step 1 skenario 4 pmbs 3

26
Step 1 1. DHF : dengue haemorrhagic fever adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypti, terutama menyerang anak remaja dan dewasa dengan gejala utama demam, manifestasi perdarahan, nyeri otot dan sendi dan bertendensi mengakibatkan renjatan yang menyebabkan kematian. 2. Mimisan : proses pecahnya pembuluh darah di daerah hidung bagian tengah plexus kiselbah, yang merupakan anyaman pembuluh darah yang tipis dan halus, sebagai akibat dari radang, tumor, kenaikan suhu tubuh, hipertensi dan proses mekanik seperti cidera. 3. Febbris : demam yang diakibatkan gigitan nyamuk aedes aegypti, merupakan peningkatan suhu tubuh melebihi dari rata rata suhu normal.

Upload: lailatus-syifa-selian

Post on 04-Jul-2015

313 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Step 1 Skenario 4 Pmbs 3

Step 1

1. DHF : dengue haemorrhagic fever adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypti, terutama menyerang anak remaja dan dewasa dengan gejala utama demam, manifestasi perdarahan, nyeri otot dan sendi dan bertendensi mengakibatkan renjatan yang menyebabkan kematian.

2. Mimisan : proses pecahnya pembuluh darah di daerah hidung bagian tengah plexus kiselbah, yang merupakan anyaman pembuluh darah yang tipis dan halus, sebagai akibat dari radang, tumor, kenaikan suhu tubuh, hipertensi dan proses mekanik seperti cidera.

3. Febbris : demam yang diakibatkan gigitan nyamuk aedes aegypti, merupakan peningkatan suhu tubuh melebihi dari rata rata suhu normal.

Page 2: Step 1 Skenario 4 Pmbs 3

Step 2

1. Jelaskan seluruh hal yang berkaitan dengan DHF !2. Definisi patogenesis dan patofisiologis ?3. Pathogenesis infeksi virus?4. Mengapa bisa terjadi demam? Mekanismenya !5. Pengaruh menggiggil terhadap demam !6. Bagaimana mekanisme terjadinya mimisan?

Page 3: Step 1 Skenario 4 Pmbs 3

Step 3

1. Dengue haemorrhagic fever adalah penyakit infeksi virus akut yang disebabkan oleh virus dengue dengan cirri cirri demam tinggi mendadak dan manifestasi perdarahan dan bertendesikan menimbulkan shock dan kematian, penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti atau albopictus.

Penyebab DHF adalah virus dengue 1,2,3, dan 4. Tapi yang terbanyak adalah tipe 2 dan 3. DHF dibagi atas beberapa derajat, yaitu :

DHF derajat 1 DHF derajat 2 DHF derajat 3 DHF derajat 4

Ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti betina (dominan). Gejala gejala yang timbul akibat infeksi virus ini diantaranya:

Demam tinggi mendadak Adanya manifestasi perdarahan spontan Pembesaran organ hepar dan limpa Syok Mual, muntah, nafsu makan dan minum berkurang, anoreksia Nyeri sendi, nyeri otot (pegal-pegal) Nyeri kepala, pusing Nyeri atau panas di belakang bola mata Wajah kemerahan Nyeri perut Konstipasi atau diare

2. Definisi patogenesis dan patofisiologis Patogenesis adalah perkembangan keadaan sakit atau penyakit, lebih khusus lagi,

reaksi dan peristiwa selular serta mekanisme patologis lainnya yang terjadi dalam perkembangan penyakit

Patofisiologis adalah ilmu yang mempelajari perubahan sistem faal atau fungsi tubuh

3. Pathogenesis infeksi virus

Page 4: Step 1 Skenario 4 Pmbs 3

Terdapat tiga mekanisme umum cara agen mencederai sel dan menyebabkan kerusakan jaringan, diantaranya :

Agen berkontak atau masuk ke dalam sel hospes dan secara langsung menyebabkan kematian sel

Pathogen mengeluarkan endotoksin atau eksotoksin yang mematikan sel, mengeluarkan enzim yang dapat menguraikan komponen jaringan.

Pathogen memicu respon sel penjamu yang memperparah kerusakan jaringan biasanya melalui mekanisme yang diperantai oleh imun.

Langkah langkah pathogenesis virus ada 5 tahap, yaitu

Masuknya virus dan replikasi Penyebaran virus dan tropisme sel Cedera sel dan penyakit klinis Penyembuhan Pelepasan virus ke lingkungan

4. Mekanisme demamMasuknya antigen menyebabkan tubuh melakukan pertahanan makrofag (neutrofil) menghasilkan sitokinin berbentik IL 1 (pirogen endogen) merangsang hipotalamus untuk mencetuskan jalur siklosigenase dihasilkanlah prostaglandin untuk meningkatkan titik patok suhu tubuh terjadilah demam sebagai bentuk protektif tubuh terhadap virus, karena virus tidak tahan panas.

5. 6. Mekanisme mimisan

Mimisan disebabkan pembuluh darah yang pecah di daerah hidung bagian tengah, plexus kiselbah yang merupakan anyaman pembuluh darah yang tipis dan halus, sebagai akibat dari radang, tumor, kenaikan suhu tubuh, hipertensi dan proses mekanik seperti cidera. Epitaksis atau mimisan dibagi 2, yaitu

Epitaksis anterior, sering terjadi dan disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah plexus kiselbach

Epitaksis posterior, pecahnya pembuluh darah arteri eithmiidales posterior.

Step 4

Page 5: Step 1 Skenario 4 Pmbs 3

1. Dengue haemorrhagic fever adalah penyakit infeksi virus akut yang disebabkan oleh virus dengue dengan cirri cirri demam tinggi mendadak dan manifestasi perdarahan dan bertendesikan menimbulkan shock dan kematian, penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti atau albopictus.

Penyebab DHF adalah virus dengue 1,2,3, dan 4. Tapi yang terbanyak adalah tipe 2 dan 3. DHF dibagi atas beberapa derajat, yaitu :

DHF derajat 1 : tanda tanda infeksi virus, dengan manifestasi perdarahan yang tampak hanya dengan uji tourniquet positif

DHF derajat 2 : tanda infeksi virus dengan manifestasi perdarahan spontan (mimisan, bintik bintik merah)

DHF derajat 3 : disebut juga fase pre syok, dengan tanda DHF grade II namun penderita mulai mengalami tanda syok; kesadaran menurun, tangan dan kaki dingin, nadi teraba cepat dan lemah, tekanan nadi masih terukur.

DHF derajat 4 : atau disebut fase syok (DSS atau dengue syok syndrome), penderita syok dalam kesadaran sangat menurun hingga koma, tangan dan kaki dingin dan pucat, nadi sangat lemah sampai tidak teraba, tekanan nadi tidak dapat terukur.

Ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti betina (dominan). Gejala gejala yang timbul akibat infeksi virus ini diantaranya:

Demam tinggi mendadak, > 38 derajat celcius, terus menerus 2-7 hari, kadang turun secara cepat. Demam juga tidak teratasi maksimal dengan penurun panas biasa

Adanya manifestasi perdarahan spontan, seperti bintik bintik merah di kulit yang tidak hilang jika ditekan, perdarahan terjadi pada semua organ, utamanya di daerah siku, pergelangan tangan, dan kaki, perdarahan conjunktiva, mimisan, perdarahan dari gusi, muntah darah, buang air besar dan kecil berdarah, dan perdarahan yang sulit dihentikan jika disuntik atau terluka. umumnya timbul pada hari 2-3 setelah demam, ini disebabkan oleh trombositopenia.

Pembesaran organ hepar dan limpa, hepatonegali dapat diraba pada penularan demam, derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan beberapa penyakit pembesaran hati.

Syok atau renjatan, terjadi pada saat demam tinggi yaiti antara 3-7 hari mulai sakit. Ini terjadi karena perdarahan atau kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler, tanda tanda syok, diantaranya : kulit teraba dingin pada ujung hidung, jari dan kaki, gelisah, nadi cepat, lemah, kecil sampai tak teraba, tekanan nadi menurun, tekanan darah menurun

Mual, muntah, nafsu makan dan minum berkurang, anoreksia

Page 6: Step 1 Skenario 4 Pmbs 3

Nyeri sendi, nyeri otot (pegal-pegal) Nyeri kepala, pusing Nyeri atau panas di belakang bola mata Wajah kemerahan Nyeri perut Konstipasi atau diare

mekanisme penularan DHF adalah oleh vector nyamuk aedes aegypti, nyamuk ini mendapat virus dengue sewaktu menggigit, menghisap darah orang yang sakit DHF (dalam darahnya mengandung virus dengue). Virus dengue ini berada dalam darah selama 4-7 hari dimulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk. Virus akan memperbanyak diri dan tersebar di berbagai di berbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk kelenjar liurnya. 1 minggu setelah menghisap darah nyamuk sudah siap menularkan kepada orang lain (masa inkubasi ekstrinsik). Virus akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya, oleh karena itu nyamuk tersebut menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Karena setiap kali nyamuk menggigit, sebelum menghisap darah akan mengeluarkan air liur melalui probosisnya agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dipindahkan ke tubuh manusia.

2. Definisi patogenesis dan patofisiologis Patogenesis adalah perkembangan keadaan sakit atau penyakit, lebih khusus lagi,

reaksi dan peristiwa selular serta mekanisme patologis lainnya yang terjadi dalam perkembangan penyakit, sampai timbul reaksi akhir dari penyakit tersebut.

Patofisiologis adalah ilmu yang mempelajari perubahan sistem faal atau fungsi tubuh, yang berkaitan dengan gangguan fungsi pada organism yang sakit meliputi asal penyakit, permulaan penjalaran dan akibatnya.

3. Pathogenesis infeksi virusTerdapat tiga mekanisme umum cara agen mencederai sel dan menyebabkan kerusakan jaringan, diantaranya :

Agen berkontak atau masuk ke dalam sel hospes dan secara langsung menyebabkan kematian sel

Pathogen mengeluarkan endotoksin atau eksotoksin yang mematikan sel yang terletak jauh, mengeluarkan enzim yang dapat menguraikan komponen jaringan, atau merusak pembuluh darah dan menyebabkan cedera iskemik

Pathogen dapat memicu respon sel penjamu yang mungkin memperparah kerusakan jaringan, biasanya melalui mekanisme yang diperantai oleh imun.

Langkah langkah pathogenesis virus ada 5 tahap, yaitu

Page 7: Step 1 Skenario 4 Pmbs 3

Masuknya virus dan replikasi, pertama tama virus harus menempel dan memasuki sel pada salah satu permukaan tubuh – kulit, saluran pernafasan, saluran pencernaan, saluran urogenital, atau konjungtiva, kebanyakan dari virus tersebut masuk ke dalam sel penjamu melalui mukosa saluran pernafasan atau pencernaan. Virus biasanya bereplikasi di tempat pertama masuk.

Penyebaran virus dan tropisme sel, banyak virus menyebabkan penyakit di tempat yang jauh dari tempat masuknya, itu karena setelah replikasi primer di tempat masuk, virus tersebut kemudian menyebar dalam penjamu. Mekanisme penyebaran virus bervariasi, tetapi rute yang paling sering adalah melalui aliran darah atau limfatik.

Cedera sel dan penyakit klinis, destruksi sel yang terinfeksi virus pada jaringan target dan perubahan fisiologis yang terjadi pada penjamu akibat cedera jaringan sebagian menyebabkan timbulnya penyakit. Beberapa jaringan, seperti epitel usus, secara cepat dapat beregenerasi dan menahan kerusakan yang luas lebih baik daripada organ lain, misalnya otak. Beberapa efek fisiologi dapat disebabkan oleh gangguan nonletal terhadap fungsi khusus sel, seperti hilangnya produksi hormon. Penyakit klinis dari infeksi viral merupakan akibat rangkaian kejadian yang kompleks dan banyak faktor yang menentukan derajat penyakit tidak diketahui. Gejala umum yang disebabkan oleh banyak infeksi virus, seperti malaise, anoreksia, dapat disebabkan oleh unsure respon penjamu seperti produksi sitokin. Penyakit klinis adalah indicator yang tidak sensitive pada infeksi virus; infeksi subklinis akibat virus sangat sering terjadi.

Penyembuhan dari infeksi, penjamu dapat meninggal atau sembuh dari infeksi virus. Mekanisme penyembuhan melibatkan imunitas selular dan humoral, interferon dan sitokin lain, serta kemungkinan faktor pertahanan penjamu yang lain. Kepentingan relative masing masing komponen berbeda dengan virus dan penyakit. Kepentingan faktor penjamu dalam memengaruhi hasil infeksi virus digambarkan melalui insidensi yang terjadi pada tahun 1940an yaitu saat 45.000 anggota tentara disuntik vaksin virus demam kuning yang terkontaminasi virus hepatitis B. meskipun para personel tampaknya menjadi subyek terhadap pajanan yang dapat dibandingkan, hepatitis klinis hanya terjadi pada 2% dan hanya 4% yang mengalami penyakit serius. Pada infeksi akut, penyembuhan disebabkan hilangnya virus. Namun, ada saatnya ketika penjamu tetap terinfeksi oleh virus.

Pelepasan virus ke lingkungan, tahap akhir pathogenesis adalah pelepasan virus infeksius ke lingkungan. Tahap tersebut merupakan langkah penting untuk mempertahankan infeksi virus pada populasi penjamu. Pelepasan biasanya terjadi dari permukaan tubuh tempat masuknya virus. Pelepasan terjadi pada stadium penyakit yang berbeda bergantung pada agen tetentu yang terlibat.

4. Mekanisme demam

Page 8: Step 1 Skenario 4 Pmbs 3

Tujuan dari pengaturan suhu adalah mempertahankan suhu inti tubuh sebenarnya pada set level 37˚C. Demam (pireksia) merupakan keadaan suhu tubuh meningkat melebihi suhu tubuh normal. Apabila suhu tubuh mencapai ±40°C disebut hipertermi.

Etiologi

Gangguan otak atau akibat zat yang menimbulkan demam (pirogen) yang menyebabkan perubahan “set point”. Zat pirogen ini bisa berupa protein, pecahan protein, dan zat lain (terutama kompleks lipopolisakarida atau pirogen hasil dari degenerasi jaringan tubuh yang menyebabkan demam selama keadaan sakit). Pirogen eksogen merupakan bagian dari patogen, terutama kompleks lipopolisakarida (endotoksin) bakteri gram (-) yang dilepas bakteri toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu.

Patofisiologi

Ketika tubuh bereaksi adanya pirogen atau patogen. Pirogen akan diopsonisasi (harfiah=siap  dimakan) komplemen dan difagosit leukosit darah, limfosit, makrofag (sel kupffer di hati). Proses ini melepaskan sitokin, diantaranya pirogen endogen interleukin-1α (IL-1α), IL-1β, 6, 8, dan 11, interferon α2 dan γ, Tumor nekrosis factor TNFα (kahektin) dan TNFβ (limfotoksin), macrophage inflammatory protein MIP1. Sitokin ini diduga mencapai organ sirkumventrikular otak yang tidak memiliki sawar darah otak. Sehingga terjadi demam pada organ ini atau yang berdekatan dengan area preoptik dan organ vaskulosa lamina terminalis (OVLT) (daerah hipotalamus) melalui pembentukan prostaglandin PGE₂.

Ketika demam meningkat (karena nilai sebenarnya menyimpang dari set level yang tiba-tiba neningkat), pengeluaran panas akan dikurangi melalui kulit sehingga kulit menjadi dingin (perasaan dingin), produksi panas juga meningkat karena menggigil (termor). Keadaan ini berlangsung terus sampai nilai sebenarnya mendekati set level normal (suhu normal). Bila demam turun, aliran darah ke kulit meningkat sehingga orang tersebut akan merasa kepanasan dan mengeluarkan keringat yang banyak.

Pada mekanisme tubuh alamiah, demam bermanfaat sebagai proses imun. Pada proses ini, terjadi pelepasan IL-1 yang akan mengaktifkan sel T. Suhu tinggi (demam) juga berfungsi meningkatkan keaktifan sel T dan B terhadap organisme patogen. Konsentrasi logam dasar di plasma (seng, tembaga, besi) yang diperlukan untuk pertumbuhan bakteri dikurangi. Selanjutnya, sel yang rusak karena virus, juga dimusnahkan sehinga replikasi virus dihambat. Namun konsekuensi demam secara umum timbul segera setelah pembangkitan demam (peningkatan suhu). Perubahan anatomis kulit dan metabolisme menimbulkan konsekuensi berupa gangguan keseimbangan cairan tubuh, peningkatan metabolisme, juga peningkatan kadar sisa metabolism, peningkatan frekuensi denyut jantung (8-12 menit⁻¹/˚C) dan metabolisme energi. Hal ini menimbulkan rasa lemah, nyeri sendi dan sakit kepala, peningkatan gelombang tidur yang lambat (berperan dalam perbaikan fungsi otak), pada keadaan tertentu demam menimbulkan gangguan kesadaran dan persepsi (delirium karena demam) serta kejang.

Tipe Demam

Page 9: Step 1 Skenario 4 Pmbs 3

1. Demam Septik. Suhu badan naik ke tingkat tinggi sekali pada malam hari, lalu suhu turun (masih) di atas normal pada pagi hari pada pagi hari. Sering terdapat menggigil, berkeringat

2. Demam Hektik. Suhu badan naik ke tingkat tinggi sekali pada malam hari, lalu suhu turun sampai normal pada pagi hari pada pagi hari.

3. Demam Remiten. Suhu badan dapat turun setiap hari namun tidak pernah sampai suhu badan normal, namun selisih tak pernah sampai >2 ˚C, tidak sebesar penurunan pada demam septik.

4. Demam Intermiten. Suhu badan dapat turun beberapa jam dalam 1 hari. Bila demam terjadi tiap dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas diantara dua serangan demam disebut kuartana.

5. Demam Kontinyu. Variasi suhu badan yang meningkat sepanjang hari dan tidak berbeda lebih dari 1 ˚C. Jika sampai pada tingkat yang lebih tinggi disebut hiperpireksi.

6. Demam Siklik. Demam ditandai dengan kenaikan suhu selama beberapa hari, kemudian diikuti periode bebas demam selama beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.

Demam kadang dihubungkan pada suatu penyakit, misal abses, pneumonia, infeksi saluran kencing atau malaria; kadang idopatik.

Bila demam disertai dengan sakit otot, rasa lemas, tak nafsu makan, mungkin pilek, batuk dan sakit tenggorok biasanya digolongkan sebagai influenza (common cold).

Kausa demam selain infeksi, juga bisa akibat toksemia, keganasan, obat, dan gangguan pusat pengatur suhu sentral (heat stroke, perdarahan otak, koma)

Hal-hal khusus yang diperhatikan pada demam seperti cara timbul, lama demam, sifat, tinggi demam, keluhan serta gejala lain demam. Demam yang tiba-tiba tinggi, mungkin diakibatkan virus.

Demam Belum Terdiagnosis, merupakan keadaan seseorang yang mengalami demam terus-menerus selama 3 minggu dengan suhu badan >38.3 ˚C dan tetap belum ditemukan penyebabnya walaupun telah diteliti selama seminggu secara intensif dengan menggunakan laboratorium dan penunjang medis lainnya.

Demam Dibuat-Buat (Factitius Fever) merupakan demam yang dibuat seseorang dengan sengaja dengan berbagai cara agar suhu badannya melebihi suhu badan sebenarnya

5. Hubungan menggigil dengan demam

6. Mekanisme mimisanMimisan disebabkan pembuluh darah yang pecah di daerah hidung bagian tengah, plexus kiselbah yang merupakan anyaman pembuluh darah yang tipis dan halus, sebagai akibat dari radang, tumor, kenaikan suhu tubuh, hipertensi dan proses mekanik seperti cidera. Epitaksis atau mimisan dibagi 2, yaitu

Page 10: Step 1 Skenario 4 Pmbs 3

Epitaksis anterior, sering terjadi dan disebabkan oleh pecahnya pembuluh darak plexus kiselbach

Epitaksis posterior, pecahnya pembuluh darah arteri eithmiidales posterior.

LO .

Infeksi adalah berhubungan dengan berkembang-biaknya mikroorganisme dalam tubuh manusia yang disertai dengan reaksi tubuh terhadapnya (Zulkarnain Iskandar, 1998 ). Patofisiologi Infeksi. Reaksi tubuh dapat berupa reaksi lokal dan dapat pula terjadi reaksi umum. Pada infeksi dengan reaksi umum akan melibatkan syaraf dan metabolik pada saat itu terjadi reaksi ringan limporetikularis disuluru tubuh, berupa proliferasi sel fagosit dan sel

Page 11: Step 1 Skenario 4 Pmbs 3

pembuat antibodi (limfosit B). Kemudian reaksi lokal yang disebut inflamasi akut, reaksi ini terus berlangsung selama menjadi proses pengrusakan jaringan oleh trauma. Bila penyebab pengrusakan jaringan bisa diberantas, maka sisa jaringan yang rusak disebut debris akan difagositosis dan dibuang oleh tubuh sampai terjadi resolusi dan kesembuhan. Bila trauma berlebihan, reksi sel fagosit kadang berlebihan sehingga debris yang berlebihan terkumpul dalam suatu rongga membentuk abses atau bekumpul dijaringan tubuh yang lain membentuk flegman (peradangan yang luas dijaringan ikat). (Sjamsuhidajat R, 1997 ). Gambaran klinis. Gambaran klinis infeksi pasca bedah adalah : Rubor (kemerahan), kalor (demam setempat) akibat vasodilatasi dan tumor (benngkak) karena eksudasi. Ujung syaraf merasa akan terangsang oleh peradangan sehingga terdapat rasa nyeri (dolor). Nyeri dan pembengkan akan mengakibatkan gangguan faal, dan reaksi umum antara lain berupa sakit kepala, demam dan peningkatan denyut jantung (Sjamsuhidajat R. 1997.). Etiologi Infeksi Beberapa kuman gram positif (stroptokokus, stapilokokus) garam negatif (Enterobakrerium, pseudomonas) kuman anaerob (klostrodium, bakriodes, blasto-mikosis) dan virus (Hepatitis, herpes, poliomyelitis

Infeksi adalah kolonalisasi yang dilakukan oleh spesies asing terhadap organisme inang, dan bersifat pilang membahayakan inang. Organisme penginfeksi, atau patogen, menggunakan sarana yang dimiliki inang untuk dapat memperbanyak diri, yang pada akhirnya merugikan inang. Patogen mengganggu fungsi normal inang dan dapat berakibat pada luka kronik, gangrene, kehilangan organ tubuh, dan bahkan kematian. Respons inang terhadap infeksi disebut peradangan. Secara umum, patogen umumnya dikategorikan sebagai organisme mikroskopik, walaupun sebenarnya definisinya lebih luas, mencakup bakteri, parasit, fungi, virus, prion, dan viroid.

Simbiosis antara parasit dan inang, di mana satu pihak diuntungkan dan satu pihak dirugikan, digolongkan sebagai parasitisme. Cabang kedokteran yang menitikberatkan infeksi dan patogen adalah cabang penyakit infeksi.

Secara umum infeksi terbagi menjadi dua golongan besar:[1]

Infeksi yang terjadi karena terpapar oleh antigen dari luar tubuh Infeksi yang terjadi karena difusi cairan tubuh atau jaringan, seperti virus HIV, karena

virus tersebut tidak dapat hidup di luar tubuh.

sunting] Infeksi awal

Setelah menembus jaringan, patogen dapat berkembang pada di luar sel tubuh (ekstraselular) atau menggunakan sel tubuh sebagai inangnya (intraselular). Patogen intraselular lebih lanjut dapat diklasifikasikan lebih lanjut:

patogen yang berkembang biak dengan bebas di dalam sel, seperti : virus dan beberapa bakteri (Chlamydia, Rickettsia, Listeria).

patogen yang berkembang biak di dalam vesikel, seperti Mycobacteria.

Page 12: Step 1 Skenario 4 Pmbs 3

Jaringan yang tertembus dapat mengalami kerusakan oleh karena infeksi patogen, misalnya oleh eksotoksin yang disekresi pada permukaan sel, atau sekresi endotoksin yang memicu sekresi sitokina oleh makrofaga, dan mengakibatkan gejala-gejala lokal maupun sistemik.[2]

[sunting] Terpuruknya mekanisme sistem kekebalan

Pada tahapan umum sebuah infeksi, antigen selalu akan memicu sistem kekebalan turunan, dan kemudian sistem kekebalan tiruan pada saat akut. Tetapi lintasan infeksi tidak selalu demikian, sistem kekebalan dapat gagal memadamkan infeksi, karena terjadi fokus infeksi berupa:[3]

subversi sistem kekebalan oleh patogen kelainan bawaan yang disebabkan gen tidak terkendalinya mekanisme sistem kekebalan

Perambatan perkembangan patogen bergantung pada kemampuan replikasi di dalam inangnya dan kemudian menyebar ke dalam inang yang baru dengan proses infeksi. Untuk itu, patogen diharuskan untuk berkembangbiak tanpa memicu sistem kekebalan, atau dengan kata lain, patogen diharuskan untuk tidak menggerogoti inangnya terlalu cepat.

Patogen yang dapat bertahan hanya patogen yang telah mengembangkan mekanisme untuk menghindari terpicunya sistem kekebalan.

[sunting] Variasi serotipe

Salah satu cara yang digunakan patogen untuk menghindari sistem kekebalan adalah dengan mengubah struktur permukaan selnya. Banyak patogen ekstraselular mempunyai tipe antigenik yang sangat beragam. Salah satu contoh adalah streptococcus pneumoniae, penyebab pneumonia, yang mempunyai banyak tipe antigenik dan baru diketahui 84 macam. Setiap macam mempunyai stuktur pelapis polisakarida yang berbeda. Tipe-tipe tersebut dibedakan berdasarkan uji serologi, sehingga disebut juga serotipe. Infeksi yang dilakukan oleh satu serotipe tertentu dapat memicu sistem kekebalan tiruan terhadapnya, tetapi tidak terhadap infeksi ulang yang dilakukan oleh serotipe yang berbeda, oleh karena sistem kekebalan tiruan melihat satu serotipe sebagai satu jenis organisme yang berbeda. Infeksi akut berulang dari antigen yang sama dapat terjadi karena hal ini.

Penggunaan kapsul pelindung yang mencegah lisis oleh sistem komplemen dan fagosit juga dilakukan Mycobacterium tuberculosis. Spesies bacterioides umumnya bakteri komensal yang

Page 13: Step 1 Skenario 4 Pmbs 3

berdiam di usus buntu mamalia. Beberapa spesies seperti Bacterioides fragilis adalah patogen oportunistik penyebab infeksi pada lapisan peritoneum. Spesies ini menghindari sistem kekebalan dengan memengaruhi pencerap yang digunakan fagosit untuk menelan bakteri atau dengan menyamar sebagai sel organisme tersebut sehingga sistem kekebalan tidak mengenali mereka sebagai patogen.

Bakteri dan jamur mungkin juga membentuk lapisan bio kompleks, menyediakan perlindungan dari sel dan protein dari sistem kekebalan. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa lapisan bio muncul di infeksi yang berhasil, termasuk infeksi kronis Pseudomonas aeruginosa dan Burkholderia cenocepacia, ciri utama dari cystic fibrosis.

[sunting] Mutasi genetik

Deteksi trypanosome oleh antibodi akan memicu pergantian gen VSG pada DNA, sehingga dihasilkan protein VSG yang berbeda pula. Tubuh kemudian akan membuat antibodi baru dengan cara yang sama, tetapi setiap antibodi yang baru dibuat mengenali trypanosome, gen VSG akan berubah lagi sebelum sistem kekebalan terpicu. Dengan demikian trypanosome berada satu langkah lebih cepat dari sistem kekebalan, sehingga meskipun berupa protozoa yang berkembangbiak ekstraselular, fokus infeksinya bersifat kronik dan membentuk kompleks imun dan peradangan, hingga berakhir pada kerusakan saraf dan koma. Hal ini yang menyebabkan African trypanosomiasis mendapatkan julukan penyakit "tidur". Malaria adalah contoh lain penyakit yang disebabkan parasit protozoa dengan kemampuan tata-ulang DNA, yang sangat sulit diatasi oleh sistem kekebalan.

Metode kedua yang lebih dinamis ditunjukkan oleh virus influensa. Virus influensa dikenali oleh sistem kekebalan melalui hemaglutinin yang terdapat pada permukaan virus.

Mutasi genetik yang pertama disebut antigenic drift yang mengubah notasi gen ekspresi dari hemaglutinin, sebagai respon dari protein yang berada pada permukaan, neuraminidase. Mutasi yang lain mengubah epitop agar tidak dikenali oleh sel T, khususnya yang mempunyai pencerap CD8.[4]

Mutasi genetik yang kedua disebut antigenic shift yang terjadi karena tertukarnya RNA antara virus baru dengan virus yang telah lama berada dalam tubuh inang.

Page 14: Step 1 Skenario 4 Pmbs 3

Mekanisme ketiga melibatkan tata-ulang DNA terprogram. African trypanosome mempunyai kemampuan untuk mengubah major surface antigen berkali-kali dengan satu kali infeksi. Trypanosome terbalut sebuah tipe glikoprotein yang disebut variant-specific glycoprotein (VSG), yang dengan mudah dapat dikenali oleh sistem kekebalan. Meskipun demikian, DNA trypanosome mengandung lebih dari 1000 gen VSG dengan ekspresi antigenik yang berlainan.

o Pada tingkat bakteri, kemampuan tata-ulang DNA juga dijumpai pada Salmonella typhimurium dan Neisseria gonorrhoeae.

[sunting] Fokus infeksi laten

Dalam fisiologi, laten didefinisikan sebagai jedah waktu antara stimulus dan respon yang terpicu di dalam suatu organisme. Virus umumnya segera akan mengkoordinir sintesis protein viral yang dibutuhkan untuk proliferasi, setelah berhasil melakukan infeksi terhadap sebuah sel. Mekanisme semacam ini akan mengakibatkan kondisi akut yang akan segera direspon oleh sistem kekebalan tiruan. Sel T akan dengan mudah memindai fragmen dari protein viral yang tertera pada permukaan molekul MHC dan memadamkan infeksi.

Meskipun demikian, masih terdapat jenis virus yang lain yang mampu menunda proses sintesis protein viral di dalam sel. Kondisi ini disebut kondisi laten, saat tidak terjadi replikasi virus di dalam sel. Infeksi laten tidak menimbulkan penyakit dan keberadaan virus tidak terdeteksi oleh karena tidak terdapat fragmen viral pada molekul MHC. Salah satu contoh adalah virus Herpes Simplex, yang melakukan infeksi epitelia dengan fokus berupa sel saraf di daerah tersebut.

Setelah sistem kekebalan mengatasi infeksi pada epitelia, virus HS tetap berada dalam kondisi laten di dalam neuron saraf. Beberapa faktor seperti sinar matahari, infeksi bakteri dan perubahan hormonal akan mengaktivasi virus ini untuk bermigrasi melalui akson dan melakukan infeksi ulang pada jaringan epitelial. Fokus infeksi berupa neuron memiliki dua keunggulan:

peptida viral yang dihasilkan sangat sedikit, menghasilkan fragmen yang tidak menyolok neuron mempunyai molekul MHC kelas I, yang kecil, sehingga sulit dideteksi sel T CD8.

Contoh lain adalah virus Epstein-Barr (EBV), sebuah tipe virus herpes yang lain, memiliki kondisi laten di dalam sel B. Proliferasi sel B akan menghasilkan sel baru dengan EBV di dalamnya.

[sunting] Evolusi fitur

Page 15: Step 1 Skenario 4 Pmbs 3

Beberapa bakteri yang biasanya dicerna oleh makrofaga dengan proses fagositosis, telah berevolusi dan berhasil membuat makrofaga sebagai fokus infeksi. Salah satu contoh adalah Mycobacterium tuberculosis yang tertelan oleh makrofaga, akan menghalangi pencairan lisosom ke dalam fagosom dan melindunginya dari sitokina di dalam lisosom.

Listeria monocytogenes, bahkan dapat keluar dari fagosom dan masuk ke dalam sitoplasma dan membuat replikasi di dalamnya. Kemudian menginfeksi sel yang berdekatan, tanpa keluar dari ruang intraselularnya.

Sebuah parasit protozoa toxoplasma gondii, dapat membuat vesikel sendiri yang memisahkannya dari bagian sel yang lain. Hal ini memungkinkan T. gondii untuk membuat peptida dengan fragmen yang tidak termuat pada molekul MHC, sehingga keberadaannya tidak terdeteksi sistem kekebalan.

[sunting] Perlawanan patogen

Staphylococci aureus, salah satu penyebab mastitis pada ternak sapi. Kapsul yang besar melindung organisme ini dari sistem kekebalan sapi, sebagai inangnya. Citra ini diambil dengan 50.000x pembesaran dari substrat replikasi yang kering dan beku.

Page 16: Step 1 Skenario 4 Pmbs 3

Respon patogen dalam menghadapi sistem kekebalan juga berlainan. Selain dengan berbagai cara untuk menghindar, beberapa patogen melakukan perlawanan. Staphylococci aureus melepaskan dua macam toksin yaitu staphylococcal enterotoxin dan toxic shock syndrome toxin-1 yang berperan sebagai superantigen.

“ Superantigen adalah protein yang mengikat sejumlah pencerap antigen dari sel T. Ikatan ini menyebabkan sel T mengalamai apoptosis dengan sangat cepat. ”

Organisme lain seperti Streptococcus pyogenes, dan Bacillus anthracis memiliki mekanisme untuk membunuh langsung fagosit.

Banyak patogen melakukan perlawanan dalam rentang waktu infeksi akut. Hal merupakan tekanan terhadap sistem kekebalan (bahasa Inggris: immunosuppression) dan menyebabkan tubuh inang menjadi rentan terhadap infeksi susulan oleh patogen jenis lain. Contoh-contoh penting meliputi trauma, luka bakar dan operasi bedah besar. Pasien dengan luka bakar tidak dapat merespon infeksi, sehingga infeksi ringan pun dapat menyebabkan kematian.

Infeksi virus measles juga merupakan salah satu contoh tekanan terhadap sistem kekebalan. Banyak anak-anak yang menderita malnutrisi menjadi korban, hingga meninggal dunia, karena infeksi susulan pada saat sistem kekebalan tertekan oleh infeksi virus measles. Infeksi susulan biasanya berupa bakteri penyebab pneumonia. Virus measles mempunyai fokus infeksi pada sel dendritik sehingga memengaruhi kinerja sel T dan sel B dalam sistem kekebalan, dan aktivasi makrofaga oleh sel TH1.

[sunting] Fokus infeksi

Salah satu contoh terbaik dari topik ini adalah fokus infeksi yang dimiliki oleh virus HIV, berupa putusnya mata rantai sistem kekebalan selular [5] karena padamnya kemampuan sel T CD4 untuk teraktivasi dan terdiferensiasi menjadi sel T pembantu. Terputusnya mata rantai tersebut terjadi perlahan tanpa memantik sistem kekebalan oleh sebab sifat laten retrovirus. Sejumlah kecil PSK Gambia dan Kenya yang selalu terpapar infeksi HIV selama 5 tahun melalui fluida reproduksi[6][7]

justru menunjukkan respon kekebalan tiruan sel T CD8 dan sel TH1[8] yang merespon berbagai macam epitop HIV tanpa disertai respon antibodi.

Selain itu, modus yang digunakan oleh virus HIV adalah pemotongan jalur informasi selular dengan menempel pada pencerap kemokina CCR5 dan CXCR4, selain pada CD4.[9] Pencerap CCR5 merupakan ekspresi dari sel dendritik, makrofaga dan sel T CD4. Ekspresi CXCR4 adalah pencerap pada sel T CD4 setelah teraktivasi.

Kompetisi pada area pencerap CCR5 oleh sekresi kemokina RANTES, MIP-1α, and MIP-1β menunjukkan respon kekebalan terhadap infeksi HIV.[10]

PROSES TERJADINYA INFEKSI

Page 17: Step 1 Skenario 4 Pmbs 3

Mikroba patogen agar dapat menimbulkan penyakit infeksi harus bertemu dengan pejamu yang rentan, melalui dan menyelesaikan tahap-

tahap sebagai berikut.

a. Tahap I

Mikroba patogen bergerak menuju tempat yang menguntungkan (pejamu/penderita) melalui mekanisme penyebaran (mode of transmission).

Semua mekanisme penyebaran mikroba patogen tersebut dapat terjadi di rumah sakit, dengan ilustrasi sebagai berikut.

1. Penularan langsung Melalui droplet nuclei yang berasal dari petugas, keluarga/pengunjung, dan penderita lainnya. Kemungkinan lain

melalui darah saat transfusi darah.

2. Penularan tidak langsung

Seperti yang telah diuraikan , penularan tidak langsung dapat terjadi sebagai berikut.

a) Vehicle-borne, yaitu penyebaran/penularan mikroba patogen melalui benda-benda mati (fotnite) seperti peralatan medis (instrument),

bahan-bahan/material medis, atau peralatan makan/minum untuk penderita.

Perhatikan pada berbagai tindakan invasif seperti pemasangan kateter, vena punctie, tindakan pembedahan (bedah minor, pembedahan di

kamar bedah), proses dan tindakan medis obstetri/ginekologi, dan lain-lain.

b) Vector-borne, yaitu penyebaran/penularan mikroba patogen dengan perantara vektor seperti lalat. Luka terbuka (open wound), jaringan

nekrotis, luka bakar, dan gangren adalah kasus-kasus yang rentan dihinggapi lalat.

c) Food-borne, yaitu penyebaran/penularan mikroba patogen melalui makanan dan minuman yang disajikan untuk penderita. Mikroba

patogen dapat ikut menyertainya sehingga menimbulkan gejala dan keluhan gastrointestinal, baik ringan maupun berat.

d) Water-borne, kemungkinan terjadinya penularan/penyebaran penyakit infeksi melalui air kecil sekali, mengingat tersedianya air bersih di

rumah sakit sudah melalui uji baku mutu.

e,) Air-borne, peluang terjadinya infeksi silang melalui media perantara ini cukup tinggi karena ruangan/bangsal yang relatif tertutup, secara

teknis kurang baik ventilasi dan pencahayaannya. Kondisi ini dapat menjadi lebih buruk dengan jumlah penderita yang cukup banyak.

Dari semua kemungkinan penyebaran/penularan penyakit infeksi yang telah diuraikan di atas, maka penyebab kasus infeksi nosokomial

yang sering dilaporkan adalah tindakan invasif melalui penggunaan berbagai instrumen medis (vehicle-borne).

b. Tahap II

Upaya berikutnya dari mikroba patogen adalah melakukan invasi ke jaringan/organ pejamu (penderita) dengan cara mencari akses masuk

untuk masing-masing penyakit (port d’entree) seperti adanya kerusakan/lesi kulit atau mukosa dari rongga hidung, rongga mulut, orificium

urethrae, dan lain-lain.

1. Mikroba patogen masuk ke jaringan/organ melalui lesi kulit. Hal ini dapat terjadi sewaktu melakukan insisi bedah atau jarum suntik.

Mikroba patogen yang dimaksud antara lain virus Hepatitis B (VHB).

2. Mikroba patogen masuk melalui kerusakan/lesi mukosa saluran urogenital karena tindakan invasif, seperti:

a) tindakan kateterisasi, sistoskopi;

b) pemeriksaan dan tindakan ginekologi (curretage);

c) pertolongan persalinan per-vaginam patologis, baik dengan bantuan instrumen medis, maupun tanpa bantuan instrumen medis.

3. Dengan cara inhalasi, mikroba patogen masuk melalui rongga hidung menuju saluran napas. Partikel in feksiosa yang menular berada di

udara dalam bentuk aerosol. Penularan langsung dapat terjadi melalui percikan ludah (droplet nuclei) apabila terdapat individu yang

mengalami infeksi saluran napas melakukan ekshalasi paksa seperti batuk atau bersin. Dari penularan tidak langsung juga dapat terjadi

apabila udara dalam ruangan terkontaminasi. Lama kontak terpapar (time of exposure) antara sumber penularan dan penderita akan

meningkatkan risiko penularan. Contoh: virus Influenza dan Al. tuberculosis.

Page 18: Step 1 Skenario 4 Pmbs 3

4. Dengan cara ingesti, yaitu melalui mulut masuk ke dalam saluran cerna. Terjadi pada saat makan dan minum dengan makanan dan

minuman yang terkontaminasi. Contoh: Salmonella, Shigella, Vibrio, dan sebagainya.

c. Tahap III

Setelah memperoleh akses masuk, mikroba patogen segera melakukan invasi dan mencari jaringan yang sesuai (cocok). Selanjutnya

melakukan multiplikasi/berkembang biak disertai dengan tindakan destruktif terhadap jaringan, walaupun ada upaya perlawanan dad

pejamu. Sehingga terjadilah reaksi infeksi yang mengakibatkan perubahan morfologis dan gangguan fisiologis/ fungsi jaringan.

Reaksi infeksi yang terjadi pada pejamu disebabkan oleh adanya sifat-sifat spesifik mikroba patogen.

a. Infeksivitas

kemampuan mikroba patogen untuk berinvasi yang merupakan langkah awal melakukan serangan ke pejamu melalui akses masuk yang

tepat dan selanjutnya mencari jaringan yang cocok untuk melakukan multiplikasi.

b. Virulensi

Langkah mikroba patogen berikutnya adalah melakukan tindakan destruktif terhadap jaringan dengan menggunakan enzim perusaknya.

Besar-kecilnya kerusakan jaringan atau cepat lambatnya kerusakan jaringan ditentukan oleh potensi virulensi mikroba patogen.

c. Antigenitas

Selain memiliki kemampuan destruktif, mikroba patogen juga memiliki kemampuan merangsang timbulnya mekanisme pertahanan tubuh

pejamu melalui terbentuknya antibodi. Terbentuknya antibodi ini akan sangat berpengaruh terhadap reaksi infeksi selanjutnya.

d. Toksigenitas

Selain memiliki kemampuan destruktif melalui enzim perusaknya, beberapa jenis mikroba patogen dapat menghasilkan toksin yang sangat

berpengaruh terhadap perjalanan penyakit.

e. Patogenitas

Sifat-sifat infeksivitas, virulensi, serta toksigenitas mikroba patogen pada satu sisi, dan sifat antigenitas mikroba patogen pada sisi yang lain,

menghasilkan gabungan sifat yang disebut patogenitas. Jadi sifat patogenitas mikroba patogen dapat dinilai sebagai “deralat keganasan”

mikroba patogen atau respons pejamu terhadap masuknya kuman ke tubuh pejamu.

Reaksi infeksi adalah proses yang terjadi pada pejamu sebagai akibat dari mikroba patogen mengimplementasikan ciri-ciri kehidupannya

terhadap pejamu. Kerusakan jaringan maupun gangguan fungsi jaringan akan menimbulkan manifestasi klinis, yaitu manifestasi klinis yang

bersifat sistemik dan manifestasi klinis yang bersifat khusus (organik).

Manifestasi klinis sistemik berupa gejala (symptom) seperti domain, merasa lemah dan terasa tidak enak (malaise), nafsu makan menurun,

mual, pusing, dan sebagainya. Sedangkan manifestasi klinis khusus akan memberikan gambaran klinik sesuai dengan organ yang

terserang. Contoh:

• Bila organ paru terserang, maka akan muncul gambaran klinik seperti batuk,sesak napas,nyeri dada, gclisah, dan sebagainya.

• Bila organ alat pencernaan makanan terserang, maka akan muncul gambaran klinik seperti mual, muntah, kembung, kejang perut, dan

sebagainya.

Mikroba patogen yang telah bersarang pada jaringan/organ yang sakit akan terus berkembang biak, sehingga kerusakan dan gangguan

fungsi organ semakin meluas. Demikian seterusnya, di mana pada suatu kesempatan, mikroba patogen ketuar dari tubuh pejamu

(penderita) dan mencari pejamu baru dengan cara menumpang produk proses metabolisme tubuh atau produk proses penyakit dari pejamu

yang sakit.