laporan praktikum farmako

17
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI OBAT OTONOM BLOK SARAF DAN PERILAKU BERTHARIYANTI 1102010047 Kelompok A-6 Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi Jakarta

Upload: faradiba-febriani

Post on 18-Sep-2015

924 views

Category:

Documents


91 download

DESCRIPTION

ghbfgr

TRANSCRIPT

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGIOBAT OTONOMBLOK SARAF DAN PERILAKU

BERTHARIYANTI1102010047Kelompok A-6

Fakultas Kedokteran Universitas YarsiJakarta2012/2013

PRAKTIKUM FARMAKOLOGIOBAT OTONOM

Praktikum obat otonom ini dibagi atas dua bagian, yaitu praktikum obat otonom dengan menggunakan hewan percobaan dan diskusi obat otonom dengan menggunakan kasus atau skenario dari 4 OP yang diberikan.

Tujuan:Setelah praktikum mahasiswa dapat :1. Menjelaskan sistem saraf otonom.1. Menjelaskan efek farmakodinamik obat otonom.1. Menggolongkan obat otonom yang digunakan dalam praktikum ini ke dalam obat kolinergik, antikolinergik, adrenergik, dan antiadrenergik.1. Menjelaskan dasar kerja obat yang digunakan pada praktikum ini.

I. REAKSI PUPIL TERHADAP OBAT OTONOMPupil merupakan organ yang baik dalam menunjukkan efek lokal dari suatu obat, karena obat yang dieteteskan dalam saccus conjunctivalis dapat member efek setempat yang nyata tanpa menunjukkan efek sistemik.

Bahan dan obat Penggaris Lampu senter Larutan pilokarpin 1% Larutan atropine sulfat 1%

Cara kerjaPilihlah seekor kelinci putih dan taruhlah di atas meja. Perlakukanlah hewan secara baik. Periksalah hewan dalam keadaan penerangan yang cukup dan tetap. Perhatikan lebar pupil sebelum dan sesudah dikenai sinar yang terang. Amati apakah reflex konsesual seperti yang terjadi pada manusia juga terjadi pada kelinci. Ukur lebar pupil dengan penggaris millimeter. Rangsanglah kelinci dan catatlah lebar pupil dalam keadaan eksitasi. Ambil pilokarpin 1% dan teteskan pada bola mata kanan. Perhatikanlah pupil sesudah satu menit dan ulangi jika diameter pupil belum berubah setelah 5 menit. Setelah terjadi miosis, sekarang teteskan larutan atroin 1% pada mata yang sama. Observasi pupil setiap satu menit dan ulangi penetesan setalah 5 menit jika perlu untuk menghasilkan midriasis. Lihatlah reaksi pupil tersebut terhadap sinar.

Hasil ObservasiUkuran pupil saat diberi rangsangan cahaya tak langsung adalah 0,7 cmUkuran pupil sebelum diberi pilokarpin 0,9 cm.Ukuran pupil setelah diberi pilokarpin 0,5 cm.Kemudian pupil yang sama diberi atropin, hasilnya ukuran pupil menjadi 1 cm.

Analisis dan diskusi1. Terjadi miosis pada pupil kelinci saat diberi rangsangan cahaya tidak langsung.2. Pada pemberian pilokarpin, ukuran pupil kelinci yang tadinya berukuran 0,9 cm mengecil menjadi 0,5 cm. Sedangkan pada pemberian atropin, ukuran pupil kelinci akan membesar hingga berukuran 1 cm.

KesimpulanPada pemberian atropine maka pupil akan membesar sedangkan pada pemberian pilokarpin maka pupil akan mengecil. Atropin adalah antagonis reseptor kolinergik. Sedangkan pilokarpin berkerja Sebagai miotikum, yaitu senyawa parasimpatomimetik kerja langsung yang menyebabkan kontraksi sfinkter iris dan otot siliari, menghasilkan kontriksi pupil dan spasmus akomodasi.

Pertanyaan:1. Apa yang dimaksud dengan refleks konsensual?Refleks konsensual atau refleks cahaya tak langsung adalah miosis pada pupil yang tidak disinari, yang terjadi karena pupil sisi yang lain disoroti sinar lampu. Penyinaran terhadap pupil sesisi akan menimbulkan miosis pada pupil kedua sisi.2. Jelaskan sistem saraf yang dipengaruhi oleh pilokarpin dan atropin!Sistem saraf parasimpatis adalah bagian saraf otonom yang berpusat dibatang otak dan bagian kelangkang sum-sum belakang yang mempunyai dua reseptor terhadap reseptor muskarinik dan reseptor nikotik. Obat parasimpatis dibagi dalam 2 kelompok besar yakni: Kolinergik dan Antikolinergik PilokarpinPilokarpin merupakan obat kolinergik/ Parasimpatikomimetika, yaitu adalah sekelompok zat yang dapat menimbulkan efek yang sama dengan stimulasi Susunan Parasimpatis (SP), karena melepaskan Asetilkolin( Ach ) di ujung-ujung neuron, dimana tugas utama SP adalah mengumpulkan energi dari makanan dan menghambat penggunaannya, singkatnya asimilasi AtropinAtropin merupakan obat antikolinergik/parasimpatolitik.Antikolinergik adalah ester dari asam aromatik dikombinasikan dengan basa organik. Ikatan ester adalah esensial dalam ikatan yang efektif antara antikolinergik dengan reseptor asetilkolin. Obat ini berikatan secara blokade kompetitif dengan asetilkolin dan mencegah aktivasi reseptor. Efek selular dari asetilkolin yang diperantarai melalui second messenger seperti cyclic guanosine monophosphate (cGMP) dicegah. Reseptor jaringan bervariasi sensitivitasnya terhadap blockade. 3. Jelaskan efek lokal pilokarpin dan atropin pada pupil dan mekanisme kerjanyaPilokarpin Mekanisme kerja : Sebagai miotikum, yaitu senyawa parasimpatomimetik kerja langsung yang menyebabkan kontraksi sfinkter iris dan otot siliari, menghasilkan kontriksi pupil dan spasmus akomodasi. Mengurangi tekanan pada glaukoma sudut terbuka melawan efek sikloplegik. Miotik digunakan secara topikal pada mata untuk menurunkan tekanan intraokuler (IOP) pada perawatan glaukoma sudut terbuka primer. Juga digunakan pada perawatan glaukoma noninflamatori sekunder. Penurunan IOP dapat mencegah kerusakan saraf mata. Pilokarpin merupakan pilihan miotik yang pertama karena memberikan kontrol IOP yang bagus dengan efek samping yang relatif sedikit. Efek sistemiknya dapat menyebabkan efek nikotinik terutama menyebabkan rangsangan terhadap kelenjar keringat, air mata dan ludah. Larutan tetes mata lebih dipilih ketika penurunan akut tekanan okular dan/ atau efek miotik yang intensif dibutuhkan seperti dalam penanganan darurat glaucoma sudut terbuka sebelum pembedahan, untuk reduksi tekanan okular dan perlindungan lensa mata sebelum goniotomy atau iridectomy atau untuk meringankan/ mengurangi efek midriatik dari agen-agen simpatomimetik. Efek lokal: Kegunaan topikal pada kornea dapat menimbulkan miosis dengan cepat dan kontraksi otot siliaris.Pada mata akan terjadi spasmo akomodasi, dan penglihatan akan terpaku pada jarak tertentu sehingga sulit untuk memfokus suatu objek. Atropin Mekanisme Kerja : Memiliki aktivitas kuat terhadap reseptor muskarinik, dimana obat ini terikat secara kompetitif sehingga mencegah asetilkolin terikat pada tempatnya di reseptor muskarinik. Atropin menyekat reseptor muskarinik baik di sentral maupun di saraf tepi. Kerja obat ini secara umum berlangsung sekitar 4 jam kecuali bila diteteskan ke dalam mata maka kerjanya akan berhari-hari. Efek lokal :Atropin menyekat semua aktivitas kolinergik pada mata sehingga menimbulkan midriasis (dilatasi pupil), mata menjadi bereaksi terhadap cahaya dan sikloplegia (ketidakmapuan memfokus untuk penglihatan dekat). Pada pasien dengan glaucoma , tekanan intraokular akan meninggi dan membahayakan4. Jelaskan indikasi dan kontraindikasi pilokarpin dan atropin!Pilokarpin Indikasi: Glaucoma sudut terbuka kronik. Memberi efek miotik untuk mengatasi midriasis yang disebabkan oleh atropin. Menurunkan tekanan intraokular dan memberi efek miosis intensif sebelum pembedahan pada penanganan darurat glaukoma sudut terbuka. Siklopedia pasca bedah atau prosedur pemeriksaan mata tertentu. Kontraindikasi:Radang iris akut, radang uvea akut, beberapa untuk glaucoma sekunder, radang akut segmen mata depan, penggunaan pasca bedah sudut tertutup tidak dianjurkanAtropin Indikasi:Radang iris, radang uvea, prosedur pemeriksaan refraksi, keracunan organofosfat Kontraindikasi : Glaukoma sudut tertutup, obstruksi/sumbatan saluran pencernaan dan saluran kemih, atoni (tidak adanya ketegangan atau kekuatan otot) saluran pencernaan, ileus paralitikum, asma, miastenia gravis, kolitis ulserativa, hernia hiatal, penyakit hati dan ginjal yang serius.

KASUS 1Seorang gadis 12 tahun datang ke dokter dengan radang tenggorokan dan demam. Dokter mendiagnosa sebagai faringitis akut yang disebabkan oleh Streptococcus beta-hemolytic group A. Ia diberikan injeksi Penisilin. Sekitar 5 menit kemudian, ditemukan kondisi respiratory distress dan adanya wheezing, kulit dingin, takikardi, tekanan darah turun sampai 70/20 mmHg. Dokter kemudian mendiagnosa sebagai reaksi anafilaktik terhadap penisilin lalu memberikan injeksi epinefrin SC.Pertanyaan:1. Jelaskan efek pemberian epinefrin pada kasus di atas!Tekanan darah sistolik meningkat, tekanan diastolik meningkat (jika dengan dosis besar), dilatasi arteri koroner sehingga meningkatkan aliran darah arteri koroner, cardiac output dan denyut jantung meningkat, dan bronkodilatasi. 2. Bagaimana mekanisme kerja epinefrinMenstimulasi reseptor alfa-, beta1-, dan beta2-adrenergik yang berefek relaksasi otot polos bronki, stimulasi jantung, dan dilatasi vaskulatur otot skelet; dosis kecil berefek vasodilatasi melalui reseptor beta2-vaskuler; dosis besar menyebabkan konstriksi otot polos vaskuler dan skelet.3. Apa sebabnya epinefrin merupakan obat terpilih untuk reaksi anafilaktik?Syok anafilaktik adalah repons alergi yang paling gawat yang ditimbulkan oleh adanya reaksi antigen-antibodi. Tanda utamanya adalah bronkokonstriksi berat dan hipotensi karena kolaps kardiovaskular. Pemberian epinefrin menyebabkan bronkodilatasi, meningkatkan kemampuan jantung, dan vasokonstriksi pembuluh darah untuk meningkatkan tekanan darah.4. Terangkan apa yang terjadi bila epinefrin diberikan pada syok hipovolemik!Pemberian epinefrin pada syok anafilaktik menyebabkan bronkodilatasi, meningkatkan kemampuan jantung, dan vasokonstriksi pembuluh darah untuk meningkatkan tekanan darah.

II. EFEK OBAT OTONOM TERHADAP MANUSIABahan dan obat Stetoskop Tensimeter Gelas ukur Stopwatch Metronom Obat: evedrin, propanolol, atropin, dan placebo

Cara kerjaTentukan 4 orang percobaan yang akan diberikan obat yang berbeda dengan perlakuan yang sama. Ukur tekanan darah, nadi, respiratory rate dan produksi saliva OP. Perintahkan OP untuk melakukan exercise (lari di tempat) selama 2 menit sebanyak 120x/menit. Ukur kembali tekanan darah, nadi, respiratory rate dan produksi saliva OP. Kemudian berikan obat dengan prinsip double blind, yaitu secara acak dan tidak diketahui obat otonom golongan yang mana. Observasi terus TD, nadi, RR dan saliva OP setiap 20 menit, 40 menit dan 80 menit. Perintahkan kembali OP untuk melakukan exercise (lari di tempat) selama 2 menit sebanyak 120x/menit. Dan ukur kembali tekanan darah, nadi, respiratory rate dan produksi saliva OP.

Hasil ObservasiOP 1TDHRRRSaliva

Basal110/70702011 ml

Post excercise160/7090--

Menit 20130/7084168 ml

Menit 40130/8072167 ml

Menit 60120/8068206 ml

Post excercise135/7080--

OP 2TDHRRRSaliva

Basal110/7060159 ml

Post excercise130/7070--

Menit 20100/70642411 ml

Menit 40100/7056164 ml

Menit 60110/7052162 ml

Post excercise145/7080--

OP 3TDHRRRSaliva

Basal110/7080204 ml

Post excercise130/70120--

Menit 20110/701002010 ml

Menit 40120/7088208 ml

Menit 60115/7096208 ml

Post excercise150/7012828-

OP 4TDHRRRSaliva

Basal110/7090304 ml

Post excercise140/70108--

Menit 20135/8088204 ml

Menit 40135/9088206 ml

Menit 60125/8592205 ml

Post excercise140/70120--

Analisis dan diskusiOP 1: Efek penghambat adrenergik pasien terlihat. Diduga pasien meminum obat propanolol.OP 2:Efek penurunan produksi saliva sangat jelas. Diduga pasien meminum obat atropin.OP 3:Efek simpatis pasien terlihat. Diduga pasien meminum obat evedrin.OP 4:TD, HR, RR dan saliva tidak mengalami perubahan yang signifikan. Diduga pasien meminum obat placebo.

KesimpulanEvedrin adalah obat golongan adrenergik yang memberikan efek yang sama dengan stimulasi sitem saraf simpatis. Sedangkan propanolol adalah obat golongan antiadrenergik yang memberikan efek penurunan TD dan bronkokonstriksi. Pemberian placebo tidak memberikan perubahan yang signifikan pada TD, HR, RR maupun saliva. Sedangkan Atropin adalah obat golongan antikolinergik yang memberikan efek bronkodilatasi .

III. TEORIObat otonom adalah obat yang bekerja pada sistem saraf otonom. Cara kerja obat otonom adalah mempengaruhi transmisi neurohormonal dengan cara menghambat atau mengintensifkannya. Terdapat beberapa kemungkinan pengaruh obat pada transmisi sistem kolinergik maupun adrenergik, yaitu:1) Hambatan pada sintesis atau pelepasan transmitor2) Menyebabkan pelepasan transmitor3) Ikatan dengan reseptor4) Hambatan destruksi transmitorMenurut efek utamanya maka obat otonom dapat dibagi dalam 5 golongan:1) Parasimpatomimetik atau kolinergik2) Simpatomimetik atau adrenergik3) Parasimpatolitik atau penghambat kolinergik4) Simpatolitik atau penghambat adrenergik5) Obat ganglion

Obat Midriatikum Obat midriatikum adalah obat yang digunakan untuk membesarkan pupil mata. Juga digunakan untuk siklopegia dengan melemahkan otot siliari sehingga memungkinkan mata untuk fokus pada obyek yang dekat. Obat midriatikum menggunakan tekanan pada efeknya dengan memblokade inervasi dari pupil spingter dan otot siliari.

Obat untuk midriatikum bisa dari golongan obat simpatomimetik dan antimuskarinik, sedangkan obat untuk Siklopegia hanya obat dari golongan antimuskarinik. Obat midriatikum-siklopegia yang tersedia di pasaran adalah Atropine, Homatropine dan Tropicamide dengan potensi dan waktu kerja yang berbeda begitu juga kegunaan secara klinisnya. 1. Atropin Atropine, adalah alkaloid derivat solanasid dari Atropa belladonna yaitu suatu ester organik asam tropik dan tropin. Atropin merupakan antimuskarinik pertama yang digunakan sebagai obat, Atropin sangat potensial sebagai obat midriatikum-siklopegia dengan panjang waktu kerja lebih dari dua minggu.1. Homatropin Homatropine adalah alkaloid semisintetik yang dibuat dari kombinasi asam mandelat dengan tropine. Durasi kerja Homatropin lebih pendek dibanding dengan Atropin.1. Tropikamid Tropicamide, adalah derivat sintetik dari asam tropik, tersedia sebagai obat mata pada akhir tahun 1950-an. Tropikamid mempunyai waktu kerja dan lama kerja lebih pendek dibandingkan dengan antimuskarinik lainnya, sehingga mempunyai daya serapnya (difusi) terbesar dan proporsi obat yang tersedia untuk penetrasi ke kornea lebih tinggi.

Obat Miotikum Obat miotikum adalah obat yang menyebabkan miosis (konstriksi dari pupil mata). Pengobatan glaukoma bertujuan untuk mengurangi tekanan di dalam mata dan mencegah kerusakan lebih lanjut pada penglihatan. Obat Miotikum bekerja dengan cara membuka sistem saluran di dalam mata, dimana sistem saluran tidak efektif karena kontraksi atau kejang pada otot di dalam mata yang dikenal dengan otot siliari.Betaxolol dan Pilokarpin adalah contoh obat Miotikum yang sering digunakan. Betaxolol adalah senyawa penghambat beta adregenik. Pilocarpine adalah alkaloid muskarinik yang diperoleh dari daun belukar tropis Amerika dari genus Pilocarpus. Pilokarpin bekerja sebagai reseptor agonis muskarinik pada sistem saraf parasimpatik.Pilocarpine digunakan untuk glaukoma untuk mencegah kerusakan lebih lanjut akibat tekanan yang dapat berisiko kebutaan, Pilokarpin mengatasi gejalanya dengan menurunkan tekanan pada mata penderita glaukoma.Pilokarpin bekerja pada reseptor muskarinik (M3) yang terdapat pada otot spingter iris, yang menyebabkan otot berkontraksi dan menyebabkan pupil mata mengalami miosis. Pembukaan terhadap jala mata trabekular secara langsung meningkatkan tekanan pada cabang skleral. Aksi ini memfasilitasi pengeluaran cairan pada kelopak mata sehingga menurunkan tekanan intraokular (dalam mata).

Kolenergika atau parasimpatomimetika adalah sekelompok zat yang dapat menimbulkan efek yang sama dengan stimulasi Susunan Parasimpatis (SP), karena melepaskan neurohormon asetilkolin (ACh) diujung-ujung neuronnya. Tugas utama SP adalah mengumpulkan energi dari makanan dan menghambat penggunaannya, singkatnya berfungsi asimilasi. Bila neuron SP dirangsang, timbullah sejumlah efek yang menyerupai keadaan istirahat dan tidur. Efek kolinergis faal yang terpenting seperti: stimulasi pencernaan dengan jalan memperkuat peristaltik dan sekresi kelenjar ludah dan getah lambung (HCl), juga sekresi air mata, dan lain-lain, memperkuat sirkulasi, antara lain dengan mengurangi kegiatan jantung, vasodilatasi, dan penurunan tekanan darah, memperlambat pernafasan, antara lain dengan menciutkan bronchi, sedangkan sekresi dahak diperbesar, kontraksi otot mata dengan efek penyempitan pupil (miosis) dan menurunnya tekanan intraokuler akibat lancarnya pengeluaran air mata, kontraksi kantung kemih dan ureter dengan efek memperlancar pengeluaran urin, dilatasi pembuluh dan kotraksi otot kerangka, menekan SSP setelah pada permulaan menstimulasinya (Tan Hoan Tjay & Rahardja, 2002).

Reseptor kolinergika terdapat dalam semua ganglia, sinaps, dan neuron postganglioner dari SP, juga pelat-pelat ujung motoris dan di bagian Susunan Saraf Pusat yang disebut sistem ekstrapiramidal. Berdasarkan efeknya terhadap perangsangan, reseptor ini dapat dibagi menjadi 2 bagian, yakni: \A. Reseptor MuskarinikReseptor ini, selain ikatannya dengan asetilkolin, mengikat pula muskarin, yaitu suatu alkaloid yang dikandung oleh jamur beracun tertentu. Sebaliknya, reseptor muskarinik ini menunjukkan afinitas lemah terhadap nikotin. Dengan menggunakan study ikatan dan panghambat tertentu, maka telah ditemukan beberapa subklas reseptor muskarinik seperti M1, M2, M3, M4, M5. Reseptor muskarinik dijumpai dalam ganglia sistem saraf tepi dan organ efektor otonom, seperti jantung, otot polos, otak dan kelenjar eksokrin. Secara khusus walaupun kelima subtipe reseptor muskarinik terdapat dalam neuron, namun reseptor M1 ditemukan pula dalam sel parietal lambung, dan reseptor M2 terdapat dalam otot polos dan jantung, dan reseptor M3 dalam kelenjar eksokrin dan otot polos. Obat-obat yang bekerja muskarinik lebih peka dalam memacu reseptor muskarinik dalam jaringan tadi, tetapi dalam kadar tinggi mungkin memacu reseptor nikotinik pula (Mary J. Mycek, dkk, 2001).

Sejumlah mekanisme molekular yang berbeda terjadi dengan menimbulkan sinyal yang disebabkan setelah asetilkolin mengikat reseptor muskarinik. Sebagai contoh, bila reseptor M1 atau M2 diaktifkan, maka reseptor ini akan mengalami perubahan konformasi dan berinteraksi dengan protein G, yang selanjutnya akan mengaktifkan fosfolipase C. Akibatnya akan terjadi hidrolisis fosfatidilinositol-(4,5)-bifosfat (PIP2) menjadi diasilgliserol (DAG) dan inositol (1,4,5)-trifosfat (IP3) yang akan meningkatkan kadar Ca++ intrasel. Kation ini selanjutnya akan berinteraksi untuk memacu atau menghambat enzim-enzim atau menyebabkan hiperpolarisasi, sekresi atau kontraksi. Sebaliknya, aktivasi subtipe M2 pada otot jantung memacu protein G yang menghambat adenililsiklase dan mempertinggi konduktan K+, sehingga denyut dan kontraksi otot jantung akan menurun (Mary J. Mycek, dkk, 2001).

B. Reseptor NikotinikReseptor ini selain mengikat asetilkolin, dapat pula mengenal nikotin, tetapi afinitas lemah terhadap muskarin. Tahap awal nikotin memang memacu reseptor nikotinik, namun setelah itu akan menyekat reseptor itu sendiri. Reseptor nikotinik ini terdapat di dalam sistem saraf pusat, medula adrenalis, ganglia otonom, dan sambungan neuromuskular. Obat-obat yang bekerja nikotinik akan memacu reseptor nikotinik yang terdapat di jaringan tadi. Reseptor nikotinik pada ganglia otonom berbeda dengan reseptor yang terdapat pada sambungan neuromuskulular. Sebagai contoh, reseptor ganglionik secara selektif dihambat oleh heksametonium, sedangkan reseptor pada sambungan neuromuskular secara spesifik dihambat oleh turbokurarin (Mary J. Mycek, dkk, 2001). Stimulasi reseptor ini oleh kolenergika menimbulkan efek yang menyerupai efek adrenergika, jadi bersifat berlawanan sama sekali. Misalnya vasokonstriksi dengan naiknya tensi ringan, penguatan kegiatan jantung, juga stimulasi SSP ringan. Pada dosis rendah, timbul kontraksi otot lurik, sedangkan pada dosis tinggi terjadi depolarisasi dan blokade neuromuskuler (Tan Hoan Tjay & Rahardja, 2002).

Kolinergika dapat dibagi menurut cara kerjanya, yaitu zat-zat dengan kerja langsung dan zat-zat dengan kerja tak langsung. Kolinergika yang bekerja secara langsung meliputi karbachol, pilokarpin, muskarin, dan arekolin (alkaloid dari pinang, Areca catechu). Zat-zat ini bekerja secara langsung terhadap organ-organ ujung dengan kerja utama yang mirip efek muskarin dari ACh. Semuanya adalah zat-zat amonium kwaterner yang bersifat hidrofil dan sukar larut memasuki SSP, kecuali arekolin (Tan Hoan Tjay & Rahardja, 2002).

Sedangkan kolinergika yang bekerja secara tak langsung meliputi zat-zat antikolinesterase seperti fisostigmin, neostigmin, dan piridogstimin. Obat-obat ini merintangi penguraian ACh secara reversibel, yakni hanya untuk sementara. Setelah zat-zat tersebut habis diuraikan oleh kolinesterase, ACh segera akan dirombak lagi. Disamping itu, ada pula zat-zat yang mengikat enzim secara irreversibel, misalnya parathion dan organofosfat lainnya. Kerjanya panjang, karena bertahan sampai enzim baru terbentuk lagi. Zat ini banyak digunakan sebagai insektisid beracun kuat di bidang pertanian (parathion) dan sebagai obat kutu rambut (malathion). Gas saraf yang digunakan sebagai senjata perang termasuk pula kelompok organofosfat ini, misalnya Sarin, Soman, dan sebagainya. (Tan Hoan Tjay & Rahardja, 2002).

Salah satu kolinergika yang sering digunakan dalam pengobatan glaukoma adalah pilokarpin. Alkaloid pilokarpin adalah suatu amin tersier dan stabil dari hidrolisis oleh asetilkolenesterase. Dibandingkan dengan asetilkolin dan turunannya, senyawa ini ternyata sangat lemah. Pilokarpin menunjukkan aktivitas muskarinik dan terutama digunakan untuk oftamologi. Penggunaan topikal pada kornea dapat menimbulkan miosis dengan cepat dan kontraksi otot siliaris. Pada mata akan terjadi suatu spasme akomodasi, dan penglihatan akan terpaku pada jarak tertentu, sehingga sulit untuk memfokus suatu objek. Pilokarpin juga merupakan salah satu pemacu sekresi kelenjar yang terkuat pada kelenjar keringat, air mata, dan saliva, tetapi obat ini tidak digunakan untuk maksud demikian. Pilokarpin adalah obat terpilih dalam keadaan gawat yang dapat menurunkan tekanan bola mata baik glaukoma bersudut sempit maupun bersudut lebar. Obat ini sangat efektif untuk membuka anyaman trabekular di sekitar kanal Schlemm, sehingga tekanan bola mata turun dengan segera akibat cairan humor keluar dengan lancar. Kerjanya ini dapat berlangsung sekitar sehari dan dapat diulang kembali. Obat penyekat kolinesterase, seperti isoflurofat dan ekotiofat, bekerja lebih lama lagi. Disamping kemampuannya dalam mengobati glaukoma, pilokarpin juga mempunyai efek samping. Dimana pilokarpin dapat mencapai otak dan menimbulkan gangguan SSP. Obat ini merangsang keringat dan salivasi yang berlebihan.Kontraindikasi : radang iris akut, radang uvea akut, beberapa untuk glaucoma sekunder, radang akut segmen mata depan, penggunaan pasca bedah sudut tertutup tidak dianjurkan.