laporan ginogenesis triploidisasi & hibridisasi

43
LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA IKAN GINOGENESIS , HIBRIDISASI DAN TRIPLOIDISASI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Genetika Ikan Disusun Oleh : Perikanan B Kelompok 16 Indah Nurwulan 230110130087 Satrio Bagas 230110130107 Dehan Ahmadi 230110130130 Yuliana Rafika 230110130153 UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN PROGRAM STUDI PERIKANAN 2014

Upload: yuliana-rafika

Post on 29-Jan-2016

184 views

Category:

Documents


28 download

DESCRIPTION

Laporan Ginogenesis Triploidisasi & Hibridisasi

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Ginogenesis Triploidisasi & Hibridisasi

LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA IKAN

GINOGENESIS , HIBRIDISASI DAN TRIPLOIDISASI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Genetika Ikan

Disusun Oleh :

Perikanan B – Kelompok 16

Indah Nurwulan 230110130087

Satrio Bagas 230110130107

Dehan Ahmadi 230110130130

Yuliana Rafika 230110130153

UNIVERSITAS PADJADJARAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

PROGRAM STUDI PERIKANAN

2014

Page 2: Laporan Ginogenesis Triploidisasi & Hibridisasi

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dankarunia-Nya sehingga kami berhasil menyelesaikan laporan praktikum

untuk memenuhi nilai mata kuliah Genetika Ikan, yang berjudul “Triplodisasi,

Ginogenesis, dan Hibridisasi” dengan tepat waktu.

Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena

itu, kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami

harapkandemikesempurnaan laporan praktikum ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah

berperan serta dalam penyusunan laporan ini dari awal sampai akhir. Semoga

bermanfaat untuk kita semua.

Jatinangor, 10 Desember 2014

Kelompok 16

Page 3: Laporan Ginogenesis Triploidisasi & Hibridisasi

ii

DAFTAR ISI

BAB Halaman

KATA PENGANTAR…………………………………………… i

DAFTAR ISI……………………………………………………... ii

DAFTAR GAMBAR…………………………………………….. iv

DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………... v

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang………………………………………………….. 1

1.2 Identifikasi Masalah…………………………………………….. 2

1.3 Tujuan…………………………………………………………... 2

1.4 Manfaat…………………………………………………………. 2

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Morfologi Ikan Mas (Cyprinus carpio)…………………………. 3

2.2 Morfologi Ikan Mas (Cyprinus carpio) ………………………… 4

2.3 Reproduksi Ikan………………………………………………… 5

2.4 Spermatozoa…………………………………………………….. 6

2.5 Pemijahan Buatan……………………………………………….. 8

2.5.1 Ginogenesis…………………………………………………… 9

2.5.2 Triploidisasi…………………………………………………… 9

2.5.3 Hibridisasi…………………………………………………….. 10

2.6 Embriogenesis…………………………………………………... 11

III. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat……………………………………………… 13

3.2 Alat dan Bahan………………………………………………….. 13

3.2.1 Alat……………………………………………………………. 13

3.2.2 Bahan………………………………………………………….. 13

3.3 Prosedur Praktikum……………………………………………... 14

3.3.1 Persiapan Alat………………………………………………… 14

3.3.2 Pemijahan Buatan…………………………………………….. 14

3.3.3 Hibridisasi…………………………………………………….. 14

3.3.4 Ginogenesis…………………………………………………… 14

3.3.5 Triploidisasi…………………………………………………… 15

3.3.6 Embriogenesis………………………………………………… 15

3.3.7 Pemeliharaan Larva…………………………………………… 15

3.4 Metode Praktikum………………………………………………. 16

3.5 Rancangan Praktikum…………………………………………... 16

3.5.1 FR……………………………………………………………... 16

3.5.2 HR…………………………………………………………….. 16

3.5.3 SR Larva………………………………………………………. 17

3.6 Analisa Data…………………………………………………….. 17

Page 4: Laporan Ginogenesis Triploidisasi & Hibridisasi

iii

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil…………………………………………………………….. 18

4.2 Pembahasan……………………………………………………... 21

4.2.1 Triploidisasi…………………………………………………… 21

4.2.2 Ginogenesis…………………………………………………… 24

4.2.3 Hibridisasi…………………………………………………….. 27

V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan……………………………………………………... 30

5.2 Saran…………………………………………………………….. 31

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………. vi

LAMPIRAN

Page 5: Laporan Ginogenesis Triploidisasi & Hibridisasi

iv

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Ikan Mas (Cyprinus carpio)…………………………………. 4

2. Ikan Komet (Carassius auratus)…………………………… 5

3. Spermatozoa dan bagiannya………………………………… 7

4. Fase Perkembangan Ikan…………………………………… 11

Page 6: Laporan Ginogenesis Triploidisasi & Hibridisasi

v

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Fase Pertumbuhan Embrio Ikan…………………………… 1

2. Alat dan Bahan Praktikum…………………………………. 3

3. Proses Pemijahan Secara Buatan………………………… 3

Page 7: Laporan Ginogenesis Triploidisasi & Hibridisasi

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rekayasa genetika merupakan suatu cara memanipulasikan gen untuk

menghasilkan makhluk hidup baru dengan sifat yang diinginkan. Rekayasa

genetika disebut juga pencangkokan gen atau rekombinasi DNA. Dalam rekayasa

genetika digunakan DNA untuk menggabungkan sifat makhluk hidup. Hal itu

karena DNA dari setiap makhluk hidup mempunyai struktur yang sama, sehingga

dapat direkomendasikan. Selanjutnya DNA tersebut akan mengatur sifat-sifat

makhluk hidup secara turun-temurun. Dalam hala ini beberapa kegiatan rekayasa

genetika dalam bidang perikanan adalah Ginogenesis, Triploidisasi, dan

Hibridisasi

Ginogenesis adalah proses terbentuknya zigot dari gamet betina tanpa

kontribusi dari gamet jantan. Dalam ginogenesis gamet jantan hanya berfungsi

untuk merangsang perkembangan telur dan sifat-sifat genetisnya tidak diturunkan.

Ginogenesis dapat terjadi secara alami dan buatan. Nagy et al,. 1978,

menyebutkan ginogenesis adalah terbentuknya zigot 2n (diploid) tanpa peranan

genetik gamet jantan. Jadi gamet jantan hanya berfungsi secara fisik saja,

sehingga prosesnya hanya merupakan perkembangan pathenogenetis betina

(telur). Untuk itu sperma diradiasi. Radiasi pada ginogenesis bertujuan untuk

merusak kromososm spermatozoa, supaya pada saat pembuahan tidak berfungsi

secara genetic.

Triploidisasi merupakan salah satu bagian dari ploidisasi dengan proses

atau kejadian terbentuknya individu dengan kromosom lebih dari dua set.

Triploidisasi telah dilakukan dan digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan

ikan. Ikan-ikan triploid merupakan ikan-ikan secara genetik mempunyai satu set

tambahan kromosom, sehingga pada setiap sel tubuhnya memiliki tiga set

kromosom. Dua set kromosom adalah kromosom telur dan satu set kromosom

sperma.

Page 8: Laporan Ginogenesis Triploidisasi & Hibridisasi

2

Hibridisasi merupakan program persilangan yang dapat diaplikasikan pada

ikan, udang, kerang-kerangan maupun rumput laut. Hasil dari program ini dapat

menghasilkan individu-individu yang unggul, kadang-kadang ada juga yang steril

dan dapat menghasilkan strain baru (Rustidja, 2005). Hibridisasi akan mudah

dilakukan apabila dapat dilakukan reproduksi buatan seperti halnya ikan mas dan

ikan nila, dimana dapat dilakukan striping telur dan sperma. Selain itu ada

defenisi lain dari hibridisasi yang sebenarnya tidak jauh berbeda

1.2. Identifikasi Masalah

Berkembangnya teknik dalam rekayasa genetika berhasil membuat hasil

di bidang perikanan di Indonesia semakin maju dalam hal kualitas dan kuantitas.

Rekayasa genetika dipengaruhi banyak faktor-faktor yang akan mempengaruhi

dari perkembangan ikan. Dalam praktikum kali ini akan mempelajari tentang

teknik rekayasa genetika menggunakan hibridisasi, ginogenesis dan triploidisasi.

1.3. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah

1. Mempelajari teknik ginogenesis untuk memproduksi populasi ikan betina

2. Mempelajari teknik triploidisasi untuk memproduksi ikan yang memiliki

kromosom sebanyak 3 set (triploid).

3. Mempelajari teknik hibridisasi untuk memproduksi ikan yang lebih unggul

dari induknya

1.4. Manfaat

Manfaat dari praktikum ini adalah

1. Praktikan diharapkan mendapatkan informasi mengenai cara melakukan

ginogenesis, triplodisasidan hibridisasi

2. Praktikan mampu mengaplikasikan teknik ginogenesis, triplodisasi dan

hibridisas

Page 9: Laporan Ginogenesis Triploidisasi & Hibridisasi

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Morfologi Ikan Mas (Cyprinus carpio)

Ikan mas termasuk famili Cyprinidae yang mempunyai ciri-ciri umum,

badan ikan mas berbentuk memanjang dan sedikit pipih ke samping (Compresed)

dan mulutnya terletak di ujung tengah (terminal), dan dapat di sembulka, di

bagian mulut di hiasi dua pasang sungut, yang kadang-kadang satu pasang di

antaranya kurang sempurna dan warna badan sangat beragam. Adapun klasifikasi

ilmiah ikan mas adalah sebagai berikut:

Kerajaan : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Actinopterygii

Ordo : Cypriniformes

Famili : Cyprinidae

Genus : Cyprinus

Spesies : Cyprinus carpio

Tubuh ikan mas digolongkan menjadi tiga bagian yaitu kepala, badan, dan

ekor. Pada kepala terdapat alat-alat seperti sepasang mata, sepasang cekung

hidung yang tidak berhubungan dengan rongga mulut, celah-celah insang,

sepasang tutup insang, alat pendengar dan keseimbangan yang tampak dari luar

(Cahyono, 2000). Jaringan tulang atau tulang rawan yang disebut jari-jari. Sirip-

sirip ikan ada yang berpasangan dan ada yang tunggal, sirip yang tunggal

merupakan anggota gerak yang bebas. Disamping alat-alat yang terdapat dalam,

rongga peritoneum dan pericardium, gelembung renang, ginjal, dan alat

reproduksi pada sistem pernapasan ikan umumnya berupa insang.

Page 10: Laporan Ginogenesis Triploidisasi & Hibridisasi

4

Gambar 1. Ikan Mas (Cyprinus carpio)

(Sumber : www.tips-peternakan.blogspot.com)

Ikan mas dapat tumbuh normal, jika lokasi pemeliharaan berada pada

ketinggian antara 150-1000 m diatas permukaan laut, dengan suhu 20oC - 25oC

pH air antara 7-8 (Herlina,2002). Ikan ini merupakan ikan pemakan organisme

hewan kecil atau renik ataupun tumbuh-tumbuhan (omnivore). Kolam yang di

bangun dari tanah banyak mengandung pakan alami,ikan ini mengaduk

Lumpur,memangsa larva insekta,cacing-cacing mollusca (Djarijah,2001).

Cahyono (2000) menyatakan, jenis makan dan tambahan yang biasa di berikan

pada ikan mas adalah bungkil kelapa atau bungkil kacang, sisa rumah pemotongan

hewan, sampah rumah tangga dan lain-lain, sedangkan untuk makanan buatan

biasanya di berikan berupa crumble dan pellet.

2.2. Morfologi Ikan Komet (Carassius auratus)

Ikan komet (Carassius auratus) merupakan salah satu jenis ikan mas hias,

ciri yang membedakan dengan ikan mas hias lainnya adalah caudal fin atau sirip

ekornya lebih panjang dan percabangan di sirip ekornya sangat terlihat jelas, tidak

seperti ikan mas biasa yang percabangan di sirip ekornya tidak begitu terlihat

jelas. Selain itu, ikan komet mempunyai warna oranye yang mencolok sehingga

sangat menarik untuk menjadi ikan hias di dalam ruangan ataupun di luar ruangan.

Ikan komet memiliki badan yang memanjang dan ramping sehingga di dalam

akuarium ataupun di kolam, ikan ini selalu aktif berenang ke segala penjuru.

Panjang tubuh ikan komet bisa mencapai sekitar 35 cm dari ujung kepala sampai

Page 11: Laporan Ginogenesis Triploidisasi & Hibridisasi

5

ujung ekor. Ikan komet mulai bisa memijah pada umur 4 bulan dan bisa hidup

sampai berumur 14 tahun tergantung pemeliharaan. Dari banyaknya varietas ikan

mas hias yang dihasilkan di dunia oleh Cina dan Jepang, ikan komet ini

merupakan satu-satunya hasil seleksi dari ikan common goldfish pada abad 19 di

Philadelpia Amerika Serikat oleh Hugo Murket dan secara masal di terjunkan ke

pasaran.

Gambar 2. Ikan Komet (Carassius auratus)

(Sumber : A.S.T. Afandi, www.mediaajar.com, 2011)

Klasifikasi ikan komet berdasarkan ilmu taksonomi adalah sebagai berikut:

Filum : Chordata

Kelas : Pisces

Sub Kelas : Teleostei

Ordo : Otariphisysoidei

Sub Ordo : Cyprinoidae

Famili : Cyprinidae

Genus : Carassius

Spesies : Carassius auratus

2.3. Reproduksi Ikan

Reproduksi pada ikan teleostei berbeda-beda. Ikan teleostei pada umunya

dioecius (misalnya ikan mas), tetapi ada juga yang hermaprodite (ikan belut).

Gonad ikan disebut juga kelenjar reproduksi, gonad ikan betina dinamakan ovaria,

sedangkan gonad ikan jantan dinamakan testis.

Page 12: Laporan Ginogenesis Triploidisasi & Hibridisasi

6

Gonad ikan mas terdiri atas ovaria atau testis yang terdapat sepasang pada

bagian kiri dan kanan; dari tiap-tiap ovaria keluar sebuah saluran telur atau

oviductus (kedua saluran bertemu dan bermuara di ductus urogenitalis bersama-

sama ureter). Sedangkan dari tiap-tiap testis keluar saluran yang disebut ductus

deferens (kedua saluran tersebut bertemu dan bermuara di ductus urogenitalis

bersama-sama ureter). Ovaria ataupun testis ikan terletak memanjang di dalam

rongga badan, biasanya ada sepasang yang masing-masing berada dikiri dan

kanan antara gelembung renang dan usus.

Sifat kompleks dari organ reproduksi ikan teleostei dicerminkan oleh

luasnya perkembangan gonad, meskipun struktur dasar yang meliputi morfologi

sel-sel dan bermacam-macam elemen sel somatik yang terdapat pada jaringan

gonad adalah sama. Fungsi dasar gonad pad ikan teleostei seperti pada hewan

vertebrata tingkat tinggi lainnya yaitu menghasilkan gamet-gamet (ovaria

menghasilkan sel telur dan testis menghasilkan spermatozoa).

2.4. Spermatozoa

Sperma adalah gamet jantan yang dihasilkan oleh testis dan merupakan

suatu sel kecil, kompak yang tidak bertumbuh dan tersimpan dalam cairan sperma

dalam testis. Cairan sperma adalah larutan spermatozoa yang berada dalam cairan

seminal dan dihasilkan oleh hidrasi testis. Campuran antara seminal plasma

dengan spermatozoa disebut semen. Dalam setiap testis semen terdapat jutaan

spermatozoa (Hoar 1969). Sperma terdiri dari kepala yang membawa materi

keturunan paternal dan ekor yang berperan sebagai alat penggerak. Fungsi utama

sperma pada individu parental adalah sebagai pembawa sebagian materi genetik

dalam proses pembuahan untuk membentuk individu baru.

Page 13: Laporan Ginogenesis Triploidisasi & Hibridisasi

7

Gambar 3. Spermatozoa dan bagiannya

(Sumber : google.com)

a. Morfologi Sperma

Struktur spermatozoa secara umum pada ikan yang sudah matang terdiri

dari kepala, leher, dan ekor flagella. Inti spermatozoa terdapat pada bagian kepala

(Lagler 1977). Middle piece merupakan penghubung atau penyambung antara

leher dan ekor yang mengandung mitokondria dan berfungsi dalam metabolisme

sperma. Spermatozoa mempunyai struktur yang sederhana dan ukuran yang

hampir sama. Umumnya ukuran panjang kepala sperma antara 2-3 mikron dan

panjang total dari spermatozoa antara 40-60 mikron.

b. Kepala Sperma

Kepala spermatozoa secara umum berbentuk bulat atau oval. Bagian

tengah mengikuti pola struktur umum, terdiri dari sebuah flagel tengah dan

selubung mitokondria yang sedikit tidak termodifikasi dan terletak di dalam

sebuah low collar (lengkung bawah) agak jauh di belakang nukleus bulat. Kepala

sperma berisi materi inti, berupa chromosome yang terdiri dari DNA. Informasi

genetika yang dibawa oleh spermatozoa diterjemahkan dan disimpan didalam

molekul DNA. Sebagai hasil pembelahan reduksi selama spermatogenesis, sperma

hanya mengandung setengah jumlah DNA pada sel-sel somatik dari spesies yang

sama dan terbentuklah dua macam spermatozoa, sperma yang membawa

chromosom-x akan menghasilkan embrio betina sedangkan sperma yang

mengandung chromosom-y akan menghasilkan embrio jantan.

c. Ekor Sperma

Page 14: Laporan Ginogenesis Triploidisasi & Hibridisasi

8

Ekor sperma dapat dibagi atas tiga bagian, bagian tengah, bagian utama

dan bagian ujung berasal dari centriol spermatid selama spermiogenesis. Ekor

sperma berfungsi memberi gerak maju kepada spermatozoa dan gelombang-

gelombang yang dimulai di daerh inplantasi ekor kepala dan berjalan ke arah

distal sepanjang ekor seperti pukulan cambuk. Selubung mitokondria berasal dari

pangkal kepala membentuk dua struktur spiral ke arah berlawanan dengan arah

jarum jam. Bagian tengah ekor merupakan gudang energi untuk kehidupan dan

pergerakan spermatozoa oleh proses-proses metabolik yang berlangsung di dalam

helix mitokondria, mitokondria mengandung enzim-enzim yang berhubungan

dengan metabolisme eksudatif spermatozoa. Bagian ini kaya akan fosfolipid,

lecithin dan plasmalogen. Plasmalogen mengandung satu aldehid lemak dan satu

asam lemak yang berhubungan dengan gliserol maupun cholin. Asam-asam lemak

dapat dioksidasi dan merupakan sumber energi endogen untuk aktifasi sperma.

Inti ekor atau axial core terdiri atas dua serabut sentral dikelilingi oleh suatu

cincin konsentrik terdiri atas 9 fibril rangkap yang berjalan dari daerah implantasi

sampai bagian ujung ekor.

2.5. Pemijahan Buatan

Pemijahan induk adalah proses pembuahan telur oleh sperma. Induk yang

telah matang gonad berarti telah siap melakukan pemijahan. Proses pemijahan

dapat berlangsung secara alami dan bantuan, sehingga masing-masing disebut

pemijahan alami dan pemijahan buatan. Dalam pemijahan alami, telur dibuahi

oleh sperma didalam air setelah dikeluarkan oleh induk betina, proses ini biasanya

didahului oleh aktifitas percumbuan oleh kedua induk tersebut. Pada pemijahan

buatan, pembuahan telur oleh sperma dilakukan oleh bantuan manusia. Telur

dipaksa keluar dari tubuh induk betina. Pemijahan dapat berlangsung setelah

melalui proses perangsangan. Perangsangan pemijahan dapat dilakukan dengan

mengatur lingkungan dan pemberian hormon.

Pemijahan ikan secara buatan adalah pemijahan ikan yang dilakukan oleh

campur tangan manusia, terjadi dengan memberikan rangsangan hormon untuk

mempercepat kematangan gonad serta proses ovulasinya dilakukan secara buatan

Page 15: Laporan Ginogenesis Triploidisasi & Hibridisasi

9

dengan teknik stripping atau pengurutan. Jenis ikan yang sudah dapat dilakukan

pemijahan secara buatan antara lain ikan Patin, ikan Mas, dan ikan Lele, dll.

Untuk keberhasilan pemijahan ini sangat ditentukan oleh tingkat kematangan

gonad induk yang benar-benar siap untuk dipijahkan agar benih yang dihasilkan

berkualitas.

2.5.1. Ginogenesis

Ginogenesis adalah proses terbentuknya zigot dari gamet betina tanpa

kontribusi dari gamet jantan. Dalam ginogenesis gamet jantan hanya berfungsi

untuk merangsang perkembangan telur dan sifat-sifat genetisnya tidak diturnkan.

Ginogenesis dapat terjadi secara alami dan buatan.

Ginogenesis adalah suatu proses penurunan sifat maternal secara total

melalui perkembangan telur tanpa kontribusi sperma secara genetik untuk menjadi

embrio yang dimaksudkan agar keturunan yang dihasilkan bersifat homozigotik

(cloning). Ginogenesis dapat terjadi secara alami dan buatan, namun pada

ginogenesis alami jarang sekali ditemukan sperma yang membuahi telur dalam

keadaan material genetik tidak aktif. Ginogenesis adalah suatu perlakuan untuk

mengatasi masalah untuk menonaktifkan material genetik sperma dan merangsang

diploidisasi terbentuknya zigot.

Ginogenesis buatan dapat dilakukan dengan mutagenesis sperma dengan

sinar ultraviolet (UV) dan kejutan panas. Radiasi yang terjadi merupakan proses

penyinaran dengan menggunakan bahan mutagen untuk menghasilkan mutan.

Sinar ultraviolet (UV) merupakan radiasi yang juga merupakan sinar tidak tampak

yang mempunyai panjang gelombang 200-380 nm.

2.5.2. Triploidisasi

Triploidisasi merupakan salah satu bagian dari ploidisasi dengan proses

atau terbentuknya individu dengan kromosom lebih dari dua set. Triploidisasi

telah dilakukan dan digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan ikan. Teknik

triploidisasi dapat mengunakan dua pelakuan, yaitu perlakuan fisika dan kimia.

Page 16: Laporan Ginogenesis Triploidisasi & Hibridisasi

10

Penggunaan perlakuan fisika dan kimia sesaat setelah dimulainya pembuahan

merupakan cara yang relatif mudah dalam triploidisasi.

Ikan-ikan triploid merupakan ikan-ikan secara genetik mempunyai satu set

tambahan kromosom, sehingga pada setiap sel tubuhnya memiliki tiga set

kromosom. Dua set kromosom adalah kromosom telur dan satu set kromosom

sperma. Individu tetraploid merupakan individu yang fertil dan mempunyai laju

pertumbuhan yang lebih baik bila dibandingkan dengan spesies diploid. Individu

tetraploid mempunyai kemampuan di dalam pembelahan sel yang jauh lebih

tinggi bila dibandingkan dengan ikan normal diploid, sehingga ikan tetraploid

akan mempunyai jumlah sel yang lebih banyak jika dibandingkan dengan ikan

normal.

2.5.1 Hibridisasi

Hibridisasi merupakan program persilangan yang dapat diaplikasikan pada

ikan, udang, kerang-kerangan maupun rumput laut. Hasil dari program ini dapat

menghasilkan individu-individu yang unggul, kadang-kadang ada juga yang steril

dan dapat menghasilkan strain baru (Rustidja,2005). Hibridisasi akan mudah

dilakukan apabila dapat dilakukan reproduksi buatan seperti halnya ikan mas dan

ikan nila, dimana dapat dilakukan striping telur dan sperma.

Hibridisasi adalah perkawinan antara spesies yang berbeda. Hibridisasi

atau persilangan merupakan suatu upaya untuk mendapatkan kombinasi antara

populasi yang berbeda untuk menghasilkan keturunan yang memiliki sifat unggul.

Berdasarkan hal tersebut para ahli genetika perikanan membagi hibridisasi ke

dalam tiga macam yaitu :

1. Hibridisasi intraspesifik yaitu perkawinan antara spesies yang sama tetapi

berasal dari populasi yang berbeda. Misalnya persilangan antara ikan mas raja

danu dengan ikan mas sinyonya (Cyprinus carpio X Cyprinus carpio).

2. Hibridisasi interspecifik yaitu perkawinan dalam genus yang sama tetapi

berbeda species. Misalnya persilangan antara ikan lele: Clarias meladerma X

Clarias gariepinus atau Clarias meladerma X Clarias teijsmanni, persilangan

ikan patin: Pangasius djambal X Pangasius hypophthalmus.

Page 17: Laporan Ginogenesis Triploidisasi & Hibridisasi

11

3. Hibridisasi intergenerik yaitu perkawinan dalam genus yang berbeda.

Misalnya persilangan antara ikan nila dengan ikan mujair (Oreochromis

niloticus X Tilapia mosambicus), persilangan antara ikan mas dengan ikan

tawes atau ikan nilem

2.6. Embriogenesis

Embriogenesis adalah tahap perkembangan telur dari peleburan sel telur

dan sel sperma hingga menetas. Tahap embriogenesis terdiri dari stadia

pembelahan sel zigot (cleavage), blastulasi, gastrulasi, dan neurulasi. Proses

selanjutnya adalah organogenesis, yaitu pembentukan alat-alat (organ) tubuh.

Perkembangan larva merupakan tahap perkembangan dari penetasan hingga larva

mengalami penyempurnaan bentuk. Embriologi mencakup proses perkembangan

setelah fertilisasi sampai dengan organogenesis sebelum menetas atau lahir.

Gambar 4. Fase Perkembangan Ikan

(Sumber : www.budidarma.com)

Cleavage yaitu tahapan proses pembelahan sel. Proses ini berjalan teratur

dan berakhir hingga mencapai blastulasi. Bisa juga dikatakan proses pembelahan

sel yang terus menerus hingga terbentuk bulatan, seperti bola yang di dalamnya

berisi rongga. Gastrulasi merupakan proses kelanjutan blastulasi. Hasil proses ini

adalah terbentuknya tiga lapisan, yaitu ektoderm, modeterm dan entoderm.

Organogenesis adalah tahapan dimana terjadi pembentukan organ-organ tubuh

dari tiga lapisan diatas, yaitu ektoderm, metoderm dan entoderm. Setiap lapisan

Page 18: Laporan Ginogenesis Triploidisasi & Hibridisasi

12

membentuk organ yang berbeda. Ektoterm membentuk lapisan epidermis pada

gigi, mata dan saraf pendengaran. Mesoderm membentuk sistem respirasi,

pericranial, peritonial, hati dan tulang. Sedangkan entoterm membentuk sel

kelamin dan kelenjar endokrin.

Page 19: Laporan Ginogenesis Triploidisasi & Hibridisasi

13

BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jum’at tanggal 27 November - 29 November

2014. Pada pukul 08.00 WIB yang dilakukan di Laboraturium MSP, Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran Jatinangor.

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat

1. Alat suntik berfungsi untuk menyuntikkan hormone ovaprim ke dalam bagian

tubuh ikan uji coba.

2. Ember berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan ikan.

3. Lap berfungsi untuk menuntup kepala ikan saat akan disuntikkan agar ikan

tidak mengalami stress.

4. Akuarium berfungsi sebagai tempat menyimpan induk.

5. Instalasi aerasi (blower, batu aerasi, dan selang) berfungsi sebagai penyedia

oksigen bagi ikan di dalam akuarium.

6. Water bath berfungsi sebagai tempat untuk melakukan heat shock terhadap

telur.

7. Kotak UV berfungsi sebagai tempat untuk melakukan radiasi terhadap telur.

8. Termometer berfungsi untuk mengatur suhu pada saat melakukan heat shock

di dalam water bath.

9. Cawan petri berfungsi sebagai tempat menyimpan sel telur.

10. Akuarium berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan telur yang sudah

dibuahi dan tempat telur menetas.

11. Mikroskop berfungsi untuk melihat dan mengamati perkembangan sel telur.

3.2.2. Bahan Praktikum

1. Ikan Komet berfungsi sebagai sampel ikan yang akan diuji

Page 20: Laporan Ginogenesis Triploidisasi & Hibridisasi

14

2. Ikan Mas berfungsi sebagai sampel ikan yang akan diuji.

3. Nacl fisiologis 0,9 berfungsi sebagai cairan untuk mengencerkan sperma.

4. Hormon ovaprim berfungsi untuk merangsang terjadinya ovulasi telur oleh

indukan yang dipijahkan dan indukan jantan berfungsi untuk meningkatkan

produksi sprema yang akan dikeluarkan.

3.3. Prosedur Praktikum

3.3.1. Periapan Alat

1. Mencuci akuarium hingga bersih.

2. Memasangkan instalasi aerasi agar berfungsi dengan baik.

3.3.2. Pemijahan Buatan

1. Menyeleksi indukan yang akan digunakan dalam praktikum.

2. Memisahkan indukan jantan dan indukan betina.

3. Menyuntikkan hormon pada indukan betina.

4. Melakukan stripping sperma pada indukan jantan.

5. Melakukan stripping sel telur pada indukan betina.

3.3.3. Hibridisasi

1. Mengencerkan sperma yang telah dihasilkan oleh indukan jantan

menggunakan larutan NaCl.

2. Sperma diletakkan di cawan petri.

3. Melakukan fertilisasi atau penyatuan sel telur ikan betina yakni ikan komet

dan sperma ikan jantan yakni ikan mas.

4. Meletakkan sel telur yang berada di cawan petri ke dalam akuarium yang

telah disediakan.

5. Melakukan pengamatan.

3.3.4. Ginogenesis

1. Mengencerkan sperma yang telah dihasilkan oleh indukan jantan

menggunakan larutan NaCl.

2. Sperma diletakkan di cawan petri.

3. Sperma yang telah diencerkan diradiasi selama 2 menit.

Page 21: Laporan Ginogenesis Triploidisasi & Hibridisasi

15

4. Melakukan fertilisasi atau penyatuan sel telur ikan betina dan ikan jantan

yakni ikan komet.

5. Hasil fertilisasi didiamkan selama 30 menit.

6. Sel telyr dan sperma yang telah difertilisasi kemudia di heat shock pada

sterofoam berisi air yang suhunya 40° C selama 2 menit.

7. Meletakkan sel telur yang berada di cawan petri ke dalam akuarium yang

telah disediakan.

8. Melakukan pengamatan.

3.3.5. Triploidisasi

1. Mengencerkan sperma yang telah dihasilkan oleh indukan jantan

menggunakan larutan NaCl.

2. Sperma diletakkan di cawan petri.

3. Melakukan fertilisasi atau penyatuan sel telur ikan betina dan ikan jantan

yakni ikan komet.

4. Hasil fertilisasi didiamkan selama 2 menit.

5. Sel telur dan sperma yang telah difertilisasi kemudian diheat shock pada

sterofoam berisi air yang suhunya 40° C selama 2 menit.

6. Meletakkan sel telur yang berada di cawan petri ke dalam akuarium yang

telah disediakan.

7. Melakukan pengamatan.

3.3.6. Embriogenesis

Mengamati sel telur yang suda difertilisasi menggunakan mikroskop.

Pengamatan dilakukan untuk mengamati perubahan atau perkembangan yang

terjadi pada sel telur. Pengamatan dilakukan setaip 15 menit sekali selama 3 jam.

3.3.7. Pemeliharaan Larva

Sel telur mengalami kematian dan tidak berkembang menjadi larva setelah

ditebar karena tidak terjadi perubahan setelah dilakukan pengamatan selama

kurang lebih 16 jam.

Page 22: Laporan Ginogenesis Triploidisasi & Hibridisasi

16

3.4. Metode Praktikum

Metode yang digunakan dalam praktikum ini berupa eksperimental dengan

menggunakan beberapa perlakuan. Perlakuan yang diberikan diantaranya adalah

stripping, pengemceran, radiasi dan kejut suhu (heat shock).

3.5. Rancangan Praktikum

3.5.1. FR

FR atau fertitization rate adalah derajat pembuahan telur. Pengamatan

derajat pembuahan telur (FR) yang dilakukan setelah pembuahan telur pada

proses ginogenesis, hibridisasi, dan triploodisasi selesai dilakukan.

Effendie (1979) menyebutkan bahwa untuk mengetahui derajat fertilisasi

telur ikan dapat menggunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

FR : Derajat fertilisasi te;ur (%)

P : Jumlah telur sampel

Po : Jumlah telur yang dibuahi

3.5.2. HR

Hr atau hatching rate adalah derajat penetasan telur. Pengamatan derajat

penetasan telur dilakukan ketika embrio berumur 17-20 jam dari proses

ppembuahan telur.

Effendie (1979) menyebutkan bahwa untuk mengetahui derajat penetasan

telur ikan dapat menggunakan rumus sebagai berikut :

FR (%) = x 100 %

HR (%) = x 100 %

Page 23: Laporan Ginogenesis Triploidisasi & Hibridisasi

17

Keterangan :

HR : Derajat penetasan telur

Pt : Jumlah telur yang menetas

Po : Jumlah telur yang dibuahi

3.5.3. SR Larva

SR atau survival rate adalah derajat kelangsungan hidup ikan. Pengamatan

derajat kelangsungan hidup ikan dilakukan hanya untuk proses ginogenesis,

hibridisasi, dan triploidisasu setelah larva ikan berumur tujuh hari.

Effendie (1979) menyebutkan bahwa untuk mengetahui kelangsungan

hidup ikan dapat menggunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

SR : Kelangsungan hidup ikan selama praktikum

Nt : Jumlah ikan pada akhir praktikum

No : Jumlah ikan pada awal praktikum

3.6. Analisis Data

Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk perhitungan dan dianalisis

secara deskriptif, yaitu dengan membandingkan hasil percobaan dengan literatur

yang berkaitan dengan hibridisasi, triploidisasi, dan ginogenesi.

SR (%) = x 100 %

Page 24: Laporan Ginogenesis Triploidisasi & Hibridisasi

18

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1 FR (fertilization rate)

FR atau fertilization rate adalah derajat pembuahan telur. Pengamatan

derajat pembuahan telur (FR) yang dilakukan setelah pembuahan telur pada

proses ginogenesis, hibridisasi, dan triploidisasi selesai dilakukan.

Effendie (1979) menyebutkan bahwa untuk mengetahui derajat fertilisasi telur

ikan dapat menggunakan rumus sebagai berikut :

FR = Po x 100 %

P

Keterangan :

FR : Derajat fertilisasi telur (%)

P : Jumlah telur sampel

Po : jumlah telur yang dibuahi

Grafik 1. FR (fertilization rate)

Page 25: Laporan Ginogenesis Triploidisasi & Hibridisasi

19

Triploidisasi

FR = Po x 100 %

P

FR = 146 x 100 %

194

= 75,26 %

Ginogenesis

FR = Po x 100 %

P

FR = 77 x 100 %

129

= 59,69 %

Hibridisasi

FR = Po x 100 %

P

FR = 201 x 100 %

229

= 87,77 %

4.1.2 HR (hatching rate)

HR atau hatching rate adalah derajat penetasan telur. Pengamatan derajat

penetasan telur dilakukan ketika embrio berumur 17-20 jam dari proses

pembuahan telur.

Effendie (1979) menyebutkan bahwa untuk mengetahui derajat penetasan telur

ikan dapat menggunakan rumus sebagai berikut :

HR = Pt x 100 %

Po

Keterangan :

HR : Derajat penetasan telur

Page 26: Laporan Ginogenesis Triploidisasi & Hibridisasi

20

Pt : Jumlah telur yang menetas

Po : Jumlah telur yang dibuahi

Triploidisasi

HR = Pt x 100 %

Po

HR = 0 x 100 %

146

= 0 %

Ginogenesis

HR = Pt x 100 %

Po

HR = 0 x 100 %

77

= 0 %

Hibridisasi

HR = Pt x 100 %

Po

HR = 0 x 100 %

201

= 0 %

4.1.3 SR (survival rate)

SR atau survival rate adalah derajat kelangsungan hidup ikan. Pengamatan

derajat kelangsungan hidup ikan dilakukan hanya untuk proses ginogenesis,

hibridisasi, dan triploidisasi setelah larva ikan berumur tujuh hari.

Effendie (1979) menyebutkan bahwa untuk mengetahui derajat kelangsungan

hidup ikan dapat menggunakan rumus sebagai berikut :

SR = Nt x 100 %

No

Keterangan :

SR : Kelangsungan hidup ikan selama praktikum

Nt : Jumlah ikan pada akhir praktikum

Page 27: Laporan Ginogenesis Triploidisasi & Hibridisasi

21

No : Jumlah ikan pada awal praktikum

SR = 0 % (karena tidak ada yang menetas)

4.2. Pembahasan

4.2.1. Triploidisasi

Triploidisasi merupakan salah satu bagian dari ploidisasi dengan proses

atau kejadian terbentuknya individu dengan kromosom lebih dari dua set.

Triploidisasi telah dilakukan dan digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan

ikan. Pada praktikum yang kami lakukan digunakan ikan komet betina dan ikan

komet jantan untuk dilakukan proses triploidisasi. Proses pertama yang dilakukan

adalah mengencerkan sperma yang telah dihasilkan oleh indukan jantan

menggunakan larutan NaCl. NaCl dalam hal ini berfungsi untuk mengencerkan

sperma agar tidak menggumpal. Kemudian sperma diletakkan pada sebuah cawan

petri dan dicampurkan dengan telur yang sudah dikeluarkan dari tubuh ikan komet

betina. Hasil fertilisasi kemudian didiamkan selama 2 menit. Setelah didiamkan

selama 2 menit sel telur dan sel sperma yang telah difertilisasi kemudian di heat

shock pada sterofoam berisi air yang bersuhu 40⁰C selama 2 menit. Prinsip

pemberian kejutan suhu pada telur yang telah dibuahi adalah untuk mencegahnya

keluarnya badan kutub II pada saat pembelahan meiosis II. Dengan demikian

kromosom telur yang telah diploid ditambah seperangkat, sehingga menjadi tiga

perangkat. Kemudian sel telur yang sudah di heat shock ditaruh dalam akuarium

yang telah diberi aerator untuk dilakukan pengamatan.

Pengamatan dilakukan dalam tiga tahap. Tahap I pengamatan dilakukan

tiap 15 menit sekali selama 3 jam, tahap II dilakukan tiap 30 menit sekali selama 2

jam, tahap III dilakukan tiap 60 menit sekali sampai ikan tersebut menetas. Pada

pengamatan tahap I terlihat telur masih hidup dan menunjukkan perubahan-

perubahan saat diamati menggunakan mikroskop pada telur sampel namun masih

berada dalam fase pembelahan I. Pada tahap II hasil pengamatan yang dilakukan

menunjukkan perubahan menjadi fase pasca pembelahan I belum memasuki fase

pembelahan II karena bentuk yang terlihat belum menunjukkan pada fase

pembelahan II. Namun pada tahap III telur-telur yang diamati tidak menunjukkan

Page 28: Laporan Ginogenesis Triploidisasi & Hibridisasi

22

perkembangan lagi sehingga dinyatakan telah mati dibuktikan dengan warna telur

yang berubah menjadi putih.

Rata-rata nilai persentase derajat pembuahan telur dan derajat penetasan

telur pada pemijahan ikan komet betina dan ikan komet jantan yaitu FR sebesar

75,26% dan HR sebesar 0%. Dari hasil nilai FR dan HR termasuk dalam kategori

rendah bahkan gagal karena angka keberhasilan tidak mencapai 50%. Dengan

demikian kelompok kami gagal menetaskan telur pada proses triploidisasi ini.

Umumnya persentase penetasan ikan secara normal berkisar antara 50–80

%. Rendahnya derajat penetasan telur ikan komet dapat disebabkan oleh

beberapa faktor, antara lain: kualitas telur, kualitas air media inkubasi (penetasan)

dan perlakuan kejutan panas. Kualitas telur dan kualitas air media inkubasi sangat

menentukan keberhasilan proses penetasan telur. Kualitas telur yang baik dan

didukung oleh kualitas air media yan g memadai dapat membantu kelancaran

pembelahan sel dan perkembangan telur untuk mencapai tahap akhir terbentuknya

embrio ikan. Yatim (1990) dan Effendie (1997) menyatakan, salah satu faktor

kualitas air yang penting dalam memengaruhi pembelahan sel (penetasan telur)

adalah suhu air medium.

Rendahnya derajat penetasan ikan komet poliploid juga diakibatkan oleh

pengaruh perlakuan kejutan suhu panas yang diberikan pada telur dalam proses

poliploidisasi. Tave (1993) mengemukakan, mortalitas yang terjadi kemungkinan

disebabkan oleh beberapa macam efek merugikan dari perlakuan kejutan pada

sitoplasma telur. Perlakuan kejutan suhu dapat mengakibatkan kerusakan pada

benang-benang spindel yang terbentuk saat proses pembelahan sel dalam telur.

Kejutan suhu dan tekanan mengakibatkan rusaknya mikrotubulus yang

membentuk spindel selama pembelahan.

Suhu media inkubasi yang terlalu tinggi dapat mengganggu aktivitas

enzim penetasan pada telur dan mengakibatkan pengerasan pada chorion,

sehingga menghambat proses penetasan pada telur dan dapat mengakibatkan

terjadinya keabnormalitasan (cacat) pada larva ikan yang dihasilkan. Rieder dan

Bajer (1978) dalam Bidwell et al. (1985) mengemukakan, larva cacat dapat

disebabkan oleh lapisan terluar dari telur (chorion) yang mengalami pengerasan,

Page 29: Laporan Ginogenesis Triploidisasi & Hibridisasi

23

sehingga embrio akan sulit untuk keluar. Setelah chorion dapat dipecahkan, maka

embrio akan lahir dengan keadaan tubuh yang cacat.

Derajat kelangsungan hidup ikan komet hasil triploidisasi yang relatif

rendah bila dibandingkan dengan ikan komet kontrol kemungkinan besar akibat

rendahnya kemampuan ikan-ikan triploid dalam menangkap oksigen terlarut

dalam air. Kemampuan pengikatan oksigen terlarut ikan-ikan triploid sangat

rendah bila dibandingkan dengan ikan normal. Kelangsungan hidup ikan poliploid

pada fase larva pertama kali makan umumnya berbeda dengan diploid, yaitu lebih

rendah bila dibandingkan dengan diploid.

Keberhasilan poliploidisasi melalui perlakuan kejutan suhu sangat

dipengaruhi oleh suhu kejutan, waktu kejutan dan lama kejutan, seperti

disampaikan oleh Don dan Avtalion (1986) dan tergantung juga pada umur dan

kualitas (kematangan ) telur (Pan dian dan Var ada raj, 1990). Triploidisasi pada

ikan relative lebih mudah untuk diproduksi menggunakan perlakuan fisik atau

kimia sesaat setelah fertilisasi dengan menghambat pembelahan meiosis atau

peloncatan polar body II (Carman et al., 1991). Shepperd dan Bromage (1996)

mengatakan, induksi triploidi dapat dilakukan menggunakan kejutan lingkungan

seperti panas, dingin, tekanan dan kimiawi selama periode kritis sesaat setelah

fertilisasi dan peloncatan polar body II terjadi antara 3–7 menit setelah fertilisasi

pada beberapa spesies (Carman et al., 1991). Arai dan Wilkins (1987) melaporkan

bahwa perlakuan kejutan suhu panas dalam waktu singkat efektif untuk induksi

triploidi, tetapi merugikan secara signifikan pada kelangsungan hidupnya.

Hasil praktikum ini seharusnya menunjukkan bahwa perlakuan kejutan

suhu panas 40° C selama 2 menit memengaruhi tingkat poliploidisasi ikan komet.

Ikan komet hasil triploidisasi memiliki derajat penetasan lebih tinggi,

abnormalitas lebih rendah, derajat kelangsungan hidup lebih rendah dan

keberhasilan induksi poliploidi lebih tinggi daripada ikan komet hasil

tetraploidisasi. Perlakuan kejutan suhu panas ini dapat dimanfaatkan dan

dikembangkan secara luas untuk proses poliploidisasi pada ikan komet maupun

spesies ikan lain. Namun pada percobaan yang kelompok kami lakukan tidak

berhasil menetaskan telur pada proses triploidisasi ini.

Page 30: Laporan Ginogenesis Triploidisasi & Hibridisasi

24

4.2.2. Ginogenesis

Nagy et al,. 1978, menyebutkan ginogenesis adalah terbentuknya zigot 2n

(diploid) tanpa peranan genetik gamet jantan. Jadi gamet jantan hanya berfungsi

secara fisik saja, sehingga prosesnya hanya merupakan perkembangan

pathenogenetis betina (telur).

Pada praktikum yang kami lakukan digunakan ikan komet betina dan ikan

komet jantan untuk dilakukan proses ginogenesis. Proses pertama yang dilakukan

adalah mengencerkan sperma yang telah dihasilkan oleh indukan jantan

menggunakan larutan NaCl. NaCl dalam hal ini berfungsi untuk mengencerkan

sperma agar tidak menggumpal. Kemudian sperma diletakkan pada sebuah cawan

petri untuk kemudian di radiasi selama 10 menit. Radiasi pada ginogenesis

bertujuan untuk merusak kromososm spermatozoa, supaya pada saat pembuahan

tidak berfungsi secara genetic (Sumantadinata, 1981). Setelah selesai di radiasi

sperma dicampurkan dengan telur yang sudah dikeluarkan dari tubuh ikan komet

betina. Hasil fertilisasi kemudian didiamkan selama 2 menit. Setelah didiamkan

selama 2 menit sel telur dan sel sperma yang telah difertilisasi kemudian di heat

shock pada sterofoam berisi air yang bersuhu 40⁰C selama 2 menit. Prinsip

pemberian kejutan suhu pada telur yang telah dibuahi adalah untuk mencegahnya

keluarnya badan kutub II pada saat pembelahan meiosis II. Dengan demikian

kromosom telur yang telah diploid ditambah seperangkat (Purdom, 1983 dalam

Risnandar, 2001), sehingga menjadi tiga perangkat. Kemudian sel telur yang

sudah di heat shock ditaruh dalam akuarium yang telah diberi aerator untuk

dilakukan pengamatan.

Pengamatan dilakukan dalam tiga tahap. Tahap I pengamatan dilakukan

tiap 15 menit sekali selama 3 jam, tahap II dilakukan tiap 30 menit sekali selama 2

jam, tahap III dilakukan tiap 60 menit sekali sampai ikan tersebut menetas. Pada

pengamatan tahap I terlihat telur masih hidup dan menunjukkan perubahan-

perubahan saat diamati menggunakan mikroskop pada telur sampel namun masih

berada dalam fase pembelahan I. Pada tahap II hasil pengamatan yang dilakukan

menunjukkan perubahan menjadi fase pasca pembelahan I belum memasuki fase

pembelahan II karena bentuk yang terlihat belum menunjukkan pada fase

Page 31: Laporan Ginogenesis Triploidisasi & Hibridisasi

25

pembelahan II. Namun pada tahap III telur-telur yang diamati tidak menunjukkan

perkembangan lagi sehingga dinyatakan telah mati dibuktikan dengan warna telur

yang berubah menjadi putih.

Rata-rata nilai persentase derajat pembuahan telur dan derajat penetasan

telur pada pemijahan ikan komet betina dan ikan komet jantan yaitu FR sebesar

59,69% dan HR sebesar 0%. Dari hasil nilai FR dan HR yang didapat termasuk

dalam kategori rendah bahkan gagal karena angka keberhasilan tidak mencapai

50%.

Perkembangan embrio ikan komet hasil ginogenesis pada penelitian

dimulai dari fase cleavage, yaitu ditandai zigot membelah menjadi dua buah sel.

Menurut Sukra et al. (1989) dalam Nugraha (2004), cleavage adalah proses

proliferasi zigot menjadi molural melalui pembelahan mitosis secara berangkai

yang terjadi segera setelah pembuahan, di dalam tuba fallopii. Perkembangan

embrio ikan komet dilanjutkan dengan terjadinya perubahan bentuk embrio seperti

pembentukan lapisan kedua. Balinsky (1970) dalam Nugraha (2004)

mengungkapkan pendapatnya bahwa pada stadium morula sel membelah secara

melintang dan mulai membentuk formasi lapisan kedua yang terlihat samar pada

kutub anima. Perkembangan embrio setelah melalui fase morula adalah fase

blastula. Embrio terus melakukan pembelahan sel untuk berkembang menjadi

blastula, yaitu ditandai dengan terbentuknya rongga kosong. Pada stadium

blastula, blastomer membelah beberapa kali sehingga blastomer makin mengecil,

tetapi besar blastula tidak berbeda dengan besar morula. Menjelang proses

pembelahan berakhir sebagian blastomer yang ada di bawah permukaan rongga

kosong. Rongga kosong yang terbentuk itu disebut blastosul. Morula memiliki

rongga, sedangkan blastula memiliki blastosul (Sukra 1989 dalam Nugraha 2004).

Akhir perkembangan embrio ikan komet pada penelitian ini adalah fase gastrulasi,

mengingat embrio mati setelah fase ini, dan fase perkembangan embrio tidak

berlangsung sampai fase organogenesis ataupun fase penetasan embrio menjadi

larva.

Kematian embrio ikan komet hasil ginogenesis pada penelitian diduga

karena embrio yang dihasilkan bersifat lemah, tertambah fase gastrulasi

Page 32: Laporan Ginogenesis Triploidisasi & Hibridisasi

26

merupakan fase kritis karena merupakan fase pembentukan bakal organ larva

ikan. Energi yang dibutuhkan embrio untuk pembentukan organ kemungkinan

akan lebih besar dibandingkan untuk pembelahan sel saja. Effendie (1985)

mengungkapkan pada stadium gastrula proses pembelahan sel dengan

pergerakannya berjalan lebih cepat dari pada stadium blastula. Garis besarnya

proses pergerakan sel dalam stadium gastrula ada dua macam yaitu epiboli dan

emboli. Epiboli adalah suatu pergerakan sel-sel yang lelak dianggap akan menjadi

epidermis, dimana pergerakannya itu ke depan, kebelakang dan juga ke

sampingnya dari sumbu bakal embrio. Gerakan yang banyak dan berlangsung

cepat memungkinkan akan lebih mudah menimbulkan kematian pada embrio hasil

ginogenesis, mengingat kondisi embrio yang lemah memiliki kemampuan yang

fasip dalam melakukan gerakan-gerakan.

Dengan demikian kelompok kami gagal menetaskan telur pada proses

ginogenesis ini. Hal ini kemungkinan terjadi karena proses perlakuan yang kurang

baik, atau nilai umur zigot yang kurang.

Pengaplikasian proses ginogenesis ikan komet pada penelitian belum

berhasil dilakukan sampai diperolehnya larva ikan komet hasil ginogenesis.

Kegagalan proses ginogenesis tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor

yang diduga berpengaruh dalam menentukan keberhasilan ginogenesis ikan komet

adalah keterkaitan ketahanan telur ikan komet terhadap suhu panas pada proses

heat shok (kejutan suhu). Siraj et al. (1993) dalam Haryanto (2004) menyatakan

bahwa sedikitnya persentase benih ginogenetik yang dihasilkan disebabkan karena

kegagalan polar body II untuk melebur pada inti telur hingga terbentuk individu

haploid (abnormal), bisa juga karena keluarnya polar body II tidak bersamaan

karena matangnya telur tidak seragam, dan rusaknya telur akibat dari kejutan

panas yang dapat membuat kerusakan pada telur sehingga membuat telur mati dan

tidak sempat berkembang. Hal tersebut ditegaskan oleh Richter dan Rustidja

(1985) dalam Nurasni (2011) bahawa kejutan panas berpengaruh pada rendahnya

daya tetas telur akibat penurunan aktivitas enzim chorionase yang bersifat

mereduksi chorion menjadi lunak, karena suhu yang tinggi akan mereduksi enzim

atau menyebabkan kerusakan protein-protein sitoplasma telur.

Page 33: Laporan Ginogenesis Triploidisasi & Hibridisasi

27

Effendie (1997) menyebutkan bahwa derajat tetas telur dipengaruhi oleh

dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain

kualitas telur dan kualitas sperma, karena telur yang terbuahi sperma merupakan

zigot hasil pertemuan gamet betina dan jantan. Faktor eksternal antara lain suhu,

oksigen, dan kondisi tempat telur diinkubasi. Proses embriogenesis embrio ikan

komet hasil ginogenesis hanya dapat hidup selama 9 jam dari proses fertilisasi.

4.2.3. Hibridisasi

Hibridisasi pada ikan dapat dilakukan antara ikan ras dalam satu spesies,

antara ras dalam satu genus anataragenus dalam ras satu family atau berbeda

family.

Pada praktikum yang kami lakukan digunakan ikan komet betina dan ikan

mas (Cyprinus carpio) jantan untuk dilakukan proses hibridisasi. Proses pertama

yang dilakukan adalah mengencerkan sperma yang telah dihasilkan oleh indukan

jantan menggunakan larutan NaCl. NaCl dalam hal ini berfungsi untuk

mengencerkan sperma agar tidak menggumpal. Kemudian sperma diletakkan pada

sebuah cawan petri dan dicampurkan dengan telur yang sudah dikeluarkan dari

tubuh ikan komet betina. Hasil fertilisasi kemudian didiamkan selama 2 menit.

Kemudian sel telur ditaruh dalam akuarium yang telah diberi aerator untuk

dilakukan pengamatan.

Pengamatan dilakukan dalam tiga tahap. Tahap I pengamatan dilakukan

tiap 15 menit sekali selama 3 jam, tahap II dilakukan tiap 30 menit sekali selama 2

jam, tahap III dilakukan tiap 60 menit sekali sampai ikan tersebut menetas. Pada

pengamatan tahap I terlihat telur masih hidup dan menunjukkan perubahan-

perubahan saat diamati menggunakan mikroskop pada telur sampel namun masih

berada dalam fase pembelahan I. Pada tahap II hasil pengamatan yang dilakukan

menunjukkan perubahan menjadi fase pasca pembelahan I belum memasuki fase

pembelahan II karena bentuk yang terlihat belum menunjukkan pada fase

pembelahan II. Namun pada tahap III telur-telur yang diamati tidak menunjukkan

perkembangan lagi sehingga dinyatakan telah mati dibuktikan dengan warna telur

yang berubah menjadi putih.

Page 34: Laporan Ginogenesis Triploidisasi & Hibridisasi

28

Rata-rata nilai persentase derajat pembuahan telur dan derajat penetasan

telur pada pemijahan ikan komet betina dan ikan komet jantan yaitu FR sebesar

87,77% dan HR sebesar 0%. Dari hasil nilai FR dan HR yang didapat termasuk

dalam kategori rendah bahkan gagal karena angka keberhasilan tidak mencapai

50%. Dengan demikian kelompok kami gagal menetaskan telur pada proses

hibridisasi ini.

Pengaplikasian proses hibridisasi ikan komet betina dan ikan mas

(Cyprinus carpio) jantan pada penelitian belum berhasil dilakukan sampai

diperolehnya larva ikan hasil hibridisasi. Kegagalan proses hibridisasi tersebut

kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya pengaruh

penggunaan sperma ikan mas untuk membuahi telur ikan komet. Ikan mas dan

ikan komet merupakan ikan dengan spesies yang berbeda, perbedaan spesies

tersebut berpengaruh terhadap keberhasilan proses persilangan yang dilakukan.

Hal ini sesuai seperti yang diungkapkan Yan dan Ozgunen (1993) yang

menyatakan bahwa keterkaitan taksonomi induk yang digunakan akan

menentukan keberhasilan dalam pelaksanaan persilangan seperti tidak terjadinya

pembuahan telur oleh sperma, kematian embrio, dan ada pula embrio yang

bertahan hidup sampai menetas menjadi larva. Yan dan Ozgunen (1993) juga

mengungkapakan pendapatnya bahwa pembuahan telur oleh sperma pada

persilangan dipengaruhi oleh renggang taksonomi seperti perbedaan spesies induk

yang digunakan. Sperma ikan mas yang digunakan untuk membuahi telur ikan

komet memungkinkan menjadi penyebab gagalnya hibridisasi yang dilakukan,

mengingat sperma ikan mas berperan langsung pada proses pembuahan telur ikan

komet. Sperma ikan mas berukuran lebih besar dibandingkan ukuran sperma ikan

komet.sebagaimana diungkapkan oleh Risnawati (1995) dalam Yusrizal (2004)

bahwa ukuran lebar kepala sperma mas adalah 1,832 ± 0,179μm, dan panjang

ekor 33,733 ± 2,093μm. Hal tersebut menjadi dasar bahwa sperma ikan mas akan

lebih sulit untuk masuk ke dalam lubang mikropyle telur ikan komet.

Hal ini didukung oleh pernyataan Yatim (1992) yang mengungkapkan

pendapatnya bahwa bentuk spermatozoa abnormal terjadi karena berbagai

gangguan dalam spermatogenesis, gangguan itu mungkin karena faktor hormonal,

Page 35: Laporan Ginogenesis Triploidisasi & Hibridisasi

29

nutrisi, obat, akibat radiasi, atau oleh penyakit. Yan dan Ozgunen (1993) juga

mengungkapkan bahwa perbedaan spesies yang berbeda dapat menimbulkan

beberapa kemungkinan proses biologis sperma untuk membuahi telur, seperti :

1. Kegagalan sperma asing untuk menembus sel telur, karena sperma yang tidak

bisa melewati mikrofyl dari korion telur pada ikan.

2. Sperma asing bisa masuk ke dalam telur, tapi mengecil dan menghilang di

sitoplasma telur tanpa melakukan fungsi apapun.

3. Sperma asing bisa masuk ke dalam telur dan membesar sebagai pronukleus

jantan, tapi tidak bisa menyatu dengan pronukleus inti telur untuk membentuk

zigot.

4. Sperma asing bisa masuk ke dalam telur dan membesar sebagai pronukleus

jantan, kemudian menyatu dengan pronukleus inti telur sebagai zigot secara

terkoordinasi di dalam telur. Kondisi ini menunjukan proses pembuahan

hibridisasi seksual antara sperma dan telur selesai dan hibrida dibuahi, sehingga

telur mulai berkembang menjadi embrio.

Dari percobaan triploidisasi, ginogenesis, dan hibridisasi yang kelompok

kami lakukan tidak ada satupun yang berhasil sampai menetas, kelompok kami

hanya dapat melakukan percobaan sampai proses fertilisasi telur dengan

persentase triploidisasi dengan nilai HR 75,26 %, ginogenesis dengan nilai HR

59,69 %, dan hibridisasi dengan nilai HR 87,77 %.

Page 36: Laporan Ginogenesis Triploidisasi & Hibridisasi

30

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Triploidisasi merupakan salah satu bagian dari ploidisasi dengan proses

atau kejadian terbentuknya individu dengan kromosom lebih dari dua set.

Triploidisasi telah dilakukan dan digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan

ikan. (Thorgaard, 1983; Yamazaki, 1983; Carman et al., 1992; Shepperd dan

Bromage, 1996 dalam Mukti, 2001). Rata-rata nilai persentase derajat pembuahan

telur dan derajat penetasan telur pada pemijahan ikan komet betina dan ikan

komet jantan yang dilakukan kelompok kami yaitu nilai FR sebesar 75,26% dan

nilai HR sebesar 0%.

Nagy et al,. 1978, menyebutkan ginogenesis adalah terbentuknya zigot 2n

(diploid) tanpa peranan genetik gamet jantan. Jadi gamet jantan hanya berfungsi

secara fisik saja, sehingga prosesnya hanya merupakan perkembangan

pathenogenetis betina (telur). Rata-rata nilai persentase derajat pembuahan telur

dan derajat penetasan telur pada pemijahan ikan komet betina dan ikan komet

jantanyang dilakukan kelompok kami yaitu nilai FR sebesar 59,69% dan nilai HR

sebesar 0%.

Hibridisasi pada ikan dapat dilakukan antara ikan ras dalam satu spesies,

antara ras dalam satu genus anataragenus dalam ras satu family atau berbeda

family (Hickling 1971 Dalam Syamsiah2001). Rata-rata nilai persentase derajat

pembuahan telur dan derajat penetasan telur pada pemijahan ikan komet betina

dan ikan komet jantan yang dilakukan kelompok kami yaitu nilai FR sebesar

87,77% dan nilai HR sebesar 0%.

Setelah melakukan praktikum mengenai hibridisasi, triploidisasi dan

ginogenesis ini dapat disimpulkan bahwa ketiga proses rekayasa genetika tersebut

memiliki fungsi yang berbeda dalam menghasilkan individu-individu baru. Fungsi

dari setiap proses tersebut dapat digunakan oleh para pembudidaya untuk

menghasilkan suatu populasi ikan yang sesuai dengan keinginannya.

Page 37: Laporan Ginogenesis Triploidisasi & Hibridisasi

31

Hibridisasi digunakan ketika populasi yang diinginkan nantinya memiliki sifat-

sifat yang lebih unggul dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Triploidisasi

digunakan untuk menghasilkan populasi yang pertumbuhannya lebih cepat

sehingga dapat memenuhi kebutuhan ikan yang semakin meningkat. Ginogenesis

digunakan agar dapat menghasilkan suatu populasi ikan yang berjenis kelamin

betina sehingga dapat diperoleh telur-telur yang lebih banyak.

5.2. Saran

Praktikum selanjutnya dilakukan dengan lebih teliti dan serius agar dapat

meminimalisir kesalahan-kesalahan yang terjadi sehingga memperkecil

kemungkinan terjadinya kegagalan praktikum.

Page 38: Laporan Ginogenesis Triploidisasi & Hibridisasi

vi

DAFTAR PUSTAKA

Isnaeni. 2006. Fisiologi Hewan. Carnisius. Yogyakarta.

Rohadi, D.S, 1996. Pengaruh Berbagai Waktu Awal Kejutan Panas Terhadap

Persentase Larva Diploid Mitoandrogenetik Ikan Mas (Cyprinus carpio

L). Universitas Padjadjaran, Fakultas Pertanian, Jurusan Perikanan,

Jatinangor, Bandung.

Gusrina. 2008. Budidaya Ikan Jilid 1. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen

Pendidikan.

Mukti, Ahmad Taufiq, Rustidja , Sutiman Bambang Sumitro dan Mohammad

Sasmito Djati. 2001. Poliploidisasi Ikan Mas (Cyprinus carpio L.).

Biosain, Volume.1 No.1

Rinandar, Dian. 2011. Pengaruh Umur Zigot Pada Saat Kejutan Panas Terhadap

Tingkat Keberhasilan Triploidisasi, Serta Kelangsungan Hidup Embrio

dan Larva Ikan Jambal Siam (Pangasius hypophthalmus). Skripsi

program Study budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan, institute Tinggi Bogor.

http://media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097027_4_3170.pdf [diakses

pada tanggal 8 Desember 2014 pukul 20.30]

Page 39: Laporan Ginogenesis Triploidisasi & Hibridisasi

LAMPIRAN

Page 40: Laporan Ginogenesis Triploidisasi & Hibridisasi

1

Lampiran 1. Fase Pertumbuhan Embrio Ikan

Ginogenesis pada fase awal pertubuhan

Sumber: dokumen pribadi

Ginogenesis pada fase pasca

pertumbuhan

Sumber: dokumen pribadi

Ginogenesis pada fase awal

pembelahan

Sumber: dokumen pribadi

Hibridisasi pada fase awal pertumbuhan

Sumber: dokumen pribadi

Hibridisasi pada fase pasca

pertumbuhan

Sumber: dokumen pribadi

Hibridisasi pada fase awal pembelahan

Sumber: dokumen pribadi

Page 41: Laporan Ginogenesis Triploidisasi & Hibridisasi

2

Hibridisasi pada fase pasca blastula

Sumber: dokumen pribadi

Triploidisasi pada fase awal

pertumbuhan

Sumber: dokumen pribadi

Triploidisasi pada fase pasca

pertumbuhan

Sumber: dokumen pribadi

Triploidisasi pada fase awal

pembelahan

Sumber: dokumen pribadi

Triploidisasi pada fase pasca blastula

Sumber: dokumen pribadi

Page 42: Laporan Ginogenesis Triploidisasi & Hibridisasi

3

Lampiran 2. Alat dan Bahan Praktikum

Alat dan bahan praktikum

Sumber: dokumen pribadi

Lampiran 3. Proses Pemijahan Secara Buatan

Pada proses penyuntikan hormon

Sumber: dokumen pribadi

Pada proses stripping sperma

Sumber: dokumen pribadi

Pada proses pemijahan secara buatan

Sumber: dokumen pribadi

Page 43: Laporan Ginogenesis Triploidisasi & Hibridisasi