dbd (demam berdarah dengue)

21
DEMAM BERDARAH DENGUE ETIOLOGI Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviardae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x10 6 . Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1,DEN-2,DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demem berdarah dengue. Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotipe dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese encehphalitis dan West Nile virus. Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti tikus, kelinci, anjing, kelelawar dan primate. Survei epidemologi pada hewan ternak dapat didapatkan antybody terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapi dan babi. Penelitian pada atropoda menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus aedes (stegomyia) dan Toxorhynchites. EPIDEMIOLOGI

Upload: arie-akbar

Post on 28-Jun-2015

261 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

Page 1: DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE)

DEMAM BERDARAH DENGUE

ETIOLOGI

Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang

termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviardae. Flavivirus merupakan

virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan

berat molekul 4x106.

Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1,DEN-2,DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya

dapat menyebabkan demam dengue atau demem berdarah dengue. Keempat

serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak.

Terdapat reaksi silang antara serotipe dengue dengan Flavivirus lain seperti

Yellow fever, Japanese encehphalitis dan West Nile virus.

Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti

tikus, kelinci, anjing, kelelawar dan primate. Survei epidemologi pada hewan

ternak dapat didapatkan antybody terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapi

dan babi. Penelitian pada atropoda menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi

pada nyamuk genus aedes (stegomyia) dan Toxorhynchites.

EPIDEMIOLOGI

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia tenggara, Pasifik barat dan

Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh

wilayah tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000

penduduk (1989 hingga 1995); dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar

biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas

DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.

Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vector nyamuk genus Aedes

(terutama A. aegyepti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya

Page 2: DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE)

berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi

nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan

tempat penampungan air lainnya).

Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue

yaitu: 1).Vektor : perkembang biakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan

vector di lingkungan, transportasi vector dari satu tempat ke tempat lain; 2).

Penjamu : terdapatnya penderita di lingkungan / keluarga, mobilisasi dan paparan

terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin; 3).Lingkungan : curah hujan, suhu,

sanitasi, dan kepadatan penduduk.

PATOGENESIS

Pathogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih

diperdebatkan.

Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme

imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom

renjatan dengue.

Respon imum yang diketahui berperan dalam pathogenesis DBD adalah : a).

Respon humoral berupa pembentukan antibody yang berperan dalam proses

netralisasi virus, sitolosis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang

dimediasi antibody. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat

replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody

dependent enhancement (ADE) ; b). Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T

sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun seluler terhadap virus dengue.

Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan memproduksi interfon gamma, IL-2 dan

limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10; c). Monosit

dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibody.

Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan

sekresi sitokin oleh makrofag; d). Selin itu aktivasi komplemen oleh kompleks

imun menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a.

Page 3: DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE)

Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary hetrologous infection

yang menyatakan DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan

tipe yang berbeda. Re-infeksi menyebabkanreaksi anamnestik antibody sehingga

mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi.

Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan peneliti

lain; menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag

yang me-fagositosis kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga virus

bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue

menyebabkan aktivasi T helper da T sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan

interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga

disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-α, IL-6, PAF (platelet

activating factor), IL-6 dan histamine yang mengakibatkan terjadinya disfungsi

sel endotel dan terjadi kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi

melalui aktivasi oleh kompleks virus-antibodi yang juga mengakibatkan

terjadinya kebocoran plasma.

Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme: 1). Supresi

sumsum tulang, dan 2). Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.

Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (< 5 hari) menunjukkan keadaan

hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi

peningkatan proses hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar

trombopoietin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan

kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai

mekanisme komponen terhadap trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi

melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibody VD, konsumsi trombosit

selama proses koagulopati da sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit

terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-

tromboglobulin dan PF4 yang merupakan petanda degranulasi.

Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang

menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya

Page 4: DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE)

koagulopati konsumtif pada demem berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi

koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui jalur aktivasi jalur

ekstrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsic juga berperan melalui aktivasi

factor Xia nemun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1 –inhibitor).

MANIFESTASI KLINIS DAN PERJALANAN PENYAKIT

Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapat

berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau

sindrom syok dengue (SSD).

Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh

fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudahtidak demam, akan

tetapi mempunyai resiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan

tidak adekuat. Demam dapat disertai nyeri kepala (cephalgia), nyeri otot (mialgia),

atau nyeri sendi (atralgia).

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan menapis pasien tersangka demam dengue

adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan

hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relative disertai gambaran

limfosit plasma biru.

Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun

deteksi antigen virus RNA dengue dengan RT-PCR (Reverse Transcriptase

Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes

seorologis yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap dengue berupa

antibody totaltotal, IgM maupun IgG.

Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain:

Leukosit : dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui

limfositosis relative (< 45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit

Page 5: DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE)

plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok

akan meningkat.

Trombosit : umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3 – 8

Hematokrit : kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya

peningkatan hematokrit ≥ 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai

pada hari ke-3 demam.

Hemostasis : dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibronogen, D-Dimer,

atau FDP pada keadaan yang dicurigai perdarahan atau kelainan

pembekuan darah.

Protein / albumin : dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.

SGOT/ SGPT (serum alanin aminotransfer) : dapat meningkat

Ureum, Kreatinin : bila didapatkan gangguan fungsi ginjal

Elektrolit : sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.

Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi) : bila akan diberikan

transfuse darah atau komponen darah.

Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.

o IgM : terdeteksi mulai hari ke 3 – 5, meningkat sampai minggu ke-

3, menghilang setelah 60 – 90 hari.

o IgG : pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14,

pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.

Radiologis

Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi

apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua

hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral

dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi

pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.

DIAGNOSIS

Page 6: DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE)

Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4 – 6 hari (rentang 3 – 14 hari),

timbul gejala prodormal yang tidak khas seperti : nyeri kepala, nyeri tulang

belakang, dan perasaan lelah.

Demam Dengue (DD)

Merupakan penyakit demam akut selama 2 -7 hari, ditandai dengan dua atau lebih

manifestasi klinis sebagai berikut :

Nyeri kepala

Nyeri retro-orbital

Mialgia / atralgia

Ruam kulit

Anoreksia (penurunan nafsu makan)

Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bending positif)

Leukopenia dan pemeriksaan serologi dengue positif, atau ditemukan

pasien DD/DBD yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang

sama

Page 7: DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE)

Demam Berdarah dengue (DBD)

Berdasarkan criteria WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan bila hal dibawah ini

dipenuhi :

Demam atau riwayat demam akut, antara 2 – 7 hari, biasanya bifasik

Terdapat minimal satu dari manifeatasi perdarahan berikut :

o Uji bendung positif

o Petekie, ekimosis, atau purpura

o Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi),

atau perdarahan dari tempat lain.

o Hematemesis atau melena

Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000)

Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma)

sebagai berikut :

o Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan

umur dan jenis kelamin.

o Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,

dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.

o Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites, atau

hipoproteinemia.

Dari keterangan di atas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan

DBD adalah pada DBD ditemukan adanya kebocoran plasma.

Page 8: DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE)

Diagnosis Banding

Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian klinis

dengan demam typhoid, campak, influenza, chikungunya, dan leptospirosis.

PENATALAKSANAAN

Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah

terapi suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat

diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan voulume cairan sirkulasi

merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD.

Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Minum

banyak (rehidrasi oral) : 1,5 – 2 ltr / 24 jam. Jika asupan cairan oral pasien

tidak mampu dipertahankan (dapat disebabkan karena muntah terus, intake

tidak terjamin, atau Ht ↑ progresif) maka diberikan suplemen cairan

melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara

bermakna. Untuk menurunkan gejala demam juga dapat digunakan

Page 9: DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE)

antipiretik, seperti Paracetamol dan kompres dingin. Jika nilai trombosit

terus mengalami penurunan, dapat dilakukan transfusi darah; trombosit,

plasma, whole fresh blood.

Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat sesuai

atas indikasi.

Praktis dalam pelaksanaaannya

Mempertimbangkan cost effectiveness

Dengan mengikuti protokol penatalaksanaan DBD yang di buat oleh

PAPDI

Protokol 1 penanganan tersangka (probable) DBD dewasa tanpa syok

Protokol ini digunakan sabagai petunjuk dalam memberikan pertolongan

pertama pada penderita DBD atau yang diduga DBD atau yang diduga di

Instalasi Gawat Darurat dan juga di pakai sebagai petunjuk dalam

mengindikasikan rawat.

Seseorang yang tersangka menderita DBD di ruang Gawat Darurat

dilakukan pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, dan trombosit.

Hb,Ht, dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000,

pasien dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke

poliklinik dalam waktu 24 jam, lalu lakukan pemeriksaan Hb,Ht, dan

trombosit ulangan. Kalau keadaan pendrita memburuk langsungdi

bawa ke UGD.

Hb,Ht normal tetapi trombosit < 100.000 di anjurkan dirawat.

Hb,Ht, meningkat dan trombosit Normal atau turun juga di anjurkan di

rawat.

Protokol 2 pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat.

Page 10: DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE)

Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa

syok maka di ruang rawat di berikan cairan infus kristaloid dengan jumlah

seperti rumus berikut ini:

1500 + {20 x (BB dalam kg – 20)}

Contoh volume rumatan untuk BB 55 kg: 1500 +{20 x (55-20)} = 2200 ml

Setelah di berikan cairan di lakukan pemeriksaan Hb,Ht, tiap 24 jam

Bila Hb, Ht meningkat 10-20 % dan trombosit < 100.000 jumlah

pemberian cairan tetap seperti rumus diatas tetapi pemantauan Hb, Ht,

trombo di lakukan tiap 12 jam.

Bila Hb, Ht, meningkat >20 % dan trombosit <100.000 maka

pemberian cairan sesuai dengan protokol penatalaksanaan DBD

dengan peningkatan Ht > 20%

Protokol 3 penatalaksanaan DBD dengan peniongkatan Ht > 20%

Meningkatnya Ht > 20% menunjukan bahwa mengalami defisit cairan

sebanyak 5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah

dengan memberikan infus cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kg/jam.

Pasien kemudian di pantau setelah 3-4 jam pemberian. Bila terjadi

perbaikan di tandai dengan tanda-tanda hematokrit turun, frekuansi nadi

turun, tekanan darah stabil, produksi urin meningkat maka jumlah cairan

infus dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam. 2 jam kemudian dilakukan

pemantauan kembali dan bila keadaan tetap menunjukkan perbaikan maka

jumlah cairan infus di kurangi menjadi 3ml/kgBB/jam. Bila dalam

pemantauan keadaan tetap membaik maka pemberian cairan dapat di

hentikan 24-48 jam kemudian.

Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/kgBB/jam keadaan

tidak membaik, yang di tandai dengan hematokrit dan nadi meningkat,

tekanan darah menurun < 20 mmHg, produksi urin menurun, maka kita

Page 11: DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE)

harus menaikkan jumlah cairan infus menjadi 10ml/kgBB/jam. 2 jam

kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan menunjukan

perbaikan maka jumlah cairan dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam tetapi

bila keadaan tidak menunjukan perbaikan maka jumlah cairan infus

dinaikkan menjadi 15ml/kgBB/jam dan bila dalam perkembangannya

kondisi menjadi memburuk dan didapatkan tanda-tanda syok maka pasien

ditangani sesuai dengan protokol tatalaksana sindroma syok dengue pada

dewasa. Bila syok telah teratasi maka cairan di mulai lagi seperti terapi

pemberian cairan awal.

Protokol 4 penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewas.

Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah: perdarahan

hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan tampon

hidung, perdarahan saluran cerna (hematemesis, melena, hematoskesia),

perdarahan saluran kencing (hematuri), perdarahan otak atau perdarahan

tersembunyi dengan jumlah perdarahan sebanyak 4-5ml/kgBB/jam. Pada

keadaan seperti ini jumlah dan kecepatan pemberian cairan tetap seperti

keadaan DBD tanpa syok lainnya. Pemeriksaan tekanan darah, nadi

pernafasan dan jumlah urin di lakukan sesering mungkin dengan kewaspadaan

Hb, Ht dan trombosit dan hemostase harus segera dilakukan dengan

pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit sebaiknya di ulang 4-6 jam.

Pemeriksaan heparin dilakukan apabila secara klinis dan laboratoris di

dapatkan tanda-tanda koagulasi intravaskular diseminata (KID), transfusi

komponen darah diberikan sesuai indikasi. FFP di berikan bila di dapatkan

defisiensi faktor-faktor pembekuan (PT dan aPTT yang memanjang), PRC

diberikan bila nilai Hb kurang 10 g/dl. Trombosit hanya diberikan pada pasien

DBD dengan perdarahan spontan dan masif dengan jumlah trombosit <

100.000/ mm3 disertai atau tanpa KID

Protokol 5 tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa

Page 12: DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE)

Bila kita berhadapan dengan sindroma syok dengue (SSD) maka hal pertama

yang harus diingat adalah bahwa renjatan harus segera di latasi oleh karena itu

penggantian cairan intravaskular yang hilang harus segera dilakukan. Angka

kematian sindroma syok dengue sepuluh kali lipat di bandingkan dengan

penderita DBD tanpa renjatan, dan renjatan dapat terjadi karena keterlambatan

penderita DBD mendapatkan pertolongan/pengobatan, penatalaksanaan yang

tidak tepat termasuk kurangnya kewaspadaan terhadap tanda-tanda renjatan

dini, dan penatalaksanaan renjatan yang tidak adekuat.

Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan. Selain

resusitasi cairan, penderita juga di berikan O2 2-4 liter/menit. Pemeriksaan-

pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer lengkap

(DPL), hemostasis, analisa gas darah, kadar natrium, kalium dan klorida serta

ureun kreatinin.

Pada fase awal, cairan kristaloid di guyur sebanyak 10-20 ml.kgBB/jam dan di

evaluasi setelah 15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi (di tandai dengan

tekanan sistolik 100 mmHg dan tekanan nadi lebih dari 20 mmHg, frekuensi

nadi kurang dari 100 kali per menit dengan volume yang cukup, akral terba

hangat, dan kulit tidak pucat serta diuresis 0.5-1ml.kgBB/jam)jumlah cairan

dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120 menit keadaan

tetap stabil pemberian cairan menjadi 5ml.kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-

120 jam kemudian keadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi 3

ml/kgBB/jam. Bila 24-48 jam setelah renjatan teratasi tanda-tanda vital dan

hematokrit tetap stabil serta diuresis cukup maka pemebrian cairan infus harus

dihentikan (karena jika di reabsorbsi cairan plasma yang mengalami

ekstravasasi telah terjadi, di tandai dengan turunnya hematokrit, cairan infus

terus di berikan maka keadaan hipervolemi, edema paru atau gagal jantung

dapat terjadi).

Page 13: DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE)

PENCEGAHAN

Pencegahan dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk diwaktu pagi

sampai sore, karena nyamuk aedes aktif di siang hari (bukan malam hari).

Misalnya hindarkan berada di lokasi yang banyak nyamuknya di siang

hari, terutama di daerah yang ada penderita DBD nya. Beberapa cara yang

paling efektif dalam mencegah penyakit DBD melalui metode

pengontrolan atau pengendalian vektornya adalah :

1. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)

2. Pemeliharaan ikan pemakan jentik (ikan adu/ikan cupang) pada

tempat air kolam, dan bakteri.

3. Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan

fenthion).

Page 14: DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE)

4. Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat

penampungan air seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-

lain.

Page 15: DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE)

DAFTAR PUSTAKA

Perhimpunan Dokter Speesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam jilid III. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit

Dalam FK UI .Jakarta : 2006

Mandal, dkk. Penyakit Infeksi. Erlangga. Jakarta : 2004