laporan kasus - epidural hematom

Upload: shaktisila

Post on 03-Jun-2018

281 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

  • 8/12/2019 Laporan Kasus - Epidural Hematom

    1/29

    LAPORAN KASUS

    EPIDURAL HEMATOM

    Oleh:

    Dini Hariyati Maulida Syakur

    H1A 008 022

    Pembimbing:

    dr. Bambang Priyanto, Sp.BS

    DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

    BAGIAN / SMF BEDAH

    RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

    2013

  • 8/12/2019 Laporan Kasus - Epidural Hematom

    2/29

    1

    LAPORAN KASUS

    A. IDENTITAS PASIENNama : Tn. L N S

    Usia : 24 tahun

    Jenis kelamin : Laki-laki

    Pekerjaan : Wiraswasta

    Alamat : Mantang

    Status : Menikah

    RM : 500604

    Tanggal MRS : 26 Desember 2012

    Tanggal pemeriksaan : 26 Desember 2012

    B. PRIMARY SURVEY Airway dengan kontrol servikal (C-spine control) :

    Look : Paten, jejas pada daerah servikal (-), terpasang orofaringeal tube dan

    sungkup masker dengan O2 5 lpm dan nasogastrik tube.

    Listen : Suara ngorok (+)

    Feel : Hembusan udara napas dari hidung dan mulut (+)

    Tindakan yang dilakukan : bebaskan jalan napas, Jaw thrust, suction mulut dan

    pemasangan orofaringeal tube, pemasangan collar brace.

    Breathing : Pergerakan dinding dada simetris, RR: 24 x/menit, teratur, retraksi(-), tipe pernapasan torako-abdominal.

    Circulation : Nadi radialis teraba, kuat angkat, teratur, N: 108 x/menit, TD:110/70 mmHg.

    Tindakan yang dilakukan: resusitasi cairan intravena dengan menggunakan

    larutan elektrolit isotonik hangat misalnya Ringer laktat atau normal saline 1,5

    ml/KgBB/jam yaitu 1,5 ml x 75 Kg = 112,5 ml/jam.

    Dissability : GCS E1VxM4, refleks pupil langsung +/+, pupil anisokor,berukuran 2 mm/3 mm. Refleks fisiologis (+/+), Refleks patologis

    (-/-).

    Exposure : tampak v. appertum di regio frontal sinistra sepanjang 2 cm(telah terjahit), V. exoriatum multipel di regio frontal, tampak

  • 8/12/2019 Laporan Kasus - Epidural Hematom

    3/29

    2

    hematom pada palpebra superior dan inferior sinistra. Tampak v.

    exoriatum pada regio ekstremitas superior dan dorsum pedis.

    C. SECONDARY SURVEY1. Anamnesis (Heteroanamnesis)

    a. Keluhan utamaPasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran

    b. Riwayat Penyakit SekarangPasien datang dalam kondisi kesadaran menurun sejak 1,5 jam sebelum masuk

    rumah sakit. Pasien terjatuh dari sepeda motor karena tidak bisa menghindari

    lubang, sekitar 6,5 jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien berobat ke

    puskesmas terdekat dalam kondisi sadar dan diperbolehkan pulang. Keluhan

    nyeri kepala, disertai muntah dan kejang sejak 3,5 jam sebelum masuk rumah

    sakit. Muntah terjadi sebanyak 2 kali, muntahan yang keluar berisi makanan

    dan tidak bercampur darah.

    c. Riwayat Penyakit DahuluCedera kepala sebelumnya (-), operasi otak sebelumnya (-), riwayat epilepsi (-

    ), riwayat penyakit tekanan darah tinggi (-), riwayat kencing manis (-), riwayat

    sakit jantung (-).

    d. Riwayat KeluargaRiwayat penyakit tekanan darah tinggi (-), kencing manis (-), sakit jantung (-),

    perdarahan yang sulit sembuh (-), epilepsi (-).

  • 8/12/2019 Laporan Kasus - Epidural Hematom

    4/29

    3

    2. Pemeriksaan FisikI. Status Generalis

    Keadaan umum : Lemah

    Kesadaran : Koma

    GCS : E1VxM4

    Tekanan darah : 110/70 mmHg

    Nadi : 108 x/menit, teratur, kuat angkat

    Frekuensi napas : 24 x/menit, teratur, tipe pernapasan torako-abdominal

    Temperatur axila : 37,9oC

    Berat badan : 75 Kg

    Produksi Urin : 25 cc/jam

    Pemeriksaan Fisik Umum

    a. KepalaKepala : cephalhematom (-), tampak v. appertum di regio frontal sinistra

    sepanjang 2 cm (telah terjahit), v. Exoriatum multipel di regio

    frontal.

    Mata : tampak hematom pada palpebra superior dan inferior sinistra,

    konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, refleks cahaya langsung

    +/+, pupil anisokor dengan diameter 2mm/3mm, bentuk bulat.

    Hidung : deformitas (-), rhinorrhea -/-

    Telinga : otorrhea -/-, battle sign (-)

    b.LeherJejas (-), deformitas tulang belakang leher (-), depresi tulang spinosum (-).

    c. ThoraksInspeksi : bentuk dan ukuran thorax normal, pergerakan dinding dada

    kanan dan kiri simetris, iktus kordis tidak tampak, jejas (-)

    Palpasi : pergerakan dinding dada kanan dan kiri simetris, nyeri tekan (-

    ), krepitasi (-), iktus kordis teraba di ICS V linea midklavikula

    sinistra

    Perkusi : sonor pada kedua lapang paru

    Auskultasi : cor S1S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-)

    pulmo suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

  • 8/12/2019 Laporan Kasus - Epidural Hematom

    5/29

    4

    d.AbdomenInspeksi : distensi (-), jejas (-), pergerakan aktif (-)

    Auskultasi : bising usus (+) normal

    Palpasi : Supel (+), massa (-), hepar dan lien tidak teraba

    Perkusi : timpani pada keempat kuadran abdomen

    e. Ekstremitas atasKanan : jejas (+), hematome (-), deformitas (-),pergerakan kurang aktif (+),

    edema (-), akral hangat (+)

    Kiri : jejas (+), hematome (-), deformitas (-), pergerakan aktif (+), edema

    (-), akral hangat (+)

    f.Ekstremitas bawah :Kanan : jejas (-), hematome (-), deformitas (-), pergerakan kurang aktif (-),

    edema (-), akral hangat (+).

    Kiri : jejas (+) pada daerah dorsum pedis, hematome (-), deformitas (-),

    pergerakan aktif (+), edema (-), akral hangat (+).

    II. Pemeriksaan NeurologisGCS : E1Vx(mayo)M4

    Kesadaran : Koma

    a. Pemeriksaan Saraf kranialisNervus kranialis I : Sulit dievaluasi

    Nervus kranialis II : Sulit dievaluasi

    Nervus kranialis III, IV, VI : Posisi bola mata tepat ditengah, refleks

    cahaya langsung +/+, pupil anisokor dengan

    diameter 2mm/3 mm, bentuk bulat.

    Nervus kranialis V : Refleks kornea (+)

    Nervus kranialis VII : Tidak dapat dievaluasi

    Nervus kranialis VIII : Sulit dievaluasi

    Nervus kranialis IX : Sulit dievaluasi

    Nervus kranialis X : Sulit dievaluasi

    Nervus kranialis XI : Tidak dapat dievaluasi

    Nervus kranialis XII : Tidak dapat dievaluasi

    b. Rangsangan meningealKaku Kuduk : Tidak dapat dievaluasi

  • 8/12/2019 Laporan Kasus - Epidural Hematom

    6/29

    5

    Kernig sign : Tidak dapat dievaluasi

    Brudzinski I : Tidak dapat dievaluasi

    c. MotorikMotorik Superior Inferior

    Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra

    Pergerakan Kurang

    aktif

    Aktif Kurang

    aktif

    Aktif

    Kekuatan sde sde sde Sde

    Tonus Otot dbn dbn dbn dbn

    Bentuk otot dbn dbn dbn dbn

    d. Pemeriksaan refleks fisiologisRefleks patella : +/+

    Refleks biseps : +/+

    Refleks triseps : +/+

    Refleks tendon achilles : +/+

    e. Pemeriksaan Refleks patologisRefleks hoffman : -/-

    Refleks trommer : -/-

    Refleks wartenberg : -/-

    Refleks mayer : -/-

    Refleks babinski : -/-

    Refleks chaddock : -/-

    Refleks gordon : -/-

    Refleks oppenheim : -/-

    Refleks gonda : -/-

    Refleks schaefer : -/-

    D. RESUMEPasien, laki-laki, usia 24 tahun datang ke UGD RSUP-NTB dengan keluhan

    penurunan kesadaran sejak 1,5 jam sebelum masuk rumah sakit setelah terjatuh dari

    sepeda motor karena tidak bisa menghindari lubang jalan yang berada didepannya 6,5

    jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri kepala (+), muntah (+) sebanyak 2 kali

  • 8/12/2019 Laporan Kasus - Epidural Hematom

    7/29

    6

    disertai dengan kejang (+) dan penurunan kesadaran. Riwayat keluar darah dari

    telinga dan hidung disangkal.

    Pemeriksaan fisik: keadaan umum lemah, kesadaran koma, GCS E1VxM4, tekanan

    darah 110/70 mmHg, Nadi 108 x/menit, teratur, kurang kuat angkat, frekuensi napas

    24 x/menit, teratur, tipe pernapasan torako-abdominal, suhu 37,9oC, urineoutput25

    cc/jam. Didapatkan adanya hematom pada palpebra superior dan inferior sinistra,

    refleks cahaya langsung +/+, pupil anisokor, dengan diameter 2 mm/3 mm, bentuk

    bulat, rhinorrhea (-), otorrhea (-). Pemeriksaan saraf kranialis lain sulit dievaluasi.

    Refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/-, hemiparese dekstra.

    Problem list:

    Trauma Penurunan kesadaran Kejang Muntah Takikardi (nadi: 108 x/menit) Subfebris (T: 37,9oC) Urine output25 cc/jam Pupil anisokor Hemiparese dextra

    E. DIAGNOSIS KERJA1. Cedera Otak Berat (GCS: E1VxM4)2. Peningkatan tekanan intrakranial

    Kesadaran menurun

    Kejang (+)

    Muntah (+)

    Nyeri kepala (+)

    Pupil anisokor

    Hemiparese dextra (+)

    3. Takikardi, subfebris, urine output25 cc/jam (dapat disebabkan karena dehidrasi)

  • 8/12/2019 Laporan Kasus - Epidural Hematom

    8/29

    7

    F. DIAGNOSIS BANDINGPeningkatan tekanan intrakranial e.c: DD: - Epidural hematome

    - Subdural hematome- Subarachnoid hemorrhage- Edema cerebri

    G. PLANNING1. Diagnostik

    - Rontgen: skull AP/lateral, thoraks, servikal- CT-scan kepala- Pemeriksaan darah lengkap, GDS, ureum, kreatinin, SGOT, SGPT, HbsAg

    2. Terapi- O2mask 8 lpm- Atasi dehidrasi: pemberian resusitasi cairan intravena dengan menggunakan

    larutan elektrolit isotonik hangat misalnya Ringer laktat atau normal salin,

    dosis rehidrasi tergantung dari derajat dehidrasinya, pasien termasuk

    mengalami dehidrasi berat yang ditandai dengan adanya gangguan

    hemodinamik (berupa takikardi, oligouri) sehingga perkiraan defisit cairan

    adalah 10% BB (10% x 75 Kg = 7,5 L = 7500 ml)

    Cara pemberian:

    a. 50% dari 7,5 L (3750 ml) diberikan dalam 8 jam pertama dan 50% sisanyadiberikan dalam 16 jam berikutnya, atau

    b. Agar gangguan hemodinamik cepat teratasi, maka 1 jam pertamadiberikan RL 20cc/KgBB (20cc x 75 Kg = 1500 cc) dan dimonitoring.

    Bila kondisi pasien telah stabil, diberikan larutan elektrolit isotonik (RL atau

    normal salin dengan dosis rumatan: 1,5 ml/KgBB/jam (1,5 ml x 75 Kg = 112,5

    ml/jam)

    - Menurunkan tekanan intrakranial: inf. Manitol 20%: dosis awal 0,2 1gr/KgBB; dosis pemeliharaan 0,25-0,5 gr/KgBB setiap 4-6 jam, dosis awal

    yang diberikan adalah 37,5-75 gr = 187,5375 cc

    - Antibiotik: ceftriaxone (dosis 50 mg 100 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 1-2dosis, sediaan 1 gr/vial). Pada pasien ini, berat badan 75 kg, maka diberikan

    ceftriaxone dengan dosis 3750-7500 mg dibagi 1-2 dosis, maka dapat

    diberikan 2 g/12 jam.

    - Analgetik: ketorolac 3% (1 mg/KgBB/6 jam, sediaan 30 mg/ml)

  • 8/12/2019 Laporan Kasus - Epidural Hematom

    9/29

    8

    - Neuroprotektor: piracetam 3 gr (dosis 1,2 4,8 g/hari terbagi dalam 2 atau 3dosis, sediaan 200 mg/ml)

    - Apabila timbul kejang, dapat diberikan fenitoin 10-15 mg/kgBB (yangdiberikan secara intravena dengan pemberian tidak lebih cepat dari 50

    mg/menit), maintenance5-10 mg/kgBB/hari.

    3. Monitoring- Keluhan- Vital sign- Status neurologis

    4. Edukasi- Diagnosis

    Pasien tersebut mengalami trauma pada kepala setelah terjatuh dari sepeda

    motor karena menghindari lubang yang ada didepannya, hal ini menyebabkan

    terjadinya kerusakan atau patahnya tulang tengkorak. Kerusakan atau patahnya

    tulang tengkorak dan benturan akibat trauma tersebut dapat menyebabkan

    robek atau pecahnya pembuluh darah pada bagian kepala yang terkena trauma,

    hal tersebut dapat menyebabkan terkumpulnya darah diantara tulang tengkorak

    dan lapisan luar pembungkus otak.

    - Terapi:Setelah dipastikan benar terjadi perdarahan pada otak dengan pemeriksaan

    radiologi, maka akan dilakukan terapi. Tindakan yang akan dilakukan yaitu

    tindakan berupa pemberian obat-obatan atau tindakan operasi, tergantung dari

    luasnya perdarahan yang terjadi. Tindakan terapi medikamentosa dengan

    pemberian obat-obatan akan dilakukan bila perdarahan yang terjadi berukuran

    kecil ( 1 cm) yaitu pasien akan diberikan terapi obat-obatan dan diobservasi.

    Namun jika perdarahan yang kecil tersebut berkembang menjadi lebih besar,

    maka harus dilakukan tindakan operasi. Tindakan operasi juga harus

    dilakukan jika terjadi perdarahan yang luas (> 1 cm) dan terdapat kelainan

    neurologis. Tujuan dari operasi yaitu untuk menghilangkan bekuan darah

    sehingga dapat menurunkan tekanan didalam kepala dan mencegah

    terkumpulnya darah kembali di ruang antara tulang tengkorak dan lapisan luar

    pembungkus otak (ruang epidural). Langkah-langkah operasi yang akan

    dilakukan yaitu, kepala akan dilubangi dengan menggunakan alat khusus,

    kemudian dilakukan pembersihan darah yang terkumpul diruang antara tulang

  • 8/12/2019 Laporan Kasus - Epidural Hematom

    10/29

    9

    tengkorak dan lapisan luar pembungkus otak, kemudian akan dipasang drain

    untuk mengalirkan sisa darah yang masih terkumpul ruang anatara tulang

    tengkorak dan lapisan pembungkus otak (ruang epidural) agar tidak terjadi

    reakumulasi darah dianatara tulang tengkorak dan lapisan pembungkus otak

    (ruang epidural). Perlu dilakukan pemantauan jumlah darah yang ada pada

    drain tersebut.

    - PrognosisBila terkumpulnya darah diantara tulang tengkorak dan lapisan pembungkus

    otak tidak disertai cedera otak lainnya, pengobatan dini biasanya dapat

    menyembuhkan penderita dengan sedikit atau tanpa kelainan saraf (defisit

    neurologis)

    H. PROGNOSISDubia ad bonam

    I. Hasil Pemeriksaan laboratorium tanggal 13 September 2012Hb : 15,7 g/dl

    HCT : 46,0 %

    RBC : 5,17 x 106/l

    WBC : 20,12 x 103/ l

    PLT : 278 x 103/l

    BT : 300

    CT : 600

    GDS : 180 mgl/dl

    Kreatinin : 0,6 mgl/dl

    Ureum : 19 mgl/dl

    SGOT : 28 mgl/dl

    SGPT : 31 mgl/dl

    Na+ : 133 mmol/L

    Ka+ : 3,7 mmol/L

    Cl- : 108 mmol/L

  • 8/12/2019 Laporan Kasus - Epidural Hematom

    11/29

    10

    J. Hasil CT-scan kepala

    Gambar 1. CT Scan kepala yang di tunjuk dengan anak panah warna merah

    menunjukan gambaran Epidural hematom berupa gambaran hiperdens homogen

    berbentuk bikonveks diantara tabula interna dan duramater.

  • 8/12/2019 Laporan Kasus - Epidural Hematom

    12/29

    11

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Cedera Otak1. Definisi

    Pasien yang mengalami cedera otak adalah seseorang yang mengalami trauma yang

    mengakibatkan gangguan fisiologis pada fungsi otak, yang setidaknya menimbulkan

    satu dari manifestasi berikut (Key et.al, 1993):

    1. Periode kehilangan kesadaran2. Hilangnya memori tentang kejadian segara sebelum atau setelah kecelakaan3. Setiap perubahan pada status mental pada saat kecelakaan (misalnya merasa

    termangu, disorientasi atau bingung) dan

    4. Defisit neurologis fokal

    2. Mekanisme dan patofisiologiCedera otak dapat terjadi akibat benturan langsung atau tidak langsung pada

    kepala. Benturan dapat dibedakan dari macam kekuatannya, yakni kompresi,

    akselerasi dan deselerasi (perlambatan). Sulit dipastikan kekuatan mana yang paling

    berperan. Kelainan dapat berupa cedera otak fokal atau difus dengan atau tanpa

    fraktur tulang tengkorak. Cedera difus dapat menyebabkan gangguan fungsional saja,

    yakni gegar otak atau cedera struktural yang difus (Sjamsuhidajat, 2005).

    Terdapat beberapa bentuk fraktur tulang kepala, yaitu linear, stelata, komunitif,

    dan impresi, sedangkan jenis fraktur terbagi menjadi fraktur terbuka dan tertutup

    Fraktur linear merupakan yang terbanyak dari semua fraktur tulang kepala, yaitu

    sekitar 80% dan umumnya tidak memerlukan tindakan khusus. Akan tetapi, bila ada

    fraktur, kewaspadaan perlu ditingkatkan karena bila trauma cukup kuat, mungkin

    terdapat cedera otak primer atau hematom epidural (Sjamsuhidajat, 2005).

    Rambut kepala dan tengkorak merupakan unsur pelindung bagi jaringan otak

    terhadap benturan pada kepala. Bila terjadi benturan, sebagian tenaga benturan akan

    diserap atau dikurangi oleh unsur pelindung tersebut. Sebagian tenaga benturan

    dihantarkan ke tengkorak yang relatif memiliki elastisitas, yakni tengkorak mampu

    sedikit melekuk ke arah dalam. Tekanan maksimal terjadi pada saat benturan dan

    beberapa milidetik kemudian diikuti dengan getaran-getaran yang berangsur mengecil

    hingga reda. Pukulan yang lebih kuat akan menyebabkan terjadinya deformitas

    tengkorak dengan lekukan yang sesuai dengan arah datangnya benturan dimana

  • 8/12/2019 Laporan Kasus - Epidural Hematom

    13/29

    12

    besarnya lekukan sesuai dengan sudut datangnya arah benturan. Bila lekukan melebihi

    batas toleransi jaringan tengkorak, tengkorak akan mengalami fraktur. Fraktur

    tengkorak dapat berbentuk sebagai garis lurus, impresi/depresi, diastase sutura atau

    fraktur multipledisertai fraktur dasar tengkorak (Kasan, 2002).

    Dari tempat benturan, gelombang kejut disebarkan ke semua arah. Gelombang

    ini mengubah tekanan jaringan, dan bila tekanan cukup besar, akan terjadi kerusakan

    jaringan otak di tempatbenturan, disebut coup, atau di tempat yang berseberangan

    dengan datangnya benturan (contracoup) (Sjamsuhidajat, 2005).

    Mekanisme kerusakan otak pada cedera otak dapat dijelaskan sebagai berikut (Kasan,

    2002):

    a. Kerusakan jaringan otak langsung oleh impresi atau depresi tulang tengkoraksehingga timbul lesi coup (cedera di tempat benturan)

    Gambar 4. Lesi di tempat benturan (Coup)

    b. Perbedaan massa dari jaringan otak dan dari tulang kepala menyebabkan perbedaanpercepatan getaran berupa akselerasi, deselerasi dan rotasi. Kekuatan gerak ini

    dapat menimbulkan cedera otak berupa kompresi, peregangan dan pemotongan.

    Benturan dari arah samping akan mengakibatkan terjadinya gerakan atau gesekan

    antara massa jaringan otak dengan bagian tulang kepala yang menonjol atau

    bagian-bagian yang keras seperti falk dengan tentoriumnya maupun dasar

    tengkorak dan dapat timbul lesi baik coupmaupun contra coup. Lesi coupberupa

    kerusakan berseberangan atau jauh dari tempat benturan misalnya di dasar

    tengkorak. Benturan pada bagian depan (frontal), otak akan bergerak dari arah

    antero-posterior, sebaliknya pada pukulan dari belakang (occipital), otak bergerak

    dari arah postero-anterior sedangkan pukulan di daerah puncak kepala (vertex),

    Impresi Fraktur

    Coup ContusioEpidural Hematom

    Subdural Hematom

  • 8/12/2019 Laporan Kasus - Epidural Hematom

    14/29

    13

    otak bergerak secara vertikal. Gerakan-gerakan tersebut menyebabkan terjadinya

    coupdan contra coup.

    Gambar 5. Mekanisme cedera kepala

    c. Bila terjadi benturan, akan timbul gelombang kejut (shock wave) yang akanditeruskan melalui massa jaringan otak dan tulang. Gelombang tersebut

    menimbulkan tekanan pada jaringan, dan bila tekanan cukup besar akan

    menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan otak melalui proses pemotongan dan

    robekan. Kerusakan yang ditimbulkan dapat berupa : Intermediate coup, contra

    coup, cedera akson yang difus disertai perdarahan intraserebral

    Gambar 8.Intermediate coup

    d. Perbedaan percepatan akan menimbulkan tekanan positif di tempat benturan dantekanan negatif di tempat yang berlawanan pada saat terjadi benturan. Kemudian

    disusul dengan proses kebalikannya, yakni terjadi tekanan negatif di tempat

    benturan dan tekanan positif di tempat yang berlawanan dengan akibat timbulnya

    gelembung (kavitasi) yang menimbulkan kerusakan pada jaringan otak (lesi coup

    dan contra coup).

    Coup Cont.

    ICHBridging Vein Rupture

    Tekanan Negatif

    (Buble Soap)

    SDH, Contra Coup, Cont.

    Contra Coup

    ICH

    SDH

    Intermediate Coup

  • 8/12/2019 Laporan Kasus - Epidural Hematom

    15/29

    14

    Fungsi otak sangat bergantung pada tersedianya oksigen dan glukosa. Meskipun

    hanya seberat 2% dari berat badan orang dewasa, otak menerima 20% dari curah

    jantung. Sebagian besar, yakni 80% dari glukosa dan oksigen tersebut dikonsumsi

    oleh substansia kelabu (Sjamsuhidajat, 2005).

    Cedera otak yang terjadi langsung akibat trauma disebut cedera primer. Proses

    lanjutan yang sering terjadi adalah gangguan suplai untuk sel, yaitu oksigen dan

    nutrien, terutama glukosa. Kekurangan oksigen dapat terjadi karena berkurangnya

    oksigenasi darah akibat kegagalan fungsi paru, atau karena aliran darah otak menurun,

    misalnya akibat syok. Oleh karena itu, pada cedera otak harus dijamin bebasnya jalan

    napas, gerakan napas yang adekuat, dan hemodinamik tidak terganggu sehingga

    oksigenasi tubuh cukup (Sjamsuhidajat, 2005).

    Gangguan metabolisme jaringan otak akan menyebabkan udem yang dapat

    mengakibatkan hernia melalui foramen tentorium, foramen magnum atau herniasi di

    bawah falks serebrum (Sjamsuhidajat, 2005).

    Jika terjadi hernia, jaringan otak yang bersangkutan akan mengalami iskemia

    sehingga dapat menimbulkan nekrosis atau perdarahan yang menimbulkan kematian

    (Sjamsuhidajat, 2005).

    3. Gejala klinisGejala klinis ditentukan oleh derajat cedera dan lokasinya. Derajat cedera otak

    kurang lebih sesuai dengan tingkat gangguan kesadaran penderita. Trauma kepala

    dapat digolongkan menurut derajat koma glasgow (skor Glasgow, GCS), yaitu ringan

    bila skor total adalah 13-15, sedang bila skor 9-12, dan berat bila skor 3-8. Lokasi

    cedera otak primer dapat ditentukan pada pemeriksaan klinis (Sjamsuhidajat, 2005).

    Gejala cedera otak mungkin persisten atau tidak persisten, dalam variasi

    rentang waktu tertentu setelah terjadi suatu peristiwa neurologis. Pasien dengan

    cedera otak ringan dapat menunjukkan gejala emosional, kognitif, perilaku dan fisik

    yang persisten, gejala ini dapat timbul secara tersendiri atau kombinasi, yang dapat

    menghasilkan kecacatan secara fungsional. Gejala ini biasanya terdapat dalam salah

    satu kategori berikut, dan merupakan bukti tambahan bahwa cedera otak ringan telah

    terjadi, yaitu (Key et.al, 1993):

    a. Gejala fisik cedera otak (misalnya, mual, muntah, pusing, sakit kepala, penglihatankabur, gangguan tidur, cepat lelah, lemah, dan lain-lain) yang tidak dapat

    diperhitungkan dari cedera perifer atau penyebab lainnya;

  • 8/12/2019 Laporan Kasus - Epidural Hematom

    16/29

    15

    b. Defisit kognitif (misalnya melibatkan perhatian, konsentrasi, persepsi, memori,bicara/bahasa, atau fungsi pelaksana) yang tidak bisa sepenuhnya diperhitungkan

    dari keadaan emosi atau penyebab lainnya.

    c. Perubahan perilaku dan atau perubahan dalam derajat respon emosional (misalnyairitabilitas, cepat marah, tidak dapat mengontrol diri atau emosi yang labil) yang

    tidak dapat diperhitungkan dari reaksi psikologis terhadap stres fisik atau stres

    emosional atau penyebab lainnya.

    4. DiagnosisGlasgow Coma Scale (GCS)digunakan sebagai pengukur secara klinis beratnya

    cedera otak. Nilai GCS sama atau kurang dari 8 didefinisikan sebagai koma atau

    cedera otak berat. Pasien dengan nilai GCS 9-12 dikategorikan sebagai cedera otak

    sedang, dan pasien dengan nilai GCS 13-15 dikategorikan sebagai cedera otak ringan.

    Dalam penilaian GCS, jika terdapat asimetri ekstremitas kanan/kiri maka yang

    dipergunakan adalah angka respon motorik terbaik sebagai pengukuran karena hal ini

    adalah alat prediksi yang lebih cocok. Namun respon motorik pada kedua sisinya

    harus dicatat (Fildes et.al., 2008).

    Tabel 2. Glasgow Coma Scale (GCS)

    Cedera otak ringan ditandai oleh pasien sadar penuh dan dapat berbicara namun

    dengan riwayat disorientasi, amnesia atau kehilangan kesadaran sesaat. Skor GCS

  • 8/12/2019 Laporan Kasus - Epidural Hematom

    17/29

    16

    antara 13-15. Pada cedera otak sedang, mereka umumnya masih mampu menuruti

    perintah sederhana, namun biasanya tampak bingung atau mengantuk dan dapat

    disertai defisit neurologis fokal seperti hemiparesis. Sebanyak 10-20 % dari pasien

    cedera otak sedang mengalami perburukan dan jatuh dalam koma. Untuk alasan

    tersebut maka pemeriksaan neurologis secara berkala diharuskan dalam mengelola

    pasien ini. Pasien dengan cedera otak berat tidak mampu melakukan perintah

    sederhana walaupun status kardiopulmonernya tetap stabil (Fildes et.al., 2008).

    Survei sekunder sangat penting pada pasien dengan cedera otak ringan. Catat

    mekanisme cedera, adanya kehilangan kesadaran, termasuk lamanya durasi pasien

    tidak memberikan respon, adanya kejang dan derajat kesadaran. Pastikan apakah ada

    amnesia sebelum (retrograde) dan sesudah (antegrade) kecelakaan. Tentukan berat-

    ringannya nyeri kepala dan catat waktu yang dibutuhkan pasien untuk kembali

    menjadi GCS 15 dengan cara pemeriksaan berkala/serial (Fildes et.al., 2008).

    Pemeriksaan CT scan harus dilakukan secepat mungkin, segera setelah

    hemodinamik distabilkan. Pemeriksaan CT scan ulang harus diulang bila terjadi

    perburukan status klinis pasien secara rutin 12-24 jam setelah trauma bila dijumpai

    gambaran kontusio otak atau hematom pada CT scan awalnya (Fildes et.al., 2008).

    Pemeriksaan CT-scan adalah pemeriksaan yang dianjurkan. CT scan harus

    dilakukan pada semua pasien cedera otak yang gagal kembali menjadi GCS 15 dalam

    waktu 2 jam setelah cedera, adanya kecurigaan fraktur tulang tengkorak terbuka,

    adanya tanda-tanda klinis fraktur basis kranii, adanya muntah lebih dari 2 kali episode

    maupun pada pasien berusia lebih dari 65 tahun. Pemeriksaan CT scan juga harus

    dipertimbangkan pada pasien disertai kehilangan kesadaran lebih dari 5 menit,

    amnesia retrograde lebih dari 30 menit, hebatnya mekanisme cedera, nyeri kepala

    berat atau adanya defisit neurologis fokal akibat cedera otak (Fildes et.al, 2008).

    Hasil pemeriksaan CT scan yang bermakna antara lain pembengkakan kulit

    kepala atau perdarahan subgaleal di tempat benturan. Retak atau garis fraktur tampak

    lebih jelas pada CT scan bone window, walaupun kadang dapat tampak juga CT

    scan soft tissue windows. Penemuan terpenting dalam CT scan kepala adalah

    adanya perdarahan intrakranial, kontusio dan pergeseran garis tengah (efek massa)

    (Fildes et.al., 2008).

    Septum pelusidum yang terletak di anatara kedua ventrikel lateralis harus

    terletak di garis tengah. Garis tengah dapat ditarik dari krista galli di bagian anterior

    ke falx cerebri yang berinsersi di protuberensia occipitalis interna (inion) dibagian

  • 8/12/2019 Laporan Kasus - Epidural Hematom

    18/29

    17

    posterior. Derajat pergeseran septum pelusidum menjauhi sisi perdarahan harus

    dicatat dan dihitung menurut skala yang tertera disampaing hasil CT scan (Fildes

    et.al., 2008).

    Bila CT scan tidak ada, foto polos dapat digunakan untuk cedera kepala tumpul

    dan tajam. Jika foto polos kepala (schedel) dilakukan carilah gambaran: (1) Fraktur

    linear atau depresi, (2) Posisi glandula pineal di garis tengah (bila ada kalsifikasi), (3)

    Batas air-udara di daerah sinus, (4) Pneumosefal, (5) Fraktur tulang wajah, (6) Benda

    asing. Harus diingat, pemeriksaan foto polos tidak boleh sampai menunda transfer

    pasien ke rumah sakit rujukan (Fildes et.al, 2008).

    Bila terdapat abnormalitas pada gambaran CT scan atau masih terdapat gejala

    neurologis yang abnormal, pasien harus dibawa ke rumah sakit dan dikonsulkan ke

    ahli bedah saraf (Fildes et.al., 2008).

    Tabel 3. Indikasi CT scan pada cedera otak ringan (Fildes et.al., 2008).

    CT scan diperlukan pada cedera otak ringan (antara lain: adanya riwayat pingsan,

    amnesia, disorientasi dengan GCS 13-15) dan pada keadaan berikut:

    Faktor risiko tinggi perlu tindakan bedah

    saraf:

    - Nilai GCS < 15 pada 2 jam setelah cedera- Dicurigai ada fraktur depres atau terbuka- Adanya tanda-tanda fraktur dasar tulang

    tengkorak (mis: perdarahan di membran

    timpani, racoon eyes, rinorhea dan

    otorhea, battle sign.

    - Muntah (lebih dari 2 kali episode)- Usia lebih dari 65 tahun

    Faktor risiko sedang perlu

    tindakan bedah saraf

    - Amnesia sebelum cedera (lebihdari 30 menit)

    - Mekanisme cedera berbahaya(mis: pejalan kaki tertabrak

    kendaraan bermotor,

    penumpang terlempar dari

    kendaraannya, jatuh dari

    ketinggian lebih dari 3 kaki atau

    5 anak tangga)

    5. TatalaksanaPenderita harus menjalani rawat inap bila skor GCS kurang dari 15, serta

    terdapat gangguan neurologik, gangguan faal vital, dan fraktur tulang kepala. Rawat

    inap mempunyai dua tujuan, yakni observasi (pemantauan) dan perawatan. Observasi

  • 8/12/2019 Laporan Kasus - Epidural Hematom

    19/29

    18

    dimaksudkan untuk menemukan sedini mungkin penyulit atau kelainan lain yang

    tidak segera memberi tanda atau gejala (Sjamsuhidajat, 2005).

    Setelah ditentukan fungsi vital, kesadaran, dan status neurologik, harus

    diperhatikan kesembilan aspek perawatan berikut ini. Pemberian cairan dan elektrolit

    disesuaikan dengan kebutuhan. Harus dicegah terjadinya hidrasi berlebihan dan

    hiponatremia yang akan memperberat udem otak. Pemasangan kateter kandung kemih

    diperlukan untuk memantau keseimbangan cairan dan menjaga supaya tempat tidur

    tetap bersih dan kering (Sjamsuhidajat, 2005).

    Pencegahan terhadap pneumonia hipostatik dilakukan dengan fisioterapi paru,

    mengubah secra berkala posisi berbaring, dan mengisap timbunan sekret. Kulit

    diusahakan tetap bersih dan kering untuk mencegah dekubitus. Anggota gerak

    digerakkan secara pasif untuk mencegah kontraktur dan hipotrofi. Kornea harus terus-

    menerus dibasahi dengan larutan asam borat 2% untuk mencegah keratitis. Keadaan

    gelisah dapat disebabkan oleh perkembangan massa didalam tengkorak, kandung

    kemih yang penuh, atau nyeri. Setelah ketiga hal tersebut dapat dipastikan dan diatasi,

    baru boleh diberikan sedatif. Mengikat penderita hanya akan menambah kegelisahan

    yang justru akan menaikkan tekanan intrakranial (Sjamsuhidajat, 2005).

    Kejang harus segera diatasi karena akan menyebabkan hipoksia otak dan

    kenaikan tekanan darah serta memperberat udem otak (Sjamsuhidajat, 2005).

    Hipertermi dapat timbul pada hari pertama pasca trauma karena gangguan pada

    hipotalamus, batang otak, atau dehidrasi. Kenaikan suhu badan setelah hari kedua

    dapat disebabkan oleh dehidrasi, infeksi paru, infeksi saluran kemih, atau infeksi luka.

    Reaksi transfusi dapat juga menimbulkan demam. Pemakaian antibiotik yang

    berlebihan dapat menyebabkan tumbuhnya kuman yang resisten, menyebabkan kolitis

    pseudomembranosa, mengundang terjadinya sepsis (Sjamsuhidajat, 2005).

    Jika pasien asimptomatik, sadar, neurologis normal, observasi diteruskan selama

    beberapa jam dan diperiksa ulang. Bila kondisi tetap normal, dikatakan pasien aman

    dan dapat dipulangkan. Pasien boleh pulang tetapi harus diobservasi oleh keluarga/

    penjaganya setidak-tidaknya 24 jam berikutnya. Bila dalam pengawasan didapatkan

    nyeri kepala bertambah, penurunan kesadaran, atau terdapat defisit neurologis fokal,

    maka pasien dibawa segera kembali ke unit gawat darurat (Fildes et.al., 2008).

  • 8/12/2019 Laporan Kasus - Epidural Hematom

    20/29

    19

    6. KomplikasiDapat terjadi penyulit yang gejala dan tandanya baru tampak beberapa lama

    pascatrauma, dianataranya (Sjamsuhidajat, 2005):

    - Gangguan neurologikDapat berupa anosmia, gangguan visus, strabismus, cedera nervus fasialis,

    gangguan pendengaran atau keseimbangan, disartri dan disfagia. Kadang terdapat

    afasia atau hemipareis.

    - SindrompascatraumaBiasanya sindrompascatraumaterjadi pada trauma kepala yang tergolong ringan

    dengan GCS awal diatas 12 atau pingsan yang tidak lebih dari 20 menit. Sindrom

    tersebut berupa keluhan nyeri kepala, kepala terasa berat, mudah lupa, daya

    konsentrasi menurun, cemas dan mudah tersinggung. Tidak didapatkan kelainan

    neurologik. Keluhan tersebut pada umumnya berlangsung hingga 2-3 bulan

    pascatraumawalaupun kadang jauh lebih lama.

    - Sindroma psikispascatraumaSindroma psikis pascatrauma agak jarang ditemukan. Meliputi penurunan

    inteligensia, baik verbal maupun perilaku, gangguan berpikir, rasa curiga serta

    sikap bermusuhan, cemas, menarik diri dan depresi. Yang paling menonjol adalah

    gangguan daya ingat. Faktor utama timbulnya gangguan neuropsikiatrik ini ialah

    beratnya trauma.

    - EnsefalopatipascatraumaIstilah ensefalopati dipakai bila terdapat fokus patologik yang tersebar diotak.

    Gambaran klinis tampak sebagai demensia, penurunan kesiagaan dan tanda

    neurologik lain. Ensefalopatipascatraumayang khas didapat pada petinju. Gejala

    terdiri atas tanda piramidal, ekstrapiramidal dan vestibuloserebelar.

    - EpilepsipascatraumaEpilepsipascatraumabiasanya terjadi karena cedera vertikal.

    - HidrosefaluspascatraumaHidrosefalus pascatrauma, jarang ditemukan dan timbul secara perlahan-lahan.

    Biasanya kelainan ini ditemukan pada ensefalopati pascatrauma. Gejala yang

    tampak ialah trias yang terdiri dari demensia, ataksia dan inkontinensia urin.

    - Koma vigil.

  • 8/12/2019 Laporan Kasus - Epidural Hematom

    21/29

    20

    Penderita dengan trauma kepala berat dapat berakhir dalam keadaan korteks

    serebrum tidak berfungsi lagi. Semua rangsangan dari luar masih dapat diterima,

    tetapi tidak disadari. Penderita biasanya dalam keadaan menutup mata dan

    terdapat siklus bangun dan tidur. Penderita dapat bersuara, gerakan ototnya lemah

    atau tidak ada sama sekali.

    7. PrognosisSebagain besar pasien cedera otak ringan pulih sempurna. Kurang lebih 3%

    mengalami perburukan dengan hasil gangguan neurologis hebat apabila tidak

    terdeteksi lebih dini. Pasien ini dapat memiliki gejala sisa yang menetap seperti nyeri

    kepala kronik, gangguan tidur dan ingatan (Fildes et.al., 2008).

    Sebanyak 10-20% dari pasien cedera otak sedang mengalami perburukan dan

    jatuh dalam koma (Fildes et.al., 2008).

    B. Epidural Hematom1. Definisi

    Epidural hematoma (EDH) adalah adanya darah di ruang epidural, yaitu ruang

    potensial anatara tabula interna tulang tengkorak dan duramater (Sadewo, 2011).

    2. PatofisiologiFraktur tulang kepala dapat merobek pembuluh darah, terutama a. Meningea media

    yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara duramater

    dan tulang di permukaan dalam os temporale. Perdarahan yang terjadi menimbulkan

    hematom epidural. Desakan oleh hematom akan melepaskan duramater lebih lanjut dari

    tulang kepala sehingga hematom bertambah besar. Hematom epidural tanpa cedera lain

    biasanya disebabkan oleh robeknya arteri meningea media (Sjamsuhidajat, 2005).

    Hematom yang luas didaerah temporal menyebabkan tertekannya lobus temporalis

    otak ke arah berlawanan dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus

    (unkus dan sebagian dari girus hipokampus) mengalami herniasi di bawah tepi tentorium.

    Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik yang dapat dikenali oleh

    tim medis (Price & Wilson, 2006).

  • 8/12/2019 Laporan Kasus - Epidural Hematom

    22/29

    21

    Gambar 1.1 Ilustrasi epidural hematom dengan efek akut massa dan kompresi ipsilateralcerebral peduncle

    yang menyebabkan herniasi unkus (Mahadevan & Garmel, 2005).

    Tekanan herniasi unkus pada sirkulasi arteria ke formasio retikularis medulla

    oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini juga terdapat nuclei saraf

    cranial III (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil dan

    ptosis kelopak mata. Tekanan pada jaras kortikospinalis ascendens pada area ini

    menyebabkan kelemahan respons motorik kontralateral (yaitu, berlawanan dengan

    tempat hematom), refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan babinski positif (Price &

    Wilson, 2006).

    Bagian otak yang sering mengalami herniasi melalui insisura tentorial adalah sisi

    medial lobus temporal yang disebut unkus. Herniasi unkus juga menyebabkan penekanan

    traktus kortikospinal (piramidalis) yang berjalan di midbrain/otak tengah. Traktus

    piramidalis atau traktus motorik menyilang garis tengah menuju sisi berlawanan pada

    level foramen magnum, sehingga penekanan pada traktus ini menyebabkan paresis otot-

    otot sisi tubuh kontralateral (hemiparese kontralateral). Dilatasi pupil ipsilateral disertai

    hemiparese kontralateral dikenal sebagai sindrom klasik herniasi unkus (John et.al, 2008)

    Dengan makin meluasnya hematom, seluruh isi otak akan terdorong kearah yang

    berlawanan sehingga terjadi peningkatan tekanan intrakranial, termasuk kekakuan

    deserebrasi dan gangguan tanda vital dan fungsi pernapasan (Price & Wilson, 2006).

    Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus keluar

    hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur mungkin

    penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam,

    penderita akan merasakan nyeri kepala yang progresif memberat, kemudian kesadaranberangsur menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran ini selama penderita sadar

  • 8/12/2019 Laporan Kasus - Epidural Hematom

    23/29

    22

    setelah terjadi kecelakaan disebut lucid interval. Fenomena lucid interval terjadi karena

    cedera primer yang ringan pada epidural hematom. Kalau pada subdural hematom cedera

    primernya hampir selalu berat atau epidural hematom dengan trauma primer berat tidak

    terjadi lucid interval karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah

    mengalami fase sadar (Sjamsuhidajat, 2005).

    3. Gejala dan tanda klinisEpidural hematom dapat menimbulkan gejala penurunan kesadaran, adanya

    interval lusid selama beberapa jam dan kemudian terjadi defisit neurologis berupa

    hemiparesis kontralateral dan dilatasi pupil ipsilateral. Gejala lain yang ditimbulkan

    antara lain sakit kepala, muntah, kejang dan hemi-hiperrefleks (Sadewo, 2011).

    Gejala dan tanda yang tampak bervariasi, tetapi penderita hematom epidural yang

    khas memiliki riwayat cedera kepala dengan periode tidak sadar dalam waktu pendek,

    diikuti oleh periode lusid. Namun demikian, perlu diperhatikan bahwa interval lusid

    merupakan tanda diagnostik yang dipercaya pada hematom epidural. Pertama, interval

    lusid mengkin berlalu tanpa diketahui, terutama bila hanya sekejap saja. Kedua,

    penderita dengan cedera otak berat tambahan dapat tetap berada dalam keadaan stupor

    (Price & Wilson, 2006).

    Hematom epidural pada fase awal tidak menunjukkan gejala atau tanda. Setelah

    hematom bertambah besar baru akan terlihat tanda pendesakan dan peningkatan tekanan

    intrakranial. Penderita akan mengalami sakit kepala, mual, dan muntah diikuti dengan

    penurunan kesadaran. Gejala neurologik yang terpenting adalah pupil mata anisokor,

    yaitu pupil ipsilateral melebar. Pada perjalanannya, pelebaran pupil akan mencapai

    maksimal dan reaksi cahaya yang pada permulaan masih positif akan menjadi negatif.

    Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan bradikardia. Pada tahap akhir, kesadaran

    menurun sampai koma yang dalam, pupil kontralateral juga mengalami pelebaran sampai

    akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan reaksi cahaya lagi yang merupakan tanda

    kematian (Sjamsuhidajat, 2005).

    Ciri khas hematom epidural murni adalah terdapatnya interval bebas antara saat

    terjadinya trauma dan tanda pertama yang berlangsung beberapa menit sampai beberapa

    jam. Jika hematom epidural disertai dengan cedera otak seperti memar otak, interval

    bebas tidak terlihat, sedangkan gejala dan tanda lainnya menjadi kabur (Sjamsuhidajat,

    2005).

  • 8/12/2019 Laporan Kasus - Epidural Hematom

    24/29

    23

    4. DiagnosisDiagnosis didasarkan pada gejala klinis serta pemeriksaan penunjang seperti foto

    rontgen kepala. Adanya garis fraktur menyokong diagnosis hematom epidural bila sisi

    fraktur terletak ipsilateral dengan pupil yang melebar. Garis fraktur juga dapat

    menunjukkan lokasi hematom (Sjamsuhidajat, 2005).

    Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah(Sadewo, 2011):

    a. Foto polos kepala (skull x-ray). Dari foto polos kepala dapat ditemukan fraktur, danumumnya fraktur ditemukan pada usia < 30 tahun.

    b. CT scan kepala. Gambaran klasik hematom epidural pada CT scan adalah gambaranhiperintensitas bikonveks (84%). Namun dapat juga ditemukan gambaran

    hiperintens yang berbentuk garis atau bulan sabit. Hematom epidural biasanya

    memiliki intensitas yang homogen, berbatas tegas dan menyatu dengan tabula

    interna. Lebih dari 95% hematom epidural terdapat unulateral dan 90-95% terdapat

    di supratentorial. Morfologi hematom epidural adalah gambaran bikonveks atau

    lentiformis ektra aksial pada tempat terjadinya cedera, tidak menyebrang sutura

    kecuali terdapat diastasis sutura atau fraktur, tidak menyebrang falks dan tentorium

    dan menekan parenkim otak dan subarachnoid mater. Dari CT-scan kepala dapat

    juga ditemukan fraktur tulang tengkorak (85-95%).

    Gambar 1.2. Epidural hematom pada daerah frontal dan sedikit pergeseran garis tengah

    (midline shift) (Stone & Humphries, 2006).

    c. MRI kepala. Gambaran MRI yang didapat bervariasi tergantung onset trauma danletak perdarahan.

  • 8/12/2019 Laporan Kasus - Epidural Hematom

    25/29

    24

    Pemeriksaan penunjang yang paling baik digunakan pada pasien trauma adalah CT scan

    kepala.

    5. TatalaksanaTatalaksana EDH dibagi menjadi 2, yaitu tatalaksana medikamentosa dan operatif.

    Tatalaksanan medikamentosa diberikan jika terdapat EDH subakut atau kronik yang

    berukuran kecil ( 1 cm ketebalan) dan gejala dan tanda neurologis yang minimal. Pada

    keadaan tersebut, pasien dirawat dan diobservasi dengan CT scan, follow up 1 minggu

    kemudian jika secara klinis stabil. Pada 50% kasus, EDH yang kecil akan berkembang

    menjadi lebih besar dan diperlukan terapi operatif (Sadewo, 2011). Penatalaksanaan

    dilakukan segera dengan cara trepanasi dengan tujuan melakukan evakuasi hematom dan

    menghentikan perdarahan (Sjamsuhidajat, 2005). Managemen operatif diindikasikan jika

    terdapat (Sadewo, 2011):

    a. EDH simptomatikb. EDH akut asimptomatik tetapi ketebalan > 1 cmc. EDH pada pasien anak

    Tujuan dilakukan operasi adalah untuk menghilangkan bekuan darah sehingga

    dapat menurunkan tekanan intrakranial, hemostasis dan mencegah reakumulasi darah di

    ruang epidural (Sadewo, 2011)

    6. PrognosisBila hematoma epidural tidak disertai cedera otak lainnya, pengobatan dini

    biasanya dapat menyembuhkan penderita dengan sedikit atau tanpa defisit neurologik.

    Intervensi bedah harus dikerjakan dini sebelum penekanan pada jaringan otak

    menimbulkan kerusakan otak. Mortalitas tetap tinggi meskipun diagnosis dan

    pengobatan dilakukan dini, yaitu karena trauma dan gejala sisa berat yang menyertainya

    (Prince & Wilson).

  • 8/12/2019 Laporan Kasus - Epidural Hematom

    26/29

    25

    PEMBAHASAN

    Kenaikan tekanan intrakranial yang terjadi secara cepat disebabkan oleh perdarahan

    arteri atau udem otak akut. Perdarahan sebanyak 100 ml sudah dapat mematikan karena

    penambahan volume sebesar ini secara mendadak di dalam rongga tengkorak akan

    meningkatkan tekanan intrakranial sampai mengimbangi tekanan sistolik sehingga peredaran

    darah didalam jaringan otak terhenti. Selain itu, batang otak akan terjepit di dalam foramen

    magnum, atau terjadi herniasi otak di tentorium.

    Nyeri kepala adalah keluhan yang tidak khas yang dapat terjadi baik pada peningkatan

    tekanan intrakranial maupun akibat peradangan otak dan selaputnya. Penurunan kesadaran

    merupakan tanda penting dari kenaikan tekanan intrakranial yang mendadak. Tanda kelainan

    neurologik, seperti diplopia, pupil mata anisokor, dan gangguan sensorik maupun motorik

    merupakan tanda tekanan intrakranial meninggi. Mual dan muntah merupakan gejala yang

    sering ditemukan (Sjamsuhidajat, 2005).

    Pada kasus ini, didapatkan gejala berupa penurunan kesadaran, interval lusid, nyeri

    kepala, muntah (+) 2 kali, yang menunjukkan adanya peningkatan tekanan intrakranial pada

    pasien. Hal ini juga didukung oleh hasil pemeriksaan fisik, dimana didapatkan GCS E1VxM4,

    refleks cahaya langsung +/+, pupil anisokor, dengan diameter 2 mm/3 mm, bentuk bulat dan

    hemiparese dekstra. Pada pasien kemungkinan terjadi peningkatan tekanan intrakranial yang

    menyebabkan herniasi unkus. Tekanan herniasi unkus pada sirkulasi arteria ke formasio

    retikularis medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini juga terdapat

    nuclei saraf cranial III (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil.

    Bagian otak yang sering mengalami herniasi melalui insisura tentorial adalah sisi medial

    lobus temporal yang disebut unkus. Herniasi unkus juga menyebabkan penekanan traktus

    kortikospinal (piramidalis) yang berjalan di midbrain/otak tengah. Traktus piramidalis atau

    traktus motorik menyilang garis tengah menuju sisi berlawanan pada level foramen magnum,

    sehingga penekanan pada traktus ini menyebabkan paresis otot-otot sisi tubuh kontralateral

    (hemiparese kontralateral) (Price & Wilson, 2006; John et.al, 2008)

    Peningkatan tekanan intrakranial dapat disebabkan oleh banyak hal, pada kasus ini

    kemungkinkan penyebab peningkatan tekanan intrakranialnya adalah karena adanya

    penambahan masa intrakranial akibat trauma berupa epidural hematom (EDH), hal ini

    didukung oleh manifestasi klinis berupa adanya penurunan kesadaran, adanya interval lusid

    selama beberapa jam dan kemudian terjadi defisit neurologis berupa hemiparesis kontralateral

    dan dilatasi pupil ipsilateral, dan gejala lainnya seperti sakit kepala, muntah, kejang.

  • 8/12/2019 Laporan Kasus - Epidural Hematom

    27/29

    26

    Pasien juga mengalami peningkatan suhu (37,9oC). Hipertermia dapat timbul pada hari

    pertama pasca trauma karena gangguan pada hipotalamus, batang otak atau dehidrasi. Pasien

    ini juga mengalami takikardi (nadi 108 kali/menit). Penyebab umum dari takikardia adalah

    kenaikan suhu tubuh, rangsangan jantung oleh saraf simpatis, dan keadaan toksik pada

    jantung. Frekuensi denyut jantung meningkat kira-kira 10 kali permenit, menaikkan suhu

    tubuh satu derajat Fahrenheit (18 kali per derajat Celsius) sampai suhu tubuh mencapai kira-

    kira 105oF (40,5oC); diatas suhu ini frekuensi jantung dapat menurun karena melemahnya

    otot jantung secara progresif sebagai akibat dari demam. Demam menyebabkan takikardia,

    karena kenaikan suhu akan meningkatkan derajat metabolisme nodus sinus, yang selanjutnya

    langsung meningkatkan eksitabilitas dan kecepatan irama.

    Penilaian keadaan pasien dan prioritas terapi didasarkan pada jenis perlukaan, tanda

    vital dan mekanisme trauma. Pengelolaan pasien berupaprimary surveyyang cepat kemudian

    resusitasi, Secondary survey dan akhirnya terapi definitif. Selama primary survey keadaan

    yang mengancam nyawa harus dikenali dan resusitasinya dilakukan pada saat itu juga. Hal ini

    berpatokan pada A, B, C, D, E.Airwaydan kontrol servikal dengan jaw thrust atauhead tilt

    chin lift. Bila pasien tidak sadar dan ditemukan adanya suara mengorok dapat dilakukan

    pemasangan oro-pharingeal tube. Pasien dengan gangguan keasadaran atau GCS sama atau

    kurang dari 8 biasanya memerlukan pemasangan airway definitif. Pada breathing didapatkan

    hasil pergerakan dinding dada simetris, RR: 24 x/menit, teratur, retraksi (-), tipe pernapasan

    torako-abdominal. Hal ini menunjukkan tidak ada masalah pada komponen ventilasi

    (breathing). Pada circulationnadi radialis teraba, kuat angkat, teratur, N: 108 x/menit, TD:

    110/70 mmHg. Kemungkinan takikardi yang terjadi disebabkan karena terjadi pula

    peningkatan suhu. Hipertermia dapat timbul pada hari pertama pasca trauma karena gangguan

    pada hipotalamus, batang otak atau dehidrasi. Maka, tindakan yang dilakukan adalah dengan

    pemberian cairan intravena dengan menggunakan larutan elektrolit isotonik hangat misalnya

    Ringer laktat atau normal saline. Cairan jenis ini mengisi volume intravaskular dalam waktu

    singkat dan juga menstabilkan volume vaskular dengan cara menggantikan kehilangan cairan

    penyerta yang hilang ke ruang interstisial atau intravaskular. Kemudian dilakukan penilaian

    pada disability dan exposure.

    Rencana diagnostik yang dilakukan adalah dengan melakukan pemeriksaan Rontgen:

    skull AP/lateral, thoraks, servikal, CT-scan kepala, pemeriksaan darah lengkap, GDS, ureum,

    kreatinin, SGOT, SGPT, HbsAg. Setelah dipastikan benar terjadi perdarahan pada otak

    dengan pemeriksaan radiologi, maka akan dilakukan terapi. Tindakan yang akan dilakukan

    yaitu tindakan berupa pemberian obat-obatan atau tindakan operasi, tergantung dari luasnya

  • 8/12/2019 Laporan Kasus - Epidural Hematom

    28/29

    27

    perdarahan yang terjadi. Tindakan terapi medikamentosa yaitu pasien akan diberikan terapi

    obat-obatan dan diobservasi. Namun jika perdarahan yang kecil tersebut berkembang menjadi

    lebih besar, maka harus dilakukan operasi. Tindakan operasi juga harus dilakukan jika terjadi

    perdarahan yang luas (> 1 cm) dan terdapat kelainan neurologis. Tujuan dari operasi yaitu

    untuk menghilangkan bekuan darah sehingga dapat menurunkan tekanan didalam kepala dan

    mencegah terkumpulnya darah kembali di ruang antara tulang tengkorak dan lapisan luar

    pembungkus otak (ruang epidural).

    Pada pasien ini diberikan terapi medikamentosa berupa pemberian infus manitol,

    antibiotik, analgetik, anti kejang, dan neuroprotektor. Terapi operatif dilakukan pada pasien

    karena terjadi perdarahan yang luas (> 1 cm) dan terdapat kelainan neurologis.

    Terapi berupa pemberian O2mask 8 lpm, Untuk menurunkan tekanan intrakranial yang

    terjadi pada pasien, maka perlu diberikan manitol, sediaan yang tersedia yaitu cairan manitol

    dengan konsentrasi 20%. Dosis yang diberikan 0,25-1 g/KgBB diberikan secara bolus

    intravena. Manitol dosis tinggi jangan diberikan pada pasien yang hipotensi, karena manitol

    merupakan diuretik osmotik yang potensial. Adanya perburukan neurologis yang akut, seperti

    terjadinya dilatasi pupil, hemiparesis maupun kehilangan kesadaran saat pasien dalam

    observasi merupakan indikasi kuat untuk diberikan manitol. Pada keadaan tersebut pemberian

    bolus manitol (1 g/KgBB) harus diberikan secara cepat (dalam waktu 5 menit) dan pasien

    segera dibawa ke CT scan ataupun langsung ke kamar operasi bila lesi penyebabnya sudah

    diketahui. Dilakukan pemberian antibiotik profilaksis, analgetik dan neuroprotektor. Apabila

    timbul kejang, dapat diberikan fenitoin 10-15 mg/kgBB (yang diberikan secara intravena

    dengan pemberian tidak lebih cepat dari 50 mg/menit), maintenance 5-10 mg/kgBB/hari.

    Dilakukan monitoring keluhan, vital sign dan status neurologis. Setelah pemberian terapi

    tersebut keadaan pasien membaik yang terlihat dengan nilai GCS yang meningkat, tanda-

    tanda peningkatan tekanan intrakranial berkurang yaitu diantaranya adalah kesadaran yang

    mulai membaik, kejang (-), muntah (-), pupil isokor, namun masih terdapat hemiparese

    dextra.

  • 8/12/2019 Laporan Kasus - Epidural Hematom

    29/29

    DAFTAR PUSTAKA

    Fildes, John., Meredith, J Wayne., et.al. 2008. Advanced Trauma Life Support for Doctor

    (ATLS) Student Course Manual. 8th edition. United states: American College of

    Surgeons Committee on Trauma

    Kasan, Umar. 2002. Cidera Otak / Cidera Kepala (Brain injury / head injury). Available

    from:

    http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=cedera%20otak&source=web&cd=1&cad=

    rja&ved=0CCcQFjAA&url=http%3A%2F%2Fimages.neurosurg.multiply.multiplycont

    ent.com%2Fattachment%2F0%2FSZQ%40KQoKCDUAAGkRGyM1%2FCEDERA%

    2520KEPALA.DOC%3Fkey%3Dneurosurg%3Ajournal%3A9%26nmid%3D19874711

    1&ei=D5a5UIWkIoTqrQem9oCYCw&usg=AFQjCNHnOjVayvMsQR6zcc7Yl3Ca-

    v2LAg(Accessed at: 2012, January 11th)

    Key, Thomas et.al., 1993.Definition of Mild Traumatic Brain Injury Developed by the Mild

    Traumatic Brain Injury Committee of the Head Injury Interdisciplinary Special Interest

    Group of the American Congress of Rehabilitation Medicine. Available from

    http://www.acrm.org/pdf/TBIDef_English_Oct2010.pdf(Accessed at: 2012, January

    11th)

    Mahadevan, S V., Garmel, Gus M., 2005. An Introduction to Clinical Emergency Medicine.

    Cambridge: Cambridge University Press

    Prince, Sylvia., Wilson, Lorraine. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.

    Jakarta: EGC

    Sadewo, Wismaji dkk. 2011. Sinopsis Ilmu Bedah Saraf. Jakarta: Sagung Seto

    Sjamsuhidajat R., de Jong W. 2005.Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC

    http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=cedera%20otak&source=web&cd=1&cad=rja&ved=0CCcQFjAA&url=http%3A%2F%2Fimages.neurosurg.multiply.multiplycontent.com%2Fattachment%2F0%2FSZQ%40KQoKCDUAAGkRGyM1%2FCEDERA%2520KEPALA.DOC%3Fkey%3Dneurosurg%3Ajournal%3A9%26nmid%3D198747111&ei=D5a5UIWkIoTqrQem9oCYCw&usg=AFQjCNHnOjVayvMsQR6zcc7Yl3Ca-v2LAghttp://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=cedera%20otak&source=web&cd=1&cad=rja&ved=0CCcQFjAA&url=http%3A%2F%2Fimages.neurosurg.multiply.multiplycontent.com%2Fattachment%2F0%2FSZQ%40KQoKCDUAAGkRGyM1%2FCEDERA%2520KEPALA.DOC%3Fkey%3Dneurosurg%3Ajournal%3A9%26nmid%3D198747111&ei=D5a5UIWkIoTqrQem9oCYCw&usg=AFQjCNHnOjVayvMsQR6zcc7Yl3Ca-v2LAghttp://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=cedera%20otak&source=web&cd=1&cad=rja&ved=0CCcQFjAA&url=http%3A%2F%2Fimages.neurosurg.multiply.multiplycontent.com%2Fattachment%2F0%2FSZQ%40KQoKCDUAAGkRGyM1%2FCEDERA%2520KEPALA.DOC%3Fkey%3Dneurosurg%3Ajournal%3A9%26nmid%3D198747111&ei=D5a5UIWkIoTqrQem9oCYCw&usg=AFQjCNHnOjVayvMsQR6zcc7Yl3Ca-v2LAghttp://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=cedera%20otak&source=web&cd=1&cad=rja&ved=0CCcQFjAA&url=http%3A%2F%2Fimages.neurosurg.multiply.multiplycontent.com%2Fattachment%2F0%2FSZQ%40KQoKCDUAAGkRGyM1%2FCEDERA%2520KEPALA.DOC%3Fkey%3Dneurosurg%3Ajournal%3A9%26nmid%3D198747111&ei=D5a5UIWkIoTqrQem9oCYCw&usg=AFQjCNHnOjVayvMsQR6zcc7Yl3Ca-v2LAghttp://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=cedera%20otak&source=web&cd=1&cad=rja&ved=0CCcQFjAA&url=http%3A%2F%2Fimages.neurosurg.multiply.multiplycontent.com%2Fattachment%2F0%2FSZQ%40KQoKCDUAAGkRGyM1%2FCEDERA%2520KEPALA.DOC%3Fkey%3Dneurosurg%3Ajournal%3A9%26nmid%3D198747111&ei=D5a5UIWkIoTqrQem9oCYCw&usg=AFQjCNHnOjVayvMsQR6zcc7Yl3Ca-v2LAghttp://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=cedera%20otak&source=web&cd=1&cad=rja&ved=0CCcQFjAA&url=http%3A%2F%2Fimages.neurosurg.multiply.multiplycontent.com%2Fattachment%2F0%2FSZQ%40KQoKCDUAAGkRGyM1%2FCEDERA%2520KEPALA.DOC%3Fkey%3Dneurosurg%3Ajournal%3A9%26nmid%3D198747111&ei=D5a5UIWkIoTqrQem9oCYCw&usg=AFQjCNHnOjVayvMsQR6zcc7Yl3Ca-v2LAghttp://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=cedera%20otak&source=web&cd=1&cad=rja&ved=0CCcQFjAA&url=http%3A%2F%2Fimages.neurosurg.multiply.multiplycontent.com%2Fattachment%2F0%2FSZQ%40KQoKCDUAAGkRGyM1%2FCEDERA%2520KEPALA.DOC%3Fkey%3Dneurosurg%3Ajournal%3A9%26nmid%3D198747111&ei=D5a5UIWkIoTqrQem9oCYCw&usg=AFQjCNHnOjVayvMsQR6zcc7Yl3Ca-v2LAghttp://www.acrm.org/pdf/TBIDef_English_Oct2010.pdfhttp://www.acrm.org/pdf/TBIDef_English_Oct2010.pdfhttp://www.acrm.org/pdf/TBIDef_English_Oct2010.pdfhttp://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=cedera%20otak&source=web&cd=1&cad=rja&ved=0CCcQFjAA&url=http%3A%2F%2Fimages.neurosurg.multiply.multiplycontent.com%2Fattachment%2F0%2FSZQ%40KQoKCDUAAGkRGyM1%2FCEDERA%2520KEPALA.DOC%3Fkey%3Dneurosurg%3Ajournal%3A9%26nmid%3D198747111&ei=D5a5UIWkIoTqrQem9oCYCw&usg=AFQjCNHnOjVayvMsQR6zcc7Yl3Ca-v2LAghttp://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=cedera%20otak&source=web&cd=1&cad=rja&ved=0CCcQFjAA&url=http%3A%2F%2Fimages.neurosurg.multiply.multiplycontent.com%2Fattachment%2F0%2FSZQ%40KQoKCDUAAGkRGyM1%2FCEDERA%2520KEPALA.DOC%3Fkey%3Dneurosurg%3Ajournal%3A9%26nmid%3D198747111&ei=D5a5UIWkIoTqrQem9oCYCw&usg=AFQjCNHnOjVayvMsQR6zcc7Yl3Ca-v2LAghttp://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=cedera%20otak&source=web&cd=1&cad=rja&ved=0CCcQFjAA&url=http%3A%2F%2Fimages.neurosurg.multiply.multiplycontent.com%2Fattachment%2F0%2FSZQ%40KQoKCDUAAGkRGyM1%2FCEDERA%2520KEPALA.DOC%3Fkey%3Dneurosurg%3Ajournal%3A9%26nmid%3D198747111&ei=D5a5UIWkIoTqrQem9oCYCw&usg=AFQjCNHnOjVayvMsQR6zcc7Yl3Ca-v2LAghttp://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=cedera%20otak&source=web&cd=1&cad=rja&ved=0CCcQFjAA&url=http%3A%2F%2Fimages.neurosurg.multiply.multiplycontent.com%2Fattachment%2F0%2FSZQ%40KQoKCDUAAGkRGyM1%2FCEDERA%2520KEPALA.DOC%3Fkey%3Dneurosurg%3Ajournal%3A9%26nmid%3D198747111&ei=D5a5UIWkIoTqrQem9oCYCw&usg=AFQjCNHnOjVayvMsQR6zcc7Yl3Ca-v2LAghttp://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=cedera%20otak&source=web&cd=1&cad=rja&ved=0CCcQFjAA&url=http%3A%2F%2Fimages.neurosurg.multiply.multiplycontent.com%2Fattachment%2F0%2FSZQ%40KQoKCDUAAGkRGyM1%2FCEDERA%2520KEPALA.DOC%3Fkey%3Dneurosurg%3Ajournal%3A9%26nmid%3D198747111&ei=D5a5UIWkIoTqrQem9oCYCw&usg=AFQjCNHnOjVayvMsQR6zcc7Yl3Ca-v2LAghttp://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=cedera%20otak&source=web&cd=1&cad=rja&ved=0CCcQFjAA&url=http%3A%2F%2Fimages.neurosurg.multiply.multiplycontent.com%2Fattachment%2F0%2FSZQ%40KQoKCDUAAGkRGyM1%2FCEDERA%2520KEPALA.DOC%3Fkey%3Dneurosurg%3Ajournal%3A9%26nmid%3D198747111&ei=D5a5UIWkIoTqrQem9oCYCw&usg=AFQjCNHnOjVayvMsQR6zcc7Yl3Ca-v2LAg