laporan kasus dbd rina.docx
TRANSCRIPT
-
8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx
1/36
1
BAB I
PENDAHULUAN
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan kasus yang sering ditemui
pada praktik dokter umum maupun di unit gawat darurat. Infeksi virus dengue
memiliki beberapa manifestasi dari asimtomatik hingga kasus yang berat seperti
syok yang dapat berakibat fatal.1,2 Indonesia merupakan salah satu negara
endemis DBD dengan angka pelaporan kasus paling tinggi dibandingkan negara-
negara lain di Asia Tenggara.3 Indonesia dimasukkan dalam kategori A dalam
stratifikasi DBD oleh World Health Organization (WHO) 2001 yang
mengindikasikan tingginya angka perawatan rumah sakit dan kematian akibat
DBD, khususnya pada anak. Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan bahwa
pada tahun 2006 (dibandingkan tahun 2005) terdapat peningkatan jumlah
penduduk, provinsi dan kecamatan yang terjangkit penyakit ini, dengan case
fatality rate sebesar 1,01% (2007).4
Seperti penyakit tropik infeksi lainnya, penyakit DBD dipengaruhi oleh
faktor host (manusia), agent (virus dengue), dan lingkungan. Keterkaitan antara
hal-hal ini sangat kompleks sehingga DBD sangat sulit diberantas walaupun kasus
DBD telah ada sejak abad ke-18 dan pemerintah Indonesia telah mengusahakan
pengendalian vektor nyamuk.5-8
Pasien DBD yang datang ke unit gawat darurat bervariasi dari infeksi
ringan hingga berat disertai tanda-tanda perdarahan spontan masif dan syok.
Diagnosis harus ditetapkan secara cepat dan pentalaksanaan pada keadaan ini
tentu harus dilakukan sesegera mungkin. Hingga saat ini penatalaksanaan DBD
belum ada yang spesifik dan hanya dilakukan terapi suportif yaitu dengan
penggantian cairan. Dengan memahami patogenesis, perjalanan penyakit,
gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium, diharapkan penatalaksanaan dapat
dilakukan secara efektif dan efisien.4-6
-
8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx
2/36
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Infeksi Dengue
2.1.1. Virus Dengue
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit demam akut yang
disebabkan oleh virus dengue yang sekarang lebih dikenal sebagai genus
Flavivirus. Virus ini memiliki empat jenis serotipe yakni DEN-1, DEN-2, DEN-3,
dan DEN-4. Antibodi yang terbentuk dari infeksi salah satu jenis serotipe tidak
memberikan perlindungan yang memadai untuk serotipe lain. Serotipe DEN-3
merupakan serotipe yang dominan dan paling banyak menimbulkan manifestasi
klinis yang berat.1,2,5,8
Virus dengue ditularkan kepada manusia terutama melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypti. Nyamuk aedes dapat mengandung virus dengue pada saat
menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yakni dua hari sebelum
panas hingga 5 hari setelah demam timbul. Virus yang terdapat pada kelenjar liur
kemudian berkembang biak dalam waktu 8-10 hari dan selanjutnya dapat
ditularkan kepada manusia lain melalui gigitan. Sekali virus masuk dan
berkembang biak dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut dapat menularkan virus
(infektif) sepanjang hidupnya.2,8
2.1.2. Patogenesis
Patogenesis DBD masih kontroversial. Dua teori yang banyak dianut
adalah hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory) dan
hipotesis immune enhancement. Menurut hipotesis infeksi sekunder, akibat infeksi
sekunder oleh tipe virus dengue yang berbeda, respon antibodi anamnestik pasien
akan terpicu dan menyebabkan kenaikan titer tinggi IgG antidengue. Replikasi
virus dengue mengakibatkan terbentuknya kompleks virus-antibodi yang
selanjutnya mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a
menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan
merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini terbukti dengan peningkatan kadar
-
8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx
3/36
3
hematokrit (Ht), penurunan natrium (Na) dan terdapatnya cairan dalam rongga
serosa. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai
lebih dari 30% dan berlangsung selama 24-48 jam dan bila tidak ditangani secara
adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia yang dapat berakibat fatal.1,2
Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan secara tidak
langsung bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog
mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD berat. Antibodi
heterolog yang telah ada akan mengenali virus lain kemudian membentuk
kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan Fc reseptor dari membran
leukosit terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari proses ini, akan terjadi
sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan
syok.1,2
2.1.3. Perjalanan Penyakit
Setelah masa inkubasi, penyakit ini diikuti oleh tiga fase, yaitu febris,
kritis, dan recovery(penyembuhan) (gambar-1).5
Gambar-1. Perjalanan Penyakit DBD.5
-
8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx
4/36
4
Fase Febris
Pasien akan mengeluh demam yang mendadak tinggi. Kadang-kadang suhu
tubuh sangat tinggi hingga 40oC dan tidak membaik dengan obat penurun panas.
Fase ini biasanya akan bertahan selama 2-7 hari dan diikuti dengan muka
kemerahan, eritema, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia, dan nyeri kepala.
Beberapa pasien mungkin juga mengeluhkan nyeri tenggorokan atau mata merah
(injeksi konjungtiva). Sulit untuk membedakan dengue dengan penyakit lainnya
secara klinis pada fase awal demam. Hasil uji torniquet positif pada fase ini
meningkatkan kemungkinan adanya infeksi dengue. Demam juga tidak dapat
dijadikan parameter untuk membedakan antara kasus dengue yang gawat dan
tidak gawat. Oleh karena itu, memperhatikan tanda-tanda peringatan (warning
signs) dan parameter lain sangat penting untuk mengenali progresi ke arah fase
kritis.2,5,10Warning signsmeliputi:5
Klinis: nyeri abdomen, muntah persisten, akumulasi cairan, perdarahan
mukosa, pembesaran hati >2 cm
Laboratorium: peningkatan Ht dengan penurunan trombosit.
Manifestasi perdarahan ringan seperti petekie dan perdarahan membran
mukosa (hidung dan gusi) dapat terjadi. Petekie dapat muncul pada hari-hari
pertama demam, namun dapat juga dijumpai pada hari ke-3 hingga hari ke-5
demam. Perdarahan vagina masif pada wanita usia subur dan perdarahan
gastrointestinal (hematemesis, melena) juga dapat terjadi walau lebih jarang.2,5,10
Bentuk perdarahan yang paling ringan, uji torniquet positif, menandakan adanya
peningkatan fragilitas kapiler. Pada awal perjalanan penyakit 70,2% kasus DBD
mempunyai hasil positif.2
Hati sering ditemukan membesar dan nyeri dalam beberapa hari demam.
Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit,
bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba hingga 2-4 cm di bawah arcus costae.
Pada sebagian kecil dapat ditemukan ikterus. Penemuan laboratorium yang paling
awal ditemui adalah penurunan progresif leukosit, yang dapat meningkatkan
kecurigaan ke arah dengue.2,5
-
8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx
5/36
5
Fase Kritis
Akhir fase demam merupakan fase kritis pada DBD. Pada saat demam
mulai cenderung turun dan pasien tampak seakan-akan sembuh, maka hal ini
harus diwaspadai sebagai awal kejadian syok. Saat demam mulai turun hingga
dibawah 37,5-38oC yang biasanya terjadi pada hari ke 3-7, peningkatan
permeabilitas kapiler akan terjadi dan keadaan ini berbanding lurus dengan
peningkatan hematokrit. Periode kebocoran plasma yang signifikan secara klinis
biasanya terjadi selama 24-48 jam.2,5
Leukopenia progresif disertai penurunan jumlah platelet yang cepat
merupakan tanda kebocoran plasma. Derajat kebocoran plasma dapat bervariasi.
Temuan efusi pleura dan asites secara klinis bergantung pada derajat kebocoran
plasma dan volume terapi cairan. Derajat peningkatan hematokrit sebanding
dengan tingkat keparahan kebocoran plasma.2,5
Keadaan syok akan timbul saat volume plasma mencapai angka kritis
akibat kebocoran plasma. Syok hampir selalu diikuti warning signs. Terdapat
tanda kegagalan sirkulasi: kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung jari
dan kaki, sianosis di sekitar mulut, pasien menjadi gelisah, nadi cepat, lemah,
kecil sampai tak teraba.Saat terjadi syok berkepanjangan, organ yang mengalami
hipoperfusi akan mengalami gangguan fungsi (impairment), asidosis metabolik,
dan koagulasi intravaskula diseminata (KID). Hal ini menyebabkan perdarahan
hebat sehingga nilai hematokrit akan sangat menurun pada keadaan syok hebat.1,2,5
Pasien yang mengalami perbaikan klinis setelah demam turun dapat
dikatakan menderita dengue yang tidak gawat. Beberapa pasien dapat berkembang
menjadi fase kritis kebocoran plasma tanpa penurunan demam sehingga pada
pasien perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui adanya
kebocoran plasma.5
-
8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx
6/36
6
Fase Penyembuhan (Recovery)
Jika pasien dapat bertahan selama 24-48 jam saat fase kritis, reabsorpsi
gradual cairan ekstravaskular akan terjadi dalam 48-72 jam. Keadaan umum
pasien membaik, nafsu makan kembali, gejala gastrointestinal berkurang, status
hemodinamik meningkat, dan diuresis normal. Beberapa pasien akan mengalami
ruam kulit putih yang dikelilingi area kemerahan disekitarnya dan pruritus
generalisata. Bradikardia dan perubahan elektrokardiografi juga sering ditemukan
pada fase ini. Hematokrit akan stabil atau lebih rendah karena efek dilusi yang
disebabkan reabsorpsi cairan. Jumlah leukosit biasanya akan meningkat segera
setelah demam turun, namun trombosit akan meningkat kemudian. Pemberian
cairan pada fase ini perlu diperhatikan karena bila berlebihan akan menimbulkan
edema paru atau gagal jantung kongestif.5
2.2. Manajemen Kasus DBD
Manajemen kasus DBD meliputi beberapa tahap yakni:5
1. Penilaian:
Riwayat penyakit sekarang, riwayat pengobatan lalu, dan riwayat
keluarga
Pemeriksaan fisik, termasuk fisik umum dan mental
Investigasi, termasuk laboratorium rutin dan spesifik-dengue
2. Diagnosis, penilaian fase penyakit, dan keparahan
3.
Manajemen: menetapkan tatalaksana berdasarkan manifestasi klinis dan
hal-hal terkait lainnya:
Rawat jalan (kelompok A)
Rawat inap (kelompok B)
Membutuhkan tatalaksana emergensi dan urgensi (kelompok C)
-
8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx
7/36
7
2.2.1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Anamnesis harus meliputi:5(1) Onset demam/penyakit, (2) Jumlah intake
oral, (3) Warning signs, (4) Diare, (5) Perubahan status
mental/kejang/ketidaksadaran, (6) Urin output (frekuensi, volume, dan waktu
terakhir kencing), (7) Riwayat keluarga atau tetangga yang mengalami DBD,
riwayat bepergian ke daerah endemis, kondisi penyerta (bayi, kehamilan, obesitas,
diabetes mellitus, hipertensi), bepergian ke hutan dan berenang di air terjun
(mengarahkan leptospirosis, tipus, malaria), riwayat penggunaan narkoba dan seks
bebas (HIV serokonversi akut).
Sedangkan pemeriksaan fisik harus meliputi:5(1) Status mental, (2) Status
hidrasi, (3) Status hemodinamik, (4) Takipnoe/pernapasan asidosis/efusi pleura,
(5) Nyeri abdomen/ hepatomegali/asites, (6) Ruam dan manifestasi perdarahan,
(7) Uji torniquet.
2.2.2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin (Hb), kadar
hematokrit (Ht), jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya
limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru (sejak hari ke-3).1
Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya menurun dengan dominasi sel
neutrofil. Pada akhir demam, jumlah leukosit, dan sel neutrofil bersama-sama
menurun sehingga jumlah sel limfosit secara relatif meningkat.1,2,10
Penurunan jumlah trombosit menjadi
-
8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx
8/36
8
Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan terjadinya
gangguan koagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis (PT, APTT,
Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP). Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan adalah
albumin, SGOT/SGPT, ureum/ kreatinin.1,2,5
2.2.3. Pemeriksaan Radiologi
Pada foto toraks (DBD derajat III/IV dan sebagian besar derajat II)
didapatkan efusi pleura, terutama di hemitoraks sebelah kanan. Pemeriksaan foto
toraks sebaiknya dilakukan dalam posisi lateral dekubitus kanan. Asites dan efusi
pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.1
2.2.4. Pemeriksaan Antigen dan Antibodi Virus
Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji diagnostik melalui
pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologi molekular. Di antara
tiga jenis uji etiologi, yang dianggap sebagai baku emas adalah metode isolasi
virus. Namun, metode ini membutuhkan tenaga laboratorium yang ahli, waktu
yang lama (lebih dari 12 minggu), serta biaya yang relatif mahal. Pemeriksaan
yang saat ini banyak digunakan adalah pemeriksaan serologi, yaitu dengan
mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue.1,11
Pada infeksi primer, antibodi IgM dapat terdeteksi pada hari kelima seelah
onset penyakit, yakni setelah jumlah virus dalam darah berkurang. Kadar IgM
meningkat dengan cepat dan mencapai puncaknya dalam 2 minggu dan menurun
hingga tak terdeteksi lagi setelah 2-3 bulan. Antibodi IgG muncul beberapa hari
setelah IgM dan pada infeksi primer, produksi IgG lebih rendah dibandingkan
IgM, namun dapat bertahan beberapa tahun dalam sirkulasi, bahkan seumur
hidup.11 Sedangkan pada infeksi sekunder, kadar IgG meningkat lebih banyak
dibandingkan IgM dan muncul sebelum atau bersamaan dengan IgM. IgG
merupakan antibodi predominan pada infeksi sekunder.11
Salah satu metode pemeriksaan terbaru adalah pemeriksaan antigen
spesifik virus dengue, yaitu antigen nonstructural protein 1 (NS1). Dengan
metode ELISA, antigen NS1 dapat terdeteksi dalam kadar tinggi sejak hari
-
8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx
9/36
9
pertama sampai hari ke 12 demam pada infeksi primer dengue atau sampai hari ke
5 pada infeksi sekunder dengue. Pemeriksaan ini juga dikatakan memiliki
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (88,7% dan 100%). Oleh karena itu, WHO
menyebutkan pemeriksaan deteksi antigen NS1 sebagai uji dini terbaik untuk
pelayanan primer.
2.2.5. Diagnosis
Diagnosis DBD dapat ditegakkan secara klinis dan laboratoris. Berdasarkan
kriteria WHO 1997, diagnosis DBD secara klinis dapat ditegakkan bila semua hal
di bawah ini terpenuhi:1,9
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.
2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung positif;
petekie, ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis, dan
melena.
3. Trombositopenia (jumlah trombosit 20% dibandingkan standar.
Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia,
dan hiponatremia.
Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu:1,9
Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan adalah uji torniquet.
Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan
perdarahan lain.
Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,
tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di
sekitar mulut kulit dingin dan lembab, tampak gelisah.
Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak
terukur.
-
8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx
10/36
10
Sedangkan menurut WHO 2009, berdasarkan riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik dan/atau darah lengkap dan hematokrit, diagnosis DBD
ditegakkan dengan melihat fase penyakit (febris, kritis, atau penyembuhan),
menentukan adanya warning signs, hidrasi, dan status hemodinamik pasien, serta
apakah pasien memerlukan rawat.5
Kriteria sugestif untuk mengetahui kasus tersangka DBD adalah pasien
tinggal atau baru bepergian dari daerah endemis dengue, adanya riwayat demam
lebih dari tiga hari, jumlah leukosit rendah atau menurun, dan/atau
trombositopenia uji torniquet positif.
2.2.6. Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk DBD. Prinsip terapi utama adalah
terapi suportif. Pemeliharaan cairan sirkulasi merupakan hal terpenting dalam
penanganan kasus DBD. Asupan cairan, terutama melalui oral, harus
dipertahankan. Jika tidak bisa, maka diperlukan suplemen cairan melalui jalur
intravena.1,4 Menurut WHO 2009, berdasarkan manifestasi klinis dan kondisi
lainnya, pasien dapat dibagi tiga kategori: rawat jalan (kelompok A),
membutuhkan penanganan di rumah sakit/rawat inap (kelompok B), dan
membutuhkan penanganan emergensi atau urgensi (kelompok C).5
Kelompok-A5
Pasien yang termasuk dalam kelompok ini adalah yang dapat dimotivasi
untuk minum secara adekuat, masih dapat berkemih setidaknya sekali tiap enam
jam, dan tidak mempunyai warning signs, khususnya saat demam mereda.
Pasien rawat jalan harus diobservasi setiap hari untuk mencegah progresi
hingga melewati periode kritis. Pasien dengan Ht stabil dapat dipulangkan setelah
dirawat dan diberikan edukasi untuk segera kembali ke rumah sakit apabila
warning signsmuncul. Apabila warning signsmuncul maka tindakan selanjutnya
adalah:
-
8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx
11/36
11
Memotivasi minum oral rehydration solution(ORS), jus buah, dan cairan
lain yang mengandung elektrolit dan gula untuk mengganti cairan yang
hilang akibat demam.
Memberikan parasetamol bila pasien merasa tidak nyaman akibat demam.
Interval pemberian parasetamol sebaiknya tidak kurang dari enam jam.
Petugas kesehatan harus setiap hari memantau temperatur, asupan dan
keluaran cairan, urin output (volume dan frekuensi), warning signs, tanda
perembesan plasma atau perdarahan, hematokrit, jumlah leukosit, dan
trombosit (kelompok-B).
Kelompok-B5
Pasien harus dirawat inap untuk observasi ketat, khususnya pada fase
kritis. Kriteria rawat pasien DBD adalah:5
1. Adanya warning signs
2. Terdapat tanda dan gejala hipotensi: dehidrasi, tidak dapat minum,
hipotensi postural, berkeringat sedikit, pingsan, ekstremitas dingin.
3. Perdarahan
4. Gangguan organ: ginjal, hepar (hati membesar dan nyeri walaupun tidak
syok), neurologis, kardiak (nyeri dada, gangguan napas, sianosis).
5. Adanya peningkatan Ht, efusi pleura, atau asites
6. Kondisi penyerta: hamil, DM, hipertensi, ulus peptikum, anemia
hemolitik, overweight/ obese, bayi, dan usia tua
7. Kondisi sosial: tinggal sendiri, jauh dari pelayanan kesehatan tanpa
transpor memadai.
Apabila pasien memiliki warning signsmaka hal yang harus dilakukan adalah:
Periksa Ht sebelum pemberian cairan. Berikan larutan isotonik seperti
normosalin 0,9%, RL. Mulai dari 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam, lalu
kurangi menjadi 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam, dan kurangi lagi menjadi
2-3 ml/kg/jam atau kurang sesuai respon klinis.
Nilai kembali status klinis, ulangi Ht. Bila Ht sama atau meningkat sedikit,
lanjutkan dengan jumlah sama (2-3 ml/kg/jam) selama 2-4 jam. Bila tanda
-
8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx
12/36
12
vital memburuk dan Ht meningkat drastis, tingkatkan pemberian cairan 5
10 ml/kg/jam selama 1-2 jam. Nilai kembali status klinis, ulang Ht, dan
periksa kecepatan cairan infus berkala.
Berikan volume intravena minimum untuk menjaga perfusi dan urin
output 0,5 ml/kg/jam selama 24-48 jam. Kurangi jumlah cairan infus
berkala saat kebocoran plasma berkurang, yakni saat akhir fase kritis. Hal
ini bisa diketahui dari urin output dan/atau asupan minum cukup dan Ht
menurun.
Pasien dengan warning signs harus diobservasi hingga fase kritis lewat.
Parameter yang harus dimonitor adalah tanda vital dan perfusi perifer (tiap
1-4 jam hingga lewat fase kritis), urin output (tiap 4-6 jam), Ht (sebelum
dan setelah pemberian cairan, selanjutnya tiap 6-12 jam), glukosa darah,
dan fungsi organ sesuai indikasi.
Pada pasien tanpa warning signs, hal berikut harus dilakukan:
Motivasi minum. Jika tidak bisa, mulai infus intravena dengan NS 0,9%
atau RL dengan atau tanpa dekstrosa dengan dosis pemeliharaan. Untuk
pasien obeseatau overweightdigunakan dosis sesuai berat ideal. Berikan
volume minimum untuk memelihara perfusi dan urine output selama 24-
48 jam.
Pasien harus dimonitor: temperatur, asupan dan keluaran cairan, urin
output (volume dan frekuensi), warning signs, hematokrit, leukosit, dan
trombosit. Pemeriksaan laboratorium lain dapat dilakukan sesuai indikasi.
Kelompok-C5
Pasien membutuhkan tatalaksana emergensi dan urgensi apabila
mengalami DBD berat untuk memudahkan akses intensif dan transfusi darah.
Resusitasi cairan dengan kristaloid isotonik secepatnya sangat penting untuk
menjaga volume ekstravaskular saat periode kebocoran plasma atau larutan koloid
pada keadaan syok hipotensi. Pantau nilai Ht sebelum dan sesudah resusitasi.
Tujuan akhir resusitasi cairan adalah meningkatkan sirkulasi sentral dan perifer
(takikardia berkurang, tekanan darah dan nadi meningkat, ekstremitas tidak pucat
-
8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx
13/36
13
dan hangat, dan CRT 0,5 ml/kg/jam, asidosis metabolik menurun).
Terapi pada Pasien Syok Terkompensasi
Gambar-3. Algoritma Pasien Syok Terkompensasi
-
8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx
14/36
14
Terapi pada Syok Hipotensi
Gambar-4. Algoritma Pasien Syok Hipotensi
-
8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx
15/36
15
2.2.7. Indikasi Pulang Pasien DBD
Pasien dapat pulang apabila memenuhi semua kriteria berikut:5
Klinis:
o Bebas demam selama minimal 48 jam
o Terdapat perbaikan ststus klinis (keadaan umum baik, nafsu makan
makan membaik, status hemodinamik stabil, urine output normal, tidak
ada gangguan pernapasan)
Laboratoris:
o Peningkatan jumlah trombosit
o Hematokrit stabil tanpa cairan intravena
-
8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx
16/36
16
STATUS PENDERITA
I.Anamnesis
Identitas
Nama Lengkap : Nn. NI
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 16 thn
Suku Bangsa : Bugis
A g a m a : islam
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Jl angrek maros
Tanggal masuk : 05 november 2013
Pukul : 12.00 WITA
Riwayat Penyakit
Keluhan utama : Demam
Anamnesis terpimpin :
Keluhan dialami sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam
dirasakan terus menerus dan hanya reda ketika minum obat penurun panas. Pasien
mengeluh Sakit kepala (+), tidak terus menerus, pusing (+). Batuk (-), dahak (-).
Mual(+), muntah (-), NUH (+), riwayat sering nyeri uluhati (+), OSI sering
mengkonsumsi promag bila nyeri ulu hati. Riwayat mimisan (+) 1 hari sebelum
masuk rumah sakit, riwayat gusi berdarah (-). Saat ini OSI sedang menstruasi hari
ke dua, darah yang keluar lebih banyak dari biasanya. OSI mengeluh nyeri
diseluruh badan dan tulang.
Riwayat keluar kota tidak ada
BAK : Lancar, kuning.
BAB : belum hari ini, kemarin 1x biasa, warna kuning, padat.
-
8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx
17/36
17
Riwayat Penyakit sekarang
Riwayat Demam Berdarah Dengue (-)
Riwayat pengobatan (+), dengan Paracetamol yang di beli di apotik.
Riwayat opname sebelumnya tidak pernah
Riwayat penyakit terdahulu
Riwayat penyakit terdahulu tidak ada
Riwayat keluarga menderita penyakit yang sama tidak ada
Riwayat penyakit darah (-), riwayat Hepatitis (-), riwayat transfusi darah (-).
Riwayat Penyakit Keluarga
Dalam keluarga tidak ada yang menderita sakit seperti ini.
Tetangga dan orang sekitar rumah tidak ada yang menderita penyakit seperti ini.
II.Pemeriksaan Fisik (Tanggal 05 november 2013)
Status Present
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis
- Sakit Sedang / Gizi Cukup / Sadar
- Tekanan darah : 110/80 mmHg
- Nadi : 100 x/menit
- Respirasi : 20 x/menit
- Suhu : 38,00 C
STATUS GENERALIS
Kepala
- Bentuk : Normal, simetris
-
8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx
18/36
18
- Rambut : Hitam, lurus, distribusi merata, tidak mudah dicabut
- Muka : Bulat, simetris
Mata
Eksoptalmus/Enoptalmus : (-)
Gerakan : ke segala arah
Tekanan bola mata : dalam batas normal
Kelopak Mata : edema palpebra (-)
Konjungtiva : anemis (-)
Sklera : ikterus (-)
Kornea : jernih
Pupil : bulat, isokor 2,5mm/2,5 Reflex cahaya +/+
Telinga
Pendengaran : dalam batas normal
Tophi : (-)
Nyeri tekan di prosesus mastoideus : (-)
Hidung
Perdarahan : epistaksis (+)
Sekret : (-)
Mulut
Bibir : pucat (-), kering (-), sianosis (-)
Lidah : kotor (-),tremor (-), hiperemis (-)
Tonsil : T1T1, hiperemis (-)
Faring : hiperemis (-),
Gigi geligi : caries (-)
Gusi :perdarahan gusi (-)
LEHER
- Trakhea : Di tengah
- KGB : Tidak ada pembesaran
- JVP : R-2 cm H2O
-
8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx
19/36
19
THORAKS
- Bentuk : Normal, simetris
- Retraksi suprasternal : (-)
- Retraksi interkostal : (-)
JANTUNG
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : Iktus kordis tidak teraba sela iga IV garis midclavikula
kiri
- Perkusi : Batas atas sela iga II garis parasternal kiri
Batas kanan sela iga IV garis parasternal kanan
Batas kiri sela iga IV garis midklavikula
- Auskultasi : Bunyi jantung III normal, reguler, murmur (-)
PARU
- Inspeksi : Bentuk dan pergerakan hemitoraks kiri sama dengan kanan
- Palpasi : Fremitus taktil dan vokal hemitoraks kiri sama dengan kanan
- Perkusi : Sonor
- Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
ABDOMEN
- Inspeksi : Datar, simetris
- Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
- Perkusi : Timpani
- Auskultasi : Peristaltik (+) normal
GENITALIA EKSTERNA
- Kelamin : Edema vulva (-)
EKSTREMITAS
- Superior : Akral hangat, uji tourniqet (+) di tangan kiri.
- Inferior : Akral hangat
-
8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx
20/36
20
III. Laboratorium (Tanggal 05 november 2013)
IV. ASSESMENT :
DHF Grade II
V. PLANNING
Pengobatan :
Bed Rest
Diet lunak
IVFD RL 6mL/KgBB/jam = 100 tpm selama 2 jam
5mL/kgBB/jam = 84 tpm selama 2-4 jam
2mL/kgBB/jam = 32 tpm setelah ada perbaikan tanda vital
Jenis Pemerikaan Hasil (28/10/2013) Nilai Rujukan
DARAH
RUTIN
WBC 18,6x103/uL 4 - 10 x 103/uL
RBC 4,5x10 /uL 46 x 10 /uL
HGB 11,6 g/dL 12 - 18 g/dL
HCT 37,2% 3748%
PLT 23x 10 /uL 150-400x10 /uL
KIMIA
DARAH
SGOT 77 U/L
-
8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx
21/36
21
1500 +{20x(BB-20)} = 1500+{20x(50-20)} = 2100 ml = 28 tpm
Paracetamol 500 mg 3 x 1 (p.r.n)
Domperidon 3 x 1.
Rencana :
Awasi tanda vital dan manifestasi perdarahan
Foto thorax
PROGNOSA
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad functionam : dubia ad bonam
- Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
FOLLOW UP
TANGGAL PERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI DOKTER
05/11/2013 S :
Demam (-), sakit kepala (-), pusing (-),
batuk (+), sesak (-), nyeri dada (-),
mual (-), nyeri ulu hati (+).
Haid hari ke 2
BAK : lancar, kuning
BAB : belum 2hari ini.
O :
SS/GC/CM
TD : 110/80 mmhg
P :- Perhatikan intake oral
- IVFD RL 0,9 %
- Paracetamol 500 mg 3x1
- Domperidone 3x1
- Ranitidin amp/12j/iv
- Ambroxol 3x1
-
8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx
22/36
22
P : 80 x/menit
N : 20 x/menit
S : 36,6C
Anemis -/-, ikterus -/-.
MT(-), NT(-), DVS R-1cmH2O
Pembesaran KGB (-).
BP : vesikuler,
BT : Rh -/-, Wh -/-
BJ : I/II murni regular
Peristaltik (+) kesan N,
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ext : remple leede (+) di tangan
kiri, peteki (+) di kedua paha dan
betis.
Hasil Lab :
WBC : 6.23 x 103/uL
RBC : 4.68 x 106/uL
HCT : 36,9 %
HGB : 13,2 g/dL
PLT : 23.000
A :DHF grade II
06/11/2013 S :
Demam (-) bebas demam hari ke 1,
riwayat demam 4 hari. Sakit kepala
(+), pusing (-). Batuk (+), dahak (-)
sesak (-), nyeri dada (-). Mual (-),
P :
- Banyak minum 2-3 liter
- IVFD RL 0,9 %
- Paracetamol 500 mg 3x1
- Domperidone 3x1
-
8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx
23/36
23
muntah (-), nyeri perut (+) nyeri ulu
hati (+).
Haid hari ke 3
BAK : lancar, kuning
BAB : biasa, warna kuning.
O :
SS/GC/CM
TD : 100/70 mmhg
P : 80 x/menit
N : 20 x/menit
S : 36,5C
Anemis -/-, ikterus -/-,
konjungtivitis (+)
MT(-), NT(-), DVS R-1cmH2O
Pembesaran KGB (-).
BP : vesikuler,
BT : Rh -/-, Wh -/-
BJ : I/II murni regular Peristaltik (+) kesan N,
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ext : remple leede (+) di tangan
kiri, peteki (+) di seluruh tubuh.
Hasil RT :
Sfingter mencekik, mukosa licin,
- Ranitidin amp/12j/iv
- Ambroxol 3x1
-
8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx
24/36
24
ampulla kosong, darah (-).
Hasil Lab :
WBC : 4,1 x 103/uL
RBC : 5,88 x 106/uL
HCT : 48,2 %
HGB : 14,5 g/dL
PLT : 45000
A :DHF grade II
07/11/2013 S :
Demam (-) bebas demam hari ke 2,
riwayat demam 4 hari. Sakit kepala (-
), pusing (-). Batuk (+), dahak (-)
sesak (-), nyeri dada (-). Mual (+),
muntah (-), nyeri perut (-) nyeri ulu
hati (+).
Haid hari ke 4
OSI kuat minum.
BAK : biasa, lancar
BAB : biasa, kesan normal
O :
SS/GC/CM
TD : 110/80 mmhg
P : 20 x/menit
P :
- Banyak minum 2-3 liter
- IVFD RL 0,9 %
- Paracetamol 500 mg 3x1
- Domperidone 3x1
-
Ranitidin amp/12j/iv
- Ambroxol 3x1
-
8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx
25/36
25
N : 80 x/menit
S : 36,5C
Anemis -/-, ikterus -/-.
MT(-), NT(-), DVS R-1cmH2O
Pembesaran KGB (-).
BP : vesikuler,
BT : Rh -/-, Wh -/-
BJ : I/II murni regular
Peristaltik (+) kesan N,
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ext : peteki (+) di seluruh tubuh
.
Hasil Lab :
WBC : 6,8 x 10
3
/uLRBC : 6,49 x 10
6/uL
HCT : 51,4 %
HGB : 15,0 g/dL
PLT : 43000
A :DHF grade II
08/11/2013 S :
Demam (-) bebas demam hari ke 3,
riwayat demam 4 hari. Sakit kepala (-
), pusing (-). Batuk (+), dahak (-)
sesak (-), nyeri dada (-). Mual (+),
muntah (-), nyeri perut (-) nyeri ulu
hati (+).
P :
- Banyak minum 2-3 liter
- IVFD RL 0,9 %
- Paracetamol 500 mg 3x1
- Domperidone 3x1
- Ranitidin amp/12j/iv
- Ambroxol 3x1
-
8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx
26/36
-
8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx
27/36
27
HGB : 11,6 g/dL
PLT : 54.000
A :DHF grade II
09/11/2013 S :
Demam (-) bebas demam hari ke 4,
riwayat demam 4 hari. Sakit kepala (-
), pusing (-). Batuk (+), dahak (-)
sesak (-), nyeri dada (-). Mual (-),
muntah (-), nyeri perut (-) nyeri ulu
hati (-).
Haid hari ke 6
OSI kuat makan dan minum.
BAK : biasa, lancar
BAB : biasa, kesan normal
O :
SS/GC/CM
TD : 100/70 mmhg
P : 80 x/menit
N : 20 x/menit
S : 36,5 C
Anemis -/-, ikterus -/-.
MT(-), NT(-), DVS R-2cmH2O
Pembesaran KGB (-).
P :
- Banyak minum 2-3 liter
- IVFD RL 0,9 %
- Paracetamol 500 mg 3x1
-
Domperidone 3x1
- Ranitidin amp/12j/iv
- Ambroxol 3x1
-
8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx
28/36
-
8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx
29/36
-
8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx
30/36
30
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien ini datang dengan keluhan demam yang dialami 3 hari sebelum
masuk Rumah Sakit. Demam dirasakan terus menerus dan hanya reda ketika
minum obat penurun panas. Pada pasien juga terdapat gejala klinis tidak khas
seperti lemas, nyeri kepala, mual dan nyeri ulu hati. Pasien juga memiliki riwayat
epistaksis. Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum tampak sakit
sedang, kesadaran Compos mentis, tekanan darah 110/80 mmhg, nadi 80
x/menit, respirasi 20x/menit, suhu 36,8C. Ekstremitas akral hangat, uji
tourniqet (+) pada tangan kiri, petechie (+) pada tangan kiri.
Menurut WHO 2009, kriteria sugestif untuk mengetahui kasus tersangka
DBD adalah pasien tinggal atau baru bepergian dari daerah endemis dengue,
adanya riwayat demam lebih dari tiga hari, jumlah leukosit rendah atau menurun,
dan/atau trombositopenia uji torniquet positif. Berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan laboratorium, pasien ini memenuhi semua kriteria tersebutsehingga dapat dipikirkan pasien ini tersangka DBD.
Uji torniquet merupakan tanda peningkatan fragilitas kapiler. Uji torniquet
pada pasien ini bermanfaat dan perlu dilakukan karena pada pasien ini terdapat
gejala dan tanda klinis yang mengarah DBD dan uji torniquet memberikan hasil
positif pada 70,2% di awal perjalanan penyakit. Uji torniquet dinyatakan positif
bila terdapat lebih dari 10 petekie dalam diameter 2,8 cm (1 inci persegi) di lengan
bawah bagian depan (volar) termasuk pada lipatan siku (fossa cubiti) saat
diberikan tekanan diantara sistolik dan diastolik pada lengan atas pasien selama 5
menit.
Pasien ini juga memenuhi 4 kriteria diagnosis DBD yang ditetapkan WHO
1997, antara lain:
1. Demam yang berlangsung 2-7 hari dan sifatnya bifasik (tinggi pada hari-
hari pertama dan membaik pada hari-hari selanjutnya). Pasien ini
mengalami demam selama 4 hari dan hanya membaik jika minum obat
-
8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx
31/36
-
8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx
32/36
32
produksi IgG lebih rendah dibandingkan IgM, namun dapat bertahan beberapa
tahun dalam sirkulasi, bahkan seumur hidup. Sedangkan pada infeksi sekunder,
kadar IgG meningkat lebih banyak dibandingkan IgM dan muncul sebelum atau
bersamaan dengan IgM. IgG merupakan antibodi predominan pada infeksi
sekunder.
Dengan menggunakan kriteria WHO 1997 dan 2009 serta didukung hasil
NS 1 positif maka diagnosis DBD pada pasien ini dapat ditegakkan.
Setelah diagnosis ditegakkan maka langkah selanjutnya adalah
menentukan tatalaksana yang sesuai untuk pasien. Menurut WHO 2009, pasien ini
masuk dalam kelompok-B.
Pasien memerlukan tatalaksana
Periksa Ht sebelum pemberian cairan. Berikan larutan isotonik seperti
normosalin 0,9%, RL. Mulai dari 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam, lalu
kurangi menjadi 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam, dan kurangi lagi menjadi
2-3 ml/kg/jam atau kurang sesuai respon klinis.
Nilai kembali status klinis, ulangi Ht. Bila Ht sama atau meningkat sedikit,
lanjutkan dengan jumlah sama (2-3 ml/kg/jam) selama 2-4 jam. Bila tanda
vital memburuk dan Ht meningkat drastis, tingkatkan pemberian cairan 5
10 ml/kg/jam selama 1-2 jam. Nilai kembali status klinis, ulang Ht, dan
periksa kecepatan cairan infus berkala.
Berikan volume intravena minimum untuk menjaga perfusi dan urin
output 0,5 ml/kg/jam selama 24-48 jam. Kurangi jumlah cairan infus
berkala saat kebocoran plasma berkurang, yakni saat akhir fase kritis. Hal
ini bisa diketahui dari urin output dan/atau asupan minum cukup dan Ht
menurun.
Pasien dengan warning signs harus diobservasi hingga fase kritis lewat.
Parameter yang harus dimonitor adalah tanda vital dan perfusi perifer (tiap
1-4 jam hingga lewat fase kritis), urin output (tiap 4-6 jam), Ht (sebelum
dan setelah pemberian cairan, selanjutnya tiap 6-12 jam), glukosa darah,
dan fungsi organ sesuai indikasi.
-
8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx
33/36
-
8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx
34/36
34
BAB V
KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
Pada pasien ini didiagnosis DBD berdasarkan adanya demam akut 2-7 hari
pola bifasik, terdapat mainfestasi perdarahan (uji Rumple Leed +),
,trombositopenia, dan kebocoran plasma. Pemeriksaan NS 1 juga (+). Pasien ini
mengalami DBD grade 2. Adanya warning signs menjadi indikasi rawat bagi
pasien ini.
5.2. Saran
Prinsip tatalaksana utama DBD grade 2 adalah pemberian terapi suportif
dengan resusitasi cairan. Jumlah pemberian cairan harus disesuaikan dengan
keadaan klinis pasien dan mencegah terjadinya overloadcairan karena justru akan
menimbulkan komplikasi. Prinsip pemberian cairan yang efektif sebaiknya
disesuaikan dengan protokol yang dikeluarkan WHO tahun 2009.
-
8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx
35/36
35
DAFTAR PUSTAKA
1. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue
Dalam: Sudoyo, A. et.al. (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
III. Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI, 2009.p.2773-9.
2. Hadinegoro SRH, Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tata Laksana
Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta: Depkes RI Dirjen
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, 2004.
3.
Situation update of dengue in the SEA Region, 2007 diunduh dariwww.searo.who.int/LinkFiles/Dengue_dengue-SEAR-2008.pdf
4. Chen K, Pohan HT, Sinto R. Diagnosis dan Terapi Cairan pada Demam
Berdarah Dengue. Medicines 2009:22;1.
5.
Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention, and Control.
World Health Organization, 2009. Diunduh dari
http://whqlibdoc.who.int/publications/2009/9789241547871_eng.pdf
6.
Dengue haemorrhagic fever: diagnosis, treatment, prevention and control.
2nd edition. Geneva : World Health Organization. 1997. Diunduh dari
http://www.who.int/csr/resources/publications/dengue/Denguepublicati
on/en/print.html
7. Guidelines for Treatment of Dengue Fever/Dengue Haemorrhagic Fever in
Small Hospitals. 1999. diunduh dari
http://www.searo.who.int/LinkFiles/Dengue_Guideline-dengue.pdf
8. Infections Caused by Arthropod- and Rodent-Borne Viruses.
In: Braunwald, et al. Harrisons Principles of Internal Medicine. 17 thed.
USA: McGraw Hill Companies, 2008.
9. Anonim. Demam Berdarah Dengue (DBD). Dalam: Sastroasmoro S, et.al.
(editor). Panduan Pelayanan Medis. Jakarta: RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo, 2007.p.156-7.
10.Fact Sheet on Dengue and Dengue haemorrhagic fever. World Health
Organization Sudan, 2005. Diunduh dari
www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/
-
8/11/2019 Laporan Kasus DBD rina.docx
36/36
11.
World Health Organization. Dengue Fever. Diunduh dari
www.emro.who.int/sudan/pdf/cd_trainingmaterials_dengue.pdf
12.Estuningtyas A, Arif A. Obat Lokal. Dalam: Gunawan SG, Setiabudy R,
Nafrialdi. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Departemen
Farmakologi dan Terapi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
2007. P.522.
http://www.emro.who.int/sudan/pdf/cd_trainingmaterials_dengue.pdfhttp://www.emro.who.int/sudan/pdf/cd_trainingmaterials_dengue.pdfhttp://www.emro.who.int/sudan/pdf/cd_trainingmaterials_dengue.pdf