tugas farmol vildagliptin

35
VILDAGLIPTIN SEBAGAI OBAT DIABETES MILITUS TIDAK TERGANTUNG INSULIN (DM TIPE 2)

Upload: lika-muslichah

Post on 04-Aug-2015

146 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: tugas farmol VILDAGLIPTIN

VILDAGLIPTIN SEBAGAI OBAT DIABETES MILITUS

TIDAK TERGANTUNG INSULIN (DM TIPE 2)

Page 2: tugas farmol VILDAGLIPTIN

A. DIABETES

Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan

peningkatan kadar gula darah yang terus-menerus dan bervariasi, terutama setelah

makan atau suatu keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan

metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi

(Dipiro, 2005). Komplikasi jangka lama termasuk penyakit kardiovaskular (risiko

ganda), kegagalan kronis ginjal (penyebab utama dialisis), kerusakan retina yang

dapat menyebabkan kebutaan, serta kerusakan saraf yang dapat menyebabkan

impotensi dan gangren dengan risiko amputasi. Komplikasi yang lebih serius

terjadi bila kontrol terhadap kadar gula darah buruk (Tandra, 2008).

Faktor penyebab penyakit diabetes mellitus merupakan kombinasi antara

faktor keturunan atau lingkungan dengan ditandai adanya peningkatan kadar gula

darah yang tinggi akibat defisiensi insulin relatif atau absolute kronik. Kadar gula

darah diabetes dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1 . Kriteria Diagnosis Diabetes Millitus Menurut WHO (DiPiro, 2005, Tandra,

2008)

DiagnosisKadar Gula Plasma

Puasa (FPG)

Kadar Gula Plasma 2 Jam PP

(OGTT)

Normal<100 mg/dL(5,6

mmol/L)<140 mg/dL (7,8 mmol/L)

Pra Diabetes:

IFG (Impaired

Fasting Glucose)

100-125 mg/dL (5,6-6,9

mmol/dL)-

Pra Diabetes:

IGT(Impaired

Glucose Tolerance)

-> 140mg/dL (7,8 mmol/L) dan

< 200 mg/dL (11,1 mmol/dL

DIABETES> 126 mg/dL (7

mmol/L)> 200 mg/dL (11,1 mmol/L)

Page 3: tugas farmol VILDAGLIPTIN

B. HOMEOSTASIS GLUKOSA NORMAL

Homeostasis glukosa yang normal dipertahankan melalui mekanisme

sangat komplek yang melibatkan interaksi antara insulin dan glukagon. Ketika

glukosa masuk ke dalam darah, kadar glukosa darah yang meningkat akan

merangsang sel beta pankreas untuk melepaskan insulin. Insulin menekan

produksi glukosa di hepar dan meningkatkan ambilan glukosa di otot dan jaringan

lemak sehingga kadar glukosa di dalam darah menurun. Glukagon juga berperan

mengatur glukosa darah, bila glukosa didalam darah turun maka sel alfa pankreas

akan melepaskan glukagon.Glukagon merangsang produksi glukosa hati dan

melepaskan ke dalam sirkulasi sehingga kadar glukosa darah meningkat (Tandra,

2008).

Pengaturan glukosa yang normal ditentukan oleh hubungan umpan balik

yang erat antara glukosa, insulin dan gukagon dalam sirkulasi. Pada hiperglikema,

peningkatan kadar glukosa yang dideteksi oleh pulau-pulau sel pankreas

menyebabkan peningkatan insulin dan pengurangan sekresi glukagon. Pada 

hipoglikemi penurunan kadar glukosa yang dideteksi oleh sel-sel pulau pankreas

akan mengurangi sekresi insulin dan meningkatkan sekresi glukagon (Handoko

dan Suharto, 2007).

Gambar 1. Proses sekresi insulin dan sel beta langerhans

Page 4: tugas farmol VILDAGLIPTIN

Sekresi insulin dari sel –sel beta pula Langerhans tidak hanya diatur oleh

kadar glukosa darah tetapi juga oleh hormon lain dan mediator autonomik. Sekresi

insulin umumnya dipacu oleh ambilan glukosa darah yang tinggi dan difosforilasi

dalam sel beta pankreas. Sel-sel beta pulau Langerhans memiliki kanal K+ yang

diatur oleh ATP intraseluler (kanal ATP). Saat glukosa darah meningkat, lebih

banyak glukosa memasuki sel beta dan metabolismenya menyebabkan

peningkatan ATP intraselular yang menutup kanalATP. Depolarisasi sel beta yang

diakibatkannya mengawali infkuks ion Ca 2+ melalui kanal Ca 2+ yang sensitif

tegangan dan ini memicu sekresi insulin (Khan, et al, 2006)

Gambar 2. Mekanisme selular dari sekresi insulin dari sel β pulau Langerhans (Khan et al, 2006)

Page 5: tugas farmol VILDAGLIPTIN

C. PERANAN HORMON INCRETIN

Hormon incretin adalah hormon penting untuk mengatur glukosa. hormon

ini diproduksi oleh usus sebagai respon terhadap konsumsi nutrien oral, termasuk

glukosa, asam lemak dan serat. Hormon incretin dilepaskan dengan cepat,

peningkatan kadarnya sudah terlihat dalam waktu 15 menit setelah makanan

dikonsumsi. Setelah dilepaskan hormon ini akan cepat didegradasi dan lama

kelamaan hilang (Wu, et al, 2009).

Menurut McKillop, et al (2008), hormon incretin berperan penting dalam

memodulasi respon sel beta pancreas terhadap makanan. Hormon incretin

meningkatkan sekresi insulin dari sel-sel beta pankreas sebagai respon terhadap

peningkatan kadar glukosa darah yang terjadi setelah makan. Selain fungsi diatas,

salah satu dari hormon utama incretin juga menghambat pelepasan glukagon dari

sel alfa pankreas dalam kondisi hiperglikemia.

Hormon incretin terdiri dari GLP-1 (Glucagon Like Peptide-1) dan GIP

(Glucose -dependent Insulinotropic Polypeptide). GLP-1 disintesis dan disekresi

oleh sel L ileum dan kolon dan merangsang sekresi insulin bila ada asupan

glukosa ( glucose dependent insulin release) serta menekan produksi gula di hepar

dengan cara menekan sekresi glukagon (Ahren, et al, 2000). Meningkatnya respon

sel beta terhadap glukosa, karena meningkatnya ekspresi GLUT2 dan glukokinase

serta didapatkan penurunan rasio proinsulin terhadap insulin. GLP-1 juga

menghambat pengosongan lambung (gastric emptying) dan mempunyai efek

terhadap sistem saraf pusat yaitu menurunnya nafsu makan dan menurunnya

asupan makanan sehingga bisa berdampak menurunnya berat badan (McKillop,

2008).

GIP diproduksi oleh  sel K pada usus bagian proksimal (duodenum) dan

merangsang pelepasan insulin bila ada asupan glukosa (glucose dependent).

Sedangkan GIP mempunyai pengaruh yang kecil terhadap pengosongan lambung

dan tidak mempunyai efek terhadap rasa kenyang dan berat badan. GIP hanya

Page 6: tugas farmol VILDAGLIPTIN

berpotensi terhadap meningkatnya proliferasi serta survival sel beta pankreas

(Wu, et al, 2009).

Peranan hormon incretin dalam mempengaruhi sekresi insulin dari

pankreas sudah lama diketahui. Pada studi-studi  tahun 1960-an pemberian

glukosa oral terbukti menyebabkan respon insulin yang lebih besar dibanding

dengan infus glukosa intravena, meski kadar glukosa yang tercapai lebih tinggi

pada infus intravena. Efek ini disebut sebagai efek incretin. Efek incretin terjadi

karena konsumsi glukosa akan menstimulasi pelepasan hormon incretin dari usus

dan hormon-hormon ini meningkatkan sekresi insulin.

Waktu paruh GLP-1 dan GIP ini sangatlah singkat yaitu sekitar2.3 ± 0.4

dan 5.0 ± 1.2 menit. Waktu paruh GLP-1 dan GIP yang singkat ini disebabkan

oleh inaktivasi yang cepat oleh dipeptidyl peptidase 4 (DPP-4), suatu enzim

terikat pada membran yang terdapat dalam sirkulasi dan terdapat dalam berbagai

jaringan  seperti saluran gastrointestinal, hepar, ginjal, limfosit, dan sel

endotelium. DPP-4 menginakivasi GLP-1 dan GIP dengan memotong amino

terminus dari  hormon incretin dan memicu pembentukan 2 metabolit: GLP-1 (9-

36) dan GIP (3-42). Degradasi yang cepat oleh DPP-4 inilah yang membatasi efek

GLP-1 dan GIP terhadap homeostasis glukosa. Stimulasi hormon incretin

diperkirakan mencapai 20-60% dari respon insulin terhadap makanan (Aryono,

2008).

D. PENYEBAB DIABETES

Pembentukan diabetes yang penting adalah dikarenakan kurangnya

produksi insulin (diabetes mellitus tipe 1, yang pertama dikenal), atau kurang

sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin (diabetes mellitus tipe 2, bentuk yang

lebih umum). Selain itu, terdapat jenis diabetes mellitus yang juga disebabkan

oleh resistansi insulin yang terjadi pada wanita hamil. Tipe 1 membutuhkan

penyuntikan insulin, sedangkan tipe 2 diatasi dengan pengobatan oral dan hanya

membutuhkan insulin bila obatnya tidak efektif. Diabetes mellitus pada kehamilan

umumnya sembuh dengan sendirinya setelah persalinan (Tandra, 2008).

Page 7: tugas farmol VILDAGLIPTIN

Pemahaman dan partisipasi pasien sangat penting karena tingkat glukosa

darah berubah terus, karena kesuksesan menjaga gula darah dalam batasan normal

dapat mencegah terjadinya komplikasi diabetes.

E. KLASIFIKASI DIABETES

Berdasarkan kebutuhan atas insulin, diabetes dibagi menjadi dua

kelompok yaitu (Mycek, 2001) :

diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM atau tipe I)

diabetes mellitus yang tidak tergantung insulin (NIDD atau tipe II)

diabetes ”gestational” (tipe III)

Diabetes tergantung insulin umumnya menyerang anak-anak tetapi IDDM

juga dapat terjadi pada orang dewasa. Penyakit ini ditandai dengan defisiensi

insulin absolut yang disebabkan oleh lesi atau nekrosis berat sel β. Hilangnya

fungsi sel β mungkin disebabkan oleh invasi virus, kerja toksin kimia atau

umumnya, melalui kerja antibodi autoimum yang ditunjukkan untuk melawan sel

β. Akibat dari destruksi sel β, pankreas gagal berespons terhadap masukan

glukosa (Mycek, 2001).

Diabetes Tipe I

Diabetes mellitus tipe 1, dulu disebut insulin-dependent diabetes (IDDM,

"diabetes yang bergantung pada insulin"), atau diabetes anak-anak, dicirikan

dengan hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans

pankreas sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes tipe ini dapat

diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa (Handoko, et al, 2007).

Sampai saat ini diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah. Diet dan olah raga

tidak bisa menyembuhkan ataupun mencegah diabetes tipe 1. Kebanyakan

penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat

penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh

terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada

tahap awal (Tandra, 2008).

Diabetes mellitus tipe I menunjukkan gejala klasik berupa defisiensi

insulin (polidipsia, polifagia dan poliuria) dan memerlukan insulin eksogen untuk

Page 8: tugas farmol VILDAGLIPTIN

menghindari hiperglikemia dan ketoasidosis yang mengancam kehidupan (Mycek,

2001). Diabetes tipe I berhubungan dengan human leucocyte antigen dan destruksi

sel β selektif secara imunologis. Pada pasien ini, ketosis sering terjadi dan

dibutuhkan insulin. Terdapat bukti bahwa kontrol metabolik sejak dini pada

perjalanan penyakit bisa mencegah atau memperlambat awitan komplikasi

diabetes (Neal, 2006).

Penyebab diabetes tipe I berhubungan dengan adanya ledakan sekresi

insulin pada keadaan normal yang terjadi setelah menelan makanan sebagai

respon terhadap peningkatan sekilas kadar glukosa dan asam amino yang

bersirkulasi. Pada periode pasca-absorbsi, kadar insulin basal rendah yang

bersirkulasi dipelihara melalui sekresi sel β. Meskipun pada diabetes tip I

sebenarnya tidak mempunyai fungsi sel β dan juga tidak berespon terhadap variasi

bahan bakar yang bersirkulasi maupun memelihara kadar sekresi basal insulin.

Pekembangan neuropati, nefropati dan retinopati yang progresif secara langsung

berkaitan dengan besarnya kontrol glikemik yang paling sering diukur sebagai

kadar haemoglobin A1c dalam darah (Mycek, 2001).

Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah

kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi

autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh (Tandra, 2008).

Pengobatan diabetes tipe I harus bergantung pada insulin eksogen untuk

mengontrol hiperglikemia, memelihara kadar haemoglobin glikosilat HbA1c

sebanding dengan konsentrasi gula darah rata-rata pada beberapa bulan

sebelumnya, sehingga HbA1c memberikan suatu ukuran bagaimana berhasilnya

pengobatan dalam menormalkan glukosa darah pada diabetes. Tujuan pemberian

insulin yaitu untuk memelihara konsentrasi glukosa darah mendekati normal dan

mencegah besarnya peningkatan kadar glukosa darah yang dapat menyokong

timbulnya komplikasi jangka panjang (Mycek, 2001).

Tingkat Glukosa rata-rata untuk pasien diabetes tipe 1 harus sedekat

mungkin ke angka normal (80-120 mg/dl, 4-6 mmol/l). Beberapa dokter

menyarankan sampai ke 140-150 mg/dl (7-7.5 mmol/l) untuk mereka yang

bermasalah dengan angka yang lebih rendah. seperti "frequent hypoglycemic

Page 9: tugas farmol VILDAGLIPTIN

events". Angka di atas 200 mg/dl (10 mmol/l) seringkali diikuti dengan rasa tidak

nyaman dan buang air kecil yang terlalu sering sehingga menyebabkan dehidrasi.

Angka di atas 300 mg/dl (15 mmol/l) biasanya membutuhkan perawatan

secepatnya dan dapat mengarah ke ketoasidosis. Tingkat glukosa darah yang

rendah, yang disebut hypoglycemia, dapat menyebabkan kejang atau seringnya

kehilangan kesadaran (Tandra, 2008).

Diabetes Tipe II

Diabetes mellitus tipe 2 dulu disebut non-insulin-dependent diabetes

mellitus (NIDDM, "diabetes yang tidak bergantung pada insulin") terjadi karena

kombinasi dari kecacatan dalam produksi insulin dan resistensi terhadap insulin

atau berkurangnya sensitifitas terhadap insulin yang melibatkan reseptor insulin di

membran sel. Terjadinya penurunan jumlah reseptor insulin dan ini sering

berhubungan dengan obesitas. Penurunan berat badan mengurangi resistensi

insulin dan mengendalikan kira-kira sepertiga pasien diabetes tipe II (Mycek,

2001).

Pada pasien diabetes tipe 2 pankreas masih bisa membuat insulin tetapi

tidak dapat berfungsi dengan baik, sehingga glukosa tidak dapat masuk ke dalam

sel dan akhirnya tertimbun dalam peredaran darah (Tandra, 2008).

Pada tahap awal abnormalitas yang paling utama adalah berkurangnya

sensitifitas terhadap insulin, yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di

dalam darah. Pada tahap ini, hiperglikemia dapat diatas dengan berbagai cara dan

pemberian obat antidiabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin

atau mengurangi produksi glukosa dari hepar, namun semakin parah penyakit,

sekresi insulin pun semakin berkurang, dan terapi dengan insulin kadang

dibutuhkan (Tandra, 2008)

Patofisiologi DM Tipe 2

  Dasar patofisiologi DM tipe 2 telah kita kenal yaitu adanya resistensi

insulin dan adanya gangguan sekresi insulin atau adanya disfungsi dari sel beta

pankreas. Resistensi insulin selalu terdapat pada pasien DM tipe 2 yang

Page 10: tugas farmol VILDAGLIPTIN

dimanifestasikan sebagai berkurangnya ambilan glukosa di jaringan otot dan

lemak yang  distimulasi oleh insulin dan juga terjadi gangguan penekanan

produksi gula oleh hepar. Dalam kondisi normal sel beta akan melakukan

kompensasi resistensi insulin dengan cara meningkatkan sekresi insulin untuk

dapat mempertahankan kondisi toleransi glukosa normal. DM tipe2 terjadi bila

pankreas gagal untuk mensekresi insulin yang memadai untuk mengatasi

resistensi insulin akibat disfungsi sel beta yang progresif (Handoko, et al, 2007).

Menurut Tandra (2008), pada DM tipe 2 terjadi penurunan respon insulin

terhadap asupan glukosa serta kegagalan menekan sekresi glukagon bahkan

kadarnya cenderung meningkat. Kelainan pada  sekresi insulin dan glukagon

inilah yang menyebabkan poduksi gula darah post prandial yang berlebihan

bahwa hiperglikemi pada DM tipe 2 disebabkan oleh karena kegagalan insulin

untuk memodulasi ambilan gula darah oleh jaringan otot dan lemak. Hal yang

mendasari terjadinya DM tipe 2 selain resistensi insulin dan disfungsi sel beta

(gangguan sekresi insulin) juga terjadi disfungsi sel alfa (kegagalan menekan

sekresi glukagon).

 

Insulin resisten terjadi dengan mekanisme seperti pada gambar 3. Reseptor

insulin merupakan reseptor tirosin kinase yang terdiri dari 2 subunit α dan 2

subunit ß. Pengikatan ligan insulin pada reseptor insulin pada subunit α akan

memyebabkan subunit ß mengalami autofosforilasi. Reseptor yang teraktivasi

Gambar 3. Mekanisme terjadinya insulin resisten (anonim, 2008)

Page 11: tugas farmol VILDAGLIPTIN

akan memfosforilasi reseptor intraseluler lainnya seperti insulin-receptor

substrate(IRS), p85 dan p110 subunits dari phosphoinositide-3' kinase. Aktivasi

ini akan menyebabkan suatu transporter glukosa yang disebut GLUT-4 akann

menepi dan berdifusi dengan plasma membran yang memungkinkan glukosa

ditranspor ke dalam sel. Gangguan regulasi insulin terjadi melalui aktivasi diacyl-

glycerol (DAG) yang mengaktifkan protein kinase C, insulin-receptor substrate

kinases serin (IRSKs) mempfosforilasi insulin-receptor substrate yang akhirnya

terdegradasi. Signal pelepasan insulin juga dihambat melalui penguraian

phosphatidylinositol-3,4,5-triphosphate (PPI3) oleh Src-homology-2-containing

phosphatases 1 and (SHIP) atau phosphatase and tensin homolog (PTEN).

Metabolisme asam lemak yang abnormal bisa menyebabkan resisten insulin

melalui peroxisome proliferator-activated receptor (PPAR).

Incretin Pada DM Tipe2

Dalam studi klinis efek incretin berkurang pada pasien DM tipe2. Pasien

DM tipe 2 respon insulin dihasilkan lebih besar setelah pemberian glukosa oral

dibanding setelah pemberian  glukosa intra vena. Tetapi dibanding dengan kontrol

normal respon peningkatan insulin setelah pemberian glukosa oral dan

intravena pada DM tipe2 menurun. Dalam studi ini  penurunan efek incretin

dinilai pada pasien DM tipe2 dengan sekresi GIP normal. Ini menunjukkan bahwa

pada DM tipe2 respon sel beta terhadap hormon incretin berkurang (Aryono,

2008).

Peningkatan kadar GLP-1 setelah makan pada DM tipe 2 berkurang secara

nyata. Infus GLP-1 pada DM tipe 2 terbukti memperbaiki respon insulin

dibandingpada individu dengan normoglikemia. Ini membuktikan bahwa pada

DM tipe 2  respon sel beta terhadap GLP-1 tidak berubah. Berbeda dengan GLP-

1, peningkatan kadar GIP yang dipicu oleh makanan pada umumnya normal atau

sedikit mengurang. Meskipun dalam suatu studi respon insulin terhadap GIP

tampaknya berkurang pada pasien dengan DM tipe 2, tetapi tidak hilang sama

sekali. Dalam suatu studi infus GLP-1 atau GIP memperbaiki fase pertama dari

respon insulin (sekresi insulin mulai dari 2 menit setelah makan dan terus

Page 12: tugas farmol VILDAGLIPTIN

berlangsung selama 10 menit) pada pasien dengan DM tipe2. Seperti terlihat

dalam studi klinis infus GLP-1 bukan GIP, juga memperbaiki fase kedua dari

respon insulin (sekresi insulin setelah fase pertama dan terusberlangsung hingga

normoglikemi kembali) (Ahren, et al, 2000).

Pada DM tipe 2 terdapat gangguann sekresi dari GLP-1 sedangkan sekresi

GIP tidak terpengaruh. Pemberian GIP sangat kecil pengaruhnya terhadap

aktivitas insulinotropik, sedangkan GLP-1 mampu meningkatkan sekresi insulin

yang tergantung dari glukosa. Oleh karena aksi insulinotropik GLP-1 dapat

memperbaiki masa sel beta pankreas pada diabetes maka peptida ini dan agonis

reseptor GLP-1 merupakan agen yang menarik untuk pengobatan pada diabetes.

(Gautier, et al, 2005).

Meningkatkan hormon incretin dalam sirkulasi menjadi cara pendekatan

baru untuk pengobatan DM tipe2. Kemampuan hormon-hormon incretin GLP-1

dan GIP untuk memperkuat sekresi insulin picuan glukosa menjadikan target yang

menarik untuk pengobatan DM tipe 2. Efek tambahan GLP-1 terhadap penekanan

sekresi glukagon, melambatnya pengosongan lambung dan timbulnya perasaan

kenyang juga diinginkan dalam pengobatan DM tipe2. GLP-1 memperbaiki

beberapa aspek dari fungsi sel beta yang melebihi stimulasi sekresi insulin seperti

terlihat pada  studi hewan dan studi in vitro. Pada manusia infus GLP-1 atau

analog GLP-1 terbukti memperbaiki respon sel beta  terhadap glukosa dan juga

mengurangirasio proinsulin terhadap insulin (Ahren, et al, 2000, Wu, et al, 2009).

Ada dua cara pendekatan untuk meningkatkan atau memperpanjang efek hormon

incretin guna kepentingan sebagai obat DM yaitu dengan  Incretin mimetik

dan DPP-4 inhibitor (Mycek, 2001).

Penatalaksanaan DM Tipe2

Prinsip dalam memilih obat hipoglikemi adalah dipilih obat yang

diprediksi dapat menurunkan glukosa secara efektif, mempunyai efek ekstra

glikemi yang dapat menurunkan komplikasi jangka panjang, profilnya aman,

toleransi baik, mudah digunakan dan harganya terjangkau. Penatalaksanaan

Page 13: tugas farmol VILDAGLIPTIN

diabetes pasien harus dilibatkan secara aktif mulai dengan diberikan edukasi

sampai dengan pelatihan bagaimana cara untuk mencegah serta cara mengatasi

hipoglikemiserta cara untuk melakukan monitoring gula darah sendiri terutama

kepada pasien yang menggunakan insulin.

Tujuan dari penatalaksanaan DM adalah untuk menghambat  atau

mencegah komplikasi mikro maupun makrovaskuler dengan cara mengendalikan

gula darah mendekati normal tanpa menimbulkan keluhan hipoglikemi.

Penatalaksanaan DM selalu disertai dengan intervensi perubahan gaya hidup

ditambah dengan obat hipoglikemi oral maupun insulin secara monoterapi atau

kombinasi (DiPiro, 2005). Beberapa macam obat hipoglikemi oral sesuai dengan

mekanisme kerja yaitu :

1. Insulin sekretagogus ada 2 yaitu golongan sulfoilurea dan non sulfonilurea

Golongan sulfonilurea :

generasiI : tolbutamid, chlorpropamid

generasiII : glibenklamid, glipizide, gliquidon, gliclazide

generasi III : glimepiride

Golongan non sulfonilurea : meglitinide yaitu nateglinide dan repaglinide

2. Insulin sensitizer misalnya thiazolidinedione dan biguanid.

Thiazolidinedione : glitazone, rosiglitazone,pioglitazone

Biguanide : metformin

3. Inhibitor enzim intestinal misalnya alfa glukosidase inhibitor seperti acarbose.

4. Jenis lain

DPP-4 inhibitor : vildagliptin, sitagliptin,saxagliptin

GLP-1 agonists :exenatide

Amylin agonists: pramlinide

Page 14: tugas farmol VILDAGLIPTIN

VILDAGLIPTIN SEBAGAI PILIHAN TERAPI DIABETES MILITUS

TIPE 2

A. VILDAGLIPTIN

Vildagliptin merupakan suatu DPP-4 inhibitor adalah obat hipoglikemi

oralbaru untuk pengobatan DM tipe 2 yang bekerja sebagai inhibitor selektif

darisuatu enzim Dipeptidyl Peptidase-4 (DPP-4) yang bertanggung jawab untuk

memecahGLP-1 dalam sirkulasi dengan struktur kimia seperti pada gambar 4.

Pada penelitian membuktikan bahwa vildagliptin dapat memperbaiki sel pada

pasien DM tipe 2 dengan meningkatkan kemampuan respon sel alfa maupun sel

beta pankreas terhadap  glukosa (Aryono, 2009).

Vildagliptin menghambat aktivitas enzim DPP-4 (enzim yang memecah

GLP-1 dan GIP) sehingga  kadar GLP-1 aktif dan GIP dalam sirkulasi tetap tinggi

pada pasien DM tipe 2 (Schweizer A et al, 2007). Vildagliptin juga terbukti

mampu meningkatkan kadar insulin dan menurunkan kadar glukosa setelah

OGTT pada model binatang DM tipe 2.

Beberapa studi klinis yang menelti tentang  vildagliptin  diantaranya adalah :

1.   Schweizer A, et al (2007)  membandingkan efektivitas vildagliptin dibanding

dengan metformin secara monoterapi dengan melihat besarnya penurunan A1C

Gambar 4. Strukur kimia Vildagliptin

Page 15: tugas farmol VILDAGLIPTIN

selama periode pengobatan 1 tahun pada pasien DM tipe 2. Penelitian

dilakukan secara random, buta ganda, multisenter selama 52 minggu,

pengobatan pada 526 penderita DM tipe 2 yang diberikan vildagliptin 100

mg/hari atau dengan metformin dosis titrasi sampai dosis 2000 mg/hari (254

DM tipe 2), semua pasien belum pernah mendapatkan obat dengan A1C basal

antara 7,5-11,0% A1C diperiksa secara berkala. Hasil dari penelitian

didapatkan penurunan A1C secara bermakna baik kelompok vildagliptin (-1,0 ±

0,1%, p < 0.001) dankelompok metformin (-1,4 ± 0,1%, p< 0.001). Tidak

didapatkan perubahan berat badan pada kelompok vildagliptin (0.3 ± 0.2 kg, p

= 0.17) sedangkan pada kelompok metformin didapatkan penurunan berat

badan (-1.9 ± 0.3 kg, p<0.001).Efek samping kedua kelompok hampir sama

sedangkan efek samping hipoglikemi  sama rendah yaitu <1%.

2.   Pi-Sunyer FX., et al (2007) meneliti tentangefikasi dan toleransi vildagliptin

monoterapi pada pasien DM tipe 2. Penelitian dilakukan selama 24 minggu

membandingkan penggunaan dosis vildagliptin 50mg satu kali sehari, 50 mg

dua kali sehari, 100 mg satu kali sehari. Penurunan rata-rata A1C dari

kelompok vildagliptin dibandingkan dengan plasebo. Kesimpulan dari

penelitian ini adalah bahwa vildagliptin efektif dan ditoleransi dengan baik

pada dosis100 mg/hari bisa diberikan sebagai dosis tunggal maupun terbagi

dua.

3.   Fonseca et al., (2007) meneliti tentang penambahan vildagliptin  pada pasien

DM tipe 2 yang telah mendapatkan insulin namun belum terkontrol dengan

baik, dengan tujuan untuk memperbaiki kontrol gula darah. Hasil penelitian

didapatkan perbedaan perubahan A1C sebesar -0,5 ± 0,1%  pada pasien yang

mendapatkan tambahan vildagliptin dan –0,2 ± 0.1% plasebo. Kesimpulan dari

penelitian ini adalah Vildagliptin dapat menurunkan A1C pada penderita DM

tipe 2 yang telah mendapat insulin dan belum teregulasi dengan baik dibanding

dengan plasebo. Penambahan vildagliptin  juga dapat menurunkan risiko

terjadinya hipoglikemi.

Page 16: tugas farmol VILDAGLIPTIN

4.   Bosi E et al (2007) meneliti tentang efektivitas dan keamanan vildagliptin bila

dikombinasikan dengan metformin. Penelitian dilakukan terhadap pasien DM

tipe 2 yang telah mendapatkan metformin dengan dosis lebih atau sama dengan

1500 mg tetapi belum teregulasi dengan baik kemudian ditambahkan

vildagliptin dengan dosis 50 mg, 100 mg atau plaseboselama 24 minggu.

Perubahan yang bermakna bila dibandingkan dengan placebo. A1C sebesar -

0.7 ± 0.1% (p < 0.001) pada vildagliptin dosis 50 mg dan -1.1±0.1% (p<0.001)

pada vildagliptin dosis 100 mg, dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa

vildagliptin dapat ditoleransi dengan baik dan dapat menambah penurunan

A1C bila dikombinasikan dengan metformin. Besarnya penurunan

A1Cberkorelasi dengan besarnya dosis vildagliptin.

5.   Rosenstock J et al (2008) meneliti efek vildagliptin terhadap kadar hormon

incretin, fungsi sel islet dan kontrol gula darah post prandial pada pasien

dengan gangguan toleransi glukosa. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa dibanding dengan plasebo vildagliptin relatif mampu meningkatkan

GLP-1dan GIP secara bermakna serta didapatkan penurunan kadar glukagon.

Walaupun kadar insulin post prandial tidak terpengaruh, namun didapatkan

penurunan kadarglukosa prandial (prandial glucose excursions) yang

bermakna, penurunan relative sebesar 30 % dibanding dengan plasebo. Fungsi

sel beta yang diukur dengan insulin secretory rate (ISR) juga meningkat secara

bermakna, dan tidak dilaporkan adanya komplikasi hipoglikemi. Dari

penelitian ini dapat disimpulkan vildagliptin dapat ditoleransi dengan baik pada

subjek dengan GTG tanpa menimbulkan efek samping hipoglikemi dan

penambahan berat badan.

6.  Garberet al (2006) meneliti efektivitas dan toleransi vildagliptin bila

dikombinasi dengan pioglitazone. Penelitian dilakukan pada pasien DM tipe 2

yang telah mendapatkan terapi pioglitazone dosis maksimal 45 mg/hari secara

monoterapi tetapi gula darah belum terkendali dengan baik kemudian

ditambahkanvildagliptin dengan dosis 50mg, 100 mg atau plasebo. Hasil dari

penelitian tersebut menunjukkan bahwa dengan penambahan vildagliptin

Page 17: tugas farmol VILDAGLIPTIN

didapatkan penurunanA1C secara bermakna dibanding dengan plasebo.

Dengan dosis vildagliptin 50 mgdan 100 mg didapatkan penurunan gula darah

puasa namun penurunan nya tidak bermakna bila dibandingkan dengan plasebo

dan penurunan gula darah prandial yang bermakna bila dibanding dengan

plasebo. Dengan kedua dosis vildagliptin tersebut juga didapatkan peningkatan

yang bermakna ISR(insulin secretory rate) lebih dari tiga kali lipat.

7. Wu, et al (2009) meneliti bahwa Vildagliptin telah terbukti efektif dalam

mengurangi glikosilasi hemoglobin (HbA1c) dan glukosa plasma puasa (FPG)

pada pasien dengan diabetes tipe 2.

B. EFEK SAMPING VILDAGLIPTIN

Efek yang tidak didinginkan yang dilaporkan sangat sedikit, baik sebagai

monoterapi maupun terapi kombinasi. Efek yang paling sering terjadi adalah

nasofaringitis, sakit kepala dan pusing. Efek hipoglikemia sedikit dijumpai baik

sebagai monoterapi maupun terapi kombinasi (Anonim, 2008).

C. FARMAKOKINETIKA VILDAGLIPTIN

Vildagliptin cepat diserap ke dalam darah. Konsentrasi maksimal adalah 1-

2 jam setelah pemberian oral. Bioavailibilitas 85%. Steady stae adalah 70,5 liter.

Vildagliptin dihidrolisa menjadi metabolit yang tidak aktif. Vildagliptin diekskresi

melalui urin (8,5%) dan 15% melalui feses. Waktu parunya dilaporkan 1,68-2,54

jam. Vildagliptin tidak menghambat sitokrom P450, tidak berdampak negatif pada

penderita gangguan hati (Anonim, 2008).

C. MEKANISME KERJA VILDAGLIPTIN SEBAGAI PENGHAMBAT

ENZIM DPP 4 (DIPEPTIDIL PEPTIDASE 4)

Berdasarkan sistem kerja enzim DPP 4, penghambatan DPP 4 akan

meningkatkan kadar GLP 1 dan akan memiliki efek sebagai antihiperglikemik.

Peranan dari penghambat DPP 4 adalah memperbaiki toleransi glukosa,

Page 18: tugas farmol VILDAGLIPTIN

meningkatkan sekresi insulin, menghambat sekresi glukagon, memperlambat

pengosongan lambung, dan memperlambat kejadian diabetes berat.

Tabel 2. Perbandingan efek GLP-1 endogen dan Penghambat DPP-4

Diabetes Tipe 2 Efek GLP-1 endogen Penghambat DPP-4Gangguan sekresi insuin Stimulasi insulin dengan

mekanisme kerja Glucose-dependent (bergantung pada adanya glukosa)

Ya

Hiperglukagonemia Menekan sekresi Glukagon

Ya

Penurunan massa sel beta pankreas

Meningkatkan sintesa pro-insulin (bakal insulin)

Ya

Jumlah kematian (apoptosis) sel beta meningkat

Menghambat apoptosis (kematian) sel beta

Ya

Pengosongan lambung menjadi cepat, menjadi lambat atau normal

Memperlambat pengosongan lambung

Tidak berpengaruh

Asupan energy berlebihan (hiperkalori) / obesitas

Menekan nafsu makan/ Menurunkan berat badan

Tidak berpengaruh terhadap nafsu makan. Berat badan tidak meningkat

Hormon incretin seperti GLP-1 (Glucagon Like Peptide-1) dan GIP

(Glucose -dependent Insulinotropic Polypeptide) yang dilepaskan dari usus,

berperan penting dalam homeostasis glukosa, diperkirakan bahwa incretin adalah

bertanggung jawab atas 50-70% dari pelepasan insulin postprandial. Mekanisme

aksi dari GLP-1 melibatkan aktivasi GPCR jalur adenilat siklase seperti pada

gambar 5.

Hormon incretin GLP-1 yang aktif akan berikatan dengan reseptor Protein

G(GPCR) maka dimulailah proses signaling diawali dengan perubahan

konformasi reseptor yang menyebabkan daerah reseptor aktif terhadap protein Gs.

Selanjutnya subunit Gα akan melepaskan GDP dan akan mengikat GTP (terjadi

pertukaran GDP-GTP). penggantian GDP menjadi GTP akan menyebabkan

perubahan konformasi pada subunit Gα. Subunit Gα yang terikat dengan GTP kan

terdisosiasi dari subunitβγ menjadi subunit yang aktif, yang akan mengaktifkan

adenilat siklase (AC) memproduksi cAMP. cAMP akan mengaktifkan PKA

Page 19: tugas farmol VILDAGLIPTIN

memicu pelepasan kalsium dari reticulum endoplasma sehingga akan terjadi

pelepasan insulin dari intraseluler ke ekstraseluler. Proses ini juga bersinergi

dengan adanya glukosa yang merangsang sekresi insulin. Glukosa dari

ekstraseluler masuk ke dalam sel akan menghambat aktivitas kanal K-ATP yang

dipengaruhi oleh PKA. Namun, mekanisme aksi dari PKA pada kanal K-ATP

tidak sepenuhnya mengerti. Penutupan saluran K-ATP akan menyebabkan

depolarisasi dan meningkatkan Ca2+ masuk ke dalam sel melalui kanal Ca2+.

Sehingga terjadilah pelepasan insulin ke ekstraseluler (Wu, et al, 2009).

Gambar 5. Skema aktivasi GPCR melalui jalur adenilat siklase pada pelepasan

insulin oleh sel ß dan penghambatan DPP 4 oleh Vildagliptin (Wu, et al,

2009)

Karena kondisi fisiologis, GLP-1 dan GIP sangat cepat di non-aktifkan

oleh enzim DPP 4. Akibatnya GLP-1 dan GIP tidak dapat menjalankan fungsinya

dengan baik. Enzim DPP-4 (Dipeptil peptidase 4) akan menginakivasi GLP-1 dan

GIP dengan memotong amino terminal dari  hormon incretin dan memicu

Vildagliptin

Page 20: tugas farmol VILDAGLIPTIN

pembentukan 2 metabolit: GLP-1 (9-36) dan GIP (3-42). Degradasi yang cepat

oleh DPP-4 inilah yang membatasi efek GLP-1 dan GIP terhadap homeostasis

glukosa. Penghambat DPP-4 dapat memperpanjang aktifitas kerja dari GLP-1

endogen karena menghambat kerja dari enzim DPP-4 sehingga GLp-1 dapat

menjalankan fungsinya dengan baik. Penghambat DPP-4 seperti vildagliptin

merupakan golongan OAD baru yang saat ini sangat diperhitungkan sebagai

pilihan Obat Anti Diabetes untuk terapi hiperglikemia (Wu, et al., 2009).

KESIMPULAN

1. Diabetes Militus tipe 2 terjadi karena adanya resistensi insulin, gangguan

sekresi insulin atau adanya disfungsi dari sel beta pankreas.

2. Hormon incretin (GLP-1 dan GIP) berfungsi meningkatkan sekresi insulin

dari sel-sel beta pankreas sebagai respon terhadap peningkatan kadar

glukosa darah yang terjadi setelah makan dan menghambat pelepasan

glukagon dari sel alfa pankreas dalam kondisi hiperglikemia melalui

aktivasi protein G (GPCR) jalur adenilat siklase.

3. Enzim DPP-4 (Dipeptil peptidase 4) dapat menginakivasi GLP-1 dan GIP

sehingga efek GLP-1 dan GIP terhadap homeostasis glukosa terhambat.

4. Penghambat DPP-4 seperti vildagliptin merupakan golongan OAD baru

yang merupakan pilihan terapi hiperglikemia.

Page 21: tugas farmol VILDAGLIPTIN

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008a, Kontrol glikemik dengan inhibitor DPP-4, majalah farmasia, vol

8 No.3, www.majalah-farmacia.com

Anonim, 2008b, Cellular mechanism of insulin resistance [online database]. Available at

www.nature.com.

Aryono, S.M., 2009, Vildagliptin dalam penatalaksanaan DM tipe 2,

www.medicalborneo.com

Ahren Bo, Pacini G, Foley JE, Schweizer A (2005). Improved Meal-Related β-

cell Function and chIkansulin Sensitivity by the Dipeptyl Peptidase-IV

Inhibitor Vildagliptin in Metformin-Treated Patients With Type 2

Diabetes Over 1 Year. Diabetes Care 28:1936-1940

Ahren, B; Holst, J.J, Martenson, H., Balkan, B., 2000, Improved glucose tolerance

and insulin secretion by inhibition of dipeptidyl peptidase IV in mice,

Europan Jurnal of Pharnacology (404), 239-245

Askandar, T., 2008, A Novel OAD with Broadspectrum Theurapeutic Value for

Patients with T2DM (The roles of galvus for patients with T2DM,

MODY, Tx DM, Pre-DM and T1DM). Dalam Naskah Lengkap: Joint

Symposium Surabaya Diabetes Update-XVIII and Metabolic

Cardiovascular Disease Surabaya Update-3. Editor: Askandar Tj, Ari S,

Agung P, Sri M, Soebagijo A, Sony W. Surabaya 13-14 Desember 2008:

Hlm 12-24

Bosi, E., Camisasca RP, Collober C, Rochotte E, Garber AJ, 2007, Effect of

Vildagliptin on Glucose Control Over 24 Weeks in Patients With Type 2

Diabetes Inadequately Controlled With Metformin.Diabetes Care 30:

890-895

Davis, M., Srinivasan B, 2007, Glycaemic Management of Type2 Diabetes.

Medical Progress 34:141-149

Drucker, DJ, 2006, The biology of incretin hormones, Cell Metabolism, 3:153-

165

Page 22: tugas farmol VILDAGLIPTIN

Fonseca V, SchweizerA, Albrecht D, Baron MA, 2007, Addition of vildagliptin

to insulin improves glycemic control in type2 diabetes. Diabetologia 50 :

1148-1155

Gautier JF, Fetita S, Sobngwi E, Martin CS, 2005, Biological Actions of the

Incretins GIP and GLP-1 and Therapeutic Perspectives in Patients with

Type2 Diabetes. Diabetes Metab 31: 233-242

Garber AJ, SchweizerA, Baron MA , Rochotte E, Dejager S, 2006, Vildagliptin

in combination with pioglitazone improves glycaemic control in patients

with type 2 diabetes failing thiazolidinedione monotherapy : a

randomized, placebo-controlled study.Diabetes, Obesity and

metabolism: 1-9

Handoko, T., Suharto, B., 2007, Insulin, Glukagon dan Antidiabetik Oral,

Farmakologi dan Terapi, Edisi 5, Fakultas Kedokteran UI

Khan SE, Hull RL, Utzschneider KM, 2006, Mechanisms linking obesity to

insulin resistance and type 2 diabetes, Nature 444, 840-846

Katzung BG,2000, Basic & Clinical Pharmacology, 7th, Lange Medical

Books/McGraw-Hill, New York, pages 517-529

Ling He Y, Wang Y, Bullock JM, Deacon CF, Holst JJ, Dunning BE, Saylan ML,

Foley JE, 2007, Pharmacodynamics of Vildagliptin in Patients With

Type2 Diabetes During OGTT., J Clin Pharmacol 47:633-641

McKillop, A.M., Duffy, N.A., Lindsay, J.R., O Harte, P.M., Bell, P.M., Flatt,

P.R., 2008, Decreased dipeptidyl peptidase-IV activity and glucagon-like

peptide-1(7-36)amide degradation in type 2 diabetic subjects, Diabetes

Research and Clinical Practice, 79, 79-85

Pi-Sunyer FX, Schweizer A, Mills D, Dejager S, 2007, Efficacy and tolerability of

vildagliptin monotherapy in drug-naive patients with type 2 diabetes.

Diabetes Research and Clinical Practice 76:132-138

Rosentock J, Foley JE, Rendell M, Landin-Olsson M, Holst JJ, Deacon CF,

Rochotte E, Baron MA , 2008, Effects of the Dipeptidyl Peptidase-IV

Inhibitor Vildagliptin on Incretin Hormones,Islet Function,and

Page 23: tugas farmol VILDAGLIPTIN

Postprandial Glycemia in Subjects With Impaired Glucose Tolerance.

Diabetes Care 31:30-35

Schweizer A, Couturier A, Foley JE, Dejager S, 2007, Comparison between

vildagliptin and metformin to sustain reductions in HbA1C over 1 year

in drug-naive patients with type 2 diabetes, Diabetic Medicine 24 :955-

961

Tandra, H., 2008, Segala Sesuatu yang harus Anda ketahui tentang Diabetes, PT

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Wu, J., Chen, Y.,Shi, X., Gu, W., 2009, Dipeptidyl peptidase IV(DPP IV): a novel

emerging target for the treatment of type 2 diabetes, Journal of Nanjing

Medical University, 23(4):228-235