reaksi anafilaksis fixx.doc

21
REAKSI ANAFILAKSIS I. Definisi Reaksi anafilaksis adalah reaksi alergi serius yang terjadi dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian. 1 Reaksi anafilaksis bersifat sistemik dan merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I dengan awitan mendadak serta berlangsung progresif yang berpotensi mengancam jiwa individu dengan manifestasi hipersensitivitas pada mukokutaneus, sistem kardiovaskuler, sistem pernapasan dan gastrointestinal. 2 Reaksi ini diperankan oleh IgE termediasi yang menyebabkan aktivasi sel mast dan pelepasan mediator kimia berupa histamin, leukotrin, TNF dan sitokin lainnya. 3 II. Epidemiologi Berdasarkan studi epidemiologi internasional The American College of Allergy, Atshma and Immunology Epidemiology of Anaphylaxis, insidensi reaksi anafilaksis berada antara 30 sampai 950 kasus per 100.000 orang per tahun. Prevalensi reaksi anafilaksis di Inggris pada tahun 2005 adalah 75,5 per 100.000 orang atau dengan pendekatan 1 dari 1.333 populasinya memiliki riwayat anafilaksis. 4 Data akurat mengenai anafilaksis pada anak sulit ditemukan karena berbagai faktor seperti kurangnya studi pada populasi pediatrik, kurangnya standarisasi 1

Upload: akuro-imaizumi

Post on 20-Nov-2015

62 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

REAKSI ANAFILAKSISI. Definisi Reaksi anafilaksis adalah reaksi alergi serius yang terjadi dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian.1 Reaksi anafilaksis bersifat sistemik dan merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I dengan awitan mendadak serta berlangsung progresif yang berpotensi mengancam jiwa individu dengan manifestasi hipersensitivitas pada mukokutaneus, sistem kardiovaskuler, sistem pernapasan dan gastrointestinal.2 Reaksi ini diperankan oleh IgE termediasi yang menyebabkan aktivasi sel mast dan pelepasan mediator kimia berupa histamin, leukotrin, TNF dan sitokin lainnya.3II. EpidemiologiBerdasarkan studi epidemiologi internasional The American College of Allergy, Atshma and Immunology Epidemiology of Anaphylaxis, insidensi reaksi anafilaksis berada antara 30 sampai 950 kasus per 100.000 orang per tahun. Prevalensi reaksi anafilaksis di Inggris pada tahun 2005 adalah 75,5 per 100.000 orang atau dengan pendekatan 1 dari 1.333 populasinya memiliki riwayat anafilaksis. 4Data akurat mengenai anafilaksis pada anak sulit ditemukan karena berbagai faktor seperti kurangnya studi pada populasi pediatrik, kurangnya standarisasi definisi anafilaksis dari International Classification of Diseases dan kegagalan untuk melaporkan kejadian fatal. Pada tahun 2004, Bohlke et al mengestimasikan insidensi anafilaksis pada anak dan dewasa dengan kejadian 10,5 per 100.000 orang. Laporan pada tahun 2001 mengestimasikan bahwa anafilaksis dapat mengenai 1.2% sampai 16,8% populasi total Amerika Serikat dan 0,002% populasi bisa meninggal akibat anafilaksis. Di Amerika Serikat, mortalitas dari anafilaksis sekitar 1.500 per tahun, dengan mayoritas (1.300) akibat induksi obat (termasuk kontras media radiografi) kemudian diikuti oleh makanan dan akibat sengatan sekitar 100 kematian per tahun. Amerika Serikat memiliki tingkat insidensi anafilaksis tertinggi dibanding negara lainnya karena peningkatan penggunaan olahan kacang dalam makanan dan ekspansi penggunaan sarung tangan latex. Anak dan remaja dengan atopi, seperti asma, eczema, dan rhinitis alergi memiliki risiko tinggi terjadinya anafilaksis. Individu dengan riwayat anafilaksis sebelumnnya juga berisiko tinggi tetapi derajat keparahannya tidak bisa diprediksi. Beberapa studi membuktikan dominansi risiko jenis kelamin laki-laki pada anak. Genetik atau ras tidak menunjukkan bukti risiko reaksi anafilaksis.1III. EtiologiPenyebab spesifik reaksi anafilaksis pada usia yang berbeda bersifat universal. Makanan adalah pemicu yang sering ditemui pada anak, remaja, dan dewasa awal. Sedangkan pada usia dewasa menengah dan lanjut usia sering ditemukan akibat sengatan serangga, obat-obatan, dan idiopatik. 5Penyebab terbanyak reaksi anafilaksis pada anak adalah makanan, obat, sengatan serangga, produk darah, imunoterapi, latex, vaksin, dan kontras media radiografi. Olahraga yang diinduksi dan kasus idiopatik anafilaksis jarang ditemukan pada anak.1 Tabel di bawah ini menunjukkan penyebab reaksi anafilaksis pada anak. (Tabel 1)

Tabel 1. Etiologi Reaksi Anafilaktik1,4,6MakananKacang, telur, susu sapi, buah, ikan, udang, siput

Produk tambahan pada makananPewarna makanan

Antibiotik Penisilin, sefalosporin, ampoterisin, siprofloksasin, vankomisin, sulfonamida

Obat-obatan lainnyaNSAID, ACE, gelatin, protamin, vitamin K, acetazolamide, pethidine, aspirin, obat anestesi lokal, diamorfin, streptokinase

Sengatan serangggaSemut merah, hymenoptera (lebah, tawon)

ImunoterapiEkstrak alergen

Kontras media radiografiIodin, technetium, fluorescein

Vaksin Tetanus, measles, mumps, influenza

Produk darah, latex, udara dingin, pollen, debu, obat kemoterapi, exercise

IV. PatofisiologiMekanisme anafilaksis melalui beberapa fase dan memerlukan riwayat sensitisasi atau pajanan dengan antigen yang spesifik sehingga terjadi produksi imunoglobulin (Ig) E oleh sel plasma dalam limfonodus dan enhancement oleh sel T helper. Kemudian antibodi IgE berikatan dengan reseptor membran sel mast pada jaringan ikat dan sel-sel basofil.7 Karakteristik penting alergen penyebab reaksi anafilaksis adalah alergen yang memberikan pajanan berulang kali dan tidak seperti mikroba, reaksi ini tidak menstimulasi innate immunity yang akan mengaktivasi makrofag dan sekresi sitokin IL-12, IL-18 dari induksi TH1.8 Pada pajanan ulang, antigen tersebut terikat dengan antibodi IgE yang berada dekatnya atau berikatan silang dengan reseptor IgE sehingga mengaktifkan serangkaian reaksi seluler yang memicu degranulasi sel mast. Melalui proses degranulasi, dilepaskan mediator kimia, seperti histamin eosinophil chemotactic factor of anaphylaxis (ECF-A), dan platelet-activating factor dari sel-sel mast.8

Gambar 1. Sekuensi reaksi hipersensitivitas tipe I (reaksi cepat)8Pada saat yang sama, dua mediator kimia lain, yaitu bradikinin dan leukotrin, menyebabkan kolaps vaskuler dengan menstimulasi kontraksi kelompok otot polos tertentu dan meningkatkan permeabilitas vaskuler. Substansi ini, bersama mediator kimia yang lain, menimbulkan vasodilatasi, kontraksi otot polos, peningkatan permeabilitas kapiler dan produksi mukus. Pelepasan yang terus-menerus bersama penyebaran mediator ini ke seluruh tubuh melalui sel-sel basofil di dalam peredaran darah akan memicu respon sistemik. Demikian pula, peningkatan permeabilitas vaskuler menyebabkan penurunan resistensi perifer dan perembesan plasma dari peredaran darah ke dalam jaringan ekstravaskuler. Penurunan volume darah sebagai konsekuensinya akan menimbulkan hipotensi, syok hipovolemik, dan disfungsi jantung.8

Beberapa tahap terjadi pada reaksi anafilaksis, yaitu sebagai berikut:71. Respons terhadap antigen

Imunoglobulin (Ig) M dan IgG mengenali antigen sebagai substansi asing dan melekat pada antigen tersebut. Penghancuran antigen oleh rangkaian komplemen mulai terjadi, tetapi belum selesai, bisa karena jumlah katalisator protein tidak mencukupi atau karena antigen itu sendiri menghambat enzim komplemen tertentu. Pasien pada stadium ini tidak menunjukkan tanda dan gejala.

2. Pelepasan mediator kimia

Keberadaan antigen yang terus berlanjut mengaktifkan IgE pada sel-sel basofil. IgE yang sudah diaktifkan meningkatkan pelepasan mediator, yang meliputi histamin, serotonin, dan leukotrin. Pelepasan bistamin yang mendadak menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler. Pasien mulai menunjukkan tanda dan gejala yang meliputi kongesti nasal yang mendadak, rasa gatal, serta mata berair, kemerahan pada wajah, perspirasi (berkeringat), kelemahan, dan rasa cemas.

3. Intensifikasi respons

IgE yang sudah diaktifkan juga menstimulasi sel-sel mast di dalam jaringan ikat di sepanjang dinding venula untuk melepaskan lebih banyak lagi histamin dan faktor ECF-A. substansi ini menimbulkan lesi disrupif yang melemahkan venula. Kini timbul gejala kulit yang berwarna merah dan gatal, bilur-bilur serta pembengkakan, dan tanda serta gejala bertambah berat. 4. Distress

Pada paru-paru, histamin menyebabkan sel-sel endotel pecah dan jaringan endotel terlepas dari jaringan di sekitarnya. Cairan merembes ke dalam alveoli paru dan leukotrin mencegah ekspansi alveoli sehingga mengurangi kelenturan paru. Takipnea, stridor, penggunaan otot-otot asesorius pernapasan, dan sianosis menandai distress pernapasan. Tanda dan gejala neurologi yang diakibatkan meliputi perubahan pada tingkat kesadaran, ansietas berat, dan kemungkinan kejang.

5. Deteriosasi

Sementara itu, basofil dan sel-sel mast mulai melepaskan prostaglandin dan bradikinin bersama histamin dan serotonin. Substansi ini meningkatkan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi kebocoran cairan dari pembuluh darah. Syok, konfusi, kulit yang dingin dan pucat, edema yang menyeluruh, takikardi, dan hipotensi menandai kolaps vaskuler yang berlangsung cepat.

6. Kegagalan mekanisme kompensasi

Kerusakan pada sel-sel endotel menyebabkan basofil dan sel-sel mast melepaskan heparin. Substansi tambahan juga dilepaskan untuk menetralkan mediator lain. Eosinofil melepaskan arilsulfatase B untuk menetralkan leukotrin, fosfolipase D untuk menetralkan heparin, dan siklik adenosin monofosfat serta prostaglandin E1 dan E2 untuk meningkatkan laju metabolik. Namun, kejadian ini tidak dapat mengembalikan kondisi ke keadaan sebelum anafilaksis. Akhirnya terjadi perdarahan, koagulasi intravaskuler diseminata, dan cardiopulmonary arrest.

Gambar 2. Reaksi cepat terhadap vaskuler dan otot polos setelah terpajan alergen (individu yang sudah tersensitisasi) 8Perubahan awal vaskuler pada hipersensitivitas reaksi cepat adalah timbulnya bengkak dan kemerahan disebut sebagai wheal and flare reaction di intradermal akibat injeksi alergen sekitar 5 sampai 10 menit setelah pengenalan antigen dan biasanya kurang dari satu jam. Hal ini terjadi karena dilatasi pembuluh darah dan bocoran plasma dari venula. Timbulnya wheal and flare reaction bergantung pada IgE dan sel Mast.

Gambar 3. Respons stimulasi antigen dan pelepasan mediator sel mast menyebabkan pembuluh darah lokal dilatasi dan terjadi kebocoran makromolekul serta cairan menimbulkan penampakan wheal dan dilatasi pembuluh darah di tepinya menimbulkan penampakan flare. 8Reaksi anafilaksis pada anak bisa terjadi reaksi lambat yang berkembang dalam 72 jam setelah reaksi awal. Pada tahun 2005, dilakukan penelitian oleh Lieberman selama 35 tahun terakhir untuk meneliti reaksi bifasik. Diperoleh kejadian reaksi bifasik mulai dari 1% sampai 20% dari semua reaksi anafilaksis. Kegagalan untuk mengelola dosis epinefrin dapat meningkatkan risiko reaksi bifasik.1V. Tanda dan Gejala KlinisReaksi anafilaksis sering memberikan manifestasi pada kulit, pernapasan, kardiovaskuler, dan sistem gastrointestinal. Sebagian besar pada pasien dewasa memberikan kombinasi gejala urtikaria, pruritus, eritema atau angioedema. Sedangkan pada pasien anak, banyak memberikan manifestasi klinis pada sistem pernapasan dan mukokutaneus.9 Gejala klinik dapat segera timbul setelah tubuh berkontak dengan antigen sampai 1-2 jam kemudian. Makin cepat timbulnya gejala klinik makin hebat reaksinya. Reaksi anafilaktik mengenai multiorgan seperti pada tabel di bawah ini. (Tabel 2) Tabel 2. Tanda dan gejala klinis reaksi anafilaksis1,9Sistem Tanda dan Gejala

KulitPruritus, eritema, urtikaria, atau angioedema, morbiliform rash, ereksi pilor

Saluran pernapasan bagian atasBersin, rinore, hidung tersumbat, suara serak, stridor, edema orofaring/laring, edema uvula, bibir/lidah bengkak

Saluran pernapasan bagian bawahSesak, batuk, rasa sakit di dada, bronchospasme, takipneu, respiratory arrest

KardiovaskulerTakikardi, bradikardi (jarang), aritmia jantung, nyeri dada, hipotensi, inkontinensia urin atau alvi, cardiac arrest

Saluran pencernaanMual, muntah, sakit perut, diare

Mata Gatal, merah, berair

SSPLemah, letargi, gelisah, penurunan kesadaran, somnolen, aura doom, rewel (gelisah pada infant dan anak)

LainnyaRasa atau bau metalik di mulut, kram dan perdarahan akibat kontraksi uterus pada wanita, low back pain

VI. Pemeriksaan LaboratoriumPemeriksaan laboratorium tidak dianjurkan dalam manajemen reaksi anafilaksis akut atau kasus emergensi. Jika kesulitan dalam mendiagnosis anafilaksis, pemeriksaan darah untuk menguji kadar tryptase atau histamin akan sangat membantu dalam mendiagnosis anafilaksis.5 Sampel darah dapat diambil dengan optimal untuk mengukur kadar tryptase pada 15 menit sampai 3 jam setelah onset gejala dan kadar histamin pada 15 sampai 60 menit setelah onset gejala.1 Namun, pemeriksaan ini tidak akan bermanfaat apabila penyebabnya adalah makanan atau bila tekanan darah tetap normal, dan pemeriksaan tersebut tidak dapat menyingkirkan diagnosis anafilaksis.5VII. Diagnosis Reaksi anafilaksis didiagnosis berdasarkan gejala klinis. Bila muncul salah satu dari tiga gejala di bawah ini dalam waktu beberapa menit/jam setelah seseorang terpapar suatu alergen, kemungkinan besar orang tersebut mengalami reaksi anafilaksis.10

1. Onset akut (beberapa menit sampai jam) dengan manifestasi pada kulit, jaringan mukosa, atau keduanya (pruritus, kemerahan, atau bengkak pada bibir, lidah dan uvula), dan ditambah sekurang-kurangnya satu dari:

a. Kompensasi respirasi (dipsneu, bronchospasme, mengik, stridor, hipoksemia)

b. Penurunan tekanan darah atau disfungsi organ (hipotoni, syncope, inkontinensia

2. Dua atau lebih dari gejala setelah terpajan alergen (beberapa menit sampai jam):

a. Keterlibatan manifestasi pada kulit dan jaringan mukosa keduanya (pruritus, kemerahan, atau bengkak pada bibir, lidah dan uvula)

b. Kompensasi respirasi (dipsneu, bronchospasme, mengik, stridor, hipoksemia)

c. Penurunan tekanan darah atau disfungsi organ (hipotoni, syncope, inkontinensia

d. Manifestasi gastrointestinal persisten (nyeri perut, muntah)

3. Penurunan tekanan darah setelah terpajan alergen (beberapa menit sampai jam)

a. Bayi dan anak; tekanan darah sistolik rendah (low BP pada anak: