laporan kasus dbd rina.docx

Upload: rina-alimuddin

Post on 02-Jun-2018

249 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx

    1/36

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Demam berdarah dengue (DBD) merupakan kasus yang sering ditemui

    pada praktik dokter umum maupun di unit gawat darurat. Infeksi virus dengue

    memiliki beberapa manifestasi dari asimtomatik hingga kasus yang berat seperti

    syok yang dapat berakibat fatal.1,2 Indonesia merupakan salah satu negara

    endemis DBD dengan angka pelaporan kasus paling tinggi dibandingkan negara-

    negara lain di Asia Tenggara.3 Indonesia dimasukkan dalam kategori A dalam

    stratifikasi DBD oleh World Health Organization (WHO) 2001 yang

    mengindikasikan tingginya angka perawatan rumah sakit dan kematian akibat

    DBD, khususnya pada anak. Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan bahwa

    pada tahun 2006 (dibandingkan tahun 2005) terdapat peningkatan jumlah

    penduduk, provinsi dan kecamatan yang terjangkit penyakit ini, dengan case

    fatality rate sebesar 1,01% (2007).4

    Seperti penyakit tropik infeksi lainnya, penyakit DBD dipengaruhi oleh

    faktor host (manusia), agent (virus dengue), dan lingkungan. Keterkaitan antara

    hal-hal ini sangat kompleks sehingga DBD sangat sulit diberantas walaupun kasus

    DBD telah ada sejak abad ke-18 dan pemerintah Indonesia telah mengusahakan

    pengendalian vektor nyamuk.5-8

    Pasien DBD yang datang ke unit gawat darurat bervariasi dari infeksi

    ringan hingga berat disertai tanda-tanda perdarahan spontan masif dan syok.

    Diagnosis harus ditetapkan secara cepat dan pentalaksanaan pada keadaan ini

    tentu harus dilakukan sesegera mungkin. Hingga saat ini penatalaksanaan DBD

    belum ada yang spesifik dan hanya dilakukan terapi suportif yaitu dengan

    penggantian cairan. Dengan memahami patogenesis, perjalanan penyakit,

    gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium, diharapkan penatalaksanaan dapat

    dilakukan secara efektif dan efisien.4-6

  • 8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx

    2/36

    2

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Infeksi Dengue

    2.1.1. Virus Dengue

    Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit demam akut yang

    disebabkan oleh virus dengue yang sekarang lebih dikenal sebagai genus

    Flavivirus. Virus ini memiliki empat jenis serotipe yakni DEN-1, DEN-2, DEN-3,

    dan DEN-4. Antibodi yang terbentuk dari infeksi salah satu jenis serotipe tidak

    memberikan perlindungan yang memadai untuk serotipe lain. Serotipe DEN-3

    merupakan serotipe yang dominan dan paling banyak menimbulkan manifestasi

    klinis yang berat.1,2,5,8

    Virus dengue ditularkan kepada manusia terutama melalui gigitan nyamuk

    Aedes aegypti. Nyamuk aedes dapat mengandung virus dengue pada saat

    menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yakni dua hari sebelum

    panas hingga 5 hari setelah demam timbul. Virus yang terdapat pada kelenjar liur

    kemudian berkembang biak dalam waktu 8-10 hari dan selanjutnya dapat

    ditularkan kepada manusia lain melalui gigitan. Sekali virus masuk dan

    berkembang biak dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut dapat menularkan virus

    (infektif) sepanjang hidupnya.2,8

    2.1.2. Patogenesis

    Patogenesis DBD masih kontroversial. Dua teori yang banyak dianut

    adalah hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory) dan

    hipotesis immune enhancement. Menurut hipotesis infeksi sekunder, akibat infeksi

    sekunder oleh tipe virus dengue yang berbeda, respon antibodi anamnestik pasien

    akan terpicu dan menyebabkan kenaikan titer tinggi IgG antidengue. Replikasi

    virus dengue mengakibatkan terbentuknya kompleks virus-antibodi yang

    selanjutnya mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a

    menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan

    merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini terbukti dengan peningkatan kadar

  • 8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx

    3/36

    3

    hematokrit (Ht), penurunan natrium (Na) dan terdapatnya cairan dalam rongga

    serosa. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai

    lebih dari 30% dan berlangsung selama 24-48 jam dan bila tidak ditangani secara

    adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia yang dapat berakibat fatal.1,2

    Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan secara tidak

    langsung bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog

    mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD berat. Antibodi

    heterolog yang telah ada akan mengenali virus lain kemudian membentuk

    kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan Fc reseptor dari membran

    leukosit terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari proses ini, akan terjadi

    sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan

    permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan

    syok.1,2

    2.1.3. Perjalanan Penyakit

    Setelah masa inkubasi, penyakit ini diikuti oleh tiga fase, yaitu febris,

    kritis, dan recovery(penyembuhan) (gambar-1).5

    Gambar-1. Perjalanan Penyakit DBD.5

  • 8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx

    4/36

    4

    Fase Febris

    Pasien akan mengeluh demam yang mendadak tinggi. Kadang-kadang suhu

    tubuh sangat tinggi hingga 40oC dan tidak membaik dengan obat penurun panas.

    Fase ini biasanya akan bertahan selama 2-7 hari dan diikuti dengan muka

    kemerahan, eritema, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia, dan nyeri kepala.

    Beberapa pasien mungkin juga mengeluhkan nyeri tenggorokan atau mata merah

    (injeksi konjungtiva). Sulit untuk membedakan dengue dengan penyakit lainnya

    secara klinis pada fase awal demam. Hasil uji torniquet positif pada fase ini

    meningkatkan kemungkinan adanya infeksi dengue. Demam juga tidak dapat

    dijadikan parameter untuk membedakan antara kasus dengue yang gawat dan

    tidak gawat. Oleh karena itu, memperhatikan tanda-tanda peringatan (warning

    signs) dan parameter lain sangat penting untuk mengenali progresi ke arah fase

    kritis.2,5,10Warning signsmeliputi:5

    Klinis: nyeri abdomen, muntah persisten, akumulasi cairan, perdarahan

    mukosa, pembesaran hati >2 cm

    Laboratorium: peningkatan Ht dengan penurunan trombosit.

    Manifestasi perdarahan ringan seperti petekie dan perdarahan membran

    mukosa (hidung dan gusi) dapat terjadi. Petekie dapat muncul pada hari-hari

    pertama demam, namun dapat juga dijumpai pada hari ke-3 hingga hari ke-5

    demam. Perdarahan vagina masif pada wanita usia subur dan perdarahan

    gastrointestinal (hematemesis, melena) juga dapat terjadi walau lebih jarang.2,5,10

    Bentuk perdarahan yang paling ringan, uji torniquet positif, menandakan adanya

    peningkatan fragilitas kapiler. Pada awal perjalanan penyakit 70,2% kasus DBD

    mempunyai hasil positif.2

    Hati sering ditemukan membesar dan nyeri dalam beberapa hari demam.

    Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit,

    bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba hingga 2-4 cm di bawah arcus costae.

    Pada sebagian kecil dapat ditemukan ikterus. Penemuan laboratorium yang paling

    awal ditemui adalah penurunan progresif leukosit, yang dapat meningkatkan

    kecurigaan ke arah dengue.2,5

  • 8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx

    5/36

    5

    Fase Kritis

    Akhir fase demam merupakan fase kritis pada DBD. Pada saat demam

    mulai cenderung turun dan pasien tampak seakan-akan sembuh, maka hal ini

    harus diwaspadai sebagai awal kejadian syok. Saat demam mulai turun hingga

    dibawah 37,5-38oC yang biasanya terjadi pada hari ke 3-7, peningkatan

    permeabilitas kapiler akan terjadi dan keadaan ini berbanding lurus dengan

    peningkatan hematokrit. Periode kebocoran plasma yang signifikan secara klinis

    biasanya terjadi selama 24-48 jam.2,5

    Leukopenia progresif disertai penurunan jumlah platelet yang cepat

    merupakan tanda kebocoran plasma. Derajat kebocoran plasma dapat bervariasi.

    Temuan efusi pleura dan asites secara klinis bergantung pada derajat kebocoran

    plasma dan volume terapi cairan. Derajat peningkatan hematokrit sebanding

    dengan tingkat keparahan kebocoran plasma.2,5

    Keadaan syok akan timbul saat volume plasma mencapai angka kritis

    akibat kebocoran plasma. Syok hampir selalu diikuti warning signs. Terdapat

    tanda kegagalan sirkulasi: kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung jari

    dan kaki, sianosis di sekitar mulut, pasien menjadi gelisah, nadi cepat, lemah,

    kecil sampai tak teraba.Saat terjadi syok berkepanjangan, organ yang mengalami

    hipoperfusi akan mengalami gangguan fungsi (impairment), asidosis metabolik,

    dan koagulasi intravaskula diseminata (KID). Hal ini menyebabkan perdarahan

    hebat sehingga nilai hematokrit akan sangat menurun pada keadaan syok hebat.1,2,5

    Pasien yang mengalami perbaikan klinis setelah demam turun dapat

    dikatakan menderita dengue yang tidak gawat. Beberapa pasien dapat berkembang

    menjadi fase kritis kebocoran plasma tanpa penurunan demam sehingga pada

    pasien perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui adanya

    kebocoran plasma.5

  • 8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx

    6/36

    6

    Fase Penyembuhan (Recovery)

    Jika pasien dapat bertahan selama 24-48 jam saat fase kritis, reabsorpsi

    gradual cairan ekstravaskular akan terjadi dalam 48-72 jam. Keadaan umum

    pasien membaik, nafsu makan kembali, gejala gastrointestinal berkurang, status

    hemodinamik meningkat, dan diuresis normal. Beberapa pasien akan mengalami

    ruam kulit putih yang dikelilingi area kemerahan disekitarnya dan pruritus

    generalisata. Bradikardia dan perubahan elektrokardiografi juga sering ditemukan

    pada fase ini. Hematokrit akan stabil atau lebih rendah karena efek dilusi yang

    disebabkan reabsorpsi cairan. Jumlah leukosit biasanya akan meningkat segera

    setelah demam turun, namun trombosit akan meningkat kemudian. Pemberian

    cairan pada fase ini perlu diperhatikan karena bila berlebihan akan menimbulkan

    edema paru atau gagal jantung kongestif.5

    2.2. Manajemen Kasus DBD

    Manajemen kasus DBD meliputi beberapa tahap yakni:5

    1. Penilaian:

    Riwayat penyakit sekarang, riwayat pengobatan lalu, dan riwayat

    keluarga

    Pemeriksaan fisik, termasuk fisik umum dan mental

    Investigasi, termasuk laboratorium rutin dan spesifik-dengue

    2. Diagnosis, penilaian fase penyakit, dan keparahan

    3.

    Manajemen: menetapkan tatalaksana berdasarkan manifestasi klinis dan

    hal-hal terkait lainnya:

    Rawat jalan (kelompok A)

    Rawat inap (kelompok B)

    Membutuhkan tatalaksana emergensi dan urgensi (kelompok C)

  • 8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx

    7/36

    7

    2.2.1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

    Anamnesis harus meliputi:5(1) Onset demam/penyakit, (2) Jumlah intake

    oral, (3) Warning signs, (4) Diare, (5) Perubahan status

    mental/kejang/ketidaksadaran, (6) Urin output (frekuensi, volume, dan waktu

    terakhir kencing), (7) Riwayat keluarga atau tetangga yang mengalami DBD,

    riwayat bepergian ke daerah endemis, kondisi penyerta (bayi, kehamilan, obesitas,

    diabetes mellitus, hipertensi), bepergian ke hutan dan berenang di air terjun

    (mengarahkan leptospirosis, tipus, malaria), riwayat penggunaan narkoba dan seks

    bebas (HIV serokonversi akut).

    Sedangkan pemeriksaan fisik harus meliputi:5(1) Status mental, (2) Status

    hidrasi, (3) Status hemodinamik, (4) Takipnoe/pernapasan asidosis/efusi pleura,

    (5) Nyeri abdomen/ hepatomegali/asites, (6) Ruam dan manifestasi perdarahan,

    (7) Uji torniquet.

    2.2.2. Pemeriksaan Laboratorium

    Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin (Hb), kadar

    hematokrit (Ht), jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya

    limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru (sejak hari ke-3).1

    Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya menurun dengan dominasi sel

    neutrofil. Pada akhir demam, jumlah leukosit, dan sel neutrofil bersama-sama

    menurun sehingga jumlah sel limfosit secara relatif meningkat.1,2,10

    Penurunan jumlah trombosit menjadi

  • 8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx

    8/36

    8

    Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan terjadinya

    gangguan koagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis (PT, APTT,

    Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP). Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan adalah

    albumin, SGOT/SGPT, ureum/ kreatinin.1,2,5

    2.2.3. Pemeriksaan Radiologi

    Pada foto toraks (DBD derajat III/IV dan sebagian besar derajat II)

    didapatkan efusi pleura, terutama di hemitoraks sebelah kanan. Pemeriksaan foto

    toraks sebaiknya dilakukan dalam posisi lateral dekubitus kanan. Asites dan efusi

    pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.1

    2.2.4. Pemeriksaan Antigen dan Antibodi Virus

    Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji diagnostik melalui

    pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologi molekular. Di antara

    tiga jenis uji etiologi, yang dianggap sebagai baku emas adalah metode isolasi

    virus. Namun, metode ini membutuhkan tenaga laboratorium yang ahli, waktu

    yang lama (lebih dari 12 minggu), serta biaya yang relatif mahal. Pemeriksaan

    yang saat ini banyak digunakan adalah pemeriksaan serologi, yaitu dengan

    mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue.1,11

    Pada infeksi primer, antibodi IgM dapat terdeteksi pada hari kelima seelah

    onset penyakit, yakni setelah jumlah virus dalam darah berkurang. Kadar IgM

    meningkat dengan cepat dan mencapai puncaknya dalam 2 minggu dan menurun

    hingga tak terdeteksi lagi setelah 2-3 bulan. Antibodi IgG muncul beberapa hari

    setelah IgM dan pada infeksi primer, produksi IgG lebih rendah dibandingkan

    IgM, namun dapat bertahan beberapa tahun dalam sirkulasi, bahkan seumur

    hidup.11 Sedangkan pada infeksi sekunder, kadar IgG meningkat lebih banyak

    dibandingkan IgM dan muncul sebelum atau bersamaan dengan IgM. IgG

    merupakan antibodi predominan pada infeksi sekunder.11

    Salah satu metode pemeriksaan terbaru adalah pemeriksaan antigen

    spesifik virus dengue, yaitu antigen nonstructural protein 1 (NS1). Dengan

    metode ELISA, antigen NS1 dapat terdeteksi dalam kadar tinggi sejak hari

  • 8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx

    9/36

    9

    pertama sampai hari ke 12 demam pada infeksi primer dengue atau sampai hari ke

    5 pada infeksi sekunder dengue. Pemeriksaan ini juga dikatakan memiliki

    sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (88,7% dan 100%). Oleh karena itu, WHO

    menyebutkan pemeriksaan deteksi antigen NS1 sebagai uji dini terbaik untuk

    pelayanan primer.

    2.2.5. Diagnosis

    Diagnosis DBD dapat ditegakkan secara klinis dan laboratoris. Berdasarkan

    kriteria WHO 1997, diagnosis DBD secara klinis dapat ditegakkan bila semua hal

    di bawah ini terpenuhi:1,9

    1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.

    2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung positif;

    petekie, ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis, dan

    melena.

    3. Trombositopenia (jumlah trombosit 20% dibandingkan standar.

    Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan

    dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.

    Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia,

    dan hiponatremia.

    Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu:1,9

    Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi

    perdarahan adalah uji torniquet.

    Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan

    perdarahan lain.

    Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,

    tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di

    sekitar mulut kulit dingin dan lembab, tampak gelisah.

    Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak

    terukur.

  • 8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx

    10/36

    10

    Sedangkan menurut WHO 2009, berdasarkan riwayat penyakit,

    pemeriksaan fisik dan/atau darah lengkap dan hematokrit, diagnosis DBD

    ditegakkan dengan melihat fase penyakit (febris, kritis, atau penyembuhan),

    menentukan adanya warning signs, hidrasi, dan status hemodinamik pasien, serta

    apakah pasien memerlukan rawat.5

    Kriteria sugestif untuk mengetahui kasus tersangka DBD adalah pasien

    tinggal atau baru bepergian dari daerah endemis dengue, adanya riwayat demam

    lebih dari tiga hari, jumlah leukosit rendah atau menurun, dan/atau

    trombositopenia uji torniquet positif.

    2.2.6. Penatalaksanaan

    Tidak ada terapi yang spesifik untuk DBD. Prinsip terapi utama adalah

    terapi suportif. Pemeliharaan cairan sirkulasi merupakan hal terpenting dalam

    penanganan kasus DBD. Asupan cairan, terutama melalui oral, harus

    dipertahankan. Jika tidak bisa, maka diperlukan suplemen cairan melalui jalur

    intravena.1,4 Menurut WHO 2009, berdasarkan manifestasi klinis dan kondisi

    lainnya, pasien dapat dibagi tiga kategori: rawat jalan (kelompok A),

    membutuhkan penanganan di rumah sakit/rawat inap (kelompok B), dan

    membutuhkan penanganan emergensi atau urgensi (kelompok C).5

    Kelompok-A5

    Pasien yang termasuk dalam kelompok ini adalah yang dapat dimotivasi

    untuk minum secara adekuat, masih dapat berkemih setidaknya sekali tiap enam

    jam, dan tidak mempunyai warning signs, khususnya saat demam mereda.

    Pasien rawat jalan harus diobservasi setiap hari untuk mencegah progresi

    hingga melewati periode kritis. Pasien dengan Ht stabil dapat dipulangkan setelah

    dirawat dan diberikan edukasi untuk segera kembali ke rumah sakit apabila

    warning signsmuncul. Apabila warning signsmuncul maka tindakan selanjutnya

    adalah:

  • 8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx

    11/36

    11

    Memotivasi minum oral rehydration solution(ORS), jus buah, dan cairan

    lain yang mengandung elektrolit dan gula untuk mengganti cairan yang

    hilang akibat demam.

    Memberikan parasetamol bila pasien merasa tidak nyaman akibat demam.

    Interval pemberian parasetamol sebaiknya tidak kurang dari enam jam.

    Petugas kesehatan harus setiap hari memantau temperatur, asupan dan

    keluaran cairan, urin output (volume dan frekuensi), warning signs, tanda

    perembesan plasma atau perdarahan, hematokrit, jumlah leukosit, dan

    trombosit (kelompok-B).

    Kelompok-B5

    Pasien harus dirawat inap untuk observasi ketat, khususnya pada fase

    kritis. Kriteria rawat pasien DBD adalah:5

    1. Adanya warning signs

    2. Terdapat tanda dan gejala hipotensi: dehidrasi, tidak dapat minum,

    hipotensi postural, berkeringat sedikit, pingsan, ekstremitas dingin.

    3. Perdarahan

    4. Gangguan organ: ginjal, hepar (hati membesar dan nyeri walaupun tidak

    syok), neurologis, kardiak (nyeri dada, gangguan napas, sianosis).

    5. Adanya peningkatan Ht, efusi pleura, atau asites

    6. Kondisi penyerta: hamil, DM, hipertensi, ulus peptikum, anemia

    hemolitik, overweight/ obese, bayi, dan usia tua

    7. Kondisi sosial: tinggal sendiri, jauh dari pelayanan kesehatan tanpa

    transpor memadai.

    Apabila pasien memiliki warning signsmaka hal yang harus dilakukan adalah:

    Periksa Ht sebelum pemberian cairan. Berikan larutan isotonik seperti

    normosalin 0,9%, RL. Mulai dari 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam, lalu

    kurangi menjadi 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam, dan kurangi lagi menjadi

    2-3 ml/kg/jam atau kurang sesuai respon klinis.

    Nilai kembali status klinis, ulangi Ht. Bila Ht sama atau meningkat sedikit,

    lanjutkan dengan jumlah sama (2-3 ml/kg/jam) selama 2-4 jam. Bila tanda

  • 8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx

    12/36

    12

    vital memburuk dan Ht meningkat drastis, tingkatkan pemberian cairan 5

    10 ml/kg/jam selama 1-2 jam. Nilai kembali status klinis, ulang Ht, dan

    periksa kecepatan cairan infus berkala.

    Berikan volume intravena minimum untuk menjaga perfusi dan urin

    output 0,5 ml/kg/jam selama 24-48 jam. Kurangi jumlah cairan infus

    berkala saat kebocoran plasma berkurang, yakni saat akhir fase kritis. Hal

    ini bisa diketahui dari urin output dan/atau asupan minum cukup dan Ht

    menurun.

    Pasien dengan warning signs harus diobservasi hingga fase kritis lewat.

    Parameter yang harus dimonitor adalah tanda vital dan perfusi perifer (tiap

    1-4 jam hingga lewat fase kritis), urin output (tiap 4-6 jam), Ht (sebelum

    dan setelah pemberian cairan, selanjutnya tiap 6-12 jam), glukosa darah,

    dan fungsi organ sesuai indikasi.

    Pada pasien tanpa warning signs, hal berikut harus dilakukan:

    Motivasi minum. Jika tidak bisa, mulai infus intravena dengan NS 0,9%

    atau RL dengan atau tanpa dekstrosa dengan dosis pemeliharaan. Untuk

    pasien obeseatau overweightdigunakan dosis sesuai berat ideal. Berikan

    volume minimum untuk memelihara perfusi dan urine output selama 24-

    48 jam.

    Pasien harus dimonitor: temperatur, asupan dan keluaran cairan, urin

    output (volume dan frekuensi), warning signs, hematokrit, leukosit, dan

    trombosit. Pemeriksaan laboratorium lain dapat dilakukan sesuai indikasi.

    Kelompok-C5

    Pasien membutuhkan tatalaksana emergensi dan urgensi apabila

    mengalami DBD berat untuk memudahkan akses intensif dan transfusi darah.

    Resusitasi cairan dengan kristaloid isotonik secepatnya sangat penting untuk

    menjaga volume ekstravaskular saat periode kebocoran plasma atau larutan koloid

    pada keadaan syok hipotensi. Pantau nilai Ht sebelum dan sesudah resusitasi.

    Tujuan akhir resusitasi cairan adalah meningkatkan sirkulasi sentral dan perifer

    (takikardia berkurang, tekanan darah dan nadi meningkat, ekstremitas tidak pucat

  • 8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx

    13/36

    13

    dan hangat, dan CRT 0,5 ml/kg/jam, asidosis metabolik menurun).

    Terapi pada Pasien Syok Terkompensasi

    Gambar-3. Algoritma Pasien Syok Terkompensasi

  • 8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx

    14/36

    14

    Terapi pada Syok Hipotensi

    Gambar-4. Algoritma Pasien Syok Hipotensi

  • 8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx

    15/36

    15

    2.2.7. Indikasi Pulang Pasien DBD

    Pasien dapat pulang apabila memenuhi semua kriteria berikut:5

    Klinis:

    o Bebas demam selama minimal 48 jam

    o Terdapat perbaikan ststus klinis (keadaan umum baik, nafsu makan

    makan membaik, status hemodinamik stabil, urine output normal, tidak

    ada gangguan pernapasan)

    Laboratoris:

    o Peningkatan jumlah trombosit

    o Hematokrit stabil tanpa cairan intravena

  • 8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx

    16/36

    16

    STATUS PENDERITA

    I.Anamnesis

    Identitas

    Nama Lengkap : Nn. NI

    Jenis Kelamin : Perempuan

    Umur : 16 thn

    Suku Bangsa : Bugis

    A g a m a : islam

    Pekerjaan : Pelajar

    Alamat : Jl angrek maros

    Tanggal masuk : 05 november 2013

    Pukul : 12.00 WITA

    Riwayat Penyakit

    Keluhan utama : Demam

    Anamnesis terpimpin :

    Keluhan dialami sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam

    dirasakan terus menerus dan hanya reda ketika minum obat penurun panas. Pasien

    mengeluh Sakit kepala (+), tidak terus menerus, pusing (+). Batuk (-), dahak (-).

    Mual(+), muntah (-), NUH (+), riwayat sering nyeri uluhati (+), OSI sering

    mengkonsumsi promag bila nyeri ulu hati. Riwayat mimisan (+) 1 hari sebelum

    masuk rumah sakit, riwayat gusi berdarah (-). Saat ini OSI sedang menstruasi hari

    ke dua, darah yang keluar lebih banyak dari biasanya. OSI mengeluh nyeri

    diseluruh badan dan tulang.

    Riwayat keluar kota tidak ada

    BAK : Lancar, kuning.

    BAB : belum hari ini, kemarin 1x biasa, warna kuning, padat.

  • 8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx

    17/36

    17

    Riwayat Penyakit sekarang

    Riwayat Demam Berdarah Dengue (-)

    Riwayat pengobatan (+), dengan Paracetamol yang di beli di apotik.

    Riwayat opname sebelumnya tidak pernah

    Riwayat penyakit terdahulu

    Riwayat penyakit terdahulu tidak ada

    Riwayat keluarga menderita penyakit yang sama tidak ada

    Riwayat penyakit darah (-), riwayat Hepatitis (-), riwayat transfusi darah (-).

    Riwayat Penyakit Keluarga

    Dalam keluarga tidak ada yang menderita sakit seperti ini.

    Tetangga dan orang sekitar rumah tidak ada yang menderita penyakit seperti ini.

    II.Pemeriksaan Fisik (Tanggal 05 november 2013)

    Status Present

    - Keadaan umum : Tampak sakit sedang

    - Kesadaran : Compos mentis

    - Sakit Sedang / Gizi Cukup / Sadar

    - Tekanan darah : 110/80 mmHg

    - Nadi : 100 x/menit

    - Respirasi : 20 x/menit

    - Suhu : 38,00 C

    STATUS GENERALIS

    Kepala

    - Bentuk : Normal, simetris

  • 8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx

    18/36

    18

    - Rambut : Hitam, lurus, distribusi merata, tidak mudah dicabut

    - Muka : Bulat, simetris

    Mata

    Eksoptalmus/Enoptalmus : (-)

    Gerakan : ke segala arah

    Tekanan bola mata : dalam batas normal

    Kelopak Mata : edema palpebra (-)

    Konjungtiva : anemis (-)

    Sklera : ikterus (-)

    Kornea : jernih

    Pupil : bulat, isokor 2,5mm/2,5 Reflex cahaya +/+

    Telinga

    Pendengaran : dalam batas normal

    Tophi : (-)

    Nyeri tekan di prosesus mastoideus : (-)

    Hidung

    Perdarahan : epistaksis (+)

    Sekret : (-)

    Mulut

    Bibir : pucat (-), kering (-), sianosis (-)

    Lidah : kotor (-),tremor (-), hiperemis (-)

    Tonsil : T1T1, hiperemis (-)

    Faring : hiperemis (-),

    Gigi geligi : caries (-)

    Gusi :perdarahan gusi (-)

    LEHER

    - Trakhea : Di tengah

    - KGB : Tidak ada pembesaran

    - JVP : R-2 cm H2O

  • 8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx

    19/36

    19

    THORAKS

    - Bentuk : Normal, simetris

    - Retraksi suprasternal : (-)

    - Retraksi interkostal : (-)

    JANTUNG

    - Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

    - Palpasi : Iktus kordis tidak teraba sela iga IV garis midclavikula

    kiri

    - Perkusi : Batas atas sela iga II garis parasternal kiri

    Batas kanan sela iga IV garis parasternal kanan

    Batas kiri sela iga IV garis midklavikula

    - Auskultasi : Bunyi jantung III normal, reguler, murmur (-)

    PARU

    - Inspeksi : Bentuk dan pergerakan hemitoraks kiri sama dengan kanan

    - Palpasi : Fremitus taktil dan vokal hemitoraks kiri sama dengan kanan

    - Perkusi : Sonor

    - Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

    ABDOMEN

    - Inspeksi : Datar, simetris

    - Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)

    - Perkusi : Timpani

    - Auskultasi : Peristaltik (+) normal

    GENITALIA EKSTERNA

    - Kelamin : Edema vulva (-)

    EKSTREMITAS

    - Superior : Akral hangat, uji tourniqet (+) di tangan kiri.

    - Inferior : Akral hangat

  • 8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx

    20/36

    20

    III. Laboratorium (Tanggal 05 november 2013)

    IV. ASSESMENT :

    DHF Grade II

    V. PLANNING

    Pengobatan :

    Bed Rest

    Diet lunak

    IVFD RL 6mL/KgBB/jam = 100 tpm selama 2 jam

    5mL/kgBB/jam = 84 tpm selama 2-4 jam

    2mL/kgBB/jam = 32 tpm setelah ada perbaikan tanda vital

    Jenis Pemerikaan Hasil (28/10/2013) Nilai Rujukan

    DARAH

    RUTIN

    WBC 18,6x103/uL 4 - 10 x 103/uL

    RBC 4,5x10 /uL 46 x 10 /uL

    HGB 11,6 g/dL 12 - 18 g/dL

    HCT 37,2% 3748%

    PLT 23x 10 /uL 150-400x10 /uL

    KIMIA

    DARAH

    SGOT 77 U/L

  • 8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx

    21/36

    21

    1500 +{20x(BB-20)} = 1500+{20x(50-20)} = 2100 ml = 28 tpm

    Paracetamol 500 mg 3 x 1 (p.r.n)

    Domperidon 3 x 1.

    Rencana :

    Awasi tanda vital dan manifestasi perdarahan

    Foto thorax

    PROGNOSA

    - Quo ad vitam : dubia ad bonam

    - Quo ad functionam : dubia ad bonam

    - Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

    FOLLOW UP

    TANGGAL PERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI DOKTER

    05/11/2013 S :

    Demam (-), sakit kepala (-), pusing (-),

    batuk (+), sesak (-), nyeri dada (-),

    mual (-), nyeri ulu hati (+).

    Haid hari ke 2

    BAK : lancar, kuning

    BAB : belum 2hari ini.

    O :

    SS/GC/CM

    TD : 110/80 mmhg

    P :- Perhatikan intake oral

    - IVFD RL 0,9 %

    - Paracetamol 500 mg 3x1

    - Domperidone 3x1

    - Ranitidin amp/12j/iv

    - Ambroxol 3x1

  • 8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx

    22/36

    22

    P : 80 x/menit

    N : 20 x/menit

    S : 36,6C

    Anemis -/-, ikterus -/-.

    MT(-), NT(-), DVS R-1cmH2O

    Pembesaran KGB (-).

    BP : vesikuler,

    BT : Rh -/-, Wh -/-

    BJ : I/II murni regular

    Peristaltik (+) kesan N,

    Hepar : tidak teraba

    Lien : tidak teraba

    Ext : remple leede (+) di tangan

    kiri, peteki (+) di kedua paha dan

    betis.

    Hasil Lab :

    WBC : 6.23 x 103/uL

    RBC : 4.68 x 106/uL

    HCT : 36,9 %

    HGB : 13,2 g/dL

    PLT : 23.000

    A :DHF grade II

    06/11/2013 S :

    Demam (-) bebas demam hari ke 1,

    riwayat demam 4 hari. Sakit kepala

    (+), pusing (-). Batuk (+), dahak (-)

    sesak (-), nyeri dada (-). Mual (-),

    P :

    - Banyak minum 2-3 liter

    - IVFD RL 0,9 %

    - Paracetamol 500 mg 3x1

    - Domperidone 3x1

  • 8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx

    23/36

    23

    muntah (-), nyeri perut (+) nyeri ulu

    hati (+).

    Haid hari ke 3

    BAK : lancar, kuning

    BAB : biasa, warna kuning.

    O :

    SS/GC/CM

    TD : 100/70 mmhg

    P : 80 x/menit

    N : 20 x/menit

    S : 36,5C

    Anemis -/-, ikterus -/-,

    konjungtivitis (+)

    MT(-), NT(-), DVS R-1cmH2O

    Pembesaran KGB (-).

    BP : vesikuler,

    BT : Rh -/-, Wh -/-

    BJ : I/II murni regular Peristaltik (+) kesan N,

    Hepar : tidak teraba

    Lien : tidak teraba

    Ext : remple leede (+) di tangan

    kiri, peteki (+) di seluruh tubuh.

    Hasil RT :

    Sfingter mencekik, mukosa licin,

    - Ranitidin amp/12j/iv

    - Ambroxol 3x1

  • 8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx

    24/36

    24

    ampulla kosong, darah (-).

    Hasil Lab :

    WBC : 4,1 x 103/uL

    RBC : 5,88 x 106/uL

    HCT : 48,2 %

    HGB : 14,5 g/dL

    PLT : 45000

    A :DHF grade II

    07/11/2013 S :

    Demam (-) bebas demam hari ke 2,

    riwayat demam 4 hari. Sakit kepala (-

    ), pusing (-). Batuk (+), dahak (-)

    sesak (-), nyeri dada (-). Mual (+),

    muntah (-), nyeri perut (-) nyeri ulu

    hati (+).

    Haid hari ke 4

    OSI kuat minum.

    BAK : biasa, lancar

    BAB : biasa, kesan normal

    O :

    SS/GC/CM

    TD : 110/80 mmhg

    P : 20 x/menit

    P :

    - Banyak minum 2-3 liter

    - IVFD RL 0,9 %

    - Paracetamol 500 mg 3x1

    - Domperidone 3x1

    -

    Ranitidin amp/12j/iv

    - Ambroxol 3x1

  • 8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx

    25/36

    25

    N : 80 x/menit

    S : 36,5C

    Anemis -/-, ikterus -/-.

    MT(-), NT(-), DVS R-1cmH2O

    Pembesaran KGB (-).

    BP : vesikuler,

    BT : Rh -/-, Wh -/-

    BJ : I/II murni regular

    Peristaltik (+) kesan N,

    Hepar : tidak teraba

    Lien : tidak teraba

    Ext : peteki (+) di seluruh tubuh

    .

    Hasil Lab :

    WBC : 6,8 x 10

    3

    /uLRBC : 6,49 x 10

    6/uL

    HCT : 51,4 %

    HGB : 15,0 g/dL

    PLT : 43000

    A :DHF grade II

    08/11/2013 S :

    Demam (-) bebas demam hari ke 3,

    riwayat demam 4 hari. Sakit kepala (-

    ), pusing (-). Batuk (+), dahak (-)

    sesak (-), nyeri dada (-). Mual (+),

    muntah (-), nyeri perut (-) nyeri ulu

    hati (+).

    P :

    - Banyak minum 2-3 liter

    - IVFD RL 0,9 %

    - Paracetamol 500 mg 3x1

    - Domperidone 3x1

    - Ranitidin amp/12j/iv

    - Ambroxol 3x1

  • 8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx

    26/36

  • 8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx

    27/36

    27

    HGB : 11,6 g/dL

    PLT : 54.000

    A :DHF grade II

    09/11/2013 S :

    Demam (-) bebas demam hari ke 4,

    riwayat demam 4 hari. Sakit kepala (-

    ), pusing (-). Batuk (+), dahak (-)

    sesak (-), nyeri dada (-). Mual (-),

    muntah (-), nyeri perut (-) nyeri ulu

    hati (-).

    Haid hari ke 6

    OSI kuat makan dan minum.

    BAK : biasa, lancar

    BAB : biasa, kesan normal

    O :

    SS/GC/CM

    TD : 100/70 mmhg

    P : 80 x/menit

    N : 20 x/menit

    S : 36,5 C

    Anemis -/-, ikterus -/-.

    MT(-), NT(-), DVS R-2cmH2O

    Pembesaran KGB (-).

    P :

    - Banyak minum 2-3 liter

    - IVFD RL 0,9 %

    - Paracetamol 500 mg 3x1

    -

    Domperidone 3x1

    - Ranitidin amp/12j/iv

    - Ambroxol 3x1

  • 8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx

    28/36

  • 8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx

    29/36

  • 8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx

    30/36

    30

    BAB IV

    PEMBAHASAN

    Pasien ini datang dengan keluhan demam yang dialami 3 hari sebelum

    masuk Rumah Sakit. Demam dirasakan terus menerus dan hanya reda ketika

    minum obat penurun panas. Pada pasien juga terdapat gejala klinis tidak khas

    seperti lemas, nyeri kepala, mual dan nyeri ulu hati. Pasien juga memiliki riwayat

    epistaksis. Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum tampak sakit

    sedang, kesadaran Compos mentis, tekanan darah 110/80 mmhg, nadi 80

    x/menit, respirasi 20x/menit, suhu 36,8C. Ekstremitas akral hangat, uji

    tourniqet (+) pada tangan kiri, petechie (+) pada tangan kiri.

    Menurut WHO 2009, kriteria sugestif untuk mengetahui kasus tersangka

    DBD adalah pasien tinggal atau baru bepergian dari daerah endemis dengue,

    adanya riwayat demam lebih dari tiga hari, jumlah leukosit rendah atau menurun,

    dan/atau trombositopenia uji torniquet positif. Berdasarkan anamnesis,

    pemeriksaan fisik, dan laboratorium, pasien ini memenuhi semua kriteria tersebutsehingga dapat dipikirkan pasien ini tersangka DBD.

    Uji torniquet merupakan tanda peningkatan fragilitas kapiler. Uji torniquet

    pada pasien ini bermanfaat dan perlu dilakukan karena pada pasien ini terdapat

    gejala dan tanda klinis yang mengarah DBD dan uji torniquet memberikan hasil

    positif pada 70,2% di awal perjalanan penyakit. Uji torniquet dinyatakan positif

    bila terdapat lebih dari 10 petekie dalam diameter 2,8 cm (1 inci persegi) di lengan

    bawah bagian depan (volar) termasuk pada lipatan siku (fossa cubiti) saat

    diberikan tekanan diantara sistolik dan diastolik pada lengan atas pasien selama 5

    menit.

    Pasien ini juga memenuhi 4 kriteria diagnosis DBD yang ditetapkan WHO

    1997, antara lain:

    1. Demam yang berlangsung 2-7 hari dan sifatnya bifasik (tinggi pada hari-

    hari pertama dan membaik pada hari-hari selanjutnya). Pasien ini

    mengalami demam selama 4 hari dan hanya membaik jika minum obat

  • 8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx

    31/36

  • 8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx

    32/36

    32

    produksi IgG lebih rendah dibandingkan IgM, namun dapat bertahan beberapa

    tahun dalam sirkulasi, bahkan seumur hidup. Sedangkan pada infeksi sekunder,

    kadar IgG meningkat lebih banyak dibandingkan IgM dan muncul sebelum atau

    bersamaan dengan IgM. IgG merupakan antibodi predominan pada infeksi

    sekunder.

    Dengan menggunakan kriteria WHO 1997 dan 2009 serta didukung hasil

    NS 1 positif maka diagnosis DBD pada pasien ini dapat ditegakkan.

    Setelah diagnosis ditegakkan maka langkah selanjutnya adalah

    menentukan tatalaksana yang sesuai untuk pasien. Menurut WHO 2009, pasien ini

    masuk dalam kelompok-B.

    Pasien memerlukan tatalaksana

    Periksa Ht sebelum pemberian cairan. Berikan larutan isotonik seperti

    normosalin 0,9%, RL. Mulai dari 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam, lalu

    kurangi menjadi 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam, dan kurangi lagi menjadi

    2-3 ml/kg/jam atau kurang sesuai respon klinis.

    Nilai kembali status klinis, ulangi Ht. Bila Ht sama atau meningkat sedikit,

    lanjutkan dengan jumlah sama (2-3 ml/kg/jam) selama 2-4 jam. Bila tanda

    vital memburuk dan Ht meningkat drastis, tingkatkan pemberian cairan 5

    10 ml/kg/jam selama 1-2 jam. Nilai kembali status klinis, ulang Ht, dan

    periksa kecepatan cairan infus berkala.

    Berikan volume intravena minimum untuk menjaga perfusi dan urin

    output 0,5 ml/kg/jam selama 24-48 jam. Kurangi jumlah cairan infus

    berkala saat kebocoran plasma berkurang, yakni saat akhir fase kritis. Hal

    ini bisa diketahui dari urin output dan/atau asupan minum cukup dan Ht

    menurun.

    Pasien dengan warning signs harus diobservasi hingga fase kritis lewat.

    Parameter yang harus dimonitor adalah tanda vital dan perfusi perifer (tiap

    1-4 jam hingga lewat fase kritis), urin output (tiap 4-6 jam), Ht (sebelum

    dan setelah pemberian cairan, selanjutnya tiap 6-12 jam), glukosa darah,

    dan fungsi organ sesuai indikasi.

  • 8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx

    33/36

  • 8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx

    34/36

    34

    BAB V

    KESIMPULAN

    5.1. Kesimpulan

    Pada pasien ini didiagnosis DBD berdasarkan adanya demam akut 2-7 hari

    pola bifasik, terdapat mainfestasi perdarahan (uji Rumple Leed +),

    ,trombositopenia, dan kebocoran plasma. Pemeriksaan NS 1 juga (+). Pasien ini

    mengalami DBD grade 2. Adanya warning signs menjadi indikasi rawat bagi

    pasien ini.

    5.2. Saran

    Prinsip tatalaksana utama DBD grade 2 adalah pemberian terapi suportif

    dengan resusitasi cairan. Jumlah pemberian cairan harus disesuaikan dengan

    keadaan klinis pasien dan mencegah terjadinya overloadcairan karena justru akan

    menimbulkan komplikasi. Prinsip pemberian cairan yang efektif sebaiknya

    disesuaikan dengan protokol yang dikeluarkan WHO tahun 2009.

  • 8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx

    35/36

    35

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue

    Dalam: Sudoyo, A. et.al. (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid

    III. Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI, 2009.p.2773-9.

    2. Hadinegoro SRH, Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tata Laksana

    Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta: Depkes RI Dirjen

    Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, 2004.

    3.

    Situation update of dengue in the SEA Region, 2007 diunduh dariwww.searo.who.int/LinkFiles/Dengue_dengue-SEAR-2008.pdf

    4. Chen K, Pohan HT, Sinto R. Diagnosis dan Terapi Cairan pada Demam

    Berdarah Dengue. Medicines 2009:22;1.

    5.

    Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention, and Control.

    World Health Organization, 2009. Diunduh dari

    http://whqlibdoc.who.int/publications/2009/9789241547871_eng.pdf

    6.

    Dengue haemorrhagic fever: diagnosis, treatment, prevention and control.

    2nd edition. Geneva : World Health Organization. 1997. Diunduh dari

    http://www.who.int/csr/resources/publications/dengue/Denguepublicati

    on/en/print.html

    7. Guidelines for Treatment of Dengue Fever/Dengue Haemorrhagic Fever in

    Small Hospitals. 1999. diunduh dari

    http://www.searo.who.int/LinkFiles/Dengue_Guideline-dengue.pdf

    8. Infections Caused by Arthropod- and Rodent-Borne Viruses.

    In: Braunwald, et al. Harrisons Principles of Internal Medicine. 17 thed.

    USA: McGraw Hill Companies, 2008.

    9. Anonim. Demam Berdarah Dengue (DBD). Dalam: Sastroasmoro S, et.al.

    (editor). Panduan Pelayanan Medis. Jakarta: RSUPN Dr. Cipto

    Mangunkusumo, 2007.p.156-7.

    10.Fact Sheet on Dengue and Dengue haemorrhagic fever. World Health

    Organization Sudan, 2005. Diunduh dari

    www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/

  • 8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx

    36/36

    11.

    World Health Organization. Dengue Fever. Diunduh dari

    www.emro.who.int/sudan/pdf/cd_trainingmaterials_dengue.pdf

    12.Estuningtyas A, Arif A. Obat Lokal. Dalam: Gunawan SG, Setiabudy R,

    Nafrialdi. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Departemen

    Farmakologi dan Terapi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

    2007. P.522.

    http://www.emro.who.int/sudan/pdf/cd_trainingmaterials_dengue.pdfhttp://www.emro.who.int/sudan/pdf/cd_trainingmaterials_dengue.pdfhttp://www.emro.who.int/sudan/pdf/cd_trainingmaterials_dengue.pdf