laporan resmi farmako ii-ema

Download Laporan Resmi Farmako II-Ema

If you can't read please download the document

Upload: dzul-azmah-nasution

Post on 04-Jul-2015

973 views

Category:

Documents


25 download

TRANSCRIPT

Laporan Resmi Praktikum Farmakologi Farmasi

ANALGETIKA

Nama NIM Program Kelompok/ Hari Asisten Tanggal Percobaan

: Dzul Azmah Nasution : 091501068 : S-1 Reguler : II / Selasa : Fanny Alvianti : 22 Februari 2011

Laboratorium Farmakologi Farmasi Departemen Farmakologi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan 2011

Lembar Persetujuan Dan Nilai Laporan Praktikum Judul Percobaan : ANALGETIKA

Medan,

Februari 2011

Tanggal ACC : ______________________ Asisten, Praktikan,

(Fanny Alvianti)

(Dzul Azmah Nasution)

Perbaikan : 1. Perbaikan I, Tanggal Telah Diperbaiki 2. Perbaikan II, Tanggal Telah Diperbaiki : ___________________ : ___________________ : ___________________ : ___________________

3. Perbaikan III, Tanggal : ___________________ Telah Diperbaiki : ___________________

4. Perbaikan IV, Tanggal : ___________________ Telah Diperbaiki 5. Pergantian Jurnal : ___________________ : ___________________

Nilai :

I. PENDAHULUAN

Analgetik adalah obat obat atau zat - zat yang mengurangi atau menghambat rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Rasa nyeri merupakan suatu gejala yang berfungsi melindungi dan memberikan tanda bahaya tentang adanya gangguan gangguan ditubuh seperti infeksi kuman, kejang kejang otot, peradangan (rematik, encok) dan lain lain (Depkes RI, 1994). Obat penghilang rasa nyeri (Analgetik) ialah obat yang digunakan untuk mengurangi atau menekan rasa sakit misalnya sakit kepala, otot, perut, gigi dan lainnya. Atas dasar kerja farmakologinya, analgetika dibagi dalam dua kelompok besar, yakni : 1. Analgetika Perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Analgetika antiradang ternasuk kelompok ini. 2. analgetika narkotik, khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat, seperti pada fractura dan kanker. Nyeri merupakan suatu perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman, tidak berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan. Keadaan ps ikis sangat mempengaruhi nyeri, misalnya emosi dapat menimbulkan sakit ( kepala ) atau memperhebatnya, tetapi dapat pula menghindarkan sensasi rangsangan nyeri (Tjay, 2002). Nyeri merupakan gejala yang paling sering dikeluhkan penderita sehingga untuk mengurangi secara simtomatis diperlukan analgetika.Rasa nyeri hanya merupakan suatu gejala yang berfungsi memberi tanda tentang adanya gangguan gangguan di tubuh seperti peradangan, infeksi kuman atau kejang otot. Rasa nyeri disebabkan rangsangan mekanis atau kimiawi, kalor atau listrik yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan dan melepaskan zat yang disebut mediator nyeri atau pengantar (Depkes RI, 1994).

II. TUJUAN PERCOBAAN

- Untuk mengetahui efek analgesia pada nilai ambang sakit yang diakibatkan oleh

asam asetat (secara kimia), plat panas dan plat panas IR (secara fisika)- Untuk mengetahui efek antalgin sebagai analgetik non-narkotik - Untuk mengetahui efek morfin sebagai analgetik narkotik - Untuk membandingkan efek analgetik dari antalgin dengan morfin.

III. PRINSIP PERCOBAAN

Membandingkan efek analgetik dari antalgin dan morpin dengan pemberian dosis yang berbeda serta mengetahui efek analgesia pada nilai ambang sakit yang diakibatkan perlakuan secara kimia (asam asetat) dan secara fisika (plat panas dan plat panas IR).

IV. TINJAUAN PUSTAKA

Analgetik adalah obat obat atau zat - zat yang mengurangi atau menghambat rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Rasa nyeri merupakan suatu gejala yang berfungsi melindungi dan memberikan tanda bahaya tentang adanya gangguan gangguan ditubuh seperti infeksi kuman, kejang kejang otot, peradangan (rematik, encok) dan lain lain. Sebab sebab rasa nyeri adalah rangsangan mekanis atau kimia (kalor atau listrik) yang dapat menimbulkan kerusakan kerusakan pada jaringan dan melepaskan zat zat tertentu yang disebut mediator nyeri (perantara). Mediator ini meransang reseptor nyeri yang terletak di ujung saraf bebas dari kulit, selaput lendir dan jaringan lainnya. Dari sini rangsangan dirasakan nyeri. Mediator mediator nyeri yang terpenting adalah antihistamin, serotonin, plasmakinin plasmakinin (bradikinin, prostaglandin dan ion ion kalium). Zat zat ini dapat mengakibatkan reaksi radang, kejang kejang otot dan mengaktifkan reseptor reseptor nyeri (Depkes RI, 1994). Zat ini merangsang reseptor nyeri yang letaknya pada ujung syaraf bebas di kulit, selaput lendir, dan jaringan lain. Dari tempat ini rangsangan dialirkan melalui syaraf sensorik ke sistem syaraf pusat (SSP), melalui sum sum tulang belakang ke thalamus (optikus) kemudian ke pusat nyeri dalam otak besar dimana rangsang terasa sebagai nyeri. Sebagai mediator nyeri adalah : Histamine Serotonin Bradikinin Prostaglandin Ion kalium (Moh Anief, 1996). Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala, yang berfungsi melindungi tubuh. Nyeri harus dianggap sebagai isyarat bahaya tentang adanya gangguan di jaringan, seperti peradangan (rema, encok), infeksi jasad renik, atau kejang otot. Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi, atau fisis (kalor, listrik), dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan tersebut memicu pelepasan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri.

Mediator nyeri antara lain dapat mengakibatkan reaksi radang dan kejang kejang, yang mengaktivasi reseptor nyeri di ujung-ujung saraf bebas di kulit, mukosa, dan jaringan lain. Nociceptor ini terdapat di seluruh jaringan dan organ tubuh, kecuali di SSP. Dari sini rangsangan disalurkan ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron dengan amat banyak sinaps melalui sum-sum tulang belakang, sum-sum lanjutan, dan otak tengah. Dari thalamus (optikus) impuls kemudian diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, di mana impuls dirasakan sebagai nyeri. Ambang nyeri didefinisikan sebagai tingkat (level) di mana nyeri dirasakan untuk pertama kali. Jadi, intensitas rangsangan yang terendah saat seseorang merasakan nyeri. Untuk setiap orang, ambang nyeri adalah konstan (Tjay, 2002). Prostaglandin hanya berperan pada nyeri yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau inflamasi. Penelitian telah membuktikan bahwa prostaglandin menyebabkan sensitisasi reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan kimiawi. Jadi prostaglandin menimbulkan keadaan hiperalgesia, kemudian mediator kimiawi seperti bradikinin dan histamin merangsangnya dan menimbulkan nyeri yang nyata (Wilmana, F, 1995). Berdasarkan proses terjadinya rasa nyeri tersebut, maka rasa nyeri dapat di lawan dengan beberapa cara: a) Merintangi pembentukan ransangan dalam reseptor nyeri perifer (analgetik perifer, anastesi lokal) b) Merintangi penyaluran rasa nyeri dalam syaraf syaraf sensoris ( anastesi lokal) c) Memblokade atau menghambat rasa nyeri di pusat nyeri dalam narkotik, anastesi umum) (Depkes RI, 1994). Obat analgetik adalah obat penghilang nyeri yang banyak digunakan untuk mengatasi sakit kepala demam, dan nyeri ringan. Obat-obat ini mudah diperoleh tanpa resep. Jika digunakan dalam waktu singkat, obat-obat ini umumnya aman dan efektif. Tapi dengan banyaknya macam obat analgetik yang tersedia di pasaran, harus dipilih obat yang optimal untuk pasien dalam keadaan tertentu. Pemilihan tersebut harus mempertimbangkan keadaan pasien, penyakit dan obat lain yang diminum dalam waktu bersamaan, keamanan, efisiensi, harga, dan tak ketinggalan respons tubuh pasien terhadap terapi. Sebelum memilih obat penghilang nyeri yang tepat, (Analgetik

sebaiknya diketahui dulu apa yang disebut nyeri dan macam nyeri yang dapat disembuhkan dengan analgetika. Nyeri terjadi jika organ tubuh, otot, atau kulit terluka oleh benturan, penyakit, keram, atau bengkak. Rangsangan penimbul nyeri umumnya punya kemampuan menyebabkan sel-sel melepaskan enzim proteolitik (pengurai protein) dan polipeptida yang merangsang ujung saraf yang kemudian menimbulkan impuls nyeri. Senyawa kimia dalam tubuh yang disebut prostaglandin beraksi membuat ujung saraf menjadi lebih sensitif terhadap rangsangan nyeri oleh polipeptida ini.

Berdasarkan lokasi asalnya, nyeri dapat dikatagorikan menjadi beberapa kelas yaitu: nyeri somatik, viseral, dan neuropatik. Nyeri somatik adalah nyeri yang berlokasi di sekitar otot atau kulit, umumnya berada di permukaan tubuh. Nyeri viseral adalah nyeri yang terjadi di dalam rongga dada atau rongga perut. Sedangkan nyeri neuropatik terjadi pada saluran saraf sensorik. Kondisi yang menyebabkan nyeri viseral antara lain adalah iskemia (kekurangan darah) pada organ atau jaringan tubuh (seperti pada penyakit angina ectoris/serangan jantung), kejang otot perut, regangan fisik suatu organ, regangan pada usus, dan sebagainya yang semuanya terjadi di dalam rongga perut atau dada. Tidak seperti nyeri somatik, nyeri viseral ini umumnya tidak dapat dirasakan secara tepat lokasinya, kadang terasa seperti di berbagai tempat pada kulit atau otot, tapi sebenarnya berada di dalam rongga badan (Zullies Ikawati, 2009). Analgetik bekerja secara sentral untuk meningkatkan kemampuan menahan nyeri. Analgesia yaitu suatu keadaan setelah pemberian analgetika, bercirikan perubahan prilaku pada respon terhadap nyeri dan kemampuan yang berkurang untuk menerima impuls nyeri tanpa kehilangan kesadaran. Sebaliknya banyak obat meringankan nyeri dengan mempengaruhi patologi yang mendasarinya. Umpamanya nyeri yang di sebabkan oleh infeksi bakteri kerongkongan dapat dihilangkan dengan menakjubkan segera setelah diberikan antibiotik. Zat ini memusnahkan atau membatasi pertumbuhan bakteri secara bersama sama dengan sel tuan rumah yang rusak, dibersihkan oleh sistem peredaran serta sistem kekebalan. Penyembuhan dipercepat serta peradangan, pembengkakan nyeri berkurang. Beberapa obat menghilangkan nyeri dengan efek langsung pada nyeri yang bersangkutan tetapi

tidak mempengaruhi patologi yang mendasari dan seperti halnya analgetik dapat menutupinya.Anastetik lokal bekerja pada perifer untuk memghalangi pembentukan dan penghantaran impuls nyeri. Salah satu contoh anastetik ini adalah antalgin, yang merupakan salah satu obat penghilang rasa sakit turunan NSAID, umumnya obatobatan analgetik adalah galongan obat antiinflamasi dan beberapa obat golongan ini memiliki sifat antipirertik juga (penurun panas), sehingga dikategorikan sebagai analgetik-antipiretik. Golongan ini adalah golongan analgetik ringan. Umumnya mekanisme kerjanya adalah menghambat neurotransmitter tertentu yang dapat menimbulkan rasa nyeri dan demam. Dengan blokade sintesa neurotransmitter

tersebut, maka otak tidak mendapatkan sinya nyeri, sehingga rasa nyerinya berangsur-angsur akan menghilang (Anonim,b,2007).

PENGGOLONGAN ANALGETIK Analgetik dapat dibagi dalam dua golongan besar: 1. Analgetik narkotik disebut juga analgetika sentral Memiliki daya penghalang nyeri yang kuat sekali, mengurangi kesadaran (mengantuk) dan memberikan perasaan nyaman (euforia). Dapat juga menyebabkan toleransi, kebiasaan (habituasi) ketergantungan fisik dan psikis (adiksi) dan gejala gejala abstinensi bila diputuskan pengobatan (gejala putus obat). Karena bahaya dan gejala gejala di atas maka pemakaian obat obat ini diawasi dengan seksama oleh oleh DEPKES dan dimasukkan kedalam Undang Undang Obat Bius (narkotika) (Depkes RI, 1994), Analgetika narkotik merupakan analgetika yang bekerja sentral. Zat-zat ini mengubah efek impuls nyeri pada SSP. Kesadaran akan nyeri mungkin tetap ada atau berkurang, tetapi kemampuan untuk menafsirkan, menggabungkan, dan bereaksi terhadap nyeri menurun karena adanya sedasi, euforia, dan penurunan keresahan dan penderitaan. Efek opioid lain satu-satunya yang berguna terhadap SSP adalah penekanan batuk. Secara perifer, pengurangan gerakan dorong usus berguna untuk mengendalikan diare, jika tidak, terjadi sembelit sebagai efek samping umum. Toleransi mengacu kepada kebutuhan untuk meningkatkan dosis opioid selama suatu kurun waktu untuk mencapai tingkat analgesia atau euforia yang sama.

Daerah tertentu pada SSP mengikat opioid secara stereo spesifik. Umpamanya, opioid bertanda isotop dengan kadar fisiologis, terikat pada homogenat otak tikus dan dapat digantikan secara kompetitif oleh salah satu bayangan cermin opioid yang tak bertanda, sedangkan bayangan cermin yang lain mungkin 10.000 kali kurang efektif. Analgesia juga stereo spesifik atau stereo selektif, dan bayangan cermin analgetika yang lebih aktif adalah inhibitor kompetitif yang lebih aktif. Antagonis narkotik menghambat secara kompetitif pengikatan agonis pada homogenat otak tikus, tetapi rupanya kurang mempunyai aktivitas intrinsik (Hite, 1995). Menurut mekanisme kerjanya, analgesik opioid dibedakan atas: 1. Agonis opioid, adalah zat atau obat yang dapat berikatan dengan reseptor opioid dan dapat pula digeser oleh antagonis opioid, dan dapat pula memberikan efek farmakologis yang berlainan. Termasuk morfin, dan alkaloid opium lain, metadon dan derivatnya, meperidin, dan derivatnya. 2. Antagonis opioid relatif murni, ialah zat yang dapat berikatan dengan reseptor opioid dengan efek agonis opioid ringan disusul dengan efek antagonis yang lebih kuat. Termasuk nalokson. 3. Agonis-Antagonis (kerja campuran), ialah zat yang mempunyai kerja campuran agonis dan antagonis, dengan efek agonis lebih nyata, seperti Nalorfin, Levalorfan, Siklazosin (Munaf, 1994). Secara kimia obat obat ini dalam kelompok kelompok : 1. Alkaloid candu alamiah Morfin Efek morpin pada susunan syaraf pusat dan usus terutama ditimbulkan karena morpin bekerja sebagai agonis pada reseptor . Akan tetapi selain itu morfin juga mempunyai afinitas yang lebih lemah terhadap reseptor dan .

Efek analgetik morfin dan golongan opioid lainnya sangat selektif dan tidak disertai dengan hilangnya fungsi sensorik lain yaitu rasa raba, rasa getar (vibrasi), penglihatan dan pendengaran. Bahkan persepsi stimulasi nyeri pun tidak selalu hilang setelah pemberian morfin dosis terapi. Yang terjadi adalah suatu perubahan reaksi terhadap stimulus nyeri itu.

Efek analgetik morfin timbul berdasarkan 3 mekanisme : 1. Morfin mininggikan ambang ransang nyeri. Mekanisme ini berperan penting jika morpin diberikan sebelum terjadinya stimulasi nyeri. Bila morpin diberikan setelah timbul nyeri, mekanisme lain lebih penting. 2. Morfin dapat mempengaruhi emosi, artinya morpin dapat mengubah reaksi yang timbul di korteks selebri pada waktu persepsi nyeri diterima oleh korteks selebri dari thalamus. Setelah pemberian morpin penderita masih tetap merasakan nyeri, tetapi reaksi terhadap nyeri yaitu kuwatir, takut, reaksi menarik diri(withdrawal) tidak timbul. 3. Morpin memudahkan tidur dan pada waktu tidur ambang ransang nyeri meningkat (Santoso, 1995). Sintetis Heroin Hidromorgon Dionin Hidrokodon

Pengganti morfin Petidin dan turunannya Fenantren dan turunannya Metadon dan turunannya (Depkes RI, 1994). : Fentanil, sufentanil : Levorfanol, pentazosin : Dekstromoramida, bezitramida

Adiksi adalah gejala yang kompleks dan melibatkan faktor sosial, kepribadian dan farmakologi. Korban adiksi menjadi tidak produktif, memboroskan segala hartanya untuk memberi obat narkotik , mengabaikan keluarga dan lingkungannnya, berani bertindak pidana tanpa menagaikan keselamatan dirinya apalagi orang lain. Banyak morfinis mengawali hidup adiksi pada usia belasan tahun sewaktu jiwanya masih labil. Akhirnya mereka merasakan ketagiahan yang luar biasa (Dr. Agus Djumari, 1990).

2. Analgetika non narkotik.

Obat obat ini dinamakan analgetik perifer karena tidak memperngaruhi susunan syaraf sentral, tidak menurunkan kesadaran dantidak mengakibatkan ketagihan. Analgetik non narkotik mempunyai daya kerja : Khasiat antipiretk : menurukan suhu badan saat demam (analgetik antipiretik). Khasiat berdasarkan ransangan terhadap pusat pengatur kalor di hipotalamus, mengakibatkan vasodilatasi perifer di kulit dengan bertambahnya pengeluaran kalor disertai dengan keluarnya banyak keringat. Misalnya : Parasetamol, Asetosal, Aminofenazon dan lainnya. Khasiat anti flogistik : Anti radang atau anti inflamasi. Anti radang sama kuat dengan analgetik Digunakan sebagai anti nyeri atau rematik Contoh : Asetosal, Amidopirin, Ibuprofen dan Asam mefenamat. Anti radangnya lebih kuat Contoh : Fenil butazon, Nifliminat, Metiazinat Bekerja analgetiknya jika serentak terdapat peradangan, antara lain indometazin dan Benzidamin.

Penggolongan obat anlgetik non narkotik : Salisilat salisilat Yang termasuk golongan ini adalah asam salisilat, eter-esternya dan turunanturunan lainnya. Obat ini sudah lama dikenal, berasal dari kulit kayu pohon Willow (Salix alba), yang mengandung salisilin, yaitu suatu glikosida asam salisilat, dan sekarang telah dibuat secara sintetik. Sifat kerja salisilat antara lain; analgesia, yaitu meringankan rasa sakit, antipiretik, yaitu menurunkan panas, dan efek anti inflamasi. Contoh : Asetosal, salisilamid dan natrium salisilat . Derivat Para Amino Penol Dari turunan para aminofenol yang mula-mula dipakai sebagai analgetik adalah fenasetin. Fenasetin ini di dalam tubuh dirombak dengan dua cara dan membentuk asetaminofen (parasetamol) dan fenetidin. Parasetamol mempunyai kerja yang serupa dengan fenasetin. Kerjanya adalah analgetik dan antipiretik, tidak meiliki kerja anti inflamasi dan anti reumatik.

Contoh : Penacetin, Asetaminopen (Depkes RI,1994). OBAT ANALGETIK BERDASARKAN ILMU FARMAKOLOGI Aspek Farmakologis Obat Analgetik Obat analgetik atau bahasa simpelnya adalah obat penghilang atau setidaknya mengurangi rasa nyeri pada tubuh. Dalam perkembangan ilmu Farmakologi (enaknya ditambahin kata ilmu walaupun sebenarnya istilah farmakologi sudah mencakup ilmu) obat analgetik ini terbagi pada dua kategori besar yakni Obat Analgetik Narkotik dan Obat Analgetik Non-Narkotik. 1. Obat Analgetik Narkotik Analgetik narkotik merupakan kelompok obat yang memiliki sifat opium atau morfin. Meskipun memperlihatkan berbagai efek farmakodinamik yang lain, golongan obat ini terutama digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri yang hebat. Meskipun terbilang ampuh, jenis obat ini umumnya dapat menimbulkan ketergantungan pada pemakai. Obat Analgetik Narkotik ini biasanya khusus digunakan untuk mengahalau rasa nyeri hebat, seperti pada kasus patah tulang dan penyakit kanker kronis.

2. Obat Analgesik Non-Nakotik Analgetik non-narkotik dalam Ilmu Farmakologi juga sering dikenal dengan istilah Analgetik/Analgetika/Analgesik Perifer. Penggunaan Obat Analgetik Non-Narkotik atau Obat Analgesik Perifer ini cenderung mampu menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat atau bahkan hingga efek menurunkan tingkat kesadaran. Obat Analgetik Non-Narkotik / Obat Analgesik Perifer ini juga tidak mengakibatkan efek ketagihan pada pengguna (berbeda halnya dengan penggunanaan Obat Analgetika jenis Analgetik Narkotik) (Anonim,b, 2008).

V. METODE PERCOBAAN 5.1 Alat dan Bahan 5.1.1. Alat a. Timbangan elektrik b. Spuit 1 ml c. Stopwatch d. Alat suntik 1 ml e. Beaker glass 25 ml f. Erlenmeyer 10 ml g. Koran 5.1.2. Bahan-bahan a. Mencit 5 ekor b. Aquadest c. Asam asetat 3% d. Antalgin (Metampiron HCL) konsentrasi 2 % e. Morfin Sulfat Konsentrasi 0,005 % 5.2 Prosedur Percobaan a. Hewan ditimbang, dan ditandai b. Dihitung dosis dengn pemberian Mencit 1 Mencit 2 Mencit 3 Mencit 4 Mencit 5 : Kontrol aquadest dosis 1 %/BB (i.p) : Morfin sulfat [ ] 0,05 % dosis 10mg/Kg BB secara i.p : Morfin sulfat [ ] 0,05 % dosis 15mg/Kg BB secara i.p : Antalgin [ ] 2% dosis 300 mg/Kg BB secara i.p : Antalgin [ ] 2% dosis 400 mg/Kg BB secara i.p

c. Setelah 30 menit masing masing mencit disuntikkan Asam asetat 3 % dengan dosis 1 % BB secara i.p d. Diamati dan dihitung geliat mencit selang 10 menit sampai 90 menit e. Dibut grafik jumlah geliat vs waktu

VI. PERHITUNGAN, DATA, GRAFIK DAN PEMBAHASAN 6.1. Perhitungan Dosis Berat mencit I II II IV V : 10,8 g : 25,2 g : 19,6 g : 11,2 g : 24,3 g

Perhitungan dosis untuk masing-masing mencit Mencit I : Kontrol aquades dosis 1%/BB i.p Berat Mencit I : 10,8 g Syringe : 80 skala

Jumlah obat yang diberikan = 1% x 10,8 = 0,108 ml Jumlah Larutan =0,108 g ! 8,64 skala } 9 skala 0,0125 l

Mencit II : Morphin SO4 [ ] 0,05 % dosis 10 mg/Kg BB (i.p) Berat Mencit : 25,2 g Syringe : 80 skala10 mg / kg BB x 25,2 ! 0, 252 mg 1000

Jumlah obat yang diberikan = Konsentrasi obat 0,05%

= 0,05 g/ 100 = 0,05 x 1000/ 100 ml = 50 mg/100 ml = 0,5 mg/ml

Jumlah larutan obat Skala dalam syringe 1 ml 1 skala = 1: 80 = 0,0125 ml

=

0,252 mg ! 0,504 ml 0,5 mg / ml

= 80 skala

Jumlah larutan obat yang diberikan =

0,504 ml ! 40,32 } 40 skala 0,0125

Mencit III : Morphin SO4 [ ] 0,05 % dosis 15 mg/Kg BB (i.p) Berat Mencit : 19,6 g Syringe : 80 skala15mg / kg BB x 19,6 ! 0,294 mg 1000

Jumlah obat yang diberikan = Konsentrasi obat 0,05%

= 0,05 g/ 100 = 0,05 x 1000/ 100 ml = 50 mg/100 ml = 0,5 mg/ml

Jumlah larutan obat Skala dalam syringe 1 ml 1 skala = 1: 80 = 0,0125 ml

=

0, 294 mg ! 0,588 ml 0,5 mg / ml

= 80 skala

Jumlah larutan obat yang diberikan =

0,588 ml ! 47,04 } 47 skala 0,0125

Mencit IV : Antalgin [ ] 2 % dosis 300 mg/Kg BB (i.p) Berat Mencit : 11,2 g Syringe : 80 skala300 mg / kg BB x 11, 2 ! 3,36 mg 1000

Jumlah obat yang diberikan = Konsentrasi obat 2 %

= 2 g/ 100 = 2 x 1000/ 100 ml = 2000 mg/100 ml = 20 mg/ml

Jumlah larutan obat Skala dalam syringe 1 ml 1 skala = 1: 80 = 0,0125 ml

=

3,36 mg ! 0,168 ml 20 mg / ml

= 80 skala

Jumlah larutan obat yang diberikan =

0,168 ml ! 13,44 } 13skala 0,0125

Mencit V : Antalgin [ ] 2 % dosis 400 mg/Kg BB (i.p) Berat Mencit : 24,3g Syringe : 80 skala400 mg / kg BB x 24,3 ! 9,72 mg 1000

Jumlah obat yang diberikan = Konsentrasi obat 2 %

= 2 g/ 100 = 2 x 1000/ 100 ml = 2000 mg/100 ml = 20 mg/ml

Jumlah larutan obat Skala dalam syringe 1 ml 1 skala = 1: 80 = 0,0125 ml

=

9,72 mg ! 0,486 ml 20 mg / ml

= 80 skala

Jumlah larutan obat yang diberikan =

0, 486 ml ! 38,88 } 40 skala 0,0125

Perhitungan asam asetat untuk masing-masing mencit Mencit I : 34,9 g Dosis asam asetat 3%, 1 % BB Skala jarum suntik Larutan yang diberikan : : :1 x34,9 ! 0,349 ml 100 1 ! 0,0125 ml / skala 80 0,349 ml ! 27,92 skala } 28 0,0125 ml

Mencit II : 37,0 g Dosis asam asetat 3%, 1 % BB Skala jarum suntik Larutan yang diberikan : : :1 x 37,0 ! 0,37 ml 100 1 ! 0,0125 ml / skala 80 0,370 ml ! 29,6 skala } 30 skala 0,0125 ml

Mencit III : 28,3 g Dosis asam asetat 3%, 1 % BB Skala jarum suntik Skala yang diambil : : :1 x 28,3 ! 0,283 ml 100 1 ! 0,0125 ml / skala 80 0,283 ml ! 22,64 skala } 23 skala 0,0125 ml

Mencit IV : 21,6 g Dosis asam asetat 3%, 1 % BB Skala jarum suntik Skala yang diambil : : :1 x 21,6 ! 0,216 ml 100 1 ! 0,0125 ml / skala 80 0,216 ml ! 17,28 skala } 17 skala 0,0125 ml

Mencit V : 25,1 g Dosis asam asetat 3%, 1 % BB Skala jarum suntik Skala yang diambil : : :1 x 25,1 ! 0,251 ml 100 1 ! 0,0125 ml / skala 80 0,251 ml ! 20,8 skala } 20 skala 0,0125 ml

6.2. Data Percobaan Terlampir

6.3. Grafik Percobaan Terlampir

6.4. Pembahasan Dari percobaan diperoleh bahwa jumlah geliat mencit kontrol lebih banyak daripada mencit yang diberikan obat. Hal ini disebabkan karena mencit kontrol tidak memiliki perlindungan terhadap nyeri yang disebabkan karena pemberian asam asetat sebagai penyebab terjadinya nyeri. Mencit 2 dan 3 yang sama-sama diberikan Morfin, namun dengan dosis yang berbeda, menunjukkan reaksi yang berbeda pula, di mana mencit 2 dengan do sis yang lebih rendah lebih sedikit merasakan efek nyeri dibandingkan dengan mencit 3 yang diberikan dengan dosis yang lebih besar lebih banyak merasakan nyeri. Mencit 4 dan 5 yang sama-sama diberikan Antalgin, namun dengan dosis yang berbeda, menunjukkan reaksi yang berbeda pula, di mana mencit 4 dengan dosis yang lebih kecil lebih banyak merasakan nyeri dibandingkan dengan mencit 5 lebih sedikit merasakan nyeri dengan pemberian dosis yang lebih besar. Hal ini tidak sesuai dengan teori, bahwa semakin besar dosis obat yang diberikan maka efek terapi pun akan semakin besar, ini kemungkinan terjadi karena kesalahan pengamatan atau kesalahan pada saat pemberian morfin pada mencit. Mencit yang diberikan morfin dan antalgin menunjukkan reaksi yang jauh berbeda, di mana hilangnya nyeri lebih cepat dirasakan oleh mencit yang diberikan Antalgin daripada yang diberikan Morpin. Hal ini disebabkan karena morfin merupakan obat analgetik yang bekerja langsung pada susunan saraf pusat dengan mengubah efek nyeri pada susunan saraf pusat, sehingga penderita tidak lagi merasakan sakit ataupun nyeri. Sedangkan antalgin merupakan obat analgetik non opioid yang bekerja dengan menghambat kerja enzim siklooksigenase yang merupakan pemacu terlepasnya mediator nyeri, sehingga rasa nyeri berkurang karena pelepasan mediator nyeri telah dihambat. Namun, karena kerjanya pada perifer, maka efek terapinya lebih lama dibandingkan dengan analgetik opioid. (Hite,1995).

VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa : Obat-obat analgetik dapat menghilangkan rasa nyeri yang disebabkan oleh pemberian asam asetat. Morfin merupakan analgetik opioid yang bekerja sentral dan mempunyai efek yang lebih kuat dibandingkan antalgin yang bekerja menghambat biosintesis asam arakhidonat menjadi protaglandin. Semakin besar dosis yang diberikan, maka efek terapi akan semakin besar.

7.2 Saran Sebaiknya bahan obat yang dipakai benar-benar murni agar hasil percobaan sesuai dengan teori. Diharapkan praktikan lebih teliti dalam mengamati geliat yang timbul pada hewan percobaan Diharapkan praktikan terampil dalam melakukan pemberian obat kepada hewan percobaan agar obat yang diberikan mengenai sasarannya.

DAFTAR PUSTAKAAnief, Mohammad.,(1996),PENGGOLONGAN KHASIAT DAN OBAT BERDASARKAN Gajah Mada

PENGGUNAAN,Cetakan

kelima,

University Press, halaman 9 Anonim,a. (2008). FARMAKOLOGI OBAT. Diakses tanggal 23 Februari 2011 di http://farmakologi-pharmacology.blogspot.com/2008/11/obat-analgetikberdasarkan-ilmu.html Anonim,b. (2007). Diakses di : www.mediasehat.com DepkesRI.,(1994),FARMAKOLOGI UNTUK SEKOLAH MENENGAH FARMASI,Cetakan Kedua, halaman 62 -68 Hite, G.J.,(1995),ANALGETIKA,dalam Foye,W.O.,(Editor),PRINSIP-PRINSIP KIMIA MEDISINAL,Jilid I,Edisi Kedua,Gajah Mada University Press, halaman 483-488. Munaf, S.,(1994),OBAT ANALGESIK OPIOID DAN ANTAGONIS,dalam Munaf, S.,(Editor),(1994),CATATAN KULIAH FARMAKOLOGI, Bagian II, Penerbit Buku Kedokteran EGC,Jakarta,halaman 178-180, 189, 220-221. Santoso, S.O.,(1995),ANALGESIK OPIOID DAN ANTAGONIS,dalam Ganiswarna,S.G.,(Editor),(1995),FARMAKOLOGI DAN TERAPI, Edisi Keempat, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta,halaman 189-192. Tjay, T.H.,dan Rahardja,K.,(2002),OBAT-OBAT PENTING, KHASIAT, PENGGUNAAN, DAN EFEK-EFEK SAMPINGNYA,Cetakan Kedua,Edisi Kelima,Penerbit PT. Elex Media Komputindo,Jakarta,halaman 295-296. Wilmana.F.P,(1995),ANALGESIK ANTIPIRETIK ANALGESIK ANTI INFAMASI NONSTEROID DAN OBAT PIRAI. Edisi Keempat, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta,halaman 207-208. (Zullies Ikawati, 2009). ANALGETIK. Diakses di: http://reocities.com/Tokyo/bay/5354/analgetik.htm

OBAT ANALGETIK BERDASARKAN ILMU FARMAKOLOGI http://farmakologi-pharmacology.blogspot.com/2008/11/obat-analgetik-berdasarkanilmu.html Posted On Rabu, 26 November 2008 at di 23:36 by FARMAKOLOGI|TERAPI|OBAT|PHARMACOLOGY Aspek Farmakologis Obat Analgetik Obat analgetik atau bahasa simpelnya adalah obat penghilang atau setidaknya mengurangi rasa nyeri pada tubuh. Dalam perkembangan ilmu Farmakologi (enaknya ditambahin kata ilmu walaupun sebenarnya istilah farmakologi sudah mencakup ilmu) obat analgetik ini terbagi pada dua kategori besar yakni Obat Analgetik Narkotik dan Obat Analgetik Non-Narkotik. 1.Analgetik Narkotik Analgetik narkotik merupakan kelompok obat yang memiliki sifat opium atau morfin. Meskipun memperlihatkan berbagai efek farmakodinamik yang lain, golongan obat ini terutama digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri yang hebat. Meskipun terbilang ampuh, jenis obat ini umumnya dapat menimbulkan ketergantungan pada pemakai. Obat Analgetik Narkotik ini biasanya khusus digunakan untuk mengahalau rasa nyeri hebat, seperti pada kasus patah tulang dan penyakit kanker kronis. 2. Obat Analgesik Non-Nakotik Analgetik non-nirkotik dalam Ilmu Farmakologi juga sering dikenal dengan istilah Analgetik/Analgetika/Analgesik Perifer. Penggunaan Obat Analgetik Non-Narkotik atau Obat Analgesik Perifer ini cenderung mampu menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat atau bahkan hingga efek menurunkan tingkat kesadaran. Obat Analgetik Non-Narkotik / Obat Analgesik Perifer ini juga tidak mengakibatkan efek ketagihan pada pengguna (berbeda halnya dengan penggunanaan Obat Analgetika jenis Analgetik Narkotik).

ANALGETIK(http://mediasehat.com). Analgetik bekerja secara sentral untuk meningkatkan kemampuan menahan nyeri. Analgesia yaitu suatu keadaan setelah pemberian analgetika, bercirikan perubahan prilaku pada respon terhadap nyeri dan kemampuan yang berkurang untuk menerima impuls nyeri tanpa kehilangan kesadaran. Sebaliknya banyak obat meringankan nyeri dengan mempengaruhi patologi yang mendasarinya. Umpamanya nyeri yang di sebabkan oleh infeksi bakteri kerongkongan dapat dihilangkan dengan menakjubkan segera setelah diberikan antibiotik. Zat ini memusnahkan atau membatasi pertumbuhan bakteri secara bersama sama dengan sel tuan rumah yang rusak, dibersihkan oleh sistem peredaran serta sistem kekebalan. Penyembuhan dipercepat serta peradangan, pembengkakan nyeri berkurang. Beberapa obat menghilangkan nyeri dengan efek langsung pada nyeri yang bersangkutan tetapi tidak mempengaruhi patologi yang mendasari dan seperti halnya analgetik dapat menutupinya.Anastetik lokal bekerja pada perifer untuk memghalangi pembentukan dan penghantaran impuls nyeri. Salah satu contoh anastetik ini adalah antalgin, yang merupakan salah satu obat penghilang rasa sakit turunan NSAID, umumnya obat-obatan analgetik adalah galongan obat antiinflamasi dan beberapa obat golongan ini memiliki sifat antipirertik juga (penurun panas), sehingga dikategorikan sebagai analgetik antipiretik. Golongan ini adalah golongan analgetik ringan. Umumnya mekanisme kerjanya adalah menghambat neurotransmitter tertentu yang dapat menimbulkan rasa nyeri dan demam. Dengan blokade sintesa neurotransmitter tersebut, maka otak tidak mendapatkan sinya nyeri, sehingga rasa nyerinya berangsur-angsur akan menghilang.

Memilih Obat Analgetika tanpa Resephttp://reocities.com/Tokyo/bay/5354/analgetik.htm Zullies Ikawati Pusat Informasi Obat UGM Obat analgetik adalah obat penghilang nyeri yang banyak digunakan untuk mengatasi sakit kepala, demam, dan nyeri ringan. Obat-obat ini mudah diperoleh tanpa resep. Jika digunakan dalam waktu singkat, obat-obat ini umumnya aman dan efektif. Tapi dengan banyaknya macam obat analgetik yang tersedia di pasaran, harus dipilih obat yang optimal untuk pasien dalam keadaan tertentu. Pemilihan tersebut harus mempertimbangkan keadaan pasien, penyakit dan obat lain yang diminum dalam waktu bersamaan, keamanan, efisiensi, harga, dan tak ketinggalan respons tubuh pasien terhadap terapi. Sebelum memilih obat penghilang nyeri yang tepat, sebaiknya diketahui dulu apa yang disebut nyeri dan macam nyeri yang dapat disembuhkan dengan analgetika. Nyeri terjadi jika organ tubuh, otot, atau kulit terluka oleh benturan, penyakit, keram, atau bengkak. Rangsangan penimbul nyeri umumnya punya kemampuan menyebabkan sel-sel melepaskan enzim proteolitik (pengurai protein) dan polipeptida yang merangsang ujung saraf yang kemudian menimbulkan impuls nyeri. Senyawa kimia dalam tubuh yang disebut prostaglandin beraksi membuat ujung saraf menjadi lebih sensitif terhadap rangsangan nyeri oleh polipeptida ini. Berdasarkan lokasi asalnya, nyeri dapat dikatagorikan menjadi beberapa kelas yaitu: nyeri somatik, viseral, dan neuropatik. Nyeri somatik adalah nyeri yang berlokasi di sekitar otot atau kulit, umumnya berada di permukaan tubuh. Nyeri viseral adalah nyeri yang terjadi di dalam rongga dada atau rongga perut. Sedangkan nyeri neuropatik terjadi pada saluran saraf sensorik. Kondisi yang menyebabkan nyeri viseral antara lain adalah iskemia (kekurangan darah) pada organ atau jaringan tubuh (seperti pada penyakit angina ectoris/serangan jantung), kejang otot perut, regangan fisik suatu organ, regangan pada usus, dan sebagainya yang semuanya terjadi di dalam rongga perut atau dada. Tidak seperti nyeri somatik, nyeri viseral ini umumnya tidak dapat dirasakan secara tepat lokasinya, kadang terasa seperti di berbagai tempat pada kulit atau otot, tapi sebenarnya berada di dalam rongga badan. Obat analgetik tanpa resep umumnya sangat efektif untuk mengatasi nyeri ringan sampai sedang untuk jenis nyeri somatik pada kulit, otot, lutut, rematik, dan pada jaringan lunak lainnya, serta pada nyeri haid dan sakit kepala. Tetapi obat ini tidak begitu efektif untuk nyeri viseral. Obat analgetika tanpa resep biasanya digunakan untuk nyeri akut dan sering juga digunakan untuk terapi tambahan pada penyakit-penyakit kronik yang diikuti rasa nyeri. Namun belum terbukti babhwa obat ini bisa menyembuhkan nyeri neuropatik.

Ada tiga kelas analgetik tanpa resep yang saat ini tersedia di pasaran, yaitu: golongan parasetamol, golongan salisilat meliputi aspirin/asetilsalisilat, atrium salisilat, magnesium salisilat, cholin salisilat; dan golongan turunan asam propionat seperti ibuprofen, naproxen, dan ketoprofen. Karena memiliki sifat farmakologis yang mirip, golongan salisilat dan turunan asam propionat digolongkan sebagai obat anti inflamasi non-steroid (AINS). Obat-obat ini tersedia dalam berbagai merek, termasuk sebagai obat generik, dan sering dikombinasikan dengan obat atau bahan tambahan seperti kafein. Obat-obat ini juga banyak dijumpai dalam komposisi obat-obat batuk, pilek dan flu. Obat-obat AINS memiliki sifat analgetika (penghilang nyeri), antipiretika (turun panas), dan antiinflamasi (anti bengkak/radang). Dengan dosis yang berbeda, dapat diperoleh efek yang berbeda. Dosis untuk efek analgetika biasanya lebih rendah dibanding untuk antiinflamasi.

Perbandingan keampuhanDari beberapa uji klinik diketahui tidak ada perbedaan signifikan dalam keampuhan obat-obat analgetika tersebut pada dosis standarnya. Namun diketahui obat-obat AINS nonsalisilat lebih unggul dibandingkan parasetamol, dan salisilat untuk nyeri haid dan nyeri tulang. Obat-obat AINS juga lebih efektif untuk nyeri yang berkaitan dengan inflamasi (seperti nyeri gigi, nyeri akibat sengatan matahari, dan gangguan rematik) jika digunakan dalam dosis untuk antiinflamasi dosis. Parasetamol bahkan tidak memiliki efek antiinflamasi, hanya analgetika dan antipiretik. Perlu pula diingat bahwa penyembuhan nyeri adalah bersifat subyektif yang dipengaruhi oleh berbagai faktor dalam diri pasien, seperti pengalaman sebelumnya dan sugesti bahwa nyeri akan hilang. Sehingga bisa jadi seseorang akan merasakan bahwa suatu analgetika tertentu lebih ampuh dibandingkan dengan yang lainnya, untuk nyeri tertentu. Ada beberapa kondisi kesehatan yang harus diperhatikan dalam pemilihan obat analgetika, antara lain: Gangguan ginjal. Prostaglandin berperan dalam fungsi ginjal dan sistem darah. Risiko yang mungkin terjadi adalah terjadinya gangguan elektrolit, kegagalan ginjal akut, gagal ginjal kronis, dan nephropati. Risiko ini lebih banyak dijumpai pada penggunaan obat AINS nonsalisilat yang lama. Pasien dengan gangguan ginjal sangat dianjurkan untuk berhati-hati dalam penggunaan analgetika ini. Penyakit kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah).Penggunaan obat AINS dalam waktu lama dapat menyebabkan gangguan kontrol tekanan darah pada pasien berpenyakit kardiovaskuler. Meskipun aspirin dosis rendah (50-325 mg per hari) kini direkomendasikan untuk beberapa penyakit kardiovaskuler (iskemia akibat stroke, infark jantung, dll), diperlukan pemantauan yang ketat dari dokter atau apoteker.