laporan prcb.2 andriana (13-10).docx
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK I
PENENTUAN ENTALPI ADSORPSI
Nama : Andriana Nur Aini
NIM : 131810301010
Kelompok : 4
Asisten : Lena Sumawati
LABORATORIUM KIMIA FISIK
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2015
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
Mempelajari secara kuantitatif sifat-sifat adsorpsi suatu bahan adsorben dan
menentukan entalpi adsorpsi.
1.2 Latar Belakang
Saat ini, sistem pengolahan dari limbah industri tekstil banyak merujuk kepada cara
pengolahan limbah yang ditujukan untuk menghilangkan warna.Proses umum yang digunakan
di bidang kimia yaitu koagulasi-flokulasi. Proses biologi umumnya menggunakan proses
lumpur aktif atau biofilter yang merupakan pengolahan lanjutan dengan tujuan untuk
menurunkan kandungan organik lainnya. Kekurangan proses koagulasi-flokulasi adalah
konsumsi bahan kimia yang tinggi dan menghasilkan lumpur kimia.
Alternatif pengganti untuk proses koagulasi-flokulasi adalah proses adsorpsi dengan
menggunakan karbon aktif. Proses adsorpsi oleh karbon aktif terbukti memberikan hasil yang
baik dalam menyisihkan kandungan warna maupun organik, namun biaya menjadi sangat
mahal untuk mengganti karbon aktif yang jenuh. Dibutuhkan modifikasi proses dengan
menggunakan sistem kombinasi fisik dan biologi untuk mengurangi biaya, yaitu dengan
memasukkan karbon aktif ke tangki aerasi lumpur aktif. Pemakaian karbon aktif dalam tangki
aerasi lumpur aktif menghasilkan efisiensi pengolahan yang lebih baik dan biaya yang lebih
ekonomis dibandingkan proses koagulasi-flokulasi dan proses adsorpsi dengan karbon aktif.
Meningkatnya efisiensi penyisihan zat warna dan organik lainnya serta rendahnya biaya
pada sistem ini adalah karena berkurangnya pemakaian karbon mikroorganisme. Walaupun
demikian sampai saat ini mekanisme bioregenerasi tersebut masih belum dapat diungkapkan
dengan jelas. Berdasarkan hal inilah, untuk lebih mengetahui tentang adsorpsi zat warna oleh
karbon aktif secara lebih mendalam, maka dilakukanlah percobaan ini.
1.3 Tinjauan Pustaka
1.3.1 Material Safety Data Sheet
a. Asam Asetat
Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang
dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus
empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH3-COOH, CH3COOH, atau
CH3CO2H. Asam asetat murni disebut asam asetat glasial adalah cairan higroskopis tak
berwarna, dan memiliki titik beku 16.7°C. Adapun sifat fisika dan kimia dari asam asetat
adalah sebagai nama alternatif asetil hidroksida, rumus molekul CH3COOH, massa molar
60,05 g/mol, massa jenis 1,049 g/cm3, fase cairan 1,266 g/cm3, titik lebur 16,50C (289.6 ± 0.5
K) (61.6 °F), titik didih 118.1 °C (391.2 ± 0.6 K) (244.5 °F), keasaman (pKa) 4,76, pada 250C
penampilan jernih, cairan tak berwarna. Asam asetat dapat membahayakan tubuh jika terjadi
kontak langsung. Bagian tubuh harus segera dicuci menggunakan air yang banyak apabila
berkontak langsung dengan asam asetat. Asam asetat yang tertelan dapat diantisipasi dengan
minum susu murni untuk menetralkan racun dalam tubuh (Sciencelab, 2015)
b. Natrium Hidroksida
Natrium hidroksida (Na OH ) juga dikenal sebagai soda kaustik atau soda alkali adalah
sejenis basa logam kaustik. Rumus empiris dari senyawa natrium hidroksida adalah NaOH.
Senyawa ini digunakan di berbagai macam bidang industri, kebanyakan digunakan sebagai
basa dalam proses produksi bubur kayu dan kertas, tekstil, air minum, sabun dan deterjen.
Natrium hidroksida adalah basa yang paling umum digunakan dalam laboratorium kimia.
Natrium hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk pelet, serpihan,
butiran ataupun larutan jenuh 50%. Sifat fisik dari senyawa ini antara lain massa molar
39,9971 g.mol-, densitas 2,1 g.cm-3, titik leleh 318°C (591 K), titik didih 1390°C (1663 K),
kelarutan dalam air 111 g/100 ml (20°C). Natrium hidroksida dapat berbahaya apabila kontak
langsung dengan tubuh. Hal ini dapat diantisipasi dengan membasuh bagian tubuh yang
terkontaminasi dengan air yang banyak. Pemberian susu murni dapat dilakukan apabila
senyawa ini tertelan dalam tubuh. Hal ini dilakukan untuk menetralkan bagian dalam tubuh
akibat terkena senyawa kimia (Sciencelab, 2015).
c. Karbon Aktif
Karbon aktif, atau sering juga disebut sebagai arang aktif, adalah suatu jenis karbon
yang memiliki luas permukaan yang sangat besar. Hal ini bisa dicapai dengan mengaktifkan
karbon atau arang tersebut. Hanya dengan satu gram dari karbon aktif, akan didapatkan suatu
material yang memiliki luas permukaan kira-kira sebesar 500 m2 (didapat dari pengukuran
adsorpsi gas nitrogen). Biasanya pengaktifan hanya bertujuan untuk memperbesar luas
permukaannya saja, namun beberapa usaha juga berkaitan dengan meningkatkan kemampuan
adsorpsi karbon aktif itu sendiri. Karbon aktif tidak terlalu berbahaya apabila kontak langsung
dengan tubuh. Namun bagian tubuh akan berwarna hitam apabila terkena karbon aktif. Hal ini
dapat dibasuh dengan menggunakan air (Sciencelab, 2015).
d. Indikator PP
Sifat fisik dan kimia pp meliputi massa molar 318,32 g/mol, massa jenis 1,277 g/mol
pada suhu 32°C, titik leleh 262,5°C. Indikator asam-basa (fenoftalen) menunjukkan bahwa
suatu larutan bersifat asam atau basa. Indikator asam-basa seperti pp (fenoftalen) mempunyai
warna tertentu pada trayek pH / rentang pH tertentu yang ditunjukkan dengan perubahan
warna indikator. Indikator pp merupakan indikator yang menunjukkan pH basa, karena dia
berada pada rentang pH antara 8,3 hingga 10,0 (dari tak berwarna – merah pink). Percobaan
yang dilakukan, ketika NaOH diberi fenoftalen, kemudian warnanya berubah menjadi merah
lembayung, maka trayek pH-nya mungkin sekitar 9-10. Indikator ini tidak larut dalam air,
benzene, tetapi sangat larut dalam etanol dan eter. PP dapat membahayakan tubuh apabila
kontak langsung dengan tubuh. Hal ini dapat diantisipasi dengan membasuh bagian tubuh
dengan air. Apabila zai ini tertelan maka dapat diantisipasi dengan minum susu murni agar
bagian dalam tubuh bisa ternetralkan (Sciencelab, 2015).
1.3.2 Dasar Teori
Adsorpsi atau penyerapan adalah pembentukan lapisan gas pada permukaan padatan
atau kadang-kadang cairan. Proses adsorpsi terjadi apabila terdapat zat yang terserap pada
suatu permukaan zat lain yang disebut adsorbat, sedangkan zat yang permukaannya dapat
menyerap zat lain disebut adsorben. Adsorpsi atau penyerapan berbeda dengan absorpsi atau
penyerapan, sebab pada proses absorpsi zat yang terserap menembus ke dalam zat penyerap.
Secara kimia absorpsi adalah masuknya gas ke dalam padatan atau larutan, atau masuknya
cairan ke dalam padatan. Sedangkan secara fisika, absorpsi adalah perubahan energi radiasi
elektromagnetik, bunyi, berkas partikel, dan lain-lain ke dalam bentuk energi lain jika
dilewatkan pada suatu medium. Foton apabila diserap akan terjadi suatu peralihan ke keadaan
tereksitasi (Daintith, 1994).
Molekul dan atom dapat menempel pada permukaan dengan dua cara. Secara
fisisorpsi (kependekan dari adsorpsi fisika), terdapat interaksi Van der Waals antar adsorpat
dan substrat. Intaraksi Van der Waals mempunyai jarak jauh, tetapi lemah, dan energi yang
dilepaskan jika partikel terfisiorpsi mempunyai orde besaran yang sama dengan entalpi
kondensasi. Kuantitas energi sekecil ini dapat diadsorpsi sebagai vibrasi kisi dan dihilangkan
sebagai gerakan termal. Molekul yang melambung pada permukaan seperti batuan itu akan
kehilangan energinya perlahan-lahan dan akhirnya teradsorpsi padapermukaan itu, dalam
proses yang disebut akomodasi. Entalpi fisorpsi dapat diukur dengan mencatat kenaikan
temperatur sampel dengan kapasitas kalor yang diketahui, dan nilai khasnya berada di sekitar
20 kJ mol-1. Perubahan entalpi yang kecil ini tidak cukup untuk menghasilkan pemutusan
ikatan, sehingga molekul yang terfisisorpsi tetap mempertahankan identitasnya, walaupun
molekul itu dapat terdistorsi dengan adanya penukaran (Atkins, 1997).
Proses adsorpsi tergantung pada sifat zat padat yang mengadsorpsi, sifat
atom/molekul yang diserap, konsentrasi, temperatur dan lain-lain. Adsorpsi dibedakan
menjadi tiga macam yaitu chemisorption, terjadi karena ikatan kimia antara molekul zat
terlarut dengan molekul adsorban. Adsorpsi ini bersifat sangat eksotermis dan tidak dapat
berbalik (irreversible). Adsorpsi fisika terjadi karena gaya tarik molekul oleh gaya Van der
Waals dan yang ketiga disebut ion exchange (pertukaran ion), terjadi karena gaya
elektrostatis. Hal-hal yang mempengaruhi efektivitas adsorpsi, yaitu:
a. Jenis adsorban, apakah berupa arang batok, batubara (antrasit), sekam, dll
b. Temperatur lingkungan (udara, air, cairan): proses adsorpsi makin baik jika temperaturnya
makin rendah
c. Jenis adsorbat, bergantung pada bangun molekul zat, kelarutan zat (makin mudah larut,
makin sulit diadsorpsi), taraf ionisasi (zat organik yang tidak terionisasi lebih mudah
diadsorpsi).
(Atkins,1994).
Jenis-jenis bahan yang dapat digunakan sebagai absorben adalah air (untuk gas-gas
yang dapat larut, atau untuk pemisahan partikel debu dan tetesan cairan), natrium hidroksida
(untuk gas-gas yang dapat bereaksi seperti asam) dan asam sulfat (untuk gas-gas yang dapat
bereaksi seperti basa). Proses adsorpsi dikenal juga kolom adsorpsi dimana kolom adsorpsi itu
sendiri adalah suatu kolom atau tabung tempat terjadinya proses pengabsorbsi
(penyerapan/penggumpalan) dari zat yang dilewatkan di kolom/tabung tersebut. Proses ini
dilakukan dengan melewatkan zat yang terkontaminasi oleh komponen lain dan zat tersebut
dilewatkan ke kolom ini dimana terdapat fase cair dari komponen tersebut (Warnana, 2007).
Kinetika adsorpsi menyatakan adanya proses penyerapan suatu zat oleh adsorben
dalam fungsi waktu. Adsorpsi terjadi pada permukaan zat padat karena adanya gaya tarik
atom atau molekul pada permukaan zat padat. Molekul-molekul pada permukaan zat padat
atau zat cair, mempunyai gaya tarik ke arah dalam karena tidak ada gaya-gaya lain yang
mengimbangi. Adanya gaya-gaya ini menyebabkan zat padat dan zat cair mempunyai gaya
adsorpsi. Adsorpsi berbeda dengan absorpsi. Pada absorpsi zat yang diserap masuk ke dalam
absorben sedangkan pada adsorpsi zat yang diserap hanya terdapat pada permukaannya
(Sukardjo, 1989) .
Proses adsorpsi dapat digambarkan sebagai proses dimana molekul meninggalkan
larutan dan menempel pada permukaan zat adsorben akibat kimia dan fisika. Ahli pengolahan
air membagi adsorpsi menjadi tiga langkah, yaitu:
a. Makrotransport: perpindahan zat pencemar, disebut juga adsorbat (zat yang diadsorpsi), di
dalam air menuju permukaan adsorban
b. Mikrotransport: perpindahan adsorbat menuju pori-pori di dalam adsorban
c. Sorpsi: pelekatan zat adsorbat ke dinding pori-pori atau jaringan pembuluh kapiler
mikroskopis (Sukardjo,1989).
BAB II. METODOLOGI PRAKTIKUM
2.1. Alat dan Bahan
2.1.1 Alat
Erlenmeyer 250 ml
Buret 50 ml
Corong gelas
Kertas saring
Beaker glass
2.1.2. Bahan
Asam aseat 1 M
NaOH 0,5 M
Karbon aktif
Indikator PP
2.2. Skema kerja
distandarisasi NaOH dengan larutan asam oksalat
dibuat masing-masing larutan sebanyak 50 ml dengan konsentrasi 1,0, 0,8, 0,6,
0,4, 0,2 N
diambil 10 ml tiap larutan asam asetat untuk dititrasi dengan 0,5 M NaOH
dengan menggunakan indikator pp. Hasil titrasi menunjukkan konsentrasi
asam asetat mula-mula
diambil setiap larutan sebanyak 25 ml, dimasukkan dalam erlenmeyer dan
ditambahkan ke dalam masing-masing larutan 1 gram adsorben (karbon
aktif), dikocok 15 menit dan ditutup dengan kerts saring dan didiamkan
selama 5 menit.
diambil masing-masing filtrat 10 ml dan diberi indikator 2 tetes, kemudian
diitrasi dengan larutan NaOH sehingga dapat diketahui asam asetat sisa yang
ada dalam larutan. Ditentukan asam asetat yang diadsorpsi.
Asam asetat
Hasil
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Konsentrasi CH3COOH
Volume NaOH (L) Konsentrasi CH3COOH
Sebelumabsorbsi
Setelah absorbsi Sebelumabsorbsi
Setelah absorbsi
350C 400C 430C 350C 400C 430C
0.4 0.004 0.0034 0.003 0.0024 0.019 0.016 0.0144 0.0115
0.6 0.006 0.0063 0.0057
0.0048 0.029 0.030 0.027 0.023
0.8 0.008 0.0072 0.0071
0.0068 0.038 0.035 0.034 0.032
1.0 0.009 0.0095 0.0086
0.0091 0.043 0.046 0.041 0.043
Konsentrasi CH3COOH
Massa CH3COOH (gram)
Sebelum
Setelah absorbsi
350C 400C 430C
0.4 0.057 0.048 0.0432 0.034
0.6 0.087 0.09 0.082 0.069
0.8 0.105 0.105 0.102 0.096
1.0 0.13 0.138 0.123 0.13
- Pada suhu 350C
Konsentrasi CH3COOH
X (gram) m x/m Log (x/m) C Log C
0.4 0.009 0.057 0.15 -0.8 0.016 -1.79
0.6 0.003 0.087 0.034 -1.4 0.030 -1.52
0.8 -0.005 0.105 -0.047 1.3 0.035 -1.451.0 -0.008 0.13 -0.06 1.2 0.046 -1.34
- Pada suhu 400C
Konsentrasi CH3COOH
X (gram) m x/m Log (x/m) C Log C
0.4 0.0138 0.057 0.242 -0.06 0.0144 -1.84
0.6 0.005 0.087 0.057 -1.24 0.027 -1.57
0.8 0.003 0.105 0.028 -1.5 0.034 -1.471.0 0.007 0.13 0.05 -1.3 0.041 -1.39
- Pada suhu 430C
Konsentrasi CH3COOH
X (gram) m x/m Log (x/m) C Log C
0.4 0.023 0.057 0.4 -0.39 0.0115 -1.94
0.6 0.018 0.087 0.2 -0.69 0.023 -1.64
0.8 0.009 0.105 0.085 -1.07 0.032 -1.491.0 0 0.13 0 1 0.043 -1.36
-1.9 -1.8 -1.7 -1.6 -1.5 -1.4 -1.3
-2
-1.5
-1
-0.5
0
0.5
1
1.5
f(x) = 4.763851044505 x + 7.33987284287012R² = 0.43778184368688
Pada suhu 350C
yLinear (y)
-1.9 -1.8 -1.7 -1.6 -1.5 -1.4 -1.3
-1.6
-1.4
-1.2
-1
-0.8
-0.6
-0.4
-0.2
0
f(x) = − 3.10171329429625 x − 5.88693558880937R² = 0.86730084333747
pada suhu 400C
yLinear (y)
-2 -1.9 -1.8 -1.7 -1.6 -1.5 -1.4 -1.3
-1.5
-1
-0.5
0
0.5
1
1.5
f(x) = 1.46712200348199 x + 2.07089862059729R² = 0.164508557386925
Pada suhu 430C
yLinear (y)
3.2 Pembahasan
Praktikum kali ini membahas tentang entalpi adsorpsi. Adsorpsi adalah pengumpulan
zat terlarut dipermukaan media dan merupakan jenis adhesi yang terjadi pada zat padat atau
cair yang kontak dengan zat-zat lainnya. Zat yang terserap pada suatu permukaan zat lain
dalam proses adsorpsi disebut adsorbat. Sedangkan zat yang permukaannya dapat menyerap
zat lain disebut adsorben. Percobaan ini mempelajari sifat-sifat adsorpsi secara kuantitatif dari
suatu bahan dan menentukan entalpi adsorpsi. Prinsip dasar dari adsorpsi yaitu pengumpulan
zat terlarut dipermukaan media dan merupakan jenis adhesi yang terjadi pada zat padat atau
cair. Percobaan ini menggunakan karbon aktif sebagai sampel adsorben. Hal ini dikarenakan
karbon aktif memiliki luas permukaan yang sangat besar. Karbon aktif juga memiliki struktur
yang terdiri dari pori-pori yang terbuka dan dengan pori-pori itulah karbon aktif memiliki
daya absorpsi yang lebih tinggi terhadap zat warna dan bau.
Langkah awal yang dilakukan yaitu menimbang karbon aktif. Karbon aktif digunakan
karena Karbon aktif memiliki sifat-sifat diantaranya sangat aktif dan akan menyerap apa saja
yang melakukan kontak dengan karbon tersebut, baik di udara maupun di dalam air. Larutan
asam asetat dapat diserap oleh karbon aktif sehingga asam asetat yang awalnya tidak murni
merjadi lebih murni karena zat-zat lain yang ikut pada asam asetat menjadi terserap oleh
karbon aktif. Sehingga asam asetat yang semula konsentrasinya tinggi menjadi lebih rendah
konsentrasinya. Karbon aktif ditimbang sebanyak 12 kali. Karbon aktif yang telah ditimbang,
dibungkus dengan aluminium foil agar karbon yang diperoleh tidak menyerap zat lain yang
dapat mempengaruhi perubahan massa dari zat tersebut.kemudian membuat larutan asam
oksalat. Massa asam oksalat yang digunakan yaitu 3,15 g dengan 50 mL akuades. Selanjutnya
yaitu melakukan standarisasi NaOH dengan larutan asam oksalat. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui konsentrasi dari NaOH. Setelah itu membuat larutan asam asetat dengan
konsentrasi 1,0 ; 0,8 ; 0,6 ; 0,4 N. Tahap ini membutuhkan pengenceran untuk mendapatkan
kosentrasi yang berbeda-beda. Menggunakan rumus V1NI= V2N2 maka volume akuades yang
dibutuhkan dapat diketahui jumlahnya. Setelah itu diambil 5 mL asam asetat kemudian
dititrasi dengan NaOH. Sebelum melakukan titrasi, asam asetat ditambahkan indikator pp.
Indikator pp ini digunakan sebagai penentu titik akhir titrasi yaitu pada saat konsentrasi ion
OH- (NaOH) dalam titrat berlebih sedikit dari konsentrasi H+ (dari asam asetat). Titik akhir
ini ditandai dengan perubahan warna larutan menjadi agak keunguan, dimana jumlah titrat
dan titran sama. Titik akhir titrasi terjadi dimana mula-mula zat yang diadsorpsi menjadi suatu
bentuk tak berwarna dan kemudian dengan kehilangan proton kedua menjadi ion dengan
sistem konjugasi sehingga timbulah warna kemerahan. Indikator pp tidak berwarna dalam
larutan dengan pH dibawah 8,3, sedangkan dalam larutan dengan pH ≈ 10, indikator PP
berwarna kemerahan. Di bawah pH 8,3, indikator PP dinyatakan sebagai lakton fenol
(Gambar 1). Struktur fenolftalein berubah dan memberikan warna merah pada pH ≈ 10
(Gambar 2).
Berikut gambar dari struktur indikator PP saat tidak berwarna dan berwarna
kemerahan:
Gambar 1. Struktur indikator PP pH dibawah 8,3
Gambar 2. Struktur indikator PP pH≈10
Konsentrasi asam asetat sangat berpengaruh dan menentukan dalam proses adsorpsi
yang dilakukan oleh karbon aktif. Saat konsentrasi asam asetat tinggi atau besar, proses
adsorpsi semakin tinggi. Selain itu, zat yang di serap akan semakin banyak sehingga massa
karbon aktif akan semakin besar. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya volume NaOH
yang terpakai seiring dengan besarnya konsentrasi asam oksalat. Waktu yang digunakan
untuk titrasi juga semakin lama kerena penentuan titik ekivalen dan titik akhir titrasi
semakin lambat pada konsentrasi asam asetat yang lebih besar. Dengan volume NaOH, akan
diketahui konsentrasi dari asam asetat sebelum adsorpsi. Perlakuan ini juga dilakukan untuk
variasi konsentrasi yang telah ditentukan.
Langkah selanjutnya yaitu mengambil asam asetat sebanyak 15 mL dan dimasukkan
kedalam erlenmeyer. setelah dimasukkan kedalam erlenmeyer, kemudian masing-masing
erlenmeyer yang berisi asam asetat dengan konsentrasi berbeda ditambahkan karbon aktif.
Setelah itu dikocok dan kemudian ditutup dengan aluminium foil dan dimasukkan kedalam
waterbath selama 15 menit. Tempperatur yang digunakan bervariasi, yaitu 35oC, 40oC, dan
43oC. Variasi ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap adsopsi dari suatu
adsorben. Setelah itu disaring larutan untuk memisahkan karbon aktif dengan larutannya.
Filtrat diambil sebanyak 5 mL kemudian ditambahkan 2 tetes indikator pp dan dititrasi dengan
NaOH.
Ketika konsentrasi asam asetat besar, maka proses adsorpsi semakin tinggi dan zat yang
teradsopsi semakin banyak. Hal ini dibuktikan dengan semakin bertambahnya volume NaOH
yang digunakan saat melakukan titrasi terhadap asam asetat dengan konsentrasi yang lebih
tinggi. Titrasi yang dilakukan juga semakin lama kerena penentuan titik ekivalen dan titik
akhir titrasi semakin lambat pada konsentrasi asam asetat yang lebih besar. Setelah ditambah
adsorben (karbon aktif), proses titrasi berjalan semakin cepat. Hal ini dikarenakan ada
sebagian asam asetat yang teradsorpsi ke dalam karbon aktif sehingga volume NaOH yang
dibutuhkan selama proses titrasi berkurang (lebih sedikit daripada sebelum adsorpsi). Reaksi
yang terjadi pada saat titrasi yaitu:
CH3COOH(aq) + NaOH(aq) → CH3COONa(aq) + H2O(l)
Langkah terakhir yaitu menimbang residu atau karbon aktif yang terdapat dalam
campuran. Akan tetapi langkah ini tidak di laksanakan karena oven masih bermasalah. Tujuan
menghitung massa karbon aktif setelah adsorbsi yaitu untuk mengetahui banyaknya zat yang
teradsorp ke dalam karbon aktif. Menurut literatur, massa karbon aktif akan lebih besar
setelah proses adsorpsi karena karbon aktif telah bercampur dengan zat yang teradsorp ke
dalamnya, sehingga menambah massa dari karbon aktif. Dari ketiga grafik, dapat diketahui
bahwa banyaknya zat yang teradsorpsi semakin berkurang dengan semakin berkurangnya
konsentrasi asam asetat yang digunakan.Pada variasi suhu, massa karbon aktif akan semakin
bertambah pada suhu tinggi karena semakin tinggi suhu, maka zat yang teradsorp akan
semakin banyak. Grafik entalpi yang diperoleh yaitu :
0.00315 0.0032 0.003250
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
f(x) = − 2576.53061224491 x + 8.3687428571429R² = 0.649039002351281
Series2Linear (Series2)
1/T
ln k
Nilai entalpi yang diperoleh dari variasi suhu yaitu - 21,4 kJmol-1K-1. Nilai entalpi ini
diperoleh dari slope pada grafik, yaitu nilai m dikalikan dengan R (tetapan gas ideal = 8,314
J/molK).
BAB IV. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari praktikum kali ini yaitu :
1. Adsorpsi adalah proses penyerapan pada permukaan suatu adsorben. Adsorpsi dapat
dipengaruhi oleh macam adsorpsi, macam zat yang diadsorpsi, konsentrasi masing-
masing zat, luas permukaan, temperatur dan tekanan. Semakin tinggi konsentrasi suatu
zat maka zat yang teradsorpsi semakin banyak.
2. Nilai entalpi yang diperoleh yaitu - 21,4 kJmol-1K-1
4.2 Saran
Praktikum kali ini berjalan lancar. Hanya saja terjadi kendala dikarenakan oven tidak
dapat digunakan, sehingga massa dari karbon aktif setelah adsorpsi tidak diketahui.
DAFTAR PUSTAKA
Atkins, P, W. 1994. Kimia Fisika. Jakarta : Erlangga.
Atkins, P, W. 1997. Kimia Fisika Edisi Keempat Jilid 2. Jakarta : Erlangga.
Dainith, J. 1994. Kamus Lengkap Kimia. Jakarta : Erlangga.
Sciencelab. 2015. Msds for Acetic Acid. http://www.sciencelab.com/msds.php?
msdsId=992718. Diakses tanggal 12 April 2015.
Sciencelab. 2015. Msds for Active Carbon. http://www.sciencelab.com/msds.php?
msdsId=9927062. Diakses tanggal 12 April 2015.
Sciencelab. 2015. Msds for Phenolftalein. http://www.sciencelab.com/msds.php?
msdsId=9927227. Diakses tanggal 12 April 2015.
Sciencelab. 2015. Msds Sodium Hydroxide. http://www.sciencelab.com/msds.php?
msdsId=9927227. Diakses tanggal 12 April 2015.
Sukardjo. 1989. Kimia Anorganik. Yogyakarta : Rineka Cipta.
Warnana, Dwa Desa, dkk. 2007. Termodinamika. Jakarta : Universitas Terbuka.
LAMPIRAN
Perhitungan
1. Pembuatan Asam Oksalat
M= nV
n = M.V
n = 0,5 N × 0,05 L
n = 0,025 mol
n=massaMr
Massa = n × Mr
Massa = 0,025 mol ×126 g /mol
Massa = 3,15 gram
2. Pengenceran Asam Asetat
a. Mc×Vc = Ma×Va
1×Vc = 1,0×50 mL
Vc = 50 mL
b. Mc×Vc = Ma×Va
1×Vc = 0,8×50 mL
Vc = 40 mL
c. Mc×Vc = Ma×Va
1×Vc = 0,6×50 mL
Vc = 30 mL
d. Mc×Vc = Ma×Va
1×Vc = 0,4×50 mL
Vc = 20 mL
3. Standarisasi NaOH
MNaOH × VNaOH = Mok × Vok
MNaOH = 0,5 N × 0,01 L
0,021 L
MNaOH = 0,24 M
4. Massa Asam Asetat dalam Adsorpsi
a. Konsentrasi 1,0 M
n = M × V
= 1,0 mol/L ×0,05 L
= 0,05 mol
Massa = n × Mr
= 0,05 × 60
= 3 gram
b. Konsentrasi 0,8 M
n = M × V
= 0,8 mol/L ×0,05 L
= 0,04 mol
Massa = n × Mr
= 0,04 × 60
= 2,4 gram
c. Konsentrasi 0,6 M
n = M × V
= 0,6 mol/L ×0,05 L
= 0,03 mol
Massa = n × Mr
= 0,03 × 60
= 1,8 gram
d. Konsentrasi 0,4 M
n = M × V
= 0,4 mol/L ×0,05 L
= 0,02 mol
Massa = n × Mr
= 0,02 × 60
= 1,2 gram
Konsentrasi CH3COOH sebelum adsorpsi
a. Konsentrasi 1,0 M
M1×V1 = M2×V2
0,24×9×10-3 L = M2×0,05 L
M2 = 0,043 M
b. Konsentrasi 0,8 M
M1×V1 = M2×V2
0,24×8×10-3 L = M2×0,05 L
M2 = 0,038 M
c. Konsentrasi 0,6 M
M1×V1 = M2×V2
0,24×8×10-3 L = M2×0,05 L
M2 = 0,029 M
d. Konsentrasi 0,4 M
M1×V1 = M2×V2
0,24×4×10-3 L = M2×0,05 L
M2 = 0,019 M
Ma ( Massa Awal) CH3COOH
a. Konsentrasi 1,0 M
M=nv
n = M.V
n = 0,043 M 0.05L
n = 2,15 × 10-3 mol
n=massaMr
Massa = n x Mr
Massa = 2,15 × 10-3 mol x 60 g/mol
Massa = 0,13 gram
b. Konsentrasi 0,8 M
M=nv
n = M.V
n = 0,038 M x 0.05L
n = 1,9 × 10-3 mol
n=massaMr
Massa = n x Mr
Massa = 1,9 × 10-3 mol x 60 g/mol
Massa = 0,11 gram
c. Konsentrasi 0,6 M
M=nv
n = M.V
n = 0,029 M x 0.05L
n = 1,45 × 10-3 mol
n=massaMr
Massa = n x Mr
Massa = 1,45 × 10-3 mol x 60 g/mol
Massa = 0,087 gram
d. Konsentrasi 0,4 M
M=nv
n = M.V
n = 0,019 M x 0.05L
n = 9,5 × 10-4 mol
n=massaMr
Massa = n x Mr
Massa = 9,5 × 10-4 mol x 60 g/mol
Massa = 0,057 gram
Mb (Massa Akhir) CH3COOH
5. Pada suhu 35oC
a. Konsentrasi 1,0 M
M1×V1 = M2×V2
0,24×9, 5×10-3 L = M2×0,05 L
M2 = 0,046 M
n = M ×V
n = 0,046 M x 0.05L
n = 2,3× 10-3 mol
Massa = n x Mr
Massa = 2,3 × 10-3 mol x 60 g/mol
Massa = 0,138 gram
b. Konsentrasi 0,8 M
M1×V1 = M2×V2
0,24×7,2×10-3 L = M2×0,05 L
M2 = 0,035 M
n = M ×V
n = 0,035 M x 0.05L
n = 1,75× 10-3 mol
Massa = n x Mr
Massa = 2,3 × 10-3 mol x 60 g/mol
Massa = 0,105 gram
c. Konsentrasi 0,6 M
M1×V1 = M2×V2
0,24×6,3×10-3 L = M2×0,05 L
M2 = 0,030 M
n = M ×V
n = 0,030 M x 0.05L
n = 1,5× 10-3 mol
Massa = n x Mr
Massa = 2,3 × 10-3 mol x 60 g/mol
Massa = 0,09 gram
d. Konsentrasi 0,4 M
M1×V1 = M2×V2
0,24×3,4×10-3 L = M2×0,05 L
M2 = 0,016 M
n = M ×V
n = 0,016 M x 0.05L
n = 0,8× 10-3 mol
Massa = n x Mr
Massa = 0,8 × 10-3 mol x 60 g/mol
Massa = 0,048 gram
6. Pada suhu 40oC
a. Konsentrasi 1,0 M
M1×V1 = M2×V2
0,24×8,6×10-3 L = M2×0,05 L
M2 = 0,041 M
n = M ×V
n = 0,041 M x 0.05 L
n = 2× 10-3 mol
Massa = n x Mr
Massa = 2 × 10-3 mol x 60 g/mol
Massa = 0,123 gram
b. Konsentrasi 0,8 M
M1×V1 = M2×V2
0,24×7,1×10-3 L = M2×0,05 L
M2 = 0,034 M
n = M ×V
n = 0,034 M x 0.05 L
n = 1,7× 10-3 mol
Massa = n x Mr
Massa = 1,7 × 10-3 mol x 60 g/mol
Massa = 0,102 gram
c. Konsentrasi 0,6 M
M1×V1 = M2×V2
0,24×5,7×10-3 L = M2×0,05 L
M2 = 0,027 M
n = M ×V
n = 0,027 M x 0.05 L
n = 1,4× 10-3 mol
Massa = n x Mr
Massa = 1,4 × 10-3 mol x 60 g/mol
Massa = 0,082 gram
d. Konsentrasi 0,4 M
M1×V1 = M2×V2
0,24×3×10-3 L = M2×0,05 L
M2 = 0,0144 M
n = M ×V
n = 0,0144 M x 0.05 L
n = 0,72× 10-3 mol
Massa = n x Mr
Massa = 0,72 × 10-3 mol x 60 g/mol
Massa = 0,0432 gram
7. Pada suhu 43oC
a. Konsentrasi 1,0 M
M1×V1 = M2×V2
0,24×9, 1× 10-3 L = M2×0,05 L
M2 = 0,043 M
n = M ×V
n = 0,043 M x 0.05 L
n = 2,2× 10-3 mol
Massa = nx Mr
Massa = 2,2 × 10-3 mol x 60 g/mol
Massa = 0,13 gram
b. Konsentrasi 0,8 M
M1×V1 = M2×V2
0,24×6,8 ×10-3 L = M2×0,05 L
M2 = 0,032 M
n = M ×V
n = 0,032 M x 0.05L
n = 1,6 × 10-3 mol
Massa = n x Mr
Massa = 1,6 × 10-3 mol x 60 g/mol
Massa = 0,096 gram
c. Konsentrasi 0,6 M
M1×V1 = M2×V2
0,24×4,8 ×10-3 L = M2×0,05 L
M2 = 0,023 M
n = M ×V
n = 0,023 M x 0.05 L
n = 1,15 × 10-3 mol
Massa = n x Mr
Massa = 1,15 × 10-3 mol x 60 g/mol
Massa = 0,069 gram
d. Konsentrasi 0,4 M
M1×V1 = M2×V2
0,24×2,4 ×10-3 L = M2×0,05 L
M2 = 0,0115 M
n = M ×V
n = 0,0115 M x 0.05 L
n = 5,76 × 10-4 mol
Massa = n x Mr
Massa = 5,76 × 10-4 mol x 60 g/mol
Massa = 0,034 gram
8. Nilai x
a. Suhu 35oC
Konsentrasi = x = Ma - Mb
Konsentrasi 1,0 M = x = Ma - Mb
= 0,13 – 0,138 = - 8× 10-3 gram
Konsentrasi 0,8 M = x = Ma - Mb
= 0,105 – 0,11 = - 5× 10-3 gram
Konsentrasi 0,6 M = x = Ma - Mb
= 0,087 – 0,09 = 3× 10-3 gram
Konsentrasi 0,4 M = x = Ma - Mb
= 0,057 – 0,048 = 9× 10-3 gram
b. Suhu 40oC
Konsentrasi = x = Ma - Mb
Konsentrasi 1,0 M = x = Ma - Mb
= 0,13 – 0,123 = 7× 10-3 gram
Konsentrasi 0,8 M = x = Ma - Mb
= 0,105 – 0,102 = 3× 10-3 gram
Konsentrasi 0,6 M = x = Ma - Mb
= 0,087 – 0,082 = 5× 10-3 gram
Konsentrasi 0,4 M = x = Ma - Mb
= 0,057 – 0,0432 = 0,0138 gram
c. Suhu 43oC
Konsentrasi = x = Ma - Mb
Konsentrasi 1,0 M = x = Ma - Mb
= 0,13 – 0,13 = 0 gram
Konsentrasi 0,8 M = x = Ma - Mb
= 0,105 – 0,096 = 9× 10-3 gram
Konsentrasi 0,6 M = x = Ma - Mb
= 0,087 – 0,069 = 0,018 gram
Konsentrasi 0,4 M = x = Ma - Mb
= 0,057 – 0,034 = 0,023 gram
9. Nilai xm
a. Suhu 35oC
Konsentrasi 1,0 M
xm
=−8 ×10−3 g0,13 g
=−0,06
Konsentrasi 0,8 M
xm
=−5 ×10−3 g0,105 g
=−0,047
Konsentrasi 0,6 M
xm
=3×10−3 g0,087 g
=0,034
Konsentrasi 0,4 M
xm
=9 ×10−3 g0,057 g
=0,15
b. Suhu 40oC
Konsentrasi 1,0 M
xm
=7×10−3 g0,13 g
=0,05
Konsentrasi 0,8 M
xm
=3 ×10−3 g0,105 g
=0,028
Konsentrasi 0,6 M
xm
=5×10−3 g0,087 g
=0,057
Konsentrasi 0,4 M
xm
=0,0138 g0,057 g
=0,0242
c. Suhu 43oC
Konsentrasi 1,0 M
xm
= 0 g0,13 g
=0
Konsentrasi 0,8 M
xm
=9 ×10−3 g0,105 g
=−0,085
Konsentrasi 0,6 M
xm
=0,018 g0,087 g
=0,2
Konsentrasi 0,4 M
xm
=0,023 g0,057 g
=0,4
10. Log xm
a. Suhu 35oC
Konsentrasi 1,0 M
Log (-0,06) = 1,2
Konsentrasi 0,8 M
Log (-0,047) = 1,3
Konsentrasi 0,6 M
Log (0,034) = - 1,4
Konsentrasi 0,4 M
Log (0,15) = -0,8
b. Suhu 40oC
Konsentrasi 1,0 M
Log (0,05) = - 1,3
Konsentrasi 0,8 M
Log (0,028) = - 1,5
Konsentrasi 0,6 M
Log (0,057) = - 1,24
Konsentrasi 0,4 M
Log (0,242) = -0,06
c. Suhu 43oC
Konsentrasi 1,0 M
Log (0) = 1
Konsentrasi 0,8 M
Log (0,086) = -1,07
Konsentrasi 0,6 M
Log (0,2) = - 0,69
Konsentrasi 0,4 M
Log (0,4) = -0,39
- Suhu 350C- Konsentrasi 1.0 M C = 0.046 M, log C = -1.34
- Konsentrasi 0,8 M C = 0.035 M, log C = -1.45
- Konsentrasi 0,6 M C = 0.030 M, log C =-1.52
- Konsentrasi 0,4 M C = 0.016 M, log C = -1.79
- Suhu 400C- Konsentrasi 1.0 M C = 0.041 M, log C = -1.39
- Konsentrasi 0,8 M C = 0.034 M, log C = -1.47
- Konsentrasi 0,6 M C = 0.027 M, log C = -1.57
- Konsentrasi 0,4 M C = 0.0144 M, log C = -1.84
- Suhu 430C- Konsentrasi 1.0 M C = 0.043 M, log C = -1.36
- Konsentrasi 0,8 M C = 0.032 M, log C = -1.49
- Konsentrasi 0,6 M C = 0.023 M, log C = -1.64
- Konsentrasi 0,4 M C = 0.0115 M, log C = -1.94
-2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5
-0.1
-0.05
0
0.05
0.1
0.15
0.2
f(x) = − 0.0536968900569426 x + 0.0232772667542707R² = 0.588103541653393
suhu 35oC
Series2Linear (Series2)
log C
x/m
-1.6 -1.4 -1.2 -1 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 00
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
f(x) = − 0.0124751700946274 x + 0.027012950653007R² = 0.254324600436427
Suhu 40oC
Series2Linear (Series2)
log C
x/m
-1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5
-0.2
-0.1
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
f(x) = − 0.0225130246983081 x + 0.122277505399236R² = 0.00878474259527706
Suhu 43oC
Series2Linear (Series2)
log C
x/m
Suhu 35oC (308 K)
y = -0,0537x + 0,0233 Log k = 0,0233
k = 1,0551 ln k = 0,0536
Suhu 40oC (313 K)
y = -0,0125x + 0,027 Log k = 0,027
k = 1,0641 ln k = 0,0621
Suhu 43oC (316 K)
y = -0,0225x + 0,1223 log k = 0,1223
k = 1,3253 ln k = 0,2816
Grafik ∆ H
0.00315 0.0032 0.003250
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
f(x) = − 2576.53061224491 x + 8.3687428571429R² = 0.649039002351281
Series2Linear (Series2)
1/T
ln k
y = -2576,5x + 8,3687
Ln k = ∆ H
R+C
m = ∆ H
R , ∆ H=m. R
∆ H = - 2576,5 ×8,314 Jmol-1K-1
= - 21416,86 Jmol-1K-1 = - 21,4 kJmol-1K-1
1/T ln k0,00324 0,05360,00319 0,06210,00316 0,2816