laprak farmol modul 9 - reaksi anafilaksis kutan pasif

7
Tujuan : Menentukan keberadaan dan tingkat keparahan reaksi hipersensitivitas tipe I berupa bentol merah yang timbul pada percobaan reaksi anafilaksis kutan pasif. Teori Dasar : Respon imun dibagi menjadi dua yaitu respon imun primer dan respon imun sekunder. Respon imun primer adalah respon imun utama yang berperan langsung ketika terjadi infeksi oleh patogen, misalnya fagositosis atau inflamasi. Sedangkan respon imun sekunder adalah hasil dari interaksi produk respon imun dengan antigen yang memberikan manifestasi yang mengganggu tubuh atau merusak jaringan. Salah satu contoh respon imun sekunder adalah reaksi hipersensitivitas dan dikenal empat tipe reaksi hipersensitivitas, yaitu tipe I, tipe II, tipe III, dan tipe IV. Pengamatan respon imun sekunder dapat dilakukan secara in vivo melalui pengamatan terhadap produk respon imun dalam bentuk manifestasi akibat interaksinya dengan antigen spesifiknya. Metode reaksi anafilaksis (reaksi hipersensitivitas tipe I) yang mewakili mekanisme respon imun humoral dan reaksi lambat (reaksi hipersensitivitas tipe IV) yang mewakili respon imun selular seringkali digunakan dalam percobaan imunologi in vivo melalu pengamatan terhadap fenomena yang terjadi pada hewan percobaan. Alat dan Bahan : Alat : jarum suntik, alat suntik, alat gelas, restreiner mencit.

Upload: nicholaus-ferdinand

Post on 12-Apr-2016

162 views

Category:

Documents


34 download

DESCRIPTION

tugas

TRANSCRIPT

Page 1: Laprak Farmol Modul 9 - Reaksi Anafilaksis Kutan Pasif

Tujuan :

Menentukan keberadaan dan tingkat keparahan reaksi hipersensitivitas tipe I berupa bentol

merah yang timbul pada percobaan reaksi anafilaksis kutan pasif.

Teori Dasar :

Respon imun dibagi menjadi dua yaitu respon imun primer dan respon imun

sekunder. Respon imun primer adalah respon imun utama yang berperan langsung ketika

terjadi infeksi oleh patogen, misalnya fagositosis atau inflamasi. Sedangkan respon imun

sekunder adalah hasil dari interaksi produk respon imun dengan antigen yang memberikan

manifestasi yang mengganggu tubuh atau merusak jaringan. Salah satu contoh respon imun

sekunder adalah reaksi hipersensitivitas dan dikenal empat tipe reaksi hipersensitivitas, yaitu

tipe I, tipe II, tipe III, dan tipe IV.

Pengamatan respon imun sekunder dapat dilakukan secara in vivo melalui pengamatan

terhadap produk respon imun dalam bentuk manifestasi akibat interaksinya dengan antigen

spesifiknya. Metode reaksi anafilaksis (reaksi hipersensitivitas tipe I) yang mewakili

mekanisme respon imun humoral dan reaksi lambat (reaksi hipersensitivitas tipe IV) yang

mewakili respon imun selular seringkali digunakan dalam percobaan imunologi in vivo

melalu pengamatan terhadap fenomena yang terjadi pada hewan percobaan.

Alat dan Bahan :

Alat : jarum suntik, alat suntik, alat gelas, restreiner mencit.

Bahan : serum antiovalbumin, larutan ovalbumin, larutan NaCl fisiologis, dua ekor mencit.

Cara Kerja :

Digunakan dua ekor mencit dan dilakukan dua tahap, yaitu tahap sensitisasi dan tahap

penantangan. Pada tahap sensitisasi, pada punggung masing – masing mencit dibagi menjadi

dua bagian, punggung bagian kiri diberikan serum antiovalbumin dan punggung bagian

kanan diberikan NaCl fisiologis secara intrakutan. Selanjutnya ditunggu selama tiga jam dan

dilakukan tahap penantangan. Pada tahap penantangan, satu mencit diberikan larutan

ovalbumin secara intravena dan satu mencit lainnya diberikan larutan NaCl fisiologis secara

intravena lalu diamati reaksi anafilaksis yang terjadi.

Hasil Pengamatan :

Tabel ... Hasil Pengamatan Reaksi Anafilaksis Kutan Pasif Pada Mencit

Page 2: Laprak Farmol Modul 9 - Reaksi Anafilaksis Kutan Pasif

Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4

Tidak timbul bentol kemerahan pada kedua mencit hingga waktu pengamatan berakhir.

Tidak timbul bentol kemerahan pada kedua mencit hingga waktu pengamatan berakhir.

Tidak timbul bentol kemerahan pada kedua mencit hingga waktu pengamatan berakhir.

Pada mencit yang diberikan ovalbumin i.v. mengalami kematian, sedangkan pada mencit yang diberikan NaCl i.v. tidak timbul bentol kemerahan hingga waktu pengamatan berakhir.

Kelompok 5 Kelompok 6 Kelompok 7 Kelompok 8

Tidak timbul bentol kemerahan pada kedua mencit hingga waktu pengamatan berakhir.

Tidak timbul bentol kemerahan pada kedua mencit hingga waktu pengamatan berakhir.

Tidak timbul bentol kemerahan pada kedua mencit hingga waktu pengamatan berakhir.

Tidak timbul bentol kemerahan pada kedua mencit hingga waktu pengamatan berakhir.

Pembahasan :

Sistem limfatik terdiri dari kerangka pembuluh limfatik, jaringan limfatik, nodus

limfe, dan organ limfoid lainnya yaitu sumsum tulang, tonsil, timus, dan limpa. Sistem

limfatik memiliki dua fungsi utama yaitu mentranspor cairan jaringan (limfe) ke pembuluh

darah dan melindungi tubuh dari benda asing dengan memindahkan benda asing dari saluran

limfatik. Selain itu, sistem limfatik juga berperan mengangkut lemak dari vili usus kecil dan

zat – zat lainnya dari jaringan untuk didistribusikan ke seluruh tubuh melalui sistem

kardiovaskular.

Pembuluh limfatik berfungsi membawa cairan jaringan (limfe) yang tertinggal pada

jaringan menuju pembuluh limfatik besar dan masuk ke sirkulasi darah melalui vena cava.

Jaringan limfatik berfungsi untuk menyusun organ – organ limfoid seperti tonsil, timus, dan

limpa. Nodus limfe berfungsi untuk membersihkan limfe dengan cara fagositosis oleh

makrofag. Sumsum tulang berfungsi sebagai tempat produksi sel – sel limfosit, yaitu sel B

dan sel T yang merupakan sel utama sistem limfatik. Tonsil adalah sepasang kelenjar yang

terletak di bagian samping tenggorokan sedikit mengarah ke belakang dan berfungsi untuk

membantu tubuh melawan infeksi. Timus berfungsi sebagai tempat pematangan sel limfosit

T. Limpa berfungsi sebagai reservoir darah yang akan menyaring dan memurnikan darah dan

limfe yang mengalir.

Page 3: Laprak Farmol Modul 9 - Reaksi Anafilaksis Kutan Pasif

Beberapa penyakit yang berhubungan dengan sistem imun antara lain tonsilitis,

kegagalan sistem imun, dan tumor (neoplasma). Tonsilitis adalah penyakit infeksi yang

menyerang tonsil (amandel) dan terkadang mengakibatkan demam serta sakit tenggorokan.

Kegagalan sistem imun adalah ketidakmampuan sistem imun dalam melawan infeksi patogen

dan menjaga kekebalan tubuh dan dapat menyebabkan edema serta kekurangan gizi yang

serius. Kegagalan sistem imun dapat disebabkan oleh pembesaran kelenjar getah bening

karena kanker, kerusakan pembuluh getah bening, atau infiltrasi limfatik oleh infeksi.

Tumor atau neoplasma adalah penyakit yang disebabkan oleh sel normal yang

mengalami displasia (kelainan pertumbuhan) dan dibagi menjadi dua, yaitu tumor jinak dan

tumor ganas. Tumor jinak adalah tumor yang hanya terjadi di daerah lokal (tidak menyebar

ke tempat lain) dengan pertumbuhan yang lambat dan ukuran yang stabil. Tumor ganas

adalah tumor yang tumbuh secara cepat dengan pola penyebaran yang tidak teratur. Tumor

ganas menyerang daerah sekitarnya dan mampu memisahkan diri dari sel induk serta mampu

menembus pembuluh darah dan membentuk tumor sekunder.

Reaksi hipersensitivitas adalah reaksi berlebihan atau reaksi yang tidak diinginkan

karena sistem imun terlalu sensitif dan dihasilkan oleh sistem imun normal. Reaksi

hipersensitivitas dapat merusak jaringan tubuh, memberikan rasa tidak nyaman, dan

terkadang dapat berakibat fatal. Berdasarkan mekanisme dan waktu yang dibutuhkan, reaksi

hipersensitivitas dibagi menjadi empat tipe, yaitu tipe I, tipe II, tipe III, dan tipe IV. Keempat

tipe tersebut memiliki penyebab dan akibat yang berbeda – beda.

Reaksi hipersensitivitas tipe I merupakan respon imun jaringan yang terjadi karena

adanya ikatan silang antara antigen dengan antibodi IgE. Reaksi hipersensitivitas tipe I

disebut juga dengan reaksi cepat, reaksi alergi, atau reaksi anafilaksis. Reaksi ini dapat

menimbulkan gejala yang beragam, mulai dari ketidaknyamanan kecil hingga kematian.

Waktu reaksi ini berkisar antara 15 hingga 30 menit setelah terpapar antigen, namun

terkadang juga dapat mengalami keterlambatan awal hingga 10 – 12 jam.

Mekanisme umum dari reaksi hipersensitivitas tipe I adalah antigen berikatan silang

dengan IgE, lalu sel mast dan sel basofil mengeluarkan amina vasoaktif dan mediator

kimiawi lainnya dan timbul manifestasi. Manifestasi yang ditimbulkan dari reaksi ini adalah

berupa anafilaksis, urtikaria, asma bronkial, atau dermatitis. Uji diagnostik yang dapat

digunakan untuk mendeteksi reaksi hipersensitivitas tipe I adalah tes kulit (secara tusukan

Page 4: Laprak Farmol Modul 9 - Reaksi Anafilaksis Kutan Pasif

atau intradermal) dan uji ELISA untuk mengukur kadar IgE total dan IgE spesifik yang

digunakan untuk melawan antigen.

Hasil pengamatan reaksi anafilaksis kutan pasif pada mencit di percobaan ini adalah

pada sebagian besar kelompok memperoleh hasil yang sama yaitu tidak timbul bentol

kemerahan pada kedua mencit hingga waktu pengamatan berakhir. Namun pada kelompok 4

memperoleh hasil yang berbeda yaitu pada mencit yang diberikan ovalbumin secara intravena

mengalami kematian, sedangkan pada mencit yang diberikan NaCl secara intravena tidak

timbul bentol kemerahan hingga waktu pengamatan berakhir.

Pada sebagian besar kelompok yang memperoleh hasil yang sama, bentol kemerahan

yang tidak timbul disebabkan oleh serum antiovalbumin yang merupakan antibodi telah

berikatan pada ovalbumin yang merupakan antigen dan membentuk kompleks antigen –

antibodi. Hal tersebut terjadi karena antibodi serum antiovalbumin telah mengenali antigen

ovalbumin sehingga dapat langsung berikatan dan tidak menimbulkan reaksi anafilaksis

(tidak timbul bentol kemerahan hingga waktu pengamatan berakhir).

Sedangkan pada kelompok 4, kematian yang dialami oleh mencit yang diberikan

larutan ovalbumin secara intravena kemungkinan disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe

I yang sangat parah sehingga mengalami kematian. Ovalbumin yang diberikan secara

intravena kemungkinan berefek sistemik sehingga tidak dapat berikatan dengan antibodi dan

mengakibatkan mencit tersebut mengalami kematian karena reaksi anafilaksis yang bersifat

sistemik. Pada mencit yang diberikan NaCl secara intravena tidak timbul bentol kemerahan

karena NaCl merupakan cairan fisiologis dan bukan sebagai antigen.

Kesimpulan :

Tidak diperoleh keberadaan reaksi anafilaksis kutan pasif berupa bentol kemerahan (tidak

terjadi reaksi hipersensitivitas tipe I).

Daftar Pustaka :

Abbas, K., A. H. Litchman. 2003. Cellular and Molecular Immunology. Tokyo: 10 B

Saunders. Halaman 362 – 385.

Guyton, A. C., J. E. Hall. 2005. Textbook of Medical Physiology 11th ed. Philadelphia:

Elsevier Saunders. Halaman 184 – 207.

Martini, F. H., J. L. Nath, E. F. Bartholomew. 2011. Fundamentals of Anatomy and

Physiology 9th ed. London: Benjamin Cummings. Halaman 419 – 436.