penyakit diduga dimulai dari

perlekatan spora candida pada epithel vagina kemudian tumbuh menjadi bentuk

miselia (Murtiastutik, 2008). Faktor penentu Patogenitas dari spesies Candida

adalah sebagai berikut:

1. Spesies

Dari 200 spesies Candida, terdapat 7 spesies yang mempunyai

patogenitas tertinggi adalah Candida albicans, Candida steloidea,

Candida Glabrata, Candida tropicalis, Candida parapsirosis, Candida

kyfer, Candida guiliermondii, Candida crusei (Murtiastutik, 2008).

5

Page 6: Lapsus New Candida

Spesies Candida non albican (C. parapsilosis, C. tropicalis, C. kefyr,

C. krusei, dan C. glabrata) walaupun jarang menyebabkan VVP,

biasanya lebih resisten terhadap terapi konvensional (Faro, 1997)

2. Daya lekat

Perlekatan spesies Candida pada sel epitel vagina merupakan faktor

virulensi terpenting. Bagian terpenting untuk perlekatan adalah

glikoprotein permukaan yaitu mannoprotein. Sifat hidrofibisitas

mannoprotein akan mempengaruhi perlekatan Candida terhadap sel

epitel vagina. Pada suhu 24oC, daya lekat Candida akan lebih kuat

daripada suhu 37oC, karena pada saat suhu 24oC Candida akan lebih

bersifat hidrofobik sehingga memiliki daya lekat lebih kuat

(Murtiastutik, 2008). Hormon estrogen dan kondisi hiperglikemik dapat

meningkatkan daya perlekatan Candida, itulah sebabnya mengapa

VVC lebih umum terjadi pada penderita diabetes mellitus dan pada

ibu hamil (Nwokolo, 2000; Donders, 2002).

3. Dimorfisme

C. albicans adalah jamur dimorfik yang terutama ada dan menyebar

melalui fenotipe blastosporanya (juga disebut blastoconidia).

Blastospora berbentuk oval, mono-nukleus sel dan memperbanyak

diri melalui sel tunas (Braun, 1997). Apabila terdapat sinyal pada

lingkungan, C. albicans dapat berubah menjadi salah satu dari dua

bentuk berfilamen: psuedohyphae dan hifa. Sel ellipsoidal panjang

yang melekat satu sama lain yang disebut sebagai psuedohyphae,

sedangkan sel yang dianggap hifa sejati ditandai dengan morfologi

seluler silinder dan dipisahkan oleh dinding septum tegak lurus.

Bentuk-bentuk hifa terdiri dari sel-sel gabungan yang dibagi oleh

dinding septum dan tidak membentuk anyaman. Baik morfologi

psuedohyphal dan hifa disebut sebagai filamen.

Blastospora diperlukan untuk memulai suatu lesi pada jaringan,

karena memerlukan enzim hidrolitik yang merusak jaringan yaitu

fosfolipase dan proteinase. Sedangkan bentuk hifa penting untuk

infeksi jaringan (Murtiastutik, 2008).

6

Page 7: Lapsus New Candida

2.6 Gejala Klinis

Keluhan subjektif penderita dapat bervariasi dari ringan hingga berat.

Gejala yang ringan didapatkan pada infeksi karena Candida albicans, sedangkan

pada Candida non-albicans, terutama Candida grablata memberikan gejala yang

lebih berat, relative lebih resisten terhadap pengobatan dan sering terjadi

rekurensi (Murtiastutik, 2008)

Pada kandidiasis vulvovaginal akut, pruritus dan rasa panas pada vulva

merupakan gejala utama. Pasien biasanya mengeluhkan kedua gejala tersebut

setelah hubungan seksual atau saat buang air kecil. Temuan fisik meliputi

eritema dan edema dari vestibulum, labia majora, dan minora. Ruam dapat

menyebar ke paha dan perineum. Biasanya terdapat keputihan berwarna putih

kental seperti krim susu/keju. Namun, gambaran klinis dari kandidiasis persisten

kronis berbeda dibandingkan pada kandidiasis vulvovaginal akut. Edema dan

lichenifikasi dari vulva dengan batas tidak jelas sering ditemukan. Seringkali

terdapat lapisan keabu-abuan yang terdiri dari sel-sel epitel dan organisme

menutupi daerah vulva. Gejala termasuk pruritus parah, rasa panas, iritasi, dan

nyeri. Kelompok pasien ini biasanya lebih tua, gemuk, dan sering memiliki

diabetes mellitus kronis (Nyirjesi, 2011).

2.7 Terapi

Tujuan dari tatalaksana infeksi kandidiasis vulvovaginitis adalah meliputi:

menghilangkan gejala, mengeradikasi penyebab infeksi, membangun kembali

flora normal, dan pencegahan kekambuhan. Jangka waktu yang diinginkan dari

penggunaan antijamur tanpa resep dokter adalah mengurangi gejala-gejala

dalam waktu tiga hari, pemberantasan infeksi dalam waktu tujuh hari, dan

mencegah kekambuhan dalam waktu dua bulan. Produk yang digunakan dalam

pengobatan iritasi vagina non-infeksius harus dapat meringankan gejala dalam

beberapa hari, namun tidak boleh digunakan selama lebih dari tujuh hari (Fidler,

2007).

Lima derivat imidazol yang tersedia untuk pengobatan kandidiasis

tersedia dalam beberapa formulasi topikal yaitu clotrimazole, ekonazol,

fenticonazole, ketoconazole dan miconazole. Nistatin topikal juga dapat

digunakan namun memiliki masa penggunaan selama 14-hari pengobatan dan

bisa menodai pakaian menjadi kuning. Namun, nystatin dapat berguna pada

7

Page 8: Lapsus New Candida

wanita dengan kandidiasis yang belum berespon terhadap pengobatan dengan

imidazoles. Selain itu, beberapa sediaan dari clotrimazole, miconazole dan

povidone iodine biasanya digunakan untuk pengobatan infeksi campuran (yaitu

bakteri dan jamur) (Denning, 1995).

Obat-obaan yang dapat diberikan yaitu: clotrimazole krim 1% intravagina

7-14 hari, clotrimazole 100 mg tablet vagina 7 hari, clotrimazole 100 mg tablet

vagina diberikan 2 tablet selama 3 hari, clotrimazole 500 mg intravagina

diberikan dosis tunggal, nystatin tablet vagina 100.000 u tiap hari selama 12-14

hari, ampothesirin B talet vagina 50 mg (kombinasi dengan tetrasiklin 100 mg)

diberikan 1-2 tablet/ hari selama 7-14 hari. Untuk obat oral dapat diberikan

ketoconazole 2 x 200 mg per hari selama 5 hari, fluconazole 150 mg dosis

tunggal atau 50 mg per hari selama 7 hari, itroconazole 100 mg 2 x sehari

selama 2 hari atau 2 x 200 mg selama sehari selang 8 jam (Murtiastutik, 2008).

2.8 Komplikasi

Kandidiasis vulvovaginalis memiliki prognosis yang cukup baik dan jarang

menimbulkan komplikasi pada penderita yang immunokompeten. Komplikasi

yang paling mengganggu adalah adanya infeksi berulang terutama pada

penderita yang memiliki presdiposisi terjadinya infeksi. Pada kehamilan

walaupun sering terjadi rekurensi, jarang menimbulkan infeksi yang serius. Bayi

yang lahir dari ibu yang menderita kandidiasis vulvovaginitis dapat terinfeksi

melalui kontak langsung dengan cairan amnion atau jalan lahir. Beberapa

komplikasi yang pernah dilaporkan adalah kandidiasis oral dan kutis congenital,

abortus spontan, kandidiasis intrauterine, chorioamnionitis, sepsis, abses otak,

dan peritonitis (murtiastutik, 2008).

8

Page 9: Lapsus New Candida

BAB 3

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas

3.1.1 Identitas Pasien

Nama : Ny.R

Register : 12081403xx

Usia : 39 tahun

Alamat : Ds.Karangrejo RT3/3 Kromengan, Malang

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Pendidikan : SMP

Menikah : 1 kali

Lama Menikah: 18 tahun

MRS : 14 Augustus 2012

Nama : Tn. X

Usia : SMP

Pekerjaan : Swasta

Pendidikan : SMP

Paritas : P4004 Ab000

Riwayat KB : KB suntik (tapi sudah tidak disuntik sejak 2 tahun yll)

HPHT : 13 Juli 2012

3.2 Subyektif

Anamnesa

Keluhan utama : Keputihan

Riwayat Penyakit :

Pasien datang dengan keluhan keputihan sejak 2 minggu yang lalu.

Keputihan dirasakan muncul setelah menstruasi. Cairan yang keluar

berwarna putih seperti susi agak cair tidak begitu kental. Tidak berbau. Tidak

ada darah. terdapat rasa gatal, terutama ketika berkeringat. Selama muncul

gejala ini, pasien belum memeriksakan dan memberikan obat. Hanya di

sabun dengan sabun kewanitaan.

9

Page 10: Lapsus New Candida

Sebelumnya pasien sudah mempunyai riwayat hipertensi sejak ±2

tahun yang lalu. Tidak kontrol rutin. Riwayat menderita sakit diabetes

mellitus disangkal oleh pasien. Riwayat penurunan berat badan,

berkurangnya nafsu makan juga disangkal. Riwayat sering terjadi sariawan,

diare berulang kali tanpa sebab yang jelas juga disangkal pasien. Riwayat

pemakaian antibiotik dalam jangka waktu yang lama (-), pemakaian jamu-

jamuan/steroid (-), kebiasaan menggunakan sabun kewanitaan (+) hanya

beberapa kali.

Riwayat menstruasi teratur, setiap bulan, lama 5-7hari, ganti

pembalut 1-2 kali/hari. Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK)

dalam batas normal. Riwayat anyang-anyangen (-). Riwayat instrumentasi

(-). Riwayat persalinan: P4004 Ab000 At. 4tahun. HPHT: 13 – 07 – 2012.

Riwayat KB suntik tapi tidak diikut selama 2 tahun.

3.3 Obyektif

3.3.1 Pemeriksaan Fisik (diperiksa tanggal 14 Agustus 2012 jam 10.00 WIB)

(A) Status Interna

Keadaan umum : baik

Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah : 130/80 mmHg (Hipertensi ±2 tahun)

Nadi : 88 x/menit, reguler

RR : 20 x/menit

Temp axila : 36,4 0C

Temp rectal : 36,6 0C

Kepala dan leher : Anemis - / - , Ikterus – / –

Thorax : Cor/ S1S2 tunggal, murmur (-)

Pulmo/v v Rh - - Wh - -

v v - - - -

v v - - - -

Abdomen : flat, supel, BU (+) normal, Meteorismus (-)

FU tidak teraba

Ekstremitas : edema =|=

10

Page 11: Lapsus New Candida

(B) Status Obstetri

Genitalia Eksterna : fluxus (-), fluor (-)

Inspekulo : fluxus (-), fluor minimal (+)

portio tertutup, mukosa merah berlendir

Vaginal Touche : fluxus (-),fluor (+) minimal

POMP tertutup, anteflexi

CUAF ~ dbn, massa (-), nyeri (-)

AP D/S massa (-), nyeri (-)

Cavum Douglasi dalam batas normal

3.4 Diagnosa Kerja

Vulvovaginitis e.c bacterial vulvovaginitis dd candidiasis

3.5 Planning Diagnosa (14 Augusus 2012)

vvp

pap smear

Hasil VVP

Variabel Hasil Satuan Nilai Normal

Trichomonas V Negatif LPB Negatif

Jamur + LPB Negatif

Eritrosit Negatif LPB Negatif

Leukosit ++ LPB 1-3

Epitel + LPB Positif

Sperma Negatif LPB Positif/negatif

Lain-lain Negatif LPB

CoccobacilTidak

DitemukanLPB >30

Clue cellTidak

ditemukanLPB Negatif

Lain-lainBatang Gram

Negatif ++LPB

11

Page 12: Lapsus New Candida

3.6 Planning Therapy

Fluconazole single dose

KIE

Rob 1x1

3.7 Monitoring

Fluor

Keluhan subjektif penderita

3.8 Edukasi

Menjelaskan tentang kondisi pasien saat ini

Menjelaskan faktor resiko dari penyakit yang diderita pasien

Menjelaskan pengobatan yang akan dilakukan pada pasien ini

Menjelaskan pencegahan yang mungkin terjadi pada pasien ini

Menjelaskan prognosis penyakit yang diderita oleh pasien ini

12

Page 13: Lapsus New Candida

BAB 4

PERMASALAHAN

Permasalahan yang didapatkan dalam kasus ini adalah:

1. Mengapa terjadi vulvovaginitis candidasis pada pasien ini

2. Bagaimana cara agar dapat mencegah atau meminimalisir kejadian

berulang di kemudian hari?

3. Bagaimana cara KIE pada pasien agar pasien tersebut dapat

mengetahui secara dini bila terjadi vulvovaginal candidiasis berulang

pada dirinya ?

13

Page 14: Lapsus New Candida

BAB 5

PEMBAHASAN

Vulvovaginal candidiasis (VVC)merupakan infeksi umum pada vagina

yang terjadi ketika ada pertumbuhan berlebihan jamur genus Candida. Candida

merupakan jamur yang secara normal terdapat di dalam vagina dengan jumlah

yang sedikit. Akan tetapi ketika terjadi perubahan keseimbangan, misalnya

tingkat keasaman berubah atau perubahan keseimbangan hormon, maka jamur

candida dapt bermultiplikasi. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik serta

pemeriksaan penunjang pada pasien ini didapatkan diagnosis vulvovaginitis e.c

candidiasis.

Dari hasil anamnesis, keluhan yang diutarakan pasien adalah adanya

keputihan sejak 2 , berwarna putih seperti susu agak cair tidak begitu kental.

Tidak berbau. Tidak ada darah. Dan pada pemeriksaan fisik didapatkan fluor

minimal. Hal ini terjadi karena terdapatnya respon inflamasi pada tubuh.

Pasien juga mengeluhkan gatal bertambah terasa ketika pasien dalam

keadaan berkeringat. Rasa ini dipicu karena pada saat berkeringat terjadi

perubahan pH tubuh, sehingga membuat kondisi yang mendukung jamur

berkembang biak dengan cepat dan menimbulkan reaksi inflamasi sehingga

menimbulkan sensasi gatal dan pad apemeriksaan fisik juga ditemukan adanya

kemerahan pada mukosa vagina.

5.1 Kemungkinan Faktor Penyebab

Terdapat beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan seseorang menjadi

rentan terinfeksi jamur.

Mengikut Sheary (2005), insidensi vulvovaginal candidiasis tertinggi

terjadi pada wanita usia 20-40 tahun. Mode pakaian ketat dan pakaian dalam

yang dibuat dari serat sintetis rnenyebabkan panas, kulit lembab, mengelupas

dan permukaan mukosa genital sangat rentan terhadap infeksi kandida. Efek ini

14

Page 15: Lapsus New Candida

diperberat oleh kegemukan. Hal ini ditambah dengan serbuk pencuci yang gagal

membunuh jamur yang mengkontaminasi pakaian dalam. Kulit yang sensitif

terhadap spray vagina, deodoran dapat menimbulkan kerusakan integritas epitel

vagina dan merupakan predisposisi dan infeksi. Candidiasis vaginitis dapat

ditularkan melalui hubungan seksual. Apabila persiapan hubungan seksual tidak

adekuat, vagina relatif kering merupakan predisposisi terjadinya trauma

mukokutaneus yang mempermudah terjadinya infeksi .

5.2 Upaya Pencegahan

Penanganan vulvaginitis candidis yang rekuren mengemukakan 2

teori tentang sumber dari organisme penyebab pada infeksi yang rekuren. Teori

reinfeksi mengatakan bahwa organisme penyebab menginfeksi kembali kedalam

vagina. Sumber dari infeksi adalah dari saluran pencernaan atau dari hubungan

kelamin. Sedangkan menurut teori relaps mengatakan bahwa terjadi kegagalan

dalam mengeradifikasi kandida dari vagina terjadi kegagalan terapi. Adanya

kandida persisten dalam lumen vagina yang sulit dideteksi dengan swab vagina,

kemudian infeksi muncul kembali dalam beberapa minggu atau bulan setelah

pengobatan dihentikan. Pengobatannya adalah sebagai berikut:

Ketokenazole 400 mg tiap hari selama 14 hari dilanjutkan 100 mg setiap hari

selama 6 bulan efektif untuk mengurangi kekambuhan menjadi hanya 5%

Clotrimazole 500 mg vagina supositoria diberikan tiap minggu selama 6 bulan

hanya sedikit lebih efektif dibandingkan dengan plasebo .

Flukonazole 150 mg diberikan dosis tunggal setiap bulan 1 – 4 hari sesuda-h—

menstruasi selama 12 bulan. Selama phase pencegahan dengan 6% pasien

mengalami kandidiasis vagina yang rekuren, sedangkan yang diberikan plasebo

mengalami rekuren 18% .

Pengobatan pada suaminya dilakukan bila didapatkan balanopostitis.

Pengobatan ini memakai krim nistatin sekali sehari selama 2 minggu.

5.3 KIE

Untuk mengetahui secara dini bila terjadi vulvovaginal candidiasis berulang pada

dirinya, pasien ini harus KIE dengan:-

15

Page 16: Lapsus New Candida

(a) Gejala klinis

Pada kandidiasis vulvovaginal akut, pruritus dan rasa panas pada vulva

merupakan gejala utama. Pasien biasanya mengeluhkan kedua gejala tersebut

setelah hubungan seksual atau saat buang air kecil. Biasanya terdapat keputihan

berwarna putih kental seperti krim susu/keju. Gejala termasuk pruritus parah,

rasa panas, iritasi, dan nyeri. Kelompok pasien ini biasanya lebih tua, gemuk,

dan sering memiliki diabetes mellitus kronis.

(b) Komplikasi

Kandidiasis vulvovaginalis jarang menimbulkan komplikasi pada penderita yang

immunokompeten. Komplikasi yang paling mengganggu adalah adanya infeksi

berulang terutama pada penderita yang memiliki presdiposisi terjadinya infeksi.

Beberapa komplikasi yang pernah dilaporkan adalah kandidiasis oral dan kutis

congenital, abortus spontan, kandidiasis intrauterine, chorioamnionitis, sepsis,

abses otak, dan peritonitis.

(c) Prognosis

Kandidiasis vulvovaginitis memiliki prognosis yang cukup baik dan selalunya

sembuh dalam waktu 1-2 minggu setelah mengambil pengobatan. Kalau

penyembuhannya mengambil masa yang lebih lama, hal ini bisa disebabkan

karena system imunnya yang kurang baik.

16

Page 17: Lapsus New Candida

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Kasus Ny R, umur 39 tahun, rujukan bidan dengan keluhan utama keluar

keputihan.

2. Faktor predisposisi dari vulvovaginitis candidiasis adalah

kehamilan, imunosupresi, gangguan metabolik, pengobatan

antibiotika dan kontrasepsi oral.

3. Vulvovaginitis candidiasis mempunyai gejala utama adalah gatal

pada vagina, vulva seperti terbakar, disuri, dispareunia, adanya

cairan vagina yang kental seperti keju.

4. Untuk menegakan diagnosis vulvovaginitis candidiasis perlu

dilakukan pemeriksaan mikioskopis untuk mencari adanya candida

albicans.

17

Page 18: Lapsus New Candida

5. Penanganan vulvovaginitis candidiasis yang penting adalah

mengoreksi faktor lokal dan sistemik untuk mencegah rekurensi

penyakit.

6.2 Saran

Vulvovaginitis candidiasis adalah salah satu kasus ginekologi yang sering

terjadi. Untuk itu diperlukan ketepatan dan ketelitian dalam melakukan

anamnesis dan pemeriksaan fisik, sehingga akan didapatkan data yang tepat,

spesifik dan lengkap, dan pasien dapat dirujuk atau mendapatkan terapi yang

tepat sedini mungkin sebelum terjadi komplikasi dan rekurensi.

DAFTAR PUSTAKA

DenningDW. Fortnightlyreview: managementofgenitalcandidiasis(working group of the British Society for Medical Mycology). BMJ 1995;310:1241–4.

Murtiastutik, D. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. Surabaya. Airlangga University Press, 2008.

Nyirjesy P, Leigh RD, Mathew L, Lev-Sagie A, Culhane JF. Chronic Vulvovaginitis in Women Older Than 50 Years: Analysis of a Prospective Database. J Low Genit Tract Dis. Sep 29 2011

Braun B.R., Johnson A.D. Control of Filament Formation in Candida albicans by the Transcriptional Repressor TUP1. (1997) Science. 277:105-109

Nwokolo NC, Boag FC. Chronic vaginal candidiasis: management in the postmenopausal patient. Drugs Aging 2000;16:335–9.

Donders GGG, Prenen H, Verbeke G, et al. Impaired tolerance for glucose in women with recurrent vaginal candidiasis. Gynecol 2002;187:989–93.

18

Page 19: Lapsus New Candida

Fidler, B. D., Diagnosis and Treatment of Vulvovaginal Candidiasis. USA, Lebhar-Friedman Inc. 2007.

Faro S., Appuzio, J., Bohannon, N., et. al. Treatment Considerations in Vulvovaginal Candidiasis. The Female Patient, Vol. 22, 1997.

Sobel, Jack D et. Al. 2012. Candida Vulvovaginitis. http://www.uptodate.com/contents/candida-vulvovaginitis. Wolter kluwer Health

Latif Omnia, M Samra. 2012. Vulvovaginitis. www.medscape.com Diakses tanggal 22 Agustus 2012

Sheary, Belinda.2005. Reccurent Vulvovaginal Candidiasis. Australian Family Physician Vol. 34, No. 3)

Center for Disease Control and Prevention. 2012. Candidiasis. http://www.cdc.gov/fungal/Candidiasis/genital/definition.html Diakses tanggal 26 Agustus 20120

19