laporan imun 2 slese

43
LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI PRODUKSI ANTIBODI PADA TIKUS Oleh : RATNA WULAN SARI 0910910065 LABORATORIUM FISIOLOGI HEWAN JURUSAN BIOLOGI

Upload: yustino-armend-wigoeno

Post on 05-Aug-2015

336 views

Category:

Documents


20 download

TRANSCRIPT

Page 1: laporan imun 2 slese

LAPORAN PRAKTIKUMIMMUNOLOGI

PRODUKSI ANTIBODI PADA TIKUS

Oleh :RATNA WULAN SARI

0910910065

LABORATORIUM FISIOLOGI HEWANJURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG2011

Page 2: laporan imun 2 slese
Page 3: laporan imun 2 slese

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Dasar TeoriLingkungan di sekitar manusia mengandung berbagai jenis unsur pathogen,

misalnya bakteri, virus, fungus, protozoa dan parasit yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia. Infeksi yang terjadi pada manusia normal umumnya singkat dan jarang meninggalkan kerusakan permanen. Hal ini disebabkan tubuh manusia memiliki suatu sistem yaitu sist em imun yang melindungi tubuh terhadap unsur-unsur patogen. Respon imun seseorang terhadap unsur-unsur patogen sangat bergantung pada kemampuan sistem imun untuk menge-nal molekul-molekul asing atau antigen yang terdapat pada permukaan unsur patogen dan kemampuan untuk melakukan reaksi yang tepat untuk meny-ingkirkan antigen (Baratawidjaja, 2000).

Sistem imun di dalam tubuh manusia berkembang menjadi kompleks pertahanan tubuh yang utuh dan bentuk mekanisme pertahanan tubuh yang adaptif. Sistem imun tubuh memiliki tugas untuk melindungi tubuh dari substansi asing dan berbahaya, mikroorganisme, racun, dan malignant cells. Sistem imun akan memberikan perlindungan bagi tubuh dari adanya serangan dari dalam atau luar lingkungan. Sel-sel di dalam sistem imun yang bertanggung jawab untuk mentarget dan menyebabkan pemindahan material asing atau antigen dinamakan dengan limfosit (lymphocytes). Sel-sel ini beredar di dalam darah dan limfe dan terkumpul pada suatu daerah pada tubuh yang dinamakan sebagai limfoid (lymphoid) yang termasuk di dalamnya adalah spleen, lymph nodes, timus, tonsil, adenoid, dan kantung Peyer, tiga terakhir berada di sepanjang saluran pencernaan (Bittar dan Bittar, 1996).

Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu se-belum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Injeksi volume kecil adalah injeksi yang dikemas dalam wadah 100 ml atau kurang (Kur-niaps,2010).

Page 4: laporan imun 2 slese

Antigen adalah suatu substansi yang mampu merangsang terben-tuknya respon imun yang dapat dideteksi, baik respon imun seluler, respon imun humoral atau kedua-duanya. Karena sifatnya itu antigen disebut juga sebagai imunogen. Imunogen yang paling poten umum-nya merupakan makromolekul protein, polisakarida atau polimer sin-tetik yang lain seperti polivinilpirolidon (PVP). (Wanenoor,2010).

Antibodi merupakan protein-protein yang terbentuk sebagai respon terhadap antigen yang masuk ke tubuh, yang bereaksi secara spesifik dengan antigen tersebut. Konfigurasi molekul antigen-antibodi sedemikian rupa sehingga hanya antibodi yang timbul sebagai respon terhadap suatu antigen tertentu saja yang cocok dengan permukaan antigen itu sekaligus bereaksi dengannya. Sel-sel kunci dalam respon antigen-antibodi adalah sel limfosit. Terdapat dua jenis limfosit yang berperan, yaitu limfosit B dan T. Keduanya berasal dari sel tiang yang sama dalam sumsum tulang. Pendewasaan limfosit B terjadi di Bursa Fabricius pada unggas, sedangkan pada mamalia terjadi di hati fetus, tonsil, usus buntu dan jaringan limfoid dalam dinding usus. Pendewasaan limfosit T terjadi di organ timus (Male et al, 1991).

Antibodi poliklonal yaitu di dalam suatu populasi antibodi terdapat lebih dari 1 macam antibodi, atau campuran antibodi yang mengenal epitop yang berbeda pada antigen yang sama (Moko, 2010).Proses yang terjadi pada antibodi poliklonal (Moko, 2010): 1. Diproduksi dengan imunisasi hewan dengan antigen yang tepat.2. Imunisasi atau vaksinasi adalah suatu prosedur untuk

meningkatkan derajat imunitas seseorang terhadap patogen ter-tentu atau toksin. Imunisasi yang ideal adalah yang dapat men-gaktifkan sistem pengenalan imun dan sistem efektor yang diper-lukan. Hal tersebut dapat diperoleh dengan pemberian antigen yang tidak patogenik.

3. Serum dari hewan terimunisasi dikumpulkan4. Antibodi dalam serum dapat dimurnikan lebih lanjut.5. Karena satu antigen menginduksi produksi banyak antibodi maka

hasilnya berupa ‘polyclonal’ /campuran antibodi.

Page 5: laporan imun 2 slese

Antibodi Monoklonal (MAb) yaitu antibodi homogen yang dengan spesifitas yang sama diproduksi dari klon tungal dari sel yang menghailkan antibodi. Klon adalah segolongan sel yang berasal dari satu sel karena secara gentiknya identik (Moko, 2010). Mono: Satu Klone: strain sel yang diturnkan dari satu sel. Antibodi monoklonal diproduksi dari fusi sel B dan sel myeloma

membentuk hibridoma. Antibodi monoklonal hanya mengenal satu epitop.

Gambar 1. Antibodi monoclonalTahapan dalam produksi antibodi monoclonal (Moko, 2010):

1. Produksi dan seleksi hibridoma yang diharapkan2. Amplifikasi MAb dari sel hibridoma terpilih

1. Produksi ascites2. Fermentasi melalui kultur sel

1. Purifikasi MAbs 1. Filtrasi2. Ultrasentrifugasi3. Kromatografi afinitas

2. Proses penambahan: disebut konjugasi3. Formulasi dan sterilisasi

Page 6: laporan imun 2 slese

Spektrofotometer berisi dua komponen yaitu spektrometer untuk memproduksi cahaya untuk memilih warna dengan panjang gelombang tertentu, dan sebuah fotometer untuk mengukur intensitas cahaya. Dua komponen ini tersusun sedemikian rupa sehingga kuvet dapat berada di antara spektrometer beam dan fotometer. Sedikit cahaya yang masuk tabung diukur oleh fotometer. Fotometer memberikan sinyal pada alat dan ditunjukkan oleh galvanometer. Sinyal berubah sesuai dengan seberapa besar cahaya yang diterima oleh cairan(diserap) (Poedjiadi,1994).

Serum terdiri dari semua protein (yang tidak digunakan untuk pembekuan darah) termasuk cairan elektrolit, antibodi, antigen, hor-mon, dan semua substansi exogenous. Rumusan umum yaitu: serum = plasma - fibrinogen - protein faktor koagulasi. Studi yang mempela-jari serum disebut serologi. Serum digunakan dalam berbagai uji diag-nostik termasuk untuk menentukan golongan darah(Adkins et al, 2002).

Antiserum atau antitoksin merupakan zat anti terhadap toksin. Zat toksin ini berasal dari sejenis racun yang dikeluarkan oleh kuman atau virulen. Racun ini dikeluarkan dari hewan (zootoksin) dan tumbuhan (fitotoksin). Zat antitoksin ini digunakan sebagai penangkal dari berbagai macam penyakit pada manusia. Zat ini menggunakan serum binatang, tumbuhan, atau manusia yang telah dibuat kebal terhadap suatu penyakit akibat racun tersebut. Antitoksin yang biasa digunakan untuk menetralkan racun di dalam tubuh adalah antitetanus serum (ATS), antidifteri serum (ADS), dan serum antibisa ular (SABU), dan jenis antitoksin lainnya(Medicastore, 2006).

Salting out merupakan metoda pemisahan protein berdasar pada prinsip protein yang dapat larut pada konsentrasi garam tinggi. Proses salting out ini mencakup presipitasi ammomium sofate yang meru-pakan salah satu metode yang umum dipakai untuk mengambil pro-tein dengan jalan presipitasi. Ammoniium sulfat merupakan molekul kecil yang mempunyai muatan. Bila ammonium sulfat konsentrasi tinggi ditambahkan pada suatu larutan yang mengandung protein, am-monium sulfat akan berkompetisi dengan protein dalam mengikat air. Karena ikatan ammonium sulfate dengan air lebih kuat dibandingkan

Page 7: laporan imun 2 slese

dengan ikatan protein dengan air, maka air banyak yang mening-galkan protein (Kanwar dan Madan, 2000).

Untuk menganalisa protein yang ada di dalam sel tersebut, diperlukan prosedur fraksinasi sel yaitu (1) memisahkan sel dari jaringannya, (2) menghancurkan membrane sel untuk mengambil kandungan sitoplasma dan organelnya serta (3) memisahkan organelorganel dan molekul penyusunnya. Prosedur (1) dan (2) dinamakan homogenasi dapat dilakukan dengan menggunakan alat yang paling sederhana seperti homogenizer atau mortal sampai alat yang paling mutakhir seperti pemakaian vibrasi dan sonikasi tergantung pada bahan yang akan dihomogenasi. Prosedur (3) dilakukan dengan menggunakan sentrifus dengan kecepatan dan lama sentrifugasi tertentu (Inherent, 2010).

Sebagian besar protein merupakan molekul yang mudah rusak bila tidak berada pada kondisi fisiologisnya. Karena itu, untuk mempertahankan struktur dan fungsi protein, fraksinasi dilakukan pada suhu rendah (0-4 ˚C) dalam buffer dan pH tertentu (tergantung dari jenis protein yang akan dianalisa). Beberapa teknik analisa protein membutuhkan prosedur isolasi yaitu memisahkan protein dari makromolekul yang lain atau memisahkan protein dengan sifat tertentu dari protein lain yang tidak diinginkan dalam analisa. Suatu teknik isolasi dan identifikasi protein harus mempertimbangkan sifatsifat fisik, kimiawi dan kelistrikan suatu protein sedemikian rupa sehingga konformasi dan aktifitasnya tidak berubah. Pada tahap awal isolasi, biasanya digunakan metode yang memiliki daya pemisah terendah seperti pengendapan dengan amonium sulfat. Pengendapan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain jumlah dan posisi gugus polar, berat molekul, pH dan temperatur larutan (Inherent, 2010).

Dot blot merupakan suatu metode yang dikembangkan pada penelitian semikuantitatif pada uji imun untuk mendeteksi antigen. Sampel yang mengandung antigen diteteskan pada membran yang dilabel dengan antibodi. Pada cara ini tidak dilakukan pemisahan seperti pada SDS-PAGE. Jadi Dot blot hanya digunakan untuk mengetahui jenis antigen bukan berat molekul protein. Namun

Page 8: laporan imun 2 slese

demikian estimasi konsentrasi antigen dapat diketahui pada blot tersebut tetapi kurang akurat karena sulit untuk dikatakan akurat terhadap warna yang timbul pada blot tersebut. Metode ini cukup baik digunakan pada uji atau screening dengan sampel yang cukup banyak. Karakterisasi imunogenisitas antibodi primer dalam sputum (s-IgA) dengan Dot blotting memberikan hasil bahwa antigen OMP 20 kDa diikat oleh antibodi spesifik anti OMP K.pneumoniae 20 kDa, yang ditandai dengan dot coklat kemerahan pada membrane NC. Ikatan tersebut menunjukkan bukti, pertama bahwa protein OMP 20 kDa merupakan protein imunogenik yang memberikan respons terhadap antibodi spesifik anti OMP 20 kDa. Kedua metode ini juga dapat digunakan untuk menentukan titer antibodi yang ditandai dengan ketebalan (densitas) warna dot (Rantam, 2000).

Western blot adalah proses pemindahan protein dari gel hasil elektroforesis ke membran. Membran ini dapat diperlakukan lebih fleksibel daripada gel sehingga protein yang terblot pada membran dapat dideteksi dengan cara visual maupun fluoresensi. Deteksi ek-spresi protein pada organisme dilakukan dengan prinsip imunologi menggunakan antibodi primer dan antibodi sekunder. Setelah pembe-rian antibodi sekunder, deteksi dilakukan secara visual dengan pem-berian kromogen atau secara fluoresensi. Pada deteksi secara fluore-sensi, reaksi antara antibodi primer dengan antibodi sekunder akan memberikan hasil fluoresens yang selanjutnya akan membakar film X-ray, deteksi ini dilakukan di kamar gelap (Wanenoor,2011).

1.2 TujuanPraktikum ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme penyun-

tikan antigen pada hewan coba (tikus) dan untuk mengetahui respon hewan coba (tikus) setelah disuntikan antigen, untuk mengetahui mekanisme pengambilan antiserum dari tikus secara aseptis, mekanis-me isolasi protein antiserum dari tikus yang sudah diinjeksi serum dengan metode salting out dan untuk mengetahui reaksi antigen-anti-bodi dengan menggunakan metode dot blot.

Page 9: laporan imun 2 slese

BAB II

METODE

3.1 Waktu dan TempatPraktikum Imunnologi dengan topik Produksi Antibodi Pada

Tikus ini di laksanakan pada tanggal 11 November 2011-9 Desember 2011 pukul 07.30-selesai dan dilaksanakan di Laboratorium Biologi Molekuler, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Malang.

3.2 Alat dan BahanPada praktikum kegiatan minggu ke-4 “Injeksi antigen pada

tikus” dan minggu ke-5 “Booster:Injeksi antigen pada tikus” ini peralatan dan bahan yang digunakan antara lain darah dari hewan coba (selain tikus), tabung Eppendorf, inkubator, sentrifus, mikropipet, spuit 1 ml, kapas, dan alkohol 70%. Pada praktikum kegiatan minggu ke-6 “Koleksi antiserum” ini peralatan dan bahan yang digunakan antara lain darah dari hewan coba (selain tikus), tabung Eppendorf, inkubator, sentrifus, mikropipet, spuit 1 ml, kapas, dan alkohol 70%. Pada praktikum kegiatan minggu ke-7 “Purifikasi menggunakan metode salting out” ini peralatan dan bahan yang digunakan antara lain serum, tabung Eppendorf, Amonium sulfat (NH4)2SO4 jenuh, vortex, sentrifus, kertas tisu, PBS, dan yellow tip. Pada praktikum kegiatan minggu ke-8 “Reaksi antigen-antibodi dengan menggunakan metode dot blot” ini peralatan dan bahan yang digunakan antara lain dot blotter, alkohol 70%, tissue, membran PVDF, methanol, serum human dan goat, PBS, TBST, NBT-BCIP, larutan blotto, antiserum kambing dan manusia serta komputer.

.

Page 10: laporan imun 2 slese

3.3 Cara Kerja1. Menyiapkan dan memisahkan serum (menyiapkan

antigen) dan mengukur kadar protein denganpereaksi bradford

Dimasukkan dalam tabung Eppendorf.Didiamkan dalam suhu kamar sampai terbentuk dua lapis atau diinkubasi dalam inkubator 37°C selama 30-60 menit.Disentrifugasi pada kecepatan 10.000 g selama 10 menit pada suhu 4°C.Supernatan (mengandung serum) diambil menggunakan mikropipet dan dipindah dalam tabung Eppendorf baru.

Bila tidak segera dipakai, serum disimpan pada suhu -20°C.Tabung reaksi sejumlah sampel dan ditambah 1 sebagai blanko.Tabung reaksi diisi 90, 80, 70, 60, 50, 100 µl PBS.Tabung reaksi diisi 10, 20, 30, 40, 50, 0 µl BSA.Divotex dan diinkubasi pada suhu ruang selama 15 menit.Kemudian dibaca nilai absorbansinya pada panjang gelombang 595 nm.Dicari nilai regresi dan faktor koreksi secara manual.Menghitung dosis dan volume injeksi.

Darah yang diambil dari kambing dan manusia

Serum yang berfungsi sebagai antigen dalam tikus

Page 11: laporan imun 2 slese

2. Booster: Menyiapkan dan memisahkan serum(menyiapkan antigen) dan mengukur kadar protein dengan pereaksi Bradford

Dimasukkan dalam tabung Eppendorf.Didiamkan dalam suhu kamar sampai terbentuk dua lapis atau diinkubasi dalam inkubator 37°C selama 30-60 menit.Disentrifugasi pada kecepatan 10.000 g selama 10 menit pada suhu 4°C.Supernatan (mengandung serum) diambil menggunakan mikropipet dan dipindah dalam tabung Eppendorf baru.

Bila tidak segera dipakai, serum disimpan pada suhu -20°C.Tabung reaksi sejumlah sampel dan ditambah 1 sebagai blanko.Tabung reaksi diisi 90, 80, 70, 60, 50, 100 µl PBS.Tabung reaksi diisi 10, 20, 30, 40, 50, 0 µl BSA.Divotex dan diinkubasi pada suhu ruang selama 15 menit.Kemudian dibaca nilai absorbansinya pada panjang gelombang 595 nm.Dicari nilai regresi dan faktor koreksi secara manual.Menghitung dosis dan volume injeksi.

Serum yang berfungsi sebagai antigen dalam tikus

Darah yang diambil dari kambing dan manusia

Page 12: laporan imun 2 slese

3. Isolasi serum dan purifikasi dengan salting out

Didislokas leher.Tikus dibedah(disectio)Diambil darah dari jantung.Dimasukkan ke tabung propilen.Darah yang diperoleh kemudian didiamkan selama 1 jam pada suhu 37°C.Di pindahkan ke tabung eppendorf serum yang telah diperolehDisentrifuse 8000 rpm pada 4°C selama 10 menitSupernatan diambil 50 µl dan dipindah ke eppendorf yang baru.Ditambahkan (NH4)2SO4 450 µl dan di mix gentle.Diinkubasi 30 menit dan sesekali di vortex.Pelet di resuspensi dengan PBS ±250 µl.Pipetting.

Divotex, kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 10-15 menit.Kemudian dibaca nilai absorbansinya pada panjang gelombang 595 nm.Dari nilai absorbansi tersebut hitung kadar ptotein masing-masing sampel dengan bantuan persamaan garis linier dari kurva standar kadar protein.

Tikus

Pelet dan PBS yang telah homogen

Page 13: laporan imun 2 slese

4. Reaksi antigen-antibodi dengan metode dot blot

Dibersihkan dengan alkohol dan tissue. Dibuat peta dot blot.

Dipotong 3 lembar, masing-masing 15 dot blot.Plastik dilepas dan membran direndam dalam methanol 10 ml.Dot blotter disusun dan membran diletakkan sesuai penomoran peta dot blot.

Dimasukkan antigen (serum H, G, diencerkan 5x) dan PBS pada masing-masing sumuran, masing-masing 5 ml dan ditunggu 2 jam.Membuat larutan blocking (5 gram susu skim dalam 100 ml TBST).Dot blot diambil, dibalik dan ditepuk-tepuk.Dicuci TBST 100 µl/sumuran 3x masing-masing 5 menit. Ditambah blotto 1 jam masing-masing 100 µl. Dibalik, blotto dibuang ditambah antibodi primer masing-masing sumuran 60 µl over night. Dicuci TBST 3X masing-masing 5 menit. Diinkubasi antibodi sekunder selama 1 jam. Dicuci TBST 3X masing-masing 5 menit.

Kadar protein

Disiapkan membran PVDF

Dot blotter

Dot blotter dan membrane PVDF

Page 14: laporan imun 2 slese

Ditambah substrat NBTBCIP. Distop dengan PBS. Ditepuk bagian belakang dot blotter.Penutup dot blotter dibukan dan membran PVDF diambil dan dikeringkan.Membran PVDF discan.Diukur densitas dengan software photoshop.Dibuat diagram hasil densitas.

Interpretasi gambar

Page 15: laporan imun 2 slese

BAB IIIHASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Analisa Prosedur1. Menyiapkan dan memisahkan serum (menyiapkan

antigen) dan mengukur kadar protein denganpereaksi Bradford

Darah yang diambil dari kambing dan manusia untuk persiapan pengambilan serum. Dimasukkan dalam tabung Eppendorf. Didiamkan dalam suhu kamar sampai terbentuk dua lapis atau diinkubasi dalam inkubator 37°C selama 30-60 menit supaya didapat lapisan yang mengandung banyak serum. Disentrifugasi pada kecepatan 10.000 g selama 10 menit pada suhu 4°C untuk memisahkan antara supernatan dan pelet. Supernatan (mengandung serum) diambil menggunakan mikropipet dan dipindah dalam tabung Eppendorf baru, didalam supernatan terdapat cairan serum. Bila tidak segera dipakai, serum disimpan pada suhu -20°C untuk mengawetkan protein-protein yang terdapat dalam serum. Tabung reaksi sejumlah sampel dan ditambah 1 sebagai blanko supaya semua sampel serum dan blanko dapat ditaruh dimasing-masing tabung reaksi. Tabung reaksi diisi 90, 80, 70, 60, 50, 100 µl PBS sebagai cairan untuk menjaga kondisi fisiologis protein. Tabung reaksi diisi 10, 20, 30, 40, 50, 0 µl BSA, serum dipersiapkan untuk di uji. Divotex dan diinkubasi pada suhu ruang selama 15 menit untuk homogenasi PBS+BSA. Kemudian dibaca nilai absorbansinya pada panjang gelombang 595 nm untuk mendapat nilai absorbansi tiap serum. Dicari nilai regresi dan faktor koreksi secara manual untuk mendapat konsentrasi kadar protein. Menghitung dosis dan

Page 16: laporan imun 2 slese

volume injeksi untuk mendapatkan serum yang digunakan untuk injeksi dan hasil akhirnya adalah serum yang berfungsi sebagai antigen dalam tikus.

2. Menyiapkan dan memisahkan serum (menyiapkanantigen) dan mengukur kadar protein denganpereaksi Bradford

Darah yang diambil dari kambing dan manusia untuk persiapan pengambilan serum. Dimasukkan dalam tabung Eppendorf. Didiamkan dalam suhu kamar sampai terbentuk dua lapis atau diinkubasi dalam inkubator 37°C selama 30-60 menit supaya didapat lapisan yang mengandung banyak serum. Disentrifugasi pada kecepatan 10.000 g selama 10 menit pada suhu 4°C untuk memisahkan antara supernatan dan pelet. Supernatan (mengandung serum) diambil menggunakan mikropipet dan dipindah dalam tabung Eppendorf baru, didalam supernatan terdapat cairan serum. Bila tidak segera dipakai, serum disimpan pada suhu -20°C untuk mengawetkan protein-protein yang terdapat dalam serum. Tabung reaksi sejumlah sampel dan ditambah 1 sebagai blanko supaya semua sampel serum dan blanko dapat ditaruh dimasing-masing tabung reaksi. Tabung reaksi diisi 90, 80, 70, 60, 50, 100 µl PBS sebagai cairan untuk menjaga kondisi fisiologis protein. Tabung reaksi diisi 10, 20, 30, 40, 50, 0 µl BSA, serum dipersiapkan untuk di uji. Divotex dan diinkubasi pada suhu ruang selama 15 menit untuk homogenasi PBS+BSA. Kemudian dibaca nilai absorbansinya pada panjang gelombang 595 nm untuk mendapat nilai absorbansi tiap serum. Dicari nilai regresi dan faktor koreksi secara manual untuk mendapat konsentrasi kadar protein. Menghitung dosis dan volume injeksi untuk mendapatkan serum yang digunakan untuk injeksi dan hasil akhirnya adalah serum yang berfungsi sebagai antigen dalam tikus.

Page 17: laporan imun 2 slese

3. Isolasi serum dan purifikasi dengan salting outTikus didislokas leher untuk membunuh tikus tanpa

menimbulkan pendarahan. Tikus dibedah(disectio) untuk membedah tikus dan diambil organ yang diinginkan. Diambil darah dari jantung untuk memperoleh koleksi darah dari tikus sebagai host. Dimasukkan ke tabung propilen untuk penyimpanan sementara darah yang telah diperoleh. Darah yang diperoleh kemudian didiamkan selama 1 jam pada suhu 37°C untuk mendapatkan lapisan serum yang berwarna bening kekuningan. Di pindahkan ke tabung eppendorf serum yang telah diperoleh untuk tempat penyimpanan sementara serum yang telah diperoleh. Disentrifuse 8000 rpm pada 4°C selama 10 menit untuk memperoleh supernatan (serum) dan pelet. Supernatan diambil 50 µl dan dipindah ke eppendorf yang baru untuk persiapan presipitasi. Ditambahkan (NH4)2SO4 450 µl dan di mix gentle agar terjadi presipitasi poteindengan ammonium sulfat sebagai garamnya. Diinkubasi 30 menit dan sesekali di vortex supaya presipitasi berjalan. Pelet di resuspensi dengan PBS ±250 µl untuk menjaga kondisi fisiologis. Dipipetting untuk homogenasi antara pelet dan PBS. Dan dihasilkan Pelet dan PBS yang telah homogen.

4. Reaksi antigen-antibodi dengan metode dot blotDot blotter dibersihkan dengan alkohol dan tissue untuk

menghilangkan atau membersihkan komponen dot blotter supaya bersih dari kotoran atau mikroba. Dibuat peta dot blot untuk memetakan atau mengatur posisi antibodi primer. Disiapkan membran PVDF, potong 3 lembar, masing-masing 15 dot blot untuk tempat peletakkan 3 antibodi primer dan antigen. Plastik dilepas dan membran direndam dalam methanol 10 ml agar membran dapat mengikat protein. Dot blotter disusun dan membran diletakkan sesuai penomoran peta dot blot untuk menyusun dot blotter dan membran PVDF. Dimasukkan antigen (serum H, G, diencerkan 5x) dan PBS pada masing-masing sumuran, masing-masing 5 ml dan ditunggu 2 jam untuk

Page 18: laporan imun 2 slese

memasukkan antigen ke dalam sumuran. Membuat larutan blocking (5 gram susu skim dalam 100 ml TBST) untuk membuat larutan blotto (blocking antigen lain). Dot blot diambil, dibalik dan ditepuk-tepuk untuk membuang sisa serum. Dicuci TBST 100 µl/sumuran 3x masing-masing 5 menit untuk memaksimalkan pembersihan dot blot. Ditambah blotto 1 jam masing-masing 100 µl untuk blocking antigen lain. Dibalik, blotto dibuang ditambah antibodi primer masing-masing sumuran 60 µl over night untuk menambahkan antibodi primer. Dicuci TBST 3X masing-masing 5 menit untuk membuang sisa antibodi primer. Diinkubasi antibodi sekunder selama 1 jam untuk mendapatkan protein spesifik pada membran PVDF. Dicuci TBST 3X masing-masing 5 menit untuk membuang sisa antibodi sekunder. Ditambah substrat NBTBCIP supaya protein dapat mengikat warna NBTBCIP. Distop dengan PBS untuk menghentikan aktivitas protein. Ditepuk bagian belakang dot blotter untuk membersihkan sisa PBS yang ada disumuran. Penutup dot blotter dibukan dan membran PVDF diambil dan dikeringkan untuk mendapatkan membran PVDF yang telah diberi perlakuan dan dikeringkan agar dapat dianalisa. Membran PVDF discan untuk mendapatkan hasil gambar dimembran. Diukur densitas dengan software photoshop untuk mengetahui upper dan lower densitas warna hasil perlakuan. Dibuat diagram hasil densitas untuk mengetahui upper dan lower hasil pengukuran densitas masing-masing serum dan akan dihasilkan gambar diagram dan gambar tersebut di interpretasikan.

3.2 Analisa HasilInjeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, atau

suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Injeksi volume kecil adalah injeksi yang dikemas dalam wadah 100 ml atau kurang. Volume injeksi juga harus disesuaikan dengan berat badan tikus dan kemurnian protein, agar dosis yang

Page 19: laporan imun 2 slese

diberikan sesuai dan dibawah ini merupakan tabel hasil spektrofotometer dan tabel berat badan tikus:

Tabel 1. Kemurnian ProteinSampel A260 A280 R(280/260) Correction

factorKonsentrasi

SK 0.577 0.948 1.643 1.08 1.02SH1 0.703 0.998 1.42 1.02 1.01SH2 0.474 0.666 1.405 1.02 0.62

Tabel 2. Berat badan tikusKelompok Ciri-ciri BB Tikus1 Bergaris hitam pendek 54.6 g2 Bergaris hitam

panjang61.1 g

3 Bergaris biru 1 78 g4 Bergaris biru 2 65.8 g5 Tidak memiliki garis

(kontrol)47 g

Dari kedua tabel diatas maka dapat ditentukan volume injeksi perlakuan pada masing-masing tikus yaitu:Tikus pada kelompok 10.5 mg x 54.6 g200 g BB

1.02 mg/ml = 0.133 ml = 133 µl

Tikus pada kelompok 20.5 mg x 61.1 g200 g BB

1.02 mg/ml = 0.149 ml = 149 µl

Page 20: laporan imun 2 slese

Tikus pada kelompok 30.5 mg x 78 g200 g BB

1.01 mg/ml = 0.193 ml = 193 µl

Tikus pada kelompok 40.5 mg x 65.8 g200 g BB

0.62 mg/ml = 0.245 ml = 245 µl

Pada tikus kelompok 5 tidak perlu dilakukan perhitungan seperti di atas, karena tikus pada kelompok 5 merupakan tikus kontrol. Dari perhitungan volume injeksi perlakuan diatas maka penginjeksian antigen dapat segera dilakukan. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa volume injeksi pada tikus kelompok 1 sebesar 133 µl, pada tikus kelompok 2 sebesar 149 µl, pada tikus kelompok 3 sebesar 193 µl, pada tikus kelompok 4 sebesar 245 µl.

Pada praktikum reaksi antigen-antibodi ini metode yang digunakan adalah dot blot. Interaksi antigen antibodi merupakan interaksi kimiawi yang dapat dianalogikan dengan interaksi enzim dengan substratnya. Spe-sifitas kerja antibodi mirip dengan enzim (Sadewa, 2008). Kompleksitas antara antigen-antibodi terjadi saat antiserum dicampur dalam perbandin-gan 1:1 dengan antigen. Ikatan antara antigen-antibodi terjadi karena  kekuatan kimia dan molekuler yang dibangkitkan antara faktor antigen dan area pengikat antigen pada Fab end molekul antibodi. Faktor antigen berasal dari permukaan molekul dan dalam reaksinya dengan imunoglob-ulin akan cocok dengan salah satu reseptor imunoglobulin. Ikatan yang terjadi antara antigen dan molekul imunoglobulin walaupun sangat spesi-fik namun ikatannya lemah dan reversibel. Ikatan elektrostatik yang dida-patkan dari interaksi antara beban positif dan negatif dalam molekul anti-gen dan antibodi, ikatan hidrogen, dan kekuatan intermolekul tipe Van der Waals adalah yang terpenting.

Dot blot adalah teknik yang digunakan untuk menentukan adanya antigen. Prinsip-prinsip dot blot biasanya digunakan untuk diagnosis

Page 21: laporan imun 2 slese

klinis. Antigen diserap ke membran yang kemudian ditambah dengan antibodi yang spesifik dengan antigen dan kemudian antibodi sekunder mengkonjugasi enzim. Reaksi enzim tersebut menghasilkan produk presipitat warna yang membran sehingga menunjukkan reaksi positif. Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkkan bahwa semakin pekat warna maka semakin banyak ikatan spesifik antara antigen dan antibodi. Bila tidak ada warna dalam hasil dot blot maka hasilnya negatif atau tidak ada ikatan antara antigen dan antibodi. Dot blot hanya digunakan untuk mengetahui jenis antigen bukan berat molekul protein. Namun demikian estimasi konsentrasi antigen dapat diketahui pada blot tersebut tetapi kurang akurat karena sulit untuk dikatakan akurat terhadap warna yang timbul pada blot tersebut. Metode ini cukup baik digunakan pada uji atau screening dengan sampel yang cukup banyak (Goshling, 2000).

Data hasil visualisasi reaksi antigen antibodi dengan dot blot dapat dilihat pada gambar berikut,

Gambar 2. Visualisasi reaksi antigen antibodi dengan dot blotGambar diatas merupakan hasil isualisasi reaksi antigen-antibodi

dengan metode dot blot. Gambar visualisasi yang pertama adalah anti rat,

Page 22: laporan imun 2 slese

yang kedua adalah anti human dan yang ketiga adalah anti goat. Dibawah ini merupakan grafik yang diperoleh dari data pengukuran densitas:

Gambar 3. Grafik anti rat

Page 23: laporan imun 2 slese

Gambar 4. Grafik anti human

Gambar 5. Grafik anti goat

Dari ketiga macam grafik diatas dapat terlihat bahwa serum goat selalu yang paling tinggi, yang kedua adalah serum human dan yang ketiga adalah kontrol yang merupakan PBS. Pada grafik anti rat perbedaan yang terlihat antara kontrol (PBS), serum human dan serum goat sangat tipis, rata-rata pada kontrol sebesar 51.85, pada serum human sebesar 52.01 dan pada serum goat sebesar 52.22. Pada grafik anti human perbedaan yang terlihat antara kontrol (PBS), serum human dan serum goat sangat tipis, rata-rata pada kontrol sebesar 52.38, pada serum human sebesar 52.53 dan pada serum goat sebesar 52.79. Pada grafik anti human perbedaan yang terlihat antara kontrol (PBS), serum human dan serum goat sangat tipis, rata-rata pada kontrol sebesar 52.98, pada serum human sebesar 53.16 dan pada serum goat sebesar 53.4.

Pada umunya apabila antigen dan antibodi sama maka ikatannya akan lebih tinggi dan sebaliknya apabila antigen dan antibodi tidak sama maka ikatannya akan lebih rendah. Pada grafik pertama antibodinya adalah anti rat maka dia akan berikatan kuat dengan serum rat, tapi pada data tidak terdapat serum rat, oleh karena itu anti rat lebih cenderung berikatan dengan serum goat. Pada grafik kedua antibodinya adalah anti

Page 24: laporan imun 2 slese

human maka dia akan berikatan kuat dengan serum human, tapi pada data anti human berikatan lebih erat dengan serum goat. Pada grafik ketiga antibodinya adalah anti goat maka dia akan berikatan kuat dengan serum goat, oleh karena itu pada grafik terlihat bahwa serum goat grafiknya paling tinggi dibandingkan dengan serum yang lain.

3.2.1 Perbandingan antara Western Blot dan Dot BlotDot blot adalah teknik yang digunakan untuk menentukan

adanya antigen. Prinsip-prinsip dot blot biasanya digunakan untuk diagnosis klinis. Antigen diserap ke membran yang kemudian ditambah dengan antibodi yang spesifik dengan antigen dan kemudian antibodi sekunder mengkonjugasi enzim. Reaksi enzim tersebut menghasilkan produk presipitat warna yang membran sehingga menunjukkan reaksi positif. Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkkan bahwa semakin pekat warna maka semakin banyak ikatan spesifik antara antigen dan antibodi. Bila tidak ada warna dalam hasil dot blot maka hasilnya negatif atau tidak ada ikatan antara antigen dan antibodi. Dot blot hanya digunakan untuk mengetahui jenis antigen bukan berat molekul protein. Namun demikian estimasi konsentrasi antigen dapat diketahui pada blot tersebut tetapi kurang akurat karena sulit untuk dikatakan akurat terhadap warna yang timbul pada blot tersebut. Metode ini cukup baik digunakan pada uji atau screening dengan sampel yang cukup banyak (Goshling, 2000).

Western blot merupakan teknik untuk mendeteksi protein spesifik pada sampel jaringan yang homogenat ataupun dari suatu ekstraksi berdasarkan kemampuan protein tersebut berikatan dengan antibodi. Teknik ini menggunakan gel elektroforesis untuk memisahkan protein berdasarkan panjang polipeptida atau berdasarkan struktur 3D-nya. Protein tersebut kemudian ditransfer ke sebuah membran, biasanya nitroselulosa atau PVDF, dimana mereka kemudian akan dilacak dengan menggunakan antibodi yang spesifik kepada protein target. Western blot dapat mendeteksi suatu protein dalam kombinasinya dengan sangat banyak protein lain,

Page 25: laporan imun 2 slese

dapat memberikan informasi mengenai ukuran dan ekspresi protein tersebut (Goshling, 2000).

3.2.2 Prinsip Western Blot dan Dot BlotDot blot merupakan suatu teknik untuk mendeteksi,

menganalisa, dan identifikasi protein, dimana sampel protein tidak dipisahkan dengan cara electrophoreric melainkan spotted melalui template sirkular secara langsung di atas membran atau paper substrate, namun kespesifikan protein baru diketahui ketika dianalisis dengan menggunakan software (Antibody & Beyond, 2007). Sedangkan western blot menggunakan gel elektroforesis untuk memisahkan protein berdasarkan panjang polipeptida atau berdasarkan struktur 3D-nya. Protein tersebut kemudian ditransfer ke sebuah membran, biasanya nitroselulosa atau PVDF, dimana mereka kemudian akan dilacak dengan menggunakan antibodi yang spesifik kepada protein target (Goshling, 2000).

3.2.3 TroubleshootingTroubleshooting yang terjadi selama praktikum ini adalah

pada waktu minggu keempat pada saat praktikum topik reaksi anti-gen-antibodi dengan metode western blot terjadi beberapa kesala-han sehingga hasil yang didapatkan tidak bagus dan akhirnya diu-langi pada minggu kelima tapi dengan metode yang berbeda yaitu dot blot. Pada saat praktikum dengan metode dot blot dimungkinkan terjadi kesalahan dalam pembacaan data dot blot se-hingga nilai rata-rata yang telah didapat masih belum benar. Pada saat pengambilan sampel dan larutan lain seperti PBS, antibodi primer dan lain sebagainya sehingga tidak sesuai hitungan. Selain itu, faktor perlakuan juga berpengaruh seperti lama inkubasi dan sentrifugasi.

Page 26: laporan imun 2 slese

BAB IVPENUTUP

4.1 KesimpulanAntibodi merupakan protein-protein yang terbentuk sebagai

respon terhadap antigen yang masuk ke tubuh, yang bereaksi secara spesifik dengan antigen tersebut. Konfigurasi molekul antigen-antibodi sedemikian rupa sehingga hanya antibodi yang timbul sebagai respon terhadap suatu antigen tertentu saja yang cocok dengan permukaan antigen itu sekaligus bereaksi dengannya. Pada praktikum ini untuk mengetahui reaksi antigen-antibodi dilakukan dengan metode dot blot. Dot blot merupakan suatu metode yang dikembangkan pada penelitian semikuantitatif pada uji imun untuk mendeteksi antigen. Sampel yang mengandung antigen diteteskan pada membran yang dilabel dengan antibodi. Pada cara ini tidak dilakukan pemisahan seperti pada SDS-PAGE. Metode ini cukup baik digunakan pada uji atau screening dengan sampel yang cukup banyak.

4.2 SaranSaran bagi praktikan adalah agar lebih berhati-hati lagi dalam

melakukan semua prosedur kerja yang akan dan lebih berhati-hati lagi dalam menghitung agar tidak terjadi kesalahan. Saran bagi asisten ialah agar lebih sabar menghadapi praktikkannya. Saran untuk praktikum selanjutnya ialah agar para praktikkan lebih siap lagi untuk menghadapi praktikum agar praktikum bisa berjalan dengan lancar dan tidak memakan waktu terlalu banyak.

Page 27: laporan imun 2 slese

DAFTAR PUSTAKA

Adkins JN et al. (2002). "Toward a human blood serum proteome:analysis by multidimensional separation coupled with mass spectrometry". Molecular and Cellular Proteomics 1: 947–955.

Antibody&Beyond. 2007. Dot Blot Methods, Techniques and Protocols. http://antibodybeyond.com/index.html. Tanggal akses 20 Desember 2011.

Baratawidjaja, 2000, Karnen Garna. Imunologi Dasar. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universit as Indonesia, Jakarta

Bittar, E.E dan N. Bittar. 1996. Principles of Medical Biology. Filza. 2008. Antigen dan Antibodi. http://filzahazny.wordpress.com.

Tanggal akses 20 Desember 2011.Goshling JPA. 2000. A decade of development in dotblot methodology.

Clin. Chem. 36: 1408-27. 8. Health, 2011. Human Diseases Caused by Viruses. http://www.news-

medical.net Tanggal akses 20 Desember 2011.Heryati, Euis. 2009. CERDAS MENGENALI PENYAKIT DAN OBAT.

http://file.upi.edu. Tanggal akses 20 Desember 2011.Inherent , 2010. http://inherent.brawijaya.ac.id/biomol/materi

/Lecture13.pdf. Tanggal akses 20 Desember 2011.Kanwar, S.S. and Madan, L. V. 2000. Immunology And Medical

Microbiology Principles And Applications Of Immuno-Diffusion, Immuno-Electrophoresis, Immuno-Fluorescence, Elisa, Western Blotting, Minimal Inhibitory Concentration (Mic), Kirby-Bauer Method And Widal Test. http://nsdl.niscair.res.in/bitstream/ 123456789/606/1/Immunotechniques.pdf. Tanggal akses 24 November 2011.

Kurniaps. 2010. Injeksi. http://id.shvoong.com Tanggal Akses 13 Oktober 2011

Male D, Champion B, Cooke A, Owen M. 1991, The Immune System. In Advanced Immunology 2nd ed. New York; Gover Med Publ.

Page 28: laporan imun 2 slese

Moko , 2010, http://moko31.wordpress.com/2010/06/27/antibodi-monoklonal/. Tanggal akses 20 Desember 2011.

Medicastore, 2006. Vaksin, Antiserum dan Imunologikal, http://medicestore.com 2006/vaksin-antiserum-imunologikal/htm. Tanggal akses 23 November 2011.

Muchtaromah, Bayyinatul. 2010. REAKSI IMUNOLOGIK PADA INFEKSI TUBERKULOSIS. http://blog.uin-malang.ac.id . Tanggal akses 20 Desember 2011.

Poedjiadi. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. UI Press.JakartaRoitt I, Brostoff J, Male D (2001). Immunology (6th ed.), 480p. St. Louis:

Mosby.Sadewa Hamim. 2008. Imunokimia & Imunoglobulin. http://id.

shvoong.com/medicine-and-health/biochemistry/1746654imunokimia-imunoglobulin/. Tanggal Akses 1 Desember2011

Sentra. 2011. Pembentukan, Macam, Struktur dan Cara kerja antibodi. http://www.sentra-edukasi.com Tanggal akses 20 Desember 2011.

Wanenoor. 2010. Antigen. http://id.shvoong.com Tanggal Akses 13 Oktober 2011

Wanenoor. 2011. Western Blot. http://id.shvoong.com TanggalAkses 1 Desember 2011

Page 29: laporan imun 2 slese

PRODUKSI ANTIBODI PADA TIKUSRatna Wulan Sari

Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya

Malang, 2011

ABSTRAKAntibodi merupakan protein-protein yang terbentuk sebagai

respon terhadap antigen yang masuk ke tubuh, yang bereaksi secara spesifik dengan antigen tersebut. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme penyuntikan antigen pada hewan coba (tikus) dan untuk mengetahui respon hewan coba (tikus) setelah disuntikan antigen, untuk mengetahui mekanisme pengambilan antiserum dari tikus secara aseptis, mekanisme isolasi protein antiserum dari tikus yang sudah diinjeksi serum dengan metode salting out dan untuk mengetahui reaksi antigen-antibodi dengan menggunakan metode dot blot. Sebelum melalukan praktikum yang terlebih dahulu dilakukan adalah memilih tikus betina kemudian selama dua minggu tikus tersebut diinjeksi antigen, setelah itu baru tikus tersebut didislokasi leher dan dibedah. Kemudian diambil darahnya dari jantung. Lalu serumnya diisolasi, dan dipurifikasi dengan metode salting out. Dengan menggunakan metode dot blot dapat diketahui reaksi antigen-antibodi pada masing-masing serum rat, serum human dan serum goat. Dari ketiga macam data grafik diatas dapat terlihat bahwa serum goat selalu yang paling tinggi, yang kedua adalah serum human dan yang ketiga adalah kontrol yang merupakan PBS. Pada umunya apabila antigen dan antibodi sama maka ikatannya akan lebih tinggi dan sebaliknya apabila antigen dan antibodi tidak sama maka ikatannya akan lebih rendah. Antibodi akan terus diproduksi selama antigen ada dan masuk ke dalam tubuh, dan adanya respon imun sekunder juga turut mempercepat proses eliminir antigen.

Page 30: laporan imun 2 slese

Kata kunci : Antibodi, antiserum, dot blot, salting out.