haploidisasi melalui androgenesis dan … · dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan...

160
HAPLOID DAN GINOG SUS S INS DISASI MELALUI ANDROGEN GENESIS PADA ANYELIR (Dia SKANDARI KARTIKANINGRUM SEKOLAH PASCASARJANA STITUT PERTANIAN BOGOR 2012 NESIS anthus sp.) R

Upload: phamdang

Post on 12-Mar-2019

288 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESISDAN GINOGENESIS PADA ANYELIR (Dianthus sp.)

SUSKANDARI KARTIKANINGRUM

SEKOLAH PASCASARJANAINSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESISDAN GINOGENESIS PADA ANYELIR (Dianthus sp.)

SUSKANDARI KARTIKANINGRUM

SEKOLAH PASCASARJANAINSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESISDAN GINOGENESIS PADA ANYELIR (Dianthus sp.)

SUSKANDARI KARTIKANINGRUM

SEKOLAH PASCASARJANAINSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Page 2: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

ii

Page 3: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Haploidisasi MelaluiAndrogenesis dan Ginogenesis pada Anyelir (Dianthus sp.) adalah karya sayadengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapunkepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutipdari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telahdisebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pusaka di bagian akhirdisertasi ini

Bogor, Desember 2012

Suskandari KartikaningrumNRP A263080031

Page 4: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

iv

Page 5: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

ABSTRACT

SUSKANDARI KARTIKANINGRUM. Haploidization through Androgenesisand Gynogenesis on Carnation (Dianthus sp.). Under supervisor of AGUSPURWITO, GUSTAAF ADOLF WATTIMENA, BUDI MARWOTO and DEWISUKMA .

Haploidization technology ensures important advantages in obtaining purelines by rapid fixation of homozygosity. Anther culture, ovule culture, ovaryculture and irradiated pollen technique were used in this study. The objective ofthe research was to develop appropriate haploid technology in order to obtainhaploid plants through androgenesis, gynogenesis by ovule culture and ovaryculture and pseudofertilization on Dianthus chienesis. Androgenic callus wasinduced in four WT basic medium inductions supplemented with 2.4D, NAA,TDZ and BA. Four explants originated from ovule and ovary cultures of sixgenotypes of D. chinensis (Dchi-11, Dchi-12, Dchi-13, Dchi-14, Dchi-15 andDchi-16) were applied in five media. For the parthenogenesis induction, 100-200Gray gamma irradiations were applied to the Dchi-14 pollens and pollinated to theDchi-11. Pollinations were conducted on the day after irradiation. Eight mediawere selected to obtain regenerated plants. Results showed that androgenic callusformation needed high auxin and sitokinin ratio, while regenerated callus requiredlower auxin and sitokinin ratio. 2,4-D was better than NAA in callus induction.Callus originated from anther culture, multi ovule slice culture, ovule culture andovary slice culture regenerated producing early flowering plants and expressed ofabnormal flowering mutant. Regeneran from anther culture was diploid, but twoputative double haploids came up from multi ovule slice culture and ovaryculture. Cytology and flow cytometry observations showed that seven haploidplants were obtained from pseudofertilization. Spontaneous chromosome doublingwas inferred to have occurred during the callus culture period. In conclusion,gynogenesis through multiovule culture, ovary slice culture andpseudofertilization was more effective in inducing haploid and double haploidplants than androgenesis.

Key words: androgenesis, gynogenesis, pseudofertilization, haploid, Dianthus sp.

Page 6: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

vi

Page 7: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

RINGKASAN

SUSKANDARI KARTIKANINGRUM. Haploidisasi melalui Androgenesis danGinogenesis pada Anyelir (Dianthus sp.) Dibimbing oleh AGUS PURWITOsebagai ketua, GUSTAAF ADOLF WATTIMENA, BUDI MARWOTO danDEWI SUKMA sebagai anggota komisi pembimbing

Tanaman homosigot dapat diperoleh secara konvensional melalui selfingsecara terus menerus sampai lebih dari enam generasi. Namun cara inimemerlukan waktu lama dan pada akhir generasi selfing masih ditemukan residuheterosigositas. Androgenesis, ginogenesis dan pseudofertilisasi sudah secara luasdigunakan untuk program pemuliaan sebagai metode untuk menghasilkantanaman haploid. Melalui teknologi haploidisasi, pembuatan tanaman homosigotmurni dapat diperoleh hanya dalam satu generasi. Tanaman haploid ganda dapatdigunakan untuk membentuk tanaman hibrida F1. Teknologi haploidisasi padatanaman hias yang diperbanyak secara vegetatif, menawarkan peluangperdagangan benih dalam bentuk biji (true seed), dan bukan dalam bentuk stekyang tidak dapat disimpan lama.

Salah satu kendala dalam sistem usahatani anyelir domestik yaituketergantungan benih dari luar negeri. Untuk mengatasi masalah ketergantunganterhadap penggunaan benih impor, maka perlu upaya untuk merakit kultivarunggul yang memiliki nilai kompetisi yang tinggi di pasaran. Serangkaianpenelitian dilakukan untuk mempercepat diperolehnya varietas-varietas baruanyelir, dengan menyediakan tetua-tetua yang diperoleh dari teknologi haploid.Tiga metode haploidisasi yaitu androgenesis, ginogenesis dan pseudofertilisasidiaplikasikan untuk mendapatkan tanaman haploid, yang selanjutnya dapatdigandakan atau mengganda secara spontan untuk mendapatkan tanaman haploidganda yang bersifat homosigot untuk seluruh lokus.

Berdasarkan studi biologi bunga dan dikaitkan dengan studi rasioperkembangan mikrospora diketahui bahwa variabel panjang kuncup merupakanindikator penanda kapan kuncup bunga dipanen untuk sumber eksplan. Induksikalus androgenik dicoba pada empat jenis media yang mengandung media dasarWT yang berbeda rasio auksin dan sitokinin. Delapan jenis media regenerasidiseleksi untuk mendapatkan media yang sesuai untuk regenerasi. Penelitianginogenesis terdiri atas empat percobaan berdasarkan pada kemampuan eksplanmembentuk kalus/embrio. Empat eksplan tersebut ialah irisan multi ovul, multiovul, irisan ovari dan ovari.

Percobaan pseudofertilisasi dilakukan dalam dua unit. Percobaan pertama,dosis iradiasi sinar gamma 100 Gy diaplikasikan pada serbuk sari dua genotipeDianthus chinensis yaitu Dchi-14 dan Dchi-13. Percobaan kedua dosis iradiasidiperluas mulai 100-300 Gy yang diaplikasikan pada serbuk sari Dchi-14.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lima genotipe Dianthus chinensisyang diuji memiliki kecepatan antesis yang relatif sama, yaitu berkisar 14-16 hari,memiliki ciri-ciri spesifik yaitu adanya perubahan warna pada antera sesuaidengan fase perkembangan kuncup bunga, variasi jumlah mikrospora berkisar4000 – 64000, viabilitas mikrospora berkisar 40 – 60%. Ukuran kuncup bungadapat dijadikan sebagai indikator kapan dilakukan pengambilaan donor eksplan.Persentase late-uninucleate tertinggi (44,64%) adalah pada saat ukuran kuncupbunga T2 dengan ukuran kuncup 1,31 – 1,51 cm (umur 5 hari), dan belum adaperubahan warna antera. Eksplan ovul yang tepat berada pada tahapperkembangan kuncup bunga T7 (umur 10 hari) yang telah terbentuk dua inti hasilmitosis di kantong embrio.

Page 8: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

viii

Media terbaik untuk menginduksi kalus pada androgenesis ialah mediumpadat AD4 (WT + 9,04 µM 2,4-D+ 5,71 µM NAA + 2,27 µM TDZ ). Mediaterbaik untuk menginduksi kalus pada ginogenesis ialah media M10 (MS + 4,52µM 2,4-D + 4,44 µM BAP + 20 g L-1 sukrosa). Media untuk menginduksi embriolangsung dari kultur ovari medium M6 (WT + 0.25 mgL-1 2,4-D+ 0.01 mgL-1

NAA + 0,5 mgL-1 TDZ + 30 g L-1 sukrosa). Medium regenerasi kalus yangterbaik ialah medium R11 (WT + 0,06 µM NAA + 2,22 µM BAP + 30 g L-1

sukrosa).Penelitian androgenesis belum mengasilkan tanaman haploid. Sampel

kalus androgenik yang dianalisis memiliki tingkat ploidi diploid, sedang daripenelitian ginogenesis telah dihasilkan tanaman putatif haploid ganda melaluikultur irisan multi ovul dan kultur ovari. Satu tanaman haploid ganda hasil kulturirisan multi ovul telah di uji melalui selfing atau sibling (penyerbukan sendiri) dandiperoleh keturunan yang seragam. Kultur irisan multi ovul menghasilkan mutan-mutan abnormalitas pembungaan.

Penyerbukan menggunakan serbuk sari yang diradiasi 100 – 200 Gy dapatmenginduksi partenogenesis Dianthus sp. dan menghasilkan tujuh tanamanhaploid (PF69.1, PF69.2; C11; D231, D9.1; D9.2 dan D19.1). Pengandaankromosom spontan terjadi pada D9.1. Frekuensi tanaman haploid yang diperolehpada percobaan pseudofertilisasi adalah 5,10%.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ginogenesis melaluikultur irisan multi ovul, kultur irisan ovary, kultur ovari dan pseudofertilisasilebih efektif untuk menginduksi tanaman haploid dan haploid ganda dibandingkanandrogenesis. Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovaridiperoleh dua putatif tanaman haploid ganda, sedang dari kultur irisan ovaridiperoleh satu putatif tanaman haploid. Ginogenesis melalui pseudofertilisasimenghasilkan tujuh tanaman haploid

Kata kunci: androgenesis, ginogenesis, pseudofertilisasi, haploid, Dianthus sp.

Page 9: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkanatau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atautinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentinganyang wajar IPB.Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis inidalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

Page 10: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

x

Page 11: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESISDAN GINOGENESIS PADA ANYELIR (Dianthus sp.)

SUSKANDARI KARTIKANINGRUM

Disertasisebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANAINSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Page 12: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

xii

Penguji Luar Komisi

Penguji pada Ujian Tertutup :

Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, MS.(Staf Pengajar Departemen Biologi, Fakultas MIPA, IPB)

Dr. Ir. Endah Retno Palupi, MSc.(Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB)

Penguji pada Ujian Terbuka:

Dr. Ir. Yusdar Hilman, MS, APU(Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Kementrian Pertanian)

Dr. Ir Syarifah Iis Aisyah, MSi.(Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB)

Page 13: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

Judul Disertasi : Haploidisasi melalui Androgenesis dan Ginogenesis padaaAnyelir (Dianthus sp.)

Nama : Suskandari Kartikaningrum

NRP : A 263080031

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr.Ketua

Prof. Dr. Ir. G.A. Wattimena, MSc. Dr. Ir. Budi Marwoto, MS Dr. Ir. Dewi Sukma, SP, MSiAnggota Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Pemuliaan Dekan Sekolah PascasarjanaDan Bioteknologi Tanaman

Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, MSc Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr

Tanggal Ujian: 30 Oktober 2012 Tanggal Lulus:

Page 14: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

xiv

Page 15: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segalarahmat dan karunia Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan disertasi inidengan judul Haploidisasi melalui Androgenesis dan Ginogenesis pada Anyelir(Dianthus sp.).

Terima kasih yang mendalam penulis ucapkan kepada Dr. Ir. AgusPurwito, M.Sc Agr, selaku Ketua Komisi Pembimbing, Prof. Dr. Ir. Gustaaf AdolfWattimena MSc., Dr. Ir Budi Marwoto, MS APU, dan Dr. Dewi Sukma, SP. MSi,selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, kritikan,saran dan masukan yang sangat berharga sejak persiapan, pelaksanaan penelitianhingga selesainya penulisan disertasi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasihkepada Prof. (Riset) Dr. Ika Mariska, MSc dan Dr. Muhamad Syukur, SP, Msi.selaku penguji pada saat ujian pra kualifikasi, Dr. Ir. Ence Darmo Jaya SupenaMS dan Dr. Ir. Endah Retno Palupi MSc. selaku penguji luar komisi pada ujiantertutup, serta Dr. Ir. Yusdar Hilman, MSc. dan Dr. Ir. Syarifah Iis Aisyah, MSiselaku penguji luar komisi pada ujian terbuka.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Kepala Badan Penelitian danPengembangan Pertanian, Kementrian Pertanian melalui Bagian PembinaanTenaga serta Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura yang telahmemberikan kesempatan, kepercayaan dan dukungan biaya selama masa tugasbelajar S3 ini berlangsung. Penghargaan dan terima kasih, penulis ucapkan kepadaKepala Balai Penelitian Tanaman Hias atas fasilitas kebun dan laboratorium sertamateri yang disediakan.

Kepada teman-teman peneliti Dr. Drs Budi Winarto, Ir. MinangsariDewanti, MP, Dr. Dra. Sri Rianawati, MSi., Ir. Dedeh Siti Badriah, Msi., RidhoKurniati, SP MSi, Dra. Dyah Widiastoety, MS dan Dr. Ir. Marcia BungaPabendon, MP yang telah memberikan bantuan dan dukungan yang berharga.Terima kasih juga penulis ucpakan kepada rekan-rekan peneliti dan teknisi diSegunung, Cipanas dan Pasar Minggu yang telah banyak membantu di lapang danlaboratorium, serta teman seperjuangan dari Badan Litbang Ir. Sesanti Basuki MPhil., Ir. Agus Sutanto MSc. dan Dr. Ir. Ika Roostika, MSi untuk dorongansemangat dan persahabatannya. Tak lupa pula penulis ucapkan terima kasihkepada Pak Joko Marwanto (Faperta IPB), Pak Fajar (LIPI), Pak Ujang Hafid(LIPI), Pak Pras (PPSHB IPB), Pak Iwan (FKH IPB) dan Pak Muryanto (Ewindo,Purwakarta) yang telah membantu analisis laboratorium, serta semua pihak yangtelah membantu pelaksanaan penelitian ini.

Ucapan terimakasih khusus atas doa, dorongan dan kasih sayang yangtiada putus dari ayahanda Wiryawan (almarhum) dan ibunda Sri Anitah sertasemua keluarga, kakak dan adik yang telah mendukung dan menguatkan penulisdalam melaksanakan penelitian hingga penulisan disertasi ini.

Penulis menyadari bahwa tiada yang sempurna pada karya manusia,sehingga besar harapan penulis atas saran dan kritik membangun demipenyempurnaan disertasi ini. Akhir kata penulis berharap semoga disertasi inibermanfaat dan menjadi acuan dalam pengembangan teknologi haploid demikemajuan florikultura khususnya di Indonesia.

Bogor, Desember2012

Suskandari Kartikaningrum

Page 16: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

xvi

Page 17: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jogjakarta pada tanggal 31 Januari 1966 anak ke-2dari tiga bersaudara pasangan suami-istri Wiryawan dan Sri Anitah. PendidikanS1 Agronomi diselesaikannya di Universitas Sebelas Maret Surakarta pada tahun1989. Pada tahun 1999, penulis mendapatkan kesempatan melanjutkan studi S2 diUniversitas Padjadjaran Bandung bidang Ilmu Tanaman, Bidang Kajian UtamaIlmu Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian yang diselesaikan pada tahun 2002.Tahun 2008 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan studiS3 di Sekolah Pasca Sarjana, Program Studi Pemuliaan dan BioteknologiTanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultuas Pertanian IPB.

Sejak bulan Maret 1994 penulis bekerja di Balai Penelitian Tanaman Hias,Departemen Pertanian, tergabung dalam kelompok peneliti Pemuliaan dan PlasmaNutfah Tanaman Hias. Tugas yang diemban ialah manajemen koleksi plasmanutfah anggrek dan pemulia tanaman anggrek. Sejak tahun 2003 sampai 2009penulis telah melepas delapan varietas anggrek Spathoglottis dan Phalaenopsisserta anggota tim pelepas lima varietas anggrek Spathoglottis dan PhalaenopsisBalithi.

Karya ilmiah berjudul Teknologi Haploid Anyelir: Studi TahapPerkembangan Mikrospora dan Seleksi Tanaman Donor Anyelir, telah diterbitkan(Jurnal Hortikultura 21 (2): 101-112, 2011). Artikel berjudul: Induksi GinogenesisMelalui Kultur Irisan Ovul dan Kultur Irisan Ovari Dianthus chinensis akanditerbitkan di Jurnal Agronomi Indonesia. Karya ilmiah berjudul InduksiTanaman Haploid Dianthus sp, melalui Pseudofertilisasi Menggunakan Polenyang Diiradiasi dengan Sinar Gamma telah dipresentasikan pada SeminarNasional PERHORTI di Lembang pada tanggal 23-24 Nopember 2011 danterpilih dan dimuat pada Jurnal Hortikultura Indonesia Edisi Agustus-Desember2011. Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.

Page 18: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

xviii

Page 19: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

DAFTAR ISIHalaman

DAFTAR ISI ………………………………………………………… xix

DAFTAR TABEL …………………………………………………… xxi

DAFTAR GAMBAR ……………………………………………….. xxiii

DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………….. xxv

PENDAHULUAN

Latar Belakang ………………………………………………….. 1Tujuan Penelitian ……………………………………………….. 5Hipotesis ……………………………………………………….. 5Manfaat Penelitian ……………………………………………… 6Ruang Lingkup Penelitian ……………………………………… 6

TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………… 9

STUDI TAHAP PERKEMBANGAN KUNCUP BUNGA,MIKROSPORA DAN OVUL Dianthus chinensis L.

Abstrak …………………………………………………………. 17Abstract ………………………………………………………… 18Pendahuluan …………………………………………………….. 19Bahan dan Metode………………………………………………. 20Hasil …………………………………………………………..… 24Pembahasan……………………………………………………… 37Simpulan ………………………………………………………… 39

INDUKSI HAPLOID Dianthus chinensis MELALUIANDROGENESIS SECARA IN VITRO

Abstrak …………………………………………………………. 41Abstract ………………………………………………………… 42Pendahuluan …………………………………………………….. 43Bahan dan Metode………………………………………………. 45Hasil …………………………………………………………..… 46Pembahasan……………………………………………………… 52Simpulan ………………………………………………………… 54

INDUKSI HAPLOID Dianthus chinensis MELALUI GINOGENESISSECARA IN VITRO

Abstrak …………………………………………………………. 55Abstract ………………………………………………………… 56Pendahuluan …………………………………………………….. 57Bahan dan Metode………………………………………………. 58Hasil …………………………………………………………..… 64Pembahasan……………………………………………………… 76Simpulan ………………………………………………………… 80

INDUKSI TANAMAN HAPLOID Dianthus chinensis MELALUIPSEUDOFERTILISASI

Abstrak …………………………………………………………. 81Abstract ………………………………………………………… 82

Page 20: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

xx

Pendahuluan …………………………………………………….. 83Bahan dan Metode………………………………………………. 84Hasil …………………………………………………………..… 89Pembahasan……………………………………………………… 106Simpulan ………………………………………………………… 110

PEMBAHASAN UMUM ……………………………………………. 111

SIMPULAN DAN SARAN …………………………………………. 119

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………… 121

LAMPIRAN …………………………………………………………. 131

Page 21: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

DAFTAR TABELHalaman

1 Rata-rata jumlah antera dan warna antera pada setiap fasepertumbuhan lima genotipe Dianthus chinensis.......................

26

2 Jumlah mikrospora per antera lima genotipe dari spesies Dianthuschinensis...............................................................

28

3 Frekuensi tahap perkembangan serbuk sari D. chinensis Dchi-11berdasarkan ukuran kuncup bunga dan warna antera…………..

29

4 Viabilitas serbuk sari pada lima genotipe dari spesies Dianthuschinensis............................................................................

39

5 Respon empat tahap perkembangan mikrospora genotipe Dchi-11pada berbagai media induksi embrio/kalus ..………………..

31

6 Pengaruh tahap kuncup terhadap terbentuknya kalus pada ovulaatau ovari Dchi-11, 8 minggu setelah tanam ..…………………..

34

7 Respon dua genotipe D. chinensis (rataan persentase terbentuknyakalus dan waktu terbentuknya kalus) pada media induksi kalus ……

48

8 Pengaruh media terhadap persentase antera membentuk kalus danwaktu terbentuknya kalus pada genotype D. chinensis …..

48

9 Jumlah massa kalus yang diregenerasi, jumlah kalus dan persenkalus yang beregenerasi pada dua genotype, berdasarkan media asaldan media regenerasi ……………………….………………

50

10 Interaksi media dengan genotipe terhadap persen hasilpembentukan kalus pada kultur irisan multi ovul pada umur 4 MSI(minggu setelah inisiasi)……………………………………

65

11 Regenerasi kalus empat genotipe Dianthus chinensis hasil kulturirisan multi ovul

66

12 Organogenesis kalus dan saat munculnya tunas genotipe D.chinensis Dchi-11 pada media regenerasi R7 dan Dchi-15 padamedia regenerasi R11 dari media asal M10 …………..………..

69

13 Interaksi media dengan genotipe terhadap persentase pembentukankalus pada kultur irisan ovari umur 4 minggu setelah inisiasi…………………………………………………..

74

14 Organogenesis dari kalus pada genotipe dari jenis eksplan irisanovari, genotipe dan media asal pada kultur irisan ovari …….…..

75

15 Pengaruh media terhadap jumlah buah yang berhasil tumbuh dariovari hasil pseudofertilisasi dengan serbuk sari yang diiradiasidengan sinar gamma ………………………………….

90

16 Jumlah biji yang tumbuh setiap ovari hasil pseudofertilisasi 9117 Rata-rata dan kisaran jumlah kloroplas pada sel penjaga stomata

enam genotipe Dianthus chinensis hasil pseudofertilisasi denganpolen yang diiradiasi sinar gamma ………………………………...

92

18 Jumlah dan karakteristik buah yang dipanen dan biji yang diperolehsetelah penyerbukan D. chinensis Dchi-11 dengan serbuk sari D.chinensis Dchi-14 yang diradiasi dengan sinar gamma…………...

98

19 Pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap perkecambahan bijidan kualitas planlet setelah 4 bulan dan 7 bulan hasilpseudofertilisasi ……………………………………………………..

99

20 Hasil aklimatisasi 23 regeneran hasil pseudofertilisasi ………… 103

Page 22: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

xxii

Page 23: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

DAFTAR GAMBAR

Halaman1 Bagan alir kegiatan penelitian ………………………………. 72 Morfologi bunga lima genotipe Dianthus chinensis (A) Dchi-11,

(B) Dchi-12, (C) Dchi-13, (D) Dchi-14 dan (E) Dchi-1520

3 Perkembangan kuncup bunga, ovari dan antera Dianthuschinensis Dchi-11. T1 sampai T10 adalah 4 sampai 13 harisetelah inisiasi bunga …………………………...........................

25

4 Tahap perkembangan serbuk sari. …………………………… 275 Karakteristik kuncup bunga dan antera pada 5 tahap

perkembangan bunga Dianthus chinensis. ……………………28

6 Hubungan antara panjang kuncup dengan umur kuncup dantahap perkembangan serbuk sari Dianthus chinensis Dchi-11.

29

7 Hasil pewarnaan serbuk sari dengan FDA Dchi-15..................... 308 Eksplan kultur antera 4 minggu setelah kultur .......................... 329 Histologi kultur antera ………………………………………. 3210 Irisan melintang dan membujur kuncup bunga dan ovul .... 3311 Perkembangan pembentukan kalus pada antera Dianthus

chinensis ……………………………………………………………..47

12 Verifikasi media AD4 kultur antera ………………………… 4913 Regenerasi kalus hasil kultur antera ………..…………………. 5014 Histogram DNA hasil analisis flow cytometry …………………. 5215 Eksplan ovul dan ovari …………………………………..…… 5916 Pembentukan kalus eksplan irisan multi ovul……………….. 6417 regenerasi dari kalus yang terinduksi membentuk bunga tidak lengkap 6618 Morfologi tanaman dan bunga hasil kultur irisan multi ovul …….. 6719 Hasil analisis isozim dengan enzim …………………………. 6820 Diagram persentase pembentukan kalus genotipe Dchi-11 dan

Dchi-15 pada media M10 dan M11 pada kultur multi ovul …..68

21 Pembentukan kalus dan regenerasi kalus menjadi tunas padagenotype Dchi-11 dan Dchi-15 dari media asal M10 ……….

70

22 Histogram DNA hasil analisis flow cytometry ………………… 7023 Kultur ovary ………………………………………………….. 7124 Analisis ploidi pada regeneran Dchi-15 hasil kultur ovari …….. 7225 Variasi warna dan bentuk bunga dan ketebalan warna putih pada

tepi bunga tanaman donor dan hasil kultur ovari Dchi-15…….72

26 Hasil analisis isozim dengan enzim ……………………………. 7327 Pembentukan kalus pada eksplan irisan ovari setiap genotipe

pada media induksi …………………………………………….74

28 Persentase pembentukan kalus yang berasal dari eksplan irisanovari genotipe Dchi-11dan Dchi-13 pada 3 macam media………..

75

29 Tanaman donor dan morfologi bunga hasil kultur irisan ovari … 7630 Mutan pembungaan homeotik ABC pada Dianthus chinensis 77

Page 24: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

xxiv

31 Pengaruh iradiasi terhadap aktifitas serbuk sari yangdikecambahkan pada larutan sukrosa 15%.……………………..

89

32 Embrio yang berhasil tumbuh dari enam ovari …………….. 9033 Kloroplas dalam sel penjaga stomata tanaman Dianthus

chinensis hasil pseudofertilisasi ………………………………...92

34 Kromosom tanaman PF79 hasil pseudofertilisasi: terdapat duasel dengan jumlah kromosom berlainan. Jumlah kromosom 30(panah hitam), jumlah kromosom 15 (panah merah)……………

92

35 Histogram DNA hasil analisis flow cytometer pada tanamanPF69.1 dan PF69.2 hasil pseudofertilisasi ……………………..

93

36 Histogram DNA hasil analisis flow cytometer pada tanamanPF89 hasil pseudofertilisasi …………………………………………

94

37 Histogram DNA hasil analisis flow cytometry pada tanamanPF35.1 hasil pseudofertilisasi …………………………………..

94

38 Pertumbuhan planlet in vitro dan tanaman hasil pseudofertilisasi 9539 Hasil analisis isozim dengan enzim …………………………. 9640 PF42 dan progeni hasil penyerbukan sendiri tanaman PF42 hasil

pseudofertilisasi ………………………………………………..97

41 Persentase perkecambahan serbuk sari D. chinensis Dchi-14, 24jam setelah iradiasi sinar gamma ………………………………..

97

42 Persentase pembentukan buah pada D. chinensis yangdiseerbuki dengan serbuk sari yang diradiasi dengan berbagaidosis sinar gamma ……………………………………………..

98

43 Grafik hubungan antara dosis iradiasi sinar gama terhadappersentase abnormal planlet D. chinensis setelah 4 bulan dan 7bulan ………………………………………………..…………

99

44 Planlet hasil penyerbukan dengan serbuk sari yang diirradiasidengan sinar gamma pada dosis 100-300 Gy …………….……

100

45 Pertumbuhan planlet normal dan planlet yang diduga haploid,bentuk daun variegata serta jumlah kloroplas di sel penjagastomata ………………………………………………………..

101

46 Histogram DNA hasil analisis dengan flow cytometer padatanaman D9.2 hasil pseudofertilisasi ……………………………

102

47 Histogram DNA hasil analisis dengan flow cytometer padatanaman C11, D9.1, D19.1, D231……………………………..

102

48 Empat genotipe haploid dan haploid ganda hasilpseudofertilisasi yang sudah berbunga ..........…………………

104

49 Tanaman hasil pseudofertilisasi E30d-1, hasil penyerbukandengan serbuk sari yang diirdiasi dengan sinar gamma 300 Gy.

105

50 Bunga dari tanaman donor dan bunga dari tanaman hasilpseudofertilisasi dengan serbuk sari yang diradiasi dengan sinargamma pada dosis 100-200 Gy …………………………………

105

Page 25: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

DAFTAR LAMPIRANHalaman

1 Rata-rata ukuran bagian-bagian bunga pada lima genotipe 130

2 Tabel komposisi media dasar yang digunakan 131

3 Komposisi dan formula media dasar untuk embriogenesis 132

Page 26: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

xxvi

Page 27: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

GLOSSARY

Androgenesis adalah proses terbentuknya tanaman yang diinisiasi dari gametjantanBinucleate adalah tahap mikrospora berinti dua (inti vegetatif dan generatif)Dediferensiasi adalah proses berubah kembalinya eksplan yang tadinya sudahterspesialisasi dan kembali ke kondisi meristematik.Dihaploid adalah tanaman haploid (n=2x) yang mengandung dua set kromosomyang berasal dari tanaman tetraploid (2n=4x)Diploid adalah sel yang mengandung dua set kromosom (2n = 2x)Double haploid adalah penggandaan kromosom haploid menjadi diploid yanghomosigotEmbryo rescue adalah penyelamatan embrio muda yang tidak dapat berkembangmenjadi embrio dewasaEndoreduplikasi adalah penggandaan kromosom tanpa sitokinesis.Gametofitik adalah generasi seksual (proses pembentukan gamet)Gynogenesis adalah proses terbentuknya tanaman yang diinisiasi dari gametbetinaHaploid adalah tanaman (sporofitik) yang mengandung jumlah kromosom gamet(n)Haploidisasi adalah proses mendapatkan tanaman haploidKultur irisan multi ovul adalah kultur dengan eksplan yang berasal dari irisanporos bunga yang berisi ovul lebih dari satuKultur irisan ovary (ovary slice) adalah kultur dengan eksplan yang berasal dariirisan ovari yang mengandung lebih dari satu ovul secara melintangMeiotic sieve adalah pengaturan kembali kromosom setelah mengalami radiasiKultur multi ovul adalah eksplan dalam bentuk poros bunga utuh berisi banyakovulOrganogenesis adalah proses pembentukan organ-organ tanaman seperti akar,batang, daun dan bungaKultur ovari adalah kultur dengan eksplan dalam bentuk ovari yang mengandungbanyak ovul di dalamnyaPartenogenesis adalah proses berkembangnya embrio haploid dari sel telur tanpaproses fertilisasiPolihaploid adalah gamet (n) yang memiliki lebih dari satu set kromosomPseudofertilisasi adalah proses penyerbukan (polinasi) tanpa fetilisasiRegenerasi adalah proses pertumbuhan dan perkembangan sel yang bertujuanuntuk mengisi ruang tertentu pada jaringan atau mempebaiki bagian yang rusakSemigami adalah inti sperma memasuki sel telur tetapi tidak berfusi dengan intisel telur. Setiap inti masing-masing membelah membentuk embrio haploid yangmengandung sektor asal jantan dan betinaSporofitik adalah generasi aseksualUninucleate adalah tahap mikrospora berinti tunggal

Page 28: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Anyelir atau carnation (Dianthus sp.) merupakan salah satu tanaman hias

penting (Leshem 1990; Fisher et al. 1993). Menurut Plasmeijer & Yanai (2006)

dalam laporan Market News Service di Asia dan Eropa, pasar anyelir menduduki

ranking ke 4 setelah mawar, krisan dan garbera. Sementara di Indonesia menurut

data Biro Pusat Statistik 2012 produksi tanaman anyelir di Indonesia masih sangat

rendah, menempati urutan ke enam setelah krisan, mawar, sedap malam, gladiol

dan gerbera.

Salah satu kendala dalam sistem usaha tani anyelir domestik adalah

ketergantungan benih dari luar negeri. Benih sangat penting dalam budidaya

anyelir, karena 30-35% biaya produksi digunakan untuk pembelian benih (BI

2004). Benih anyelir didatangkan dari Belanda, Spanyol dan Vietnam (Satsijati et

al. 2004). Untuk mengatasi masalah ketergantungan penggunaan benih impor,

maka perlu upaya untuk merakit kultivar unggul yang memiliki nilai kompetisi

yang tinggi di pasaran. Hal ini penting untuk mengoptimalkan keuntungan yang

diterima petani. Optimasi keuntungan dapat diperoleh melalui peningkatan

efisiensi produksi. Situasi ini akan menjadi tantangan serius bagi para pemulia

untuk saling berlomba mendapatkan kultivar unggul baru, agar industri tanaman

hias menjadi tangguh (Marwoto et al. 1995).

Tanaman haploid menarik perhatian utama para ahli genetika dan pemulia

tanaman, karena melalui penggandaan kromosom akan diperoleh tanaman haploid

ganda yang homosigot. Tanaman homosigot dapat diperoleh secara konvensional,

tetapi diperlukan prosedur lebih dari enam kali generasi inbreeding, sedangkan

melalui teknologi haploid dapat dicapai dalam satu kali generasi.

Haploid merupakan istilah umum untuk tanaman yang mengandung

jumlah kromosom gamet (n). Pada tanaman diploid (2n), haploid dapat disebut

dengan monoploid (x) karena hanya memiliki satu set kromosom. Pada tanaman

poliploid, haploid (n) yang memiliki lebih dari satu set kromosom disebut dengan

polihaploid. Tanaman haploid dari autotetraploid (2n=4x) memiliki empat set dari

satu genom yang disebut dengan dihaploid (karena n = 2x). Jika jumlah

kromosom haploid (n=x) digandakan, disebut dengan double haploid atau haploid

ganda dan bukan dihaploid. Dihaploid bukan homosigus karena mewakili dua set

Page 29: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

2

kromosom terseleksi dari empat set dalam autotetraploid, sedangkan haploid

ganda dari monoploid atau suatu allohaploid pasti homosigus lengkap (Kasha

2005).

Tanaman haploid ganda memiliki beberapa kegunaan dalam program

pemuliaan, yaitu digunakan sebagai tetua dalam pembentukan varietas hibrida F1

dan untuk studi pewarisan karakter. Haploid ganda juga bermanfaat dalam proses

seleksi, terutama untuk karakter-karakter poligenik, karena rasio genetiknya

menjadi lebih sederhana. Kegunaan lain yaitu untuk mendapatkan genotipe

tertentu dan jumlah tanaman yang ditapis lebih sedikit. Selain itu tanaman haploid

ganda berguna untuk studi yang terkait dengan karakter resesif, karena sifat

resesif dapat terekspresi pada fenotipe tanaman. Menurut Reinert et al. (1975)

tanaman haploid berguna untuk studi mutasi dan seleksi.

Proses untuk mendapatkan tanaman haploid yang biasanya berasal dari sel

diploid (2n) dikenal dengan nama haploidisasi. Beberapa upaya telah dilakukan

untuk memproduksi tanaman haploid, diantaranya ialah persilangan tanaman

kerabat jauh, perlakuan fisik dan kimiawi, penggunaan serbuk sari yang diiradiasi

dan penundaan penyerbukan. Dengan makin banyaknya teknik yang

dikembangkan untuk menginduksi tanaman haploid, maka penelitian untuk

mendapatkan tanaman haploid juga makin berkembang.

Pengembangan teknologi haploidisasi merupakan salah satu terobosan

teknologi yang dapat diharapkan untuk membangun dan mendorong kebangkitan

florikultura di Indonesia. Melalui teknologi ini, tanaman homozigot murni akan

dihasilkan. Persilangan antara tanaman homozigot akan dihasilkan tanaman

hibrida baru dan benih berkualitas dalam jumlah yang besar, stabil dan seragam.

Ini berarti keberhasilan pengembangan teknologi pada tanaman hias secara

langsung akan bermanfaat dalam penyediaan benih yang berkualitas melalui

persilangan konvensional sekaligus menghasilkan varietas unggul baru.

Pemanfaatan teknik kultur jaringan dalam bidang pemuliaan tanaman telah

banyak diaplikasikan dan memberi dampak nyata terhadap kemajuan program

pemuliaan pada tanaman yang memiliki nilai ekonomi tinggi (Maluszynski et al.

2003; Thomas et al. 2003). Aplikasi metode in vitro untuk mendapatkan tanaman

haploid meliputi androgenesis melalui kultur antera atau kultur serbuk sari) dan

ginogenesis (kultur ovul atau kultur ovari yang belum dibuahi) (Radzan, 1993;

Maluszynski et al. 2003). Pada androgenesis, pertumbuhan serbuk sariataupolen,

dipicu melalui induksi yang diarahkan untuk tidak membentuk serbuk sari,

Page 30: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

3

melainkan membentuk embrio. Induksi perkembangan sel sporofitik hanya

mungkin dilakukan pada tahap awal perkembangan serbuk sari, pada saat serbuk

sari memperlihatkan totipotensi (Toraev et al. 2001).

Aplikasi kultur antera atau serbuk sari pada tanaman hias sampai saat ini

masih terbatas. Beberapa tanaman yang telah dilaporkan menggunakan teknik ini,

di antaranya Lilium sp. (van den Bulk et al. 1992; Han et al. 1997), Tulipa sp.

(van den Bulk et al. 1994), Helianthus sp. (Coumans & Zhon, 1995), Petunia

(Mohan & Bhalla-Shari, 1997), dan Camelia japonica (Pedroso & Pai, 1997).

Meskipun kultur antera di beberapa spesies telah dilakukan untuk induksi

embriogenesis somatik (Achar 2002; Germanà 2003; Kikkert et al. 2005;

Rimberia et al. 2005), tetapi hanya sedikit laporan hasil penelitian mengenai

kultur antera anyelir (Dolcet-Sanjuan et al. 2001).

Upaya untuk mendapatkan tanaman haploid pada tanaman anyelir sudah

dilakukan oleh Fu et al. (2008) melalui kultur antera. Namun tidak diperoleh

tanaman haploid maupun haploid ganda. Hasil analisis histologi menunjukkan

bahwa tanaman berasal dari dinding sel antera, dengan konstitusi genetik diploid

dan tetraploid. Ketidakberhasilan induksi tanaman haploid dari antera ini

kemungkinan disebabkan oleh belum tepatnya stadia mikrospora, belum tepatnya

media yang digunakan, praperlakuan dan kombinasinya yang belum sesuai atau

kemungkinan penggunaan metode androgenesis tidak tepat. Untuk mendapatkan

tanaman haploid, metode lain seperti ginogenesis dan penggunaan serbuk sari

yang diiradiasi untuk pseudofertilisasi perlu dipelajari.

Pada beberapa penelitian, ginogenesis merupakan metode alternatif lain

untuk memperoleh tanaman haploid. Ginogenesis mirip dengan partenogenesis

apomiktik, sehingga pemahaman proses yang mengatur embriogenesis spontan

(terjadi tanpa fertilisasi), berkontribusi terhadap perkembangan metode

ginogenesis secara in vitro. Gen-gen yang bertanggungjawab terhadap inisiasi

perkembangan embrio apomiktik dari sel telur yang tidak dibuahi berperan dalam

ginogenesis (Wędzony et al. 2009). Regenerasi haploid ginogenik secara luas

digunakan untuk metode induksi haploid dimana megagametofit yang digunakan

berasal dari sel-sel haploid, termasuk pseudofertilisasi. Sebagian besar penelitian

menunjukkan bahwa sel telur merupakan sumber dari embrio haploid pada

tanaman Beta vulgaris (Ferrant & Bouharmont 1994), Allium cepa (Musial et al.

2001, 2005), Helianthus annuus (Gelebart & San 1987), Hevea brasiliensis (Guo

Page 31: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

4

et al. 1982), Hordeum vulgare (Huang et al. 1982), Melandrium album (Mol

1992) dan Nicotiana tabacum (Wu & Chen 1982).

Partenogenesis yang diinduksi dengan serbuk sari yang diiradiasi juga

dapat menghasilkan tanaman haploid. Pseudofertilisasi dengan memanfaatkan

serbuk sari yang diradiasi diikuti dengan penyelamatan embrio yang

menghasilkan tanaman haploid telah banyak diterapkan pada beberapa tanaman

buah-buahan yaitu plum (Peixe et al. 2000), kiwi (Chalak and Legave, 1997,

Musial et al. 1998), melon ( Katoh et al. 1993), jeruk (Bermejo et al. 2011). Pada

tanaman hias telah dilakukan pada primula (Carraro et al. 1990), bunga matahari

(Todorova et al. 2004), mawar (Meynet et al. 1994), anyelir (Dianthus

caryophillus) (Sato et al. 2000) dan tanaman lain seperti kapas (Aslam 2000;

Savaskan 2002).

Teknologi haploidisasi ini penting dilakukan pada anyelir karena

perkembangan pemuliaan anyelir di Indonesia yang masih lambat dibandingkan

dengan tanaman hias lain. Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa selain

benihnya yang masih impor dengan informasi tetua persilangan yang terbatas,

maka hasil pemuliaan hanya tertuju pada menghasilkan varietas baru yang

memiliki warna bunga yang berbeda-beda saja. Karakter-karakter penting lain

seperti ketahanan simpan, ketahanan terhadap cekaman biotik dan abiotik belum

menjadi penelitian utama. Penelitian radiasi pada anyelir juga belum dapat

meningkatkan variasi pada anyelir. Banyak pola pewarisan karakter pada anyelir

yang belum terungkap karena bersifat resesif, sehingga dengan teknologi haploid

ini akan diperoleh karakter-karakter lain yang selama ini tertutupi oleh karakter

yang dominan.

Mengingat aplikasi teknologi ini pada tanaman anyelir masih jarang,

maka pengembangan penelitian ini akan dimulai dari studi tanaman donor, kajian

khusus mengenai biologi bunga dan perkembangannya (morfologi, histologi

maupun mikroskopi), perkembangan serbuk sari dan ovul, metode isolasi;

pengembangan media inisiasi, regenerasi dan pemasakan embrio; perkecambahan

embrio; analisis ploidi akan menjadi hal penting yang akan dikaji dan dipelajari

dalam pengembangan teknologi haploid pada anyelir. Dari berbagai kajian

mendasar tersebut diharapkan pada akhir studi dapat ditemukan teknologi haploid

anyelir yang efektif, efisien, dapat diulang dengan hasil yang sama (reproducible)

dan mudah diulang (repeatable).

Page 32: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

5

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ialah mendapatkan teknologi haploidisasi yang

sesuai untuk pembentukan tanaman haploid dan mendapatkan tanaman

homozigot murni tanaman Dianthus chinensis yang dapat digunakan dalam

pembentukan varietas baru dan pembuatan benih hibrida. Tujuan utama tersebut

dijabarkan dalam setiap percobaan dengan tujuan khusus:

1. Menentukan indikator morfologi dari tahap perkembangan kuncup, stadia

perkembangan serbuk sari late uninukleat dominan serta stadia ovul yang

tepat untuk digunakan dalam kultur antera, ovul dan pseudofertilisasi.

2. Mendapatkan media yang sesuai untuk menginduksi androgenesis dan

mendapatkan tanaman haploid melalui androgenesis.

3. Mendapatkan metode kultur ovul atau ovari untuk menghasilkan tanaman

haploid, media yang sesuai untuk menginduksi ginogenesis, dan tanaman

haploid melalui ginogenesis.

4. Mendapatkan dosis iradiasi sinar gamma yang dapat menonaktifkan serbuk

sari untuk pseudofertilisasi dan mendapatkan tanaman haploid melalui

penyerbukan dengan serbuk sari yang diiradiasi dengan sinar gamma.

Hipotesis

1. Stadia kuncup bunga dengan serbuk sari pada stadia late uninukleat dan ovul

pada stadia setelah meiosis merupakan fase terbaik untuk menginduksi

pembentukan embrio kalus

2. Media dengan perbandingan auksin dan sitokinin yang tinggi akan

menghasilkan embrio atau kalus yang dapat beregenerasi menjadi tanaman

haploid.

3. Metode isolasi kultur ovul atau ovari pada media yang mampu menginduksi

kalus ginogenik yang tepat akan dapat menghasilkan tanaman haploid.

4. Dosis iradiasi sinar gamma yang mampu menonaktifkan serbuk sari akan

mampu menginduksi embrio partenogenik yang akan menghasilkan tanaman

haploid.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini, antara lain:

Page 33: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

6

1. Protokol kultur ovul dan pseudofertilisasi dapat digunakan untuk

memproduksi tanaman haploid dan haploid ganda pada tanaman Dianthus

yang lain.

2. Tanaman haploid ganda dapat langsung dimanfaatkan sebagai tetua dalam

persilangan konvensional untuk menghasilkan kultivar hibrida F1.

3. Tanaman haploid yang membawa satu alel setiap gen dapat digunakan untuk

mempelajari mutasi dan pewarisan karakter

Ruang Lingkup Penelitian

Tanaman haploid ganda sebagian besar digunakan untuk tetua pembentuk

varietas hibrida F1 dalam program pemuliaan. Tanaman haploid ganda dapat

dilakukan melalui androgenesis, ginogenesis dan eliminasi kromosom. Untuk

mendapatkan tanaman haploid ganda pada tanaman Dianthus sp, dapat diperoleh

melalui androgenesis, ginogenesis dan pseudofertilisasi yang diikuti dengan

penggandaan kromosom. Untuk itu perlu pengetahuan mengenai biologi bunga

dan media untuk regenerasi tanaman haploid. Penelitian melingkupi empat aspek

yaitu: (1) studi tahap perkembangan kuncup bunga serbuk sari dan ovul, (2)

induksi haploid melalui androgenesis dan ginogenesis secara in vitro (3) induksi

tanaman haploid melalui pseudofertilisasi.

Page 34: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

7

Bagan alir penelitian

Gambar 1. Bagan alir kegiatan penelitian

7

Bagan alir penelitian

Gambar 1. Bagan alir kegiatan penelitian

7

Bagan alir penelitian

Gambar 1. Bagan alir kegiatan penelitian

Page 35: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

8

Page 36: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

TINJAUAN PUSTAKA

Dianthus chinensis L.

Dianthus termasuk dalam tanaman dikotil dari family Caryophyllaceae

(Bunt & Cockshull 1985). Famili Caryophyllaceae terdiri atas 80 genera dan 2000

spesies baik tanaman annual ataupun perennial, sebagian besar berbentuk herba

yang tumbuh di belahan bumi bagian utara. Genus Dianthus memiliki dua

kelompok yaitu carnation dan pinks. Di Indonesia carnation dikenal dengan nama

anyelir, sedangkan pinks adalah nama lain dari species chinensis. Pada penelitian

ini nama anyelir digunakan untuk memberi nama Dianthus chinensis agar lebih

dikenal dibandingkan dengan nama pink. Anyelir komersial yang ada sekarang

merupakan turunan dari spesies nenek moyang dari Dianthus caryophyllus, yang

berasal dari Eropa bagian selatan dan Asia bagian barat (Mii et al. 1990).

Berdasarkan informasi dari Germplasm Resources Information Network (GRIN),

Dianthus chinensis berasal dari China (Gangsu, Henan, Qinghai, Shandong) dan

India (Uttar Pradesh), dan Nepal.

Daerah tumbuh anyelir adalah daerah subtropik yang terletak pada 30o LU

atau LS yang beriklim sejuk. Di daerah tropik anyelir dapat ditanam di daerah

pegunungan. Suhu optimum untuk pertumbuhan anyelir adalah 10–22oC. Suhu

udara berperan penting dalam perkembangan masa generatif tanaman anyelir.

Pada suhu tinggi bakal bunga akan berkembang lebih cepat, tetapi bunga yang

dihasilkan kecil serta tangkainya kurus dan lemas (Hardjoko, 1999).

Di Indonesia anyelir cocok ditanam di daerah dengan ketinggian di atas

1000 m dpl, yang pada malam hari suhu udara dapat mencapai di bawah 16 oC,

sedangkan suhu pada siang hari dapat mencapai di bawah 30 oC. Suhu optimal

untuk produksi serbuk sari yaitu 23 oC dan suhu di bawah 17 oC akan

menghambat pembentukan stamen (Kho & Baer 1973). Sentra produksi bunga

potong anyelir di Indonesia adalah Cipanas (Jawa Barat) dan Bandungan (Jawa

Tengah) (Satsijati et al. 2004).

Berdasarkan manfaatnya, Dianthus dapat dikelompokkan menjadi tiga

yaitu annual carnations (bunga semusim yang biasanya digunakan sebagai bunga

potong), border carnations (dikenal sebagai Dianthus liar atau clove pinks,

biasanya berbentuk semak), dan perpetual flowering carnations (berbunga terus-

menerus yang merupakan hasil persilangan interspesifik antara D. caryopillus

dengan D. chinensis) (Anonim 2005). Berdasarkan pada periode tumbuh, tanaman

Page 37: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

10

dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu semusim (6-12 months) dan dua

musim/tahunan (2-4 tahun) (Crockett 1972). Pada umumnya anyelir tumbuh

selama dua tahun dengan periode tanam 18-20 bulan (Salinger 1985).

Dianthus chinensis atau lebih dikenal dengan nama Chinese pink, Indian

pink, Japanese pink, Rainbow pink merupakan kerabat Dianthus caryophyllus

yang telah digunakan sebagai materi pemuliaan untuk karakter-karakter unik

seperti ketahanan terhadap penyakit, laju pertumbuhan yang cepat, adaptasi luas,

dan hasil yang tinggi (Tejaswini 2002). Dianthus chinensis termasuk tanaman

biennial, bentuk tanaman semak, berasal dari Asia Timur. Bunga bervariasi dalam

warna pink atau putih, dengan ujung zig-zag pada bagian tepi. Di Cina D.

chinensis biasanya digunakan sebagai tanaman obat. Beberapa kultivar modern

merupakan keturunan dari persilangan interspesifik antara D. caryophyllus dan D.

chinensis atau kerabat lain (Mii et al. 1990). Menurut Sparnaaij dan Koehorst-van

Putten (1990) spesies-spesies komersial seperti D. barbatus, D. japonicus, D.

chienensis dan D. superbus merupakan spesies-spesies yang sering digunakan

untuk transfer karakter kegenjahan ke tanaman anyelir. Dianthus chinensis

merupakan spesies yang paling adaptif baik pada hari pendek dan hari panjang

serta paling genjah di antara spesies yang lain. Persilangan antara D. caryophyllus

dan D. chinensis menghasilkan varietas yang berbunga lebih awal dan terus

menerus (Sparnaaij & Koehorst-van Putten 1990).

Produksi Haploid dan Haploid Ganda

Aspek yang penting dalam pemuliaan adalah induksi keragaman yang

maksimum dari sumber plasma nutfah untuk efektifitas seleksi dan introduksi

karakter yang lebih baik pada spesies tanaman yang ada. Sejak Bergener

menemukan tanaman haploid pada Datura starmonium pada tahun 1921, pemulia

tanaman mulai bekerja ekstensif untuk mendapatkan tanaman haploid baik secara

in vivo maupun in vitro. Secara alami haploid muncul sebagai hasil dari

parthenogenesis (Wedzony et al. 2009)

Metode untuk mendapatkan tanaman haploid secara in vivo memiliki

frekuensi keberhasilan yang rendah, sebaliknya menggunakan kultur antera atau

polen secara in vitro dilaporkan telah menghasilkan tanaman haploid pada kira-

kira 250 spesies dan tanaman hibrid. Respon yang baik ditunjukkan pada tanaman

terutama dari famili Solanaceae. Pada famili lain seperti Cruciferae, Graminae,

Page 38: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

11

Ranunculaceae dan famili lainnya, memungkinkan untuk diinduksi juga melalui

kultur antera untuk mendapatkan tanaman haploid .

Teknik kultur antera pertama kali diperkenalkan oleh Guha dan

Maheshwari (1964, 1966) pada Datura innoxia Mill, kemudian berkembang pesat

dan diaplikasikan pada berbagai jenis tanaman (Maluszynski et al., 2003). Sifat

totipotensi pada sel mikrospora berpengaruh terhadap diperolehnya tanaman

haploid. Pada kondisi yang sesuai, perkembangan sel polen dapat diubah dari

pembentukan polen (jalur gametofitik) ke pembentukan embrio (jalur sporofitik),

tanaman haploid dan/atau haploid ganda (Supena, 2004). Tanaman haploid ganda

terbentuk akibat terjadinya penggandaan spontan atau melalui proses

penggandaan kromosom tanaman haploid.

Status Teknologi Haploid pada Anyelir

Penelitian tentang haploidisasi tanaman anyelir (Dianthus caryophillus)

masih jarang dilakukan. Penelitian androgenesis melalui kultur antera pada

tanaman Dianthus sp sebagian besar melalui tahap kalus (Mosquera et al. 1999).

Kultur antera pada anyelir pertama kali dilakukan oleh Mosquera et al. (1999),

dan dihasilkan kalus embriogenik, tetapi hanya diperoleh satu planlet yang dapat

diregenerasi dan tidak dijelaskan apakah diperoleh tanaman haploid atau haploid

ganda.

Perkembangan penelitian haploidisasi pada anyelir menjanjikan setelah

Sato et al. (2000) mendapatkan tanaman haploid ganda melalui pseudofertilisasi

menggunakan serbuk sari yang diiradiasi dengan sinar X sebagai sumber gamet

jantan. Kemudian dengan metode yang sama Dolcet-Sanjuan et al. (2001)

mendapatkan haploid ganda tanaman anyelir yang tahan terhadap Fusarium

oxysporum f. sp. dianthi menggunakan serbuk sari yang diiradiasi dengan sinar

Gamma. Menurut Dolcet-Sanjuan et al. (2001), protokol untuk produksi tanaman

haploid dan haploid ganda anyelir belum pernah dipublikasi. Hasil penelitian

kultur antera Fu et al. (2008) menggunakan spesies dari Dianthus chinensis

dikombinasikan dengan beberapa macam praperlakuan juga belum diperoleh hasil

yang memuaskan. Hasil pengamatan sitologi dan histologi menunjukkan bahwa

planlet yang diregenerasi berasal dari dinding antera. Dari perkembangan hasil-

hasil penelitian haploidisasi yang telah dilakukan ini, maka percobaan penelitian

Page 39: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

12

yang akan dilakukan yaitu dengan mengkombinasikan prosedur-prosedur dari

penelitian sebelumnya.

Faktor yang mempengaruhi induksi haploid/haploid ganda

Menurut Wedzony et al. (2009) faktor-faktor yang mempengaruhi induksi

haploid/haploid ganda ialah (1) genotipe dari tanaman donor, (2) kondisi

fisiologis tanaman donor (contoh pertumbuhan pada suhu lebih rendah dan

pencahayaan yang tinggi), (3) tahap perkembangan serbuk sari dan ovul, (4)

praperlakuan (contoh perlakuan suhu rendah pada bunga untuk dikultur, perlakuan

panas pada kultur serbuk sari), (5) komposisi media kultur (termasuk perlakuan

cekaman karbohidrat atau starvasi atau elemen makro diikuti dengan subkultur

pada media regenerasi) dan (6) faktor fisik selama kultur (cahaya, suhu).

Induksi Haploid dan Haploid Ganda

1. Induksi in vitro haploid melalui Androgenesis

Androgenesis ialah proses induksi dan regenerasi haploid dan haploid

ganda yang berasal dari sel gamet jantan (Bohanec 2009, Wedzony et al. 2009).

Metode ini banyak digunakan dan efektif pada beberapa spesies tanaman dan

berpotensi untuk eksploitasi pada tanaman-tanaman komersial (Murovec &

Bohanec 2012). Metode ini berdasar pada kemampuan serbuk sari dan serbuk sari

yang belum masak mengubah lintasan perkembangannya dari gametofitik

(pembentukan serbuk sari masak) ke sporofitik menghasilkan pembelahan sel

pada level haploid diikuti pembentukan kalus atau embrio pada media kultur

(Murovec & Bohanec 2012).

Androgenesis dapat diinduksi dengan mengkultur antera yang belum

masak secara in vitro. Metode yang digunakan sederhana dengan terdiri atas

sterilisasi kuncup bunga diikuti dengan pemisahan antera pada kondisi aseptik.

Antera diinokulasi pada media padat, semi padat atau media cair atau media dua

lapis padat dan cair. Kultur antera merupakan teknik induksi haploid pertama

yang ditemukan yang cukup efisien untuk tujuan pemuliaan tanaman

(Maluszynski et al., 2003). Androgenesis dipengaruhi oleh faktor-faktor biotik

dan abiotik. Tahap perkembangan gamet jantan pada saat antera atau mikrospora

diisolasi, dikombinasikan dengan perlakuan stress yang tepat merupakan faktor

utama yang menentukan respon androgenetik (Murovec & Bohanec 2012).

Page 40: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

13

2. Induksi in vitro haploid melalui Ginogenesis

Induksi secara in vitro haploid maternal yang dikenal dengan ginogenesis

merupakan lintasan lain untuk memproduksi embrio haploid dari gamet betina.

Metode ini dapat dilakukan melalui kultur in vitro bagian-bagian bunga yang

tidak diserbuki, seperti ovul, plasenta di mana ovul melekat, ovari. Meskipun

regeneran ginogenik menunjukkan stabilitas genetik yang lebih tinggi dan laju

tanaman albino yang lebih rendah dibandingkan dengan regeneran androgenik,

namun metode ginogenesis digunakan pada tanaman yang sulit diinduksi dengan

metode lain seperti androgenesis dan metode penyerbukan lain (Bohanec 2009).

Induksi ginogenesis menggunakan bagian bunga yang belum diserbuki telah

berhasil pada beberapa tanaman seperti bawang, gula bit, mentimun, labu,

gerbera, bunga matahari, gandum, barley dan lain-lain. Namun hanya bawang dan

gula bit yang telah diaplikasikan dalam program pemuliaan (Murovec & Bohanec

2012).

Kantong embrio yang masak berisi beberapa sel haploid seperti sel telur,

sinergid, antipodal dan inti polar yang tidak dibuahi, secara teori mampu

membentuk embrio haploid. Pada kondisi optimal, sel telur di ovul pada spesies

yang responsif mengalami perkembangan sporofitik dan dapat mengalami

perkembangan menjadi tanaman haploid (Bohanec 2009).

Pada tanaman bawang rata-rata frekuensi embrio yang dapat diinduksi

bervariasi antara 0% (aksesi yang tidak respon) sampai 18,6-22% (aksesi yang

sangat respon), di mana tanaman donor individu memproduksi lebih dari 51,7%

embrio. Tingginya frekuensi produksi haploid diuji dalam dua tahun berturut-turut

dan menunjukkan kestabilan dari tahun ke tahun (Bohanec & Jakse 1999).

3. Induksi in situ haploid melalui penyerbukan dengan serbuk sari yangdiiradiasi

Induksi haploid secara maternal dapat dilakukan dengan penyerbukan

menggunakan serbuk sari yang diiradiasi. Kemudian penyerbukan dapat diikuti

dengan pembuahan sel telur dan perkembangan embrio, namun tahap selanjutnya

inti paternal tereliminasi pada tahap awal embriogenesis atau permbuahan sel

telur tidak terjadi (Murovec & Bohanec 2012).

Page 41: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

14

Penyerbukan dengan serbuk sari yang diiradiasi merupakan metode lain

untuk menginduksi haploid maternal menggunakan penyerbukan intraspesifik.

Namun cara ini sangat rumit karena harus mengisolasi ovul yang telah distimulasi

dengan polen yang dinonaktifkan dengan iradiasi sinar x atau sinar gamma, diikuti

dengan penyelamatan embrio. Perkembangan embrio distimulasi oleh

perkecambahan serbuk sari pada stigma dan pertumbuhan dari tabung serbuk sari

di dalam stilus, meskipun serbuk sari yang telah diiradiasi tidak dapat membuahi

sel telur. Metode ini telah berhasil dilakukan pada spesies-spesies tanaman buah-

buahan, tanaman hias dan tanaman industri seperti kapas (Aslam 2000; Savaskan

2002; Murovec dan Bohanec 2012).

Produksi haploid maternal dengan penyerbukan menggunakan serbuk sari

yang diiradiasi memerlukan pekerjaan emaskulasi, dan dalam kasus tertentu

menunjukkan keterbatasan karena pengerjaannya yang memerlukan banyak

tenaga. Selain itu dosis radiasi juga berpengaruh terhadap produksi tanaman

haploid. Pada dosis yang rendah inti generatif hanya sebagian yang rusak

sehingga masih mampu membuahi sel telur dan menghasilkan embrio yang

banyak tetapi membawa karakter mutant. Peningkatan dosis iradiasi menyebabkan

penurunan jumlah embrio, tetapi diperoleh regeneran yang sebagian besar haploid

(Murovec dan Bohanec 2012).

Fenomena yang muncul dalam kultur antera dan ovul secara in vitro

Teknologi haploid dengan kultur antera dan kultur ovul (tanpa fertilisasi

dan fertilisasi dengan serbuk sari yang dinonaktifkan) ditujukan untuk

menghasilkan tanaman haploid. Mutasi mudah terjadi dalam kultur antera, dalam

bentuk variasi somaklonal akibat dari aplikasi kultur jaringan secara in vitro.

Keragaman somaklonal didefinisikan sebagai keragaman genetik dari tanaman

yang dihasilkan oleh sel somatik tanaman yang ditumbuhkan secara in vitro

(Larkin & Scowcroft 1981)

Dalam kultur antera sering timbul masalah seperti munculnya tanaman

albino dan mutasi dengan frekuensi kejadian bervariasi tergantung tanaman donor

dan kondisi kultur in vitro. Salah satu kejadian yang penting adalah metilasi yang

tidak normal pada DNA tanaman hasil kultur jaringan. Metilasi merupakan proses

penambahan group metil pada cincin sitosin oleh enzim methyltransferase

(Antequera & Bird 1988).

Studi pembungaan pada Arabidopsis melalui jalur vernalisasi melibatkan

metilasi DNA yang mempengaruhi ekspresi gen. Gen FLC yang mengkode

Page 42: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

15

protein MADS-box ialah gen yang berperan sebagai repressor pembungaan. Pada

suhu dingin ekspresi gen sangat rendah dan terjadi demetilasi, sehingga proses

pembungaan dapat berlangsung (Finnegan et al. 1998). Abormalitas juga terjadi

pada penentuan identitas organ bunga yang terbentuk karena ketidakseimbangan

dari kelompok gen identitas organ pembungaan yang terkait dengan model

“ABC” dalam perkembangan bunga. Meristem pembungaan dibagi menjadi tiga

kelompok aktivitas gen yang saling overlapping, yang setiap kelompok

merupakan dua lingkaran (whorl) yang berdampingan. Kelompok gen A bekerja

untuk perkembangan sepal dan petal. Ketidakhadiran APETALA1 (AP1) dan

APETALA2 (AP2) menyebabkan sepal dan petal gagal berkembang, sehingga

membentuk mutan ap1 dan ap2. Kelompok gen B bekerja untuk perkembangan

petal dan stamen yang secara normal ditemukan pada lingkaran bunga ke 2 dan 3.

Produk MADS-box gen APETALA3 (AP3), PISTILATA (PI) dan SEPALATA3

(SEP3) berinteraksi menentukan fungsi gen B dan mutan dari kedua gen ini ialah

ap3, pi dan sep3. Sedangkan kelompok gen C untuk perkembangan stamen dan

karpel yang ditemukan pada lingkaran bunga ke 3 dan 4. Aktivitas AGAMOUS

(AG) dan SEPALATA3 (SEP3) berperan mencegah akumulasi dari RNA

APETALA1 pada dua lingkaran bagian dalam (Goto 1996).

Page 43: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

16

Page 44: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

17

STUDI TAHAP PERKEMBANGAN KUNCUP BUNGA,MIKROSPORA DAN OVUL Dianthus chinensis L.

Abstrak

Stadia perkembangan mikrospora dan ovul yang tepat sangat menentukankeberhasilan mendapat tanaman haploid melalui androgenesis dan ginogenesis.Tujuan penelitian ialah mendapatkan penanda morfologi bunga dan stadia yangtepat dari perkembangan mikrospora dan ovu. Studi biologi bunga meliputi studitahap perkembangan bunga, penghitungan jumlah dan ukuran mikrospora, rasiotahap perkembangan mikrospora, viabilitas mikrospora dan seleksi stadiamikrospora dan ovul yang tepat untuk inisiasi kultur mikrospora dan ovul.. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa ukuran kuncup bunga dan warna anteramerupakan indikator waktu dilakukan pengambilan donor eksplan. D. chinensis“Dchi-11” memiliki jumlah dan viabilitas mikrospora tertinggi (60,36%). Tahapperkembangan mikrospora dengan persentase late-uninucleate tertinggi (44,64%)pada saat ukuran kuncup bunga T2 (ukuran kuncup antara 1,31 – 1,50 cm, warnaantera putih, umur 5 hari, pencoklatan antera paling rendah). Tahapperkembangan ovul T7 (ukuran kuncup antara 1,81 – 2.00 cm, panjang petal 30%lebih panjang dari panjang sepal, umur 10 hari) merupakan tahap yang tepat untukinduksi kultur ovul berdasarkan persentase pembentukan kalus (59,375%) dengantipe kalus remah dan agak remah dan berwarna hijau.

Kata kunci: indikator morfologi, viabilitas mikrospora, tahap perkembangan,mikrospora, ovul.

Page 45: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

18

STUDY OF FLOWER BUD DEVELOPMENT, MICROSPOREAND OVULE OF Dianthus chinensis L.

Abstract

The study of anther or microspore and ovule critical development wereimportant to determine the successfull of obtaining haploid plants throughandrogenesis and gynogenesis. The aim of the research was to determinemophological indicator of bud, dominan uninucleate microspore and the rightovule development stage for. Flower biological study comprised study of flowerdevelopment, the number and size of microspore, ratio of microsporedevelopment stage, microspore viability and selection of the right microspore andovule stage for culture initiation of microspore and ovul. The research showedthat bud size and anther color are indicators for isolating donor explants. D.chinensis “Dchi-11” has the highest microspore number and viability (60.36%).Bud size of T2 stage (44,64%, 1.31 – 1.50 cm, white anther color, 5 days old, andthe lowest browning anther) produce the highest late uninucleate microspore.Ovule development of T7 (1.81 – 2,00 cm, the length of petals are 30% longerthan sepals length, 10 days old) was the right stage for ovule culture based onpercentage of callus formation ((59,375%) and friable green callus.

Key words: morphology indicator, microspore viability, flower bud development,microspore, ovule.

Page 46: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

19

Pendahuluan

Aplikasi teknologi kultur antera dan ovul pada tanaman anyelir masih

jarang, oleh karena itu pengembangan penelitian ini dimulai dari studi tanaman

donor, kajian khusus mengenai biologi bunga dan perkembangannya (morfologi

maupun mikroskopi), studi perkembangan mikrospora, metode kultur; pemilihan

pra-perlakuan yang optimal; pengembangan media inisiasi, regenerasi dan

pemasakan embrio; analisis ploidi; penggandaan kromosom yang menjadi bagian

penting dalam pengembangan teknologi haploid pada anyelir. Dari berbagai

kajian mendasar tersebut pada akhir studi diharapkan dapat ditemukan teknologi

haploid anyelir yang efektif, efisien, mudah diproduksi (reproducible) dan mudah

diulang (repeatable).

Induksi tanaman haploid melalui kultur in vitro antera, ovul dan ovari

yang tidak diserbuki menjadi pendekatan yang biasa dilakukan untuk

mendapatkan tanaman haploid pada beberapa tanaman. Pada beberapa spesies

tanaman, efisiensi induksi haploid sangat bervariasi dan terdapat banyak kendala

yang dapat mengurangi keberhasilan protokol yang telah dihasilkan (Musial et al.

2005). Tahap perkembangan eksplan merupakan salah satu faktor penting yang

mempengaruhi induksi haploid (Yang & Zhou 1982). Namun studi yang berkaitan

dengan tahap perkembangan eksplan sedikit dipublikasi. Pada androgenesis tahap

perkembangan serbuk sarinya mudah diamati, sedangkan pada ginogenik tahap

perkembangan dalam kantong embrio lebih sulit diamati. Hasil-hasil penelitian

yang telah dilakukan pada umumnya tahap perkembangan megagametofit yang

digunakan untuk induksi ginogenik ialah pada tahap kantong embrio masak

(Musial et al. 2005). Namun menurut Bhojwani dan Thomas (2001) pada tahap

kantong embrio muda lebih sesuai untuk diinduksi karena sel gamet betina

melanjutkan perkembangannya sampai sel-sel yang ada dalam kantong embrio

telah berdiferensiasi.

Pada tahap awal studi ini diarahkan untuk mengungkap perkembangan

kuncup bunga secara morfologi terkait dengan penampilan morfologi bunga

(ukuran panjang, lebar diameter bunga, dan waktu bunga mekar), jumlah serbuk

sari, ukuran dan viabilitas serbuk sari, rasio tahap perkembangan serbuk sari serta

anatomi ovul. Aktivitas tahap ini memiliki tujuan utama untuk menyediakan data

dasar terkait dengan pemanfaatannya dalam pengembangan kultur antera dan ovul

anyelir.

Page 47: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

20

Tahap perkembangan polen merupakan faktor yang penting untuk

androgenesis in vitro, maka pemilihan tanaman donor untuk studi ini sangat

penting. Berkenaan dengan hal tersebut korelasi antara tahap perkembangan polen

dan morfologi kuncup (panjang petal, munculnya petal dari kelopak dan lain-lain),

bervariasi antara spesies dan umur tanaman donor. Antera yang paling responsif

biasanya pada tahap perkembangan serbuk sari uninukleat yaitu pada tahap antara

tetrad dan mitosis polen pertama (Heberle-Bors 1985). Sementara pada

ginogenesis meskipun gametofit betina melanjutkan perkembangannya selama

kultur in vitro, perkembangan tahap awal kantong embrio sampai tahap masak

perlu diuji untuk melihat potensi perkembangan masing-masing tahap

perkembangannya. Tujuan penelitian adalah menentukan indikator morfologi dari

tahap perkembangan kuncup, stadia perkembangan serbuk sari uninukleat

dominan serta stadia ovul yang tepat untuk digunakan dalam kultur antera, ovul

dan pseudofertilisasi

Bahan dan Metode

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan dan Rumah Sere

Anyelir, Balai Penelitian Tanaman Hias Segunung, Laboratorium Mikroteknik,

Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor, dan

Laboratorium Anatomi dan Sitologi Puslitbang Biologi LIPI, Cibonong mulai

April 2009 – Maret 2010. Bahan tanaman yang digunakan ialah kuncup dari lima

genotipe Dianthus chinensis Dchi-11, Dchi-12, Dchi-13, Dchi-14 dan Dchi-15

(Gambar 2).

Gambar 2. Morfologi bunga lima genotype Dianthus chinensis (A) Dchi-11, (B)Dchi-12, (C) Dchi-13, (D) Dchi-14 dan (E) Dchi-15

Perkembangan kuncup bunga

Studi biologi ini difokuskan untuk melihat perkembangan bunga sejak

kuncup bunga terlihat hingga bunga mekar sempurna. Berbagai peubah yang

menyangkut ukuran kuncup bunga: panjang, lebar, diameter dan pengamatan

A B C D E

Page 48: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

21

antera, serbuk sari dan ovul dari tanaman donor, diamati dan diukur. Studi biologi

ini melibatkan aplikasi anatomi sederhana (baik irisan lintang maupun membujur)

dan pewarnaan (haematoxilin, fuchsin, Metilen-blue, aceto-orcein dan aceto-

carmin) untuk membantu memperjelas pengamatan. Studi ini akan dibandingkan

langsung dengan studi tahap perkembangan serbuk sari dan ovul untuk

menentukan tahap yang tepat untuk pengambilan tanaman donor.

Perkembangan antera dan serbuk sari

Penghitungan jumlah dan ukuran serbuk sari

Untuk penghitungan jumlah serbuk sari, 2-3 antera dipanen, seluruh

serbuk sarinya dikeluarkan dari kotak spora, kemudian dilarutkan dalam 1 ml

media cair embriogenesis. Suspensi serbuk sari dibuat sehomogen mungkin

melalui pengocokan menggunakan vortex. Setelah dirasa cukup homogen, sampel

dipipet dan diletakkan di atas haemacytometer, dan ditutup dengan gelas penutup,

diamati di bawah mikroskop. Serbuk sari dihitung menggunakan rumus A = (n x

B)/N (Godini 1979), n : jumlah serbuk sari dalam setiap kotak, B = 10.000/jumlah

kotak yang dihitung dan N = jumlah antera yang digunakan. Ukuran serbuk sari

diukur menggunakan mikrometer okuler yang telah dikalibrasi. Pengukuran

dilakukan sebanyak mungkin mewakili jumlah serbuk sari secara keseluruhan.

Hasil penghitungan dan pengukuran selanjutnya ditampilkan dalam bentuk data

rata-rata dan standar deviasinya untuk setiap tanaman donor.

Studi rasio tahap perkembangan serbuk sari

Tahap perkembangan serbuk sari diamati melalui pewarnaan inti sel

menggunakan 4,6-diamidino-2-phenylindole (DAPI) (Custers et al, 2001) yang

dilakukan pada Dianthus chinensis. Sebanyak 25 µl larutan serbuk sari

dimasukkan dalam Eppendorf kecil kemudian disentrifugasi pada 4000 rpm

selama 2-4 menit. Supernatan dipipet hingga hanya tersisa pelet dan sesedikit

mungkin supernatan ditambah larutan kerja DAPI dengan konsentrasi 1 µg/ml,

dan diaduk merata menggunakan ujung pipet. Campuran serbuk sari dan larutan

DAPI dipipet dan letakkan di atas kaca obyek ditutup dengan gelas penutup, dan

dibiarkan minimal 4 jam (1 malam) pada suhu 4ºC. Setelah inkubasi, serbuk sari

diamati di bawah mikroskop UV pada perbesaran 200 dan 400x. Tahap-tahap

perkembangan serbuk sari dihitung jumlahnya dan dibagi dengan jumlah seluruh

Page 49: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

22

sel yang diamati dikalikan 100 untuk mengetahui persentasenya. Rasio

perkembangan dihitung dengan membandingkan frekuensi perkembangan serbuk

sari early uninucleate,mid uninucleate, late uninucleate, early binucleate dan

binucleate yang ada dalam satu bidang pandang pengamatan. Frekuensi setiap

tahap perkembangan serbuk sari dihitung dan dibagi total serbuk sari yang diamati

pada tahap kuncup yang sama. Pengamatan dilakukan minimal pada 5 bidang

pandang dan diulang minimal 5 kali untuk mendapatkan data yang valid.

Uji viabilitas serbuk sari

Pengujian viabilitas atau vitalitas sel serbuk sari atau polen menggunakan

larutan kerja 10 µM fluorescein diacetate (FDA) (Custers et al. 2001). Larutan

serbuk sari (90 µl) ditempatkan dalam Eppendorf yang telah dibungkus dengan

aluminium ditambah 10 µl larutan stok FDA ke dalam larutan kultur serbuk sari

dan diaduk rata, ditempatkan dalam gelap 10 menit. Sebanyak 50-100µl kultur

serbuk sari yang telah diberi perlakuan FDA dipipet dan ditetes di atas kaca obyek

dan ditutup dengan kaca penutup, dan segera dilakukan pengamatan di bawah

mikroskop fluoresen. Jumlah serbuk sari yang memendarkan warna hijau diamati

dan dihitung. Pengamatan diulang minimal pada 5 bidang pandang pengamatan.

Viabilitas atau vitalitas sel (%) dihitung dengan membagi jumlah total sel yang

fluoresen dengan jumlah total sel yang diamati pada satu bidang pandang

dikalikan dengan 100%.

Seleksi tahap perkembangan kuncup bunga pada berbagai media inisiasi doublelayer untuk kultur antera

Percobaan faktorial terdiri atas dua faktor, disusun dalam Rancangan Acak

Kelompok. Faktor pertama ialah tahap perkembangan kuncup bunga dan faktor ke

dua ialah media induksi. Empat tahap perkembangan kuncup bunga yang diuji

dalam kegiatan ini yaitu (1) kuncup 1 (T2), dominan mikrospora berada dalam

kondisi tetrad, (2) kuncup 2 (T3), dominan mikrospora berada dalam tahap early

dan middle uninucleate, (3) kuncup 3 (T4), dominan mikrospora berada pada

tahap late uninucleate, dan (4) kuncup 4 (T5), dominan mikrospora berada pada

tahap early binucleate. Masing-masing tahap ditanam dalam lima media yang

diuji responnya dalam induksi pembentukan kalus dan/atau embrio adalah (1) M1

(Winarto et al. 2011), (2) M2 (Nontaswatsri et al. 2007), (3) M3 (Mosquera et al.

Page 50: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

23

1999), (4) M4 (Sato et al, 2000) dan (5) M5 (Fu et al. 2008). Setiap unit perlakuan

diulang 10 kali. Setiap ulangan terdiri atas 1 cawan petri yang berisi 10 antera.

Isolasi antera dilakukan dengan cara membersihkan kuncup bunga dengan

kapas yang dibasahi alkohol 70%, kemudian dilewatkan di atas api sekilas. Antera

diisolasi dengan cara membuka kuncup bunga, kemudian antera dan filament

dipisahkan, dan ditanam dalam media induksi. Metode kultur sebar mikrospora

antera (anther shed microspore culture) pada media double layer digunakan

dalam penelitian ini. Prosedur penelitian menggunakan prosedur standard dari

Dolcet-Sanjuan et al. 1997. Media embriogenesis yang digunakan disusun dengan

sistem double layer yang tersusun atas dua lapisan yaitu lapisan padat di bawah

dan cair di atas. Media padat ditambahkan 0,5% arang aktif , dengan pH 5,8.

Pengamatan dilakukan terhadap persentase pencoklatan dan kontaminasi.

Perkembangan ovari atau ovul

Pembuatan sayatan kuncup bunga D. chinensis

Bahan difiksasi di dalam larutan FAA (formali : asam asetat glasial :

alkohol 70% (v/v) = 5 :5 :90) selama 24 jam. Selanjutnya didehidrasi secara

bertahap menggunakan alkohol 50% – 100% masing-masing selama 30 menit.

Kemudian dilakukan dealkoholisasi secara bertahap menggunakan campuran

alkohol-xylol, dilanjutkan dengan xylol murni 1 dan 2 masing-masing 30 menit.

Parafin diinfiltrasi sedikit demi sedikit sampai jenuh dan disimpan dalam oven

dengan suhu 60oC selama 3 jam. Parafin diganti dengan parafin baru dan

disimpan dalam oven dengan suhu 50-60oC selama 3 hari. Sampel dimasukkan

dalam parafin, kemudian blok sampel disayat dengan ketebalan 15-17 µm

menggunakan mikrotom putan (Yamato RV-240). Sayatan parafin yang

berrbentuk pita di rekatkan pada gelas objek yang telah diolesi dengan larutan

albumin-gliserin dan dikeringkan di atas hot plate dengan suhu 40oC selama 3-5

jam. Sampel diwarnai dengan safranin 2% (b/v) dan fastgreen 0,5% (b/v).

Seleksi tahap perkembangan kuncup bunga untuk kultur ovula tau ovari

Percobaan merupakan faktor tunggal yang disusun dengan Rancangan

Acak Kelompok. Tiga tahap perkembangan kuncup bunga yang diuji dalam

kegiatan ini yaitu (1) kuncup bunga tahap T5, (2) kuncup bunga tahap T7, (3)

kuncup bunga tahap T9. Kuncup bunga disimpan pada suhu 4 oC selama 1 hari

Page 51: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

24

sebelum diisolasi. Masing-masing tahap tersebut ditanam dalam media MS + 4,52

µM 2,4-D+ 4.44 µM BAP + 20 g L-1 sukrosa (Mosquera et al. 1999), yang diuji

responnya dalam induksi pembentukan kalus. Setiap unit perlakuan diulang 8 kali.

Setiap ulangan terdiri atas 1 cawan petri yang berisi 4 potongan ovul. Semua

kultur diinkubasi pada kondisi gelap ± selama 7 hari pada suhu 4 oC dilanjutkan

dengan inkubasi terang pada suhu 25 oC dengan lama penyinaran 16 jam di bawah

lampu fluoresen (13 µmol.m-2.s-1) hingga kalus terbentuk. Peubah yang diamati

dalam percobaan ini ialah persentase eksplan membentuk kalus (%), dan

pengamatan kalus secara visual. Pengamatan dilakukan 1 bulan setelah inisiasi

kultur.

Analisis statistik

Data pengamatan yang diperoleh dari hasil seleksi tahap perkembangan

kuncup bunga untuk kultur ovul atau ovari, dianalisis menggunakan analisis

ragam (ANOVA) dengan program SAS Release window 9.1. Data dalam bentuk

persen ditransformasi ke dalam Arcsin. Untuk nilai 0% sebelum ditransformasi

diganti dengan 1/4n, di mana n adalah jumlah satuan percobaan dari data

persentase yang diperoleh. Jika terdapat perbedaan nilai rata-rata perlakuan maka

dilakukan uji lanjutan menggunakan uji jarak berganda Duncan pada taraf

kepercayaan 5%.

Hasil

Perkembangan kuncup bunga

Inisiasi bunga ditandai dengan munculnya daun-daun kecil pada ujung

tunas. Hari ke empat setelah inisiasi bunga ditentukan sebagai tahap

perkembangan kuncup bunga T1. Pada tahap tersebut mikrospora didominasi oleh

pollen mother cell (PMC) dan tetrad. Hari ke lima setelah inisiasi bunga

ditentukan sebagai tahap perkembangan kuncup bunga T2 yang didominasi oleh

mikrospora mid uninukleat. Tahap T3 yang didominasi oleh mikrospora late

uninukleat pada hari ke enam setelah inisiasi bunga dan seterusnya sampai bunga

mekar sebagai tahap T10 pada hari ke 13 setelah inisiasi kuncup bunga.

Hasil studi ini diketahui bahwa dari lima genotipe Dianthus chinensis yang

digunakan memiliki kecepatan antesis yang. Pada tahap T3 bagian pucuk kuncup

sedikit terbuka, dan pada tahap T4 ujung petal yang berwarna putih mulai

Page 52: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

25

kelihatan, dan tahap T5 ujung petal berubah warna menjadi pink. Tahap

selanjutnya warna petal berubah menjadi kemerahan (Gambar 3). Ukuran panjang

kuncup bunga setiap genotipe berbeda-beda. Panjang kuncup D. chinensis

merupakan ukuran panjang kelopak, dan tidak berubah sampai bunga mekar. Pada

tahap T2 berkisar 1,295 cm pada Dchi-13 sampai 1,535 cm pada Dchi-15

(Lampiran 1).

Gambar 3. Perkembangan kuncup bunga, ovari dan antera Dianthus chinensisDchi-11. T1 sampai T10 adalah 4 sampai 13 hari setelah inisiasibunga. Bar = 0,5 cm

Perkembangan antera dan serbuk Sari

Pengamatan antera dan serbuk sari

Masa reseptif putik dan kemasakan polen D. chinenesis tidak terjadi

secara bersamaan. Serbuk sari D. chinenesis masak lebih dahulu dibandingkan

putik. Antera terbuka dan mengeluarkan polen pada umur 14 – 16 hari setelah

inisiasi bunga. Pengamatan antera dilakukan dari T1 sampai T7. Pengamatan

tahap terakhir pada tahap T7 karena pada tahap tersebut 100% antera dalam satu

kuncup sudah berwarna ungu tua.

Dari hasil pengamatan pada jumlah antera diketahui bahwa lima genotipe

dari kultivar yang berbeda memiliki jumlah antera yang sama yaitu 10. Jumlah

antera 12 ditemukan pada genotipe Dchi-14, tetapi jumlah antera 12 ini sangat

jarang ditemukan. Pada tahap perkembangan bunga T1-T2 antera berwarna putih.

Kemudian pada tahap pertumbuhan lanjut warna antera berubah sesuai dengan

warna petal. Perubahan warna antera dimulai pada tahap T3, 6 hari setelah

munculnya kuncup bunga (Gambar 3 dan Tabel 1).

Page 53: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

26

Tabel 1. Rata-rata jumlah antera dan warna antera pada setiap tahap pertumbuhanbunga lima genotipe Dianthus chinensis

Genotipe

Warna anterapada satu

kuncup bunga

Rata-rata jumlah antera per bunga pada tahappertumbuhan

T1(4 hr)

T2(5 hr)

T3(6hr)

T4(7 hr)

T5(8 hr)

T6(9 hr)

T7(10 hr)

Dchi-11putih 10,0 10,0 10,0 3,9 0,9 0,0 0,0Ungu muda 0,0 0,0 0,0 6,1 9,0 1,0 0,0Ungu tua 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1 9,0 10

Dchi-12putih 10,0 10,0 10,0 10,0 5,2 0,0 0,0Ungu muda 0,0 0,0 0,0 0,0 4,8 2,4 0,0Ungu ttua 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 7,6 10,0

Dchi-13putih 10,0 10,0 10,0 8,9 4,5 0,3 0,0Ungu muda 0,0 0,0 0,0 1,1 5,5 8,8 0,0Ungu tua 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,7 10,0

Dchi-14putih 10,0 10,0 9,6 7,25 3,2 0,0 0,0Ungu muda 0,0 0,0 0,4 2,75 4,1 0,0 0,0Ungu tua 0,0 0,0 0,0 0,0 2,7 10 10,2

Dchi-15putih 10,0 10,0 10,0 9,33 5,0 0,0 0,0Ungu muda 0,0 0,0 0,0 0,67 5,0 0,5 0,0Ungu tua 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 9,5 12

Keterangan: Data dihitung dari rata-rata 10 sampel kuncup bunga yang diambilsecara acak. T1, T2….T7 = tahap perkembangan kuncup bungapertama, ke dua…..ke tujuh, 4 hari, 5 hari……10 hari setelah inisiasibunga.

Warna antera berubah dari warna putih menjadi ungu muda, dan pada saat

masak menjadi berwarna ungu tua. Perubahan warna antera ini merupakan

karakter yang stabil yang terjadi pada tahap pertumbuhan kuncup bunga T3 pada

semua genotipe yang diamati. Perubahan warna ini dapat digunakan sebagai

penanda dengan pembandingan perkembangan serbuk sari untuk mendapatkan ciri

spesifik pada saat yang tepat untuk pengambilan eksplan tanaman donor.

Pengamatan tahap perkembangan serbuk sari dilakukan dengan mewarnai

serbuk sari dengan berbagai macam pewarnaan yaitu aceto-orcein, metilene blue,

fuchsin dan campuran metilene blue dan fuchsin (1:1). Pewarnaan terbaik yang

dapat mewarnai inti dalam serbuk sari adalah campuran metilene blue dan

fuchsin. Hasil pewarnaan serbuk sari dengan campuran antara metilene blue dan

fuchsin pada serbuk sari diperoleh bahwa tahap perkembangan T1 banyak

didominasi oleh tahap pollen mother cell (sel induk mikrospora) dan tetrad. Pada

tahap perkembangan T2 didominasi oleh mid uninucleat (tahap serbuk sari berinti

tunggal di tengah) dan tahap perkembangan T3 didominasi oleh late uninucleate.

Sedang tahap perkembangan T4, tahap di mana terjadi perubahan warna antera

menjadi ungu, bentuk binucleate (tahap inti awal tunggal membelah menjadi 2

Page 54: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

27

yaitu inti generatif dan vegetatif) mulai muncul (Gambar 4A-D). Tahap inti

binucleate ini hanya dapat dilihat dengan pewarnaan DAPI (Gambar 4F) dan tidak

dapat dilihat dengan pewarnaan campuran metilene blue dan fuchsin (Gambar

4L1).

Gambar 4. Tahap perkembangan serbuk sari. Pewarnaan mikrospora denganFuchsin + Metilen-blue (A-D dan L) dan DAPI (E-K, M). (A) PMC(pollen mother cell); (B) tetrad; (C, G) early uninucleate; (H) miduninucleate; (D, I) late uninucleate; (E) serbuk sari dengan dua intiidentik (F) serbuk sari tahap binucleate dengan inti vegetatif (warnapudar) dan inti generatif (warna terang). (L, M) Serbuk sari denganukuran yang berbeda: (1) serbuk sari berinti 1, (2) serbuk sari tanpainti, (3) serbuk sari berinti 2, (A – D) bar = 10 µm; (G-K) bar = 15µm (L-M) bar = 25 µm

Jumlah serbuk sari dan ukurannya

Hasil pengamatan yang dilakukan pada lima genotipe menunjukkan

bahwa rata-rata jumlah serbuk sari per antera berkisar 4000 – 64000 (Tabel 2).

Jumlah serbuk sari yang terkandung dalam antera akan berpengaruh terhadap

jumlah antera yang harus diisolasi, dan terkait dengan kepadatan antera dalam

kultur. Kepadatan antera memiliki pengaruh fisik dan biokimia pada pembentukan

embrio. Pada kepadatan yang rendah antera akan memisah pada media, sedangkan

pada kepadatan yang tinggi akan cenderung mengelompok.

Hasil pengamatan pada dua sampel genotipe (Dchi-11 dan Dchi-14)

diketahui terdapat tiga macam kisaran ukuran serbuk sari yaitu besar dengan

Page 55: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

28

ukuran >20 µm, sedang dengan ukuran 15 – 20 µm, dan ukuran kecil <15 µm.

Semua genotipe yang diamati memiliki ukuran serbuk sari yang bervariasi.

Tabel 2. Jumlah serbuk sari per antera lima genotipe Dianthus chinensis

Genotipe Jumlah serbuk sari per antera

kisaran Rata-rata*Dchi-11 10000 - 64000 30400 ± 16297Dchi-12 4000 - 30000 21400 ± 9143Dchi-13 4000 - 40000 21200 ± 10840Dchi-14 4000 - 32000 23200 ± 10799Dchi-15 6000 - 30000 20400 ± 8044

Keterangan: Data dihitung dari rata-rata 10 kali isolasi pada 5 bidang pengamatan.*Rata-rata ± standard deviasi

Rasio tahap perkembangan serbuk sari

Seleksi tahap perkembangan serbuk sari didasarkan penanda morfologi

dan antera. Panjang sepal, dan petal kuncup bunga serta morfologi kuncup sangat

berguna untuk menentukan tahap awal sebagai indikator seleksi kuncup bunga

yang tepat. Hasil pengamatan pada serbuk sari tahap T2 merupakan tahap dengan

serbuk sari late uninukleat tertinggi (44,64%), dan tidak terjadi perubahan warna

antera dari putih menjadi ungu (Tabel 3). Tahap T2 ini bentuk kuncup masih

tertutup rapat, dan akan mulai terbuka pada tahap T3 (Gambar 5A). Tahap T3

mulai terjadi perubahan warna antera yang didominasi serbuk sari pada tahap

early binukleat (Gambar 3, Tabel 3). Penggunaan kriteria warna pada antera

merupakan kriteria yang paling efektif sebagai indikator seleksi bahan dasar yang

lebih sesuai dibandingkan dengan ukuran kuncup, karena adanya keragaman yang

disebabkan oleh pengaruh lingkungan.

Gambar 5. Karakteristik kuncup bunga dan antera pada 5 tahap perkembangan bunga Dianthuschinensis. (A) ujung kuncup tahap T1-T2 belum terbuka, tahap T3 mulai terbuka,tahap T4 petal terlihat 30% dan T5 terjadi perubahan warna petal (B) Kuncup tahapT1-T2 warna petal putih, T3 petal sedikit ungu (C) Warna antera dalam satu bungaputih tahap T1-T2, warna antera dalam satu bunga 30% putih, 30% ungu muda dan40% ungu tua pada T3, warna antera dalam satu bunga > 50% ungu tua pada tahapT4, dan semua antera berwarna ungu tua pada tahap T5.

A B C

28

ukuran >20 µm, sedang dengan ukuran 15 – 20 µm, dan ukuran kecil <15 µm.

Semua genotipe yang diamati memiliki ukuran serbuk sari yang bervariasi.

Tabel 2. Jumlah serbuk sari per antera lima genotipe Dianthus chinensis

Genotipe Jumlah serbuk sari per antera

kisaran Rata-rata*Dchi-11 10000 - 64000 30400 ± 16297Dchi-12 4000 - 30000 21400 ± 9143Dchi-13 4000 - 40000 21200 ± 10840Dchi-14 4000 - 32000 23200 ± 10799Dchi-15 6000 - 30000 20400 ± 8044

Keterangan: Data dihitung dari rata-rata 10 kali isolasi pada 5 bidang pengamatan.*Rata-rata ± standard deviasi

Rasio tahap perkembangan serbuk sari

Seleksi tahap perkembangan serbuk sari didasarkan penanda morfologi

dan antera. Panjang sepal, dan petal kuncup bunga serta morfologi kuncup sangat

berguna untuk menentukan tahap awal sebagai indikator seleksi kuncup bunga

yang tepat. Hasil pengamatan pada serbuk sari tahap T2 merupakan tahap dengan

serbuk sari late uninukleat tertinggi (44,64%), dan tidak terjadi perubahan warna

antera dari putih menjadi ungu (Tabel 3). Tahap T2 ini bentuk kuncup masih

tertutup rapat, dan akan mulai terbuka pada tahap T3 (Gambar 5A). Tahap T3

mulai terjadi perubahan warna antera yang didominasi serbuk sari pada tahap

early binukleat (Gambar 3, Tabel 3). Penggunaan kriteria warna pada antera

merupakan kriteria yang paling efektif sebagai indikator seleksi bahan dasar yang

lebih sesuai dibandingkan dengan ukuran kuncup, karena adanya keragaman yang

disebabkan oleh pengaruh lingkungan.

Gambar 5. Karakteristik kuncup bunga dan antera pada 5 tahap perkembangan bunga Dianthuschinensis. (A) ujung kuncup tahap T1-T2 belum terbuka, tahap T3 mulai terbuka,tahap T4 petal terlihat 30% dan T5 terjadi perubahan warna petal (B) Kuncup tahapT1-T2 warna petal putih, T3 petal sedikit ungu (C) Warna antera dalam satu bungaputih tahap T1-T2, warna antera dalam satu bunga 30% putih, 30% ungu muda dan40% ungu tua pada T3, warna antera dalam satu bunga > 50% ungu tua pada tahapT4, dan semua antera berwarna ungu tua pada tahap T5.

A B C

28

ukuran >20 µm, sedang dengan ukuran 15 – 20 µm, dan ukuran kecil <15 µm.

Semua genotipe yang diamati memiliki ukuran serbuk sari yang bervariasi.

Tabel 2. Jumlah serbuk sari per antera lima genotipe Dianthus chinensis

Genotipe Jumlah serbuk sari per antera

kisaran Rata-rata*Dchi-11 10000 - 64000 30400 ± 16297Dchi-12 4000 - 30000 21400 ± 9143Dchi-13 4000 - 40000 21200 ± 10840Dchi-14 4000 - 32000 23200 ± 10799Dchi-15 6000 - 30000 20400 ± 8044

Keterangan: Data dihitung dari rata-rata 10 kali isolasi pada 5 bidang pengamatan.*Rata-rata ± standard deviasi

Rasio tahap perkembangan serbuk sari

Seleksi tahap perkembangan serbuk sari didasarkan penanda morfologi

dan antera. Panjang sepal, dan petal kuncup bunga serta morfologi kuncup sangat

berguna untuk menentukan tahap awal sebagai indikator seleksi kuncup bunga

yang tepat. Hasil pengamatan pada serbuk sari tahap T2 merupakan tahap dengan

serbuk sari late uninukleat tertinggi (44,64%), dan tidak terjadi perubahan warna

antera dari putih menjadi ungu (Tabel 3). Tahap T2 ini bentuk kuncup masih

tertutup rapat, dan akan mulai terbuka pada tahap T3 (Gambar 5A). Tahap T3

mulai terjadi perubahan warna antera yang didominasi serbuk sari pada tahap

early binukleat (Gambar 3, Tabel 3). Penggunaan kriteria warna pada antera

merupakan kriteria yang paling efektif sebagai indikator seleksi bahan dasar yang

lebih sesuai dibandingkan dengan ukuran kuncup, karena adanya keragaman yang

disebabkan oleh pengaruh lingkungan.

Gambar 5. Karakteristik kuncup bunga dan antera pada 5 tahap perkembangan bunga Dianthuschinensis. (A) ujung kuncup tahap T1-T2 belum terbuka, tahap T3 mulai terbuka,tahap T4 petal terlihat 30% dan T5 terjadi perubahan warna petal (B) Kuncup tahapT1-T2 warna petal putih, T3 petal sedikit ungu (C) Warna antera dalam satu bungaputih tahap T1-T2, warna antera dalam satu bunga 30% putih, 30% ungu muda dan40% ungu tua pada T3, warna antera dalam satu bunga > 50% ungu tua pada tahapT4, dan semua antera berwarna ungu tua pada tahap T5.

A B C

Page 56: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

29

Tabel 3. Rasio tahap perkembangan serbuk sari D. chinensis Dchi-11 berdasarkanukuran kuncup bunga dan warna antera

Umurkuncup(hari)

Tahapantera

Karakteristik Rasio tahap perkembangan serbuk sari

Ukurankuncup

(cm)

Warna antera EU MU LU EB B

4 T1 1,21 - 1,30 Antera putih 5,10 67,35 27,55 0,00 0,005 T2 1,31 - 1,50 Antera putih 3,57 33,93 44,64 17,86 0,006 T3 1,51 - 1,60 Antera putih 6,76 10,81 29,73 35,14 17,57

7 T4 1,61 - 1,7030% antera ungu muda,Ujung kuncup munculpetal warna putih

1,30 19,48 20,78 20,78 37,66

8 T5 >1,71> 50% ungu muda,petal berubah warnasesuai warna bunga

0,00 16,67 20,00 21,67 41,67

Keterangan: Data diambil dari rata-rata minimal 3 x isolasi pada 5 bidangpengamatan. T1= 4 hari setelah inisiasi bunga, T2 = bunga mekar 5hari setelah inisiasi bunga, dst.T= tahap perkembangan. EU=earlyuninucleate, MU=mid uninucleate, LU=late uninucleate, EB=earlybinucleate, B = binucleate

Gambar 6. Hubungan antara panjang kuncup dengan umur kuncup dan tahapperkembangan serbuk sari Dianthus chinensis Dchi-11. Setiap titikadalah rata-rata dari 10 pengamatan

Pada tahap T2 walaupun mengandung late uninucleate tertinggi, tetapi

frekuensinya termasuk rendah (< 50%). Setiap genotipe memiliki potensi yang

berbeda, sehingga hasil ini perlu diuji lebih lanjut. Dari Tabel 3 didapatkan grafik

hubungan antara panjang kuncup bunga dengan tahap perkembangan serbuk sari.

Gambar 6 memperlihatkan bahwa serbuk sari pada tahap meiosis merupakan

proses tahap pembentukan dari sel induk mikrospora sampai tetrad. Tahap meiosis

ini kuncup berukuran kurang dari 1,2 cm berumur kurang dari 4 hari setelah

inisiasi bunga. Tahap uninucleate panjang kuncup 1,21- 1,5 cm berumur 4 – 6 hari

setelah insiasi bunga merupakan tahap T1 – T2. Tahap mitosis dimulai pada umur

6 hari (T3 – T4) dengan panjang kuncup antara 1,51 – 1,70 cm merupakan tahap

pembelahan inti uninucleate menjadi dua inti yaitu generatif dan vegetatif. Tahap

y = -0,020x2 + 0,376x + 0,001R² = 0,988

0

0,5

1

1,5

2

0 2 4 6 8 10 12Panj

ang

kunc

nup

(cm

)

Umur kuncup (hari)

PMC-tetradUninucleate B

inuc

leat

e

Polen/serbuksari

Page 57: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

30

binucleate (T5) panjang kuncup berukuran > 1,71 cm berumur 8 hari setelah

inisiasi bunga. Dari Gambar 6 diketahui bahwa terdapat hubungan yang erat

antara umur kuncup dengan ukuran kuncup dengan koefisien determinasi R2=

98.8% pada genotipe Dchi-11.

Viabilitas serbuk sari

Serbuk sari yang viabel ditunjukkan oleh tingkat fluorescen yang tinggi

setelah pewarnaan dengan FDA, sementara serbuk sari yang non viabel

ditunjukkan oleh tingkat fluorescen yang rendah. Yang menarik di sini, serbuk

sari yang memiliki ukuran yang besar tidak seperti serbuk sari pada umumnya

yang memancarkan warna hijau terang, tetapi terdapat serbuk sari berwarna coklat

kehitaman (anak panah kuning) (Gambar 7) walaupun tidak banyak. Namun tidak

semua serbuk sari berukuran besar berwarna coklat kehitaman, serbuk sari

berwarna terang (anak panah putih) juga ada. Warna coklat kehitaman ini diduga

merupakan polen yang tidak memiliki inti. Hasil uji viabilitas pada tanaman uji

sangat rendah (Tabel 4). Serbuk sari berwarna coklat kehitaman tidak ditemukan

pada dua genotipe yaitu Dchi-12 dan Dchi-14, namun jumlah serbuk sari per

antera kedua genotipe ini lebih rendah dibandingkan dengan genotipe lain.

Gambar 7. Hasil pewarnaan serbuk sari dengan FDA Dchi-15. Serbuk sari besardengan warna terang atau viabel (anak panah putih); serbuk saridengan warna pudar atau non viabel (anak panah hitam); serbuk saritanpa inti (warna kuning). Bar = 50 µm

Tabel 4. Viabilitas serbuk sari pada lima genotipe dari spesies Dianthus chinensis.

Genotipe Viabilitas serbuk sari (%)Viabel Non viabel

Dchi-11 60,36 ± 10,73 39,64 ± 10,73Dchi-12 56,72 ± 36,15 43,28 ± 36,15Dchi-13 57,85 ± 7,93 42,15 ± 7,93Dchi-14 44,91 ± 21,51 55,09 ± 21,51Dchi-15 55,02 ± 22,26 44,98 ± 22,26Keterangan : Data dihitung dari rata-rata 4 kali isolasi pada minial 5 bidang

pengamatan pada masing-masing genotipe

Page 58: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

31

Hasil uji viabilitas serbuk sari terlihat bahwa rata-rata serbuk sari viabel

berkisar 44 – 60% (Tabel 4). Persentase viabilitas tertinggi ditunjukkan oleh

genotipe Dchi-11 dan Dchi-13. Uji viabilitas ini terkait dengan jumlah antera yang

harus ditanam.

Seleksi tahap perkembangan kuncup bunga pada berbagai media inisiasi doublelayer untuk kultur antera

Hasil seleksi tahap perkembangan kuncup bunga tidak dapat dianalisis

secara statistik, karena hasil pengamatan tidak diperoleh embrio. Hasil yang

disajikan bersifat observatif dengan mengamati pencoklatan dan kontaminasi.

Hasil observasi peroleh bahwa pada tahap T2 yang memiliki antera dengan

pencoklatan terkecil (Tabel 5) dan pencoklatan tertinggi yaitu tahap T4. Makin

lanjut tahap kuncup bunga, makin tinggi pencoklatan.

Tabel 5. Respon empat tahap perkembangan mikrospora genotipe Dchi-11 padaberbagai media induksi embrio/kalus.

Tahap kuncupbunga

Media Rata-rataPencoklatan (%)M1 M2 M3 M4 M5

T2 10 0 20 20 0 10T3 50 30 20 50 30 36T4 70 70 70 70 50 66T5 60 50 40 70 50 54

rata-rata 47.5 37.5 37.5 52.5 32.5Tahap kuncup

bungaMedia Rata-rata

Kontaminasi (%)M1 M2 M3 M4 M5T2 10 40 20 10 40 24T3 90 70 60 60 60 68T4 70 70 60 60 40 60T5 50 50 40 70 50 52

rata-rata 55 57.5 45 50 47.5Keterangan: data merupakan rata-rata dari 10 ulangan. T1= 4 hari setelah inisiasi

bunga, T2 = bunga mekar 5 hari setelah inisiasi bunga, dst. T= tahapperkembangan. Komposisi media di lampiran 3.

Kontaminasi disebabkan oleh munculnya bakteri pada minggu ke dua

setelah tanam. Pencoklatan terjadi mulai minggu ke dua terutama pada tahap T4

dan T5. Tahap T4 dan T5 mengandung antera dengan warna ungu, yang pada

umumnya paling cepat mengalami degenerasi. Dari 5 macam media yang diuji,

tidak ada satu media yang sesuai. Pada media yang mengalami kontaminasi,

menyebabkan pencoklatan pada eksplan (Gambar 8A), sehingga kondisi ini dapat

mengaburkan hasil, apakah pencoklatan terjadi karena media yang tidak sesuai

atau karena pengaruh kontaminasi.

Page 59: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

32

Gambar 8. Eksplan kultur antera 4 minggu setelah kultur; (A) Pencoklatan padaantera yang banyak terjadi pada tahap T3-T5; (B) antera tahap T2 yangsedikit terjadi pencoklatan. Bar 1 mm

Dari hasil pengamatan, tahap perkembangan mikrospora T2 dengan inti

dominan mid-late uninucleate memiliki potensi untuk diuji lebih lanjut, karena

memiliki persentase pencoklatan yang paling rendah. Selanjutnya tahap T2 ini

yang digunakan untuk penelitian selanjutnya, sementara media lain perlu diuji lagi

karena dengan sistem kultur sebar menggunakan media double layer (dua lapis

padat cair) tidak berhasil. Untuk mengetahui tidak responnya antera atau

mikrospora terhadap media induksi, maka dilakukan pemeriksaan sampel kultur

antera setiap minggu kemudian dianalisis histologi pada eksplan antera. Hasil

yang diperoleh disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9. Histologi kultur antera. (A-C) 2 minggu setelah kultur; (D-F) 3 minggusetelah kultur; (B) pembelahan sel dari jaringan penghubung ke dalamlokus dalam antera (tanda panah), (C) sel jaringan penghubung yangmeristimatik dan (F) Sel-sel dinding antera yang meristematik. M=mikrospora, Ld=lokus dalam antera, Tp=tapetum

Hasil histologi pada kultur antera pada media double layer terlihat bahwa

pada 2 minggu setelah kultur, serbuk sari masih terlihat ada di dalam lokus dalam

antera, tetapi tidak mengalami pertumbuhan (Gambar 9A dan B). Sel yang

A B

32

Gambar 8. Eksplan kultur antera 4 minggu setelah kultur; (A) Pencoklatan padaantera yang banyak terjadi pada tahap T3-T5; (B) antera tahap T2 yangsedikit terjadi pencoklatan. Bar 1 mm

Dari hasil pengamatan, tahap perkembangan mikrospora T2 dengan inti

dominan mid-late uninucleate memiliki potensi untuk diuji lebih lanjut, karena

memiliki persentase pencoklatan yang paling rendah. Selanjutnya tahap T2 ini

yang digunakan untuk penelitian selanjutnya, sementara media lain perlu diuji lagi

karena dengan sistem kultur sebar menggunakan media double layer (dua lapis

padat cair) tidak berhasil. Untuk mengetahui tidak responnya antera atau

mikrospora terhadap media induksi, maka dilakukan pemeriksaan sampel kultur

antera setiap minggu kemudian dianalisis histologi pada eksplan antera. Hasil

yang diperoleh disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9. Histologi kultur antera. (A-C) 2 minggu setelah kultur; (D-F) 3 minggusetelah kultur; (B) pembelahan sel dari jaringan penghubung ke dalamlokus dalam antera (tanda panah), (C) sel jaringan penghubung yangmeristimatik dan (F) Sel-sel dinding antera yang meristematik. M=mikrospora, Ld=lokus dalam antera, Tp=tapetum

Hasil histologi pada kultur antera pada media double layer terlihat bahwa

pada 2 minggu setelah kultur, serbuk sari masih terlihat ada di dalam lokus dalam

antera, tetapi tidak mengalami pertumbuhan (Gambar 9A dan B). Sel yang

A B

32

Gambar 8. Eksplan kultur antera 4 minggu setelah kultur; (A) Pencoklatan padaantera yang banyak terjadi pada tahap T3-T5; (B) antera tahap T2 yangsedikit terjadi pencoklatan. Bar 1 mm

Dari hasil pengamatan, tahap perkembangan mikrospora T2 dengan inti

dominan mid-late uninucleate memiliki potensi untuk diuji lebih lanjut, karena

memiliki persentase pencoklatan yang paling rendah. Selanjutnya tahap T2 ini

yang digunakan untuk penelitian selanjutnya, sementara media lain perlu diuji lagi

karena dengan sistem kultur sebar menggunakan media double layer (dua lapis

padat cair) tidak berhasil. Untuk mengetahui tidak responnya antera atau

mikrospora terhadap media induksi, maka dilakukan pemeriksaan sampel kultur

antera setiap minggu kemudian dianalisis histologi pada eksplan antera. Hasil

yang diperoleh disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9. Histologi kultur antera. (A-C) 2 minggu setelah kultur; (D-F) 3 minggusetelah kultur; (B) pembelahan sel dari jaringan penghubung ke dalamlokus dalam antera (tanda panah), (C) sel jaringan penghubung yangmeristimatik dan (F) Sel-sel dinding antera yang meristematik. M=mikrospora, Ld=lokus dalam antera, Tp=tapetum

Hasil histologi pada kultur antera pada media double layer terlihat bahwa

pada 2 minggu setelah kultur, serbuk sari masih terlihat ada di dalam lokus dalam

antera, tetapi tidak mengalami pertumbuhan (Gambar 9A dan B). Sel yang

A B

Page 60: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

33

tumbuh dan berkembang adalah jaringan penghubung (Gambar 9B dan C, anak

panah putih). Hasil ini memberikan indikasi bahwa pertumbuhan lanjut pada

kultur antera tidak melalui embriogenesis, tetapi melalui pendekatan kalus. Srbuk

sari cepat mengalami degenerasi pada minggu ke 3 (Gambar 9D dan E).

Perkembangan ovari atau ovul

Anatomi kuncup bunga, ovari dan ovul D. chinensis

Setelah periode viabilitas polen berakhir, diikuti dengan masa reseptif

putik 18-20 hari setelah inisiasi bunga yang ditandai dengan keluarnya bulu-bulu

pada tangkai putik. Hasil pengamatan anatomi kuncup bunga, ovul dan ovari

menunjukkan bahwa pada tahap T5 ovari dan ovul belum terbentuk secara

maksimal (Gambar 10A, B dan C), sedangkan pada tahap T7 ovul telah

membentuk dua inti di dalam kantong embrio (Gambar 10F).

Gambar 10. Irisan melintang dan membujur kuncup bunga dan ovul (A) irisanmelintang kuncup bunga pada tahap T5, (B) irisan membujur kucupbunga pada tahap T5, (C) irisan membujur ovul pada tahap T5(Bar =20 µm), (D) irisan melintang kuncup bunga pada tahap T7, (E) irisanmembujur ovari pada tahap T7 dan (F) irisan membujur ovul padatahap T7. at=antera, c=poros bunga, pt=petal, sp=sepal, fl=filamen,ov=ovul, panah merah=megaspore mother cell (sel indukmegaspora), panah putih=2 inti hasil pembelahan mitosis.

Penentuan tahap pembentukan inti dalam kantong embrio ini penting,

karena dalam kantong embrio yang diinginkan ialah kantong embrio yang berisi

Page 61: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

34

sel tunggal yang merupakan hasil pembelahan mitosis sel induk megaspora pada

tahap T7. Sel induk megaspora yang lengkap ada delapan inti yang terdiri atas dua

inti polar, tiga inti sel antipodal, satu inti sel telur dan dua inti sel sinergid.

Jaringan-jaringan lain selain 8 inti tersebut merupakan jaringan dengan level

ploidi 2n yaitu jaringan nuselus, integumen, dan funikulus. Pada tahap T5

didominasi oleh sel nuselus (Gambar 9C). Pada tahap T7 di dalam ovul telah

terbentuk dua inti (Gambar 9F).

Seleksi tahap perkembangan kuncup bunga untuk kultur ovul/ovari

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tahap perkembangan kuncup bunga

mempengaruhi terbentuknya kalus pada eksplan. Tahap kuncup T5 memiliki rata-

rata persentase terbentuknya kalus terendah dan lebih rendah dari pada tahap

kuncup T7 dan T9 (Tabel 6). Tahap kuncup T7 merupakan tahap kuncup yang

paling banyak membentuk kalus, tetapi tidak berbeda dengan tahap kuncup T9.

Tabel 6. Pengaruh tahap kuncup terhadap terbentuknya kalus pada ovula atauovari Dchi-11, 8 minggu setelah tanam.

Perlakuan Umur kuncupbunga (hari

sejak inisiasibunga)

Rata-rata persentaseterbentuknya kalus*

(%)

Warna dan tipe kalus

Tahap kuncup T5 8 9,375 b kalus hijau agak remah

Tahap kuncup T7 10 59,375 a kalus hijau remah dankalus hijau agak remah

Tahap kuncup T9 12 46,875 ab kalus hijau agak remah

Keterangan : * rata-rata persentase terbentuknya kalus dihitung dari rata-ratasetiap unit perlakuan. Angka rataan yang diikuti oleh huruf yangsama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyataberdasarkan uji wilayah berganda Duncan pada taraf kepercayaan5%. T5= 8 hari setelah inisiasi bunga, T7 = 10 hari setelahinisiasi bunga, T9 = bunga mekar 12 hari setelah inisiasi bunga.

Pembahasan

Perkembangan kuncup bunga

Hasi penelitian menunjukkan bahwa setiap tahap perkembangan bunga

terdapat variasi ukuran kuncup bunga antar genotipe yang kemungkinan

disebabkan oleh faktor internal (genotipe) tanaman dan faktor eksternal

(lingkungan). Variasi ukuran kuncup bunga ini akan menyulitkan penetapan

Page 62: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

35

stándar untuk seleksi tanaman donor. Panjang kuncup bunga Dianthus chinensis

untuk donor antera menurut Fu et al. (2008) adalah antara 7,5 - 8 mm. Pada

ukuran kuncup bunga tersebut, tahap serbuk sari adalah uninukleat. Hasil

penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Fu et al. (2008). Apabila dikaitkan

dengan pengamatan serbuk sari setiap tahap pada penelitian ini, tahap uninukleat

dominan dicapai pada ukuran kuncup bunga 1,31-1,5 cm. Hasil ini menunjukkan

bahwa ukuran kuncup bunga kemungkinan dipengaruhi oleh perbedaan genotipe,

umur kuncup, lingkungan tempat tumbuh dan iklim, serta budidaya tanaman,

sehingga ukuran kuncup bunga pada penelitian ini hanya berlaku untuk genotipe

yang sedang diamati.

Perkembangan antera dan serbuk sari

Pengamatan antera dan serbuk sari

Penanda lain yang dapat diamati dan dijadikan sebagai standar adalah

mulai sedikit terbukanya kelopak di bagian ujung kuncup (tahap T3), di mana

pada kondisi itu mulai terjadi perubahan warna antera dari putih menjadi ungu,

dan pada tahap ini, kuncup bunga tidak dapat dijadikan sebagai donor antera,

karena pada tahap ini serbuk sari berada pada tahap dominan binukleat.

Pengamatan ini tidak dilakukan Fu et al. (2000), sehingga hasil penelitian Fu et al.

(2000) berdasarkan ukuran bunga tidak dapat dijadikan acuan. Seleksi tanaman

donor didasarkan pada perubahan warna antera juga dilakukan pada tanaman cabe

yang merupakan penanda morfologi yang penting (Supena 2004).

Penghitungan jumlah serbuk sari dan ukurannya

Penghitungan jumlah serbuk sari dilakukan untuk menentukan kepadatan

antera atau serbuk sari yang harus dikultur. Kepadatan antera dalam kultur akan

menentukan keberhasilan. Antera cenderung untuk melekat satu sama lain

sehingga kepadatan tertentu akan melindungi antera menempel pada dinding

cawan petri pada kultur media cair (Keller 1984; Hoekstra et al. 1993 dan Arnison

et al. 1990). Setiap tanaman akan memiliki kepadatan antera atau serbuk sari

yang berbeda-beda. Pada tanaman Brassica jumlah 6 antera per ml media

merupakan kepadatan yang optimal (Keller 1984), sedang pada tanaman padi

kepadatan antera yang diperlukan adalah 3 antera per ml media. Menurut Huang

et al. (1990) kepadatan kultur serbuk sari pada Brassica napus adalah 3-4 x 104

Page 63: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

36

mikrospora per ml dan pada jagung 6-8 x 104 mikrospora per ml (Gaillard et al.

1991). Kepadatan antera yang sesuai untuk kultur juga tergantung pada kualitas

materi yaitu persentase serbuk sari yang viabel.

Rasio tahap perkembangan serbuk sari

Tahap uninucleate sampai tahap early binucleate pada banyak kasus

merupakan tahap paling responsif untuk menginduksi perubahan serbuk sari dari

perkembangan gametofit (membentuk polen) ke perkembangan sporofit

(membentuk embrio atau kalus) akibat stres lingkungan pada beberapa perlakuan

yang diberikan (Palmer & Keller 2005). Penelitian androgénesis pada tanaman

Dianthus sp sebagian besar regeneran yang diperoleh melalui tahap kalus yang

diaplikasikan pada tahap late uninucleate sampai tahap early binucleate

(Mosquera et al. 1999; Nontaswatsri et al. 2008; Fu et al. 2008). Tahap ini

dikatakan merupakan tahap yang kompeten di mana sel-sel serbuk sari memiliki

respon yang tinggi terhadap induksi stres yang diberikan. Karena pada tahap

uninucleate ini sel serbuk sari mengalami peningkatan síntesis protein dan

berkurangnya laju síntesis DNA serta RNA (Cordewener et al. 1995; Saunders &

Saunders 1988) yang berkorelasi dengan perkembangan embriogenik. Pada tahap

uninucleate akhir sampai tahap awal binucleate perkembangan embriogenik

dimulai dengan pembelahan asimetris pertama yang dengan adanya sinyal yang

berasal dari induksi stres yang diberikan, dirubah menjadi pembelahan simetris.

Jika tahap induksi awal menggunakan tahap biselular sebagai donor awal

perkembangan embriogenik dimulai dengan masuknya kembali ke siklus sel G1

dari vegetatif sel. Pembelahan sporofitik berlanjut untuk membentuk embrio

(Binarova et al. 1997).

Hasil pengamatan antara morfologi kuncup bunga dan tahap

perkembangan serbuk sari dapat digambarkan dalam bentuk grafik hubungan

antara panjang kuncup bunga dengan tahap perkembangan serbuk sari

(Sunderland & Wick 1971). Studi mengenai hubungan antara panjang kuncup

dengan tahap perkembangan serbuk sari sangat penting untuk menentukan tahap

perkembangan polen pada saat akan dilakukan isolasi, karena tidak mungkin

semua antera satu persatu dianalisis sitologis (Sopory & Maheswari 1976).

Walaupun penentuan morfologi kuncup bunga ini bukan merupakan kriteria

utama penentuan materi donor, tetapi kuncup bunga mewakili tahap seleksi awal

tanaman donor.

Page 64: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

37

Uji viabilitas serbuk sari

Viabilitas serbuk sari Dianthus sp pada umumnya rendah. Menurut

Galbally & Galbally (1997) anyelir memiliki viabilitas yang sangat rendah dengan

persentase perkecambahan kurang dari 10%. Pengamatan viabilitas serbuk sari

diperlukan untuk menentukan kepadatan antera dalam kultur. Kepadatan suatu

kultur tergantung dari kualitas materi yaitu persentase serbuk sari yang

embriogenik (Sopory & Munshi 1996). Apabila rata-rata viabilitas 50%, maka

jumlah antera yang harus di tanam dua kali jumlah prediksi optimalnya. Mengacu

pada kepadatan serbuk sari Brassica optimal yaitu 30000 – 40000 per ml (Sopory

& Munshi 1996), maka dengan jumlah serbuk sari per antera rata-rata Dchi-11 ±

30000 (Tabel 2), viabilitas serbuk sari Dchi-11 50%, maka dengan cawan petri

berdiameter 6 cm berisi 5 ml media, jumlah antera Dianthus yang harus ditanam

adalah 10 – 13 antera. Selain itu dengan melihat morfologi atau ciri unik dari

Dianthus chinensis yang memiliki dua inti identik yang diduga merupakan gamet

2n menurut Fu et al. (2008), maka penentuan donor polen untuk kultur antera atau

serbuk sari sangat menentukan karena apabila serbuk sari ini yang berkembang

maka dipastikan tanaman tersebut adalah heterosigot. Hasil pengamatan

menunjukkan bahwa genotipe Dchi-11, Dchi-13 dan Dchi-15 memiliki serbuk

sari berukuran besar, sehingga apabila genotipe ini disertakan, kemungkinan-

kemungkinan di atas harus diantisipasi.

Seleksi tahap perkembangan kuncup bunga pada berbagai media inisiasi padatcair untuk kultur antera

Tahap perkembangan mikrospora sejalan dengan perubahan warna antera.

Pada tahap perkembangan T3 (30% antera ungu muda) pencoklatan mulai

meningkat sejalan dengan makin lanjutnya tahap perkembangan mikrospora.

Pencoklatan kemungkinan terjadi karena adanya akumulasi komponen fenolik

pada eksplan dimana terjadi proses perubahan adaptif bagian tanaman akibat

adanya pengaruh fisik dan biokimia (memar, pengupasan, pemotongan, serangan

penyakit, atau kondisi yang tidak normal), bisa juga merupakan gejala alamiah

dari proses penuaan yang terjadi pada antera.

Menurut Sheeler dan Bianchi (1987), bagian sel tanaman yaitu vakuola

sebagai tempat untuk penyimpanan air dan produk-produk sel khususnya

metabolit sekunder termasuk fenol. Didalam pemotongan jaringan, vakuola

Page 65: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

38

terpotong dan mengeluarkan fenol yang akan bereaksi dengan enzim fenol

oksidase di dalam sitosol sehingga terbentuk kuinon yang menyebabkan warna

coklat dan beracun. Eksplan pada penelitian ini tidak dilakukan pemotongan,

sehingga apabila terjadi pencoklatan kemungkinan berkaitan dengan penggunaan

eksplan tahap perkembangan kuncup yang makin lanjut. Makin lanjut tahap

perkembangan kuncup bunga, pencoklatan makin tinggi. Apabila pencoklatan

bersumber dari hasil pemotongan eksplan, kemungkinan bersumber dari

pemotongan fillamen dari antera.

Perkembangan ovari atau ovul

Anatomi kuncup bunga, ovari dan ovul D. chinensis

Tanaman D. chinensis memiliki ovul yang terbentuk dari satu poros bunga.

Poros bunga menyatu membentuk satu ruangan (loculus) (Gambar 10E). Ovul

melekat pada plasenta yang dihubungkan oleh funikulus. Sel induk mikrospora

dalam ovul akan membelah secara meiosis menghasilkan empat megaspora yang

masing-masing mempunyai set kromosom haploid. Hanya satu megaspora yang

bertahan dan berkembang menjadi kantong embrio, sedangkan tiga yang lain

gugur. Inti dalam kantong embrio mengalami pembelahan tiga kali membentuk

satu inti sel telur, dua inti sel sinergid, tiga inti antipodal dan dua inti polar. Pola

perkembangan megasporogenesis D. chinensis termasuk tipe polygonum (Sniezko

2006). Dua inti pada tahap perkembangan T7 pada Gambar 10F diduga merupakan

hasil pembelahan pertama yang berasal dari satu inti hasil meiosis yang masih

bertahan.

Seleksi tahap perkembangan kuncup bunga untuk kultur ovul atau ovari

Biasanya tahap serbuk sari late-uninucleate merupakan target yang

responsif untuk mengubah gametofitik menjadi sporofitik. Pada ginogenesis

kisaran tahap perkembangan ovul untuk diinduksi sangat lebar. Gametofit jantan

dan betina tanaman Dianthus chinensis tidak masak bersamaan. Pada tanaman bit

gula kuncup bunga diisolasi pada umur 1-3 hari sebelum antesis (Ferrant &

Bouharmont 1994), tanaman bawang merah 3-5 hari sebelum antesis (Martinez et

al. 2000). Pada penelitian ini donor ovul terbaik berasal dari kuncup bunga pada

tahap T7 (umur 10 hari setelah munculnya bunga).

Page 66: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

39

Simpulan

1. Ukuran, bentuk kuncup bunga dan warna antera merupakan indikator waktu

dilakukan pengambilaan donor eksplan.

2. Tahap perkembangan kuncup T2 (LU tertinggi (44,64%), ukuran kuncup

antara 1,31 – 1,50 cm, warna antera putih, umur 5 hari, pencoklatan terendah)

merupakan tahap yang tepat untuk kultur antera.

3. Tahap perkembangan kuncup T7 (ukuran kuncup antara 1,81 – 2.00 cm,

panjang petal 30% lebih panjang dari panjang sepal, umur 10 hari) merupakan

tahap yang tepat untuk kultur ovul dan ovari berdasarkan persentase

terbentuknya kalus dan tipe kalus.

Page 67: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

40

Page 68: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

41

INDUKSI HAPLOID Dianthus chinensis MELALUI

ANDROGENESIS SECARA IN VITRO

Abstrak

Komposisi media mempengaruhi kemampuan antera membentuk kalusdan/atau embrio serta regenerasi tanaman. Pada tanaman Dianthus sp. mediapadat lebih sesuai untuk induksi kalus antera dibandingkan dengan media cair.Tujuan penelitian ialah mendapatkan media yang sesuai untuk pembentukan kalusdan mendapatkan media regenerasi yang sesuai untuk pertumbuhan kalusandrogenik serta mendapatkan tanaman haploid melalui androgenesis. Induksikalus androgenik dilakukan pada empat jenis media yang mengandung mediadasar WT yang berbeda rasio auksin:sitokinin. Delapan jenis media regenerasidiseleksi untuk mendapatkan media yang sesuai untuk regenerasi. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa media padat AD4 (WT + 9,04 µM 2,4-D+ 5,71 µM NAA +2,27 µM TDZ) merupakan media yang paling baik untuk induksi kalus padakultur antera, dengan persentase pembentukan kalus 17,5 %. Media R7 (WT +2,22 µM BAP) merupakan media yang sesuai untuk regenerasi kalus hasil kulturantera Dchi-13 (37,5%) sedang media R11 (WT + 2,22 µM BA + 0,285 µMNAA) merupakan media yang sesuai untuk regenerasi kalus hasil kultur anteraDchi-11 (66,6%). Analisis ploidi hasil kultur antera menunjukkan bahwaregeneran adalah diploid. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwapembentukan kalus pada kultur antera memerlukan auksin (2,4-D) yang lebihtinggi dibanding sitokinin, sebaliknya regenerasi kalus hasil kultur anteramemerlukan sitokinin (BAP) yang lebih tinggi dibanding auksin.

Kata kunci: kultur antera, auksin, sitokinin, induksi kalus, regenerasi

Page 69: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

42

HAPLOID INDUCTION OF Dianthus chinensis

BY IN VITRO ANDROGENESIS

Abstract

Induction of anther callus and regeneration depend on media compositionand physical state. Solid media was preferred for induction anther callus ofDianthus sp. than liquid medium. The aim of ther research was to obtain suitablemedia for callus induction and to obtain suitable regeneration media forandrogenic callus growth and to obtain haploid plants by androgenesis.Androgenic callus induction was observed in four medium containing WT basicmedia supplemented with different auxin : cytokinin ratio. Eight regenerationmedia was selected to obtain appropriate medium for regeneration. The resultshowed that solid media of AD4 (WT + 9,04 µM 2,4-D+ 5,71 µM NAA + 2,27µM TDZ) was the best medium for callusing in anther culture, with 17,5% callusformation. R7 media (WT + 2,22 µM BAP) was suitable media for callusregeneration (37,5%) resulted from Dchi-13 anther culture. R11 media (WT +2,22 µM BAP + 0,285 µM NAA) was suitable media for callus regeneration(66,6%) resulted from Dchi-11 anther culture. Ploidy analysis of anther cultureshowed that regenerant was diploid. In conclusion, callus formation of antherculture need auxin (2,4-D) higher than cytokinin, on the contrary callusregeneration need cytokinin (BAP) higher than auxin.

Key words: anther culture, auxin, cytokinin, callus induction, regeneration.

Page 70: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

43

Pendahuluan

Dianthus chinensis atau lebih dikenal dengan nama Chinese pink, Indian

pink, Japanese pink, Rainbow pink merupakan kerabat Dianthus caryophyllus

yang telah digunakan sebagai materi pemuliaan untuk karakter-karakter unik

seperti ketahanan terhadap penyakit, laju pertumbuhan yang cepat, adaptasi luas,

dan hasil yang tinggi (Tejaswini 2002). Kondisi tanaman hias yang pada

umumnya diperbanyak secara vegetatif dengan konstitusi genetik yang heterosigot

menyulitkan untuk memprediksi hasil persilangan dengan karakter yang

diinginkan. Pembentukan tanaman homosigot pada tanaman yang diperbanyak

secara vegetatif memiliki keuntungan dari segi pemuliaan dan perbenihan. Dari

segi pemuliaan, diperoleh hibrida F1 dengan karakter sesuai dengan yang

diinginkan dan dapat juga diperbanyak secara vegetatif. Dari segi perbenihan,

perdagangan benih dalam bentuk biji hibrida F1 lebih efisien dibandingkan bentuk

stek.

Untuk mendapatkan tanaman homosigot dapat diperoleh melalui kultur

antera yang dikenal dengan androgenesis. Androgenesis merupakan pertumbuhan

sporofitik sel gamet jantan yang terinduksi untuk membentuk embrio.

Perkembangan sel gamet jantan yang normal menghasilkan serbuk sari

(gametofitik) yang mengandung dua sel yaitu sel generatif dan sel vegetatif.

Selanjutnya sel generatif menghasilkan dua sel gamet selama pemasakan serbuk

sari atau selama perkecambahan serbuk sari dalam stigma.

Induksi perkembangan sporofitik hanya mungkin terjadi pada tahap awal

perkembangan ketika sel gamet menunjukkan totipotensinya (Touraev et al.

2001). Androgenesis terjadi jika serbuk sari atau polen diinduksi untuk mengubah

dari lintasan gametofitik menjadi lintasan sporofitik sehingga membentuk embrio.

Perubahan yang terjadi ditujukan pada pembelahan mikrospora (premitotik) yang

membentuk binukleat atau setelah mitosis mikospora (postmitotik), di mana sel

vegetatif atau generatif (atau keduanya) membelah untuk melakukan androgenesis

(Jacquard et al. 2003; Custers et al. 1994).

Banyak faktor mempengaruhi respon androgenik tanaman. Di antara

faktor endogen yang mempengaruhi embriogenesis, selain genotipe ialah tahap

perkembangan serbuk sari yang menentukan keberhasilan androgenesis. Faktor

lain adalah berkaitan dengan kondisi fisiologis selama perkembangan tanaman

donor maupun kondisi pertumbuhan in vitro setiap tahap proses.

Page 71: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

44

Respon androgenik dapat dimodifikasi melalui perlakuan pada tanaman

donor. Praperlakuan pada antera merupakan tahap yang penting. Praperlakuan ini

diberikan dengan menciptakan kondisi stress. Kondisi stress diperlukan untuk

mengubah program gametofitik serbuk sari ke lintasan perkembangan sporofitik,

melalui suatu sinyal, menghasilkan embrio haploid. Reorientasi serbuk sari ini

sering dihasilkan dengan memberikan sinyal dalam bentuk stress seperti suhu

rendah, stress osmotik, pengurangan nutrient (pelaparan atau starvasi), heat-shock,

kombinasi dari berbagai macam stres ini (Asakaviciute 2008).

Suhu rendah merupakan praperlakuan yang paling sering digunakan untuk

androgenesis. Inkubasi suhu rendah pada donor antera dalam kultur menghasilkan

efek rangkap dengan memberikan gangguan mitosis pada serbuk sari untuk

membentuk embrio dan memberikan waktu yang cukup untuk serbuk sari dapat

dilepaskan oleh antera (Mejza et al. 1993). Pada tanaman barley perlakuan yang

umum diberikan ialah penyimpanan tangkai bunga pada 4 oC selama 28 hari, pada

kelembaban relatif yang tinggi dalam kondisi gelap (Huang dan Sunderland

1982). Namun menurut Powel (1988) durasi optimum untuk perlakuan suhu

rendah tergantung pada genotipe. Hasil penelitian Fu et al. (2008) pada Dianthus

chinensis perlakuan suhu rendah memberikan hasil terbentuknya kalus tertinggi

untuk kultivar “Splendor”. Dari beberapa media yang digunakan media MS

dengan rasio auksin : sitokinin tinggi mampu menginduksi kalus androgenik dan

media regenerasi dengan rasio auksin:sitokinin rendah dapat meningkatkan

regenerasi kalus. Media yang dengan penambahan 2,4-Dmenghambat diferensiasi

tunas, sedang penambahan TDZ menyebabkan tunas mengalami vitrifikasi. Media

dengan penambahan BA dan NAA merupakan media terbaik untuk regenerasi

kalus menjadi tunas. Tujuan penelitian adalah mendapatkan media yang sesuai

untuk pembentukan kalus dan mendapatkan media regenerasi yang sesuai untuk

pertumbuhan kalus androgenik serta mendapatkan tanaman haploid melalui

androgenesis.

Bahan dan Metode

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Balai Penelitian

Tanaman Hias dan Laboratorium terkait, pada bulan Maret 2011 - Maret 2012.

Bahan yang digunakan Dianthus chinensis “Dchi-11” dan “Dchi-13” pada tahap

perkembangan kuncup bunga T2 (ukuran 1,31 cm -1,5 cm, warna antera putih,

umur 5 hari setelah inisiasi kuncup) koleksi Balai Penelitian Tanaman Hias.

Page 72: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

45

Dianthus chinensis “Dchi-11” dan “Dchi-13” dipilih karena memiliki viabilitas

serbuk sari tertinggi dari lima tanaman donor lain. Tiga genotipe lain seperti D.

barbatus, D. chinensis “Dchi-12 dan Dchi-15 digunakan untuk verifikasi media

yang telah dihasilkan. Tanaman ditanam di pot ukuran 17 cm dengan media

tanaman campuran humus daun bambu:arang sekam: pupuk kandang = 2:1:1.

Penelitian dibagi dalam dua seri percobaan yaitu (1) induksi kalus androgenik dan

(2) pertumbuhan dan regenerasi kalus.

Prosedur Pelaksanaan

Percobaan 1. Induksi Kalus Androgenik Dianthus chinensis

Media yang digunakan ialah media dasar WT (Winarto et al. 2009,

Winarto et al. 2011) (Lampiran 2). Komposisi media tersebut ialah AD1 = WT +

1,13 µM 2,4-D+ 2,85 µM NAA + 4,54 µM TDZ + 2,22 µM BAP, AD2 = WT +

2,26 µM 2,4-D+ 5,71 µM NAA + 4,54 µM TDZ + 2,22 µM BAP, AD3 = WT +

4,52 µM 2,4-D+ 5,71 µM NAA + 2,27 µM TDZ + 2,22 µM BAP dan AD4 = WT

+ 9,04 µM 2,4-D+ 5,71 µM NAA + 2,27 µM TDZ

Bahan pemadat menggunakan Phytagel sebanyak 2,8 g L-1 dan sukrosa 30

g/l dengan pH 5,8. Percobaan disusun secara faktorial diulang 3 kali. Faktor

pertama ialah dua genotipe Dchi-11 dan Dchi-13, dan faktor kedua ialah

komposisi media. Sebelum ditanam kuncup bunga disimpan pada suhu 4 oC

selama 1 hari. Jumlah antera setiap botol kultur adalah 5. Kultur diinkubasi pada

kondisi gelap suhu 4 oC selama 7 hari dilanjutkan dengan suhu 25 oC selama 4

minggu. Setelah itu kultur dipindahkan pada inkubasi terang dengan lama

penyinaran 16 jam di bawah lampu fluoresen (13 µmol.m-2.s-1) hingga kalus

terbentuk. Pembentukan kalus diamati setelah 1 – 2 bulan. Peubah yang diamati

ialah (1) jumlah antera membentuk kalus atau embrio dan (2) tipe kalus. Media

yang terbaik kemudian dilakukan verifikasi menggunakan genotipe lain yaitu

Dianthus barbatus, Dianthus chinensis Dchi-12 dan Dianthus chinensis Dchi-15.

Analisis data

Data pengamatan dianalisis menggunakan analisis varian (ANOVA)

dengan program SAS Release window 9.1. Jika terdapat pengaruh nyata dari

perlakuan maka dilakukan uji lanjut menggunakan uji jarak berganda Duncan

pada taraf kepercayaan 5%.

Page 73: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

46

Percobaan 2. Pertumbuhan dan regenerasi kalus hasil kultur anteraDianthus chinensis

Penggunaan berbagai media regenerasi yang diaplikasikan pada kalus hasil

percobaan 1. Media regenerasi yang diaplikasikan menggunakan media dasar WT

dengan 8 macam kombinasi, yaitu: R6 = WT + 1,11 µM BAP; R7 = WT + 2,22

µM BAP; R8 = WT + 0,444 µM BAP; R9 = WT + 0,222 µM BAP; R10 = WT +

1,11 µM BAP + 0,285 µM NAA; R11 = WT + 2,22 µM BAP + 0,285 µM NAA;

R12 = WT + 0,444 µM BAP + 0,285 µM NAA dan R13 = WT + 0,222 µM BAP

+ 0,285 µM NAA dengan penambahan 30 g L-1 sukrosa pada pH 5,8. Peubah

yang diamati ialah (1) jumlah kalus yang beregenerasi, dan (2) saat/lama

regenerasi.

Analisis ploidi

Bahan yang digunakan dalam analisis ploidi adalah hasil regenerasi

percobaan 2. Analisis ini dilakukan di Pusat Penelitian Biologi LIPI, Cibinong

menggunakan alat CyFlow® space (Partec GmbH) yang dilengkapi dengan

diode pumped solid-state laser (20 mW) pada panjang gelombang 488 nm and

laser diode pada panjang gelombang 638 nm (25 mW). Potongan daun (0.5 cm2)

dicacah menggunakan silet di dalam cawan petri yang berisi 500 µl buffer

ekstraksi. Setelah 30 – 90 detik buffer ekstraksi disaring menggunakan Partec 50

µl CellTrics filter. Pewarnaan menggunakan PI (Propidium Iodide) dan Rnase (2

ml), selanjutnya diinkubasi selama 30 – 60 menit sebelum dianalisis dalam flow

cytometry. Sebagai kontrol (diploid) digunakan daun muda dari Dianthus

chinensis Dchi-11.

Hasil

Percobaan 1. Induksi kalus androgenik Dianthus chinensis

Pembentukan kalus pada antera dimulai dengan membesarnya ukuran

antera, diikuti dengan pecahnya kotak antera di daerah stomium (Gambar 11).

Selain itu juga terjadi perubahan warna antera menjadi coklat (Gambar 11A) atau

ungu (Gambar 11B). Pada kondisi antera berada pada jalur terbentuknya polen

yang masak, pada umumnya berubah menjadi warna ungu. Perubahan warna

antera diduga karena aktifitas etilen. Selanjutnya pada stomium akan terjadi

Page 74: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

47

diferensiasi akibat respon terhadap komponen media dan hormon (Gambar 11C).

Sel kompeten ini akan berubah menjadi meristematik yang aktif membelah.

Antera yang tidak mampu membelah akan berwarna coklat tua sampai kehitaman

(Gambar 11D).

Gambar 11. Perkembangan pembentukan kalus pada antera Dianthus chinensis.(A) Antera membesar dan dinding antera merekah, (B) dindingantera warna ungu yang merekah, (C) rekahan dinding antera mulaimembentuk kalus pada minggu ke 3, (D) antera yang tidak responsifakan kisut berwarna coklat kehitaman, (E) kalus 30 hari setelahinisiasi, (F) kalus 45 hari setelah inisiasi, (G) kalus 3 bulan setelahinisiasi. Panah merah = antera yang tidak respon, panah putih =antera yang merekah, panah hijau = antera mati berwarna coklatkehitaman. Bar = 1 mm

Komposisi media dan genotipe memberikan pengaruh yang sangat nyata

terhadap pertumbuhan antera, namun interaksi antara media dan genotipe tidak

berpengaruh nyata. Respon pertumbuhan yang baik umumnya ditandai dengan

kondisi antera yang tetap segar dan inisiasi kalus pada daerah belahan antera,

meskipun sebagian besar mati akibat pencoklatan (Gambar 10D). Antera yang

tetap segar memiliki peluang terinduksi membentuk kalus, meskipun tidak setiap

antera yang segar dapat membentuk kalus. Kalus terus tumbuh dan berkembang

dan terlihat jelas 1 bulan setelah inisiasi (Gambar 10E) dan 3 bulan setelah inisiasi

(Gambar 10G).

Hasil analisis data tidak terdapat interaksi antara genotipe dengan media.

Persentase pembentukan kalus genotipe Dchi-13 lebih tinggi, tetapi lebih lambat

dalam membentuk kalus dibandingkan genotipe Dchi-11 (Tabel 6). Dchi-13

A B C D

GFE

47

diferensiasi akibat respon terhadap komponen media dan hormon (Gambar 11C).

Sel kompeten ini akan berubah menjadi meristematik yang aktif membelah.

Antera yang tidak mampu membelah akan berwarna coklat tua sampai kehitaman

(Gambar 11D).

Gambar 11. Perkembangan pembentukan kalus pada antera Dianthus chinensis.(A) Antera membesar dan dinding antera merekah, (B) dindingantera warna ungu yang merekah, (C) rekahan dinding antera mulaimembentuk kalus pada minggu ke 3, (D) antera yang tidak responsifakan kisut berwarna coklat kehitaman, (E) kalus 30 hari setelahinisiasi, (F) kalus 45 hari setelah inisiasi, (G) kalus 3 bulan setelahinisiasi. Panah merah = antera yang tidak respon, panah putih =antera yang merekah, panah hijau = antera mati berwarna coklatkehitaman. Bar = 1 mm

Komposisi media dan genotipe memberikan pengaruh yang sangat nyata

terhadap pertumbuhan antera, namun interaksi antara media dan genotipe tidak

berpengaruh nyata. Respon pertumbuhan yang baik umumnya ditandai dengan

kondisi antera yang tetap segar dan inisiasi kalus pada daerah belahan antera,

meskipun sebagian besar mati akibat pencoklatan (Gambar 10D). Antera yang

tetap segar memiliki peluang terinduksi membentuk kalus, meskipun tidak setiap

antera yang segar dapat membentuk kalus. Kalus terus tumbuh dan berkembang

dan terlihat jelas 1 bulan setelah inisiasi (Gambar 10E) dan 3 bulan setelah inisiasi

(Gambar 10G).

Hasil analisis data tidak terdapat interaksi antara genotipe dengan media.

Persentase pembentukan kalus genotipe Dchi-13 lebih tinggi, tetapi lebih lambat

dalam membentuk kalus dibandingkan genotipe Dchi-11 (Tabel 6). Dchi-13

A B C D

GFE

47

diferensiasi akibat respon terhadap komponen media dan hormon (Gambar 11C).

Sel kompeten ini akan berubah menjadi meristematik yang aktif membelah.

Antera yang tidak mampu membelah akan berwarna coklat tua sampai kehitaman

(Gambar 11D).

Gambar 11. Perkembangan pembentukan kalus pada antera Dianthus chinensis.(A) Antera membesar dan dinding antera merekah, (B) dindingantera warna ungu yang merekah, (C) rekahan dinding antera mulaimembentuk kalus pada minggu ke 3, (D) antera yang tidak responsifakan kisut berwarna coklat kehitaman, (E) kalus 30 hari setelahinisiasi, (F) kalus 45 hari setelah inisiasi, (G) kalus 3 bulan setelahinisiasi. Panah merah = antera yang tidak respon, panah putih =antera yang merekah, panah hijau = antera mati berwarna coklatkehitaman. Bar = 1 mm

Komposisi media dan genotipe memberikan pengaruh yang sangat nyata

terhadap pertumbuhan antera, namun interaksi antara media dan genotipe tidak

berpengaruh nyata. Respon pertumbuhan yang baik umumnya ditandai dengan

kondisi antera yang tetap segar dan inisiasi kalus pada daerah belahan antera,

meskipun sebagian besar mati akibat pencoklatan (Gambar 10D). Antera yang

tetap segar memiliki peluang terinduksi membentuk kalus, meskipun tidak setiap

antera yang segar dapat membentuk kalus. Kalus terus tumbuh dan berkembang

dan terlihat jelas 1 bulan setelah inisiasi (Gambar 10E) dan 3 bulan setelah inisiasi

(Gambar 10G).

Hasil analisis data tidak terdapat interaksi antara genotipe dengan media.

Persentase pembentukan kalus genotipe Dchi-13 lebih tinggi, tetapi lebih lambat

dalam membentuk kalus dibandingkan genotipe Dchi-11 (Tabel 6). Dchi-13

A B C D

GFE

Page 75: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

48

menghasilkan kalus lebih banyak dan berbeda secara signifikan (P<0.05)

dibandingkan dengan Dchi-11. Dari Tabel 7 tersebut jelas terlihat bahwa genotipe

donor merupakan faktor kunci keberhasilan pembentukan kalus.

Table 7. Respon dua genotipe D. chinensis (rataan persentase terbentuknya kalusdan waktu terbentuknya kalus) pada media induksi kalus

Genotipe Persentase anteramembentuk kalus (%)

Waktu terbentuknyakalus (hari)

Dchi-11 2,50 b 19,50Dchi-13 18,75 a 31,88

Keterangan: Angka rataan yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yangsama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji wilayahberganda Duncan pada taraf kepercayaan 5%.

Media AD4 merupakan media dasar yang paling potensial untuk kultur

antera Dianthus chinensis. Komposisi media tersebut mampu menginduksi

persentase antera tertinggi membentuk kalus (17,50%) dibandingkan media yang

lain walaupun dengan media AD1 dan AD3 tidak berbeda nyata (Tabel 8).

Kesesuaian kombinasi dan konsentrasi hormon diduga juga mempengaruhi

komposisi media dasar dalam pembentukan kalus. Kombinasi antara 9,04 µM 2,4-

D+ 2,27 µM TDZ + 5,71 µM NAA pada media dasar WT (AD4) sesuai untuk

pembentukan kalus D. chinensis. Kombinasi antara 2,26 µM 2,4-D+ 4,54 µM

TDZ + 2,22 µM BAP + 5,71 µM NAA pada media dasar WT (AD2) paling

sedikit membentuk kalus.

Tabel 8. Pengaruh media terhadap persentase antera membentuk kalus dan waktuterbentuknya kalus pada genotype D. chinensis

Media Persentase anteramembentuk kalus (%)

Waktu mulaiterbentuknya kalus (hari)

AD1 10,0 ab 36,0AD2 5,0 b 38,0AD3 10,0 ab 25,0AD4 17,5 a 28,5

Keterangan: Angka rataan yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yangsama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji wilayahberganda Duncan pada taraf kepercayaan 5%. AD1 = WT + 1,13 µM2,4-D+ 2,85 µM NAA + 4,54 µM TDZ + 2,22 µM BAP, AD2 = WT+ 2,26 µM 2,4-D+ 5,71 µM NAA + 4,54 µM TDZ + 2,22 µM BAP,AD3 = WT + 4,52 µM 2,4-D+ 5,71 µM NAA + 2,27 µM TDZ +2,22 µM BAP dan AD4 = WT + 9,04 µM 2,4-D+ 5,71 µM NAA +2,27 µM TDZ

Waktu mulai terbentuknya kalus pada semua media berkisar antara 25

sampai 38 hari setelah induksi (Tabel 7). Waktu terbentuknya kalus tercepat

adalah genotipe yang di tanaman pada media AD4 yaitu 25 hari setelah induksi.

Page 76: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

49

Media AD4 yang merupakan media terbaik selanjutnya digunakan untuk

verifikasi dan diaplikasikan pada genotipe lain (Dianthus barbatus, Dianthus

chinensis Dchi-12 dan Dchi-15). Verifikasi media dilakukan pada genotipe-

genotipe ini karena pada saat perlakuan genotipe-genotipe ini belum berbunga.

Hasil yang diperoleh hanya genotipe Dchi-12 dan Dchi-15 yang dapat membentuk

kalus (Gambar 12). Hasil ini menunjukkan bahwa setiap genotipe membutuhkan

media yang spesifik. Pada umumnya kalus terbentuk 3 - 4 minggu setelah kultur.

Gambar 12. Verifikasi media AD4 kultur antera (A) Dianthus barbatus, (B)Dianthus chinensis Dchi-12 dan (C) Dianthus chinensis Dchi-15.Bar = 1 mm

Percobaan 2. Pertumbuhan dan regenerasi kalus hasil kultur anteraDianthus sp.

Regenerasi kalus menggunakan media dasar yang sama dengan media

induksi kalus, tetapi dengan mengurangi konsentrasi auksin dan sitokinin. Dari

delapan media regenerasi yang diuji hanya media R7 dan R11 yang sesuai untuk

regenerasi (Tabel 9). Eksplan Dchi-13-148-3 dengan media induksi awal AD3

(Gambar 13A), eksplan mampu beregenerasi pada media R7, sedangkan eksplan

Dchi-11-171-4 dengan media induksi awal AD4 (Gambar 13B), eksplan mampu

beregenerasi pada media R11. Pada pembentukan kalus dan regenerasi genotipe

Dchi-13 lebih tinggi dibandingkan dengan Dchi-11. Media regenerasi lain seperti

R6, R8, R9, R10, R12 dan R13 menghambat diferensiasi tunas (Gambar 13C).

Pemberian 0,285 µM NAA dan 2,22 µM BAP pada media R11 mampu

meningkatkan persentase kalus yang beregenerasi dibandingkan media R7 yang

hanya berisi 2,22 µM BAP.

Kalus yang mampu beregenerasi, satu bulan berikutnya disubkultur ke

media MS tanpa zat pengatur tumbuh. Pertumbuhan selanjutnya regeneran

mampu memperbanyak diri pada media tersebut, tetapi semua kalus terinduksi

bunga prematur. Bentuk kuncup bunga juga tidak normal, petal tidak

berkembang, tanpa daun, dan ukuran kecil (1 – 1,5 cm) (Gambar 13D dan E).

A B C

49

Media AD4 yang merupakan media terbaik selanjutnya digunakan untuk

verifikasi dan diaplikasikan pada genotipe lain (Dianthus barbatus, Dianthus

chinensis Dchi-12 dan Dchi-15). Verifikasi media dilakukan pada genotipe-

genotipe ini karena pada saat perlakuan genotipe-genotipe ini belum berbunga.

Hasil yang diperoleh hanya genotipe Dchi-12 dan Dchi-15 yang dapat membentuk

kalus (Gambar 12). Hasil ini menunjukkan bahwa setiap genotipe membutuhkan

media yang spesifik. Pada umumnya kalus terbentuk 3 - 4 minggu setelah kultur.

Gambar 12. Verifikasi media AD4 kultur antera (A) Dianthus barbatus, (B)Dianthus chinensis Dchi-12 dan (C) Dianthus chinensis Dchi-15.Bar = 1 mm

Percobaan 2. Pertumbuhan dan regenerasi kalus hasil kultur anteraDianthus sp.

Regenerasi kalus menggunakan media dasar yang sama dengan media

induksi kalus, tetapi dengan mengurangi konsentrasi auksin dan sitokinin. Dari

delapan media regenerasi yang diuji hanya media R7 dan R11 yang sesuai untuk

regenerasi (Tabel 9). Eksplan Dchi-13-148-3 dengan media induksi awal AD3

(Gambar 13A), eksplan mampu beregenerasi pada media R7, sedangkan eksplan

Dchi-11-171-4 dengan media induksi awal AD4 (Gambar 13B), eksplan mampu

beregenerasi pada media R11. Pada pembentukan kalus dan regenerasi genotipe

Dchi-13 lebih tinggi dibandingkan dengan Dchi-11. Media regenerasi lain seperti

R6, R8, R9, R10, R12 dan R13 menghambat diferensiasi tunas (Gambar 13C).

Pemberian 0,285 µM NAA dan 2,22 µM BAP pada media R11 mampu

meningkatkan persentase kalus yang beregenerasi dibandingkan media R7 yang

hanya berisi 2,22 µM BAP.

Kalus yang mampu beregenerasi, satu bulan berikutnya disubkultur ke

media MS tanpa zat pengatur tumbuh. Pertumbuhan selanjutnya regeneran

mampu memperbanyak diri pada media tersebut, tetapi semua kalus terinduksi

bunga prematur. Bentuk kuncup bunga juga tidak normal, petal tidak

berkembang, tanpa daun, dan ukuran kecil (1 – 1,5 cm) (Gambar 13D dan E).

A B C

49

Media AD4 yang merupakan media terbaik selanjutnya digunakan untuk

verifikasi dan diaplikasikan pada genotipe lain (Dianthus barbatus, Dianthus

chinensis Dchi-12 dan Dchi-15). Verifikasi media dilakukan pada genotipe-

genotipe ini karena pada saat perlakuan genotipe-genotipe ini belum berbunga.

Hasil yang diperoleh hanya genotipe Dchi-12 dan Dchi-15 yang dapat membentuk

kalus (Gambar 12). Hasil ini menunjukkan bahwa setiap genotipe membutuhkan

media yang spesifik. Pada umumnya kalus terbentuk 3 - 4 minggu setelah kultur.

Gambar 12. Verifikasi media AD4 kultur antera (A) Dianthus barbatus, (B)Dianthus chinensis Dchi-12 dan (C) Dianthus chinensis Dchi-15.Bar = 1 mm

Percobaan 2. Pertumbuhan dan regenerasi kalus hasil kultur anteraDianthus sp.

Regenerasi kalus menggunakan media dasar yang sama dengan media

induksi kalus, tetapi dengan mengurangi konsentrasi auksin dan sitokinin. Dari

delapan media regenerasi yang diuji hanya media R7 dan R11 yang sesuai untuk

regenerasi (Tabel 9). Eksplan Dchi-13-148-3 dengan media induksi awal AD3

(Gambar 13A), eksplan mampu beregenerasi pada media R7, sedangkan eksplan

Dchi-11-171-4 dengan media induksi awal AD4 (Gambar 13B), eksplan mampu

beregenerasi pada media R11. Pada pembentukan kalus dan regenerasi genotipe

Dchi-13 lebih tinggi dibandingkan dengan Dchi-11. Media regenerasi lain seperti

R6, R8, R9, R10, R12 dan R13 menghambat diferensiasi tunas (Gambar 13C).

Pemberian 0,285 µM NAA dan 2,22 µM BAP pada media R11 mampu

meningkatkan persentase kalus yang beregenerasi dibandingkan media R7 yang

hanya berisi 2,22 µM BAP.

Kalus yang mampu beregenerasi, satu bulan berikutnya disubkultur ke

media MS tanpa zat pengatur tumbuh. Pertumbuhan selanjutnya regeneran

mampu memperbanyak diri pada media tersebut, tetapi semua kalus terinduksi

bunga prematur. Bentuk kuncup bunga juga tidak normal, petal tidak

berkembang, tanpa daun, dan ukuran kecil (1 – 1,5 cm) (Gambar 13D dan E).

A B C

Page 77: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

50

Tabel 9. Jumlah massa kalus yang diregenerasi, jumlah kalus dan persen kalusyang beregenerasi pada dua genotype, berdasarkan media asal dan mediaregenerasi

Genotipe Mediaasal

Mediaregenerasi

jumlah massakalus yang

diregenerasi

Jumlah kalus yangberegenerasi

% kalusberegenerasi*

Dchi-13 AD3 R6 3 0 0Dchi-11 AD3 R6 2 0 0Dchi-11 AD4 R6 3 0 0Dchi-11 AD4 R7 2 0 0Dchi-13 AD1 R7 2 0 0Dchi-13 AD3 R7 3 3 37.5Dchi-13 AD4 R7 3 0 0Dchi-13 AD1 R8 2 0 0Dchi-13 AD4 R8 2 0 0Dchi-13 AD1 R9 5 0 0Dchi-13 AD4 R9 2 0 0Dchi-11 AD4 R10 3 0 0Dchi-13 AD3 R10 7 0 0Dchi-13 AD4 R10 3 0 0Dchi-11 AD4 R11 3 2 66.6Dchi-13 AD3 R11 2 0 0Dchi-13 AD4 R11 3 0 0Dchi-11 AD1 R12 2 0 0Dchi-13 AD3 R12 2 0 0Dchi-13 AD4 R12 3 0 0Dchi-13 AD3 R13 2 0 0Dchi-13 AD4 R13 2 0 0

Keterangan: *) Dihitung dari jumlah kalus yang beregenerasi per jumlah total kalus yangdiregenerasikan pada media regenerasi yang sama, dan genotipe yangsama. AD1 = WT + 1,13 µM 2,4-D+ 2,85 µM NAA + 4,54 µM TDZ +2,22 µM BAP, AD3 = WT + 4,52 µM 2,4-D+ 5,71 µM NAA + 2,27 µMTDZ + 2,22 µM BAP dan AD4 = WT + 9,04 µM 2,4-D+ 5,71 µM NAA+ 2,27 µM TDZ.

Gambar 13. Regenerasi kalus hasil kultur antera. (A) Genotipe Dchi-13-148-3,(B) Genotipe Dchi-11-171-4, (C) Genotipe Dchi-13-186-3, (D danE) Regenerasi kalus menjadi kuncup bunga prematur (tanda panah).Bar = 0,5 cm

A B C

D E

A

50

Tabel 9. Jumlah massa kalus yang diregenerasi, jumlah kalus dan persen kalusyang beregenerasi pada dua genotype, berdasarkan media asal dan mediaregenerasi

Genotipe Mediaasal

Mediaregenerasi

jumlah massakalus yang

diregenerasi

Jumlah kalus yangberegenerasi

% kalusberegenerasi*

Dchi-13 AD3 R6 3 0 0Dchi-11 AD3 R6 2 0 0Dchi-11 AD4 R6 3 0 0Dchi-11 AD4 R7 2 0 0Dchi-13 AD1 R7 2 0 0Dchi-13 AD3 R7 3 3 37.5Dchi-13 AD4 R7 3 0 0Dchi-13 AD1 R8 2 0 0Dchi-13 AD4 R8 2 0 0Dchi-13 AD1 R9 5 0 0Dchi-13 AD4 R9 2 0 0Dchi-11 AD4 R10 3 0 0Dchi-13 AD3 R10 7 0 0Dchi-13 AD4 R10 3 0 0Dchi-11 AD4 R11 3 2 66.6Dchi-13 AD3 R11 2 0 0Dchi-13 AD4 R11 3 0 0Dchi-11 AD1 R12 2 0 0Dchi-13 AD3 R12 2 0 0Dchi-13 AD4 R12 3 0 0Dchi-13 AD3 R13 2 0 0Dchi-13 AD4 R13 2 0 0

Keterangan: *) Dihitung dari jumlah kalus yang beregenerasi per jumlah total kalus yangdiregenerasikan pada media regenerasi yang sama, dan genotipe yangsama. AD1 = WT + 1,13 µM 2,4-D+ 2,85 µM NAA + 4,54 µM TDZ +2,22 µM BAP, AD3 = WT + 4,52 µM 2,4-D+ 5,71 µM NAA + 2,27 µMTDZ + 2,22 µM BAP dan AD4 = WT + 9,04 µM 2,4-D+ 5,71 µM NAA+ 2,27 µM TDZ.

Gambar 13. Regenerasi kalus hasil kultur antera. (A) Genotipe Dchi-13-148-3,(B) Genotipe Dchi-11-171-4, (C) Genotipe Dchi-13-186-3, (D danE) Regenerasi kalus menjadi kuncup bunga prematur (tanda panah).Bar = 0,5 cm

A B C

D E

A

50

Tabel 9. Jumlah massa kalus yang diregenerasi, jumlah kalus dan persen kalusyang beregenerasi pada dua genotype, berdasarkan media asal dan mediaregenerasi

Genotipe Mediaasal

Mediaregenerasi

jumlah massakalus yang

diregenerasi

Jumlah kalus yangberegenerasi

% kalusberegenerasi*

Dchi-13 AD3 R6 3 0 0Dchi-11 AD3 R6 2 0 0Dchi-11 AD4 R6 3 0 0Dchi-11 AD4 R7 2 0 0Dchi-13 AD1 R7 2 0 0Dchi-13 AD3 R7 3 3 37.5Dchi-13 AD4 R7 3 0 0Dchi-13 AD1 R8 2 0 0Dchi-13 AD4 R8 2 0 0Dchi-13 AD1 R9 5 0 0Dchi-13 AD4 R9 2 0 0Dchi-11 AD4 R10 3 0 0Dchi-13 AD3 R10 7 0 0Dchi-13 AD4 R10 3 0 0Dchi-11 AD4 R11 3 2 66.6Dchi-13 AD3 R11 2 0 0Dchi-13 AD4 R11 3 0 0Dchi-11 AD1 R12 2 0 0Dchi-13 AD3 R12 2 0 0Dchi-13 AD4 R12 3 0 0Dchi-13 AD3 R13 2 0 0Dchi-13 AD4 R13 2 0 0

Keterangan: *) Dihitung dari jumlah kalus yang beregenerasi per jumlah total kalus yangdiregenerasikan pada media regenerasi yang sama, dan genotipe yangsama. AD1 = WT + 1,13 µM 2,4-D+ 2,85 µM NAA + 4,54 µM TDZ +2,22 µM BAP, AD3 = WT + 4,52 µM 2,4-D+ 5,71 µM NAA + 2,27 µMTDZ + 2,22 µM BAP dan AD4 = WT + 9,04 µM 2,4-D+ 5,71 µM NAA+ 2,27 µM TDZ.

Gambar 13. Regenerasi kalus hasil kultur antera. (A) Genotipe Dchi-13-148-3,(B) Genotipe Dchi-11-171-4, (C) Genotipe Dchi-13-186-3, (D danE) Regenerasi kalus menjadi kuncup bunga prematur (tanda panah).Bar = 0,5 cm

A B C

D E

A

Page 78: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

51

Analisis ploidi

Analisis ploidi dilakukan pada sampel kalus yang telah beregenerasi,

karena kondisi regeneran tidak mampu untuk mendapatkan planlet normal.

Tanaman kontrol diploid untuk analisis ploidi dengan flow cytometer berasal dari

Dchi-11. Sebagian kalus dari tanaman donor dan daun dari tanaman kontrol

diploid diambil sampelnya kemudian dianalisis dengan flow cytometer. Hasil

analisis dengan flow cytometer diperoleh bahwa dua regeneran (Dchi-13-148-3

dan Dchi-11-171-4) tersebut memiliki level ploidi sama dengan tanaman kontrol

(Gambar 14). Kalus dari tanaman donor disajikan dalam bentuk puncak DNA G1

pada channel 200 (Gambar 14A), yang ditetapkan sebagai standar 2C untuk sel

diploid bersama dengan puncak kecil pada channel 400 sebagai karakteristik dari

puncak G2.

Gambar 14. Histogram DNA hasil analisis flow cytometer: (A) Tanaman kontroldiploid D-chi11/Dchi-11; (B) Regeneran hasil kultur antera Dchi-13-148-3 dan (C) Regeneran hasil kultur antera Dchi-11-171-4.

File: Anyelir Kontrol Date: 17-02-2012 Time: 09:12:43 Particles: 7401 Acq.-Time: 254 s

0 200 400 600 800 10000

40

80

120

160

200

FL1 -

coun

ts

0 200 400 600 800 10000

40

80

120

160

200

FL1 -

coun

ts

partec CyFlow

File: Anyelir 148 Date: 17-02-2012 Time: 10:25:55 Particles: 8528 Acq.-Time: 84 s

0 200 400 600 800 10000

80

160

240

320

400

FL1 -

coun

ts

0 200 400 600 800 10000

80

160

240

320

400

FL1 -

coun

ts

partec CyFlow

File: Anyelir 171 Date: 17-02-2012 Time: 10:01:05 Particles: 25621 Acq.-Time: 251 s

0 200 400 600 800 10000

160

320

480

640

800

FL1 -

coun

ts

0 200 400 600 800 10000

160

320

480

640

800

FL1 -

coun

ts

partec CyFlow

A

B

C

2C

2C

2C

4C

4C

4C 8C

Page 79: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

52

Analisis ploidi tanaman donor ini hanya dilakukan satu sampel saja.

Sampel yang akurat biasanya menggunakan daun. Pada umumnya apabila kalus

digunakan sebagai sampel, akan terdapat kemungkinan bentuk mixoploid akan

muncul. Walaupun terdapat kemungkinan mixoploid (Gambar 14C), tetapi pada

umumnya sampel kalus akan berada pada channel 200 (fase G1) dan 400 (fase

G2) atau bentuk diploid. Analisis ploidi dilakukan menggunakan sampel kalus

karena eksplan mengalami perubahan fase generatif prematur. Analisis sitologi

dengan melihat jumlah kromosom sulit dilakukan karena sel terlalu kecil untuk

dideteksi jumlah kromosomnya.

Pembahasan

Percobaan 1. Induksi kalus androgenik Dianthus chinensis

Penggunaan media dasar WT dipilih berdasarkan hasil uji pendahuluan

setelah penggunaan media dasar MS tidak menghasilkan kalus. Media dasar WT

yang merupakan modifikasi media MMS yang memiliki komposisi elemen makro

dan mikro yang lebih kecil konsentrasinya dibandingkan media dasar MS. Media

ini merupakan media kultur antera Anthurium sp. yang paling baik untuk

pembentukan kalus (Winarto 2009). Komposisi media dasar WT terdapat

penambahan unsur NaH2PO4.H2O dan rasio NH4+: NO3

- = 1: 2,21. Vitamin hanya

terdiri atas myo-inositol dan thiamin, di mana myo-inositol lebih tinggi dari MS

dan thiamin setengah dari media MS. Kombinasi komposisi media dan

konsentrasi hormon yang sesuai diduga juga mempengaruhi komposisi media

dasar dalam pembentukan kalus antera Dianthus chinensis.

Media AD1 memiliki rasio auksin:sitokinin 0,6:1, AD2 memiliki rasio

auksin:sitokinin 1,18:1 lebih tinggi dari AD1. Media AD3 memiliki rasio

auksin:sitokinin 2,28:1 dan AD4 memiliki rasio auksin:sitokinin tertinggi yaitu

6,5:1. Media AD4 menambah konsentrasi 2,4-D dua kali lipat, tetapi mengurangi

hormon BAP. Ekplan yang ditanam pada media dasar WT yang mengandung 9,04

µM 2,4-D, 5,71 µM NAA, dan 2,27 µM TDZ (media AD4) menghasilkan

persentase terbentuknya kalus tertinggi. Hasil ini menunjukkan bahwa induksi

kalus Dianthus chinensis memerlukan rasio auksin:sitokinin yang tinggi. Hasil

yang sama juga terjadi pada penelitian Fu et al. (2008) dan Pareek dan Kothari

(2003) pada 3 species Dianthus sp. yaitu D. caryophyllus, barbatus dan chienesis,

di mana rasio auksin:sitokinin yang tinggi (10,3:1) diperlukan dalam

Page 80: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

53

pembentukan kalus yang embriogenik. Hasil yang sama juga diperoleh Ammirato

(1997) dan Frey et al. (1992), yang menggunakan 2,4-D untuk menginduksi kalus

embriogenik pada anyelir. 2,4-D merupakan zat pengatur tumbuh kelompok

auksin yang umum digunakan untuk menginduksi kalus dalam kondisi gelap. 2,4-

D mudah diserap sel tanaman, tidak mudah terurai, berfungsi sebagai auksin yang

kuat dan mampu mendorong aktivitas morfogenesis (Terzi &Loschiavo 1990).

Percobaan 2. Pertumbuhan dan regenerasi kalus hasil kultur anteraDianthus chinensis.

Dchi-13 dapat membentuk kalus pada media WT + 4,52 µM 2,4-D+ 5,71

µM NAA + 2,27 µM TDZ + 2,22 µM BAP dan beregenerasi pada media WT +

2,22 µM BAP, sedangkan Dchi-11 dapat membentuk kalus pada media WT +

9,04 µM 2,4-D+ 5,71 µM NAA + 2,27 µM TDZ dan beregenerasi pada media

WT + 2,22 µM BAP + 0,285 µM NAA. Aplikasi ZPT ke dalam media kultur

berperan dalam pembentukan, pertumbuhan dan regenerasi kalus. Pemberian

konsentrasi ZPT yang tinggi umumnya diperlukan untuk proses morfogenesis

awal dan digunakan untuk dediferensiasi serta pembentukan sel-sel meristematik.

Peran ZPT akan menurun setelah sel aktif membelah. Pada tahap ini kalus akan

teregenerasi menjadi dua kelompok sel yaitu sel meristematik dan non

meristematik sel (George et al. 2007).

Waktu regenerasi dua kalus Dchi-13-148-3 dan Dchi-11-171-4 sama yaitu

8 minggu setelah sub kultur pada media regenerasi. Saat pembentukan kalus rasio

auksin lebih tinggi (>2,28:1 ) pada media induksi kalus AD3 dan AD4, sebaliknya

pada saat regenerasi, media regenerasi yang memiliki rasio auksin:sitokinin

rendah (0,13:1) pada media regenerasi R11 memberikan respon yang positif.

Rasio auksin:sitokinin rendah inilah yang diduga berpengaruh terhadap aktivitas

pembelahan sel, pertumbuhan dan perkembangan tunas. Media regenerasi R11

menghasilkan persen regenerasi kalus yang lebih tinggi dibandingkan dengan R7

pada genotipe yang sama (Tabel 8). Media regenerasi R11 sesuai untuk genotipe

Dchi-11 dan media regenerasi R7 sesuai untuk genotipe Dchi-13. Media

regenerasi R7 hanya mengandung zat pengatur tumbuh sitokinin saja yaitu 22,2

µM BAP, sementara media regenerasi R11 mengandung sitokinin 22,2 µM BAP

dan auksin 0,285 µM NAA. Ini berarti kehadiran sedikit auksin dalam media akan

memberikan hasil yang maksimal. Hasil ini sama dengan yang diperoleh Fu et al.

(2008) yang hanya menggunakan BAP dan NAA untuk diferensiasi menjadi

Page 81: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

54

tunas. Penggunaan 2,4-Datau TDZ pada kalus hasil kultur antera Dianthus

chinensis akan menghambat diferensiasi kalus menjadi tunas.

Analisis ploidi

Analisis ploidi menggunakan flow cytometer merupakan metode yang

sesuai apabila analisis ploidi dengan penghitungan kromosom sulit dilakukan.

Pada penelitian ini masing-masing regeneran hanya diambil satu sampel kultur

untuk analisis, sehingga hasil akhir yang diperoleh belum mewakili kondisi

keseluruhan yang sebenarnya. Sampai saat ini regenerasi kalus menjadi tanaman

normal belum dapat diperoleh, karena kalus beregenerasi menjadi bunga

prematur.

Simpulan

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pembentukan kalus pada kultur

antera memerlukan auksin (2.4-D) yang lebih tinggi dari sitokinin, sebaliknya

regenerasi kalus hasil kultur antera memerlukan sitokinin (BAP) yang lebih tinggi

dari auksin.

Saran

Pada penelitian selanjutnya perlu dicari perlakuan cekaman yang mampumemecah kotak antera pada minggu ke 2 sampai ke 4 (sebelum antera mengalamidegenerasi).

Page 82: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

55

INDUKSI HAPLOID Dianthus chinensis MELALUIGINOGENESIS SECARA IN VITRO

Abstrak

Tanaman haaploid ginogenik dapat diproduksi dari hasil pembelahan danregenerasi sel telur yang tidak dibuahi, atau sel haploid lain dalam kantongembrio. Tujuan penelitian ialah mendapatkan metode isolasi kultur ovul atau ovaridalam mendapatkan tanaman haploid, mendapatkan media yang sesuai untukmenginduksi ginogenesis, dan mendapatkan tanaman haploid melalui ginogenesis.Genotipe yang digunakan ialah Dchi-11, Dchi-13, Dchi-14, Dchi-15 dan Dchi-16dari spesies Dianthus chinensis. Penelitian terdiri atas empat percobaanberdasarkan asal eksplan. Empat eksplan tersebut adalah potongan multi ovul,multi ovul, potongan ovari dan ovari. Masing-masing percobaan disusun secarafaktorial terdiri atas dua faktor yaitu faktor genotipe dan faktor media. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa media M10 (MS + 4,52 µM 2,4-D + 4,44 µMBAP + 20 g L-1 sukrosa) media yang baik untuk menginduksi kalus ginogenik darieksplan irisan multi ovul, multi ovul dan irisan ovari, sedang media M6 (WT +1,13 µM 2,4-D + 0,06 µM NAA + 2,27 µM TDZ + 30 g L-1 sukrosa) media untukmenginduksi embrio langsung dari kultur ovari. Dari hasil penelitian ini dapatdisimpulkan bahwa media dasar WT sesuai untuk pembentukan embrio langsungdari kultur ovari, sedangkan media dasar MS sesuai unutk membentuk kalus padakultur multi ovul, ovul dan irisan ovari. Auksin dalam bentuk 2,4-D lebih baikuntuk menginduksi kalus ginogenik dibanding NAA. Kalus yang berasal darikultur multi ovul, ovul dan irisan ovari terinduksi bunga secara in vitro dan didugamenghasilkan mutan abnormalitas pembungaan. Kultur irisan multi ovul dankultur ovari diduga menghasilkan masing-masing satu tanaman haploid ganda,dan kultur irisan ovari diduga menghasilkan tanaman haploid yang membawa gendwarf.

Kata Kunci: kultur ovul, kultur ovari, media, ginogenesis, haploid ganda

Page 83: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

56

HAPLOID INDUCTION OF Dianthus chinensis

THROUH IN VITRO GYNOGENESIS

Abstrak

Haploid plants can be produced from devision and regeneration ofunfertilized egg cell or other cell in embryo sac. The aim of the research were toobtain isolation method of ovule atau ovari culture in obtaining haploid plant,suitable media for gynogenesis induction, and haploid plants by gynogenesis.Dchi-11, Dchi-13, Dchi-14, Dchi-15 and Dchi-16 of Dianthus chinensis specieswere used in this research. The research consist of four experiment based onexplants sources. These four explants were multy ovul slice, multy ovul, ovaryand ovary slice. The factorial design included genotipes factor and media factor.The result showed that M10 media (MS + 4,52 µM 2,4-D+ 4,44 µM BAP + 20 gL-1 sucrose) was the best media in inducing gynogenic callus from multy ovulslice, multy ovul, and ovary slice explants, while M6 media (WT + 1,13 µM 2,4-D+ 0,06 µM NAA + 2,27 µM TDZ + 30 g L-1 sucrose) for inducing directembryo from ovary culture. In conclusion, WT basic media was suitable forinducing direct embryo from ovary culture, while MS basic media was suitablefor callus formation on culture of multiovule, ovule and ovary slice. Auxin (2,4-D) was better than NAA in inducing gynogenic callus. Callus from multy ovulslice, multy ovul, and ovary slice explants produce putative mutant with abnormalflower. Two putative double haploid plants came up from multy ovule and ovaryculture, and one haploid plant bringing dwarf gen was obtained.

Key words: ovule culture, ovary culture, media, gynogenesis

Page 84: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

57

Pendahuluan

Pengembangan teknologi haploidisasi merupakan salah satu terobosan

teknologi yang dapat diharapkan untuk membangun dan mendorong kebangkitan

florikultura di Indonesia. Melalui teknologi ini, tanaman homozigot dapat

dihasilkan. Persilangan antara tanaman homozigot akan menghasilkan tanaman

hibrida baru yang diperbanyak melalui biji. Keberhasilan pengembangan

teknologi ini pada tanaman hias akan bermanfaat dalam penyediaan benih yang

berkualitas melalui persilangan konvensional sekaligus menghasilkan varietas

unggul baru.

Pengembangan teknologi haploid memiliki beberapa keuntungan dan

sangat bermanfaat dalam program pemuliaan dan penelitian dasar pada tanaman.

Tanaman haploid ganda sebagian besar digunakan untuk galur tetua dalam

pembentukan varietas hibrida F1 dalam program pemuliaan. Haploid ganda juga

bermanfaat dalam proses seleksi terutama untuk karakter-karakter poligenik,

karena rasio genetiknya menjadi lebih sederhana dan jumlah tanaman yang ditapis

lebih sedikit untuk mendapatkan genotipe tertentu. Selain itu tanaman haploid

ganda berguna untuk studi yang terkait dengan karakter resesif, karena efek

dominan tidak menutupi fenotipe resesif dari tanaman. Akhir-akhir ini tanaman

haploid ganda banyak dimanfaatkan dalam pemetaan gen dan MAS (marker-

assisted selection) secara molekuler (Gonzalo et al. 2011). Tanaman haploid yang

memiliki jumlah kromosom gametofitik menyediakan sistem yang penting untuk

studi mutasi dan seleksi (Reinert et al. 1975, Liu et al. 2005, Suprasanna et al.

2009).

Ginogenesis merupakan perkembangan embrio yang berasal dari jaringan

embrio maternal atau karena aktivasi sel telur oleh sel sperma yang mengalami

degenerasi tanpa bersatu dengan inti sel telur. Ginogenesis dapat dilakukan

melalui kultur in vitro, di antaranya ialah kultur ovul dan ovari. Dalam

terminologi tanaman, regenerasi haploid ginogenik secara luas digunakan untuk

semua metode induksi haploid yang menggunakan gametofit betina sebagai

sumber sel haploid, tanpa memperhatikan prosesnya dari pseudofertilisasi atau

tidak (Bohanec 2009). Haploid ginogenik dapat diinduksi dari hasil isolasi ovul,

ovari atau bahkan kuncup bunga (Keller 1990, Bohanec et al. 1995, Jakse et

al.1996).

Page 85: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

58

Kultur ovul dan kultur ovari untuk mendapatkan tanaman haploid telah

banyak dimanfaatkan pada tanaman bawang merah (Martinez et al, 2000, Alan et

al. 2004, Musial et al. 2005), Cucurbita sp. (Shalaby 2007), Gerbera jamesonii

(Meynet and Sibi, 1984; Miyoshi dan Asakura 1996), Solanum tuberosum (Tao et

al. 1985) dan Lycopersicon esculentum Mill. (Bal and Abak 2003).

Produksi tanaman haploid melalui ginogenesis dilakukan hanya pada

tanaman yang sulit diperoleh melalui androgenesis yang tidak dapat diperoleh

regeneran yang viabel (Obert et al. 2009). Haploid ginogenik dapat diproduksi

dari hasil pembelahan sel telur yang tidak dibuahi, atau sel haploid lain dalam

kantong embrio seperti sel sinergid atau sel antipodal (Shivanna 2003). Pada

tanaman bawang merah ginogenesis melalui kultur ovul dan ovari sudah banyak

diaplikasikan. Embrio haploid bawang merah (77,6%) dihasilkan melalui

ginogenesis 32 klon (Cohat 1994). Keller (1990) memperoleh tiga tanaman

haploid bawang merah dari 287 tanaman (1,05%), sedangkan Geoffriau et al.

(1997) dan Alan et al. (2004) memperoleh tanaman haploid berturut-turut 0 –

17% dari 22 varietas dan 1100 tanaman ginogenik Allium cepa L. dari 47000 yang

diinduksi (2,34%). Pada tanaman Cucurbitaa pepo L. diperoleh 0 – 48% pada

tanaman (Shalaby 2007).

Induksi ginogenesis pada tanaman Flax (Linum usitatissimum L.)

memerlukan pra perlakuan pada suhu 8 oC selama 72 jam dilanjutkan dengan pra

perlakuan suhu 32 oC selama 8 jam untuk menginduksi kalogenesis kultur ovari

(Obert et al. 2009). Tanaman Allium cepa dan Lycopersicon esculentum Mill.

memerlukan pra perlakuan berbeda yaitu suhu 10 ◦C selama 4–23 hari (Alan et al.

2004; Bal % Abak 2003). Sementara pada beberapa tanaman seperti Nicotiana

rustica (Katoh & Iwai 1993) dan Cucurbita pepo L. (Shalaby 2007) tidak

memerlukan praperlakuan. Tujuan penelitan ini ialah mendapatkan metode isolasi

kultur ovul atau ovari dalam mendapatkan tanaman haploid, mendapatkan media

yang sesuai untuk menginduksi ginogenesis, dan mendapatkan tanaman haploid

melalui ginogenesis.

Bahan dan Metode

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan dan Rumah Sere

Balai Penelitian Tanaman Hias, Segunung dan Puslitbang Biologi LIPI untuk

analisis histologi dan flow cytometri, dari Januari 2011 – Mei 2012. Penelitian

menggunakan Dianthus chinensis koleksi Balai Penelitian Tanaman Hias, berasal

Page 86: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

59

dari stek pucuk berumur 6 bulan yang ditanam di pot berukuran 17 cm di Kebun

Percobaan Cipanas, pada ketinggian tempat 1100 m di atas permukaan laut.

Gambar 15. Morfologi dan irisan mikroskopis eksplan untuk kultur ovul danovari. (A) kuncup bunga tahap T7 (Bar = 5 mm), (B) kantongembrio ovul pada tahap T7 berisi dua inti (Bar = 20 µm), (C) multiovul (Bar = 1 mm), (D) irisan multi ovul ((E) ovari (Bar = 2 mm),(F) irisan ovari (Bar = 1 mm), (G) cara tanam kultur ovari (Bar =2mm).

Percobaan 1. Induksi Ginogenesis melalui Kultur Irisan Multi Ovul

Kultur irisan multi ovul (Gambar 14D) berasal dari poros bunga berisi

multi ovul (Gambar 14C) yang dipotong menjadi empat bagian. Percobaan

faktorial menggunakan lima genotipe yaitu Dchi-11, Dchi-13, Dchi-14, Dchi-15,

dan Dchi-16 dan lima macam media yaitu M6 = WT + 1,13 µM 2,4-D+ 0,06 µM

NAA + 2,27 µM TDZ + 30 g L-1 sukrosa (Winarto 2009), M7 = MS + 9,04 µM

2,4-D+ 4,44 µM BAP + 30 g L-1 sukrosa (Fu et al. 2008), M8 = MS + 1,9 µM

NAA + 4,44 µM BAP + 60 g L-1 sukrosa (Sato et al, 2000), M9 = MS + 0,57 µM

NAA + 4,54 µM TDZ + 20 g L-1 sukrosa (Nontaswatsri et al. 2007) dan M10 =

MS + 4,52 µM 2,4-D+ 4,44 µM BAP + 20 g L-1 sukrosa (Mosquera et al. 1999)..

Eksplan yang digunakan ialah ovul pada kuncup bunga tahap T7 (Gambar 15A)

yang telah terbentuk kantong embrio (Gambar 15B). Kuncup bunga diberi pra

perlakuan penyimpanan pada suhu 4 oC selama 1 hari. Ovari disterilisasi dan

dibuka, multi ovul dipotong menjadi empat bagian. Selanjutnya irisan ovul

ditanam pada lima macam media induksi. Semua media yang dicobakan ditambah

2,7 mM L-glutamin dan 0,9 mM L-prolin. Kultur diinkubasi dalam kondisi gelap

Page 87: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

60

pada suhu 4 oC selama 1 minggu, kemudian dilanjutkan pada suhu inkubasi 25 oC

pada kondisi terang.

Percobaan faktorial disusun dalam rancangan acak kelompok 3 ulangan.

Faktor pertama ialah genotipe dan faktor kedua ialah media induksi. Setiap unit

percobaan terdiri atas satu cawan petri berisi 4 potongan eksplan yang berasal dari

satu ovari. Pengamatan kalus dilakukan pada 1 bulan setelah tanam. Data yang

diperoleh dalam bentuk persen ditransformasi ke dalam Arcsin. Untuk nilai 0%

sebelum ditransformasi diganti dengan 1/4n, di mana n ialah jumlah satuan

percobaan dari data persentase diperoleh. Ekaplan yang tumbuh diisolasi dan

disubkultur pada media WT + 2,22 µM BAP + 30 g L-1 sukrosa.

Analisis ragam dilakukan menggunakan program SAS Release window

9.1 untuk melihat pengaruh nyata/tidak nyata dari perlakuan. Jika terdapat

perbedaan nilai rata-rata perlakuan maka dilakukan uji lanjutan menggunakan uji

wilayah berganda Duncan 5%.

Percobaan 2. Induksi Ginogenesis melalui Kultur Multi Ovul

Percobaan menggunakan eksplan kultur multi ovul (Gambar 14C).

Genotipe D. chinensis yang digunakan yaitu Dchi-11 dan Dchi-15. Kuncup bunga

diberi pra perlakuan penyimpanan pada suhu 4 oC selama 1 hari, kemudian

disterilisasi menggunakan alkohol 70%, dan dibakar sebentar. Lapisan luar ovari

dibuka, selanjutnya multi ovul ditanam pada dua macam media induksi yaitu M10

= MS + 4,52 µM 2,4-D + 4,44 µM BAP + 20 g L-1 sukrosa (Mosquera et al. 1999)

dan M11 =WT + 9,04 µM 2,4-D + 5,71 µM NAA + 2,22 µM BAP + 20 g L-1

sukrosa. Kultur diinkubasi dalam kondisi gelap pada suhu 4oC selama 1 minggu

dilanjutkan dengan inkubasi terang pada suhu 25 oC. Percobaan faktorial disusun

dalam rancangan acak kelompok dengan ulangan 5 kali. Faktor pertama ialah

media induksi, dan faktor kedua ialah genotipe. Setiap ulangan terdiri atas satu

cawan petri berisi dua multi ovul.

Pengamatan dilakukan pada persentase terbentuknya kalus atau embrio 1

bulan setelah tanam. Data yang diperoleh dalam bentuk persen ditransformasi ke

dalam Arcsin. Untuk nilai 0% sebelum ditransfromasi diganti dengan 1/4n, di

mana n ialah jumlah satuan percobaan. Kultur multi ovul yang menghasilkan

kalus pada jaringan ovul dilanjutkan untuk diregenerasikan pada media WT +

2.22 µM BAP + 30 g L-1 sukrosa.

Analisis ragam dilakukan menggunakan program SAS Release window

9.1 untuk melihat pengaruh nyata/tidak nyata dari perlakuan. Jika terdapat

Page 88: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

61

perbedaan nilai rata-rata perlakuan maka dilakukan uji lanjutan menggunakan uji

wilayah berganda Duncan 5%.

Percobaan 3. Induksi Ginogenesisi melalui Kultur Ovari

Penelitian menggunakan empat genotipe D. chinensis yaitu Dchi-11, Dchi-

13, Dchi-14 dan Dchi-15 untuk induksi kalus. Eksplan yang digunakan untuk

menginduksi kalus atau embrio ialah ovari dari kuncup bunga pada tahap T7

(Gambar 15E). Kuncup bunga diberi praperlakuan penyimpanan pada suhu 4oC

selama 1 hari, kemudian disterilisasi menggunakan alkohol 70%, dilewatkan di

atas lampu spirtus dan ditanam pada dua media induksi M6 = WT + 1,13 µM 2,4-

D + 0,06 µM NAA + 2,27 µM TDZ + 30 g L-1 sukrosa dan M8 = MS + 1,9 µM

NAA + 4,44 µM BAP + 60 g L-1 sukrosa. Kultur diinkubasi dalam kondisi gelap

pada suhu 4 oC selama 1 minggu, dilanjutkan dengan inkubasi terang pada suhu

25 oC.

Percobaan faktorial disusun dalam rancangan acak kelompok dengan 5

ulangan. Faktor pertama ialah genotipe dan faktor kedua ialah media induksi.

Setiap unit percobaan terdiri atas satu cawan petri berisi 5 ovari. Pengamatan

persentase terbentuknya kalus dari jaringan ovari, poros bunga dan ovul dilakukan

pada 1 bulan setelah tanam. Data yang diperoleh dalam bentuk persen

ditransformasi ke dalam Arcsin. Untuk nilai 0% sebelum ditransfromasi diganti

dengan 1/4n, di mana n ialah jumlah satuan percobaan.

Kalus yang tumbuh langsung diisolasi dan disubkultur pada media

regenerasi WT + 2,22 µM BAP + 0,285 mgL-1 NAA + 30 gL-1 sukrosa. Media

WT (Winarto et al. 2011) merupakan modifikasi media MS hasil penelitian

Winarto (2009).

Analisis ragam dilakukan menggunakan program SAS Release Window

9.1 untuk melihat pengaruh nyata/tidak nyata dari perlakuan. Jika terdapat

perbedaan nilai rata-rata perlakuan maka dilakukan uji lanjutan menggunakan uji

wilayah berganda Duncan 5%.

Percobaan 4. Induksi Ginogenesis melalui Kultur Irisan Ovari

Kultur irisan ovari diaplikasikan pada dua genotipe yaitu Dchi-11 dan

Dchi-13 pada tahap T7 (Gambar 14F). Kuncup bunga diberi perlakuan

penyimpanan pada suhu 4 oC selama 1 hari, kemudian ovari dipotong menjadi

empat bagian dan di tanam pada 3 macam media induksi M6 =1,13 µM 2,4-D +

0,06 µM NAA + 2,27 µM TDZ + 30 g L-1 sukrosa (Winarto, 2009), M7= MS +

Page 89: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

62

9,04 µM 2,4-D + 4,44 µM BAP + 30 g L-1 sukrosa (Fu et al. 2008) dan M10 =

MS + 4,52 µM 2,4-D + 4,44 µM BAP + 20 g L-1 sukrosa (Mosquera et al. 1999).

Kultur diinkubasi dalam kondisi gelap pada suhu 4 oC selama 1 minggu kemudian

dilanjutkan pada dengan inkubasi terang pada suhu 25 oC.

Percobaan faktorial disusun dalam rancangan acak kelompok 4 ulangan.

Faktor pertama ialah genotipe dan faktor kedua ialah media induksi. Setiap unit

percobaan terdiri atas satu cawan petri berisi 4 potongan eksplan. Pengamatan

kalus dilakukan pada 1 bulan setelah tanam. Pengamatan dilakukan pada

persentase terbentuknya kalus. Data yang diperoleh dalam bentuk persen

ditransformasi ke dalam Arcsin. Untuk nilai 0% sebelum ditransformasi diganti

dengan 1/4n, di mana n ialah jumlah satuan percobaan dari data persentase

diperoleh. Regenerasi eksplan yang membentuk kalus diseleksi kemudian

disubkultur pada media WT + 0,06 µM NAA + 2,22 µM BAP + 30 g L-1 sukrosa.

Setelah planlet terbentuk, planlet dipindahkan ke media MS tanpa ZPT.

Analisis ragam dilakukan menggunakan program SAS Release Window

9.1 untuk melihat pengaruh nyata/tidak nyata dari perlakuan. Jika terdapat

perbedaan nilai rata-rata perlakuan maka dilakukan uji lanjutan menggunakan uji

wilayah berganda Duncan 5%.

Analisis ploidi

Evaluasi awal level ploidi planlet dilakukan pada planlet dengan

mengamati jumlah kloroplas dalam sel penjaga stomata pada daun ke 3-4. Hasil

analisis jumlah kloroplas dalam sel penjaga stomata di verifikasi melalui

pengamatan langsung pada kromosom yang dilakukan di Puslitbang Biologi LIPI

menggunakan potongan meristem pucuk berdasarkan metode Darnaedi (1991).

Potongan tersebut direndam dalam larutan 0,002 M 8-Hydroxyquinolin selama 3-5

jam pada suhu 4 oC, kemudian dibilas dengan akuades, dan difiksasi dalam 45%

asam asetat selama 10 menit. Potongan pucuk (meristem) dimasukkan ke dalam

tabung reaksi berisi campuran larutan1 N HCl dan 45% asam asetat dengan

perbandingan 1:3, kemudian diinkubasi ke dalam air dengan suhu 60 oC selama 1-

5 menit, dan diwarnai dengan aceto-orcein 2%. Setelah itu potongan meristem

ditekan pada object glass, kemudian diamati dibawah mikroskop dengan

pembesaran 1000 x untuk perhitungan jumlah kromosom.

Selain mengamati jumlah kloroplas pada sel penjaga stomata dan jumlah

kromosom, juga dilakukan anaisis ploidi dengan flow cytometer. Analisis ploidi

Page 90: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

63

ini dilakukan di Pusat Penelitian Biologi LIPI, Cibinong menggunakan alat

CyFlow® space (Partec GmbH) yang dilengkapi dengan diode pumped solid-

state laser 920 mW) pada panjang gelombang 488 nm and laser diode pada

panjang gelombang 638 nm (25 mW).

Potongan daun (0.5 cm2) dicacah menggunakan silet di dalam cawan petri

yang berisi 250 µl buffer ekstraksi. Setelah 30 – 90 detik buffer ekstraksi disaring

menggunakan Partec 30 µl CellTrics filter. Pewarnaan menggunakan PI

(Propidium Iodide) dan Rnase (1 ml), selanjutunya diinkubasi selama 30 menit

sebelum dianalisis dalam flow cytometer. Sebagai kontrol digunakan tanaman

yang telah diketahui ploidinya.

Analisis isozim

Bahan tanaman menggunakan daun yang masih segar (1 g). Daun tersebut

digunting halus dimasukkan ke dalam mortar yang telah diberi pasir kuarsa

dengan menambahkan buffer pengekstrak sebanyak 0,5 ml, kemudian digerus

sampai halus. Selanjutnya kertas saring yang ukurannya disesuaikan dengan

kebutuhan dimasukkan dalam mortar untuk menyerap cairan sel daun yang telah

hancur. Kertas saring yang telah menyerap cairan sel dari setiap sampel

dibersihkan untuk kemudian disisipkan pada gel yang telah dilubangi.

Elektroforesis dilakukan dalam ruangan atau lemari es pada suhu antara 5

– 10 oC. Elektroforesis awal selama 30 menit pada 100 volt dan dielektroforesis

tetap pada 150 atau 200 watt selama 3 sampai 4 jam. Setelah selesai elektroforesis

gel dibelah menjadi dua atau tiga (sesuai ketebalan) pada posisi horizontal. Kertas

saring sebelumnya dikeluarkan dari lubang-lubang. Lembaran gel dimasukkan

dalam nampan, kemudian diberi pewarna esterase (EST) dan peroksidase (PER).

Nampan selanjutnya ditutup dengan aluminium foil diinkubasi pada suhu ruang

sampai muncul pita-pita pada gel yang cukup jelas.

Pewarna esterase (EST) mengandung 100 m Sodium fosfat pH 7 (100 ml),

1-Naftil asetat (50 mg), 2-Naftil asetat (5 mg), dan Aseton (100 mg). Pewarna

peroksidase (PER) mengandung 50 mM Natrium asetat pH 5(100 ml), CaCl2 (50

mg), H2O2 3% (0,5 ml), 3-Amino-9etilkarbason(50 mg), Aseton/N,N-

Dimethylformamid (5 ml). Setelah pewarnaan gel dicuci dengan air mengalir

sampai bersih, kemudian difiksasi dengan 50% gliserol ; 50% etanol. Kemudian

gel didokumentasi.

Page 91: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

64

Hasil

Percobaan 1. Induksi Ginogenesis melalui Kultur Irisan Multi Ovul

Eksplan irisan multi ovul ialah poros bunga yang berisi ovul, yang

dipotong menjadi empat bagian. Eksplan yang berwarna putih tersebut langsung

ditanam dalam media inisiasi. Tahap inisiasi awal, ovul akan membesar dan

sampai pada minggu ke dua inisiasi, bila ovul dan poros bunga berubah menjadi

berwarna hijau menunjukkan bahwa eksplan tersebut berespon terhadap

komponen media dan hormon. Kemudian setelah tiga minggu ovul atau poros

bunga akan mengalami dediferensiasi membentuk kalus. Persentase kalus

dihitung berdasarkan banyaknya kalus yang terbentuk pada setiap eksplan.

Eksplan yang tidak berespon terhadap media induksi, maka jaringan ovul akan

mati dan berwarna coklat kehitaman (Gambar 16A dan B). Eksplan yang

responsif pada media, ovul maupun poros bunga akan tetap berwarna hijau dan

terlihat adanya inisiasi kalus (Gambar 16C dan D).

Gambar 16. Pembentukan kalus pada eksplan irisan multi ovul A. ovul dan porosbunga tidak membentuk kalus, poros bunga dan ovul mati, B. kalusterbentuk pada poros bunga, ovul mati C. kalus terbentuk pada ovul.D kalus pada poros bunga dan ovul.

Hasil penelitian pada kultur irisan multi ovul menunjukkan bahwa setiap

genotipe memberikan respon yang berbeda. Persentase rata-rata terbentuknya

kalus pada irisan multi ovul berkisar 0 – 29,17% (Tabel 10). Hasil analisis

varians diperoleh bahwa interaksi antara media induksi dengan genotipe

berpengaruh nyata. Pengaruh interaksi media dengan genotipe ini menunjukkan

bahwa genotipe berespon spesifik terhadap media tertentu (Tabel 10). Genotipe

Dchi-11 membentuk kalus pada media M6 (WT + 1,13 µM 2,4-D + 0,06 µM

NAA + 2,27 µM TDZ + 30 g L-1 sukrosa), Dchi-13 dan Dchi-16 pada media M10

(MS + 4,52 µM 2,4-D + 4,44 µM BAP + 20 g L-1 sukrosa), serta Dchi-14 dan

Dchi-15 pada M7 (MS + 9,04 µM 2,4-D + 4,44 µM BAP + 30 g L-1 sukrosa).

Semua genotipe tidak memberi respon yang baik terhadap media M8 dan M9.

Page 92: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

65

Berbeda dengan media M6, M7 dan M10, kedua media tersebut tidak

mengandung auksin dalam bentuk 2,4-D. Hasil ini sama dengan kultur antera

pada media padat, dimana kalus terbentuk pada antera yang ditanam pada media

inisiasi kalus yang mengandung 2,4-D. Persentase terbentuknya kalus tertinggi

dicapai oleh genotipe Dchi-11 pada media M6. Media M6 terdiri atas media dasar

WT dengan penambahan 1,13 µm 2,4-D+ 0.06 µm NAA + 2,27 µm TDZ.

Tabel 10. Interaksi media dengan genotipe terhadap persen hasil pembentukankalus pada kultur irisan multi ovul pada umur 4 MSI (minggu setelahinisiasi).

MediaPersen terbentuknya kalus pada berbagai genotipe Rata-rata

Dchi-11 Dchi-13 Dchi-14 Dchi-15 Dchi-16M6 29,17 D 16,67 B 4,17 A 4,17 A 0,00 A 10.83 A

d c ab b aM7 14,58 C 12,50 B 27,08 C 25,69 d 12,5 B 18.47 B

b a c cd aM8 0,00 A 0,00 A 10,42 AB 4,17 A 2,08 A 3.33 A

a a b ab aM9 2,08 AB 6,25 B 4,17 A 12,5 BC 2,08 A 5.42 A

a ab ab b aM10 8,33 BC 25,00 C 12,5 B 18,75 C 27,08 C 18.33 B

a bc a ab cRata-rata 10.83 a 12.08 a 11.67 a 13.06 a 8.75 a

Keterangan: Angka rataan yang diikuti oleh huruf latin yang sama dalam barisyang sama, huruf kapital pada kolom yang sama menunjukkan tidakada perbedaan yang nyata menurut uji wilayah berganda Duncanpada taraf kepercayaan 5%. M6 = WT + 1,13 µM 2,4-D+ 0,06 µMNAA + 2,27 µM TDZ + 30 g L-1 sukrosa, M7 = MS + 9,04 µM 2,4-D+ 4,44 µM BAP + 30 g L-1 sukrosa, M8 = MS + 1,9 µM NAA +4,44 µM BAP + 60 g L-1 sukrosa, M9 = MS + 0,57 µM NAA + 4,54µM TDZ + 20 g L-1 sukrosa dan M10 = MS + 4,52 µM 2,4-D+ 4,44µM BAP + 20 g L-1 sukrosa

Regenerasi

Kalus hasil kultur irisan multi ovul diseleksi dan dipilih kalus yang

dominan berasal dari bagian ovul. Bagian dan diregenerasikan pada dua media

regenerasi (Tabel 11).

Media R11 (WT + 0,06 µM NAA + 2,22 µM BAP) lebih baik

dibandingkan dengan media R7 (WT + 2.22 µM BAP) untuk regenerasi kalus

ginogenik. Sebagian besar kalus dari semua jenis eksplan beregenerasi

menghasilkan pembungaan lebih awal yang langsung keluar dari kalus atau

melalui terbentuknya daun dengan batang atau internode yang pendek, dan bunga

keluar setelah buku ke 1 – 3. Kuncup bunga dan organ-organ lain keluar tidak

bersamaan, sedangkan kalus genotipe Dchi-14 tidak mampu beregenerasi.

Page 93: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

66

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa saat munculnya tunas dari eksplan

yang berasal dari irisan multi ovul beragam. Apabila bunga muncul langsung dari

kalus menghasilkan bunga yang abnormal yang memiliki variasi susunan bagian-

bagian bunga yaitu mahkota bunga + kelopak (Gambar 17A); Kelopak + antera

(Gambar 17B); Kelopak saja (Gambar 17C) dan kelopak + putik (Gambar 17D).

Tabel 11. Regenerasi kalus empat genotipe hasil kultur irisan multi ovulJenis

eksplanGenotipe Media asal

(inisiasikalus)

Mediaregenerasi

Jumlahmassakalus/embrio

Jumlah kalusyang ber

organogenesis

Saatmuncultunas(MSI)

Irisanmultiovul

Dchi-11 M10 R7 6 212 - 32Dchi-11 M10 R11 7 4

Dchi-13 M10 R7 3 0

Dchi-13 M10 R11 3 1 11Dchi-14 M10 R7 1 0 -Dchi-14 M7 R11 1 0 -Dchi-15 M7 R7 2 0 -

Dchi-15 M7 R11 1 1 28Dchi-15 M10 R7 3 0 -Dchi-15 M10 R11 4 3 14 - 28

Keterangan: MSI = minggu setelah inisiasi. R7 (WT + 2,22 µM BAP + 30 g L-1

sukrosa); R8 (WT + 0,44 µM BAP + 30 gL-1 sukrosa) dan R11 (WT+ 0,06 µM NAA + 2,22 µM BAP + 30 g L-1 sukrosa)

Gambar 17. Hasil regenerasi dari kalus yang terinduksi membentuk bunga tidak lengkap(A) petal dan kelopak saja, (B) antera dan kelopak saja, (C) kelopak saja dan(D) kelopak dan putik saja. (E dan F) pemanjangan batang genotipe Dchi-11-42 pada media WT + 0,5 mg L-1 Gibberelin + 15 g L-1 sukrosa, bungamasih keluar dari ujung tunas, (G) hasil aklimatisasi regeneran denganbagian bunga sepal dan petal, (H) sepal dan antera, (I) sepal saja.

Upaya untuk mendapatkan regeneran yang tumbuh menjadi planlet yang

normal dilakukan dengan menambahkan 0,5 mg L-1 Gibberelin pada media dasar

Page 94: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

67

WT + 15 g L-1 sukrosa. Sampai saat ini upaya ini berhasil hanya pada Dchi-11

hasil kultur irisan multi ovul (Dchi-11-42 dan Dchi-11-134) tetapi bunga masih

tetap muncul pada tunas baru (Gambar 17E dan F) bahkan bunga masih keluar

setelah aklimatisasi (Gambar 17G, H dan I).

Aklimatisasi

Hasil aklimatisasi regeneran Dchi-11-42 dan Dchi-11-134 hasil kultur

irisan multi ovul yang terinduksi bunga prematur mampu tumbuh di lapang dan

regeneran tetap memiliki bagian-bagian bunga yang sama seperti pada saat in

vitro. Hasil kultur irisan multi ovul hanya satu regeneran yang tumbuh menjadi

tanaman normal yaitu Dchi-11-34. Dchi-11-34 berjumlah 13 tanaman yang

bervariasi pada bentuk dan ukuran tanaman serta bentuk petal (Gambar 18A).

Untuk melihat regeneran tersebut apakah berasal dari jaringan vegetatif atau

generatif dari maternal maka sampel Dchi-11-34-1 dilakukan selfing (Gambar

18C) dan di analisis dengan isozim (Gambar 19).

Gambar 18. Morfologi tanaman dan bunga hasil kultur irisan multi ovul. (A) variasibentuk petal diantara Dchi-11-34, (B) tanaman Dchi-11-34-1, (C)keseragaman tanaman hasil selfing Dchi-11-34-1.

Gambar 19. Hasil analisis isozim dengan enzim (A) peroksidase,(B) esterase padatanaman hasil kultur irisan multi ovul. 11 = tanaman donor Dchi-11;34 = regeneran hasil kultur irisan multi ovul Dchi-11-34.

A B

67

WT + 15 g L-1 sukrosa. Sampai saat ini upaya ini berhasil hanya pada Dchi-11

hasil kultur irisan multi ovul (Dchi-11-42 dan Dchi-11-134) tetapi bunga masih

tetap muncul pada tunas baru (Gambar 17E dan F) bahkan bunga masih keluar

setelah aklimatisasi (Gambar 17G, H dan I).

Aklimatisasi

Hasil aklimatisasi regeneran Dchi-11-42 dan Dchi-11-134 hasil kultur

irisan multi ovul yang terinduksi bunga prematur mampu tumbuh di lapang dan

regeneran tetap memiliki bagian-bagian bunga yang sama seperti pada saat in

vitro. Hasil kultur irisan multi ovul hanya satu regeneran yang tumbuh menjadi

tanaman normal yaitu Dchi-11-34. Dchi-11-34 berjumlah 13 tanaman yang

bervariasi pada bentuk dan ukuran tanaman serta bentuk petal (Gambar 18A).

Untuk melihat regeneran tersebut apakah berasal dari jaringan vegetatif atau

generatif dari maternal maka sampel Dchi-11-34-1 dilakukan selfing (Gambar

18C) dan di analisis dengan isozim (Gambar 19).

Gambar 18. Morfologi tanaman dan bunga hasil kultur irisan multi ovul. (A) variasibentuk petal diantara Dchi-11-34, (B) tanaman Dchi-11-34-1, (C)keseragaman tanaman hasil selfing Dchi-11-34-1.

Gambar 19. Hasil analisis isozim dengan enzim (A) peroksidase,(B) esterase padatanaman hasil kultur irisan multi ovul. 11 = tanaman donor Dchi-11;34 = regeneran hasil kultur irisan multi ovul Dchi-11-34.

A B

67

WT + 15 g L-1 sukrosa. Sampai saat ini upaya ini berhasil hanya pada Dchi-11

hasil kultur irisan multi ovul (Dchi-11-42 dan Dchi-11-134) tetapi bunga masih

tetap muncul pada tunas baru (Gambar 17E dan F) bahkan bunga masih keluar

setelah aklimatisasi (Gambar 17G, H dan I).

Aklimatisasi

Hasil aklimatisasi regeneran Dchi-11-42 dan Dchi-11-134 hasil kultur

irisan multi ovul yang terinduksi bunga prematur mampu tumbuh di lapang dan

regeneran tetap memiliki bagian-bagian bunga yang sama seperti pada saat in

vitro. Hasil kultur irisan multi ovul hanya satu regeneran yang tumbuh menjadi

tanaman normal yaitu Dchi-11-34. Dchi-11-34 berjumlah 13 tanaman yang

bervariasi pada bentuk dan ukuran tanaman serta bentuk petal (Gambar 18A).

Untuk melihat regeneran tersebut apakah berasal dari jaringan vegetatif atau

generatif dari maternal maka sampel Dchi-11-34-1 dilakukan selfing (Gambar

18C) dan di analisis dengan isozim (Gambar 19).

Gambar 18. Morfologi tanaman dan bunga hasil kultur irisan multi ovul. (A) variasibentuk petal diantara Dchi-11-34, (B) tanaman Dchi-11-34-1, (C)keseragaman tanaman hasil selfing Dchi-11-34-1.

Gambar 19. Hasil analisis isozim dengan enzim (A) peroksidase,(B) esterase padatanaman hasil kultur irisan multi ovul. 11 = tanaman donor Dchi-11;34 = regeneran hasil kultur irisan multi ovul Dchi-11-34.

A B

Page 95: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

68

Hasil analisis isozim diperoleh bahwa sampel tanaman Dchi-11-34-1

memiliki jumlah pita berbeda satu pita dibanding kontrol (tanaman donor Dchi-

11) berdasarkan enzim peroksidase, sedangkan sistem enzim esterase

memperlihatkan posisi pita yang sama dengan tanaman donor, namun memiliki

ketebalan yang berbeda. Hasil sellfing Dchi-11-34-1 dan diperoleh progeni yang

seragam pada fase generatif (Gambar 19C) sehingga terdapat indikasi

kemungkinan Dchi-34-1 adalah haploid ganda.

Percobaan 2. Induksi Ginogenesis melalui Kultur Multi Ovul

Multi ovul ialah eksplan yang terdiri atas poros bunga yang berisi ovul

utuh tanpa dipotong-potong. Media untuk kultur multi ovul yang digunakan ialah

M10 (MS + 4,52 µM 2,4-D + 4,44 µM BAP + 20 g L-1 sukrosa) dengan media

dasar MS yang merupakan media rata-rata terbaik yang diperoleh pada faktor

tunggal kultur irisan multi ovul. Media yang lain yaitu M11 (WT + 9,04 µM 2,4-

D + 5,71 µM NAA + 2,22 µM BAP + 20 g L-1 sukrosa) merupakan modifikasi

dari media M6 dengan media dasar WT pada percobaan kultur irisan multi ovul

namun tanpa asam amino L-glutamin dan L-prolin serta perubahan konsentrasi

pada ZPT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media M10 mampu menginduksi

kalus pada jaringan ovul baik genotipe Dchi-11 maupun Dchi-15. Namun kalus

yang terbentuk pada jaringan poros bunga lebih tinggi dari pada jaringan ovul

(Gambar 20). Pada media M11 kedua genotipe tidak mampu membentuk kalus

pada jaringan ovul. Pengurangan asam amino menyebabkan terhambatnya

pembentukan kalus pada jaringan ovul.

Gambar 20. Diagram persentase pembentukan kalus genotipe Dchi-11 dan Dchi-15 pada media M10 dan M11 pada kultur multi ovul. M10 = MS +4,52 µM 2,4-D+ 4,44 µM BAP + 20 g L-1 sukrosa, M11 = WT +9,04 µM 2,4-D+ 5,71 µM NAA + 2,22 µM BAP + 20 g L-1 sukrosa.

0

20

40

60

80

100

M10Dchi-11 M10Dchi-15 M11Dchi-11 M11Dchi-15Pem

bent

uka

kalu

s (%

)

Kombinasi media dan genotipe

%kalus pada ovul %kalus pada poros bunga

Page 96: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

69

Hasil analisis pembentukan kalus pada jaringan poros bunga dan ovul

menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam pengaruh faktor media

dan genotipe. Perbandingan pembentukan kalus pada jaringan ovul disajikan

dalam bentuk diagram batang (Gambar 21). Perkembangan kalus pada jaringan

somatis hanya dapat dihitung untuk mengukur kemampuan media pada

perkembangan jaringan somatis yang bukan merupakan tujuan dari penelitian ini.

Regenerasi

Hasil regenerasi eksplan multi ovul Dchi-11 dan Dchi-15 pada media

regenerasi R7 dan R11 diperoleh pada genotipe Dchi-11 dari media asal M10

yang terbentuk tunas pada minggu ke 16 setelah inisiasi (Gambar 20A, C, E).

Genotipe Dchi-15 membentuk tunas pada minggu ke 32 setelah inisiasi (Tabel

12). Kalus pada genotipe Dchi-11 merupakan kalus yang remah, sedang kalus

pada genotipe Dchi-15 kalus kompak yang tumbuh tunasnya lambat (Gambar

20B, D, F).

Tabel 12. Organogenesis kalus dan saat munculnya tunas genotipe D. chinensisDchi-11 pada media regenerasi R7 dan Dchi-15 pada media regenerasiR11 dari media asal M10

Genotipe Media asal(inisiasikalus)

Mediaregenerasi

Jumlahmassa kalus/

embrio

Jumlah kalusyang ber

organogenesis

Saatmuncul

tunas (MSI)Dchi-11 M10 R7 2 1 16Dchi-15 M10 R11 4 1 32

Keterangan: MSI = minggu setelah inisiasi. R7 (WT + 2,22 µM BAP + 30 g L-1

sukrosa); R8 (WT + 0,44 µM BAP + 30 gL-1 sukrosa) dan R11 (WT+ 0,06 µM NAA + 2,22 µM BAP + 30 g L-1 sukrosa)

Perbedaan waktu regenerasi kemungkinan terjadi karena perbedaan

genotipe dan perbedaan media regenerasi. Dari hasil percobaan 1 genotipe Dchi-

11 respon pada kedua media regenerasi R7 dan R11, sedangkan genotipe Dchi-15

hanya respon pada media R11.

Page 97: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

70

Gambar 21. Pembentukan kalus dan regenerasi kalus menjadi tunas padagenotype Dchi-11 dan Dchi-15 dari media asal M10. (A, C, E)kalus dan tunas hasil regenerasi kalus Dchi-11-16, (B, D, F) kalusdan tunas hasil regenerasi kalus Dchi-15-19, (E) bunga yangmuncul prematur dari kalus (anak panah putih), (F) tunas Dchi-15yang tumbuh lambat. (A– E) Bar = 1 cm, (F) Bar = 5 mm

Analisis ploidi dapat dilakukan pada tahap awal dengan flow cytometer.

Sampel Dchi-11-16 diambil dari kalus yang telah beregenerasi. Hasil yang

diperoleh menunjukkan bahwa regeneran memiliki ploidi yang sama dengan

tanaman kontrol yaitu diploid (Gambar 22).

Gambar 22. Histogram DNA hasil analisis flow cytometer: (A) tanaman kontrol,(B) planlet hasil kultur multi ovul Dchi-11-16.

File: Anyelir Kontrol Date: 17-02-2012 Time: 09:12:43 Particles: 7401 Acq.-Time: 254 s

0 200 400 600 800 10000

40

80

120

160

200

FL1 -

coun

ts

0 200 400 600 800 10000

40

80

120

160

200

FL1 -

coun

ts

partec CyFlow

File: Anyelir 16 Date: 17-02-2012 Time: 10:35:33 Particles: 14471 Acq.-Time: 179 s

0 200 400 600 800 10000

160

320

480

640

800

FL1 -

coun

ts

0 200 400 600 800 10000

160

320

480

640

800

FL1 -

coun

ts

partec CyFlow

A B C D

E F

A

B

2C

4C

2C4C

Page 98: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

71

Percobaan 3. Induksi Ginogenesis melalui Kultur Ovari

Percobaan kultur ovari dilakukan dengan membandingkan dua media yang

memiliki komponen bahan kimia makro dan mikro, zat pengatur tumbuh dan

kandungan sukrosa yang berbeda yaitu media MS dan WT. Kedua media tersebut

memiliki rasio sitokinin lebih tinggi dari auksin. Media M8 yang berisi media

dasar MS tidak ada ovari yang respon, yang ditunjukkan dengan terjadinya

degenerasi pada ovari yang lama kelamaan mengecil dan mengalami vitrifikasi

(Gambar 22A). Media M8 ini merupakan media yang digunakan untuk kultur ovul

dalam bentuk penyelamatan embrio Dianthus caryophyllus (Sato et al. 2000) yang

dimodifikasi dengan penambahan 2,7 mM L- glutamin. Media M6 merupakan

media yang digunakan untuk kultur antera tanaman Anthurium (Winarto 2009)

yang juga dimodifikasi dengan penambahan 2,7 mM L-Glutamin. Media M6

menghasilkan 1 ovari Dchi-15 yang respon dari total 25 ovari yang ditanam

(Gambar 22B). Satu ovari tersebut menghasilkan embrio yang langsung

beregenerasi membentuk tanaman lengkap. Ovari yang menghasilkan embrio

berwarna hijau, membesar dan tidak mengalami vitrifikasi. Perkembangan ukuran

ovari ini diharapkan dapat menjadi ukuran keberhasilan penggunaan media. Pada

akhirnya perkembangan ovari tersebut mampu menginduksi perkembangan

embrio, sehingga embrio tumbuh menembus melalui pangkal dinding ovari

(Gambar 22B), dan akhirnya beregenerasi (Gambar 22C).

Gambar 23. Kultur ovari (A) Genotipe Dchi-15pada media M6 yang tidakberespon, (B) terbentuknya embrio langsung genotipe Dchi-15 padamedia M6, (C) regenerasi embrio membentuk planlet pada genotypeDchi-15. Bar = 1 mm

Berdasarkan hasil analisis ploidi regeneran hasil kultur ovari Dchi-15-3

dengan mengamati jumlah kloroplas dan kromosom pada sel meristem tunas

apikal diperoleh regeneran yang diduga haploid dengan variasi jumlah kloroplas

berkisar antara 10 – 20 dan jumlah kromosom yang dapat diamati dengan jelas

ialah 17 dan 18 (Gambar 24D dan E). Dari hasil pengamatan kromosom terlihat

Page 99: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

72

adanya penggandaan komplemen kromosom yang tidak diikuti dengan

pembentukan dinding sel kromosom (Gambar 24F).

Gambar 24 Analisis ploidi pada regeneran Dchi-15 hasil kultur ovari. (A) planletuntuk analisis jumlah kloroplas dan jumlah kromosom, (B) kloropaspada ke dua sel penjaga regeneran Dchi-15, (C) kloroplas pada ke duasel penjaga tanaman kontrol diploid (D) jumlah kromosom regeneran(n=17), (E) jumlah kromosom regeneran (n=18) (F) endopoliploidipada sel meristem (panah hitam)

Hasil analisis dengan flow cytometer diperoleh bahwa ploidi regeneran

Dchi-15-3 sama dengan tanaman kontrol yaitu diploid. Diduga tanaman telah

mengalami penggandaan. Untuk membuktikan bahwa regeneran tersebut ialah

haploid ganda, regeneran tersebut dilakukan selfing.

Hasil kultur ovari diperoleh bunga yang bervariasi pada bentuk dan warna

petal. Variasi bunga ini memberikan indikasi kemungkinan karena variasi dari

embrio yang tumbuh langsung dari kultur ovari (Gambar 25).

Gambar 25. Variasi warna dan bentuk bunga dan ketebalan warna putih pada tepibunga tanaman donor dan hasil kultur ovari Dchi-15. (A) bunga daritanaman donor Dchi-15-3, (B-H) bunga dari tanaman hasil kulturovari Dchi-15-3

Page 100: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

73

Hasil isozim pada sampel Dchi-15-3 dengan enzim peroksidase dan

esterase menunjukkan bahwa regeneran Dchi-15-3 memiliki pola pita yang

berbeda dibandingkan tetua donornya Dchi-15 (Gambar 26). Hasil ini

menunjukkan bahwa kemungkinan Dchi-15-3 berasal dari jaringan generatif

tanaman donor maternal. Kemungkinan lain adalah terjadinya variasi somaklonal.

Gambar 26. Hasil analisis isozim dengan enzim (A) esterase dan (B) peroksidasepada tanaman hasil kultur ovari. 15 = tanaman donor Dchi-15, 3 =regeneran Dchi-15-3

Tanaman donor Dchi-15 memiliki tipe bunga picotee (bunga dengan tepi

petal berbeda warna). Tanaman donor ini dikenal dengan nama komersial seri

“Telstar”. Telstar merupakan hasil persilangan antara Dianthus chinensis x

Dianthus barbatus (Strope & Trees 2003).

Percobaan 4. Induksi ginogenesis melalui kultur irisan ovari

Penelitian irisan kultur ovari dilakukan karena persentase pembentukan

embrio dari eksplan kultur ovari sangat rendah (4%). Lapisan luar ovari/dinding

ovari pada kultur ovari (Percobaan 3) kemungkinan menjadi penghalang transfer

nutrisi dalam media yang diperlukan untuk pertumbuhan embrio, sehingga ovari

yang dipotong-potong memberi peluang eksplan menerima asupan unsur hara dan

hormon.

Hasil yang diperoleh berbeda dengan percobaan 3, karena genotipe yang

digunakan berbeda. Pada percobaan 3, ekplan kultur ovari membentuk embrio

yang langsung beregenerasi, sedangkan pada penelitian ini eksplan irisan ovari

membentuk kalus (Gambar 27). Hasil penelitian pada kultur irisan ovari

menunjukkan persentase terbentuknya kalus berkisar antara 0% sampai 68,75%

(Tabel 13). Dengan eksplan kultur irisan ovari, ovul masih terbungkus oleh

lapisan luar ovari (dinding ovari), maka tingkat kematian ovul dapat dikurangi.

A B

73

Hasil isozim pada sampel Dchi-15-3 dengan enzim peroksidase dan

esterase menunjukkan bahwa regeneran Dchi-15-3 memiliki pola pita yang

berbeda dibandingkan tetua donornya Dchi-15 (Gambar 26). Hasil ini

menunjukkan bahwa kemungkinan Dchi-15-3 berasal dari jaringan generatif

tanaman donor maternal. Kemungkinan lain adalah terjadinya variasi somaklonal.

Gambar 26. Hasil analisis isozim dengan enzim (A) esterase dan (B) peroksidasepada tanaman hasil kultur ovari. 15 = tanaman donor Dchi-15, 3 =regeneran Dchi-15-3

Tanaman donor Dchi-15 memiliki tipe bunga picotee (bunga dengan tepi

petal berbeda warna). Tanaman donor ini dikenal dengan nama komersial seri

“Telstar”. Telstar merupakan hasil persilangan antara Dianthus chinensis x

Dianthus barbatus (Strope & Trees 2003).

Percobaan 4. Induksi ginogenesis melalui kultur irisan ovari

Penelitian irisan kultur ovari dilakukan karena persentase pembentukan

embrio dari eksplan kultur ovari sangat rendah (4%). Lapisan luar ovari/dinding

ovari pada kultur ovari (Percobaan 3) kemungkinan menjadi penghalang transfer

nutrisi dalam media yang diperlukan untuk pertumbuhan embrio, sehingga ovari

yang dipotong-potong memberi peluang eksplan menerima asupan unsur hara dan

hormon.

Hasil yang diperoleh berbeda dengan percobaan 3, karena genotipe yang

digunakan berbeda. Pada percobaan 3, ekplan kultur ovari membentuk embrio

yang langsung beregenerasi, sedangkan pada penelitian ini eksplan irisan ovari

membentuk kalus (Gambar 27). Hasil penelitian pada kultur irisan ovari

menunjukkan persentase terbentuknya kalus berkisar antara 0% sampai 68,75%

(Tabel 13). Dengan eksplan kultur irisan ovari, ovul masih terbungkus oleh

lapisan luar ovari (dinding ovari), maka tingkat kematian ovul dapat dikurangi.

A B

73

Hasil isozim pada sampel Dchi-15-3 dengan enzim peroksidase dan

esterase menunjukkan bahwa regeneran Dchi-15-3 memiliki pola pita yang

berbeda dibandingkan tetua donornya Dchi-15 (Gambar 26). Hasil ini

menunjukkan bahwa kemungkinan Dchi-15-3 berasal dari jaringan generatif

tanaman donor maternal. Kemungkinan lain adalah terjadinya variasi somaklonal.

Gambar 26. Hasil analisis isozim dengan enzim (A) esterase dan (B) peroksidasepada tanaman hasil kultur ovari. 15 = tanaman donor Dchi-15, 3 =regeneran Dchi-15-3

Tanaman donor Dchi-15 memiliki tipe bunga picotee (bunga dengan tepi

petal berbeda warna). Tanaman donor ini dikenal dengan nama komersial seri

“Telstar”. Telstar merupakan hasil persilangan antara Dianthus chinensis x

Dianthus barbatus (Strope & Trees 2003).

Percobaan 4. Induksi ginogenesis melalui kultur irisan ovari

Penelitian irisan kultur ovari dilakukan karena persentase pembentukan

embrio dari eksplan kultur ovari sangat rendah (4%). Lapisan luar ovari/dinding

ovari pada kultur ovari (Percobaan 3) kemungkinan menjadi penghalang transfer

nutrisi dalam media yang diperlukan untuk pertumbuhan embrio, sehingga ovari

yang dipotong-potong memberi peluang eksplan menerima asupan unsur hara dan

hormon.

Hasil yang diperoleh berbeda dengan percobaan 3, karena genotipe yang

digunakan berbeda. Pada percobaan 3, ekplan kultur ovari membentuk embrio

yang langsung beregenerasi, sedangkan pada penelitian ini eksplan irisan ovari

membentuk kalus (Gambar 27). Hasil penelitian pada kultur irisan ovari

menunjukkan persentase terbentuknya kalus berkisar antara 0% sampai 68,75%

(Tabel 13). Dengan eksplan kultur irisan ovari, ovul masih terbungkus oleh

lapisan luar ovari (dinding ovari), maka tingkat kematian ovul dapat dikurangi.

A B

Page 101: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

74

Hasil analisis varians diperoleh bahwa interaksi antara media dengan

genotipe berpengaruh nyata. Dari tiga media yang dicobakan, Dchi-11 responsif

pada media M7 (MS + 9,04 µM 2,4-D+ 4,44 µM BAP + 30 g L-1 sukrosa) dan

dan M10 (MS + 4,52 µM 2,4-D+ 4,44 µM BAP + 20 g L-1 sukrosa), sedang

genotipe Dchi-13 hanya responsif pada media M10 (Tabel 11). Genotipe Dchi-

11 dan Dchi-13 tidak responsif pada media M6 (Gambar 28).

Gambar 27. Pembentukan kalus pada eksplan irisan ovari dari setiap genotipepada media induksi. (A) kalus Dchi-13 pada media M10, (B) kalusDchi-11 pada media M10, (C) kalus Dchi-11 pada media M7 dan(D) kalus pada Dchi-11 yang tidak respon pada media M6. Anakpanah kuning lapisan luar ovari, anak panah merah ovul tidakberkalus.

Tabel 13. Interaksi media dengan genotipe terhadap persentase pembentukankalus pada kultur irisan ovari umur 4 minggu setelah inisiasi

Media Persentase pembentukan kalus pada genotipe Rata-rataDchi-11 Dchi-13

M6 0,00 a 0,00 a 0,00 bA A

M7 25,00 a 0,00 a 12,50 abB A

M10 18,75a 68,75 b 43,75 aA B

Rata-rata 14,58 A 22,92 A

Keterangan: Angka rataan yang diikuti oleh huruf latin yang sama dalam kolomyang sama, huruf kapital pada baris yang sama menunjukkan tidakada perbedaan yang nyata menurut uji wilayah berganda Duncanpada taraf kepercayaan 5%. M6 = WT + 1,13 µM 2,4-D+ 0,06 µMNAA + 2,27 µM TDZ + 30 g L-1 sukrosa, M7 = MS + 9,04 µM 2,4-D+ 4,44 µM BAP + 30 g L-1 sukrosa, dan M10 = MS + 4,52 µM 2,4-D+ 4,44 µM BAP + 20 g L-1 sukrosa

74

Hasil analisis varians diperoleh bahwa interaksi antara media dengan

genotipe berpengaruh nyata. Dari tiga media yang dicobakan, Dchi-11 responsif

pada media M7 (MS + 9,04 µM 2,4-D+ 4,44 µM BAP + 30 g L-1 sukrosa) dan

dan M10 (MS + 4,52 µM 2,4-D+ 4,44 µM BAP + 20 g L-1 sukrosa), sedang

genotipe Dchi-13 hanya responsif pada media M10 (Tabel 11). Genotipe Dchi-

11 dan Dchi-13 tidak responsif pada media M6 (Gambar 28).

Gambar 27. Pembentukan kalus pada eksplan irisan ovari dari setiap genotipepada media induksi. (A) kalus Dchi-13 pada media M10, (B) kalusDchi-11 pada media M10, (C) kalus Dchi-11 pada media M7 dan(D) kalus pada Dchi-11 yang tidak respon pada media M6. Anakpanah kuning lapisan luar ovari, anak panah merah ovul tidakberkalus.

Tabel 13. Interaksi media dengan genotipe terhadap persentase pembentukankalus pada kultur irisan ovari umur 4 minggu setelah inisiasi

Media Persentase pembentukan kalus pada genotipe Rata-rataDchi-11 Dchi-13

M6 0,00 a 0,00 a 0,00 bA A

M7 25,00 a 0,00 a 12,50 abB A

M10 18,75a 68,75 b 43,75 aA B

Rata-rata 14,58 A 22,92 A

Keterangan: Angka rataan yang diikuti oleh huruf latin yang sama dalam kolomyang sama, huruf kapital pada baris yang sama menunjukkan tidakada perbedaan yang nyata menurut uji wilayah berganda Duncanpada taraf kepercayaan 5%. M6 = WT + 1,13 µM 2,4-D+ 0,06 µMNAA + 2,27 µM TDZ + 30 g L-1 sukrosa, M7 = MS + 9,04 µM 2,4-D+ 4,44 µM BAP + 30 g L-1 sukrosa, dan M10 = MS + 4,52 µM 2,4-D+ 4,44 µM BAP + 20 g L-1 sukrosa

74

Hasil analisis varians diperoleh bahwa interaksi antara media dengan

genotipe berpengaruh nyata. Dari tiga media yang dicobakan, Dchi-11 responsif

pada media M7 (MS + 9,04 µM 2,4-D+ 4,44 µM BAP + 30 g L-1 sukrosa) dan

dan M10 (MS + 4,52 µM 2,4-D+ 4,44 µM BAP + 20 g L-1 sukrosa), sedang

genotipe Dchi-13 hanya responsif pada media M10 (Tabel 11). Genotipe Dchi-

11 dan Dchi-13 tidak responsif pada media M6 (Gambar 28).

Gambar 27. Pembentukan kalus pada eksplan irisan ovari dari setiap genotipepada media induksi. (A) kalus Dchi-13 pada media M10, (B) kalusDchi-11 pada media M10, (C) kalus Dchi-11 pada media M7 dan(D) kalus pada Dchi-11 yang tidak respon pada media M6. Anakpanah kuning lapisan luar ovari, anak panah merah ovul tidakberkalus.

Tabel 13. Interaksi media dengan genotipe terhadap persentase pembentukankalus pada kultur irisan ovari umur 4 minggu setelah inisiasi

Media Persentase pembentukan kalus pada genotipe Rata-rataDchi-11 Dchi-13

M6 0,00 a 0,00 a 0,00 bA A

M7 25,00 a 0,00 a 12,50 abB A

M10 18,75a 68,75 b 43,75 aA B

Rata-rata 14,58 A 22,92 A

Keterangan: Angka rataan yang diikuti oleh huruf latin yang sama dalam kolomyang sama, huruf kapital pada baris yang sama menunjukkan tidakada perbedaan yang nyata menurut uji wilayah berganda Duncanpada taraf kepercayaan 5%. M6 = WT + 1,13 µM 2,4-D+ 0,06 µMNAA + 2,27 µM TDZ + 30 g L-1 sukrosa, M7 = MS + 9,04 µM 2,4-D+ 4,44 µM BAP + 30 g L-1 sukrosa, dan M10 = MS + 4,52 µM 2,4-D+ 4,44 µM BAP + 20 g L-1 sukrosa

Page 102: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

75

Gambar 28. Persentase pembentukan kalus yang berasal dari eksplan irisan ovarigenotipe Dchi-11dan Dchi-13 pada 3 macam media. M6 = WT +1,13 µM 2,4-D+ 0,06 µM NAA + 2,27 µM TDZ + 30 g L-1 sukrosa,M7 = MS + 9,04 µM 2,4-D+ 4,44 µM BAP + 30 g L-1 sukrosa danM10 = MS + 4,52 µM 2,4-D+ 4,44 µM BAP+ 20 g L-1 sukrosa.

Regenerasi

Hasil kultur irisan ovari hanya empat kalus yang dilanjutkan untuk

diregenerasi (Tabel 14). Hasil regenerasi hanya kalus Dchi-11-125 yang dapat

tumbuh. Dua tanaman dapat diaklimatisasi dan menghasilkan tanaman yang

berbeda morfologinya satu sama lain dan berbeda dengan tanaman donornya. Satu

tanaman tumbuh normal, berbunga dan memiliki antera, sedang satu tanaman

menghasilkan pertumbuhan abnormal pendek (dwarf), berbunga tetapi tidak

menghasilkan antera (Gambar 29), sehingga diduga tanaman ini adalah haploid.

Tabel 14. Organogenesis dari kalus pada genotipe dari jenis eksplan irisan ovari,genotipe dan media asal pada kultur irisan ovari

Genotipe Media asal(inisiasikalus)

Mediaregenerasi

Jumlahmassa kalus/

embrio

Jumlah kalusyang ber

organogenesis

Saatmuncul

tunas (MSI)Dchi-11 M7 R11 1 1 18Dchi-13 M10 R7 2 0 -Dchi-13 M10 R11 1 0 -

Keterangan: MSI = minggu setelah inisiasi. R7 (WT + 2,22 µM BAP + 30 g L-1

sukrosa); R8 (WT + 0,44 µM BAP + 30 gL-1 sukrosa) dan R11 (WT+ 0,06 µM NAA + 2,22 µM BAP + 30 g L-1 sukrosa)

0102030405060708090

100

M10V11 M10V13 M7V11 M7V13 M6V11 M6V13

Pem

bent

ukan

kal

us (%

)

Kombinasi media dan genotipe

Page 103: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

76

Gambar 29. Tanaman donor dan morfologi bunga hasil kultur irisan ovari. (A,D)tanaman dan bunga donor Dchi-11, (B, E) tanaman dan bunga hasilkultur irisan ovari Dchi-11-123-1. (C, F) tanaman dan bunga hasilkultur irisan ovari Dchi-11-125-2.

Pembahasan

Ginogenesis merupakan upaya lain pembentukan kalus atau embrio yang

tidak berhasil/sulit dilakukan dengan menggunakan antera (androgenesis). Pada

androgenesis perkembangan serbuk sari merupakan faktor yang penting. Biasanya

tahap serbuk sari late-uninucleate merupakan target yang responsif untuk

mengubah gametofitik menjadi sporofitik. Sebaliknya pada ginogenesis kisaran

tahap perkembangan ovul untuk diinduksi sangat lebar. Pada tanaman gula bit

kuncup bunga untuk kultur ovul diisolasi pada umur 1-3 hari sebelum antesis

(Ferrant & bouharmont 1994). Sedangkan pada tanaman Dianthus chinensis hasil

yang terbaik ialah umur 10 hari (tahap T7).

Induksi Ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul

Media M8 dan M9 mengandung auksin dalam bentuk NAA dan media

M6, M7 dan M10 mengandung auksin dalam bentuk 2,4-D. Jenis auksin yang

berbeda ini yang menyebabkan perbedaan pembentukan kalus. Pada penelitian ini

penggunaan 2,4-Dlebih baik dibandingkan NAA untuk menginduksi kalus

Dianthus chinensis. Menurut Komatsuda (1992) NAA yang diaplikasikan pada

tanaman kedelai hanya mampu membentuk embriosomatik pada jaringan

epidermis eksplan, sementara 2,4-D mampu menjangkau jaringan eksplan yang

A B C

D FE

76

Gambar 29. Tanaman donor dan morfologi bunga hasil kultur irisan ovari. (A,D)tanaman dan bunga donor Dchi-11, (B, E) tanaman dan bunga hasilkultur irisan ovari Dchi-11-123-1. (C, F) tanaman dan bunga hasilkultur irisan ovari Dchi-11-125-2.

Pembahasan

Ginogenesis merupakan upaya lain pembentukan kalus atau embrio yang

tidak berhasil/sulit dilakukan dengan menggunakan antera (androgenesis). Pada

androgenesis perkembangan serbuk sari merupakan faktor yang penting. Biasanya

tahap serbuk sari late-uninucleate merupakan target yang responsif untuk

mengubah gametofitik menjadi sporofitik. Sebaliknya pada ginogenesis kisaran

tahap perkembangan ovul untuk diinduksi sangat lebar. Pada tanaman gula bit

kuncup bunga untuk kultur ovul diisolasi pada umur 1-3 hari sebelum antesis

(Ferrant & bouharmont 1994). Sedangkan pada tanaman Dianthus chinensis hasil

yang terbaik ialah umur 10 hari (tahap T7).

Induksi Ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul

Media M8 dan M9 mengandung auksin dalam bentuk NAA dan media

M6, M7 dan M10 mengandung auksin dalam bentuk 2,4-D. Jenis auksin yang

berbeda ini yang menyebabkan perbedaan pembentukan kalus. Pada penelitian ini

penggunaan 2,4-Dlebih baik dibandingkan NAA untuk menginduksi kalus

Dianthus chinensis. Menurut Komatsuda (1992) NAA yang diaplikasikan pada

tanaman kedelai hanya mampu membentuk embriosomatik pada jaringan

epidermis eksplan, sementara 2,4-D mampu menjangkau jaringan eksplan yang

A B C

D FE

76

Gambar 29. Tanaman donor dan morfologi bunga hasil kultur irisan ovari. (A,D)tanaman dan bunga donor Dchi-11, (B, E) tanaman dan bunga hasilkultur irisan ovari Dchi-11-123-1. (C, F) tanaman dan bunga hasilkultur irisan ovari Dchi-11-125-2.

Pembahasan

Ginogenesis merupakan upaya lain pembentukan kalus atau embrio yang

tidak berhasil/sulit dilakukan dengan menggunakan antera (androgenesis). Pada

androgenesis perkembangan serbuk sari merupakan faktor yang penting. Biasanya

tahap serbuk sari late-uninucleate merupakan target yang responsif untuk

mengubah gametofitik menjadi sporofitik. Sebaliknya pada ginogenesis kisaran

tahap perkembangan ovul untuk diinduksi sangat lebar. Pada tanaman gula bit

kuncup bunga untuk kultur ovul diisolasi pada umur 1-3 hari sebelum antesis

(Ferrant & bouharmont 1994). Sedangkan pada tanaman Dianthus chinensis hasil

yang terbaik ialah umur 10 hari (tahap T7).

Induksi Ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul

Media M8 dan M9 mengandung auksin dalam bentuk NAA dan media

M6, M7 dan M10 mengandung auksin dalam bentuk 2,4-D. Jenis auksin yang

berbeda ini yang menyebabkan perbedaan pembentukan kalus. Pada penelitian ini

penggunaan 2,4-Dlebih baik dibandingkan NAA untuk menginduksi kalus

Dianthus chinensis. Menurut Komatsuda (1992) NAA yang diaplikasikan pada

tanaman kedelai hanya mampu membentuk embriosomatik pada jaringan

epidermis eksplan, sementara 2,4-D mampu menjangkau jaringan eksplan yang

A B C

D FE

Page 104: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

77

lebih luas. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh

Komatsuda (1992), bahwa eksplan yang ditanaman pada media yang mengandung

2,4-Dmampu membentuk kalus pada seluruh permukaan eksplan (Gambar 15D).

Hal ini kemungkinan disebabkan oleh sifat 2,4-Dyang mudah diserap sel tanaman,

tidak mudah terurai, berfungsi sebagai auksin yang kuat dan mampu mendorong

aktivitas morfogenetik (Terzi & Loschiavo 1990).

Media M8 merupakan media yang digunakan oleh Sato et al. (2000) untuk

menumbuhkan embrio hasil pseudofertilisasi, sedangkan media M9 digunakan

Nontawatsri et al. (2007) untuk kultur antera Dianthus chinensis. Hasil ini

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara respon kultur ovul dan antera pada

spesies yang sama. Hal yang sama juga terjadi pada tanaman Cucurbita sp.

(Shalaby 2007), bawang (Alan et al. 2004), serta pada gula bit (Lux & Wetzel

1990). Bahkan pada gula bit terjadi perbedaan respon antar kultur ovul dan antera

pada genotipe yang sama.

Induksi kalus dan embrio melalui kultur multi ovul

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa asam amino diperlukan untuk

induksi kalus pada jaringan ovul. Sesuai dengan penelitian Bal dan Abak (2003)

bahwa pada kultur ovari tanaman tomat, kultur ovul memerlukan asam amino

yang lengkap, seperti asam amino glutamin, prolin, serin, alanin, arginin dan

glisin.

Komposisi media bervariasi sangat luas di antara spesies-spesies tanaman,

Komponen media in vitro yang paling penting ialah fitohormon yang digolongkan

sebagai faktor induksi, tetapi pada perbanyakan kultur in vitro, jumlah fitohormon

yang digunakan (auksin dan sitokinin) untuk embriogenesis ginogenik juga

bervariasi. Hal yang sama juga berlaku untuk penggunaan sukrosa. Sukrosa yang

tinggi menguntungkan untuk ginogenesis terutama spesies monokotil, sedangkan

spesies lain, misal garbera kebutuhan karbohidrat lebih rendah (Bohanec 2009).

Induksi Ginogenesisi melalui kultur ovari

Media M6 yang mengandung media dasar WT merupakan media yang

potensial untuk menginduksi embrio pada kultur ovari walaupun persentase

terbentuknya embrio masih rendah. Media dasar WT memiliki komposisi unsur

Page 105: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

78

makro dan mikro yang lebih dibandingkan dengan media M8 yang mengandung

media dasar MS. Perbedaan lain antara media M6 dan M8 adalah penggunaan

sumber N M6 memiliki rasio NH4:NO3 yang lebih rendah dari M8. M8 memiliki

rasio NH4:NO3 = 1:2, sedangkan M6 1:2,16. Rendahnya respon masing-masing

genotipe diduga karena belum optimalnya media induksi yang digunakan.

Kemungkinan lain ialah posisi persentuhan ovari dengan media yang

menyebabkan pangkal dari ovari tidak mampu mengabsorbsi unsur-unsur yang

diperlukan embrio untuk tumbuh. Hal ini terjadi karena sulitnya mempertahankan

ovari pada posisi vertikal, sehingga bagian pangkal tidak masuk ke dalam media.

Sebagian besar ovari berubah dengan posisi horizontal, karena ovari menjadi licin.

Lapisan luar ovari ini menjadi penghalang transfer unsur-unsur media yang

diperlukan untuk pertumbuhan embrio. Selain media untuk pertumbuhan embrio,

faktor lain yang mungkin berpengaruh ialah genotipe tanaman donor, umur

fisiologis tanaman donor, tahap perkembangan ovul, pra perlakuan dan

lingkungan kultur (suhu, kelembaban, dan cahaya) (Sopori & Munshi 1996).

Alan et al. (2003) dan Alan et al. (2004) mengkombinasikan praperlakuan

suhu rendah 4oC inkubasi, inkubasi gelap dan terang untuk menginduksi

embriogenesis langsung dari ovari. Sedangkan menurut Shalaby (2007) pada

tanaman Cucurbita pepo L. praperlakuan pada suhu 32 oC menghasilkan jumlah

ovul yang ginogenik yang tinggi dibandingkan dengan suhu 4oC.

Induksi ginogenesis melalui kultur irisan ovari

Pada beberapa penelitian ginogenesis formula media banyak digunakan

untuk mendukung pertumbuhan embrio haploid dari pada untuk pengubahan

lintasan gametofitik ke sporofitik. Komposisi media bervariasi sangat luas di

antara spesies-spesies tanaman, meskipun fitohormon digolongkan sebagai faktor

induksi. tetapi pada perbanyakan in vitro, jumlah fitohormon yang digunakan

(auksin dan sitokinin) untuk embriogenesis ginogenik juga bervariasi. Hal yang

sama juga berlaku untuk penggunaan karbohidrat. Konsentrasi yang tinggi

(biasanya sukrosa) menguntungkan untuk ginogenesis terutama spesies

monokotil, sedangkan pada spesies dikotil (misal garbera) kebutuhan karbohidrat

rendah (Bohanec 2009).

Hasil penelitian ini ditemukan pula fenomena kondisi abnormalitas

pembungaan. Regenerasi kalus pada kultur ovul dan ovari hampir semua

membentuk bunga yang langsung keluar tanpa melalui fase vegetatif. Tanaman

Page 106: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

79

Dianthus sp. merupakan tanaman hari panjang yang akan berbunga pada kondisi

penyinaran hari panjang. Abnormalitas pembungaan terjadi kemungkinan karena

adanya mutasi hasil kultur in vitro.

Kemungkinan lain pemicu pembungaan premature adalah melalui jalur

fotoperiodisitas, yang mengaktifkan gen waktu pembungaan yaitu gen CO

(constant) yang menginduksi pembungaan. Gen CO yang berada di dalam daun

mengaktifkan ekspresi gen LEAFY dan APETALA1 pada meristem reproduktif

yang langsung mengontrol inisiasi pembungaan. Pengaruh selanjutnya adalah

terjadinya perubahan atau mutasi yang terjadi pada gen-gen yang mengatur organ-

organ pembungaan. Pada penelitian ini perubahan tersebut terjadi dalam bentuk

abormalitas pembungaan yang digambarkan dalam model ABC (Gambar 30).

Gambar 30. Mutan pembungaan homeotik ABC model pada Dianthus chinensis.(A) wild type Dianthus chinensis, (B) mutan pembungaan tersusunatas sepal dan petal, (C ) mutan pembungaan tersusun atas sepalpetal dan karpel, (D) mutan pembungaan tersusun atas sepal, stamen,karpel, (E) mutan pembungaan tersusun atas karpel dan sepal, (F)mutan pembungaan tersusun atas sepal dan stamen, (G) mutanpembungaan tersusun atas sepal. A (kotak merah)=kelompok gen Ayang mengatur perkembangan sepal dan petal, B (kotakkuning)=kelompok gen B yang mengatur perkembangan petal danstamen, C (kotak hijau)=kelompok gen C yang mengaturperkembangan stamen dan karpel.

Tanaman normal (wild type) memiliki gen-gen A, B dan C yang bekerja

menghasilkan bagian-bagian bunga seperti sepal, petal, antera dan karpel (Gambar

29A). Apabila hanya gen A dan B yang bekerja, akan menghasilkan sepal dan

petal (Gambar 30B dan C). Jika hanya gen B dan C yang bekerja menghasilkan

stamen dan karpel saja (Gambar 29D). Jika hanya gen C saja yang bekerja

menghasilkan pistil saja (Gambar 29E). Jika hanya gen B saja yang bekerja

menghasilkan kelopak dan antera (Gambar 30F). jika hanya gen A yang bekerja

menghasilkan kelopak saja (Gambar 29G). Tipe-tipe mutasi ini berbeda dengan

tipe mutasi yang ada di Arabidopsis.

A B C D E F G

Page 107: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

80

Selain mutasi pembungaan yang muncul, pada penelitian ini tanaman yang

membawa gen dwarf terekspresi pada Dchi-11-125-2.

Simpulan

1. Media dasar WT sesuai untuk pembentukan embrio langsung dari kultur ovari,

sedangkan media dasar MS sesuai unutk membentuk kalus pada kultur multi

ovul, ovul dan irisan ovari.

2. Auksin dalam bentuk 2,4-D lebih baik untuk menginduksi kalus ginogenik

dibanding NAA.

3. Kalus yang berasal dari kultur multi ovul, ovul dan irisan ovari terinduksi

bunga secara in vitro dan diduga menghasilkan mutan abnormalitas

pembungaan.

4. Kultur irisan multi ovul dan kultur ovari diduga menghasilkan masing-masing

satu tanaman haploid ganda, dan kultur irisan ovari diduga menghasilkan

tanaman haploid yang membawa gen dwarf.

Page 108: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

81

INDUKSI TANAMAN HAPLOID Dianthus chinensis MELALUI

PSEUDOFERTILISASI

Abstrak

Induksi partenogenesis menggunakan serbuk sari yang diiradiasi dengansinar gamma telah dilakukan pada tanaman Dianthus chinensis. Tujuan penelitianadalah untuk mendapatkan tanaman haploid melalui pseudofertilisasimenggunakan serbuk sari yang diiradiasi dengan sinar gamma. Percobaanpseudofertilisasi dilakukan dua kali. Pada percobaan pertama, dosis iradiasi sinargamma 100 Gy diaplikasikan pada serbuk sari dua genotipe dari spesies Dianthuschinensis Dchi-11 dan D.chi-13. Ovari hasil pseudofertilisasi dipanen pada umur10-14 hari. Penyelamatan embrio hasil pseudofertilisasi ditanam di dua media ujiyaitu media M8 (MS + 1,9 µM NAA + 4,44 µM BA + 2,7 mM glutamin + 0,9mM prolin + 60 g L-1 sukrosa) dan media M10 (MS + 4,52 µM 2,4-D + 4,44 µMBA + 2,7 mM glutamin + 0,9 mM prolin + 20 g L-1 sukrosa). Pada percobaankedua, tiga level dosis iradiasi sinar gamma 100, 200 dan 300 Gy diaplikasikanpada serbuk sari genotipe Dchi-11. Penyelamatan embrio menggunakan mediaMS + 0.057 µM NAA + 2,22 µM BA + 2,7 mM glutamin + 0,9 mM prolin +30% sukrosa. Embrio yang berhasil tumbuh disubkultur di media MS tanpa zatpengatur tumbuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis 100 Gy merupakandosis minimum untuk menonaktifkan serbuk sari dan menginduksipartenogenesis. Semua media uji untuk penyelamatan embrio dapat digunakanuntuk membantu pertumbuhan embrio. Penyerbukan menggunakan serbuk sariyang diradiasi 100 – 200 Gy dapat menginduksi partenogenesis Dianthus sp.menghasilkan tujuh tanaman haploid (PF69.1; PF69.2; C11; D231; D9.1; D9.2dan D19.1). Frekuensi tanaman haploid yang diperoleh adalah 5,1 tanamanhaploid dari 100 persilangan. Pseudofertilisasi menghasilkan putatif mutan dwarfpada D9.1 dan D231 serta mutan abnormalitas pembungaan. Tanaman haploidganda langsung dapat digunakan sebagai tetua persilangan untuk mendapatkantanaman hibrida F1.

Kata kunci: Dianthus chinensis, tanaman haploid, partenogenesis, iradiasi serbuksari

Page 109: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

82

HAPLOID PLANTS INDUCTION OF Dianthus chinensis

TROUGH PSEUDOFERTILIZATION

Abstract

Parthenogenesis induce by irradiated pollen was ivestigated for theDianthus chinensis. The objective of this study was to obtain haploid plantsthrough pseudofertilization with irradiated pollen. Pseudofertilization consists oftwo unit experiment. The first experiment was 100 Gy gamma ray dose applicatedon two genotipes (Dchi-11 and D.chi-13) of Dianthus chinensis pollen. Ovariobtained from pseudofertilization were harvested 10-14 days afterpseudofertilization. Embryos were rescued on two medium of M8 (MS + 1,9 µMNAA + 4,44 µM BA + 2,7 mM glutamine + 0,9 mM proline + 60 g L-1 sucrose)and M10 (MS + 4,52 µM 2,4-D + 4,44 µM BA + 2,7 mM glutamine + 0,9 mMproline + 20 g L-1 sucrose). The second experiment was three level dose ofgamma irradiated pollen (100, 200 and 300 Gy) applicated on Dchi-11 pollen.Embryos rescued on MS medium supplemented with 0.057 µM NAA + 2,22 µMBA + 2,7 mM glutamine + 0,9 mM proline + 30% sucrose. Enlarged embryoswere subcultured in free MS medium. Result showed that 100 Gy dose wasminimum dose to inactivate pollen inducing artificial parthenognetic. All mediumtested could be used to emerged embryo growth. Pollination using 100-200 Gygamma irradiated pollen dose can induce Dianthus chinensis parthenogenesisproduce five haploid plants (PF69.1; PF69.2; C11; D231; D9.1; D9.2 dan D19.1).Frequency haploid plant as 5,1 haploid plants from 100 crossing. Putative mutantdwarf of D9.1 and D231 were obtained from pseudofertilization. Haploid plantcould be used for parent to obtain hybrid F1.

Key words: Dianthus chinensis, haploid plant, parthenogenesis, irradiated pollen

Page 110: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

83

Pendahuluan

Spesies-spesies tanaman Dianthus yang lebih dikenal dengan tanaman

anyelir (carnation) beradaptasi di daerah pegunungan Alpine di Eropa dan Asia,

serta ditemukan pula di daerah Mideterranean. Tanaman ini pada umumnya

adalah tanaman diploid (2n = 2x = 30). Bentuk tetraploidnya juga telah

ditemukan, sedang tanaman triploidnya diproduksi untuk tujuan komersial, tetapi

sebagian besar tanaman ini adalah aneuploid (Brooks, 1960). Ketersediaan

kultivar anyelir di pasar pada umumnya adalah tanaman diploid (Galbally &

Galbally, 1997). Menurut Sparnaaij dan Koehorst-van Putten (1990) spesies-

spesies komersial seperti D. barbatus, D. japonicus, D. chienensis dan D.

superbus merupakan spesies-spesies yang sering digunakan untuk transfer

karakter kegenjahan ke tanaman anyelir. Dianthus chinensis merupakan spesies

yang paling adaptif baik pada hari pendek dan hari panjang serta paling genjah

diantara spesies yang lain.

Potensi untuk mendapatkan tanaman haploid dengan frekuensi yang tinggi

dari kultur serbuk sari yang belum masak dan kultur ovul yang tidak diserbuk

telah banyak diteliti. Teknik lain untuk mendapatkan tanaman haploid adalah

parthenogenesis. Partenogenesis merupakan sel telur yang berkembang menjadi

embrio tanpa fertilisasi (Kasha dan Maluczynski 2003). Partenogenesis dapat

dilakukan melalui pseudofertilisasi menggunakan serbuk sari yang diiradiasi dan

digunakan untuk penyerbukan.

Pseudofertilisasi dengan memanfaatkan serbuk sari yang diradiasi diikuti

dengan penyelamatan embrio telah banyak diterapkan pada beberapa tanaman

buah-buahan yaitu plum (Peixe et al. 2000), kiwi (Chalak and Legave, 1997),

Melon (Katoh et al. 1993), jeruk (Bermejo et al. 2011), sedangkan pada tanaman

hias telah dilakukan pada primula (Carraro et al. 1990), bunga matahari

(Todorova et al. 2004), mawar (Meynet et al. 1994), anyelir (Dianthus

caryophillus) (Sato et al. 2000; Dolcet-Sanjuan et al. 2001) dan tanaman lain

seperti kapas (Aslam, 2000; Savaskan, 2002). Pada buah-buahan banyak

menghasilkan buah tanpa biji (partenokarpi) yang disebabkan oleh embrio yang

mengalami degenerasi (Sugiyama et al. 2002). Pada tanaman apel tanaman

haploid berhasil diregenerasi setelah diserbuk dengan polen yang diiradiasi sinar

gamma pada level dosis 200 – 500 Gy diikuti dengan penyelamatan embrio pada

umur 2-3 bulan setelah penyerbukan dengan media MS (Zhang et al. 1991).

Page 111: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

84

Sementara pada tanaman mawar dosis 500 Gy merupakan dosis yang minimum

untuk menginduksi parthenogenesis (Meynet et al. 1994). Pada tanaman melon

dosis yang diperlukan adalah 300 Gy sinar Gamma. Pada tanaman anyelir, Sato et

al. (2000) menggunakan dosis iradiasi 100 Krad sinar X. Sementara Dolcet-

Sanjuan et al. (2001) menggunakan dosis iradiasi 1000 Gy sinar gamma untuk

mendapatkan tanaman yang tahan Fusarium oxysporum.

Penelitian Sato et al (2000) dengan perlakuan iradiasi sinar X 100 kRad

pada serbuk sari sebagai donor polen menghasilkan 300 ovari yang berhasil

ditanam, tetapi hanya 55 ovari yang berhasil tumbuh dan beregenerasi. Dari 55

ovari yang beregenerasi tersebut, 1 regeneran adalah haploid, sementara 54

regeneran lainnya bersegregasi pada generasi selfing selanjutnya. Sementara dosis

iradiasi sinar X 200 Gy diperoleh 100 ovari, tetapi hanya 1 ovari saja yang

tumbuh, dan tidak bersegregasi pada generasi selfing selanjutnya. Dari hasil

penelitian Sato et a.l (2000) ini, menunjukkan bahwa penggunaan sinar X kurang

efektif untuk menonaktifkan perkecambahan serbuk sari, sehingga pada

percobaan 1 ini digunakan sinar gamma untuk menggantikan sinar X. Tujuan

penelitian adalah mendapatkan dosis iradiasi sinar gamma yang dapat

menonaktifkan serbuk sari untuk pseudofertilisasi dan mendapatkan tanaman

haploid melalui penyerbukan dengan serbuk sari yang diiradiasi dengan sinar

gamma.

Bahan dan Metode

Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan tanaman hias, Cipanas dan

Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Hias, Segunung dengan ketinggian

tempat 1100 m dpl mulai April 2011 sampai Juli 2012. Penelitian terdiri atas dua

percobaan. Percobaan pertama bertujuan untuk mendapatkan media yang sesuai

untuk penyelamatan embrio. Percobaan ke dua merupakan pengembangan hasil

percobaan pertama dengan meningkatkan dosis perlakuan iradiasi. Penelitian

terdiri atas dua percobaan (1) Pseudofertilisasi dengan dosis 100 Gy (2)

Pseudofertilisasi dengan dosis 0, 50, 100, 200, 300 Gy

Percobaan 1. Pseudofertilisasi menggunakan polen yang diiradiasi dengansinar gamma pada dosis 100 Gy

Pada percobaan ini dicari donor ovul dan serbuk sari yang sesuai untuk

mendapatkan tanaman haploid. Bahan tanaman untuk donor ovul menggunakan

Page 112: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

85

spesies Dianthus chinensis D-chi11, Dchi-14 dan D-chi15 koleksi Balai Penelitian

Tanaman Hias. Donor serbuk sari diambil dari spesies Dianthus chinensis D.chi-

13 dan D.chi14 yang telah berumur 6 bulan. Tanaman ditanam di pot ukuran 17

cm dengan media tanaman campuran humus daun bambu:arang sekam: pupuk

kandang = 2:1:1.

Prosedur Pelaksanaan

Koleksi serbuk sari, iradiasi dan penyerbukan

Serbuk sari diambil dari kuncup bunga berukuran 1,8 cm pada tahap T8

(umur 11 hari) dikumpulkan dalam cawan petri dan diiradiasi menggunakan sinar

gamma pada alat Gamma chamber 4000 A (CAIRT-BATAN, Indonesia) dengan

laju dosis 80 kRad/jam per April 2011. Dosis yang digunakan adalah dosis

tunggal 100 Gy. Setelah diiradiasi, sampel serbuk sari diuji aktivitasnya dengan

menumbuhkannya pada larutan sukrosa 15% pada suhu inkubasi 25 oC, selama 24

jam serta dengan pewarnaan aceto-orcein. Kemudian diamati di bawah mikroskop

untuk memastikan bahwa serbuk sari tidak aktif. Serbuk sari yang tidak aktif

dilihat dari ketidak mampuannya berkecambah setelah 24 jam.

Satu hari sebelum penyerbukan, bunga betina reseptif diemaskulasi

kemudian ditutup dengan kertas untuk menghindari penyerbukan dari serbuk sari

yang tidak diinginkan. Penyerbukan dilakukan dengan menempelkan serbuk sari

yang telah diradiasi pada kepala putik dan ditutup kembali dengan kantong kertas.

Penyelamatan embrio

Buah dipetik pada umur 10 hari sampai 14 hari setelah penyerbukan.

Buah dibersihkan dengan akuades steril, kemudian diikuti sterilisasi alkohol 96%

selama 10 detik kemudian dilewatkan di atas api sekilas. Buah yang telah steril

dibelah dan embrio muda yang membengkak ditanam pada media. Media yang

diuji ialah media M8 = MS + 1,9 µM NAA + 4,44 µM BAP + 60 g L-1 sukrosa

(Sato et al. 2000), dan M10 = MS + 4,52 µM 2,4-D+ 4,44 µM BAP + 20 g L-1

sukrosa (Mosquera et al. 1999). Dua media tersebut dimodifikasi dengan

penambahan 2,7 mM L-glutamin + 0,9 mM L-prolin. Kultur embrio muda

diinkubasi dalam ruang dengan suhu 25 oC dengan penyinaran 16 jam tiap hari

dengan intensitas cahaya 1000 – 1700 lux. Embrio yang tumbuh menjadi tanaman

kemudian disubkultur pada media MS tanpa zat pengatur tumbuh. Pengamatan

Page 113: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

86

dilakukan terhadap jumlah persilangan, jumlah ovari yang dipanen, jumlah ovari

gugur, jumlah ovari yang diselamatkan, jumlah kloroplas pada sel penjaga

stomata, dan jumlah kromosom yang diambil pada meristem pucuk.

Evaluasi Ploidi

Evaluasi tingkat ploidi awal tanaman dilakukan dengan menghitung

jumlah kloroplas dalam sel penjaga stomata pada daun yang telah membuka

sempurna (daun ke 3 – 5). Lapisan daun bagian bawah dikupas dan ditempatkan

pada gelas preparat, ditambah beberapa tetes aquades, dan ditutup dengan gelas

penutup, kemudian diperiksa di bawah mikroskop pada perbesaran 10 x 10 dan

10 x 40.

Penghitungan jumlah kromosom dilakukan di Puslitbang Biologi LIPI

menggunakan potongan meristem. Potongan tersebut direndam dalam larutan

0,002 M 8-Hydroxyquinolin selama 3-5 jam pada suhu 4 oC, kemudian dibilas

dengan akuades, dan difiksasi dalam 45% asam asetat selama 10 menit. Potongan

pucuk (meristem) dimasukkan pada campuran larutan1 N HCl dan 45% asam

asetat dengan perbandingan 1:3 pada air dengan suhu 60 oC selama 1-5 menit, dan

diwarnai dengan aceto-orcein 2%, dilakukan squashing kemudian di amati di

bawah mikroskop.

Verifikasi tingkat ploidi dilakukan dengan menggunakan alat flow

cytometer PARTEC CCA untuk PF35.1, PF42, dan PF79 yang dilakukan di Balai

Besar Biogen dengan membuat suspensi dari potongan daun muda sekitar 1 cm2

yang dilarutkan dengan 1 ml buffer ekstraksi. Suspensi disaring menggunakan

mikrofilter 0.2 µm, dimasukkan dalam Cuvet dan diwarnai dengan 4,6-diamidino-

2-phenylindole (DAPI). Cuvet dimasukkan pada alat flow cytometer yang telah

dioptimasi menggunakan suspensi kontrol diploid Dianthus chinensis Dchi-11.

Penentuan ploidi juga dilakukan dengan alat flow cytometer CyFlow®

space di Pusat Penelitian Biologi LIPI, menggunakan buffer PI, untuk PF35.1 dan

PF89. Penentuan plodi PF69.1 dan PF69.2 dilakukan di East West Seed Indonesia

menggunakan buffer Ewindo.

Analisis isozim

Analisis dengan isozim dilakukan untuk melihat adanya keragaman hasil

pseudofertilisasi. Bahan tanaman menggunakan daun yang masih segar (100 –

200 g). Daun tersebut digunting halus dimasukkan ke dalam mortar yang telah

diberi pasir kuarsa, dengan menambahkan buffer pengekstrak sebanyak 0,5 ml,

Page 114: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

87

kemudian digerus sampai halus. Selanjutnya kertas saring yang ukurannya

disesuaikan dengan kebutuhan dimasukkan dalam mortar untuk menyerap cairan

sel daun yang telah hancur. Kertas saring yang telah menyerap cairan sel dari

setiap sampel dibersihkan untuk kemudian disisipkan pada gel yang telah

dilubangi.

Elektroforesis dilakukan dalam ruangan atau lemari es pada suhu antara 5

– 10 oC. Elektroforesis awal selama 30 menit pada 100 volt dan dielektroforesis

tetap pada 150 atau 200 watt selama 3 sampai 4 jam. Setelah selesai elektroforesis

gel dibelah menjadi dua atau tiga (sesuai ketebalan) pada posisi horizontal. Kertas

saring sebelumnya dikeluarkan dari lubang-lubang. Lembaran gel dimasukkan

dalam nampan, kemudian diberi pewarna esterase (EST) dan peroksidase (PER).

Nampan selanjutnya ditutup dengan aluminium foil diinkubasi pada suhu ruang

sampai muncul pita-pita pada gel yang cukup jelas. Pewarna esterase (EST)

mengandung 100 m Sodium fosfat pH 7 (100 ml), 1-Naftil asetat (50 mg), 2-

Naftil asetat (5 mg), dan Aseton (100 mg). Pewarna peroksidase (PER)

mengandung 50 mM Natrium asetat pH 5 (100 ml), CaCl2 (50 mg), H2O2 3%

(0,5 ml), 3-Amino-9etilkarbason (50 mg), Aseton/N,N-Dimethylformamid (5

ml). Setelah pewarnaan gel dicuci dengan air mengalir sampai bersih, kemudian

difiksasi dengan 50% gliserol ; 50% etanol. Kemudian gel didokumentasi.

Percobaan 2. Pseudofertilisasi menggunakan serbuk sari yang diiradiasidengan berbagai macam dosis sinar gamma 0, 50, 100, 200 dan 300 Gy

Bahan tanaman menggunakan Dianthus chinensis D.chi-11 (hasil terbaik

pada percobaan 1 koleksi Balai Penelitian Tanaman Hias sebagai donor ovul.

Serbuk sari dambil dari Dianthus chinensis D.chi-14 yang banyak menghasilkan

serbuk sari.

Prosedur Pelaksanaan

Koleksi serbuk sari, iradiasi dan penyerbukan

Kuncup bunga dari serbuk sari Dchi-14 pada tahap T8 (11 hari setelah

inisiasi bunga) dikumpulkan dalam cawan petri dan diiradiasi menggunakan sinar

gamma pada dosis 50, 100, 200, dan 300 Gy pada alat Gamma chamber 4000 A

(CAIRT-BATAN, Indonesia) dengan laju dosis 1 kRad/48 detik pada tanggal 23

Agustus 2011. Sebagai kontrol adalah serbuk sari tanpa diiradiasi. Sampel dari

serbuk sari yang diiradiasi setiap dosis diamati aktivitasnya setelah

dikecambahkan pada larutan sukrosa 15% pada suhu inkubasi 25 oC, selama 24

Page 115: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

88

jam. Kemudian dihitung persentase serbuk sari yang berkecambah dalam satu

bidang pandang. Penghitungan dilakukan pada enam bidang pandang sebagai

ulangan.

Kuncup bunga dari donor ovul di emaskulasi satu hari sebelum

penyerbukan dan disungkup dengan kandung kertas untuk menghindari serbuk

sari dari bunga lain. Penyerbukan dilakukan dengan menempelkan serbuk sari

yang telah diradiasi pada kepala putik dan ditutup kembali dengan kantong kertas.

Penyerbukan dengan serbuk sari tanpa diiradiasi digunakan sebagai kontrol.

Penyelamatan embrio

Buah dipanen pada umur dua minggu setelah penyerbukan. Buah

dibersihkan dengan akuades steril, kemudian diikuti sterilisasi dengan alkohol

96% selama 2 detik kemudian dilewatkan di atas api sekilas. Buah yang telah

steril dibelah dan embrio muda ditanam pada media. Buah yang telah steril

dikultur pada media MS + 0.057 µM NAA + 2,22 µM BA + 2,7 mM glutamin +

0,9 mM prolin and 30% sukrosa. Kultur embrio muda diinkubasi dalam ruang

dengan suhu 25 oC dengan penyinaran 16 jam tiap hari dengan intensitas cahaya

1000 – 1700 lux. Embrio yang tumbuh menjadi tanaman kemudian disubkultur

pada media MS tanpa zat pengatur tumbuh. Plantlet yang telah berakar kemudian

diaklimatisasi pada kondisi luar dengan media coco peat steril.

Evaluasi Ploidi

Pemeriksaan ploidi awal secara tidak langsung menggunakan

penghitungan jumlah kloropas pada sel penjaga stomata dengan analisis flow

cytometry. Analisis ploidi ini dilakukan di Pusat Penelitian Biologi LIPI,

Cibinong menggunakan alat CyFlow® space (Partec GmbH yang dilengkapi

dengan diode pumped solid-state laser 920 mW) pada panjang gelombang 488

nm and laser diode pada panjang gelombang 638 nm (25 mW).

Potongan daun (0.5 cm2) dicacah menggunakan silet di dalam Petri discs

yang berisi 500 µl buffer ekstraksi. Setelah 30 – 90 detik buffer ekstraksi disaring

menggunakan Partec 50 µl CellTrics filter. Pewarnaan menggunakan PI

(Propidium Iodide) dan Rnase (2 ml), selanjutnya diinkubasi selama 30 – 60

menit sebelum dianalisis dalam flow cytometry. Sebagai kontrol (diploid)

digunakan daun muda dari Dianthus chinensis D.chi-11.

Page 116: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

89

Hasil

Percobaan 1. Pseudofertilisasi menggunakan serbuk sari yang diiradiasidengan sinar gaam pada dosis 100 Gy

Efek iradiasi pada perkecambahan serbuk sari terlihat bahwa serbuk sari

yang diiradiasi pada dosis iradiasi 100 Gy menghambat perkecambahan serbuk

sari (Gambar 31C) dibandingkan dengan serbuk sari yang tidak di iradiasi. Serbuk

sari yang tidak diiradiasi mampu berkecambah sempurna (Gambar 31A,B). Selain

itu pada dosis 100 Gy kemampuan menyerap pewarna aceto-orcein berkurang

(Gambar 31E) dibandingkan dengan kontrol yang mampu menyerap pewarna

aceto-orcein secara intensif (Gambar 31D). Hasil ini menunjukkan bahwa serbuk

sari non aktif pada dosis iradiasi 100 Gy.

Gambar 31. Pengaruh iradiasi terhadap aktifitas serbuk sari yang dikecambahkanpada larutan sukrosa 15%. (A dan B) serbuk sari tanpa diiradiasi,berkecambah (C) serbuk sari yang diiradiasi pada dosis 100 Gy (D)penyerapan pewarna aceto-orcein yang kuat dari serbuk sari kontrol,(E) penyerapan warna aceto-orcein yang lemah dari sebuk sari yangdiradiasi pada dosis 100 Gy, Bar = 10 µM.

Buah hasil penyerbukan dengan serbuk sari yang diiradiasi, dipanen mulai

umur 10 sampai 21 hari. Buah yang dipanen adalah buah yang berwarna hijau,

sedangkan buah berwarna coklat menandakan buah tersebut telah gugur. Dari

hasil observasi diperoleh bahwa umur 14 hari merupakan umur maksimal buah

dapat dipanen, selebihnya buah akan gugur. Dari sebanyak 123 persilangan yang

telah dilakukan, 77 buah (62 %) dapat dipanen, 46 buah (38%) buah gugur

(berwarna coklat). Dari 77 buah yang dipanen hanya 41 buah diteruskan untuk di

kultur.

Perlakuan iradiasi pada serbuk sari untuk penyerbukan mampu

menginduksi partenogenesis dan diperoleh tujuh poros bunga (karpel) yang

membawa biji belum masak yang selanjutnya ditanam di media penyelamatan

embrio. Biji Dianthus chinensis dalam kondisi masak berwarna hitam. Jumlah

poros bunga yang membawa biji yang ditanam di media M8 sebanyak 21 dan di

A B C D E

89

Hasil

Percobaan 1. Pseudofertilisasi menggunakan serbuk sari yang diiradiasidengan sinar gaam pada dosis 100 Gy

Efek iradiasi pada perkecambahan serbuk sari terlihat bahwa serbuk sari

yang diiradiasi pada dosis iradiasi 100 Gy menghambat perkecambahan serbuk

sari (Gambar 31C) dibandingkan dengan serbuk sari yang tidak di iradiasi. Serbuk

sari yang tidak diiradiasi mampu berkecambah sempurna (Gambar 31A,B). Selain

itu pada dosis 100 Gy kemampuan menyerap pewarna aceto-orcein berkurang

(Gambar 31E) dibandingkan dengan kontrol yang mampu menyerap pewarna

aceto-orcein secara intensif (Gambar 31D). Hasil ini menunjukkan bahwa serbuk

sari non aktif pada dosis iradiasi 100 Gy.

Gambar 31. Pengaruh iradiasi terhadap aktifitas serbuk sari yang dikecambahkanpada larutan sukrosa 15%. (A dan B) serbuk sari tanpa diiradiasi,berkecambah (C) serbuk sari yang diiradiasi pada dosis 100 Gy (D)penyerapan pewarna aceto-orcein yang kuat dari serbuk sari kontrol,(E) penyerapan warna aceto-orcein yang lemah dari sebuk sari yangdiradiasi pada dosis 100 Gy, Bar = 10 µM.

Buah hasil penyerbukan dengan serbuk sari yang diiradiasi, dipanen mulai

umur 10 sampai 21 hari. Buah yang dipanen adalah buah yang berwarna hijau,

sedangkan buah berwarna coklat menandakan buah tersebut telah gugur. Dari

hasil observasi diperoleh bahwa umur 14 hari merupakan umur maksimal buah

dapat dipanen, selebihnya buah akan gugur. Dari sebanyak 123 persilangan yang

telah dilakukan, 77 buah (62 %) dapat dipanen, 46 buah (38%) buah gugur

(berwarna coklat). Dari 77 buah yang dipanen hanya 41 buah diteruskan untuk di

kultur.

Perlakuan iradiasi pada serbuk sari untuk penyerbukan mampu

menginduksi partenogenesis dan diperoleh tujuh poros bunga (karpel) yang

membawa biji belum masak yang selanjutnya ditanam di media penyelamatan

embrio. Biji Dianthus chinensis dalam kondisi masak berwarna hitam. Jumlah

poros bunga yang membawa biji yang ditanam di media M8 sebanyak 21 dan di

A B C D E

89

Hasil

Percobaan 1. Pseudofertilisasi menggunakan serbuk sari yang diiradiasidengan sinar gaam pada dosis 100 Gy

Efek iradiasi pada perkecambahan serbuk sari terlihat bahwa serbuk sari

yang diiradiasi pada dosis iradiasi 100 Gy menghambat perkecambahan serbuk

sari (Gambar 31C) dibandingkan dengan serbuk sari yang tidak di iradiasi. Serbuk

sari yang tidak diiradiasi mampu berkecambah sempurna (Gambar 31A,B). Selain

itu pada dosis 100 Gy kemampuan menyerap pewarna aceto-orcein berkurang

(Gambar 31E) dibandingkan dengan kontrol yang mampu menyerap pewarna

aceto-orcein secara intensif (Gambar 31D). Hasil ini menunjukkan bahwa serbuk

sari non aktif pada dosis iradiasi 100 Gy.

Gambar 31. Pengaruh iradiasi terhadap aktifitas serbuk sari yang dikecambahkanpada larutan sukrosa 15%. (A dan B) serbuk sari tanpa diiradiasi,berkecambah (C) serbuk sari yang diiradiasi pada dosis 100 Gy (D)penyerapan pewarna aceto-orcein yang kuat dari serbuk sari kontrol,(E) penyerapan warna aceto-orcein yang lemah dari sebuk sari yangdiradiasi pada dosis 100 Gy, Bar = 10 µM.

Buah hasil penyerbukan dengan serbuk sari yang diiradiasi, dipanen mulai

umur 10 sampai 21 hari. Buah yang dipanen adalah buah yang berwarna hijau,

sedangkan buah berwarna coklat menandakan buah tersebut telah gugur. Dari

hasil observasi diperoleh bahwa umur 14 hari merupakan umur maksimal buah

dapat dipanen, selebihnya buah akan gugur. Dari sebanyak 123 persilangan yang

telah dilakukan, 77 buah (62 %) dapat dipanen, 46 buah (38%) buah gugur

(berwarna coklat). Dari 77 buah yang dipanen hanya 41 buah diteruskan untuk di

kultur.

Perlakuan iradiasi pada serbuk sari untuk penyerbukan mampu

menginduksi partenogenesis dan diperoleh tujuh poros bunga (karpel) yang

membawa biji belum masak yang selanjutnya ditanam di media penyelamatan

embrio. Biji Dianthus chinensis dalam kondisi masak berwarna hitam. Jumlah

poros bunga yang membawa biji yang ditanam di media M8 sebanyak 21 dan di

A B C D E

Page 117: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

90

media M10 sebanyak 20. Hasil penyelamatan embrio ini diperoleh 7 karpel

(0,13%) yang berisi 10 biji belum masak dan berhasil ditanam (Tabel 15).

Tabel 15. Pengaruh media terhadap jumlah buah yang berhasil tumbuh dari ovarihasil pseudofertilisasi dengan serbuk sari yang diiradiasi dengan sinargamma

Media Jumlah karpelyang ditanam

Jumlah ovari yang tumbuh pada berbagaipseudofertilisasi

♂Serbuk sari Dchi-14 ♂Serbuk sari Dchi-13

♀Dchi-11 ♀Dchi-15 ♀Dchi-15 ♀Dchi-14M8 21 16 (4)* 1 (1)* 1 3M10 20 17 (2)* 3 0 0

Keterangan : *) angka di dalam kurung adalah embrio yang berhasil tumbuhM8=MS + 1,9 µM NAA + 4,44 µM BAP + 60 g L-1 sukrosa M10 = MS + 4,52µM 2,4-D+ 4,44 µM BAP + 30 g L-1 sukrosa

Embrio mulai tumbuh menjadi tunas pada minggu ke 4 setelah kultur.

Selanjutnya ovari yang ditanam diberi kode PF03, PF35, PF42, PF69, PF74,

PF79, dan PF89. PF 35, PF69 dan PF74 menghasilkan dua embrio, sedangkan

yang lain hanya satu embrio. Pada pertumbuhan selanjutnya PF03 mati dan PF74

terkontaminasi. Enam embrio yang tersisa dapat tumbuh langsung menjadi tunas,

sedangkan embrio dari PF89 yang dipanen umur 10 hari terinduksi menjadi

kalus. (Gambar 32).

Gambar 32. Embrio yang berhasil tumbuh dari enam ovari hasil pseudofertilisasidengan serbuk sari yang diiradiasi dengan sinar gamma. (A) PF35.1(B) PF42 (C) PF69.1 (D) PF69.2 (E) PF74 (F) PF79 dan (G) PF89.Bar = 0,5 cm

A

GFED

CB

Page 118: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

91

Dari Tabel 15 menunjukkan bahwa kedua media perkecambahan M8 dan

M10 dapat digunakan sebagai media penyelamatan embrio. Namun M8

menghasilkan persentase tumbuh embrio yang lebih tinggi dibanding M10.

Jumlah sukrosa M8 lebih tinggi dan menggunakan auksin NAA sedang media

M10 menggunakan auksin 2,4-D. Hal yang sama juga terjadi pada mawar

(Meynet et al. 1994) bahwa embrio dapat berkecambah di semua media uji dan

tidak ada pengaruh penggunaan hormon yang berbeda-beda. Namun sebagian

besar regeneran mengalami vitrifikasi. Embrio yang berhasil tumbuh pada media

M8 dan M10 pada umumnya berasal dari pseudofertilisasi menggunakan serbuk

sari Dchi-14 (Tabel 16). Tidak ada satupun donor serbuk sari berasal dari Dchi-13

yang berhasil mendorong pembentukan embrio pada Dchi-14 dan Dchi-15.

Tabel 16. Jumlah embrio yang tumbuh dari setiap ovari hasil pseudofertilisasi

Kode ovari Betina Donor polen Media Jumlah embrio tumbuhPF03 Dchi-11 Dchi-14 M8 1+

PF35 Dchi-11 Dchi-14 M8 2#

PF42 Dchi-11 Dchi-14 M8 1PF69 Dchi-11 Dchi-14 M8 2PF74 Dchi-11 Dchi-14 M8 2*PF79 Dchi-11 Dchi-14 M10 1PF89 Dchi-15 Dchi-14 M10 1

Keterangan: *) terkontaminasi +) planlet mati #) 1 embrio matiM8=MS + 1,9 µM NAA + 4,44 µM BAP + 60 g L-1 sukrosa M10 = MS + 4,52 µM2,4-D+ 4,44 µM BAP + 30 g L-1 sukrosa

Evaluasi tingkat ploidy

Dari total 10 embrio yang telah tumbuh terdapat 4 embrio terkontaminasi

dan mati yaitu 1 embrio dari PF03, 1 embrio dari PF35 dan 2 embrio dari PF74.

Genotipe PF35-1, PF42, PF69-1, PF69-2, PF79 dan PF89 dilanjutkan untuk

evaluasi ploidi. Berdasarkan analisis jumlah kandungan kloropas pada sel penjaga

stomata diperoleh 4 genotipe yang diduga haploid yaitu PF035-1, PF42, PF 69-1

dan PF79, sedang dua genotipe yaitu PF69-2 dan PF89 belum dapat dianalisis,

karena belum membentuk daun (Tabel 17). Hasil penelitian ini sejalan dengan

hasil penelitian Yuan et al. (2009) bahwa jumlah kloroplas bervariasi pada

genotipe yang sama dengan kisaran jumlah kloropas antara 9-24 pada genotipe

yang diduga haploid (Gambar 33A-E) dan 19-36 pada genotipe diploid (kontrol)

(Gambar 33F). Empat genotipe yang diduga haploid dilanjutkan dengan analisis

jumlah kromosom.

Page 119: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

92

Tabel 17. Rata-rata dan kisaran jumlah kloroplas pada sel penjaga stomata enamgenotipe Dianthus chinensis hasil pseudofertilisasi dengan polen yangdiiradiasi sinar gamma

GenotipeJumlah stomata yang

diamatiRata-rata jumlah

kloroplasKisaran jumlah

kloroplasPF035.1 77 15,88 ± 2,47 17 - 24PF042 144 14,42 ± 1,79 9 - 18PF069.1 47 13,51 ± 2,45 9 - 18PF079 21 15,57 ± 2,18 10 - 18Kontrol 1 116 26,00 ± 3,08 19 - 36Kontrol 2 34 25,00 ± 2,19 21 - 31

Gambar 33. Kloroplas dalam sel penjaga stomata tanaman Dianthus chinensishasil pseudofertilisasi: (A) PF035.1, (B) PF042, (C) PF069.1, (D)PF69.2, (E) PF79, dan (F) diploid (kontrol) Bar =10 µm;Kromosom (G) PF35.1, (H) PF 42, (I) PF69.1, (J) PF79, (K)kontrol. Bar = 1 µm

Analisis kromosom sangat sulit dilakukan pada akar yang berasal dari

planlet in vitro, sehingga analisis jumlah kromosom menggunakan jaringan

meristem pada planlet. Berdasarkan analisis jumlah kromosom menggunakan

meristem pucuk planlet diketahui bahwa empat genotipe memiliki jumlah

kromosom 15 (PF35.1, PF69.1, PF69.1 dan PF79) dan jumlah kromosom 30

(PF42 dan kontrol) (Gambar 33G-K). Pada PF79 terdapat kemungkinan telah

terjadi penggandaan kromosom secara spontan. (Gambar 34). Namun hasil

analisis kromosom ini juga masih meragukan. Untuk memperjelas analisis ploidi

ini dilakukan analisis flow cytometri.

Page 120: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

93

Gambar 34. Kromosom tanaman PF79 hasil pseudofertilisasi: terdapat dua seldengan jumlah kromosom berlainan. Jumlah kromosom 30 (panahhitam), jumlah kromosom 15 (panah merah)

Analisis dengan Flow cytometer diperoleh bahwa PF69.1 dan PF69.2

adalah haploid (Gambar 35). Pada histogram itu pula dapat dibuktikan adanya

kemungkinan penggandaan spontan, terlihat adanya peak (puncak) 4C. Analisis

dengan flow cytometer pada PF 35.1, PF42, PF79 dan PF89 menunjukkan bahwa

tanaman-tanaman tersebut adalah diploid (Gambar 36 dan 37).

Gambar 35. Histogram DNA hasil analisis flow cytometer pada tanaman PF69.1dan PF69.2 hasil pseudofertilisasi: (A) Kontrol diploid, (B) PF69-1dan (C) PF69-2

A

B

C

Page 121: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

94

Gambar 36. Histogram DNA hasil analisis flow cytometer pada tanaman PF89hasil pseudofertilisasi: (A) kontrol diploid, (B) PF89 diploid

Gambar 37. Histogram DNA hasil analisis flow cytometry pada tanaman PF35.1hasil pseudofertilisasi: (A) kontrol; (B) PF 35.1

Setelah aklimatisasi, dari enam genotipe hasil pseudofertilisasi hanya 3

genotipe (PF42, PF69.1 dan PF69.2) yang berbunga (Gambar 38). Genotipe PF42

morfologi daun dan bunga yang sangat berbeda dengan donor ovul dan serbuk

File: Anyelir Kontrol Date: 17-02-2012 Time: 09:12:43 Particles: 7401 Acq.-Time: 254 s

0 200 400 600 800 10000

40

80

120

160

200

FL1 -

coun

ts

0 200 400 600 800 10000

40

80

120

160

200

FL1 -

coun

ts

partec CyFlow

File: Anyelir PF89 Date: 17-02-2012 Time: 09:22:58 Particles: 8452 Acq.-Time: 326 s

0 200 400 600 800 10000

40

80

120

160

200

FL1 -

coun

ts

0 200 400 600 800 10000

40

80

120

160

200

FL1 -

coun

ts

partec CyFlow

A

2C

2C

4C

4C

Kontroldiploid

BPF89

AKontrol

BPF35.1

Page 122: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

95

sarinya. PF42 memiliki corak berbintik putih yang merata pada petal dengan

warna petal sama dengan donor ovul. Perbedaan juga terjadi pada bentuk dan

ukuran daun, tipe batang yang lebih roset dibanding dua sumber atau donor ovul

dan serbuk sari. PF42 kemungkinan mengalami mutasi selama proses

penyelamatan embrio secara in vitro.

PF69.1 memiliki warna daun kekuningan, kemungkinan karena terjadi

gangguan pada klorofil. Waktu berbunga tanaman ini sangat lama (11 bulan), dan

bunga tidak memiliki antera. PF69.2 memiliki pertumbuhan vegetatif normal,

tetapi bunga tidak memiliki antera. Dari hasil ini terlihat bahwa perbedaan antara

diploid dengan haploid yang utama adalah bagian bunga. Tanaman diploid

memiliki antera, sedangkan tanaman haploid tidak memiliki antera (Gambar 38L,

M). .

Gambar 38. Pertumbuhan planlet in vitro dan tanaman hasil pseudofertilisasi. (A) kontrol,(B) PF35-1, (C) PF42, (D) PF69-1 (E) PF69-2, (F) PF79 (G) Tanaman hasilpseudofertilisasi umur 3 bulan setelah aklimatisasi, (H) tanaman PF42, (I)tanaman PF69.1, (J) tanaman PF69.2, (K) bunga PF42, (L) bunga PF69.1,(M) bunga PF69.2

PF35.1, PF79, PF89 memiliki pertumbuhan vegetatif roset dan tidak

berbunga. PF79 dan PF89 memiliki daun yang tipis, dan peka terhadap busuk

akar. Untuk mengetahui asal-usul dari PF35.1, PF42, PF79, dan PF89, maka

dilakukan analisis isoenzim dan hasilnya disajikan pada Gambar 39.

Analisis isozim

Analisis isozim dilakukan dengan mengambil sampel daun PF35.1, PF 42,

PF79, dan PF89. Tanaman donor ovul Dchi-11, donor serbuk sari Dchi-14 dan

Page 123: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

96

salah satu keturunan hasil persilangan kedua donor tersebut (151) digunakan

sebagai kontrol. Tanaman haploid akan memiliki pita yang sama atau lebih

sedikit dibandingkan dengan tanaman donor betina dan tidak ada pita yang berasal

dari donor serbuk sari.

Pita yang terbentuk pada isozim merupakan hasil reaksi enzimatik dari

substrat dengan enzim yang diamati. Hasil analisis isozim dengan sistem enzim

esterase (EST) diperoleh bahwa PF35.1 dan PF89 memiliki pita yang sama

dengan induk betina Dchi-11. Hasil ini menunjukkan bahwa kemungkinan PF35.1

dan PF89 berasal dari perkembangan bagian dari sel donor betina, namun dua pita

yang sama ini juga dimiliki oleh donor jantan Dchi-14. PF 79 berbeda satu pita

dari donor ovulnya (pita tidak ada). Dua pita yang lain memiliki pita sama dengan

donor ovul dan donor serbuk sari, namun dengan sistem enzim peroksidase (PER)

PF79 memiliki pita sama dengan donor betina, dan tidak memiliki satu pita

(Gambar 39, tanda anak panah). Hasil ini masih meragukan sehingga perlu diuji

melalui segregasi turuannya melalui selfing. Namun karena tanaman ini berbentuk

roset dan tidak berbunga, sehingga tidak dapat diuji segregasinya. PF42 memiliki

satu pita yang sama sekali berbeda dari Dchi-11 dan Dchi-14 baik pada sistem

enzim esterase dan peroksidase, menunjukkan bahwa PF42 mengalami mutasi.

Hasil selfing dari PF42 memiliki keragaman yang tinggi pada bentuk daun, warna

daun, dan bunga (40), sehingga memberikan indikasi PF42 adalah diploid.

A BGambar 39. Hasil analisis isozim dengan enzim (A) esterase (EST) dan (B)

peroksidase (PER) pada tanaman hasil pseudofertilisasi PF35.1,PF42, PF79 dan PF89 menggunakan serbuk sari yang diiradiasi sinargamma 100 Gy

Dari sistem enzim peroksidase terdapat satu pita spesifik yang hanya

dimiliki oleh donor jantan dan tanaman F1 (Gambar 39B, tanda panah) dan tidak

Page 124: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

97

dimiliki PF35.1, PF79 dan PF79. Hasil sistem enzim peroksidase ini menunjukkan

bahwa kemungkinan PF35.1, PF79 dan PF89 berasal dari donor betina Dchi11.

Gambar 40. PF42 dan progeni hasil penyerbukan sendiri tanaman PF42 hasilpseudofertilisasi. (A) bunga PF42, (B-L) bunga progeni hasil selfingPF42. (M) keragaman pertumbuhan PF42

Percobaan 2. Pseudofertilisasi menggunakan polen yang diiradiasi denganberbagai macam dosis sinar gamma 0, 50, 100, 200 dan 300 Gy

Pengujian aktivitas serbuk sari

Viabilitas serbuk sari dipengaruhi oleh dosis iradiasi. Makin meningkat

dosis irradiasi sinar gamma, perkecambahan serbuk sari semakin menurun

dibandingkan dengan serbuk sari yang tidak diiradiasi (Gambar 41). Laju

perkecambahan serbuk sari kontrol (serbuk sari tidak diiradiasi) rata-rata adalah

79,28%. laju perkecambahan rata-rata yang diamati pada serbuk sari yang

diiradiasi dengan dosis 50 Gy adalah 10,34%.

Gambar 41. Persentase perkecambahan serbuk sari D. chinensis Dchi-14, 24 jamsetelah iradiasi sinar gamma.

Hasil ini menunjukkan bahwa pada dosis 50 Gy serbuk sari tidak dapat

digunakan sebagai donor, karena masih terdapat peluang serbuk sari untuk

menyerbuki sel telur. Tingkat dosis iradiasi 100 – 300 Gy mampu menonaktifkan

serbuk sari, sehingga dapat digunakan sebagai donor serbuk sari.

79,28

10,34

-200

20406080

100

0 100 200 300

Pers

enta

sepe

rkec

amba

han

dosis iradiasi(Gy)

Page 125: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

98

Pemanenan buah

Semua buah dipanen pada umur dua minggu setelah penyerbukan. Dari

104 buah yang diserbuki, hanya dapat dipanen 53 buah. Buah gugur pada

perlakuan serbuk sari yang diiradiasi lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol

(tanpa iradiasi) (Gambar 42). Keguguran buah kemungkinan disebabkan oleh

ketidakmampuan tabung polen mencapai kantong embrio. Pengaruh serbuk sari

yang diiradiasi pada gugurnya buah secara morfologi terlihat dari keringnya buah

yang dimulai pada satu minggu setelah penyerbukan.

Gambar 42. Persentase pembentukan buah pada D. chinensis yang diserbukidengan serbuk sari yang diradiasi dengan berbagai dosis sinargamma.

Buah gugur terjadi setelah dua minggu perlakuan pseudofertilisasi dengan

serbuk sari yang diiradiasi pada dosis 100 – 300 Gy. Jumlah total embrio yang

membesar tidak dipengaruhi oleh dosis iradiasi. Pada Tabel 18 terlihat bahwa

pada dosis 200 Gy memiliki rata-rata jumlah embrio yang terbentuk per buah

yang tertinggi. Namun jumlah embrio yang membesar tidak selalu mampu untuk

tumbuh dan berkecambah (Tabel 19).

Tabel 18. Jumlah dan karakteristik buah yang dipanen dan biji yang diperolehsetelah penyerbukan D. chinensis Dchi-11 dengan serbuk sari D.chinensis Dchi-14 yang diradiasi dengan sinar gamma.

Dosisiradiasi

(Gy)

Jumlahbunga yangdiserbuki

Jumlahbuah yangdipanen

Rata-ratapanjang

buah (cm)

Rata-ratadiameter

buah (cm)

Totalembrio

Rata-rataembrio yang

terbentuk/buah0 6 6 1,45 ± 0,28 0,45 ± 0,14 60 10,0

100 24 16 1,28 ± 0,05 0,29 ± 0,10 55 3,4200 37 16 1,33 ± 0,06 0,37 ± 0,06 89 5,6300 37 15 1,25 ± 0,11 0,43 ± 0,04 74 4,9

Jumlah 104 53 278Keterangan: rata-rata embrio yang terbentuk dihitung dari total embrio/jumlah

jumlah buah yang dipanen

100,00

66,6743,24 40,54

0,0020,0040,0060,0080,00

100,00120,00

0,00 100,00 200,00 300,00pem

bent

ukan

bua

h (5

)

Dosis iradiasi (Gy)

Page 126: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

99

Tabel 19. Pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap perkecambahan biji dankualitas planlet setelah 4 bulan dan 7 bulan hasil pseudofertilisasi

Dosis(Gy)

Jumlahembrio

Embrioberkecambah

Setelah 4 bulan Setelah 7 bulan

jumlah % Planletnormal

Planletabnormal

Planletnormal

Planletabnormal

0 60 15 25,00 15 0 15 0100 55 14 23,64 8 6 5 9200 89 22 23,60 13 9 13 9300 74 7 9,46 3 4 2 5

Jumlah 278 58 39 19 35 23

Keterangan: plantlet normal dan abnormal dihitung dari jumlah embrio yangberkecambah

Rata-rata embrio yang terbentuk dari hasil penyerbukan dengan serbuk

sari yang diiradiasi dengan sinar gamma 100 – 300 Gy menurun dibandingkan

dengan kontrol (Tabel 18). Pengaruh lain akibat irradiasi ialah menurunnya

persentase perkecambahan pada dosis 100 - 300 Gy, tetapi tidak ada perbedaan

antara dosis 100 dan 200 Gy (Tabel 19). Persentase planlet normal dengan

perlakuan pada dosis 100 (57%) dan 200 (59%) mendekati setengah dari kontrol

(50%). Dari hasil ini, maka dapat digunakan untuk menentukan dosis 50%

(Gambar 43).

Gambar 43. Grafik hubungan antara dosis iradiasi sinar gamma terhadappersentase abnormal planlet D. chinensis setelah 4 bulan dan 7 bulan.

Abnormalitas dosis 50 mirip dengan penentuan LD50 (Lethal dosis 50)

yang digunakan untuk menentukan batas maksimum dosis iradiasi yang untuk

mendapatkan mutan maksimum. Kemudian kisaran dosis ini dikaitkan dengan

dosis irradiasi yang menghasilkan tanaman haploid yang maksimal, sehingga dari

dua waktu penentuan dosis abnormalitas dosis 50% dapat ditentukan waktu

penghitungan abnormalitas dosis 50% yang tepat. Pada penelitian ini diduga

y = 0,267x + 17,18R² = 0,762

y = 0,168x + 11,31R² = 0,747

020406080

100120

0 100 200 300 400

plan

let a

bnor

ma

(%)l

Dosis iradiasi (Gy)

7 bulan4 bulan

Page 127: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

100

bahwa tanaman haploid mendekati tanaman abnormal, sehingga dosis untuk

mendapatkan tanaman haploid yang maksimal berada dibawah AD50. AD50

Dianthus chinensis hasil penelitian ini adalah 230,30 Gy (setelah 4 bulan) dan

122,92 Gy (setelah 7 bulan).

Pengaruh serbuk sari yang diiradiasi terhadap plantlet in vitro.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tunas langsung keluar dari ovul, dan

hanya satu embrio yang membentuk kalus yaitu pada dosis irradiasi 100 Gy (C5).

Pembentukan tunas yang terjadi adalah 1 tunas per ovul. Beberapa plantlet yang

dihasilkan dari penyerbukan dengan polen yang diiradiasi menunjukkan fenotipe

abnormal. Bentuk-bentuk abnormal pada umumnya yaitu pada bagian daun dan

batang (Gambar 44).

Gambar 44. Planlet hasil penyerbukan dengan serbuk sari yang diirradiasi dengansinar gamma pada dosis 100-300 Gy. (A-C) planlet abnormal hasilpseudofertilisasi dengan iradiasi sinar gamma pada dosis 300 Gy (D-G) planlet normal hasil pseudofertilisasi dengan iradiasi sinar gammapada dosis 100-200 Gy.

Planlet normal hasil dari penyerbukan dengan serbuk sari yang diiradiasi

dengan dosis 100 – 300 Gy pertumbuhannya sama dengan kontrol tetapi laju

pertumbuhannya agak lambat. Beberapa planlet ini memiliki fenotipe yang

100

bahwa tanaman haploid mendekati tanaman abnormal, sehingga dosis untuk

mendapatkan tanaman haploid yang maksimal berada dibawah AD50. AD50

Dianthus chinensis hasil penelitian ini adalah 230,30 Gy (setelah 4 bulan) dan

122,92 Gy (setelah 7 bulan).

Pengaruh serbuk sari yang diiradiasi terhadap plantlet in vitro.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tunas langsung keluar dari ovul, dan

hanya satu embrio yang membentuk kalus yaitu pada dosis irradiasi 100 Gy (C5).

Pembentukan tunas yang terjadi adalah 1 tunas per ovul. Beberapa plantlet yang

dihasilkan dari penyerbukan dengan polen yang diiradiasi menunjukkan fenotipe

abnormal. Bentuk-bentuk abnormal pada umumnya yaitu pada bagian daun dan

batang (Gambar 44).

Gambar 44. Planlet hasil penyerbukan dengan serbuk sari yang diirradiasi dengansinar gamma pada dosis 100-300 Gy. (A-C) planlet abnormal hasilpseudofertilisasi dengan iradiasi sinar gamma pada dosis 300 Gy (D-G) planlet normal hasil pseudofertilisasi dengan iradiasi sinar gammapada dosis 100-200 Gy.

Planlet normal hasil dari penyerbukan dengan serbuk sari yang diiradiasi

dengan dosis 100 – 300 Gy pertumbuhannya sama dengan kontrol tetapi laju

pertumbuhannya agak lambat. Beberapa planlet ini memiliki fenotipe yang

100

bahwa tanaman haploid mendekati tanaman abnormal, sehingga dosis untuk

mendapatkan tanaman haploid yang maksimal berada dibawah AD50. AD50

Dianthus chinensis hasil penelitian ini adalah 230,30 Gy (setelah 4 bulan) dan

122,92 Gy (setelah 7 bulan).

Pengaruh serbuk sari yang diiradiasi terhadap plantlet in vitro.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tunas langsung keluar dari ovul, dan

hanya satu embrio yang membentuk kalus yaitu pada dosis irradiasi 100 Gy (C5).

Pembentukan tunas yang terjadi adalah 1 tunas per ovul. Beberapa plantlet yang

dihasilkan dari penyerbukan dengan polen yang diiradiasi menunjukkan fenotipe

abnormal. Bentuk-bentuk abnormal pada umumnya yaitu pada bagian daun dan

batang (Gambar 44).

Gambar 44. Planlet hasil penyerbukan dengan serbuk sari yang diirradiasi dengansinar gamma pada dosis 100-300 Gy. (A-C) planlet abnormal hasilpseudofertilisasi dengan iradiasi sinar gamma pada dosis 300 Gy (D-G) planlet normal hasil pseudofertilisasi dengan iradiasi sinar gammapada dosis 100-200 Gy.

Planlet normal hasil dari penyerbukan dengan serbuk sari yang diiradiasi

dengan dosis 100 – 300 Gy pertumbuhannya sama dengan kontrol tetapi laju

pertumbuhannya agak lambat. Beberapa planlet ini memiliki fenotipe yang

Page 128: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

101

berbeda dengan kontrol. Pada saat daun pertama muncul, semua organ, daun

tangkai daun dan cabang memiliki ukuran yang lebih kecil (Gambar 44B)

dibandingkan dengan kontrol (Gambar 44A). Tiga planlet C18.2, C21.4 dan E30C

memiliki daun variegata (Gambar 44C).

Pengaruh serbuk sari yang diiradiasi terhadap tingkat ploidi

Dari hasil percobaan 1 diketahui bahwa, pertumbuhan planlet yang kecil

dan lambat merupakan karakteristik tanaman haploid. Maka untuk planlet-plantlet

dengan pertumbuhan lambat ini, sebelum dilakukan multiplikasi, planlet diamati

jumlah kloroplasnya. Jumlah kloroplas pada sel penjaga stomata tanaman yang

diduga haploid kurang lebih setengah dari tanaman diploid. (Gambar 45D-G).

Gambar 45. Pertumbuhan planlet normal dan planlet yang diduga haploid, bentukdaun variegata serta jumlah kloroplas di sel penjaga stomata. (A)tanaman kontrol diploid, (B) plantlet yang diduga haploid, (C) daunvariegata E30C, (D) jumlah kloroplas sel penjaga stomata C11, (E)D9.1, (F) D9.2, (G) D19.1 dan (H) kontrol

Kloroplas pada sel penjaga stomata lima sampel planlet dihitung

jumlahnya dan diperoleh rata-rata memiliki jumlah kloroplas berkisar antara 10 –

20. Analisis flowcytometer menggunakan tanaman standar atau kontrol D.

chinensis “D-chi11” (tanaman donor) yang memiliki tingkat ploidi diploid. Hasil

analisis menunjukkan bahwa planlet yang diduga haploid berdasarkan jumlah

kloroplas pada sel penjaga stomata sejalan dengan analisis flow cytometer. Lima

sampel haploid yang diuji semuanya haploid (Gambar 46, 47). Hasil ini sama

dengan perbobaan 1. Dari hasil ini dapat dibuktikan bahwa jumlah kloroplas pada

sel penjaga stomata dapat digunakan untuk menduga tingkat ploidi D. chinensis.

A B C

D E F G H

Page 129: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

102

Gambar 46. Histogram DNA hasil analisis dengan flow cytometer pada tanamanD9.2 hasil pseudofertilisasi: (A) kontrol diploid Dchi-11; (B) haploidD9.2 dari serbuk sari yang diiradiasi pada dosis 200 Gy.

Gambar 47. Histogram DNA hasil analisis dengan flow cytometer pada tanamanC11, D9.1, D19.1, D231: (A) kontrol diploid Dchi-11; (B) C11 hasilpseudofertilisasi dengan serbuk sari yang diiradiasi pada dosis 100Gy; (C-E) berturut-turut haploid D9.1, D9.2, D19.1 dan D231 hasilpseudofertilisasi dengan serbuk sari yang diiradiasi pada dosis 200 Gy

Page 130: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

103

Hasil analisis dengan Flow cytometer diketahui bahwa 5 genotipe haploid

tersebut mengandung campuran ploidi haploid dan diploid yang ditunjukkan

adanya peak atau puncak 4C pada tanaman haploid. Dosis iradiasi 200 Gy

menghasilkan jumlah tanaman haploid yang lebih banyak dibandingkan dengan

polen yang diiradiasi sinar gamma.

Aklimatisasi hasil pseudofertilisasi

Hasil pseudofertilisasi sebagian besar sudah dapat diaklimatisasi dan

hasilnya disajikan pada Tabel 20. Dari pseudofertilisasi menggunakan serbuk sari

yang diradiasi dengan dosis sinar Gamma 100 Gy diperoleh 7 tanaman, dosis 200

Gy 13 tanaman dan 300 Gy diperoleh 3 tanaman yang normal. Dari total 23

tanaman hasil pseudofertilisasi 16 tanaman sudah berbunga, 7 tanaman

belum/tidak berbunga. Dari 23 tanaman yang dapat diaklimatisasi, empat sampel

haploid (hasil analisis dengan flow cytometer) semua sudah berbunga (Gambar

48).

Tabel 20. Hasil aklimatisasi 23 regeneran hasil pseudofertilisasi

No. Kodegenotipe

Tanaman berbunga/tidak berbunga Jumlahtanaman

Keterangan

1 C7.1 berbunga 12 C7.2 berbunga 13 C11 berbunga 1 Haploid ganda* **4 C13.1 berbunga 65 C18.1 berbunga 26 C18.2 berbunga 1 Daun variegata7 C21.4# berbunga 4 Daun variegata8 D231 berbunga 2 Haploid*9 D7.1 tidak berbunga 110 D7.2 tidak berbunga 311 D6.2 tidak berbunga 112 D9.1 berbunga 1 Haploid ganda* **13 D9.2 berbunga 1 Haploid*14 D13.1 berbunga 315 D14.1 tidak berbunga 216 D15.1 berbunga 417 D15.2 berbunga 318 D19.1 berbunga 3 Haploid Ganda**19 D37B.2# tidak berbunga 120 D37B.5# tidak berbunga 121 E30C# tidak berbunga 1 Daun variegata22 E37B.6# berbunga 123 E30d.1 berbunga 1Keterangan: * hasil analisis dengan flow cytometer

** terjadi penggandaan spontan secara in vivo# pseudofertilisasi dilakukan 2 hari setelah iradiasi dengan sinar

Gamma

Page 131: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

104

Bunga berukuran kecil tidak memiliki serbuk sari yang merupakan salah

satu ciri tanaman haploid. Haploid ganda terjadi pada D19.1 yang menghasilkan

bunga yang normal dan warna bunga yang (mendekati warna donor betina).

Untuk membuktikan bahwa D19.1 merupakan haploid ganda dilakukan

penyerbukan sendiri D19.1, dan hasilnya dapat diperoleh biji normal tetapi

mengalami depresi inbreeding. Biji-biji tersebut hanya tumbuh 30% dengan

pertumbuhan yang sangat lambat. Jumlah kloroplas D19.1 pada saat kondisi

haploid berkisar antara 10-14, sedang setelah terjadi penggandaan spontan

berkisar 20-22.

Gambar 48. Empat genotipe haploid dan haploid ganda hasil pseudofertilisasiyang sudah berbunga (A,E) C11, hasil pseudofertilisasi dengan dosissinar gamma 100 Gy, (B,F) D9.1 hasil pseudofertilisasi dengan dosissinar gamma 200 Gy, (C,G) D9.2 hasil pseudofertilisasi dengandosis sinar gamma 200 Gy, (D,H) D19.1 hasil pseudofertilisasidengan dosis sinar gamma 200 Gy

Pada percobaan pseudofertilisasi ke 2 ini juga ditemukan abnormalitas

pembungaan. Mutan tersebut memiliki struktur seperti daun di tempat organ-

organ pembungaan menghasilkan kelopak ganda (Gambar 49A). Pada

perkembangan selanjutnya terjadi pertumbuhan bunga yang normal, dan kasus ini

semua terjadi pada satu tanaman yaitu E30d-1. Diduga tanaman berada pada

kondisi peralihan dari tanaman haploid menjadi tanaman haploid ganda.

A B C D

E F G H

Page 132: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

105

Gambar 49. Tanaman hasil pseudofertilisasi E30d-1, hasil penyerbukan denganserbuk sari yang diirdiasi dengan sinar gamma 300 Gy. (A) mutanyang memiliki struktur seperti daun di tempat organ-organpembungaan. (B) abnormalitas dalam bentuk chimera terdiri atasbunga normal dan tidak normal. Anak panah merah = bunga tanpaantera, anak panah kuning = bunga normal, anak panah putih =bunga transisi dengan antera tidak lengkap.

Hasil pseudofertilisasi masih terdapat tanaman-tanaman putatif haploid

dan haploid ganda yang belum dianalisis ploidinya seperti, C18.1, D15.2, E37B.6

dan lainnya (Gambar 50). Warna bunga tanaman tersebut berkisar dari warna

putih sampai pink kemerahan.

Gambar 50. Bunga dari tanaman donor dan bunga dari tanaman hasilpseudofertilisasi dengan serbuk sari yang diradiasi dengan sinargamma pada dosis 100-200 Gy. (A) bunga tanaman donor ♀, (B)bunga tanaman donor ♂, (C-G) bunga dari tanaman yang diserbukidengan serbuk sari yang diiradiasi dengan sinar gamma pada dosis100 Gy, (I-L) bunga dari tanaman yang diserbuki dengan serbuksari yang diiradiasi dengan sinar gamma pada dosis 100 Gy .

Page 133: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

106

Pembahasan

Percobaan 1. Pseudofertilisasi menggunakan polen yang diiradiasi dengandosis 100 Gy

Hasil penelitian pseudofertilisasi Dianthus chinensis menggunakan sinar

gamma pada dosis 100 Gy dapat menonaktifkan serbuk sari. Akibat dari serbuk

sari yang non aktif menyebabkan buah gugur setelah 2 minggu, ditandai dengan

berubahnya warna ovari dari warna hijau menjadi coklat. Buah harus dipanen

sebelum umur 2 minggu. Hasil penelitian Sato et al. (2000), menggunakan donor

betina Dianthus caryophyllus yang diiradiasi dengan sinar X pada level dosis 100

kRad, serbuk sari mampu berkecambah di dalam tabung polen dan dapat

mencapai stilus. Pembengkakan buah terjadi satu minggu setelah penyerbukan,

tetapi ovari akan mengalami aborsi pada umur 4 minggu, sehingga harus dikultur

pada umur 2- 3 minggu setelah penyerbukan.

Pada percobaan ini dari 123 persilangan semu (pseudofertilisasi) yang

dilakukan diperoleh dua tanaman haploid yaitu PF69.1 dan PF69.2.

Pseudofertilisasi PF 69.1 memiliki daun berwarna kekuningan, dengan umur

berbunga yang lambat. Persentase tanaman haploid yang diperoleh pada penelitian

ini lebih banyak jika dibandingkan dengan yang diperoleh Sato et al (2000)

dengan hasil 1 tanaman haploid ganda dari 300 pseudofertilisasi dan Dolcet-

sanjuan et al. (2001) dengan hasil 3 tanaman haploid dari 1650 pseudofertilisasi.

Tanaman yang dihasilkan dari biji hasil penyerbukan dengan serbuk sari yang

diiradiasi merupakan hasil dari tidak lengkapnya transmisi genom jantan (Peixe et

al. 2000). Menurut Sestili dan Ficcadenti (1996), iradiasi pada tingkat yang

rendah hanya merusak sebagian inti sel generatif serbuk sari saja, sehingga masih

mampu berfusi dengan sel telur.

Pada tanaman apel setelah penyerbukan dengan serbuk sari yang diiradiasi

menghasilkan biji yang mengandung endosperm saja atau endosperm dan embrio.

Pada dosis tertentu ada kemungkinan inti sperma tunggal masih ada dalam tabung

sari sehingga mampu membuahi sel telur atau berfusi dengan inti polar (Nicoll et

al. 1987). Jika hanya menghasilkan endosperm saja dipastikan tanaman adalah

triploid, sedang jika menghasilkan embrio dan endosperm dipastikan diploid,

tetapi dapat memunculkan mutan karena adanya transmisi gen dari tetua paternal.

Hal ini terjadi pada hasil penelitian ini (PF42 dan PF89) yang level ploidinya

adalah diploid.

Page 134: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

107

Persentase terbentuknya embrio tertinggi menjadi tanaman adalah pada

umur embrio 14 HSP (24%). Hasil penelitian Sato et al. (2000) umur 3 minggu

merupakan umur maksimal ovari yang dapat dipanen, selebihnya buah akan

gugur. Pada penelitian ini hasil yang diperoleh berbeda. Pada persilangan normal,

3 minggu setelah penyerbukan buah telah masak ditandai dengan berubahnya

warna embrio dari putih menjadi hitam, sehingga panen buah dilakukan maksimal

umur dua minggu untuk menghindari kehilangan materi. Perbedaan ini

disebabkan oleh penggunaan materi induk betina yang digunakan. Pada penelitian

Sato et al. (2000) yang menggunakan Dianthus caryophyllus sebagai penerima

serbuk sari, memiliki umur berbunga yang lebih lama. Tanaman kontrol yang

dipanen satu minggu HSP hanya satu ovul yang mampu tumbuh. Hasil ini

menunjukkan bahwa umur satu minggu buah masih terlalu muda untuk

berkembang menjadi tanaman. Buah umur satu minggu biji belum masak dan

berwarna putih, pada akhirnya embrio berubah menjadi coklat seperti biji masak.

Sejalan dengan pendapat Bohanec (2009) dan Musial et al. (2005) bahwa proses

pemasakan kantong embrio berlanjut selama kultur in vitro.

Perlakuan iradiasi pada serbuk sari menyebabkan DNA kromosom rusak,

sehingga embrio yang dihasilkan dari serbuk sari ini hanya mengandung

kromosom dari sel telur. Pada saat terbentuk embrio, kromosom dari serbuk sari

yang diiradiasi ada kemungkinan dapat bergabung dengan kromosom dari sel

telur, tetapi pada perkembangan embrio selanjutnya, kromosom ini dapat hilang

selama proses mitosis (Suharsono et al., 2009).

Percobaan 2. Pseudofertilisasi menggunakan polen yang diiradiasi denganberbagai macam dosis sinar gamma 0 Gy, 50 Gy, 100 Gy, 200 Gy dan 300Gy

Haploid pada Dianthus chinensis telah diperoleh melalui induksi

partenogenesis melalui persilangan dengan serbuk sari yang diiradiasi dengan

sinar gamma. Dibandingkan dengan percobaan 1 dengan menggunakan spesies

genotipe yang sama, pada percobaan kedua ini menggunakan metode yang sama,

tetapi menggunakan laju dosis yang diperlebar sampai 300 Gy untuk mengetahui

batas atas dari perlakuan dosis iradiasi. Pada percobaan 1 serbuk sari yang

diiradiasi dengan sinar gamma 100 Gy hanya menonaktifkan perkecambahan

serbuk sari saja, tetapi kemungkinan serbuk sari pulih dari paparan sinar radiasi

gamma masih ada. Hal ini dibuktikan dengan diperolehnya tanaman variegata

Page 135: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

108

(PF42), dan dua tanaman lain yaitu PF35.1 dan PF79 tidak berbunga. Hasil

konfirmasi ploidi tanaman-tanaman ini adalah diploid. Hasil ini memberikan

indikasi bahwa pada dosis 100 Gy walaupun seluruh serbuk sari telah non aktif,

tetapi terdapat kemungkinan serbuk sari pulih kembali. Maka percobaan ke 2 ini

dilakukan dengan meningkatkan dosis iradiasinya.

Pada semua dosis 100 – 300 Gy dapat diperoleh tanaman, tetapi

peningkatan laju dosis akan menurunkan persentase perkembangan genotipe

normal dan meningkatkan genotipe yang abnormal. Meskipun pada dosis iradiasi

300 Gy diperoleh tanaman, tetapi tanaman haploid tidak diperoleh. Genotipe pada

dosis 300 Gy ini tumbuh abnormal dan mati pada tahap perkembangan

selanjutnya. Menurut Vassileva-Dryanovska (1966), embrio haploid dapat

dihasilkan melalui dua cara berbeda. Pertama terkait dengan stimulasi inti induk

betina untuk membelah melalui piknotisasi dari kromatin induk jantan. Kedua

fertilisasi dari inti sel telur dirusak oleh sperma, kromatid sesudah itu tereliminasi

dalam sitoplasma. Tabung serbuk sari memiliki kemampuan untuk tumbuh ke

dalam kantong embrio meskipun pada level dosis yang tinggi. Fenomena ini

secara teori dapat diinterpretasikan sebagai RNA dan protein RNA (banyak

terdapat dalam sitoplasma serbuk sari) yang lebih tahan terhadap paparan iradiasi

dari pada DNA (banyak terdapat pada inti generatif).

Perlakuan dengan dosis iradiasi tinggi (300 Gy) menghasilkan

abnormalitas tanaman yang tinggi, laju kematian yang tinggi serta lambatnya

pertumbuhan tanaman. Pada percobaan ke dua ini ditemukan dua tanaman haploid

(D231 dan D9.1) yang memiliki tipe pertumbuhan abnormal yang kerdil (dwarf).

Dosis sinar gamma 200 Gy pada penelitian ini diperoleh jumlah tanaman

hidup dan tanaman haploid yang lebih banyak dibandingkan dengan dosis 100 Gy.

Fenomena ini dikenal dengan nama “Hertwig effect” (Pandey and Phung 1982).

Rendahnya pembentukan biji biasa terjadi setelah iradiasi serbuk sari dan

mencerminkan kegagalan fertilisasi (Nicoll et al. 1987). Rendahnya

perkecambahan biji terjadi karena aborsi pada kantong embrio (Chalak and

Legave 1997).

Fenomena yang terjadi pada pseudofertilisasi

Menurut Sato et al. (2000) studi pseudofertilisasi tanaman asal kultur ovul

memiliki tiga potensi sumber atau asal usul hasil pseudofertilisasi disamping

fertilisasi ovul yang sebenarnya. Potensi pertama adalah dari sel somatik tanaman

Page 136: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

109

induk betina, yang berarti tanaman yang telah beregenerasi pasti identik dengan

tanaman induk betina. Pada penelitian pseudofertilisasi ini tujuh tanaman haploid

hasil percobaan 1 dan 2 secara morfologi berbeda dengan tanaman induk (donor

ovul dan serbuk sari) dan tanaman kontrol (persilangan normal).

Potensi kedua adalah fertilisasi ovul dengan serbuk sari yang aktif

terhindar dari iradiasi sinar Gamma sehingga karakter dominan dari donor serbuk

sari pasti terekspresi dalam tanaman. Pada penelitian ini warna bunga dari donor

serbuk sari Dchi-14 adalah ungu dengan warna merah melingkar dan tanaman

induk betina Dchi-11 adalah pink. Hasil persilangan keduanya memiliki karakter

warna bunga yang dominan dari tetua jantan. Hasil percobaan 1 kedua tanaman

haploid masing-masing berwarna pink keputihan dan salmon, sedangkan

percobaan ke 2 diperoleh lima tanaman haploid dengan kisaran warna putih

sampai pink dan tidak ada cirri-ciri warna bunga dari tanaman donor serbuk sari

(Dchi-14). Karena warna dasar bunga tanaman haploid tidak sama dengan tetua

jantan, maka pada percobaan ini bukan mengikuti potensi kedua.

Potensi ketiga adalah ovul yang di serbuki sendiri dengan serbuk sari

tanaman akan bervariasi karena materi tanaman sangat heterosigus dan turunan S1

akan bersegregasi dengan banyak karakter. Untuk membuktikan potensi ketiga

ini, dicontohkan PF42 hasil percobaan 1. Penyerbukan sendiri yang dilakukan

pada PF42 (berdaun variegata) menghasilkan keturunan normal yang bersegrasi

baik bentuk daun maupun bentuk dan corak bunga. Daun variegata juga bersegrasi

antara variegata dan daun normal. Secara teori daun variegata terkait dengan

perkembangan klorofil pada tanaman yang dikendalikan secara maternal, karena

klorofil terdapat dalam plastida. Daun variegata juga ditemukan lagi pada

percobaan 2 yaitu C18.2, C21.4, dan E30C .

Pada percobaan ke 2 ditemukan genotipe hasil pseudofertilisasi dengan

bunga yang berwarna putih, menunjukkan bahwa warna putih merupakan warna

dengan kendali resesif, karena warna putih selalu tertutupi dan jarang muncul

dalam persilangan kecuali dua gamet jantan dan betina yang membawa karakter

resesif ada bersama-sama.

Pada percobaan 1 dan 2, hasil pemeriksaan kromosom, sel-sel haploid ada

bersama-sama dengan sel-sel diploid dalam meristerm tanaman diploid. Hasil ini

memberikan indikasi adanya penggandaan kromosom spontan dapat terjadi. Hasil

ini dibuktikan dari analisis flow cytometer yang terdeteksi adanya dua ploidi yaitu

haploid dan haploid ganda dalam satu tanaman, sehingga hasil ini menjelaskan

Page 137: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

110

adanya penggandaan kromosom spontan pada tanaman haploid Dianthus

chinensis. Hasil penelitian ini sama dengan yang terjadi pada penelitian Sato et al

(2000) di mana terjadi penggandaan kromosom spontan pada hasil

pseudofertilisasi, Fu et al. (2008) juga menemukan adanya penggandaan spontan

pada tanaman D. chinensis hasil kultur antera.

Meskipun tanaman haploid diperoleh dari kultur ovul pseudofertilisasi

tidak terlalu tinggi, tetapi metode pseudofertilisasi ini menawarkan potensi

parthenogenesis in vitro yang potensial pada tanaman D. chinensis.

Simpulan

1. Penyerbukan menggunakan serbuk sari yang diradiasi 100 – 200 Gy dapat

menginduksi partenogenesis Dianthus sp. menghasilkan tujuh tanaman

haploid (PF69.1, PF69.2, C11, D9.1, D9.2, D19.1 dan D231).

2. Frekuensi tanaman haploid yang diperoleh pada percobaan ke dua adalah

5,1%.

3. Diperoleh putative mutan dwarf pada D9.1 dan D231 serta mutan

abnormalitas pembungaan

Page 138: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

111

PEMBAHASAN UMUM

Dianthus chinensis sebagai tanaman model

Teknologi haploid yang berkembang saat ini, berasal dari tanaman model,

yang dapat dikembangkan pada tanaman komersial lain. Pola pengembangan

teknologi tersebut dilakukan pada tanaman Brassica napus cv “Topaz” yang

menjadi tanaman model untuk penelitian androgenesis dikotil, terutama untuk

mengetahui biologi dasar pembelahan sel dan tahap awal embriogenesis (Custers

et al. 2001). Pada penelitian ini pemilihan tanaman donor Dianthus chinensis

untuk pengembangan teknologi haploid di antara tanaman Dianthus sp yang lain,

didasarkan pada (1) budidaya tanamannya mudah, (2) produksi bunga setiap saat,

(3) memiliki karakter sebagai penanda yang stabil, dan (4) berumur lebih pendek

dibandingkan spesies-spesies lain seperti D. caryophillus dan D. barbatus

(Sparnaaij & Koehorst-van Putten 1990).

Studi awal yang meliputi studi tahap perkembangan bunga, rasio tahap

perkembangan serbuk sari, viabilitas serbuk sari, dan seleksi tanaman donor dan

media dasar memberi informasi yang penting untuk pengembangan teknologi

haploid pada Dianthus chinensis. Selanjutnya kemampuan tanaman donor diuji

untuk pengembangan teknologi. Apabila memiliki peluang keberhasilan yang

tinggi serta respon terhadap perlakuan yang diaplikasikan, tanaman tersebut dapat

menjadi tanaman model untuk pengembangan teknologi haploid.

Dianthus chinensis Dchi-11 berwarna pink, memiliki potensi sebagai

model, karena memenuhi persyaratan tersebut. Dchi-11 memiliki jumlah serbuk

sari dan viabilitas mikrospora tertinggi di antara genotipe yang diuji, sehingga

selalu diikutsertakan pada pengujian-pengujian seleksi tahap perkembangan

serbuk sari dan ovul. Walaupun persentase terbentuknya kalus lebih rendah

dibandingkan dengan Dchi-13, tetapi Dchi-11 cepat membentuk kalus dan

memiliki kemampuan beregenerasi yang lebih tinggi dibandingkan genotipe

lainnya. Selain itu Dchi-11 berespon positif terhadap semua aplikasi metode

androgénesis, ginogenesis dan pseudofertilisasi.

Di antara faktor endogenus, tahap perkembangan serbuk sari dan genotipe

memiliki keterkaitan. Genotipe yang berbeda menunjukkan respon yang berbeda

terhadap pembentukan kalus. Kompetensi ginogenik tampaknya memiliki dasar

genetik, karena dapat diwariskan pada keturunannya (Rudolf et al. 1999).

Page 139: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

112

Keberhasilan induksi haploid pada Dianthus chinensis ditentukan oleh

sistem kultur yang digunakan. Tanaman haploid atau haploid ganda dapat

diinduksi dengan mengkulturkan ovul atau ovari dan ovul tanpa difertilisasi.

Metode lain seperti persilangan jarak jauh, tidak diterapkan untuk Dianthus

chinensis, karena persilangan interspesifik Dianthus chinensis mudah dilakukan.

Dengan mengacu pada hasil penelitian Fu et al. (2008) yang menguji penggunaan

media padat untuk kultur antera, penelitian pendahuluan dicoba menggunakan

metode kultur sebar dengan aplikasi perlakuan berbagai macam media dan

praperlakuan suhu randah, heat shock, manitol dan penempatan tanaman pada

ruangan dengan suhu 14-20 oC. Namun semua aplikasi tersebut tidak memberikan

respon yang signifikan. Kemudian metode diubah dengan menggantinya dengan

kultur antera pada media padat. Hasil yang diperoleh sama dengan yang dilakukan

Fu et al. (2008).

Androgenesis

Hasil penelitian kultur antera pada media padat menunjukkan bahwa

media yang terbaik ialah media yang mengandung 2,4-D sebagai auksin untuk

induksi kalus. 2,4-D memiliki sifat yang lebih baik dibandingkan dengan auksin

lainnya, karena lebih mudah diserap sel tanaman, tidak mudah terurai dan

berfungsi mendorong aktifitas morfogenetik (Shoemaker et al. 1991; Widoretno et

al. 2003). Keseimbangan antara konsentrasi auksin dan sitokinin yang tepat dapat

mempercepat waktu inisiasi kalus. Pembentukan kalus tidak hanya dipengaruhi

2,4-D saja. Penambahan sitokinin dikombinasikan dengan auksin memacu

pembentukan kalus. Kombinasi hormon sangat berpengaruh terhadap perbedaan

waktu inisiasi kalus. Dalam penelitian ini penambahan TDZ atau BAP dalam

konsentrasi yang rendah ke dalam media yang mengandung 2,4-Ddiperlukan

untuk induksi kalus. Pemberian auksin dan sitokinin sangat menentukan bentuk

dan struktur kalus. Kombinasi konsentrasi auksin dan sitokinin yang tepat akan

menghasilkan kalus yang berstruktur remah (Wattimena, 1988).

Pembentukan kalus juga tergantung dari sumber eksplan maupun genotipe.

Genotipe tanaman donor sangat menentukan keberhasilan pembentukan kalus

dari kultur antera. Begitu pula pada kultur antera tanaman lain, seperti flax (Linum

usitatissimum L.) (Chen & Dribnenki 2002). Banyak penelitian yang

menunjukkan bahwa genotipe memiliki kapasitas embriogenik yang bervariasi

(Merkele et al. 1995; Kallak et al. 1997; Yantcheva et al. 1998). Perbedaan

Page 140: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

113

genotipe dalam kapasitas embriogenik mencerminkan perbedaan kemampuan

mengaktifkan elemen kunci dalam lintasan embriogenik. Studi yang dilakukan

pada Dianthus sp terdapat perbedaan genotipik yang signifikan untuk induksi

kalus embriogenik dan embrio somatik (Kallak et al.1997, Pareek dan Kothari

2003, Fu et al. 2008).

Regenerasi kalus Dianthus chinenesis dilakukan pada media dasar yang

sama. Pada umumnya media regenerasi ditentukan dengan menurunkan

kandungan garam mineral media. Penurunan kandungan garam mineral media

dasar ternyata juga dilaporkan oleh Nichterlein (2003) pada kultur antera tanaman

flax (Linum usitatissimum). Pada studi lain, penurunan kandungan bahan media

MS hingga ½ bagian menjadi kunci keberhasilan pada regenerasi dan

perbanyakan tunas dengan variasi ZPT yang digunakannya pada Prunus

domestica (Nowak et al., 2007). Pada studi ini tidak dilakukan penurunan

kandungan media dasar, tetapi dengan mengurangi auksin dan sitokinin.

Ginogenesis

Secara umum ginognenesis serupa dengan parthenogenesis di alam.

Ginogenesis biasanya memiliki efisiensi yang rendah karena tanaman

memproduksi sel telur lebih sedikit dibandingkan serbuk sari, tetapi ginogenesis

sangat berguna untuk diterapkan pada spesies yang tidak efektif menerapkan

androgenesis (Wędzony et al. 2009).

Perkembangan sporofitik ginogenesis diinduksi dari sel telur yang tidak

difertilisasi (gamet betina). Tahap perkembangan ovul pada saat inokulasi sering

tidak ditentukan. Beberapa peneliti lebih suka melakukan inokulasi pada tahap

kuncup bunga atau tahap perkembangan serbuk sari. Beberapa spesies seperti juga

Dianthus chinensis memiliki tingkat kemasakan gametofit yang tidak simultan

antara jantan dan betina. Dianthus chinensis memiliki sifat protandry (antera

masak lebih dulu sebelum putik), sehingga bila menggunakan perbandingan

dengan perkembangan serbuk sari akan menjadi masalah.

Tahap terbaik isolasi eksplan Dianthus chinensis adalah pada tahap T7 (10

hari setelah munculnya primordia bunga/3-4 hari sebelum bunga mekar). Pada

tahap ini kantong embrio telah mengalami mitosis. Pada tanaman bunga

matahari, bunga memiliki kantong embrio muda tetapi sudah berkembang lengkap

2- 3 hari sebelum bunga mekar (Yang et al. 1986). Kantong embrio satu inti

Page 141: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

114

sampai empat inti berkaitan dengan tahap uninukleat akhir atau binukleat awal

pada serbuk sari padi (Zhou et al 1986) merupakan tahap masak. Hasil serupa

juga diperoleh pada bawang (Musial et al. 2005) dimana kuncup bunga berukuran

kecil yang mengandung sel induk megaspora dan yang mengandung kandung

embrio yang masak kurang responsif dibandingkan dengan bunga yang berukuran

medium yang mengandung 2-4 inti hasil mitosis di kantong embrio.

Kebalikan dari serbuk sari bahwa kultur ovul tanpa penyerbukan mampu

melanjutkan proses masaknya kantong embrio selama tahap inokulasi (Bohanec

2009). Kantong embrio memiliki sel telur haploid, secara teori juga mampu

membentuk embrio haploid lain dari sel sinergid, sel antipodal dan dua inti polar

yang tidak berfusi. Namun pada umumnya sel telur merupakan sumber utama dari

embrio haploid (Huang & Sunderland. 1982, Ferrant & Bouharmont 1994; Musial

et al. 2001, 2005).

Hasil penelitian tentang peranan praperlakuan pada induksi ginogenesis

masih terbatas, sehingga pada penelitian ini tidak dilakukan pengujian

praperlakuan. Namun praperlakuan diaplikasikan pada semua eksplan, karena

beberapa penelitian seperti perlakuan suhu dingin pada gandum (Sibi et al. 2001),

gula bit (Lux & Wetzel. 1990) dapat menginduksi embriogenesis.

Selain itu kultur in vitro juga merupakan faktor yang menunjang

keberhasilan ginogenesis. Komposisi media dasar yang digunakan dalam

androgenesis berbeda dengan ginogenesis. Pada ginogenesis penggunaan media

dasar MS lebih baik dibandingkan dengan media dasar WT. Hasil ini

menunjukkan bahwa formulasi media yang digunakan dalam ginogenesis lebih

banyak untuk pertumbuhan embrio haploid dari pada re-programming lintasan

gametofitik ke sporofitik. Sedangkan zat pengatur tubuh yang digunakan untuk

ginogenesis merupakan faktor induksi yang pasti akan berbeda untuk setiap

genotipe. Perbandingan auksin dan sitokinin lebih banyak digunakan untuk

menginduksi kalus atau embrio (Bohanec 2009). Begitu pula penggunaan sumber

karbohidrat (sukrosa), pada konsentrasi yang tinggi menguntungkan untuk

ginogenesis terutama spesies monokotil. Sedangkan untuk tanaman dikotil

kebutuhan karbohidrat rendah.

Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa faktor yang mempengaruhi

keberhasilan ginogenesis di antaranya adalah penggunaan genotipe, media dasar,

pemilihan dan perbandingan zat pengatur tumbuh (dalam hal ini adalah auksin

Page 142: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

115

dan sitokinin). Dari penelitian ini pula diketahui bahwa pemilihan eksplan dan

metode isolasi ovul juga menentukan keberhasilan ginogenesis.

Keberhasilan pembentukan embrio langsung dari kultur ovari, masih

memerlukan pengujian lebih lanjut, yaitu dengan melakukan selfing untuk melihat

segregasi keturunanya. Walaupun pada tahap awal pemeriksaan ploidi dengan

mengamati jumlah kloroplas regeneran adalah haploid dan pengujian selanjutnya

regeneran adalah diploid, terdapat kemungkinan terjadi penggandaan kromosom

spontan atau kemungkinan lain embrio berkembang dari jaringan nuselus.

Pseudofertilisasi

Percobaan 1 menghasilkan dua tanaman yang bersifat haploid yaitu

PF69.1 dan PF69.2 yang tetap dalam kondisi haploid setelah diaklimatisasi.

Kedua tanaman haploid ini berasal dari ovari yang sama, tetapi masing-masing

memiliki karakter yang berbeda. Hasil ini menunjukkan adanya variasi

gametoklonal yang berasal dari gamet betina bervariasi. Hasil pseudofertilisasi

lain yaitu PF35.1, PF79, PF42 dan PF89 adalah diploid. PF35.1 dan PF79 pada

awal pengamatan memiliki jumlah kloroplas pada sel penjaga stomata haploid,

namun hasil flow cytometer adalah diploid dan kedua tanaman ini tidak

berbunga, sedang PF89 adalah diploid berdasarkan analisis flow cytometer,

sampai saat ini masih di dalam botol kultur. PF42 terjadi mutasi pada progeninya,

memiliki daun lebar, variegata, yang berbeda dengan daun kedua tetuanya.

Penelitian pseudofertilisasi ke dua dengan meningkatkan dosis iradiasi

sampai pada dosis 300 Gy diperoleh lima tanaman haploid yang dapat berbunga

yaitu C11, D231, D9.1, D9.2 dan D19.1. Penelitian pseudofertilisasi ke dua,

planlet tidak dilakukan perbanyakan in vitro untuk mendeteksi terjadinya

penggandaan spontan.

Serbuk sari yang lolos dari iradiasi, akan mentrasfer fragment DNA

paternal yang mungkin mengalami mutasi ke progeninya. Transmisi gen dari

paternal yang diiradiasi ini serupa dengan fertilisasi normal, dan bukan

parthenogenesis (Borrino et al. 1985). Kemungkinan yang terjadi adalah adanya

pengaturan kembali kromosom dan aneuploid. Menurut Snape et al. (1983)

peristiwa ini disebut dengan “meiotic sieve” yang terjadi setelah meiosis M1 yang

membatasi transmisi gen paternal. Pengaruhnya adalah hilangnya segmen

kromosom (delesi) yang berakibat perubahan beberapa karakter. Pada tanaman

Page 143: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

116

Nicotiana sp (Warner et al. 1984) dan gandum (Snape et al. 1983) ditemukan

tingginya tingkat aneuploid (50%).

Mutasi atau perubahan hasil dari lolosnya inaktivasi serbuk sari akibat

irradiasi sinar Gamma yang dapat dilihat dari penelitian ini adalah terjadinya

sterilitas dari tanaman M1 dalam bentuk tidak berkembangnya polen. Ciri adanya

transmisi gen dari paternal adalah warna melingkar merah yang diwariskan dari

tetua paternal seperti pada genotipe D13.1, D15.1. Sementara mutasi warna terjadi

pada genotipe C21-4 yang menghasilkan warna bunga dan warna antera beserta

serbuk sari berbeda dengan ke dua tetuanya, bentuk daun yang juga berbeda dari

ke dua tetuanya. Warna tetua betina adalah pink dan tetua jantan adalah merah

dengan warna merak tua yang melingkat di petal.

Beberapa genotipe generasi M1 memiliki warna daun variegata yaitu

C18.1, C21.4 dan E30C. dari ke tiga tanaman variegata ini hanya E30C yang

bersifat variegata sejak berada dalam kultur in vitro. Secara teori warna daun

variegata merupakan karakter yang dibawa oleh genom maternal. Terjadinya

perubahan pada daun kemungkinan disebabkan oleh terjadinya mutasi pada inti.

Kultur in vitro mewakili suatu kombinasi faktor stres yang dihadapi tanaman

(misalnya stres oksidatif akibat pelukaan atau pemotongan jaringan, zat pengatur

tumbuh, tinggi rendahnya konsentrasi garam, tinggi rendahnya intensitas cahaya)

(Zavlatteri et al. 2010).

Geissman & Mehlquist (1947) mengidentifikasi 6 gen untuk warna dasar

anyelir. Enam gen tersebut adalah Y, I, A, S, R dan M. Pada penelitian ini diduga

tanaman haploid PF69.1, PF69.2 dan D9.1 yang berwarna salmon dan warna

pucat adalah merupakan ekspresi dari dominansi gen Y, I dan A menghasilkan

antosianin dalam jumlah terbatas karena kehadiran gen I yang epistatik terhadap

Y dengan jenis antosianin pelargonidin. Tanaman haploid D19.1 dan C11 yang

berwarna pink tua terkait dengan hadirnya M dengan r yang mengubah warna

dari merah cerah menjadi warna pink tua. Tanaman haploid D9.2 yang berwarna

dasar putih merupakan ekspresi kehadiran gen I yang mengontrol produksi

anthoxantin ivory-white.

Gen-gen lain yang mungkin terekspresi adalah perbedaan vigor. Mehlquist

menghadirkan bukti genetik terhadap pewarisan tipe abnormal pada anyelir (Post

1955). Setiap tipe berbeda dari bentuk normal, berada dalam faktor resesif, seperti

albino, kuning, lutescent seedling yang bersifat lethal yaitu : club-neck (hampir

selalu lethal), Virescent (tipe kekurangan klorofil) dan Sub lethal yaitu: Lazy-

Page 144: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

117

virescent (tipe kekurangan klorofil lemah), dwarf, (ekstrim pendek, kurang viabel

dibanding tipe normal, sangat steril), stocky (tanaman gemuk pendek, kurang

viabel dibanding tanaman normal, sangat steril), thin (tipe annual, kurang tegar

dibanding tipe normal tetapi sangat fertil). Semua tipe ini tertutupi karena resesif,

tetapi bertanggungjawab terhadap kematian banyak seedling pada persilangan

tanaman anyelir. Berdasarkan gen-gen yang ada pada anyelir ini, hasil penelitian

ini diperoleh satu tipe abnormal yang diduga merupakan tipe lazy-virescent pada

PF 69.1 hasil pseudofertilisasi (warna daun hijau keputihan, tanaman lama

berbunga), dan tipe dwarf pada D231, D9.1 hasil pseudofertilisasi, dan Dchi-11-

125 hasil kultur irisan multi ovul.

.

Page 145: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

118

Page 146: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

119

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul, kultur irisan ovary, kultur ovari

dan pseudofertilisasi lebih efektif menginduksi tanaman haploid dan haploid

ganda dibandingkan androgenesis dengan frekuensi keberhasilan

pembentukan haploid 5,1 tanaman haploid per 100 pseudofertilisasi.

2. Ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari diperoleh dua

putatif tanaman haploid ganda, sedang kultur irisan ovari diperoleh satu

putatif tanaman haploid.

3. Ginogenesis melalui pseudofertilisasi menghasilkan tujuh tanaman haploid

Saran

Dalam menerapkan teknologi untuk mendapatkan tanaman haploid atau

haploid ganda yang cepat melalui pseudofertilisasi, sebaiknya serbuk sari yang

diiradiasi sinar gamma, diaplikasikan tidak lebih dari satu hari setelah perlakuan

iradiasi.

Munculnya abnormalitas pembungaan awal pada kultur in vitro,

mengganggu upaya untuk mendapatkan tanaman haploid, namun di sisi lain dapat

untuk mempelajari mutan-mutan abnormalitas perkembangan bunga yang

mengikuti model ABC. Oleh karena itu beberapa hal penting disarankan untuk

penelitian berikutnya untuk menghindari terjadinya pembungaan prematur,

penelitian diarahkan ke penggunaan prekusor untuk mencegah pembungaan in

vitro yang prematur, sehingga penelitian mencari prekusor yang mampu

mencegah pembungaan in vitro yang prematur perlu dilakukan.

Page 147: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

120

Page 148: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

121

DAFTAR PUSTAKA

Achar PN. 2002. A study of factors affecting embryo yields from anther culture ofcabbage. Plant Cell Tiss Org Cult. 69: 183–188.

Alan AR, Brants A, Cobb E, Goldschmied PA, Mutschler MA, Erle ED. 2004.Fecund gynogenic lines from onion (Allium cepa L) breeding materials.Plant Sci. 167: 1055-1066.

Ammirato PV. 1987. Organizational Events during Somatic Embryogenesis. In:Green CE, Somers DA, Hacket WP, Biesboer DD (Eds.) Plant Tissue andCell Culture Plant Biology. Alan R. L, New York, USA. hlm: 57-81.

Anonim 2005. The Biology and Ecology of Dianthus caryophyllus L. (Carnation).Office of The Gene Technology Regulator. Department of Health &Ageing. Australian Government. 16 p.

Antequera F, Bird A. 1999. CpG islands as genomic footprints of promoters thatare associated with replication origins. Current Biology, 9 (17): 661-667

Arnison PG, Donaldson P, Jackson A, Semple C, Keller W. 1990. Genotype-specific response of cultured broccoli (Brassica oleracea var. italica)anthers to cytokinins. Plant Cell Tissue Organ Cult. 20: 217-228.

Asakaviciute R. 2008. Androgenesis in anther culture of Lithuanian spring barley(Hordeum vulgare L.) and potato (Solanum tuberosum L.) Cultivars. TurkJ Biol 32 : 155-160.

Aslam, M. 2000. Utilization of pollen irradiation technique for the improvementof G. Hirsutum L. Pak J of Biol. Sci. 3 (11): 1814-1816.

Bal U, Abak K. 2003. Attempts of haploidy induction in tomato (Lycopersiconesculentum Mill) via gynogenesis I. Pollination with Solanumsisymbriifolium Lam. Pollen. Pak. J. Biol. Sci. 6 (8) 745 – 749.

Benarova P, Hause G, Cenclova V, Cordewener Jan HG, Lookeren CampagneMM. 1997. A short severe heat shock is required to induce embryogenesisin late bicellular pollen of Brassica napus L. Sex Plant Reprod. 10:200-208.

Bermejo, Pardo AJ, Cano A. 2011. Influence of gamma irradiation on seedlesscitrus production: pollen germination and fruit quality. Food and NutritionScience 2: 169-180.

BI. 2004. Bunga Potong. SI-LMUK (Sistem-Informasi-Lending Model UsahaKecil) Bank Indonesia. www.bi.go.id (diakses 8 Mei 2004).

Bohanec B, Jakse M, Ihan A, Javornik B. 1995. Studies on gynogenesis in onion(Alium cepa L.) induction procedures and genetic analysis of regenerants.Plant Sci: 104: 215–24.

Bohanec B, Jakse M. 1999. Variations in gynogenic respons among long dayonion (Allium cepa L.) accessions. Plant Cell Rep. 18:737-742

Bohanec B. 2009. Doubled Haploid via Gynofenesis. In A. Touraev et al. (Eds).Advances in Haploid production in Higher Plants. Springer Science +Business Media B.V. hlm 35-46.

Page 149: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

122

Brooks T. 1960. Cytological and genetical studies of the carnation, Dianthuscaryophyllus, with special reference to the production of triploids. (thesis),University of Connecticut.

Bunt AC, Cockshull KE. 1985. Dianthus caryophyllus. In: Halevy AH (Ed.)Handbook of Flowering. Boca Raton, Florida: CRC Press. hlm 433-440.

Carraro L, Gerola PD, Lombardo G, Gerola FM. 1990. Pseudo-self-compatibilityin ultraviolet_irradiated plants of Primula acaulis (’pin’ morph). J of Cellsci. 95: 659-665.

Chalak L, Legave JM. 1997. Effect of pollination by irradiated pollen in Haywardkiwifruit and spontaneous doubling of induced parthenogenetictrihaploids. Scientia Hortic. 68: 83-93.

Chen Y, Dribnenki P. 2002. Effect of genotype and medium composition on flaxLinum usitatissimum L. anther culture. Plant Cell Rep. 21: 204–207.

Cohat J. 1994. Obtention chez l’´echalote (Allium cepa L. var. agregatum ) deplantes haploıdes gynogenetiques par culture in vitro de boutons floraux.Agronomie 14: 299–304

Cordewener JHG, Hause G, Görgen E, Busink R, Hause B, Dons HJM, VanLammeren AAM, Van Lookeren Campagne MM, Pechan P. 1995.Changes in synthesis and localization of members of the 70-kDa class ofheat-shock proteins accompany the induction of embryogenesis inBrassica napus L. microspores. Planta 196:747–755

Coumans MP, Zhong D. 1995. Doubled haploid sunflower (Helianthus annuus L.)plant production by androgenesis: fact or artifact? 1. In vitro isolatedmicrospore culture. Plant Cell, Tissue and Organ Culture. 41: 203-209.

Crockett JU. 1972. Perennials. Time-Life Books. Alexandria. Virginia. hlm: 112-113

Custers JBM, Cordewener JHG, Nöllen Y, Dons HJM, Van Lookeren CampagneMM. 1994. Temperature controls both gametophytic and sporophyticdevelopment in microspore cultures of Brassica napus. Plant Cell Rep. 13:267-271.

Custers JBM, Cordewener JHG, Fiers MA, Maassen BTH, van LookerenCampagne MM, Liu CM. 2001. Androgenesis in Brassica: a model sistemto study the initiation of plant embryogenesis. In: Bhojwani SS, Soh WY(Eds.). Current Trends in The Embryology of Angiosperms. KluwerAcademic Publications. Dordrecht. Hlm 451-470.

Darnaedi D. 1991. Informasi tentang kromosom. Pelatihan Sitogenetika tumbuhanPAU Ilmu Hayat IPB. 5 Nopember Desember 1991. IPB Bogor.

Dolcet-Sanjuan R, Clavería E, Llauradó, Ortigosa A, Arús P. 2001. Carnation(Dianthus caryophyllus L.) dihaploid lines resistant to Fusariumoxysporum f.sp. dianthi. Acta Hortic. 560:141–144.

Dore C. 1989. Obtention de plantes haploõÈdes de chou cabus (Brassica oleraceaL. spp. capitata) apreas culture in vitro d'ovules polliniseas par du pollenirradiea. C.R. Acad. Sci. Paris, ser. III: 729-734.

Ferrant V, Bouharmont L. 1994. Origin of gynogenic embryos of Beta vulgaris L.Sex. Plant Reprod. 7: 12-16

Page 150: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

123

Finnegan EJ, Genger RK, Ovac KK, Peacock WJ, Dennis ES. 1998. DNAmethylation and the promotion of flowering by vernalization. Proc. Natl.Acad. Sci. 95:5824-5829.

Fisher MZ, Vainstien A. 1993. An efficient method for adventitious shootregeneration from cultured carnation petals. Scientia Horticulturae. 53:231-237.

Frey L, Saranga Y, Janik J. 1992. Somatic embryogenesis in carnation. Hort. Sci.27: 63-65

Fu XP, Yang SH, Bao MZ. 2008. Factors affecting somatic embryogenesis inanther culturesof Chinese pink (Dianthus chinensis L). In VitroCell.Dev.Biol.-Plant 44:194–202

Gaillard A, Vergne P, Beckert M. 1991. Optimization of maize microsporeisolation and culture conditions for reliable plant regeneration. Plant CellReports. 10 (2): 55-58

Galbally J, Galbally E. 1997. Carnation and Pinks for Gardens and Greenhouse.Timber Press, Portland, Oregon. USA. 310 hlm.

Geissman TA, Mehlquist GAL. 1947. Inheritance in the carnation, Dianthuscaryophyllus . IV. The chemistry of flower color variation, I. Genetic 32:410-433

Gelebart P, San LH. 1987. Production of haploid plants of sunflower (Helianthusannuus L.) by in vitro culture of non-fertilized ovaries and ovules.Agronomie 7: 81–86.

Geoffriau E, Kahane R, Rancillac M. 1997. Variation of gynogenesis ability inonion (Allium cepa L.). Euphytica 94: 37–44

George EF, Hall MA, De Klerk GJ. 2007. Plant Propagation by Tissue Culture.3rd Edition: Volume 1. The Background. Exegetic Basingstone. UK. 508hlm.

Germanà, MA. 2003. Somatic embryogenesis and plant regeneration from antherculture of Citrus aurantium and C. reticulata. Biologia. 58: 843–850

Godini A. 1979. Couting pollen grains of some Almond cultivars by means of anhaemocytometer. Paper of the Progetto Finalizzato C.N.R."Miglioramento delle produzioni vegetali per fini alimentari e industrialimediante interventi genetici", Sottoprogetto "Frutta secca". No 153 : 83 –86.

Goto K. 1996. Molecular and genetic analyses of flower homeotic genes ofArabidopsis. J. Biosci. 21:369-378

Guha S, Maheshwari SC. 1964. In vitro production of embryos from anthers ofDatura. Nature. 204: 496.

___________________. 1966. Cell division and differentiation of embryos in thepollen grains of Datura innoxia. Nature 212: 97-98.

Guo F, Jia Xj, Chen LX. 1982. Induction of plantlets from isolated ovules ofHevea brasiliensis. Hereditas 4: 27–28.

Han, DS, Y Niimi, Nakano M. 1997. Regeneratiom of haploid plants from anthercultures of the Asiatic hybrid lily ‘Connecticut King’. Plant Cell, Tiss. andOrg. Cult. 47: 153-158.

Page 151: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

124

Hardjoko B. 1999. Anyelir. In Supari Dh. (Ed.) Seri Praktek Ciputri Hijau :Tuntunan Membangun Agribisnis. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta. p.219-234.

Heberle-Bors E. 1985. In vitro haploid formation from pollen: a critical review.Theor. Appl. Genet. 71: 361-374.

Hoekstra S. van Zijderworld MH, Heidekamap FL, Roue C. 1993. Microsporeculture of Hordeum vulgare L: the influence of density and osmolality.Plant Cell Rep. 12: 661-665

Huang B, N Sunderland. 1982. Temperature-stress pretreatment in barley antherculture. Ann. Bot., 49: 77-88.

Jacquard C, Wojnarowiez G, Clément C. 2003. Anther Culture in Barley. InMaluszynski, M., K.J. Kasha, B.P. Forster and I Szarejsko (eds). DoubleHaploid Production in Crop Plants: A Manual. Kluwer AcademicPublishers. Dordrecht / Boston/London. 428 hlm.

Jakse M, Bohanec B, Ihan A. 1996. Effect of media components on the gynogenicregeneration of onion (Alium cepa L.) cultivars and analysis ofregenerants. Plant Cell Rep 15: 934–8.

Kallak H, Reidla M, Hilpus I. 1997. Effect of genotype, explant source andgrowth regulators on organogenesis in carnation callus. Plant Cell Tiss.Organ Cult., 51: 127-135.

Kasha KJ. 2005. Chromosome Doubling and Recovery of Doubled HaploidPlants. In: CE Palmer, WA Keller, and KJ Kasha (Eds.). Haploid in CropImprovement II, Volume 2. Springer Verlag, Berlin Heildelberg Germany.hlm 123 - 124

Kasha KJ, Simion E, Oro R, Shim YS. 2003. Barley isolated microspore cultureprotocol. In: Maluszynski M, Kasha KJ, Forster BP, Szarejko I (eds)Doubled Haploid Production in Crop Plants: a Manual. Kluwer,Dordrecht, hlm 43–47

Kasha K J and M Maluszynzki. 2003. Production of doubled haploids in cropplants . in: Maluszynski M, Kasha KJ, Foster BP, Szarejko I (Eds).Doubled Haploid Production in Crop Plants A Manual. Kluwer AcademicPublishers, The Netherlands. 428 hlm.

Katoh N, Iwai S. 1993. Induction of haploid plants from unpollinated ovules inNicotiana tustica. Plant Tiss. Cult. Lett 10 (2): 123-129

Katoh N, Hagimori M, Iwai S. 1993. Production of haploid plants of melon bypseudofertilized ovule culture. Plant Tiss. Cult. Lett. 10: 60-66.

Keller J. 1990. Culture of unpollinated ovules, ovaries, and flower buds in somespecies of the genus Allium and haploid induction via gynogenesis inonion (Allium cepa L.). Euphytica 47: 241–247.

Keller WA. 1984. Anther culture of Brassic. In Cell Culture and Somatic CellGenetics of Plants, vol. 1. Vasil IK (ed). Academic Press, New York. hlm.302-10.

Kho YO, Baer J. 1973. The effect of temperature on pollen production incarnations. Euphytica 22: 467-470.

Kikkert J, Striem M, Vidal J, P Wallace ,Barnard J, Reisch B. 2005. Long-termstudy of somatic embryogenesis from anthers and ovaries of 12 grapevine(Vitis sp.) genotypes. In Vitro Cell Dev Biol Plant. 41: 1475–2689

Page 152: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

125

Komatsuda T. 1992. Research on somatic embryogenesis and plant regenerationin soybean. Bull Nat Inst Agrobiol Res 7: 1-7

Larkin PJ and Scowcroft WR. 1981. Somaclonal variation—a novel source ofvariability from cell cultures for plant improvement. Theor. Appi. Genet.60:197-214, 1981

Leshem B. 1990. Somaclonal variation in carnation. In: Bajaj YPS (Ed).Biotechnology in Agriculture and Forestry. Vol. 11. Somaclonal Variationin Crop Improvement. Berlin Heidelberg: Springer-Verlag. hlm 573-585,

Lux HH, Wetzel C. 1990. Production of haploid sugar beet (Beta vulgaris L) byculturing unpollinated ovules. Plant Breed. 104: 177-183

Maluszynski M, Kasha KJ, Forster BP, Szarejko I. 2003. Doubled haploidproduction in crop plants: A Manual. Kluwer Academic Publ., Dordrecht,Boston , London. 428 hlm.

Martınez LE, Aguero CB, Lopez ME, Galmarini CR. 2000. Improvement of invitro gynogenesis induction in onion (Allium cepa L.) using polyamines.Plant Sci. 156: 221–226

Marwoto B, Sanjaya L, Setyawati E. 1995. Characterization and Selection ofChrysanthemum resulted in crosses of selected cultivars. Progress report I.Program Biobress. Balai Penelitian Tanaman Hias. Badan LitbangPertanian, Kementan.

Mejza SJ, Morgan V, Dibona DE, Wong JK. 1993. Plant regeneration fromisolated microspore of Triticum aesticum. Plant Cell Rep. 12: 149-153

Mehlquist GAL, Ober D, Sagawa Y. 1957. Somatic mutations in the carnation,Dianthus caryophyllus L. Genetic 40: 432-436.

Merkele SA, Parrott W, Flin BS. 1995. Morphogenic Aspect of SomaticEmbryogenesis. In: Torpedoed in vitro Embryogenesis in Plant. KluwerAcademic Publishers, Dordrecht Bosta London, hlm. 155-203.

Meynet J, Sibi M, 1984. Haploid plants from in vitro culture of unfertilized ovulesin Gerbera jamesonii. Z. Pfanzenzuchtg 93: 78-85.

Meynet J, Barrade R, Duclos A, Siadous R. 1994. Dihaploid plants of roses (Rosax hybrid, cv “Sonia) obtained by parthenogenesis induced using irradiatedpollen and in vitro culture of immature seeds. Agronomie 2: 169-175.

Michalik B, Adamus A, Nowak E. 2000. Gynogenesis in Polish onion cultivars. J.Plant Physiol. 156, 211–216.

Mii M, Buiatti M, Gimelli F. 1990. Carnation. In: Ammirato P., Evans DA,Sharp WR, Bajaj YPS (Eds.). Handbook of Plant Cell Culture V.5.Ornamental Spesies, New York: McGraw-Hill Publishing Company. hlm284-318.

Miyoshi K, Asakura N. 1996. Callus induction, regeneration of haploid plants andchromosome doubling in ovule culture of pot gerbera (Gerbera jemrsonii).Plant Cell Report 16:1-5.

Mohan JS, Bhalla-Sarin N. 1997. Haploidy in Petunia. In: In Vitro HaploidProduction in Higher Plants. Mohan JS, Sopory SK, Veileux RE (Eds.)Volume 5. p: 53-71. Kluwer Academic Publishers.Dordrecht/Boston/London.

Page 153: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

126

Mol R. 1992. In vitro gynogenesis in Melandrium album – from partenogeneticembryos to mixoploid plants. Plant Sci 8: 261–269.

Murovec J, Bohanec B. 2012. Haploid and Double Haploid Plant Breeding.University of Ljubljana, Biotechnical Faculty Slovenia.http://www.intechopen.com/books/ Plant Breeding. (diakses 17 Mei 2012).

Mosquera T, Rodríguez LE, Parra A, Rodríguez M. 1999. In vitro adventiveregeneration from Carnation (Dianthus caryophyllus) anther. InternationalSymposium on Cut Flowers in the Tropics. Acta Hort. (ISHS) 482:305-308.

Musial K, Przywara L. 1998. Infuence of Irradiated Pollen on Embryo andEndosperm Development in Kiwifruit. Annals of Bot. 82: 747-756.

Musial K, Bohanec B, Przywara L. 2001. Embryological study on gynogenesis inonion (Allium cepa L.). Sex Plant Reprod. 13: 335–341.

Musial KB, Bohanec B, Jakse M, Przywara L. 2005. The development of onion(Allium cepa L.) embryo sac in vitro and gynogenesis induction in relationto flower size. In vitro Cell Dev Biol-Plant 41: 446-452.

Nicoll MF, Chapman GP, James DJ. 1987. Endosperm responses to irradiatedpollen in apples. Theor. Appl. Genet 74: 508-515.

Nichterlein K . 2003. Anther culture of linseed (Linum usitatissimum L.). In:Double Haploid Production in Crop Plants: A Manual. Maluszynski M,Kasha KJ, Forster BP, Szarejsko I (Eds.) Kluwer Academic Publishers.Dordrecht / Boston/London. hlm 249-254.

Nontaswatsri C, Uchiyama, Fukai S. 2007. Shoot regeneration and genetictransformation of regenetaive callus culture in Dianthus hybrid ‘TelstarScarlet’. Acta Horti. (ISHS) 764: 165-168.

Nontaswatsri C, Ruamrungsri S, Fukai S. 2008. Callus induction and plantregeneration of Dianthus chinensis L. and Dianthus barbatus L. via antherculture. Acta hort. (ISHS) 788: 109-114

Nowak BKK, Miczyński, Hudy L. 2007. The effect of total inorganic nitrogenand the balance between its ionic forms on adventitious bud formation andcallus growth of `Węgierka Zwykła' plum (Prunus domestica L.) ActaPhysiol. Plant. 29(5): 479-484.

Obert B, Žáčková Z, Šamaj J, Preťová A. 2009. Doubled haploid production inFlax (Linum usitatissimum L.). Biotechnol. Adv. 27: 371–375.

Plasmeijer J, Yanai C. 2006. Cut Flowers and Ornamental Plants report. MarketNews Service. Report No. M2. 46 hlm.

Palmer C, Keller W. 2005. Overview of haploidy: Haploids in crop improvementII. Biotech. Agric. Forest 56 :1–7.

Pandey KK, Phung M. 1982. ``Hertwig effect'' in plants: induced parthenogenesisthrough the use of irradiated pollen. Theo. Appl. Genet. 62, 295-300.

Pareek A, Kothari SL. 2003. Direct somatic embryogenesis and plant regenerationfrom leaf cultures of ornamental species of Dianthus. Scientia Hortic. 98 :449–459.

Pedroso MC, Pais MS. 1997. Anther and microspore culture in Camellia japonica.In: In Vitro Haploid Production in Higher Plants. Mohan JS, Sopory SK,

Page 154: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

127

Veileux RE (Eds.) Volume 5. Kluwer Academic Publishers.Dordrecht/Boston/London. Hlm. 89-108.

Peixe A, Campos MD, Cavaleiro C, Barroso J, Pais MS. (2000). Gamma-irradiated pollen induce the formation of 2n endosperm and abnormalembryo development in European plum (Prunus demestica L., cv “RainhaClaudia Verde”). Scientia Hortic. 86: 267-278.

Post K.1955. Florist Crop Production and Marketing. Orange Judd publishingCompany, inc. hlm 451-484.

Powel W. 1988. The influence of genotype and terperaturepre-treatment on antherculture response in barley (Hordeum vulgare L.). Plant Cell Tisse Orgcult, 12: 291-297.

Radzan MK. 1993. An Introduction to Plant Tissue Culture. Intercept. Andover,Hampshire, UK. 398 hlm.

Raquin C. 1985. Induction of haploid plants by in vitro culture of petunia ovariespollinated with irradiated pollen. Z. P¯anzenzucht 94, 166-169.

Reinert J, Bajaj YPS, Heberle E.1975. Induction of haploid tobacco plants fromsolated pollen, Brief report. Protoplasma 84: 191-196.

Rimberia FK, Sunagawa H, Urasaki N, Ishimine Y Adaniya S.2005. Embryoinduction via anther culture in papaya and sex analysis of the derivedplantlets. Scientia Hort. 103: 199–208.

Robinson KEP, Firoozabady E. 1993. Transformation of floriculture crops.Scientia Horticulturae. 55: 83-99.

Rudolf K, Bohanec B, Hansen M. 1999. Microspore culture of white cabbage,Brassica oleracea var. capitata L.: genetic improvement of non-responsivecultivars and effect of genome doubling agents. Plant Breed 118: 237–241

Salinger JP. 1985. Commercial Flower Growing. Butterworths HorticulturalBooks. New Zealand. p: 151-161.

San Noeum LH. 1976. Haploides d’Hordeum vulgare par culture in vitrod’ovaires non fe´condes. Ann. Ame´liar. Plantes 26, 751–754.

Sato S, Katoh N, Yoshida H, Iwai S, Hagimori M. 2000. Production of doubledhaploid plants of carnation (Dianthus caryophyllus L.) by pseudofertilizedovule culture. Scientia Hortic 83: 301-310.

Satsijati, Nurmalinda, Ridwan H, Herlina D, Herman, Rahardjo IB, Effendie K,Marwoto B. 2004. Profil Komoditas Tanaman Hias Menunjang StrategiPenelitian untuk Pengembangan Agribisnis Florikultura. Laporan akhir.Proyek Pengkajian Teknologi Pertanian Partisipatif, The ParticipatoryDevelopment of Agriculture Technology Project (PAATP). Balai PenelitianTanaman Hias. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. BadanLitbang Pertanian. Departemen Pertanian (tidak dipublikasikan).

Saunders JR, Saunders VA. 1988. Bacterial Transformatiion with Plasmid DNA.In Grinsted J. (Ed). Method in Microbiology. Vol 21. Academic Press.London. Hlm 79-122

Sauton A, Dumas VR. 1987. Obtention de plantes haploõedes chez melon(Cucumis melo L.) par gynogenease induite par du pollen irradie.Agronomie 7, 141-148.

Page 155: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

128

Savaskan C. 2002. The effect of gamma irradiation on the pollen size ofGossipyium hirsutum L. Turk J Bot 26 : 477-480.

Sestili S, Ficcadenti N. 1996. Irradiated pollen for haploid producton. In. Jain S etal. (Eds). In Vitro Haploid Production in Higher Plants. Vol. I. KluwerAcademic Publishers. Dordrecht. hlm. 263-274.

Shalaby TA. 2007. Factors affecting haploid induction through in vitrogynogenesis in summer squash (Cucurbita pepo L). Sci. Hort. 115: 1-6.

Shivanna KR. 2003. Pollen biology and biotechnology. Science Publishers 978-1-57808-241-4. p. 316.

Shoemaker RC, Amberger LA, Palmer RG, Oglesby L, Ranch JP. 1991. Effects of2.4-Dichlorophenoxy acetic acid concentration on somatic embryogenesisand heritable variation in soybean (Glycine max (L.) Merr.). In vitro CellDev Biol 27: 84-88.

Sheeler P, Bianchi DE. 1987. Cell and Molecular Biology. John Wiley and Sons,Inc Canada. New York. 704 hlm.

Sibi ML, Kobaissi A, Shekafandeh A. 2001. Green haploid plants fromunpollinated ovary culture in tetraploid wheat (Triticum durum Defs.).Euphytica 122: 351–359.

Simpson GG. 2004. The autonomous pathway: epigenetic and post-transcriptionalgene regulation in the control of Arabidopsis flowering time. Curr.Opinion in Plant Biol. 7: 1-5.

Snape JW, Parker BB, Simpson E, Ainsworth CC, Payne PI, Law CN. 1983. Theuse of irradiated pollen for differential gene transfer in wheat (Triticumaestivum). Theor. and Appl. Genet. 65:103-111.

Sniezko R. 2006. Introduction: Meiosis in life Cycle Plant with differentPhylogenetic Positions. In Dashek WV, Harisson M (Eds). Plant CellBiology. Science Publisher. United States of Amerika. 494 hlm.

Sopory SK, Maheswari. 1976. Development of pollen embryoids in anther cultureof Datura innoxia. J. Exp. Bot 27 (1): 58-68.

Sopory SK, M Munshi. 1996. Anther culture. In: Mohan JS, Sopory SK, VeileuxRE (Eds.). In Vitro Haploid Production in Higher Plants. KluwerAcademic Publishers. Dordrecht/Boston/London. 1: hlm145-176.

Sparnaaij LD, Koehorst-van Putten HJJ . 1990. Selection for early flowering inprogenies of interspecific crosses of ten species in the genus Dianthus.Euphytica 50 : 21 1-220.

Strope K, Trees. 2003 S. Interspesific Dianthus Plants. Pub date March, 13, 2003.Plant Patent Application Publication. www.freepatentonlines.com/0051276. 7 hlm.

Sugiyama K, Morishita M, Nishino E. 2002. Seedless watermelon produced viasoft X-irradiated pollen. HortScience 37:251-419.

Suharsono, Alwi M, Purwito A. 2009. Pembentukan tanaman cabai haploidmelalui induksi ginogenesis dengan menggunakan serbuk sari yangdiradiasi sinar gamma. J. Agron. Indoensia 37 (2): 123-129.

Sunderland N, Wicks FM. 1971. Embryoid formation in pollen grain of Nicotianatabacum. J. Exp. Bot. 22: 213-216.

Page 156: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

129

Supena EDJ. 2004. Innovation in Microspora Embryogenesis in Indonesian HotPepper (Capsicum annuum L.) and Brassica napus L. Ph.D. Thesis.Wageningen University. Netherlands. 131 hlm.

Tao ZR, Liau MS, Zhu ZC. 1985. In vitro induction of haploid planlets from theunpollinated ovaries of potato. Hereditas (Beijing) 7: 24.

Tejaswini. 2002. Male gametophytic generation and possible approach forselective pollination in carnation (Dianthus) breeding programme.Rostlinna Vyroba 48 (8): 368-375.

Terzi M, Loschiavo F. 1990. Somatic embryogenesis. In Bhojwani SS (Ed).Development in Crop Science 10. Plant Tissue Culture: application andlimitation. Elsevier, New York. hlm 54-55.

Thomas WTB, Forster BP, Gertsson B. 2003. Doubled haploids in breeding. In:Maluszynski M, Kasha KJ, Forster BP, Szarejsko I (Eds.) Double HaploidProduction in Crop Plants: A Manual.. Kluwer Academic Publishers.Dordrecht/Boston/London. hlm 337-350.

Todorova M, Ivanov P, Nenova N, Encheva J. 2004. Effect of female genotype onthe efficiency of -inducedd parthenogenesis in sunflower (Helianthusannuus L.). Helia 27 (41): 67-74.

Touraev A, Pfosser M, Heberle-Bors E. 2001. The microspore: a haploidmultipurpose cell. Adv Bot Res 35:53–109.

van den Bulk RW, de Vries-van Hulten HPJ, Dons JJM. 1992. Formation ofmultinucleate lily microspores in culture. Acta Horticulturae. 325: 649-654.

van den Bulk RW, de Vries-van Hulten HPJ, Custers JBM, Dons JJM. 1994.Induction of embryogenesis in isolated microspores of tulip. Plant Sci. 104:101-111.

Vassileva-Dryanovska OA. 1966. Development of embryo and endospermproduced after irradiated of pollen in Tradescantia. Hereditas 55: 129-148.

Warner CP, Dunkin I, Cornish MA, Jones GH. 1984. Gene transfer in Nicotianarustica by means of irradiated pollen. II. Cytogenetical consequences.Heredity 52: 113-119.

Wattimena GA. 1988. Zat Pengaatur tumbuh Tanaman. PAU IPB. 145 hlm.

Wedzony M, Forster BP, Zur I, Golemiec E, Szechynska-Hebda M, Dubas E,Gotebiowska G. 2009. Progress in Doubled Haploid Technology in HigherPlants. In Touraev A, Forster BP, Jain SM (Eds.). Advances in HaploidProduction in Higher Plants. www.springer .com. (9 Oktober 2011).

Widoretno W, Arumningtyas EL, Sudarsono. 2003. In vitro methods for inducingsomatic embryos of soybean and plant regeneration. Hayati 10 (1):19-24.

Winarto B, Rachmawati F, Teixeira da Silva JA. 2011. New basal media for half-anther culture of Anthurium andreanum Linden ex André cv. Tropical.Plant Growth Regul. 65 (3): 513-529.

Winarto, B.2009. Androgenesis: Upaya terobosan untuk penyediaan tanamanhaploid atau haploid ganda pada Anthurium (disertasi). SekolahPascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Page 157: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

130

Wu BJ, Chen KC. 1982. Cytological and embryological studies on haploid plantproduction from cultured unpollinated ovaries of Nicotiana tabacum L.Acta Bot Sin 24: 125–129.

Yang HY, Zhou C. 1982. In vitro induction of haploid plants from unpollinatedovaries and ovules. Theor. Appl. Genet. 63, 97–104.

Yang H, Zhou C, Cai D, Yan H, Wu Y, Chen X. 1986. In vitro culture ofunfertilized ovules in Helianthus annuus L. In: Hu H, Yang H (Eds)Haploids of higher plants in vitro. Springer, Berlin, hlm 182–191.

Yantcheva A, Vlahova M, Antanassov A. 1998. Direct somatic embryogenesisand plant regeneration of carnation (Dianthos caryophyllus L.). Plant CellRep. 18: 148-153.

Yu Q, H Ma. 1998. The flowering transition and florigen. Curr. Biol. 8: 815.

Yuan Su-xia, Mei LY, Yuan FZ, Mei YL, Mu Z, Yong ZY, Tian SP. 2009. Studyon the relationship between the ploidy level of microspore-derived plantsand the number of chloroplast in stomatal guard cells in Brassica oleracea.Agric. Sci.- China 8 (8): 939-946.

Zavlatteri MA, Frederico AM, Lima M, Sabino R, Schmitt BA. 2010. Induction ofsomatic embryogenesis as an example of stress-related plant reactions.http://www.ejbiotechnology.info/content/vol13/issue1/full/4. (diakses 17Mei 2012).

Zhang YX, Lespinasse Y. 1991. Pollination with gamma-irradiated pollen anddevelopment of fruits, seeds and parthenogenic plants in apple. Euphytica54: 101-109.

Zhang YX, Lespinasse Y, Chevreau E. 1988. Obtention de plantes haploõedes depommier (Malus domestica Borich) issues de parthenogenese induite insitu par du pollen irradietet culture in vitro des pepins immatures. C. R.Acad. Sci. Paris, ser. III. hlm 451-457.

Zhou C, Yang H, Tian H, Liu Z, Yan H. 1986. In vitro culture of unpollinatedovaries in Oryza sativa L. In: Hu H, Yang H (Eds) Haploids of higherplants in vitro. Springer, Berlin. hlm 167–181.

Page 158: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

131

Lampiran 1. Rata-rata ukuran bagian-bagian bunga pada lima genotipe

Genotipe fase Panjangkuncup/kelopak

(cm)

Diameter (cm)

Braktea(cm)

panjangpetal(cm)

panjangstamen(cm)

jumlahantera

panjangovari(cm)

panjangstilus(cm)

Dchi-11 1 1,115 0,240 1,095 0,410 0,160 10 0,155 0,1452 1,500 0,370 1,435 0,805 0,310 10 0,295 0,2303 1,510 0,400 1,350 1,030 0,370 10 0,345 0,3004 1,580 0,385 1,130 1,580 0,560 10 0,485 0,4755 1,715 0,390 1,390 1,590 0,640 10 0,490 0,4906 1,700 0,395 1,180 1,760 0,760 10 0,560 0,5407 1,755 0,430 1,360 1,840 0,840 10 0,595 0,570

Dchi-V12 1 1,110 0,200 1,480 0,305 0,100 10 0,150 0,1002 1,310 0,230 1,380 0,465 0,215 10 0,200 0,1603 1,510 0,250 1,540 0,710 0,320 10 0,225 0,1754 1,640 0,290 1,480 0,900 0,355 10 0,290 0,2605 1,700 0,300 1,440 1,100 0,495 10 0,405 0,3156 1,770 0,350 1,440 1,660 0,675 10 0,500 0,4457 1,750 0,400 1,283 2,075 1,108 10 0,558 0,508

Dchi-13 1 1,105 0,260 1,045 0,495 0,215 10 0,190 0,1502 1,295 0,315 1,130 0,815 0,295 10 0,275 0,2303 1,380 0,335 1,105 1,060 0,370 10 0,315 0,3004 1,420 0,350 1,120 1,090 0,375 10 0,330 0,3305 1,420 0,335 1,065 1,120 0,465 10 0,365 0,3606 1,470 0,340 0,985 1,500 0,610 10 0,460 0,4857 1,550 0,350 1,130 1,680 0,780 10 0,500 0,500

Dchi-V14 1 1,285 0,265 1,325 0,505 0,275 10 0,210 0,1602 1,535 0,295 1,510 0,915 0,380 10 0,285 0,2403 1,530 0,295 1,445 1,115 0,420 10 0,360 0,3104 1,650 0,350 1,600 1,500 0,500 10 0,363 0,3635 1,655 0,385 1,430 1,345 0,550 10 0,420 0,4006 1,715 0,360 1,460 1,550 0,745 10 0,515 0,5107 1,665 0,395 1,295 1,710 0,890 10 0,580 0,555

Dchi-V15 1 1,356 0,295 1,296 0,481 0,280 10 0,285 0,2002 1,400 0,300 1,300 0,500 0,300 10 0,300 0,2003 1,533 0,333 1,100 0,483 0,283 10 0,250 0,2004 1,733 0,383 1,317 1,267 0,483 10 0,367 0,3505 1,650 0,400 1,233 1,333 0,567 10 0,483 0,4836 1,950 0,400 1,250 1,900 0,800 10 0,500 0,5007 1,900 0,500 1,500 2,200 1,000 12 0,600 0,500

Page 159: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

132

Lampiran 2. Tabel komposisi media dasar yang digunakan

Komposisi bahan kimia WT MSElemen makro ------- mg L-1 ----NH4NO3 550 1650KNO3 1250 1900Ca(NO3)2.4H2O 250 -MgSO4 180 370CaCl2 300 440NaH2PO4.H2O 200 -KH2PO4 150 170Elemen mikroH3BO3 5,7 6,2KI 0,65 0,83MnSO4.H2O 15,5 22,3ZnSO4.7H2O 7,5 8,6Na2MoO4.2H2O 0.2 0,25CuSO4.5H2O 0,02 0,025CoCl2.6H2O 0,02 0,025Na2EDTA.2H2O 37,3 37,3FeSO4.7H2O 27,5 27,8Myo-inositol 110 100Thiamin-HCl 0,5 0,1Piridoxin 0,5Niacin 0,5Glisin 2Keterangan: Medium WT (Winarto et al. 2011)

Page 160: HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS DAN … · Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini ... penulisan

133

Lampiran 3. Komposisi dan formula media dasar untuk embriogenesis

Komponenmedia

Formulasi media dasar (mg/l)M1 M2 M3 M4 M5

Elemen makroNH4NO3 550 1650 1650 1650 1650KNO3 1250 1900 1900 1900 1900Ca(NO3)2.4H2O 250 - - - -MgSO4 180 370 370 370 370CaCl2 300 440 440 440 440NaH2PO4.H2O 200 - - - -KH2PO4 150 170 170 170 170Elemen mikroH3BO3 5,7 6,2 6,2 6,2 6,2KJ 0,65 0,83 0,83 0,83 0,83MnSO4.H2O 15,5 22,3 22,3 22,3 22,3ZnSO4.7H2O 7,5 8,6 8,6 8,6 8,6Na2MoO4.2H2O 0.2 0.25 0.25 0.25 0.25CuSO4.5H2O 0.02 0.025 0.025 0.025 0.025CoCl2.6H2O 0.02 0.025 0.025 0.025 0.025Na2EDTA.2H2O 37.3 37.3 37.3 37.3 37.3FeSO4.7H2O 27.5 27.8 27.8 27.8 27.8As.aminoL glutamin - - - - 400casein hidrolisat - - - - 400VitaminMyo-inositol 110 100 100 100 100Thiamin-HCl 0,5 0.1 0.1 0.1 0.1Piridoxin 0.5 0.5 0.5 0.5Niacin 0.5 0.5 0.5 0.5L-Prolin - - - - 103,77Glisin 2 2 2 2ZPT2,4-D 1,00 2,00NAA 0,01 0,10 - 0,35 -TDZ 0,50 1,00 - - -BAP 1,00 - 1,00 1,00 -BA - - - - 1.00Sukrosa/maltosa 30.000 20.000 20.000 60.000 30.000