laporan farmako

22
1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari pengetahuan obat dengan seluruh aspeknya, baik sifat kimiawi maupun fisikanya, kegiatan fisiologi, resorpsi, dan nasibnya dalam organisme hidup. Dalam arti luas, farmakologi ialah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap sel hidup, lewat proses kimia khususnya reseptor. Senyawa ini biasanya disebut obat dan lebih menekankan pengetahuan yang mendasari manfaat dan risiko penggunaan obat. Farmakologi terutama terfokus pada dua sub, yaitu farmakokinetik dan farmakodinamik. 16 Farmakokinetik atau kinetika obat adalah nasib obat dalam tubuh atau efek tubuh terhadap obat. Farmakokinetik mencakup 4 proses, yaitu proses absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi. Metabolisme atau biotransformasi dan ekskresi bentuk utuh atau bentuk aktif merupakan proses eliminasi obat. Beberapa konsep penting dari farmakokinetik adalah waktu paruh atau half life (t 1/2 ) obat, ikatan obat pada protein, dan bioavailabilitas obat. 18 Sedangkan farmakodinamika adalah mempelajari kegiatan obat terhadap organisme hidup, terutama cara dan mekanisme kerjanya, reaksi fisiologis, serta efek terapeutik yang ditimbulkan. Singkatnya, farmakodinamika 1

Upload: livialovin

Post on 24-Dec-2015

27 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

perbedaan pemberian obat secara per-oral dan intraperitoneal

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Farmako

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari pengetahuan obat dengan seluruh

aspeknya, baik sifat kimiawi maupun fisikanya, kegiatan fisiologi, resorpsi, dan

nasibnya dalam organisme hidup. Dalam arti luas, farmakologi ialah ilmu mengenai

pengaruh senyawa terhadap sel hidup, lewat proses kimia khususnya reseptor.

Senyawa ini biasanya disebut obat dan lebih menekankan pengetahuan yang

mendasari manfaat dan risiko penggunaan obat. Farmakologi terutama terfokus pada

dua sub, yaitu farmakokinetik dan farmakodinamik.16

Farmakokinetik atau kinetika obat adalah nasib obat dalam  tubuh atau efek

tubuh terhadap obat. Farmakokinetik mencakup 4 proses, yaitu proses absorpsi,

distribusi, metabolisme, dan ekskresi. Metabolisme atau biotransformasi dan ekskresi

bentuk utuh atau bentuk aktif merupakan proses eliminasi obat. Beberapa konsep

penting dari farmakokinetik adalah waktu paruh atau half life (t1/2) obat, ikatan obat

pada protein, dan bioavailabilitas obat.18

Sedangkan farmakodinamika adalah mempelajari kegiatan obat terhadap

organisme hidup, terutama cara dan mekanisme kerjanya, reaksi fisiologis, serta efek

terapeutik yang ditimbulkan. Singkatnya, farmakodinamika mencakup semua efek

yang dilakukan oleh obat terhadap tubuh.17

Bentuk sediaan dan cara pemberian merupakan penentu dalam

memaksimalkan proses absorbsi obat oleh tubuh karena keduanya sangat menentukan

efek biologis suatu obat seperti absorpsi, kecepatan absorpsi dan bioavailabilitas

(total obat yang dapat diserap), cepat atau lambatnya obat mulai bekerja (onset of

action), lamanya obat bekerja (duration of action), intensitas kerja obat, respons

farmakologik yang dicapai serta dosis yang tepat untuk memberikan respons

tertentu.18

2. Tujuan :

1. Mengetahui cara pemberian obat secara per-oral dan parenteral.

2. Membandingkan mula kerja obat antara pemberian per-oral dan parenteral.

3. Menjelaskan perbedaan yang terjadi antara dua cara tersebut.

1

Page 2: Laporan Farmako

3. Alat :

1. Alat suntik

2. Sonde

3. Spidol

4. 2 buah stopwatch

Bahan :

1. 2 ekor mencit sebagai hewan coba

2. Diazepam (obat penenang)

4. Cara Kerja :

1. Menyiapkan dua ekor mencit yang akan digunakan sebagai hewan coba.

Memberi tanda yang berbeda menggunakan spidol di bagian ekornya.

2. Mencit pertama diberi Diazepam secara per-oral dengan menggunakan sonde.

Obat dimasukkan melalui mulutnya. Pemberian obat per-oral harus hati-hati,

jangan sampai masuk ke paru-paru.

3. Mencit kedua diberi obat secara intra-peritoneal, yaitu dengan menyuntikkan

obat tersebut di daerah dekat perut.

4. Mencatat waktu pemberian obat pada masing-masing mencit tersebut,

kemudian mengamati efek obat yang terjadi. Stopwatch mulai dinyalakan saat

obat mulai diberikan pada masing-masing mencit.

5. Memperhatikan lamanya waktu pemberian obat sampai timbulnya efek.

Mencatat waktu saat obat tersebut mulai menimbulkan efek.

2

Page 3: Laporan Farmako

5. Hasil praktikum

Tabel 1. Hasil percobaan pemberian obat secara per-oral dan intraperitoneal.

Kelompok Per-

Oral

Sedatif Hipnotik IP Sedatif Hipnotik

1 07.55 08.15 - 08.33 08.35 09.03

2 07.55 08.25 - 08.28 08.30 08.39

3 07.55 08.18 - 08.28 08.35 -

4 07.55 08.30 - 08.28 08.35 -

5 07.55 08.24 - 08.30 08.32 08.38

6 07.55 08.30 - 08.30 08.45 -

7 07.55 08.17 - 08.31 08.34 08.55

Tabel 2. Perbandingan onset of action pemberian obat secara per-oral dan intraperitoneal.

3

Kelompokonset of action

Per-oral

onset of action

Intraperitoneal

1 20 2

2 30 2

3 23 7

4 35 7

5 29 2

6 35 15

7 22 3

Rata-rata 27,7 5,43

Page 4: Laporan Farmako

Pada tabel diatas menunjukkan onset of action pemberian obat secara

intraperitoneal lebih cepat dibandingkan dengan pemberian obat secara per-oral.

6. Landasan teori

6.1. Diazepam

6.1.1. Pengertian

Diazepam atau valium merupakan sebuah turunan narkoba dan merupakan

suatu jenis obat benzodiazepine. Diazepam dapat diberikan sebagai tablet, injeksi

sirup, atau larutan dubur (enema), tergantung pada kondisi pasien dan kecepatan

respon yang diperlukan. 1,2

Diazepam merupakan turunan benzodiazepin dengan struktur kimia 7-kloro-

1,3-dihidro-1-methyl-5-fenil-2H-1,4-benzodiazepin-2-1. Diazepam adalah senyawa

kristal yang tidak berwarna dan tidak larut dalam air. 2

Gambar 1. Struktur kimia diazepam

6.1.2.Fungsi

Diazepam yang bersifat sedative-hipnotic, mempengaruhi zat kimia dalam otak.

Ketidakseimbangan zat kimia dalam otak dapat menyebabkan kecemasan. Diazepam

digunakan untuk meringankan kecemasan, kejang otot, kejang-kejang dan juga dapat

mengontrol agitasi yang disebabkan oleh alkohol.1

Diazepam memiliki beberapa penggunaan. Pertama, dapat digunakan untuk

menenangkan kecemasan parah pada penyakit jiwa dan gangguan afektif bipolar.

Bentuk-bentuk oral diazepam juga digunakan untuk perawatan jangka pendek

kecemasan parah yang terkait dengan insomnia, serta tidur-berjalan pada anak-anak.

Diazepam mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk tertidur serta meningkatkan

jumlah waktu yang dihabiskan untuk tidur.

4

Page 5: Laporan Farmako

Namun, ini hanya cocok untuk perawatan jangka pendek insomnia dan kecemasan

karena memiliki potensi tinggi menyebabkan ketergantungan dan kecanduan.2

Penggunaan diazepam lainnya adalah mengontrol kejang-kejang, misalnya

akibat keracunan, maupun yang berhubungan dengan demam pada anak-anak. Obat

ini sangat berguna untuk mengendalikan epilepsi dan sesuai untuk pasien yang tidak

sadar (status epilepticus). Obat ini juga dapat digunakan sebagai pre-medikasi untuk

menginduksi sedasi, anxiolysis atau amnesia sebelum prosedur medis tertentu

(misalnya, endoskopi). 2

6.1.3. Mekanisme Kerja

Diazepam bekerja pada reseptor dalam otak yang disebut reseptor GABA. Hal

ini menyebabkan pelepasan neurotransmitter yang disebut GABA di otak.

Neurotransmitter adalah zat kimia yang tersimpan dalam sel-sel saraf di otak dan

sistem syaraf. Obat ini terlibat dalam transmisi signal antar sel-sel saraf. GABA

adalah neurotransmitter yang bertindak sebagai saraf penenang yang membantu

menjaga keseimbangan aktivitas saraf di otak. Diazepam meningkatkan aktivitas

GABA yang membantu otak menenangkan aktivitas saraf berupa aliran listrik

berlebihan yang menyebabkan kejang.1 Diazepam menyebabkan peningkatan

pembukaan saluran ion klorida ketika GABA mengikat situsnya pada reseptor

GABAA. Hal ini menyebabkan banyak ion klorida yang memasuki neuron

meningkatkan efek depresan sistem saraf pusat. Diazepam mengikat secara non-

selektif untuk α1, α2, α3 dan α5 subunit mengandung GABAA reseptor. Karena peran

diazepam sebagai positif modulator alosterik dari GABA, ketika mengikat reseptor

benzodiazepin terjadi efek penghambatan. Hal ini timbul dari membran post-sinaps

yang hiperpolarisasi karena kontrol yang diberikan atas ion klorida negarif oleh

reseptor GABAA.2

6.1.4. Efek Samping

5

Page 6: Laporan Farmako

Diazepam umumnya hanya cocok untuk penggunaan jangka pendek. Jika

digunakan dalam waktu lama atau dalam dosis tinggi, toleransi dan ketergantungan

pada obat dapat meningkat.

Efek samping yang serius dari diazepam yaitu : 2

a. Berbahaya bagi perkembangan janin. Hal ini sangat penting selama

trimester pertama dan ketiga kehamilan dan sebelum atau selama

persalinan. Penggunaan diazepam selama kehamilan harus dihindari,

karena bayi dapat menjadi tergantung pada obat dan kemudian menderita

gejala penarikan setelah melahirkan. Jika obat ini digunakan pada akhir

kehamilan atau selama persalinan dapat menyebabkan floppiness, suhu

tubuh rendah dan kesulitan makan pada bayi setelah lahir.

b. Pikiran bunuh diri atau menyakiti diri sendiri;

c. Hiperaktif, gelisah, agitasi, permusuhan;

d. Halusinasi;

e. Napas yang lemah dan dangkal;

f. Tremor, otot berkedut;

g. Demam, menggigil, nyeri tubuh, gejala flu;

h. Menguningnya kulit atau mata;

i. Buang air kecil kurang dari biasanya atau tidak sama sekali.

Efek yang biasa terjadi yaitu: 2

a. Mengantuk, merasa lelah, kelemahan otot dan terganggunya konsentrasi

dan kewaspadaan.

b. Pusing, sensasi berputar;

c. Penglihatan kabur;

d. Mual, muntah, sembelit;

e. Mulut kering.

6.2. Pemberian Obat Per-oral

6

Page 7: Laporan Farmako

6.2.1.Pengertian dan Tujuan

Diazepam yang diberikan melalui jalur per-oral akan melewati saluran

pencernaan, hepar, dan diekskresi melalui ren. Diazepam akan diabsorbsi melalui

intestinum selanjutnya akan dimetabolisme oleh hepar. Diazepam mudah diserap oleh

intestinum karena sifat kelarutannya dalam lemak tinggi sehingga memudahkan

senyawa tersebut menembus membran sel. Selanjutnya senyawa tersebut

didistribusikan menuju hepar melalui peredaran darah. Pada hasil praktikum

didapatkan efek obat terjadi lambat dikarenakan diazepam baru akan aktif setelah

dimetabolisme di hepar. Sehingga harus melalui proses yang panjang mengikuti

saluran pencernaan.5

Pemberian obat per oral merupakan cara yang paling banyak dipakai karena ini

merupakan cara yang paling mudah, murah, aman, dan nyaman bagi pasien. Berbagai

bentuk obat dapat diberikan secara oral baik dalam bentuk tablet, sirup, kapsul atau

puyer. Untuk membantu absorsi, maka pemberian obat per oral dapat disertai dengan

pemberian setengah gelas air atau cairan yang lain.3

Tujuan penggunaan obat melalui oral adalah untuk memperoleh efek sistemik,

yaitu obat masuk ke dalam pembuluh darah dan beredar ke seluruh tubuh setelah

terjadi absorpsi obat pada bermacam-macam permukaan sepanjang saluran

pencernaan. Ada juga obat yang ditelan dengan tujuan memperoleh efek lokal karena

obat tidak larut atau tidak diabsorpsi dalam rute ini, misalnya obat cacing dan obat

antasida untuk menetralkan kelebihan asam lambung.4

6.2.2. Kelebihan dan Kelemahan

Dibandingkan dengan rute lain, rute oral lebih menyenangkan, murah, serta

aman walaupun responnya lebih lambat dan absorpsinya tidak teratur karena

tergantung pada beberapa faktor, yaitu4 :

a. Jumlah dan jenis makanan yang ada di dalam saluran lambung.

7

Page 8: Laporan Farmako

b. Kemungkinan obat dapat rusak karena reaksi asam lambung atau enzim-

enzim pencernaan.

c. Keadaan penderita muntah-muntah atau koma.

d. Kerja awal yang cepat dikehendaki sehingga tidak memungkinkan

pemberian secara oral.

e. Mengalami first pass effect sehingga absorpsi tidak sempurna.

Kerugian lain dari penggunaan obat rute peroral yaitu beberapa jenis obat dapat

mengiritasi sistem gastrointestinal,dan untuk obat iritatif penggunaannya terbatas.

Kecepatan absorpsi obat secara oral tergantung pada ketersediaan obat terhadap ciran

biologis yang disebut bioavialibility atau ketersediaan hayati, yaitu persentase obat

yang diabsorpsi tubuh dari suatu dosis yang diberikandan tersedia untuk

menghasilkan efek terapeutiknya yang dinyatagan dalam mg%. Urutan besar

ketersediaan hayati bentuk-bentuk sediaan obat adalah larutan-suspensi oral-emulsi-

kapsul-tablet-tablet bersalut. Faktor yang berperan menentukan ketersediaan hayati

meliputi bentuk kimiawi obat tersebut (misal, membentuk suatu garam dengan bahan

kimia lain), bahan lain yang digunakan untuk membuat tablet atau obat cair, bentuk

fisik obat dan seberapa mudah obat hancur dan larut oleh proses pencernaan normal,

dan kapasitas penyerapan usus pasien.4

6.3. Pemberian Obat Parenteral (Intra-peritoneal)

6.3.1.Pengertian dan Tujuan

Pemberian obat parenteral memiliki kelebihan tersendiri jika dibandingkan

dengan pemberian per-oral karena bioavalaibilitasnya jauh lebih baik. Pada hasil

praktikum dimana efek obat lebih cepat bekerja bila dibandingkan dengan pemberian

obat per-oral.

Pemberian obat rute parenteral yang utama adalah intravena, intramuscular,

dan subkutan. Namun pada praktikum kali ini digunakan rute intra-peritoneal. Rute

intra-peritoneal leih sering digunakan untuk hewan dibandingkan untuk manusia.

Pada hewan, pemberian obat dilakukan dengan rute ini karena kemudahan distribusi

obat ke sistemik dibanding dengan rute lain. Dapat dilihat dari hasil praktikum, pada

8

Page 9: Laporan Farmako

pemberian obat secara peritoneal lebih cepat menimbulkan efek dibanding dengan

pemberian per-oral. Pemberian obat ke dalam sistem sirkulasi darah melalui rute

apapun, kecuali rute intra arteri, dapat mengalami eliminasi lintas pertama di dalam

paru-paru sebelum terdistribusi ke bagian tubuh lainnya. Paru-paru berperan sebagai

tempat penyimpanan sementara sejumlah zat, khususnya obat yang bersifat basa

lemah dan sebagian besar tak terionisasi pada pH darah, kemungkinan melalui

partisinya ke dalam lipid.6

Injeksi peritoneal adalah injeksi di bagian kuadran bawah andomen untuk

memasukkan substansi ke dalam rongga peritoneal (rongga abdomen). Suntikan cara

ini tidak lazim dilakukan pada manusia, tetapi sering dilakukan pada hewan

laboratorium terutama mencit dan tikus. Pada umumnya, injeksi intraperitoneal dapat

digunakan ketika dibutuhkan penggantian darah pada jumlah yang besar, tekanan

darah rendah, atau masalah lain yang membuat substansi tidak dapat di injeksi kan

melalui intravena.7

Injeksi intraperitoneal berarti pemberian obat dengan cara injeksi ke dalam

ruang selaput perut. Pemberian obat secara parenteral (berarti di luar usus) biasanya

dipilih bila diinginkan efek yang cepat, kuat, dan lengkap atau untuk obat yang

merangsang atau dirusak getah lambung (hormon), atau tidak diresorpsi usus

(streptomisin). Begitu pula pada pasien yang tidak sadar atau tidak mau bekerja

sama.8

Pada hewan, injeksi intraperitoneal sering digunakan untuk memberikan obat

pada hewan dan untuk menguji suatu obat. Pada manusia, metode ini biasa digunakan

untuk memasukaan obat kemoterapi kedalam tubuh untuk terapi kanker, khususnya

kanker ovarium.7 Pada hewan, injeksi intraperitoneal dilakukan pada ilmu kedokteran

hewan dan pengujian obat dan cairan sistemik pada hewan untuk membandingkan

dengan metode parenteral lainnya. Pada manusia, metode ini digunakan untuk

pengobatan kemoterapi kanker.9

Rongga peritoneum mempunyai permukaan absorbsi yang sangat luas sehingga

obat dapat masuk ke dalam sirkulasi sistemik secara cepat. Cara ini banyak dilakukan

di laboratorium tetapi jarang dipakai di klinik karena adanya bahaya infeksi dan

9

Page 10: Laporan Farmako

perlengketan peritoneum.10 Injeksi intraperitoneal dilakukan agar penyerapan obat

berlangsung lebih cepat dan sempurna.9

6.3.2. Teknik Injeksi Intraperitoneal

Teknik pemberian obat parenteral, yaitu dengan merobek atau menusuk kulit

dengan jarum tajam, ditengah ada lobang jarum tempat saluran memasukan obat atau

cairan ke dalam tubuh. Pelaksanaannya melakukannya harus steril. Kulit disterilkan

dengan alkohol 70 %, spuit juga harus steril. Suatu persyaratan steril mutlak

dilakukan.

Pemberian injeksi pada hewan coba dilakukan sedemikian rupa11:

a. Pegang mencit pada tengkuknya sedemikian hingga posisi abdomen

lebih tinggi dari kepala.

b. Suntikan larutan obat ke dalam abdomen bawah dari tikus disebelah

garis midsagital.

6.3.3. Kelebihan dan Kekurangan Injeksi Intraperitoneal

Rute pemberian yang cukup efektif adalah intra peritoneal (i.p.) karena

memberikan hasil kedua paling cepat setelah intravena. Namun suntikan i.p. tidak

dilakukan pada manusia karena bahaya injeksi dan adhesi terlalu besar. (Linus, 2011).

Injeksi intraperitoneal sering digunakan pada studi toksikologi karena jumlah voluma

yang dapat ditransmisikan lebih bakan. Absorbsi peritoneal sangat efisien, dengan

adanya mixing yang adekuat dari injeksi.12

Kekurangannya adalah cara ini lebih mahal dan nyeri serta sukar digunakan

oleh pasien sendiri. Selain itu, ada pula bahaya terkena infeksi kuman (harus steril)

dan bahaya merusak pembuluh atau saraf jika tempat suntikan tidak dipilih dengan

tepat.8

6.4. Mula Kerja Obat (Onset of Action)

Onset of action adalah lamanya waktu yang diperlukan obat untuk menjadi

efektif mulai dari pemberian obat sampai obat memberikan efek atau

respon tertentu yang dapat diamati.12,13,14

10

Page 11: Laporan Farmako

Dengan benzodiazepin, durasi tindakan terapeutik ditentukan terutama

oleh tingkat dan luasnya distribusi obat bukan oleh laju eliminasi. Distribusi

benzodiazepin sangat ditentukan oleh lipofilisitasnya. Diazepam, yang memiliki half-

life lebih lama daripada lorazepam, memiliki durasi tindakan klinis lebih singkat

setelah dosis tunggal. Alasan untuk ini adalah bahwa diazepam, karena kelarutan lipid

yang lebih besar, lebih luas didistribusikan ke daerah perifer, terutama untuk jaringan

lemak. Akibatnya, perpindahan darah menjadi lebih cepat dan otak menjadi situs

penyimpanan yang tidak aktif dan efek dari sistem saraf pusat nya (SSP) lebih cepat

berakhir. Sebaliknya, benzodiazepin kurang lipofilik, menjaga konsentrasi efektif

otak mereka lebih lama karena mereka kurang luas didistribusikan ke daerah perifer.15

6.5. Diskusi Hasil

Cara pemberian obat merupakan salah satu penentu dalam memaksimalkan

proses absorbsi obat oleh tubuh karena sangat menentukan efek biologis suatu obat

seperti absorpsi, kecepatan absorpsi dan bioavailabilitas (total obat yang dapat

diserap), cepat atau lambatnya obat mulai bekerja (onset of action), lamanya obat

bekerja (duration of action), intensitas kerja obat, respons farmakologik yang dicapai

serta dosis yang tepat untuk memberikan respons tertentu.

Berdasarkan hasil yang didapat, pemberian obat secara intra-peritoneal secara

umum akan memberikan efek lebih cepat dibandingkan pemberian obat secara per-

oral. Hal ini disebabkan banyak pembuluh darah pada daerah perut mencit sehingga

obat mudah diserap ke dalam system peredaran darah. Sedangkan pemberian secara

per-oral, obat harus melalui tahap absorbsi pada lambung dan usus sehingga banyak

obat yang tidak sampai pada target.

Pada percobaan kali ini, dilakukan perbandingan pengaruh obat yang diberikan

kepada mencit secara per-oral dengan obat yang diberikan secara intra-peritoneal

terhadap mula kerja obat. Data hasil menunjukkan bahwa pemberian obat secara

intra-peritoneal dapat menimbulkan mula kerja obat yang lebih cepat dibandingkan

pemberian obat secara per-oral.

11

Page 12: Laporan Farmako

Cara per-oral merupakan cara pemberian obat yang paling umum dilakukan

karena mudah, aman, dan murah. Kerugiannya adalah beberapa jenis obat dapat rusak

oleh adanya enzim saluran cerna, perlu kerjasama dari penderita, tidak dapat

dilakukan bila pasien koma, dan banyak faktor yang dapat mempengaruhi

bioavailibilitasnya. Bioavailibilitas adalah jumlah obat, dalam persen terhadap dosis,

yang mencapai sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh maupun aktif.

Pada pemberian secara oral, sebelum obat masuk ke peredaran darah dan

didistribusikan ke seluruh tubuh, obat terlebih dahulu harus mengalami absorbsi pada

saluran cerna. Absorpsi obat melalui saluran cerna pada umumnya berlangsung secara

difusi pasif sehingga absorpsi obat mudah terjadi bila obat dalam bentuk non-ion dan

mudah larut dalam lemak (lipid soluble). Absorpsi obat pada usus halus selalu lebih

cepat daripada lambung karena luas penampang permukaan epitel usus halus lebih

besar daripada lambung. Selain itu, lambung dilapisi oleh lapisan mukus yang tebal

dan tahanan listrik yang tinggi. Oleh karena itu, peningkatan kecepatan pengosongan

lambung biasanya akan meningkatkan kecepatan absorpsi obat dan sebaliknya.

Absorpsi obat dalam usus halus secara transpor aktif berlaku bagi obat-obatan yang

memiliki struktur kimia mirip dengan zat-zat makanan.

Ada obat-obat yang diabsorpsi dari tempat pemberian dan tidak semuanya akan

mencapai sirkulasi sistemik. Sebagian akan dimetabolisme oleh enzim di hati dan di

dinding usus pada lintasan pertamanya melalui organ-organ tersebut (metabolisme

atau eliminasi lintas pertama). Hal ini akan menyebabkan bioavailibilitas obat

tersebut berkurang sehingga mula kerja obat pun menjadi lambat. Metabolisme lintas

pertama ini dapat dihindari atau dikurangi dengan cara pemberian parenteral (intra-

vena, intra-arteri, intra-muscular, intra-peritonial), sublingual, dan rectal.

Pada pemberian obat secara intra-peritoneal, obat diinjeksikan pada rongga

perut tanpa terkena usus atau terkena hati. Di dalam rongga perut ini obat akan

langsung diabsorpsi pada sirkulasi portal dan akan dimetabolisme di dalam hati

sebelum mencapai sirkulasi sistemik. Namun karena pada mesentrium banyak

mengandung pembuluh darah, maka absorpsi berlangsung lebih cepat dibandingkan

per-oral sehingga mula kerja obat pun menjadi lebih cepat. Pemberian secara intra-

12

Page 13: Laporan Farmako

vena (IV) tidak mengalami tahap absorpsi sehingga kadar obat dalam darah diperoleh

secara cepat, tepat dan dapat disesuaikan langsung dengan respons penderita. Larutan

tertentu yang iritatif hanya dapat diberikan dengan cara ini karena dinding pembuluh

darah relatif tidak sensitif dan bila obat disuntikkan perlahan akan diencerkan oleh

darah. Namun pemberian intra-vena ini tidak dapat ditarik kembali setelah

diinjeksikan dan efek toksik mudah terjadi karena kadar obat sudah langsung

mencapai darah dan jaringan. Penyuntikan intra-vena harus perlahan sambil melihat

respon penderita.

Keuntungan pemberian secara suntikan atau parenteral adalah timbulnya efek

lebih cepat dan teratur dibandingkan dengan pemberian per oral, dapat diberikan pada

penderita yang tidak sadar, tidak kooperatif atau keadaan muntah-muntah. Selain itu

juga berguna pada saat keadaan darurat. Kerugian yang mungkin ditimbulkan adalah

membutuhkan cara yang asepsis, menyebabkan rasa nyeri, bahaya penularan hepatitis

serum, sukar dilakukan oleh penderita dan tidak ekonomis. 4

7. Diskusi Pertanyaan

8. Simpulan

1. Pemberian obat secara intraperitoneal memiliki onset of action yang lebih

cepat dibandingkan dengan pemberian obat secara per-oral.

2. Pemberian diazepam tidak selalu menyebabkan efek hipnotik.

9. Daftar Pustaka

13

Page 14: Laporan Farmako

3. Fulmer, T., Foreman, M., Zwicker, D. 2003. Medication in Older Adults. 1st Ed. Spiringer Pub.

Comp.

4. Diunduh dari: http://www.netdoctor.co.uk

5. Priharjo,robert.1995.Teknik Dasar Pemberian Obat bagi Perawat:Jakarta.EGC

6. Sacher R.A., McPherson R.A. 2000. Widmann’s Clinical Interpretation of Laboratory Test. 11th

ed. USA: Davis Company.

7. (Nindya W, Arief and Anwar Djaelani, Muhammad and Suprihatin, Teguh (2011) Rasio Bobot

Hepar-Tubuh Mencit (Mus musculus L.) setelah Pemberian Diazepam, Formalin, dan Minuman

Beralkohol. Anatomi Fisiologi, XIX (1). pp. 16-27. ISSN 0854-5367)

8. (Goodman and Gilman. 2007. Dasar Farmakologi Terapi, Edisi 10. Jakarta: EGC.)

9. Swart AM, Burdett S, Ledermann J, Mook P, Parmar MK. 2008. Why i.p. therapy cannot yet be

considered as a standard of care for the first-line treatment of ovarian cancer: a systematic review.

19 (4): 688–95.

10. Tan Hoan Tjay, Kirana Rahardja. 2007. Obat-obat Penting. PT Elex Media Komputindo: Jakarta

p.17

11. A. M. C. Swart , S. Burdett, J. Ledermann, P. Mook, M. K. B. Parmar. 2008. Why i.p. therapy

cannot yet be considered as a standard of care for the first-line treatment of ovarian cancer: a

systematic review. Ann Oncol (2008) 19 (4): 688-695

12. Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. 2009.

Kumpulan Kuliah Farmakologi Ed. 2. Buku Kedokteran EGC: Jakarta p.26

13. Linus Seta Adi Nugraha. 2011. Cara dan Rute Pemberian Obat pada Hewan Percobaan Mencit.

Laboratorium Farmakologi Akademi Farmasi Theresiana: Semarang

14. Riviere JE, Papich MG. 2009. Veterinary Pharmacology and Therapeutics. Willey-Blackwell:

USA p.27 Mosby's Medical Dictionary, 8th edition. © 2009, Elsevier.

15. McGraw-Hill. Concise Dictionary of Modern Medicine. © 2002 by The McGraw-Hill

Companies, Inc.

16. Medical Dictionary for the Health Professions and Nursing © Farlex 2012

17. Schatzberg AF, Nemeroff CB. 2009. The American Psychiatric Publishing Textbook of

Psychopharmacology. 4th Edition. American Psychiatric Publishing, Inc. Arlington.

18. Amir Syarif, dkk, Farmakologi dan Terapi, 2007

19. Tjay TH dan Rahardja K, 2007. Obat-obat penting: Khasiat Penggunaan dan Efek-Efek

Sampingnya. Jakarta. Elex Media Komputindo. hal: 4

20. Zaman-Joenoes N, 2001. Ars Prescribendi Resep yang Rasional. Jilid 3 Edisi 2. Surabaya.

Airlangga University Press Hal: 5

14