step 1-5 skenario 6

53
Skenario 6: Urusan Belakang Pasien wanita, umur 42 tahun ,datang ke praktek dokter umum dengan keluhan buang air besar disertai bercak darah sejak sepuluh hari yang lalu. Pasien juga sering merasakan nyeri kram pada perut bagian bawah, diare bercampur darah, kadang pula tinja berbentuk bulat bulat seperti kotoran kambing, nyeri saat defekasi, dan urgensi sejak enam bulan yang lalu. Pasien merasakan badannya makin lemah, napsu makan berkurang dan berat badannya turun. Pasien sudah berobat tapi keluhan tidak berkurang, padahal setahun yang lalu ia mengalami irritable bowel syndrome, tapi sembuh setelah diobati. Pada anamnesis lebih lanjut didapatkan bahwa pasien tidak mau makan sayur. Dokter melakukan pemeriksaan colok dubur, ditemukan benjolan yang lunak dan berwarna merah pada saat inspeksi luar. Pada pemeriksaan dalam didapatkan permukaan rektum yang berdungkul-dungkul dan mudah berdarah. Lalu dokter memberikan terapi awal dan merujuk wanita tersebut.

Upload: rinavi-adrin-ririn

Post on 26-Dec-2015

117 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

sken

TRANSCRIPT

Page 1: Step 1-5 skenario 6

Skenario 6:

Urusan Belakang

Pasien wanita, umur 42 tahun ,datang ke praktek dokter umum dengan keluhan buang

air besar disertai bercak darah sejak sepuluh hari yang lalu. Pasien juga sering

merasakan nyeri kram pada perut bagian bawah, diare bercampur darah, kadang pula

tinja berbentuk bulat bulat seperti kotoran kambing, nyeri saat defekasi, dan urgensi

sejak enam bulan yang lalu. Pasien merasakan badannya makin lemah, napsu makan

berkurang dan berat badannya turun. Pasien sudah berobat tapi keluhan tidak

berkurang, padahal setahun yang lalu ia mengalami irritable bowel syndrome, tapi

sembuh setelah diobati. Pada anamnesis lebih lanjut didapatkan bahwa pasien tidak

mau makan sayur. Dokter melakukan pemeriksaan colok dubur, ditemukan benjolan

yang lunak dan berwarna merah pada saat inspeksi luar. Pada pemeriksaan dalam

didapatkan permukaan rektum yang berdungkul-dungkul dan mudah berdarah. Lalu

dokter memberikan terapi awal dan merujuk wanita tersebut.

Page 2: Step 1-5 skenario 6

STEP 1

1. IBS : Ganguan fungsi dari GastroIntestinal yang ditandai rasas nyeri, tidak

disertai kelainan organic namun terdapat gangguan pola defekasi

2. Urgensi : tampak terburu buru pada defekasi, rasa tidak bisa menunda untuk

defekasi

Page 3: Step 1-5 skenario 6

STEP 2

1. penyebab feses seperti kotoran kambing?

2. Mekanisme nyeri kram perut baguan bawah, keluar darah dari anus,, nyrei saat

defekasi, dan urgensi

3. Hubungan IBS dengan gejala sekarang

4. Hubungan kurang serat dengan gejala

5. Pemeriksaan penunjang pada kasus tersebut

6. Diagnosis dan diagnosis banding pada kasus tersebut

7. Terapi awal dan indikasi rujukan

8. Interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik pada kasus

9. Komplikasi

Page 4: Step 1-5 skenario 6

STEP 3

1. Penyebab gejala pada kasus :

- Feses seperti kotoran kambing: dikarenakan kurangnya serat atau selulosa ,

gangguan penyerapan makanan dan intoleransi makanan

- Nyeri kram bagian bawah : kelainan pada kolon distal dan perut bagian

bawah seperti kaku otot perut bagian bawah seperti peritonitis

- Keluar darah dari anus : bisa dikarenakan iritasi serta gangguan dan

trauma sehingga terjadi oekebaran pada vena hemoroidalis

- Nyeri defekasi : dikarenakan adanya tegangan yang menekan saraf

- Urgensi : dikarenakan terdapatnya riwayat IBS pada pasien tersebut

2. Hubungan IBS dengan gejala sekarang:

IBS akan mempengaruhi gejala tersebut dari factor lingkungannya sehingga

nanti nya akan berubah menjadi keganasan

3. Hubunga kurang serat dengan gejala:

Kurangnya serat atau selulosa akan mempengaruhi feses karena feses akan

tampak padat sehingga terjadi kesulitan pada proses defekasi, sulitnya defekasi

akan meyebabkan konstipasi sehingga akan terasa nyeri saat defekasi.

4. Diagnosis banding pada kasus:

- Kanker : rectum berdempul dempul

- Hemoroid : benjolan lunak berwarna merah

- Penyakit diverticular

Penegakan diagnosis dengan cara : - rectal toucher dan kolonoskopi

Pemeriksaan darah samar : Benzedine test

Progtosigmopiskopi : intuk melihat radang

Page 5: Step 1-5 skenario 6

5. Terapi awal

- Hemoroid : dengan perubahan pola hidup .

Namun tergantung juga dengan grade nya:

Grade 1 dan 2 dengan edukasi dan medikamentosa, sedangkan grade 3

dan 4 dengan rujukan

6. Komplikasi

-

Page 6: Step 1-5 skenario 6

STEP 4

1. Mekanisme Gejala pada pasien

Konstipasi: penurunan gerakan peristaltic

Diare : peningkatan gerakan peristaltic

Kekurangan serat: karena kurangnya serat sehinggal zat selulosa hanya

dalam jumlah.

IBS alternating yaitu perubahan pola defekasi yaitu diare dan konstipasi

sehingga pembentukan feses terganggu

Nyeri kram: dikarenakan adanya infeksi sehingga memyebabkan

terjadinya proses inflamasi yang menyebabkan nyeri dank ram pada perut.

Keluar darah dari anus dikarenakan adanya perdarahan pada pembuluh

darah vena yang pecah.

Adanya pembengkakan yang bersifat iritatif juga dapat menyebabkan:

-Hemoroid interna: perdarahan menetes

-Hemoroid interna: perdarahan banyak

adanya fekal leding yang memepengaruhi struktur mukosa sehingga akan

menyebabkan cancer dan keluarnya darah dari anus

Nyeri defekasi dikarenakan terjadi distensi sehingga m.levatorani

berkontraksi ketika mengejan pada keadaan feses yang memadat sehingga

sulit keluar dari anus. Anus dipaksa untuk mengeluarkan feses namun

karena feses memadat juga dapat rejadi robekan kecil pada anus sehingga

anus akan lecet baik perianal atau lateral di kanala anal.

Akibat penggesekan feses pada benjolan karena hemoroid dan proses

mengejan juga dapat menyebabkan nyeri saat defekasi.

Page 7: Step 1-5 skenario 6

2. Hubungan terjadinya IBS dengan gejala gejala tetrsebut adalah:

Pada kasus IBS dengan konstipasi bisa menyebabkan hemoroid

Sedangan pada kasus IBS yang menyebabkan cancer dikarenakan terjadi

inflamasi kronik yang menhasilkan zzat radikal bebas sehingga akan

meruksak DNA pada sel tubuh yang nntinya akan berproliferasi tanpa

apoptosis sehimgga akan meyebabkan suatu cancer.

3. Hubunga kurang serat dengan gejala:

Kurangnya serat atau selulosa akan mempengaruhi feses karena feses akan

tampak padat sehingga terjadi kesulitan pada proses defekasi, sulitnya

defekasi akan meyebabkan konstipasi sehingga akan terasa nyeri saat

defekasi.

4. Penegakan diagnosis dengan pemeriksaan penunjang dan

diagnosis banding:

Penyakit peradangan: Inflamatory Bowel Disease (IBS) yang terdiri atas

crohn disease dan kolitis ulseratif. Irritable Bowel Syndrome (IBS).

Irritable bowel syndrome merupakan suatu gangguan fungsional dari

gatrointestinal yang ditandai oleh rasa tidak nyaman atau nyeri pada perut dan

perubahan kebiasaan defekasi tanpa penyebab organik. Walaupun setelah

dilakukan test darah, X- ray dan colonoscopy tidak akan ditemukan kelainan

yang dapat menjelaskan timbulnya gejala-gejala tersebut diatas. Penyakit ini

diderita pada semua jenis usia dan juga pada kedua jenis kelamin. Namun

lebih sering terjadi pada orang dewasa yang berusia 30-40 tahun, jarang terjadi

pada usia lebih dari 50 tahun. Wanita lebih sering menderita IBS dibandingkan

dengan pria dengan ratio wanita banding pria yaitu 2:1. Walaupun belum

dapat dibuktikan namum IBS cenderung menurun dalam keluarga.

Patofisiologi terjadinya IBS merupakan kombinasi dari beberapa faktor yaitu

hipersensitivitas viseral, gangguan motilitas usus, ketidakseimbangan

neurotransmitter, infeksi dan faktor psikososial. Disfungsi motorik juga

berperan dalam terjadinya beberapa gejala dari IBS seperti nyeri abdomen,

Page 8: Step 1-5 skenario 6

Keinginan defekasi yang segera, pergerakan usus postprandial. Pengosongan

kolon dan usus kecil yang cepat dilaporkan terjadi pada beberapa pasien yang

gejala utamanya adalah diare. Pasien yang gejala utamanya adalah konstipasi

dapat terjadi gangguan defekasi.

Tidak ada pengobatan yang spesifik untuk IBS, pengobatan yang diberikan

semata mata bertujuan untuk mengurangi gejala-gejala yang timbul, mencegah

bertambah beratnya gejala dan mengurangi frekuensi timbulnya gejala-gejala.

agar tidak menggangu kualitas hidup sehari-hari. Terapi meliputi:

1. Terapi non farmakologis yang meliputi perubahan gaya hidup, konseling,

stress manajemen dan perubahan pola makan.

2. Terapi farmakologis yaitu terapi dengan menggunakan obat-obatan.

Inflammatory Bowel Disease (IBD) adalah perdarangan pada dinding mukosa

usus. Hal ini dibagi dua yakni UC (ulcerative colitis) dan chron disease.

Perdarangan yang terlibat dapat mulai dari dinding mukosa mulut hingga ke

anus (pada UC) dan bisa hanya pada usus besar saja (chron disease). Penyakit

muncul dengan gejala diare yang lama (diare kronik) yang disertai dengan

perdarahan buang air besarnya dan rasa sakit perut (mules) yang mengganggu.

Hal yang mendasari untuk terjadinya penyakit ini terdiri dari berbagai macam

sebab yakni genetik, lingkungan dan imunologi. Untuk mendiagnosis

diperlukan pemeriksaan kolonoskopi dan dilakukan biopsi mukosa usus yang

meradang. Pengobatan pada penyakit ini juga terdiri dari berbagai macam

modalitas yakni, obat untuk pengaturan imunologi badan, kortikosteroid dan

obat anti diare. Lama pengobatan ini cukup memakan waktu antara 6 - 12

bulan. Nama penyakit ini perlu dibedakan dengan nama IBS (iritable bowel

syndrome) yan mana pada penyakit ini justru tidak ditemukan kelainan apapun

pada pemeriksaan kolonoskopi maupun biopsinya. Hal yang mendasarinya

adalah psikologi.

Tumor: polip kolorektal dan karsinoma kolorektal.

Polip adalah pertumbuhan jaringan dari dinding usus yang menonjol ke dalam

usus dan biasanya tidak ganas. Kebanyakan polip tidak menyebabkan gejala,

tapi gejala paling sering terjadi adalah perdarahan dari rektum. Pada

Page 9: Step 1-5 skenario 6

pemeriksaan colok dubur akan dapat dirasakan oleh jari tangan adanya polip di

rektum. Selain itu, polip biasanya ditemukan pada pemeriksaan rutin

sigmoidoskopi.

Karsinoma kolorektal adalah tumor ganas epithelial dari mukosa usus besar

(kolon) dan atau rektum. Pada populasi umum, resiko terjadinya karsinoma

kolorektal secara nyata meningkat pada usia lebih dari 50 tahun dan menjadi

dua kali lipat lebih besar pada setiap dekade berikutnya. Karsinoma rektal

lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibanding perempuan, namun pada

karsinoma kolon tidak ada perbedaan yang mencolok antara laki-laki dan

perempuan. Kenyataan ini dan berdasarkan pengamatan yang lain

mengisyaratkan suatu kemungkinan bahwa karsinoma kolon dan karsinoma

rektal mungkin merupakan penyakit yang berbeda dengan penyebab yang

berbeda pula. Secara umum dinyatakan bahwa perkembangan karsinoma

kolorektal merupakan interaksi antara faktor lingkungan dan faktor genetik.

Faktor lingkungan multipel beraksi terhadap predisposisi genetik atau defek

yang didapat dan berkembang menjadi karsinoma kolorektal. Gejala yang di

timbulkan antara lain adalah nyeri di perut bagian bawah, darah pada tinja,

diare, konstipasi, atau perubahan kebiasaan buang air besar, obstruksi usus,

anemia dengan penyebab tidak di ketahui dan berat badan tanpa alasan yang

diketahui. Satu-satunya kemungkinan terapi kuratif adalah tindakan bedah.

Tujuan utama tindakan bedah adalah memperlancar saluran cerna baik bersifat

kuratif maupun non kuratif dengan mengangkat karsinoma dan kemudian

memulihkan kesinambungan usus. Kemoterapi dan radiasi bersifat paliatif dan

tidak memberikan manfaat kuratif. Tindakan bedah terdiri dari reseksi luas

karsinoma primer dan kelenjar limfe regional. Bila sudah terjadi metastase

jauh, tumor primer akan direseksi juga dengan maksud mencegah obstruksi,

perdarahan, anemia, inkontinensia, fistel dan nyeri.

Hemoroid adalah pelebaran varises satu segmen atau lebih vena-vena

hemoroidales. Secara kasar hemoroid biasanya dibagi dalam 2 jenis, hemoroid

interna dan hemoroid eksterna. Hemoroid interna merupakan varises vena

hemoroidalis superior dan media. Sedangkan hemoroid eksterna merupakan

Page 10: Step 1-5 skenario 6

varises vena hemoroidalis inferior. Hemoroid interna diklasifikasikan menjadi

empat derajat yaitu :

Derajat I : Tonjolan masih di lumen rektum, biasanya keluhan penderita adalah

perdarahan

Derajat II : Tonjolan keluar dari anus waktu defekasi dan masuk sendiri

setelah selesai defekasi.

Derajat III : Tonjolan keluar waktu defekasi, harus didorong masuk setelah

defekasi selesai karena tidak dapat masuk sendiri.

Derajat IV : Tonjolan tidak dapat didorong masuk/inkarserasi

Page 11: Step 1-5 skenario 6

STEP 5

LO:

1. Penyakit Divertikular

2. Tumor kolorektal

3. IBD

4. Abses perianal

5. Instususepsi / invaginasi

Page 12: Step 1-5 skenario 6

STEP 6:

Belajar mandiri

Sudoyo, W. Aru, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FK UI.

Price, A. Sylvia & Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi. Jakarta : EGC.

De Jong, Wim & R. Sjamsuhidajat. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta :

EGC.

Sabiston. Buku ajar bedah(Essentials of surgry). Bagian 2, cetakan I : Jakarta,

penerbit buku kedokteran EGC. 1994.

 

Schwartz. et al. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah.Ed. 6. Jakarta: penerbit buku

kedokteran EGC, 2000.

http://medicastore.com/penyakit_subkategori/7/polip.html

Error! Hyperlink reference not valid.

Page 13: Step 1-5 skenario 6

STEP 7

1. INFLAMMATORY BOWEL DISEASE

Inflammatory bowel disease (IBD) merupakan penyakit peradangan menahun pada

usus yang tidak diketahui penyebabnya, kemungkinan melibatkan reaksi sistem imun

tubuh terhadap saluran pencernaan. Inflammatory bowel disease terdiri atas dua tipe,

yaitu kolitis ulseratif dan penyakit Crohn. Sesuai dengan namanya, kolitis ulseratif

hanya mengenai kolon sedangkan penyakit Crohn dapat mengenai semua segmen

saluran pencernaan, mulai dari mulut sampai anus.

Penyakit Crohn adalah peradangan menahun pada dinding usus. Penyakit ini

mengenai seluruh ketebalan dinding usus. Kebanyakan terjadi pada bagian terendah

dari usus halus (ileum) dan usus besar, namun dapat terjadi pada bagian manapun dari

saluran pencernaan, mulai dari mulut sampai anus, dan bahkan kulit sekitar anus.

Kolitis Ulserativa merupakan suatu penyakit menahun, dimana usus besar mengalami

peradangan dan luka, yang menyebabkan diare berdarah, kram perut dan demam.

Tidak seperti penyakit Crohn, kolitis ulserativa tidak selalu memperngaruhi seluruh

ketebalan dari usus dan tidak pernah mengenai usus halus. Penyakit ini biasanya

dimulai di rektum atau kolon sigmoid (ujung bawah dari usus besar) dan akhirnya

menyebar ke sebagian atau seluruh usus besar.

Epidemiologi

Insiden inflammatory bowel disease dianggap tinggi di negara maju dan rendah di

negara berkembang. Penyakit ini lebih banyak terjadi pada orang yang berkulit putih.

Page 14: Step 1-5 skenario 6

Rasio terjadinya penyakit ini pada laki-laki dan perempuan hampir sama. Penyakit ini

lebih umum ditemukan pada orang dewasa muda hingga umur tiga puluhan.

Etiologi

Usus merupakan bagian tubuh yang selalu berhubungan dengan lingkungan

pencernaan yang berbahaya. Hal-hal yang bisa membahayakan usus, yaitu pH yang

ekstrim, trauma mekanik, infeksi bakteri dan virus pathogen serta toksin. Penyebab

inflammatory bowel disease belum diketahui. Penyakit ini mungkin terjadi akibat satu

atau lebih faktor lingkungan yang dipicu oleh predisposisi genetic. Penyakit Crohn

pada ileum teminalis dihubungkan secara genetic dengan mutasi gen NOD2, yang

mungkin merupakan reseptor intraseluler terhadap komponen dinding sel bakteri,

diperlihatkan pada monosit dan sel Paneth.

Patogenesis

Patogenesis terjadinya inflammatory bowel disease masih diteliti. Akibat akhir yang

umum terjadi adalah inflamasi mukosa, yang menyebabkan ulserasi, edema,

perdarahan, serta kehilangan cairan dan elektrolit. Penelitian terbaru yang dilakukan

menemukan bahwa pada kromosom 16 (gen IBD1) yang memastikan identifikasi gen

NOD2 (sekarang disebut CARD 15) sebagai gen pertama yang benar-benar

berhubungan dengan IBD (sebagai gen yang rentan pada penyakit Crohn). Penelitian

ini juga memberikan perhatian besar dengan gen yang rentan terhadap IBD pada

kromosom 5  (5q31) dan 6 (6p21 dan 19p). NOD2 atau CARD 15 merupakan gen

polimorfik yang berperan pada system imun bawaan. Gen ini memiliki lebih dari 60

variasi. Tiga dari variasi gen tersebut berperan pada 27 % penderita penyakit Crohn,

terutama pada penyakit ileum.

Gejala

1. Kolitis ulseratif

Suatu serangan bisa mendadak dan berat, menyebabkan diare hebat, demam

tinggi, sakit perut dan peritonitis (radang selaput perut). Selama serangan,

penderita tampak sangat sakit. Yang lebih sering terjadi adalah serangannya

Page 15: Step 1-5 skenario 6

dimulai bertahap, dimana penderita memiliki keinginan untuk buang air besar

yang sangat, kram ringan pada perut bawah dan tinja yang berdarah dan

berlendir. Jika penyakit ini terbatas pada rektum dan kolon sigmoid, tinja

mungkin normal atau keras dan kering. Tetapi selama atau diantara waktu

buang air besar, dari rektum keluar lendir yang mengandung banyak sel darah

merah dan sel darah putih. Gejala umum berupa demam, bisa ringan atau

malah tidak muncul. Jika penyakit menyebar ke usus besar, tinja lebih lunak

dan penderita buang air besar sebanyak 10-20 kali/hari. Penderita sering

mengalami kram perut yang berat, kejang pada rektum yang terasa nyeri,

disertai keinginan untuk buang air besar yang sangat. Pada malam haripun

gejala ini tidak berkurang. Tinja tampak encer dan mengandung nanah, darah

dan lendir. Yang paling sering ditemukan adalah tinja yang hampir seluruhnya

berisi darah dan nanah. Penderita bisa demam, nafsu makannya menurun dan

berat badannya berkurang.

2. Penyakit Crohn

Gejala awal yang paling sering ditemukan adalah diare menahun, nyeri kram

perut, demam, nafsu makan berkurang dan penurunan berat badan. Pada

pemeriksaan fisik ditemukan benjolan atau rasa penuh pada perut bagian

bawah, lebih sering di sisi kanan. Komplikasi yang sering terjadi dari

peradangan ini adalah penyumbatan usus, saluran penghubung yang abnormal

(fistula) dan kantong berisi nanah (abses). Fistula bisa menghubungkan dua

bagian usus yang berbeda. Fistula juga bisa menghubungkan usus dengan

kandung kemih atau usus dengan permukaan kulit, terutama kulit di sekitar

anus. Adanya lobang pada usus halus (perforasi usus halus) merupakan

komplikasi yang jarang terjadi. Jika mengenai usus besar, sering terjadi

perdarahan rektum. Setelah beberapa tahun, resiko menderita kanker usus

besar meningkat. Sekitar sepertiga penderita penyakit Crohn memiliki masalah

di sekitar anus, terutama fistula dan lecet (fissura) pada lapisan selaput lendir

anus. Penyalit Crohn dihubungkan dengan kelainan tertentu pada bagian tubuh

lainnya, seperti batu empedu, kelainan penyerapan zat gizi dan penumpukan

amiloid (amiloidosis).

Page 16: Step 1-5 skenario 6

Gejala-gejala penyakit Crohn pada setiap penderitanya berbeda, tetapi ada 4

pola yang umum terjadi, yaitu :

Peradangan : nyeri dan nyeri tekan di perut bawah sebelah kanan

Penyumbatan usus akut yang berulang, yang menyebabkan kejang dan

nyeri hebat di dinding usus, pembengkakan perut, sembelit dan

muntah-muntah

Peradangan dan penyumbatan usus parsial menahun, yang

menyebabkan kurang gizi dan kelemahan menahun

Pembentukan saluran abnormal (fistula) dan kantung infeksi berisi

nanah (abses), yang sering menyebabkan demam, adanya massa dalam

perut yang terasa nyeri dan penurunan berat badan.

Diagnosis

1. Kolitis ulseratif

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil pemeriksaan tinja.

Pemeriksaan darah menunjukan adanya : anemia, peningkatan jumlah sel

darah putih, dan peningkatan laju endap darah. Sigmoidoskopi (pemeriksaan

sigmoid) akan memperkuat diagnosis dan memungkinkan dokter untuk secara

langsung mengamati beratnya peradangan. Bahkan selama masa bebas

gejalapun, usus jarang terlihat normal. Contoh jaringan yang diambil untuk

pemeriksaan mikroskopik menunjukan suatu peradangan menahun. Rontgen

perut bisa menunjukan berat dan penyebaran penyakit. Barium enema dan

kolonoskopi biasanya tidak dikerjakan sebelum pengobatan dimulai, karena

adanya resiko perforasi (pembentukan lubang) jika dilakukan pada stadium

aktif penyakit. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui penyebaran

penyakit dan untuk meyakinkan tidak adanya kanker. Peradangan usus besar

memiliki banyak penyebab selain kolitis ulserativa. Karena itu, dokter

menentukan apakah peradangan disebabkan oleh infeksi bakteri atau parasit.

Contoh tinja yang diperoleh selama pemeriksaan sigmoidoskopi diperiksa

dibawah mikroskop dan dibiakkan. Contoh darah dianalisa untuk menentukan

apakah terdapat infeksi parasit. Contoh jaringan diambil dari lapisan rektum

dan diperiksa dibawah mikroskop. Diperiksa apakah terdapat penyakit

menular seksual pada rektum (seperti gonore, virus herpes atau infeksi

Page 17: Step 1-5 skenario 6

klamidia), terutama pada pria homoseksual. Pada orang tua dengan

aterosklerosis, peradangan bisa disebabkan oleh aliran darah yang buruk ke

usus besar. Kanker usus besar jarang menyebabkan demam atau keluarnya

nanah dari rektum, namun harus dipikirkan kanker sebagai kemungkinan

penyebab diare berdarah.

2. Penyakit Crohn

Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya kram perut yang terasa nyeri dan

diare berulang, terutama pada penderita yang juga memiliki peradangan pada

sendi, mata dan kulit. Tidak ada pemeriksaan khusus untuk mendeteksi

penyakit Crohn, namun pemeriksaan darah bisa menunjukan adanya: anemia,

peningkatan abnormal dari jumlah sel darah putih, kadar albumin yang rendah,

dan tanda-tanda peradangan lainnya. Barium enema bisa menunjukkan

gambaran yang khas untuk penyakit Crohn pada usus besar. Jika masih belum

pasti, bisa dilakukan pemeriksaan kolonoskopi (pemeriksaan usus besar) dan

biopsi untuk memperkuat diagnosis. CT scan bisa memperlihatkan perubahan

di dinding usus dan menemukan adanya abses, namun tidak digunakan secara

rutin sebagai pemeriksaan diagnostik awal.

Komplikasi

Inflammatory bowel disease dapat menyebabkan timbulnya gejala-gejala di luar

saluran pencernaan, seperti : peradangan sendi (artritis), peradangan bagian putih

mata (episkleritis), luka terbuka di mulut (stomatitis aftosa), nodul kulit yang

meradang pada tangan dan kaki (eritema nodosum) dan luka biru-merah di kulit yang

bernanah (pioderma gangrenosum). Jika Inflammatory bowel disease tidak

menyebabkan timbulnya gejala-gejala saluran pencernaan, penderita masih bisa

mengalami : peradangan pada tulang belakang (spondilitis ankilosa), peradangan pada

sendi panggul (sakroiliitis), peradangan di dalam mata (uveitis) dan peradangan pada

saluran empedu (kolangitis sklerosis primer). Komplikasi penyakit ini, yaitu :

perdarahan yang menimbulkan anemia, kolitis toksik, dan kanker kolon.

Penatalaksanaan

Page 18: Step 1-5 skenario 6

Pengobatan ditujukan untuk membantu mengurangi peradangan dan meringankan

gejalanya. Kram dan diare bisa diatasi dengan obat-obat antikolinergik, difenoksilat,

loperamide, opium yang dilarutkan dalam alkohol dan codein. Obat-obat ini diberikan

per-oral (melalui mulut) dan sebaiknya diminum sebelum makan. Kortikosteroid

(misalnya prednisone), bisa menurunkan demam dan mengurangi diare,

menyembuhkan sakit perut dan memperbaiki nafsu makan dan menimbulkan perasaan

enak. Tetapi penggunaan kortikosteroid jangka panjang memiliki efek samping yang

serius. Biasanya dosis tinggi dipakai untuk menyembuhkan peradangan berat dan

gejalanya, kemudian dosisnya diturunkan dan obatnya dihentikan sesegera mungkin.

2. KANKER KOLOREKTAL

Kanker usus besar (kolon) dan daerah antara usus besar dan anus (rektum) memiliki

banyak persamaan, dan oleh sebab itu seringkali secara bersama-sama disebut dengan

kanker kolorektal. Usus besar dan rektum adalah bagian dari sistem pencernaan yang

memproses makanan yang kita makan dan membuang sisa makanan dari tubuh.

Kanker kolorektal adalah kanker yang tumbuh pada usus besar (kolon) atau rektum.

Kebanyakan kanker usus besar berawal dari pertumbuhan sel yang tidak ganas atau

disebut adenoma, yang pada awalnya membentuk polip. Polip dapat diangkat dengan

mudah namun seringkali adenoma tidak menampakkan gejala apapun sehingga tidak

terdeteksi dalam waktu yang relatif lama dan pada kondisi tertentu berpotensi menjadi

kanker yang dapat terjadi pada semua bagian dari usus besar. Kanker kolorektal ini

dapat menyebar keluar jaringan usus besar dan ke bagian tubuh lainnya.

Insiden Kanker Kolorektal

Pada tahun 2002, terdapat lebih dari satu juta kasus kanker kolorektal baru

yang menempatkan kanker ini pada urutan ke -3 jenis kanker yang paling

sering terjadi di dunia

Menurut data WHO, diperkirakan 700.000 orang meninggal karena kanker

kolorektal setiap tahunnya ini berarti

Merupakan satu-satunya kanker yang dapat mengenai pria maupun wanita

dengan perkiraan frekuensi yang hampir sama (dari jumlah total penderita

kanker pada pria, 9.5% terkena kanker kolorektal sedangkan pada wanita

mencapai 9.3% dari jumlah total penderita kanker) dan perkiraan kasus baru di

Page 19: Step 1-5 skenario 6

dunia sebanyak 401.000 pada pria per tahunnya dan 381.000 pada wanita.

Jumlah kasus baru di dunia cenderung meningkat secara cepat sejak tahun

1975.

Diperkirakan lebih dari 50% penderita kanker kolorektal meninggal karena

penyakit ini

Pada tahun 2002, lebih dari setengah juta orang meninggal karena kanker

kolorektal

Di Eropa dan Amerika pada tahun 2004, kanker kolorektal menempati urutan

kedua sebagai kanker yang paling sering terjadi pada pria dan wanita, dan juga

merupakan penyebab kematian nomor dua tersering.

Kanker kolorektal secara predominan terjadi pada kelompok usia diatas 50

tahun, meski demikian juga dapat mengenai kelompok usia dibawah 40 tahun

dengan insiden yang bervariasi. Di Amerika dan Eropa 2-8% kanker

kolorektal terjadi pada usia dibawah 40 tahun. Di Indonesia, sesuai data dari

bagian Patologi Anatomi FKUI tahun 2003-2007, jumlah pasien kanker

kolorektal dibawah usia 40 tahun mencapai 28,17%.

Faktor Resiko

Penyebab pasti kanker kolorektal masih belum diketahui, tetapi kemungkinan besar

disebabkan oleh:

Kebiasaan makan yang salah (asupan makanan yang tinggi lemak dan protein,

rendah serat)

Obesitas/kegemukan

Pernah terkena kanker kolorektal sebelumnya

Sejarah keluarga dengan kanker kolorektal

Pernah memiliki polip di usus

Umur (resiko meningkat pada usia diatas 50 tahun)

Jarang melakukan aktifitas fisik

Gejala-gejala

Gejala-gejala kanker kolorektal meliputi:

Page 20: Step 1-5 skenario 6

1. Pendarahan pada usus besar, ditandai dengan ditemukannya darah pada feses

saat buang air besar

2. Perubahan kebiasaan buang air besar meliputi frekwensi dan konsistensi

buang air besar (diare atau sembelit) tanpa sebab yang jelas, berlangsung lebih

dari enam minggu

3. Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas

4. Rasa sakit di perut atau bagian belakang

5. Perut masih terasa penuh meskipun sudah buang air besar

Kadang-kadang kanker dapat menjadi penghalang dalam usus besar yang tampak

pada beberapa gejala seperti kesakitan, sembelit, sulit buang air besar dan rasa

kembung di perut.

Deteksi dini dan skrining

Dilakukan pada kelompok risiko tinggi, yaitu dengan pemeriksaan :

Pemeriksaan tes darah samar pada feses (Fecal Occult Blood Test/FOBT) :

pemeriksaan sederhana ini merupakan tes penapisan awal kanker kolorektal,

dilakukan dengan mengambil contoh feses yang diletakkan pada kartu khusus

yang akan berubah warnanya jika feses tersebut mengandung darah.

Sigmoidoskopi fleksibel : pipa/ selang kecil dan tipis berkamera dimasukkan

ke rectum sehingga dokter bisa melihat melalui layar monitor ke dalam rektum

dan ke bagian pertama dari usus besar dimana separuh dari polip biasa

ditemukan. Pemeriksaan ini dilakukan setiap 5 tahun.

Kolonoskopi : merupakan tes yang paling akurat. Pipa/ selang elastis yang

panjang dan kecil dimasukkan kedalam rektum sehingga dokter bisa melihat

keseluruhan usus besar, mengambil polip dan mengambil contoh jaringan

untuk dilakukan biopsi. Pengambilan polip akan mencegah kanker

berkembang. Biasanya dokter akan memberikan anestesi ringan sebelumnya.

Pemeriksaan ini dilakukan secara berkala yaitu setiap 10 tahun.

Pemeriksaan lain untuk mendiagnosa

Pemeriksaan melalui rectum (colok dubur)

Rektoskopi

Page 21: Step 1-5 skenario 6

Double Contrast Barium enema : selang kecil dimasukkan ke rektum sehingga

cairan barium (berwarna putih seperti kapur) bisa masuk ke usus besar. Sinar-

X khusus selanjutnya akan dipancarkan pada tumor yang tampak sebagai

bayangan gelap. Barium mempermudah untuk melihat tumor. Sebelum tes

dilakukan, Anda akan diminta berpuasa untuk beberapa jam.

Ultrasonografi : tes ini menggunakan gelombang suara untuk mengambil

gambar dibagian dalam tubuh. Pola yang tidak normal dari gambar dapat

mengindikasikan adanya tumor.

Virtual Colonoscopy/CT Colonography : tes ini membuat rekonstruksi tiga

dimensi dari usus besar untuk mendeteksi adanya kelainan. Gambar diambil

dalam beberapa detik setelah usus besar dikembangkan dengan karbon

dioksida yang dimasukkan melalui selang kecil. Kolonoskopi virtual adalah

teknik baru yang masih belum jelas akurasinya.

Pilihan Terapi Saat Ini

Pilihan terapi sangat tergantung pada stadium, posisi dan ukuran tumor serta

penyebarannya.

Pembedahan/ operasi.

Tindakan ini paling umum dilakukan untuk jenis kanker yang terlokalisir dan

dapat diobati.

Radioterapi/ radiasi.

Tergantung pada letak/posisi dan ukuran tumor, radioterapi hanya digunakan

untuk tumor pada rektum, sehingga mempermudah pengambilannya saat

operasi. Radioterapi juga bisa diberikan setelah pembedahan untuk

membersihkan sel kanker yang mungkin masih tersisa.

Kemoterapi.

Kemoterapi menghancurkan sel kanker dengan cara merusak kemampuan sel

kanker untuk berkembangbiak. Pada beberapa kasus kemoterapi diperlukan

untuk memastikan kanker telah hilang dan tak akan muncul lagi. Salah satu

pilihan kemoterapi yang banyak digunakan adalah Capecitabine (Xeloda®),

kemoterapi berbentuk tablet yang pertama di dunia. Capecitabine adalah tablet

yang bekerja menyerang sel kanker saja tanpa menimbulkan ketidaknyamanan

dan bahaya seperti pada kemoterapi infus konvensional.

Terapi Fokus Sasaran (Targeted Therapy).

Page 22: Step 1-5 skenario 6

Salah satu jenis terapi fokus sasaran adalah antibodi monoklonal. Antibodi ada

dalam tubuh kita sebagai bagian dari sistem pertahanan tubuh yang disebut

sistem kekebalan (sistem imun) yang berfungsi melawan penyebab penyakit

seperti bakteri. Antibodi monoklonal dapat bekerja dengan merangsang sistem

kekebalan tubuh alamiah untuk secara khusus menyerang sel kanker. Terapi

ini dapat digunakan secara tunggal, atau kombinasi dengan kemoterapi. Salah

satu terapi antibodi monoklonal adalah Bevacizumab (dipasarkan dengan

nama Avastin®) yang bekerja dengan cara menghambat pasokan darah ke

tumor sehingga menghambat pertumbuhan tumor, memperkecil ukuran tumor

dan mematikannya.

Pencegahan

1. Dengan Pola makan yang baik yaitu mengkonsumsi makanan tinggi serat dan

tinggi protein, mengurangi konsumsi daging merah dan lemak jenuh yang

berasal dari hewani.

2. Melakukan aktifitas fisik secara rutin/olah raga

3. INTUSUSEPSI/INVAGINASI

Invaginasi disebut juga intususepsi adalah suatu keadaan dimana segmen usus masuk

ke dalam segmen lainnya; yang bisa berakibat dengan obstruksi / strangulasi.

Umumnya bagian yang peroksimal (intususeptum) masuk ke bagian distal

(intususepien).

Insidensi

Insidens penyakit ini tidak diketahui secara pasti, masing – masing penulis

mengajukan jumlah penderita yang berbeda – beda. Kelainan ini umumnya ditemukan

pada anak – anak di bawah 1 tahun dan frekuensinya menurun dengan bertambahnya

usia anak. Umumnya invaginasi ditemukan lebih sering pada anak laki – laki, dengan

perbandingan antara laki – laki dan perempuan tiga banding dua. Insidens pada bulan

Maret – Juni meninggi dan pada bulan September – Oktober juga meninggi. Hal

tersebut mungkin berhubungan dengan musim kemarau dan musim penghujan dimana

Page 23: Step 1-5 skenario 6

pada musim – musim tersebut insidens infeksi saluran nafas dan gastroenteritis

meninggi. Sehingga banyak ahli yang menganggap bahwa hypermotilitas usus

merupakan salah satu faktor penyebab.

Etiologi

Terbagi dua :

1. Idiophatic

Menurut kepustakaan 90 – 95 % invaginasi pada anak dibawah umur satu

tahun tidak dijumpai penyebab yang spesifik sehingga digolongkan sebagai

“infatile idiphatic intussusceptions”. Pada waktu operasi hanya ditemukan

penebalan dari dinding ileum terminal berupa hyperplasia jaringan follikel

submukosa yang diduga sebagai akibat infeksi virus. Penebalan ini merupakan

titik awal (lead point) terjadinya invaginasi.

2. Kausal

Pada penderita invaginasi yang lebih besar (lebih dua tahun) adanya kelainan

usus sebagai penyebab invaginasi seperti : inverted Meckel’s diverticulum,

polip usus, leiomioma, leiosarkoma, hemangioma, blue rubber blep nevi,

lymphoma, duplikasi usus. Gross mendapatkan titik awal invaginasi berupa :

divertikulum Meckel, polip,duplikasi usus dan lymphoma pada 42 kasus dari

702 kasus invaginasi anak. Ein’s dan Raffensperger, pada pengamatannya

mendapatkan “Specific leading points” berupa eosinophilik, granuloma dari

ileum, papillary lymphoid hyperplasia dari ileum hemangioma dan perdarahan

submukosa karena hemophilia atau Henoch’s purpura. Lymphosarcoma sering

dijumpai sebagai penyebab invaginasi pada anak yang berusia diatas enam

tahun. Invaginasi dapat juga terjadi setelah laparotomi, yang biasanya timbul

setelah dua minggu pasca bedah, hal ini terjadi akibat gangguan peristaltik

usus, disebabkan manipulasi usus yang kasar dan lama, diseksi retroperitoneal

yang luas dan hipoksia lokal.

Faktor – faktor yang dihubungkan dengan terjadinya invaginasi

Page 24: Step 1-5 skenario 6

Penyakit ini sering terjadi pada umur 3 – 12 bulan, di mana pada saat itu terjadi

perubahan diet makanan dari cair ke padat, perubahan pemberian makanan ini

dicurigai sebagai penyebab terjadi invaginasi. Invaginasi kadang – kadang terjadi

setelah / selama enteritis akut, sehingga dicurigai akibat peningkatan peristaltik usus.

Gastroenteritis akut yang dijumpai pada bayi, ternyata kuman rota virus adalah agen

penyebabnya, pengamatan 30 kasus invaginasi bayi ditemukan virus ini dalam

fesesnya sebanyak 37 %. Pada beberapa penelitian terakhir ini didapati peninggian

insidens adenovirus dalam feses penderita invaginasi.

Jenis Invaginasi

Jenis invaginasi dapat dibagi menurut lokasinya pada bagian usus mana yang terlibat,

pada ileum dikenal sebagai jenis ileo ileal. Pada kolon dikenal dengan jenis colo

colica dan sekitar ileo caecal disebut ileocaecal, jenis – jenis yang disebutkan di atas

dikenal dengan invaginasi tunggal dimana dindingnya terdiri dari tiga lapisan. Jika

dijumpai dindingnya terdiri dari lima lapisan, hal ini sering pada keadaan yang lebih

lanjut disebut jenis invaginasi ganda, sebagai contoh adalah jenis – jenis ileo – ileo

colica atau colo colica. Suwandi J. Wijayanto E. di Semarang selama 3 tahun (1981 –

1983) pada pengamatannya mendapatkan jenis invaginasi sebagi berikut: Ileo – ileal

25%, ileo – colica 22,5%, ileo – ileo – colica 50% dan colo – colica 22,5%.

Patologi

Pada invaginasi dapat berakibat obstruksi strangulasi. Obstruksi yang terjadi secara

mendadak ini, akan menyebabkan bagiian apex invaginasi menjadi oedem dan kaku,

jika hal ini telah terjadi maka tidak mungkin untuk kembali normal secara spontan.

Pada sebagian besar kasus invaginasi keadaan ini terjadi pada daerah ileo – caecal.

Apabila terjadi obstruksi system llimfatik dan vena mesenterial, akibat penyakit

berjalan progresif dim ana ileum dan mesenterium masuk kedalam caecum dan colon,

akan dijumpai mukosa intussusseptum menjadi oedem dan kaku. Mengakibatkan

obstruksi yang pada akhirnya akan dijumpai keadaan strangulasi dan perforasi usus.

Page 25: Step 1-5 skenario 6

Gambaran Klinis

Secara klasik perjalanan suatu invaginasi memperlihatkan gambaran sebagai berikut :

Anak atau bayi yang semula sehat dan biasanya dengan keadaan gizi yang baik, tiba –

tiba menangis kesakitan, terlihat kedua kakinya terangkat ke atas, penderita tampak

seperti kejang dan pucat menahan sakit, serangan nyeri perut seperti ini berlangsung

dalam beberapa menit. Diluar serangan, anak / bayi kelihatan seperti normal kembali.

Pada waktu itu sudah terjadi proses invaginasi. Serangan nyeri perut datangnya

berulang – ulang dengan jarak waktu 15 – 20 menit, lama serangan 2 – 3 menit. Pada

umumnya selama serangan nyeri perut itu diikuti dengan muntah berisi cairan dan

makanan yang ada di lambung, sesudah beberapa kali serangan dan setiap kalinya

memerlukan tenaga, maka di luar serangan si penderita terlihat lelah dan lesu dan

tertidur sampai datang serangan kembali. Proses invaginasi pada mulanya belum

terjadi gangguan pasase isi usus secara total, anak masih dapat defekasi berupa feses

biasa, kemudian feses bercampur darah segar dan lendir, kemudian defekasi hanya

berupa darah segar bercampur lendir tanpa feses. Karena sumbatan belum total, perut

belum kembung dan tidak tegang, dengan demikian mudah teraba gumpalan usus

yang terlibat invaginasi sebagai suatu massa tumor berbentuk bujur di dalam perut di

bagian kanan atas, kanan bawah, atas tengah atau kiri bawah.

Tumor lebih mudah teraba pada waktu terdapat peristaltik, sedangkan pada perut

bagian kanan bawah teraba kosong yang disebut “dance’s sign” ini akibat caecum

dan kolon naik ke atas, ikut proses invaginasi. Pembuluh darah mesenterium dari

bagian yang terjepit mengakibatkan gangguan venous return sehingga terjadi

kongesti, oedem, hiperfungsi goblet sel serta laserasi mukosa usus, ini

memperlihatkan gejala berak darah dan lendir, tanda ini baru dijumpai sesudah 6 – 8

jam serangan sakit yang pertama kali, kadang – kadang sesudah 12 jam. Berak darah

lendir ini bervariasi jumlahnya dari kasus ke kasus, ada juga yang dijumpai hanya

pada saat melakukan colok dubur. Sesudah 18 – 24 jam serangan sakit yang pertama,

usus yang tadinya tersumbat partial berubah menjadi sumbatan total, diikuti proses

oedem yang semakin bertambah, sehingga pasien dijumpai dengan tanda – tanda

obstruksi, seperti perut kembung dengan gambaran peristaltik usus yang jelas, muntah

warna hijau dan dehidrasi. Oleh karena perut kembung maka massa tumor tidak dapat

Page 26: Step 1-5 skenario 6

diraba lagi dan defekasi hanya berupa darah dan lendir. Apabila keadaan ini berlanjut

terus akan dijumpai muntah feses, dengan demam tinggi, asidosis, toksis dan

terganggunya aliran pembuluh darah arteri, pada segmen yang terlibat menyebabkan

nekrosis usus, ganggren, perforasi, peritonitis umum, shock dan kematian.

Pemeriksaan colok dubur didapati:

Tonus sphincter melemah, mungkin invaginat dapat diraba berupa massa

seperti portio

Bila jari ditarik, keluar darah bercampur lendir.

Perlu perhatian bahwa untuk penderita malnutrisi gejala – gejala invaginasi tidak

khas, tanda – tanda obstruksi usus berhari – hari baru timbul, pada penderita ini tidak

jelas tanda adanya sakit berat, defekasi tidak ada darah, invaginasi dapat mengalami

prolaps melewati anus, hal ini mungkin disebabkan pada pasien malnutrisi tonus yang

melemah, sehingga obstruksi tidak cepat timbul.

Suatu keadaan disebut dengan invaginasi atipikal, bila kasus itu gagal dibuat diagnosa

yang tepat oleh seorang ahli bedah, meskipun keadaan ini kebanyakan terjadi karena

ketidaktahuan dokter dibandingkan dengan gejala tidak lazim pada penderita.

Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosa invaginasi didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan

fisik, laboratorium dan radiologi.

1. Gejala klinis yang menonjol dari invaginasi adalah suatu trias gejala yang terdiri

dari :

Nyeri perut yang datangnya secara tiba – tiba, nyeri bersifat serang –serangan.,

nyeri menghilang selama 10 – 20 menit, kemudian timbul lagi serangan baru.

Teraba massa tumor di perut bentuk bujur pada bagian kanan atas, kanan

bawah, atas tengah, kiri bawah atau kiri atas.

Buang air besar campur darah dan lendir

Bila penderita terlambat memeriksakan diri, maka sukar untuk meraba adanya tumor,

oleh karena itu untuk kepentingan diagnosis harus berpegang kepada gejala trias

Page 27: Step 1-5 skenario 6

invaginasi. Mengingat invaginasi sering terjadi pada anak berumur di bawah satu

tahun, sedangkan penyakit disentri umumnya terjadi pada anak – anak yang mulai

berjalan dan mulai bermain sendiri maka apabila ada pasien datang berumur di bawah

satu tahun, sakit perut yang bersifat kolik sehingga anak menjadi rewel sepanjang hari

/ malam, ada muntah, buang air besar campur darah dan lendir maka pikirkanlah

kemungkinan invaginasi.

2. Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan peningkatan jumlah leukosit

( leukositosis > 10.000/mm3. ).

3. Pemeriksaan Radiologi

Photo polos abdomen : didapatkan distribusi udara didalam usus tidak merata, usus

terdesak ke kiri atas, bila telah lanjut terlihat tanda – tanda obstruksi usus dengan

gambaran “air fluid level”. Dapat terlihat “ free air “ bilah terjadi perforasi. Barium

enema : dikerjakan untuk tujuan diagnosis dan terapi, untuk diagnosis dikerjakan

bila gejala – gejala klinik meragukan, pada barium enema akan tampak gambaran

cupping, coiled spring appearance.

Diagnosa Banding

Gastroenteritis, bila diikuti dengan invaginasi dapat ditandai jika dijumpai

perubahan rasa sakit, muntah dan perdarahan.

Divertikulum Meckel, dengan perdarahan, biasanya tidak ada rasa nyeri.

Disentri amoeba, disini diare mengandung lendir dan darah, serta adanya

obstipasi, bila disentri berat disertai adanya nyeri di perut, tenesmus dan

demam.

Enterokolitis, tidak dijumpai adanya nyeri di perut yang hebat.

Prolapsus recti atau Rectal prolaps, dimana biasanya terjadi berulang kali dan

pada colok dubur didapati hubungan antara mukosa dengan kulit perianal,

sedangkan pada invaginasi didapati adanya celah.

Page 28: Step 1-5 skenario 6

Penatalaksanaan

Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya pertolongan

diberikan, jika pertolongan sudah diberikan kurang dari 24 jam dari serangan pertama

maka akan memberikan prognosis yang lebih baik. Penatalaksanaan penanganan suatu

kasus invaginasi pada bayi dan anak sejak dahulu mencakup dua tindakan penanganan

yang dinilai berhasil dengan baik :

Reduksi dengan barium enema

Reduksi dengan operasi

Sebelum dilakukan tindakan reduksi, maka terhadap penderita : dipuasakan, resusitasi

cairan, dekompressi dengan pemasangan pipa lambung. Bila sudah dijumpai tanda

gangguan pasase usus dan hasil pemeriksaan laboratorium dijumpai peninggian dari

jumlah leukosit maka saat ini antibiotika berspektrum luas dapat diberikan. Narkotik

seperti Demerol dapat diberikan (1mg/ kg BB) untuk menghilangkan rasa sakit.

Reduksi Dengan Barium Enema

Telah disebutkan pada bab terdahulu bahwa barium enema berfungsi dalam

diagnostik dan terapi. Barium enema dapat diberikan bila tidak dijumpai

kontra indikasi seperti :

o Adanya tanda obstruksi usus yang jelas baik secara klinis maupun pada

foto abdomen

o Dijumpai tanda – tanda peritonitis

o Gejala invaginasi sudah lewat dari 24 jam

o Dijumpai tanda – tanda dehidrasi berat.

o Usia penderita diatas 2 tahun

Hasil reduksi ini akan memuaskan jika dalam keadaan tenang tidak menangis

atau gelisah karena kesakitan oleh karena itu pemberian sedatif sangat

membantu. Kateter yang telah diolesi pelicin dimasukkan ke rektum dan

difiksasi dengan plester, melalui kateter bubur barium dialirkan dari kontainer

yang terletak 3 kaki di atas meja penderita dan aliran bubur barium dideteksi

dengan alat floroskopi sampai meniskus intussusepsi dapat diidentifikasi dan

dibuat foto. Meniskus sering dijumpai pada kolon transversum dan bagian

Page 29: Step 1-5 skenario 6

proksimal kolon descendens. Bila kolom bubur barium bergerak maju

menandai proses reduksi sedang berlanjut, tetapi bila kolom bubur barium

berhenti dapat diulangi 2 – 3 kali dengan jarak waktu 3 – 5 menit. Reduksi

dinyatakan gagal bila tekanan barium dipertahankan selama 10 – 15 menit

tetapi tidak dijumpai kemajuan. Antara percobaan reduksi pertama, kedua dan

ketiga, bubur barium dievakuasi terlebih dahulu.

Reduksi barium enema dinyatakan berhasil apabila :

o Rectal tube ditarik dari anus maka bubur barium keluar dengan disertai

massa feses dan udara.

o Pada floroskopi terlihat bubur barium mengisi seluruh kolon dan

sebagian usus halus, jadi adanya refluks ke dalam ileum.

o Hilangnya massa tumor di abdomen.

o Perbaikan secara klinis pada anak dan terlihat anak menjadi tertidur

serta norit test positif

Penderita perlu dirawat inap selama 2 – 3 hari karena sering dijumpai

kekambuhan selama 36 jam pertama. Keberhasilan tindakan ini tergantung

kepada beberapa hal antara lain, waktu sejak timbulnya gejala pertama,

penyebab invaginasi, jenis invaginasi dan teknis pelaksanaannya

Reduksi Dengan Tindakan Operasi

o Memperbaiki keadaan umum

Tindakan ini sangat menentukan prognosis, janganlah melakukan

tindakan operasi sebelum terlebih dahulu keadaan umum pasien

diperbaiki. Pasien baru boleh dioperasi apabila sudah yakin bahwa

perfusi jaringan telah baik, hal ini di tandai apabila produksi urine

sekitar 0,5 – 1 cc/kg BB/jam. Nadi kurang dari 120x/menit, pernafasan

tidak melebihi 40x/menit, akral yang tadinya dingin dan lembab telah

berubah menjadi hangat dan kering, turgor kulit mulai membaik dan

temperature badan tidak lebih dari 38o C. Biasanya perfusi jaringan

akan baik apabila setengah dari perhitungan dehidrasi telah masuk,

sisanya dapat diberikan sambil operasi berjalan dan pasca bedah. Yang

dilakukan dalam usaha memperbaiki keadaan umum adalah :

Page 30: Step 1-5 skenario 6

1. Pemberian cairan dan elektrolit untuk rehidrasi

(resusitasi).

2. Tindakan dekompresi abdomen dengan pemasangan

sonde lambung.

3. Pemberian antibiotika dan sedatif.

Suatu kesalahan besar apabila buru – buru melakukan operasi karena

takut usus menjadi nekrosis padahal perfusi jaringan masih buruk.

Harus diingat bahwa obat anestesi dan stress operasi akan

memperberat keadaan umum penderita serta perfusi jaringan yang

belum baik akan menyebabkan bertumpuknya hasil metabolik di

jaringan yang seharusnya dibuang lewat ginjal dan pernafasan, begitu

pula perfusi jaringan yang belum baik akan mengakibatkan oksigenasi

jaringan akan buruk pula. Bila dipaksakan kelainan – kelainan itu akan

irreversible.

o Tindakan untuk mereposisi usus

Tindakan selama operaasi tergantung kepada penemuan keadaan usus,

reposisi manual dengan cara “milking” dilakukan dengan halus dan

sabar, juga bergantung pada keterampilan dan pengalaman operator.

Insisi operasi untuk tindakan ini dilakukan secara transversal

(melintang), pada anak – anak dibawah umur 2 tahun dianjurkan insisi

transversal supraumbilikal oleh karena letaknya relatif lebih tinggi.

Ada juga yang menganjurkan insisi transversal infraumbilikal dengan

alasan lebih mudah untuk eksplorasi malrotasi usus, mereduksi

invaginasi dan tindakan apendektomi bila dibutuhkan. Tidak ada

batasan yang tegas kapan kita harus berhenti mencoba reposisi manual

itu. Reseksi usus dilakukan apabila : pada kasus yang tidak berhasil

direduksi dengan cara manual, bila viabilitas usus diragukan

atauditemukan kelainan patologis sebagai penyebab invaginasi. Setelah

usus direseksi dilakukan anastomosis ”end to end”, apabila hal ini

memungkinkan, bila tidak mungkin maka dilakukan “exteriorisasi”

atau enterostomi.

Page 31: Step 1-5 skenario 6

4. PENYAKIT DIVERTIKULAR

Penyakit divertikular adalah suatu kondisi umum yang mempengaruhi sistem

pencernaan. Hal ini terjadi ketika tonjolan kecil atau kantong (biasanya disebut

diverticula) terbentuk di dinding usus besar. Penyakit divertikular adalah penyakit

yang umum diderita,namun kebanyakan orang yang mengalaminya tidak merasakan

gejala apapun. Penyakit ini menjadi semakin umum diderita saat seseorang semakin

tua. Penyakit divertikular terjadi ketika area kecil dari lapisan usus melemah dan

terbentuk tonjolan atau kantong selama bertahun-tahun. Hal ini dikenal sebagai

divertikular. Divertikula sebagian besar ditemukan di bagian bawah bawah usus besar

meskipun pada beberapa orang didapati di bagian bawah dari usus mereka.

Ada 3 istilah yang biasanya digunakan untuk penyakit divertikular, yaitu :

1. Diverticulosis. Banyak orang menderita diverticula tanpa merasakan gejala

apapun. Divertikula hanya bisa terlihat ketika dilakukan scan dan tes untuk

masalah ini. Divertikular tanpa gejala biasanya dikenal sebagai

diverticulosis

2. Divertikular. Jika terdapat gejala-gejala diverticula, ini dikenal

sebagai penyakit divertikular.

3. Diverticulitis. Jika diverticula menjadi meradang dan menyebabkan

penyakit, kondisi ini dikenal sebagai diverticulitis.

Gejala-gejala penyakit divertikular  biasanya terasa di sebelah kiri bawah perut. Rasa

sakit dapat muncul setelah makan. Mungkin hilang setelah buang angin atau BAB.

Gejala lain termasuk:

Kembung

Sembelit

Diare

Sakit perut terus-menerus dan bertambah parah yang dimulai dari bawah pusar

dan kemudian pindah ke sisi kiri bawah (walaupun bisa muncul di kanan bagi

orang Asia karena perbedaan genetik)

demam (suhu tinggi)

sering buang air kecil dan kadang-kadang nyeri

perubahan kebiasaan buang air besar

Page 32: Step 1-5 skenario 6

mual dan muntah

Rasa sakit dan fungsi usus terganggu hilang dan kembali lagi dari waktu ke waktu dan

ditemukan darah dalam tinja. Hal ini disebabkan melemahnya pembuluh darah di

dalam diverticula. Jika darah berasal dari sebagian besar usus biasanya terlihat

sebagai darah dalam tinja. Darah yang berasal dari tempat yang lebih tinggi di sistem

pencernaan, misalnya perut, cenderung membuat kotoran menjadi hitam dan tinggal.

Kadang-kadang terbentuk jaringan parut di sekitar salah satu diverticula meradang,

dan ini dapat menyebabkan penyempitan usus atau penyumbatan. Jika diverticula

meluas, mereka dapat menyebabkan lapisan perut (peritoneum) menjadi meradang

dan bengkak. Ini disebut peritonitis.

Etiologi

Beberapa sumber mengatakan bahwa diet rendah serat, khususnya kekurangan buah-

buahan dan sayuran, dan tinggi daging merah dan lemak merupakan penyebab utama

penyakit divertikular. Ini jarang terjadi di vegetarian dan di beberapa bagian dunia

dimana asupan serat tinggi.

Patofisiologi

Penyakit divertikula adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan

divertikulitis dan divertikulosis. Divertikulosis merujuk pada adanya sakus mukosa

luar usus non-inflamasi. Divertikulisis adalah sakus luar buntu atau herniasi mukosa

usus diseluruh pembungkus otot usus besar, biasanya kolon sigmoid. Penyakit

divertikular umum terjadi pada pria dan wanita serta pada usia lebih dari 45 tahun,

dan pada orang gemuk. Kasus ini terjadi pada kira-kira sepertiga populasi lebih dari

60 tahun. Diet rendah serat dihubungkan dengan terjadinya divertikula, karena diet ini

menurunkan bulk dalam feses dan mempredisposisikan pada konstipasi.Pada adanya

kelemahan otot di usus, dapat meningkatkan tekana intramular yang dapat

menimbulkan pembentukan divertikula.Penyebab divertikulosis meliputi atrofi atau

kelemahan otot usus, peningkatan tekanan intramural, kegemukan, dan konstipasi

kronis. Divertikulosis terjadi bila makanan yang tidak dicerna menyumbat

divertikulum, yang menimbulkan penurunan suplai darah ke area dan mencetuskan

Page 33: Step 1-5 skenario 6

usus pada invasi bakterikedalamdivertikulum.Divertikula mempunyai lumen usus

sempit seperti leherbotol.Titik lemah di otot usus ada pada cabang-cabang pembuluh

darah yang menembus dinding kolonik. Titik lemah ini menciptakan area protrusi

usus bila ada peningkatan tekanan intraluminal. Divertikula sering terjadi pada kolon

sigmoid karena tekanan tinggi pada area ini diperlukan untuk mengeluarkan feses ke

rektum. Divertikulitis mungkin akut atau  kronis. Bila divertikulum tidak terinfeksi

(divertikulosis), lesi ini menyebabkan sedikit masalah. Namun, bila fekalit tidak encer

dan mengalir dari divertikulum, fekalit dapat terperangkap dan menyebabkan iritasi

dan inflamasi (divertikulitis). Area terinflamasi terbendung oleh darah dan dapat

berdarah. Divertikulitis dapat menimbulkan perforasi bila massa yang terperangkap di

dalam divertikulum mengikis dinding usus. Divertikulitis kronis dapat mengakibatkan

peningkatan jaringan parut, dan akhirnya penyempitan lumen usus, potensial

menimbulkan obstruksi. Divertikulum Meckel adalah pembentukan sakus usus,

penyelidikan terhadap perkembangan embrionik ditemukan pada ilium 10 cm dari

sekum. Sakus ini dilapisi oleh mukosa lambung atau dapat mengandung jaringan

pankreas. Lapisan mukosa lambung kadang-kadang menimbulkan ulserasi dan

berdarah atau perforasi. Selain itu, divertikulum dapat terinflamasi dan melekat pada

umbilikus oleh pita fibrosa dan menjadi fokus terjadinya pemilinan usus yang

menyebabkan obstruksi. Tindakan terhadap keadaan ini meliputi pembedahan

terhadap divertikulum.

Penatalaksanaan

Penyakit divertikular asimtomatis tidak memerlukan terapi khusus selain modifikasi

diet. Penyakit ringan dapat diobati dengan ketaatan terhadap diet tinggi serat dan

pencegahan konstipasi dengan laksatif (koloid hidrofilik). Anjurkan pasien untuk

memberitahu dokter tentang adanya perubahan pola dan karakter defekasi (konstipasi

atau diare), atau jika ada demam, nyeri abdomen, atau terjadi manifestasi urinarius.

Divertikulosis dapat diobati dengan intervensi medikal, dengan memungkinkan kolon

beristirahat. Pasien dengan divertikulitis  akut  berada pada status puasa, mungkin

dipasang selang NG, dan menerima cairan parenteral sampai nyeri, inflamasi,dan

suhu berkurang. Bila episode akut mulai berkurang, pasien dapat mencerna cairan

oral, dan dilanjutkan dengan diet yang lebih bervariasise cara progresif.Intervensi juga

Page 34: Step 1-5 skenario 6

bertujuan untuk mengontrol inflamasi. Berikan antibiotik yang diresepkan dan

anjurkan pasien untuk :

Menghindari aktifitas yang meningkatkan tekanan intraabdomen, seperti

membungkuk, mengangkat, batuk, dan muntah.

Minum sedikitnya 8 gelas air setiap hari.

Mengurangi berat badan bila gemuk.

Pembedahan diindikasikan untuk pasien yang mengalami kompliklasi seperti

hemoragi, obstruksi, abses, atau perforasi. Prosedur pembedahan biasanya termasuk

ligasi dan pengangkatan kantung atau colostomy yang terkena bila ada komplikasi.

Pada abses atau obstruksi, ahli bedah melakukan reseksi kolon dengan kolostomi

temporer, yang dibiarkan sampai kondisi pasien membaik. Untuk beberapa pasien,

kolostomi temporer sendiri memungkinkan usus beristirahat dan menyembuh.

5. ABSES ANOREKTAL

Abses anorektal merupakan infeksi yang terlokalisasi dengan pengumpulan nanah

pada daerah anorektal. Organisme penyebab biasanya adalah Escherichia coli,

stafilokokus, atau streptokokus. Fistula ani merupakan alur granulomatosa kronis

yang berjalan dari anus hingga bagian luar kulit anus, atau dari suatu abses hingga

anus atau daerah perianal. Fistula anorektal sering didahului oleh pembentukan abses.

Abses perianal merupakan jenis abses anorektal yang paling sering ditemukan, diikuti

oleh abses iskiorektal, submukosa, dan pelvirektal. Abses perianal biasanya nyata,

tampak sebagai pembengkakan yang berwarna merah dan nyeri yang terletak dekat

pinggir anus. Nyeri diperberat bila duduk atau batuk. Abses submukosa atau

iskiorektal dapat teraba sebagai pembengkakan pada waktu pemeriksaan rectum.

Abses pelvirektal dapat lebih sukar ditemukan. Tanda awal dapat berupa keluarnya

nanah dari fistula anorektal. Kadang-kadang, fistula dapat diraba atau perjalanannya

ditentukan dengan memasukkan sonde perlahan-lahan dari muara eksternanya,

dengan satu jari dari tangan lainnya di dalam anus.

Abses anorektal biasanya dimulai sebagai peradangan kriptus ani, yang terletak pada

ujung bawah kolum Morgagni. Kelenjar anus bermuara dalam kriptus ani. Obstruksi

atau trauma pada saluran ini menimbulkan stasis dan mencetuskan terjadinya infeksi.

Page 35: Step 1-5 skenario 6

Robekan mukosa akibat feses yang keras dapat menjadi factor predisposisi. Pada

beberapa kasus, dapat ditemukan lesi local yang menjadi pencetus gangguan ini

misalnya hemoroid bertukak atau fistula ani.

Bila gejala diare menyertai fistula anorektal yang berulang, perlu dipikirkan penyakit

Crohn, karena 50% penderita penyakit Crohn mengalami fistula ani. Pengobatan

abses dan fistula anorektal adalah insisi dan drainase abses, serta eksisi fistula yang

berhubungan.