laporan tugas besar

63
Laporan Tugas Besar Jalan Raya 1 2011 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pekerjaan jalan raya bukanlah hal yang dapat dianggap mudah dalam pekerjaan ketekniksipilan. Sebelum dapat melaksanakan pekerjaan tersebut kita dituntut terlebih dahulu untuk mengerti kaidah – kaidah yang mendasari pengerjaannya. Terdapat banyak peraturan yang harus dipatuhi. Selain itu, seorang teknik sipil juga harus mengerti dan memahami dasar – dasar yang digunakan dalam pekerjaan jalan raya agar tidak terjadi kesalahan dalam menghitung dan mendisainnya karena dapat menimbulkan kesalahan yang fatal ketika dilakukan pelaksanaan di lapangan. Oleh karena itu sebelum melakukan pekerjaan yang nyata maka setiap surveyor dan pekerja harus lebih dahulu membaca literature mengenai geometric jalan raya agar pekerjaannya benar. 1.2 Maksud dan Tujuan Adapun maksud dan tujuan utama dibuatnya laporan ini adalah sebagai suatu laporan pengerjaan tugas terstruktur yang menjadi syarat kelulusan mata kuliah teknik jalan raya 1. Namun selain itu laporan ini juga dapat menjadi informasi bagi para pembaca yang hendak mempelajari tata cara perhitungan geometric jalan raya melalui kajian teori dan perhitungan yang penulis paparkan. 1.3 Sistematika Penulisan Shanti Kurnia 0707646

Upload: shakurcuren

Post on 28-Jun-2015

1.361 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Tugas Besar

Laporan Tugas Besar Jalan Raya 1 2011

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pekerjaan jalan raya bukanlah hal yang dapat dianggap mudah dalam pekerjaan

ketekniksipilan. Sebelum dapat melaksanakan pekerjaan tersebut kita dituntut terlebih

dahulu untuk mengerti kaidah – kaidah yang mendasari pengerjaannya. Terdapat banyak

peraturan yang harus dipatuhi. Selain itu, seorang teknik sipil juga harus mengerti dan

memahami dasar – dasar yang digunakan dalam pekerjaan jalan raya agar tidak terjadi

kesalahan dalam menghitung dan mendisainnya karena dapat menimbulkan kesalahan

yang fatal ketika dilakukan pelaksanaan di lapangan. Oleh karena itu sebelum melakukan

pekerjaan yang nyata maka setiap surveyor dan pekerja harus lebih dahulu membaca

literature mengenai geometric jalan raya agar pekerjaannya benar.

1.2 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan utama dibuatnya laporan ini adalah sebagai suatu

laporan pengerjaan tugas terstruktur yang menjadi syarat kelulusan mata kuliah teknik

jalan raya 1. Namun selain itu laporan ini juga dapat menjadi informasi bagi para

pembaca yang hendak mempelajari tata cara perhitungan geometric jalan raya melalui

kajian teori dan perhitungan yang penulis paparkan.

1.3 Sistematika Penulisan

Bab I pendahuluan memuat latar belakang pembuatan makalah, maksud dan

tujuan yang diharapkan dari pembuatan makalah ini, metode penulisan makalah dan

sistematika dalam makalah yang dibuat.

Bab II landasan teori memuat teori – teori yang menjadi dasar pemikiran penulis

dalam menganalis masalah yang terjadi dan mencari cara pemecahannya.

Bab III perhitungan yang memuat tata cara dan contoh perhitungan pada

pengerjaan tugas geometric jalan raya.

Bab IV kesimpulan memuat simpulan akhir dari laporan ini.

Shanti Kurnia 0707646

Page 2: Laporan Tugas Besar

Laporan Tugas Besar Jalan Raya 1 2011

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pendahuluan

Jalan raya merupakan suatu prasarana yang sangat bermanfaat bagi manusia untuk

melakukan mobilisasi dalam berbagai aspek. Berbagai hal yang berhubungan dengan

jalan raya akan sangat mempengaruhi kehidupan manusia terutama di daerah-daerah

dengan tingkat mobilisasi yang sangat tinggi. Oleh karena itu perihal jalan raya harus

diperhatikan oleh seluruh elemen masyarakat guna menjaga jalan raya agar berfungsi

dengan optimal.

2.2 Sejarah Perkembangan Jalan Raya di Indonesia

Pada awalnya jalan hanya berupa jejak manusia yang mencari kebutuhan

hidup. Setelah manusia mulai hidup berkelompok jejak-jejak berubah menjadi jalan

setapak yang masih belum beebentuk jalan yang rata. Dengan dipergunakan alat

transportasi seperti heman, kereta, atau yang lainnya, mulai dibuat jalan yang rata.

1) Pada Masa Kerajaan Tarumanegara

Indonesia pada perkembangan jalan rayanya dimulai sejak jaman kerajaan

Tarumanegara mulai th 400- 1519 M. Pada masa itu jalan dibuat untuk menunjang

kegiatan perdagangan yaitu untuk mengangkut barang dagangan dan mengangkut

bahan-bahan untuk pembuatan candi sebagai sarana ibadah.

2) Jaman Penjajahan Belanda

Sejarah perkembangan jalan di Indonesia adalah pembangunan jalan Daendles

pada zaman penjajahan Belanda, yang dibangun dari Anyer di Banten sampai

Panarukan di Banyuwangi Jawa Timur, yang diperkirakan 1000 km. Pembangunan

tersebut dilakukan dengan kerja paksa pada akhir abad 18. Tujuan pembangunan pada

saat itu terutama untuk kepentingan strategi dan dimasa tanam paksa untuk

memudahkan pengangkutan hasil bumi.

Jalan Daendles tersebut belum direncanakan secara teknik baik geometris

maupun perkerasannya. Konstruksi perkerasan jalan berkembang pesat pada jaman

keemasan Romawi.

Shanti Kurnia 0707646

Page 3: Laporan Tugas Besar

Laporan Tugas Besar Jalan Raya 1 2011

3) Pada tahun 1756 - 1836

Konstruksi berikutnya oleh John Loudon Mc Adam (1756-1836). Konstruksi

jalan yang di Indonesia dikenal dengan jalan Makadam itu lahir berkat semangat

membuat banyak jalan dengan biaya murah. Jalan tersebut berupa batu pecah yang

diatur padat dan ditimbun dengan kerikil. Jalan Makadam sangat praktis, batu pecah

digelar tidak perlu disusun satu per satu dan saling mengunci sebagai satu kesatuan.

4) Pada Tahun 1970 – 1980

Pada awal tahun 1970 konstruksi perkerasan dengan menggunakan semen atau

‘concrete pavement’ mulai dipergunakan secara besar-besaran yaitu pada

pembangunan jalan tol Prof. Soediyatmo.

Pada tahun 1975 konstruksi perkerasan jalan mulai berkembang menggunakan

aspal panas (hot mix) kemudian disusul dengan jenis yang lain seperti aspal beton

(AC).

5) Pada tahun 1980-1990

Pada tahu 1980-an diperkenalkan perkerasan jalan dengan aspal emulsi dan

butas, tetapi dalam pelaksanaan atau pemakaian aspal butas terdapat permasalahan

dalam hal variasi kadar aspalnya yang kemudian disempurnakan pada tahu 1990

dengan teknologi beton mastik.

Pada tahun 1984 – 1989 dalam Repelita III pembangunan di bidang jalan

diutamakan dengan peningkatan jaringan jalan yang meluas keseluruh daerah sesuai

dengan pertumbuhan lain. Panjang jaringan jalan pada akhir Repelita III adalah

119.500 km, terdiri dari jalan Negara sepanjang 11.812 km, jalan Propinsi sepanjang

34.180 km, dan jalan Kabupaten sepanjang 73.508 km. Sebagian besar dari jaringan

jalan tersebut sudah dalam keadaan baik dan beraspal terutama jalan Negara dan jalan

Propinsi, walupun demikian masih terdapat jalan-jalan berkerikil dan jalan tanah

terutama jalan Kabupaten. Keadaan permukaan jalan Negara adalah sebagai berikut :

yang beraspal mencapai 75 %, yang berkerikil 23 %, dan jalan tanah 2 %. Jalan

Propinsi yang beraspal adalah 55 %, yang berkerikil 23 % dan jalan tanah 22 %. Jalan

Kabupaten yang beraspal 33 %, yang berkerikil 28 % dan jalan tanah 39 %.

Pada tahun 1987 Ir. Tjokorda Raka Sukawati memberikan gagasan dalam

pembangunan jalan layang antara Cawang sampai Tanjung Priok dengan

Shanti Kurnia 0707646

Page 4: Laporan Tugas Besar

Laporan Tugas Besar Jalan Raya 1 2011

menggunakan teknologi Sosrobahu. Alasan penggunaan teknologi tersebut adalah

karena posisi jalan layang berada ditengah kepadatan jalan raya kota Jakarta sehingga

bila dilakukan pengecoran dengan cara konvensional maka dapat menyumbat lalu

lintas jalan raya. Dengan menggunakan teknologi Sosrobahu ternyata kendala tersebut

bisa dihindari. Teknologi Sosrobahu akhirnya mendapat hak paten dari pemerintah

Jepang, Malaysia, Filipina dan dari Indonesia yaitu oleh Dirjen Hak Cipta Paten dan

Merek. Bahkan teknologi tersebut juga diakui dan digunakan oleh insinyur Amerika

Serikat dalam membangun jembatan di Seattle.

6) Pada awal abad ke-20

Pada awal abad ke-20 pada saat kendaraan bermotor mulai banyak dimiliki

masyarakat, timbul pemikiran untuk membangun jalan raya yang lebih nyaman dan

aman. Kendaraan dengan mesin yang dapat melaju lebih kencang dapat memberikan

guncangan yang lebih keras dan ini sangat tidak nyaman bagi para pengendara saat

berjalan pada jalan raya yang ada, hal ini yang kemudian melahirkan metode

perkerasan baru. Di Barat, konstruksi jalan raya telah dikaji secara mendalam dimana

mereka mulai memperhatikan seperti :

1) Perhitungan tebal perkerasan;

2) Konstruksi perkkerasan dan lapisan penutup;

3) Perencanaan geometris.

Teknologi ini segera menyebar keseluruh dunia bersamaan dengan penjajahan

dan kolonialisme yang terjadi di sebagian besar wilayah dunia, termasuk Indonesia di

bawah penjajahan Belanda. Bentuk konstruksi perkerasan jalan raya yang lazim

bahkan hingga saat ini adalah seperti gambar di bawah ini:

2.3 Istilah – Istilah Dalam Jalan Raya

1. Jalan Perkotaan

Jalan perkotaan adalah jalan di daerah perkotaan yang mempunyai perkembangan

secara permanen dan menerus sepanjang seluruh atau hamper seluruh jalan, minimum

pada satu sisi jalan, apakah berupa perkembangan lahan atau bukan; jalan di atau

dekat pusat perkotaan dengan penduduk lebih dari 100.000 jiwa selalu digolongkan

dalam kelompok ini, jalan di daerah perkotaan dengan penduduk kurang dari 100.000

Shanti Kurnia 0707646

Page 5: Laporan Tugas Besar

Laporan Tugas Besar Jalan Raya 1 2011

jiwa juga digolongkan dalam kelompok ini, jika mempunyai perkembangan samping

jalan yang permanen dan menerus. (MKJI, Tahun 1997).

2. Jalan Arteri

Jalan arteri adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri – ciri

perjalanan jarak jauh, kecepatan rata –rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi

secara efisien. ( Undang – Undang RI No. 13 Tahun 1980)

3. Jalan Kolektor

Jalan kolektor adalah jalan yang melayani angkutan pengumpulan/pembagian

dengan ciri – ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata – rata yang sedang dan

jumlah jalan masuk dibatasi. (Undang – Undang RI No. 13 Tahun 1980)

4. Jalan Lokal

Jalan local adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri – ciri

perjalanan jarak dekat, kecepatan rata – rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak

dibatasi. (Undang – Undang RI No. 13 Tahun 1980)

5. Jalan Arteri Primer

Jalan arteri primer adalah jalan yang menghubungkan secara efisien antara pusat

kegiatan nasional atau antar pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wilayah.

6. Jalan Kolektor Primer

Jalan kolektor primer adalah jalan yang menghubungkan secara efisien atar pusat

kegiatan wilayah atau menghubungkan antar pusat kegiatan wilayah dengan pusat

kegiatan lokal.

7. Jalan Arteri Sekunder

Jalan arteri sekunder adalah jalan yang menghubungkan kawasan primer dengan

kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekumder kesatu dengan

kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan

kawasan sekunder kedua.

8. Jalan Kolektor Sekunder

Jalan kolektor sekunder adalah jalan yang menghubungkan kawasan sekunder

kedua dengan kawasan sekunder kedua atau menghubungkan kawasan sekunder

kedua dengan kawasan sekunder ketiga.

9. Jalan Lokal Sekunder

Jalan lokal sekunder adalah jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kesatu

dengan perumahan, menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan perumahan,

kawasan sekunder ketiga dengan dan seterusnya sampai ke perumahan.

Shanti Kurnia 0707646

Page 6: Laporan Tugas Besar

Laporan Tugas Besar Jalan Raya 1 2011

10. Alinyement Horisontal

Alinyement horizontal adalah proyeksi garis sumbu jalan terhadap bidang

horizontal.

11. Alinyement Vertikal

Alinyement horizontal adalah proyeksi garis sumbu jalan terhadap bidang vertical

yang melalui sumbu jalan.

12. Jarak Pandang ( S )

Jarak pandang adalah jarak disepanjang tengah – tengah suatu jalur jalan dari mata

pengemudi ke suatu titik di muka pada garis yang dapat dilihat oleh pengemudi.

13. Jarak Pandang Menyiap ( Sp )

Jarak pandang menyiap adalah jarak pandangan pengemudi ke depan yang

dibutuhkan untuk dengan aman melakukan gerakan mendahului dalam keadaan

normal, didefinisikan sebagai karal pandangan minimum yang diperlukan sejak

pengemudi memutuskan untuk menyusul, kemudian melakukan pergerakan

penyusulan dan kembali ke lajur semula, Sp diukur berdasarkan anggapan bahwa

tinggi mata pengemudi adalah 108 cm dan tinggi halangan adalah 108 cm diukur dari

permukaan jalan. (AASHTO, 2001)

14. Jarak Pandang Henti ( Ss )

Jarak pandang henti adalah jarak pandangan pengemudi ke depan untuk berhenti

dengan aman dan waspada dalam keadaan biasa, didefinisikan sebagai jarak

pandangan minimum yang diperlukan oleh seorang pengemudi untuk menghentikan

kendaraannya dengan aman begitu melihat adanya halangan didepannya, Ss diukur

berdasarkan anggapan bahwa tinggi mata pengemudi adalah 108 cm dan tinggi

halangan adalah 60 cm diukur dari permukaan jalan. (AASHTO, 2001)

15. Panjang Lengkung Peralihan ( Ls )

Panjang lengkung peralihan adalah panjang jalan yang dibutuhkan untuk

mencapai perubahan dari bagian lurus ke bagian lingkaran dari tikungan ( kemiringan

melintang dari kemiringan normal sampai dengan kemiringan penuh).

16. Lengkung Horisontal

Lengkung horizontal adalah bagian jalan yang menikung dengan radius yang

terbatas.

17. Lengkung Vertikal

Lengkung vertical adalah bagian jalan yang melengkung dalam arah vertical yang

menghubungkan dua segmen jalan dengan kelandaian berbeda.

Shanti Kurnia 0707646

Page 7: Laporan Tugas Besar

Laporan Tugas Besar Jalan Raya 1 2011

18. Lengkung Peralihan

Lengkung peralihan adalah lengkung yang disisipkan diantara bagian jalan yang

lurus dan bagian jalan yang melengkung berjari – jari tetap R, dimana bentuk

lengkung peralihan merupakan clothoide.

19. Superelevasi

Superelevasi adalah kemiringan melintang permukaan jalan khusus ditikungan

yang berfungsi untuk mengimbangi gaya sentrifugal.

20. Kecepatan Rencana

Kecepatan rencana adalah kecepatan yang dipilih untuk mengikat komponen

perencanaan geometri jalan dinyatakan dalam kilometer per jam ( km/h ).

21. Waktu Reaksi

Waktu reaksi adalah waktu yang diperlukan oleh seorang pengemudi sejak dia

melihat halangan di depannya, membuat keputusan dan sampai dengan saat akan

memulai reaksi.

22. Ekivalen Mobil Penumpang ( emp )

Ekivalen mobil penumpang adalah factor yang menunjukkan pengaruh berbagai

type kendaraan dibandingkan kendaraan ringan terhadap kecepatan, kemudahan

bermanufer, dimensi kendaraan ringan dalam arus lalu lintas (untuk mobil penumpang

dan kendaraan ringan yang sisanya mirip; emp = 1,0). (MKJI, Tahun 1997)

23. Mobil penumpang

Mobil penumpang adalah setiap kendaraan bermotor beroda empat atau lebih yang

dilengkapi sebanyak – banyaknya delapan tempat duduk tidak termasuk tempat duduk

pengmudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi.

24. Badan Jalan

Badan jalan adalah bagian jalan yang meliputi jalur lalu lintas, dengan atau tanpa

jalur pemisah, dan bahu jalan.

25. Bahu Jalan

Bahu jalan adalah bagian daerah manfaat jalan yang berdampingan dengan jalur

lalu lintas untuk menampung kendaraan yang berhenti, keperluan darurat, dan untuk

pendukung samping bagi lapis pondasi bawah, pondasi atas dan permukaan.

26. Kereb

Kereb adalah bangunan pelengkap jalan yang dipasang sebagai pembatas jalur lalu

lintas dengan bagian jalan lainnya dan berfungsi juga sebagai penghalang/pencegah

Shanti Kurnia 0707646

Page 8: Laporan Tugas Besar

Laporan Tugas Besar Jalan Raya 1 2011

kendaraan keluar dari jalur lalu lintas; pengaman terhadap pejalan kaki, mempertegas

tepi perkerasan jalan dan estetika.

27. Jalur

Jalur adalah bagian jalan yang dipergunakan untuk lalu lintas.

28. Lajur

Lajur adalah bagian lajur yang memanjang, dengan atau tanpa marka jalan, yang

memiliki lebar cukup untuk satu kendaraan bermotor sedang berjalan, selain sepeda

motor.

29. Jalur Lalu Lintas Untuk Kendaraan

Jalur lalu lintas untuk kendaraan adalah bagian jalur jalan yang direncanakan

khusus untuk lintasan kendaraan bermotor.

30. Jalur Lalu Lintas Untuk Pejalan Kaki

Jalur lalu lintas untuk pejalan kaki adalah bagian jalur jalan yang direncanakan

khusus untuk pejalan kaki.

31. Jalur Hijau

Jalur hijau adalah bagian dari jalan yang disediakan untuk penataan tanaman

( pohon, perdu, atau rumput ) yang ditempatkan menerus berdampingan dengan

trotoar atau dengan jalur sepeda atau dengan bahu jalan atau pada pemisah jalur

( median jalan ).

32. Jalur Tepian

Jalur tepian adalah bagian dari median yang ditinggikan atau separator yang

berfungsi memberikan ruang bebas bagi kendaraan yang berjalan pada jalur lalu

lintasnya.

33. Trotoar

Trotoar adalah jalur lalu lintas untuk pejalan kaki yang umumnya sejajar dengan

sumbu jalan dan lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan ( untuk menjamin

keselamatan pejalan kaki yang bersangkutan).

34. Median Jalan

Median jalan adalah bagian dari jalan yang tidak dapat dilalui oleh kendaraan

dengan bentuk memanjang sejajar jalan, terletak di sumbu/tengah jalan, dimaksudkan

untuk memisahkan arus lalu lintas yang berlawanan. Median dapat berbentuk median

yang ditinggikan ( raised ), median yang diturunkan ( depressed ) atau mebian datar (

flush ).

Shanti Kurnia 0707646

Page 9: Laporan Tugas Besar

Laporan Tugas Besar Jalan Raya 1 2011

35. Damaja

Damaja merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi dan

kedalaman ruang bebas tertentu, dimana ruang tersebut meliputi seluruh badan jalan,

saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang pengaman, timbunan dan galian, gorong –

gorong, perlengkapan jalan dan bangunan pelengkap lainnya. ( Peraturan Pemerintah

RI No. 26 Tahun 1985)

36. Damija

Damija merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi

tertentu yang diperuntukkan bagi daerah manfaat jalan dan pelebaran maupun

penambahan jalur lalu lintas di kemudian hari, serta kebutuhan ruangan untuk

pengamanan jalan. ( Peraturan Pemerintah RI No. 26 Tahun 1985)

37. Dawasja

Dawasja adalah lajur lahan di luar damija yang berada di bawah pengawasan

penguasa jalan, ditujukan untuk penjagaan terhadap terhalangnya pandangan bebas

pengemudi dan untuk konstruksi jalan, dalam hal ruang daerah milik jalan tidak

mencukupi. (Peraturan Pemerintah RI No. 26 Tahun 1985)

2.4 Penampang Melintang (Cross Section)

Penampang melintang (cross section) pada suatu jalan raya diartikan sebagai

suatu potongan irisan dari bagian badan jalan tegak lurus terhadap garis dumbu jalan.

Irisan melintang badan jalan raya tersebut dimaksudkan untuk menunjukan bentuk,

serta susunan bagian-bagian beserta kelengkapan suatu jalan. Pada umumnya

kelengkapan bagian-bagian suatu jalan raya terdiri dari lajur lalu lintas; bahu jalan;

saluran samping (drainase); kemiringan lereng (talud); median; trotoir; kereb;

pengaman tepi dan lajur daerah milik jalan (DMJ).

Pada setiap jalan raya, bentuk, susunan dan kelengkapan bagian-bagian jalan

tidak selalu sama. Hal tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan fungsi pelayanan

dari jalan bersangkutan, serta adanya perbedaan keadaan topografi dan kondisi

lingkungan daerah setempat. Pada umumnya bentuk dan kelengkapan susunan bagian

suatu jalan sangat dipengaruhi oleh keadaan topografi, serta ketentuan klasifikasi dan

spesifikasi jalan yang bersangkutan, antara lain ditentukan oleh tingkat pelayanan dan

kebutuhan lalu lintas pada daerah tersebut.

Shanti Kurnia 0707646

Page 10: Laporan Tugas Besar

Laporan Tugas Besar Jalan Raya 1 2011

1. Lajur Lalu Lintas

Lajur lalu lintas merupakan bagian terpenting dari suatu jalan raya, yaitu

berfungsi secara langsung untuk melayani keperluan lalu lintas. Lajur lalu lintas ini

merupakan bagian dari lebar manfaat jalan, yang pada umumnya diperkeras dengan

mempergunakan bahan lapisan tertentu agar mampu memikul beban muatan lalu

lintas yang lewat diatasnya. Bagian ini lazim disebut dengan “ jalan aspal atau lapisan

perkerasan jalan raya “.

Lajur lalu lintas dapat terdiri dari jalur satu arah (oneway traffic) dan jalur lalu

lintas dua arah (twoway traffic). Jalur lalu lintas satu arah adalah jalur lalu lintas yang

diperuntukan hanya melayani keperluan arus lalu lintas untuk arah pergi atau

sebaliknya untuk arah pulang. Sedangkan lalu lintas dua arah dapat dipergunakan

untuk melayani arus lalu lintas arah pulang dan pergi. Lalu lintas searah banyak

terdapat pada jalan-jalan utama, jalan arteri, dan pada jalan bebas hambatan dengan

kecepatan kendaraan yang rata-rata tinggi, sehingga jalur lalu lintas arah pergi dan

arah pulang perlu dipisahkan oleh median.

Pada hampir semua situasi, jumlah lajur pada pada sebuah ruas jalan baru

ditentukan berdasarkan perkiraan lalu lintas selama tahun rencana serta kapasitan

jalan raya, jalan, atau lajur sesuai dengan tingkat pelayanan yang dikehendaki. Empat

lajur untuk satu arah pada jalan tunggak adaah patokan maksimum yang diterima

secara umum. Tetapi, AASHTO juga memberikan sebuah kemungkinan terdapatnya

16 jalur pada jalan dua arah terpisah. Pembagian lajurnya adalah masing-masing

terdiri dari 4 lajur untuk tiap arah yang membentuk “ jalan bebas hambatan-dalam “

(inner freeway) dan 4 lajur tambahan msing-masing arah yang terletak dibagian luar

sebagai “ jalan beban hambatan-luar “ (outer freeway). Dalam beberapa hal, “ lajur

yang dapat dibalik ” (reversible lines) diterapkan pada lajur bagian dalam pada jalan

bebas hambatan yang dilalui lalu lintas yang sangat tidak seimbang pada pagi dan

malam hari. Lajur khusus untuk bis sering juga dibangun. Di daerah pegunungan,

kebutuhan akan lajur menanjak sehingga lokasinya untuk kendaraan yang bergerak

lambat dapat diketahui berdasarkan data pada simpangan susun (interchange) atau

persimpangan jalan (intersection), sebaiknya tidak terdapat perubahan jumlah jalaur).

2. Bahu Jalan

Bahu jalan atau disebut juga tepian jalan adalah suatu jalur yang terletak

berdampingan sejajar dengan jalur lalu lintas, atau bagian jalan yang terletak diantara

jalur lalu lintas dengan saluran tepi atau dengan parit dengan pembatas jalan atau

Shanti Kurnia 0707646

Page 11: Laporan Tugas Besar

Laporan Tugas Besar Jalan Raya 1 2011

dengan kemiringan lereng tepi (talud jalan). Bahu jalan tersebut dibuat dengan

maksud untuk menyediakan tempat bagi kendaraan yang akan berhenti sementara,

baik yang disebabkan oleh kelelahan dalam perjalanan maupun untuk perbaikan

kendaraan atau tujuan lain.

Bahu jalan raya diluar kota memiliki lebar 2, 3, atau 4 ft dan biasanya tidak

dilapisi perkerasan. Kadang-kadang bahu jalan dilapisi batu kerikil atau meterial lain

yang sejenis agar tahan menerima beban kendaraan yang berhenti lama diatasnya.

Namun pada umumnya bahu jalan terdiri dari tanah biasa sehingga seringkali tidak

dapat digunakan pada musim penghujan. Pada masa sekarang ini, bahu jalan pada

jalan raya utama biasanya dilapisi perkerasan. AASHTO menyarankan bahwa apabila

jalur jalan dan bahu jalan dilapisi dengan bahan aspal, warna dan teksturnya harus

dibedakan. Di bagian timur, selatan, atau barat tengah Amerika Serikat dimana curah

hujan mencukupi dan sering terjadi sehingga memungkinkan tumbuhnya rerumputan,

kadang-kadang dibuat bahu jalan berumput yang cukup kuat untuk menahan

kendaraan.

Satu alasan utama penggunaan bahu jalan yang lebar dan menerus adalah

bahwa bahu jalan tersebut dapat menambah kekuatan struktural perkerasan. Selain itu

“bahu luar” (outside shoulder) menambah jarak pandang horisontal pada tikungan

dan dapat dijadikan tempat penumpukan salju selama dan setelah hujan salju. Yang

terakhir, bahu jalan dapat mengurangi kemungkinan kecelakaan bila ada kendaraan

yang berhenti karena kendaraan darurat atau alasan lain.

Untuk semua jalan bebas hambatan, A Policy on Geometric Design

menyarankan bahwa bahu jalan luar harus diperkeras selebar paling tidak 10 ft, atau

selebar 12 ft bila volume truk lebih dari 250 pada jam rencana. Lebar median

disarankan sebesar 4 sampai 8 ft, dam paling sedikit sebesar 4 ft diperkeras. Pada

jalan enam lajur atau lebih, median sebaiknya sebesar 10 ft, atau 12 ft bila volume

truk pada dam rencana melebihi 250.

Pada jalan arteri di luar kota dengan LHR kurang dari 400, lebar bahu jalan

berkisar antar 8 sampai 12 ft. Untuk jalan arteri di dalam kota diusulkan lebar sama

untuk bahu jalan tanpa kereb., kecuali dibuthkan ruang untu fasilitas drainase.

Namun, harus disadari bahwa dalam banyak hal seluruh ruang yang tersedia

dibutuhkan untuk lalu lintas, sehingga bahu jalan harus dibatasi. Lebar median pada

jalan arteri empat jalur terpisah ditetapkan sebesar minimum 3 ft, sedangkan untuk

enam lajur atau lebih disarankan selebar 8 – 10 ft.

Shanti Kurnia 0707646

Page 12: Laporan Tugas Besar

Laporan Tugas Besar Jalan Raya 1 2011

Untuk jalan kolektor di luar kota dengan LHR kurang dari 400, lebar bahu

jalan adalah 2 ft, bila LHR nya lebih dari 2000 digunakan bahu selebar 8 ft. Dalam

kasus ini, lebar didefinisikan sebagai perpanjangan dari tepi permukaan sampai titik

dimana terjadi perpotongan antara kemiringan bahu jalan dengan lereng tepi. Jalan

kolektor di dalam kota umumnya tidak memiliki bahu jalan, namun diganti dengan

jalur parkir selebar 8 ft atau 10 ft dan disarankan agar dilenkapi dengan sayuran.

Adapun spesifikasi ukuran lebar bahu jalan disajikan dalam tabel-tabel

berikut:

Kemiringan bahu jalan berdasarkan kelas jalan

Klasifikasi JalanLebar bahu jalan

(meter) Kemiringan bahu jalan (%)D B G

I 3,50 3,00 3,00 4II A 3,00 2,50 2,50 4II B 3,00 2,50 2,50 6IIC 2,50 1,50 1,00 6III 1,50 - 6

Kemiringan bahu jalan berdasarkan jenis permukaan

Jenis permukaan

Kemiringan lereng bahu (%)Tanpa kerb Dengan kerb tepi

Aspal 3 – 4 2Kerikil 4 – 6 2 – 4Rumput 8 3 – 4

3. Saluran Samping

Saluran sampung merupakan salah satu bagian terpenting dari suatu sistem

drainase jalan raya, yaitu merupakan suatu galian tanah diluar bahu jalan yang dibuat

sejajar dengan jalur lalu lintas. Saluran samping tersebut pada umumnya dibuat

menyerupai bentuk huruf V, bentuk penampang segitiga atau penampang trapesuim

dari pasangan batu kali atau dari tanah asli.

Pada daerah perkotaan saluran samping umumnya dibuat empat persegi

panjang dari konstruksi beton dan ditempatkan di bawah trotoar, masing-masing

dibuat dengan kemiringan talud pada arah melintang adalah 1:1 sampai dengan 1:4.

Kemiringan saluran pada arah memnajang haruslah dibuat sedemikian rupa

agar air didalam saluran dapat mengalir dengan bebas dan tidak menimbulkan erosi

Shanti Kurnia 0707646

Page 13: Laporan Tugas Besar

Laporan Tugas Besar Jalan Raya 1 2011

akibat air mengumpul di suatu tempat. Pasa umumnya kemiringan saluran samping ini

dibuat antara 0,67% sanpai dengan 5%; akan tetapi bila suatu jalan raya terletak pada

daerah galian dan gradien jalan tersebut lebihh besar dari 5%, maka kemiringan

saluran samping dapat mengikuti gradien jalur lalu lintas yang bersangkutan. Untuk

saluran samping yang memiliki kemiringan memanjang lebih besar dar 5%, maka

dibuat konstruksi saluran kaskade dari pasangan beton.

Adapun fungsi samping jalan raya, antara lain sebagai berikut:

a. Sebagai penampung air dari permukaan konstruksi perkerasan jalur lalu lintas dan

dari bahu jalan, baik berupa air hujan yang jatuh pada permukaan jalan maupun air

yang datang dari lereng sekitarnya.

b. Untuk mengalir air dari suatu tempat ke tempat tertentu.

c. Mencegah naiknya air dari bagian luar badan jalan ke permukaan konstruksi

perkerasan jalan raya.

4. Talud

Talud pada suatu jalan raya merupakan suatu kemiringan lereng yang dibentuk

oleh timbunan atau galian tanah. Timbunan dan galian tanah tersebut dimaksudkan

untuk memperoleh suatu kelandaian jalan yang sedatar-datarnya. Oleh sebab itu

permukaan jalan raya dapat terletak di atas tanah timbunan (di atas tanah asli) atau di

atas tanah galian (di bawah tanah asli). Dalam pembangunan jalan raya, talud dapat

dibedakan menjadi dua macam yaitu talud dari tanah timbunan dan talud dari tanah

galian.

a. Talud Timbunan

Timbunan tanah harus dapat memenuhi syarat keamanan, khususnya

memenuhi syarat kestabilan lereng. Untuk memenuhi syarat tersebut timbunan tanah

harus dibuat agar memiliki kemiringan lereng dengan angka perbandingan yang relatif

kecil dengan kemiringan yang lebih datar.

Dalam hal ini disarankan, bahwa talud pada daerah datar dan daerah berbukit

dengan tinggi tanah timbunannya kurang dari 4 ft (1,2 meter) digunakan kemiringan

talud 1:6, dan kemiringan 1:4 untuk timbunan tanah yang lebih tinggi. Sedangkan

untuk timbunan tanah yang tingginya lebih dari 20 ft (6 meter) dapat digunakan

kemiringan 1:2. Selain itu diisyaratkan pula, bahwa apabila suatu lereng yang

dibentuk oleh timbunan atau galian tanah asli maka pertemuan perpotongan tersebut

haruslah dibulatkan sedemikian rupa sehingga kedua jenis permukaan nampak

menjadi satu kesatuan.

Shanti Kurnia 0707646

Page 14: Laporan Tugas Besar

Laporan Tugas Besar Jalan Raya 1 2011

b. Talud Galian

Pada umumnya kemiringan lereng pada tanah galian dibuat lebih dari 1:2 ,

kecuali pada galian tanah yang terdiri dari batuan-batuan cadas atau jenis tanah yang

memiliki sifat-sifat khusus, dengan membuat kemiringan talud yang semakin landai,

maka kestabilan talud tersebut akan menjadi lebih baik dan lebih aman. Besarnya

angka perbandingan kemiringan talud ditentukan berdasarkan jenis tanah yang

membentuk talud tersebut, keadaan iklim, sistem drainase, yang direncanakan dan

keadaan kemiringan lapisan tanah pada daerah setempat.

Pada talud galian yang tingginya lebih dari 6 meter dari permukaan jalan,

kemiringan talud dapat dibuat bertangga dengan membuat saluran penampung di

atasnya yang lazim disebut dengan saluran penangkap (catchment drain). Saluran

penampung tersebut umumnya adalah bentuk trapesium dengan ukuran minimum 130

x 45 x 45 cm dengan kemiringan lereng tepi dibuat 1:1. Saluran tersebut berfungsi

sebagai penampung air permukaan yang berasal dari daerah yang lebih tinggi, dengan

tujuan antara lain sebagai berikut :

a. Mencegah terjadinya erosi agar air tidak melimpah ke permukaan jalan.

b. Mencegah terjadinya pengencapan tanah pada saluran.

c. Mencegah agar permukaan tanah tidak licin yang dapat menimbulkan terjadinya slip

pada kendaraan sebagai akibat adanya tanah/lumpur yang terbawa oleh limpahan air

kepermukaan jalan.

Adapun kemiringan talud yang disarankan berdasarkan jenis tanah disajikan

dalam tabel berikut:

Jenis lereng talud Kemiringan talud (°) Perbandingan kemiringan talud

Lempung keringLempung lembabLempung basahPasir batuKerikilHumusPasirBatu-batuanTanah dan tanaman keringTanah dan tanah berairTanah dan tanah basah

29451826453331-

294518

1 : 1,751 : 11 : 31 : 21 : 1

1 : 1,51 : 1,25

1 : 1,25 sd 1 : 11 : 11 : 11 : 3

Shanti Kurnia 0707646

Page 15: Laporan Tugas Besar

Laporan Tugas Besar Jalan Raya 1 2011

5. Median

Median adalah suatu lajur pemisah antara dua arah arus lalu lintas yang

berlawanan (arah pergi dan arah pulang) pada suatu jalan raya. Penggunaan median

khususnya pada jalan raya kelas I merupakan suatu persyaratan, seperti pada jalan

raya bebas hambatan (free way), jalan raya ekspres dan jalan raya arteri diperkotaan.

Median juga digunakan pada daerah persimpangan yang berpotongan dengan jalan

raya ekspres, jalan raya arteri dan dengan persimpangan jalan-jalan raya utama

diperkotaan. Hal tersebut dimaksudkan karena median mempunyai beberapa fungsi

penting, antara lain :

a. Untuk menghindari terjadinya konflik lalu lintas, khususnya pada jalan rya berjalur

banyak.

b. Menyediakan daerah netral yang cukup lebar, agar pengemudi dapat mengendalikan

kendaraan pada saat darurat.

c. Untuk membatasi/mengurangi kesilauan pengemudi yang diakibatkan oleh cahaya

lampu besar kemdaraan yang datang berlawanan arah.

d. Sebagai tempat berlindung bagi kendaraan yang akan membelok ke kanan atau bagi

pejalan kaki yang hendak menyebrang tanpa mengganggu kelancaran lalu lintas yang

berjalan lurus.

e. Untuk menambah rasa kelegaan dan kenyamanan bagi pengemudi, serta memberikan

keindahan jalan.

f. Menyediakan ruang untuk keperluan kananalisasi bagi kemungkinan pertemuan-

pertemuan pada jalan tersebut.

Adapun peraturan lebar median dan penggunaannya disajikan pada tabel

berikut :

Lebar median Tujuan penggunaannya< 1,50 meter5,00 – 7,50

0,00 – 9,00

9,00 – 21,00

Untuk perlindungan pejalan kakiUntuk menyediakan ruang yang cukup dan memberikan perlindungan bagi kendaraan yang belok ke kanan.Untuk memberikan perlindungan bagi kendaraan yang melintasi jalan raya.Untuk menyediakan ruang yang cukup guna pembuatan jalur bagi kendaraan yang hendak berbelok arah (belokan U)

Shanti Kurnia 0707646

Page 16: Laporan Tugas Besar

Laporan Tugas Besar Jalan Raya 1 2011

6. Trotoar

Trotoar adalah suatu jalur yang terletak berdampingan dengan jalur lalu lintas

disediakan khusus untuk pejalan kaki (pedestrian). Trotoar yang terdapat di jalan-

jalan perkotaan umumnya memiliki ukuran lebar 1 m dan ketinggian 20 – 30 cm dari

permukaan perkerasan jalan. Untuk melindungi dan memberikan rasa aman bagi

pejalan kaki, maka trotoar dibuat terpisah dengan jalur lalu lintas yang dibatasi oleh

kerb.

7. Kerb

Kerb adalah suatu peninggian atau penonjolan pada tepi konstruksi perkerasan

jalan atau pada bahu jalan. Kerb merupakan bangunan pelengkap jalan yang

dimaksudkan untuk mencegah keluarnya kendaraan dari tepi konstruksi perkerasan

jalan dan untuk keperluan drainase, serta untuk mempertegas letak tepi perkerasan

jalan.

Penggunaan kerb secara efektif baru berlaku di jalan-jalan raya di daerah

perkotaan, sedangkan pada jalan-jalan antar kota kerb hanya dipergunakan jika pada

jalan tersebut melintasi daerah perkampungan/permukiman penduduk, atau bila jalan

tersebut direncanakan untuk lalu lintas dengan kecepatan lebih dari 60 km/jam.

Menurut fungsinya kerb dapat dibedakan atas tiga macam, yaitu : kerb

peninggi (mountable curb), kerb penghalang (barrier curb) dan kerb parit (barrier

gutter curb). Kerb peninggi biasanya terdapat pad tempat parkir yang direncanakan

agar dapat dinaiki kendaraan yang bersangkutan dengan 10-15 cm; sedangkan

penghalang banyak digunakan pada daerah yang terdapat median, trotoar, jalan-jalan

yang tanpa pagar pengaman guna untuk mencegah agar kendaraan tidak

meninggalkan jalur lalu lintas yang dibuat setinggi 25-30 cm. Adapun kerb

penghalang adalah yang direncanakan untuk membentuk suatu sistem drainase jalan

raya yang dibuat dengan tinggi 20-30 cm.

8. Pengaman Tepi

Pengaman tepi juga merupakan bangunan pelengkap pada suatu jalan raya

yang berfungsi untuk memberikan ketegasan letak tepi badan jalan sehingga dapat

mencegah agar kendaraan tidak keluar dari badan jalan.

Bangunan pelengkap ini umumnya dipergunakan pada jalan yang menyelusuri

jurang pada tanah timbunan dengan tikungan jalan yang tajam, atau pada tepi jalan

dengan tinggi timbunan lebih besar dari 2,5 meter serta pada jalan yang direncanakan

untuk melayani lalu lintas dengan kecepatan tinggi. Menurut jenis bahan yang

Shanti Kurnia 0707646

Page 17: Laporan Tugas Besar

Laporan Tugas Besar Jalan Raya 1 2011

digunakan, bangunan pengaman tepi dapat terbuat terbuat dari besi yang digalvaniser

(guard rail), beton (parapet), tanah timbunan atau dari batu kali dan dari balok kayu.

Pemasangan pagar pengaman ini juga dilakukan di tempat lain yang dapat

membahayakan pemakai jalan seperti pilar dan kepala jembatan, tiang lampu atau

tiang rambu, pohon, tiang utilitas, atau pada bagian jalan yang runcing pada

percabangan antar ramp dengan jalan utama. Sama seperti pada penghalang median

(median barriers), pagar pengaman juga memiliki macam-macam disain dan material.

Pada awalnya pagar pengaman berupa kawat kisi (wire mesh) atau kabel yang

direntangkan horisontal. Tetapi sekarang yang banyak digunakan adalah baja atau

aluminium berbentuk pelat bergelombang, persegi, atau bentuk pipa. Sekarang jenis

penghalang New Jersey semakin banyak digunakan. Sama seperti disain dan

penelitian mengenai penghalang median, tujuannya adalah memeilih material,

penyesuaian, dan penempatan yang yang dapat memperkecil kerusakan kendaraan

serta menghindari terlukanya penumpang. Hal yang harus diperhatikan oleh pengelola

jalan adalah kenyataan bahwa 31% kecelakaan yang terjasi pada jalan bebas

hambatan antar negara bagian merupakan tabrakan dengan pagar pengaman dan 18%

menabrak bagian jembatan atau overpass.

Jalan menuju jembatan, terutama pada jalan yang sempit, merupakan tempat

sering terjadinya kecelakaan. Suatu studi menunjukkan bahwa pada jalan bebas

hambatan tertentu, 73% tabrakan dengan obyek tetap merupakan tabrakan antara

kendaraan denga pagar pengaman menuju jembatan atau dengan ujung jembatan itu

sendiri. Rekomendasi untuk mengurangi bahaya kecelakaan antara lain adalah

membuat transisi antara pagar pengaman dan pagar jembatan yang mulus dan kuat

secara struktural.

Pagar jembatan mempunyai tujuan yang sama seperti halnya pagar pengaman

disepanjang jalan raya. Sebelumnya, pagar jembatan didisain terutama untuk

penampilan, namun sekarang lebih banyak bertujuan untuk keamanan. Dalam

beberapa hal, pagar terbuka merupakan cara lain yang kokoh yang dibentuk setelah

penghalang New Jersey.

9. Peredam Tabrakan (Impact Attenuator)

Peredam tabrakan adalah perlengkapan yang dirancang untuk dapat

mengurangi gaya penghancur yang terjadi saat kendaraan menabrak sasaran tetapi

seperti pilar jembatan atau kepala jembatan, tiang rambu lalu lintas atau tonggak

jarak, dan obyek tetap yang besar lainnya di tepi jalan seperti misalnya pohon yang

Shanti Kurnia 0707646

Page 18: Laporan Tugas Besar

Laporan Tugas Besar Jalan Raya 1 2011

besar. Peredam ini sebenarnya tidak terlalu penting, namun tetap harus dipasang.

Berbagai disain dan dan bahan peredam lebih banyak diuji dan dipakai diantaranya

adalah drum logam, tabung atau kontainer, plastik atau silinder beton ringan.

Perlengkapan ini dapat dibiarkan kosong atau diisi dengan air atau pasir.

10. Daerah Milik Jalan

Daerah pembebasan jalan atau disebut juga daerah milik jalan (Damaja)

adalah suatu lajur tanah yang khusus disediakan untuk pembangunan jalan raya

beserta bagian-bagiannya dengan segala kelengkapannya. Tujuan penetapan daerah

pembebasan jalan tersebut antara lain:

a. Untuk menyediakan ruang bagi kemungkinan perluasan jalan raya berdasarkan

tuntutan perkembangan lalu lintas pada masa yang akan datang.

b. Untuk melindungi fasilitas jalan dari perkembangan sosial ekonomi dan budaya

masyarakat yang tidak diinginkan, seperti membangun berbagai fasilitas pada daerah

milik jalan oleh masyarakat.

c. Untuk menyaediakan ruang yang memadai bagi penempatan pengembangan utilitas

pelayanan masyarakat, seperti untuk penempatan saluran air, sambungan telepon,

saluran gas dan membangun jaringan listrik dan lain sebagainya.

d. Oleh sebab itu daerah milik jalan sepenuhnya dikuasai oleh Negara dengan suatu

ketentuan Undang-undang guna untuk terselenggaranya suatu moda transportasi

Nasional yang memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan bagi setiap warga

Negara Republik Indonesia.

11. Pemagaran (Fencing)

Pemagaran bertujuan untuk menghalangi masuknya orang, binatang,

kendaraan atau mesin ke jalan raya, di daerah luar kota, fungsi utamanya adalah

menghindari ternak peliharaan. Walupun kadang-kadang juga berfungsi menghalangi

penyebrangan orang, kendaraan, atau mesin, kecuali pada tempat-tempat yang telah

ditetapkan.pagar yang relatif rendah dari kawat yang berduri atau halus umumnya

cukup efektif. Tergantung pada keadaan atau peraturan perundang-undangan, pagar

dapat dibangun dan dipelihara oleh jawatan jalan raya maupun oleh pemilik tanah.

Pada fasilitas jalan penghubung terbatas dengan kecepatan tinggi di daerah

luar kota atau pinggir kota, pejalan kaki hanya boleh menyebrangi jalan melalui

jembatan penyebrangan atau tempat lain yang disediakan dan terlindungi. Pemagaran

semacam ini adalah benar-benar untuk melindungi orang dari perbuatan ceroboh,

karena banyak orang lebih suka menentang bahaya dengan menyebrangi beberapa

Shanti Kurnia 0707646

Page 19: Laporan Tugas Besar

Laporan Tugas Besar Jalan Raya 1 2011

jalan lalu lintas berkecepatan tinggi daripada menyebrang lewat jembatan

penyebrangan.

Untuk mengontrol para pejalan kaki, seringkali digunakan pagar rantai

setinggi 4 sampai 6 ft, walaupun kadang-kadang juga digunakan pagar dari tanaman

yang lebat. Pagar ini biasanya ditempatkan pada daerah tepi jalan di luar jalur jalan

menerus. Kadang-kadang, pagar ini juga terdapat pada median. Pemagaran juga

diperlukan pada kedua sisi jalan yang menuju ke dan keluar dari jalan menerus atau

jalan utama. Dengan demikian tidak tersedia jalan potong untuk pejalan kaki pada

jalan masuk maupun jalan keluar tersebut.

Kecelakaan berat kadang-kadang terjadi apabila ada orang yang secara iseng

melemparkan benda dari atas jembatan layang atau jembatan penyebrangan.

Umumnya pihak pengelola jalan raya memasang pagar rantai baik sebagian maupun

pada seluruh tempat pejalan kaki guna menghindari kejadian di atas.

Shanti Kurnia 0707646

Page 20: Laporan Tugas Besar

Laporan Tugas Besar Jalan Raya 1 2011

BAB III

PERENCANAAN TRASE JALAN RAYA

3.1 Perencanaan trase jalan raya

Tahap awal yang dilakukan adalah menggambar trase jalan yang akan ditentukan

dengan mengacu pada sudut-sudut yang disyaratkan. Trase yang digambar harus sesuai

dengan petunjuk yang diberikan seperti kelas jalan, jumlah tikungan dan garis awal trase

yang tersedia. Hal tersebut dikarenakan tiap-tiap kelas jalan memiliki ketentuan yang

berbeda-beda.

3.2 Perhitungan trase jalan raya

Dalam perhitungan trase jalan raya terdapat tahapan-tahapan yang harus ditempuh

secara berurutan sehingga pengerjaannya akan benar. Tahapan-tahapan yang dimaksud

adalah sebagai berikut :

1. Menghitung Dmax dan Dmin

Pada kelas jalan 2C Vr yang diperbolehkan adalah 30 km/jam, 40 km/jam dan 60

km/jam.

Vr 30 km/jam Dmax = 181913,53 (0,10+0,17 )

302+25o=¿ 79,57o

Dmin = 181913,53 (0,10+0,166 )

402+21o=¿ 51,24o

Vr 40 km/jam Dmax = 181913,53 (0,10+0,166 )

402+21o=¿ 51,24o

Dmin = 181913,53 (0,10+0,153 )

602+18o=¿ 30,78o

Vr 60 km/jam Dmax = 181913,53 (0,10+0,153 )

602+18o=¿ 30,78o

Dmin = 181913,53 (0,10+0,140 )

802+5o=¿ 11,82o

2. Menentukan Trase Terpilih

Uraian Persyaratan Trase A Trase B Trase C

Jarak (D)

Vr (km/jam)

Δ PI (o)

Landai rata2 (Σ)

830

40 , 60

40 , 20

1,534 %

786

40 , 60

40 , 20

0,159 %

810

40 , 60

40 , 20

0 %

Shanti Kurnia 0707646

Page 21: Laporan Tugas Besar

Laporan Tugas Besar Jalan Raya 1 2011

Cut : fill 2,2 : 1 1,01: 1 0,95 : 1

Trase terpilih adalah trase B

3. Data yang diperoleh berdasarkan gambar pada trase B

Titik Koordinat titik Jarak

(D)

Tinggi

kontur

Δ PI

(o)

Vr

(km/jam)x y

A

PI 1

PI 2

B

0,00

730,00

3000,00

3590,00

0,00

280,00

-510,00

-970,00

156

480

149

55

60

55

53,75

-

40

60

-

-

40

60

-

4. Perhitungan Trase B

a) Menghitung sudut belok betul

∝A−PI 1=tan−1 ( X1−X A )(Y 1−Y A )

=tan−1 (730,00−0,00 )(280,00−0,00 )

= tan−1 (730,00 )(280,00 )

∝A−PI 1=tan−12,607=69,01o=69o 0' 36 ' ' (kuadran I)

∝PI 1−PI 2= tan−1 ( X2−X1 )(Y 2−Y 1 )

=tan−1 (3000,00−730,00 )(−510,00−280,00 )

=tan−1 (2270 )(−790 )

∝PI 1−PI 2=tan−1−2,87=−70,81o (kuadran II)

∝sebenarnya=180−70,81o=109,19o=109o 11' 24' '

∝PI 2−B=tan−1 ( X B−X2 )(Y B−Y 2 )

=tan−1 (3590,00−3000,00 )(−970,00−(−510,00))

=tan−1 (590,00 )(−460,00 )

∝PI 2−B=tan−1−1,28=−52,06o (kuadran II)

∝sebenarnya=180−52,06o=127,24o=127o 56' 24' '

b) Menghitung sudut intersect

Δ PI 1 = ∝PI 1−PI 2−∝A−PI 1= 109o 11' 24' '−69o 0' 36' ' = 40o10 ' 48 ' ' = 40,18o

Δ PI 2 = ∝PI 2−B−∝PI 1−PI 2= 127o56 ' 24' '−109o 11' 24' ' = 18o 45 ' 0' ' = 18,75o

c) Menghitung panjang tangen betul

DA−PI 1=√ (730,00 – 0,00 )2+(280,00−0,00 )2=√532900+78400

Shanti Kurnia 0707646

Page 22: Laporan Tugas Besar

Laporan Tugas Besar Jalan Raya 1 2011

DA−PI 1=√611300=781,857 m

Dsebenarnya=781,857

100× 20=156,371 m

DPI1−PI 2=√ (3000,00−730,00 )2+(−510,00−280,00 )2=√5152900+624100

DPI1−PI 2=2403,539 m Dsebenarnya=2403,539

100×20=480,708 m

DPI2−B=√ (3590,00−3000,00 )2+ (−970,00−(−510,00))2=√348100+211600

DPI2−B=748,131 m Dsebenarnya=748,131

100×20=149,626 m

5. Perhitungan Lengkung Horisontal

PI 1 Vr = 40 km/jam ; Δ = 40o

Rmin = Vr

127 (emak+ f mak )= 40

127 ( 0,1+0,166 )=47,363 m

Rdisain diambil 250 m.

Type tikungan spiral – circle – spiral

Lsmin =7,76 m Lsdis = 100 m

θs = ( Ls2 πr )× 360

2=

( 1002π 250 )×360

2=11,459o

Δs = Δ – θs = 40o−(2.11,459o )=17,082o

Lc = Δs

360×2 πRc=17,082

360× 2π .250=74,533 m

L = Lc + 2Ls = 74,533 + (2.100) = 274,533 m

x = Ls Ls5

40. Rc2 . Ls2=1001005

40. 2502 .1002=99,600❑

y = Ls3

6.Rc . Ls= 1003

6.250 .100=6,667

p = y−Rc (1−cosθs )=6,667−250 (1−cos17,082 )=1,683 m

k = x−Rc . sinθs=99,600−250 sin 17,082=49,933 m

Ts = ( Rc+ p ) . tan12

∆+k=(250+1,683 ) tan12

40o+49,933=141,538 m

Es = ( Rc+ p ) . sec12

∆−Rc=(250+1,683 ) sec12

40o−250=17,835 m

Kontrol: L< 2Ts Ok

L = 274,533 m < 2Ts = 2.141,538 = 283,076 m OK

Shanti Kurnia 0707646

Page 23: Laporan Tugas Besar

Laporan Tugas Besar Jalan Raya 1 2011

PI 2 Vr = 60 km/jam ; Δ = 20o

Rmin = Vr

127 (emak+ f mak )= 60

127 ( 0,1+0,153 )=112,04 m

Rdisain diambil 400 m.

Type tikungan spiral – circle – spiral

Lsmin = 34,73 m Lsdis = 100 m

θs = ( Ls2 πr )× 360

2=

( 1002π 400 )× 360

2=7,162o

Δs = Δ – θs = 20o−(2.7,162o )=15,676o

Lc = Δs

360×2 πRc=15,676

360×2 π .400=39,626 m

L = Lc + 2Ls = 39,626 + (2.100) = 239,626 m

x = Ls Ls5

40. Rc2 . Ls2=1001005

40. 4002. 1002 =99,844❑

y = Ls3

6. Rc . Ls= 1003

6.400 .100=4,167

p = y−Rc (1−cosθs )=4,167−400 (1−cos7,162 )=1,046 m

k = x−Rc . si nθs=99,844−400sin 7,162=49,974 m

Ts = ( Rc+ p ) . tan12

∆+k=(400+1,046 ) tan12

20o+49,974=120,689 m

Es = ( Rc+ p ) . sec12

∆−Rc=(400+1,046 ) sec12

20o−400=7,233 m

Kontrol: L< 2Ts Ok

L = 239,626 m < 2Ts = 2.120,689 = 259,626 m OK

Kontrol jarak antar tangen

Ts1 = 141,538 m Ts2 = 120,689 m

d2 = 480 m L2 = 259,626 m

L1 = 274,533 m

Maka : x = d2−12

( L1+L2 ) > 110 m Ok

x = 480−12

(274,533+259,626 ) > 110 m Ok

x = 212,921 m > 110 m Ok

6. Perhitungan Pelebaran Tikungan

Pada kecepatan 40 km/jam

Shanti Kurnia 0707646

Page 24: Laporan Tugas Besar

Laporan Tugas Besar Jalan Raya 1 2011

Z = 0,015 ×Vr

√ R=0,015 ×

40

√250=0,266 m

Td = √ R2+A (2 P+ A )=√250+0,914 (2.3,654+0,914 )−250

= √62500+7,515−250=0,015 m

b’ = n (R−√R2−P2 )+(n−1 ) Td+z

= 2 (250−√2502−3,6542)+ (2−1 ) 0,015+0,266=0,335 m

Pada kecepatan 60 km/jam

Z = 0,015 ×Vr

√R=0,015 ×

40

√250=0,315 m

Td = √400+0,914 (2.3,654+0,914 )−400

= √160000+7,515−250=0,009 m

b’ = 2 (400−√4002−3,6542 )+ (2−1 ) 0,009+0,315=0,358 m

7. Perhitungan Kemiringan Melintang

Data yang diperoleh :

Pada point intersection 1

Jenis tikungan spiral – circle – spiral

Panjang tangen d2 = 480 m

Lebar tambahan jalan (b’) = 0,335 m

Lebar jalur lalu lintas (B) = 2 x 3 m

Kecepatan rencana (Vr) = 40 km/jam

Jari-jari lengkung (Rdis) = 250 m

Panjang lengkung (L) = 274,533 m

Panjang lengkung spiral (Ls) = d = 100 m

Kemiringan melintang maks = emak = 9,3 %

Kemiringan melintang normal= en = 3 %

Perhitungan kemiringan melintang maksimum (emak)

hn = en×12

(B+b )=0,03 ×12

(6+0,335 )=0,095 m

hm’ = em ×12

( B+b )=0,093 ×12

(6+0,335 )=0,295 m

a = en× Lsen+em

= 0,03×1000,03+0,093

=24,390 m

Shanti Kurnia 0707646

Page 25: Laporan Tugas Besar

Laporan Tugas Besar Jalan Raya 1 2011

kontrol : d (2.a) = 100 (2.24,390) = 51,220 m Ok

emak = hn+hmB × b

×100 %<9,3 %

= 0,095+0,295

6 × 0,335×100 %=6,235<9,3 % Ok (aman)

Perhitungan landai pencapaian maksimum (smak)

Smak = en+em

Ls× (B+b )=0,03+0,093

100× (6+0,335 )=0,0078 m

Ssyarat = 1

120=0,0083 m

Smak = 0,0078 m < Ssyarat = 0,0083 m Ok (nyaman)

Pada point intersection 2

Jenis tikungan spiral – circle – spiral

Panjang tangen d2 = 480 m

Lebar tambahan jalan (b’) = 0,358 m

Lebar jalur lalu lintas (B) = 2 x 3 m

Kecepatan rencana (Vr) = 60 km/jam

Jari-jari lengkung (Rdis) = 400 m

Panjang lengkung (L) = 259,626 m

Panjang lengkung spiral (Ls) = d = 100 m

Kemiringan melintang maks = emak = 6,2 %

Kemiringan melintang normal= en = 3 %

Perhitungan kemiringan melintang maksimum (emak)

hn = en×12

(B+b )=0,03 ×12

(6+0,358 )=0,095 m

hm’ = em ×12

( B+b )=0,062×12

(6+0,358 )=0,197 m

a = en× Lsen+em

= 0,03 ×1000,03+0,062

=32,609 m

kontrol : d (2.a) = 100 (2.32,609) = 34,782 m Ok

emak = hn+hmB × b

×100 %<6,2 %

= 0,095+0,197

6 × 0,358×100 %=4,6<6,2 % Ok (aman)

Perhitungan landai pencapaian maksimum (smak)

Smak = en+em

Ls× (B+b )=0,03+0,062

100× (6+0,358 )=0,006 m

Shanti Kurnia 0707646

Page 26: Laporan Tugas Besar

Laporan Tugas Besar Jalan Raya 1 2011

Ssyarat = 1

160=0,0063 m

Smak = 0,006 m < Ssyarat = 0,0063 m Ok (nyaman)

8. Posisi titik dan keadaan kemiringan melintang pada diagram superelevasi PI1

a) Titik A

Sta. A = sta. Ts1 = sta. PI1 Ts1 atau d1 Ts1

= 156 141,538 = 14,462 m

Keadaan kemiringan kiri = kemiringan kanan = -hn = -0,095

b) Titik B

Sta. B = sta. A + a = 14,462 + 24,930 = 38,852 m

Keadaan kemiringan kiri = ± 0,00

Keadaan kemiringan kanan = -hn = -0,095 m

c) Titik C

Sta. C = sta. B + a = 38,852 + 24,930 = 63,242 m

Keadaan kemiringan kiri = a ×e total

d−a = + 0,095 m

Keadaan kemiringan kanan = -hn = -0,095 m

d) Titik D

Sta. D = sta. C + (d 2a) = 63,242 + (100 2.24,930) = 114,462 m

Keadaan kemiringan kiri = +hm = + 0,295 m

Keadaan kemiringan kanan = -hm = -0,295 m

e) Titik E

Sta. E = sta. D + Lc = 114,462 + 74,533 = 188,995 m

Keadaan kemiringan kiri = +hm = + 0,295 m

Keadaan kemiringan kanan = -hm = -0,295 m

f) Titik F

Sta. F = sta. E + (d 2a) = 188,995 + (100 2.24,930) = 240,215 m

Keadaan kemiringan kiri = a ×e total

d−a = + 0,095 m

Keadaan kemiringan kanan = -hn = -0,095 m

g) Titik G

Sta. G = sta. F + a = 240,215 24,930 = 264,605 m

Keadaan kemiringan kiri = ± 0,00

Keadaan kemiringan kanan = -hn = -0,095 m

Shanti Kurnia 0707646

Page 27: Laporan Tugas Besar

Laporan Tugas Besar Jalan Raya 1 2011

h) Titik H

Sta. H = sta. G + a = 264,605 24,930 = 288,995 m

Keadaan kemiringan kiri = kemiringan kanan = -hn = -0,095

9. Posisi titik dan keadaan kemiringan melintang pada diagram superelevasi PI2

a) Titik A

Sta. A = sta. Ts2 = sta. PI2 Ts2 atau d2 Ts2

= 480 120,689 = 359,311 m

Keadaan kemiringan kiri = kemiringan kanan = -hn = -0,095

b) Titik B

Sta. B = sta. A + a = 359,311 + 32,609 = 391,92 m

Keadaan kemiringan kiri = ± 0,00

Keadaan kemiringan kanan = -hn = -0,095 m

c) Titik C

Sta. C = sta. B + a = 391,92 + 32,609 = 424,529 m

Keadaan kemiringan kiri = a ×e total

d−a = + 0,095 m

Keadaan kemiringan kanan = -hn = -0,095 m

d) Titik D

Sta. D = sta. C + (d 2a) = 424,529 + (100 2. 32,609) = 459,311 m

Keadaan kemiringan kiri = +hm = + 0,197 m

Keadaan kemiringan kanan = -hm = -0,197 m

e) Titik E

Sta. E = sta. D + Lc = 459,311 + 39,626 = 498,937 m

Keadaan kemiringan kiri = +hm = + 0,197 m

Keadaan kemiringan kanan = -hm = -0,197 m

f) Titik F

Sta. F = sta. E + (d 2a) = 498,937 + (100 2. 32,609) = 533,719 m

Keadaan kemiringan kiri = a ×e total

d−a = + 0,095 m

Keadaan kemiringan kanan = -hn = -0,095 m

g) Titik G

Sta. G = sta. F + a = 533,719 32,609 = 566,328 m

Keadaan kemiringan kiri = ± 0,00

Keadaan kemiringan kanan = -hn = -0,095 m

Shanti Kurnia 0707646

Page 28: Laporan Tugas Besar

Laporan Tugas Besar Jalan Raya 1 2011

h) Titik H

Sta. H = sta. G + a = 566,328 32,609 = 598,937 m

Keadaan kemiringan kiri = kemiringan kanan = -hn = -0,095

10. Perhitungan Alignment Vertikal

a) Jarak pandang menyiap

Untuk Vr 40 km/jam

t1 = 2,12 + 0,026.Vr = 2,12 + 0,026.40 = 3,16 “

t2 = 6,56 + 0,048.Vr = 6,56 + 0,048.40 = 8,48 “

a = 2,052 + 0,0036.Vr = 2,052 + 0,0036.40 = 2,196 km/jam ; m = 15

d1 = 0,278. t1 {Vr−m+( 12

. a . t1)}= 0,278. 3,16 {40−15+( 1

2. 2,196 . 3,16)}=25,010 m

d2 = 0,278.Vr.t2 = 0,278.40. 8,48 = 94,298 m

d3 = diambil 30

d4 = 23

d2 = 23

94,298 = 62,865

Σd = d1+ d2+ d3 + d4 = 25,010 + 94,298 + 30 + 62,865 = 212,173 m

Kontrol : dhitung = 212,173 m > dmin PPGJR = 140 m Ok

Diambil panjang pandang menyiap rencana = 200 m

Untuk Vr 60 km/jam

t1 = 2,12 + 0,026.Vr = 2,12 + 0,026.60 = 3,68 “

t2 = 6,56 + 0,048.Vr = 6,56 + 0,048.60 = 9,44 “

a = 2,052 + 0,0036.Vr = 2,052 + 0,0036.60 = 2,268 km/jam ; m = 15

d1 = 0,278. t1 {Vr−m+( 12

. a . t1)}= 0,278. 3,68 {60−15+(1

2.2,268 . 3,68)}=50,306 m

d2 = 0,278.Vr.t2 = 0,278.60. 9,44 = 157,459 m

d3 = diambil 70

d4 = 23

d2 = 23

157,459 = 104,973 m

Σd = d1+ d2+ d3 + d4 = 50,306 + 157,459 + 70 + 104,973 = 382,738 m

Kontrol : dhitung = 382,738 m > dmin PPGJR = 380 m Ok

Shanti Kurnia 0707646

Page 29: Laporan Tugas Besar

Laporan Tugas Besar Jalan Raya 1 2011

Diambil panjang pandang menyiap rencana = 381 m

b) Jarak pandang henti

Untuk Vr 40 km/jam ; t1 = 2,5 ; fm = 0,375

Kelandaian : g=t 1−t 2

d×100 %=55−60

294×100 %=−1,701 % (turun)

dphitung : 0,278. Vr . t+( Vr2

254. fm .± L )=0,278.40 .2,5+( 402

254. 0,375 .−1,701 )=17,923 m

kontrol : dphitung = 17,923 m < dmin PPGJR = 45 m

diambil jarak pandang henti rencana 45 m

Untuk Vr 60 km/jam ; t1 = 2,5 ; fm = 0,33

Kelandaian : g=t 1−t 2

d×100 %=50−55

340× 100 %=−1,471 % (turun)

dphitung : 0,278. Vr . t+( Vr2

254. fm .± L )=0,278.60 .2,5+( 602

254. 0,33 .−1,471 )=12,495 m

kontrol : dphitung = 12,495 m < dmin PPGJR = 85 m

diambil jarak pandang henti rencana 85 m

c) Stasioning

Sta. A = titik awal = sta. 0 + 000

Sta. PI1= sta. A + d1 = sta. 0 + 156

Sta. Ts = sta. PI1 Ts1 = sta. 0 + 156 141,538 = sta. 0 + 14,462

Sta. Sc = sta. Ts1 + Ls1= sta. 0 + 14,462 + 100 = sta. 0 + 114,462

Sta. Cs = sta. Sc + Lc1 = sta. 0 + 114,462 + 74,533 = sta. 0 + 188,995

Sta. St = sta. Cs + Ls1 = sta. 0 + 188,995 + 100 = sta. 0 + 288,995

Sta. PI2= sta. St1 + d2 Ts1 = sta. 0 + 288,995 + 480 141,538 = sta. 0 + 627,457

Sta. Ts = sta. PI2 Ts2 = sta. 0 + 627,457 120,689 = sta. 0 + 506,768

Sta. Sc = sta. Ts2 + Ls = sta. 0 + 506,768 100 = sta. 0 + 606,768

Sta. Cs = sta. Sc + Lc2 = sta. 0 + 606,768 + 39,626 = sta. 0 + 646,394

Sta. St = sta. Cs + Ls = sta. 0 + 646,394 100 = sta. 0 + 746,394

Sta. B = sta. St + d3 Ts2 = sta. sta. 0 + 746,394 + 149 120,689 = sta. 0 + 774,705

Kontrol : Sta . B

ΣD=774,705

785=0,987

0,987785

× 100 %=0,126 %<3 % Ok

d) Perhitungan lengkung vertikal cekung (PPV1)

Shanti Kurnia 0707646

Page 30: Laporan Tugas Besar

Laporan Tugas Besar Jalan Raya 1 2011

g1=t 1−t2

162× 100 %=53−55

162× 100 %=−1,235 %

g2=t 1−t2

320× 100 %=57−53

320× 100 %=+1,25 %

Vr1 = 40 km/jam ; L1 = 274,533 m

Smenyiap = 200 m ; Shenti = 45 m

Beda landai (A) = g1 g2 = -1,235 1,25 = -2,485%

Smenyiap = 200 m < L1 = 274,533 m

Lv = A .S2

120+3,5 S= 2,485.2002

120+3,5.200=121,22 m

Shenti = 45 m < L1 = 274,533 m

Lv = A .S2

120+3,5 S= 2,485.452

120+3,5.45=18,134 m

Lv disain diambil berdasarkan jarak pandang henti yaitu 50 m

Perhitungan eksternal vertikal (Ev)

Ev = A . Lv800

=2,485.50800

=−0,155 m

Perhitungan lengkung parabola vertikal cekung

Perhitungan dilakukan untuk setiap 5 meter, dihitung sampai 1/2 Lv

Rumus : y = ( x12

Lv )2

. Ev

x1 = 5 m y1 = ( 512

50 )2

.0,155=¿0,0062 m

x2 = 10 m y2 = ( 1012

50 )2

.0,155=¿0,0248 m

x3 = 15 m y3 = ( 1512

50 )2

.0,155=¿0,0558 m

x4 = 20 m y4 = ( 2012

50 )2

.0,155=¿0,0992 m

x5 = 25 m y4 = ( 2012

50 )2

.0,155=¿0,155 m

Shanti Kurnia 0707646

Page 31: Laporan Tugas Besar

Laporan Tugas Besar Jalan Raya 1 2011

Perhitungan elevasi ketinggian titik pada landai jalan di daerah lengkung

PLV = elevasi A−( A−PLVA−PPV

× ∆ A−PPV )=¿ 55−( 136160

× 1,25)=53,94

Titik 1 = elevasi PLV−( x1

12

Lv× ∆ PLV−PPV )=¿

53,94−( 525

×0,20)=53,90

Titik 2 = elevasi PLV−( x2

12

Lv× ∆ PLV−PPV )=¿

53,94−( 1025

×0,20)=53,86

Titik 3 = elevasi PLV−( x3

12

Lv× ∆ PLV−PPV )=¿

53,94−( 1525

×0,20)=53,82

Titik 4 = elevasi PLV−( x 4

12

Lv× ∆ PLV−PPV )=¿

53,94−( 2025

×0,20)=53,78

Titik 5 = elevasi PLV−( x5

12

Lv× ∆ PLV−PPV )=¿

53,94−( 2525

×0,20)=53,74

Perhitungan elevasi grade line lengkung vertikal cekung

Rumus : elevasi grade line = ti =d ( A−xi )

d ( A−PPV 1 )× ∆ h+ yi

Titik (1) (2) (1) + (2)PLV 53,94 0,000 53,94x1 53,90 0,006 53,90x2 53,86 0,025 53,88x3 53,82 0,056 53,87x4 53,78 0,099 53,88

PPV 53,74 0,155 53,89

e) Perhitungan lengkung vertikal cembung

g2=t 1−t2

320× 100 %=57−53

320× 100 %=+1,25 %

g3=t 2−t 3

299×100 %=53,75−57

299×100 %=−1,087 %

Vr1 = 60 km/jam ; L2 = 259,626 m

Smenyiap = 381 m ; Shenti = 85 m

Beda landai (A) = g2 g3 = 1,25 1,087 = + 2,337%

Smenyiap = 381 m > L1 = 259,626 m

Shanti Kurnia 0707646

Page 32: Laporan Tugas Besar

Laporan Tugas Besar Jalan Raya 1 2011

Lv = 2. s−200 (√h1+√h2 )

A=

200 (√1,2+√1,2 )2

2,337=351,217 m

Shenti = 85 m < L1 = 259,626 m

Lv = A . S2

100 (√2h1+√2 h2 )2= 2,337.852

100 (√2.1,2+√2.0,1 )2=42,364 m

Lv disain diambil berdasarkan jarak pandang menyiap yaitu 400 m

Perhitungan eksternal vertikal (Ev)

Ev = A . Lv800

=2,337.400800

=1,169 m

Perhitungan lengkung parabola vertikal cembung

Perhitungan dilakukan untuk setiap 5 meter, dihitung sampai 1/2 Lv

Rumus : y = ( x12

Lv )2

. Ev

x1 = 5 m y1 = ( 512

400 )2

. 1,169=0,001m

x2 = 10 m y2 = ( 1012

400 )2

. 1,169=0,003m

x3 = 15 m y3 = ( 1512

400 )2

. 1,169=0,007m

x4 = 20 m y4 = ( 2012

400 )2

. 1,169=0,012m

x5 = 25 m y1 = ( 2512

400 )2

. 1,169=0,018m

x6 = 30 m y2 = ( 3012

400 )2

. 1,169=0,026m

x7 = 35 m y3 = ( 3512

400 )2

. 1,169=0,036m

Shanti Kurnia 0707646

Page 33: Laporan Tugas Besar

Laporan Tugas Besar Jalan Raya 1 2011

x8 = 40 m y4 = ( 4012

400 )2

. 1,169=0,047m

x9 = 45 m y1 = ( 4512

400 )2

. 1,169=0,059m

x10 = 50 m y2 = ( 5012

400 )2

. 1,169=0,073m

x11 = 55 m y3 = ( 5512

400 )2

. 1,169=0,088m

x12 = 60 m y4 = ( 6012

400 )2

. 1,169=0,105m

x13 = 65 m y1 = ( 6512

400 )2

. 1,169=0,123m

x14 = 70 m y2 = ( 7012

400 )2

. 1,169=0,143m

x15 = 75 m y3 = ( 7512

400 )2

. 1,169=0,164m

x16 = 80 m y4 = ( 8012

400 )2

. 1,169=0,187m

x17 = 85 m y1 = ( 8512

400 )2

. 1,169=0,211m

x18 = 90 m y2 = ( 9012

400 )2

. 1,169=0,237m

x19 = 95 m y3 = ( 9512

400 )2

. 1,169=0,264m

Shanti Kurnia 0707646

Page 34: Laporan Tugas Besar

Laporan Tugas Besar Jalan Raya 1 2011

x20 = 100 m y4 = ( 10012

400 )2

. 1,169=0,292m

x21 = 105 m y1 = ( 10512

400 )2

. 1,169=0,322m

x22 = 110 m y2 = ( 11012

400 )2

. 1,169=0,354m

x23 = 115 m y3 = ( 11512

400 )2

. 1,169=0,387m

x24 = 120 m y4 = ( 12012

400 )2

. 1,169=0,421m

x25 = 125 m y1 = ( 12512

400 )2

. 1,169=0,457m

x26 = 130 m y2 = ( 13012

400 )2

. 1,169=0,494m

x27 = 135 m y3 = ( 13512

400 )2

. 1,169=0,533m

x28 = 140 m y4 = ( 14012

400 )2

. 1,169=0,573m

x29 = 145 m y1 = ( 14512

400 )2

. 1,169=0,614m

x30 = 150 m y2 = ( 15012

400 )2

. 1,169=0,658m

x31 = 155 m y3 = ( 15512

400 )2

. 1,169=0,702m

Shanti Kurnia 0707646

Page 35: Laporan Tugas Besar

Laporan Tugas Besar Jalan Raya 1 2011

x32 = 160 m y4 = ( 16012

400 )2

. 1,169=0,748m

x33 = 165 m y1 = ( 16512

400 )2

. 1,169=0,796m

x34 = 170 m y2 = ( 17012

400 )2

. 1,169=0,845m

x35 = 175 m y3 = ( 17512

400 )2

. 1,169=0,895m

x36 = 180 m y4 = ( 18012

400 )2

. 1,169=0,947m

x37 = 185 m y1 = ( 18512

400 )2

. 1,169=1,000m

x38 = 190 m y2 = ( 19012

400 )2

. 1,169=1,055m

x39 = 195 m y3 = ( 19512

400 )2

. 1,169=1,111m

x40 = 200 m y4 = ( 20012

400 )2

. 1,169=1,169m

Perhitungan elevasi ketinggian titik pada landai jalan di daerah lengkung

PLV = elevasi A+( A−PLVA−PPV

×∆ A−PPV )=53,75+( 141320

× 1,00)=54,19

Titik 1 = elevasi PLV +( x1

12

Lv× ∆ PLV −PPV )=54,19+( 5

200× 0,56)=54,20

Titik 2 = elevasi PLV +( x2

12

Lv× ∆ PLV −PPV )=54,19+( 10

200× 0,56)=54,22

Shanti Kurnia 0707646

Page 36: Laporan Tugas Besar

Laporan Tugas Besar Jalan Raya 1 2011

Titik 3 = elevasi PLV +( x3

12

Lv× ∆ PLV −PPV )=54,19+( 15

200× 0,56)=54,23

Titik 4 = elevasi PLV +( x4

12

Lv× ∆ PLV −PPV )=54,19+( 20

200× 0,56)=54,25

Titik 5 = elevasi PLV +( x5

12

Lv× ∆ PLV −PPV )=54,19+( 25

200× 0,56)=54,26

Titik 6 = elevasi PLV +( x6

12

Lv× ∆ PLV −PPV )=54,19+( 30

200× 0,56)=54,27

Titik 7 = elevasi PLV +( x7

12

Lv× ∆ PLV −PPV )=54,19+( 35

200× 0,56)=54,29

Titik 8 = elevasi PLV +( x8

12

Lv× ∆ PLV −PPV )=54,19+( 40

200× 0,56)=54,30

Titik 9 = elevasi PLV +( x9

12

Lv× ∆ PLV −PPV )=54,19+( 45

200× 0,56)=54,32

Titik 10= elevasi PLV +( x10

12

Lv× ∆ PLV −PPV )=54,19+( 50

200× 0,56)=54,33

Titik 11= elevasi PLV +( x11

12

Lv× ∆ PLV −PPV )=54,19+( 55

200× 0,56)=54,34

Titik 12= elev asi PLV +( x12

12

Lv× ∆ PLV −PPV )=54,19+( 60

200×0,56)=54,36

Titik 13= elevasi PLV +( x13

12

Lv× ∆ PLV −PPV )=54,19+( 65

200× 0,56)=54,37

Titik 14= elevasi PLV +( x14

12

Lv× ∆ PLV −PPV )=54,19+( 70

200× 0,56)=54,39

Shanti Kurnia 0707646

Page 37: Laporan Tugas Besar

Laporan Tugas Besar Jalan Raya 1 2011

Titik 15= elevasi PLV +( x15

12

Lv× ∆ PLV −PPV )=54,19+( 75

200× 0,56)=54,40

Titik 16= elevasi PLV +( x16

12

Lv× ∆ PLV −PPV )=54,19+( 80

200× 0,56)=54,41

Titik 17= elevasi PLV +( x17

12

Lv× ∆ PLV −PPV )=54,19+( 85

200× 0,56)=54,43

Titik 18= elevasi PLV +( x18

12

Lv× ∆ PLV −PPV )=54,19+( 90

200× 0,56)=54,44

Titik 19= elevasi PLV +( x19

12

Lv× ∆ PLV −PPV )=54,19+( 95

200× 0,56)=54,46

Titik 20= elevasi PLV +( x20

12

Lv× ∆ PLV −PPV )=54,19+( 100

200× 0,56)=54,47

Titik 21= elevasi PLV +( x1

12

Lv× ∆ PLV −PPV )=54,19+( 105

200× 0,56)=54,48

Titik 22= elevasi PLV +( x2

12

Lv× ∆ PLV −PPV )=54,19+( 110

200× 0,56)=54,50

Titik 23= elevasi PLV +( x3

12

Lv× ∆ PLV −PPV )=54,19+( 115

200× 0,56)=54,51

Titik 24= elevasi PLV +( x4

12

Lv× ∆ PLV −PPV )=54,19+( 120

200× 0,56)=54,53

Titik 25= elevasi PLV +( x5

12

Lv× ∆ PLV −PPV )=54,19+( 125

200× 0,56)=54,54

Titik 26= elevasi PLV +( x6

12

Lv× ∆ PLV −PPV )=54,19+( 130

200× 0,56)=54,55

Shanti Kurnia 0707646

Page 38: Laporan Tugas Besar

Laporan Tugas Besar Jalan Raya 1 2011

Titik 27= elevasi PLV +( x7

12

Lv× ∆ PLV −PPV )=54,19+( 135

200× 0,56)=54,57

Titik 28= elevasi PLV +( x8

12

Lv× ∆ PLV −PPV )=54,19+( 140

200× 0,56)=54,58

Titik 29= elevasi PLV +( x9

12

Lv× ∆ PLV −PPV )=54,19+( 145

200× 0,56)=54,60

Titik 30= elevasi PLV +( x10

12

Lv× ∆ PLV −PPV )=54,19+( 150

200× 0,56)=54,61

Titik 31= elevasi PLV +( x11

12

Lv× ∆ PLV −PPV )=54,19+( 155

200× 0,56)=54,62

Titik 32= elevasi PLV +( x12

12

Lv× ∆ PLV −PPV )=54,19+( 160

200× 0,56)=54,64

Titik 33= elevasi PLV +( x13

12

Lv× ∆ PLV −PPV )=54,19+( 165

200× 0,56)=54,65

Titik 34= elevasi PLV +( x14

12

Lv× ∆ PLV −PPV )=54,19+( 170

200× 0,56)=54,67

Titik 35= ele vasi PLV +( x15

12

Lv× ∆ PLV−PPV )=54,19+(175

200×0,56)=54,69

Titik 36= elevasi PLV +( x16

12

Lv× ∆ PLV −PPV )=54,19+( 180

200× 0,56)=54,70

Titik 37= elevasi PLV +( x17

12

Lv× ∆ PLV −PPV )=54,19+( 185

200× 0,56)=54,71

Titik 38= elevasi PLV +( x18

12

Lv× ∆ PLV −PPV )=54,19+( 190

200× 0,56)=54,72

Shanti Kurnia 0707646

Page 39: Laporan Tugas Besar

Laporan Tugas Besar Jalan Raya 1 2011

Titik 39= elevasi PLV +( x19

12

Lv× ∆ PLV −PPV )=54,19+( 195

200× 0,56)=54,74

Titik 40= elevasi PLV +( x20

12

Lv× ∆ PLV −PPV )=54,19+( 200

200× 0,56)=54,75

Perhitungan elevasi grade line lengkung vertikal cekung

Rumus : elevasi grade line = ti =d ( A−xi )

d ( A−PPV 1 )× ∆ h+ yi

Titik (1) (2) (1) + (2)PLV 54,19 0,000 54,191x1 54,20 0,001 54,205x2 54,22 0,003 54,222x3 54,23 0,007 54,239x4 54,25 0,012 54,258x5 54,26 0,018 54,279x6 54,27 0,026 54,301x7 54,29 0,036 54,324x8 54,30 0,047 54,349x9 54,32 0,059 54,376x10 54,33 0,073 54,404x11 54,34 0,088 54,433x12 54,36 0,105 54,464x13 54,37 0,123 54,496x14 54,39 0,143 54,530x15 54,40 0,164 54,565x16 54,41 0,187 54,602x17 54,43 0,211 54,640x18 54,44 0,237 54,679x19 54,46 0,264 54,720x20 54,47 0,292 54,763x21 54,48 0,322 54,807x22 54,50 0,354 54,852x23 54,51 0,387 54,899x24 54,53 0,421 54,947x25 54,54 0,457 54,997x26 54,55 0,494 55,049x27 54,57 0,533 55,101x28 54,58 0,573 55,155x29 54,60 0,614 55,211x30 54,61 0,658 55,268x31 54,62 0,702 55,327x32 54,64 0,748 55,387

Shanti Kurnia 0707646

Page 40: Laporan Tugas Besar

Laporan Tugas Besar Jalan Raya 1 2011

x33 54,65 0,796 55,448x34 54,67 0,845 55,511x35 54,68 0,895 55,576x36 54,69 0,947 55,642x37 54,71 1,000 55,709x38 54,72 1,055 55,778x39 54,74 1,111 55,848PPV 54,75 1,169 55,920

11. Perhitungan Galian Dan Timbunan

Rumus : Volume = (a1+a2 )

2× d

Keterangan :

V = volume galian atau timbunan tanah (m3)

a1 = luas bidang galian atau timbunan pada titik awal proyek (m2)

a2 = luas bidang galian atau timbunan pada irisan penampang berikutnya (m2)

d = panjang antara dua titik irisan melintang (m)

STALUAS PENAMPANG (M2) JARAK

(M)VOLUME (M3)

GALIAN TIMBUNAN GALIAN TIMBUNAN

STA 0+000 2,714 0,000            14,462 49,863 0,000

STA 0+14,462 4,181 0,000            100 558,190 9,955

STA 0+114,462 6,983 0,199      

      74,533 639,292 7,420STA 0+188,995 10,172 0,000      

      11,005 110,357 0,000STA 0+200 9,884 0,000      

      88,995 566,667 0,000STA 0+288,995 2,851 0,000      

      111,005 228,337 126,129STA 0+400 1,263 2,273      

      106,768 67,419 577,748STA 0+506,768 0,000 8,550      

      93,232 0,000 648,774STA 0+ 600 0,000 5,367      

      6,768 0,000 33,391STA 0+ 606,768 0,000 4,500      

      20,689 10,640 86,419STA 0+ 627,457 1,029 3,854      

      18,937 25,610 63,284STA 0+ 646,394 1,676 2,830      

      100 116,290 246,910

Shanti Kurnia 0707646

Page 41: Laporan Tugas Besar

Laporan Tugas Besar Jalan Raya 1 2011

STA 0+746,394 0,650 2,109      

      28,311 38,531 31,124STA 0+774,705 2,072 0,090      

           Σ 43,475 29,771 774,705 2411,196 1831,154

Shanti Kurnia 0707646

Page 42: Laporan Tugas Besar

Laporan Tugas Besar Jalan Raya 1 2011

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Hasil yang diperoleh dari perhitungan perencanaan trase adalah gambar trase

jalan yang terdiri dari penampampang memanjang, lengkung horisontal, lengkung

vertikal, dan penampang melintang. Keseluruhan gambar tersebut yang akan

digunakan ketika pelaksanaan dilapangan.

4.2 Saran

Perencanaan trase jalan raya bukanlah hal mudah kadang kala terjadi

kekeliruan dalam perencanaan. Agar dapat menghindari kekeliruan bahkan kesalahan

yang fatal maka alangkah lebih baik mahasiswa membaca lebih banyak literatur dan

peraturan mengenai perencanaan trase jalan raya dan lebih teliti dalam melakukan

perhitungan. Bila terjadi kesalahan yang fatal maka memungkinkan perencanaan

harus dihitung ulang bahkan diganti dengan trase yang baru.

Shanti Kurnia 0707646

Page 43: Laporan Tugas Besar

Laporan Tugas Besar Jalan Raya 1 2011

DAFTAR PUSTAKA

Hadihardjaja J. (1997). Rekayasa Jalan Raya. Jakarta : Gunadarma.

Agus S. (2002). Geometri Jalan Raya Materi Perkuliahan SPL.541. Bandung:

Universitas Pendidikan Indonesia.

Oglesby C.H. dan Hicks R. G. (1993). Teknik Jalan Raya Edisi ke Empat Jilid 1.

Jakarta : Erlangga.

Suryadharma H. dan Susanto B. (2008). Rekayasa Jalan Raya. Yogya : Universitas

Atma Jaya Yogya.

Ansyori A.A. (2006). Rekayasa Jalan Raya Edisi Revisi. Malang : Universitas

Muhamadiyah Malang.

Wikipedia. (2010). Jalan Raya. [Online]. Tersedia :

http://id.wikipedia.org/wiki/Jalan_raya

Azwaruddin. Sejarah perkembangan jalan raya. (2009). [Online]. Tersedia :

http://azwaruddin.blogspot.com/2009/07/sejarah-perkembangan-jalan-raya.html

Forumkami. (2010). Sejarah pembuatan jalan tol. [Online]. Tersedia :

http://www.forumkami.com/forum/sejarah/26222-sejarah-pembuatan-jalan-tol-

di-indonesia.html

Wikipedia bahasa Indonesia. (2010). Jalan Raya Pos, Jalan Daendels. [Online].

http://id.wikipedia.org/wiki/Jalan_Raya_Pos,_Jalan_Daendels

Shanti Kurnia 0707646