laprak farmol modul 9 - reaksi anafilaksis kutan pasif
DESCRIPTION
tugasTRANSCRIPT
Tujuan :
Menentukan keberadaan dan tingkat keparahan reaksi hipersensitivitas tipe I berupa bentol
merah yang timbul pada percobaan reaksi anafilaksis kutan pasif.
Teori Dasar :
Respon imun dibagi menjadi dua yaitu respon imun primer dan respon imun
sekunder. Respon imun primer adalah respon imun utama yang berperan langsung ketika
terjadi infeksi oleh patogen, misalnya fagositosis atau inflamasi. Sedangkan respon imun
sekunder adalah hasil dari interaksi produk respon imun dengan antigen yang memberikan
manifestasi yang mengganggu tubuh atau merusak jaringan. Salah satu contoh respon imun
sekunder adalah reaksi hipersensitivitas dan dikenal empat tipe reaksi hipersensitivitas, yaitu
tipe I, tipe II, tipe III, dan tipe IV.
Pengamatan respon imun sekunder dapat dilakukan secara in vivo melalui pengamatan
terhadap produk respon imun dalam bentuk manifestasi akibat interaksinya dengan antigen
spesifiknya. Metode reaksi anafilaksis (reaksi hipersensitivitas tipe I) yang mewakili
mekanisme respon imun humoral dan reaksi lambat (reaksi hipersensitivitas tipe IV) yang
mewakili respon imun selular seringkali digunakan dalam percobaan imunologi in vivo
melalu pengamatan terhadap fenomena yang terjadi pada hewan percobaan.
Alat dan Bahan :
Alat : jarum suntik, alat suntik, alat gelas, restreiner mencit.
Bahan : serum antiovalbumin, larutan ovalbumin, larutan NaCl fisiologis, dua ekor mencit.
Cara Kerja :
Digunakan dua ekor mencit dan dilakukan dua tahap, yaitu tahap sensitisasi dan tahap
penantangan. Pada tahap sensitisasi, pada punggung masing – masing mencit dibagi menjadi
dua bagian, punggung bagian kiri diberikan serum antiovalbumin dan punggung bagian
kanan diberikan NaCl fisiologis secara intrakutan. Selanjutnya ditunggu selama tiga jam dan
dilakukan tahap penantangan. Pada tahap penantangan, satu mencit diberikan larutan
ovalbumin secara intravena dan satu mencit lainnya diberikan larutan NaCl fisiologis secara
intravena lalu diamati reaksi anafilaksis yang terjadi.
Hasil Pengamatan :
Tabel ... Hasil Pengamatan Reaksi Anafilaksis Kutan Pasif Pada Mencit
Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4
Tidak timbul bentol kemerahan pada kedua mencit hingga waktu pengamatan berakhir.
Tidak timbul bentol kemerahan pada kedua mencit hingga waktu pengamatan berakhir.
Tidak timbul bentol kemerahan pada kedua mencit hingga waktu pengamatan berakhir.
Pada mencit yang diberikan ovalbumin i.v. mengalami kematian, sedangkan pada mencit yang diberikan NaCl i.v. tidak timbul bentol kemerahan hingga waktu pengamatan berakhir.
Kelompok 5 Kelompok 6 Kelompok 7 Kelompok 8
Tidak timbul bentol kemerahan pada kedua mencit hingga waktu pengamatan berakhir.
Tidak timbul bentol kemerahan pada kedua mencit hingga waktu pengamatan berakhir.
Tidak timbul bentol kemerahan pada kedua mencit hingga waktu pengamatan berakhir.
Tidak timbul bentol kemerahan pada kedua mencit hingga waktu pengamatan berakhir.
Pembahasan :
Sistem limfatik terdiri dari kerangka pembuluh limfatik, jaringan limfatik, nodus
limfe, dan organ limfoid lainnya yaitu sumsum tulang, tonsil, timus, dan limpa. Sistem
limfatik memiliki dua fungsi utama yaitu mentranspor cairan jaringan (limfe) ke pembuluh
darah dan melindungi tubuh dari benda asing dengan memindahkan benda asing dari saluran
limfatik. Selain itu, sistem limfatik juga berperan mengangkut lemak dari vili usus kecil dan
zat – zat lainnya dari jaringan untuk didistribusikan ke seluruh tubuh melalui sistem
kardiovaskular.
Pembuluh limfatik berfungsi membawa cairan jaringan (limfe) yang tertinggal pada
jaringan menuju pembuluh limfatik besar dan masuk ke sirkulasi darah melalui vena cava.
Jaringan limfatik berfungsi untuk menyusun organ – organ limfoid seperti tonsil, timus, dan
limpa. Nodus limfe berfungsi untuk membersihkan limfe dengan cara fagositosis oleh
makrofag. Sumsum tulang berfungsi sebagai tempat produksi sel – sel limfosit, yaitu sel B
dan sel T yang merupakan sel utama sistem limfatik. Tonsil adalah sepasang kelenjar yang
terletak di bagian samping tenggorokan sedikit mengarah ke belakang dan berfungsi untuk
membantu tubuh melawan infeksi. Timus berfungsi sebagai tempat pematangan sel limfosit
T. Limpa berfungsi sebagai reservoir darah yang akan menyaring dan memurnikan darah dan
limfe yang mengalir.
Beberapa penyakit yang berhubungan dengan sistem imun antara lain tonsilitis,
kegagalan sistem imun, dan tumor (neoplasma). Tonsilitis adalah penyakit infeksi yang
menyerang tonsil (amandel) dan terkadang mengakibatkan demam serta sakit tenggorokan.
Kegagalan sistem imun adalah ketidakmampuan sistem imun dalam melawan infeksi patogen
dan menjaga kekebalan tubuh dan dapat menyebabkan edema serta kekurangan gizi yang
serius. Kegagalan sistem imun dapat disebabkan oleh pembesaran kelenjar getah bening
karena kanker, kerusakan pembuluh getah bening, atau infiltrasi limfatik oleh infeksi.
Tumor atau neoplasma adalah penyakit yang disebabkan oleh sel normal yang
mengalami displasia (kelainan pertumbuhan) dan dibagi menjadi dua, yaitu tumor jinak dan
tumor ganas. Tumor jinak adalah tumor yang hanya terjadi di daerah lokal (tidak menyebar
ke tempat lain) dengan pertumbuhan yang lambat dan ukuran yang stabil. Tumor ganas
adalah tumor yang tumbuh secara cepat dengan pola penyebaran yang tidak teratur. Tumor
ganas menyerang daerah sekitarnya dan mampu memisahkan diri dari sel induk serta mampu
menembus pembuluh darah dan membentuk tumor sekunder.
Reaksi hipersensitivitas adalah reaksi berlebihan atau reaksi yang tidak diinginkan
karena sistem imun terlalu sensitif dan dihasilkan oleh sistem imun normal. Reaksi
hipersensitivitas dapat merusak jaringan tubuh, memberikan rasa tidak nyaman, dan
terkadang dapat berakibat fatal. Berdasarkan mekanisme dan waktu yang dibutuhkan, reaksi
hipersensitivitas dibagi menjadi empat tipe, yaitu tipe I, tipe II, tipe III, dan tipe IV. Keempat
tipe tersebut memiliki penyebab dan akibat yang berbeda – beda.
Reaksi hipersensitivitas tipe I merupakan respon imun jaringan yang terjadi karena
adanya ikatan silang antara antigen dengan antibodi IgE. Reaksi hipersensitivitas tipe I
disebut juga dengan reaksi cepat, reaksi alergi, atau reaksi anafilaksis. Reaksi ini dapat
menimbulkan gejala yang beragam, mulai dari ketidaknyamanan kecil hingga kematian.
Waktu reaksi ini berkisar antara 15 hingga 30 menit setelah terpapar antigen, namun
terkadang juga dapat mengalami keterlambatan awal hingga 10 – 12 jam.
Mekanisme umum dari reaksi hipersensitivitas tipe I adalah antigen berikatan silang
dengan IgE, lalu sel mast dan sel basofil mengeluarkan amina vasoaktif dan mediator
kimiawi lainnya dan timbul manifestasi. Manifestasi yang ditimbulkan dari reaksi ini adalah
berupa anafilaksis, urtikaria, asma bronkial, atau dermatitis. Uji diagnostik yang dapat
digunakan untuk mendeteksi reaksi hipersensitivitas tipe I adalah tes kulit (secara tusukan
atau intradermal) dan uji ELISA untuk mengukur kadar IgE total dan IgE spesifik yang
digunakan untuk melawan antigen.
Hasil pengamatan reaksi anafilaksis kutan pasif pada mencit di percobaan ini adalah
pada sebagian besar kelompok memperoleh hasil yang sama yaitu tidak timbul bentol
kemerahan pada kedua mencit hingga waktu pengamatan berakhir. Namun pada kelompok 4
memperoleh hasil yang berbeda yaitu pada mencit yang diberikan ovalbumin secara intravena
mengalami kematian, sedangkan pada mencit yang diberikan NaCl secara intravena tidak
timbul bentol kemerahan hingga waktu pengamatan berakhir.
Pada sebagian besar kelompok yang memperoleh hasil yang sama, bentol kemerahan
yang tidak timbul disebabkan oleh serum antiovalbumin yang merupakan antibodi telah
berikatan pada ovalbumin yang merupakan antigen dan membentuk kompleks antigen –
antibodi. Hal tersebut terjadi karena antibodi serum antiovalbumin telah mengenali antigen
ovalbumin sehingga dapat langsung berikatan dan tidak menimbulkan reaksi anafilaksis
(tidak timbul bentol kemerahan hingga waktu pengamatan berakhir).
Sedangkan pada kelompok 4, kematian yang dialami oleh mencit yang diberikan
larutan ovalbumin secara intravena kemungkinan disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe
I yang sangat parah sehingga mengalami kematian. Ovalbumin yang diberikan secara
intravena kemungkinan berefek sistemik sehingga tidak dapat berikatan dengan antibodi dan
mengakibatkan mencit tersebut mengalami kematian karena reaksi anafilaksis yang bersifat
sistemik. Pada mencit yang diberikan NaCl secara intravena tidak timbul bentol kemerahan
karena NaCl merupakan cairan fisiologis dan bukan sebagai antigen.
Kesimpulan :
Tidak diperoleh keberadaan reaksi anafilaksis kutan pasif berupa bentol kemerahan (tidak
terjadi reaksi hipersensitivitas tipe I).
Daftar Pustaka :
Abbas, K., A. H. Litchman. 2003. Cellular and Molecular Immunology. Tokyo: 10 B
Saunders. Halaman 362 – 385.
Guyton, A. C., J. E. Hall. 2005. Textbook of Medical Physiology 11th ed. Philadelphia:
Elsevier Saunders. Halaman 184 – 207.
Martini, F. H., J. L. Nath, E. F. Bartholomew. 2011. Fundamentals of Anatomy and
Physiology 9th ed. London: Benjamin Cummings. Halaman 419 – 436.