bab i laporan kasus dbd

44
BAB I STATUS PASIEN Identitas Pasien Nama : An. V Nama Ayah : Tn. A Jenis Kelamin : Perempuan Usia Ayah : 35 Tahun Usia : 3,9 Tahun Pendidikan : SMA Tanggal Lahir : 11 Maret 2011 Pekerjaan : Wiraswasta Alamat : Jl. Rukem jaya 2 Rt 03 Rw 08 Nama Ibu : Ny. F Suku : Jawa Usia Ibu : 29 Tahun Tanggal Masuk :17 Juni 2014 Pendidikan : S1 Pekerjaan : Guru 1

Upload: indrypurnamasari

Post on 16-Jan-2016

60 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

LAPORAN KASUS DBD

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I LAPORAN KASUS DBD

BAB I

STATUS PASIEN

Identitas Pasien

Nama : An. V Nama Ayah : Tn. A

Jenis Kelamin : Perempuan Usia Ayah : 35 Tahun

Usia : 3,9 Tahun Pendidikan : SMA

Tanggal Lahir : 11 Maret 2011 Pekerjaan :

Wiraswasta

Alamat : Jl. Rukem jaya 2 Rt 03 Rw 08 Nama Ibu : Ny. F

Suku : Jawa Usia Ibu : 29 Tahun

Tanggal Masuk :17 Juni 2014 Pendidikan : S1

Pekerjaan : Guru

Pasien di terima oleh peserta tanggal 18 Juni 2014

Anamnesis (alloanamnesis dengan ibu dan ayah pasien)

Keluhan Utama

demam 4 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS)

Keluhan Tambahan

Mual – mual, muntah, mencret

1

Page 2: BAB I LAPORAN KASUS DBD

Riwayat Penyakit Sekarang

Satu bulan sebelum masuk rumah sakit os mengalami demam selama 3 hari, demam naik

turun, pilek (+), batuk (+), berobat ke dokter tetapi ibu os lupa obat yang diberikan dan os

sembuh.

Empat hari sebelum masuk rumah sakit os mengalami demam, demam timbul mendadak,

demam terus menerus, mengigil (-), kejang (-), os mencret 2 hari dalam 1 hari hanya 1 x,

terdapat ampas, darah (-), lendir (-), warna feses kecoklatan, sesak napas (-), perdarahan (-),

os sudah berobat ke dokter dan diberi puyer dan syrup, mencret sudah teratasi tetapi demam

belum teratasi.

Satu hari masuk rumah sakit demam menghilang, tetapi menurut orang tua os trombosit

menurun karena sebelumnya os telah melakukan pemeriksaan laboratorium, muntah 1x,

mudah berisikan makanan dan minuman, os mengaku mual sudah 5 hari, perdarahan (-).

Riwayat Penyakit Dahulu

belum pernah mengalami keluhan yang sama seperti ini

tidak ada riwayat kejang

tidak ada riwayat asma

tidak ada riwayat alergi makanan, cuaca, obat – obatan

Riwayat Penyakit Keluarga

o ibu os menyangkal adanya keluhan yang sama di keluarga

Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Selama kehamilan ibu pasien sering memeriksakan kehamilannya di bidan dengan teratur dan

tidak pernah sakit-sakitan. Tidak ada riwayat minum jamu dan merokok selama kehamilan.

2

Page 3: BAB I LAPORAN KASUS DBD

Pasien lahir spontan, cukup bulan, di tolong oleh bidan, langsung menangis, dengan berat

badan lahir 2900 gram dan Panjang Badan 46 cm. Pasien saat lahir tidak terlihat sesak, tidak

terdapat biru maupun kuning.

Kesan : riwayat persalinan dalam batas normal

Riwayat Imunisasi

DASAR

BCG : 1x, saat usia 1 bulan

DPT : 3x, saat usia 2, 4, 6 bulan

POLIO : 4x, saat lahir, usia 2, 4 dan 6 bulan

HEPATITIS B : 3x saat lahir, usia 1 dan 6 bulan

CAMPAK : 1x saat usia 9 bulan

Kesan : Imunisasi dasar lengap

Riwayat Nutrisi

pasien sudah diberi makanan tambahan sejak umur 6 bulan, biasa makan bubur beras cerelac,

frekuensi 3x sehari, porsi selalu habis. ASI ekslusif sampai dengan 6 bulan, usia 1 tahun os

sudah makan makanan padat, sekarang os sudah makan makanan rumah tangga, 1 hari 3x, os

suka makan sayur – sayuran dan ikan.

Riwayat Tumbuh Kembang

Pertumbuhan

Menurut ibu, pertumbuhan pasien tampak normal.

3

Page 4: BAB I LAPORAN KASUS DBD

Perkembangan

Motorik Kasar Tengkurap bolak-balik 6 bulan

Duduk 7 bulan

Berdiri 9 bulan

Berjalan 1 tahun

Berlari Tidak ingat

Motorik Halus Menggenggam icik-icik Tidak ingat

Mencorat-coret Tidak ingat

Bahasa Babbling 6 bulan

Bicara Kata Pertama 6 bulan

Membuat Kalimat Lengkap Tidak ingat

Bercerita 4 tahun

Sosial Senyum sosial 5 bulan

Makan sendiri (menggunakan

sendok)

2 tahun

Berpakaian 4 tahun

Kesan : perkembangan normal

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : tampak sakit sedang, komposmentis, tidak sesak, tidak sianosis

Tanda Vital

Nadi : 90 x/menit, reguler, isi cukup

Pernapasan : 23 x/menit, reguler, kedalaman cukup

Suhu : 36 oC, axila

4

Page 5: BAB I LAPORAN KASUS DBD

Status Gizi dan Antropometri

Berat badan : 18 kg

Panjang badan : 105 cm

Status Gizi :

BB/U : 25/26 x 100% = 92,45% à Gizi baik

TB/U : 126 /128 x 100% = 98,4 % à baik

BB/TB : 25/27 x 100 % = 92.5 % à normal

KESAN : Normal

Status Generalis

Kepala : normocephal, rambut hitam,pendek, distribusi merata, tidak mudah rontok,

tidak mudah dicabut, ubun-ubun datar sudah menutup

Mata : konjuctiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, mata cekung (-)

Hidung : normonasi, sekret +/+

Mulut : bibir kering (-), tonsil T1-T1, faring hiperemis (+), perdarahan gusi (-)

Telinga : normotia, sekret -/-

Leher : pembesaran tiroid (-), pembesaran KGB (-)

5

Page 6: BAB I LAPORAN KASUS DBD

Dada : normochest

Paru : I : simetris, pergerakan dada simetris, retraksi intercosta (-)

Pal : tidak dilakukan

Per : tidak dilakukan

A : vesikular +/+, rh -/-, wh -/-

Jantung : I : ictus cordis tidak terlihat

Pal : ictus cordis teraba

Per : tidak dilakukan

A : BJ 1 & 2 tunggal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : I : datar, petekie (-)

Pal : supel, hepatomegali (-), splenomegali (-), turgor kulit baik,

nyeri tekan (+)

Per : timpani

A : bising usus (+)

Ekstremitas :

Atas Bawah

Sianosis -/- -/-

Akral Hangat Hangat

Udem -/- -/-

Petekie -/- -/-

6

Page 7: BAB I LAPORAN KASUS DBD

RCT <2 detik <2 detik

Anus : dalam batas normal

Genitalia : dalam batas normal

Pemeriksaan Penunjang

16 – 06 - 2014 17 – 06 - 2014 Nilai Normal Satuan

Hb 11,0 10,6 10,8-15,6 g/dL

Ht 33% 31% 33-45 %

Trombosit 129 126 184-488 103/µl

Leukosit 4100 5100 4,50-13,50 103/µl

1 18 – 06 - 2014 19 – 06 - 2014 Nilai normal Satuan

HB 10,1 10,2 10,8-15,6 g/dL

HT 30,4% 31,2% 33-45 %

Trombosit 65 95 184-488 103/µl

Leukosit 5500 14.700 4,50-13,50 103/µl

7

Page 8: BAB I LAPORAN KASUS DBD

Resume

An. V, umur 3 tahun 9 bulan, dibawa oleh Orang tuanya ke RSIJ Sukapura dengan

keluhan demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Demam disertai

mual, muntah.

Pada PF KU pasien Composmentis, tampak sakit sedang, selain itu ditemukan semua

masih dalam batas normal.

Pada PP yang dilakukan didapatkan hasil Trombosit 129.103/µL, Hb 11,0 g/dL, HCT

38 %, dan Leukosit 4,10. 103/µL.

WD : Demam Berdarah Dengue

DD : Gastritis, Tifoid

Th/ : PCT syr 3 x1 ½ cth

Antasid sy 3 x 2 cdo

Pantau H2TL

Follow UP

C S O A P

18-06-14

09.32 WIB

Demam (-), nafsu

makan ↓, batuk

(-), pilek (-),

HR : 80 x/menit

RR : 21x/menit

DHF

grade I

sakit

IVFD RL 20 tpm makro

PCT syr 3 x 1½ cth

8

Page 9: BAB I LAPORAN KASUS DBD

ptekie (-),

mimisan (-), BAK

lancar, BAB

lancar

S : 36,0 oC

h/ lab tgl 11-06-14

hari ke-

6

Antasid sy 3 x 2 cdo

Pantau HHTL

19-06-14

17.14 WIB

Sudah tidak ada

keluhan

HR : 80 x/menit

RR : 21x/menit

S : 36,0 oC

DHF

grade I

sakit

hari ke-

7denga

n

perbaik

an

Th/ teruskan

20-06-14

08.00 WIB

Sudah tidak ada

keluhan

HR : 84 x/menit

RR : 21 x/menit

S : 36,0 oC

DHF

grade I

sakit

hari ke-

8

dengan

perbaik

an

R/ pulang

9

Page 10: BAB I LAPORAN KASUS DBD

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular

yang disebabkan oleh virus genus Flavivirus famili Flaviviridae, mempunyai 4 jenis

serotipe yaitu den-1, den-2, den-3 dan den-4 melalui perantara gigitan nyamuk Aedes

aegypti. Serotipe virus dengue (DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4) secara antigenik

sangat mirip satu dengan lainnya, tetapi tidak dapat menghasilkan proteksi silang yang

lengkap setelah terinfeksi oleh salah satu tipe. Keempat serotipe virus dapat ditemukan di

berbagai daerah di Indonesia. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan

diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat.1,6

3.2 Epidemiologi

Di Indonesia, pertama sekali dijumpai di Surabaya pada tahun 1968 dan kemudian

disusul dengan daerah-daerah yang lain. Jumlah penderita menunjukkan kecenderungan

meningkat dari tahun ketahun, dan penyakit ini banyak terjadi di kota-kota yang padat

penduduknya. Akan tetapi dalam tahun tahun terakhir ini, penyakit ini juga berjangkit di

daerah pedesaan.1,6

Berdasarkan penelitian di Indonesia dari tahun 1968-1995 kelompok umur yang

paling sering terkena ialah 5 – 14 tahun walaupun saat ini makin banyak kelompok umur

lebih tua menderita DBD. Saat ini jumlah kasus masih tetap tinggi rata-rata 10-

25/100.000 penduduk, namun angka kematian telah menurun bermakna < 2%. 6

3.3 Cara Penularan

10

Page 11: BAB I LAPORAN KASUS DBD

Virus yang ada di kelenjar ludah nyamuk ditularkan ke manusia melalui gigitan.

Kemudian virus bereplikasi di dalam tubuh manusia pada organ targetnya seperti

makrofag, monosit, dan sel Kuppfer kemudian menginfeksi sel-sel darah putih dan

jaringan limfatik. Virus dilepaskan dan bersirkulasi dalam darah. Di tubuh manusia virus

memerlukan waktu masa tunas intrinsik 4-6 hari sebelum menimbulkan penyakit.

Nyamuk kedua akan menghisap virus yang ada di darah manusia. Kemudian virus

bereplikasi di usus dan organ lain yang selanjutnya akan menginfeksi kelenjar ludah

nyamuk.6

Virus bereplikasi dalam kelenjar ludah nyamuk untuk selanjutnya siap-siap ditularkan

kembali kepada manusia lainnya. Periode ini disebut masa tunas ekstrinsik yaitu 8-10

hari. Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak dalam tubuh nyamuk, nyamuk

tersebut akan dapat menularkan virus selamahidupnya 6,10

3.4 Gejala Utama

1. Demam

Demam tinggi yang mendadak, terus – menerus berlangsung selama 2 – 7 hari, naik

turun (demam bifosik). Kadang – kadang suhu tubuh sangat tinggi sampai 400C dan

dapat terjadi kejan demam. Akhir fase demam merupakan fase kritis pada demam

berdarah dengue. Pada saat fase demam sudah mulai menurun dan pasien seakan

sembuh hati – hati karena fase tersebut sebagai awal kejadian syok, biasanya pada

hari ketiga dari demam.10

11

Page 12: BAB I LAPORAN KASUS DBD

2. Tanda – tanda perdarahan

Jenis perdarahan terbanyak adalah perdarahan bawah kulit seperti petekie, purpura,

ekimosis dan perdarahan conjuctiva. petekie merupakan tanda perdarahan yang

sering ditemukan. Muncul pada hari pertama demam tetapi dapat pula dijumpai pada

hari ke 3,4,5 demam. Perdarahan lain yaitu, epitaxis, perdarahan gusi, melena dan

hematemesis.10

3. Hepatomegali

Pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit bervariasi dari haya

sekedar diraba sampai 2 – 4 cm di bawah arcus costa kanan. Derajat hepatomegali

tidak sejajar dengan beratnya penyakit, namun nyeri tekan pada daerah tepi hepar

berhubungan dengan adanya perdarahan.10

4. Syok

Pada kasus ringan dan sedang, semua tanda dan gejala klinis menghilang setelah

demam turun disertai keluarnya keringat, perubahan pada denyut nadi dan tekanan

12

Page 13: BAB I LAPORAN KASUS DBD

darah, akral teraba dingin disertai dengan kongesti kulit. Perubahan ini

memperlihatkan gejala gangguan sirkulasi, sebagai akibat dari perembasan plasma

yang dapat bersifat ringan atau sementara. Pada kasus berat, keadaan umum pasien

mendadak menjadi buruk setelah beberapa hari demam pada saat atau beberapa saat

setelah suhu turun, antara 3 – 7, terdapat tanda kegagalan sirkulasi, kulit terabab

dingin dan lembab terutama pada ujung jari dan kaki, sianosis di sekitar mulut,

pasien menjadi gelisah, nadi cepat, lemah kecil sampai tidak teraba. Pada saat akan

terjadi syok pasien mengeluh nyeri perut.10

3.5 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin, kadar hematokrit,

jumlah trombosit. Trombositopenia umumnya dijumpai pada hari ke 3-8 sejak timbulnya

demam. Hemokonsentrasi dapat mulai dijumpai mulai hari ke 3 demam.5

Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan terjadinya

gangguan koagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis (PT, APTT, Fibrinogen,

D-Dimer, atau FDP). Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan adalah albumin,

SGOT/SGPT, ureum/ kreatinin. Hasil laboratoris berikut yang merupakan faktor resiko

terjadinya DSS: Peningkatan hematokrit >20%, platelet <40000/mm3, aPTT >44 detik,

PT >14 detik, TT > 16 detik. Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan adalah albumin,

SGOT/SGPT, ureum/ kreatinin.5

Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji diagnostik melalui

pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologi molekular. Di antara tiga

jenis uji etiologi, yang dianggap sebagai baku emas adalah metode isolasi virus. Namun,

metode ini membutuhkan tenaga laboratorium yang ahli, waktu yang lama (lebih dari 1–

2 minggu), serta biaya yang relatif mahal. Oleh karena keterbatasan ini, seringkali yang

13

Page 14: BAB I LAPORAN KASUS DBD

dipilih adalah metode diagnosis molekuler dengan deteksi materi genetik virus melalui

pemeriksaan reverse transcriptionpolymerase chain reaction (RT-PCR). Pemeriksaan

RT-PCR memberikan hasil yang lebih sensitif dan lebih cepat bila dibandingkan dengan

isolasi virus, tapi pemeriksaan ini juga relatif mahal serta mudah mengalami kontaminasi

yang dapat menyebabkan timbulnya hasil positif semu. Pemeriksaan yang saat ini banyak

digunakan adalah pemeriksaan serologi, yaitu dengan mendeteksi IgM dan IgG-anti

dengue. Imunoserologi berupa IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai

minggu ke 3 dan menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer, IgG mulai

terdeteksi pada hari ke 14, sedangkan pada infeksi sekunder dapat terdeteksi mulai hari

ke 2.5

Salah satu metode pemeriksaan terbaru yang sedang berkembang adalah

pemeriksaan antigen spesifik virus Dengue, yaitu antigen nonstructural protein 1 (NS1).

Antigen NS1 diekspresikan di permukaan sel yang terinfeksi virus Dengue. Masih

terdapat perbedaan dalam berbagai literatur mengenai berapa lama antigen NS1 dapat

terdeteksi dalam darah. Sebuah kepustakaan mencatat dengan metode ELISA, antigen

NS1 dapat terdeteksi dalam kadar tinggi sejak hari pertama sampai hari ke 12 demam

pada infeksi primer Dengue atau sampai hari ke 5 pada infeksi sekunder Dengue.

Pemeriksaan antigen NS1 dengan metode ELISA juga dikatakan memiliki sensitivitas

dan spesifisitas yang tinggi (88,7% dan 100%). Oleh karena berbagai keunggulan

tersebut, WHO menyebutkan pemeriksaan deteksi antigen NS1 sebagai uji dini terbaik

untuk pelayanan primer.5

Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA tegak dan lateral dekubitus kanan) dapat

dilakukan untuk melihat ada tidaknya efusi pleura, terutama pada hemitoraks dan pada

keadaan perembesan plasma hebat, efusi dapat ditemukan pada kedua hemitoraks. Asites

dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan USG. Pemeriksaan laboratorium yang

14

Page 15: BAB I LAPORAN KASUS DBD

sering ditemukan pada pasien DHF adalah trombositopenia (< 100.000/ul) dan

hemokonsentrasi (kadar Ht lebih 20% dari normal). Trombositopenia umumnya dijumpai

pada hari ke 3-8 sejak timbulnya demam. Hemokonsentrasi dapat mulai dijumpai mulai

hari ke 3 demam.5

3.6 Patofisiologi

a. Sistim vaskuler

Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler

yang mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler, sehingga

menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Volume plasma

menurun lebih dari 20% pada kasus-kasus berat, hal ini didukung penemuan post

mortem meliputi efusi pleura, hemokonsentrasi dan hipoproteinemi. Tidak terjadinya

lesi destruktif nyata pada vaskuler, menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi

vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja singkat. Jika penderita sudah stabil dan

mulai sembuh, cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan cepat, menimbulkan penurunan

hematokrit. Perubahan hemostasis pada DBD dan DSS melibatkan 3 faktor: perubahan

vaskuler, trombositopeni dan kelainan koagulasi. Hampir semua penderita DBD

mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni, dan banyak

diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal.3

b. Sistim respon imun

Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia, virus berkembang biak dalam sel

retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari.

Akibat infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular, antara lain

anti netralisasi, antihemaglutinin, anti komplemen. Antibodi yang muncul pada

15

Page 16: BAB I LAPORAN KASUS DBD

umumnya adalah IgG dan IgM, pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk,

dan pada infeksi sekunder kadar antibodi yang telah ada meningkat (booster effect). 3

Gambar 5. Tingkat Antibodi terhadap Infeksi Virus Dengue

c. Perubahan Patofisiologi DBD

Patofisiologi DBD dan DSS seringkali mengalami perubahan, oleh karena itu muncul

banyak teori respon imun seperti berikut. Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang

memiliki aktifitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoclonal antibodi

terhadap NS1, Pre M dan NS3 dari virus penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel

yang telah terinfeksi virus tersebut melalui aktifitas netralisasi atau aktifasi

komplemen. Akhirnya banyak virus dilenyapkan dan penderita mengalami

penyembuhan, selanjutnya terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap serotip virus

yang sama tersebut, tetapi apabila terjadi antibodi yang nonnetralisasi yang memiliki

sifat memacu replikasi virus dan keadaan penderita menjadi parah; hal ini terjadi

apabila epitop virus yang masuk tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di

hospes. Pada infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan serotipe yang

berbeda terjadilah proses berikut : Virus dengue tersebut berperan sebagai super

antigen setelah difagosit oleh monosit atau makrofag. Makrofag ini menampilkan

16

Page 17: BAB I LAPORAN KASUS DBD

Antigen Presenting Cell (APC). Antigen ini membawa muatan polipeptida spesifik

yang berasal dari Mayor Histocompatibility Complex (MHC II). Antigen yang

bermuatan peptida MHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1 dan TH-2) dengan

perantaraan TCR ( T Cell Receptor ) sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap

infeksi tersebut, maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari TH-1 yang

berfungsi sebagai imuno modulator yaitu INF gama, Il-2 dan CSF (Colony

Stimulating Factor). Dimana IFN gama akan merangsang makrofag untuk

mengeluarkan IL-1 dan TNF alpha. IL-1 sebagai mayor imunomodulator yang juga

mempunyai efek pada endothelial sel termasuk di dalamnya pembentukan

prostaglandin dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule 1 (ICAM 1).

3

Gambar 6. Respon Imun

Sedangkan CSF (Colony Stimulating Factor) akan merangsang neutrophil, oleh

pengaruh ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan mudah mengadakan

17

Page 18: BAB I LAPORAN KASUS DBD

adhesi. Neutrophil yang beradhesi dengan endothel akan mengeluarkan lisosim yang akan

menyebabkan dinding endothel lisis dan akibatnya endothel terbuka. Neutrophil juga

membawa superoksid yang termasuk dalam radikal bebas yang akan mempengaruhi

oksigenasi pada mitochondria dan siklus GMPs. Akibatnya endothel menjadi nekrosis,

sehingga terjadi kerusakan endothel pembuluh darah yang mengakibatkan terjadi gangguan

vaskuler sehingga terjadi syok. Antigen yang bermuatan MHC I akan diekspresikan

dipermukaan virus sehingga dikenali oleh limfosit T CD8+, limfosit T akan teraktivasi yang

bersifat sitolitik, sehingga semua sel mengandung virus dihancurkan dan juga mensekresi

IFN gama dan TNF alpha. 3,9

d. Patogenesis

Gambar 7. Patogenesis Perdarahan pada DBD

18

Page 19: BAB I LAPORAN KASUS DBD

Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti

atau Aedes albopictus. Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kupffer

hepar, endotel pembuluh darah, nodus limfaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Data dari

berbagai penelitian menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan

besar pada infeksi ini. Dalam peredaran darah, virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit

perifer. Virus DEN mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel

tersebut. Infeksi virus dengue dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke

dalam sel dengan bantuan organel-organel sel, genom virus membentuk komponen-

komponennya, baik komponen perantara maupun komponen struktural virus. Setelah

komponen struktural dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Proses perkembangan biakan

virus DEN terjadi di sitoplasma sel. Semua flavivirus memiliki kelompok epitop pada

selubung protein yang menimbulkan “cross reaction” atau reaksi silang pada uji serologis,

hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit ditegakkan. Kesulitan ini dapat

terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN. Infeksi oleh satu serotip virus DEN

menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut, tetapi tidak ada “cross

protektif” terhadap serotip virus yang lain. Secara in vitro antibodi terhadap virus DEN

mempunyai 4 fungsi biologis: netralisasi virus; sitolisis komplemen; Antibody Dependent

Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement. 3,9

Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid), M (membran) dan

E (envelope), sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M.

Glikoprotein E merupakan epitop penting karena : mampu membangkitkan antibodi spesifik

untuk proses netralisasi, mempunyai aktifitas hemaglutinin, berperan dalam proses absorbsi

pada permukaan sel, (reseptor binding), mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi

membran dan perakitan virion. Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein

E yang berperan sebagai epitop yang memiliki serotip spesifik, serotipe-cross reaktif atau

19

Page 20: BAB I LAPORAN KASUS DBD

flavivirus-cross reaktif. Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus

DEN. Antibodi monoclonal terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi

poliklonal yang ditimbulkan dari imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang

terinfeksi virus DEN. Antibodi terhadap virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua

hal yang berbeda :

a. Antibodi netralisasi atau “neutralizing antibodies” memiliki serotip spesifik yang

dapat mencegah infeksi virus.

b. Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat

meningkatkan infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS.

Gambar 8. Antibody Dependent Enhancement

3.7 Penegakan Diagnosis

Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal ini

terpenuhi:4

1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari.

20

Page 21: BAB I LAPORAN KASUS DBD

2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung positif; petekie,

ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis dan melena.

3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).

4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sbb:

Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis

kelamin.

Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan

dengan nilai hematokrit sebelumnya.

Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia,

hiponatremia.

Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu: 4

- Derajat 1 : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi

perdarahan adalah uji torniquet.

- Derajat 2 : Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan perdaran

lain.

- Derajat 3 : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan

nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut

kulit dingin dan lembab, tampak gelisah.

- Derajat 4 : Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.

3.8 Diagnosis Banding

- DBD

- ISK

- Malaria

21

Page 22: BAB I LAPORAN KASUS DBD

- Faringitis

3.9 Penatalaksanaan

Prinsip pengobatan meliputi: atasi segera hipovolemi, lanjutkan penggantian

cairan yang masih terus keluar dari pembuluh darah selama 12-24 jam , atau paling

lama 48 jam, koreksi keseimbangan asam-basa, beri darah segar bila ada perdarahan

hebat.

22

Page 23: BAB I LAPORAN KASUS DBD

Klinis membaik Ht tidak naikTrombosit baik

Kedaruratan

Demam tinggi mendadak, terus menerus 2-7 hari, ISPA atas (-)

(+)

(-)tanda syokmuntah terus meneruskejangkesadaran menurunmuntah darahberak hitam

UJI TORNIQUET

(+) (-)

Periksa trombosit

Rawat jalan*ParasetamolKontrol tiap hari sampai demam hilang

Trombosit < 100.000 Trombosit ≥ 100.000

Rawat inap Rawat jalan*Minum banyak 1,5-2 l/hari, parasetamol, kontrol tiap hari sampai demam turun

(+)

Bila ≥ hari ke-3 masih panas nilai: Ht, trombosit dan gejala klinis

* Perhatian: Pesan pada orang tua: Bila timbul tanda-tanda syok, yaitu: gelisah, lemah, kaki tangan dingin, sakit perut, berak hitam, bak kurang (tanda bahaya)

Klinis sesuai DBDHt naikTrombosit turun

Segera bawa ke rumah sakit

BAGAN ITATALAKSANA KASUS TERSANGKA DBD

PERSANGKAAN DBD

23

Page 24: BAB I LAPORAN KASUS DBD

BAGAN IITATALAKSANA TDBD DERAJAT I DAN DERAJAT II TANPA PENINGKATAN HEMATOKRIT / Ht < 42 vol%

DBD derajat I atau derajat II tanpa peningkatan Ht / Ht < 42 vol%

Pasien tidak dapat minumPasien muntah terus-menerus

Pasang infuse NaCl 0,9%:Dekstrosa 5% (1:3), tetesan rumatanPeriksa Hb,Ht, trombosit tiap 6-12 jam

Ht naik atau trombosit turun

Infus ganti RL (tetesan disesuaikan (lihat bagan III)

Pasien masih dapat minumBeri minum banyak 1-2 l/hari atau satu sendok makan tiap 5 menitJenis minuman: air putih, teh manis, sirup, jus buah, susu, oralitBila suhu >38oC beri parasetamol, kompres hangatBila kejang beri diazepam sesuai BB

Ht tidak naikMonitor gejala klinis dan laboratorium

Perhatikan tanda syokEvaluasi tiap hari

Ukur diuresis tiap hariAwasi perdarahan

Periksa Hb, Ht, trombosit tiap 6-12 jam

Perbaikan klinis dan laboratorium

PULANG (KRITERIA PULANG):Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretikNafsu makan membaikSecara klinis tampak perbaikanHematokrit stabilTiga hari setelah syok teratasiJumlah trombosit >50.000/uLTidak dijumpai distress pernapasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis

Gejala klinis:Demam 2-7 hariUji Torniquet (+) atau perdarahan spontanLab:Ht tak meningkat / Ht < 42 vol%Trombositopenia (ringan)

24

Page 25: BAB I LAPORAN KASUS DBD

BAGAN IIITATALAKSANA TDBD DERAJAT II DENGAN PENINGKATAN Ht ≥ 20% / Ht ≥ 42 vol%

PULANG (lihat kriteria pulang)

Perbaikan Tidak ada perbaikan

Tidak gelisahNadi kuatTekanan darah stabilDiuresis cukup (1-2 ml/kgBB/jam)Ht turun (2 kali pemeriksaan)

Tetesan dikurangi Tanda vital memburukHt meningkat

Masuk protokol syok

PerbaikanSesuaikan tetesan

IVFD stop pada 24-48 jamBila tanda vital dan Ht stabil, diuresis cukup

5 ml/kgBB/jam

3 ml/kgBB/jam

GelisahDistress pernapasanFrekuensi nadi naikHt tetap tinggi / naikDiuresis kurang / tidak ada

Infus : RL/RD/RA 6-7 ml/kgBB/jam

PULANG (Lihat kriteria pulang)

25

Page 26: BAB I LAPORAN KASUS DBD

BAGAN IV. TATALAKSANA SYOK PADA DBD

Oksigenasi (O2 2-4 l/menit)Cairan: a. ICU: RL/RA/NaCl 0,9% dan atau koloidNon ICU: RL/RA/NaCl 0,9% 20 ml/kgBB secepatnya (bolus dalam 30 menit)

EVALUASI 30 menitPantau tanda vital,

catat balans cairan selama pemberian cairan

SYOK TERATASI**** SYOK TIDAK TERATASI

RL/RA/NaCl 0,9% 10 ml/kgBB/jamO2 2-4 l/menitHb, Ht, trombosit, lekositAGD-elektrolitUreum, kreatinin Atas indikasiGol.darah, cross matchPantau tanda vital dan balans cairan

Lanjutkan RL/RA/NaCl 0,9% 15-20 ml/kgBB dan atau koloid 10-20 ml/kgBB (sesuai dengan dosis maksimal koloid **)ATAU Plasma 10-20 ml/kgBBO2 2-4 l/menitHb, Ht, trombosit, lekositAGD-elektrolitUreum, kreatinin Atas indikasiGol.darah, cross matchPantau tanda vital dan balans cairan

EVALUASI

TERATASI**** TIDAK TERATASI

Ht turun Ht tetap tinggi / naik

Transfusi darah segar 10 ml/kgBBKoloid 20 ml/kgBB

EVALUASI

TIDAK TERATASITERATASI****

Pertimbangkan pemakaian inotropik dan koloid HES BM 100.000-300.000 kD

Klinis baik, Ht stabil dalam 2 kali pemeriksaan: Kristaloid 5 ml/kgBB/jampemeriksaan (setiap 6 jam)

Kristaloid 3 ml/kgBB/jam

24-48 jam setelah syok teratasi, tanda vital/Ht stabil, diuresis cukup

INFUS STOP

Kesadaran membaikNadi teraba kuatTekanan nadi > 20 mmHgTidak sesak nafas/sianosisEkstremitas hangatDiuresis cukup 1 ml/kgBB/jam

Kesadaran menurun Nadi terasa lembutTekanan nadi < 20 mmHg Distres pernafasan/sianosis Kulit dingin dan lembab Ekstremitas dingin, Diuresis < 1 ml/kgBB/jam

3.10 Indikasi Rawat

26

Page 27: BAB I LAPORAN KASUS DBD

1. Penderita TDBD derajat I dengan panas 3 hari atau lebih dianjurkan untuk

dirawat

2. TDBD derajat I disertai: hiperpireksia atau tidak mau makan atau muntah-

muntah atau kejang-kejang atau Ht cenderung meningkat, trombosit cenderung

turun, atau trombosit < 100.000/mm3

3. Seluruh derajat II, III, IV

3.6 Indikasi pulang

1. Keadaan umum baik dan masa kritis berlalu (> 7 hari sejak panas).

2. Tidak demam selama 48 jam tanpa antipiretik.

3. Nafsu makan membaik.

4. Secara klinis tampak perbaikan.

5. Hematokrit stabil.

6. Tiga hari setelah syok teratasi.

7. Output urin >1cc/kgbb/jam.

8. Jumlah trombosit >50.000/uL dengan kecenderungan meningkat.

9. Tidak dijumpai distress pernapasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis).

3.7 Komplikasi

1. Perdarahan gastrointestinal masif,

2. Ensepalopati,

3. Edema paru dan efusi pleura.

27

Page 28: BAB I LAPORAN KASUS DBD

3.8 Prognosis

Tergantung dari beberapa faktor seperti, lama dan beratnya renjatan, waktu,

metode, adekuat tidaknya penanganan; ada tidaknya rekuren syok yang terjadi

terutama dalam 6 jam pertama pemberian infus dimulai, panas selama renjatan, tanda-

tanda serebral.

28

Page 29: BAB I LAPORAN KASUS DBD

BAB IV

ANALISIS KASUS

Dari hasil anamnesis didapatkan anak perempuan, 3 tahun 9 bulan datang dengan

keluhan utama demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. penderita mengalami demam

mendadak, demam naik turun dan tidak disertai mengigil, mual disertai muntah, dan nyeri

perut. BAB terakhir mencret 2 hari SMRS dalam 1 hari hanya 1x, BAK seperti biasa tidak

disertai nyeri. Penderita tidak ada berpergian ke daerah endemis malaria.

Sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, penderita dibawa ke dokter dan diberikan obat

penurun panas, dan antibiotic, tetapi panasnya tidak juga turun, sehingga penderita di suruh

melakukan cek darah ke laboratorium dan hasilnya trombosit turu, lalu os dibawa ke RSIJ.

Dari keluhan tersebut sebenarnya kita sudah dapat menyingkirkan, demam thypoid dan

malara sebagai penyebab demam pada penderita ini.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital menunjukkan keadaan sakit sedang

dimana kesadaran kompos mentis, nadi 90x/menit, pernafasan 23x/menit, dan suhu 360C,

pemeriksaan rumple leed (+). Kemudian dilakukan pemeriksaan laboratorium, didapatkan

hemoglobin 11,0 g/dl, leukosit 4100 juta/ul, hematokrit 33 %, trombosit menurun (129/ul),

sehingga pada kasus ini demam dengue dapat ditegakan.

Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik seperti penderita demam lebih dari 3 hari dan

hasil trombosit < 100.000/ul ini merupakan indikasi rawat pada pasien. Sehingga dilakukan

perawatan pada penderita ini. Pasien dirawat di ruangan anak kelas 3 sejak tanggal 17 Juni

2014 sampai tanggal 21 Juni 2014.

Pada kasus ini dilakukan penatalaksan yaitu dipasang infuse dengan tetesan 20 tetes per

menit, diberi parasetamol 3x 180 mg. kemudian diberikan antasid 3 x 2 cth. Serta dilakukan

pemeriksaan laboratorium darah rutin ( Hb, Hematokrit dan trombosit ) setiap 24 jam.

29

Page 30: BAB I LAPORAN KASUS DBD

Pada tanggal 21 Juni 2014 pasien diperbolehkan untuk pulang atas inikasi keadaan

umum membaik, pasien bebas deman hari ketiga nafsu makan baik, hematokrit stabil, jumlah

trombosit >50.000 dengan kecendrungan meningkat.

30

Page 31: BAB I LAPORAN KASUS DBD

DAFTAR PUSTAKA

31

Page 32: BAB I LAPORAN KASUS DBD

1. World Health Organization, 2005. Dengue, Dengue Hemorrhagic Fever, and Dengue

Shock Syndrome in the Context of the Integrated Management of Childhood Illness.

World Health Organization.

2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak.

Jakarta: 1985

3. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue. Dalam:

Sudoyo, A. et. al. (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi 4. Jakarta:

Pusat Penerbitan IPD FKUI, 2006. p. 1774-9

4. Puspanjono, MT dkk. Comparison of serial blood lactate level between dengue shock

syndrome and dengue hemorrhagic fever (evaluation of prognostic value) .

Paediatrica Indonesiana, Vol 47, No 4, Juli 2007.

5. Departemen Kesehatan RI. Pedoman tatalaksana klinis infeksi dengue di sarana

pelayanan kesehatan, 2005. p. 19-34

6. Soegijanto S , 2004 . Demam berdarah dengue. Airlangga University Press Surabaya.

Hal 99.

7. Prober, Charles G. Ilmu Kesehatan Anak NELLSON Jilid 2, edisi bahasa Indonesia

edisi 15. Jakarta: 1999.

8. Sumarmo, S, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi Dan Penyakit Tropis, Ed.

Pertama, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta, 2002.

9. Anonim. Demam Berdarah Dengue (DBD) / Dengue Haemorhagic Fever   (DHF) .

2010. Available from: URL: http :// doctorfile.wordpress.com (diakses 29 Mei 2013).

10. Hadinegoro, Sri Rezeki H. Soegianto, Soegeng. Suroso, Thomas. Waryadi,

Suharyono. TATA LAKSANA DEMAM BERDARAH DENGUE DI INDONESIA.

Depkes & Kesejahteraan Sosial Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular &

Penyehatan Lingkungan Hidup 2001.

32

Page 33: BAB I LAPORAN KASUS DBD

33