laporan kasus dbd ade
DESCRIPTION
hhhahaahahTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah salah satu penyakit
menular yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan dari seorang kepada
orang lain melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.Demam
berdarah dengue adalah permasalahan pokok di seluruh dunia. WHO melaporkan
bahwa 2,5-3 juta manusia berisiko terhadap penyakit ini. Penyakit demam
berdarah merupakan penyakit yang berbasis perkotaan namun mulai meluas ke
pedesaan. Pada setiap kasus demam berdarah rata-rata kematian mencapai 5% dari
semua kasus. Penyakit Demam Berdarah bahkan menjadi wabah 5 tahunan yang
terakhir terjadi pada tahun 2003/2004. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968
hingga tahun 2009 World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia
sebagai negara dengan kasus Demam Berdarah tertinggi di Asia Tenggara. Dari
jumlah keseluruhan kasus tersebut, sekitar 95% terjadi pada anak di bawah 15
tahun. Tahun 2007 jumlah kasus DBD di Indonesia sebanyak 158.115, tahun 2008
sebanyak 137.469 kasus, tahun 2009 sebanyak 158.912 kasus dengan kota
terjangkit sebanyak 382 kota.1
Kejadian DBD di Kota Makassar mulai dari tahun 2002-2012 cenderung
naik turun. Angka tertinggi kejadian DBD terjadi pada tahun 2002 dengan jumlah
kasus 1445 penderita. Kasus tertinggi di Kecamatan Rappocini kemudian disusul
Kecamatan Panakukang. Pada tahun 2003 jumlah kasus 1154, tahun 2004
menurun drastis menjadi 637 kasus tapi melonjak naik pada tahun 2005 yaitu 892
kasus (meninggal 32 orang) jumlah kematian tertinggi jika dilihat dari tahun
2002-2012. Angka kematian dapat ditekan menjadi 6 orang dari 852 penderita
pada tahun 2006. Tahun 2007 jumlah kasus DBD di Kota Makassar yaitu
sebanyak 457 kasus, tahun 2008 sebanyak 265 kasus, tahun 2009 sebanyak 256
kasus, tahun 2010 sebanyak 185 kasus, tahun 2011 sebanyak 85 kasus, dan pada
tahun 2012 sebanyak 86 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 2 kasus.1
Faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit demam berdarah dengue
antara lain faktor host, lingkungan, serta faktor virusnya sendiri. Faktor
1
lingkungan merupakan salah satu faktor penting yang berkaitan dengan terjadinya
infeksi dengue. Lingkungan pemukiman sangat besar peranannya dalam
penyebaran penyakit menular. Kondisi perumahan yang tidak memenuhi syarat
rumah sehat apabila dilihat dari kondisi kesehatan lingkungan akan berdampak
pada masyarakat itu sendiri. Dampaknya dilihat dari terjadinya suatu penyakit
yang berbasis lingkungan yang dapat menular.1,2
Pasien DBD yang datang ke unit gawat darurat bervariasi dari infeksi
ringan hingga berat disertai tanda-tanda perdarahan spontan masif dan syok.
Diagnosis harus ditetapkan secara cepat dan pentalaksanaan pada keadaan ini
tentu harus dilakukan sesegera mungkin. Hingga saat ini penatalaksanaan DBD
belum ada yang spesifik dan hanya dilakukan terapi suportif yaitu dengan
penggantian cairan. Dengan memahami patogenesis, perjalanan penyakit,
gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium, diharapkan penatalaksanaan dapat
dilakukan secara efektif dan efisien.2,3
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Infeksi Dengue
2.1.1. Virus Dengue
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit demam akut yang
disebabkan oleh virus dengue yang sekarang lebih dikenal sebagai genus
Flavivirus. Virus ini memiliki empat jenis serotipe yakni DEN-1, DEN-2, DEN-3,
dan DEN-4. Antibodi yang terbentuk dari infeksi salah satu jenis serotipe tidak
memberikan perlindungan yang memadai untuk serotipe lain. Serotipe DEN-3
merupakan serotipe yang dominan dan paling banyak menimbulkan manifestasi
klinis yang berat.2,3,4,5
Virus dengue ditularkan kepada manusia terutama melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypti. Nyamuk aedes dapat mengandung virus dengue pada saat
menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yakni dua hari sebelum
panas hingga 5 hari setelah demam timbul. Virus yang terdapat pada kelenjar liur
kemudian berkembang biak dalam waktu 8-10 hari dan selanjutnya dapat
ditularkan kepada manusia lain melalui gigitan. Sekali virus masuk dan
berkembang biak dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut dapat menularkan virus
(infektif) sepanjang hidupnya.2,5
Gambar 1. Siklus hidup nyamuk Aedes sp 6
3
2.1.2. Patogenesis
Patogenesis DBD masih kontroversial. Dua teori yang banyak dianut
adalah hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory) dan
hipotesis immune enhancement. Menurut hipotesis infeksi sekunder, akibat infeksi
sekunder oleh tipe virus dengue yang berbeda, respon antibodi anamnestik pasien
akan terpicu dan menyebabkan kenaikan titer tinggi IgG antidengue. Replikasi
virus dengue mengakibatkan terbentuknya kompleks virus-antibodi yang
selanjutnya mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a
menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan
merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini terbukti dengan peningkatan kadar
hematokrit (Ht), penurunan natrium (Na) dan terdapatnya cairan dalam rongga
serosa. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai
lebih dari 30% dan berlangsung selama 24-48 jam dan bila tidak ditangani secara
adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia yang dapat berakibat fatal.2,3
Gambar 2. Hipotesis infeksi sekunder 3
Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan secara tidak
langsung bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog
mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD berat. Antibodi
heterolog yang telah ada akan mengenali virus lain kemudian membentuk
kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan Fc reseptor dari membran
leukosit terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari proses ini, akan terjadi
4
sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan
syok.2,3
2.1.3. Perjalanan Penyakit
Setelah masa inkubasi, penyakit ini diikuti oleh tiga fase, yaitu febris,
kritis, dan recovery (penyembuhan)
Gambar-3. Perjalanan Penyakit DBD.4
Fase Febris
Pasien akan mengeluh demam yang mendadak tinggi. Kadang-kadang suhu
tubuh sangat tinggi hingga 40oC dan tidak membaik dengan obat penurun panas.
Fase ini biasanya akan bertahan selama 2-7 hari dan diikuti dengan muka
kemerahan, eritema, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia, dan nyeri kepala.
Beberapa pasien mungkin juga mengeluhkan nyeri tenggorokan atau mata merah
(injeksi konjungtiva). Sulit untuk membedakan dengue dengan penyakit lainnya
secara klinis pada fase awal demam. Hasil uji torniquet positif pada fase ini
meningkatkan kemungkinan adanya infeksi dengue. Demam juga tidak dapat
dijadikan parameter untuk membedakan antara kasus dengue yang gawat dan
5
tidak gawat. Oleh karena itu, memperhatikan tanda-tanda peringatan (warning
signs) dan parameter lain sangat penting untuk mengenali progresi ke arah fase
kritis.4,7 Warning signs meliputi:4
Klinis: nyeri abdomen, muntah persisten, akumulasi cairan, perdarahan
mukosa, pembesaran hati >2 cm
Laboratorium: peningkatan Ht dengan penurunan trombosit.
Manifestasi perdarahan ringan seperti petekie dan perdarahan membran
mukosa (hidung dan gusi) dapat terjadi. Petekie dapat muncul pada hari-hari
pertama demam, namun dapat juga dijumpai pada hari ke-3 hingga hari ke-5
demam. Perdarahan vagina masif pada wanita usia subur dan perdarahan
gastrointestinal (hematemesis, melena) juga dapat terjadi walau lebih jarang.4,7
Bentuk perdarahan yang paling ringan, uji torniquet positif, menandakan adanya
peningkatan fragilitas kapiler. Pada awal perjalanan penyakit 70,2% kasus DBD
mempunyai hasil positif.4
Hati sering ditemukan membesar dan nyeri dalam beberapa hari demam.
Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit,
bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba hingga 2-4 cm di bawah arcus costae.
Pada sebagian kecil dapat ditemukan ikterus. Penemuan laboratorium yang paling
awal ditemui adalah penurunan progresif leukosit, yang dapat meningkatkan
kecurigaan ke arah dengue.4
Fase Kritis
Akhir fase demam merupakan fase kritis pada DBD. Pada saat demam
mulai cenderung turun dan pasien tampak seakan-akan sembuh, maka hal ini
harus diwaspadai sebagai awal kejadian syok. Saat demam mulai turun hingga
dibawah 37,5-38oC yang biasanya terjadi pada hari ke 3-7, peningkatan
permeabilitas kapiler akan terjadi dan keadaan ini berbanding lurus dengan
peningkatan hematokrit. Periode kebocoran plasma yang signifikan secara klinis
biasanya terjadi selama 24-48 jam.4
Leukopenia progresif disertai penurunan jumlah platelet yang cepat
merupakan tanda kebocoran plasma. Derajat kebocoran plasma dapat bervariasi.
Temuan efusi pleura dan asites secara klinis bergantung pada derajat kebocoran
6
plasma dan volume terapi cairan. Derajat peningkatan hematokrit sebanding
dengan tingkat keparahan kebocoran plasma.4
Keadaan syok akan timbul saat volume plasma mencapai angka kritis
akibat kebocoran plasma. Syok hampir selalu diikuti warning signs. Terdapat
tanda kegagalan sirkulasi: kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung jari
dan kaki, sianosis di sekitar mulut, pasien menjadi gelisah, nadi cepat, lemah,
kecil sampai tak teraba.Saat terjadi syok berkepanjangan, organ yang mengalami
hipoperfusi akan mengalami gangguan fungsi (impairment), asidosis metabolik,
dan koagulasi intravaskula diseminata (KID). Hal ini menyebabkan perdarahan
hebat sehingga nilai hematokrit akan sangat menurun pada keadaan syok hebat.2,4
Pasien yang mengalami perbaikan klinis setelah demam turun dapat
dikatakan menderita dengue yang tidak gawat. Beberapa pasien dapat berkembang
menjadi fase kritis kebocoran plasma tanpa penurunan demam sehingga pada
pasien perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui adanya
kebocoran plasma.4
Fase Penyembuhan ( Recovery )
Jika pasien dapat bertahan selama 24-48 jam saat fase kritis, reabsorpsi
gradual cairan ekstravaskular akan terjadi dalam 48-72 jam. Keadaan umum
pasien membaik, nafsu makan kembali, gejala gastrointestinal berkurang, status
hemodinamik meningkat, dan diuresis normal. Beberapa pasien akan mengalami
ruam kulit putih yang dikelilingi area kemerahan disekitarnya dan pruritus
generalisata. Bradikardia dan perubahan elektrokardiografi juga sering ditemukan
pada fase ini. Hematokrit akan stabil atau lebih rendah karena efek dilusi yang
disebabkan reabsorpsi cairan. Jumlah leukosit biasanya akan meningkat segera
setelah demam turun, namun trombosit akan meningkat kemudian. Pemberian
cairan pada fase ini perlu diperhatikan karena bila berlebihan akan menimbulkan
edema paru atau gagal jantung kongestif.4
2.2. Manajemen Kasus DBD
Manajemen kasus DBD meliputi beberapa tahap yakni:4
1. Penilaian:
7
Riwayat penyakit sekarang, riwayat pengobatan lalu, dan riwayat
keluarga
Pemeriksaan fisik, termasuk fisik umum dan mental
Investigasi, termasuk laboratorium rutin dan spesifik-dengue
2. Diagnosis, penilaian fase penyakit, dan keparahan
3. Manajemen: menetapkan tatalaksana berdasarkan manifestasi klinis dan
hal-hal terkait lainnya:
Rawat jalan (kelompok A)
Rawat inap (kelompok B)
Membutuhkan tatalaksana emergensi dan urgensi (kelompok C)
2.2.1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Anamnesis harus meliputi:4 (1) Onset demam/penyakit, (2) Jumlah intake
oral, (3) Warning signs, (4) Diare, (5) Perubahan status
mental/kejang/ketidaksadaran, (6) Urin output (frekuensi, volume, dan waktu
terakhir kencing), (7) Riwayat keluarga atau tetangga yang mengalami DBD,
riwayat bepergian ke daerah endemis, kondisi penyerta (bayi, kehamilan, obesitas,
diabetes mellitus, hipertensi), bepergian ke hutan dan berenang di air terjun
(mengarahkan leptospirosis, tipus, malaria), riwayat penggunaan narkoba dan seks
bebas (HIV serokonversi akut).
Sedangkan pemeriksaan fisik harus meliputi:4 (1) Status mental, (2) Status
hidrasi, (3) Status hemodinamik, (4) Takipnue/pernapasan asidosis/efusi pleura,
(5) Nyeri abdomen/ hepatomegali/asites, (6) Ruam dan manifestasi perdarahan,
(7) Uji torniquet.
2.2.2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin (Hb), kadar
hematokrit (Ht), jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya
limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru (sejak hari ke-3).2
Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya menurun dengan dominasi sel
neutrofil. Pada akhir demam, jumlah leukosit, dan sel neutrofil bersama-sama
menurun sehingga jumlah sel limfosit secara relatif meningkat.2,7
8
Penurunan jumlah trombosit menjadi <100.000/µl. Pada umumnya
trombosit terjadi sebelum ada peningkatan hematokrit dan terjadi sebelum suhu
turun. Jumlah trombosit <100.000/µl biasanya ditemukan antara hari sakit 3-7.
Pemeriksaan trombosit perlu diulang sampai terbukti bahwa jumlah trombosit
dalam batas normal atau menurun.2
Peningkatan kadar hematokrit (>20%) yang menggambarkan
hemokonsentrasi selalu dijumpai pada DBD, merupakan indikator yang peka akan
terjadinya perembesan plasma sehingga perlu dilakukan pemeriksaan hematokrit
secara berkala. Nilai hematokrit juga dipengaruhi oleh penggantian cairan dan
perdarahan.2
Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan terjadinya
gangguan koagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis (PT, APTT,
Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP). Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan adalah
albumin, SGOT/SGPT, ureum/ kreatinin.2,4
2.2.3. Pemeriksaan Radiologi
Pada foto toraks (DBD derajat III/IV dan sebagian besar derajat II)
didapatkan efusi pleura, terutama di hemitoraks sebelah kanan. Pemeriksaan foto
toraks sebaiknya dilakukan dalam posisi lateral dekubitus kanan. Asites dan efusi
pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.2
2.2.4. Pemeriksaan Antigen dan Antibodi Virus
Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji diagnostik melalui
pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologi molekular. Di antara
tiga jenis uji etiologi, yang dianggap sebagai baku emas adalah metode isolasi
virus. Namun, metode ini membutuhkan tenaga laboratorium yang ahli, waktu
yang lama (lebih dari 1–2 minggu), serta biaya yang relatif mahal. Pemeriksaan
yang saat ini banyak digunakan adalah pemeriksaan serologi, yaitu dengan
mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue.2,8
Pada infeksi primer, antibodi IgM dapat terdeteksi pada hari kelima seelah
onset penyakit, yakni setelah jumlah virus dalam darah berkurang. Kadar IgM
meningkat dengan cepat dan mencapai puncaknya dalam 2 minggu dan menurun
hingga tak terdeteksi lagi setelah 2-3 bulan. Antibodi IgG muncul beberapa hari
9
setelah IgM dan pada infeksi primer, produksi IgG lebih rendah dibandingkan
IgM, namun dapat bertahan beberapa tahun dalam sirkulasi, bahkan seumur
hidup.8 Sedangkan pada infeksi sekunder, kadar IgG meningkat lebih banyak
dibandingkan IgM dan muncul sebelum atau bersamaan dengan IgM. IgG
merupakan antibodi predominan pada infeksi sekunder.8
Salah satu metode pemeriksaan terbaru adalah pemeriksaan antigen
spesifik virus dengue, yaitu antigen nonstructural protein 1 (NS1). Dengan
metode ELISA, antigen NS1 dapat terdeteksi dalam kadar tinggi sejak hari
pertama sampai hari ke 12 demam pada infeksi primer dengue atau sampai hari ke
5 pada infeksi sekunder dengue. Pemeriksaan ini juga dikatakan memiliki
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (88,7% dan 100%). Oleh karena itu, WHO
menyebutkan pemeriksaan deteksi antigen NS1 sebagai uji dini terbaik untuk
pelayanan primer.8
2.2.5. Diagnosis
Diagnosis DBD dapat ditegakkan secara klinis dan laboratoris. Berdasarkan
kriteria WHO 1997, diagnosis DBD secara klinis dapat ditegakkan bila semua hal
di bawah ini terpenuhi:2,3
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.
2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung positif;
petekie, ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis, dan
melena.
3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).
4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sebagai berikut:
Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar.
Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia,
dan hiponatremia.
Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu:2,3
• Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan adalah uji torniquet.
10
• Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan
perdarahan lain.
• Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,
tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di
sekitar mulut kulit dingin dan lembab, tampak gelisah.
• Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak
terukur.
Gambar 4. Patogenesis dan spektrum klinis DBD (WHO, 1997). 3,4
Sedangkan menurut WHO 2009, berdasarkan riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik dan/atau darah lengkap dan hematokrit, diagnosis DBD
ditegakkan dengan melihat fase penyakit (febris, kritis, atau penyembuhan),
menentukan adanya warning signs, hidrasi, dan status hemodinamik pasien, serta
apakah pasien memerlukan rawat.4
Kriteria sugestif untuk mengetahui kasus tersangka DBD adalah pasien
tinggal atau baru bepergian dari daerah endemis dengue, adanya riwayat demam
lebih dari tiga hari, jumlah leukosit rendah atau menurun, dan/atau
trombositopenia ± uji torniquet positif.4
2.2.6. Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk DBD. Prinsip terapi utama adalah
terapi suportif. Pemeliharaan cairan sirkulasi merupakan hal terpenting dalam
11
penanganan kasus DBD. Asupan cairan, terutama melalui oral, harus
dipertahankan. Jika tidak bisa, maka diperlukan suplemen cairan melalui jalur
intravena.2,3 Menurut WHO 2009, berdasarkan manifestasi klinis dan kondisi
lainnya, pasien dapat dibagi tiga kategori: rawat jalan (kelompok A),
membutuhkan penanganan di rumah sakit/rawat inap (kelompok B), dan
membutuhkan penanganan emergensi atau urgensi (kelompok C).4
Kelompok-A 4
Pasien yang termasuk dalam kelompok ini adalah yang dapat dimotivasi
untuk minum secara adekuat, masih dapat berkemih setidaknya sekali tiap enam
jam, dan tidak mempunyai warning signs, khususnya saat demam mereda.
Pasien rawat jalan harus diobservasi setiap hari untuk mencegah progresi
hingga melewati periode kritis. Pasien dengan Ht stabil dapat dipulangkan setelah
dirawat dan diberikan edukasi untuk segera kembali ke rumah sakit apabila
warning signs muncul. Apabila warning signs muncul maka tindakan selanjutnya
adalah:
Memotivasi minum oral rehydration solution (ORS), jus buah, dan cairan
lain yang mengandung elektrolit dan gula untuk mengganti cairan yang
hilang akibat demam.
Memberikan parasetamol bila pasien merasa tidak nyaman akibat demam.
Interval pemberian parasetamol sebaiknya tidak kurang dari enam jam.
Petugas kesehatan harus setiap hari memantau temperatur, asupan dan
keluaran cairan, urin output (volume dan frekuensi), warning signs, tanda
perembesan plasma atau perdarahan, hematokrit, jumlah leukosit, dan
trombosit (kelompok-B).
Kelompok-B4
Pasien harus dirawat inap untuk observasi ketat, khususnya pada fase
kritis. Kriteria rawat pasien DBD adalah:4
1. Adanya warning signs
2. Terdapat tanda dan gejala hipotensi: dehidrasi, tidak dapat minum,
hipotensi postural, berkeringat sedikit, pingsan, ekstremitas dingin.
12
3. Perdarahan
4. Gangguan organ: ginjal, hepar (hati membesar dan nyeri walaupun tidak
syok), neurologis, kardiak (nyeri dada, gangguan napas, sianosis).
5. Adanya peningkatan Ht, efusi pleura, atau asites
6. Kondisi penyerta: hamil, DM, hipertensi, ulus peptikum, anemia
hemolitik, overweight/ obese, bayi, dan usia tua
7. Kondisi sosial: tinggal sendiri, jauh dari pelayanan kesehatan tanpa
transpor memadai.
Apabila pasien memiliki warning signs maka hal yang harus dilakukan adalah:
Periksa Ht sebelum pemberian cairan. Berikan larutan isotonik seperti
normosalin 0,9%, RL. Mulai dari 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam, lalu
kurangi menjadi 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam, dan kurangi lagi menjadi
2-3 ml/kg/jam atau kurang sesuai respon klinis.
Nilai kembali status klinis, ulangi Ht. Bila Ht sama atau meningkat sedikit,
lanjutkan dengan jumlah sama (2-3 ml/kg/jam) selama 2-4 jam. Bila tanda
vital memburuk dan Ht meningkat drastis, tingkatkan pemberian cairan 5–
10 ml/kg/jam selama 1-2 jam. Nilai kembali status klinis, ulang Ht, dan
periksa kecepatan cairan infus berkala.
Berikan volume intravena minimum untuk menjaga perfusi dan urin
output 0,5 ml/kg/jam selama 24-48 jam. Kurangi jumlah cairan infus
berkala saat kebocoran plasma berkurang, yakni saat akhir fase kritis. Hal
ini bisa diketahui dari urin output dan/atau asupan minum cukup dan Ht
menurun.
Pasien dengan warning signs harus diobservasi hingga fase kritis lewat.
Parameter yang harus dimonitor adalah tanda vital dan perfusi perifer (tiap
1-4 jam hingga lewat fase kritis), urin output (tiap 4-6 jam), Ht (sebelum
dan setelah pemberian cairan, selanjutnya tiap 6-12 jam), glukosa darah,
dan fungsi organ sesuai indikasi.
Pada pasien tanpa warning signs, hal berikut harus dilakukan:
Motivasi minum. Jika tidak bisa, mulai infus intravena dengan NS 0,9%
atau RL dengan atau tanpa dekstrosa dengan dosis pemeliharaan. Untuk
13
pasien obese atau overweight digunakan dosis sesuai berat ideal. Berikan
volume minimum untuk memelihara perfusi dan urine output selama 24-
48 jam.
Pasien harus dimonitor: temperatur, asupan dan keluaran cairan, urin
output (volume dan frekuensi), warning signs, hematokrit, leukosit, dan
trombosit. Pemeriksaan laboratorium lain dapat dilakukan sesuai indikasi.
Kelompok-C4
Pasien membutuhkan tatalaksana emergensi dan urgensi apabila
mengalami DBD berat untuk memudahkan akses intensif dan transfusi darah.
Resusitasi cairan dengan kristaloid isotonik secepatnya sangat penting untuk
menjaga volume ekstravaskular saat periode kebocoran plasma atau larutan koloid
pada keadaan syok hipotensi. Pantau nilai Ht sebelum dan sesudah resusitasi.
Tujuan akhir resusitasi cairan adalah meningkatkan sirkulasi sentral dan perifer
(takikardia berkurang, tekanan darah dan nadi meningkat, ekstremitas tidak pucat
dan hangat, dan CRT <2 detik) dan meningkatkan perfusi organ (level kesadaran
membaik, urin output >0,5 ml/kg/jam, asidosis metabolik menurun).
14
Terapi pada Pasien Syok Terkompensasi
Gambar-6. Algoritma Pasien Syok Terkompensasi4
15
Terapi pada Syok Hipotensi
Gambar 7. Algoritma Pasien Syok Hipotensi 4
16
2.2.7. Indikasi Pulang Pasien DBD
Pasien dapat pulang apabila memenuhi semua kriteria berikut:4
Klinis:
o Bebas demam selama minimal 48 jam
o Terdapat perbaikan ststus klinis (keadaan umum baik, nafsu makan
makan membaik, status hemodinamik stabil, urine output normal, tidak
ada gangguan pernapasan)
Laboratoris:
o Peningkatan jumlah trombosit
o Hematokrit stabil tanpa cairan intravena
17
STATUS PENDERITA
I.Anamnesis
Identitas
Nama Lengkap : Nn. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 23 thn
Suku Bangsa : Bugis
A g a m a : islam
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : BTP blok AD Makassar
Tanggal masuk : 28 oktober 2013
Pukul : 05.05 WITA
Riwayat Penyakit
Keluhan utama : Demam
Anamnesis terpimpin :
Keluhan dialami sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam
dirasakan terus menerus dan hanya reda ketika minum obat penurun panas. Pada
saat demam hari ke 2 OSI masuk ke RS di Bandung dan dirawat selama dua hari.
Di RS di Bandung OSI didiagnosis dengan DBD, saat itu OSI diberi tahu
trombositnya 142.000. OSI tiba di Makassar minggu malam dan masih demam.
Sakit kepala (+), tidak terus menerus, pusing (+). Batuk (-), dahak (-).
Mual(+), muntah (-), NUH (+), riwayat sering nyeri uluhati (+), OSI sering
mengkonsumsi promag bila nyeri ulu hati. Riwayat mimisan (-), riwayat gusi
berdarah (+) bila menggosok gigi. Saat ini OSI sedang menstruasi hari ke dua,
lebih cepat dari jadwal biasanya (terakhir menstruasi akhir bulan oktober) darah
yang kelua lebih banyak dari biasanya. OSI mengeluh nyeri diseluruh badan dan
tulang.
Riwayat keluar kota (+), OSI satu tahun terakhir menetap di Bandung karena
kuliah.
BAB : belum hari ini, kemarin 1x biasa,
BAK : Lancar, kuning.
18
warna kuning, padat.
Riwayat Penyakit sekarang
Riwayat Demam Berdarah Dengue (-)
Riwayat pengobatan (+), dengan Paracetamol yang didapat dari RS di Bandung
Riwayat opname selama 2 hari yang lalu di RS Bandung dengan trombosit :
142.000. NS1 positif
Riwayat penyakit terdahulu
Tidak ada
Riwayat keluarga dan lingkungan menderita penyakit yang sama tidak ada
Riwayat penyakit darah (-), riwayat Hepatitis (-), riwayat transfusi darah (-).
Riwayat Penyakit Keluarga
Dalam keluarga tidak ada yang menderita sakit seperti ini.
Tetangga dan orang sekitar rumah tidak ada yang menderita penyakit seperti ini.
II.Pemeriksaan Fisik (Tanggal 28 oktober 2013)
Status Present
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis
- Sakit Sedang / Gizi Cukup / Sadar
- Tekanan darah : 90/60 mmHg BB : 43 kg
- Nadi : 80 x/menit TB : 149 cm
- Respirasi : 20 x/menit IMT: 19,36
- Suhu : 36,80 C
STATUS GENERALIS
Kepala
- Bentuk : Normal, simetris
- Rambut : Hitam, lurus, distribusi merata, tidak mudah dicabut
- Muka : Bulat, simetris
Mata
Eksoptalmus/Enoptalmus : (-)
Gerakan : ke segala arah
Tekanan bola mata : dalam batas normal
19
Kelopak Mata : edema palpebra (-)
Konjungtiva : anemis (-)
Sklera : ikterus (-)
Kornea : jernih
Pupil : bulat, isokor 2,5mm/2,5 Reflex cahaya +/+
Telinga
Pendengaran : dalam batas normal
Tophi : (-)
Nyeri tekan di prosesus mastoideus : (-)
Hidung
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
Mulut
Bibir : pucat (-), kering (-)
Lidah : kotor (-),tremor (-), hiperemis (-)
Tonsil : T1 – T1, hiperemis (-)
Faring : hiperemis (-),
Gigi geligi : caries (-)
Gusi :perdarahan gusi (-)
LEHER
- Trakhea : Di tengah
- KGB : Tidak ada pembesaran
- JVP : R-1 cm H2O
THORAKS
- Bentuk : Normal, simetris
- Retraksi suprasternal : (-)
- Retraksi interkostal : (-)
JANTUNG
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : Iktus kordis teraba sela iga IV garis midlavikula kiri
- Perkusi : Batas atas sela iga II garis parasternal kiri
20
Batas kanan sela iga IV garis parasternal kanan
Batas kiri sela iga IV garis midklavikula
- Auskultasi : Bunyi jantung I – II normal, reguler, murmur (-)
PARU
- Inspeksi : Bentuk dan pergerakan hemitoraks kiri sama dengan kanan
- Palpasi : Fremitus taktil dan vokal hemitoraks kiri sama dengan kanan
- Perkusi : Sonor
- Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
ABDOMEN
- Inspeksi : Datar, simetris
- Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
- Perkusi : Timpani
- Auskultasi : Peristaltik (+) normal
GENITALIA EKSTERNA
- Kelamin : Edema vulva (-)
EKSTREMITAS
- Superior : Akral hangat, uji tourniqet (+) di tangan kiri.
- Inferior : Akral hangat, petechie (+) dikedua paha dan betis.
III. Laboratorium (Tanggal 28 0ktober 2013)
IV. ASSESMENT :
21
Jenis Pemerikaan Hasil (28/10/2013) Nilai Rujukan
DARAH
RUTIN
WBC 1.54x103/uL 4 - 10 x 103/uL
RBC 5.01x106/uL 4–6 x 106/uL
HGB 14,4 g/dL 12 - 18 g/dL
HCT 39.4% 37 – 48%
PLT 52x 103/uL 150-400x103/uL
KIMIA
DARAH
SGOT 77 U/L <38 U/L
SGPT 32 U/L <41 U/L
FUNGSI
GINJAL
Ureum 14 mg/dL 10-50 mg/dL
Creatinin 0.6 mg/dL L(<1.3), P(<1.1)
IgM
IgG
Positif
Negatif
DHF Grade II
V. PLANNING
Pengobatan :
Banyak minum 1,3- 1,5 liter / hari.
IVFD NaCl 0,9% :
Jam pertama- kedua : 6ml/kgbb/jam = 258 ml/kgbb/jam = 86 tpm => 88 tpm
Jam kedua – jam keempat: 4ml/kgBB/jam=172ml/kgbb/jam=57,33=> 60 tpm
Jam keempat-jam keenam: 2ml/kgBB/jam=129 ml/kgbb/jam=28,67=> 28tpm
Paracetamol 500 mg 3 x 1
Domperidone 10 mg 3x1
Rencana :
Awasi tanda vital dan manifestasi perdarahan
Foto thorax
PROGNOSA
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad functionam : dubia ad bonam
- Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
FOLLOW UP
TANGGAL PERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI DOKTER
29/10/2013 S :
Demam (-), bebas demam hari ke 2,
sakit kepala (-), pusing (-), batuk (+),
sesak (-), nyeri dada (-), mual (+),
nyeri ulu hati (-).
Haid hari ke 3
BAK : lancar, kuning
BAB : belum 2 hari ini.
O :
SS/GC/CM
TD : 100/60 mmhg
N : 80 x/menit
P :
- Banyak minum 1,3-1,5 liter
- IVFD NaCl 0,9 % => 28 tpm
- Paracetamol 500 mg 3x1 (kp)
- Domperidone 3x10 mg
22
P : 20 x/menit
S : 36,6°C
Anemis -/-, ikterus -/-.
MT(-), NT(-), DVS R-1cmH2O
Pembesaran KGB (-).
BP : vesikuler,
BT : Rh -/-, Wh -/-
BJ : I/II murni regular
Peristaltik (+) kesan N,
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ext : remple leede (+) di tangan
kiri, peteki (+) di kedua paha dan
betis.
Hasil Lab :
WBC : 6.23 x 103/uL
RBC : 4.68 x 106/uL
HCT : 36,9 %
HGB : 13,2 g/dL
PLT : 23.000
A :DHF grade II
30/10/2013 S :
Demam (-) bebas demam hari ke 3,
riwayat demam 4 hari. Sakit kepala
(-), pusing (-). Batuk (+), dahak (-)
sesak (-), nyeri dada (-). Mual (+),
muntah (-), nyeri perut (+) nyeri ulu
hati (-).
Haid hari ke 4
BAK : lancar, kuning
P :
- Banyak minum 1,3-1,5 liter
- IVFD NaCl 0,9 % => 28 tpm
- Paracetamol 500 mg 3x1(kp)
- Domperidone 3x10 mg
23
BAB : biasa, warna kuning.
O :
SS/GC/CM
TD : 100/70 mmhg
N : 80 x/menit
P : 20 x/menit
S : 36,5°C
Anemis -/-, ikterus -/-,
konjungtivitis (+)
MT(-), NT(-), DVS R-1cmH2O
Pembesaran KGB (-).
BP : vesikuler,
BT : Rh -/-, Wh -/-
BJ : I/II murni regular
Peristaltik (+) kesan N,
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ext : remple leede (+) di tangan
kiri, peteki (+) di seluruh tubuh.
Hasil RT :
Sfingter mencekik, mukosa licin,
ampulla kosong, darah (-).
Hasil Lab :
WBC : 7.0 x 103/uL
RBC : 4.54 x 106/uL
HCT : 36,2 %
HGB : 12,7 g/dL
PLT : 27000
A :DHF grade II
31/10/2013 S : P :
24
Demam (-) bebas demam hari ke 4,
riwayat demam 4 hari. Sakit kepala
(-), pusing (-). Batuk (-), dahak (-)
sesak (-), nyeri dada (-). Mual (-),
muntah (-), nyeri perut (-) nyeri ulu
hati (-).
Haid hari ke 5
OSI kuat minum.
BAK : biasa, lancar
BAB : biasa, kesan normal
O :
SS/GC/CM
TD : 110/80 mmhg
N : 72 x/menit
P : 20 x/menit
S : 36,5°C
Anemis -/-, ikterus -/-.
MT(-), NT(-), DVS R-1cmH2O
Pembesaran KGB (-).
BP : vesikuler,
BT : Rh -/-, Wh -/-
BJ : I/II murni regular
Peristaltik (+) kesan N,
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ext : peteki (+) di seluruh tubuh
Hasil Lab :
WBC : 4.2 x 103/uL
RBC : 4.22 x 106/uL
HCT : 34.9 %
HGB : 11,9 g/dL
- Banyak minum 1,3-1,5 liter
- IVFD NaCl 0,9 % => 28 tpm
- Paracetamol 500 mg 3x1 (kp)
25
PLT : 54000
A :DHF grade II
01/11/2013 S :
Demam (-) bebas demam hari ke 5,
riwayat demam 4 hari. Sakit kepala
(-), pusing (-). Batuk (-), dahak (-)
sesak (-), nyeri dada (-). Mual (+),
muntah (-), nyeri perut (-) nyeri ulu
hati (-).
Haid hari ke 6
OSI kuat makan dan minum.
BAK : biasa, lancar
BAB : biasa, kesan normal
O :
SS/GC/CM
TD : 110/70 mmhg
N : 80 x/menit
P : 20 x/menit
S : 36,5 °C
Anemis -/-, ikterus -/-.
MT(-), NT(-), DVS R-1cmH2O
Pembesaran KGB (-).
BP : vesikuler,
BT : Rh -/-, Wh -/-
BJ : I/II murni regular
Peristaltik (+) kesan N,
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ext : peteki (+) di seluruh tubuh
Hasil Lab :
P :
- Banyak minum 1,3-1,5 liter
- IVFD NaCl 0,9 % => 28 tpm
- Paracetamol 500 mg 3x1 (kp)
- Domperidone 3x10 mg
26
WBC : 4.3 x 103/uL
RBC : 4.20 x 106/uL
HCT : 34.3 %
HGB : 11,6 g/dL
PLT : 124.000
A :DHF grade II
02/11/2013 S :
Demam (-) bebas demam hari ke 6,
riwayat demam 4 hari. Sakit kepala
(-), pusing (-). Batuk (-), dahak (-)
sesak (-), nyeri dada (-). Mual (-),
muntah (-), nyeri perut (-) nyeri ulu
hati (-).
Haid hari ke 7
OSI kuat makan dan minum.
BAK : biasa, lancar
BAB : biasa, kesan normal
O :
SS/GC/CM
TD : 110/70 mmhg
N : 80 x/menit
P : 20 x/menit
S : 36,5 °C
Anemis -/-, ikterus -/-.
MT(-), NT(-), DVS R-1cmH2O
Pembesaran KGB (-).
BP : vesikuler,
BT : Rh -/-, Wh -/-
BJ : I/II murni regular
Peristaltik (+) kesan N,
P :
- Banyak minum 1,3-1,5 liter
- Aff infus
- Paracetamol 500 mg 3x1(jika
demam)
27
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ext : peteki (+) di seluruh tubuh
A :DHF grade II
VI. RESUME
Seorang perempuan berumur 23 tahun masuk rumah sakit dengan demam.
Demam dialami sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, saat ini hari ke 5.
Demam dirasakan terus menerus dan hanya reda ketika minum obat penurun
panas. Pada saat demam hari ke 2 OSI masuk ke RS di Bandung dan dirawat
selama dua hari. Di RS di Bandung OSI didiagnosis dengan DBD, saat itu OSI
diberi tahu trombositnya 142.000. OSI tiba di Makassar minggu malam dan masih
demam.
Sakit kepala (+), tidak terus menerus, pusing (+). Mual(+), NUH (+),
riwayat sering nyeri uluhati (+), OSI sering mengkonsumsi promag bila nyeri ulu
hati. Riwayat gusi berdarah (+) bila menggosok gigi. Saat ini OSI sedang
menstruasi hari ke dua, lebih cepat dari jadwal biasanya (terakhir menstruasi akhir
bulan oktober) darah yang kelua lebih banyak dari biasanya. OSI mengeluh nyeri
diseluruh badan dan tulang. BAK : Lancar, kuning. BAB : belum hari ini, kemarin
1x biasa, warna kuning, padat.
Riwayat pengobatan (+), dengan Paracetamol yang didapat dari RS di
Bandung Riwayat opname selama 2 hari yang lalu di RS Bandung dengan
trombosit : 142.000 dan NS1 positif.
Pada pemeriksaan fisis ditemukan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran Compos mentis, tekanan darah 90/60 mmhg, nadi 80 x/menit, respirasi
20x/menit, suhu 36,8ºC. Ekstremitas akral hangat, uji tourniqet (+) pada tangan
kiri, petechie (+) pada kedua paha dan betis.
Pada pemeriksaan penunjang diperoleh hasil Laboratorium IgM positif,
trombosit pada pemeriksaan pertama 52.000, kedua 23.000, ketiga 27.000,
keempat 54.000 dan pemeriksaan kelima 124.000.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang
telah dilakukan, maka pasien didiagnosis DBD grade II.
28
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien ini datang dengan keluhan demam yang dialami 4 hari sebelum
masuk Rumah Sakit. Demam dirasakan terus menerus dan hanya reda ketika
minum obat penurun panas. Pada pasien juga terdapat gejala klinis tidak khas
seperti lemas, nyeri kepala, mual dan nyeri ulu hati. Pasien juga memiliki riwayat
gusi berdarah pada saat gosok gigi. Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan
keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran Compos mentis, tekanan darah
90/60 mmhg, nadi 80 x/menit, respirasi 20x/menit, suhu 36,8ºC. Ekstremitas akral
hangat, uji tourniqet (+) pada tangan kiri, petechie (+) pada kedua paha dan betis.
Menurut WHO 2009, kriteria sugestif untuk mengetahui kasus tersangka
DBD adalah adanya riwayat demam lebih dari tiga hari, jumlah leukosit rendah
atau menurun, dan/atau trombositopenia ± uji torniquet positif. Berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium, pasien ini memenuhi semua
kriteria tersebut sehingga dapat dipikirkan pasien ini tersangka DBD.
Uji torniquet merupakan tanda peningkatan fragilitas kapiler. Uji torniquet
pada pasien ini bermanfaat dan perlu dilakukan karena pada pasien ini terdapat
gejala dan tanda klinis yang mengarah DBD dan uji torniquet memberikan hasil
positif pada 70,2% di awal perjalanan penyakit. Uji torniquet dinyatakan positif
bila terdapat lebih dari 10 petekie dalam diameter 2,8 cm (1 inci persegi) di lengan
bawah bagian depan (volar) termasuk pada lipatan siku (fossa cubiti) saat
diberikan tekanan diantara sistolik dan diastolik pada lengan atas pasien selama 5
menit.
Pasien ini juga memenuhi 4 kriteria diagnosis DBD yang ditetapkan WHO
1997, antara lain:
1. Demam yang berlangsung 2-7 hari dan sifatnya bifasik (tinggi pada hari-
hari pertama dan membaik pada hari-hari selanjutnya). Pasien ini
mengalami demam selama 4 hari dan hanya membaik jika minum obat
penurun panas. Selanjutnya pasien sudah tidak demam lagi (demam
bersifat bifasik).
29
2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan. Pada pasien didapatkan uji
Rumple Leed positif, dan terdapat tanda perdarahan spontan yaitu peteki
pada kedua paha dan betis. Serta perdarahan terprofokasi yaitu riwayat
perdarahan gusi saat gosok gigi.
3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000). Pada pasien ini terdapat
trombositopenia dari pada pemeriksaan pertama 52.000, kedua 23.000,
ketiga 27.000, keempat 54.000 dan pemeriksaan kelima 124.000. Keadaan
trombositopenia pada pasien ini disebabkan oleh penghancuran trombosit
oleh sistem retikuloendotelial karena terjadi agregasi trombosit.
4. Terdapat tanda-tanda kebocoran plasma. Pada pasien ini tidak terdapat
tanda klinis kebocoran plasma seperti asites dan efusi pleura. Namun,
tanda kebocoran plasma dapat diketahui dari hasil pemeriksaan
laboratorium. Penilaian kebocoran plasma juga dapat ditandai dengan
adanya leukopenia progresif disertai penurunan jumlah platelet yang cepat.
Pada pasien ini terdapat leukopenia yang terjadi sebanding dengan derajat
leukopenia:
Tanggal Trombosit Leukosit
28 oktober 2013 52.000 1.540
29 oktober 2013 23.000 6.230
30 oktober 2013 27.000 7.000
31 oktober 2013 54.000 4.200
1 november 2013 124.000 4.300
Selanjutnya, menurut WHO 1997, derajat spektrum klinis pasien ini
adalah DBD derajat II, karena terdapat tanda perdarahan spontan berupa peteki
pada kedua betis dan paha.
Menurut WHO 2009, berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik
dan/atau darah lengkap dan hematokrit, diagnosis DBD ditegakkan dengan
melihat fase penyakit (febris, kritis, atau penyembuhan), menentukan adanya
warning signs, hidrasi, dan status hemodinamik pasien, serta apakah pasien
memerlukan rawat inap.
30
Pasien ini sedang berada pada hari ke-5 dan tekanan darah saat masuk
90/60 mmHg. Pasien juga memiliki warning sign berupa nyeri abdomen, mual
persisten, dan penurunan trombosit. Pasien ini memerlukan rawat inap atas dasar
adanya warning signs
Untuk membuktikan etiologi DBD, pada pasien ini telah dilakukan
pemeriksaan NS 1 dan hasilnya positif sedangkan serologi anti Ig-M dan Ig-G dan
hasilnya keduanya negatif. Pada infeksi primer, antibodi IgM dapat terdeteksi
pada hari kelima setelah onset penyakit, yakni setelah jumlah virus dalam darah
berkurang. Kadar IgM meningkat dengan cepat dan mencapai puncaknya dalam 2
minggu dan menurun hingga tak terdeteksi lagi setelah 2-3 bulan. Antibodi IgG
muncul beberapa hari setelah IgM dan pada infeksi primer, produksi IgG lebih
rendah dibandingkan IgM, namun dapat bertahan beberapa tahun dalam sirkulasi,
bahkan seumur hidup. Sedangkan pada infeksi sekunder, kadar IgG meningkat
lebih banyak dibandingkan IgM dan muncul sebelum atau bersamaan dengan
IgM. IgG merupakan antibodi predominan pada infeksi sekunder.
Dengan menggunakan kriteria WHO 1997 dan 2009 serta didukung hasil
NS 1 positif maka diagnosis DBD pada pasien ini dapat ditegakkan.
Setelah diagnosis ditegakkan maka langkah selanjutnya adalah
menentukan tatalaksana yang sesuai untuk pasien. Menurut WHO 2009, pasien ini
masuk dalam kelompok-B dengan warning signs. Tatalaksana untuk keadaan ini
harus dirawat inap untuk observasi ketat, khususnya fase kritis.
Menurut protokol WHO 2009 untuk pasien dengan warning signs periksa
Ht sebelum pemberian cairan. Berikan larutan isotonik seperti normosalin 0,9%,
RL. Mulai dari 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam, lalu kurangi menjadi 3-5 ml/kg/jam
selama 2-4 jam, dan kurangi lagi menjadi 2-3 ml/kg/jam atau kurang sesuai
respon klinis. Nilai kembali status klinis, ulangi Ht. Bila Ht sama atau meningkat
sedikit, lanjutkan dengan jumlah sama (2-3 ml/kg/jam) selama 2-4 jam. Bila tanda
vital memburuk dan Ht meningkat drastis, tingkatkan pemberian cairan 5–10
ml/kg/jam selama 1-2 jam. Nilai kembali status klinis, ulang Ht, dan periksa
kecepatan cairan infus berkala. Berikan volume intravena minimum untuk
menjaga perfusi dan urin output 0,5 ml/kg/jam selama 24-48 jam. Kurangi jumlah
31
cairan infus berkala saat kebocoran plasma berkurang, yakni saat akhir fase kritis.
Hal ini bisa diketahui dari urin output dan/atau asupan minum cukup dan Ht
menurun. Pasien dengan warning signs harus diobservasi hingga fase kritis lewat.
Parameter yang harus dimonitor adalah tanda vital dan perfusi perifer (tiap 1-4
jam hingga lewat fase kritis), urin output (tiap 4-6 jam), Ht (sebelum dan setelah
pemberian cairan, selanjutnya tiap 6-12 jam), glukosa darah, dan fungsi organ
sesuai indikasi.
Hal yang kurang sesuai dalam penatalaksanaan pasien ini sesuai protokol
WHO 2009 antara lain tidak dilakukan pencatatan diuresis dan perhitungan
hematokrit pada 6 jam setelah pemberian terapi cairan. Urin output dan
hematokrit perlu dicatat untuk memantau respon klinis pasien terhadap terapi dan
menentukan jumlah cairan yang akan diberikan kepada pasien selanjutnya.
Pada pasien ini memiliki berat badan 43 kg diberikan larutan isotonik
NaCl 0,9% mulai dari:
Jam pertama- kedua : 6ml/kgbb/jam = 258 ml/kgbb/jam. jumlah tetesan =
keb . cairan x jnsinfuslama pmberian ( jam ) x 60(menit) =
258 ml x201 jam x 60 menit
= 86 tpm => 88 tpm.
Status klinis membaik.
Jam kedua – jam keempat: 4ml/kgBB/jam = 172ml/kgbb/jam. jumlah tetesan
= 172 ml x20
1 jam x 60 menit = 57,33 tpm => 60 tpm. Status klinis membaik
Jam keempat-jam keenam: 2ml/kgBB/jam = 129 ml/kgbb/jam jumlah tetesan
= 129 ml x20
1 jam x 60 menit = 28,67tpm => 28 tpm. Nilai kembali status klinis, ulangi
Ht. Kebutuhan cairan maintenence yang dibutuhkan
Pasien ini memiliki berat badan 43 kg dan berusia kurang dari 50 tahun,
jadi kebutuhan cairan rumatan adalah 1500 + {20 (BB-20)} = 1500 + {20(23)} =
1500 + 460 = 1960 ml/kgbb .Jumlah tetesan maintenence yang diberikan dalam
24 jam = keb . cairan x jnsinfus
lama pmberian ( jam ) x 60(menit) = 1960 ml x 20
24 jam x 60 me nit = 27,22 tpm =>
28 tpm. Sedangkan untuk kebutuhan cairan sehari-hari, orang dewasa berumur
32
<50 tahun diberikan 30-35ml/kgbb/hari. Sehingga pasien berumur 23 tahun
dengan BB 43kg dianjurkan minum 1290 – 1505 ml setiap hari.
Selain pemberian cairan, pada pasien juga diberikan terapi simtomatik
yakni parasetamol 3 x 500 mg bila demam dan domperidon 3 x 10 mg
Domperidon bersifat antiemetik yang disebabkan kombinasi efek periferal
(gastrokinetik) dan antagonis terhadap reseptor dopamin di chemoreceptor trigger
zonhatie
Pasien ini sudah bisa dipulangkan pada hari keenam karena sudah bebas
demam selama 6 hari, terdapat perbaikan status klinis (keadaan umum baik, nafsu
makan membaik, status hemodinamik stabil, tidak ada gangguan pernapasan),
jumlah trombosit sejak hari kelima perawatan terus meningkat.
33
BAB V
KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
Pada pasien ini didiagnosis DBD berdasarkan adanya demam akut 2-7 hari
pola bifasik, terdapat mainfestasi perdarahan spontan peteki pada kedua paha dan
betis dan uji Rumple Leed positif, dan trombositopenia. Pemeriksaan NS1 dan
IgM positif. Pasien ini mengalami DBD grade II dan adanya warning signs
menjadi indikasi rawat bagi pasien ini.
5.2. Saran
Prinsip tatalaksana utama DBD grade II adalah pemberian terapi suportif
dengan resusitasi cairan. Jumlah pemberian cairan harus disesuaikan dengan
keadaan klinis pasien dan mencegah terjadinya overload cairan karena justru akan
menimbulkan komplikasi. Prinsip pemberian cairan yang efektif sebaiknya
disesuaikan dengan protokol yang dikeluarkan WHO tahun 2009. Namun,
terdapat kekurangsesuaian antara penatalaksanaan pasien ini dengan protokol
berdasarkan WHO 2009, antara lain tidak dilakukan pencatatan diuresis dan
pemeriksaan hematokrit saat 6 jam pertama setelah pemberian terapi cairan.
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Maria I, Hasanuddin I, Makmur S. Faktor Resiko Kejadian Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Kota Makassar Tahun 2013. Diunduh
dari: http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/5820
2. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue
Dalam: Sudoyo, A. et.al. (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid III. Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI, 2009.p.2773-9
3. Chen K, Pohan HT, Sinto R. Diagnosis dan Terapi Cairan pada Demam
Berdarah Dengue. Medicines 2009:22;1.
4. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention, and Control.
World Health Organization, 2009. Diunduh dari
http://whqlibdoc.who.int/publications/2009/9789241547871_eng.pdf
5. Infections Caused by Arthropod- and Rodent-Borne Viruses.
In: Braunwald, et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17 th
ed. USA: McGraw Hill Companies, 2008.
6. Eltahir Research Group. Dengue Mosquito Climate Change Climate
Change and Resurgence of Mosquito-borne Viral Diseases. Diunduh
dari http://eltahir.mit.edu/tags/dengue-mosquito-climate-change
7. Fact Sheet on Dengue and Dengue haemorrhagic fever. World Health
Organization Sudan, 2005. Diunduh dari
www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/
8. Comprehensive Guidlines for Prevention and Control of Dengue and
Dengue Haemorrhagic Fever. India. 2011. Diunduh dari
http://www.searo.who.int/entity/vector_borne_tropical_diseases/doc
uments/SEAROTPS60/en/index.html
35