tugas imun defisiensi imun

21
Nama : Indra Pradanto Non Reguler A/16 P27834008056 Penyakit Defisiensi Imun Penyakit defisiensi imun adalah sekumpulan aneka penyakit yang karena memiliki satu atau lebih ketidaknormalan sistem imun, dimana kerentanan terhadap infeksi meningkat. Defisiensi imun primer tidak berhubungan dengan penyakit lain yang mengganggu sistem imun, dan banyak yang merupakan akibat kelainan genetik dengan pola bawaan khusus. Defisiensi imun sekunder terjadi sebagai akibat dari penyakit lain, umur, trauma, atau pengobatan. Meskipun kemungkinan defisiensi imun harus dipikirkan pada seseorang yang sering mengalami infeksi, tetapi sejatinya penyakit imunodefiensi angka kejadiannya tidak tinggi. Karena itu selalu pertimbangkan kondisi lain yang membuat seseorang lebih rentan terhadap infeksi, seperti penyakit sickle cell, diabetes, kelainan jantung bawaan, malnutrisi, splenektomi, enteropati, terapi imunosupresif dan keganansan. Penyebab Penyebab defisiensi imun sangat beragam dan penelitian berbasis genetik berhasil mengidentifikasi lebih dari 100 jenis defisiensi imun primer dan pola menurunnya terkait

Upload: ipradanto

Post on 04-Jul-2015

203 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Imun Defisiensi Imun

Nama : Indra Pradanto

Non Reguler A/16

P27834008056

Penyakit Defisiensi Imun

Penyakit defisiensi imun  adalah sekumpulan aneka penyakit yang karena memiliki

satu atau lebih ketidaknormalan sistem imun, dimana kerentanan terhadap infeksi

meningkat. Defisiensi imun primer tidak berhubungan dengan penyakit lain yang

mengganggu sistem imun, dan banyak yang merupakan akibat kelainan genetik

dengan pola bawaan khusus. Defisiensi imun sekunder terjadi sebagai akibat dari

penyakit lain, umur, trauma, atau pengobatan.

Meskipun kemungkinan defisiensi imun harus dipikirkan pada seseorang yang sering

mengalami infeksi, tetapi sejatinya penyakit imunodefiensi angka kejadiannya tidak

tinggi. Karena itu selalu pertimbangkan kondisi lain yang membuat seseorang lebih

rentan terhadap infeksi, seperti penyakit sickle cell, diabetes, kelainan jantung

bawaan, malnutrisi, splenektomi, enteropati, terapi imunosupresif dan keganansan.

Penyebab

Penyebab defisiensi imun sangat beragam dan penelitian berbasis genetik berhasil

mengidentifikasi lebih dari 100 jenis defisiensi imun primer dan pola menurunnya

terkait  pada X-linked recessive, resesif autosomal, atau dominan autosomal 

Penyebab defisiensi imun

Defek genetikDefek gen-tunggal yang diekspresikan di banyak jaringan (misal

ataksia-teleangiektasia, defsiensi deaminase adenosin) Defek gen tunggal khusus pada

sistem imun ( misal defek tirosin kinase pada X-linked agammaglobulinemia;

abnormalitas rantai epsilon pada reseptor sel T)   Kelainan multifaktorial dengan

kerentanan genetik  (misal common variable immunodeficiency) 

Obat atau toksinImunosupresan (kortikosteroid, siklosporin)Antikonvulsan

(fenitoin)

Page 2: Tugas Imun Defisiensi Imun

Penyakit nutrisi dan metabolikMalnutrisi ( misal kwashiorkor)Protein losing

enteropathy (misal limfangiektasia intestinal)Defisiensi vitamin (misal biotin, atau

transkobalamin II)

Defisiensi mineral (misal Seng pada Enteropati Akrodermatitis)

Kelainan kromosomAnomali DiGeorge (delesi 22q11)Defisiensi IgA selektif

(trisomi 18)

InfeksiImunodefisiensi transien (pada campak dan varicella )Imunodefisiensi

permanen (infeksi HIV, infeksi rubella kongenital)

Klasifikasi Penyakit

Pada awalnya penamaan imunodefisiensi melekat pada nama penemu, tempat kasus

ditemukan, pola imunoglobulin, atau dugaan patomekanisme. Karenanya dapat terjadi

ada dua penamaan pada penyakit defisiensi yang sama, dan sering menimbulkan

kerancuan. Karenanya International Union of Immunological Societies (IUIS, dahulu

WHO Expert Committee) membuat nomenklatur penyakit defisiensi imun primer dan

sekunder seperti pada tabel berikut.

Nomenklatur penyakit defisiensi imun primer dan sekunder IUIS 2003

Kelompok dan Penyakit Inheritans

i

Kelompok dan Penyakit Inheritans

i

A. Defisiensi predominan

antibodi

1. XL

agamaglobulinemia

2. AR

agamaglobulinemia

3. Sindrom hiper IgM

4. XL

5. Defek AID

6. Defek CD40

7. Defek AR lainnya

8. Delesi gen Ig rantai

berat

 XLAR

XL

AR

AR

AR

AR

?

Variabel

1. Teleangiektasis-

ataksia

2. Anomali DiGeorge

3. Defisiensi CD4

primer

4. Defisiensi CD7

primer

5. Defisiensi IL-2

6. Defisiensi sitokin

multipel

7. Defisiensi signal

transduksi

AR?XL

AR

AR

AR

XL

Page 3: Tugas Imun Defisiensi Imun

Kelompok dan Penyakit Inheritans

i

Kelompok dan Penyakit Inheritans

i

9. Mutasi defisiensi

rantai κ

10. Defisiensi selektif

kelas IgG

11. Defisiensi selektif

IgA

12. Defisiensi antibodi

dengan kadar Igs

normal atau meningkat

13. Imunodefisiensi

variasi umum

14. Hipogamaglobulinem

ia transien pada bayi

?

Variabel

?

D. Defek fungsi fagosit

1. Penyakit

granulomatosa kronik

2. XL

3. AR

1. Defisien

si phox

p22

2. Defisien

si phox P47

3. Defisien

si phox P57

4. Defek

adesi

leukosit 1

5. Defek

adesi

leukosit 2

6. Defisien

si neutrofil

G6PD

B. Imunodefisiensi kombinasi

1. T-B+ SCID

2. X-linked (defisiensi

γc)

1. Resesif

autosomal

(defisiensi

Jak3)

3. T-B+ SCID

4. Defisiensi RAG-1/2

 XLAR

AR

AR

AR

AR

AR

1. Defisiensi

mieloperoksidase

2. Defisiensi granul

sekunder

3. Sindrom

Schwachman

4. Neutropenia

kongenital berat

(Kostmann)

5. Neutropenia siklik

ARARAR

AR

AR

AR

AR

AD

Page 4: Tugas Imun Defisiensi Imun

Kelompok dan Penyakit Inheritans

i

Kelompok dan Penyakit Inheritans

i

5. Defisiensi ADA

6. Disgenesis retikular

7. Defek artemis

8. T-B+ SCID

9. Sindrom Omenn

10. Defisiensi IL-2Rα

11. Defisiensi fosforilase

purin nukleosida

12. Defisiensi MHC

kelas II

13. Defisiensi MHC

kelas I disebabkan oleh

defek TAP-2

14. Defisiensi CD3γ atau

CD3ε

15. Defisiensi CD8

(defek ZAP-70)

AR

AR

AR

AR

AR

AR

(defek elastase)

6. Defek leukosit

mikobakterial

Defisiensi IFN-γR1 atau R2

Defisiensi IFN-γR1

Defisiensi IL-12Rβ1

Defisiensi IL-12p40

Defisiensi STAT1

E. Imunodefisiensi terkait

kelainan

limfoproliferatif

1. Defisiensi Fas

2. Defisiensi ligan

Fas

3. Defisiensi FLICA

atau caspase 8

4. Tidak diketahui

(defisiensi caspase 3)

AR

AR

AD

AD

C. Imunodefisiensi selular

lainnya19.  Sindrom Wiskott-

Aldrich 

 XL F. Defisiensi komplemen41. 

Defisiensi C1q

 AR

F. Defisiensi komplemen

(lanjutan)

1. Defisiensi C1r

2. Defisiensi C4

3. Defisiensi C2

4. Defisiensi C3

 ARAR

AR

AR

AR

AR

1. Retardasi

pertumbuhan,

anomali wajah dan

imunodefisiensi

2. Progeria (Sindrom

Hutchinson-Gilford)

Imonodefisiensi dengan defek

 ARXL

XL

Page 5: Tugas Imun Defisiensi Imun

Kelompok dan Penyakit Inheritans

i

Kelompok dan Penyakit Inheritans

i

5. Defisiensi C5

6. Defisiensi C6

7. Defisiensi C7

8. Defisiensi C8α

9. Defisiensi C8β

10. Defisiensi C9

11. Inhibitor C1

12. Defisiensi faktor I

13. Defisiensi faktor H

14. Defisiensi faktor D

15. Defisiensi properdin

G. Imunodefisiensi terkait

dengan

atau sekunder penyakit lain

Instabilitas kromosom atau

defek perbaikan

1. Sindrom Bloom

2. Anemia Fanconi

3. Sindrom ICF

4. Sindrom kerusakan

Nijmegen

5. Sindrom Seckel

6. Pigmentosum

Xeroderma

Defek kromosom

1. Sindrom Down

2. Sindrom Turner

3. Delesi kromosom

cincin 18

Abnormalitas skeletal

1. Short-limbed skeletal

AR

AR

AR

XL

AD

AR

AR

AR

XL

dermatologi

1. Albinisme parsial

2. Diskeratosis

kongenital

3. Sindrom Netherton

4. Enterohepatika

akrodermatitis

5. Displasia

ektoderma anhidrotik

6. Sindrom Papillon-

Lefevre

Defek metabolik herediter

1. Defisiensi

transkobalamin 2

2. Asidemia

metilmalonik

3. Asiduria orotik

herediter tipe 1

4. Defisiensi

karboksilase biotin-

dependen

5. Manosidosis

6. Penyakit

penyimpanan

glikogen, tipe 1b

7. Sindrom Chediak-

Higashi

Hiperkatabolisme

imunoglobulin

1. Hiperkatabolisme

familial

Page 6: Tugas Imun Defisiensi Imun

Kelompok dan Penyakit Inheritans

i

Kelompok dan Penyakit Inheritans

i

dysplasia

2. Hipoplasia rambut-

kartilago

Imunodefisiensi dengan

retardasi pertumbuhan umum

1. Displasia imuno-

oseus Schimke

2. Imunodefisiensi

tanpa ibu jari

3. Sindrom Dubowitz

2. Limfangiektasia

intestinal

H. Imunodefisiensi lainnya

1. Sindrom hiper IgE

2. Kandidiasis

mukokutaneus kronik

3. Kandidiasis

mukokutaneus kronik

dengan

poliendokrinopati

(APECED)

4. Hiposplenia

herediter atau

kongenital atau

asplenia

5. Sindrom Ivemark

6. Sindrom IPEX

7. Displasia

ektodermal (defek

NEMO)

AD = autosomal dominan; ADA = adenosine deaminase; AID = activation-induced

cytidine deaminase; AR = autosomal recessive, capsace = cysteinyl; aspartate =

specific proteinase; FLICE = Fas-associating protein with death domain-like Il-1

converting enzyme; G6PD = glucose 6-phosphate dehydorgenase; ICF =

immunodeficiency, centromeric instability, facial anomalies; IFN = interferon; Ig =

immunoglobulin; IL = interleukin; IPEX = immune dysregulation,

polyendocrinopathy, enteropathy; MHC = major histocompatibility complex; NEMO

= IKK-gamma; SCID = severe combined immunodeficiency; TAP-2 = transporter

associated with antigen presentation, XL = X-linked

Klasifikasi defisiensi imun primer

Defisiensi imun humoral (sel B)Hipogamaglobulinemia x-linked

Page 7: Tugas Imun Defisiensi Imun

(hipogamaglobulinemia kongenital) Hipogamaglobulinemia transien (pada

bayi) Defisiensi imun tak terklasifikasi, umum, bervariasi

(hipogamaglobulinemia didapat) 

Defisiensi imun dengan hiperIgM 

Defisiensi IgA selektif 

Defisiensi imun IgM selektif 

Defisiensi sub kelas IgG selektif 

Defisiensi sel B sekunder berhubungan dengan obat, kehilangan protein 

Penyakit limfoproliferatif x-linked 

 

Defisiensi imun selular (sel T)Aplasia timus kongenital (sindrom

DiGeorge)Kandidiasis mukokutaneus kronik (dengan atau tanpa

endokrinopati)Defisiensi sel T berhubungan dengan defisiensi purin nukleosid

fosforilase

Defisiensi sel T berhubungan dengan defek glikoprotein membran

Defisiensi sel T berhubungan dengan absen MHC kelas I dan atau kelas II

(sindrom limfosit telanjang)

Defisiensi imun gabungan humoral (sel B) dan selular (sel T)Defisiensi

imun berat gabungan (autosom resesif, x-linked, sporadik)Defisiensi imun

selular dengan gangguan sintesis imunoglobulin (sindrom Nezelof)Defisiensi

imun dengan ataksia teleangiektasis

Defisiensi imun dengan eksim dengan trombositopenia (sindrom Wiskott-

Aldrich)

Defisiensi imun dengan timoma

Defisiensi imun dengan short-limbed dwarfism

Defisiensi imun dengan defisiensi adenosin deaminase

Defisiensi imun dengan defisiensi nukleosid fosforilase

Page 8: Tugas Imun Defisiensi Imun

Defisiensi karboksilase multipel yang tergantung biotin

Penyakit graft-versus-host

Sindrom defisiensi imun didapat (AIDS)

Disfungsi fagositPenyakit granulomatosis kronikDefisiensi glukosa-6-fosfat

dehidrogenaseDefisiensi mieloperoksidase

Sindrom Chediak-Higashi

Sindrom Job

Defisiensi tuftsin

Sindrom leukosit malas

Peninggian IgE, defek kemotaksis dan infeksi rekuren

(Dikutip dari AJ Amman, 1991)

 

Defisiensi antibodi primer

 

Penyebab defisiensi antibodi primer

Usia (tahun) Anak Dewasa

< 2 Transient hypogammaglobulinaemia of

infancyX-linked agammaglobulinaemiaHyper-

IgM with immunoglobulin deficiency

 Dapat terjadi, namun

jarangDapat terjadi, namun

jarang

3-15 Selective antibody deficienciesCommon

variable immunodeficiencySelective IgA

deficiency

 

16-50   Selective antibody

deficienciesCommon variable

immunodeficiencySelective IgA

deficiency

> 50   Antibody deficiencies with

Page 9: Tugas Imun Defisiensi Imun

thymoma

(Dikutip dengan modifikasi dari Chapel H, 1999)

 

Transient hypogammaglobulinaemia of infancy

Antibodi IgG maternal secara aktif ditransfer melalui plasenta ke sirkulasi fetal mulai

dari bulan ke-4 gestasional dan mencapai puncaknya saat 2 bulan terakhir. Saat lahir,

bayi mempunyai kadar IgG serum yang sama dengan ibu. Katabolisme IgG maternal

hanya dikompensasi sebagian oleh IgG yang dibentuk bayi. Periode 3-6 bulan

merupakan fase “hipogamaglobulinemia fisiologik”. Bayi normal tidak terlalu rawan

terhadap infeksi karena masih terdapat antibodi yang berfungsi meskipun kadar IgG

rendah.

            Namun kadar IgG akan sangat kurang apabila IgG yang didapat dari ibu

sedikit, seperti pada prematuritas. Bayi-bayi yang lahir pada minggu gestasi ke 26-32

mungkin membutuhkan perawatan intensif agar dapat bertahan hidup, di sisi lain

perawatan invasif dapat meningkatkan risiko infeksi. Terapi pengganti imunoglobulin

dapat bermanfaat pada bayi berat lahir rendah di negara dengan prosedur invasif dan

insidens infeksi bakteri cukup tinggi, sampai bayi tersebut mampu memproduksi

antibodi protektif sendiri.

            Hipogamaglobulinemia transien juga dapat terjadi bila bayi lambat dalam

memproduksi IgG. Dengan menurunnya kadar IgG serum yang diperoleh dari ibu,

bayi lebih rawan mendapat infeksi piogenik rekuren. Pembentukan IgG secara

spontan dapat membutuhkan waktu berbulan-bulan. Keadaan ini harus dapat

dibedakan dari hipogamaglubulinemia patologik, karena ada perbedaan tatalaksana.

Pada sebagian besar bayi, bayi tetap sehat dan tidak memerlukan terapi spesifik,

bahkan jika kadar imunoglobulin di bawah ambang normal. Apabila terjadi infeksi

berat, dapat diberikan antibiotik profilaksis. Hal ini mungkin dibutuhkan dalam

jangka waktu 1-2 tahun sampai sintesis IgG endogen mencukupi.

X-linked agammaglobulinaemia (Bruton’s disease)

Anak laki-laki dengan X-linked agammaglobulinaemia (XLA) biasanya menunjukkan

infeksi piogenik rekuren antara usia 4 bulan sampai 2 tahun, biasanya rawan terhadap

infeksi enterovirus yang dapat mengancam nyawa.

Page 10: Tugas Imun Defisiensi Imun

            Pada sebagian besar pasien, sel B matur tidak ada namun jumlah sel T normal

atau bahkan meningkat. Tidak ditemukan sel plasma pada sumsum tulang, nodus

limfe atau saluran cerna. Diferensiasi sel pre-B menjadi sel B tergantung pada enzim

tirosin kinase (dikenal dengan Bruton’s tyrosin kinase, Btk), yang mengalami

defisiensi pada pasien XLA (Gambar 28-2). Gen untuk enzim ini terletak pada lengan

panjang kromosom X dan ekspresinya hanya terbatas pada perkembangan sel B.

            Diagnosis berdasarkan pada penemuan kadar semua isotop imunoglobulin

serum yang sangat rendah, tidak adanya limfosit B matur di sirkulasi dan mutasi gen

Btk. Identifikasi gen dapat berguna dalam mengidentifikasi perempuan karier yang

asimtomatik, dan dilakukan saat prenatal. Tatalaksana berupa imunoglobulin

pengganti.

Hyper-IgM antibody deficiency

Beberapa anak dengan defisiensi antibodi mempunyai kadar IgM serum yang normal

atau meningkat. Anak-anak tersebut juga mempunyai risiko tambahan terhadap

infeksi Pneumocystis carinii, yang secara normal terjadi pada defek sel T.  Hal ini

menunjukkan defek pada defisiensi antibodi ini tidak hanya terbatas pada defek sel B.

Penyakit terkait kromosom X ini disebabkan oleh kegagalan molekul aksesori ligan

CD40 pada sel T, yang bereaksi dengan CD40 pada sel B untuk merangsang

perubahan IgM menjadi IgG atau IgA pada sel B yang terstimulasi antigen (Gambar

28-2). Tatalaksana berupa imunoglobulin pengganti dan uji genetik untuk perempuan

karier.

Common variable immunodeficiency

Common variable immunodeficiency (CVID) merupakan penyakit heterogen yang

terjadi dapat pada anak atau dewasa. Banyak pasien tidak terdiagnosis sampai usia

dewasa. Sebagian besar pasien CVID mempunyai kadar IgG dan IgA serum yang

sangat rendah dengan kadar IgM normal atau sedikit menurun dan jumlah sel B yang

normal. Meskipun jarang terjadi, namun CVID merupakan defisiensi antibodi primer

simtomatik yang paling umum terjadi. Terapi berupa imunoglobulin pengganti.

Selective antibody deficiencies

Defisiensi selektif salah satu atau lebih subklas IgG sering tidak terdeteksi karena

kontribusi IgG1 terhadap IgG total yang relatif besar (70%) sehingga dapat

mempertahankan kadar IgG “normal”.

Page 11: Tugas Imun Defisiensi Imun

            Aktivitas utama subklas antibodi menentukan jenis infeksi. Antibodi IgG2

mendominasi respons antibodi pada anak lebih tua dan dewasa terhadap antigen

polisakarida, seperti pada organisme berkapsul, contohnya Streptococcus

pneumoniaedan Haemophilus influenzae. Oleh karena itu defisiensi IgG2

menyebabkan individu terpajan terhadap infeksi saluran nafas berulang, septikemia

pneumokokus atau meningitis. Respons antibodi terhadap antigen protein seperti virus

atau toksoid, dikaitkan dengan subklas IgG1 dan IgG3. Pada pasien dengan defisiensi

salah satu subklas IgG, peningkatan kadar subklas IgG lain akan mengkompensasi

untuk menjaga kadar IgG normal.

            Anak di bawah 2 tahun tidak berespons terhadap antigen polisakarida dan

mempunyai kadar IgG2 yang rendah. Respons antibodi spesifik IgG2 berkembang

perlahan dan mencapai kadar puncak seperti dewasa pada usia 4-6 tahun. Oleh karena

itu, anak usia muda rawan terkena infeksi oleh organisme berkapsul polisakarida.

Defisiensi IgG1 dan IgG3 biasa terjadi bersamaan, menyebabkan resposn imun yang

kurang baik terhadap antigen protein dan dikaitkan dengan infeksi rekuren. Defisiensi

subklas IgG juga dikaitkan dengan defisiensi IgA dan dikaitkan dengan masalah paru.

Selective IgA deficiencies

Defek ini merupakan defek primer yang sering ditemukan pada imunitas spesifik.

Defek ditandai dengan kadar IgA serum yang sangat rendah atau tidak terdeteksi

dengan konsentrasi IgG dan IgM yang normal. Defisiensi IgA selektif menyebabkan

individu terpajan pada infeksi bakteri rekuren, penyakit autoimun dan intoleransi

makanan (susu). Sekitar 1/5 pasien dengan defisiensi IgA selektif mempunyai

antibodi terhadap IgA, sehingga dapat terjadi reaksi simpang setelah tranfusi darah

atau plasma.

Komplikasi defisiensi antibodi

Terdapat berbagai variasi komplikasi pada pasien dengan defisiensi antibodi. Sepsis

kronik pada saluran nafas atas dan bawah dapat menyebabkan otitis media kronik,

ketulian, sinusitis, bronkiektasis, fibrosis pulmonal dan kor pulmonal. Penyakit

gastrointestinal ringan seperti sindrom anemia pernisiosa lebih umun terjadi, namun

berbeda dengan anemia pernisiosa klasik. Pada anemia ini tidak terdapat autoantibodi

terhadap sel parietal dan faktor intrinsik serta terdapat atrofi gastritis pada seluruh

lambung tanpa antral sparing. Diare, tanpa atau dengan malabsorpsi, lebih sering

Page 12: Tugas Imun Defisiensi Imun

disebabkan oleh infestasi Giardia lamblia, pertumbuhan bakteri berlebihan di usus

kecil atau infeksi persisten oleh Cryptosporidium, Campylobacter, rotavirus atau

enterovirus.  Fenomena autoimun merupakan kejadian yang umum, sebanyak 15%

muncul sebagai anemia hemolitik autoimun dan trombositopenia autoimun. Artropati

terjadi pada 12% defisiensi antibodi. Beberapa pasien dapat terkena artritis kronik

pada sendi besar dan artritis monoartikular tanpa terdapat faktor reumatoid.

Pasien dengan X-linked agammaglobulinaemia dan CVID rawan terhadap infeksi

kronik echovirus, dan menyebabkan meningoensefalitis persisten. Pasien dengan

defisiensi imun yang melibatkan imunitas humoral dan/atau seluler mempunyai risiko

10-200 kali lipat untuk terkena penyakit keganasan.

Kombinasi defisiensi primer sel T dan sel B

Depresi imunitas sel T biasanya disertai dengan variasi abnormalitas fungsi sel B. Hal

ini menunjukkan kerjasama sel T dan B dalam produksi antibodi terhadap sebagian

antigen. Defisiensi berat ini biasanya muncul dalam bulan pertama kehidupan (Tabel

28-5). Bayi yang sama sekali gagal dalam fungsi limfosit T dan B akan terkena

defisiensi imun kombinasi berat (severe combined immunodeficiency, SCID) (Tabel

28-6).

Tanda defisiensi imun kombinasi yang berat

Terdapat pada minggu atau bulan pertama kehidupanSering terjadi infeksi virus atau

jamur dibandingkan bakteriDiare kronik umum terjadi (sering disebut

gastroenteritis)Infeksi respiratorius dan oral thrush umum terjadi

Terjadi failure to thrive tanpa adanya infeksi

Limfopenia ditemui pada hampir semua bayi

Defisiensi imun sekunder

Penyebab sekunder defisiensi imun lebih umum dibandingkan penyebab primer.

Kadar komponen imun yang rendah menunjukkan produksi yang menurun atau

katabolisme (“hilangnya” komponen imun) yang dipercepat.

            Hilangnya protein yang sampai menyebabkan hipogamaglobulinemia dan

hipoproteinemia terjadi terutama melalui ginjal (sindrom nefrotik) atau melalui

saluran cerna (protein-losing enteropathy). Hilangnya imunoglobulin melalui renal

setidaknya bersifat selektif parsial, sehingga kadar IgM masih dapat normal meskipun

kadar IgG serum dan albumin menurun. Protein juga dapat hilang dari saluran cerna

melalui penyakit inflamatorius aktif seperti penyakit Crohn, kolitis ulseratif dan

penyakit seliak.

Page 13: Tugas Imun Defisiensi Imun

            Kerusakan sintesis paling nampak pada malnutrisi. Defisiensi protein

menyebabkan perubahan yang mendalam pada banyak organ, termasuk sistem imun.

Kerusakan produksi antibodi spesifik setelah imunisasi, dan defek pada imunitas

seluler, fungsi fagosit dan aktivitas komplemen dihubungkan dengan nutrisi yang

buruk, dan membaik setelah suplementasi diet protein dan kalori yang cukup.

            Pasien dengan penyakit limfoproliferatif sangat rentan terhadap infeksi.

Leukemia limfositik kronik yang tidak diobati umumnya berhubungan dengan

hipogamaglobulinemia dan infeksi rekuren yang cenderung bertambah berat dengan

progresifitas penyakit. Limfoma Non-Hodgkin mungkin berhubungan dengan defek

pada imunitas humoral dan seluler. Penyakit Hodgkin biasanya berhubungan dengan

kerusakan yang nyata dari imunitas seluler, namun imunoglobulin serum masih

normal sampai fase akhir penyakit.

            Risiko infeksi pasien dengan mieloma multipel 5-10 kali lebih tinggi

dibandingkan kelompok kontrol. Frekuensi infeksi oportunistik pada pasien dengan

keganasan diseminata menandakan adanya defek imun, meskipun sulit membedakan

efek imunosupresif dari penyakit ataupun efek pengobatan. Obat imunosupresif

mempengaruhi beberapa aspek fungsi sel, terutama limfosit dan polimorf, namun

hipogamaglobulinemia berat jarang terjadi. Pasien dengan obat untuk mencegah

penolakan organ transplan juga dapat timbul infeksi oportunsistik meskipun tidak

biasa. Bentuk iatrogenik lain dari defisiensi imun sekunder adalah yang berhubungan

dengan splenektomi.

 

Infeksi pada pejamu imunokompromais

Individu yang secara alami atau medikal mengalami imunokompromais rentan

terhadap infeksi. Sumber infeksi dapat berasal dari patogen umum yang juga

menginvasi pada individu sehat, dan juga dari agen oportunistik. Dua hal penting

dalam infeksi pada pejamu imunokompromais adalah sebagian besar infeksi

disebabkan oleh patogen umum yang biasanya dapat diidentifikasi dan dikontrol

dengan terapi yang tepat. Kedua, kesulitan terjadi karena organisme oportunistik sulit

untuk diisolasi dan tidak berespons terhadap obat yang tersedia.

            Terdapat dua jalur masuk utama bagi organisme oportunistik, yaitu orofaring

dan saluran cerna bagian bawah. Paru menjadi tempat tersering dalam infeksi pada

pejamu imunokompromais. Manifestasi klinis berupa demam non-spesifik, dispnea

dan batuk kering dengan gambaran foto dada infiltrat pulmonal. Namun sarana

penunjang seperti sputum dan kultur darah tidak banyak membantu, lebih dipilih bilas

bronkoalveolar, biopsi transbronkial dan biopsi paru terbuka. Pentingnya diagnosis

dini dan tatalaksana sangat ditekankan mengingat infeksi paru pada pasien

imunokompromasi memiliki angka mortalitas lebih dari 50%.

Page 14: Tugas Imun Defisiensi Imun

MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS

Dalam penegakan diagnosis defisiensi imun, penting ditanyakan riwayat kesehatan

pasien dan keluarganya, sejak masa kehamilan, persalinan dan morbiditas yang

ditemukan sejak lahir secara detail. Riwayat pengobatan yang pernah didapat juga

harus dicatat, disertai keterangan efek pengobatannya, apakah membaik, tetap atau

memburuk. Bila pernah dirawat, operasi atau transfusi juga dicatat. Riwayat imunisasi

dan kejadian efek simpangnya juga dicari.

Walaupun penyakit defisiensi imun tidak mudah untuk didiagnosis, secara klinis

terdapat berbagai tanda dan gejala yang dapat membimbing kita untuk mengenal

penyakit ini (Tabel 28-8). Sesuai dengan gejala dan tanda klinis tersebut maka dapat

diarahkan terhadap kemungkinan penyakit defisiensi imun.

Defisiensi antibodi primer yang didapat lebih sering terjadi dibandingkan dengan

yang diturunkan, dan 90% muncul setelah usia 10 tahun. Pada bentuk defisiensi

antibodi kongenital, infeksi rekuren biasanya terjadi mulai usia 4 bulan sampai 2

tahun, karena IgG ibu yang ditransfer mempunyai proteksi pasif selama 3-4 bulan

pertama. Beberapa defisiensi antibodi primer bersifat diturunkan melalui autosom

resesif atauX-linked. Defisiensi imunoglobulin sekunder lebih sering terjadi

dibandingkan dengan defek primer.

            Pemeriksaan fisik defisiensi antibodi jarang menunjukkan tanda fisik

diagnostik, meskipun dapat menunjukkan infeksi berat sebelumnya, seperti ruptur

membran timpani dan bronkiektasis. Tampilan klinis yang umum adalah gagal

tumbuh.

Pemeriksaan laboratorium penting untuk diagnosis. Pengukuran imunoglobulin serum

dapat menunjukkan abnormalitas kuantitatif secara kasar. Imunoglobulin yang sama

sekali tidak ada (agamaglobulinemia) jarang terjadi, bahkan pasien yang sakit berat

pun masih mempunyai IgM dan IgG yang dapat dideteksi. Defek sintesis antibodi

dapat melibatkan satu isotop imunoglobulin, seperti IgA atau grup isotop, seperti IgA

dan IgG. Beberapa individu gagal memproduksi antibodi spesifik setelah imunisasi

meskipun kadar imunoglobulin serum normal. Sel B yang bersirkulasi diidentifikasi

dengan antibodi monoklonal terhadap antigen sel B. Pada darah normal, sel-sel

tersebut sebanyak 5-15% dari populasi limfosit total. Sel B matur yang tidak ada pada

individu dengan defisiensi antibodi membedakan infantile X-linked

agammaglobulinaemia dari penyebab lain defisiensi antibodi primer dengan kadar sel

B normal atau rendah.