laporan pmbs 3 kasus 1 dbd

Download Laporan Pmbs 3 Kasus 1 Dbd

If you can't read please download the document

Upload: revita26

Post on 06-Aug-2015

56 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Step 1 1. Jejas 2. Virus 3. Demam Berdarah Dengue Jawab : 1. Jejas adalah reaksi patologis akibat adaptasi yang berlebihan, jejas bias disebut juga sebagai cidera (injury) pada sel. 2. Virus adalah parasit berukuran mikroskopik yang menginfeksi sel organisme biologis. 3. Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Family Flaviviridae, dengan genusnya adalah Flavivirus.1Step 2 1. Jejas (L.O) 2. Virus (L.O) 3. Respon imun terhadap virus (L.O) 4. Morfologi nyamuk (L.O) 5. DF dan DHF bedanya apa? 6. Siklus hidup nyamuk (L.O) 7. Pemeriksaan klinis DBD (L.O) 8. Cairan tubuh dan hemodinamik (L.O) 9. Keuntungan dan kandungan jambu biji2Step 3 & 41. Jejas dan adaptasi sel Semua bentuk jejas atau cedera pada jaringan tubuh dimulai dengan perubahan struktur atau molekul sel-selnya. Sel-sel akan bereaksi terhadap pengaruh-pengaruh yang merugikan dengan cara : 1. beradaptasi 2. memperbaiki diri setelah mengalami kerusakan. 3. mengalami cedera yang irreversible (tidak bisamemperbaiki diri kembali). Adaptasi selular terjadi ketika rangsangan fisiologis ataupatologis merangsang terjadinya perubahan yang melindungi keberlangsungan hidup dari sel tersebut. Misalnya hipertropi (peningkatan massa sel) atau atropi (penurunan massa sel). Jejas sel yang reversibel adalah terjadinya perubahan pada sel yang akan terjadi ketika rangsangan sudah terhenti atau jika penyebab jejas sel cukup ringan. Jejas irreversibel terjadi apabila perubahan patologis yang terjadi bersifat permanen dan menyebabkan kematian sel. Ada dua bentuk kematian sel yaitu nekrosis dan apoptosis. Nekrosis adalah bentuk paling umum dan paling sering ditemukan, terjadi setelah mendapatkan rangsangan eksogen. Manifestasinya adalah pembengkakan, denaturasi dan koagulasi protein, kerusakan organel-organel sel, bahkan pecahnya sel. Apoptosis adalah terjadinya kondensasi dan fragmentasi3kromatin. Terjadi pada salah satu atau beberapa bagian dari sel. Hasil dari proses ini adalah terjadinya eliminasi sel-sel yang tidak diinginkan selama proses embriogenesis atau pada kondisi fisiologis dan patologis lainnya.Penyebab Jejas Sel 1. Hipoxia (kekurangan oksigen)terjadi karena : Iskemi (kehilangan suplai darah) kegagalan pada kardiorespiratory (pernafasan dan jantung)Kekurangan zat pembawa oksigen (misalnya karena anemia dan keracunan karbonmonoksida)2. rangsangan fisik, termasuk trauma, panas, dingin, radiasi, dan sengatan listrik. 3. rangsangan kimia dan obat-obatan, termasuk : a. Obat-obat terapetik (misal asetaminofen (tylenol)). b. Zat non terapetik (misal alkohol) 4. agen-agen infeksi, termasuk virus, bakteri, jamur, dan parasit. 5. reaksi imunologis. 6. penyebab genetis 7. kurang gizi atau gizi tidak berimbang. Jejas Sel dan Nekrosis4Mekanisme Terjadinya Beberapa sistem intraselular yang terdapat dalam tubuhmanusia dan sangat rentan terhadap terjadinya jejas sel adalah : Kesatuan dari membran sel. Respirasi aerobik dan produksi ATP. Sintesa enzim dan struktur protein. Perlindungan genetik. Sistem-sistem ini sangat berhubungan erat dan karenanya dapat menimbulkan pengaruh yang lebih luas jika salah satunya mengalami gangguan. Konsekuensi dari jejas sel bergantung kepada tipe, durasi dan tingkat keparahan yang ditimbulkan oleh agen penyebab jejas, juga jenis, kondisi, dan kemampuan adaptasi dari sel yang diserang. Perubahan morfologis dari jejas sel hanya akan terlihat setelah terjadinya perubahan biokimia di dalam sel. Ada empat keadaan biokimia yang berperan penting dalam jejas atau kematian sel. 1. Radikal bebas. Ditemukan pada banyak kondisi patologis dan menyebabkan efek merusak pada struktur dan fungsi sel. 2. kehilangan kalsium hemostatis dan peningkatan kalsium intraselular. 3. Penurunan jumlah ATP. Karena ATP dibutuhkan pada beberapa proses penting dalam tubuh seperti transportasi antar membran dan sintesis protein. 4. Gangguan permeabilitas membran. Membran bisa dirusak oleh terhadap integritas apparatus-apparatus5toksin, rangsangan fisik dan kimia, dan perforin.2. Virus, seputar virus Virus adalah parasit berukuran mikroskopik yang menginfeksi sel organisme biologis. Virus hanya dapat bereproduksi di dalam material hidup dengan menginvasi dan memanfaatkan sel makhluk hidup karena virus tidak memiliki perlengkapan selular untuk bereproduksi sendiri. Dalam sel inang, virus merupakan parasit obligat dan di luar inangnya menjadi tak berdaya. Biasanya virus mengandung sejumlah kecil asam nukleat (DNA atau RNA, tetapi tidak kombinasi keduanya) yang diselubungi semacam bahan pelindung yang terdiri atas protein, lipid, glikoprotein, atau kombinasi ketiganya. Genom virus menyandi baik protein yang digunakan untuk memuat bahan genetik maupun protein yang dibutuhkan dalam daur hidupnya. Istilah virus biasanya merujuk pada partikel-partikel yang menginfeksi sel-sel eukariota (organisme multisel dan banyak jenis organisme sel tunggal), sementara istilah bakteriofag atau fag digunakan untuk jenis yang menyerang jenis-jenis sel prokariota (bakteri dan organisme lain yang tidak berinti sel). Virus sering diperdebatkan statusnya sebagai makhluk hidup karena ia tidak dapat menjalankan fungsi biologisnya secara bebas. Karena karakteristik khasnya ini virus selalu terasosiasi dengan penyakit tertentu, baik pada manusia (misalnya virus influenza dan HIV), hewan (misalnya virus flu burung), atau tanaman (misalnya virus mosaik tembakau/TMV).Sejarah penemuan6Virus mosaik tembakau merupakan virus yang pertama kali divisualisasikan dengan mikroskop elektron. Penelitian mengenai virus dimulai dengan penelitian mengenai penyakit mosaik yang menghambat pertumbuhan tanaman tembakau dan membuat daun tanaman tersebut memiliki bercak-bercak. Pada tahun 1883, Adolf Mayer, seorang ilmuwan Jerman, menemukan bahwa penyakit tersebut dapat menular ketika tanaman yang ia teliti menjadi sakit setelah disemprot dengan getah tanaman yang sakit. Karena tidak berhasil menemukan mikroba di getah tanaman tersebut, Mayer menyimpulkan bahwa penyakit tersebut disebabkan oleh bakteri yang lebih kecil dari biasanya dan tidak dapat dilihat dengan mikroskop.[1] Pada tahun 1892, Dimitri Ivanowsky dari Rusia menemukan bahwa getah daun tembakau yang sudah disaring dengan penyaring bakteri masih dapat menimbulkan penyakit mosaik. Ivanowsky lalu menyimpulkan dua kemungkinan, yaitu bahwa bakteri penyebab penyakit tersebut berbentuk sangat kecil sehingga masih dapat melewati saringan, atau bakteri tersebut mengeluarkan toksin yang dapat menembus saringan. Kemungkinan kedua ini dibuang pada tahun 1897 setelah Martinus Beijerinck dari Belanda menemukan bahwa agen infeksi di dalam getah yang sudah disaring tersebut dapat bereproduksi karena kemampuannya menimbulkan penyakit tidak berkurang setelah beberapa kali ditransfer antartanaman.[1] Patogen mosaik tembakau disimpulkan sebagai bukan bakteri, melainkan merupakan contagium vivum fluidum, yaitu sejenis cairan hidup pembawa penyakit.[2] Setelah itu, pada tahun 1898, Loeffler dan Frosch melaporkan bahwa penyebab penyakit mulut dan kaki sapi dapat melewati filter yang tidak dapat dilewati bakteri. Namun demikian, mereka menyimpulkan bahwa patogennya adalah bakteri yang sangat kecil.[2] Pendapat Beijerinck baru terbukti pada tahun 1935, setelah Wendell Meredith Stanley dari Amerika Serikat berhasil mengkristalkan partikel penyebab penyakit mosaik yang kini dikenal sebagai virus mosaik tembakau.[1] Virus ini juga merupakan virus yang pertama kali divisualisasikan dengan mikroskop elektron pada tahun 1939 oleh ilmuwan Jerman G.A. Kausche, E. Pfankuch, dan H. Ruska.7[3]Struktur dan anatomi virusModel skematik virus berkapsid heliks (virus mosaik tembakau): 1. asam nukleat (RNA), 2. kapsomer, 3. kapsid. Virus merupakan organisme subselular yang karena ukurannya sangat kecil, hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop elektron. Ukurannya lebih kecil daripada bakteri sehingga virus tidak dapat disaring dengan penyaring bakteri. Virus terkecil berdiameter hanya 20 nm (lebih kecil daripada ribosom), sedangkan virus terbesar sekalipun sukar dilihat dengan mikroskop cahaya.[4] Asam nukleat genom virus dapat berupa DNA ataupun RNA. Genom virus dapat terdiri dari DNA untai ganda, DNA untai tunggal, RNA untai ganda, atau RNA untai tunggal. Selain itu, asam nukleat genom virus dapat berbentuk linear tunggal atau sirkuler. Jumlah gen virus bervariasi dari empat untuk yang terkecil sampai dengan beberapa ratus untuk yang terbesar.[4] Bahan genetik kebanyakan virus hewan dan manusia berupa DNA, dan pada virus tumbuhan kebanyakan adalah RNA yang beruntai tunggal. Bahan genetik virus diselubungi oleh suatu lapisan pelindung. Protein yang menjadi lapisan pelindung tersebut disebut kapsid. Bergantung pada tipe virusnya, kapsid bisa berbentuk bulat (sferik), heliks, polihedral, atau bentuk yang lebih kompleks dan terdiri atas protein yang disandikan oleh genom virus. Kapsid terbentuk dari banyak subunit protein yang disebut kapsomer.[4]8Bakteriofag terdiri dari kepala polihedral berisi asam nukleat dan ekor untuk menginfeksi inang. Untuk virus berbentuk heliks, protein kapsid (biasanya disebut protein nukleokapsid) terikat langsung dengan genom virus. Misalnya, pada virus campak, setiap protein nukleokapsid terhubung dengan enam basa RNA membentuk heliks sepanjang sekitar 1,3 mikrometer. Komposisi kompleks protein dan asam nukleat ini disebut nukleokapsid. Pada virus campak, nukleokapsid ini diselubungi oleh lapisan lipid yang didapatkan dari sel inang, dan glikoprotein yang disandikan oleh virus melekat pada selubung lipid tersebut. Bagian-bagian ini berfungsi dalam pengikatan pada dan pemasukan ke sel inang pada awal infeksi.Virus cacar air memiliki selubung virus. Kapsid virus sferik menyelubungi genom virus secara keseluruhan dan tidak terlalu berikatan dengan asam nukleat seperti virus heliks. Struktur ini bisa bervariasi dari ukuran 20 nanometer hingga 400 nanometer dan terdiri atas protein virus yang tersusun dalam bentuk simetri ikosahedral. Jumlah protein yang dibutuhkan untuk membentuk kapsid virus sferik ditentukan dengan koefisien T, yaitu sekitar 60t protein. Sebagai contoh, virus hepatitis B memiliki angka T=4, butuh 240 protein untuk membentuk kapsid. Seperti virus bentuk heliks, kapsid9sebagian jenis virus sferik dapat diselubungi lapisan lipid, namun biasanya protein kapsid sendiri langsung terlibat dalam penginfeksian sel. Seperti yang telah dijelaskan pada virus campak, beberapa jenis virus memiliki unsur tambahan yang membantunya menginfeksi inang. Virus pada hewan memiliki selubung virus, yaitu membran menyelubungi kapsid. Selubung ini mengandung fosfolipid dan protein dari sel inang, tetapi juga mengandung protein dan glikoprotein yang berasal dari virus. Selain protein selubung dan protein kapsid, virus juga membawa beberapa molekul enzim di dalam kapsidnya. Ada pula beberapa jenis bakteriofag yang memiliki ekor protein yang melekat pada "kepala" kapsid. Serabut-serabut ekor tersebut digunakan oleh fag untuk menempel pada suatu bakteri.[4] Partikel lengkap virus disebut virion. Virion berfungsi sebagai alat transportasi gen, sedangkan komponen selubung dan kapsid bertanggung jawab dalam mekanisme penginfeksian sel inang.Parasitisme virusJika bakteriofag menginfeksikan genomnya ke dalam sel inang, maka virus hewan diselubungi oleh endositosis atau, jika terbungkus membran, menyatu dengan plasmalema inang dan melepaskan inti nukleoproteinnya ke dalam sel. Beberapa virus (misalnya virus polio), mempunyai tempat-tempat reseptor yang khas pada sel inangnya, yang memungkinkannya masuk. Setelah di dalam, biasanya genom tersebut mula-mula ditrskripsi oleh enzim inang tetapi kemudian biasanya enzim yang tersandi oleh virus akan mengambil alih. Sintesis sel inang biasanya berhenti, genom virus bereplikasi dan kapsomer disintesis sebelum menjadi virion dewasa. Virus biasanya mengkode suatu enzim yang diproduksi terakhir, merobek plasma membran inang (tahap lisis) dan melepaskan keturunan infektif; atau dapat pula genom virus terintegrasi ke dalam kromsom inang dan bereplikasi bersamanya (provirus). Banyak genom eukariota mempunyai komponen provirus. Kadang-kadang hal ini mengakibatkan transformasi neoplastik sel melalui sintesis protein biasanya hanya diproduksi selama penggandaan virus. Virus tumor DNA mencakup adenovirus dan papavavirus; virus tumor DNA terbungkus dan10mencakup beberapa retrovirus (contohnya virus sarkoma rous).Reproduksi virusReproduksi virus secera general terbagi menjadi 2 yaitu litik dan lisogenik prosesproses pada siklus litik: pertama, virus akan mengadakan adsorpsi atau attachment yang ditandai dengan menempelnya virus pada dinding sel,kemudian pada virus tertentu (bakteriofag), melakukan penetrasi yaitu dengan cara melubangi membran sel dengan menggunakan enzim, setelah itu virus akan memulai mereplikasi materi genetik dan selubung protein, kemudian virus akan memanfaatkan organel-organel sel, kemudian sel mengalami lisis Proses-proses pada siklus lisogenik: Reduksi dari siklus litik ke profag( dimana materi genetiak virus dan sel inang bergabung), bakteri mengalami pembelan binner, dan profag keluar dari kromosom bakteri. siklus litik: Waktu relatif singkat Menonaktifkan bakteri Berproduksi dengan bebas tanpa terikat pada kromosom bakteri siklus lisogenik Waktu relatif lama Mengkombinasikan materi genetic bakteri dengn virus Terikat pada kromosom bakteriKlasifikasi virusVirus dapat diklasifikasi menurut kandungan jenis asam nukleatnya. Pada virus RNA, dapat berunting tunggal (umpamanya pikornavirus yang menyebabkan polio dan influenza) atau berunting ganda (misalnya revirus penyebab diare); demikian pula virus Dna (misalnya berunting tunggal oada fase 174 dan parvorirus berunting ganda pada adenovirus, herpesvirus dan pokvirus). Virus RNA terdiri atas tiga jenis utama: virus RNA berunting positif (+), yang genomnya bertindak sebagai mRNA dalam sel inang dan bertindak sebagai cetakan untuk intermediat RNA unting minus (-); virus RNA berunting negatif (-) yang tidak dapat secara langsung bertindak sebagai mRNA, tetapi sebagai cetakan untuk sintesis mRNA melalui virion transkriptase; dan retrovirus, yang berunting + dan dapat bertindak sebagai mRNA, tetapi pada11waktu infeksi segera bertindak sebagai cetakan sintesis DNA berunting ganda (segera berintegrasi ke dalam kromosom inang ) melalui suatu transkriptase balik yang terkandung atau tersandi. Setiap virus imunodefisiensi manusia (HIV) merupakan bagian dari subkelompok lentivirus dari kelompok retrovirus RNA. Virus ini merupakan penyebab AIDS pada manusia, menginfeksi setiap sel yang mengekspresikan tanda permukaan sel CD4, seperti pembentuk T-sel yang matang.Contoh-contoh virus1. HIV (Human Immunodeficiency Virus) Termasuk salah satu retrovirus yang secara khusus menyerang sel darah putih (sel T). Retrovirus adalah virus ARN hewan yang mempunyai tahap ADN. Virus tersebut mempunyai suatu enzim, yaitu enzim transkriptase balik yang mengubah rantai tunggal ARN (sebagai cetakan) menjadi rantai ganda kopian ADN (cADN). Selanjutnya, cADN bergabung dengan ADN inang mengikuti replikasi ADN inang. Pada saat ADN inang mengalami replikasi, secara langsung ADN virus ikut mengalami replikasi. 2. Virus Herpes Virus herpes merupakan virus ADN dengan rantai ganda yang kemudian disalin menjadi mARN. 3. Virus Infuenza Siklus replikasi virus influenza hampir same dengan siklus replikasi virus herpes. Hanya saja, pada virus influenza materi genetiknya berupa rantai tunggal ARN yang kemudian mengalami replikasi menjadi mARN. 4. Paramyxovirus Paramyxovirus adalah semacam virus ARN yang selanjutnya mengalami replikasi menjadi mARN. Paramyxovirus merupakan penyebab penyakit campak dan gondong.Peranan Virus dalam KehidupanBeberapa virus ada yang dapat dimanfaatkan dalam rekombinasi genetika. Melalui terapi gen, gen jahat (penyebab infeksi) yang terdapat dalam virus diubah menjadi gen baik (penyembuh). Baru-baru ini David Sanders, seorang profesor -12biologi pada Purdue's School of Science telah menemukan cara pemanfaatan virus dalam dunia kesehatan. Dalam temuannva yang dipublikasikan dalam Jurnal Virology, Edisi 15 Desember 2002, David Sanders berhasil menjinakkan cangkang luar viruz Ebola sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pembawa gen kepada sel yang sakit (paru-paru). Meskipun demikian, kebanyakan virus bersifat merugikan terhadap kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan. Virus sangat dikenal sebagai penyebab penyakit infeksi pada manusia, hewan, dan tumbuhan. Sejauh ini tidak ada makhluk hidup yang tahan terhadap virus. Tiap virus secara khusus menyerang sel-sel tertentu dari inangnya. Virus yang menyebabkan selesma menyerang saluran pernapasan, virus campak menginfeksi kulit, virus hepatitis menginfeksi hati, dan virus rabies menyerang sel-sel saraf. Begitu juga yang terjadi pada penyakit AIDS (acquired immune deficiency syndrome), yaitu suatu penyakit yang mengakibatkan menurunnya daya tahan tubuh penderita penyakit tersebut disebabkan oleh virus HIV yang secara khusus menyerang sel darah putih. Tabel berikut ini memuat beberapa macam penyakit yang disebabkan oleh virus. Selain manusia, virus juga menyebabkan kesengsaraan bagi hewan dan tumbuhan. Tidak sedikit pula kerugian yang diderita peternak atau petani akibat ternaknya yang sakit atau hasil panennya yang berkurang.Penyakit hewan akibat virusPenyakit tetelo, yakni jenis penyakit yang menyerang bangsa unggas, terutama ayam. Penyebabnya adalah new castle disease virus (NCDV). Penyakit kuku dan mulut, yakni jenis penyakit yang menyerang ternak sapi dan kerbau. Penyakit kanker pada ayam oleh rous sarcoma virus (RSV). Penyakit rabies, yakni jenis penyakit yang menyerang anjing, kucing, dan monyet. Penyebabnya adalah virus rabies.Penyakit tumbuhan akibat virusPenyakit mosaik, yakni jenis penyakit yang menyerang tanaman tembakau. Penyebabnya adalah tobacco mosaic virus (TMV) Penyakit tungro, yakni jenis13penyakit yang menyerang tanaman padi. Penyebabnya adalah virus Tungro. Penyakit degenerasi pembuluh tapis pada jeruk. Penyebabnya adalah virus citrus vein phloem degeneration (CVPD).Penyakit manusia akibat virusContoh paling umum dari penyakit yang disebabkan oleh virus adalah pilek (yang bisa saja disebabkan oleh satu atau beberapa virus sekaligus), cacar, AIDS (yang disebabkan virus HIV), dan demam herpes (yang disebabkan virus herpes simpleks). Kanker leher rahim juga diduga disebabkan sebagian oleh papilomavirus (yang menyebabkan papiloma, atau kutil), yang memperlihatkan contoh kasus pada manusia yang memperlihatkan hubungan antara kanker dan agen-agen infektan. Juga ada beberapa kontroversi mengenai apakah virus borna, yang sebelumnya diduga sebagai penyebab penyakit saraf pada kuda, juga bertanggung jawab kepada penyakit psikiatris pada manusia. Potensi virus untuk menyebabkan wabah pada manusia menimbulkan kekhawatiran penggunaan virus sebagai senjata biologis. Kecurigaan meningkat seiring dengan ditemukannya cara penciptaan varian virus baru di laboratorium. Kekhawatiran juga terjadi terhadap penyebaran kembali virus sejenis cacar, yang telah menyebabkan wabah terbesar dalam sejarah manusia, dan mampu menyebabkan kepunahan suatu bangsa. Beberapa suku bangsa Indian telah punah akibat wabah, terutama penyakit cacar, yang dibawa oleh kolonis Eropa. Meskipun sebenarnya diragukan dalam jumlah pastinya, diyakini kematian telah terjadi dalam jumlah besar. Penyakit ini secara tidak langsung telah membantu dominasi bangsa Eropa di dunia baru Amerika. Salah satu virus yang dianggap paling berbahaya adalah filovirus. Grup Filovirus terdiri atas Marburg, pertama kali ditemukan tahun 1967 di Marburg, Jerman, dan ebola. Filovirus adalah virus berbentuk panjang seperti cacing, yang dalam jumlah besar tampak seperti sepiring mi. Pada April 2005, virus Marburg menarik perhatian pers dengan terjadinya penyebaran di Angola. Sejak Oktober 2004 hingga 2005, kejadian ini menjadi epidemi terburuk di dalam kehidupan manusia.14Diagnosis di laboratoriumDeteksi, isolasi, hingga analisis suatu virus biasanya melewati proses yang sulit dan mahal. Karena itu, penelitian penyakit akibat virus membutuhkan fasilitas besar dan mahal, termasuk juga peralatan yang mahal dan tenaga ahli dari berbagai bidang, misalnya teknisi, ahli biologi molekular, dan ahli virus. Biasanya proses ini dilakukan oleh lembaga kenegaraan atau dilakukan secara kerjasama dengan bangsa lain melalui lembaga dunia seperti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).Pencegahan dan pengobatanKarena biasanya memanipulasi mekanisme sel induknya untuk bereproduksi, virus sangat sulit untuk dibunuh. Metode pengobatan sejauh ini yang dianggap paling efektif adalah vaksinasi, untuk merangsang kekebalan alami tubuh terhadap proses infeksi, dan obat-obatan yang mengatasi gejala akibat infeksi virus. Penyembuhan penyakit akibat infeksi virus biasanya disalah-antisipasikan dengan penggunaan antibiotik, yang sama sekali tidak mempunyai pengaruh terhadap kehidupan virus. Efek samping penggunaan antibiotik adalah resistansi bakteri terhadap antibiotik. Karena itulah diperlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan apakah suatu penyakit disebabkan oleh bakteri atau virus. Virus Dengue (DEN) adalah tergolong virus RNA anggota dari genus Flavivirus famili Flaviviridae, sangat patogen pada manusia yang cepat menyebar melalui gigitan nyamuk Ae.aegipty dan Ae.albopictus terutama di negara tropis. Lebih dari setengah bilion dari 100 negara di dunia ini mempunyai resiko serius terhadap penyakit infeks virus Dengue, dimana minimum 20 juta per tahun manusia terinfeksi virus Dengue Sampai sekarang belum ditemukan vaksin yang bersifat tetravalen yang dapat melindungi dari keempat strain virus penyebab penyakit ini. Penelitian yang telah dilaksanakan dua tahun ini telah mendapatkan hasil cukup baik, antara lain telah berhasil mengisolasi protein struktural dan non struktural yang bersifat imunogenik sebagai bahan dasar vaksin sub unit isolat Indonesia yang bersifat, tetravalen. Virus ini diisoiasi dari pasien demam berdarah di RSUD.15Dr. Soetomo sehingga didapatkan virus lapangan untuk menghindari virus laboratorium. Pada isolasi protein imunogenik telah dilakukan dengan elusi dan preparative gel elektrophoresis. Khususnya protein non struktural, untuk mendapatkan hasil yang optimal diperlukan pengekspresian protein melalui sistem baculovirus. Pada tahap karakterisasi protein imunogenik dilakukan dengan cara reaktivasi antara antigen dan antibodi melalui immunoblotting. Selain itu juga dilakukan uji netralisasi dan uji protektif pad a hewan coba (mencit), dan telah mendapatkan hasil . yang signifikan, walaupun protein struktural mampu menginduksi antibodi humoral lebih tinggi dibanding dengan protein non struktural. Begitu juga pada imun seluler yang dideteksi dengan fiowcytometri telah menunjukkan bahwa protein struktural lebihdominan dibanding dengan protein non struktural dalam menginduksi anti bodi seluler3. Respon imun terhadap virus Hipersensitivitas adalah keadaan perubahan reaktivitas, tubuh bereaksi dengan respon imun berlebihan atau tidak tepat terhadap suatu benda asing.3 Reaksi hipersensitivitas biasanya disubklasifikasikan menjadi tipe I-IV atas dasar klasifikasi respon imun Gell dan Combs. Reaksi hipersensitivitas tipe I merupakan suatu respon jaringan yang terjadi secara cepat (secara khusus hanya dalam bilangan menit) setelah terjadi interaksi antara alergen dengan antibodi IgE yang sebelumnya berikatan pada permukaan sel mast dan basofil pada pejamu yang tersensitisasi.5 Individu yang menunjukkan kecenderungan untuk reaksi hipersensitivitas tipe segera disebut individu atopik dan biasanya menunjukkan reaksi alergi setelah terpapar pada antigen lingkungan.1 Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa pola reaktivitas sel T terhadap antigen lingkungan pada orang dewasa ditetapkan sejak masa kecil bahkan inisiasinya terjadi sebelum lahir. Hal itu dimungkinkan karena paparan antigen lingkungan pada ibu hamil dapat menyebabkan trasfer transplasental16antigen lingkungan tersebut dengan dosis rendah kepada janin.2 Gambaran klinis mengenai tipe ini akan penulis bahas pada bagian selanjutnya. Hipersensitivitas tipe II diperantarai oleh antibodi yang diarahkan untuk melawan antigen target pada permukanaan sel atau komponen jaringan lainnya. Antigen tersebut dapat merupakan molekul intrinsik normal bagi membran sel atau matriks ekstraselular, atau dapat merupakan antigen eksogen yang diabsorbsi (misalnya, metabolit obat). Pada setiap kasus tersebut, respon hipertsensitivitas disebabkan oleh pengikatan antibodi yang diikuti salah satu dari tiga mekanisme bergantung antibodi. Pertama adalah reaksi yang bergantung komplemen yang terjadi melalui dua mekanisme lisis langsung dan opsonisasi. Contohnya adalaha reaksi transfusi. Sel darah merah dari seorang donor yang tidak sesuai dirusak setelah diikat oleh antibodi resipien yang diarahkan untuk melawan antigen golongan darah donor. Kedua adalah sitotoksisitas selular bergantung antibodi (ADCC) meliputi pembunuhan melalui jenis sel yang membawa reseptor untuk bagian FcIgG; sasaran diselubungi oleh antibodi dilisiskan tanpa fagositosis maupun fiksasi komplemen. Ketiga adalah disfungsi sel yang diperantai antibodi. Pada beberapa kasus, antibodi yang diarahkan untuk melawan reseptor permukaan sel merusak atau mengacaukan fungsi tanpa menyebabkan jejas sel atau inflamasi. Pada penyakit Graves, antibodi terhadap reseptor hormon perangsang tiroid (TSH) merangsang sel epitel tiroid dan menyebabkan hipertiroidisme.5 Kompleks imun sebenarnya terbentuk setiap kali antibodi bertemu dengan antigen, tetapi dalam keadaan normal pada umumnya kompleks ini segera disingkirkan secara efektif oleh jaringan retikuloendotelial, tetapi ada kalanya pembentukan kompleks imun menyebabkan reaksi hipersensitivitas. Keadaan imunopatologik akibat pembentukan kompleks imun dalam garis besar dapat digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu: 1) dampak kombinasi infeksi kronis yang ringan dengan respons antibodi yang lemah, menimbulkan pembentukan kompleks imun kronis yang dapat mengendap di berbagai jaringan; 2) komplikasi dari penyakit autoimun dengan pembentukan autoantibodi secara terus menerus yang berikatan dengan jaringan self; 3) kompleks imun terbentuk pada permukaan tubuh, misalnya dalam paru-paru, akibat terhirupnya antigen secara berulang kali. Manifestasi klinik akibat pembentukan kompleks imun in vivo, bukan saja17bergantung pada jumlah absolut antigen dan antibodi, tetapi juga bergantung pada perbandingan relatif antar kadar antigen dan antibodi. Dalam suasana antibodi berlebihan atau bila kadar bila kadar antigen hanya relatif sedikit lebih tinggi dari antibodi, kompleks imun yang terbentuk cepat mengendap sehingga reaksi yang ditimbulkannya adalah kelainan setempat berupa infiltrasi hebat dari sel-sel PMN, agregasi trombosit dan vasodilatasi yang kemudian menimbulkan eritema dan edema. Reaksi ini disebut reaksi Arthus.1,2 Imunitas seluler merupakan mekanisme utama respons terhadap berbagai macam mikroba, termasuk patogen intrasel seperti Mycobacterium tuberculosis dan virus, serta agen ekstrasel seperti fungi, protozoa, dan parasit. Namun, proses ini dapat pula menyebabkan kematian sel dan jejas jaringan, baik akibat pembersihan infeksi yang normal maupun sebagai respons terhadap antigen sendiri (pada penyakit autoimun). Contoh lain reaksi sensitivitas kulit kontak terhadap bahan kimiawi (seperti poison ivy) dan penolakan garft. Oleh karena itu, hipersensitivitas tipe IV diperantarai oleh sel T tersenitisasi secara khusus bukan antibodi dan dapat dibagi lebih lanjut menjadi dua tipe dasar: (1) hipersensitivitas tipe lambat, diinisiasi oleh sel T CD4+, dan (2) sitotoksisitas sel langsung diperantarai oleh sel T CD8+. Pada hipersensitivitas tipe lambah, sel T CD4+ tipe Th1 menyekresi sitokin sehingga menyebabkan adanya perekrutan sel lain, terutama makrofag, yang merupakan sel efektor utama. Pada sitotoksisitas selular, sel T CD8+ sitotoksik menjalankan fungsi efektor.5 Mekanisme efektor sistem imun yang paling kuat salah satunya adalah reaksi yang terjadi akibat stimulasi mastosit jaringan dan basofil yang diperantarai IgE. Proses yang terjadi pada hipersensitivitas tipe I ini adalah: 1) produksi IgE oleh sel B sebagai respon terhadap antigen paparan pertama; 2) pengikatan IgE pada reseptor Fc yang terdapat pada permukaan sel mastosit dan basofil; 3) interaksi antara antigen paparan kedua dengan IgE pada permukaan sel yang mengakibatkan 4) aktivasi sel bersangkutan dan pelepasan mediator yang tersimpan pada granulanya.2 Teori yang diterima para pakar mengenai produksi imunoglobulin saat ini adalah teori Clonal Selection (Seleksi Klonal) dimana pada teori ini satu sel plasma hanya memproduksi satu jenis antibodi spesifik.4 Pada awalnya ketika terpapar18pertama kali oleh antigen tubuh akan merespon dengan mengirimkan IgM. Kemudian sel penghasil antibodi akan memproduksi Ig A, G, D, E dengan spesifisitas yang sama. Ig A, G, D tidak dapat menempel pada basofil dan mastosit karena reseptornya tidak cocok dan apoptosis. Ig E tidak demikian karena dia dapat berikatan reseptor FcRI. Basofil yang sudah ada IgEnya kemudian terpapar antigen yang sama ia akan berdegranulasi mengeluarkan mediator-mediator kimiawi yang dapat bermanifestasi klinis hipersensitivitas tipe I (alergi). Pada kasus anak tersebut terkena eczema beberapa hari setelah lahir. Eczema adalah edema yang disertai eksudat serosa di lapisan sel epidermis,3 jadi dia merupakan hasil inflamasi. Mengapa terjadi demikian ? Kemungkinan Eczema tersebut akibat dari antibodi warisan dari ibunya (dalam bentuk IgG), selain itu adanya susu formula yang diberikan kepada bayi tersebut dapat menimbulkan reaksi alergi karena susu tersebut mengandung susu sapi dan memiliki sifat yang berbeda dengan susu manusia. Eczema dapat dikatakan sebagai gejala awal yang menunjukan apabila anak tersebut menderita reaksi hipersensitivitas tipe I. Bentol-bentol merah serta disertai kolik abdomen dan diare kemungkinan besar diakibatkan karena adanya alergi terhadap makanan tertentu. Pada fungsi fisiologis normal dari organ pencernaan yang baik adalah menetralisir makanan dan semua itu juga bergantung pada sistem imun dan sel imun di mukosa. Udang mengandung beberapa alergen. Antigen II dianggap sebagai alergen utama. Otot udang yang mengandung glikoprotein otot yang mengandung Pen a 1 (tropomiosin) yang juga dapat mengakibatkan reaksi silang antara crustacea, molluscum dan artropoda lainnya. Apabila seorang anak terpapar oleh alergen yang dalam kasus ini adalah udang, kepiting, dan ikan laut, otomatis sel imun yang terdapat pada mukosa akan terganggu dan menyebabkan terganggunya sistem pencernaan dan makanan dianggap sebagai alergen dengan epitop-epitop antigenik dan makin lama makin berakumulasi pada usus halus dan menimbulkan reaksi hipersensitivitas yang merangsang serotonin dan akhirnya bermanifestasi kolik abdomen dan diare. Dari hasil anamnesis diketahui riwayat penyakit keluarga pasien (dari ibu) adalah sering pilek, hidung gatal, menderita asma dengan gejala sesak nafas dan mengi,19dan pernah syok setelah diberi suntikan. Sering pilek dan hidung gatal kemungkinan mengindikasikan bahwa si ibu juga menderita hipersensitivitas tipe I. Asma si ibu diklasifikasikan ke dalam asma eksitrinsik yang terjadi karena keluarnya mediator-mediator kimiawi dari granula mastosit di paru-paru, yang antara lain berisi tryptase yang terbukti menyebabkan respon berlebihan pada bronkhus dan chymase yang dapat merangsang peningkatan sekresi mukus oleh bronkus. Keduanya (termasuk dalam protease) juga dapat merombak (menghancurkan) peptida intestinal vasoaktif yang merupakan mediator relaksasi bronkus. Mastosit juga menghasilkan histamin yang menginduksi prostaglandin dan leuktrien yang dapat mengakibatkan edema. Jadi pada paru-paru mereka dapat menyebabkan konstriksi bronkus, edema, dan hipersekresi mukus yang semuanya adalah ciri-ciri asma.2 Mengenai kekhawatiran Ibu Siti bahwa asmanya akan menurun, hal itu sangat mungkin. Kemungkinan penurunan asma kepada anak yang mempunyai orang tua yang mempunyai RPD asma sebesar 60% - 80%, sedangkan apabila ibu saja yang mempunyai riwayat asma kemungkinan penurunan asma secara herediter kurang lebih 58 %. Untuk dapat mendiagnosis hipersensitivitas tipe I kita harus memperhatikan gejala dan tanda penyakit tersebut. Mengenai hal tersebut sudah penulis jelaskan pada bagian sebelum ini. Selain itu untuk menegakkan diagnosis juga memerlukan pemeriksaan laboratorium. Hingga saat ini sudah banyak perkembangan dalam metode laboratorium untuk menunjang diagnosis dan evaluasi penderita alergi. Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan sputum untuk melihat ada atau tidaknya inflamasi pada saluran nafas, pemeriksaan kadar allergen di lingkungan pasien dengan cara difusi radial dan RIA, dan yang paling sering dilakukan adalah uji kulit. Uji kulit ini terdiri dari patch test, prick test, dan intradermal. Untuk pemeriksaan yang lebih spesifik dapat dilakukan pengukuran kadar IgE total dan spesifik.2 4. Morfologi nyamuk (L.O) Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti. Nyamuk betina aedes aegypti akan menggigit dan menghisap darah penderita DBD. Virus dengue yang terhisap akan berkembang di usus nyamuk,20lalu bercampur dalam kelenjar ludah nyamuk, kemudian nyamuk akan menularkannya dengan cara menggigit manusia yang rentan. Proses inkubasi di dalam tubuh nyamuk ini memakan waktu 10-12 hari. Pada pagi hari (08.00-10.00) dan sore hari (15.00-17.00), nyamuk berkelana mencari mangsanya. Setelah menggigit tubuh manusia dengan cepat perutnya membuncit yang dipenuhi kira-kira dua hingga empat milligram darah atau sekitar 1,5 kali berat badannya. Berbeda dengan nyamuk lain yang cukup menggigit satu mangsa pada periode setelah bertelur hingga akhir hidupnya, aedes mempunyai kebiasaan menggigit beberapa orang secara berganti-ganti dalam waktu yang singkat. Nyamuk betina menghisap darah manusia untuk mendapatkan protein bagi keperluan pembiakannya. Tiga hari selepas menghisap darah, ia akan menghasilkan hingga 100 butir telur yang halus seperti pasir. Nyamuk dewasa akan terus menghisap darah dan bertelur lagi. Apabila nyamuk betina menggigit atau menghisap darah orang yang mengalami infeksi dengue, virus akan masuk ke dalam tubuh nyamuk. Diperlukan waktu sembilan hari oleh virus dengue untuk hidup dan membiak di dalam air liur nyamuk. Setelah itu, nyamuk yang sudah terjangkit virus akan membawa virus itu di dalam tubuhnya hingga akhir khidupannya. Apabila nyamuk yang terjangkit menggigit manusia, ia akan memasukkan virus dengue yang berada di dalam air liurnya ke dalam sistem aliran darah manusia. Setelah empat hingga enam hari atau yang disebut sebagai periode inkubasi, penderita akan mulai mendapat demam yang tinggi. 5. DF dan DHF bedanya serta Siklus hidup nyamuk Penyakit DBD adalah salah satu bentuk klinis dari penyakit akibat infeksi dengan virus dengue pada manusia. Manifestasi klinis dari infeksi virus dengue dapat berupa "Demam Dengue(DD)" atau "Demam Berdarah Dengue (DBD)". DD tidak membahayakan atau tidak mengancam jiwa seperti DBD. Biasanya kasus seperti ini sering diistilahkan masyarakat awam sebagai gejala demam berdarah. DD tidak akan berubah menjadi DBD. Jadi, pendapat yang mengatakan bahwa bila21penanganan tidak baik dan terlambat akan DD akan menjadi DBD tidak benar.Masyarakat awam sulit membedakan DD dan DBD, karena hanya diketahui dokter berdasarkan pemeriksaan darah dan keadaan klinis penderita. Secara klinis yang membedakan adalah pada DBD terjadi reaksi keluarnya plasma (cairan) darah dari dalam pembuluh darah keluar dan masuk ke dalam rongga perut dan rongga selaput paru. Fenomena ini apabila tidak segera ditanggulangi dapat mempengaruhi manifestasi gejala perdarahan menjadi sangat masif. Dalam praktik kedokteran sering kali membuat seorang dokter terpaksa memberikan transfusi darah dalam jumlah cukup banyak. Gejala klinis DBD dan DD hampir sama, yaitu panas tinggi, perdarahan, trombosit menurun dan pemeriksaan serologi IgG atau IgM positif. Pada DBD trombosit yang menurun sangat drastis hingga kurang dari 90.000, perdarahan yang terjadi lebih berat dan dapat disertai sesak napas karena adanya cairan di rongga paru (efusi pleura) 6. Pemeriksaan klinis DBD (L.O) Pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis DBD adalah pemeriksaan darah atau sering diistilahkan pemeriksaan darah lengkap. Gambaran hasil laboratorium yang khas adalah terjadi peningkatan kadar hemoglobin (Hb) dan peningkatan hematokrit (HCT) disertai penurunan trombosis kurang dari 150.00. Perubahan tersebut biasanya terjadi pada hari ke-3 hingga ke-5 panas. Pemeriksaan darah pada hari pertama atau kedua panas tidak bermanfaat dan malah menyesatkan karena hasilnya masih dalam normal, tgetapi belum menyingkirkan penyakit DBD. Dalam perjalanannya trombosis akan terus menurun pada hari ke-3, ke-4, dan hari ke-5, sementara pada hari ke-6 dan selanjutnya akan meningkat terus kembali ke nilai normal. Peningkatan jumlah trombosit setelah hari ke-6 inilah mungkin yang sering dianggap karena pengaruh pemberian jambu biji. Biasanya setelah hari ke-6 jumlah trombosit di atas 50.000, bila tidak disertai komplikasi22penderita diperbolehkan pulang. Pemeriksaan laboratorium yang sering dilakukan adalah pemeriksaan serologi imunoglobulin G (IgG) dan imunoglobulin M (IgM). Pemeriksaan ini selain tidak spesifik tetapi juga harganya relatif mahal. Pada keadaan manifestasi klinis dan hasil laboratorium sudah jelas pemeriksaan ini sebenarnya tidak perlu dilakukan. Pada kasus yang tidak jelas mungkin pemeriksaan ini sering membantu menunjang menegakkan diagnosis DBD. Hal lain yang sering dijumpai penderita DBD di diagnosis sebagai sebagai penyakit tifus. Pada penderita DBD sering ditemukan juga peningkatan hasil Widal. Pemeriksaan Widal adalah identifikasi antibodi tubuh terhadap penyakit demam tiphoid (tifus). Kejadian seperti inilah yang menimbulkan kerancuan diagnosis DBD. Padahal pada penyakit demam tiphoid pada minggu awal panas biasanya malah tidak terdeteksi peningkatan titer Widal tersebut. Bila hasil pemeriksaan widal meningkat tinggi pada awal minggu pertama, tidak harus dicurigai sebagai penyakit tifus. Sebaiknya, pemeriksaan Widal dilakukan menjelang akhir minggu pertama panas atau awal minggu ke dua panas. Secara medis sebenarnya tidak ada pengobatan secara khusus pada penderita DBD. Penyakit ini adalah self limiting disease atau penyakit yang dapat sembuh sendiri. Prinsip pengobatan secara umum adalah pemberian cairan berupa elektrolit (khususnya natrium) dan glukosa. Sehingga pemberian minum yang mengandung elektrolit dan glukosa, seperti air buah atau minuman lain yang manis, dapat membantu mengatasi kekurangan cairan pada penderita DBD. Sampai pada saat ini belum ada penelitian secara klinis yang membuktikan bahwa pemberian jambu biji kepada penderita DBD dapat meningkatkan jumlah trombosit dalam darah. 7. Cairan tubuh dan hemodinamik (L.O) Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit TubuhTiga kategori umum yang23menjelaskan abnormalitas cairan tibuh adalah : Volume Osmolalitas KomposisiKetidakseimbangan volume terutama mempengaruhi cairan ekstraseluler (ECF) dan menyangkut kehilangan atau bertambahnya natrium dan air dalam jumlah yang relatif sama, sehingga berakibat pada kekurangan atau kelebihan volume ekstraseluler (ECF). Ketidakseimbangan osmotik terutama mempengaruhi cairan intraseluler (ICF) dan menyangkut bertambahnya atau kehilangan natrium dan air dalam jumlah yang relatif tidak seimbang. Gangguan osmotik umumnya berkaitan dengan hiponatremia dan hipernatremia sehingga nilai natrium serum penting untuk mengenali keadaan ini.Kadar dari kebanyakan ion di dalam ruang ekstraseluler dapat berubah tanpa disertai perubahan yang jelas dari jumlah total dari partikel-partikel yang aktif secara osmotik sehingga mengakibatkan perubahan komposisional. a. Ketidakseimbangan Volume Kekurangan volume ECF atau hipovolemia didefinisikan sebagai kehilangan cairan tubuh isotonik, yang disertai kehilangan natrium dan air dalam jumlah yang relatif sama. Kekurangan volume isotonik sering kali diistilahkan dehidrasi yang seharusnya dipakai untuk kondisi kehilangan air murni yang relatif mengakibatkan hipernatremia. - airan Isotonis adalah cairan yang konsentrasi/kepekatannya sama dengan cairan tubuh, contohnya : larutan NaCl 0,9 %, Larutan Ringer Lactate (RL).- Cairan hipertonis adalah cairan yang konsentrasi zat terlarut/kepekatannya melebihi cairan tubuh, contohnya Larutan dextrose 5 % dalam NaCl normal, Dextrose 5% dalam RL, Dextrose 5 % dalam NaCl 0,45%.Cairan Hipotonis adalah cairan yang konsentrasi zat terlarut/kepekataannya kurang dari cairan tubuh, contohnya : larutan Glukosa 2,5 %., NaCl.0,45 %, NaCl 0,33 % . Kelebihan cairan ekstraseluler dapat terjadi bila natrium dan air keduaduanya tertahan dengan proporsi yang kirakira sama.Dengan terkumpulnya cairan isotonik yang berlebihan pada ECF (hipervolumia)24maka cairan akan berpindah ke kompartement cairan interstitial sehingga mnyebabkan edema. Edema adalah penunpukan cairan interstisial yang berlebihan. Edema dapat terlokalisir atau generalisata. b. Ketidakseimbangan Osmolalitas dan perubahan komposisionalKetidakseimbangan osmolalitas melibatkan kadar zat terlarut dalam cairan-cairan tubuh. Karena natrium merupakan zat terlarut utama yang aktif secara osmotik dalam ECF maka kebanyakan kasus hipoosmolalitas (overhidrasi) adalah hiponatremia yaitu rendahnya kadar natrium di dalam plasma dan hipernatremia yaitu tingginya kadar natrium di dalam plasma. Pahami juga perubahan komposisional di bawah ini : Hipokalemia adalah keadaan dimana kadar kalium serum kurang dari 3,5 mEq/L. Hiperkalemia adalah keadaan dimana kadar kalium serum lebih dari atau sama dengan 5,5 mEq/L. Hiperkalemia akut adalah keadaan gawat medik yang perlu segera dikenali, dan ditangani untuk menghindari disritmia dan gagal jantung yang fatal.2. Proses Keperawatan 2.1 Pengkajian Pengkajian keperawatan secara umum pada pasien dengan gangguan atau resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit meliputi : Kaji riwayat kesehatan dan kepearawatan untuk identifikasi penyebab gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit Kaji manifestasi klinik melalui :- Timbang berat badan klien setiap hariMonitor vital sign- Kaji intake output Lakukan pemeriksaan fisik meliputi : - Kaji turgor kulit, hydration, temperatur tubuh dan neuromuskuler irritability. - Auskultasi bunyi /suara nafas- Kaji prilaku, tingkat energi, dan tingkat kesadaran Review nilai pemeriksaan laboratorium : Berat jenis urine, PH serum, Analisa Gas Darah, Elektrolit serum, Hematokrit, BUN, Kreatinin Urine.2.2 Diagnosis KeperawatanDiagnosis keperawatan yang umum25terjadi pada klien dengan resiko atau gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit adalah : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ansietas, gangguan mekanisme pernafasan, abnormalitas nilai darah arteri Penurunan kardiak output berhubungan dengan dysritmia kardio, ketidakseimbangan elektrolit Gangguan keseimbangan volume cairan : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare, kehilangan cairan lambung, diaphoresis, polyuria. Gangguan keseimbangan cairan tubuh : berlebih bwerhubungan dengan anuria, penurunan kardiak output, gangguan proses keseimbangan, Penumpukan cairan di ekstraseluler. Kerusakan membran mukosa mulut berhubungan dengan kekurangan volume cairan Gangguan integritas kulit berhubungan dengan dehidrasi dan atau edema Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan edema2.3 Intervensi Keperawatan Intervensi keperawatan yang umum dilakukan pada pasien gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit adalah :a. Atur intake cairan dan elektrolit b. Berikan therapi intravena (IVFD) sesuai kondisi pasien dan intruksi dokter dengan memperhatikan : jenis cairan, jumlah/dosis pemberian, komplikasi dari tindakan c. Kolaborasi pemberian obat-obatan seperti :deuretik, kayexalate.d. Provide care seperti : perawatan kulit, safe environment.2.4 Evaluasi/Kreteria hasil :Kreteria hasil meliputi : Intake dan output dalam batas keseimbangan Elektrolit serum dalam batas normal Vital sign dalam batas normal 8. Keuntungan dan kandungan jambu biji DAUN jambu biji tua ternyata mengandung berbagai macam komponen yang berkhasiat untuk mengatasi penyakit demam berdarah dengue (DBD). Kelompok26senyawa tanin dan flavonoid yang dinyatakan sebagai quersetin dalam ekstrak daun jambu biji dapat menghambat aktivitas enzim reverse trancriptase yang berarti menghambat pertumbuhan virus berinti RNA. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun jambu biji dapat mempercepat peningkatan jumlah trombosit tanpa disertai efek samping yang berarti, misalnya sembelit. Penelitian open label ini masih perlu dilanjutkan dengan uji klinik untuk membuktikan khasiat dengan evidence based yang lebih kuat. Pengamatan lain yang sedang dikerjakan dalam penelitian ini adalah pengaruh pemberian ekstrak daun jambu biji terhadap sekresi GM-CSF dan IL-11 untuk mengetahui mekanisme kerjanya pada trombopoiesis. Juga terhadap aktivitas sistem komplemen dan sekresi TNF-Alfa olehmonosit dalam hubungannya dengan mekanisme penurunan permeabilitas pembuluh darah.Step 5 1. Jejas 2. Virus 3. Pemeriksaan klinis DBD 4. Cairan tubuh dan hemodinamik 5. Respon imun terhadap virus 6. Morfologi nyamuk27Step 6 Baron. 2001. Kapita Selekta Patologi Klinik. Jakarta : EGC FKUI. 2000. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : FKUI Press. FKUI. 1995. Parasitologi Kedokteran. Jakarta : EGC Jawetz, dkk. 2004. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : EGC. Robbins, dkk. 2003. Patologi Robbins volume 1. Jakarta : EGC.Step 7 1. Jejas dan adaptasi sel Semua bentuk jejas atau cedera pada jaringan tubuh dimulai dengan perubahan struktur atau molekul sel-selnya. Sel-sel akan bereaksi terhadap pengaruh-pengaruh yang merugikan dengan cara : 1. beradaptasi282. memperbaiki diri setelah mengalami kerusakan. 3. mengalami cedera yang irreversible (tidak bisamemperbaiki diri kembali). Adaptasi selular terjadi ketika rangsangan fisiologis ataupatologis merangsang terjadinya perubahan yang melindungi keberlangsungan hidup dari sel tersebut. Misalnya hipertropi (peningkatan massa sel) atau atropi (penurunan massa sel). Jejas sel yang reversibel adalah terjadinya perubahan pada sel yang akan terjadi ketika rangsangan sudah terhenti atau jika penyebab jejas sel cukup ringan. Jejas irreversibel terjadi apabila perubahan patologis yang terjadi bersifat permanen dan menyebabkan kematian sel. Ada dua bentuk kematian sel yaitu nekrosis dan apoptosis. Nekrosis adalah bentuk paling umum dan paling sering ditemukan, terjadi setelah mendapatkan rangsangan eksogen. Manifestasinya adalah pembengkakan, denaturasi dan koagulasi protein, kerusakan organel-organel sel, bahkan pecahnya sel. Apoptosis adalah terjadinya kondensasi dan fragmentasikromatin. Terjadi pada salah satu atau beberapa bagian dari sel. Hasil dari proses ini adalah terjadinya eliminasi sel-sel yang tidak diinginkan selama proses embriogenesis atau pada kondisi fisiologis dan patologis lainnya. Penyebab Jejas Sel 1. Hipoxia (kekurangan oksigen)terjadi karena : Iskemi (kehilangan suplai darah) kegagalan pada kardiorespiratory (pernafasan dan jantung)29Kekurangan zat pembawa oksigen (misalnya karena anemia dan keracunan karbonmonoksida)2. rangsangan fisik, termasuk trauma, panas, dingin, radiasi, dan sengatan listrik. 3. rangsangan kimia dan obat-obatan, termasuk : a. Obat-obat terapetik (misal asetaminofen (tylenol)). b. Zat non terapetik (misal alkohol) 4. agen-agen infeksi, termasuk virus, bakteri, jamur, dan parasit. 5. reaksi imunologis. 6. penyebab genetis 7. kurang gizi atau gizi tidak berimbang. Jejas Sel dan Nekrosis Mekanisme Terjadinya Beberapa sistem intraselular yang terdapat dalam tubuhmanusia dan sangat rentan terhadap terjadinya jejas sel adalah : Kesatuan dari membran sel. Respirasi aerobik dan produksi ATP. Sintesa enzim dan struktur protein. Perlindungan genetik. Sistem-sistem ini sangat berhubungan erat dan karenanya dapat menimbulkan pengaruh yang lebih luas jika salah satunya terhadap integritas apparatus-apparatus30mengalami gangguan. Konsekuensi dari jejas sel bergantung kepada tipe, durasi dan tingkat keparahan yang ditimbulkan oleh agen penyebab jejas, juga jenis, kondisi, dan kemampuan adaptasi dari sel yang diserang. Perubahan morfologis dari jejas sel hanya akan terlihat setelah terjadinya perubahan biokimia di dalam sel. Ada empat keadaan biokimia yang berperan penting dalam jejas atau kematian sel. 1. Radikal bebas. Ditemukan pada banyak kondisi patologis dan menyebabkan efek merusak pada struktur dan fungsi sel. 2. kehilangan kalsium hemostatis dan peningkatan kalsium intraselular. 3. Penurunan jumlah ATP. Karena ATP dibutuhkan pada beberapa proses penting dalam tubuh seperti transportasi antar membran dan sintesis protein. 4. Gangguan permeabilitas membran. Membran bisa dirusak oleh toksin, rangsangan fisik dan kimia, dan perforin.2. VirusVirus adalah parasit berukuran mikroskopik yang menginfeksi sel organisme biologis. Virus hanya dapat bereproduksi di dalam material hidup dengan menginvasi dan memanfaatkan sel makhluk hidup karena virus tidak memiliki perlengkapan selular untuk bereproduksi sendiri. Dalam sel inang, virus merupakan parasit obligat dan di luar inangnya menjadi tak berdaya. Biasanya virus mengandung sejumlah kecil asam nukleat (DNA atau RNA, tetapi tidak kombinasi keduanya) yang diselubungi semacam bahan pelindung yang terdiri atas protein, lipid, glikoprotein, atau kombinasi ketiganya. Genom virus menyandi baik protein yang digunakan untuk memuat bahan genetik maupun protein yang31dibutuhkan dalam daur hidupnya. Istilah virus biasanya merujuk pada partikel-partikel yang menginfeksi sel-sel eukariota (organisme multisel dan banyak jenis organisme sel tunggal), sementara istilah bakteriofag atau fag digunakan untuk jenis yang menyerang jenis-jenis sel prokariota (bakteri dan organisme lain yang tidak berinti sel). Virus sering diperdebatkan statusnya sebagai makhluk hidup karena ia tidak dapat menjalankan fungsi biologisnya secara bebas. Karena karakteristik khasnya ini virus selalu terasosiasi dengan penyakit tertentu, baik pada manusia (misalnya virus influenza dan HIV), hewan (misalnya virus flu burung), atau tanaman (misalnya virus mosaik tembakau/TMV).Sejarah penemuanVirus mosaik tembakau merupakan virus yang pertama kali divisualisasikan dengan mikroskop elektron. Penelitian mengenai virus dimulai dengan penelitian mengenai penyakit mosaik yang menghambat pertumbuhan tanaman tembakau dan membuat daun tanaman tersebut memiliki bercak-bercak. Pada tahun 1883, Adolf Mayer, seorang ilmuwan Jerman, menemukan bahwa penyakit tersebut dapat menular ketika tanaman yang ia teliti menjadi sakit setelah disemprot dengan getah tanaman yang sakit. Karena tidak berhasil menemukan mikroba di getah tanaman tersebut, Mayer menyimpulkan bahwa penyakit tersebut disebabkan oleh bakteri yang lebih kecil dari biasanya dan tidak dapat dilihat dengan mikroskop.[1] Pada tahun 1892, Dimitri Ivanowsky dari Rusia menemukan bahwa getah daun tembakau yang sudah disaring dengan penyaring bakteri masih dapat menimbulkan penyakit mosaik. Ivanowsky lalu menyimpulkan dua kemungkinan, yaitu bahwa bakteri penyebab penyakit tersebut berbentuk sangat kecil sehingga32masih dapat melewati saringan, atau bakteri tersebut mengeluarkan toksin yang dapat menembus saringan. Kemungkinan kedua ini dibuang pada tahun 1897 setelah Martinus Beijerinck dari Belanda menemukan bahwa agen infeksi di dalam getah yang sudah disaring tersebut dapat bereproduksi karena kemampuannya menimbulkan penyakit tidak berkurang setelah beberapa kali ditransfer antartanaman.[1] Patogen mosaik tembakau disimpulkan sebagai bukan bakteri, melainkan merupakan contagium vivum fluidum, yaitu sejenis cairan hidup pembawa penyakit.[2] Setelah itu, pada tahun 1898, Loeffler dan Frosch melaporkan bahwa penyebab penyakit mulut dan kaki sapi dapat melewati filter yang tidak dapat dilewati bakteri. Namun demikian, mereka menyimpulkan bahwa patogennya adalah bakteri yang sangat kecil.[2] Pendapat Beijerinck baru terbukti pada tahun 1935, setelah Wendell Meredith Stanley dari Amerika Serikat berhasil mengkristalkan partikel penyebab penyakit mosaik yang kini dikenal sebagai virus mosaik tembakau.[1] Virus ini juga merupakan virus yang pertama kali divisualisasikan dengan mikroskop elektron pada tahun 1939 oleh ilmuwan Jerman G.A. Kausche, E. Pfankuch, dan H. Ruska.[3]Struktur dan anatomi virusModel skematik virus berkapsid heliks (virus mosaik tembakau): 1. asam nukleat (RNA), 2. kapsomer, 3. kapsid. Virus merupakan organisme subselular yang karena ukurannya sangat kecil, hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop elektron. Ukurannya lebih kecil daripada bakteri sehingga virus tidak dapat disaring dengan penyaring bakteri. Virus terkecil berdiameter hanya 20 nm (lebih kecil daripada ribosom), sedangkan virus terbesar sekalipun sukar dilihat dengan mikroskop cahaya.[4]33Asam nukleat genom virus dapat berupa DNA ataupun RNA. Genom virus dapat terdiri dari DNA untai ganda, DNA untai tunggal, RNA untai ganda, atau RNA untai tunggal. Selain itu, asam nukleat genom virus dapat berbentuk linear tunggal atau sirkuler. Jumlah gen virus bervariasi dari empat untuk yang terkecil sampai dengan beberapa ratus untuk yang terbesar.[4] Bahan genetik kebanyakan virus hewan dan manusia berupa DNA, dan pada virus tumbuhan kebanyakan adalah RNA yang beruntai tunggal. Bahan genetik virus diselubungi oleh suatu lapisan pelindung. Protein yang menjadi lapisan pelindung tersebut disebut kapsid. Bergantung pada tipe virusnya, kapsid bisa berbentuk bulat (sferik), heliks, polihedral, atau bentuk yang lebih kompleks dan terdiri atas protein yang disandikan oleh genom virus. Kapsid terbentuk dari banyak subunit protein yang disebut kapsomer.[4]Bakteriofag terdiri dari kepala polihedral berisi asam nukleat dan ekor untuk menginfeksi inang. Untuk virus berbentuk heliks, protein kapsid (biasanya disebut protein nukleokapsid) terikat langsung dengan genom virus. Misalnya, pada virus campak, setiap protein nukleokapsid terhubung dengan enam basa RNA membentuk heliks sepanjang sekitar 1,3 mikrometer. Komposisi kompleks protein dan asam nukleat ini disebut nukleokapsid. Pada virus campak, nukleokapsid ini diselubungi oleh lapisan lipid yang didapatkan dari sel inang, dan glikoprotein yang disandikan oleh virus melekat pada selubung lipid tersebut. Bagian-bagian ini berfungsi dalam pengikatan pada dan pemasukan ke sel inang pada awal infeksi.34Virus cacar air memiliki selubung virus. Kapsid virus sferik menyelubungi genom virus secara keseluruhan dan tidak terlalu berikatan dengan asam nukleat seperti virus heliks. Struktur ini bisa bervariasi dari ukuran 20 nanometer hingga 400 nanometer dan terdiri atas protein virus yang tersusun dalam bentuk simetri ikosahedral. Jumlah protein yang dibutuhkan untuk membentuk kapsid virus sferik ditentukan dengan koefisien T, yaitu sekitar 60t protein. Sebagai contoh, virus hepatitis B memiliki angka T=4, butuh 240 protein untuk membentuk kapsid. Seperti virus bentuk heliks, kapsid sebagian jenis virus sferik dapat diselubungi lapisan lipid, namun biasanya protein kapsid sendiri langsung terlibat dalam penginfeksian sel. Seperti yang telah dijelaskan pada virus campak, beberapa jenis virus memiliki unsur tambahan yang membantunya menginfeksi inang. Virus pada hewan memiliki selubung virus, yaitu membran menyelubungi kapsid. Selubung ini mengandung fosfolipid dan protein dari sel inang, tetapi juga mengandung protein dan glikoprotein yang berasal dari virus. Selain protein selubung dan protein kapsid, virus juga membawa beberapa molekul enzim di dalam kapsidnya. Ada pula beberapa jenis bakteriofag yang memiliki ekor protein yang melekat pada "kepala" kapsid. Serabut-serabut ekor tersebut digunakan oleh fag untuk menempel pada suatu bakteri.[4] Partikel lengkap virus disebut virion. Virion berfungsi sebagai alat transportasi gen, sedangkan komponen selubung dan kapsid bertanggung jawab dalam mekanisme penginfeksian sel inang.35Parasitisme virusJika bakteriofag menginfeksikan genomnya ke dalam sel inang, maka virus hewan diselubungi oleh endositosis atau, jika terbungkus membran, menyatu dengan plasmalema inang dan melepaskan inti nukleoproteinnya ke dalam sel. Beberapa virus (misalnya virus polio), mempunyai tempat-tempat reseptor yang khas pada sel inangnya, yang memungkinkannya masuk. Setelah di dalam, biasanya genom tersebut mula-mula ditrskripsi oleh enzim inang tetapi kemudian biasanya enzim yang tersandi oleh virus akan mengambil alih. Sintesis sel inang biasanya berhenti, genom virus bereplikasi dan kapsomer disintesis sebelum menjadi virion dewasa. Virus biasanya mengkode suatu enzim yang diproduksi terakhir, merobek plasma membran inang (tahap lisis) dan melepaskan keturunan infektif; atau dapat pula genom virus terintegrasi ke dalam kromsom inang dan bereplikasi bersamanya (provirus). Banyak genom eukariota mempunyai komponen provirus. Kadang-kadang hal ini mengakibatkan transformasi neoplastik sel melalui sintesis protein biasanya hanya diproduksi selama penggandaan virus. Virus tumor DNA mencakup adenovirus dan papavavirus; virus tumor DNA terbungkus dan mencakup beberapa retrovirus (contohnya virus sarkoma rous).Reproduksi virusReproduksi virus secera general terbagi menjadi 2 yaitu litik dan lisogenik prosesproses pada siklus litik: pertama, virus akan mengadakan adsorpsi atau attachment yang ditandai dengan menempelnya virus pada dinding sel,kemudian pada virus tertentu (bakteriofag), melakukan penetrasi yaitu dengan cara melubangi membran sel dengan menggunakan enzim, setelah itu virus akan memulai mereplikasi materi genetik dan selubung protein, kemudian virus akan memanfaatkan organel-organel sel, kemudian sel mengalami lisis Proses-proses pada siklus lisogenik: Reduksi dari siklus litik ke profag( dimana materi genetiak virus dan sel inang bergabung), bakteri mengalami pembelan binner, dan profag keluar dari kromosom bakteri. siklus litik: Waktu relatif singkat Menonaktifkan bakteri Berproduksi dengan36bebas tanpa terikat pada kromosom bakteri siklus lisogenik Waktu relatif lama Mengkombinasikan materi genetic bakteri dengn virus Terikat pada kromosom bakteriKlasifikasi virusVirus dapat diklasifikasi menurut kandungan jenis asam nukleatnya. Pada virus RNA, dapat berunting tunggal (umpamanya pikornavirus yang menyebabkan polio dan influenza) atau berunting ganda (misalnya revirus penyebab diare); demikian pula virus Dna (misalnya berunting tunggal oada fase 174 dan parvorirus berunting ganda pada adenovirus, herpesvirus dan pokvirus). Virus RNA terdiri atas tiga jenis utama: virus RNA berunting positif (+), yang genomnya bertindak sebagai mRNA dalam sel inang dan bertindak sebagai cetakan untuk intermediat RNA unting minus (-); virus RNA berunting negatif (-) yang tidak dapat secara langsung bertindak sebagai mRNA, tetapi sebagai cetakan untuk sintesis mRNA melalui virion transkriptase; dan retrovirus, yang berunting + dan dapat bertindak sebagai mRNA, tetapi pada waktu infeksi segera bertindak sebagai cetakan sintesis DNA berunting ganda (segera berintegrasi ke dalam kromosom inang ) melalui suatu transkriptase balik yang terkandung atau tersandi. Setiap virus imunodefisiensi manusia (HIV) merupakan bagian dari subkelompok lentivirus dari kelompok retrovirus RNA. Virus ini merupakan penyebab AIDS pada manusia, menginfeksi setiap sel yang mengekspresikan tanda permukaan sel CD4, seperti pembentuk T-sel yang matang.Contoh-contoh virus1. HIV (Human Immunodeficiency Virus) Termasuk salah satu retrovirus yang secara khusus menyerang sel darah putih (sel T). Retrovirus adalah virus ARN hewan yang mempunyai tahap ADN. Virus tersebut mempunyai suatu enzim, yaitu enzim transkriptase balik yang mengubah rantai tunggal ARN (sebagai cetakan) menjadi rantai ganda kopian ADN (cADN). Selanjutnya, cADN bergabung dengan ADN inang mengikuti replikasi ADN37inang. Pada saat ADN inang mengalami replikasi, secara langsung ADN virus ikut mengalami replikasi. 2. Virus Herpes Virus herpes merupakan virus ADN dengan rantai ganda yang kemudian disalin menjadi mARN. 3. Virus Infuenza Siklus replikasi virus influenza hampir same dengan siklus replikasi virus herpes. Hanya saja, pada virus influenza materi genetiknya berupa rantai tunggal ARN yang kemudian mengalami replikasi menjadi mARN. 4. Paramyxovirus Paramyxovirus adalah semacam virus ARN yang selanjutnya mengalami replikasi menjadi mARN. Paramyxovirus merupakan penyebab penyakit campak dan gondong.Peranan Virus dalam KehidupanBeberapa virus ada yang dapat dimanfaatkan dalam rekombinasi genetika. Melalui terapi gen, gen jahat (penyebab infeksi) yang terdapat dalam virus diubah menjadi gen baik (penyembuh). Baru-baru ini David Sanders, seorang profesor biologi pada Purdue's School of Science telah menemukan cara pemanfaatan virus dalam dunia kesehatan. Dalam temuannva yang dipublikasikan dalam Jurnal Virology, Edisi 15 Desember 2002, David Sanders berhasil menjinakkan cangkang luar viruz Ebola sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pembawa gen kepada sel yang sakit (paru-paru). Meskipun demikian, kebanyakan virus bersifat merugikan terhadap kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan. Virus sangat dikenal sebagai penyebab penyakit infeksi pada manusia, hewan, dan tumbuhan. Sejauh ini tidak ada makhluk hidup yang tahan terhadap virus. Tiap virus secara khusus menyerang sel-sel tertentu dari inangnya. Virus yang menyebabkan selesma menyerang saluran pernapasan, virus campak menginfeksi kulit, virus hepatitis menginfeksi hati, dan virus rabies menyerang sel-sel saraf. Begitu juga yang terjadi pada penyakit AIDS (acquired immune deficiency syndrome), yaitu suatu penyakit yang mengakibatkan menurunnya daya tahan tubuh penderita penyakit tersebut disebabkan oleh virus HIV yang secara khusus menyerang sel darah putih. Tabel berikut ini memuat beberapa macam penyakit38yang disebabkan oleh virus. Selain manusia, virus juga menyebabkan kesengsaraan bagi hewan dan tumbuhan. Tidak sedikit pula kerugian yang diderita peternak atau petani akibat ternaknya yang sakit atau hasil panennya yang berkurang.Penyakit hewan akibat virusPenyakit tetelo, yakni jenis penyakit yang menyerang bangsa unggas, terutama ayam. Penyebabnya adalah new castle disease virus (NCDV). Penyakit kuku dan mulut, yakni jenis penyakit yang menyerang ternak sapi dan kerbau. Penyakit kanker pada ayam oleh rous sarcoma virus (RSV). Penyakit rabies, yakni jenis penyakit yang menyerang anjing, kucing, dan monyet. Penyebabnya adalah virus rabies.Penyakit tumbuhan akibat virusPenyakit mosaik, yakni jenis penyakit yang menyerang tanaman tembakau. Penyebabnya adalah tobacco mosaic virus (TMV) Penyakit tungro, yakni jenis penyakit yang menyerang tanaman padi. Penyebabnya adalah virus Tungro. Penyakit degenerasi pembuluh tapis pada jeruk. Penyebabnya adalah virus citrus vein phloem degeneration (CVPD).Penyakit manusia akibat virusContoh paling umum dari penyakit yang disebabkan oleh virus adalah pilek (yang bisa saja disebabkan oleh satu atau beberapa virus sekaligus), cacar, AIDS (yang disebabkan virus HIV), dan demam herpes (yang disebabkan virus herpes simpleks). Kanker leher rahim juga diduga disebabkan sebagian oleh papilomavirus (yang menyebabkan papiloma, atau kutil), yang memperlihatkan contoh kasus pada manusia yang memperlihatkan hubungan antara kanker dan agen-agen infektan. Juga ada beberapa kontroversi mengenai apakah virus borna, yang sebelumnya diduga sebagai penyebab penyakit saraf pada kuda, juga bertanggung jawab kepada penyakit psikiatris pada manusia. Potensi virus untuk menyebabkan wabah pada manusia menimbulkan39kekhawatiran penggunaan virus sebagai senjata biologis. Kecurigaan meningkat seiring dengan ditemukannya cara penciptaan varian virus baru di laboratorium. Kekhawatiran juga terjadi terhadap penyebaran kembali virus sejenis cacar, yang telah menyebabkan wabah terbesar dalam sejarah manusia, dan mampu menyebabkan kepunahan suatu bangsa. Beberapa suku bangsa Indian telah punah akibat wabah, terutama penyakit cacar, yang dibawa oleh kolonis Eropa. Meskipun sebenarnya diragukan dalam jumlah pastinya, diyakini kematian telah terjadi dalam jumlah besar. Penyakit ini secara tidak langsung telah membantu dominasi bangsa Eropa di dunia baru Amerika. Salah satu virus yang dianggap paling berbahaya adalah filovirus. Grup Filovirus terdiri atas Marburg, pertama kali ditemukan tahun 1967 di Marburg, Jerman, dan ebola. Filovirus adalah virus berbentuk panjang seperti cacing, yang dalam jumlah besar tampak seperti sepiring mi. Pada April 2005, virus Marburg menarik perhatian pers dengan terjadinya penyebaran di Angola. Sejak Oktober 2004 hingga 2005, kejadian ini menjadi epidemi terburuk di dalam kehidupan manusia.Diagnosis di laboratoriumDeteksi, isolasi, hingga analisis suatu virus biasanya melewati proses yang sulit dan mahal. Karena itu, penelitian penyakit akibat virus membutuhkan fasilitas besar dan mahal, termasuk juga peralatan yang mahal dan tenaga ahli dari berbagai bidang, misalnya teknisi, ahli biologi molekular, dan ahli virus. Biasanya proses ini dilakukan oleh lembaga kenegaraan atau dilakukan secara kerjasama dengan bangsa lain melalui lembaga dunia seperti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).Pencegahan dan pengobatanKarena biasanya memanipulasi mekanisme sel induknya untuk bereproduksi, virus sangat sulit untuk dibunuh. Metode pengobatan sejauh ini yang dianggap paling efektif adalah vaksinasi, untuk merangsang kekebalan alami tubuh terhadap proses infeksi, dan obat-obatan yang mengatasi gejala akibat infeksi virus.40Penyembuhan penyakit akibat infeksi virus biasanya disalah-antisipasikan dengan penggunaan antibiotik, yang sama sekali tidak mempunyai pengaruh terhadap kehidupan virus. Efek samping penggunaan antibiotik adalah resistansi bakteri terhadap antibiotik. Karena itulah diperlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan apakah suatu penyakit disebabkan oleh bakteri atau virus. Virus Dengue (DEN) adalah tergolong virus RNA anggota dari genus Flavivirus famili Flaviviridae, sangat patogen pada manusia yang cepat menyebar melalui gigitan nyamuk Ae.aegipty dan Ae.albopictus terutama di negara tropis. Lebih dari setengah bilion dari 100 negara di dunia ini mempunyai resiko serius terhadap penyakit infeks virus Dengue, dimana minimum 20 juta per tahun manusia terinfeksi virus Dengue Sampai sekarang belum ditemukan vaksin yang bersifat tetravalen yang dapat melindungi dari keempat strain virus penyebab penyakit ini. Penelitian yang telah dilaksanakan dua tahun ini telah mendapatkan hasil cukup baik, antara lain telah berhasil mengisolasi protein struktural dan non struktural yang bersifat imunogenik sebagai bahan dasar vaksin sub unit isolat Indonesia yang bersifat, tetravalen. Virus ini diisoiasi dari pasien demam berdarah di RSUD. Dr. Soetomo sehingga didapatkan virus lapangan untuk menghindari virus laboratorium. Pada isolasi protein imunogenik telah dilakukan dengan elusi dan preparative gel elektrophoresis. Khususnya protein non struktural, untuk mendapatkan hasil yang optimal diperlukan pengekspresian protein melalui sistem baculovirus. Pada tahap karakterisasi protein imunogenik dilakukan dengan cara reaktivasi antara antigen dan antibodi melalui immunoblotting. Selain itu juga dilakukan uji netralisasi dan uji protektif pad a hewan coba (mencit), dan telah mendapatkan hasil . yang signifikan, walaupun protein struktural mampu menginduksi antibodi humoral lebih tinggi dibanding dengan protein non struktural. Begitu juga pada imun seluler yang dideteksi dengan fiowcytometri telah menunjukkan bahwa protein struktural lebihdominan dibanding dengan protein non struktural dalam menginduksi anti bodi selulerIlmu tentang Virus disebut Virologi. Virus (bahasa latin) = racun. Hampir semua41virus dapat menimbulkan penyakit pada organisme lain. Saat ini virus adalah mahluk yang berukuran paling kecil. Virus hanya dapat dilihat dengan mikroskop elektron dan lolos dari saringan bakteri (bakteri filter). SEJARAH PENEMUAN D. Iwanowsky (1892) dan M. Beyerinck (1899) adalah ilmuwan yang menemukan virus, sewaktu keduanya meneliti penyakit mozaik daun tembakau. Kemudian W.M. Stanley (1935) seorang ilmuwan Amerika berhasil mengkristalkan virus penyebab penyakit mozaik daun tembakau (virus TVM). STRUKTUR TUBUH Tubuhnya masih belum dapat disebut sebagai sel, hanya tersusun dari selubung protein di bagian luar dan asam nukleat (ARN & ADN) di bagian dalamnya. Berdasarkan asam nukleat yang terdapat pada virus, kita mengenal virus ADN dan virus ARN. Virus hanya dapat berkembang biak (bereplikasi) pada medium yang hidup (embrio, jaringan hewan, jaringan tumbuhan). Bahan-bahan yang diperlukan untuk membentuk bagian tubuh virus baru, berasal dari sitoplasma sel yang diinfeksi.42(gambar kelompok virus) BERBAGAI VIRUS YANG MERUGIKAN 1. Pada Bakteri : 1.1. Bakteriofage. 2. Pada Tumbuhan : 2.1. Virus TMV (Tabacco Mozaik Virus) penyebab mozaik pada daun tembakau. 2.2. Virus Tungro: penyebab penyakit kerdil pada padi. Penularan virus ini dengan perantara wereng coklat dan wereng hijau. 2.3. Virus CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration) menyerang tanaman jeruk 3. Pada Hewan : 3.1. Virus NCD (New Castle Disease) penyebab penyakit tetelo pada43ayam dan itik. 4. Pada Manusia : 4.1. Virus Hepatitis, penyebab hepatitis (radang hati), yang paling berbahaya adalah virus Hepatitis B. 4.2. Virus Rabies >> penyebab rabies 4.3. Virus Polio >> penyebab polio 4.4. Virus Variola dan Varicella >> penyebab cacar api dan cacar air 4.5. Virus Influenza >> penyebab influensa 4.6. Virus Dengue >> penyebab demam berdarah 4.7. Virus HIV >> penyebab AIDS Cara pencegahan penyakit karena virus dilakukan dengan tindakan vaksinasi. Vaksin pertama yang ditemukan oleh manusia adalah vaksin cacar, ditemukan oleh Edward Jenner (1789), sedangkan vaksinasi oral ditemukan oleh Jonas Salk (1952) dalam menanggulangi penyebab polio. Manusia secara alamiah dapat membuat zat anti virus di dalam tubuhnya, yang disebut Interferon, meskipun demikian manusia masih dapat sakit karena infeksi virus, karena kecepatan replikasi virus tidak dapat diimbangi oleh kecepatan sintesis interferon.3. Pemeriksaan klinis DBD Pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis DBD adalah pemeriksaan darah atau sering diistilahkan pemeriksaan darah lengkap. Gambaran hasil laboratorium yang khas adalah terjadi peningkatan kadar hemoglobin (Hb) dan peningkatan hematokrit (HCT) disertai penurunan trombosis kurang dari 150.00. Perubahan tersebut biasanya terjadi pada hari ke-3 hingga ke-5 panas. Pemeriksaan darah pada hari pertama atau kedua panas tidak bermanfaat dan malah menyesatkan karena hasilnya masih dalam normal, tgetapi belum menyingkirkan penyakit DBD. Dalam perjalanannya trombosis akan terus menurun pada hari ke-3, ke-4, dan hari ke-5, sementara pada hari ke-6 dan selanjutnya akan meningkat terus kembali ke nilai normal. Peningkatan jumlah trombosit setelah hari ke-6 inilah mungkin yang sering dianggap karena pengaruh pemberian jambu biji. Biasanya44setelah hari ke-6 jumlah trombosit di atas 50.000, bila tidak disertai komplikasi penderita diperbolehkan pulang. Pemeriksaan laboratorium yang sering dilakukan adalah pemeriksaan serologi imunoglobulin G (IgG) dan imunoglobulin M (IgM). Pemeriksaan ini selain tidak spesifik tetapi juga harganya relatif mahal. Pada keadaan manifestasi klinis dan hasil laboratorium sudah jelas pemeriksaan ini sebenarnya tidak perlu dilakukan. Pada kasus yang tidak jelas mungkin pemeriksaan ini sering membantu menunjang menegakkan diagnosis DBD. Hal lain yang sering dijumpai penderita DBD di diagnosis sebagai sebagai penyakit tifus. Pada penderita DBD sering ditemukan juga peningkatan hasil Widal. Pemeriksaan Widal adalah identifikasi antibodi tubuh terhadap penyakit demam tiphoid (tifus). Kejadian seperti inilah yang menimbulkan kerancuan diagnosis DBD. Padahal pada penyakit demam tiphoid pada minggu awal panas biasanya malah tidak terdeteksi peningkatan titer Widal tersebut. Bila hasil pemeriksaan widal meningkat tinggi pada awal minggu pertama, tidak harus dicurigai sebagai penyakit tifus. Sebaiknya, pemeriksaan Widal dilakukan menjelang akhir minggu pertama panas atau awal minggu ke dua panas. Secara medis sebenarnya tidak ada pengobatan secara khusus pada penderita DBD. Penyakit ini adalah self limiting disease atau penyakit yang dapat sembuh sendiri. Prinsip pengobatan secara umum adalah pemberian cairan berupa elektrolit (khususnya natrium) dan glukosa. Sehingga pemberian minum yang mengandung elektrolit dan glukosa, seperti air buah atau minuman lain yang manis, dapat membantu mengatasi kekurangan cairan pada penderita DBD. Sampai pada saat ini belum ada penelitian secara klinis yang membuktikan bahwa pemberian jambu biji kepada penderita DBD dapat meningkatkan jumlah trombosit dalam darah. 4. Cairan tubuh dan hemodinamik Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit TubuhTiga kategori umum yang45menjelaskan abnormalitas cairan tibuh adalah : Volume Osmolalitas KomposisiKetidakseimbangan volume terutama mempengaruhi cairan ekstraseluler (ECF) dan menyangkut kehilangan atau bertambahnya natrium dan air dalam jumlah yang relatif sama, sehingga berakibat pada kekurangan atau kelebihan volume ekstraseluler (ECF). Ketidakseimbangan osmotik terutama mempengaruhi cairan intraseluler (ICF) dan menyangkut bertambahnya atau kehilangan natrium dan air dalam jumlah yang relatif tidak seimbang. Gangguan osmotik umumnya berkaitan dengan hiponatremia dan hipernatremia sehingga nilai natrium serum penting untuk mengenali keadaan ini.Kadar dari kebanyakan ion di dalam ruang ekstraseluler dapat berubah tanpa disertai perubahan yang jelas dari jumlah total dari partikel-partikel yang aktif secara osmotik sehingga mengakibatkan perubahan komposisional. a. Ketidakseimbangan Volume Kekurangan volume ECF atau hipovolemia didefinisikan sebagai kehilangan cairan tubuh isotonik, yang disertai kehilangan natrium dan air dalam jumlah yang relatif sama. Kekurangan volume isotonik sering kali diistilahkan dehidrasi yang seharusnya dipakai untuk kondisi kehilangan air murni yang relatif mengakibatkan hipernatremia. - airan Isotonis adalah cairan yang konsentrasi/kepekatannya sama dengan cairan tubuh, contohnya : larutan NaCl 0,9 %, Larutan Ringer Lactate (RL).- Cairan hipertonis adalah cairan yang konsentrasi zat terlarut/kepekatannya melebihi cairan tubuh, contohnya Larutan dextrose 5 % dalam NaCl normal, Dextrose 5% dalam RL, Dextrose 5 % dalam NaCl 0,45%.Cairan Hipotonis adalah cairan yang konsentrasi zat terlarut/kepekataannya kurang dari cairan tubuh, contohnya : larutan Glukosa 2,5 %., NaCl.0,45 %, NaCl 0,33 % . Kelebihan cairan ekstraseluler dapat terjadi bila natrium dan air keduaduanya tertahan dengan proporsi yang kirakira sama.Dengan terkumpulnya cairan isotonik yang berlebihan pada ECF (hipervolumia)46maka cairan akan berpindah ke kompartement cairan interstitial sehingga mnyebabkan edema. Edema adalah penunpukan cairan interstisial yang berlebihan. Edema dapat terlokalisir atau generalisata. b. Ketidakseimbangan Osmolalitas dan perubahan komposisional Ketidakseimbangan osmolalitas melibatkan kadar zat terlarut dalam cairan-cairan tubuh. Karena natrium merupakan zat terlarut utama yang aktif secara osmotik dalam ECF maka kebanyakan kasus hipoosmolalitas (overhidrasi) adalah hiponatremia yaitu rendahnya kadar natrium di dalam plasma dan hipernatremia yaitu tingginya kadar natrium di dalam plasma. Pahami juga perubahan komposisional di bawah ini : Hipokalemia adalah keadaan dimana kadar kalium serum kurang dari 3,5 mEq/L. Hiperkalemia adalah keadaan dimana kadar kalium serum lebih dari atau sama dengan 5,5 mEq/L. Hiperkalemia akut adalah keadaan gawat medik yang perlu segera dikenali, dan ditangani untuk menghindari disritmia dan gagal jantung yang fatal.2. Proses Keperawatan 2.1 Pengkajian Pengkajian keperawatan secara umum pada pasien dengan gangguan atau resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit meliputi : Kaji riwayat kesehatan dan kepearawatan untuk identifikasi penyebab gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit Kaji manifestasi klinik melalui :- Timbang berat badan klien setiap hariMonitor vital sign- Kaji intake output Lakukan pemeriksaan fisik meliputi : - Kaji turgor kulit, hydration, temperatur tubuh dan neuromuskuler irritability. - Auskultasi bunyi /suara nafas- Kaji prilaku, tingkat energi, dan tingkat kesadaran Review nilai pemeriksaan laboratorium : Berat jenis urine, PH serum, Analisa Gas Darah, Elektrolit serum, Hematokrit, BUN, Kreatinin47Urine.2.2 Diagnosis KeperawatanDiagnosis keperawatan yang umum terjadi pada klien dengan resiko atau gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit adalah : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ansietas, gangguan mekanisme pernafasan, abnormalitas nilai darah arteri Penurunan kardiak output berhubungan dengan dysritmia kardio, ketidakseimbangan elektrolit Gangguan keseimbangan volume cairan : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare, kehilangan cairan lambung, diaphoresis, polyuria. Gangguan keseimbangan cairan tubuh : berlebih bwerhubungan dengan anuria, penurunan kardiak output, gangguan proses keseimbangan, Penumpukan cairan di ekstraseluler. Kerusakan membran mukosa mulut berhubungan dengan kekurangan volume cairan Gangguan integritas kulit berhubungan dengan dehidrasi dan atau edema Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan edema2.3 Intervensi Keperawatan Intervensi keperawatan yang umum dilakukan pada pasien gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit adalah :a. Atur intake cairan dan elektrolit b. Berikan therapi intravena (IVFD) sesuai kondisi pasien dan intruksi dokter dengan memperhatikan : jenis cairan, jumlah/dosis pemberian, komplikasi dari tindakan c. Kolaborasi pemberian obat-obatan seperti :deuretik, kayexalate.d. Provide care seperti : perawatan kulit, safe environment.2.4 Evaluasi/Kreteria hasil :Kreteria hasil meliputi : Intake dan output dalam batas keseimbangan Elektrolit serum dalam batas normal Vital sign dalam batas normal5. Respon imun terhadap virus48Hipersensitivitas adalah keadaan perubahan reaktivitas, tubuh bereaksi dengan respon imun berlebihan atau tidak tepat terhadap suatu benda asing.3 Reaksi hipersensitivitas biasanya disubklasifikasikan menjadi tipe I-IV atas dasar klasifikasi respon imun Gell dan Combs. Reaksi hipersensitivitas tipe I merupakan suatu respon jaringan yang terjadi secara cepat (secara khusus hanya dalam bilangan menit) setelah terjadi interaksi antara alergen dengan antibodi IgE yang sebelumnya berikatan pada permukaan sel mast dan basofil pada pejamu yang tersensitisasi.5 Individu yang menunjukkan kecenderungan untuk reaksi hipersensitivitas tipe segera disebut individu atopik dan biasanya menunjukkan reaksi alergi setelah terpapar pada antigen lingkungan.1 Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa pola reaktivitas sel T terhadap antigen lingkungan pada orang dewasa ditetapkan sejak masa kecil bahkan inisiasinya terjadi sebelum lahir. Hal itu dimungkinkan karena paparan antigen lingkungan pada ibu hamil dapat menyebabkan trasfer transplasental antigen lingkungan tersebut dengan dosis rendah kepada janin.2 Gambaran klinis mengenai tipe ini akan penulis bahas pada bagian selanjutnya. Hipersensitivitas tipe II diperantarai oleh antibodi yang diarahkan untuk melawan antigen target pada permukanaan sel atau komponen jaringan lainnya. Antigen tersebut dapat merupakan molekul intrinsik normal bagi membran sel atau matriks ekstraselular, atau dapat merupakan antigen eksogen yang diabsorbsi (misalnya, metabolit obat). Pada setiap kasus tersebut, respon hipertsensitivitas disebabkan oleh pengikatan antibodi yang diikuti salah satu dari tiga mekanisme bergantung antibodi. Pertama adalah reaksi yang bergantung komplemen yang terjadi melalui dua mekanisme lisis langsung dan opsonisasi. Contohnya adalaha reaksi transfusi. Sel darah merah dari seorang donor yang tidak sesuai dirusak setelah diikat oleh antibodi resipien yang diarahkan untuk melawan antigen golongan darah donor. Kedua adalah sitotoksisitas selular bergantung antibodi (ADCC) meliputi pembunuhan melalui jenis sel yang membawa reseptor untuk bagian FcIgG; sasaran diselubungi oleh antibodi dilisiskan tanpa fagositosis maupun fiksasi komplemen. Ketiga adalah disfungsi sel yang diperantai antibodi. Pada beberapa49kasus, antibodi yang diarahkan untuk melawan reseptor permukaan sel merusak atau mengacaukan fungsi tanpa menyebabkan jejas sel atau inflamasi. Pada penyakit Graves, antibodi terhadap reseptor hormon perangsang tiroid (TSH) merangsang sel epitel tiroid dan menyebabkan hipertiroidisme.5 Kompleks imun sebenarnya terbentuk setiap kali antibodi bertemu dengan antigen, tetapi dalam keadaan normal pada umumnya kompleks ini segera disingkirkan secara efektif oleh jaringan retikuloendotelial, tetapi ada kalanya pembentukan kompleks imun menyebabkan reaksi hipersensitivitas. Keadaan imunopatologik akibat pembentukan kompleks imun dalam garis besar dapat digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu: 1) dampak kombinasi infeksi kronis yang ringan dengan respons antibodi yang lemah, menimbulkan pembentukan kompleks imun kronis yang dapat mengendap di berbagai jaringan; 2) komplikasi dari penyakit autoimun dengan pembentukan autoantibodi secara terus menerus yang berikatan dengan jaringan self; 3) kompleks imun terbentuk pada permukaan tubuh, misalnya dalam paru-paru, akibat terhirupnya antigen secara berulang kali. Manifestasi klinik akibat pembentukan kompleks imun in vivo, bukan saja bergantung pada jumlah absolut antigen dan antibodi, tetapi juga bergantung pada perbandingan relatif antar kadar antigen dan antibodi. Dalam suasana antibodi berlebihan atau bila kadar bila kadar antigen hanya relatif sedikit lebih tinggi dari antibodi, kompleks imun yang terbentuk cepat mengendap sehingga reaksi yang ditimbulkannya adalah kelainan setempat berupa infiltrasi hebat dari sel-sel PMN, agregasi trombosit dan vasodilatasi yang kemudian menimbulkan eritema dan edema. Reaksi ini disebut reaksi Arthus.1,2 Imunitas seluler merupakan mekanisme utama respons terhadap berbagai macam mikroba, termasuk patogen intrasel seperti Mycobacterium tuberculosis dan virus, serta agen ekstrasel seperti fungi, protozoa, dan parasit. Namun, proses ini dapat pula menyebabkan kematian sel dan jejas jaringan, baik akibat pembersihan infeksi yang normal maupun sebagai respons terhadap antigen sendiri (pada penyakit autoimun). Contoh lain reaksi sensitivitas kulit kontak terhadap bahan kimiawi (seperti poison ivy) dan penolakan garft. Oleh karena itu, hipersensitivitas tipe IV diperantarai oleh sel T tersenitisasi secara khusus bukan antibodi dan dapat dibagi lebih lanjut menjadi dua tipe dasar: (1) hipersensitivitas50tipe lambat, diinisiasi oleh sel T CD4+, dan (2) sitotoksisitas sel langsung diperantarai oleh sel T CD8+. Pada hipersensitivitas tipe lambah, sel T CD4+ tipe Th1 menyekresi sitokin sehingga menyebabkan adanya perekrutan sel lain, terutama makrofag, yang merupakan sel efektor utama. Pada sitotoksisitas selular, sel T CD8+ sitotoksik menjalankan fungsi efektor.5 Mekanisme efektor sistem imun yang paling kuat salah satunya adalah reaksi yang terjadi akibat stimulasi mastosit jaringan dan basofil yang diperantarai IgE. Proses yang terjadi pada hipersensitivitas tipe I ini adalah: 1) produksi IgE oleh sel B sebagai respon terhadap antigen paparan pertama; 2) pengikatan IgE pada reseptor Fc yang terdapat pada permukaan sel mastosit dan basofil; 3) interaksi antara antigen paparan kedua dengan IgE pada permukaan sel yang mengakibatkan 4) aktivasi sel bersangkutan dan pelepasan mediator yang tersimpan pada granulanya.2 Teori yang diterima para pakar mengenai produksi imunoglobulin saat ini adalah teori Clonal Selection (Seleksi Klonal) dimana pada teori ini satu sel plasma hanya memproduksi satu jenis antibodi spesifik.4 Pada awalnya ketika terpapar pertama kali oleh antigen tubuh akan merespon dengan mengirimkan IgM. Kemudian sel penghasil antibodi akan memproduksi Ig A, G, D, E dengan spesifisitas yang sama. Ig A, G, D tidak dapat menempel pada basofil dan mastosit karena reseptornya tidak cocok dan apoptosis. Ig E tidak demikian karena dia dapat berikatan reseptor FcRI. Basofil yang sudah ada IgEnya kemudian terpapar antigen yang sama ia akan berdegranulasi mengeluarkan mediator-mediator kimiawi yang dapat bermanifestasi klinis hipersensitivitas tipe I (alergi). Pada kasus anak tersebut terkena eczema beberapa hari setelah lahir. Eczema adalah edema yang disertai eksudat serosa di lapisan sel epidermis,3 jadi dia merupakan hasil inflamasi. Mengapa terjadi demikian ? Kemungkinan Eczema tersebut akibat dari antibodi warisan dari ibunya (dalam bentuk IgG), selain itu adanya susu formula yang diberikan kepada bayi tersebut dapat menimbulkan reaksi alergi karena susu tersebut mengandung susu sapi dan memiliki sifat yang berbeda dengan susu manusia. Eczema dapat dikatakan sebagai gejala awal yang menunjukan apabila anak tersebut menderita reaksi hipersensitivitas tipe I.51Bentol-bentol merah serta disertai kolik abdomen dan diare kemungkinan besar diakibatkan karena adanya alergi terhadap makanan tertentu. Pada fungsi fisiologis normal dari organ pencernaan yang baik adalah menetralisir makanan dan semua itu juga bergantung pada sistem imun dan sel imun di mukosa. Udang mengandung beberapa alergen. Antigen II dianggap sebagai alergen utama. Otot udang yang mengandung glikoprotein otot yang mengandung Pen a 1 (tropomiosin) yang juga dapat mengakibatkan reaksi silang antara crustacea, molluscum dan artropoda lainnya. Apabila seorang anak terpapar oleh alergen yang dalam kasus ini adalah udang, kepiting, dan ikan laut, otomatis sel imun yang terdapat pada mukosa akan terganggu dan menyebabkan terganggunya sistem pencernaan dan makanan dianggap sebagai alergen dengan epitop-epitop antigenik dan makin lama makin berakumulasi pada usus halus dan menimbulkan reaksi hipersensitivitas yang merangsang serotonin dan akhirnya bermanifestasi kolik abdomen dan diare. Dari hasil anamnesis diketahui riwayat penyakit keluarga pasien (dari ibu) adalah sering pilek, hidung gatal, menderita asma dengan gejala sesak nafas dan mengi, dan pernah syok setelah diberi suntikan. Sering pilek dan hidung gatal kemungkinan mengindikasikan bahwa si ibu juga menderita hipersensitivitas tipe I. Asma si ibu diklasifikasikan ke dalam asma eksitrinsik yang terjadi karena keluarnya mediator-mediator kimiawi dari granula mastosit di paru-paru, yang antara lain berisi tryptase yang terbukti menyebabkan respon berlebihan pada bronkhus dan chymase yang dapat merangsang peningkatan sekresi mukus oleh bronkus. Keduanya (termasuk dalam protease) juga dapat merombak (menghancurkan) peptida intestinal vasoaktif yang merupakan mediator relaksasi bronkus. Mastosit juga menghasilkan histamin yang menginduksi prostaglandin dan leuktrien yang dapat mengakibatkan edema. Jadi pada paru-paru mereka dapat menyebabkan konstriksi bronkus, edema, dan hipersekresi mukus yang semuanya adalah ciri-ciri asma.2 Mengenai kekhawatiran Ibu Siti bahwa asmanya akan menurun, hal itu sangat mungkin. Kemungkinan penurunan asma kepada anak yang mempunyai orang tua yang mempunyai RPD asma sebesar 60% - 80%, sedangkan apabila ibu saja yang mempunyai riwayat asma kemungkinan penurunan asma secara herediter kurang lebih 58 %.52Untuk dapat mendiagnosis hipersensitivitas tipe I kita harus memperhatikan gejala dan tanda penyakit tersebut. Mengenai hal tersebut sudah penulis jelaskan pada bagian sebelum ini. Selain itu untuk menegakkan diagnosis juga memerlukan pemeriksaan laboratorium. Hingga saat ini sudah banyak perkembangan dalam metode laboratorium untuk menunjang diagnosis dan evaluasi penderita alergi. Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan sputum untuk melihat ada atau tidaknya inflamasi pada saluran nafas, pemeriksaan kadar allergen di lingkungan pasien dengan cara difusi radial dan RIA, dan yang paling sering dilakukan adalah uji kulit. Uji kulit ini terdiri dari patch test, prick test, dan intradermal. Untuk pemeriksaan yang lebih spesifik dapat dilakukan pengukuran kadar IgE total dan spesifik.2 6. Morfologi nyamuk Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti. Nyamuk betina aedes aegypti akan menggigit dan menghisap darah penderita DBD. Virus dengue yang terhisap akan berkembang di usus nyamuk, lalu bercampur dalam kelenjar ludah nyamuk, kemudian nyamuk akan menularkannya dengan cara menggigit manusia yang rentan. Proses inkubasi di dalam tubuh nyamuk ini memakan waktu 10-12 hari. Pada pagi hari (08.00-10.00) dan sore hari (15.00-17.00), nyamuk berkelana mencari mangsanya. Setelah menggigit tubuh manusia dengan cepat perutnya membuncit yang dipenuhi kira-kira dua hingga empat milligram darah atau sekitar 1,5 kali berat badannya. Berbeda dengan nyamuk lain yang cukup menggigit satu mangsa pada periode setelah bertelur hingga akhir hidupnya, aedes mempunyai kebiasaan menggigit beberapa orang secara berganti-ganti dalam waktu yang singkat. Nyamuk betina menghisap darah manusia untuk mendapatkan protein bagi keperluan pembiakannya. Tiga hari selepas menghisap darah, ia akan menghasilkan hingga 100 butir telur yang halus seperti pasir. Nyamuk dewasa akan terus menghisap darah dan bertelur lagi. Apabila nyamuk betina menggigit atau menghisap darah orang yang mengalami53infeksi dengue, virus akan masuk ke dalam tubuh nyamuk. Diperlukan waktu sembilan hari oleh virus dengue untuk hidup dan membiak di dalam air liur nyamuk. Setelah itu,