laporan observasi

46
LAPORAN OBSERVASI I. JUDUL Agresivitas pada Remaja di Berbagai Setting. II. LATAR BELAKANG Dewasa ini, hampir setiap hari kita disuguhi pemberitaan tentang perilaku agresi di berbagai macam media. Perilaku agresi yang ditunjukkan terlihat dalam bentuk agresi fisik maupun verbal. Pelakunyapun tidak hanya orang dewasa, namun juga berpotensi di segala tingkat usia. Seperti dilansir dalam metrotvnews.com, diberitakan seorang remaja tega membunuh dan memperkosa ibu kandungnya. Dalam kasus lain, bersumber dari detik.com seorang remaja menusuk kepala temannya karena ia sering di-bully. Dari contoh kasus di atas menunjukkan luasnya potensi terjadinya perilaku agresi di masyarakat. Pada kehidupan sehari-hari dapat kita temukan banyak contoh perilaku agresi, seperti tawuran, penyerobotan dalam antrian, perkelahian, saling mengumpat atau sekedar saling dorong dalam konser. Untuk remaja, perilaku agresif bukanlah hal yang asing. Hal ini disinyalir disebabkan oleh banyaknya model yang kurang baik di 1

Upload: arina-dina-hanifa

Post on 12-Dec-2015

404 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

agresi

TRANSCRIPT

Page 1: laporan observasi

LAPORAN OBSERVASI

I. JUDUL

Agresivitas pada Remaja di Berbagai Setting.

II. LATAR BELAKANG

Dewasa ini, hampir setiap hari kita disuguhi pemberitaan tentang

perilaku agresi di berbagai macam media. Perilaku agresi yang

ditunjukkan terlihat dalam bentuk agresi fisik maupun verbal.

Pelakunyapun tidak hanya orang dewasa, namun juga berpotensi di

segala tingkat usia. Seperti dilansir dalam metrotvnews.com,

diberitakan seorang remaja tega membunuh dan memperkosa ibu

kandungnya. Dalam kasus lain, bersumber dari detik.com seorang

remaja menusuk kepala temannya karena ia sering di-bully. Dari

contoh kasus di atas menunjukkan luasnya potensi terjadinya perilaku

agresi di masyarakat. Pada kehidupan sehari-hari dapat kita temukan

banyak contoh perilaku agresi, seperti tawuran, penyerobotan dalam

antrian, perkelahian, saling mengumpat atau sekedar saling dorong

dalam konser.

Untuk remaja, perilaku agresif bukanlah hal yang asing. Hal ini

disinyalir disebabkan oleh banyaknya model yang kurang baik di

lingkungannya, kurangnya pendidikan moral maupun pembinaan

mental remaja serta berbagai situasi kekerasan yang marak terjadi di

masyarakat sangat besar pengaruhnya terhadap munculnya perilaku

agresif. Hurlock (1980) mendefinisikan ciri-ciri masa remaja sebagai

periode yang penting, masa remaja sebagai peralihan, periode

perubahan, masa remaja sebagai usia yang bermasalah, masa remaja

sebagai masa mencari identitas, masa yang tidak realistik dan sebagai

ambang masa dewasa. Oleh karenanya, wajar bila ditemukan banyak

perilaku agresi pada masa ini.

1

Page 2: laporan observasi

2

III. TUJUAN

Mengidentifikasi macam agresivitas yang dimunculkan oleh remaja

di berbagai setting.

IV. TINJAUAN TEORI

Myers dalam bukunya Social Psychology mendefinisikan agresi

sebagai segala tindakan fisik dan verbal yang bertujuan untuk

menyakiti orang lain. Perilaku ini tidak termasuk kejadian yang terjadi

secara tidak disengaja. Contohnya adalah kecelakaan kendaraan. Akan

tetapi termasuk didalamnya adalah perkataan yang menyindir dan

gossip. Ada dua tipe agresi yaitu hostile dan instrumental. Agresi

hostile adalah agresi yang berasal dari rasa marah, sehingga betul-betul

bertujuan untuk menyakiti orang lain. Sedang agresi instrumental

adalah agresi yang dilakukan karena memiliki tujuan lain yang ingin

dicapai (Myers, 2010).

Ada beberapa teori yang menjelaskan penyebab terjadinya

perilaku agresi. Pertama adalah teori biologis yang termasuk

didalamnya teori insting dan psikologi evolusioner. Teori ini

menjelaskan bahwa agresi merupakan pola perilaku yang berasal dari

dalam dan tidak dipelajari yang muncul pada semua anggota spesies

(Myers, 2010).

Freud berspekulasi bahwa agresi manusia berasal dari dorongan

untuk menghancurkan diri yang mengacu pada energi yang berasal

dari dorongan untuk mati (death instinct). Freud dan juga Lorenz

setuju bahwa energi agresif bersifat naluriah (tidak dipelajari dan

universal). Jika tidak disalurkan, energi agresif akan meluap dan

menyebabkan meledaknya amarah atau sampai ada stimulus yang tepat

untuk “melepaskannya” (Myers, 2010).

Faktor-faktor biologis yang berpengaruh terhadap agresi

antara lain:

Page 3: laporan observasi

3

a. Faktor neural

Agresi adalah perilaku kompleks, oleh karena itu, tidak

ada satu bagian khusus di otak yang mengendalikannya.

Tetapi penelitian membuktikan sistem syaraf hewan dan

manusia membantu terjadinya agresi.

b. Faktor genetik

Hereditas memengaruhi sensitivitas sistem syaraf untuk

melakukan agresi.

c. Faktor biokimia

Zat-zat kimia yang terkandung di dalam darah juga

memengaruhi sensitivitas sistem syaraf terhadap stimulus

agresi. Beberapa zat yang berpengaru adalah alkool,

testosteron, dan serotonin rendah. Selain itu, interaksi antara

Faktor biologis dan perilaku juga memengaruhi kemunculan

perilaku agresi (Myers, 2010).

Agresi juga dapat berupa respon terhadap rasa frustasi. Hal ini

disebut dengan teori frustasi-agresi. Teori frustasi-agresi menyebutkan

bahwa frustasi selalu mengarahkan seseorang kepada berbagai bentuk

dari perilaku agresi. Frustasi ini terjadi ketika seseorang merasa bahwa

jalan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan telah tertutup

(Myers, 2010).

Akan tetapi, teori frustrasi-agresi telah mengalami pembaharuan.

Pemikiran mengenai teori frustasi-agresi yang terbaru mengatakan

bahwa terkadang frustasi meningkatkan agresivitas, tetapi terkadang

tidak (Myers, 2010).

Berbeda dengan pemikiran Freud, adalah teori yang mengatakan

bahwa agresi sebagai perilaku yang dipelajari dari lingkungan sosial.

Hal ini dapat dilihat dari keuntungan/reward yang bisa didapatkan dari

perilaku agresi. Kita dapat belajar dari pengamatan dan pengalaman

bahwa terkadang agresi adalah parilaku yang dapat memberikan

keuntungan. Seorang anak yang agresif dapat membuat anak lain

Page 4: laporan observasi

4

menjadi tidak agresif terhadapnya. Pemain hoki yang agresif juga akan

mencetak skor lebih banyak karena pemain lain segan terhadapnya

(Myers, 2010).

Teori belajar sosial dalam hal agresi menyatakan bahwa

seseorang mempelajari suatu perilaku agresi dengan cara mengamati

dan menirunya, serta dari hadiah dan hukuman. Kita tidak hanya

belajar berperilaku agresi dari pengalaman pribadi, tapi juga dengan

mengamati perilaku orang lain dan melihat konsekuensi dari perilaku

tersebut. Setiap hari dalam kehidupan kita, kita menyaksikan contoh-

contoh agresi dari keluarga, subkultur kita, dan dari media massa

(Bandura dalam Myers, 2010).

Menurut Scheneider (1964) agresi dibagi menjadi 2 macam

yaitu:

a. Agresi verbal, yang terdiri dari pernyataan menjelekkan,

merendahkan, mengumpat, mengancam dan menghina.

b. Agresi non verbal (fisik), yang terdiri dari: pemberontakan,

pelanggaran disiplin, ketidaksetujuan, dendam, marah yang

ekstrim, mengganggu, balas dendam, dan mendominasi.

Contoh agresi fisik yaitu memukul, mendorong, menendang,

melempar sesuatu pada orang lain (Crick dalam Soliha, 2010). Contoh

agresi nonfisik diantaranya adalah ekspresi wajah dan gerakan badan

(Crick dalam Soliha, 2010). Buss dan Durkee (1957) menggolongkan

beberapa bentuk tindakan agresif yang secara operasional dapat

digunakan untuk mengukur agresi,yaitu sebagai berikut:

a. Penyerangan

Kekerasan fisik terhadap manusia termasuk perkelahian,

tidak termasuk pengrusakan properti.

b. Agresi tidak langsung

Menyebarkan gosip yang berkonotasi negatif, gurauan yang

negatif dan tepertantrum.

c. Irritability

Page 5: laporan observasi

5

Kesiapan untuk marah meliputi temper yang cepat dan

kekasaran.

d. Negativisme

Tingkah laku menantang, termasuk penolakan untuk

bekerjasama, menolak untuk patuh dan pembangkangan.

e. Resentment

Iri dan rasa benci terhadap orang lain.

f. Kecurigaan

Ketidakpercayaan dan proyeksi permusuhan terhadap orang

lain, bentuk ekstrim dari kecurigaan ini adalah paranoia.

g. Agresi Verbal

Berdebat, berteriak, menjerit, mengancam dan memaki.

V. SUBJEK PENELITIAN

A. Identitas Subjek Observasi 1

Nama : B

Usia : sekitar 21-24 tahun

Jenis Kelamin : laki-laki

Pekerjaan : mahasiswa

Ciri-ciri subyek : Subjek memiliki tinggi badan antara 160-170 cm

dan berat badannya sekitar 60-70 kg. Subjek

berambut hitam dan lurus. Rambut subjek

panjangnya mencapai leher dan sebagian rambut

menutupi sebagian kening subjek.

B. Identitas Subjek Observasi 2

Nama : NN

Usia : 20 tahun

Jenis Kelamin : laki-laki

Pekerjaan : mahasiswa

Page 6: laporan observasi

6

C. Identitas Subjek Observasi 3

Nama :AB

Usia : 20 tahun

Jenis Kelamin : laki - laki

Pekerjaan : mahasiswa

Ciri-ciri subyek : Subjek memakai jaket bermerk crowd berwarna

coklat. Memakai celana jeans dan bersepatu

berwarna hitam bermerk adidas. Subjek juga

memakai tas bermerk eiger. Subjek memakai jam

tangan logam berwarna silver di tangan kirinya.

D. Identitas Subjek Observasi 4

Nama : RIP

Usia : 20 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Mahasiswa

Ciri-ciri subyek : Tinggi 170cm, berkulit putih, rambut hitam

pendek agak ikal. Pada saat observasi

menggunakan baju luar berwarna merah bermotif

warna putih, celana panjang hitam, sepatu hitam.

E. Identitas Subjek Observasi 5

Nama : XY

Jenis Kelamin : Laki-laki

Ciri-ciri subyek : berambut ikal, menggunakan baju berwarna

merah, jaket berwarna coklat bergambar bunga

dibelakang. Menggunakan headset berwarna hijau.

VI. SETTING PENELITIAN

A. Setting Observasi 1

Hari/tanggal : Jumat, 12 Desember 2014

Page 7: laporan observasi

7

Lokasi : Ruang pertemuan B-19 Bulaksumur UGM

Waktu : 16.00-16.10 WIB

B. Setting Observasi 2

Hari/tanggal : Jumat, 12 Desember 2014

Lokasi : Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardja Soemantri

Waktu : 19.15-19.45

C. Setting Observasi 3

Hari/tanggal : Minggu, 14 Desember 2014

Lokasi : TOM’s Milk N Meals

Waktu : 21.00 – 22.00 WIB

D. Setting Observasi 4

Hari/tanggal : Selasa, 16 Oktober 2014

Lokasi : Rumah makan Kedai Jamoer, Klebengan

Waktu : 13.15-13.30 WIB

E. Setting Observasi 5

Hari/tanggal : 27 Desember 2014

Lokasi : 2nd gamenet

Waktu : 20.03-20.30

VII. RANCANGAN OBSERVASI

Rancangan observasi penelitian ini bersifat kualitatif, dimana

hasil data observasi dapat menyimpulkan macam agresivitas yang

dilakukan oleh remaja dalam berbagai setting. Observer dalam proses

observasi bersifat non partisipan yaitu tidak terlibat dalam kegiatan

subjek. Subjek tidak mengetahui bahwa sedang diobservasi agar tidak

terjadi bias atau modifikasi perilaku.

Page 8: laporan observasi

8

A. Perilaku Target

a. Perilaku Molar

Perilaku agresif yang ditunjukkan oleh subjek

b. Perilaku Molekular

1. Aspek I : Agresivitas Fisik

a) Indikator: Perilaku

1) Tantrum

2) Meludah

3) Memukul

4) Mencubit

5) Menjambak

6) Menendang

7) Menampar

8) Menarik

9) Mendorong

10) Mentoyor

11) Menjegal

12) Melempar

13) Meninju

14) Mencekik

15) Menggigit

16) Mencengkeram

b) Indikator: Gestur

17) Tangan menggenggam

18) Menunjuk orang

19) Menunjukkan jari tengah

20) Menggertakkan gigi

c) Indikator: Ekspresi Wajah

21) wajah memerah

22) Rahang mengatup

Page 9: laporan observasi

9

23) Lubang hidung mengembang

24) Alis, dahi, dan hidung mengerut.

2. Aspek 2: Agresivitas Verbal

a) Indikator: Pernyataan

1) Mengejek

2) Mengumpat

3) Menyindir

4) Merendahkan

5) Menjelekkan

6) Menghina

7) Mengancam

b) Indikator: Suara

8) Nada tinggi

9) Volume keras

B. Metode Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan untuk penelitian ini menggunakan

metode observasi event sampling dengan mengamati perilaku yang

muncul dalam situasi tertentu. Observer tidak berperan dalam kegiatan

subjek yang di observasi sehingga observasi merupakan observasi non-

partisipan. Metode pengamatan yang digunakan adalah metode

observasi tidak terstruktur. Observasi dilakukan dalam lingkungan

yang alamiah dengan tujuan untuk mengamati terjadinya agresivitas

pada remaja di tempat makan. Sehingga, subjek tidak mengetahui

bahwa subjek sedang diobservasi.

C. Metode Pencatatan

Data observasi dicatat menggunakan metode narrative anecdotal

record. Metode pencatatan ini merincikan urutan peristiwa

sebagaimana ia terjadi sehingga observer dapat mencatat segala

Page 10: laporan observasi

10

peristiwa yang terjadi yang sekiranya penting untuk penelitian. Metode

ini digunakan untuk menjaga keaslian dari rangkaian perilaku subjek.

VIII. HASIL OBSERVASI

A. Aspek I : Agresivitas Fisik

1. Indikator: Perilaku

1) Tantrum

Perilaku tantrum tidak ditunjukkan subjek pada

kelima setting. Kelima setting tersebut adalah remaja

yang menjadi tim sukses ketika perhitungan suara,

remaja ketika berinteraksi dengan teman sebaya, remaja

ketika nonbar sepak bola di kafe, remaja ketika berada di

tempat makan, dan remaja ketika bermain game online.

2) Meludah

Perilaku meludah tidak ditunjukkan subjek pada

kelima setting. Kelima setting tersebut adalah remaja

yang menjadi tim sukses ketika perhitungan suara,

remaja ketika berinteraksi dengan teman sebaya, remaja

ketika nonbar sepak bola di kafe, remaja ketika berada di

tempat makan, dan remaja ketika bermain game online.

3) Memukul

Pada setting remaja ketika berinteraksi dengan

teman sebaya, subjek menunjukkan agresivitas dalam

bentuk memukul. Pada setting ini, objek yang dipukul

oleh subjek adalah teman sebayanya. Hal ini sesai

dengan hasil observasi yaitu,

“Setelah berhenti berlari, NN memukuli UN dengan

tekanan ringan” (O.2.S.NN.24-25)

Page 11: laporan observasi

11

Sementara itu, pada setting remaja yang sedang

nonbar sepak bola di kafe, subjek menunjukkan perilaku

memukul yang ditujukan kepada objek dalam bentuk

benda, bukan kepada seseorang. Hal ini senada dengan

hasil observasi bahwa,

“Memasuki menit ke-37, AB memukul benda

berbentuk persegi yang disangga empat buah tiang

di masing-masing sudutnya” (O.3.S.AB.14-16)

Indikator memukul juga ditunjukkan pada setting

observasi remaja ketika bermain game online. Pada

setting ini, objek yangdipukul oleh subjek adalah benda.

Pada menit ketujuh, subjek tampak menunjukkan

perilaku memukul dua kali. Yang pertama ditujukan

kepada tuts keyboard dalam bentuk perilaku menekannya

dengan keras, dan kemudian ditujukan kepada meja

dalam bentuk menggebraknya. Hal ini dapat dilihat dari

hasil observasi yang menunjukkan bahwa,

“Pada menit ke 7 di permainan tersebut terlihat

observee menekan sebuah benda yang berbentuk

persegi panjang dengan tuts bertuliskan huruf-huruf

yang terletak di atas meja tepat di depannya dengan

keras kemudian menggebrak sebuah benda

berbahan dasar kayu dan memiliki kaki empat”

(O.5.S.XY.2-7)

Masih dalam setting bermain game online, subjek

kembali melakukan perilaku agresi dalam bentuk

memukul. Perilaku memukul dilakukan dalam bentuk

membenturkan mouse dengan meja berulang kali. Hal ini

sesuai dengan hasil observasi bahwa,

Page 12: laporan observasi

12

“Beberapa saat kemudian terlihat observee

memukul-mukulkan sebuah benda elektronik yang

ada dalam genggaman tangannya yang berfungsi

sebagai penggerak/pengarah ke benda berbahan

dasar kayu dan memiliki kaki empat sebagai

penopang secara vertikal. dengan nafas menderu

observee berkata “mousenya kenapa lagi ini”

sambil masih memukul-mukulkan kembali benda

eletronik yang berada dalam genggamannya”

(O.5.S.XY.10-16).

4) Mencubit

Perilaku mencubit tidak ditunjukkan subjek pada

kelima setting. Kelima setting tersebut adalah remaja

yang menjadi tim sukses ketika perhitungan suara,

remaja ketika berinteraksi dengan teman sebaya, remaja

ketika nonbar sepak bola di kafe, remaja ketika berada di

tempat makan, dan remaja ketika bermain game online.

5) Menjambak

Perilaku menjambak tidak ditunjukkan subjek pada

kelima setting. Kelima setting tersebut adalah remaja

yang menjadi tim sukses ketika perhitungan suara,

remaja ketika berinteraksi dengan teman sebaya, remaja

ketika nonbar sepak bola di kafe, remaja ketika berada di

tempat makan, dan remaja ketika bermain game online.

6) Menendang

Perilaku menendang ditunjukkan subjek dalam

setting bermain game online. Subjek mengarahkan

Page 13: laporan observasi

13

tendangannya pada dinding. Hal ini sesuai dengan hasil

observasi yaitu,

“kemudian bangkit dan menggerakkan kakinya

dengan tekanan keras ke arah dinding”

(O.5.S.XY.19-20).

7) Menampar

Perilaku menampar hanya ditunjukkan subjek pada

setting remaja di tempat makan. Perilaku menampar ini

ditujukan kepada mulut temannya dan dengan

menggunakan benda yang ada di tangannya. Hasil

observasi yang menunjukkan perilaku ini adalah,

“Ketika subjek membuka benda tersebut, teman

subjek berbicara sesuatu kepada subjek, lalu tiba-

tiba subjek menampar mulut temannya

menggunakan benda tersebut” (O.4.S.RIP.26-29).

8) Menarik

Perilaku menarik tidak ditunjukkan subjek pada

kelima setting. Kelima setting tersebut adalah remaja

yang menjadi tim sukses ketika perhitungan suara,

remaja ketika berinteraksi dengan teman sebaya, remaja

ketika nonbar sepak bola di kafe, remaja ketika berada di

tempat makan, dan remaja ketika bermain game online.

9) Mendorong

Ketika berinteraksi dengan teman sebaya, remaja

pun melakukan perilaku agresi. Hal ini ditunjukkan

dalam bentuk mendorong teman sebayanya. Hal ini

dibuktikan dengan hasil observasi yaitu,

Page 14: laporan observasi

14

“mengobrol dan diselingi tertawa bersama dan

saling mendorong pelan” (O.2.S.NN.16-17).

“diikuti dorongan di bahu UN” (O.2.S.NN.19-20).

10) Mentoyor

Perilaku mentoyor tidak ditunjukkan subjek pada

kelima setting. Kelima setting tersebut adalah remaja

yang menjadi tim sukses ketika perhitungan suara,

remaja ketika berinteraksi dengan teman sebaya, remaja

ketika nonbar sepak bola di kafe, remaja ketika berada di

tempat makan, dan remaja ketika bermain game online.

11) Menjegal

Perilaku menjegal tidak ditunjukkan subjek pada

kelima setting. Kelima setting tersebut adalah remaja

yang menjadi tim sukses ketika perhitungan suara,

remaja ketika berinteraksi dengan teman sebaya, remaja

ketika nonbar sepak bola di kafe, remaja ketika berada di

tempat makan, dan remaja ketika bermain game online.

12) Melempar

Perilaku melempar tidak ditunjukkan subjek pada

kelima setting. Kelima setting tersebut adalah remaja

yang menjadi tim sukses ketika perhitungan suara,

remaja ketika berinteraksi dengan teman sebaya, remaja

ketika nonbar sepak bola di kafe, remaja ketika berada di

tempat makan, dan remaja ketika bermain game online.

13) Meninju

Perilaku meninju tidak ditunjukkan subjek pada

kelima setting. Kelima setting tersebut adalah remaja

Page 15: laporan observasi

15

yang menjadi tim sukses ketika perhitungan suara,

remaja ketika berinteraksi dengan teman sebaya, remaja

ketika nonbar sepak bola di kafe, remaja ketika berada di

tempat makan, dan remaja ketika bermain game online.

14) Mencekik

Pada setting remaja ketika berinteraksi dengan

teman sebaya, subjek menunjukkan perilaku mencekik

leher orang lain. Hal ini terlihat dari hasil observasi

yaitu,

“Kemudian UN berlari menghindar dari NN ke arah

kanan belakang aula PKKH, NN mengejar dan

mencekik leher UN” (O.2.S.NN.21-23).

15) Menggigit

Perilaku menggigit tidak ditunjukkan subjek pada

kelima setting. Kelima setting tersebut adalah remaja

yang menjadi tim sukses ketika perhitungan suara,

remaja ketika berinteraksi dengan teman sebaya, remaja

ketika nonbar sepak bola di kafe, remaja ketika berada di

tempat makan, dan remaja ketika bermain game online.

16) Mencengkeram

Perilaku mencengkeram tidak ditunjukkan subjek

pada kelima setting. Kelima setting tersebut adalah

remaja yang menjadi tim sukses ketika perhitungan

suara, remaja ketika berinteraksi dengan teman sebaya,

remaja ketika nonbar sepak bola di kafe, remaja ketika

berada di tempat makan, dan remaja ketika bermain

game online.

Page 16: laporan observasi

16

2. Indikator: Gestur

17) Tangan menggenggam

Subjek dalam setting perhitungan suara

menunjukkan agresivitas dengan menggenggam

tangannya. Hal ini sesuai dengan hasil observasi yaitu,

“Tangan subjek menggenggam” (O.1.S.B.92).

Perilaku menggenggam tangan juga ditunjukkan

subjek dalam setting nonbar sepak bola di kafe. Hal ini

terbukti dengan hasil observasi yaitu,

“AB berteriak sambil mengepalkan tangannya dan

menggoyangkannya” (O.3.S.AB.21-22).

18) Menunjuk orang

Perilaku menunjuk orang hanya diperlihatkan oleh

subjek pada setting remaja yang menjadi tim sukses

ketika perhitungan suara. Hal ini sesuai dengan data

observasi yaitu,

“dan jari telunjuknya teracung mengarah ke lawan

bicara” (O.1.S.B.93-94).

19) Menunjukkan jari tengah

Perilaku menunjukkan jari tengah ditunjukkan oleh

subjek pada setting remaja yang sedang bermain game

online. Pada setting ini, subjek menunjukkan jari tengah

dengan kedua tangannya dan disilangkan di hadapan

layar.

“diikuti dengan menyilangkan dua buah jari tengah

ke arah benda elektronik yang berlayar besar di

depannya” (O.5.S.XY.8-9).

Page 17: laporan observasi

17

20) Menggertakkan gigi

Perilaku menggertakkan gigi tidak ditunjukkan

subjek pada kelima setting. Kelima setting tersebut

adalah remaja yang menjadi tim sukses ketika

perhitungan suara, remaja ketika berinteraksi dengan

teman sebaya, remaja ketika nonbar sepak bola di kafe,

remaja ketika berada di tempat makan, dan remaja ketika

bermain game online.

3. Indikator: Ekspresi Wajah

21) Wajah memerah

Perilaku wajah memerah tidak ditunjukkan subjek

pada kelima setting. Kelima setting tersebut adalah

remaja yang menjadi tim sukses ketika perhitungan

suara, remaja ketika berinteraksi dengan teman sebaya,

remaja ketika nonbar sepak bola di kafe, remaja ketika

berada di tempat makan, dan remaja ketika bermain

game online.

22) Rahang mengatup

Hanya subjek pada setting remaja yang menjadi tim

sukses ketika perhitungan suara yang mengatupkan

rahangnya. Hal ini sesuai dengan hasil observasi bahwa,

“Bibir subjek datar, tidak ditarik ke belakang, agak

sedikit melengkung ke bawah dan rahangnya

mengatup” (O.1.S.B.82-84).

23) Lubang hidung mengembang

Perilaku lubang hidung mengembang tidak

ditunjukkan subjek pada kelima setting. Kelima setting

tersebut adalah remaja yang menjadi tim sukses ketika

Page 18: laporan observasi

18

perhitungan suara, remaja ketika berinteraksi dengan

teman sebaya, remaja ketika nonbar sepak bola di kafe,

remaja ketika berada di tempat makan, dan remaja ketika

bermain game online.

24) Alis, dahi, dan hidung mengerut.

Pada setting remaja yang menjadi tim sukses ketika

perhitungan suara, subjek menunjukkan ekspresi

mengerutkan alis dan dahinya. Hal ini sesuai dengan

hasil observasi yaitu,

“Ketika lawan bicara subjek berbicara, alis dan dahi

subjek mengerut” (O.1.S.B.73-74).

“Dahi dan alis subjek mengerut” (O.1.S.B.91).

B. Aspek 2: Agresivitas Verbal

1. Indikator: Pernyataan

1) Mengejek

Perilaku mengejek tidak ditunjukkan subjek pada

kelima setting. Kelima setting tersebut adalah remaja

yang menjadi tim sukses ketika perhitungan suara,

remaja ketika berinteraksi dengan teman sebaya, remaja

ketika nonbar sepak bola di kafe, remaja ketika berada di

tempat makan, dan remaja ketika bermain game online.

2) Mengumpat

Pada setting remaja ketika bermain game online,

subjek melontarkan umpatan. Hal ini sesuai dengan hasil

observasi yaitu,

“seraya berkata “asu pudgene fuck lah’”

(O.5.S.XY.7).

Page 19: laporan observasi

19

3) Menyindir

Perilaku menyindir hanya tampak pada setting

remaja yang sedang nonbar sepak bola di kafe. Subjek

menyindir volume suara pertandingan yang terlalu kecil.

Penjaga kafe yang merasa disindir kemudian

mengeraskan volumenya. Hal ini sesuai dengan hasil

observasi yang menunjukkan,

“AB kemudian berkata dengan nada sedikit agak

keras ‘Kok suarane rindhik banget e!’ Tak lama

setelah itu, ada seorang penjaga kafe yang

membesarkan volume sebuah benda berbentuk

persegi dengan lubang lubang kecil di bagian

tengahnya yang berfungsi sebagai pengeras suara”

(O.3.S.AB.8-12).

4) Merendahkan

Agresi verbal dalam bentuk pernyataan yang

merendahkan terjadi hanya dalam setting nonbar sepak

bola di kafe. Tercatat subjek memunculkan perilaku

verbal merendahkan sebanyak dua kali. Subjek

mengucapkan kata-kata merendahkan yang ditujukan

pada tim sepak bola yang gawangnya dimasuki bola. Hal

ini sesuai dengan hasl observasi yaitu,

“Kemudian AB berkata kepada teman – temannya

‘Wah, Liverpool ki pancen bosok’” (O.3.S.AB.23-

24).

Masih dalam setting yang sama, untuk kedua

kalinya, subjek mengatakan kalimat merendahkan.

Perilaku tersebut kali ini ditujukan kepada orang yang

mengenakan jersey tim sepak bola yang kalah dalam

Page 20: laporan observasi

20

pertandingan tersebut. Hal ini senada dengan hasil

observasi bahwa,

“Kemudian AB berkata kepada teman sebelahnya,

‘Wah, hina banget kui nganggo klambi Liverpool.’”

(O.3.S.AB.36-37).

5) Menjelekkan

Perilaku menjelekkan hanya tampak pada setting

bermain game online. Subjek menjelekkan mouse yang

digunakannya. Hal ini dapat dilihat dari hasil observasi

yaitu,

“dan menatap benda elektronik yang sejak awal

digenggamnya yang dibalik serta berkata “ini

kenapa lagi... gara gara mouse jelek parah jadi

mati’” (O.5.S.XY.21-23).

6) Menghina

Perilaku menghina dimunculkan oleh subjek dalam

setting remaja yang sedang nonbar sepak bola di kafe.

Subjek mengucapkan kata-kata menghinasetelah melihat

Jonny Evans mendapatkan kartu kuning. Hal ini dapat

dilihat dari hasil observasi yang membuktikan bahwa,

“setelah melihat Jonny Evans mendapatkan kartu

kuning sambil berkata ‘Jancuk wasite’”

(O.3.S.AB.16-17).

Pada setting yang sama, subjek kembali

menunjukkan perilaku agresi verbal dalam bentuk

mengucapkan kata-kata menghina. Kata-kata subjek

diucapkan setelah melihat Robin Van Persie mencatatkan

Page 21: laporan observasi

21

gol ketiga bagi Manchester United di laga tersebut.

Perilaku yang menunjukkan hal ini adalah,

“Sambil berteriak dia juga menyerukan kata

‘Modyaaar’” (O.3.S.AB.31-32).

Tidak hanya pada setting remaja ketika nonbar

sepak bola di kafe, remaja ketika bermain game online

juga memunculkan perilaku menghina. Perilaku ini

dilakukan berulang kali. Hal ini senada dengan hasil

observasi yang menunjukkan bahwa,

“setelah itu hanya satu perilaku observee yang

dilakukan berulang ulang yaitu observee berkata

‘tim goblok cupu banget’” (O.5.S.XY.24-25).

7) Mengancam

Perilaku mengancam tidak ditunjukkan subjek pada

kelima setting. Kelima setting tersebut adalah remaja

yang menjadi tim sukses ketika perhitungan suara,

remaja ketika berinteraksi dengan teman sebaya, remaja

ketika nonbar sepak bola di kafe, remaja ketika berada di

tempat makan, dan remaja ketika bermain game online.

2. Indikator: Suara

8) Nada tinggi

Pada setting remaja yang menjadi tim sukses ketika

pehitungan suara, subjek beberapa kali berbicara dengan

nada tinggi. Suara subjek yang bernada tinggi ditujukan

kepada petugas perhitungan suara. Pada setting ini,

perilaku berbicara dengan suara bernada tinggi dan

bervolume keras. Hal ini dapat dilihat dari hasil observasi

yang menunjukkan bahwa,

Page 22: laporan observasi

22

“Suara subjek memiliki nada yang lebih tinggi dan

lebih keras dari pada sebelumnya” (O.1.S.B.80-83).

“Subjek menjawab dengan suara keras dan bernada

tinggi” (O.1.S.B.88-90).

“subjek langsung menjawab kembali dengan suara

keras dan bernada tinggi” (O.1.S.B.96-98).

“Setelah dijawab, subjek mengatakan ‘saya tidak

mau tahu, pokoknya harus sesuai’ dengan nada

tinggi dan suara keras” (O.1.S.B.110-113).

Masih pada setting remaja yang menjadi tim sukses

ketika perhitungan suara, tidak selalu subjek berbicara

dengan nada tinggi sekaligus volume keras. Subjek juga

mengucapkan kalimat dengan nada tinggi tanpa volume

keras. Hal ini dapat dilihat dari hasil observasi yaitu,

“dan di akhir bicara mengatakan ‘kenapa bisa

begini’ dengan nada tinggi” (O.1.S.B.106-107).

Perilaku berbicara dengan nada tinggi juga

dimunculkan oleh subjek dalam setting remaja yang

sedang berinteraksi dengan teman sebaya. Seperti pada

setting perhitungan suara, subjek berbicara dengan nada

tinggi dan volume keras sekaligus. Hal ini dapat

dibuktikan oleh hasil observasi yang menunjukkan bahwa,

“Di tengah obrolan mereka, NN berteriak ‘sialan

Lo!’ dengan keras, dan bernada tinggi”

(O.2.S.NN.17-19).

Di setting lainnya, yaitu remaja ketika di tempat

makan, perilaku agresi verbal dalam bentuk berbicara

dengan nada tinggi juga ditemukan. Subjek berbicara

Page 23: laporan observasi

23

dengan nada tinggi kepada teman yang membersamainya

di tempat makan tersebut. Berbeda dengan perilaku

berbicara dengan nada tinggi pada setting remaja yang

menjadi tim sukses ketika sedang perhitungan suara dan

remaja ketika berinteraksi dengan temannya, pada setting

remaja ketika di tempat makan, subjek berbicara dengan

nada tinggi tanpa menggunakan suara bervolume keras.

Hal ini dapat dilihat dari hasil observasi yaitu,

“sambil berbicara ‘apaan sih lu diem aja’ dengan

nada tinggi” (O.4.S.RIP.30-31).

“‘Lah ini ada, tadi katanya gaada, gimana sih lo?’

subjek berbicara kepada teman subjek dengan nada

tinggi” (O.4.S.RIP.45-47).

9) Volume keras

Pada setting remaja yang menjadi tim sukses ketika

pehitungan suara, subjek beberapa kali berbicara dengan

volume suara yang keras. Suara subjek yang bervolume

keras ditujukan kepada petugas perhitungan suara. Pada

setting ini, perilaku berbicara dengan volume keras selalu

dilakukan dengan suara yang bernada tinggi. Hal ini dapat

dilihat dari hasil observasi yang menunjukkan bahwa,

“Suara subjek memiliki nada yang lebih tinggi dan

lebih keras dari pada sebelumnya” (O.1.S.B.80-83).

“Subjek menjawab dengan suara keras dan bernada

tinggi” (O.1.S.B.88-90).

“subjek langsung menjawab kembali dengan suara

keras dan bernada tinggi” (O.1.S.B.96-98).

“Setelah dijawab, subjek mengatakan ‘saya tidak

mau tahu, pokoknya harus sesuai’ dengan nada

tinggi dan suara keras” (O.1.S.B.110-113).

Page 24: laporan observasi

24

Perilaku berbicara dengan volume keras juga

dimunculkan oleh subjek dalam setting remaja yang

sedang berinteraksi dengan teman sebaya. Seperti pada

setting perhitungan suara, subjek berbicara volume keras

sekaligus dengan nada tinggi. Hal ini dapat dibuktikan

oleh hasil observasi yang menunjukkan bahwa,

“Di tengah obrolan mereka, NN berteriak ‘sialan

Lo!’ dengan keras, dan bernada tinggi”

(O.2.S.NN.17-19).

Perilaku berbicara dengan suara yang bervolume

keras juga terlihat pada setting remaja ketika nonbar sepak

bola di kafe. Berbeda dengan setting remaja yang menjadi

tim sukses dalam perhitungan suara dan remaja ketika

beinteraksi dengan temannya, pada setting ini, suara

subjek yang keras tidak bernada tinggi. Hal ini terbukti

dari hasil observasi yang menyatakan bahwa,

“AB berteriak sambil mengepalkan tangannya dan

menggoyangkannya” (O.3.S.AB.21-22).

IX. ANALISIS HASIL OBSERVASI

Menurut Myers (2010) agresi adalah segala tindakan fisik dan

verbal yang dilakukan secara sengaja dan bertujuan untuk menyakiti

orang lain, termasuk didalamnya adalah perkataan yang menyindir

dan gosip. Berdasarkan dari definisi tersebut, perilaku yang

dimunculkan oleh subjek pada kelima setting dapat digolongkan

sebagai perilaku agresi. Perilaku yang dimunculkan subjek yang

menjadi indikator perilaku agresi adalah memukul, menendang,

menampar, mendorong, dan mencekik.

Page 25: laporan observasi

25

Selain itu, gestur yang dimunculkan subjek dan menjadi

indikator perilaku agresi adalah menggenggam tangan, menunjuk

orang lain, dan menunjukkan jari tengah.

Ekspresi wajah juga dapat menjadi indikator terjadinya perilaku

agresi. Ekspresi wajah yang dimunculkan oleh subjek dan menjadi

indikator agresivitas adalah rahang mengatup dan alis, hidung, serta

dahi mengerut.

Agresi juga dapat dimunculkan dalam bentuk verbal. Pernyataan

subjek yang menjadi indikator perilaku agresi adalah mengumpat,

menyindir, merendahkan, menjelekkan, dan menghina. Sedangkan

suara subjek yang dapat dikategorikan sebagai perilaku agresi adalah

suara yang bernada tinggi dan suara yang bervolume keras.

Myers (2010) menambahkan bahwa ada dua tipe agresi yaitu

hostile dan instrumental. Agresi hostile adalah agresi yang berasal dari

rasa marah, sehingga betul-betul bertujuan untuk menyakiti orang lain.

Sedang agresi instrumental adalah agresi yang dilakukan karena

memiliki tujuan lain yang ingin dicapai. Berdasarkan hasil observasi,

perilaku agresi yang muncul di kelima setting yaitu remaja yang

menjadi tim sukses ketika perhitungan suara, remaja ketika

berinteraksi dengan teman sebaya, remaja ketika nonbar sepak bola di

kafe, remaja ketika berada di tempat makan, dan remaja ketika

bermain game online termasuk dalam tipe agresi hostile karena

berasal dari rasa marah, bukan memiliki tujuan lain yang ingin

dicapai.

Sementara itu, menurut Scheneider (1964), agresivitas dapat

dibedakan menjadi dua yaitu agresivitas fisik dan agresivitas verbal.

Agresivitas fisik memiliki tiga aspek, yaitu perilaku, gestur, dan

ekspresi wajah. Sedangkan agresivitas verbal memiliki dua aspek

yaitu pernyataan dan suara.

Perilaku subjek yang menunjukkan agresivitas adalah memukul,

menendang, menampar, mendorong, dan mencekik. Seluruh indikator

Page 26: laporan observasi

26

perilaku agresivitas verbal tersebut tidak ditunjukkan subjek pada

setting remaja yang menjadi tim sukses ketika perhitungan suara.

Salah satu indikator perilaku agresi adalah memukul. Perilaku

memukul dapat ditujukan pada orang lain atau pada objek benda. Pada

setting remaja ketika berinteraksi dengan temannya, perilaku

memukul ditujukan pada orang lain, yaitu teman sebayanya. Perilaku

tersebut juga ditunjukkan pada setting remaja ketika nonbar sepak

bola di kafe dalam bentuk memukul meja. Pada setting remaja ketika

bermain game online, perilaku memukul muncul dua kali. Perilaku

pertama muncul pada menit ke-7 permainan dalam bentuk menekan

tuts keyboard dengan keras kemudian memukul meja dan perilaku

kedua muncul kemudian dalam bentuk memukulkan mouse ke meja

berulang kali. Semua perilaku memukul dilakukan subjek dengan

tangannya tanpa menggunakan alat.

Indikator lain perilaku agresi adalah menendang. Perilaku

menendang hanya ditunjukkan subjek pada setting remaja ketika

bermain game online. Perilaku menendang subjek ditujukan kepada

dinding.

Indikator lain perilaku agresi adalah menampar. Perilaku

menampar hanya ditunjukkan subjek pada setting remaja ketika di

tempat makan. Perilaku menampar subjek ditujukan kepada temannya

dan diarahkan ke bagian mulut. Subjek menampar temannya

menggunakan dompet yang sedang dibawanya dengan tangan.

Indikator lain perilaku agresi adalah mendorong dan mencekik.

Kedua perilaku tersebut hanya ditunjukkan subjek pada setting remaja

ketika berinteraksi dengan teman sebaya. Perilaku mendorong dan

mencekik ditujukan subjek kepada temannya. Subjek saling

mendorong dengan temannya berulang kali sambil berbincang-

bincang. Subjek menunjukkan perilaku menekik leher temannya

sebanyak satu kali.

Page 27: laporan observasi

27

Gestur yang dapat menunjukkan agresivitas adalah tangan

menggenggam, menunjuk orang, dan menunjukkan jari tengah.

Perilaku tangan menggenggam muncul pada setting remaja yang

menjadi tim sukses ketika perhitungan suara. Perilaku tersebut

ditunjukkan pula oleh remaja di setting lain yakni setting nonbar

sepak bola di kafe.

Indikator perilaku agresi yang lain adalah menunjuk orang.

Menunjuk orang hanya dapat ditemukan pada setting perhitungan

suara. Subjek menunjuk ke arah lawan bicaranya, yaitu petugas

perhitungan suara.

Selain tangan menggenggam dan jari telunjuk teracung ke arah

orang lain, gestur menunjukkan jari tengah juga merupakan indikator

agresivitas. Perilaku ini hanya ditemukan pada setting remaja ketika

bermain game online. Subjek menunjukkan jari tengah dengan kedua

tangannya, kemudian disilangkan ke arah layar.

Tidak hanya perilaku dan gestur, ekspresi wajah juga merupakan

salah satu indikator pada perilaku agresi. Ekspresi wajah dapat dilihat

dari rahang yang mengatup dan mengerutnya alis, dahi, serta hidung.

Indikator ini hanya dapat ditemukan pada setting perhitungan suara

saja. Hasil observasi menunjukkan bahwa rahang subjek mengatup

dan alis serta dahi subjek mengerut.

Perilaku agresi tidak hanya ditunjukkan dalam aspek fisik, tetapi

juga aspek verbal. Aspek verbal mencakup pernyataan dan suara.

Pernyataan yang dimunculkan subjek dan termasuk dalam perilaku

agresi adalah mengumpat, menyindir, merendahkan, menjelekkan, dan

menghina. Suara yang menunjukkan agresivitas adalah suara yang

bernada tinggi dan yang bervolume keras.

Perilaku mengumpat dan menjelekkan hanya ditunjukkan oleh

subjek dalam setting bemain game online saja. Perilaku menjelekkan

ditujukan subjek kepada mouse yang digunakannya.

Page 28: laporan observasi

28

Sementara itu, perilaku menyindir dan merendahkan hanya

terlihat pada setting nonbar sepak bola di kafe. Perilaku menyindir

ditujukan subjek kepada penjaga kafe. Pernyataan yang merendahkan

tercatat diucapkan subjek dua kali. Pertama ketika tim sepak bola

yang didukungnya mencetak gol, subjek mengucapkan kalimat

merendahkan yang ditujukan kepada tim yang gawangnya dimasuki

bola. Ketika pertandingan hampir selesai, subjek kembali

mengucapkan kata-kata yang merendahkan. Kata-kata tersebut

ditujukan kepada orang yang mengenakan pakaian jersey dari tim

yang kalah.

Perilaku agresi verbal dalam bentuk pernyataan menghina

munul baik dalam setting nonbar sepak bola di kafe maupun ketika

bermain game online. Pada setting nonbar sepak bola di kafe, subjek

menghina wasit setelah salah satu pemain mendapatkan katu kuning

dan menghina salah satu tim setelah gawangnya dimasuki bola untuk

yang ketiga kalinya. Pada setting remaja ketika bermain game online,

subjek mengakatan kata-kata hinaan berulang kali pada salah satu tim

yang ada di dalam game yang dimainkannya.

Selain pernyataan, suara juga merupakan indikator agresi verbal.

Suara yang dapat menjadi indikator perilaku agresi adalah suara yang

bernada tinggi dan suara yang memiliki volume keras.

Pada setting remaja yang menjadi tim sukses ketika pehitungan

suara, subjek beberapa kali berbicara dengan nada tinggi. Suara subjek

yang bernada tinggi ditujukan kepada petugas perhitungan suara. Pada

setting ini, perilaku berbicara dengan suara bernada tinggi dan

bervolume keras selama beberapa kali dan berbicara dengan nada

tinggi tanpa volume keras sebanyak satu kali.

Perilaku berbicara dengan nada tinggi sekaligus volume keras

juga muncul pada setting remaja ketika berinteraksi dengan teman

sebaya. Kata-kata tersebut diucapkan subjek kepada teman sebayanya

di tengah-tengah perbincangan mereka.

Page 29: laporan observasi

29

Di setting lainnya, yaitu remaja ketika di tempat makan, perilaku

agresi verbal dalam bentuk berbicara dengan nada tinggi juga

ditemukan. Subjek berbicara dengan nada tinggi kepada teman yang

membersamainya di tempat makan tersebut. Berbeda dengan perilaku

berbicara dengan nada tinggi pada setting remaja yang menjadi tim

sukses ketika sedang perhitungan suara dan remaja ketika berinteraksi

dengan temannya, pada setting remaja ketika di tempat makan, subjek

berbicara dengan nada tinggi tanpa menggunakan suara bervolume

keras.

Perilaku berbicara dengan suara yang bervolume keras juga

terlihat pada setting remaja ketika nonbar sepak bola di kafe. Berbeda

dengan setting remaja yang menjadi tim sukses dalam perhitungan

suara dan remaja ketika beinteraksi dengan temannya, pada setting ini,

suara subjek yang keras tidak bernada tinggi.

X. KESIMPULAN

Dari hasil observasi yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa

subjek dari kelima setting menunjukkan perilaku agresi. Hal itu dapat

dilihat dari perilaku yang dimunculkan subjek pada berbagai setting

yang berbeda-beda yang sesuai dengan definisi, aspek dan indikator

perilaku agresi dari teori yang dikemukakan oleh beberapa tokoh.

Agresivitas remaja memiliki bentuk yang berbeda dalam setting

yang berbeda. Pada setting remaja yang menjadi tim sukses ketika

perhitungan suara, indikator perilaku agresi fisik tidak muncul.

Namun pada setting ini perilaku agresi verbal dimunculkan lebih

banyak daripada setting yang lainnya. Sedangkan agresivitas fisik

paling banyak dimunculkan pada setting remaja ketika berinteraksi

dengan teman sebaya dan remaja ketika bermain game online.