analisis pola penyebaran spasial penyakit demam berdarah ... · demam berdarah dengue(dbd). kasus...
TRANSCRIPT
ANALISIS POLA PENYEBARAN SPASIAL PENYAKIT DEMAM BERDARAH
DENGUE (Studi Kasus: Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kota Bogor tahun 2007-2011)
WISNU PANATA PRAJA
DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
RINGKASAN
WISNU PANATA PRAJA. Analisis Pola Penyebaran Spasial Penyakit Demam Berdarah
Dengue(Studi Kasus: Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kota Bogor tahun 2007-
2011). Dibimbing oleh MOHAMMAD MASJKUR dan AJI HAMIM WIGENA.
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit berbahaya yang dapat
menyebabkan kematian. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini baik
masyarakat maupun pemerintah, namun angka terjangkitnya penyakit ini masih belum dapat
ditekan secara efektif. Hal ini dimungkinkan terjadi karena kurangnya informasi mengenai lokasi
dan waktu persebaran kejadian penyakit DBD di Kota Bogor. Penelitian ini melakukan pengujian
otokorelasi spasial dan membuat peta penyebaran kejadian penyakit DBD dari tahun 2007-2011.
Peubah pada penelitian ini menggunakan jumlah penderita penyakit DBD tahunan per kelurahan di
Kota Bogor dari tahun 2007-2011. Hasil pengujian Indeks Moran di Kota Bogor selama lima tahun
terdapat hubungan spasial. Hasil pengujian Indeks LISAmenunjukkan bahwadaerahhotspot diKota
Bogor adalah Kelurahan Baranangsiang, Tegal Gundil, Kedung Halang, Tegal Lega, dan Babakan,
yang berpotensi memberikan dampak buruk (rawanpenyakit DBD) terhadap kelurahan
tetangganya,sedangkan daerahcoldspot di Kota Bogor adalah Kelurahan Rangga Mekar,
Kertamaya, Muarasari, Cipaku, Paledang, Cibogor, dan Mekarwangi, yang berpotensi
dipengaruhipenyebaran penyakit DBD oleh kelurahan tetangganya.
Kata kunci : DBD, Otokorelasi Spasial, Indeks Moran, Indeks LISA
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar bagi IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ANALISIS POLA PENYEBARAN SPASIAL PENYAKIT DEMAM
BERDARAH DENGUE (Studi Kasus: Kejadian Penyakit Demam Berdarah Denguedi Kota Bogor tahun 2007-2011)
WISNU PANATA PRAJA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Statistika pada
Departemen Statistika
DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Analisis Pola Penyebaran Spasial Penyakit Demam Berdarah Dengue
(Studi Kasus: Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kota
Bogor tahun 2007-2011)
Nama : Wisnu Panata Praja
NRP : G14080031
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Ir. Mohammad Masjkur, MS
NIP. 196106081986011002
Dr.Ir. Aji Hamim Wigena, M.Sc
NIP. 195209281977011001
Mengetahui,
Ketua Departemen Statistika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Hari Wijayanto, M.Si
NIP. 196504211990021001
Tanggal Lulus:_________
PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat, taufik,
dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga skripsi yang berjudul “Analisis Pola Penyebaran Spasial
Penyakit Demam Berdarah Dengue(Studi Kasus: Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue di
Kota Bogor tahun 2007-2011)” dapat terselesaikan.
Penulisan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Statistika pada Departemen Statistika, selaku mahasiswa Departemen Statistika Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.
Proses penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Ir M. Masjkur, MSsebagai ketua komisi pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, masukan, dan saran yang bermanfaat bagi penulis.
2. Bapak Dr.Ir. Aji Hamim Wigena, M.Sc sebagai anggota komisi pembimbing atas
masukan, saran, dan kesempatan yang diberikan kepada penulis.
3. Mamah, Bapak, A Bayu, Neng Dewi, Dede Shintadan keluarga tercinta atas doa, cinta
dan dukungannya selama ini.
4. Seluruh dosen statistika atas ilmu yang telah diberikan, serta pengurus TU khususnya Ibu
Markonah dan Ibu Tri yang telah dengan sabar memberikan pelayanan terbaik.
5. Teman-teman Apollo Gendut, Ferdian, Kiwil, Mehi, Ijal, Ibay, Odom, Fey, Andra, Uwir,
Buluk, Yogi dan Budi. serta seluruh keluarga Statistika 45 dan semua pihak yang telah
membantu penulis baik secara moril maupun materiil pada penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada skripsi ini. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan masukan saran dan kritik untuk menyempurnakan tulisan ini. Semoga tulisan ini
dapat memberikan informasi dan bermanfaat kepada pembaca. Amin.
Bogor, Januari 2013
Wisnu Panata Praja
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Subang pada tanggal 10Februari1990 dari pasangan Bapak Robandi dan
Ibu Aat Atmanah. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN SoklatSubang pada tahun 2002. Kemudian
menyelesaikan pendidikan menengah pertama pada tahun 2005 di SMPN 3Subang. Tahun 2008
penulis lulus dari SMA Negeri 1Subang dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB pada
program studi mayor Statistika melalui jalur USMI. Penulis memilih minor Kewirausahaan
Agribisnis sebagai ilmu penunjang.
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Metode Statistika
pada semester ganjil tahun ajaran 2011/2012. Penulis mengikuti praktek lapang di Lingkaran
Survei Indonesia (LSI) pada periode bulan Februari-April 2012. Selain itu, penulis aktif
berorganisasi di Koperasi Mahasiswa 2008/2009, Organisasi Mahasiswa Daerah Subang
2010/2011, dan Gamma Sigma Beta (GSB) 2010/2011. Penulis juga aktif dalam berbagai
kepanitiaan Nasional seperti Statistika Ria 2010 dan 2011 serta Pesta Sains 2011.
vii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................................ ix
PENDAHULUAN
Latar Belakang ........................................................................................................................ 1
Tujuan ..................................................................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA
Otokorelasi Spasial .................................................................................................................. 1
Matriks Contiguity ................................................................................................................... 1
Matriks Pembobot Spasial ...................................................................................................... 2
Indeks Moran .......................................................................................................................... 2
Indeks LISA ............................................................................................................................ 3
Plot Pencaran Moran ............................................................................................................... 3
METODOLOGI
Bahan ....................................................................................................................................... 3
Metode ..................................................................................................................................... 3
HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................................................... 4
Otokorelasi Spasial .................................................................................................................. 4
Indeks LISA dan Plot Pencaran Moran .................................................................................. 4
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ............................................................................................................................. 9
Saran ....................................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 9
LAMPIRAN ................................................................................................................................. 10
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Tabel 1 Jumlah penderita penyakit DBD di Kota Bogor dalam kurun waktu lima
tahun ...................................................................................................................................... 4
2. Tabel 2Nilai Indeks Moran, nilai Ekspektasi Indeks Moran, nilai Ragam Indeks
Moran, Z-hitung, dan p-value tahun 2007-2011 .................................................................... 4
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Gambar 1Ilustrasi perhitungan matriks pembobot spasial dengan langkah ratu ................... 2
2. Gambar 2Ilustrasi Plot Pencaran Moran ................................................................................ 3
3. Gambar 3Plot Pencaran Moran penderita penyakit DBD tahun 2007 .................................... 5
4. Gambar 4Peta Tematik dari Plot Pencaran Moran tahun 2007 .............................................. 5
5. Gambar 5Plot Pencaran Moran penderita penyakit DBD tahun 2008 .................................... 6
6. Gambar 6Peta Tematik dari Plot Pencaran Moran tahun 2008 .............................................. 6
7. Gambar 7Plot Pencaran Moran penderita penyakit DBD tahun 2009 .................................... 6
8. Gambar 8Peta Tematik dari Plot Pencaran Moran tahun 2009 .............................................. 6
9. Gambar 9Plot Pencaran Moran penderita penyakit DBD tahun 2010 ................................... 7
10. Gambar 10Peta Tematik dari Plot Pencaran Moran tahun 2010 ............................................ 7
11. Gambar 11 Plot PencaranMoran penderita penyakit DBD tahun 2011 ................................. 7
12. Gambar 12Peta Tematik dari Plot Pencaran Moran tahun 2011 ............................................ 7
13. Gambar 13Peta kerawanan penyakit DBD di Kota Bogor tahun 2007-2011 ......................... 8
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Lampiran 1 Jumlah penderita penyakit DBD di setiap kelurahan di Kota Bogor
Tahun 2007-2011 .................................................................................................................. 11
2. Lampiran 2 Hasil perhitungan nilai Ii dan p-value IndeksLISA tahun 2007 ......................... 13
3. Lampiran 3 Hasil perhitungan nilai Ii dan p-value IndeksLISA tahun 2008 .......................... 14
4. Lampiran 4 Hasil perhitungan nilai Ii dan p-value IndeksLISA tahun 2009 .......................... 15
5. Lampiran 5 Hasil perhitungan nilai Ii dan p-value IndeksLISA tahun 2010 .......................... 16
6. Lampiran 6 Hasil perhitungan nilai Ii dan p-value IndeksLISA tahun 2011 .......................... 17
7. Lampiran 7 Posisi kelurahan pada Plot Pencaran Moranselama lima tahun .......................... 18
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kota Bogor merupakan kota di Provinsi
Jawa Barat, Indonesia dengan luas wilayah
118,50 km2 dan jumlah penduduk 950.334
jiwa serta curah hujan yang tinggi, yaitu
5958,5 mm setiap tahun (BPS 2010). Kondisi
ini menjadikan Kota Bogor rawan penyakit
Demam Berdarah Dengue(DBD). Kasus
penyakit DBD di Kota Bogor selama tahun
2007 cukup tinggi, tercatat sebanyak 1.769
kasus diantaranya 10 orang meninggal dunia,
dan kebanyakan anak-anak di bawah umur
menjadi penderitanya (Dinkes 2010).
Penyakit Demam Berdarah Dengue(DBD)
merupakan salah satu penyakit menular yang
dapat menimbulkan wabah dan menyebabkan
kematian. Penularan penyakit DBD
disebabkan oleh virus dengue melalui gigitan
nyamuk Aides aegeptybetina (Judarwanto
2006). Penyebaran nyamuk Aedes aegepty
betina dewasa dipengaruhi oleh beberapa
faktor termasuk ketersediaan tempat bertelur
dan darah, tetapi tempatnya terbatas sampai
jarak 100 meter dari lokasi kemunculan.
Pemerintah melalui dinas kesehatan sudah
berupaya menanggulangi penyakit DBD di
Kota Bogor tetapi masih belum efektif. Oleh
karena itu, diperlukan suatu kajian spasial agar
menjadi solusi masalah kesehatan di Kota
Bogor.
Pengetahuan mengenai penyebaran
spasial penyakit DBD merupakan peranan
penting dalam upaya penanggulangan penyakit
DBD sehingga perlu dilakukan analisis data
spasial. Manfaat dari analisis tersebut untuk
mendeteksi kelurahan yang berpotensi
menularkan dan kelurahan yang berpotensi
ditularkan sehingga menjadi pusat perhatian
dalam penanggulangan penyakit DBD.
Penelitian ini menggunakan otokorelasi
spasial, besaran otokorelasi spasial dapat
digunakan untuk mengidentifikasi hubungan
spasial antar daerah. Otokorelasi spasial bisa
diukur menggunakan 2 metode yaitu Indeks
Moran dan Indeks Local Indicator of Spatial
Association (LISA). Indeks Moran untuk
menghitung otokorelasi spasial secara global
sedangkan Indeks LISA untuk menghitung
otokorelasi spasial secara lokal.
Pola penyebaran spasial demam berdarah
dengue di Kota Bogor tahun 2005 dengan
mengidentifikasi pengaruh spasial secara
global menggunakan Indeks Moran telah
dilakukan Kartika (2008) tanpa
mengidentifikasi secara lokal menggunakan
Indeks LISA. Oleh karena itu, pada penelitian
ini akan dilakukan penyusunan peta rawan
persebaran kejadian penyakit DBD di Kota
Bogor dengan mempertimbangkan lokasi
(kelurahan), dan waktu (tahun) dengan analisis
pola spasial baik secara global maupun secara
lokal.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan mengetahui lokasi
pusat penularan dan lokasi rawan tertular
penyakit DBD di Kota Bogor berdasarkan
otokorelasi spasial.
TINJAUAN PUSTAKA
Otokorelasi Spasial
Otokorelasi spasial merupakan
ukurankemiripan objek di dalam suatu ruang
yang saling berhubungan. Pada kasus spasial,
penggunaan istilah asosiasi mengacu pada data
berbasis area dan memiliki hubungan yang
bersifat kedekatan daerah. Otokorelasi
berbasis pada data area ada yang bersifat
positif dan negatif. Otokorelasi spasial bersifat
positif jika dalam suatu daerah yang saling
berdekatan mempunyai nilai yang mirip dan
bersifat menggerombol. Sebaliknya,
otokorelasi spasial bersifat negatif jika dalam
suatu daerah yang berdekatan nilainya berbeda
dan tidak mirip (Silk 1979).
Otokorelasi spasial merupakan suatu
ukuran untuk mengetahui pola-pola spasial
dengan mempertimbangkan nilai dari lokasi-
lokasi dengan atribut-atributnya. Ukuran ini
digunakan untuk mendapatkan koefisien
otokorelasi spasial yang bertujuan untuk
mengukur dan menguji nilai-nilai yang
menggerombol atau menyebar dalam ruang
dengan menggunakan atribut-atributnya.
Dengan kata lain, koefisien otokorelasi spasial
bertujuan untuk mengukur kedekatan dan
kemiripan karakteristik antar lokasi (Lee dan
Wong 2001).
Matriks Contiguity
Matriks contiguity adalah matriks yang
menggambarkan hubungan antar lokasi.
Unsur-unsur matriks contiguity bernilai 1 jika
lokasi pengamatan berbatasan langsung
dengan lokasi tetangganya dan bernilai 0 jika
lokasi pengamatan tidak berbatasan langsung
dengan lokasi tetangganya. Untuk menentukan
hubungan spasial (kedekatan) antara daerah
pengamatan dapat menggunakan berbagai cara
yaitu :
2
1. Queen contiguity
Kedekatan didasarkan pada langkah ratu
pada permainan catur. Daerah yang
berbatasan langsung kearah kanan, kiri,
atas, bawah dan diagonal didefinisikan
sebagai daerah yang saling berdekatan.
Ilustrasi matriks contiguity dengan
menggunakan langkah ratu bisa dilihat
pada Gambar 1.a dan 1.b.
2. Rook contiguity
Hubungan spasial antar daerah
pengamatan dapat ditentukan kearah
kanan, kiri, atas, dan bawah. Sedangkan
arah diagonal tidak dapat ditentukan.
3. Bishop contiguity
Hubungan spasial antar daerah
pengamatan hanya dapat ditentukan
dalam arah diagonal saja (Silk 1979).
Matriks Pembobot Spasial
Jika ada unit daerah dalam pengamatan,
maka matriks pembobot spasial yang
dihasilkan berukuran × , untuk menentukan
hubungan kedekatan antar unit daerah. Setiap
unit daerah digambarkan sebagai baris dan
kolom. Setiap nilai dalam matriks menjelaskan
hubungan spasial antara daerah pengamatan
dengan daerah tetangganya (Lee dan Wong
2001).
Matriks pembobot spasial dinotasikan
dengan W dan merupakan nilai dalam
matriks pada baris ke-i dan kolom ke-j serta
menggambarkan pengaruh alami yang
diberikan daerah ke-j untuk daerah ke-i
sehingga matriks pembobot spasial dapat
dikatakan sebagai matriks yang
menggambarkan kekuatan interaksi antar
lokasi. Penghitungan nilai W pada penelitian
ini menggunakan queen contiguity. Ilustrasi
matriks pembobot spasial dapat dilihat pada
Gambar 1.c (Silk 1979).Selanjutnya, isi dari
matriks pembobot spasial pada baris ke-i
kolom ke-j yakni , sebagai berikut:
∑
dengan :
: Nilai matriks pembobot spasial pada
baris ke-i kolom ke-j
: Total nilai matriks contiguity baris
ke-i
: Nilai matriks contiguity pada baris
ke-i kolom ke-j
a. Langkah ratu (Queen contiguity)
Tetangga j
1 2 3 4 5 6 7 8 9 ∑
D 1 0 1 0 1 1 0 0 0 0 3
a 2 1 0 1 1 1 1 0 0 0 5
e 3 0 1 0 0 1 1 0 0 0 3
r 4 1 1 0 0 1 0 1 1 0 5
a 5 1 1 1 1 0 1 1 1 1 8
h 6 0 1 1 0 1 0 0 1 1 5
7 0 0 0 1 1 0 0 1 0 3
i 8 0 0 0 1 1 1 1 0 1 5
9 0 0 0 0 1 1 0 1 0 3
b. Matriks Contiguity
Tetangga j
1 2 3 4 5 6 7 8 9 ∑
D 1 0 1/3 0 1/3 1/3 0 0 0 0 1
a 2 1/5 0 1/5 1/5 1/5 1/5 0 0 0 1
e 3 0 1/3 0 0 1/3 1/3 0 0 0 1
r 4 1/5 1/5 0 0 1/5 0 1/5 1/5 0 1
a 5 1/8 1/8 1/8 1/8 0 1/8 1/8 1/8 1/8 1
h 6 0 1/5 1/5 0 1/5 0 0 1/5 1/5 1
7 0 0 0 1/3 1/3 0 0 1/3 0 1
i 8 0 0 0 1/5 1/5 1/5 1/5 0 1/5 1
9 0 0 0 0 1/3 1/3 0 1/3 0 1
c. Matriks pembobot spasial
Gambar 1 Ilustrasipenghitungan matriks
pembobot spasial dengan langkah
ratu
Indeks Moran
Statistik Indeks Moran adalah ukuran
korelasi antara pengamatan pada suatu daerah
dengan daerah lain yang berdekatan. Indeks
Moran dapat diperoleh melalui persamaan
berikut:
[
∑ ∑
] [∑ ∑ ( )( )
∑ ( )
]
dengan n adalah banyaknya pengamatan,
adalah nilai rata-rata dari dari lokasi, adalah nilai pada lokasi ke-i, adalahnilai pada
1 2 3
4 5 6
7 8 9
3
lokasi ke-j, dan adalah nilai matriks
pembobot spasial pada baris ke-i kolom ke-j.
Nilai statistik I merupakan koefisien
korelasi yang berada pada batas antara -1 dan
1. Pengujian hipotesis Indeks Moran Global
sebagai berikut:
H0 : I = 0 (Tidak ada otokorelasi spasial)
H1 : I ≠ 0 (Terdapat otokorelasi spasial)
Statistik uji diturunkan dari sebaran normal
baku, yaitu
( ) ( )
( )
( )
Iadalah Indeks Moran, dengan ( ) adalah
nilai statistik uji dari Indeks Moran. ( ) adalah nilai harapan Indeks Moran,
( )adalah simpangan baku dari Indeks
Moran dan nadalah banyaknya area (Ward dan
Gleditsch 2008).
Indeks LISA
Statistik Indeks LISA berguna untuk
pendeteksian hotspotataucoldspot pada data
area. Indeks LISA dengan matriks pembobot
spasial didefinisikan sebagai berikut
( )∑ (
)
dengan merupakan nilai pengamatan pada
lokasi ke-i, adalah nilai pengamatan pada
lokasi ke-j, adalah nilai rataan dari peubah
pengamatan, dan adalahpembobot antara
daerah ke-i dan ke-j (Anselin 1995).
Plot Pencaran Moran
Plot Pencaran Moran menggambarkan
hubungan linier antara nilai pengamatan yang
dibakukan dan nilai rata-rata tetangga yang
dibakukan. Plot Pencaran Morandisajikan
dalamnilaiz-score lokasi pada sumbu (x), dan
nilai z-score rata-rata tetangganya pada sumbu
y. Pembakuan ini mengacu pada simpangan
baku z-score berdistribusi normal dan
memiliki persamaan sebagai berikut:
dengan adalah nilai yang diamati di lokasi
i, adalah nilai rataan peubah pada semua
lokasi dan adalah simpangan baku peubah .
Secara visual Plot Pencaran Moranterbagi atas
empat kuadran seperti pada Gambar 2
(Anselin 1995).
Gambar 2 Ilustrasi Plot Pencaran Moran
Kuadran I (terletak di kanan atas) disebut
Tinggi-Tinggi(TT), menunjukkan daerah yang
mempunyai nilai pengamatan tinggi dikelilingi
oleh daerah yang mempunyai nilai
pengamatan tinggi. Kuadran II (terletak di kiri
atas) disebut Rendah-Tinggi (RT) atau
coldspot, menunjukkan daerah dengan
pengamatan rendah tapi dikelilingi daerah
dengan nilai pengamatan tinggi. Kuadran III
(terletak di kiri bawah) disebut Rendah-
Rendah (RR), menunjukkan daerah dengan
nilai pengamatan rendah dan dikelilingi daerah
yang juga mempunyai nilai pengamatan
rendah. Kuadran IV (terletak di kanan bawah)
disebut Tinggi-Rendah(TR) atauhotspot,
menunjukkan daerah dengan nilai pengamatan
tinggi yang dikelilingi oleh daerah dengan
nilai pengamatan rendah.
METODOLOGI
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah data sekunder yang diperoleh dari
Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Bogor
tahun 2007-2011. Data tersebut adalah jumlah
penderita demam berdarah dengue per tahun
dari 68 kelurahan. Selain itu peta digital tahun
2011 yang diperoleh dari Badan Koordinasi
Survei dan Pemetaan Nasional
(BAKOSURTANAL) Cibinong Kabupaten
Bogor.
Metode
Metode yang dilakukan untuk penelitian
iniadalah melakukan uji otokorelasi spasial
dan membuat peta tematik.
1. Membuat matriks contiguity daerah Kota
Bogor untuk menentukan kedekatan
antar kelurahan
2. Membuat matriks pembobot spasial yang
diperoleh dari matriks contiguity
3. Menghitung nilai statistikIndeks Moran
RT TT
RR TR
Nilai pengamatan yang
dibakukan
Rata-rata
tetangga
yang
dibakukan
4
4. Melakukan pengujian hipotesis Indeks
Moran untuk melihat otokorelasi spasial
secara global di daerah Kota Bogor
5. Menghitung nilai statistik Indeks LISA
6. Melakukan pengujian hipotesis Indeks
LISA untuk melihat otokorelasi spasial
secara lokal di daerah Kota Bogor
7. Membuat Pencaran Moran
8. Membuat peta tematik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jumlah penderita penyakit DBD di Kota
Bogor beragam dalam kurun waktu lima
tahun. Tabel 1 menyatakan bahwa angka DBD
tertinggi selama kurun waktu lima tahun
terakhir terjadi pada tahun 2007. Pada tahun
2011 jumlah penderita DBD di Kota Bogor
mengalami penurunan yang drastis terlihat
dari jumlah penderitanya yang hanya 631 jiwa
atau hanya sekitar 34.86% jumlah penderita
DBD tahun 2007 (Dinkes 2010). Penurunan
tersebut bisa disebabkan oleh faktor-faktor
seperti curah hujan, perubahan kepadatan
penduduk, peningkatan penanggulangan oleh
pemerintah Kota Bogor dan lain sebagainya.
Pada Lampiran 1 dapat dilihat bahwa
keragaman penderita penyakit DBD di Kota
Bogor sangat tinggi, artinya jumlah penderita
penyakit DBD di suatu kelurahan sangat tinggi
namun, ada juga kelurahan yang tidak
terjangkit penyakit DBD.
Tabel 1 Jumlah penderita penyakit DBD Kota
Bogor dalam kurun waktu limatahun
2007 2008 2009 2010 2011
Jumlah Penderita 1810 1368 1510 1791 631
Rata-rata 26.6 20.1 22.2 26.3 9.3
Simpangan Baku 24.9 17.3 18.6 21.1 9.5
Ragam 620 301 346.3 445 89.9
Otokorelasi Spasial
Matriks contiguity Kota Bogor berukuran
68 × 68. Matriks contiguity tersebut
menggambarkan jumlah tetangga setiap
kelurahan di Kota Bogor. Kelurahan Paledang
memiliki tetangga paling banyak yaitu 12
sedangkan Kelurahan Kencana memiliki
tetangga paling sedikit yaitu satu.
Hasil perhitungan Indeks Morandan
perbandingan antara nilai Indeks Moran serta
nilai harapannya ( ) di Kota Bogor selama
lima tahun dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 menunjukkan bahwa pada tahun
2007, 2008, 2009, 2010, dan 2011 p-value
lebih kecil dari α (0.05). Kondisi ini
menunjukkan bahwa terdapat otokorelasi
spasial pada taraf 5% dan terbentuk pola yang
mengelompok karena nilai Indeks Moran lebih
besar dari nilai ekspektasinya ( ). Kota
Bogor secara keseluruhan mengindikasikan
bahwa antar lokasi pengamatan adanya
keeratan hubungan dalam hal wabah penyakit
DBD.
Tabel 2 Nilai Indeks Moran, nilai Harapan
Indeks Moran dan nilai Ragam
Indeks Moran tahun 2007-2011
Tahun I E(I) Var(I) Z-hit p-value
2007 0.34 -0.01 0.01 4.91 4.55E-07
2008 0.42 -0.01 0.01 5.85 2.52E-09
2009 0.48 -0.01 0.01 6.52 3.57E-11
2010 0.42 -0.01 0.01 5.81 3.04E-09
2011 0.37 -0.01 0.01 5.30 5.67E-08
Indeks LISA dan Plot Pencaran Moran
Pengujian Indeks LISA pada tahun 2007
ada 14 kelurahan yang nyata pada α=5% yaitu
Genteng, Kertamaya, Rancamaya,
Bojongkerta, Harjasari, Muarasari, Cipaku,
Baranangsiang, Bantarjati, Tegalgundil,
Tegallega, Babakan, Tanah Sareal dan Kedung
Badak. Hal ini mengindikasikan bahwa
kelurahan-kelurahan tersebut terdapat
hubungan spasial dengan kelurahan
tetangganya yang berbatasan langsung. Hasil
pengujian Indeks LISA tahun 2007 bisa dilihat
pada Lampiran 2.
Pada tahun 2008 ada 17 kelurahan yang
nyata pada α=5%. Ada tambahan tiga
kelurahan dari tahun 2007 yaitu Sindangsari,
Tanah Baru, dan Kebon Pedes. Selengkapnya
hasil pengujian Indeks LISA tahun 2008 bisa
dilihat pada Lampiran 3.
Pada tahun 2009 terdapat 19 kelurahan
yang nyata pada α=5%. Ada perubahan dua
kelurahan yang nyata pada tahun 2008
menjadi tidak nyata pada tahun 2009 yaitu
Sindangsari dan Baranangsiang, serta ada
empat kelurahan baru yang nyata pada tahun
2009 yaitu Gunung Batu, Menteng, Kedung
Waringin, dan Pamoyanan. Selengkapnya
hasil pengujian Indeks LISA tahun 2009 bisa
dilihat pada Lampiran 4.
Pada tahun 2010 ada 20 kelurahan yang
nyata pada α=5%. Ada perubahan enam
kelurahan yang nyata pada tahun 2009
menjadi tidak nyata pada tahun 2010 yaitu
Gunung Batu, Tegallega, Tanah Sareal,
Balumbangjaya, Pamoyanan, dan Sindangsari.
Kemudian ada enam kelurahan baru yang
nyata pada tahun 2010 yaitu Cibuluh, Kedung
5
Halang, Cilendek Timur, Sindangsari,
Sindangrasa, dan Pakuan. Selengkapnya hasil
pengujian Indeks LISA tahun 2010 ada pada
Lampiran 5.
Pada tahun 2011 terjadi perubahan dari
tahun 2010 untuk kelurahan yang nyata pada
α=5%. Kelurahan tersebut yaitu Sempur,
Cilendek Barat dan Sindang Barang,
sedangkan Kelurahan Pakuan, Sindangsari,
Sindangrasa, Tanah Baru, Cibuluh, Kedung
Halang, Menteng, Cilendek Timur, Kedung
Waringin, Kebon Pedes, dan Kedung Badak
berubah menjadi kelurahan yang tidak nyata.
Selengkapnya hasil pengujian LISA tahun
2011 ada pada Lampiran 6.
Berdasarkan Gambar 3, pada tahun 2007
ada dua kelurahan yang menyebar di kuadran
TT yaitu Kelurahan Bantarjati dan Kedung
Badak. Hal ini mengindikasikan bahwa
kelurahan tersebut terdapat jumlah penderita
DBD tinggi dan kelurahan sekitarnya tinggi.
Kelurahan yang termasuk kuadran TR adalah
Baranangsiang, Tegalgundil, Tegallega,
Babakan, dan Tanah Sareal. Kelurahan-
kelurahan tersebut mengindikasikan terdapat
jumlah penderita DBD tinggi dan kelurahan
sekitarnya rendah. Kelurahan yang termasuk
kuadran RR adalah Genteng, Rancamaya,
Bojongkerta, dan Harjasari. Kelurahan-
kelurahan tersebut menggambarkan jumlah
penderita DBD rendah dan kelurahan
sekitarnya rendah. Kuadran RR
mengindikasikan daerah yang aman dari
penyakit DBD. Kelurahan yang termasuk
kuadran RT adalah Kertamaya, Muarasari dan
Cipaku artinya terdapat jumlah penderita DBD
rendah dan kelurahan sekitarnya tinggi.
Kelurahan-kelurahan tersebut berpotensi
menjadi kelurahan yang rawan karena bisa
dipengaruhi dari tetangganya. Peta tematik
pada Gambar 4 menggambarkan hasil Plot
Pencaran Moran pada Gambar 3. Berdasarkan
Gambar 4 kuadran TT disajikan dengan warna
merah, kuadran TR disajikan dengan warna
hijau, kuadran RT disajikan dengan warna
biru, dan kuadran RR disajikan dengan warna
jingga.
43210-1
3
2
1
0
-1
-2
Nilai pengamatan yang dibakukan
Rata
-rata
teta
ngga y
an
g d
ibak
uk
an
0
0
68
67
66
65
64
63
62
61
60
59
58
57
56
55
54
53
52
51
50
49
48
47
46
45
44
43
4241
40
39
38
37
36
35343332
31
3029
28
27
26
25
24
23
22
21
20
19
18
17
16
1514
13
1211
10
9
87
6
5
4
3
21
Gambar 3Plot Pencaran Moran penderita
penyakit DBD tahun 2007
Gambar 4 Peta Tematik dari Plot Pencaran
Moran tahun 2007
Berdasarkan Gambar 5 tahun 2008 terjadi
perubahan, kuadran TT bertambah dua
kelurahan yaitu Tanah Baru dan Kebon Pedes,
kuadran RR bertambah satu kelurahan yaitu
Sindangsari. Kuadran TR dan RT tidak terjadi
perubahan. Kelurahan Tanah Baru dan Kebon
Pedes memiliki jumlah penderita penyakit
DBD yang tinggi dan tetangga-tetangganya
yang berbatasan langsung dengan kedua
kelurahan tersebut memiliki jumlah penyakit
DBD yang tinggi juga. Jika dua kelurahan
tersebut tidak ditangani maka wabah penyakit
DBD di Kota Bogor pada tahun 2008 semakin
tinggi dan bisa menyebarkan. Peta tematik
pada Gambar 6 menggambarkan hasil Plot
Pencaran Moran pada Gambar 5.
6
43210-1
3
2
1
0
-1
-2
Nilai pengamatan yang dibakukan
Rata
-rata
teta
ngga y
an
g d
ibak
uk
an
0
0
68
67
66
65
64
63
62
61
60
59
58
57
56
55
54
53
52
51
50
49
48
47
46
45
44
43
4241
40
39
38
37
36
35343332
31
3029
28
27
26
25
24
23
22
21
20
19
18
17
16
1514
13
1211
10
9
87
6
5
4
3
21
Gambar 5Plot Pencaran Moran penderita
penyakit DBD tahun 2008
Gambar 6 Peta Tematik dari Plot Pencaran
Moran tahun 2008
Berdasarkan Gambar 7 tahun 2009 untuk
kuadran TT hanya ada tambahan satu
kelurahan yaitu Gunung Batu. Kuadran TR
terjadi perubahan, pertama bertambah satu
kelurahan yaitu Kedung Waringin, kedua ada
satu kelurahan yang keluar dari kuadran TR
yaitu Baranangsiang. Kuadran RR terjadi
perubahan ada dua kelurahan yang masuk
kuadran ini yaitu Pamoyanan dan
Balumbangjaya, tetapi ada kelurahan yang
keluar dari kuadran ini yaitu Sindangsari.
Kuadran RT berkurang satu kelurahan yaitu
Cipaku sementara yang lainnya tetap sama
seperti tahun 2007 dan 2008. Peta tematik
pada Gambar 8 menggambarkan hasil Plot
Pencaran Moran pada Gambar 7.
3210-1
3
2
1
0
-1
-2
Nilai pengamatan yang dibakukan
Rata
-rata
teta
ngga y
an
g d
ibak
uk
an
0
0
68
67
66
65
64
63
62
61
60
59
58
57
56
55
54
53
52
51
50
49
48
47
46
45
44
43
42 41
40
39
38
37
36
35343332
31
3029
28
27
26
25
24
23
22
21
20
19
18
17
16
1514
13
1211
10
9
87
6
5
4
3
21
Gambar 7Plot Pencaran Moran penderita
penyakit DBD tahun 2009
Gambar 8 Peta Tematik dari Plot Pencaran
Moran tahun 2009
Berdasarkan Gambar 9 tahun 2010 terjadi
perubahan di setiap kuadran. Kuadran TT ada
satu kelurahan masuk pada kuadran ini yaitu
Cibuluh tetapi Kelurahan Gunung Batu keluar
dari kuadran ini. Kuadran TR ada dua
kelurahan yang masuk pada kuadran ini yaitu
Kedung Halang dan Cilendek Timur, tetapi
ada dua kelurahan yang keluar dari kuadran ini
yaitu Tegallega dan Tanah Sareal. Kuadran
RR ada dua kelurahan yang masuk kuadran ini
yaitu Pakuan, Sindangsari, dan Sindangrasa,
tetapi ada dua kelurahan yang keluar dari
kuadran ini yaitu Pamoyanan dan Balumbang
Jaya, sementara untuk kuadran RT tidak ada
yang berubah dari tahun 2009.
Peta tematik pada Gambar 10 menggambarkan
hasil Plot Pencaran Moran pada Gambar 9.
7
43210-1
3
2
1
0
-1
-2
Nilai pengamatan yang dibakukanRata
-rata
teta
ngga y
ang d
ibakukan
0
0
68
67
66
65
64
63
62
61
60
59
58
57
56
55
54
53
52
51
50
49
48
47
46
45
44
43
42 41
40
39
38
37
36
35343332
31
3029
28
27
26
25
24
23
22
21
20
19
18
17
16
15 14
13
1211
10
9
87
6
5
4
3
2 1
Gambar 9 Plot Pencaran Moran penderita
penyakit DBD tahun 2010
Gambar 10 Peta Tematik dari plot Pencaran
Moran tahun 2010
Pada tahun 2011 untuk kuadran TT terjadi
perubahan, ada tiga kelurahan yang masuk
pada kuadran ini yaitu Sempur, Cilendek
Barat, dan Sindang Barang tetapi sebanyak
empat kelurahan keluar dari kuadran ini yaitu
Tanah Baru, Cibuluh, Kebon Pedes dan
Kedung Badak. Pada kuadran TR ada satu
kelurahan yang masuk pada kuadran ini yaitu
Tegallega, sedangkan kelurahan yang keluar
dari kuadran ini ada tiga kelurahan yaitu
Kedung Halang, Cilendek Timur dan Kedung
Waringin. Kuadran RR tidak ada tambahan
kelurahan tetapi ada sebanyak empat
kelurahan yang keluar dari kuadran ini yaitu
Rancamaya, Pakuan, Sindangsari dan
Sindangrasa, sementara untuk kuadran RT
tidak terjadi perubahan dari tahun 2009,
selengkapnya bisa dilihat pada Gambar 11.
Peta tematik pada Gambar 12 menggambarkan
hasil Plot Pencaran Moran pada Gambar 11.
43210-1
3
2
1
0
-1
-2
Nilai pengamatan yang dibakukan
Rata
-rata
teta
ngga y
an
g d
ibak
uk
an
0
0
68
67
66
65
64
63
62
61
60
59
58
57
56
55
54
53
52
51
50
49
48
47
46
45
44
43
4241
40
39
38
37
36
35343332
31
3029
28
27
26
25
24
23
22
21
20
19
18
17
16
15 14
13
1211
10
9
87
6
5
4
3
2 1
Gambar 11 Plot Pencaran Moran penderita
penyakit DBD tahun 2011
Gambar 12 Peta Tematik dari plot Pencaran
Moran tahun 2011
Berdasarkan Gambar 13 Kelurahan
Bantarjati dan Kedungbadak cenderung selalu
berada pada kuadran TT. Hal ini
mengindikasikan bahwa pengendalian jumlah
penderita DBD perlu dilakukan pada
kelurahan-kelurahan tersebut. Kelurahan
Tegalgundil, Tegallega, dan Babakan
cenderung selalu berada pada kuadran TR. Hal
ini mengindikasikan bahwa ketiga kelurahan
tersebut berpotensi besar menyebarkan
penyakit DBD sehingga pengendalian
penyebaran perlu dilakukan. Kelurahan
Genteng, Bojong Kerta, dan Harjasari
cenderung selalu berada pada kuadran RR
selama lima tahun. Kelurahan Muarasari dan
Kertamaya cenderung selalu berada pada
Kuadran RT.
Kelurahan yang masuk dalam kategori
hotspot selama lima tahun pengamatan
berubah-ubah. Kelurahan yang konsisten
berada pada kategori hotspot adalah Kelurahan
Baranangsiang, Tegal Gundil, Kedung Halang,
Tegal Lega, dan Babakan. Kelima
8
kelurahanhotspot ini memiliki otokorelasi
negatif atau berpola pencilan,dengan nilai
banyaknya penderita penyakit DBD pada
kelurahan tersebut tinggi namun dikelilingi
oleh kelurahan yang memiliki banyaknya
penderita penyakit DBD yang rendah.
Kelurahan-kelurahan tersebut berpotensi
menjadikan kelurahantetangganya menjadi
kelurahan yang rawan akan wabah penyakit
DBDjuga. Kelurahan yang dikelilingi oleh
kelurahanhotspot ini terancam bahaya wabah
penyakit DBD.
Kelurahan yang masuk dalam kategori
coldspot selama lima tahun pengamatan
berubah-ubah. Kelurahan yang konsisten
berada pada kategori coldspot adalah
Kelurahan Rangga Mekar, Kertamaya,
Muarasari, Cipaku, Paledang, Cibogor, dan
Mekarwangi. Daerah ini memiliki otokorelasi
negatif atau berpola pencilan dengan nilai
banyaknya penderita penyakit DBD pada
daerah tersebut rendah sedangkan daerah
sekitarnya tinggi. Daerahcoldspot ini
berpotensi menjadi rawan akan penyebaran
penyakit DBD yang ditularkan oleh daerah di
sekitarnya yang tinggi.
Keterangan
Merah : TT
Hijau : TR (Hotspot)
Biru : RT (Coldspot)
Jingga : RR
Abu-abu : Tidak signifikan
Gambar 13 Peta kerawanan penyakit DBD di Kota Bogor tahun 2007-2011
Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009
Tahun 2010 Tahun 2011
9
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan Indeks Moran terdapat pola
penyebaran spasial pada penyakit DBD di
Kota Bogor. Kelurahan yang diprioritaskan
untuk menurunkan jumlah penderita DBD
adalah Bantarjati dan Kedung Badak.
Kelurahan yang diprioritaskan untuk
pengendalian penyebaran penyakit DBD
adalah Baranangsiang, Tegal Gundil, Kedung
Halang, Tegal Lega, dan Babakan karena
kelurahan-kelurahan tersebut masuk pada
lokasi pusat penularan atau daerah hotspot.
Kelurahan yang berpotensi rawan akan
penyebaran penyakit DBD yang ditularkan
oleh kelurahan yang disekitarnya tinggi adalah
Kelurahan Rangga Mekar, Kertamaya,
Muarasari, Cipaku, Paledang, Cibogor, dan
Mekarwangi, karena kelurahan-kelurahan
tersebut masuk pada daerah coldspot.
Saran
Penelitian selanjutnya dapat dikaji tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi banyaknya
kejadian penyakit DBD di Kota Bogor dengan
pendekatan analisis regresi klasik dan spasial.
DAFTAR PUSTAKA
Anselin L. 1995. Spatial Econometrics:
Method and Models. London:Kluwer
Academic Publisher.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Kota
Bogor dalam angka. Bogor: Badan
Pusat Statistik.
[Dinkes] Dinas Kesehatan Kota Bogor. 2010.
Kasus Demam Berdarah. Bogor: Dinas
Kesehatan Kota Bogor .
Judarwanto W. 2006. Deteksi Dini Diagnosis
DBD. http://www.news.indosiar.com
/news_read.htm?id=437773. [18 Juni
2006].
Kartika Y. 2007. Pola Penyebaran Spasial
Demam Berdarah Dengue di Kota
Bogor tahun 2005. [Skripsi] Institut
Pertanian Bogor.
Lee J, Wong SWD. 2001. Statistical Analysis
with Arcview GIS. John Willey & Sons,
INC: United Stated of America.
Silk J. 1979. Statistical Concept in
Geography. London : George Allen &
Unwin.
Ward MD, Gleditsch KS. 2008. Spatial
Regrression Models. United States:
Sage Publications, Inc.
10
LAMPIRAN
11
Lampiran 1 Jumlah penderita penyakit DBD di setiap kelurahan di Kota Bogor tahun 2007-2011
Kode
Kelurahan Kelurahan 2007 2008 2009 2010 2011
1 Mulyaharja 1 6 2 16 8
2 Pamoyanan 16 9 4 7 1
3 Ranggamekar 10 9 11 14 4
4 Genteng 1 0 1 1 0
5 Kertamaya 0 0 1 0 0
6 Rancamaya 0 0 2 0 0
7 Bojongkerta 0 0 1 3 0
8 Harjasari 3 3 2 9 2
9 Muarasari 5 1 0 0 0
10 Pakuan 2 2 10 3 0
11 Cipaku 6 4 14 25 7
12 Lawanggintung 33 31 27 20 6
13 Batu Tulis 28 21 15 14 3
14 Bondongan 21 19 22 44 10
15 Empang 33 21 28 23 6
16 Cikaret 29 15 17 13 2
17 Sindangsari 9 4 15 9 1
18 Sindangrasa 7 5 6 2 4
19 Tajur 25 15 19 13 1
20 Katulampa 44 18 20 40 13
21 Baranangsiang 85 63 48 62 15
22 Sukasari 37 27 20 16 7
23 Bantarjati 130 91 79 103 48
24 Tegalgundil 104 71 64 64 44
25 Tanah Baru 38 38 51 43 10
26 Cimahpar 44 15 5 36 7
27 Ciluar 9 15 21 9 9
28 Cibuluh 21 12 27 53 7
29 Kedunghalang 43 31 35 55 11
30 Ciparigi 26 26 37 39 9
31 Paledang 18 14 17 23 5
32 Gudang 0 5 6 2 1
33 Babakan Pasar 21 19 21 18 1
34 TegaRRega 43 31 39 29 16
12
Lampiran 1 (lanjutan)
Kode
Kelurahan Kelurahan 2007 2008 2009 2010 2011
35 Babakan 48 48 60 40 29
36 Sempur 30 28 35 25 18
37 Pabaton 21 15 14 14 6
38 Cibogor 8 7 7 17 1
39 Panaragan 17 23 18 28 7
40 Kebon Kelapa 27 26 18 22 20
41 Ciwaringin 11 12 19 29 5
42 Pasir Mulya 21 12 10 14 13
43 Pasir Kuda 27 15 21 31 13
44 Pasir Jaya 37 16 21 18 5
45 Gunung Batu 53 32 66 58 16
46 Loji 27 19 33 19 10
47 Menteng 43 26 73 58 33
48 Cilendek Timur 24 27 30 47 7
49 Cilendek Barat 31 31 31 45 23
50 Sindang Barang 53 37 31 40 20
51 Margajaya 6 1 0 10 4
52 Balumbang Jaya 22 15 4 5 6
53 Situgede 8 1 5 3 1
54 Bubulak 22 7 4 13 13
55 Semplak 33 34 16 34 9
56 Curug Mekar 7 7 13 33 4
57 Curug 8 22 6 16 8
58 Kedungwaringin 14 37 43 52 14
59 Kedungjaya 16 27 21 14 7
60 Kebon Pedes 45 49 43 59 21
61 Tanah Sareal 38 30 32 30 2
62 Kedungbadak 104 49 52 87 12
63 Sukaresmi 9 10 8 21 9
64 Sukadamai 35 15 26 19 4
65 Cibadak 22 16 24 32 14
66 Kayumanis 26 14 21 13 6
67 Mekarwangi 18 12 15 20 7
68 Kencana 7 7 3 17 6
13
Lampiran 2 Hasil perhitungan nilai Ii dan p-value LISA tahun 2007
Kode
Kelurahan Kelurahan
Ii
p-
value
Kode
Kelurahan Kelurahan
Ii
p-
value
1 Mulya Harja 0.15 0.36 35 Babakan 1.34 0.00
2 Pamoyanan 0.38 0.19 36 Sempur 0.10 0.37
3 Rangga Mekar 0.13 0.34 37 Pabaten 0.07 0.44
4 Genteng 0.83 0.03 38 Cibogor 0.01 0.48
5 Kertamaya 1.08 0.00 39 Panaragan 0.01 0.47
6 Rancamaya 1.16 0.04 40 Kebon Kelapa 0.00 0.48
7 Bojongkerta 1.12 0.02 41 Ciwaringin 0.01 0.48
8 Harjasari 0.89 0.02 42 Pasir Mulya -0.09 0.56
9 Muarasari 0.71 0.01 43 Pasir Kuda 0.00 0.49
10 Pakuan 0.46 0.12 44 Pasir Jaya -0.05 0.55
11 Cipaku 0.52 0.07 45 Gunungbatu 0.09 0.39
12
Lawang
Gintung -0.05 0.54 46 Loji 0.01 0.48
13 Batu Tulis 0.00 0.49 47 Menteng 0.07 0.38
14 Bondongan 0.03 0.46 48 Cilendek Timur 0.01 0.48
15 Empang -0.08 0.57 49 Cilendek Barat 0.03 0.46
16 Cikaret -0.02 0.50 50 Sindangbarang 0.02 0.47
17 Sindangsari 0.62 0.12 51 Margajaya -0.19 0.63
18 Sindangrasa 0.31 0.22 52 Balumbangjaya 0.11 0.41
19 Tajur 0.02 0.46 53 Situgede 0.03 0.47
20 Katulampa 0.34 0.15 54 Bubulak 0.01 0.48
21 Baranangsiang 0.66 0.04 55 Semplak -0.05 0.54
22 Sukasari 0.11 0.36 56 curugmekar 0.15 0.33
23 Bantarjati 5.23 0.00 57 Curug 0.14 0.37
24 Tegal Gundil 3.72 0.00 58 Kedungwaringin 0.01 0.47
25 Tanahbaru 0.38 0.11 59 Kedungjaya -0.30 0.76
26 Cimahpar 0.11 0.41 60 Kebon Pedes 0.19 0.26
27 Ciluar -0.16 0.63 61 Tanah Sareal 0.94 0.02
28 Cibuluh -0.35 0.84 62 Kedung Badak 1.97 0.00
29 Kedunghalang 0.36 0.21 63 Sukaresmi -0.98 0.96
30 Ciparigi 0.00 0.49 64 Sukadamai 0.10 0.39
31 Paledang -0.04 0.54 65 Cibadak 0.07 0.41
32 Gudang 0.03 0.46 66 Kayumanis 0.01 0.48
33 Babakan Pasar -0.05 0.54 67 Mekarwangi 0.06 0.44
34 Tegal Lega 0.86 0.02 68 Kencana 0.28 0.38
14
Lampiran 3 Hasil perhitungan nilai Ii dan p-value LISA tahun 2008
Kode
Kelurahan Kelurahan
Ii
p-
value
Kode
Kelurahan Kelurahan
Ii
p-
value
1 Mulya Harja 0.37 0.20 35 Babakan 2.53 0.00
2 Pamoyanan 0.58 0.10 36 Sempur 0.43 0.10
3 Rangga Mekar 0.18 0.29 37 Pabaten 0.07 0.44
4 Genteng 1.13 0.01 38 Cibogor -0.17 0.67
5 Kertamaya 1.31 0.00 39 Panaragan -0.02 0.51
6 Rancamaya 1.37 0.02 40 Kebon Kelapa 0.03 0.45
7 Bojongkerta 1.30 0.01 41 Ciwaringin -0.11 0.60
8 Harjasari 1.09 0.01 42 Pasir Mulya -0.01 0.50
9 Muarasari 1.03 0.00 43 Pasir Kuda 0.10 0.42
10 Pakuan 0.55 0.09 44 Pasir Jaya 0.04 0.42
11 Cipaku 0.62 0.05 45 Gunungbatu 0.01 0.48
12
Lawang
Gintung -0.24 0.74 46 Loji -0.03 0.51
13 Batu Tulis 0.00 0.48 47 Menteng 0.15 0.28
14 Bondongan 0.01 0.48 48 Cilendek Timur 0.12 0.39
15 Empang -0.02 0.50 49 Cilendek Barat 0.11 0.37
16 Cikaret 0.13 0.39 50 Sindangbarang -0.03 0.51
17 Sindangsari 0.93 0.04 51 Margajaya 0.03 0.47
18 Sindangrasa 0.62 0.06 52 Balumbangjaya 0.30 0.28
19 Tajur 0.15 0.35 53 Situgede 0.09 0.42
20 Katulampa -0.05 0.55 54 Bubulak 0.01 0.47
21 Baranangsiang 0.63 0.04 55 Semplak -0.12 0.61
22 Sukasari 0.12 0.35 56 curugmekar -0.34 0.81
23 Bantarjati 4.68 0.00 57 Curug -0.02 0.50
24 Tegal Gundil 4.10 0.00 58 Kedungwaringin 0.30 0.20
25 Tanahbaru 0.68 0.02 59 Kedungjaya 0.30 0.22
26 Cimahpar -0.06 0.53 60 Kebon Pedes 0.67 0.02
27 Ciluar -0.05 0.53 61 Tanah Sareal 1.14 0.01
28 Cibuluh -0.70 0.98 62 Kedung Badak 1.27 0.00
29 Kedunghalang 0.15 0.36 63 Sukaresmi -0.39 0.76
30 Ciparigi 0.08 0.42 64 Sukadamai -0.05 0.53
31 Paledang -0.08 0.60 65 Cibadak 0.01 0.47
32 Gudang 0.01 0.48 66 Kayumanis 0.07 0.44
33 Babakan Pasar -0.02 0.51 67 Mekarwangi 0.19 0.33
34 Tegal Lega 0.98 0.01 68 Kencana 0.36 0.35
15
Lampiran 4 Hasil perhitungan nilai Ii dan p-value LISA tahun 2009
Kode
Kelurahan Kelurahan
Ii
p-
value
Kode
Kelurahan Kelurahan
Ii
p-
value
1 Mulya Harja 0.53 0.13 35 Babakan 2.72 6.45
2 Pamoyanan 0.81 0.04 36 Sempur 0.52 1.51
3 Rangga Mekar 0.21 0.26 37 Pabaten 0.06 0.14
4 Genteng 1.08 0.01 38 Cibogor -0.40 -1.10
5 Kertamaya 1.31 0.00 39 Panaragan -0.03 -0.04
6 Rancamaya 1.26 0.03 40 Kebon Kelapa -0.21 -0.46
7 Bojongkerta 1.28 0.01 41 Ciwaringin -0.07 -0.14
8 Harjasari 1.06 0.01 42 Pasir Mulya -0.47 -0.94
9 Muarasari 0.89 0.00 43 Pasir Kuda 0.02 0.07
10 Pakuan 0.32 0.21 44 Pasir Jaya 0.00 0.07
11 Cipaku 0.32 0.19 45 Gunungbatu 0.85 2.25
12
Lawang
Gintung -0.09 0.59 46 Loji 0.72 1.54
13 Batu Tulis 0.01 0.47 47 Menteng 1.47 5.16
14 Bondongan 0.00 0.48 48 Cilendek Timur 0.41 0.88
15 Empang -0.12 0.60 49 Cilendek Barat 0.15 0.42
16 Cikaret 0.12 0.41 50 Sindangbarang 0.10 0.30
17 Sindangsari 0.41 0.22 51 Margajaya 0.60 1.10
18 Sindangrasa 0.45 0.14 52 Balumbangjaya 1.02 1.87
19 Tajur 0.09 0.40 53 Situgede 0.72 1.31
20 Katulampa -0.02 0.50 54 Bubulak 0.41 1.11
21 Baranangsiang 0.44 0.12 55 Semplak 0.13 0.38
22 Sukasari 0.00 0.49 56 curugmekar -0.08 -0.16
23 Bantarjati 3.79 0.00 57 Curug 0.18 0.40
24 Tegal Gundil 3.55 0.00 58 Kedungwaringin 0.72 1.91
25 Tanahbaru 0.88 0.00 59 Kedungjaya -0.05 -0.09
26 Cimahpar -0.43 0.77 60 Kebon Pedes 0.79 2.47
27 Ciluar -0.03 0.51 61 Tanah Sareal 0.86 1.83
28 Cibuluh 0.37 0.14 62 Kedung Badak 1.02 3.15
29 Kedunghalang 0.33 0.24 63 Sukaresmi -0.64 -1.13
30 Ciparigi 0.49 0.15 64 Sukadamai 0.02 0.08
31 Paledang -0.06 0.57 65 Cibadak -0.01 0.02
32 Gudang 0.03 0.46 66 Kayumanis 0.03 0.07
33 Babakan Pasar 0.00 0.49 67 Mekarwangi 0.08 0.19
34 Tegal Lega 1.27 0.00 68 Kencana 0.41 0.43
16
Lampiran 5 Hasil perhitungan nilai Ii dan p-value LISA tahun 2010
Kode
Kelurahan Kelurahan
Ii
p-
value
Kode
Kelurahan Kelurahan
Ii
p-
value
1 Mulya Harja 0.31 0.24 35 Babakan 0.70 0.04
2 Pamoyanan 0.54 0.12 36 Sempur -0.04 0.53
3 Rangga Mekar 0.25 0.23 37 Pabaten 0.13 0.40
4 Genteng 1.06 0.01 38 Cibogor -0.16 0.66
5 Kertamaya 1.43 0.00 39 Panaragan 0.01 0.48
6 Rancamaya 1.49 0.01 40 Kebon Kelapa -0.12 0.60
7 Bojongkerta 1.24 0.01 41 Ciwaringin 0.05 0.43
8 Harjasari 0.92 0.02 42 Pasir Mulya -0.15 0.61
9 Muarasari 1.12 0.00 43 Pasir Kuda -0.12 0.58
10 Pakuan 0.76 0.03 44 Pasir Jaya 0.04 0.42
11 Cipaku 0.06 0.42 45 Gunungbatu 0.01 0.47
12
Lawang
Gintung 0.12 0.35 46 Loji -0.27 0.70
13 Batu Tulis 0.08 0.41 47 Menteng 0.90 0.00
14 Bondongan -0.47 0.86 48 Cilendek Timur 0.97 0.02
15 Empang 0.05 0.43 49 Cilendek Barat 0.48 0.10
16 Cikaret 0.14 0.39 50 Sindangbarang 0.11 0.37
17 Sindangsari 0.90 0.05 51 Margajaya 0.26 0.31
18 Sindangrasa 0.74 0.04 52 Balumbangjaya 0.86 0.06
19 Tajur 0.41 0.16 53 Situgede 0.48 0.19
20 Katulampa 0.03 0.44 54 Bubulak 0.11 0.38
21 Baranangsiang 0.15 0.33 55 Semplak -0.02 0.51
22 Sukasari -0.05 0.54 56 curugmekar 0.17 0.31
23 Bantarjati 4.11 0.00 57 Curug -0.04 0.52
24 Tegal Gundil 2.34 0.00 58 Kedungwaringin 0.83 0.01
25 Tanahbaru 0.58 0.03 59 Kedungjaya -0.66 0.94
26 Cimahpar 0.10 0.42 60 Kebon Pedes 0.94 0.00
27 Ciluar -0.65 0.91 61 Tanah Sareal 0.35 0.22
28 Cibuluh 1.88 0.00 62 Kedung Badak 2.48 0.00
29 Kedunghalang 1.55 0.00 63 Sukaresmi -0.33 0.72
30 Ciparigi 0.39 0.19 64 Sukadamai -0.14 0.62
31 Paledang 0.01 0.47 65 Cibadak -0.03 0.52
32 Gudang 0.09 0.41 66 Kayumanis 0.11 0.41
33 Babakan Pasar -0.06 0.54 67 Mekarwangi 0.09 0.41
34 Tegal Lega 0.12 0.37 68 Kencana 0.14 0.44
17
Lampiran 6 Hasil perhitungan nilai Ii dan p-value LISA tahun 2011
Kode
Kelurahan Kelurahan
Ii
p-
value Kode Kelurahan Kelurahan
Ii
p-
value
1 Mulya Harja 0.09 0.41 35 Babakan 3.77 0.00
2 Pamoyanan 0.42 0.17 36 Sempur 0.66 0.02
3 Rangga Mekar 0.25 0.22 37 Pabaten 0.05 0.45
4 Genteng 0.76 0.05 38 Cibogor -0.40 0.87
5 Kertamaya 0.93 0.01 39 Panaragan 0.02 0.47
6 Rancamaya 0.97 0.07 40 Kebon Kelapa 0.47 0.12
7 Bojongkerta 0.90 0.04 41 Ciwaringin -0.25 0.74
8 Harjasari 0.74 0.05 42 Pasir Mulya 0.07 0.43
9 Muarasari 0.78 0.01 43 Pasir Kuda -0.11 0.57
10 Pakuan 0.60 0.07 44 Pasir Jaya -0.01 0.49
11 Cipaku 0.19 0.29 45 Gunungbatu 0.41 0.13
12
Lawang
Gintung 0.16 0.31 46 Loji 0.09 0.41
13 Batu Tulis 0.19 0.31 47 Menteng 1.18 0.00
14 Bondongan -0.05 0.53 48 Cilendek Timur -0.24 0.68
15 Empang 0.17 0.31 49 Cilendek Barat 0.78 0.02
16 Cikaret 0.05 0.45 50 Sindangbarang 0.73 0.02
17 Sindangsari 0.68 0.10 51 Margajaya -0.22 0.65
18 Sindangrasa 0.37 0.17 52 Balumbangjaya 0.12 0.40
19 Tajur 0.44 0.14 53 Situgede -0.01 0.49
20 Katulampa -0.09 0.59 54 Bubulak 0.05 0.43
21 Baranangsiang -0.04 0.53 55 Semplak -0.01 0.49
22 Sukasari 0.06 0.41 56 curugmekar -0.19 0.68
23 Bantarjati 4.10 0.00 57 Curug 0.01 0.47
24 Tegal Gundil 4.99 0.00 58 Kedungwaringin 0.27 0.22
25 Tanahbaru 0.05 0.42 59 Kedungjaya -0.10 0.58
26 Cimahpar -0.04 0.52 60 Kebon Pedes 0.29 0.17
27 Ciluar 0.00 0.48 61 Tanah Sareal -1.27 1.00
28 Cibuluh -0.29 0.79 62 Kedung Badak 0.13 0.32
29 Kedunghalang 0.00 0.49 63 Sukaresmi 0.00 0.49
30 Ciparigi 0.00 0.49 64 Sukadamai -0.03 0.52
31 Paledang 0.01 0.47 65 Cibadak -0.11 0.61
32 Gudang 0.33 0.20 66 Kayumanis -0.01 0.50
33 Babakan Pasar 0.16 0.34 67 Mekarwangi 0.05 0.45
34 Tegal Lega 0.86 0.02 68 Kencana 0.08 0.46
18
Lampiran 7 Posisi kelurahan pada Moran Scatterplot selama lima tahun
Kode
Kelurahan Kelurahan
Kuadran
2007 2008 2009 2010 2011
1 Mulya Harja RR RR RR RR RR
2 Pamoyanan RR RR RR RR RR
3 Rangga Mekar RT RT RT RT RT
4 Genteng RR RR RR RR RR
5 Kertamaya RT RT RT RT RT
6 Rancamaya RR RR RR RR RR
7 Bojongkerta RR RR RR RR RR
8 Harjasari RR RT RT RR RR
9 Muarasari RT RT RT RT RT
10 Pakuan RR RR RR RR RR
11 Cipaku RT RT RT RT RT
12 Lawang Gintung TT TT TT RT RT
13 Batu Tulis TR TR RR RR RR
14 Bondongan RR RR RR TR TR
15 Empang TR TR TR RR RR
16 Cikaret TR RR RR RR RR
17 Sindangsari RR RR RR RR RR
18 Sindangrasa RR RT RT RT RR
19 Tajur RR RR RR RR RR
20 Katulampa TT RT RT TT TT
21 Baranangsiang TR TR TR TR TR
22 Sukasari TT TT RT RT RT
23 Bantarjati TT TT TT TT TT
24 Tegal Gundil TR TR TR TR TR
25 Tanahbaru TT TT TT TT TT
26 Cimahpar TR RR RR TR RR
27 Ciluar RR RR RR RR RR
28 Cibuluh RT RT TT TT RT
29 Kedunghalang TR TR TR TR TR
30 Ciparigi RR TR TR TR RR
31 Paledang RT RT RT RT RT
32 Gudang RR RR RR RR RR
33 Babakan Pasar RR RR RR RR RR
34 Tegal Lega TR TR TR TR TR
19
Lampiran 7 (lanjutan)
Kode
Kelurahan
Kelurahan Kuadran
2007 2008 2009 2010 2011
35 Babakan TR TR TR TR TR
36 Sempur TT TT TT RT TT
37 Pabaten RR RR RR RR RR
38 Cibogor RT RT RT RT RT
39 Panaragan RR TR RR TR RR
40 Kebon Kelapa TR TR RR RR TR
41 Ciwaringin RR RR RR TR RR
42 Pasir Mulya RR RR RR RR TR
43 Pasir Kuda TR RR RR TR TR
44 Pasir Jaya TT RT RT RT RT
45 Gunungbatu TT TT TT TT TT
46 Loji RR RR TR RR TR
47 Menteng TT TT TT TT TT
48 Cilendek Timur RR TR TR TR RR
49 Cilendek Barat TT TT TT TT TT
50 Sindangbarang TT TT TT TT TT
51 Margajaya RR RR RR RR RR
52 Balumbangjaya RR RR RR RR RR
53 Situgede RR RR RR RR RR
54 Bubulak RT RT RT RT TT
55 Semplak TT TT RT TT RT
56 curugmekar RT RT RT TT RT
57 Curug RR TR RR RR RR
58 Kedungwaringin RR TR TR TR TR
59 Kedungjaya RR TR RR RR RR
60 Kebon Pedes TT TT TT TT TT
61 Tanah Sareal TR TR TR TR RR
62 Kedung Badak TT TT TT TT TT
63 Sukaresmi RR RR RR RR RR
64 Sukadamai TT RT TT RT RT
65 Cibadak RT RT TT TT TT
66 Kayumanis RR RR RR RR RR
67 Mekarwangi RT RT RT RT RT
68 Kencana RR RR RR RR RR
Keterangan : TT adalah Tinggi-Tinggi TR adalah Tinggi-Rendah
RT adalah Rendah-Tinggi RR adalah Rendah-Rendah
1