laporan observasi
DESCRIPTION
agresiTRANSCRIPT
LAPORAN OBSERVASI
I. JUDUL
Agresivitas pada Remaja di Berbagai Setting.
II. LATAR BELAKANG
Dewasa ini, hampir setiap hari kita disuguhi pemberitaan tentang
perilaku agresi di berbagai macam media. Perilaku agresi yang
ditunjukkan terlihat dalam bentuk agresi fisik maupun verbal.
Pelakunyapun tidak hanya orang dewasa, namun juga berpotensi di
segala tingkat usia. Seperti dilansir dalam metrotvnews.com,
diberitakan seorang remaja tega membunuh dan memperkosa ibu
kandungnya. Dalam kasus lain, bersumber dari detik.com seorang
remaja menusuk kepala temannya karena ia sering di-bully. Dari
contoh kasus di atas menunjukkan luasnya potensi terjadinya perilaku
agresi di masyarakat. Pada kehidupan sehari-hari dapat kita temukan
banyak contoh perilaku agresi, seperti tawuran, penyerobotan dalam
antrian, perkelahian, saling mengumpat atau sekedar saling dorong
dalam konser.
Untuk remaja, perilaku agresif bukanlah hal yang asing. Hal ini
disinyalir disebabkan oleh banyaknya model yang kurang baik di
lingkungannya, kurangnya pendidikan moral maupun pembinaan
mental remaja serta berbagai situasi kekerasan yang marak terjadi di
masyarakat sangat besar pengaruhnya terhadap munculnya perilaku
agresif. Hurlock (1980) mendefinisikan ciri-ciri masa remaja sebagai
periode yang penting, masa remaja sebagai peralihan, periode
perubahan, masa remaja sebagai usia yang bermasalah, masa remaja
sebagai masa mencari identitas, masa yang tidak realistik dan sebagai
ambang masa dewasa. Oleh karenanya, wajar bila ditemukan banyak
perilaku agresi pada masa ini.
1
2
III. TUJUAN
Mengidentifikasi macam agresivitas yang dimunculkan oleh remaja
di berbagai setting.
IV. TINJAUAN TEORI
Myers dalam bukunya Social Psychology mendefinisikan agresi
sebagai segala tindakan fisik dan verbal yang bertujuan untuk
menyakiti orang lain. Perilaku ini tidak termasuk kejadian yang terjadi
secara tidak disengaja. Contohnya adalah kecelakaan kendaraan. Akan
tetapi termasuk didalamnya adalah perkataan yang menyindir dan
gossip. Ada dua tipe agresi yaitu hostile dan instrumental. Agresi
hostile adalah agresi yang berasal dari rasa marah, sehingga betul-betul
bertujuan untuk menyakiti orang lain. Sedang agresi instrumental
adalah agresi yang dilakukan karena memiliki tujuan lain yang ingin
dicapai (Myers, 2010).
Ada beberapa teori yang menjelaskan penyebab terjadinya
perilaku agresi. Pertama adalah teori biologis yang termasuk
didalamnya teori insting dan psikologi evolusioner. Teori ini
menjelaskan bahwa agresi merupakan pola perilaku yang berasal dari
dalam dan tidak dipelajari yang muncul pada semua anggota spesies
(Myers, 2010).
Freud berspekulasi bahwa agresi manusia berasal dari dorongan
untuk menghancurkan diri yang mengacu pada energi yang berasal
dari dorongan untuk mati (death instinct). Freud dan juga Lorenz
setuju bahwa energi agresif bersifat naluriah (tidak dipelajari dan
universal). Jika tidak disalurkan, energi agresif akan meluap dan
menyebabkan meledaknya amarah atau sampai ada stimulus yang tepat
untuk “melepaskannya” (Myers, 2010).
Faktor-faktor biologis yang berpengaruh terhadap agresi
antara lain:
3
a. Faktor neural
Agresi adalah perilaku kompleks, oleh karena itu, tidak
ada satu bagian khusus di otak yang mengendalikannya.
Tetapi penelitian membuktikan sistem syaraf hewan dan
manusia membantu terjadinya agresi.
b. Faktor genetik
Hereditas memengaruhi sensitivitas sistem syaraf untuk
melakukan agresi.
c. Faktor biokimia
Zat-zat kimia yang terkandung di dalam darah juga
memengaruhi sensitivitas sistem syaraf terhadap stimulus
agresi. Beberapa zat yang berpengaru adalah alkool,
testosteron, dan serotonin rendah. Selain itu, interaksi antara
Faktor biologis dan perilaku juga memengaruhi kemunculan
perilaku agresi (Myers, 2010).
Agresi juga dapat berupa respon terhadap rasa frustasi. Hal ini
disebut dengan teori frustasi-agresi. Teori frustasi-agresi menyebutkan
bahwa frustasi selalu mengarahkan seseorang kepada berbagai bentuk
dari perilaku agresi. Frustasi ini terjadi ketika seseorang merasa bahwa
jalan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan telah tertutup
(Myers, 2010).
Akan tetapi, teori frustrasi-agresi telah mengalami pembaharuan.
Pemikiran mengenai teori frustasi-agresi yang terbaru mengatakan
bahwa terkadang frustasi meningkatkan agresivitas, tetapi terkadang
tidak (Myers, 2010).
Berbeda dengan pemikiran Freud, adalah teori yang mengatakan
bahwa agresi sebagai perilaku yang dipelajari dari lingkungan sosial.
Hal ini dapat dilihat dari keuntungan/reward yang bisa didapatkan dari
perilaku agresi. Kita dapat belajar dari pengamatan dan pengalaman
bahwa terkadang agresi adalah parilaku yang dapat memberikan
keuntungan. Seorang anak yang agresif dapat membuat anak lain
4
menjadi tidak agresif terhadapnya. Pemain hoki yang agresif juga akan
mencetak skor lebih banyak karena pemain lain segan terhadapnya
(Myers, 2010).
Teori belajar sosial dalam hal agresi menyatakan bahwa
seseorang mempelajari suatu perilaku agresi dengan cara mengamati
dan menirunya, serta dari hadiah dan hukuman. Kita tidak hanya
belajar berperilaku agresi dari pengalaman pribadi, tapi juga dengan
mengamati perilaku orang lain dan melihat konsekuensi dari perilaku
tersebut. Setiap hari dalam kehidupan kita, kita menyaksikan contoh-
contoh agresi dari keluarga, subkultur kita, dan dari media massa
(Bandura dalam Myers, 2010).
Menurut Scheneider (1964) agresi dibagi menjadi 2 macam
yaitu:
a. Agresi verbal, yang terdiri dari pernyataan menjelekkan,
merendahkan, mengumpat, mengancam dan menghina.
b. Agresi non verbal (fisik), yang terdiri dari: pemberontakan,
pelanggaran disiplin, ketidaksetujuan, dendam, marah yang
ekstrim, mengganggu, balas dendam, dan mendominasi.
Contoh agresi fisik yaitu memukul, mendorong, menendang,
melempar sesuatu pada orang lain (Crick dalam Soliha, 2010). Contoh
agresi nonfisik diantaranya adalah ekspresi wajah dan gerakan badan
(Crick dalam Soliha, 2010). Buss dan Durkee (1957) menggolongkan
beberapa bentuk tindakan agresif yang secara operasional dapat
digunakan untuk mengukur agresi,yaitu sebagai berikut:
a. Penyerangan
Kekerasan fisik terhadap manusia termasuk perkelahian,
tidak termasuk pengrusakan properti.
b. Agresi tidak langsung
Menyebarkan gosip yang berkonotasi negatif, gurauan yang
negatif dan tepertantrum.
c. Irritability
5
Kesiapan untuk marah meliputi temper yang cepat dan
kekasaran.
d. Negativisme
Tingkah laku menantang, termasuk penolakan untuk
bekerjasama, menolak untuk patuh dan pembangkangan.
e. Resentment
Iri dan rasa benci terhadap orang lain.
f. Kecurigaan
Ketidakpercayaan dan proyeksi permusuhan terhadap orang
lain, bentuk ekstrim dari kecurigaan ini adalah paranoia.
g. Agresi Verbal
Berdebat, berteriak, menjerit, mengancam dan memaki.
V. SUBJEK PENELITIAN
A. Identitas Subjek Observasi 1
Nama : B
Usia : sekitar 21-24 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Pekerjaan : mahasiswa
Ciri-ciri subyek : Subjek memiliki tinggi badan antara 160-170 cm
dan berat badannya sekitar 60-70 kg. Subjek
berambut hitam dan lurus. Rambut subjek
panjangnya mencapai leher dan sebagian rambut
menutupi sebagian kening subjek.
B. Identitas Subjek Observasi 2
Nama : NN
Usia : 20 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Pekerjaan : mahasiswa
6
C. Identitas Subjek Observasi 3
Nama :AB
Usia : 20 tahun
Jenis Kelamin : laki - laki
Pekerjaan : mahasiswa
Ciri-ciri subyek : Subjek memakai jaket bermerk crowd berwarna
coklat. Memakai celana jeans dan bersepatu
berwarna hitam bermerk adidas. Subjek juga
memakai tas bermerk eiger. Subjek memakai jam
tangan logam berwarna silver di tangan kirinya.
D. Identitas Subjek Observasi 4
Nama : RIP
Usia : 20 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Mahasiswa
Ciri-ciri subyek : Tinggi 170cm, berkulit putih, rambut hitam
pendek agak ikal. Pada saat observasi
menggunakan baju luar berwarna merah bermotif
warna putih, celana panjang hitam, sepatu hitam.
E. Identitas Subjek Observasi 5
Nama : XY
Jenis Kelamin : Laki-laki
Ciri-ciri subyek : berambut ikal, menggunakan baju berwarna
merah, jaket berwarna coklat bergambar bunga
dibelakang. Menggunakan headset berwarna hijau.
VI. SETTING PENELITIAN
A. Setting Observasi 1
Hari/tanggal : Jumat, 12 Desember 2014
7
Lokasi : Ruang pertemuan B-19 Bulaksumur UGM
Waktu : 16.00-16.10 WIB
B. Setting Observasi 2
Hari/tanggal : Jumat, 12 Desember 2014
Lokasi : Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardja Soemantri
Waktu : 19.15-19.45
C. Setting Observasi 3
Hari/tanggal : Minggu, 14 Desember 2014
Lokasi : TOM’s Milk N Meals
Waktu : 21.00 – 22.00 WIB
D. Setting Observasi 4
Hari/tanggal : Selasa, 16 Oktober 2014
Lokasi : Rumah makan Kedai Jamoer, Klebengan
Waktu : 13.15-13.30 WIB
E. Setting Observasi 5
Hari/tanggal : 27 Desember 2014
Lokasi : 2nd gamenet
Waktu : 20.03-20.30
VII. RANCANGAN OBSERVASI
Rancangan observasi penelitian ini bersifat kualitatif, dimana
hasil data observasi dapat menyimpulkan macam agresivitas yang
dilakukan oleh remaja dalam berbagai setting. Observer dalam proses
observasi bersifat non partisipan yaitu tidak terlibat dalam kegiatan
subjek. Subjek tidak mengetahui bahwa sedang diobservasi agar tidak
terjadi bias atau modifikasi perilaku.
8
A. Perilaku Target
a. Perilaku Molar
Perilaku agresif yang ditunjukkan oleh subjek
b. Perilaku Molekular
1. Aspek I : Agresivitas Fisik
a) Indikator: Perilaku
1) Tantrum
2) Meludah
3) Memukul
4) Mencubit
5) Menjambak
6) Menendang
7) Menampar
8) Menarik
9) Mendorong
10) Mentoyor
11) Menjegal
12) Melempar
13) Meninju
14) Mencekik
15) Menggigit
16) Mencengkeram
b) Indikator: Gestur
17) Tangan menggenggam
18) Menunjuk orang
19) Menunjukkan jari tengah
20) Menggertakkan gigi
c) Indikator: Ekspresi Wajah
21) wajah memerah
22) Rahang mengatup
9
23) Lubang hidung mengembang
24) Alis, dahi, dan hidung mengerut.
2. Aspek 2: Agresivitas Verbal
a) Indikator: Pernyataan
1) Mengejek
2) Mengumpat
3) Menyindir
4) Merendahkan
5) Menjelekkan
6) Menghina
7) Mengancam
b) Indikator: Suara
8) Nada tinggi
9) Volume keras
B. Metode Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan untuk penelitian ini menggunakan
metode observasi event sampling dengan mengamati perilaku yang
muncul dalam situasi tertentu. Observer tidak berperan dalam kegiatan
subjek yang di observasi sehingga observasi merupakan observasi non-
partisipan. Metode pengamatan yang digunakan adalah metode
observasi tidak terstruktur. Observasi dilakukan dalam lingkungan
yang alamiah dengan tujuan untuk mengamati terjadinya agresivitas
pada remaja di tempat makan. Sehingga, subjek tidak mengetahui
bahwa subjek sedang diobservasi.
C. Metode Pencatatan
Data observasi dicatat menggunakan metode narrative anecdotal
record. Metode pencatatan ini merincikan urutan peristiwa
sebagaimana ia terjadi sehingga observer dapat mencatat segala
10
peristiwa yang terjadi yang sekiranya penting untuk penelitian. Metode
ini digunakan untuk menjaga keaslian dari rangkaian perilaku subjek.
VIII. HASIL OBSERVASI
A. Aspek I : Agresivitas Fisik
1. Indikator: Perilaku
1) Tantrum
Perilaku tantrum tidak ditunjukkan subjek pada
kelima setting. Kelima setting tersebut adalah remaja
yang menjadi tim sukses ketika perhitungan suara,
remaja ketika berinteraksi dengan teman sebaya, remaja
ketika nonbar sepak bola di kafe, remaja ketika berada di
tempat makan, dan remaja ketika bermain game online.
2) Meludah
Perilaku meludah tidak ditunjukkan subjek pada
kelima setting. Kelima setting tersebut adalah remaja
yang menjadi tim sukses ketika perhitungan suara,
remaja ketika berinteraksi dengan teman sebaya, remaja
ketika nonbar sepak bola di kafe, remaja ketika berada di
tempat makan, dan remaja ketika bermain game online.
3) Memukul
Pada setting remaja ketika berinteraksi dengan
teman sebaya, subjek menunjukkan agresivitas dalam
bentuk memukul. Pada setting ini, objek yang dipukul
oleh subjek adalah teman sebayanya. Hal ini sesai
dengan hasil observasi yaitu,
“Setelah berhenti berlari, NN memukuli UN dengan
tekanan ringan” (O.2.S.NN.24-25)
11
Sementara itu, pada setting remaja yang sedang
nonbar sepak bola di kafe, subjek menunjukkan perilaku
memukul yang ditujukan kepada objek dalam bentuk
benda, bukan kepada seseorang. Hal ini senada dengan
hasil observasi bahwa,
“Memasuki menit ke-37, AB memukul benda
berbentuk persegi yang disangga empat buah tiang
di masing-masing sudutnya” (O.3.S.AB.14-16)
Indikator memukul juga ditunjukkan pada setting
observasi remaja ketika bermain game online. Pada
setting ini, objek yangdipukul oleh subjek adalah benda.
Pada menit ketujuh, subjek tampak menunjukkan
perilaku memukul dua kali. Yang pertama ditujukan
kepada tuts keyboard dalam bentuk perilaku menekannya
dengan keras, dan kemudian ditujukan kepada meja
dalam bentuk menggebraknya. Hal ini dapat dilihat dari
hasil observasi yang menunjukkan bahwa,
“Pada menit ke 7 di permainan tersebut terlihat
observee menekan sebuah benda yang berbentuk
persegi panjang dengan tuts bertuliskan huruf-huruf
yang terletak di atas meja tepat di depannya dengan
keras kemudian menggebrak sebuah benda
berbahan dasar kayu dan memiliki kaki empat”
(O.5.S.XY.2-7)
Masih dalam setting bermain game online, subjek
kembali melakukan perilaku agresi dalam bentuk
memukul. Perilaku memukul dilakukan dalam bentuk
membenturkan mouse dengan meja berulang kali. Hal ini
sesuai dengan hasil observasi bahwa,
12
“Beberapa saat kemudian terlihat observee
memukul-mukulkan sebuah benda elektronik yang
ada dalam genggaman tangannya yang berfungsi
sebagai penggerak/pengarah ke benda berbahan
dasar kayu dan memiliki kaki empat sebagai
penopang secara vertikal. dengan nafas menderu
observee berkata “mousenya kenapa lagi ini”
sambil masih memukul-mukulkan kembali benda
eletronik yang berada dalam genggamannya”
(O.5.S.XY.10-16).
4) Mencubit
Perilaku mencubit tidak ditunjukkan subjek pada
kelima setting. Kelima setting tersebut adalah remaja
yang menjadi tim sukses ketika perhitungan suara,
remaja ketika berinteraksi dengan teman sebaya, remaja
ketika nonbar sepak bola di kafe, remaja ketika berada di
tempat makan, dan remaja ketika bermain game online.
5) Menjambak
Perilaku menjambak tidak ditunjukkan subjek pada
kelima setting. Kelima setting tersebut adalah remaja
yang menjadi tim sukses ketika perhitungan suara,
remaja ketika berinteraksi dengan teman sebaya, remaja
ketika nonbar sepak bola di kafe, remaja ketika berada di
tempat makan, dan remaja ketika bermain game online.
6) Menendang
Perilaku menendang ditunjukkan subjek dalam
setting bermain game online. Subjek mengarahkan
13
tendangannya pada dinding. Hal ini sesuai dengan hasil
observasi yaitu,
“kemudian bangkit dan menggerakkan kakinya
dengan tekanan keras ke arah dinding”
(O.5.S.XY.19-20).
7) Menampar
Perilaku menampar hanya ditunjukkan subjek pada
setting remaja di tempat makan. Perilaku menampar ini
ditujukan kepada mulut temannya dan dengan
menggunakan benda yang ada di tangannya. Hasil
observasi yang menunjukkan perilaku ini adalah,
“Ketika subjek membuka benda tersebut, teman
subjek berbicara sesuatu kepada subjek, lalu tiba-
tiba subjek menampar mulut temannya
menggunakan benda tersebut” (O.4.S.RIP.26-29).
8) Menarik
Perilaku menarik tidak ditunjukkan subjek pada
kelima setting. Kelima setting tersebut adalah remaja
yang menjadi tim sukses ketika perhitungan suara,
remaja ketika berinteraksi dengan teman sebaya, remaja
ketika nonbar sepak bola di kafe, remaja ketika berada di
tempat makan, dan remaja ketika bermain game online.
9) Mendorong
Ketika berinteraksi dengan teman sebaya, remaja
pun melakukan perilaku agresi. Hal ini ditunjukkan
dalam bentuk mendorong teman sebayanya. Hal ini
dibuktikan dengan hasil observasi yaitu,
14
“mengobrol dan diselingi tertawa bersama dan
saling mendorong pelan” (O.2.S.NN.16-17).
“diikuti dorongan di bahu UN” (O.2.S.NN.19-20).
10) Mentoyor
Perilaku mentoyor tidak ditunjukkan subjek pada
kelima setting. Kelima setting tersebut adalah remaja
yang menjadi tim sukses ketika perhitungan suara,
remaja ketika berinteraksi dengan teman sebaya, remaja
ketika nonbar sepak bola di kafe, remaja ketika berada di
tempat makan, dan remaja ketika bermain game online.
11) Menjegal
Perilaku menjegal tidak ditunjukkan subjek pada
kelima setting. Kelima setting tersebut adalah remaja
yang menjadi tim sukses ketika perhitungan suara,
remaja ketika berinteraksi dengan teman sebaya, remaja
ketika nonbar sepak bola di kafe, remaja ketika berada di
tempat makan, dan remaja ketika bermain game online.
12) Melempar
Perilaku melempar tidak ditunjukkan subjek pada
kelima setting. Kelima setting tersebut adalah remaja
yang menjadi tim sukses ketika perhitungan suara,
remaja ketika berinteraksi dengan teman sebaya, remaja
ketika nonbar sepak bola di kafe, remaja ketika berada di
tempat makan, dan remaja ketika bermain game online.
13) Meninju
Perilaku meninju tidak ditunjukkan subjek pada
kelima setting. Kelima setting tersebut adalah remaja
15
yang menjadi tim sukses ketika perhitungan suara,
remaja ketika berinteraksi dengan teman sebaya, remaja
ketika nonbar sepak bola di kafe, remaja ketika berada di
tempat makan, dan remaja ketika bermain game online.
14) Mencekik
Pada setting remaja ketika berinteraksi dengan
teman sebaya, subjek menunjukkan perilaku mencekik
leher orang lain. Hal ini terlihat dari hasil observasi
yaitu,
“Kemudian UN berlari menghindar dari NN ke arah
kanan belakang aula PKKH, NN mengejar dan
mencekik leher UN” (O.2.S.NN.21-23).
15) Menggigit
Perilaku menggigit tidak ditunjukkan subjek pada
kelima setting. Kelima setting tersebut adalah remaja
yang menjadi tim sukses ketika perhitungan suara,
remaja ketika berinteraksi dengan teman sebaya, remaja
ketika nonbar sepak bola di kafe, remaja ketika berada di
tempat makan, dan remaja ketika bermain game online.
16) Mencengkeram
Perilaku mencengkeram tidak ditunjukkan subjek
pada kelima setting. Kelima setting tersebut adalah
remaja yang menjadi tim sukses ketika perhitungan
suara, remaja ketika berinteraksi dengan teman sebaya,
remaja ketika nonbar sepak bola di kafe, remaja ketika
berada di tempat makan, dan remaja ketika bermain
game online.
16
2. Indikator: Gestur
17) Tangan menggenggam
Subjek dalam setting perhitungan suara
menunjukkan agresivitas dengan menggenggam
tangannya. Hal ini sesuai dengan hasil observasi yaitu,
“Tangan subjek menggenggam” (O.1.S.B.92).
Perilaku menggenggam tangan juga ditunjukkan
subjek dalam setting nonbar sepak bola di kafe. Hal ini
terbukti dengan hasil observasi yaitu,
“AB berteriak sambil mengepalkan tangannya dan
menggoyangkannya” (O.3.S.AB.21-22).
18) Menunjuk orang
Perilaku menunjuk orang hanya diperlihatkan oleh
subjek pada setting remaja yang menjadi tim sukses
ketika perhitungan suara. Hal ini sesuai dengan data
observasi yaitu,
“dan jari telunjuknya teracung mengarah ke lawan
bicara” (O.1.S.B.93-94).
19) Menunjukkan jari tengah
Perilaku menunjukkan jari tengah ditunjukkan oleh
subjek pada setting remaja yang sedang bermain game
online. Pada setting ini, subjek menunjukkan jari tengah
dengan kedua tangannya dan disilangkan di hadapan
layar.
“diikuti dengan menyilangkan dua buah jari tengah
ke arah benda elektronik yang berlayar besar di
depannya” (O.5.S.XY.8-9).
17
20) Menggertakkan gigi
Perilaku menggertakkan gigi tidak ditunjukkan
subjek pada kelima setting. Kelima setting tersebut
adalah remaja yang menjadi tim sukses ketika
perhitungan suara, remaja ketika berinteraksi dengan
teman sebaya, remaja ketika nonbar sepak bola di kafe,
remaja ketika berada di tempat makan, dan remaja ketika
bermain game online.
3. Indikator: Ekspresi Wajah
21) Wajah memerah
Perilaku wajah memerah tidak ditunjukkan subjek
pada kelima setting. Kelima setting tersebut adalah
remaja yang menjadi tim sukses ketika perhitungan
suara, remaja ketika berinteraksi dengan teman sebaya,
remaja ketika nonbar sepak bola di kafe, remaja ketika
berada di tempat makan, dan remaja ketika bermain
game online.
22) Rahang mengatup
Hanya subjek pada setting remaja yang menjadi tim
sukses ketika perhitungan suara yang mengatupkan
rahangnya. Hal ini sesuai dengan hasil observasi bahwa,
“Bibir subjek datar, tidak ditarik ke belakang, agak
sedikit melengkung ke bawah dan rahangnya
mengatup” (O.1.S.B.82-84).
23) Lubang hidung mengembang
Perilaku lubang hidung mengembang tidak
ditunjukkan subjek pada kelima setting. Kelima setting
tersebut adalah remaja yang menjadi tim sukses ketika
18
perhitungan suara, remaja ketika berinteraksi dengan
teman sebaya, remaja ketika nonbar sepak bola di kafe,
remaja ketika berada di tempat makan, dan remaja ketika
bermain game online.
24) Alis, dahi, dan hidung mengerut.
Pada setting remaja yang menjadi tim sukses ketika
perhitungan suara, subjek menunjukkan ekspresi
mengerutkan alis dan dahinya. Hal ini sesuai dengan
hasil observasi yaitu,
“Ketika lawan bicara subjek berbicara, alis dan dahi
subjek mengerut” (O.1.S.B.73-74).
“Dahi dan alis subjek mengerut” (O.1.S.B.91).
B. Aspek 2: Agresivitas Verbal
1. Indikator: Pernyataan
1) Mengejek
Perilaku mengejek tidak ditunjukkan subjek pada
kelima setting. Kelima setting tersebut adalah remaja
yang menjadi tim sukses ketika perhitungan suara,
remaja ketika berinteraksi dengan teman sebaya, remaja
ketika nonbar sepak bola di kafe, remaja ketika berada di
tempat makan, dan remaja ketika bermain game online.
2) Mengumpat
Pada setting remaja ketika bermain game online,
subjek melontarkan umpatan. Hal ini sesuai dengan hasil
observasi yaitu,
“seraya berkata “asu pudgene fuck lah’”
(O.5.S.XY.7).
19
3) Menyindir
Perilaku menyindir hanya tampak pada setting
remaja yang sedang nonbar sepak bola di kafe. Subjek
menyindir volume suara pertandingan yang terlalu kecil.
Penjaga kafe yang merasa disindir kemudian
mengeraskan volumenya. Hal ini sesuai dengan hasil
observasi yang menunjukkan,
“AB kemudian berkata dengan nada sedikit agak
keras ‘Kok suarane rindhik banget e!’ Tak lama
setelah itu, ada seorang penjaga kafe yang
membesarkan volume sebuah benda berbentuk
persegi dengan lubang lubang kecil di bagian
tengahnya yang berfungsi sebagai pengeras suara”
(O.3.S.AB.8-12).
4) Merendahkan
Agresi verbal dalam bentuk pernyataan yang
merendahkan terjadi hanya dalam setting nonbar sepak
bola di kafe. Tercatat subjek memunculkan perilaku
verbal merendahkan sebanyak dua kali. Subjek
mengucapkan kata-kata merendahkan yang ditujukan
pada tim sepak bola yang gawangnya dimasuki bola. Hal
ini sesuai dengan hasl observasi yaitu,
“Kemudian AB berkata kepada teman – temannya
‘Wah, Liverpool ki pancen bosok’” (O.3.S.AB.23-
24).
Masih dalam setting yang sama, untuk kedua
kalinya, subjek mengatakan kalimat merendahkan.
Perilaku tersebut kali ini ditujukan kepada orang yang
mengenakan jersey tim sepak bola yang kalah dalam
20
pertandingan tersebut. Hal ini senada dengan hasil
observasi bahwa,
“Kemudian AB berkata kepada teman sebelahnya,
‘Wah, hina banget kui nganggo klambi Liverpool.’”
(O.3.S.AB.36-37).
5) Menjelekkan
Perilaku menjelekkan hanya tampak pada setting
bermain game online. Subjek menjelekkan mouse yang
digunakannya. Hal ini dapat dilihat dari hasil observasi
yaitu,
“dan menatap benda elektronik yang sejak awal
digenggamnya yang dibalik serta berkata “ini
kenapa lagi... gara gara mouse jelek parah jadi
mati’” (O.5.S.XY.21-23).
6) Menghina
Perilaku menghina dimunculkan oleh subjek dalam
setting remaja yang sedang nonbar sepak bola di kafe.
Subjek mengucapkan kata-kata menghinasetelah melihat
Jonny Evans mendapatkan kartu kuning. Hal ini dapat
dilihat dari hasil observasi yang membuktikan bahwa,
“setelah melihat Jonny Evans mendapatkan kartu
kuning sambil berkata ‘Jancuk wasite’”
(O.3.S.AB.16-17).
Pada setting yang sama, subjek kembali
menunjukkan perilaku agresi verbal dalam bentuk
mengucapkan kata-kata menghina. Kata-kata subjek
diucapkan setelah melihat Robin Van Persie mencatatkan
21
gol ketiga bagi Manchester United di laga tersebut.
Perilaku yang menunjukkan hal ini adalah,
“Sambil berteriak dia juga menyerukan kata
‘Modyaaar’” (O.3.S.AB.31-32).
Tidak hanya pada setting remaja ketika nonbar
sepak bola di kafe, remaja ketika bermain game online
juga memunculkan perilaku menghina. Perilaku ini
dilakukan berulang kali. Hal ini senada dengan hasil
observasi yang menunjukkan bahwa,
“setelah itu hanya satu perilaku observee yang
dilakukan berulang ulang yaitu observee berkata
‘tim goblok cupu banget’” (O.5.S.XY.24-25).
7) Mengancam
Perilaku mengancam tidak ditunjukkan subjek pada
kelima setting. Kelima setting tersebut adalah remaja
yang menjadi tim sukses ketika perhitungan suara,
remaja ketika berinteraksi dengan teman sebaya, remaja
ketika nonbar sepak bola di kafe, remaja ketika berada di
tempat makan, dan remaja ketika bermain game online.
2. Indikator: Suara
8) Nada tinggi
Pada setting remaja yang menjadi tim sukses ketika
pehitungan suara, subjek beberapa kali berbicara dengan
nada tinggi. Suara subjek yang bernada tinggi ditujukan
kepada petugas perhitungan suara. Pada setting ini,
perilaku berbicara dengan suara bernada tinggi dan
bervolume keras. Hal ini dapat dilihat dari hasil observasi
yang menunjukkan bahwa,
22
“Suara subjek memiliki nada yang lebih tinggi dan
lebih keras dari pada sebelumnya” (O.1.S.B.80-83).
“Subjek menjawab dengan suara keras dan bernada
tinggi” (O.1.S.B.88-90).
“subjek langsung menjawab kembali dengan suara
keras dan bernada tinggi” (O.1.S.B.96-98).
“Setelah dijawab, subjek mengatakan ‘saya tidak
mau tahu, pokoknya harus sesuai’ dengan nada
tinggi dan suara keras” (O.1.S.B.110-113).
Masih pada setting remaja yang menjadi tim sukses
ketika perhitungan suara, tidak selalu subjek berbicara
dengan nada tinggi sekaligus volume keras. Subjek juga
mengucapkan kalimat dengan nada tinggi tanpa volume
keras. Hal ini dapat dilihat dari hasil observasi yaitu,
“dan di akhir bicara mengatakan ‘kenapa bisa
begini’ dengan nada tinggi” (O.1.S.B.106-107).
Perilaku berbicara dengan nada tinggi juga
dimunculkan oleh subjek dalam setting remaja yang
sedang berinteraksi dengan teman sebaya. Seperti pada
setting perhitungan suara, subjek berbicara dengan nada
tinggi dan volume keras sekaligus. Hal ini dapat
dibuktikan oleh hasil observasi yang menunjukkan bahwa,
“Di tengah obrolan mereka, NN berteriak ‘sialan
Lo!’ dengan keras, dan bernada tinggi”
(O.2.S.NN.17-19).
Di setting lainnya, yaitu remaja ketika di tempat
makan, perilaku agresi verbal dalam bentuk berbicara
dengan nada tinggi juga ditemukan. Subjek berbicara
23
dengan nada tinggi kepada teman yang membersamainya
di tempat makan tersebut. Berbeda dengan perilaku
berbicara dengan nada tinggi pada setting remaja yang
menjadi tim sukses ketika sedang perhitungan suara dan
remaja ketika berinteraksi dengan temannya, pada setting
remaja ketika di tempat makan, subjek berbicara dengan
nada tinggi tanpa menggunakan suara bervolume keras.
Hal ini dapat dilihat dari hasil observasi yaitu,
“sambil berbicara ‘apaan sih lu diem aja’ dengan
nada tinggi” (O.4.S.RIP.30-31).
“‘Lah ini ada, tadi katanya gaada, gimana sih lo?’
subjek berbicara kepada teman subjek dengan nada
tinggi” (O.4.S.RIP.45-47).
9) Volume keras
Pada setting remaja yang menjadi tim sukses ketika
pehitungan suara, subjek beberapa kali berbicara dengan
volume suara yang keras. Suara subjek yang bervolume
keras ditujukan kepada petugas perhitungan suara. Pada
setting ini, perilaku berbicara dengan volume keras selalu
dilakukan dengan suara yang bernada tinggi. Hal ini dapat
dilihat dari hasil observasi yang menunjukkan bahwa,
“Suara subjek memiliki nada yang lebih tinggi dan
lebih keras dari pada sebelumnya” (O.1.S.B.80-83).
“Subjek menjawab dengan suara keras dan bernada
tinggi” (O.1.S.B.88-90).
“subjek langsung menjawab kembali dengan suara
keras dan bernada tinggi” (O.1.S.B.96-98).
“Setelah dijawab, subjek mengatakan ‘saya tidak
mau tahu, pokoknya harus sesuai’ dengan nada
tinggi dan suara keras” (O.1.S.B.110-113).
24
Perilaku berbicara dengan volume keras juga
dimunculkan oleh subjek dalam setting remaja yang
sedang berinteraksi dengan teman sebaya. Seperti pada
setting perhitungan suara, subjek berbicara volume keras
sekaligus dengan nada tinggi. Hal ini dapat dibuktikan
oleh hasil observasi yang menunjukkan bahwa,
“Di tengah obrolan mereka, NN berteriak ‘sialan
Lo!’ dengan keras, dan bernada tinggi”
(O.2.S.NN.17-19).
Perilaku berbicara dengan suara yang bervolume
keras juga terlihat pada setting remaja ketika nonbar sepak
bola di kafe. Berbeda dengan setting remaja yang menjadi
tim sukses dalam perhitungan suara dan remaja ketika
beinteraksi dengan temannya, pada setting ini, suara
subjek yang keras tidak bernada tinggi. Hal ini terbukti
dari hasil observasi yang menyatakan bahwa,
“AB berteriak sambil mengepalkan tangannya dan
menggoyangkannya” (O.3.S.AB.21-22).
IX. ANALISIS HASIL OBSERVASI
Menurut Myers (2010) agresi adalah segala tindakan fisik dan
verbal yang dilakukan secara sengaja dan bertujuan untuk menyakiti
orang lain, termasuk didalamnya adalah perkataan yang menyindir
dan gosip. Berdasarkan dari definisi tersebut, perilaku yang
dimunculkan oleh subjek pada kelima setting dapat digolongkan
sebagai perilaku agresi. Perilaku yang dimunculkan subjek yang
menjadi indikator perilaku agresi adalah memukul, menendang,
menampar, mendorong, dan mencekik.
25
Selain itu, gestur yang dimunculkan subjek dan menjadi
indikator perilaku agresi adalah menggenggam tangan, menunjuk
orang lain, dan menunjukkan jari tengah.
Ekspresi wajah juga dapat menjadi indikator terjadinya perilaku
agresi. Ekspresi wajah yang dimunculkan oleh subjek dan menjadi
indikator agresivitas adalah rahang mengatup dan alis, hidung, serta
dahi mengerut.
Agresi juga dapat dimunculkan dalam bentuk verbal. Pernyataan
subjek yang menjadi indikator perilaku agresi adalah mengumpat,
menyindir, merendahkan, menjelekkan, dan menghina. Sedangkan
suara subjek yang dapat dikategorikan sebagai perilaku agresi adalah
suara yang bernada tinggi dan suara yang bervolume keras.
Myers (2010) menambahkan bahwa ada dua tipe agresi yaitu
hostile dan instrumental. Agresi hostile adalah agresi yang berasal dari
rasa marah, sehingga betul-betul bertujuan untuk menyakiti orang lain.
Sedang agresi instrumental adalah agresi yang dilakukan karena
memiliki tujuan lain yang ingin dicapai. Berdasarkan hasil observasi,
perilaku agresi yang muncul di kelima setting yaitu remaja yang
menjadi tim sukses ketika perhitungan suara, remaja ketika
berinteraksi dengan teman sebaya, remaja ketika nonbar sepak bola di
kafe, remaja ketika berada di tempat makan, dan remaja ketika
bermain game online termasuk dalam tipe agresi hostile karena
berasal dari rasa marah, bukan memiliki tujuan lain yang ingin
dicapai.
Sementara itu, menurut Scheneider (1964), agresivitas dapat
dibedakan menjadi dua yaitu agresivitas fisik dan agresivitas verbal.
Agresivitas fisik memiliki tiga aspek, yaitu perilaku, gestur, dan
ekspresi wajah. Sedangkan agresivitas verbal memiliki dua aspek
yaitu pernyataan dan suara.
Perilaku subjek yang menunjukkan agresivitas adalah memukul,
menendang, menampar, mendorong, dan mencekik. Seluruh indikator
26
perilaku agresivitas verbal tersebut tidak ditunjukkan subjek pada
setting remaja yang menjadi tim sukses ketika perhitungan suara.
Salah satu indikator perilaku agresi adalah memukul. Perilaku
memukul dapat ditujukan pada orang lain atau pada objek benda. Pada
setting remaja ketika berinteraksi dengan temannya, perilaku
memukul ditujukan pada orang lain, yaitu teman sebayanya. Perilaku
tersebut juga ditunjukkan pada setting remaja ketika nonbar sepak
bola di kafe dalam bentuk memukul meja. Pada setting remaja ketika
bermain game online, perilaku memukul muncul dua kali. Perilaku
pertama muncul pada menit ke-7 permainan dalam bentuk menekan
tuts keyboard dengan keras kemudian memukul meja dan perilaku
kedua muncul kemudian dalam bentuk memukulkan mouse ke meja
berulang kali. Semua perilaku memukul dilakukan subjek dengan
tangannya tanpa menggunakan alat.
Indikator lain perilaku agresi adalah menendang. Perilaku
menendang hanya ditunjukkan subjek pada setting remaja ketika
bermain game online. Perilaku menendang subjek ditujukan kepada
dinding.
Indikator lain perilaku agresi adalah menampar. Perilaku
menampar hanya ditunjukkan subjek pada setting remaja ketika di
tempat makan. Perilaku menampar subjek ditujukan kepada temannya
dan diarahkan ke bagian mulut. Subjek menampar temannya
menggunakan dompet yang sedang dibawanya dengan tangan.
Indikator lain perilaku agresi adalah mendorong dan mencekik.
Kedua perilaku tersebut hanya ditunjukkan subjek pada setting remaja
ketika berinteraksi dengan teman sebaya. Perilaku mendorong dan
mencekik ditujukan subjek kepada temannya. Subjek saling
mendorong dengan temannya berulang kali sambil berbincang-
bincang. Subjek menunjukkan perilaku menekik leher temannya
sebanyak satu kali.
27
Gestur yang dapat menunjukkan agresivitas adalah tangan
menggenggam, menunjuk orang, dan menunjukkan jari tengah.
Perilaku tangan menggenggam muncul pada setting remaja yang
menjadi tim sukses ketika perhitungan suara. Perilaku tersebut
ditunjukkan pula oleh remaja di setting lain yakni setting nonbar
sepak bola di kafe.
Indikator perilaku agresi yang lain adalah menunjuk orang.
Menunjuk orang hanya dapat ditemukan pada setting perhitungan
suara. Subjek menunjuk ke arah lawan bicaranya, yaitu petugas
perhitungan suara.
Selain tangan menggenggam dan jari telunjuk teracung ke arah
orang lain, gestur menunjukkan jari tengah juga merupakan indikator
agresivitas. Perilaku ini hanya ditemukan pada setting remaja ketika
bermain game online. Subjek menunjukkan jari tengah dengan kedua
tangannya, kemudian disilangkan ke arah layar.
Tidak hanya perilaku dan gestur, ekspresi wajah juga merupakan
salah satu indikator pada perilaku agresi. Ekspresi wajah dapat dilihat
dari rahang yang mengatup dan mengerutnya alis, dahi, serta hidung.
Indikator ini hanya dapat ditemukan pada setting perhitungan suara
saja. Hasil observasi menunjukkan bahwa rahang subjek mengatup
dan alis serta dahi subjek mengerut.
Perilaku agresi tidak hanya ditunjukkan dalam aspek fisik, tetapi
juga aspek verbal. Aspek verbal mencakup pernyataan dan suara.
Pernyataan yang dimunculkan subjek dan termasuk dalam perilaku
agresi adalah mengumpat, menyindir, merendahkan, menjelekkan, dan
menghina. Suara yang menunjukkan agresivitas adalah suara yang
bernada tinggi dan yang bervolume keras.
Perilaku mengumpat dan menjelekkan hanya ditunjukkan oleh
subjek dalam setting bemain game online saja. Perilaku menjelekkan
ditujukan subjek kepada mouse yang digunakannya.
28
Sementara itu, perilaku menyindir dan merendahkan hanya
terlihat pada setting nonbar sepak bola di kafe. Perilaku menyindir
ditujukan subjek kepada penjaga kafe. Pernyataan yang merendahkan
tercatat diucapkan subjek dua kali. Pertama ketika tim sepak bola
yang didukungnya mencetak gol, subjek mengucapkan kalimat
merendahkan yang ditujukan kepada tim yang gawangnya dimasuki
bola. Ketika pertandingan hampir selesai, subjek kembali
mengucapkan kata-kata yang merendahkan. Kata-kata tersebut
ditujukan kepada orang yang mengenakan pakaian jersey dari tim
yang kalah.
Perilaku agresi verbal dalam bentuk pernyataan menghina
munul baik dalam setting nonbar sepak bola di kafe maupun ketika
bermain game online. Pada setting nonbar sepak bola di kafe, subjek
menghina wasit setelah salah satu pemain mendapatkan katu kuning
dan menghina salah satu tim setelah gawangnya dimasuki bola untuk
yang ketiga kalinya. Pada setting remaja ketika bermain game online,
subjek mengakatan kata-kata hinaan berulang kali pada salah satu tim
yang ada di dalam game yang dimainkannya.
Selain pernyataan, suara juga merupakan indikator agresi verbal.
Suara yang dapat menjadi indikator perilaku agresi adalah suara yang
bernada tinggi dan suara yang memiliki volume keras.
Pada setting remaja yang menjadi tim sukses ketika pehitungan
suara, subjek beberapa kali berbicara dengan nada tinggi. Suara subjek
yang bernada tinggi ditujukan kepada petugas perhitungan suara. Pada
setting ini, perilaku berbicara dengan suara bernada tinggi dan
bervolume keras selama beberapa kali dan berbicara dengan nada
tinggi tanpa volume keras sebanyak satu kali.
Perilaku berbicara dengan nada tinggi sekaligus volume keras
juga muncul pada setting remaja ketika berinteraksi dengan teman
sebaya. Kata-kata tersebut diucapkan subjek kepada teman sebayanya
di tengah-tengah perbincangan mereka.
29
Di setting lainnya, yaitu remaja ketika di tempat makan, perilaku
agresi verbal dalam bentuk berbicara dengan nada tinggi juga
ditemukan. Subjek berbicara dengan nada tinggi kepada teman yang
membersamainya di tempat makan tersebut. Berbeda dengan perilaku
berbicara dengan nada tinggi pada setting remaja yang menjadi tim
sukses ketika sedang perhitungan suara dan remaja ketika berinteraksi
dengan temannya, pada setting remaja ketika di tempat makan, subjek
berbicara dengan nada tinggi tanpa menggunakan suara bervolume
keras.
Perilaku berbicara dengan suara yang bervolume keras juga
terlihat pada setting remaja ketika nonbar sepak bola di kafe. Berbeda
dengan setting remaja yang menjadi tim sukses dalam perhitungan
suara dan remaja ketika beinteraksi dengan temannya, pada setting ini,
suara subjek yang keras tidak bernada tinggi.
X. KESIMPULAN
Dari hasil observasi yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
subjek dari kelima setting menunjukkan perilaku agresi. Hal itu dapat
dilihat dari perilaku yang dimunculkan subjek pada berbagai setting
yang berbeda-beda yang sesuai dengan definisi, aspek dan indikator
perilaku agresi dari teori yang dikemukakan oleh beberapa tokoh.
Agresivitas remaja memiliki bentuk yang berbeda dalam setting
yang berbeda. Pada setting remaja yang menjadi tim sukses ketika
perhitungan suara, indikator perilaku agresi fisik tidak muncul.
Namun pada setting ini perilaku agresi verbal dimunculkan lebih
banyak daripada setting yang lainnya. Sedangkan agresivitas fisik
paling banyak dimunculkan pada setting remaja ketika berinteraksi
dengan teman sebaya dan remaja ketika bermain game online.