laporan kasus bedah urologi

7
LAPORAN KASUS Tn. Agustinus (63 tahun) CM : CPK 5C / 228396 Pasien datang di IGD RSUD Salatiga pada tanggal 6 september 2014 pukul 05.33 dengan keluhan tidak bisa BAK, dengan diagnosis kerja RETENSI URIN. Tindakan yang dilakukan di IGD adalah langsung menghubungi dr.Omar,Sp.U dengan instruksi langsung dilakukan operasi dengan pemberian RL 20tpm. Tanggal 6 september 2014 di ruang OK dilakukan operasi kateterisasi, dengan diagnosis pre operasi RETENSI URIN ET CAUSA BPH, dan diberikan instruksi rencana TURP untuk tanggal 8 september 2014 sebagai berikut : - Cek lab darah rutin PT, APTT, KGDS, HbsAg, albumin, elektrolit (Na, KCL), urea, kreatinin - EKG dan foto thorax - USG ginjal buli prostat (tanpa puasa) TANGGAL SOAP KETERANGAN 7/9/2014 BAK masih nyeri 8/9/2014 BAK masih nyeri, KU baik, TD 140/80, N 72x 9/9/2014 Nyeri saat BAK, merasa haus terus, KU baik, TD 130/70, nyeri post op Aff traksi 10/9/2014 Belum nafsu makan, mual (+), KU baik, TD 140/80, nyeri post op (-), urin kuning (+) Post TURP H2 RIWAYAT PEMBERIAN OBAT TANGGAL NAMA OBAT DOSIS 7/9/2014 Ceftrizoxim 2.1

Upload: eviherdianti

Post on 09-Apr-2016

270 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

LK

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN KASUS Bedah Urologi

LAPORAN KASUS

Tn. Agustinus (63 tahun)

CM : CPK 5C / 228396

Pasien datang di IGD RSUD Salatiga pada tanggal 6 september 2014 pukul 05.33 dengan keluhan tidak bisa BAK, dengan diagnosis kerja RETENSI URIN. Tindakan yang dilakukan di IGD adalah langsung menghubungi dr.Omar,Sp.U dengan instruksi langsung dilakukan operasi dengan pemberian RL 20tpm.

Tanggal 6 september 2014 di ruang OK dilakukan operasi kateterisasi, dengan diagnosis pre operasi RETENSI URIN ET CAUSA BPH, dan diberikan instruksi rencana TURP untuk tanggal 8 september 2014 sebagai berikut :

- Cek lab darah rutin PT, APTT, KGDS, HbsAg, albumin, elektrolit (Na, KCL), urea, kreatinin- EKG dan foto thorax- USG ginjal buli prostat (tanpa puasa)

TANGGAL SOAP KETERANGAN

7/9/2014 BAK masih nyeri

8/9/2014 BAK masih nyeri, KU baik, TD 140/80, N 72x

9/9/2014 Nyeri saat BAK, merasa haus terus, KU baik, TD 130/70, nyeri post op

Aff traksi

10/9/2014 Belum nafsu makan, mual (+), KU baik, TD 140/80, nyeri post op (-), urin kuning (+)

Post TURP H2

RIWAYAT PEMBERIAN OBAT

TANGGAL NAMA OBAT DOSIS

7/9/2014 Ceftrizoxim 2.1

Vit K 3.1

Carbazoxime 3.1

8/9/2014 Cefri 2.1

Vit K 3.1

Carbazochrome 2.1

9/9/2014 Harnal 1.1 malam

Page 2: LAPORAN KASUS Bedah Urologi

Avadant 1.1 pagi

Ceftrizoxime 2.1

Kalnex 3.500

Vit K 3.1

Carbazochrome 2.1

Ketorolac 2.1

10/9/2014 Harnal 1.1 malam

Avadant 1.1

Ceftrizoxime 2.1

Kalnex 3.500

Vit K 3.1

Carbazochrome 2.1

Ketorolac 2.1

PEMBAHASAN

Pada kasus kali ini ditemukan seorang pria 63 tahun dengan keluhan tidak bisa BAK dengan resiko

BPH yang dapat menimbulkan retensi urin. Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan

sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan.

Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher buli-buli dan daerah

prostat meningkat, serta otot destrusor menebal dan meregang sehingga timbul sakulasi atau divertikel.

Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi

lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak lagi mampu untuk berkontraksi sehingga terjadi

retensio urin yang selanjutnya dapat menyebabkan hidonefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.

Penurunan kekuatan dan kaliber aliran yang disebabkan resistensi urethra adalah gambaran awal

dan menetap dari BPH. Hesitancy terjadi karena detrusor membutuhkan waktu yang lama untuk dapat

melawan resistensi urethra. Intermittency terjadi karena detrusor tidak dapat mengatasi resistensi urethra

sampai akhir miksi. Terminal dribbing dan rasa belum puas sehabis miksi terjadi karena jumlah residu

urin yang banyak dalam buli-buli.

Page 3: LAPORAN KASUS Bedah Urologi

Nokturia dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang tidak lengkap pada tipa miksi sehingga

interval miksi lebih pendek. Frekuensi terutama terjadi pada malam hari (nokturia) karena hambatan

normla dari korteks berkurang dan tonus spinchter dan urethra berkurang selama tidur.

Urgency dan disuria jarang terjadi, jika ada disebabkan oleh ketidakstabilan detrusor sehingga

terjadi kontraksi involunter. Inkontinensia bukan gejala yang khas, walaupun dengan berkembangnya

penyakit urin keluar sedikit-sedikit secara berkala karena setelah buli-buli mencapai compliance

maksimum, tekanan dalam buli-buli akan cepat naik melebihi tekanan spinchter.

Untuk penatalaksanannya dapat dilakukan observasi. Biasanya dilakukan pada pasien dengan

keluhan ringan. Nasehaat yang diberikan adalah mengurangi minum setelah makan malam untuk

mengurangi nokturia, menghindari obat-obat kongesta, mengurangi minum kopi dan tidak diperbolehkan

minum alkohol agar tidak terlalu sering miksi.

Terapi medikamentosanya bisa menggunakan penghambat adregenik a. Obat yang sering dipakai

adalah prazosin, doxazosin, terazosin, afluzosin atau tamsulosin. Penggunaan obat ini dapat mengurangi

obstruksi pada buli-buli, menghambat reseptor-reseptor otot polos sehingga terjadi relaksasi di daerah

prostat. Hal ini akan menurunkan tekanan pada urethra pars prostatika sehingga aliran air seni dan gejala-

gejala berkurang. Pada BPH penatalaksanaan secara medikamentosa tidak dapat mengurangi pembesaran

prostat melainkan hanya dapat memperlebar urethra dan mencegah prostat tidak semakin bertambah

besar. Komplikasi BPH antara lain hernia atau hemorroid akibat adanya kenaikan tekanan intra pelvis

akibat mengedan saat miksi. Selain itu karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu endapan di

dalam kandung kemih. Jika obstruksi terus berlangsung maka akan terjadi refluks urin ke ginjal dan

bermanifestasi menjadi gagal ginjal. Prognosis pasien bergantung pada derajat perbesaran prostat dan

penatalaksanaan yang tepat.

Juga bisa dengan penghambat enzim 5-a-reduktase. Obat yang dipakai adalah finasteride (Proscar). Obat

golongan ini dapat menghambat pembentukan DHT sehingga prostat yang membesar akan mengecil.

Terapi efektivitasnya masih diperdebatkan karena baru menunjukkan perbaikan sedikit dari keluhan

pasien setelah 6-12 bulan pengobatan. Selain itu juga ada dengan Fitoterapi (eviprostat)

Terapi yang lalin adalah dengan terapi bedah. Indikasi absolut terapi bedah adalah retensio urin berulang,

hematuria, tanda penurunan fungsi ginjal, ISK berulang, tanda-tanda obstruksi berat, dan ada batu saluran

kemih. Macam terapi bedah antara lain Transurethral Resection of The Prostate (TUR P), Tranurethral

Incicion of The Prostate (TUIP), prostatektomi terbuka, dan prostatektomi dengan laser. Tetapi yang

Page 4: LAPORAN KASUS Bedah Urologi

menjadi gold standarnya adalah TUR P. Komplikasi TUR P ada yang jangka pendek (perdarahan, infeksi,

hiponatremia, retensio karena bekuan darah) dan jangka panjang (striktur urethra, ajakulasi retrograd,

atau impotensi.

TURP (Trans Uretral Resection Prostate) 

Trans Urethral Resection of the Prostate (TURP)

Yaitu reseksi endoskopik malalui uretra. Jaringan yang direseksi hampir seluruhnya terdiri dari jaringan

kelenjar sentralis. Jaringan perifer ditinggalkan bersama kapsulnya. Metode ini cukup aman, efektif dan

berhasil guna, bisa terjadi ejakulasi retrograd dan pada sebagaian kecil dapat mengalami impotensi. Hasil

terbaik diperoleh pasien yang sungguh membutuhkan tindakan bedah. Untuk keperluan tersebut, evaluasi

urodinamik sangat berguna untuk membedakan pasien dengan obstruksi dari pasien non-obstruksi.

Evaluasi ini berperan selektif dalam penentuan perlu tidaknya dilakukan TUR.

Saat ini tindakan TUR P merupakan tindakan operasi paling banyak dikerjakan di seluruh dunia. Reseksi

kelenjar prostat dilakukan trans-uretra dengan mempergunakan cairan irigan (pembilas) agar supaya

daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang dipergunakan adalah

berupa larutan non ionik, yang dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan

yang sering dipakai dan harganya cukup murah adalah H2O steril (aquades).

Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga cairan ini dapat masuk ke

sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang terbuka pada saat reseksi. Kelebihan air dapat

menyebabkan terjadinya hiponatremia relatif atau gejala intoksikasi air atau dikenal dengan sindroma

TUR P. Sindroma ini ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, kesadaran somnolen, tekanan darah

meningkat, dan terdapat bradikardi.

Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak yang akhirnya jatuh dalam keadaan koma

dan meninggal. Angka mortalitas sindroma TURP ini adalah sebesar 0,99%. Karena itu untuk

mengurangi timbulnya sindroma TUR P dipakai cairan non ionik yang lain tetapi harganya lebih mahal

daripada aquades, antara lain adalah cairan glisin, membatasi jangka waktu operasi tidak melebihi 1 jam,

dan memasang sistostomi suprapubik untuk mengurangi tekanan air pada buli-buli selama reseksi prostat.

Keuntungan :

Luka incisi tidak ada

Lama perawatan lebih pendek

Morbiditas dan mortalitas rendah

Page 5: LAPORAN KASUS Bedah Urologi

Prostat fibrous mudah diangkat

Perdarahan mudah dilihat dan dikontrol

Kerugian :

Teknik sulit

Resiko merusak uretra

Intoksikasi cairan

Trauma sphingter eksterna dan trigonum

Tidak dianjurkan untuk BPH yang besar

Alat mahal

Ketrampilan khusus

Komplikasi:

- Selama operasi: perdarahan, sindrom TURP, dan perforasi

- Pasca bedah dini: perdarahan, infeksi lokal atau sistemik

- Pasca bedah lanjut: inkontinensia, disfungsi ereksi, ejakulasi retrograd, dan striktura uretra.