laporan praktikum survey dbd revisi

44
LAPORAN PRAKTIKUM Nama pengujian / Analisis/ Materi : Survei Entomologi Demam Berdarah Mata Kuliah : Entomologi Kesehatan Dan Teknik Entomologi Semester : VI PJMK / Dosen Praktikum : Dra. Retno Hestiningsih, M.Kes Asisten Praktikum : Ika Dina Amin Disusun oleh NAMA : Dewi Mustikawati NIM : 25010112130146 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT i

Upload: dewi-mustikawati

Post on 08-Nov-2015

148 views

Category:

Documents


18 download

DESCRIPTION

survey demam berdarah

TRANSCRIPT

LAPORAN PRAKTIKUMNama pengujian / Analisis/ Materi:Survei Entomologi Demam BerdarahMata Kuliah: Entomologi Kesehatan Dan Teknik EntomologiSemester: VIPJMK / Dosen Praktikum: Dra. Retno Hestiningsih, M.KesAsisten Praktikum: Ika Dina Amin

Disusun olehNAMA : Dewi MustikawatiNIM : 25010112130146

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKATUNIVERSITAS DIPONEGOROSEMARANG2015

HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul Kegiatan : Survei Entomologi Demam Berdarah2. Materi : a. Survei Telur Aedes aegyptib. Survei Jentik Aedes aegyptic. Survei Nyamuk Aedes aegypti3. Penyusun : Nama : Dewi Mustikawati NIM : 250101121301464. Lokasi Kegiatan: Baskoro, Kelurahan Tembalang

Semarang, 03 Mei 2015

Mengetahui,Asisten PraktikumPraktikan

Ika Dina AminDewi MustikawatiNIM. 25010111120005NIM. 25010112130146

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan kurnia-Nya, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan Laporan Praktikum seperti penulis harapkan.Tujuan penulisan Laporan Praktikum dengan judul Survey Entomologi Demam Berdarah adalah untuk memenuhi dan melengkapi salah satu nilai mata kuliah Entomologi Kesehatan Dan Teknik entomologi.Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, sehingga Laporan Praktikum ini bisa terselesaikan. Penulis menyadari masih banyak kekurangan pada Laporan Praktikum ini maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang membantu dari semua pihak.

Semarang, 03 Mei 2015

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN COVER iHALAMAN PENGESAHAN iiDAFTAR ISI iiiDAFTAR GAMBARviDAFTAR TABELviiBAB I PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang11.2 Tujuan Praktikum21.3 Manfaat Praktikum2BAB II TINJAUAN PUSTAKA2.1 Nyamuk Hidup Nyamuk Aedes aegypti. 32.2 Alat Dan Bahan92.3 Diagram Alur Kerja10BAB III HASIL3.1 Survey Telur133.2 Suvey Jentik133.3 Survey Nyamuk Aedes aegypti14BAB IV PEMBAHASAN4.1 Survey Telur154.2 Survey Jentik174.3 Survey Nyamuk Aedes aegypti22BAB V PENUTUP5.1 Kesimpulan245.2 Saran24DAFTAR PUSTAKA25DOKUMENTASI27LAMPIRAN28

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Telur Aedes sp3Gambar 2. Aedes sp. stadium larva 4Gambar 3. Aedes sp. Stadium pupa 6Gambar 4. Nyamuk Aedes sp. 7Gambar 5. Siklus Hidup Aedes sp.8Gambar 6. Diagarm Alur Kerja Survey Telur Nyamuk10Gambar 7. Diagram Alur Kerja Survey Jentik 11Gambar 8. Diagram Alur Kerja Survey Nyamuk12

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil di Lapangan.13Tabel 2. Klasifikasi Ovitrap Index Dengan Tindakan Yang Dilaksanakan 16Tabel 3. Stadium Larva17Tabel 4. Angka Index Jentik Berdasarkan Survei18Tabel 5. Jenis Kontainer Berdasarkan Hasil Survei.19Tabel 6. Jenis Kontainer yang Positif Jentik berdasarkan Hasil Survei20Tabel 7. Bahan Kontainer Berdasarkan Hasil Survei21

vii

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangPenyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit endemis di Indonesia, sejak pertama kali di temukan pada tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta, jumlah kasus terus meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi KLB setiap tahun, KLB yang terbesar terjadi pada tahun 1998 dilaporkan dari 16 propinsi IR = 35,19 per 100.000 penduduk dengan CFR 2,0%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17. Namun tahun-tahun berikutnya IR tampak cenderung meningkat yaitu 15.99; 21,66; 19,24; dan 23,87 (tahun 2000,2001,2002, dan 2003).Dinas Kesehatan Kota (DKK) Semarang jumlah kasus DBD di kota Semarang menunjukkan tren peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya. Jika pada tahun 2006 tercatat terdapat 1.845 kasus DBD dimana 42 (2,28%) diantaranya meninggal dunia, pada tahun 2007 meningkat menjadi 2.942 kasus dan 32 (1,09%) diantaranya meninggal dunia. Pada tahun 2008 jumlah korbannya meningkat menjadi 3.368 kasus DBD, dan 15 (0,45%) diantaranya meninggal dunia (DKK Semarang, 2008).Meski menunjukkan peningkatan jumlah penderita DBD, namun kasus DBD di Semarang belum dimasukkan dalam kategori Kejadian Luar Biasa (KLB). Namun demikian hampir semua wilayah di daerah Semarang termasuk endemis DBD meliputi kecamatan Tembalang, Genuk, Gayamsari, Pedurungan, dan Tugu. Beberapa daerah endemis DBD di Semarang, berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota (DKK) Semarang tahun 2008 kecamatan pedurungan merupakan daerah endemis DBD dengan jumlah penderita paling tinggi dibandingkan dengan daerah endemis lainnya. Hal ini terlihat dari data selama tiga tahun terakhir (2006-2008) yaitu sebanyak 467 orang pada tahun 2006, 648 orang pada tahun 2007, dan 576 kasus DBD pada tahun 2008. Sementara daerah/ kecamatan lain hanya berkisar 440 orang pada tahun 2006, 340 orang pada tahun 2007, dan 409 kasus DBD pada tahun 2008 (DKK Semarang, 2008).Tingginya kasus DBD juga sangat dipengaruhi oleh perilaku masyarakat. Perilaku yang tidak sehat memberi ruang leluasa perilaku nyamuk Aedes aegypti untuk hidup dan berkembang biak. Sebagian besar masyarakat telah mengetahui program pemberantasan nyamuk demam berdarah melalui kegiatan 3M, namun sebagian besar tidak banyak yang melaksanakannya (Depkes, 2005). Kepedulian masyarakat terhadap PSN DBD relative belum optimal, ini ditunjukkan berdasarkan survey di 37 kelurahan di kota Semarang menunjukkan bahwa angka bebas jentik (ABJ) nyamuk baru mencapai 78,8 persen (Maryanti, 2005).Berdasarkan pada data-data tersebut merupakan hal yang penting untuk dilakukan survey telur, survey jentik dan survey nyamuk dewasa untuk mengetahui tingkat kepadatan nyamuk salah satunya di Desa Baskoro Kelurahan Tembalang sebagai salah satu daerah dengan kasus DBD yang tinggi.

1.2 Tujuan PaktikumMahasiswa dapat terampil melakukan berbagai jenis survei entomologi untuk penyakit demam berdarah.

1.3 Manfaat Praktikum1. Untuk mengetahui cara melakukan survei entomologi untuk penyakit demam berdarah dengan benar dan tepat2. Untuk mengetahui ovitrap index dan kepadatan Telur3. Bisa menghitung dan mengetahui House Index, Container index, serta Breteau Index.4. Dapat Menghitung Landing Rate serta Resting Rate Nyamuk.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Siklus HidupMasa pertumbuhan dan perkembangan nyamuk Aedes sp dapat dibagi menjadi 4 tahap yaitu telur, larva, pupa, dan dewasa, sehingga termasuk metamorfosis sempurna (holometabola). (Soegeng Soegijanto, 2006)1. Telur

Gambar 1. Telur Aedes spSumber : Anonim, 1972

Pada waktu dikeluarkan telur berwarna putih, lalu berubah menjadi hitam dalam waktu 30 menit. Dari penelitian Brown (1962) bahwa telur yang diletakkan di dalam air akan menetas dalam waktu 1-3 hari pada suhu 30C, namun memerlukan waktu 7 hari pada suhu 16C. Telur Aedes akan menetas sebanyak 80% pada hari pertama dan 95% pada hari kedua bila direndam dalam air dan dalam kondisi normal. Jika diamati dibawah mikroskop, akan nampak adanya garis-garis membentuk gambaran seperti sarang lebah pada dinding luar (exochorion) telur nyamuk Aedes sp tersebut. (Sudarto, 1972)Sama halnya dengan Aedes albopictus, telur Aedes aegypti dapat tahan terhadap pengeringan, intensitas dan durasi yang bervariasi, tetapi banyak spesies nyamuk ini yang dapat tetap kering dan layak, selama berbulan-bulan. Ketika banjir, beberapa telur dapat menetas dalam waktu beberapa menit, yang lain mungkin memerlukan perendaman lebih lama dalam air, kemudian menetas dan kemungkinan tersebar di beberapa hari atau minggu sesudahnya. Di daerah panas Aedes albopictus bertahan dalam bentuk stadium telur dan memerlukan peresapan air selama jangka waktu tertentu sebelum dapat bertahan lama terhadap pengeringan dan temperatur rendah. (M.W. Service, 1996)Telur yang berumur sama tidak menetas saat bersamaan. Telur yang berumur sama dan diletakkan dalam suatu kontainer akan menetas segera sesudah berkontak dengan air. Lama penetasan dan dalam siklus hidup tergantung pada waktu yang dibutuhkan telur untuk menjadi masak sesudah ditelurkan oleh induknya dan juga bergantung pada temperatur masa perkembangan selanjutnya.Waktu bertelur sesudah menghisap darah dipengaruhi oleh temperatur. Waktu terpendek antara menghisap darah dan bertelur pertama kali ialah 7 hari pada suhu 21C dan 3 hari pada suhu 28C. Penahanan telur yang sudah matang agaknya berhubungan dengan keadaan dasar tempat bertelur.Telur didepositkan pada permukaan basah dalam wadah buatan seperti kaleng, botol, guci atau wadah air hujan. Ban mobil juga dapat menyediakan habitat larva yang sangat baik dan tempat beristirahat saat stadium dewasa. Dalam iklim tropis, larva juga ditemui dalam air alami penahan rongga di lubang pohon dan tanaman herba. Telur Aedes aegypti dapat menahan pengeringan hingga 1 tahun. Telur menetas ketika dibanjiri oleh air yang terdeoksigenasi. (Womack .M, 1993).2. Larva

Gambar 2. Aedes sp stadium LarvaSumber : Anonim, 1972Setelah menetas telur akan berkembang menjadi larva (jentik-jentik). Pada stadium ini kelangsungan hidup larva dipengaruhi suhu, pH air perindukan, ketersediaan makanan, cahaya, kepadatan larva, lingkungan hidup, serta adanya predator. Berikut ini adalah ciri-ciri dari larva Aedes aegypti :a. Adanya corong udara (siphon) pada segmen terakhir. Pada corong udara tersebut memiliki pecten serta sepasang rambut dan jumbai.b. Pada segmen-segmen abdomen tidak dijumpai adanya rambut-rambut berbentuk kipas (palmate hairs).c. Pada setiap sisi abdomen segmen kedelapan ada comb scale sebanyak 8 21 atau berjejer 1 3.d. Bentuk individu dari comb scale seperti duri.e. Pada sisi thorax terdapat duri yang panjang dengan bentuk kurva dan adanya sepasang rambut di kepala. (Iskandar. A, 1985).Larva Aedes aegypti biasa bergerak-gerak lincah dan aktif, dengan memperlihatkan gerakan-gerakan naik ke permukaan air dan turun ke dasar wadah secara berulang. Larva mengambil makanan di dasar wadah, oleh karena itu larva Aedes aegypti disebut pemakan makanan di dasar (bottom feeder). Makanannya terdiri dari mikroorganisme, detritus, alga, protista, daun, dan invertebrata hidup dan mati. Pada larva Aedes albopictus makanan yang mengandung protein lebih disukai daripada yang mengandung hidrat arang. (Barry J. Beaty, 1996).Pada saat larva mengambil oksigen dari udara, larva menempatkan corong udara (siphon) pada permukaan air seolah-olah badan larva berada pada posisi membentuk sudut dengan permukaan air. (Kusnindar, 1990)Larva Aedes aegypti mempunyai tubuh memanjang tanpa kaki dengan bulu-bulu sederhana yang tersusun bilateral simetris. Larva ini dalam pertumbuhan dan perkembangannya mengalami 4 kali pergantian kulit (ecdysis), dan larva yang terbentuk berturut-turut disebut instar I, II, III, dan IV. Larva instar I , tubuhnya sangat kecil, warna transparan, panjang 1-2 mm, duri-duri (spinae) pada dada (thorax) belum begitu jelas, dan corong pernapasan (siphon) belum menghitam. Larva instar II bertambah besar, ukuran 2,5-3,9 mm, duri dada belum jelas, dan corong pernapasan sudah berwarna hitam. Larva instar IV telah lengkap struktur anatominya dan jelas tubuh dapat dibagi menjadi bagian kepala (chepal), dada (thorax), dan perut (abdomen). Larva ini tubuhnya langsing dan bergerak sangat lincah, bersifat fototaksis negatif, dan waktu istirahat membentuk sudut hampir tegak lurus dengan bidang permukan air. (Soegeng .S, 2006).3. Pupa

Gambar 3. Aedes sp stadium pupaSumber : Anonim, 1972

Larva instar akan berubah menjadi pupa yang berbentuk bulat gemuk menyerupai tanda koma. Pada pupa terdapat kantong udara yang terletak di antara bakal sayap nyamuk dewasa dan terdapat sepasang sayap pengayuh yang saling menutupi sehingga memungkinkan pupa untuk menyelam cepat dan mengadakan serangkaian jungkiran sebagai reaksi terhadap rangsangan. Selama stadium pupa tidak memerlukan makanan. Ketika Metamorfosis selesai dan nyamuk dewasa sepenuhnya terbentuk dalam selongsong pupa, kemudian adanya gelembung udara dapat meningkatkan tekanan internal, dan selongsong terbagi sepanjang garis belahan dada. Nyamuk dewasa ini perlahan-lahan muncul dari sobeknya selongsong pupa ke permukaan air. Kemudian secara skloretik nyamuk dewasa mampu terbang dalam waktu 10-15 menit. (Barry .J. B, 1996)Pupa Aedes aegypti mempunyai bentuk tubuh bengkok dengan bagian kepaladada (Cephalothorax) lebih besar bila dibandingkan dengan bagian perutnya, sehingga tampak seperti tanda baca koma. Pada bagian punggung (dorsal) dada terdapat alat bernapas seperti terompet. Pada ruas perut ke-8 terdapat sepasang alat pengayuh yang berguna untuk berenang. Alat pengayuh tersebut berjumbai panjang dan berbulu pada ruas perut ke-8 tidak bercabang. Pupa adalah bentuk tidak makan, tampak gerakannya lebih lincah bila dibandingkan dengan larva. Waktu istirahat, posisi pupa sejajar dengan bidang permukaan air. (Soegeng .S, 2006)Stadium pupa tidak lama, rata-rata berumur 2 hari. Dalam percobaan penyelidikan di laboratorium ternyata nyamuk dewasa dapat hidup maksimal selama 10 hari, umurnya di alam tidak diketahui, tetapi pasti lebih pendek. Sepuluh hari setelah nyamuk menghisap darah manusia yang kebetulan menderita infeksi dengue, virus ditemukan dalam kelenjar induknya, sehingga dapat dimengerti bahwa hanya nyamuk betina yang telah berumur 10 hari ke atas dapat menyebarkan virus dengue.4. Dewasa

Gambar 4. Nyamuk Aedes spSumber : Anonim, 1972

Setelah keluar dari selongsong pupa, nyamuk akan diam beberapa saat di selongsong pupa untuk mengeringkan sayapnya. Setelah berkopulasi, nyamuk betina menghisap darah dan tiga hari kemudian akan bertelur sebanyak kurang lebih 100 butir, lalu nyamuk akan menghisap darah lagi. (Hendratno.S, )Hanya nyamuk betina yang menggigit dan menghisap darah serta memilih darah manusia untuk mematangkan telurnya. Sedangkan nyamuk jantan tidak bisa menggigit/ menghisap darah, melainkan hidup dari sari bunga tumbuh tumbuhan. (Sri R.H.H, 2002).Nyamuk Aedes aegypti dewasa dapat hidup dengan baik pada suhu 6C dalam 24 jam. Nyamuk dapat hidup pada suhu 7C - 9C. Rata-rata lama hidup nyamuk betina Aedes aegypti selama 10 hari. (Poorwosudarmo.S, 1993).Nyamuk Aedes aegypti dewasa mempunyai tubuh yang tersusun dari 3 bagian yaitu kepala, dada, dan perut. Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk dan antena yang berbulu. Alat mulut nyamuk betina tipe penusuk pengisap (piercing - sucking) dan termasuk lebih menyukai manusia (Anthropophagus), sedangkan nyamuk jantan bagian mulut lebih lemah sehingga tidak mampu menembus kulit manusia, karena itu tergolong lebih menyukai cairan tumbuhan (phytophagus). Nyamuk betina mempunyai antena tipe pilose, sedangkan nyamuk jantan tipe plumose. (Soegeng .S, 2006)Berikut ini adalah siklus hidup Aedes sp dari telur hingga dewasa :

Gambar 5. Siklus Hidup Aedes spSumber : Anonim, 1972

2.2 Alat Dan BahanAlat dan bahan yang digunakan dalam praktikum Survey Entomologi Demam Berdarah adalah :1. Alat Senter : untuk pencahayaan saat survei jentik Ovitrap : untuk memancing nyamuk beristirahat Gelas plastik atau botol plastik : utnuk tempat jentik hasil dari survei Alat tulis : untuk menulis hasil survei Gayung : untuk mengambil jentik di dalam bak mandi Pipet : untuk mengambil jentik Aspirator : untuk menangkap nyamuk2. Bahan Kertas saring : untuk ditaruh pada ovitrap agar nyamuk bertelur di kertas tersebut. Kertas label : untuk memberikan label pada kertas saring dan dapa ovitrap

1.3 Diagram Alur Kerja1. Survey Telur

Mulai

Membuat ovitrap (perangkap telur) dengan gelas plastik ukuran 0,5 liter yang dicat hitam

Memotong kertas saring yang permukaanya kasar dan disesuaikan lebarnya dengan ovitrap yang dibuat

Mengisi ovitrap dengan antraktan yang di campur dengan air bersih dan memasukkan kertas saring pada batas air hingga menutupi pinggiran dalam gelas yang berisi air.

Meletakkan ovitrap di tempat yang terlindung dari hujan dan dekat dengan aktivitas manusia (dalam dan luar rumah).

Setelah seminggu, melakukan pemeriksaan ada tidaknya telur nyamuk pada ovitrap

Menghitung ovitrap index dan kepadatan telur per ovitrap.

Menyajikan dan melaporkan hasil

Selesai

Gambar 6. Diagram alur kerja survey telur

2. Survey Jentik

Mulai

Memeriksa tempat penampungan air dan kontainer yang dapat menjadi habitat perkembangbiakan nyamuk Aedes sp di dalam dan di luar rumah untuk mengetahui ada tidaknya jentik

Jika pada penglihatan pertama tidak menemukan jentik, tunggu - 1 menit untuk memastikan bahwa benar-benar tidak ada jentik

Menggunakan senter untuk memeriksa jentik ditempat gelap atau keruh.:Metode Single LarvaMengambil satu jentik di setiap tempat genangan air yang ditemukan jentik dan identifikasi lebih lanjutMetode VisualCukup dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya jentik disetiap genangan air tanpa mengambil jentiknya

Menghitung House index, Container Index, Breteu Index

Menyajikan dan melaporkan hasil

Selesai

Gambar 7. Diagram Alur Kerja Survey Jentik3. Survei Nyamuk

Mulai

Melakukan survei nyamuk dilakukan menggunakan umpan orang di dalam dan di luar rumah, masing-masing selama 20 menit per rumah menggunakan aspirator

Melakukan survei pada saat nyamuk tidak aktif. Di dalam rumah biasanya nyamuk resting di kamar tidur, tempat-tempat gelap, gantungan baju dsb, sedangkan di luar rumah nyamuk biasanya resting di tanaman-tanaman kebun. Penangkapan resting menggunakan senter, aspirator mulut atau aspirator dengan baterai 12 volt dan jaring tangan.

Menghitung landing rate dan resting per rumah

Menyajikan dan melaporkan hasil

Selesai

Gambar 8. Diagram Alur Kerja Survei Nyamuk

BAB IIIHASIL

3.1 Survey TelurMenghitung ovitrap index:1. Ovitrap Dalam

2. Ovitrap Luar

3. Ovitrap Index

3.2 Survei JentikTabel 1. Hasil di LapanganBangunan di periksaContainer di periksaBangunanContainer di PeriksaContainer

(+) jentik(-) jentik( + ) jentik( - ) jentik

5013529211354095

Menghitung House Index, Container Index, dan Brateau Index.1. House Index

2. Container Index

3. Brateau Index

3.3 Survei NyamukMenghitung Landing Rate dan Resting per rumah.1. Landing Rate

2. Resting Rate

BAB IV PEMBAHASAN

a. Survei TelurTujuan dari survei perangkap telur adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya nyamuk Aedes aegypti dalam situasi densitas sangat rendah, yang mana dengan metode single larva maupun metode visual tidak dapat menemukan adanya kontainer positif. Survei ini dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut ovitrap. Ovitrap yang di gunakan terbuat dari botol plastik yang dinding bagian dalamnya dicat hitam dan beri antraktan serta air bersih secukupnya. Ke dalam ovitrap tersebut dimasukan kertas saring. Ovitrap ini akan ditempatkan baik di dalam atau diluar rumah yang gelap dan lembab karena nyamuk menyukai tempat-temat tersebut untuk bertelur. Setelah satu minggu dilakukan pemeriksaan ada atau tidaknya telur pada kertas saring tersebut. Indeks ovitrap merupakan perbandingan ovitrap yang positif terdapat telur nyamuk (Aedes aegypti dan Aedes albopictus) dengan jumlah ovitrap yang disebarkan. (Anonimus, 2002). Indeks ovitrap dapat dikelompokan atas empat tingkatan. Pencegahan khusus dan tingkat pengendalian dapat dilakukan dari tingkat ovitrap tersebut. Manajamen tempat-tempat umum (sekolah, pelabuhan, komplek perumahan, dll) seharusnya melakukan tindakan khusus untuk pengendalian nyamuk dilingkungan mereka demi keamanan mereka. Adapun empat tingkatan ovitrap Indeks adalah sebagai berikut.

Tabel 2. Klasifikasi Ovitrap Index Dengan Tindakan Yang DilaksanakanKlasifikasiOvitrap Index (OI)Tindakan yang dilaksanakan

Tingkat 1< 5 % Pengawasan dengan cermat kondisi kebersihan lingkungan untuk mencegah tempat perindukan nyamuk Periksaan mingguan untuk mengidentifikasi tempat perindukan atau yang berpotensi dan meniadakan tempat yang mungkin sebagai perindukan nyamuk

Tingkat 2 5%-20%Mengingatkan manajemen tempat-tempat umum untuk memeriksa secara berkala (waktu tidak lebih dari 7 hari) dan menghilangkan tempat perindukan sekitarnya.

Tingkat 3 20%-40%Kegiatan meniadakan tempat perindukan/yang berpotensi lebih ditingkatkan

Tingkat 4 40%Memberikan kewenangan kepada perusahaan pest control untuk mengatasi permasalahan nyamuk.Tindakan larvasida atau stadium dewasa dapat diterapkan.

Sumber tabel : http://www.fedh.gov.hk//saafefood/dengue_fever, 2004

Berdasarkan hasil survei telur di Desa Baskoro Kelurahan Tembalang diperoleh hasil penghitungan ovitrap Index sebesar 70%. Hal ini membuktikan bahwa kondisi ovitrap yang positif telur cukup tinggi. Pada saat survei didapati banyaknya rumah penduduk yang berdekatan serta kepadatan penduduk yang tinggi. Selain itu banyak barang-barang yang tergeletak baik di dalam rumah atau di luar rumah. Hal ini menyebabkan banyaknya resting place dan kelembaban yang tinggi, sehingga nyamuk akan sangat mudah untuk berkembang biak dan berpindah tempat. Banyaknya penduduk di Desa Baskoro akan sangat mudah bagi nyamuk betina menghisap darah untuk mempersiapkan pematangan telur dan peletakan telur yang akan sangat disukai nyamuk seperti rendaman jerami yang telah dipersiapkan pada ovitrap. Ovitrap index sebesar 70 % masuk dalam kategori indeks ovitrap tingkat 4. Pada kategori tingkat 2 tindakan yang dapat dilaksanakan meliput, memberikan kewenangan kepada perusahaan pest control untuk mengatasi permasalahan nyamuk dan menerapkan tindakan larvasida atau stadium dewasa.

b. Survei JentikJumlah populasi jentik nyamuk Aedes spp berhubungan erat dengan meningkatnya kasus DBD. Kepadatan populasi larva nyamuk Aedes spp dengan parameter House Index (HI), Container Index (CI), dan Breteau index (BI).

Tabel 3. Larva IndexDensity figure (DF)House Index (HI)Container IndexBreteau Index

11 31 21 4

24 73 55 9

38 176 910 19

418 2810 -1 420 34

529 3715 2035 -49

638 4921 2750 74

750 -5928 3175 99

860 7632 40100 199

9>77>41>200

Density figure ditentukan setelah menghitung dan mengetahui hasil House Index (HI), Container Index (CI), dan Breteau Index (BI). Apabila angka DF kurang dari 1 menunjukan risiko penularan rendah, jika 1-5 menunjukan resiko penularan sedang dan diatas 5 risiko penularan tinggi. Berdasarkan hasil survei larva atau jentik yang telah di lakukan di Desa Baskoro Kelurahan Tembalang, Angka House Index (HI), Container Index (CI), dan Breteau Index (BI) yang berturut-turut sebesar 58%, 29,63%, 80%. Menurut WHO (1998), daerah yang mempunyai HI lebih besar dari 5% dan BI lebih besar dari 20% umumnya merupakan daerah yang sensitive atau rawan demam dengue.Tabel 4. Angka Index Jentik Berdasarkan SurveiKelurahanRumah disurveikontainer diperiksaAngka Indikator Jentik

HIBICI

Tembalang5013558%80%29,63%

Survey jentik dilakukan di rumah-rumah penduduk. Dari 50 rumah yang diperiksa 40 rumah diantaranya terdapat container yang mengandung jentik. Dari 50 rumah yang disurvei, ditemukan tipe-tipe container yang berbeda yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk Aedes. Berdasarkan tipe container yag diperiksa didapatkan bahwa container yang paling dominan ditemukan dari rumah-rumah yang disurvei adalah bak mandi, selengkapnya dapat dilihat dari tabel 5 data tipe container yang ditemukan menunjukkan bak mandi (14,81%), sebagai jenis container yang mendominasi wilayah tersebut. Diikuti oleh Ember (5,92%), Tempayan (2,22%), kulkas dan tatakan pot (1,48%) , dan container lainnya.

Tabel 5. Jenis Kontainer Berdasarkan Hasil SurveyNoJenis KontainerJumlah(% ) Kontainer

1Bak Mandi2014,81

2Drum10,74

3Tempayan32,22

4Ember85,92

5Dispenser10,74

6Ember Lain00

7Bak lain00

8Vas Bunga10,74

9Aquarium00

10Tempat Minum Burung00

11Kolam 00

12Kulkas21,48

13Kaleng 10,74

14Tatakan pot21,48

15Kebun 00

Hasyimi dan soekirno (2004) menyatakan bahwa penggunaan tempat penampungan air di daerah pemukiman dimana keperluan air sehari-hari dikelola PDAM, sering menimbulkan masalah bagi perindukan vector disebabkan penduduk banyak menampung air di suatu tempat. Dengan alasan ini maka tempat perindukan nyamuk Aedes cenderung menjadi banyak sehingga memperluas terjadinya transmisi virus Dengue dan Chikungunya.Seperti yang dilihat dari tabel 5, container positif ditemukan jentik yang paling dominan adalah Bak Mandi (50%) dan Ember (17,5%). Chan dan hasyimi menyatakan bahwa di daerah perkotaan habitat nyamuk Aedes sp. sangat bervariasi, tetapi 90% adalah wadahwadah yang dibuat oleh manusia. Fock dalam hasyimi dan soekirno (2004) menyatakan bahwa tempayan, drum, bak mandi adalah tiga jenis container yang banyak memfasilitasi jentik Aedes menjadi dewasa, mengingat ketiganya termasuk tempat penampungan air yang berukuran besar dan sulit mengganti airnya.

Tabel 6. Jenis Kontainer yang Positif Jentik berdasarkan Hasil SurveiNoJenis KontainerKontainer Positif(% ) Kontainer Positif

1Bak Mandi2050

2Tempayan 410

3Ember 717,5

4Dispenser 12,5

5Aquarium 00

6Tempat burung00

7Kolam 00

8Tatakan pot12,5

9Lemari Es25

10Vas bunga12,5

11Kaleng 12,5

12Drum 25

13Bak lain00

14Ember lain12,5

15Kebun 00

Sebagian besar bahan container yang ditemukan pada survey ini adalah Plastik (42,5%), Keramik (27,5%), dan Semen (22,5%). Tabel 7. Bahan Kontainer Berdasarkan Hasil SurveiNoBahan KontainerPositif Jentik (%)

1Semen9 (22,5%)

2Tanah-

3Plastik17 (42,5%)

4Kaca-

5Keramik11 (27,5%)

6Logam/besi2 (5%)

7Alumunium1 (2,5%)

Pada House Index (HI) sebesar 58 % termasuk ke dalam skala 7 yang menunjukan pada kategori padat dengan tingkat risiko penularan tinggi. Container Index (CI) sebesar 29,63% termasuk ke dalam skala 7 menunjukan kategori resiko penularan tinggi. Angka BI merupakan pengukuran terbaik yang digunakan untuk memperkirakan densitas jentik, karena sudah mengkombinasikan keduanya baik rumah maupun wadah. BI sebagai predictor KLB, jika BI 50 maka daerah tersebut berpotensi untuk mengalami KLB. Breteau Index (BI) sebesar 80 % termasuk ke dalam skala 7 menunjukan kategori resiko berpotensi terjadinya KLB. Menurut WHO angka BI sebesar 80 % termasuk ke dalam skala 7 yang apabila dikaitan dengan tingkat resiko kejadian luar biasa (KLB) penyakit DBD belum terjadi walaupun kepadatan vektornya termasuk tinggi. Tingginya angka Container Index, House Index dan Breteau Index di Desa Baskoro Kelurahan Tembalang, diduga disebabkan oleh adanya banyak tempat-tempat perindukan buatan manusia di sekitar rumah baik di dalam maupun di luar rumah seperti tempat penampungan atau penyimpanan air atau TPA (tangki air, bak besar, bak mandi, tempayan, ember, bak WC) non TPA atau barang bekas (kaleng bekas, ban bekas, botol bekas, bekas kolam ikan, bekas akuarium) dan yang lainnya (vas bunga, pot bunga, dan tatakan pot). Banyaknya ketersediaan tempat-tempat perindukan nyamuk Aedes spp sebagai vektor DBD serta perilaku masyarakat dalam menunjang ketersediaan tempat perindukan dapat meningkatkan kepadatan larva (jentik) nyamuk Aedes spp. sebagai vektor DBD.

c. Survei Nyamuk Survei nyamuk dapat dilakukan melalui penangkapan nyamuk dengan menggunakan umpan orang yang ada di dalam maupun di luar rumah, yang mana masing-masing penangkapan nyamuk dilakukan selama 20 menit tiap rumah. Survei nyamuk yang dilakukan pada praktikum ini meliputi landing rate dan resting rate.Menurut aktivitas dalam pencarian makanan nyamuk dibedakan menjadi dua jenis yaitu nyamuk yang mencari makanan di dalam rumah disebut endophagic dan spesies nyamuk yang mencari makanan di luar rumah disebut eksophagic. Setelah mencari makan sebagian spesies nyamuk akan mencari tempat untuk mencerna darah yang dimakan dan melakukan pematangan sel telur. Sebagian spesies nyamuk akan melakukan istirahat dan pematangan sel telur di dalam rumah atau disebut endophilic, dan spesies yang melakukannya di luar ruangan disebut eksophilic. Pengamatan perilaku menggigit nyamuk dilakukan dengan melihat banyaknya nyamuk yang hinggap pada inang yang disediakan (landing). Hasil praktikum survei nyamuk dewasa, memperlihatkan landing rate sebesar 0,205 nyamuk yang hinggap pada umpan orang. Perilaku menggigit ini hanya dilakukan oleh nyamuk betina. Nyamuk betina yang aktif menggigit adalah nyamuk dalam masa pematangan telur, karena protein dari darah hanya diperlukan untuk pematangan sel-sel telur. Nyamuk betina akan terbang berkeliling sampai menemukan inang yang cocok diterima oleh alat penerima rangsangan.Pengamatan perilaku istirahat nyamuk dilakukan dengan penangkapan nyamuk yang sedang hinggap atau istirahat. Penangkapan di dalam rumah biasanya dilakukan pada gantungan-gantungan baju, kelambu, gorden, bawah meja, bawah tempat tidur ataupun daerah-daerah tersembunyi yang jarang terkena sinar matahari. Sedangkan penangkapan di luar rumah di lakukan pada dinding rumah, sekitar tanaman hias atau di bawah pohon. Pada praktikum ini kami hanya melakukan di dalam rumah. Hasil praktikum kami menunjukan bahwa resting rate sebesar 4,1 nyamuk yang beristirahat. Menurut penelitian Tandon dan Sudipta (2000) di India yang mendapati bahwa 82,51 % nyamuk Aedes aegypti beristirahat di dalam ruangan (endophilic). Tempat yang disenangi nyamuk Aedes aegypthi untuk beristirahat selama menunggu pematangan telur adalah tempat-tempat gelap, lembab, dan sedikit angin. Sehingga tempat yang biasa dipilih adalah baju-baju yang digantung dalam ruangan atau tempat-tempat lain yang berada dalam ruangan remang-remang.

BAB VPENUTUP

5.1 Kesimpulan1. Berdasarkan hasil survei dilapangan, di dapatkan angka index telur yaitu ovitrap index 70%. Ini membuktikan kepadatan telur masih cukup tinggi.2. Dari hasil di lapangan bahwa HI sebesar 58% termasuk ke dalam skala 7, yang mana merupakan tingkat penularan tinggi. Sedangkan CI sebesar 29,63% masuk dalam skala 7 dengan resiko tingkat penularan tinggi. Dan hasil BI sebesar 80% yang artinya menunjukkan resiko terjaninya KLB.3. Untuk angka kepadatan nyamuk di dapat hasil pada saat Landing Rate 0,205, sedangkat pada saat resting rate 4,1.

5.2 SaranPerlunya kesadaran yang tinggi dari penduduk masyarakat untuk meningkatkan kebersihan lingkungan, terutama kebersihan di dalam dan disekitar rumah dari adanya tempat-tempat genangan air yang memungkinkan digunakan sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk. Masyarakat diharapkan dapat melakukan pengurasan pada bak mandi dan tempat-tempat penampungan air yang lain serta menjaga kebersihan diri salah satunya dengan mengurangi tempat-tempat yang digunakan sebagai resting nyamuk yaitu gantungan pakaian sehingga diharapkan kepadatan nyamuk dapat berkurang.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1972. Vector Control in International. New York Barry J.Beaty and William C.Marquardt. The Biology of Disease Vectors. 1996.University Press of Colorado. ColoradoDepartemen Kesehatan R.I. (2005). Rencana Strategi Departemen Kesehatan. Jakarta: Depkes RIIskandar A. Pemberantasan Serangga dan Binatang Pengganggu. Proyek Pengembangan Pendidikan Tenaga Sanitasi Pusat. Pusdiknes Depkes RI. 1985.Kusnindar. Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah ditinjau dari Berbagai Penelitian. Cermin Dunia Kedokteran. 1990 : 60: 10.Maryanti, E., 2005. Perilaku Masyarakat Terhadap kesehatan Lingkungan dalam Upaya Penanggulangan dan Penularan Penyakit DBD di Kota Medan Tahun 2005. Tesis Mahasiswa Pascasarjana. Universitas Sumatera Utara.M.W.Service. Medical Entomology For Student. 1996. T.J Press, Padstow, Cornwall. Great Britain.Poorwosudarmo S. Demam Berdarah Dengue pada Anak. 1993. UI Press : 24. Jakarta.Soegeng Soegijanto. DEMAM BERDARAH DENGUE (edisi 2). 2006. Airlangga University Press.Sri Rezeki H. Hadinegoro dan Hindra Irawan Satari. DEMAM BERDARAH DENGUE: Naskah Lengkap Pelatihan bagi Pelatih, Dokter Spesialis Anak, dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam Tatalaksana Kasus DBD. 2002. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.Sudarto. Atlas Entomologi Kedokteran. 1972. EGC. Jakarta. Widya Hary Cahyati dan Suharyo. DINAMIKA AEDES AEGYPTI SEBAGAI VEKTOR PENYAKIT. KEMAS - Volume 2 / No. 1 / Juli Desember 2006. Semarang.Womack, M. 1993. The yellow fever mosquito, Aedes aegypti. Nyamuk demam kuning, Aedes aegypti. Wing Beats, Vol. Wing Beats, Vol. 5(4):4. 5 (4): 4.

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/115/jtptunimus-gdl-sitiqoniat-5714-1-abstrak.pdf Diakses pada 05 Mei 2015http://www.fedh.gov.hk//saafefood/dengue_fever, 2004 Diakses pada 17 Mei 2015

DOKUMENTASIGambar hasil survei jentik Gambar ovitrapGambar antraktanGambar hasil survei telur

Gambar kandang nyamuk27