laporan kasus impetigo rev

32
BAB I PENDAHULUAN Impetigo secara klinis didefinisikan sebagai penyakit infeksi menular pada kulit yang superfisial yaitu hanya menyerang epidermis kulit, yang menyebabkan terbentuknya lepuhan-lepuhan kecil berisi nanah (pustula) seperti tersundut rokok/api. Penyakit ini merupakan salah satu contoh pioderma yang sering dijumpai di bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Terdapat dua jenis impetigo yaitu impetigo bulosa yang disebabakan oleh Stafilokokus aureus dan non-bulosa yang disebabkan oleh Streptokokus β hemolitikus. 1,2 Dasar infeksinya adalah kurangnya hygiene dan terganggunya fungsi kulit. 4 Insiden impetigo ini terjadi hampir di seluruh dunia. Paling sering mengenai usia 2-5 tahun, umumnya mengenai anak yang belum sekolah, namun tidak menutup kemungkinan untuk semua umur dimana frekuensi laki-laki dan wanita sama. Di Amerika Serikat, merupakan 10% dari masalah kulit yang dijumpai pada klinik anak. Di Inggris kejadian impetigo pada anak sampai usia 4 tahun sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6% pada anak usia 5-15 tahun. Impetigo nonbullous atau impetigo krustosa meliputi kira-kira 70 persen dari semua kasus impetigo. Kebanyakan kasus ditemukan di daerah tropis atau Yudith Selyna Arisepti/030.04.240 1

Upload: dominicus-berto

Post on 28-Jun-2015

1.891 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Impetigo secara klinis didefinisikan sebagai penyakit infeksi menular pada

kulit yang superfisial yaitu hanya menyerang epidermis kulit, yang menyebabkan

terbentuknya lepuhan-lepuhan kecil berisi nanah (pustula) seperti tersundut

rokok/api. Penyakit ini merupakan salah satu contoh pioderma yang sering

dijumpai di bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Terdapat dua jenis

impetigo yaitu impetigo bulosa yang disebabakan oleh Stafilokokus aureus dan

non-bulosa yang disebabkan oleh Streptokokus β hemolitikus.1,2 Dasar infeksinya

adalah kurangnya hygiene dan terganggunya fungsi kulit.4

Insiden impetigo ini terjadi hampir di seluruh dunia. Paling sering

mengenai usia 2-5 tahun, umumnya mengenai anak yang belum sekolah, namun

tidak menutup kemungkinan untuk semua umur dimana frekuensi laki-laki dan

wanita sama. Di Amerika Serikat, merupakan 10% dari masalah kulit yang

dijumpai pada klinik anak. Di Inggris kejadian impetigo pada anak sampai usia 4

tahun sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6% pada anak usia 5-15 tahun. Impetigo

nonbullous atau impetigo krustosa meliputi kira-kira 70 persen dari semua kasus

impetigo. Kebanyakan kasus ditemukan di daerah tropis atau beriklim panas serta

pada negara-negara yang berkembang dengan tingkat ekonomi masyarakatnya

masih tergolong lemah atau miskin.3

Tempat predileksi tersering pada wajah terutama sekitar mulut dan hidung,

pada ketiak, dada serta punggung. Gambaran klinisnya berupa vesikel, bula atau

pustul yang apabila pecah membentuk krusta tebal kekuningan seperti madu atau

berupa koleret di pinggirnya.3

Terapi umumnya berupa medikamentosa dan non medikamentosa dengan

prinsip tetap menjaga higiene tubuh penderita agar tidak mudah terinfeksi

penyakit kulit. Prognosis umumnya baik. Impetigo umumnya sembuh tanpa

penyulit dalam 2 minggu apabila diobati secara teratur. Komplikasi berupa radang

ginjal pasca infeksi Streptococcus terjadi pada 1-5% pasien terutama usia 2-6

tahun dan hal ini tidak dipengaruhi oleh pengobatan antibiotik. Gejala berupa

Yudith Selyna Arisepti/030.04.240 1

bengkak dan kenaikan tekanan darah, pada sepertiga terdapat urine seperti warna

the. Keadaan ini umumnya sembuh secara spontan walaupun gejala-gejala tadi

muncul. Komplikasi lainnya yang jarang terjadi adalah infeksi tulang

(osteomielitis), radang paru-paru (pneumonia), selulitis, psoriasis, Staphylococcal

scalded skin syndrome, radang pembuluh limfe atau kelenjar getah bening.3

Dalam makalah ini dilaporkan kasus seorang anak berusia 7 tahun yang

menderita penyakit impetigo krustosa dan vesikobulosa. Diharapkan makalah ini

dapat membantu dokter umum dalam menegakkan diagnosis, mengobati penyakit

ini dengan baik dan mengedukasi pasien dengan benar sehingga penyakit ini tidak

menyebabkan komplikasi lain yang serius.

Yudith Selyna Arisepti/030.04.240 2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Impetigo secara klinis didefinisikan sebagai penyakit infeksi menular pada

kulit yang superfisial yaitu hanya menyerang epidermis kulit, yang menyebabkan

terbentuknya lepuhan-lepuhan kecil berisi nanah (pustula) seperti tersundut

rokok/api. Penyakit ini merupakan salah satu contoh pioderma yang sering

dijumpai di bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Terdapat dua jenis

impetigo yaitu impetigo bulosa yang disebabakan oleh Stafilokokus aureus dan

non-bulosa yang disebabkan oleh Streptokokus β hemolitikus. Dasar infeksinya

adalah kurangnya hygiene dan terganggunya fungsi kulit.1,3

B. Sinonim

Impetigo bulosa umumnya dikenal sebagai cacar monyet. Sedangkan

impetigo non bulosa dikenal sebagai impetigo krustosa/kontagiosa/Tillbury

Fox/vulgaris.3

C. Etiologi

Organisme penyebab adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus beta-

hemolyticus grup A (dikenal dengan Streptococcus pyogenes), atau kombinasi

keduanya. Staphylococcus dominan ditemukan pada awal lesi. Jika kedua kuman

ditemukan bersamaan, maka infeksi streptococcus merupakan infeksi penyerta.

Kuman S. pyogenes menular ke individu yang sehat melalui kulit, lalu kemudian

menyebar ke mukosa saluran napas. Berbeda dengan S. aureus, yang berawal

Yudith Selyna Arisepti/030.04.240 3

dengan kolonisasi kuman pada mukosa nasal dan baru dapat ditemukan pada

isolasi kuman di kulit pada sekitar 11 hari kemudian.4

Impetigo menyebar melalui kontak langsung dengan lesi (daerah kulit

yang terinfeksi). Pasien dapat lebih jauh menginfeksi dirinya sendiri atau orang

lain setelah menggaruk lesi. Infeksi seringkali menyebar dengan cepat pada

sekolah atau tempat penitipan anak dan juga pada tempat dengan higiene yang

buruk atau tempat tinggal yang padat penduduk. Faktor predisposisi antara lain

kontak langsung dengan pasien impetigo, kontak tidak langsung melalui handuk,

selimut, atau pakaian pasien impetigo, cuaca panas maupun kondisi lingkungan

yang lembab, kegiatan/olahraga dengan kontak langsung antar kulit, pasien

dengan dermatitis.4

D. Patofisiologi

Pada impetigo krustosa (non bullous), infeksi ditemukan pada bagian

minor dari trauma (misalnya : gigitan serangga, abrasi, cacar ayam, pembakaran).

Trauma membuka protein-protein di kulit sehingga bakteri mudah melekat,

menyerang dan membentuk infeksi di kulit. Pada epidermis muncul neutrofilik

vesikopustules. Pada bagian atas kulit terdapat sebuah infiltrat yang hebat yakni

netrofil dan limfosit. Bakteri gram-positif juga ada dalam lesi ini. Eksotoksin

Streptococcus pyrogenic diyakini menyebabkan ruam pada daerah berbintik

merah, dan diduga berperan pada saat kritis dari Streptococcal toxic shock

syndrome. Kira-kira 30% dari populasi bakteri ini berkoloni di daerah nares

anterior. Bakteri dapat menyebar dari hidung ke kulit yang normal di dalam 7-14

hari, dengan lesi impetigo yang muncul 7-14 hari kemudian.4

E. Gejala Klinis dan Diagnosis

1. Impetigo Krustosa

Tempat predileksi tersering pada impetigo krustosa adalah di

wajah, terutama sekitar lubang hidung dan mulut, karena dianggap sumber

infeksi dari daerah tersebut. Tempat lain yang mungkin terkena, yaitu

anggota gerak (kecuali telapak tangan dan kaki), dan badan, tetapi

umumnya terbatas, walaupun penyebaran luas dapat terjadi. Kelainan kulit

didahului oleh makula eritematus kecil, sekitar 1-2 mm. Kemudian segera

Yudith Selyna Arisepti/030.04.240 4

terbentuk vesikel atau pustule yang mudah pecah dan meninggalkan erosi.

Cairan serosa dan purulen akan membentuk krusta tebal berwarna

kekuningan yang memberi gambaran karakteristik seperti madu (honey

colour). Lesi akan melebar sampai 1-2 cm, disertai lesi satelit

disekitarnya. Lesi tersebut akan bergabung membentuk daerah krustasi

yang lebar. Eksudat dengan mudah menyebar secara autoinokulasi.3,5

2. Impetigo Bulosa

Tempat predileksi tersering pada impetigo bulosa adalah di ketiak,

dada, punggung. Sering bersama-sama dengan miliaria. Terdapat pada

anak dan dewasa. Kelainan kulit berupa vesikel (gelembung berisi cairan

dengan diameter 0,5cm) kurang dari 1 cm pada kulit yang utuh, dengan

kulit sekitar normal atau kemerahan. Pada awalnya vesikel berisi cairan

yang jernih yang berubah menjadi berwarna keruh. Atap dari bulla pecah

dan meninggalkan gambaran “collarette” pada pinggirnya. Krusta

“varnishlike” terbentuk pada bagian tengah yang jika disingkirkan

memperlihatkan dasar yang merah dan basah. Bulla yang utuh jarang

ditemukan karena sangat rapuh.3,5

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa dan gambaran klinis dari lesi.

Kultur dilakukan bila terdapat kegagalan pengobatan dengan terapi standar, biopsi

jarang dilakukan. Biasanya diagnosa dari impetigo dapat dilakukan tanpa adanya

tes laboratorium. Namun demikian, apabila diagnosis tersebut masih

dipertanyakan, tes mikrobiologi pasti akan sangat menolong.2,3

F. Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari impetigo antara lain adalah ektima, dermatitis

atopi, dermatofitosis, pemfigus vulgaris, dermatitis seboroik dengan infeksi

sekunder, varisela.2,3

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada kasus impetigo dapat dilakukan baik secara medikamentosa

(antibiotik topikal maupun sistemik) maupun non-medikamentosa dengan prinsip

menjaga higiene tubuh agar tidak mudak terinfeksi penyakit kulit.2,3

Yudith Selyna Arisepti/030.04.240 5

BAB III

LAPORAN KASUS IMPETIGO KRUSTOSA DAN VESIKOBULOSA

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. Muh. Ilham

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 7 tahun

Agama : Islam

Pendidikan : Kelas 1 Sekolah Dasar

Alamat : Bogares Kidul Rt 8 Rw 2

Tanggal berobat : 4 Oktober 2010

IDENTITAS ORANGTUA

- Ayah

Nama : Tn. Camali

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Petani/Kuli bangunan (serabutan)

Penghasilan : Tidak tetap

- Ibu

Nama : Ny. Malihatun

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Penghasilan : -

Hubungan dengan orang tua : Pasien merupakan anak kandung.

II. RIWAYAT HIDUP

a. Susunan Keluarga

Pasien merupakan anak bungsu dari 2 bersaudara.

Yudith Selyna Arisepti/030.04.240 6

b. Riwayat Perumahan dan Lingkungan

Berada di lingkungan perumahan dengan sanitasi, hygiene dan

ventilasi yang kurang baik.

c. Riwayat Sosio-Ekonomi

Ayah os bekerja serabutan menjadi kuli bangunan atau petani

dengan penghasilan yang kurang cukup untuk memenuhi kebutuhan

sehari-hari. Penghasilan hanya bersumber dari ayah, sedangkan ibu

adalah ibu rumah tangga.

Kesan : Keadaan ekonomi keluarga pasien kurang baik.

d. Riwayat Kebiasaan

Pasien biasanya mandi teratur 2x sehari, pagi dan sore hari dengan

menggunakan sabun mandi. Namun setelah keluhan ini muncul, pasien

lebih jarang dimandikan, hanya diseka dengan kain lap basah 1x sehari.

Pasien juga mengganti pakaiannya 2x sehari setelah mandi dan

menggunakan handuk sendiri. Apabila pasien berkeringat, ibu pasien

jarang mengelap keringat pasien dan mengganti pakaian pasien.

Selain itu juga pasien jarang mencuci tangannya, sering tidur di

lantai namun pasien jarang bermain dengan teman-temannya. Teman-

teman di sekolah tidak ada yang mempunyai gejala penyakit seperti

pasien. Di sore hari, pasien sering menemani ayahnya untuk memberi

makan ayam peliharaannya.

III. RIWAYAT PENYAKIT

Alloanamnesis dengan ibu kandung pasien pada tanggal 4 Oktober 2010 pukul

10.30 WIB di poliklinik kulit dan kelamin RSUD DR. Soeselo Slawi.

A. Keluhan Utama

Pasien mengeluh lepuh-lepuh seperti disundut rokok dan terasa sangat

gatal di wajah, leher, dan dada bagian atas sejak 10 hari SMRS.

Yudith Selyna Arisepti/030.04.240 7

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Sejak sepuluh hari SMRS, pada kulithidung timbul lepuh-lepuh

seperti disundut rokok dengan bula kemerahan berisi cairan sebesar ujung

jarum pentul. Ibu pasien mengatakan bahwa pasien sering menggaruk-

garuk kulitnya karena gatal. Bula-bula kemerahan berisi cairan tersebut

sebagian ada yang pecah dan membentuk keropeng. Ibu pasien tidak

mengeluhkan adanya demam pada pasien. Semenjak bula-bula ini muncul,

pasien menjadi lebih rewel dari biasanya, susah makan dan sulit tidur.

Sembilan hari SMRS, ibu pasien mengatakan lepuh-lepuh dan bula

kemerahan ini semakin bertambah banyak di sekitar mulut serta meluas ke

dahi, pelipis dan dagu. Kemudian Ibu pasien membawa pasien berobat ke

Puskesmas dan diberikan obat minum dan salep (Ibu pasien tidak tahu

nama obat). Namun setelah diberikan obat, keluhan pasien tidak

berkurang.

Dua hari SMRS, ibu pasien mengatakan lepuh-lepuh dan bula

kemerahan meluas ke daerah leher, serta jumlahnya semakin banyak.

Ukurannya pun ada yang menjadi lebih besar.

Satu hari SMRS, Ibu pasien mengatakan keluhan pasien tidak

berkurang, tetapi semakin meluas ke dada bagian atas, sehingga Ibu pasien

membawa pasien ke Puskesmas kembali untuk kontrol, dan dirujuk ke

poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soeselo Slawi.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum pernah mengalami gejala penyakit seperti ini sebelumnya.

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ditemukan gejala penyakit yang sama dalam keluarga pasien.

Yudith Selyna Arisepti/030.04.240 8

PEMERIKSAAN FISIK

1. STATUS GENERALIS

Keadaan Umum : Baik, tampak sakit sedang.

Kesadaran : Compos Mentis

Vital Sign :

Tekanan Darah : tidak dilakukan

Nadi : 105 x/menit

Suhu : 37 0C

Pernapasan : Tidak dapat dievaluasi (pasien tidak kooperatif)

Berat badan : 22 kg

Tinggi Badan : 85 cm

Status Gizi : Cukup

Kepala

Bentuk : Normocephali, tampak UKK pada pada perbatasan antara kulit

kepala

dan wajah daerah frontal, dan dahi.

Mata : Conjunctiva pucat (-/-), Sklera kuning (-/-)

Hidung : Septum deviasi (-), sekret (-), tampak UKK pada kulit hidung.

Mulut : Bibir kering (-), karies dentis (-), faring hiperemis (-), tampak

UKK pada

daerah sekitar mulit dan dagu.

Telinga : Tanda radang (-), sekret (-)

Leher : deviasi (-), pembesaran tiroid (-), pembesaran kelenjar getah

bening (-),

tampak UKK pada leher.

Thorax :

Inspeksi : Bentuk normal, gerak nafas simetris.

Palpasi : Tidak dilakukan

Perkusi : Tidak dilakukan

Yudith Selyna Arisepti/030.04.240 9

Auskultasi :

Jantung : S1S2 reguler,murmur (-), gallop (-)

Paru : SN vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : Datar, supel.

Ekstremitas : Oedem (-), Tremor (-).

2. STATUS DERMATOLOGIKUS

Distribusi : Regional

Ad Regio : dahi, hidung, sekitar mulut, dagu, leher dan dada bagian atas.

Lesi : Pustul, vesikel-bula, eritema, tampak krusta dan ekskoriasi.

Multipel, diskret sebagian konfluen, bentuk bulat, tidak teratur,

ukuran miliar sampai numular, diameter bervariasi antara 0,2 – 2

cm, batas tegas, menimbul dari permukaan kulit. Tidak tampak tepi

yang aktif, sebagian kering dan sebagian basah.

Yudith Selyna Arisepti/030.04.240 10

Yudith Selyna Arisepti/030.04.240 11

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan pewarnaan Gram untuk mengetahui adanya bakteri kokus Gram

positif (Staphylococcus atau Streptococcus). Namun pada pasien ini pemeriksaan ini

tidak dilakukan.

RESUME

Seorang penderita anak laki – laki berusia 7 tahun, beragama Islam, pendidikan

kelas 1 sekolah dasar (SD), tinggal bersama ayah, ibu, dan 1 orang kakak. Pendidikan

terakhir ayah dan ibu pasien SMA. Pekerjaan ayah pasien tidak tetap (serabutan),

sedangkan ibu pasien tidak bekerja (ibu rumah tangga). Pasien datang berobat ke

Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soeselo Slawi tanggal 4 Oktober 2010 pukul

10.30 WIB dengan keluhan utama lepuh-lepuh seperti disundut rokok dan terasa sangat

gatal di wajah dan leher sejak 10 hari SMRS (alloanamnesis dengan Ibu pasien). Pada

anamnesis didapatkan sejak 10 hari SMRS, pada kulit kepala dan dahi pasien timbul

vesikel dan bula dengan jumlah multipel, berukuran milier sampai numuler disertai

pruritus yang meluas ke leher dan dan dada bagian atas. Higiene pasien kurang.

Pada pemeriksaan fisik status generalis didapatkan dalam batas normal. Pada

pemeriksaan dermatologis didapatkan pada wajah, leher dan dada bagian atas tampak

pustul, vesikel-bula, eritema, tampak krusta dan ekskoriasi, lesi multiple diskret sebagian

konfluens, bentuk bulat, tidak teratur, ukuran miliar sampai numuler diameter 0,2 – 2 cm,

batas tidak tegas, menimbul dari permukaan kulit. Tidak tampak tepi yang aktif, kering.

DIAGNOSIS KERJA

Impetigo vesikobulosa dan impetigo krustosa

DIAGNOSIS BANDING

1. Dermatitis seboroik dengan infeksi sekunder

2. Pemfigus Vulgaris

3. Ektima

4. Dermatofitosis

5. Varisela

Yudith Selyna Arisepti/030.04.240 12

USULAN PEMERIKSAAN

Pemeriksaan mikrobiologis : Kultur dan tes sensitivitas

PENATALAKSANAAN

1. UMUM

a. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit dan cara pengobatannya.

b. Menerangkan pada Ibu pasien untuk mencegah pasien menggaruk karena

dapat menyebabkan luka.

c. Anjuran kepada Ibu pasien agar segera mengelap pasien bila berkeringat

dan mengganti pakaiannya.

d. Menerangkan kepada Ibu pasien bahwa obat minum yang diberikan 4x 1

sendok teh sehari harus dihabiskan.

e. Menerangkan kepada Ibu pasien untuk datang kembali (kontrol) stelah 5-7

hari.

2. KHUSUS

a. Topikal

Antibiotika topikal : Bactroban ointment, dioleskan 2x sehari.

b. Sistemik

Antibiotik : Augmentin sirup diminum 4x 1 sendok teh/hari

PROGNOSIS

Quo ad Vitam : ad bonam

Quo ad fungtionam : ad bonam

Quo ad sanationam : ad bonam

Yudith Selyna Arisepti/030.04.240 13

BAB IV

ANALISA KASUS

Impetigo merupakan penyakit infeksi menular pada kulit yang sering dijumpai di

bagian Penyakit Kulit dan Kelamin. Dapat mengenai semua umur, namun umumnya

menyerang anak-anak usia 2-5 tahun.1,2 Penyakit ini bukanlah penyakit yang serius dan

umunya sembuh tanpa penyulit dalam 2 minggu apabila diobati secara teratur.3

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa dan gambaran klinis dari lesi. Kultur

dilakukan bila terdapat kegagalan pengobatan dengan terapi standar, biopsi jarang

dilakukan. Biasanya diagnosa dari impetigo dapat dilakukan tanpa adanya tes

laboratorium. Namun demikian, apabila diagnosis tersebut masih dipertanyakan, tes

mikrobiologi pasti akan sangat menolong.2,3

Pada anamnesis pasien ini ditemukan rasa gatal dan timbulnya vesikel atau bula

yang awalnya muncul di daerah hidung dan sekitar mulut kemudian meluas ke daerah

dahi, leher dan dada bagian atas. Pasien sering tidur di lantai dan menemani ayahnya

memberi makan ayam peliharaannya. Apabila berkeringatnya pasien jarang mengelap

atau mengganti pakaian serta jarang mencuci tangannya, sehingga membuat higienitas

pasien menurun.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan gambaran klinis sesuai dengan tinjauan

pustaka dari impetigo krustosa dan vesikobulosa. Pada pemeriksaan dermatologis

didapatkan pada wajah, leher dahi bagian atas tampak pustul, vesikel-bula, eritema,

tampak krusta dan ekskoriasi, lesi multiple diskret sebagian konfluens, bentuk bulat, tidak

teratur, ukuran miliar sampai numuler diameter 0,2 – 2 cm, batas tidak tegas, menimbul

dari permukaan kulit, tidak tampak tepi yang aktif, sebagian terlihat kering dan sebagian

basah.

Diagnosis banding pada kasus ini antara lain adalah :

1. Dermatitis seboroik dengan infeksi sekunder, karena memiliki beberapa kesamaan

antara lain keluhan gatal, dengan gambaran lesi eritema dan krusta yang tebal.

Namun pada dermatitis seboroik ditemukan gambaran klinis yang khas yaitu

skuama yang berminyak dan kekuningan serta berlokasi di tempat-tempat

Yudith Selyna Arisepti/030.04.240 14

seboroik, sedangkan pada pasien ini tidak ditemukan skuama berminyak dan

kekuningan, sehingga dermatitis seboroik sebagai diagnosis banding dapat

disingkirkan.5

2. Pemfigus vulgaris, karena memiliki kesamaan bentuk lesi yaitu berupa bula yang

mudah pecah diikuti dengan pembentukan krusta. Penyakit ini merupakan kasus

yang jarang terjadi pada anak-anak dan merupakan penyakit autoimun, umumnya

keadaan umumnya buruk, tidak gatal, bula berdinding kendur dan generalisata,

lesi awal dimulai dari kulit kepala yang berambut atau rongga mulut, dapat

menyerang semua selaput lendir dengan epitel skuamosa dan terdapat tanda

Nikolski positif. Sedangkan pada pasien ini ditemukan keadaan umumnya cukup

baik, lesinya terasa sangat gatal dan umumnya regional, disebabkan oleh

stafilokokus aureus atau streptokokus, dan tidak terdapat tanda Nikolski sehingga

pemfigus vulgaris sebagai diagnosis banding dapat disingkirkan.

3. Penyebab penyakit ini sama dengan penyebab penyakit ektima, gambaran

klinisnya (apabila bula sudah pecah) juga mirip yaitu berupa krusta tebal

berwarna kuning. Namun diagnosa banding ektima dapat disingkirkan karena lesi

ektima dapat mengenai anak dan dewasa, tempat predileksi di tungkai bawah, dan

dasarnya adalah ulkus.

4. Pada varisela jika vesikel pecah juga membentuk krusta namun umumnya vesikel

berdinding tipis, ukuran kecil, pada daerah dasar yang eritem yang awalnya

berlokasi di badan dan menyebar ke wajah dan ekstremitas.

5. Pada dermatofitosis juga terdapat gambaran vesikel namun umumnya disertai lesi

kemerahan dan bersisik dengan bagian tepi yang aktif agak meninggi, terutama

berlokasi di kaki.2,3

Untuk menegakkan diagnosis impetigo krustosa dan vesikobulosa adalah dengan

pewarnaan Gram untuk melihat adanya bakteri kokus Gram positif (Staphylococcus atau

Streptococcus). Adapun untuk menegakkan diagnosis pasti pada kasus impetigo adalah

dengan biakan atau kultur dari eksudat yang diambil di bagian bawah krusta dan cairan

yang berasal dari bula. Hasil kultur bisa memperlihatkan S. aureus, S. Pyogenes atau

keduanya. Tes sensitivitas antibiotik dilakukan untuk mengisolasi metisilin resistan S.

Yudith Selyna Arisepti/030.04.240 15

aureus (MRSA) serta membantu dalam pemberian antibiotik yang sesuai. Namun pada

pasien ini tidak dilakukan, hanya berdasar anamnesis teliti serta pemeriksaan dermatologi

yang sangat mendukung ke arah penyakit impetigo krustosa.3,6

Tujuan dari pengobatan antara lain meredakan rasa nyeri dan memperbaiki

penampilan kosmetik dari lesi, mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut dalam diri

pasien dan orang lain, dan mencegah kekambuhan. Sasaran terapinya yaitu infeksi bakteri

streptokokus atau stafilokokus.9 Perawatan idealnya harus efektif, tidak mahal, dan

memiliki efek samping terbatas. Antibiotik topikal memiliki kelebihan yaitu hanya

diberikan jika dibutuhkan, yang mana meminimalisir efek samping sistemik. Akan tetapi,

beberapa antibiotik topikal bisa menyebabkan sensitisasi kulit pada orang-orang yang

rentan.7

Penatalaksanaan pada kasus impetigo dapat dilakukan baik secara medikamentosa

maupun non-medikamentosa sebagai berikut:2,3

1. Terapi non medikamentosa

Menghilangkan krusta dengan cara mandikan anak selama 20-30 menit, disertai

mengelupaskan krusta dengan handuk basah

Mencegah anak untuk menggaruk daerah lecet. Dapat dengan menutup daerah

yang lecet dengan perban tahan air dan memotong kuku anak

Lanjutkan pengobatan sampai semua luka lecet sembuh

Lakukan drainase pada bula dan pustule secara aseptic dengan jarum suntik untuk

mencegah penyebaran lokal

Dapat dilakukan kompres dengan menggunakan larutan NaCl 0,9% pada impetigo

krustosa.3

2. Terapi medikamentosa

a. Terapi topikal

Pengobatan topikal sebelum memberikan salep antibiotik sebaiknya krusta sedikit

dilepaskan baru kemudian diberi salep antibiotik. Pada pengobatan topikal impetigo

bulosa bisa dilakukan dengan pemberian antiseptik atau salap antibiotik.

1). Antiseptik

Yudith Selyna Arisepti/030.04.240 16

Antiseptik yang dapat dijadikan pertimbangan dalam pengobatan impetigo

terutama yang telah dilakukan penelitian di Indonesia khususnya Jember dengan

menggunakan Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah

triklosan 2%. Pada hasil penelitian didapatkan jumlah koloni yang dapat tumbuh

setelah kontak dengan triklosan 2% selama 30”, 60”, 90”, dan 120” adalah

sebanyak 0 koloni.

Sehingga dapat dikatakan bahwa triklosan 2% mampu untuk

mengendalikan penyebaran penyakit akibat infeksi Staphylococcus aureus.

2). Antibiotik Topikal

Mupirocin

Mupirocin topikal merupakan salah satu antibiotik yang sudah mulai

digunakan sejak tahun 1980an. Mupirocin ini bekerja dengan menghambat

sintesis RNA dan protein dari bakteri.

Fusidic Acid

Tahun 2001 telah dilakukan penelitian terhadap fusidic acid yang

dibandingkan dengan plasebo (dikombinasi dengan sampo iodine-povidone)

pada praktek dokter umum yang diberikan pada pasien impetigo dan

didapatkan hasil bahwa penggunaan fusidic asid jauh lebih baik dibandingkan

dengan menggunakan plasebo.8

Ratapamulin

Pada tanggal 17 April 2007 ratapamulin telah disetujui oleh Food and

Drug Administration (FDA) untuk digunakan sebagai pengobatan impetigo.

Namun bukan untuk yang disebabkan oleh metisilin resisten ataupun

vankomisin resisten. Ratapamulin berikatan dengan subunit 50S ribosom pada

protein L3 dekat dengan peptidil transferase yang pada akhirnya akan

menghambat protein sintesis dari bakteri.

Pada salah satu penelitian yang telah dilakukan pada 210 pasien impetigo

yang berusia diantara 9 sampai 73 tahun dengan luas lesi tidak lebih dari 100

cm2 atau >2% luas dari total luas badan. Kultur yang telah dilakukan pada

pasien tersebut didapatkan 82% dengan infeksi Staphylococcus aureus. Pada

pasien-pasien tersebut diberi ratapamulin sebanyak 2 kali sehari selama 5 hari

Yudith Selyna Arisepti/030.04.240 17

terapi. Evaluasi dilakukan mulai hari ke dua setelah hari terakhir terapi, dan

didapatkan luas lesi berkurang, lesi telah mengering, dan lesi benar-benar

telah membaik tanpa penggunaan terapi tambahan. Pada 85,6% pasien dengan

menggunakan ratapamulin didapatkan perbaikan klinis dan hanya hanya

52,1% pasien mengalami perbaikan klinis yang menggunakan plasebo.4

Dicloxacillin

Penggunaan dicloxacillin merupakan firstline untuk pengobatan impetigo,

namun akhir-akhir ini penggunaan dicloxacillin mulai tergeser oleh

penggunaan ratapamulin topikal karena diketahui ratapamulin memiliki lebih

sedikit efek samping bila dibandingkan dengan dicloxacillin.

b. Terapi sistemik

1) Penisilin dan turunannya1,4

a.Penicillin G procaine injeksi

Dosis: 0,6-1,2 juta IU im 1-2 x sehari

Anak: 25.000-50.000 IU im 1-2 x sehari

b.Ampicillin

Dosis: 250-500 mg per dosis 4 x sehari

Anak: 7,5-25 mg/Kg/dosis4x sehari ac

c.Amoksicillin

Dosis: 250-500 mg / dosis 3 x sehari

Anak: 7,5-25 mg/Kg/dosis 3 x sehari ac

d.Cloxacillin (untuk Staphylococcus yang kebal penicillin)

Dosis: 250-500 mg/ dosis, 4 x sehari ac

Anak: 10-25 mg/Kg/dosis 4 x sehari ac

e.Phenoxymethyl penicillin (penicillin V)

Dosis: 250-500 mg/dosis, 4 x sehari ac

Anak: 7,5-12,5 mg/Kg/dosis, 4 x sehari ac

2) Eritromisin (bila alergi penisilin)1,2,4

Dosis: 250-500 mg/dosis, 4 x sehari pc

Anak: 12,5-50 mg/Kg/dosis, 4 x sehari pc

3) Klindamisin (alergi penisilin dan menderita saluran cerna)4

Yudith Selyna Arisepti/030.04.240 18

Dosis: 150-300 mg/dosis, 3-4 x sehari

Anak > 1 bulan 8-20 mg/Kg/hari, 3-4 x sehari

Pada pasien ini obat yang dipilih untuk kausa penyakit adalah sirup augmentin

yang mengandung kombinasi amoksisilin dan asam klavulanat. Kombinasi kedua obat

tersebut diharapkan dapat melawan resistensi bakteri terhadap antibiotik betalaktam.

Indikasinya untuk infeksi kulit yang disebabkan oleh beta-laktamase turunan

Stafilokokus aureus. Sedangkan untuk obat topikal diberikan bactroban ointment yang

mengandung mupirocin karena dapat menghambat sintesis RNA dan protein dari bakteri.

Indikasinya untuk infeksi kulit primer akut, misalnya impetigo, folikulitis, furunkulosis.9 Obat

tersebut dioles 3x/hari selama 10 hari.

Penatalaksanaan non-medikamentosa ialah dengan memberikan edukasi kepada

pasien sebagaimana yang telah disampaikan dalam penatalaksanaan umum di depan.

Sehingga diharapkan dapat membantu pasien dalam proses terapi dan usaha preventif

secara individu.

Yudith Selyna Arisepti/030.04.240 19

BAB V

PENUTUP

Telah dilaporkan kasus impetigo pada anak usia 7 tahun. Ditegakkan diagnosa

melalui anamnesa dan pemeriksaan fisik berdasarkan gejala klinis yang terlihat. Pada

pasien ini obat yang dipilih untuk kausa penyakit adalah Augmentin syrup yang

mengandung kombinasi amoksisilin dan asam klavulanat. Untuk obat topikal diberikan

bactroban ointment yang mengandung mupirocin karena dapat menghambat sintesis

RNA dan protein dari bakteri. Penatalaksanaan non-medikamentosa ialah dengan

memberikan edukasi kepada pasien sebagaimana yang telah disampaikan dalam

penatalaksanaan umum di depan. Sehingga diharapkan dapat membantu pasien dalam

proses terapi dan usaha preventif secara individu.

Yudith Selyna Arisepti/030.04.240 20

BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

1. Penyakit Kulit. Available at : http://mirzataqiem.blogspot.com/2009/10/penyakit-

kulit.html

2. Adhi Djuanda, Mochtar Hamzah, Siti Aisah. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin. Edisi ke-4. Jakarta : FKUI. 2006.

3. Wahid, Dian Ibnu. Impetigo: Terapi dan Penggunaan Antibiotika Topikal

Berdasarkan Evidence Based Medicine. 18 Mei 2008. Diakses di

http://diyoyen.blog.friendster.com/ 2009/05/impetigo-terapi-dan-penggunaan-

antibiotik-topikal-berdasarkan-evidence-based-medicine/

4. Makalah impetigo. Availble at : http://www.darwaners.co.cc/2010/08/makalah-

impetigo.html

5. Arthur Rook, D.S. Wilkinson, F.J.G Ebling. Impetigo. Textbook of Dermatology.

Edisi ke-3, Vol 2, Hal 338-341. 1979.

6. Freedberg , Irwin M. (Editor), Arthur Z. Eisen (Editor), Klauss Wolff (Editor), K.

Frank Austen (Editor), Lowell A. Goldsmith (Editor), Stephen Katz (Editor).

Fitzpatrick's Dermatology In General Medicine (Two Vol. Set). 6th edition (May

23, 2003): By McGraw-Hill Professional.

7. Diagnosa dan Pengobatan Impetigo. Available at :

http://www.topreference.co.tv/2010/04/diagnosa-dan-pengobatan-impetigo.html

8. Sander Koning, Lisette W.A. van suijlekom-Smit, Jan L Nouwen, Cees M

Verduin, Roos M.D Bernsen, Arnold P Oranie, Siep Thomas, and Johannes C van

der Wouden. Fusidic acid cream in the treatment of impetigo in general practice:

double blind randomised placebo controlled trial. Available at :

http://www.bmj.com/content/324/7331/203.full

9. Penatalaksanaan Terapi Penyakit Impetigo. Available at :

http://yosefw.wordpress.com/2007/12/28/penatalaksanaan-terapi-penyakit-

impetigo/

Yudith Selyna Arisepti/030.04.240 21

Yudith Selyna Arisepti/030.04.240 22