laporan kasus dbd ade

52
BAB I PENDAHULUAN Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan dari seorang kepada orang lain melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.Demam berdarah dengue adalah permasalahan pokok di seluruh dunia. WHO melaporkan bahwa 2,5-3 juta manusia berisiko terhadap penyakit ini. Penyakit demam berdarah merupakan penyakit yang berbasis perkotaan namun mulai meluas ke pedesaan. Pada setiap kasus demam berdarah rata-rata kematian mencapai 5% dari semua kasus. Penyakit Demam Berdarah bahkan menjadi wabah 5 tahunan yang terakhir terjadi pada tahun 2003/2004. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009 World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus Demam Berdarah tertinggi di Asia Tenggara. Dari jumlah keseluruhan kasus tersebut, sekitar 95% terjadi pada anak di bawah 15 tahun. Tahun 2007 jumlah kasus DBD di Indonesia sebanyak 158.115, tahun 2008 sebanyak 137.469 kasus, tahun 2009 sebanyak 158.912 kasus dengan kota terjangkit sebanyak 382 kota. 1 Kejadian DBD di Kota Makassar mulai dari tahun 2002-2012 cenderung naik turun. Angka tertinggi 1

Upload: arief-kamil

Post on 21-Oct-2015

123 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

hhhahaahah

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus DBD Ade

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah salah satu penyakit

menular yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan dari seorang kepada

orang lain melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.Demam

berdarah dengue adalah permasalahan pokok di seluruh dunia. WHO melaporkan

bahwa 2,5-3 juta manusia berisiko terhadap penyakit ini. Penyakit demam

berdarah merupakan penyakit yang berbasis perkotaan namun mulai meluas ke

pedesaan. Pada setiap kasus demam berdarah rata-rata kematian mencapai 5% dari

semua kasus. Penyakit Demam Berdarah bahkan menjadi wabah 5 tahunan yang

terakhir terjadi pada tahun 2003/2004. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968

hingga tahun 2009 World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia

sebagai negara dengan kasus Demam Berdarah tertinggi di Asia Tenggara. Dari

jumlah keseluruhan kasus tersebut, sekitar 95% terjadi pada anak di bawah 15

tahun. Tahun 2007 jumlah kasus DBD di Indonesia sebanyak 158.115, tahun 2008

sebanyak 137.469 kasus, tahun 2009 sebanyak 158.912 kasus dengan kota

terjangkit sebanyak 382 kota.1

Kejadian DBD di Kota Makassar mulai dari tahun 2002-2012 cenderung

naik turun. Angka tertinggi kejadian DBD terjadi pada tahun 2002 dengan jumlah

kasus 1445 penderita. Kasus tertinggi di Kecamatan Rappocini kemudian disusul

Kecamatan Panakukang. Pada tahun 2003 jumlah kasus 1154, tahun 2004

menurun drastis menjadi 637 kasus tapi melonjak naik pada tahun 2005 yaitu 892

kasus (meninggal 32 orang) jumlah kematian tertinggi jika dilihat dari tahun

2002-2012. Angka kematian dapat ditekan menjadi 6 orang dari 852 penderita

pada tahun 2006. Tahun 2007 jumlah kasus DBD di Kota Makassar yaitu

sebanyak 457 kasus, tahun 2008 sebanyak 265 kasus, tahun 2009 sebanyak 256

kasus, tahun 2010 sebanyak 185 kasus, tahun 2011 sebanyak 85 kasus, dan pada

tahun 2012 sebanyak 86 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 2 kasus.1

Faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit demam berdarah dengue

antara lain faktor host, lingkungan, serta faktor virusnya sendiri. Faktor

1

Page 2: Laporan Kasus DBD Ade

lingkungan merupakan salah satu faktor penting yang berkaitan dengan terjadinya

infeksi dengue. Lingkungan pemukiman sangat besar peranannya dalam

penyebaran penyakit menular. Kondisi perumahan yang tidak memenuhi syarat

rumah sehat apabila dilihat dari kondisi kesehatan lingkungan akan berdampak

pada masyarakat itu sendiri. Dampaknya dilihat dari terjadinya suatu penyakit

yang berbasis lingkungan yang dapat menular.1,2

Pasien DBD yang datang ke unit gawat darurat bervariasi dari infeksi

ringan hingga berat disertai tanda-tanda perdarahan spontan masif dan syok.

Diagnosis harus ditetapkan secara cepat dan pentalaksanaan pada keadaan ini

tentu harus dilakukan sesegera mungkin. Hingga saat ini penatalaksanaan DBD

belum ada yang spesifik dan hanya dilakukan terapi suportif yaitu dengan

penggantian cairan. Dengan memahami patogenesis, perjalanan penyakit,

gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium, diharapkan penatalaksanaan dapat

dilakukan secara efektif dan efisien.2,3

2

Page 3: Laporan Kasus DBD Ade

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Infeksi Dengue

2.1.1. Virus Dengue

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit demam akut yang

disebabkan oleh virus dengue yang sekarang lebih dikenal sebagai genus

Flavivirus. Virus ini memiliki empat jenis serotipe yakni DEN-1, DEN-2, DEN-3,

dan DEN-4. Antibodi yang terbentuk dari infeksi salah satu jenis serotipe tidak

memberikan perlindungan yang memadai untuk serotipe lain. Serotipe DEN-3

merupakan serotipe yang dominan dan paling banyak menimbulkan manifestasi

klinis yang berat.2,3,4,5

Virus dengue ditularkan kepada manusia terutama melalui gigitan nyamuk

Aedes aegypti. Nyamuk aedes dapat mengandung virus dengue pada saat

menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yakni dua hari sebelum

panas hingga 5 hari setelah demam timbul. Virus yang terdapat pada kelenjar liur

kemudian berkembang biak dalam waktu 8-10 hari dan selanjutnya dapat

ditularkan kepada manusia lain melalui gigitan. Sekali virus masuk dan

berkembang biak dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut dapat menularkan virus

(infektif) sepanjang hidupnya.2,5

Gambar 1. Siklus hidup nyamuk Aedes sp 6

3

Page 4: Laporan Kasus DBD Ade

2.1.2. Patogenesis

Patogenesis DBD masih kontroversial. Dua teori yang banyak dianut

adalah hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory) dan

hipotesis immune enhancement. Menurut hipotesis infeksi sekunder, akibat infeksi

sekunder oleh tipe virus dengue yang berbeda, respon antibodi anamnestik pasien

akan terpicu dan menyebabkan kenaikan titer tinggi IgG antidengue. Replikasi

virus dengue mengakibatkan terbentuknya kompleks virus-antibodi yang

selanjutnya mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a

menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan

merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini terbukti dengan peningkatan kadar

hematokrit (Ht), penurunan natrium (Na) dan terdapatnya cairan dalam rongga

serosa. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai

lebih dari 30% dan berlangsung selama 24-48 jam dan bila tidak ditangani secara

adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia yang dapat berakibat fatal.2,3

Gambar 2. Hipotesis infeksi sekunder 3

Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan secara tidak

langsung bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog

mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD berat. Antibodi

heterolog yang telah ada akan mengenali virus lain kemudian membentuk

kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan Fc reseptor dari membran

leukosit terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari proses ini, akan terjadi

4

Page 5: Laporan Kasus DBD Ade

sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan

permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan

syok.2,3

2.1.3. Perjalanan Penyakit

Setelah masa inkubasi, penyakit ini diikuti oleh tiga fase, yaitu febris,

kritis, dan recovery (penyembuhan)

Gambar-3. Perjalanan Penyakit DBD.4

Fase Febris

Pasien akan mengeluh demam yang mendadak tinggi. Kadang-kadang suhu

tubuh sangat tinggi hingga 40oC dan tidak membaik dengan obat penurun panas.

Fase ini biasanya akan bertahan selama 2-7 hari dan diikuti dengan muka

kemerahan, eritema, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia, dan nyeri kepala.

Beberapa pasien mungkin juga mengeluhkan nyeri tenggorokan atau mata merah

(injeksi konjungtiva). Sulit untuk membedakan dengue dengan penyakit lainnya

secara klinis pada fase awal demam. Hasil uji torniquet positif pada fase ini

meningkatkan kemungkinan adanya infeksi dengue. Demam juga tidak dapat

dijadikan parameter untuk membedakan antara kasus dengue yang gawat dan

5

Page 6: Laporan Kasus DBD Ade

tidak gawat. Oleh karena itu, memperhatikan tanda-tanda peringatan (warning

signs) dan parameter lain sangat penting untuk mengenali progresi ke arah fase

kritis.4,7 Warning signs meliputi:4

Klinis: nyeri abdomen, muntah persisten, akumulasi cairan, perdarahan

mukosa, pembesaran hati >2 cm

Laboratorium: peningkatan Ht dengan penurunan trombosit.

Manifestasi perdarahan ringan seperti petekie dan perdarahan membran

mukosa (hidung dan gusi) dapat terjadi. Petekie dapat muncul pada hari-hari

pertama demam, namun dapat juga dijumpai pada hari ke-3 hingga hari ke-5

demam. Perdarahan vagina masif pada wanita usia subur dan perdarahan

gastrointestinal (hematemesis, melena) juga dapat terjadi walau lebih jarang.4,7

Bentuk perdarahan yang paling ringan, uji torniquet positif, menandakan adanya

peningkatan fragilitas kapiler. Pada awal perjalanan penyakit 70,2% kasus DBD

mempunyai hasil positif.4

Hati sering ditemukan membesar dan nyeri dalam beberapa hari demam.

Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit,

bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba hingga 2-4 cm di bawah arcus costae.

Pada sebagian kecil dapat ditemukan ikterus. Penemuan laboratorium yang paling

awal ditemui adalah penurunan progresif leukosit, yang dapat meningkatkan

kecurigaan ke arah dengue.4

Fase Kritis

Akhir fase demam merupakan fase kritis pada DBD. Pada saat demam

mulai cenderung turun dan pasien tampak seakan-akan sembuh, maka hal ini

harus diwaspadai sebagai awal kejadian syok. Saat demam mulai turun hingga

dibawah 37,5-38oC yang biasanya terjadi pada hari ke 3-7, peningkatan

permeabilitas kapiler akan terjadi dan keadaan ini berbanding lurus dengan

peningkatan hematokrit. Periode kebocoran plasma yang signifikan secara klinis

biasanya terjadi selama 24-48 jam.4

Leukopenia progresif disertai penurunan jumlah platelet yang cepat

merupakan tanda kebocoran plasma. Derajat kebocoran plasma dapat bervariasi.

Temuan efusi pleura dan asites secara klinis bergantung pada derajat kebocoran

6

Page 7: Laporan Kasus DBD Ade

plasma dan volume terapi cairan. Derajat peningkatan hematokrit sebanding

dengan tingkat keparahan kebocoran plasma.4

Keadaan syok akan timbul saat volume plasma mencapai angka kritis

akibat kebocoran plasma. Syok hampir selalu diikuti warning signs. Terdapat

tanda kegagalan sirkulasi: kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung jari

dan kaki, sianosis di sekitar mulut, pasien menjadi gelisah, nadi cepat, lemah,

kecil sampai tak teraba.Saat terjadi syok berkepanjangan, organ yang mengalami

hipoperfusi akan mengalami gangguan fungsi (impairment), asidosis metabolik,

dan koagulasi intravaskula diseminata (KID). Hal ini menyebabkan perdarahan

hebat sehingga nilai hematokrit akan sangat menurun pada keadaan syok hebat.2,4

Pasien yang mengalami perbaikan klinis setelah demam turun dapat

dikatakan menderita dengue yang tidak gawat. Beberapa pasien dapat berkembang

menjadi fase kritis kebocoran plasma tanpa penurunan demam sehingga pada

pasien perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui adanya

kebocoran plasma.4

Fase Penyembuhan ( Recovery )

Jika pasien dapat bertahan selama 24-48 jam saat fase kritis, reabsorpsi

gradual cairan ekstravaskular akan terjadi dalam 48-72 jam. Keadaan umum

pasien membaik, nafsu makan kembali, gejala gastrointestinal berkurang, status

hemodinamik meningkat, dan diuresis normal. Beberapa pasien akan mengalami

ruam kulit putih yang dikelilingi area kemerahan disekitarnya dan pruritus

generalisata. Bradikardia dan perubahan elektrokardiografi juga sering ditemukan

pada fase ini. Hematokrit akan stabil atau lebih rendah karena efek dilusi yang

disebabkan reabsorpsi cairan. Jumlah leukosit biasanya akan meningkat segera

setelah demam turun, namun trombosit akan meningkat kemudian. Pemberian

cairan pada fase ini perlu diperhatikan karena bila berlebihan akan menimbulkan

edema paru atau gagal jantung kongestif.4

2.2. Manajemen Kasus DBD

Manajemen kasus DBD meliputi beberapa tahap yakni:4

1. Penilaian:

7

Page 8: Laporan Kasus DBD Ade

Riwayat penyakit sekarang, riwayat pengobatan lalu, dan riwayat

keluarga

Pemeriksaan fisik, termasuk fisik umum dan mental

Investigasi, termasuk laboratorium rutin dan spesifik-dengue

2. Diagnosis, penilaian fase penyakit, dan keparahan

3. Manajemen: menetapkan tatalaksana berdasarkan manifestasi klinis dan

hal-hal terkait lainnya:

Rawat jalan (kelompok A)

Rawat inap (kelompok B)

Membutuhkan tatalaksana emergensi dan urgensi (kelompok C)

2.2.1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Anamnesis harus meliputi:4 (1) Onset demam/penyakit, (2) Jumlah intake

oral, (3) Warning signs, (4) Diare, (5) Perubahan status

mental/kejang/ketidaksadaran, (6) Urin output (frekuensi, volume, dan waktu

terakhir kencing), (7) Riwayat keluarga atau tetangga yang mengalami DBD,

riwayat bepergian ke daerah endemis, kondisi penyerta (bayi, kehamilan, obesitas,

diabetes mellitus, hipertensi), bepergian ke hutan dan berenang di air terjun

(mengarahkan leptospirosis, tipus, malaria), riwayat penggunaan narkoba dan seks

bebas (HIV serokonversi akut).

Sedangkan pemeriksaan fisik harus meliputi:4 (1) Status mental, (2) Status

hidrasi, (3) Status hemodinamik, (4) Takipnue/pernapasan asidosis/efusi pleura,

(5) Nyeri abdomen/ hepatomegali/asites, (6) Ruam dan manifestasi perdarahan,

(7) Uji torniquet.

2.2.2. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin (Hb), kadar

hematokrit (Ht), jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya

limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru (sejak hari ke-3).2

Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya menurun dengan dominasi sel

neutrofil. Pada akhir demam, jumlah leukosit, dan sel neutrofil bersama-sama

menurun sehingga jumlah sel limfosit secara relatif meningkat.2,7

8

Page 9: Laporan Kasus DBD Ade

Penurunan jumlah trombosit menjadi <100.000/µl. Pada umumnya

trombosit terjadi sebelum ada peningkatan hematokrit dan terjadi sebelum suhu

turun. Jumlah trombosit <100.000/µl biasanya ditemukan antara hari sakit 3-7.

Pemeriksaan trombosit perlu diulang sampai terbukti bahwa jumlah trombosit

dalam batas normal atau menurun.2

Peningkatan kadar hematokrit (>20%) yang menggambarkan

hemokonsentrasi selalu dijumpai pada DBD, merupakan indikator yang peka akan

terjadinya perembesan plasma sehingga perlu dilakukan pemeriksaan hematokrit

secara berkala. Nilai hematokrit juga dipengaruhi oleh penggantian cairan dan

perdarahan.2

Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan terjadinya

gangguan koagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis (PT, APTT,

Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP). Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan adalah

albumin, SGOT/SGPT, ureum/ kreatinin.2,4

2.2.3. Pemeriksaan Radiologi

Pada foto toraks (DBD derajat III/IV dan sebagian besar derajat II)

didapatkan efusi pleura, terutama di hemitoraks sebelah kanan. Pemeriksaan foto

toraks sebaiknya dilakukan dalam posisi lateral dekubitus kanan. Asites dan efusi

pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.2

2.2.4. Pemeriksaan Antigen dan Antibodi Virus

Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji diagnostik melalui

pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologi molekular. Di antara

tiga jenis uji etiologi, yang dianggap sebagai baku emas adalah metode isolasi

virus. Namun, metode ini membutuhkan tenaga laboratorium yang ahli, waktu

yang lama (lebih dari 1–2 minggu), serta biaya yang relatif mahal. Pemeriksaan

yang saat ini banyak digunakan adalah pemeriksaan serologi, yaitu dengan

mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue.2,8

Pada infeksi primer, antibodi IgM dapat terdeteksi pada hari kelima seelah

onset penyakit, yakni setelah jumlah virus dalam darah berkurang. Kadar IgM

meningkat dengan cepat dan mencapai puncaknya dalam 2 minggu dan menurun

hingga tak terdeteksi lagi setelah 2-3 bulan. Antibodi IgG muncul beberapa hari

9

Page 10: Laporan Kasus DBD Ade

setelah IgM dan pada infeksi primer, produksi IgG lebih rendah dibandingkan

IgM, namun dapat bertahan beberapa tahun dalam sirkulasi, bahkan seumur

hidup.8 Sedangkan pada infeksi sekunder, kadar IgG meningkat lebih banyak

dibandingkan IgM dan muncul sebelum atau bersamaan dengan IgM. IgG

merupakan antibodi predominan pada infeksi sekunder.8

Salah satu metode pemeriksaan terbaru adalah pemeriksaan antigen

spesifik virus dengue, yaitu antigen nonstructural protein 1 (NS1). Dengan

metode ELISA, antigen NS1 dapat terdeteksi dalam kadar tinggi sejak hari

pertama sampai hari ke 12 demam pada infeksi primer dengue atau sampai hari ke

5 pada infeksi sekunder dengue. Pemeriksaan ini juga dikatakan memiliki

sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (88,7% dan 100%). Oleh karena itu, WHO

menyebutkan pemeriksaan deteksi antigen NS1 sebagai uji dini terbaik untuk

pelayanan primer.8

2.2.5. Diagnosis

Diagnosis DBD dapat ditegakkan secara klinis dan laboratoris. Berdasarkan

kriteria WHO 1997, diagnosis DBD secara klinis dapat ditegakkan bila semua hal

di bawah ini terpenuhi:2,3

1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.

2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung positif;

petekie, ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis, dan

melena.

3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).

4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sebagai berikut:

Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar.

Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan

dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.

Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia,

dan hiponatremia.

Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu:2,3

• Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi

perdarahan adalah uji torniquet.

10

Page 11: Laporan Kasus DBD Ade

• Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan

perdarahan lain.

• Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,

tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di

sekitar mulut kulit dingin dan lembab, tampak gelisah.

• Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak

terukur.

Gambar 4. Patogenesis dan spektrum klinis DBD (WHO, 1997). 3,4

Sedangkan menurut WHO 2009, berdasarkan riwayat penyakit,

pemeriksaan fisik dan/atau darah lengkap dan hematokrit, diagnosis DBD

ditegakkan dengan melihat fase penyakit (febris, kritis, atau penyembuhan),

menentukan adanya warning signs, hidrasi, dan status hemodinamik pasien, serta

apakah pasien memerlukan rawat.4

Kriteria sugestif untuk mengetahui kasus tersangka DBD adalah pasien

tinggal atau baru bepergian dari daerah endemis dengue, adanya riwayat demam

lebih dari tiga hari, jumlah leukosit rendah atau menurun, dan/atau

trombositopenia ± uji torniquet positif.4

2.2.6. Penatalaksanaan

Tidak ada terapi yang spesifik untuk DBD. Prinsip terapi utama adalah

terapi suportif. Pemeliharaan cairan sirkulasi merupakan hal terpenting dalam

11

Page 12: Laporan Kasus DBD Ade

penanganan kasus DBD. Asupan cairan, terutama melalui oral, harus

dipertahankan. Jika tidak bisa, maka diperlukan suplemen cairan melalui jalur

intravena.2,3 Menurut WHO 2009, berdasarkan manifestasi klinis dan kondisi

lainnya, pasien dapat dibagi tiga kategori: rawat jalan (kelompok A),

membutuhkan penanganan di rumah sakit/rawat inap (kelompok B), dan

membutuhkan penanganan emergensi atau urgensi (kelompok C).4

Kelompok-A 4

Pasien yang termasuk dalam kelompok ini adalah yang dapat dimotivasi

untuk minum secara adekuat, masih dapat berkemih setidaknya sekali tiap enam

jam, dan tidak mempunyai warning signs, khususnya saat demam mereda.

Pasien rawat jalan harus diobservasi setiap hari untuk mencegah progresi

hingga melewati periode kritis. Pasien dengan Ht stabil dapat dipulangkan setelah

dirawat dan diberikan edukasi untuk segera kembali ke rumah sakit apabila

warning signs muncul. Apabila warning signs muncul maka tindakan selanjutnya

adalah:

Memotivasi minum oral rehydration solution (ORS), jus buah, dan cairan

lain yang mengandung elektrolit dan gula untuk mengganti cairan yang

hilang akibat demam.

Memberikan parasetamol bila pasien merasa tidak nyaman akibat demam.

Interval pemberian parasetamol sebaiknya tidak kurang dari enam jam.

Petugas kesehatan harus setiap hari memantau temperatur, asupan dan

keluaran cairan, urin output (volume dan frekuensi), warning signs, tanda

perembesan plasma atau perdarahan, hematokrit, jumlah leukosit, dan

trombosit (kelompok-B).

Kelompok-B4

Pasien harus dirawat inap untuk observasi ketat, khususnya pada fase

kritis. Kriteria rawat pasien DBD adalah:4

1. Adanya warning signs

2. Terdapat tanda dan gejala hipotensi: dehidrasi, tidak dapat minum,

hipotensi postural, berkeringat sedikit, pingsan, ekstremitas dingin.

12

Page 13: Laporan Kasus DBD Ade

3. Perdarahan

4. Gangguan organ: ginjal, hepar (hati membesar dan nyeri walaupun tidak

syok), neurologis, kardiak (nyeri dada, gangguan napas, sianosis).

5. Adanya peningkatan Ht, efusi pleura, atau asites

6. Kondisi penyerta: hamil, DM, hipertensi, ulus peptikum, anemia

hemolitik, overweight/ obese, bayi, dan usia tua

7. Kondisi sosial: tinggal sendiri, jauh dari pelayanan kesehatan tanpa

transpor memadai.

Apabila pasien memiliki warning signs maka hal yang harus dilakukan adalah:

Periksa Ht sebelum pemberian cairan. Berikan larutan isotonik seperti

normosalin 0,9%, RL. Mulai dari 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam, lalu

kurangi menjadi 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam, dan kurangi lagi menjadi

2-3 ml/kg/jam atau kurang sesuai respon klinis.

Nilai kembali status klinis, ulangi Ht. Bila Ht sama atau meningkat sedikit,

lanjutkan dengan jumlah sama (2-3 ml/kg/jam) selama 2-4 jam. Bila tanda

vital memburuk dan Ht meningkat drastis, tingkatkan pemberian cairan 5–

10 ml/kg/jam selama 1-2 jam. Nilai kembali status klinis, ulang Ht, dan

periksa kecepatan cairan infus berkala.

Berikan volume intravena minimum untuk menjaga perfusi dan urin

output 0,5 ml/kg/jam selama 24-48 jam. Kurangi jumlah cairan infus

berkala saat kebocoran plasma berkurang, yakni saat akhir fase kritis. Hal

ini bisa diketahui dari urin output dan/atau asupan minum cukup dan Ht

menurun.

Pasien dengan warning signs harus diobservasi hingga fase kritis lewat.

Parameter yang harus dimonitor adalah tanda vital dan perfusi perifer (tiap

1-4 jam hingga lewat fase kritis), urin output (tiap 4-6 jam), Ht (sebelum

dan setelah pemberian cairan, selanjutnya tiap 6-12 jam), glukosa darah,

dan fungsi organ sesuai indikasi.

Pada pasien tanpa warning signs, hal berikut harus dilakukan:

Motivasi minum. Jika tidak bisa, mulai infus intravena dengan NS 0,9%

atau RL dengan atau tanpa dekstrosa dengan dosis pemeliharaan. Untuk

13

Page 14: Laporan Kasus DBD Ade

pasien obese atau overweight digunakan dosis sesuai berat ideal. Berikan

volume minimum untuk memelihara perfusi dan urine output selama 24-

48 jam.

Pasien harus dimonitor: temperatur, asupan dan keluaran cairan, urin

output (volume dan frekuensi), warning signs, hematokrit, leukosit, dan

trombosit. Pemeriksaan laboratorium lain dapat dilakukan sesuai indikasi.

Kelompok-C4

Pasien membutuhkan tatalaksana emergensi dan urgensi apabila

mengalami DBD berat untuk memudahkan akses intensif dan transfusi darah.

Resusitasi cairan dengan kristaloid isotonik secepatnya sangat penting untuk

menjaga volume ekstravaskular saat periode kebocoran plasma atau larutan koloid

pada keadaan syok hipotensi. Pantau nilai Ht sebelum dan sesudah resusitasi.

Tujuan akhir resusitasi cairan adalah meningkatkan sirkulasi sentral dan perifer

(takikardia berkurang, tekanan darah dan nadi meningkat, ekstremitas tidak pucat

dan hangat, dan CRT <2 detik) dan meningkatkan perfusi organ (level kesadaran

membaik, urin output >0,5 ml/kg/jam, asidosis metabolik menurun).

14

Page 15: Laporan Kasus DBD Ade

Terapi pada Pasien Syok Terkompensasi

Gambar-6. Algoritma Pasien Syok Terkompensasi4

15

Page 16: Laporan Kasus DBD Ade

Terapi pada Syok Hipotensi

Gambar 7. Algoritma Pasien Syok Hipotensi 4

16

Page 17: Laporan Kasus DBD Ade

2.2.7. Indikasi Pulang Pasien DBD

Pasien dapat pulang apabila memenuhi semua kriteria berikut:4

Klinis:

o Bebas demam selama minimal 48 jam

o Terdapat perbaikan ststus klinis (keadaan umum baik, nafsu makan

makan membaik, status hemodinamik stabil, urine output normal, tidak

ada gangguan pernapasan)

Laboratoris:

o Peningkatan jumlah trombosit

o Hematokrit stabil tanpa cairan intravena

17

Page 18: Laporan Kasus DBD Ade

STATUS PENDERITA

I.Anamnesis

Identitas

Nama Lengkap : Nn. S

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 23 thn

Suku Bangsa : Bugis

A g a m a : islam

Pekerjaan : Pelajar

Alamat : BTP blok AD Makassar

Tanggal masuk : 28 oktober 2013

Pukul : 05.05 WITA

Riwayat Penyakit

Keluhan utama : Demam

Anamnesis terpimpin :

Keluhan dialami sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam

dirasakan terus menerus dan hanya reda ketika minum obat penurun panas. Pada

saat demam hari ke 2 OSI masuk ke RS di Bandung dan dirawat selama dua hari.

Di RS di Bandung OSI didiagnosis dengan DBD, saat itu OSI diberi tahu

trombositnya 142.000. OSI tiba di Makassar minggu malam dan masih demam.

Sakit kepala (+), tidak terus menerus, pusing (+). Batuk (-), dahak (-).

Mual(+), muntah (-), NUH (+), riwayat sering nyeri uluhati (+), OSI sering

mengkonsumsi promag bila nyeri ulu hati. Riwayat mimisan (-), riwayat gusi

berdarah (+) bila menggosok gigi. Saat ini OSI sedang menstruasi hari ke dua,

lebih cepat dari jadwal biasanya (terakhir menstruasi akhir bulan oktober) darah

yang kelua lebih banyak dari biasanya. OSI mengeluh nyeri diseluruh badan dan

tulang.

Riwayat keluar kota (+), OSI satu tahun terakhir menetap di Bandung karena

kuliah.

BAB : belum hari ini, kemarin 1x biasa,

BAK : Lancar, kuning.

18

Page 19: Laporan Kasus DBD Ade

warna kuning, padat.

Riwayat Penyakit sekarang

Riwayat Demam Berdarah Dengue (-)

Riwayat pengobatan (+), dengan Paracetamol yang didapat dari RS di Bandung

Riwayat opname selama 2 hari yang lalu di RS Bandung dengan trombosit :

142.000. NS1 positif

Riwayat penyakit terdahulu

Tidak ada

Riwayat keluarga dan lingkungan menderita penyakit yang sama tidak ada

Riwayat penyakit darah (-), riwayat Hepatitis (-), riwayat transfusi darah (-).

Riwayat Penyakit Keluarga

Dalam keluarga tidak ada yang menderita sakit seperti ini.

Tetangga dan orang sekitar rumah tidak ada yang menderita penyakit seperti ini.

II.Pemeriksaan Fisik (Tanggal 28 oktober 2013)

Status Present

- Keadaan umum : Tampak sakit sedang

- Kesadaran : Compos mentis

- Sakit Sedang / Gizi Cukup / Sadar

- Tekanan darah : 90/60 mmHg BB : 43 kg

- Nadi : 80 x/menit TB : 149 cm

- Respirasi : 20 x/menit IMT: 19,36

- Suhu : 36,80 C

STATUS GENERALIS

Kepala

- Bentuk : Normal, simetris

- Rambut : Hitam, lurus, distribusi merata, tidak mudah dicabut

- Muka : Bulat, simetris

Mata

Eksoptalmus/Enoptalmus : (-)

Gerakan : ke segala arah

Tekanan bola mata : dalam batas normal

19

Page 20: Laporan Kasus DBD Ade

Kelopak Mata : edema palpebra (-)

Konjungtiva : anemis (-)

Sklera : ikterus (-)

Kornea : jernih

Pupil : bulat, isokor 2,5mm/2,5 Reflex cahaya +/+

Telinga

Pendengaran : dalam batas normal

Tophi : (-)

Nyeri tekan di prosesus mastoideus : (-)

Hidung

Perdarahan : (-)

Sekret : (-)

Mulut

Bibir : pucat (-), kering (-)

Lidah : kotor (-),tremor (-), hiperemis (-)

Tonsil : T1 – T1, hiperemis (-)

Faring : hiperemis (-),

Gigi geligi : caries (-)

Gusi :perdarahan gusi (-)

LEHER

- Trakhea : Di tengah

- KGB : Tidak ada pembesaran

- JVP : R-1 cm H2O

THORAKS

- Bentuk : Normal, simetris

- Retraksi suprasternal : (-)

- Retraksi interkostal : (-)

JANTUNG

- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

- Palpasi : Iktus kordis teraba sela iga IV garis midlavikula kiri

- Perkusi : Batas atas sela iga II garis parasternal kiri

20

Page 21: Laporan Kasus DBD Ade

Batas kanan sela iga IV garis parasternal kanan

Batas kiri sela iga IV garis midklavikula

- Auskultasi : Bunyi jantung I – II normal, reguler, murmur (-)

PARU

- Inspeksi : Bentuk dan pergerakan hemitoraks kiri sama dengan kanan

- Palpasi : Fremitus taktil dan vokal hemitoraks kiri sama dengan kanan

- Perkusi : Sonor

- Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

ABDOMEN

- Inspeksi : Datar, simetris

- Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)

- Perkusi : Timpani

- Auskultasi : Peristaltik (+) normal

GENITALIA EKSTERNA

- Kelamin : Edema vulva (-)

EKSTREMITAS 

- Superior : Akral hangat, uji tourniqet (+) di tangan kiri.

- Inferior : Akral hangat, petechie (+) dikedua paha dan betis.

III. Laboratorium (Tanggal 28 0ktober 2013) 

IV. ASSESMENT :

21

Jenis Pemerikaan Hasil (28/10/2013) Nilai Rujukan

DARAH

RUTIN

WBC 1.54x103/uL 4 - 10 x 103/uL

RBC 5.01x106/uL 4–6 x 106/uL

HGB 14,4 g/dL 12 - 18 g/dL

HCT 39.4% 37 – 48%

PLT 52x 103/uL 150-400x103/uL

KIMIA

DARAH

SGOT 77 U/L <38 U/L

SGPT 32 U/L <41 U/L

FUNGSI

GINJAL

Ureum 14 mg/dL 10-50 mg/dL

Creatinin 0.6 mg/dL L(<1.3), P(<1.1)

IgM

IgG

Positif

Negatif

Page 22: Laporan Kasus DBD Ade

DHF Grade II

V. PLANNING

Pengobatan :

Banyak minum 1,3- 1,5 liter / hari.

IVFD NaCl 0,9% :

Jam pertama- kedua : 6ml/kgbb/jam = 258 ml/kgbb/jam = 86 tpm => 88 tpm

Jam kedua – jam keempat: 4ml/kgBB/jam=172ml/kgbb/jam=57,33=> 60 tpm

Jam keempat-jam keenam: 2ml/kgBB/jam=129 ml/kgbb/jam=28,67=> 28tpm

Paracetamol 500 mg 3 x 1

Domperidone 10 mg 3x1

Rencana :

Awasi tanda vital dan manifestasi perdarahan

Foto thorax

PROGNOSA

- Quo ad vitam : dubia ad bonam

- Quo ad functionam : dubia ad bonam

- Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

FOLLOW UP

TANGGAL PERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI DOKTER

29/10/2013 S :

Demam (-), bebas demam hari ke 2,

sakit kepala (-), pusing (-), batuk (+),

sesak (-), nyeri dada (-), mual (+),

nyeri ulu hati (-).

Haid hari ke 3

BAK : lancar, kuning

BAB : belum 2 hari ini.

O :

SS/GC/CM

TD : 100/60 mmhg

N : 80 x/menit

P :

- Banyak minum 1,3-1,5 liter

- IVFD NaCl 0,9 % => 28 tpm

- Paracetamol 500 mg 3x1 (kp)

- Domperidone 3x10 mg

22

Page 23: Laporan Kasus DBD Ade

P : 20 x/menit

S : 36,6°C

Anemis -/-, ikterus -/-.

MT(-), NT(-), DVS R-1cmH2O

Pembesaran KGB (-).

BP : vesikuler,

BT : Rh -/-, Wh -/-

BJ : I/II murni regular

Peristaltik (+) kesan N,

Hepar : tidak teraba

Lien : tidak teraba

Ext : remple leede (+) di tangan

kiri, peteki (+) di kedua paha dan

betis.

Hasil Lab :

WBC : 6.23 x 103/uL

RBC : 4.68 x 106/uL

HCT : 36,9 %

HGB : 13,2 g/dL

PLT : 23.000

A :DHF grade II

30/10/2013 S :

Demam (-) bebas demam hari ke 3,

riwayat demam 4 hari. Sakit kepala

(-), pusing (-). Batuk (+), dahak (-)

sesak (-), nyeri dada (-). Mual (+),

muntah (-), nyeri perut (+) nyeri ulu

hati (-).

Haid hari ke 4

BAK : lancar, kuning

P :

- Banyak minum 1,3-1,5 liter

- IVFD NaCl 0,9 % => 28 tpm

- Paracetamol 500 mg 3x1(kp)

- Domperidone 3x10 mg

23

Page 24: Laporan Kasus DBD Ade

BAB : biasa, warna kuning.

O :

SS/GC/CM

TD : 100/70 mmhg

N : 80 x/menit

P : 20 x/menit

S : 36,5°C

Anemis -/-, ikterus -/-,

konjungtivitis (+)

MT(-), NT(-), DVS R-1cmH2O

Pembesaran KGB (-).

BP : vesikuler,

BT : Rh -/-, Wh -/-

BJ : I/II murni regular

Peristaltik (+) kesan N,

Hepar : tidak teraba

Lien : tidak teraba

Ext : remple leede (+) di tangan

kiri, peteki (+) di seluruh tubuh.

Hasil RT :

Sfingter mencekik, mukosa licin,

ampulla kosong, darah (-).

Hasil Lab :

WBC : 7.0 x 103/uL

RBC : 4.54 x 106/uL

HCT : 36,2 %

HGB : 12,7 g/dL

PLT : 27000

A :DHF grade II

31/10/2013 S : P :

24

Page 25: Laporan Kasus DBD Ade

Demam (-) bebas demam hari ke 4,

riwayat demam 4 hari. Sakit kepala

(-), pusing (-). Batuk (-), dahak (-)

sesak (-), nyeri dada (-). Mual (-),

muntah (-), nyeri perut (-) nyeri ulu

hati (-).

Haid hari ke 5

OSI kuat minum.

BAK : biasa, lancar

BAB : biasa, kesan normal

O :

SS/GC/CM

TD : 110/80 mmhg

N : 72 x/menit

P : 20 x/menit

S : 36,5°C

Anemis -/-, ikterus -/-.

MT(-), NT(-), DVS R-1cmH2O

Pembesaran KGB (-).

BP : vesikuler,

BT : Rh -/-, Wh -/-

BJ : I/II murni regular

Peristaltik (+) kesan N,

Hepar : tidak teraba

Lien : tidak teraba

Ext : peteki (+) di seluruh tubuh

Hasil Lab :

WBC : 4.2 x 103/uL

RBC : 4.22 x 106/uL

HCT : 34.9 %

HGB : 11,9 g/dL

- Banyak minum 1,3-1,5 liter

- IVFD NaCl 0,9 % => 28 tpm

- Paracetamol 500 mg 3x1 (kp)

25

Page 26: Laporan Kasus DBD Ade

PLT : 54000

A :DHF grade II

01/11/2013 S :

Demam (-) bebas demam hari ke 5,

riwayat demam 4 hari. Sakit kepala

(-), pusing (-). Batuk (-), dahak (-)

sesak (-), nyeri dada (-). Mual (+),

muntah (-), nyeri perut (-) nyeri ulu

hati (-).

Haid hari ke 6

OSI kuat makan dan minum.

BAK : biasa, lancar

BAB : biasa, kesan normal

O :

SS/GC/CM

TD : 110/70 mmhg

N : 80 x/menit

P : 20 x/menit

S : 36,5 °C

Anemis -/-, ikterus -/-.

MT(-), NT(-), DVS R-1cmH2O

Pembesaran KGB (-).

BP : vesikuler,

BT : Rh -/-, Wh -/-

BJ : I/II murni regular

Peristaltik (+) kesan N,

Hepar : tidak teraba

Lien : tidak teraba

Ext : peteki (+) di seluruh tubuh

Hasil Lab :

P :

- Banyak minum 1,3-1,5 liter

- IVFD NaCl 0,9 % => 28 tpm

- Paracetamol 500 mg 3x1 (kp)

- Domperidone 3x10 mg

26

Page 27: Laporan Kasus DBD Ade

WBC : 4.3 x 103/uL

RBC : 4.20 x 106/uL

HCT : 34.3 %

HGB : 11,6 g/dL

PLT : 124.000

A :DHF grade II

02/11/2013 S :

Demam (-) bebas demam hari ke 6,

riwayat demam 4 hari. Sakit kepala

(-), pusing (-). Batuk (-), dahak (-)

sesak (-), nyeri dada (-). Mual (-),

muntah (-), nyeri perut (-) nyeri ulu

hati (-).

Haid hari ke 7

OSI kuat makan dan minum.

BAK : biasa, lancar

BAB : biasa, kesan normal

O :

SS/GC/CM

TD : 110/70 mmhg

N : 80 x/menit

P : 20 x/menit

S : 36,5 °C

Anemis -/-, ikterus -/-.

MT(-), NT(-), DVS R-1cmH2O

Pembesaran KGB (-).

BP : vesikuler,

BT : Rh -/-, Wh -/-

BJ : I/II murni regular

Peristaltik (+) kesan N,

P :

- Banyak minum 1,3-1,5 liter

- Aff infus

- Paracetamol 500 mg 3x1(jika

demam)

27

Page 28: Laporan Kasus DBD Ade

Hepar : tidak teraba

Lien : tidak teraba

Ext : peteki (+) di seluruh tubuh

A :DHF grade II

VI. RESUME

Seorang perempuan berumur 23 tahun masuk rumah sakit dengan demam.

Demam dialami sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, saat ini hari ke 5.

Demam dirasakan terus menerus dan hanya reda ketika minum obat penurun

panas. Pada saat demam hari ke 2 OSI masuk ke RS di Bandung dan dirawat

selama dua hari. Di RS di Bandung OSI didiagnosis dengan DBD, saat itu OSI

diberi tahu trombositnya 142.000. OSI tiba di Makassar minggu malam dan masih

demam.

Sakit kepala (+), tidak terus menerus, pusing (+). Mual(+), NUH (+),

riwayat sering nyeri uluhati (+), OSI sering mengkonsumsi promag bila nyeri ulu

hati. Riwayat gusi berdarah (+) bila menggosok gigi. Saat ini OSI sedang

menstruasi hari ke dua, lebih cepat dari jadwal biasanya (terakhir menstruasi akhir

bulan oktober) darah yang kelua lebih banyak dari biasanya. OSI mengeluh nyeri

diseluruh badan dan tulang. BAK : Lancar, kuning. BAB : belum hari ini, kemarin

1x biasa, warna kuning, padat.

Riwayat pengobatan (+), dengan Paracetamol yang didapat dari RS di

Bandung Riwayat opname selama 2 hari yang lalu di RS Bandung dengan

trombosit : 142.000 dan NS1 positif.

Pada pemeriksaan fisis ditemukan keadaan umum tampak sakit sedang,

kesadaran Compos mentis, tekanan darah 90/60 mmhg, nadi 80 x/menit, respirasi

20x/menit, suhu 36,8ºC. Ekstremitas akral hangat, uji tourniqet (+) pada tangan

kiri, petechie (+) pada kedua paha dan betis.

Pada pemeriksaan penunjang diperoleh hasil Laboratorium IgM positif,

trombosit pada pemeriksaan pertama 52.000, kedua 23.000, ketiga 27.000,

keempat 54.000 dan pemeriksaan kelima 124.000.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang

telah dilakukan, maka pasien didiagnosis DBD grade II.

28

Page 29: Laporan Kasus DBD Ade

BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien ini datang dengan keluhan demam yang dialami 4 hari sebelum

masuk Rumah Sakit. Demam dirasakan terus menerus dan hanya reda ketika

minum obat penurun panas. Pada pasien juga terdapat gejala klinis tidak khas

seperti lemas, nyeri kepala, mual dan nyeri ulu hati. Pasien juga memiliki riwayat

gusi berdarah pada saat gosok gigi. Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan

keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran Compos mentis, tekanan darah

90/60 mmhg, nadi 80 x/menit, respirasi 20x/menit, suhu 36,8ºC. Ekstremitas akral

hangat, uji tourniqet (+) pada tangan kiri, petechie (+) pada kedua paha dan betis.

Menurut WHO 2009, kriteria sugestif untuk mengetahui kasus tersangka

DBD adalah adanya riwayat demam lebih dari tiga hari, jumlah leukosit rendah

atau menurun, dan/atau trombositopenia ± uji torniquet positif. Berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium, pasien ini memenuhi semua

kriteria tersebut sehingga dapat dipikirkan pasien ini tersangka DBD.

Uji torniquet merupakan tanda peningkatan fragilitas kapiler. Uji torniquet

pada pasien ini bermanfaat dan perlu dilakukan karena pada pasien ini terdapat

gejala dan tanda klinis yang mengarah DBD dan uji torniquet memberikan hasil

positif pada 70,2% di awal perjalanan penyakit. Uji torniquet dinyatakan positif

bila terdapat lebih dari 10 petekie dalam diameter 2,8 cm (1 inci persegi) di lengan

bawah bagian depan (volar) termasuk pada lipatan siku (fossa cubiti) saat

diberikan tekanan diantara sistolik dan diastolik pada lengan atas pasien selama 5

menit.

Pasien ini juga memenuhi 4 kriteria diagnosis DBD yang ditetapkan WHO

1997, antara lain:

1. Demam yang berlangsung 2-7 hari dan sifatnya bifasik (tinggi pada hari-

hari pertama dan membaik pada hari-hari selanjutnya). Pasien ini

mengalami demam selama 4 hari dan hanya membaik jika minum obat

penurun panas. Selanjutnya pasien sudah tidak demam lagi (demam

bersifat bifasik).

29

Page 30: Laporan Kasus DBD Ade

2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan. Pada pasien didapatkan uji

Rumple Leed positif, dan terdapat tanda perdarahan spontan yaitu peteki

pada kedua paha dan betis. Serta perdarahan terprofokasi yaitu riwayat

perdarahan gusi saat gosok gigi.

3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000). Pada pasien ini terdapat

trombositopenia dari pada pemeriksaan pertama 52.000, kedua 23.000,

ketiga 27.000, keempat 54.000 dan pemeriksaan kelima 124.000. Keadaan

trombositopenia pada pasien ini disebabkan oleh penghancuran trombosit

oleh sistem retikuloendotelial karena terjadi agregasi trombosit.

4. Terdapat tanda-tanda kebocoran plasma. Pada pasien ini tidak terdapat

tanda klinis kebocoran plasma seperti asites dan efusi pleura. Namun,

tanda kebocoran plasma dapat diketahui dari hasil pemeriksaan

laboratorium. Penilaian kebocoran plasma juga dapat ditandai dengan

adanya leukopenia progresif disertai penurunan jumlah platelet yang cepat.

Pada pasien ini terdapat leukopenia yang terjadi sebanding dengan derajat

leukopenia:

Tanggal Trombosit Leukosit

28 oktober 2013 52.000 1.540

29 oktober 2013 23.000 6.230

30 oktober 2013 27.000 7.000

31 oktober 2013 54.000 4.200

1 november 2013 124.000 4.300

Selanjutnya, menurut WHO 1997, derajat spektrum klinis pasien ini

adalah DBD derajat II, karena terdapat tanda perdarahan spontan berupa peteki

pada kedua betis dan paha.

Menurut WHO 2009, berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik

dan/atau darah lengkap dan hematokrit, diagnosis DBD ditegakkan dengan

melihat fase penyakit (febris, kritis, atau penyembuhan), menentukan adanya

warning signs, hidrasi, dan status hemodinamik pasien, serta apakah pasien

memerlukan rawat inap.

30

Page 31: Laporan Kasus DBD Ade

Pasien ini sedang berada pada hari ke-5 dan tekanan darah saat masuk

90/60 mmHg. Pasien juga memiliki warning sign berupa nyeri abdomen, mual

persisten, dan penurunan trombosit. Pasien ini memerlukan rawat inap atas dasar

adanya warning signs

Untuk membuktikan etiologi DBD, pada pasien ini telah dilakukan

pemeriksaan NS 1 dan hasilnya positif sedangkan serologi anti Ig-M dan Ig-G dan

hasilnya keduanya negatif. Pada infeksi primer, antibodi IgM dapat terdeteksi

pada hari kelima setelah onset penyakit, yakni setelah jumlah virus dalam darah

berkurang. Kadar IgM meningkat dengan cepat dan mencapai puncaknya dalam 2

minggu dan menurun hingga tak terdeteksi lagi setelah 2-3 bulan. Antibodi IgG

muncul beberapa hari setelah IgM dan pada infeksi primer, produksi IgG lebih

rendah dibandingkan IgM, namun dapat bertahan beberapa tahun dalam sirkulasi,

bahkan seumur hidup. Sedangkan pada infeksi sekunder, kadar IgG meningkat

lebih banyak dibandingkan IgM dan muncul sebelum atau bersamaan dengan

IgM. IgG merupakan antibodi predominan pada infeksi sekunder.

Dengan menggunakan kriteria WHO 1997 dan 2009 serta didukung hasil

NS 1 positif maka diagnosis DBD pada pasien ini dapat ditegakkan.

Setelah diagnosis ditegakkan maka langkah selanjutnya adalah

menentukan tatalaksana yang sesuai untuk pasien. Menurut WHO 2009, pasien ini

masuk dalam kelompok-B dengan warning signs. Tatalaksana untuk keadaan ini

harus dirawat inap untuk observasi ketat, khususnya fase kritis.

Menurut protokol WHO 2009 untuk pasien dengan warning signs periksa

Ht sebelum pemberian cairan. Berikan larutan isotonik seperti normosalin 0,9%,

RL. Mulai dari 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam, lalu kurangi menjadi 3-5 ml/kg/jam

selama 2-4 jam, dan kurangi lagi menjadi 2-3 ml/kg/jam atau kurang sesuai

respon klinis. Nilai kembali status klinis, ulangi Ht. Bila Ht sama atau meningkat

sedikit, lanjutkan dengan jumlah sama (2-3 ml/kg/jam) selama 2-4 jam. Bila tanda

vital memburuk dan Ht meningkat drastis, tingkatkan pemberian cairan 5–10

ml/kg/jam selama 1-2 jam. Nilai kembali status klinis, ulang Ht, dan periksa

kecepatan cairan infus berkala. Berikan volume intravena minimum untuk

menjaga perfusi dan urin output 0,5 ml/kg/jam selama 24-48 jam. Kurangi jumlah

31

Page 32: Laporan Kasus DBD Ade

cairan infus berkala saat kebocoran plasma berkurang, yakni saat akhir fase kritis.

Hal ini bisa diketahui dari urin output dan/atau asupan minum cukup dan Ht

menurun. Pasien dengan warning signs harus diobservasi hingga fase kritis lewat.

Parameter yang harus dimonitor adalah tanda vital dan perfusi perifer (tiap 1-4

jam hingga lewat fase kritis), urin output (tiap 4-6 jam), Ht (sebelum dan setelah

pemberian cairan, selanjutnya tiap 6-12 jam), glukosa darah, dan fungsi organ

sesuai indikasi.

Hal yang kurang sesuai dalam penatalaksanaan pasien ini sesuai protokol

WHO 2009 antara lain tidak dilakukan pencatatan diuresis dan perhitungan

hematokrit pada 6 jam setelah pemberian terapi cairan. Urin output dan

hematokrit perlu dicatat untuk memantau respon klinis pasien terhadap terapi dan

menentukan jumlah cairan yang akan diberikan kepada pasien selanjutnya.

Pada pasien ini memiliki berat badan 43 kg diberikan larutan isotonik

NaCl 0,9% mulai dari:

Jam pertama- kedua : 6ml/kgbb/jam = 258 ml/kgbb/jam. jumlah tetesan =

keb . cairan x jnsinfuslama pmberian ( jam ) x 60(menit) =

258 ml x201 jam x 60 menit

= 86 tpm => 88 tpm.

Status klinis membaik.

Jam kedua – jam keempat: 4ml/kgBB/jam = 172ml/kgbb/jam. jumlah tetesan

= 172 ml x20

1 jam x 60 menit = 57,33 tpm => 60 tpm. Status klinis membaik

Jam keempat-jam keenam: 2ml/kgBB/jam = 129 ml/kgbb/jam jumlah tetesan

= 129 ml x20

1 jam x 60 menit = 28,67tpm => 28 tpm. Nilai kembali status klinis, ulangi

Ht. Kebutuhan cairan maintenence yang dibutuhkan

Pasien ini memiliki berat badan 43 kg dan berusia kurang dari 50 tahun,

jadi kebutuhan cairan rumatan adalah 1500 + {20 (BB-20)} = 1500 + {20(23)} =

1500 + 460 = 1960 ml/kgbb .Jumlah tetesan maintenence yang diberikan dalam

24 jam = keb . cairan x jnsinfus

lama pmberian ( jam ) x 60(menit) = 1960 ml x 20

24 jam x 60 me nit = 27,22 tpm =>

28 tpm. Sedangkan untuk kebutuhan cairan sehari-hari, orang dewasa berumur

32

Page 33: Laporan Kasus DBD Ade

<50 tahun diberikan 30-35ml/kgbb/hari. Sehingga pasien berumur 23 tahun

dengan BB 43kg dianjurkan minum 1290 – 1505 ml setiap hari.

Selain pemberian cairan, pada pasien juga diberikan terapi simtomatik

yakni parasetamol 3 x 500 mg bila demam dan domperidon 3 x 10 mg

Domperidon bersifat antiemetik yang disebabkan kombinasi efek periferal

(gastrokinetik) dan antagonis terhadap reseptor dopamin di chemoreceptor trigger

zonhatie

Pasien ini sudah bisa dipulangkan pada hari keenam karena sudah bebas

demam selama 6 hari, terdapat perbaikan status klinis (keadaan umum baik, nafsu

makan membaik, status hemodinamik stabil, tidak ada gangguan pernapasan),

jumlah trombosit sejak hari kelima perawatan terus meningkat.

33

Page 34: Laporan Kasus DBD Ade

BAB V

KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan

Pada pasien ini didiagnosis DBD berdasarkan adanya demam akut 2-7 hari

pola bifasik, terdapat mainfestasi perdarahan spontan peteki pada kedua paha dan

betis dan uji Rumple Leed positif, dan trombositopenia. Pemeriksaan NS1 dan

IgM positif. Pasien ini mengalami DBD grade II dan adanya warning signs

menjadi indikasi rawat bagi pasien ini.

5.2. Saran

Prinsip tatalaksana utama DBD grade II adalah pemberian terapi suportif

dengan resusitasi cairan. Jumlah pemberian cairan harus disesuaikan dengan

keadaan klinis pasien dan mencegah terjadinya overload cairan karena justru akan

menimbulkan komplikasi. Prinsip pemberian cairan yang efektif sebaiknya

disesuaikan dengan protokol yang dikeluarkan WHO tahun 2009. Namun,

terdapat kekurangsesuaian antara penatalaksanaan pasien ini dengan protokol

berdasarkan WHO 2009, antara lain tidak dilakukan pencatatan diuresis dan

pemeriksaan hematokrit saat 6 jam pertama setelah pemberian terapi cairan.

34

Page 35: Laporan Kasus DBD Ade

DAFTAR PUSTAKA

1. Maria I, Hasanuddin I, Makmur S. Faktor Resiko Kejadian Demam

Berdarah Dengue (DBD) di Kota Makassar Tahun 2013. Diunduh

dari: http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/5820

2. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue

Dalam: Sudoyo, A. et.al. (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

Jilid III. Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI, 2009.p.2773-9

3. Chen K, Pohan HT, Sinto R. Diagnosis dan Terapi Cairan pada Demam

Berdarah Dengue. Medicines 2009:22;1.

4. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention, and Control.

World Health Organization, 2009. Diunduh dari

http://whqlibdoc.who.int/publications/2009/9789241547871_eng.pdf

5. Infections Caused by Arthropod- and Rodent-Borne Viruses.

In: Braunwald, et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17 th

ed. USA: McGraw Hill Companies, 2008.

6. Eltahir Research Group. Dengue Mosquito Climate Change Climate

Change and Resurgence of Mosquito-borne Viral Diseases. Diunduh

dari http://eltahir.mit.edu/tags/dengue-mosquito-climate-change

7. Fact Sheet on Dengue and Dengue haemorrhagic fever. World Health

Organization Sudan, 2005. Diunduh dari

www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/

8. Comprehensive Guidlines for Prevention and Control of Dengue and

Dengue Haemorrhagic Fever. India. 2011. Diunduh dari

http://www.searo.who.int/entity/vector_borne_tropical_diseases/doc

uments/SEAROTPS60/en/index.html

35