laporan penelitian [rev]

50
LAPORAN PENELITIAN PLASMA 2009 “Peran Serta Masyarakat Petak Sembilan Dalam Melestarikan Kebudayaan Tionghoa” Disusun oleh: Agnestasia Andreas Caroline i

Upload: firdaus-luke

Post on 14-Aug-2015

83 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

hhffffjh,mcvjvjvn

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Penelitian [Rev]

LAPORAN PENELITIAN

PLASMA 2009

“Peran Serta Masyarakat Petak Sembilan Dalam Melestarikan Kebudayaan Tionghoa”

Disusun oleh:

Agnestasia

Andreas

Caroline

Jakarta

2009

i

Page 2: Laporan Penelitian [Rev]

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis ingin menghanturkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa

karena tanpa kehendak-Nya, penulis tidak dapat menyelesaikan laporan ini tepat pada

waktunya.

Laporan ini disusun dalam rangka mengikuti PLASMA 2009 “Researching My City for

a Better Future” yang diselenggarakan oleh UPM Unika Atma Jaya, sebagai ajang

pengembangan kreativitas dan pengembangan remaja Indonesia khususnya remaja Kota

Jakarta.

Laporan yang berjudul “Peran Serta Masyarakat Petak Sembilan Dalam Melestarikan

Kebudayaan Tionghoa” ini membahas tentang pelestarian kebudayaan Tionghoa di Jakarta

khususnya di daerah Petak Sembilan. Secara umum, manfaat penulisan ini ditujukan demi

perkembangan kebudayaan Tionghoa di Jakarta.

Penyelesaian laporan ini tidak lepas dari doa, bimbingan dan dorongan dari beberapa

pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Drs. Agustinus Dwiyono, selaku kepala SMA Tarsisius I.

2. Ir. Ruswanto Hadi S., selaku pembimbing materi.

3. Dra. Susana Dewi Ambarwati dan Erry Pusvita Ningrum, selaku pembimbing

teknis.

4. Orang tua yang turut mendukung secara moral maupun materi.

5. Rekan-rekan, para panitia, serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan

satu per satu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan laporan ini.

Penulis berharap laporan ini dapat menambah wawasan dan cakrawala berpikir bagi

semua pihak. Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,

saran dan kritik membangun sangat diharapkan untuk penyempurnaan laporan ini. Apabila

terdapat kesalahan dalam laporan ini penulis meminta maaf yang sebesar-besarnya.

Semoga laporan ini bermanfaat. Akhir kata penulis mengucapkan “Selamat Membaca”.

Jakarta, Maret 2009

Penulis

i

Page 3: Laporan Penelitian [Rev]

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

DAFTAR TABEL v

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian 1

1.2. Rumusan Masalah 1

1.3. Tujuan Penelitian 1

1.4. Manfaat Penelitian 1

1.5. Sistematika Penyajian 2

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Masuknya Masyarakat Tionghoa di Indonesia 3

2.2. Gambaran Umum Daerah Petak Sembilan 7

2.3. Sistem Kepercayaan 7

2.4. Sistem Kekerabatan 8

2.5. Kesenian 9

2.6. Perayaan 10

2.7. Bangunan Cina Kuno 11

2.8. Kerangka Berpikir 11

2.9. Hipotesis 12

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian 13

3.2. Metode dan Teknik Pengumpulan Data 13

3.3. Metode dan Teknik Penarikan Sampel 13

3.4. Populasi dan Sampel 13

3.5. Waktu dan Tempat Penelitian 14

3.6. Teknik Analisis Data 14

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Peninggalan Berciri Etnis Tionghoa Dalam Tradisi dan Seni Arsitektur

di Daerah Petak Sembilan 15

4.2. Peran Aktif Masyarakat Petak Sembilan Dalam Melestarikan

Kebudayaan Tionghoa 20

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan 22

5.2. Saran 22

DAFTAR PUSTAKA 23

i

Page 4: Laporan Penelitian [Rev]

LAMPIRAN 24

i

Page 5: Laporan Penelitian [Rev]

DAFTAR TABEL

TABEL 1. SISTEM KEKERABATAN 15

TABEL 2. KESENIAN 16

TABEL 3. SENI RUPA 17

TABEL 4. SENI SASTRA 17

TABEL 5. SENI TARI 18

TABEL 6. PERAYAAN 19

TABEL 7. PERAN AKTIF MASYARAKAT PETAK SEMBILAN 20

TABEL 8. JENIS KELAMIN RESPONDEN 23

TABEL 9. USIA RESPONDEN 23

TABEL 10. PENDIDIKAN RESPONDEN 23

i

Page 6: Laporan Penelitian [Rev]

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Kebudayaan Tionghoa merupakan salah satu aset yang dimiliki daerah Petak

Sembilan. Kebudayaan tersebut telah datang ke daerah Petak Sembilan dan

memperkaya kebudayaan daerah Petak Sembilan. Meskipun begitu, seiring dengan

perkembangan zaman, kebudayaan tersebut sudah mulai menghilang. Ini terbukti

dari semakin berkurangnya kebudayaan-kebudayaan tersebut. Apalagi kebudayaan

Tionghoa sempat menghilang karena Instruksi Presiden Nomor 14, tahun 1967, yang

membatasi penyelenggaraan kebudayaan Tionghoa, contohnya, perayaan tahun

baru Imlek tidak diperbolehkan pada saat itu. Oleh karena itu, orang yang merayakan

tahun baru Imlek mulai berkurang. Padahal, kebudayaan Tionghoa dapat menjadi

salah satu daya tarik daerah Petak Sembilan karena kebudayaan tersebut sudah

bercampur dengan kebudayaan setempat sehingga menjadi kebudayaan yang unik.

Meskipun begitu, terbilang sedikit orang yang melestarikan kebudayaan-kebudayaan

tersebut. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai

kebudayaan Tionghoa pada masyarakat di daerah Petak Sembilan.

1.2. Rumusan Masalah

1.2.1 Peninggalan yang memiliki ciri etnis Tionghoa apa sajakah yang terdapat di

daerah Petak Sembilan?

1.2.2 Bagaimana masyarakat Petak Sembilan berperan aktif dalam melestarikan

kebudayaan Tionghoa?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1 Mendeskripsikan peninggalan yang memiliki ciri etnis Tionghoa di daerah

Petak Sembilan.

1.3.2 Mendeskripsikan masyarakat Petak Sembilan yang aktif dalam melestarikan

kebudayaan Tionghoa.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Sebagai gambaran atau tolak ukur mengenai kebudayaan Tionghoa di daerah

Petak Sembilan.

1.4.2. Sebagai gambaran atau tolak ukur mengenai upaya pelestarian kebudayaan

Tionghoa di daerah Petak Sembilan.

1.4.3. Sebagai gambaran atau tolak ukur mengenai tingkat kepedulian masyarakat

Petak Sembilan terhadap kebudayaan Tionghoa.

i

Page 7: Laporan Penelitian [Rev]

1.4.4. Sebagai wahana pembelajaran pembuatan karya ilmiah bagi peneliti sendiri.

1.5. Sistematika Penyajian

Bab I Pendahuluan, meliputi (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Rumusan Masalah,

(3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, dan (5) Sistematika Penyajian.

Bab II Kajian Pustaka, meliputi (1) Gambaran Masuknya Masyarakat Tionghoa di

Indonesia, (2) Gambaran Umum Daerah Petak Sembilan, (3) Sistem

Kepercayaan, (4) Sistem Kekerabatan, (5) Kesenian, antara lain mencakup

(a) Seni Rupa, (b) Seni Suara, (c) Seni Sastra, dan (d) Seni Tari, (6)

Perayaan, antara lain mencakup (a) Festival Hantu, (b) Duanwu Jie, (c)

Festival Qingming, (d) Festival Lampion, (e) Tahun Baru Imlek, dan (f) Cap

Go Meh, (7) Bangunan Cina Kuno, (8) Kerangka Berpikir, dan (9) Hipotesis.

Bab III Metode Penelitian, meliputi (1) Jenis Penelitian, (2) Metode dan Teknik

Pengumpulan Data, (3) Metode dan Teknik Penarikan Sampel, (4) Populasi

dan Sampel, (5) Waktu dan Tempat Penelitian, dan (6) Teknik Analisis Data.

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, meliputi (1) Peninggalan Berciri Etnis

Tionghoa Dalam Tradisi dan Seni Arsitektur di Daerah Petak Sembilan, antara

lain mencakup (a) Sistem Kepercayaan, (b) Sistem Kekerabatan, (c)

Kesenian, (d) Perayaan, dan (e) Seni Arsitektur dan (2) Peran Aktif

Masyarakat Petak Sembilan Dalam Melestarikan Kebudayaan Tionghoa.

Bab V Penutup, meliputi (1) Kesimpulan dan (2) Saran.

i

Page 8: Laporan Penelitian [Rev]

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Masuknya Masyarakat Tionghoa di Indonesia

Masa-Masa Awal

Orang dari Tiongkok daratan telah ribuan tahun mengunjungi dan mendiami

kepulauan Nusantara.

Beberapa catatan tertua ditulis oleh para agamawan, seperti Fa Hien pada

abad ke-4 dan I Ching pada abad ke-7. Fa Hien melaporkan suatu kerajaan di Jawa

("To lo mo") dan I Ching ingin datang ke India untuk mempelajari agama Buddha dan

singgah dulu di Nusantara untuk belajar bahasa Sansekerta dahulu. Di Jawa ia

berguru pada seseorang bernama Jñânabhadra.

Dengan berkembangnya kerajaan-kerajaan di Nusantara, para imigran

Tiongkok pun mulai berdatangan, terutama untuk kepentingan perdagangan. Pada

prasasti -prasasti dari Jawa orang Cina disebut-sebut sebagai warga asing yang

menetap di samping nama-nama sukubangsa dari Nusantara, daratan Asia Tenggara

dan anakbenua India. Dalam suatu prasasti perunggu bertahun 860 dari Jawa Timur

disebut suatu istilah, Juru Cina, yang berkait dengan jabatan pengurus orang-orang

Tionghoa yang tinggal di sana. Beberapa motif relief di Candi Sewu diduga juga

mendapat pengaruh dari motif-motif kain sutera Tiongkok.

Catatan Ma Huan, ketika turut serta dalam ekspedisi Cheng Ho, menyebut

secara jelas bahwa pedagang Cina muslim menghuni ibukota dan kota-kota bandar

Majapahit (abad ke-15) dan membentuk satu dari tiga komponen penduduk kerajaan

itu. Ekspedisi Cheng Ho juga meninggalkan jejak di Semarang, ketika orang

keduanya, Wang Jinghong, sakit dan memaksa rombongan melepas sauh di

Simongan (sekarang bagian dari Kota Semarang). Wang kemudian menetap karena

tidak mampu mengikuti ekspedisi selanjutnya. Ia dan pengikutnya menjadi salah satu

cikal-bakal warga Tionghoa Semarang. Wang mengabadikan Cheng Ho menjadi

sebuah patung (disebut "Mbah Ledakar Juragan Dampo Awang Sam Po Kong"),

serta membangun kelenteng Sam Po Kong atau Gedung Batu. Di komplek ini Wang

juga dikuburkan dan dijuluki "Mbah Jurumudi Dampo Awang".

Sejumlah sejarawan juga menunjukkan bahwa Raden Patah, pendiri

Kesultanan Demak, memiliki darah Tiongkok selain keturunan Majapahit. Beberapa

wali penyebar agama Islam di Jawa juga memiliki darah Tiongkok, meskipun mereka

memeluk Islam dan tidak lagi secara aktif mempraktekkan kultur Tionghoa.

Kitab Sunda Tina Layang Parahyang menyebutkan kedatangan rombongan

Tionghoa ke muara Ci Sadane (sekarang Teluknaga) pada tahun 1407, di masa

i

Page 9: Laporan Penelitian [Rev]

daerah itu masih di bawah kekuasaan Kerajaan Sunda (Pajajaran). Pemimpinnya

adalah Halung dan mereka terdampar sebelum mencapai tujuan di Kalapa.

Era Kolonial

Di masa kolonial, Belanda pernah mengangkat beberapa pemimpin komunitas

dengan gelar Kapiten Cina, yang diwajibkan setia dan menjadi penghubung antara

pemerintah dengan komunitas Tionghoa. Beberapa diantara mereka ternyata juga

telah berjasa bagi masyarakat umum, misalnya So Beng Kong dan Phoa Beng Gan

yang membangun kanal di Batavia. Di Yogyakarta, Kapiten Tan Djin Sing sempat

menjadi Bupati Yogyakarta.

Sebetulnya terdapat juga kelompok Tionghoa yang pernah berjuang melawan

Belanda, baik sendiri maupun bersama etnis lain. Bersama etnis Jawa, kelompok

Tionghoa berperang melawan VOC tahun 1740-1743. Di Kalimantan Barat,

komunitas Tionghoa yang tergabung dalam "Republik" Lanfong berperang dengan

pasukan Belanda pada abad XIX.

Dalam perjalanan sejarah pra kemerdekaan, beberapa kali etnis Tionghoa

menjadi sasaran pembunuhan massal atau penjarahan, seperti pembantaian di

Batavia 1740 dan pembantaian masa perang Jawa 1825-1830. Pembantaian di

Batavia tersebut melahirkan gerakan perlawanan dari etnis Tionghoa yang bergerak

di beberapa kota di Jawa Tengah yang dibantu pula oleh etnis Jawa. Pada gilirannya

ini mengakibatkan pecahnya kerajaan Mataram. Orang Tionghoa tidak lagi

diperbolehkan bermukim di sembarang tempat. Aturan Wijkenstelsel ini menciptakan

pemukiman etnis Tionghoa atau pecinan di sejumlah kota besar di Hindia Belanda.

Kebangkitan nasionalisme di Hindia Belanda tidak terlepas dari

perkembangan yang terjadi pada komunitas Tionghoa. Tanggal 17 Maret 1900

terbentuk di Batavia Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) yang mendirikan sekolah-

sekolah (jumlahnya 54 buah tahun 1908 dan mencapai 450 sekolah tahun 1934).

Inisiatif ini diikuti oleh etnis lain, seperti keturunan Arab yang mendirikan Djamiat-ul

Chair meniru model THHK. Pada gilirannya hal ini menyadarkan priyayi Jawa tentang

pentingnya pendidikan bagi generasi muda sehingga dibentuklah Budi Utomo.

Target pemerintah kolonial untuk mencegah interaksi pribumi dengan etnis

Tionghoa melalui aturan passenstelsel dan Wijkenstelsel itu ternyata menciptakan

konsentrasi kegiatan ekonomi orang Tionghoa di perkotaan. Ketika perekonomian

dunia beralih ke sektor industri, orang-orang Tionghoa paling siap berusaha dengan

spesialisasi usaha makanan-minuman, jamu, peralatan rumah tangga, bahan

bangunan, pemintalan, batik, kretek dan transportasi. Tahun 1909 di Buitenzorg

(Bogor) Sarekat Dagang Islamiyah didirikan oleh RA Tirtoadisuryo mengikuti model

Siang Hwee (kamar dagang orang Tionghoa) yang dibentuk tahun 1906 di Batavia.

Bahkan pembentukan Sarekat Islam (SI) di Surakarta tidak terlepas dari pengaruh

i

Page 10: Laporan Penelitian [Rev]

asosiasi yang lebih dulu dibuat oleh warga Tionghoa. Pendiri SI, Haji Samanhudi,

pada mulanya adalah anggota Kong Sing, organisasi paguyuban tolong-menolong

orang Tionghoa di Surakarta. Samanhudi juga kemudian membentuk Rekso

Rumekso yaitu Kong Sing-nya orang Jawa.

Pemerintah kolonial Belanda makin kuatir karena Sun Yat Sen

memproklamasikan Republik China, Januari 1912. Organisasi Tionghoa yang pada

mulanya berkecimpung dalam bidang sosial-budaya mulai mengarah kepada politik.

Tujuannya menghapuskan perlakukan diskriminatif terhadap orang-orang Tionghoa

di Hindia Belanda dalam bidang pendidikan, hukum/peradilan, status sipil, beban

pajak, hambatan bergerak dan bertempat tinggal. Dalam rangka pelaksanaan Politik

Etis, pemerintah kolonial berusaha memajukan pendidikan, namun warga Tionghoa

tidak diikutkan dalam program tersebut. Padahal orang Tionghoa membayar pajak

ganda (pajak penghasilan dan pajak kekayaan). Pajak penghasilan diwajibkan

kepada warga pribumi yang bukan petani. Pajak kekayaan (rumah, kuda, kereta,

kendaraan bermotor dan peralatan rumah tangga) dikenakan hanya bagi Orang

Eropa dan Timur Asing (termasuk orang etnis Tionghoa). Hambatan untuk bergerak

dikenakan bagi warga Tionghoa dengan adanya passenstelsel.

Pada waktu terjadinya Sumpah Pemuda, ada beberapa nama dari kelompok

Tionghoa sempat hadir, antara lain Kwee Tiam Hong dan tiga pemuda Tionghoa

lainnya. Sin Po sebagai koran Melayu Tionghoa juga sangat banyak memberikan

sumbangan dalam menyebarkan informasi yang bersifat nasionalis. Pada 1920-an

itu, harian Sin Po memelopori penggunaan kata Indonesia bumiputera sebagai

pengganti kata Belanda inlander di semua penerbitannya. Langkah ini kemudian

diikuti oleh banyak harian lain. Sebagai balas budi, semua pers lokal kemudian

mengganti kata "Tjina" dengan kata Tionghoa. Pada 1931 Liem Koen Hian

mendirikan PTI, Partai Tionghoa Indonesia (dan bukan Partai Tjina Indonesia).

Pada masa revolusi tahun 1945-an, Mayor John Lie yang menyelundupkan

barang-barang ke Singapura untuk kepentingan pembiayaan Republik. Rumah Djiaw

Kie Siong di Rengasdengklok, dekat Karawang, diambil-alih oleh Tentara Pembela

Tanah Air (PETA), kemudian penghuninya dipindahkan agar Bung Karno dan Bung

Hatta dapat beristirahat setelah "disingkirkan" dari Jakarta pada tanggal 16 Agustus

1945. Di Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) yang

merumuskan UUD'45 terdapat 4 orang Tionghoa yaitu; Liem Koen Hian, Tan Eng

Hoa, Oey Tiang Tjoe, Oey Tjong Hauw, dan di Panitia Persiapan Kemerdekaan

Indonesia (PPKI) terdapat 1 orang Tionghoa yaitu Drs.Yap Tjwan Bing. Liem Koen

Hian yang meninggal dalam status sebagai warganegara asing, sesungguhnya ikut

merancang UUD 1945. Lagu Indonesia Raya yang diciptakan oleh W.R. Supratman,

pun pertama kali dipublikasikan oleh Koran Sin Po.

i

Page 11: Laporan Penelitian [Rev]

Dalam perjuangan fisik ada beberapa pejuang dari kalangan Tionghoa,

namun nama mereka tidak banyak dicatat dan diberitakan. Salah seorang yang

dikenali ialah Tony Wen, yaitu orang yang terlibat dalam penurunan bendera Belanda

di Hotel Oranye Surabaya.

Pasca Kemerdekaan

Sejarah politik diskriminatif terhadap etnis Tionghoa terus berlangsung pada

era Orde Lama dan Orde Baru. Kerusuhan-kerusuhan yang menimpa etnis Tionghoa

antara lain pembunuhan massal di Jawa 1946-1948, peristiwa rasialis 10 Mei 1963 di

Bandung, 5 Agustus 1973 di Jakarta, Malari 1974 di Jakarta dan Kerusuhan Mei

1998 di beberapa kota besar seperti Jakarta, Medan, Bandung, Solo. Pada Orde

Lama keluar Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1959 yang melarang WNA

Tionghoa untuk berdagang eceran di daerah di luar ibukota provinsi dan kabupaten.

Hal ini menimbulkan dampak yang luas terhadap distribusi barang dan pada akhirnya

menjadi salah satu sebab keterpurukan ekonomi menjelang tahun 1965.

Selama Orde Baru juga terdapat penerapan ketentuan tentang Surat Bukti

Kewarganegaraan Republik Indonesia, atau yang lebih populer disebut SBKRI, yang

utamanya ditujukan kepada warga negara Indonesia (WNI) etnis Tionghoa beserta

keturunan-keturunannya. Walaupun ketentuan ini bersifat administratif, secara esensi

penerapan SBKRI sama artinya dengan upaya yang menempatkan WNI Tionghoa

pada posisi status hukum WNI yang "masih dipertanyakan".

Reformasi yang digulirkan pada 1998 telah banyak menyebabkan perubahan

bagi kehidupan warga Tionghoa di Indonesia. Walau belum 100% perubahan

tersebut terjadi, namun hal ini sudah menunjukkan adanya tren perubahan

pandangan pemerintah dan warga pribumi terhadap masyarakat Tionghoa. Bila pada

masa Orde Baru aksara, budaya, ataupun atraksi Tionghoa dilarang dipertontonkan

didepan publik, saat ini telah menjadi pemandangan umum hal tersebut dilakukan. Di

Medan, Sumatera Utara, misalnya, adalah hal yang biasa ketika warga Tionghoa

menggunakan bahasa Hokkien ataupun memajang aksara Tionghoa di toko atau

rumahnya. Selain itu, pada Pemilu 2004 lalu, kandidat presiden dan wakil presiden

Megawati-Wahid Hasyim menggunakan aksara Tionghoa dalam selebaran

kampanyenya untuk menarik minat warga Tionghoa.

i

Page 12: Laporan Penelitian [Rev]

2.2. Gambaran Umum Daerah Petak Sembilan

Petak Sembilan terletak di Kelurahan Glodok RW. 01 dan RW. 02, Jakarta

Barat. Jumlah penduduk Kelurahan Glodok pada bulan Januari tahun 2009 tercatat

sebanyak 10.972, dengan keterangan 5.458 laki-laki dan 5.514 perempuan.

Komunitas Petak Sembilan khususnya adalah masyarakat asli keturunan Tionghoa.

Petak Sembilan dapat dikatakan sebagai salah satu pusat tempat tinggal masyarakat

etnis Tionghoa di Jakarta. Di sana terdapat tempat–tempat ibadah agama Budha,

contohnya Vihara Jin De Yuan dan Vihara Toasebio. Sebagai tempat komunitas

keturunan Tionghoa, di daerah Petak Sembilan juga tersedia berbagai macam

makanan asli Tionghoa dan barang-barang yang berkaitan dengan agama Budha,

dan yang pastinya daerah Petak Sembilan menyediakan peralatan sembahyang

agama Budha.

Daerah Petak Sembilan sangat ramai dikunjungi terutama menjelang tahun

baru Imlek. Di daerah Petak Sembilan juga terdapat banyak pedagang kaki lima yang

menjual kue kering maupun kue basah yang berasal dari Cina, contohnya kue bulan

dan kue keranjang.

2.3. Sistem Kepercayaan

Dahulu sebagian besar masyarakat Tionghoa menganut agama Budha tetapi

sekarang sudah banyak juga keturunan Tionghoa yang menganut agama lain.

Mereka berdoa dengan menggunakan hio (batangan seperti lidi tetapi ukurannya

lebih besar dan pada umumnya berwarna merah). Sebelum mereka berdoa, mereka

terlebih dahulu membakar ujung hio tersebut. Setelah api menyala pada hio tersebut,

hio dikibas-kibaskan agar api padam. Hio tersebut mereka bawa ke setiap tempat

abu yang disediakan mewakili salah satu dewa. Cara berdoa seperti ini disebut pay

sin oleh orang Tionghoa. Biasanya mereka datang ke vihara untuk melakukan pay

sin kepada dewa-dewa dan para leluhur yang mereka yakini.

Berdasarkan sistem penanggalan Imlek, masyarakat mengenal 12 macam

shio. Shio adalah zodiak Tionghoa yang memakai hewan-hewan untuk

melambangkan tahun, bulan dan waktu dalam astrologi Tionghoa. Setiap individu

diasosiasikan dengan satu shio sesuai dengan tanggal kelahirannya. Dua belas shio

digabung dengan lima elemen membentuk periode 60 tahunan. Seorang individu

tidak saja memiliki satu shio tetapi tiga zodiak shio. Masing-masing adalah shio

tahun, shio bulan dan shio waktu. Kombinasi dari 5 elemen, 12 shio tahun, 12 shio

bulan dan 12 shio waktu tersebut menghasilkan 8640 kombinasi. Menurut astrologi

Tionghoa, shio bulan menentukan kehidupan asmara seseorang. Zodiak shio juga

digunakan untuk mengidentifikasi waktu. Setiap zodiak berkaitan dengan satu bagian

waktu, yaitu setiap bagian waktu terdiri dari dua jam.

i

Page 13: Laporan Penelitian [Rev]

Kepercayaan tradisional Tionghoa ialah tradisi kepercayaan rakyat yang

dipercayai oleh kebanyakan bangsa Tionghoa dari suku Han. Kepercayaan ini tidak

mempunyai kitab suci resmi dan sering merupakan sinkretisme antara beberapa

kepercayaan atau filsafat antara lain Buddhisme, Konfusianisme dan Taoisme.

Kepercayaan tradisional Tionghoa ini juga mengutamakan lokalisme seperti dapat

dilihat pada penghormatan pada datuk di kalangan Tionghoa di Sumatera sebagai

pengaruh dari kebudayaan Melayu.

Secara umum, kepercayaan tradisional Tionghoa mementingkan ritual

penghormatan, yaitu penghormatan leluhur dan penghormatan dewa-dewi. Dalam

penghormatan leluhur, penghormatan kepada nenek moyang merupakan intisari

dalam kepercayaan tradisional Tionghoa. Ini dikarenakan pengaruh ajaran

Konfusianisme yang mengutamakan bakti kepada orang tua termasuk leluhur jauh.

Sedangkan dalam penghormatan dewa-dewi, dewa-dewi dalam kepercayaan

tradisional Tionghoa tak terhitung jumlahnya, ini tergantung kepada popularitas sang

dewa atau dewi. Mayoritas dewa atau dewi yang populer adalah dewa-dewi yang

merupakan tokoh sejarah, kemudian dikultuskan sepeninggal mereka karena jasa

yang besar bagi masyarakat Tionghoa di zaman mereka hidup.

2.4. Sistem Kekerabatan

Golongan Tionghoa menganut sistem kekerabatan patrilineal dan patrilokal.

Dalam sistem patrilineal, golongan Tionghoa menarik garis keturunan dari pihak ayah

dan mewariskan keluarga kepada anak laki-laki pertama. Mereka akan memakai

marga sang ayah dan tidak dipengaruhi oleh keluarga ibu.

Sedangkan dalam sistem patrilokal, peranan anak laki-laki pertama di

keluarga Tionghoa sangat penting karena selain sebagai pewaris keluarga, mereka

juga diwajibkan membawa abu atau papan nama orang tuanya ketika meninggal.

Dalam hal pernikahan, bentuk pernikahan yang dianggap tidak pantas adalah

perkawinan satu marga. Para adik perempuan tidak boleh mendahului kakak laki-

lakinya yang belum menikah. Sedangkan adik laki-laki boleh mendahului kakak

perempuannya untuk menikah.

Sama halnya dengan suku lain, terdapat sistem lamaran yang tergantung

dengan kesepakatan kedua keluarga. Selain itu, juga terdapat mas kawin sebagai

pengganti keluarga.

i

Page 14: Laporan Penelitian [Rev]

2.5. Kesenian

2.5.1. Seni Rupa

Beberapa seni rupa yang berasal dari Cina dan terus dikembangkan

oleh etnis Tionghoa, yaitu seni lukis, seni tembikar dan pembuatan guci.

Dalam seni lukis, menggunakan tinta hitam dengan kuas Cina untuk melukis.

Seni tembikar masih dibuat dan dikembangkan oleh masyarakat Tionghoa

sehingga membawa sedikit perkembangan tembikar keramik di Indonesia.

Seni pembuatan guci juga masih dibuat dan dikembangkan, salah satunya di

daerah Kalimantan Barat.

2.5.2. Seni Suara

Masih banyak masyarakat Tionghoa yang masih dapat menyanyikan

lagu-lagu yang bercirikan seni suara Cina. Beberapa alat musik yang mereka

gunakan adalah saluang (alat musik tiup), rabab (alat musik gesek),

talempong (alat musik pukul berupa gong), kecapi (alat musik petik), seruling

(alat musik tiup), dan harpa (alat musik petik).

2.5.3. Seni Sastra

Masyarakat Tionghoa mengenal 2 macam ajaran sastra, yaitu ajaran

Taoisme dan ajaran Kong Hu Cu. Taoisme berasal dari kata ‘Dao” yang

berarti tidak berbentuk, tidak terlihat tetapi merupakan asas atau jalan atau

cara kejadian ke semua benda hidup dan benda-benda alam semesta dunia.

“Dao” yang wujud dalam ke semua benda hidup dan kebendaan adalah “De”.

Gabungan “Dao” dengan “De” diperkenalkan sebagai Taoisme merupakan

asas alamiah. Taoisme bersifat tenang, tidak berbalah, bersifat lembut seperti

air dan abadi. Keabadian manusia ditunjukkan apabila seseorang mencapai

kesadaran “Dao” dan akan menjadi dewa. Penganut Taoisme

mempraktekkan “Dao” untuk mencapai kesadaran “Dao” dan juga

mendewakan. Sedangkan ajaran Kong Hu Cu adalah ajaran tentang

menghormati yang lebih tua untuk keharmonisan keluarga.

2.5.4. Seni Tari

Seni tari yang terkenal adalah Barongsai, tari naga dan opera Beijing.

Barongsai merupakan seni tari dimana terdapat dua orang memakai kostum

singa dan berusaha mencapai “Cu” (makanannya) serta mengejar angpao

(kantong merah yang berisi uang). Sedangkan tari naga atau yang biasa

disebut dengan liong, merupakan seni tari yang menceritakan tentang seekor

naga yang berusaha mengejar bola api dan dikendalikan beberapa orang

untuk menggerakkan naga tersebut yang terbuat dari kain dan menari meliuk-

liuk mengejar bola api yang dibawa oleh seorang pemain lain. Dan opera

Beijing merupakan bagian dari kelompok bahasa Sino-Tibet. Meskipun

i

Page 15: Laporan Penelitian [Rev]

kebanyakan masyarakat Tionghoa menganggap berbagai varian bahasa

Tionghoa lisan sebagai satu bahasa, variasi dalam bahasa-bahasa lisan

tersebut sebanding dengan variasi-variasi yang ada dalam bahasa Roman;

bahasa tertulisnya juga telah berubah bentuk seiring dengan perjalanan

waktu, meski lebih lambat dibandingkan dengan bentuk lisannya, dan oleh

sebab itu mampu melebihi variasi-variasi dalam bentuk lisannya.

2.6. Perayaan

2.6.1. Festival Hantu

Sebuah tradisi perayaan dalam kebudayaan Tionghoa. Etnis Tionghoa

percaya bahwa saat festival ini berlangsung, para arwah leluhur akan turun ke

bumi. Festival ini juga sering disebut Festival Tionggoan.

2.6.2. Duanwu Jie

Dikenal juga dengan sebutan Festival Pachuan (mendayung perahu)

di kalangan Tionghoa-Indonesia adalah salah satu festival penting dalam

kebudayaan dan sejarah Tiongkok.

2.6.3. Festival Qingming (Ceng Beng)

Merupakan ritual tahunan etnis Tionghoa untuk bersembahyang dan

ziarah ke kuburan sesuai dengan ajaran Kong Hu Cu. Ceng Beng dianggap

sama pentingnya dengan upacara sembahyang peringatan hari wafat orang

tua dan leluhur.

2.6.4. Festival Lampion

Merupakan festival dengan hiasan lentera yang dirayakan setiap

tahunnya pada hari ke-15 bulan pertama kalender Tionghoa yang menandai

berakhirnya perayaan tahun baru Imlek. Festival ini biasanya dirayakan

secara luas di Taiwan, Hongkong dan sebagian besar daerah di Tiongkok.

2.6.5. Tahun Baru Imlek

Tahun baru Imlek merupakan hari raya tradisional Tionghoa. Tahun

baru Imlek dirayakan pada hari pertama dalam bulan pertama kalender

Tionghoa, yang jatuh pada hari terjadinya bulan baru kedua setelah hari

terjadinya hari terpendek musim dingin. Namun, jika ada bulan kabisat

kesebelas atau kedua belas menuju tahun baru, tahun baru Imlek akan jatuh

pada bulan ketiga setelah hari terpendek. Contohnya, pada tahun 2005 hal ini

terjadi dan baru akan terjadi lagi pada tahun 2033.

Hari raya ini juga dikenal sebagai Chun1jie2 (Festival Musim Semi).

Imlek dirayakan oleh masyarakat Tionghoa di seluruh dunia. Imlek merupakan

hari raya terpenting bagi bangsa Tionghoa, bahkan di Asia Timur seperti

Korea dan Vietnam memiliki hari raya yang jatuh pada hari yang sama.

i

Page 16: Laporan Penelitian [Rev]

2.6.6. Cap Go Meh

Melambangkan hari ke-15 dan hari terakhir masa perayaan Imlek bagi

komunitas kaum migran Tionghoa yang tinggal di luar Tiongkok. Istilah ini

berasal dari dialek Hokkian dan secara harafiah berarti malam kelima belas

dari bulan pertama.

2.7. Bangunan Cina Kuno

Di Jakarta, masih tertinggal banyak bangunan Cina kuno yang sudah tidak

dilestarikan lagi, seperti yang terdapat di daerah Pejagalan. Bangunan-bangunan

tersebut sudah berubah menjadi toko maupun tempat tinggal. Selain pejagalan,

bangunan Cina kuno juga terdapat di Glodok, Petak Sembilan, Petak Beroe

Petekoan, Kali Besar, Pintu Kecil, Jelangkeng, dan juga Angke. Khusus di daerah

Petak Sembilan, masih terdapat banyak bangunan berasitektur Cina kuno yang

dilestarikan. Bangunan yang paling terkenal adalah Vihara Jin De Yuan. Kelenteng ini

merupakan salah satu vihara tertua di Jakarta. Selain itu, di daerah ini juga terdapat

bangunan-bangunan tua yang sudah beralih fungsi menjadi toko sekaligus tempat

tinggal. Semua bangunan tersebut mempunyai ciri khas yang sama, yakni warna

merah mendominasi bangunan, bentuk atapnya yang selalu melancip pada ujung-

ujungnya dan ukiran-ukiran yang berbentuk naga.

2.8. Kerangka Berpikir

i

Masyarakat Indonesia

Masyarakat Tionghoa di Daerah Petak Sembilan

Upaya Pelestarian

Bangunan Cina Kuno

Tradisi

Sistem Kepercayaan

Sistem Kekerabatan Kesenian Perayaan

Page 17: Laporan Penelitian [Rev]

Objek penelitian berupa masyarakat Tionghoa di daerah Petak Sembilan

dipisah menjadi tiga bagian, yaitu tradisi, bangunan Cina kuno dan upaya

pelestarian. Sistem tradisi sendiri terbagi kembali menjadi empat bagian, yaitu sistem

kepercayaan, sistem kekerabatan, kesenian dan perayaan.

Selain itu juga, tingkat kepedulian mempunyai hubungan dengan pelestarian

kebudayaan Tionghoa. Hal ini dapat tercerminkan dengan apabila variabel tidak

terpenuhi, kepedulian terhadap kebudayaan Tionghoa, maka kebudayaan Tionghoa

akan semakin menghilang.

2.9. Hipotesis

2.9.1. Daerah Petak Sembilan memiliki peninggalan berciri etnis Tionghoa dalam

tradisi dan seni arsitektur.

2.9.2. Ada peran aktif masyarakat Petak Sembilan dalam melestarikan kebudayaan

Tionghoa.

i

Page 18: Laporan Penelitian [Rev]

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian Deskriptif, bertujuan untuk

menggambarkan pelestarian kebudayaan Tionghoa oleh masyarakat Petak

Sembilan. Metode yang digunakan di dalam penelitian adalah metode survei. Dalam

hal ini penelitian dilakukan dengan cara kuesioner dan wawancara kepada

responden secara langsung.

3.2. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

3.2.1. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan adalah metode sampel, yaitu meneliti sebagian dari

populasi yang ada.

3.2.2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam laporan ini digunakan teknik pengumpulan data berupa:

1. Kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan kepada

responden.

2. Wawancara dengan cara survei langsung ke lapangan untuk memperoleh

informasi.

3.3. Metode dan Teknik Penarikan Sampel

Metode penarikan sampel yang digunakan adalah non-probability sampling

(sampel tak berpeluang), yaitu sampel ditarik tanpa pertimbangan-pertimbangan

tertentu. Sedangkan teknik yang digunakan dalam menarik sampel adalah quota

sampling, yaitu sampel diperoleh berdasarkan jumlah yang telah ditentukan serta

menggunakan purposive accidental sampling, yaitu sampel diperoleh dengan

penentuan jumlah, dengan pertimbangan tertentu dan dilakukan secara eksidental.

3.4. Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah masyarakat Petak Sembilan. Sampel yang

diteliti pada penelitian ini adalah berjumlah 50 orang.

i

Page 19: Laporan Penelitian [Rev]

3.5. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di daerah Petak Sembilan, Kelurahan Glodok RW. 01

dan RW. 02, Jakarta Barat. Waktu penelitian dilaksanakan dari tanggal 31 Januari

2009 s/d 5 April 2009. Dapat dilihat tabel uraian kegiatan berikut:

No. Uraian Kegiatan Tanggal Pelaksanaan

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

Pelatihan Kegiatan

Pemilihan dan Rumusan Masalah

Menyusun Desain Penelitian

Penulisan Proposal Penelitian

Penyusunan Kuesioner

Pengumpulan Data

Pengolahan Data

Penulisan Laporan Penelitian

31 Januari 2009

7 Februari 2009

10 Februari 2009

21-26 Februari 2009

13 Maret 2009

15-19 Maret 2009

20-22 Maret 2009

24 Maret - 5 April 2009

3.6. Teknik Analisis Data

Data yang telah terkumpul akan diolah secara kuantitatif melalui editing,

coding dan tabulasi persentase sehingga dihasilkan gambaran yang jelas mengenai

permasalahan yang ada. Untuk mendeskripsikan fenomena digunakan rumus

persentase sebagai berikut:

Persentase Frekuensi Jumlah Responden

i

Page 20: Laporan Penelitian [Rev]

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Peninggalan Berciri Etnis Tionghoa Dalam Tradisi dan Seni Arsitektur di

Daerah Petak Sembilan

4.1.1. Sistem Kepercayaan

Dari hasil penelitian, mayoritas masyarakat Petak Sembilan masih

berdoa dengan menggunakan hio. Padahal 53% masyarakat Petak Sembilan

sudah berganti agama dari agama Budha. Selain itu, mayoritas masyarakat

Petak Sembilan pun masih percaya akan shio. Masyarakat Petak Sembilan

juga masih melakukan penghormatan kepada leluhur dan dewa-dewi. Hal ini

menunjukkan bahwa sistem kepercayaan Tionghoa masih dianut di daerah

Petak Sembilan.

4.1.2. Sistem Kekerabatan

Data primer mengenai sistem kekerabatan patrilineal dan patrilokal

yang dianut oleh masyarakat Petak Sembilan dijelaskan dengan tabel di

bawah ini.

Tabel 1

Sistem Kekerabatan

No. Pilihan Jawaban Frekuensi Persentase (%)

1.

2.

Sistem Kekerabatan Patrilineal

Iya

Tidak

39

11

78

22

Jumlah 50 100

1.

2.

Sistem Kekerabatan Patrilokal

Iya

Tidak

26

24

52

48

Jumlah 50 100

Berdasarkan tabel di atas, 78% masyarakat Petak Sembilan

menyatakan masih menganut sistem kekerabatan patrilineal dan 52%

masyarakat Petak Sembilan menyatakan masih menganut sistem

kekerabatan patrilokal. Sedangkan 22% masyarakat Petak Sembilan

menyatakan sudah tidak menganut sistem kekerabatan patrilineal dan 48%

masyarakat Petak Sembilan menyatakan sudah tidak menganut sistem

kekerabatan patrilokal.

i

Page 21: Laporan Penelitian [Rev]

Mayoritas masyarakat Petak Sembilan masih menganut sistem

kekerabatan patrilineal dan patrilokal. Hal ini menunjukkan bahwa sistem

kekerabatan Tionghoa masih dianut di daerah Petak Sembilan.

4.1.3. Kesenian

Data primer mengenai kesenian yang masih dilestarikan oleh

masyarakat Petak Sembilan dijelaskan dengan tabel di bawah ini.

Tabel 2

Kesenian

No. Pilihan Jawaban Frekuensi Persentase (%)

1.

2.

Seni Rupa

Iya

Tidak

43

7

86

14

Jumlah 50 100

1.

2.

Seni Suara

Iya

Tidak

38

12

76

24

Jumlah 50 100

1.

2.

Seni Sastra

Iya

Tidak

45

5

90

10

Jumlah 50 100

1.

2.

Seni Tari

Iya

Tidak

46

4

92

8

Jumlah 50 100

Berdasarkan tabel di atas, 86% masyarakat Petak Sembilan

menyatakan seni rupa Tionghoa masih dilestarikan, 76% masyarakat Petak

Sembilan menyatakan seni suara Tionghoa masih dilestarikan, 90%

masyarakat Petak Sembilan menyatakan seni sastra Tionghoa masih

dilestarikan, dan 92% masyarakat Petak Sembilan menyatakan seni tari

Tionghoa masih dilestarikan. Sedangkan 14% masyarakat Petak Sembilan

menyatakan seni rupa Tionghoa sudah tidak ada, 24% masyarakat Petak

Sembilan menyatakan seni suara Tionghoa sudah tidak ada, 10% masyarakat

Petak Sembilan menyatakan seni sastra Tionghoa sudah tidak ada, dan 8%

masyarakat Petak Sembilan menyatakan seni tari Tionghoa sudah tidak ada.

i

Page 22: Laporan Penelitian [Rev]

Mayoritas masyarakat Petak Sembilan menyatakan masih

melestarikan kesenian Tionghoa. Hal ini menunjukkan bahwa kesenian

Tionghoa masih ada di daerah Petak Sembilan.

Dari hasil kuesioner didapatkan data primer mengenai seni rupa

Tionghoa sebagai berikut:

Tabel 3

Seni Rupa

No. Pilihan Jawaban Frekuensi Persentase (%)

1.

2.

3.

4.

Seni Lukis

Seni Tembikar

Pembuatan Guci

Lain-Lain

39

23

35

7

78

46

70

14

Berdasarkan tabel di atas, 78% masyarakat Petak Sembilan

menyatakan mengetahui seni lukis Tionghoa, 46% masyarakat Petak

Sembilan menyatakan mengetahui seni tembikar Tionghoa, 70% masyarakat

Petak Sembilan menyatakan mengetahui pembuatan guci Tionghoa, dan 14%

masyarakat Petak Sembilan menyatakan mengetahui lain-lain.

Dari hasil penelitian, mayoritas masyarakat Petak Sembilan memiliki

cukup pengetahuan mengenai seni rupa Tionghoa. Hal ini menunjukkan

bahwa masyarakat Petak Sembilan masih memiliki potensi untuk melestarikan

seni rupa tersebut.

Berdasarkan tabel 2, 76% masyarakat Petak Sembilan menyatakan

seni suara Tionghoa masih dilestarikan, dan 24% masyarakat Petak Sembilan

menyatakan seni suara Tionghoa sudah tidak ada.

Dari hasil penelitian, mayoritas masyarakat Petak Sembilan masih

melestarikan seni suara Tionghoa. Hal ini menunjukkan bahwa seni suara

Tionghoa masih ada di daerah Petak Sembilan.

Dari hasil kuesioner didapatkan data primer mengenai seni sastra

Tionghoa sebagai berikut:

i

Page 23: Laporan Penelitian [Rev]

Tabel 4

Seni Sastra

No. Pilihan Jawaban Frekuensi Persentase (%)

1.

2.

3.

Ajaran Taoisme

Ajaran Kong Hu Cu

Lain-Lain

31

44

5

62

88

10

Berdasarkan tabel di atas, 62% masyarakat Petak Sembilan

menyatakan masih menganut/mengetahui ajaran Taoisme, 88% masyarakat

Petak Sembilan menyatakan masih menganut/mengetahui ajaran Kong Hu

Cu, dan 10% masyarakat Petak Sembilan menyatakan masih

menganut/mengetahui lain-lain.

Dari hasil penelitian, mayoritas masyarakat Petak Sembilan memiliki

pengetahuan mengenai seni sastra Tionghoa. Hal ini menunjukkan bahwa

masyarakat Petak Sembilan peduli akan seni sastra Tionghoa.

Dari hasil kuesioner didapatkan data primer mengenai seni tari

Tionghoa sebagai berikut:

Tabel 5

Seni Tari

No. Pilihan Jawaban Frekuensi Persentase (%)

1.

2.

3.

4.

Barongsai

Tari Naga (Liong)

Opera Beijing

Lain-Lain

50

48

11

1

100

96

22

2

Berdasarkan tabel di atas, 100% masyarakat Petak Sembilan

menyatakan masih mengetahui Barongsai, 96% masyarakat Petak Sembilan

menyatakan masih mengetahui tari naga (liong), 22% masyarakat Petak

Sembilan menyatakan masih mengetahui opera Beijing, dan 2% masyarakat

Petak Sembilan menyatakan masih mengetahui lain-lain.

Dari hasil penelitian, mayoritas masyarakat Petak Sembilan memiliki

pengetahuan mengenai seni tari Tionghoa. Hal ini menunjukkan bahwa

masyarakat Petak Sembilan masih memiliki potensi untuk melestarikan seni

tari tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian, mayoritas masyarakat Petak Sembilan

mengetahui kesenian Tionghoa. Hal ini menunjukkan bahwa kesenian

Tionghoa masih ada di daerah Petak Sembilan.

i

Page 24: Laporan Penelitian [Rev]

4.1.4. Perayaan

Data primer mengenai perayaan yang masih dirayakan oleh

masyarakat Petak Sembilan dijelaskan dengan tabel di bawah ini.

Tabel 6

Perayaan

No. Pilihan Jawaban Frekuensi Persentase (%)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Festival Hantu (Tionggoan)

Duanwu Jie (Pachuan)

Festival Qingming (Ceng Beng)

Festival Lampion

Tahun Baru Imlek

Cap Go Meh

Lain-Lain

30

32

44

24

50

48

6

60

64

88

48

100

96

12

Berdasarkan tabel di atas, 60% masyarakat Petak Sembilan

menyatakan mengetahui dan masih merayakan festival hantu (Tionggoan),

64% masyarakat Petak Sembilan menyatakan mengetahui dan masih

merayakan Duanwu Jie (Pachuan), 88% masyarakat Petak Sembilan

menyatakan mengetahui dan masih merayakan festival Qingming (Ceng

Beng), 48% masyarakat Petak Sembilan menyatakan mengetahui dan masih

merayakan festival lampion, 100% masyarakat Petak Sembilan menyatakan

mengetahui dan masih merayakan tahun baru Imlek, 96% masyarakat Petak

Sembilan menyatakan mengetahui dan masih merayakan Cap Go Meh, dan

12% masyarakat Petak Sembilan menyatakan mengetahui dan masih

merayakan lain-lain.

Dari hasil penelitian, mayoritas masyarakat Petak Sembilan memiliki

pengetahuan mengenai perayaan Tionghoa. Hal ini menunjukkan bahwa

perayaan Tionghoa masih dirayakan di daerah Petak Sembilan.

4.1.5. Seni Arsitektur

Berdasarkan hasil survei, di daerah Petak Sembilan masih terdapat

bangunan-bangunan berasitektur Cina kuno. Beberapa bangunan tersebut

yaitu Vihara Jindeyuan, Vihara Toasebio, Gereja St. Maria de Fatima, Toko

Tiga, toko-toko serta kedai yang masih berasitektur Cina kuno, dan juga

rumah-rumah kuno. Vihara Jindeyuan merupakan salah satu vihara tertua di

Jakarta dan juga merupakan vihara terbesar di daerah Petak Sembilan.

Vihara Toasebio merupakan salah satu vihara tertua di daerah Petak

Sembilan. Gereja St. Maria de Fatima masih menggunakan bahasa Mandarin

i

Page 25: Laporan Penelitian [Rev]

pada saat perayaan Ekaristi. Bangunan gereja ini merupakan bekas rumah

seorang Kapitan Cina, sehingga bangunan gereja ini berasitektur Cina kuno.

Di daerah Petak Sembilan juga terdapat toko-toko makanan serta kedai kopi

yang masih kental akan nuansa Cina kuno.

Dari hasil penelitian, mayoritas masyarakat Petak Sembilan memiliki

pengetahuan mengenai seni arsitektur Cina kuno. Hal ini menunjukkan bahwa

masyarakat Petak Sembilan peduli akan seni arsitektur Cina kuno.

4.2. Peran Aktif Masyarakat Petak Sembilan Dalam Melestarikan Kebudayaan

Tionghoa

Data primer mengenai peran aktif masyarakat Petak Sembilan dalam

melestarikan kebudayaan Tionghoa dijelaskan dengan tabel di bawah ini.

Tabel 7

Peran Aktif Masyarakat Petak Sembilan

No. Pilihan Jawaban Frekuensi Persentase (%)

1.

2.

3.

4.

5.

Ikut merayakan kebudayaan Tionghoa

Menyokong dana untuk

penyelenggaraan kebudayaan

Tionghoa

Terlibat kepanitiaan pelaksanaan

kebudayaan Tionghoa

Mendidik anak sesuai kebudayaan

Tionghoa

Lain-lain

47

11

8

23

2

94

22

16

46

4

Berdasarkan tabel di atas, 94% masyarakat Petak Sembilan menyatakan ikut

merayakan kebudayaan Tionghoa, 22% masyarakat Petak Sembilan menyatakan

menyokong dana untuk penyelenggaraan kebudayaan Tionghoa, 16% masyarakat

Petak Sembilan menyatakan terlibat kepanitiaan pelaksanaan kebudayaan Tionghoa,

46% masyarakat Petak Sembilan menyatakan mendidik anak sesuai kebudayaan

Tionghoa, dan 4% masyarakat Petak Sembilan menyatakan lain-lain.

Dari hasil penelitian, mayoritas masyarakat Petak Sembilan berperan aktif

dalam melestarikan kebudayaan Tionghoa dengan cara ikut merayakan kebudayaan

tersebut dan juga mendidik anak sesuai kebudayaan Tionghoa agar kebudayaan

Tionghoa dapat terus dilestarikan oleh anak-cucu mereka. Hal ini menunjukkan

bahwa masyarakat Petak Sembilan sadar akan pentingnya kebudayaan Tionghoa.

Kebudayaan tersebut dapat menjadi salah satu aset berharga yang berguna untuk

i

Page 26: Laporan Penelitian [Rev]

pembangunan kota Jakarta karena kebudayaan Tionghoa dapat menjadi daya tarik

yang khusus bagi kota Jakarta dan juga akan terus memperkaya kebudayaan

Jakarta.

i

Page 27: Laporan Penelitian [Rev]

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan pada bab empat, maka diperoleh

kesimpulan sebagai berikut:

5.1.1. Sistem kepercayaan Tionghoa masih bertahan/ada di daerah Petak Sembilan.

5.1.2. Sistem kekerabatan Tionghoa masih bertahan/ada di daerah Petak Sembilan.

5.1.3. Kesenian Tionghoa masih bertahan/ada di daerah Petak Sembilan.

5.1.4. Perayaan Tionghoa masih dirayakan di daerah Petak Sembilan.

5.1.5. Masyarakat Petak Sembilan peduli akan seni arsitektur Cina kuno.

5.1.6. Mayoritas masyarakat Petak Sembilan berperan aktif dalam melestarikan

kebudayaan Tionghoa. Upaya-upaya yang dilakukan antara lain:

Ikut merayakan kebudayaan Tionghoa.

Mendidik anak sesuai kebudayaan Tionghoa.

Menyokong dana untuk penyelenggaraan kebudayaan Tionghoa.

Terlibat kepanitiaan pelaksanaan kebudayaan Tionghoa.

Lain-lain.

5.2. Saran

5.2.1. Perlunya suatu pemetaan ulang kebudayaan Tionghoa agar masyarakat luas

khususnya etnis Tionghoa dapat benar-benar memahami identitas

kebudayaan Tionghoa yang sesungguhnya.

5.2.2. Kebudayaan Tionghoa harus disosialisasikan secara luas kepada masyarakat

Jakarta agar masyarakat Jakarta ikut melestarikan kebudayaan tersebut

karena kebudayaan Tionghoa yang ada sebenarnya adalah kebudayaan asli

Jakarta.

5.2.3. Sebaiknya masyarakat Petak Sembilan lebih meningkatkan kepedulian akan

kebudayaan Tionghoa agar kebudayaan Tionghoa tidak punah.

i

Page 28: Laporan Penelitian [Rev]

DAFTAR PUSTAKA

Alamsah, Genisye. 2007. Tentang Kebudayaan Suku: Batak, Dayak, Sunda, Tiong Hua.

Jakarta.

Driartanti, Fransiska. 2006. Pedoman Praktis Penulisan Karya Tulis untuk SLTP. Jakarta:

Paramitha Creasindo.

Edo, Calvin. 2007. Mengenal dan Mempelajari Kebudayaan: Suku Bali, Suku Batak, Suku

Jawa, Suku Tionghoa. Jakarta.

Patrick. 2007. Mengenal dan Mempelajari Kebudayaan: Suku Jawa, Suku Bali, Suku

Tionghoa, Suku Sumbawa. Jakarta.

Poerwadarminta, W.J.S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka.

Yorensin, Dion. 2004. Hubungan Tingkat Pendapatan Petani dengan Kepedulian Kesehatan

di Kabupaten Kutai, Kartanegara. Tenggarong.

/http://id.wikipedia.org/

/http://www.tionghoa.com/

i

Page 29: Laporan Penelitian [Rev]

LAMPIRAN

i

Page 30: Laporan Penelitian [Rev]

DAFTAR LAMPIRAN TABEL HASIL PENELITIAN

Tabel 8

Jenis Kelamin Responden

No. Pilihan Jawaban Frekuensi Persentase (%)

1.

2.

Laki-Laki

Perempuan

28

22

56

44

Jumlah 50 100

Tabel 9

Usia Responden

No. Pilihan Jawaban (Tahun) Frekuensi Persentase (%)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

11-20

21-30

31-40

41-50

51-60

61-70

71-80

81-90

9

4

5

13

12

5

0

2

18

8

10

26

24

10

0

4

Jumlah 50 100

Tabel 10

Pendidikan Responden

No. Pilihan Jawaban Frekuensi Persentase (%)

1.

2.

3.

4.

5.

SD

SMP

SMA

Diploma

Sarjana (S1)

3

16

20

6

5

6

32

40

12

10

Jumlah 50 100

i

Page 31: Laporan Penelitian [Rev]

PETA WILAYAH KELURAHAN GLODOK

i

Page 32: Laporan Penelitian [Rev]

KUESIONER

1. Menurut anda, apakah kebudayaan Tionghoa yang ada di daerah Petak Sembilan merupakan kebudayaan asli Jakarta? Berikan alasan!a. Iyab. TidakAlasan:

2. Menurut anda, apa yang dimaksud dengan sistem kepercayaan Tionghoa?

3. Apakah dalam keluarga anda masih menganut sistem kekerabatan patrilineal?a. Iyab. Tidak

4. Apakah dalam keluarga anda masih menganut sistem kekeraatan patrilokal?a. Iyab. Tidak

5. Seni rupa Tionghoa apa sajakah yang anda ketahui? (boleh pilih lebih dari satu)a. Seni lukisb. Seni tembikarc. Pembuatan gucid. Lain-lain:

6. Apakah seni rupa Tionghoa tersebut ada dan masih dilestarikan di daerah Petak Sembilan?a. Iyab. TidakAlasan:

7. Apakah seni suara Tionghoa ada dan masih dilestarikan di daerah Petak Sembilan?a. Iyab. TidakAlasan:

8. Seni sastra Tionghoa apa sajakah yang anda ketahui? (boleh pilih lebih dari satu)a. Ajaran Taoismeb. Ajaran Kong Hu Cuc. Lain-lain:

9. Apakah seni sastra Tionghoa tersebut ada dan masih dilestarikan di daerah Petak Sembilan?a. Iyab. TidakAlasan:

10. Seni tari Tionghoa apa sajakah yang anda ketahui? (boleh pilih lebih dari satu)a. Barongsaib. Tari naga (Liong)c. Opera Beijingd. Lain-lain:

i

Page 33: Laporan Penelitian [Rev]

11. Apakah seni tari Tionghoa tersebut ada dan masih dilestarikan di daerah Petak Sembilan?a. Iyab. TidakAlasan:

12. Perayaan Tionghoa apa sajakah yang anda ketahui? (boleh pilih lebih dari satu)a. Festival hantu (Tionggoan)b. Duanwu Jie (Pachuan)c. Festival Qingming (Ceng Beng)d. Festival lampione. Tahun baru Imlekf. Cap Go Mehg. Lain-lain:

13. Apakah perayaan Tionghoa tersebut ada dan masih dilestarikan di daerah Petak Sembilan?a. Iyab. TidakAlasan:

14. Peninggalan seni arsitektur Tionghoa apa sajakah yang ada di daerah Petak Sembilan?

15. Seberapa besar peran anda dalam melestarikan kebudayaan Tionghoa di daerah Petak Sembilan?a. Sangat berperanb. Cukup berperanc. Kurang berperand. Tidak berperan

16. Upaya apa saja yang telah anda lakukan untuk melestarikan kebudayaan Tionghoa di daerah Petak Sembilan?a. Ikut merayakan kebudayaan Tionghoab. Menyokong dana untuk penyelenggaraan kebudayaan Tionghoac. Terlibat kepanitiaan pelaksanaan kebudayaan Tionghoad. Mendidik anak sesuai kebudayaan Tionghoae. Lain-lain:

i

Page 34: Laporan Penelitian [Rev]

WORKSHEET DASAR

No. Responden

A B C 1 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 15 16

1 2 5 3 1 1 1 1,3 1 1 2 1 1,2,3 12,3,4,

5,61 1 1

2 2 5 1 1 1 1 1,4 1 2 2 1 1,2,3 12,3,4,5,6,7

1 1 1,2

3 1 4 4 2 2 1 1 1 1 1,2 1 1,2 11,2,3,4,5,6

1 2 1

4 1 6 2 2 1 2 1,4 1 11,2,3

1 1,2 11,2,3,4,5,6

1 1 1,3

5 1 4 3 2 1 21,2,

31 1 1,2 1 1,2,3 1

1,2,3,5,6

1 3 1

6 2 5 2 2 1 11,2,

31 2 1 2 1,2 1

3,4,5,6

1 11,2,

4

7 2 5 3 2 1 1 1 2 1 1,2 1 1,2 11,2,3,

5,61 1 1,3

8 1 6 3 2 1 1 3 1 1 2 1 1,2,3 11,3,5,

61 3

1,3,5

9 1 4 2 1 2 2 1 2 21,2,3

1 1,2 12,3,4,

5,61 3 1

10 1 8 2 2 1 1 1,4 1 1 2,3 1 1,2 11,2,3,5,6,7

1 2 1,4

11 1 5 3 2 1 1 1,4 1 1 2,3 1 1,2 11,2,3,5,6,7

1 2 1,4

12 2 3 5 2 1 2 3 1 1 1,2 1 1,2,4 11,2,3,

5,61 3 1

13 1 4 3 2 1 11,2,

31 1 1,2 1 1,2 1

1,2,3,4,5,6

1 2 1,4

14 2 4 1 2 1 11,2,

31 1 1,2 1 1,2 1

1,2,3,4,5,6

1 1 1,4

15 1 6 3 2 1 11,2,

31 1 1,2 1 1,2 1

1,2,3,4,5,6

1 3 1

16 1 6 3 2 1 2 3,4 1 2 1,2 1 1,2 1 3,5,6 1 3 217 1 5 2 2 1 2 3 1 1 1,2 1 1,2 1 3,4,5 1 3 1

18 1 4 2 1 1 11,2,

41 1 1 1 1,2,3 1

1,2,3,5,6

1 2 1,4

19 1 5 3 2 2 1 4 1 2 2 1 1,2 13,4,5,

6,71 1 3

20 1 5 3 1 1 2 1 1 1 1,2 1 1,2 12,3,4,

5,61 3

1,2,4

21 1 2 3 1 1 11,2,

31 2 2 1 1,2,3 1

1,2,3,5,6

1 3 1,4

22 1 5 1 1 1 1 1 1 1 1,2 1 1,2 11,2,3,

5,61 1

1,3,4

23 2 5 3 2 1 21,2,

31 1 2 1 1,2 1

1,2,3,5,6

1 3 1,4

24 1 5 3 2 2 21,2,

31 1 1,2 1 1,2,3 1

1,2,3,5,6

1 3 1,4

25 2 1 2 2 1 2 1 1 2 1,2 1 1,2 1 3,5,6 1 2 1,4

26 2 4 2 1 1 11,2,

31 1 2 1 1,2 1

1,2,3,5,6

1 21,2,3,4

27 1 3 4 2 1 1 1,2, 1 1 1,2 1 1,2,3 1 1,2,3, 1 1 1,4

i

Page 35: Laporan Penelitian [Rev]

3 5,6

28 1 4 2 2 1 1 1,2 1 1 2 1 1,2 11,2,3,4,5,6

1 11,2,3,4

29 2 1 5 2 2 2 3 1 1 2 1 1 1 3,5,6 1 2 1

30 2 4 4 2 1 11,2,

31 1 1,2 1 1,2 1

1,2,3,5,6

1 2 1,4

31 2 1 2 2 1 2 3 1 1 2 1 1,2 23,4,5,

61 3 1

32 2 1 2 2 1 1 1 1 1 2 1 1 12,3,4,

5,61 2 4

33 1 4 5 2 1 11,2,

31 1 1,2 1 1,2 1

1,2,3,5,6

1 21,2,

4

34 1 4 3 2 1 11,2,

31 1 1,2 1 1,2 1

1,2,3,5,6

1 2 1,4

35 1 2 5 2 1 11,2,

31 1 1,2 1 1,2 1

1,2,3,4,5,6

1 31,2,

3

36 1 3 3 1 1 11,2,

31 1 1,2 1 1,2 1

1,2,3,5,6

1 21,2,

437 2 2 3 2 2 2 2,3 1 2 1 1 1,2 1 5,6 1 4 1

38 2 1 3 1 1 1 3 2 1 2 1 1,2,3 11,4,5,

61 3 1

39 2 6 2 2 1 21,2,

31 1 2 1 1,2 1 4,5,6 1 3 1,4

40 2 4 3 2 1 21,2,

32 1 1,2 2 1,2,3 1

2,3,5,6

1 3 1,2

41 1 3 4 2 1 21,2,

32 2 1 1 1,2 1

3,4,5,6,7

1 3 1

42 2 8 2 2 1 2 3 2 2 2 2 1,2 2 5 1 4 1

43 1 5 3 2 2 21,2,

31 1 1,2 1 1,2 1

1,2,3,4,5,6

1 4 1

44 2 1 3 2 1 2 1 1 1 2 2 1,2,3 11,2,3,4,5,6,

71 2 1,4

45 1 4 4 1 2 2 1,3 1 2 1,2 1 1,2 13,4,5,

61 3 1

46 2 3 5 2 2 2 1,3 1 1 1,2 1 1,2 11,2,3,4,5,6

1 2 1,4

47 2 2 4 1 2 21,2,

31 1 2 1 1,2 1 1,5,6 1 4 1

48 1 1 2 2 1 2 1,3 1 1 1,2 1 1,2 2 3,5,6 1 3 1,2

49 1 1 2 2 1 1 1,3 1 1 1 1 1,2 11,3,4,

5,61 2 1,5

50 2 1 2 2 2 2 3 2 2 3 2 1,2 2 4,5,6 1 3 1

i

Page 36: Laporan Penelitian [Rev]

CODING

A. Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin Kode

1. Laki-Laki 1

2. Perempuan 2

B. Usia

No. Usia (Tahun) Kode

1. 11-20 1

2. 21-30 2

3. 31-40 3

4. 41-50 4

5. 51-60 5

6. 61-70 6

7. 71-80 7

8. 81-90 8

C. Pendidikan

No. Pendidikan Kode

1. SD 1

2. SMP 2

3. SMA 3

4. Diploma 4

5. Sarjana (S1) 5

i