lapkas keratouveitis

38
1 LAPORAN KASUS 1. IDENTITAS PASIEN a.  Nama : Ny. NS  b. Umur : 42 tahun c. Jenis kelamin : Perempuan d. Agama : Islam e. Bangsa : Indonesia f. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga g. Alamat : Cidahu, Kab. Sukabumi h. MRS : 10 Desember 2014 2. ANAMNESIS KELUHAN UTAMA Mata kanan terasa sakit RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Pasien datang ke BLUD RS Sekarwangi dengan keluhan mata kanan terasa sakit sejak 1 minggu yang lalu, keluhan ini disertai dengan mata kemerahan, serta dibagian bola mata yang hitam ada bercak putih. Menurut pasien kemerahan awalnya timbul sejak 1 tahun yang lalu, saat itu kemerahannya sedikit, lalu pasien berobat ke mantri kemudian pasien diberikan obat tetes mata dan minum, pasien tidak mengetahui dengan jelas obat yang diberikan, namun menurut pasien obat tetes yang diberikan yaitu tutupnya berwarna putih dan hijau. Saat itu pasien merasa sembuh, 6 bulan kemudian timbul kembali kemerahan yang lebih berat, pasienpun kembali ke mantri tersebut untuk mendapatkan obat yang sama, namun setelah pemakaian obat selama 4 bulan tersebut pasien tidak sembuh- sembuh, bahkan semakin bertambah parah sehingga timbul bercak putih pada bola mata bagian hitam. Kemerahan hingga sekarang dirasa semakin berat disertai dengan

Upload: rizki-sukardi

Post on 02-Jun-2018

234 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: lapkas keratouveitis

8/10/2019 lapkas keratouveitis

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-keratouveitis 1/38

1

LAPORAN KASUS

1.  IDENTITAS PASIEN

a. 

 Nama : Ny. NS

 b.  Umur : 42 tahun

c.  Jenis kelamin : Perempuan

d. 

Agama : Islam

e.  Bangsa : Indonesia

f. 

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

g.  Alamat : Cidahu, Kab. Sukabumi

h. 

MRS : 10 Desember 2014

2.  ANAMNESIS

KELUHAN UTAMA

Mata kanan terasa sakit

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien datang ke BLUD RS Sekarwangi dengan keluhan mata kanan terasa

sakit sejak 1 minggu yang lalu, keluhan ini disertai dengan mata kemerahan, serta

dibagian bola mata yang hitam ada bercak putih. Menurut pasien kemerahan awalnya

timbul sejak 1 tahun yang lalu, saat itu kemerahannya sedikit, lalu pasien berobat ke

mantri kemudian pasien diberikan obat tetes mata dan minum, pasien tidak

mengetahui dengan jelas obat yang diberikan, namun menurut pasien obat tetes yang

diberikan yaitu tutupnya berwarna putih dan hijau.

Saat itu pasien merasa sembuh, 6 bulan kemudian timbul kembali kemerahan

yang lebih berat, pasienpun kembali ke mantri tersebut untuk mendapatkan obat yang

sama, namun setelah pemakaian obat selama 4 bulan tersebut pasien tidak sembuh-

sembuh, bahkan semakin bertambah parah sehingga timbul bercak putih pada bola

mata bagian hitam. Kemerahan hingga sekarang dirasa semakin berat disertai dengan

Page 2: lapkas keratouveitis

8/10/2019 lapkas keratouveitis

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-keratouveitis 2/38

2

rasa sakit yang hebat pada mata kanan pasien, kemudian pasien memutuskan untuk

 berobat ke BLUD RS Sekarwangi.

Pasien mengeluh saat ini sedang batuk pilek sejak 1 minggu sebelum masuk

rumah sakit, pasien juga merasa silau setiap melihat apapun, penglihatan kabur, mata

 berair, setiap sehabis bangun tidur pasien merasa lengket pada matanya sehingga

kesulitan untuk membuka mata, cairan berwarna agak kekuningan.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

-  Pasien pernah mengalami keluhan seperti ini pada mata kanannya 1 tahun

yang lalu, namun tidak seberat saat ini.

Riw DM dan HT disangkal

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

-  Tidak ada anggota keluarga yg menderita keluhan yg sama

-  Riw HT dan DM disangkal

RIWAYAT PENGOBATAN

Pasien berobat untuk keluhan mata kanan merah, pasein sembuh lalu timbul

kembali dan tidak ada perubahan sampai sekarang

RIWAYAT ALERGI

Alergi obat, makanan, debu dan cuaca disangkal

3.  PEMERIKSAAN FISIK

STATUS GENERALIS

 

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan

 

Kesadaran : Composmentis

  Tanda-tanda Vital :

Tekanan Darah : 120 / 80 mmHg

 Nadi : 80 x/menit, reguler

Page 3: lapkas keratouveitis

8/10/2019 lapkas keratouveitis

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-keratouveitis 3/38

Page 4: lapkas keratouveitis

8/10/2019 lapkas keratouveitis

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-keratouveitis 4/38

4

Kalazion (-)  (-) 

Ptosis (-)  (-) 

Ektropion (-)  (-) 

Entropion (-)  (-) Sekret (-)  (-) 

Trikiasis (-)  (-) 

6  Punctum lakrimalis

Edema (-)  (-) 

Hiperemis (-)  (-) 

Benjolan (-)  (-) 

Fistel (-)  (-) 7  Konjungtiva tarsal superior 

Edema (-)  (-) 

Hiperemis (+)  (-) 

Sekret (-)  (-) 

8  Konjungtiva tarsalis inferior 

Kemosis (-)  (-) 

Hiperemis (+)  (-) Anemia (-)  (-) 

Folikel dan papil (-)  (-) 

9  Konjungtiva bulbi 

Kemosis (-)  (-) 

Pterigium  (-)  (-) 

Pinguekula (-)  (-) 

Flikten (-)  (-) Simblefaron (-)  (-) 

Injeksi konjungtiva (+)  (-) 

Injeksi siliar (+)  (-) 

Injeksi episklera (-)  (-) 

Perdarahan konjungtiva  (-)  (-) 

10  Kornea

Kejernihan Infiltrat (+)  Jernih 

Page 5: lapkas keratouveitis

8/10/2019 lapkas keratouveitis

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-keratouveitis 5/38

5

Edema (-)  (-) 

Ulkus (-) (-)

11  Sklera

Episkleritis (-)  (-) Skleritis (-)  (-) 

12  COA 

Kedalaman Sedang Sedang

Kejernihan Jernih Jernih

Hipema dan hipopion  (-)  (-) 

13  Iris

Warna Hitam Hitam

Gambaran radien Tidak Jelas Jelas

Eksudat (-)  (-) 

Sinekia anterior dan posterior Sinekia posterior (+)  (-) 

14  Pupil

Bentuk Bulat Bulat

Besar   ± 3 mm  ± 3 mm 

letak   Sentral Sentral

Isokor (+)  (+) 

Refleks cahaya langsung  (+)  (+) 

15  Lensa

Kejernihan Jernih Jernih

Pseudoafakia (-)  (-) 

Afakia (-)  (-) 

Page 6: lapkas keratouveitis

8/10/2019 lapkas keratouveitis

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-keratouveitis 6/38

6

4.  RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG

-  Tes apusan konjungtiva

5.  DIAGNOSIS

-  Keratouveitis

6.  PENATALAKSANAAN

-  Non-Medikamentosa

Edukasi

a.  Selalu menjaga kebersihan pada mata.

 b.  Jangan mengucek-ngucek mata.

c.  Beritahukan pada pasien bila keluar rumah atau berkendaraan dengan

sepedamotor diusahakan untuk memakai kacamata pelindung.

d.  Segera kontrol bila terdapat keluhan lain

-  Medikamentosa

a.  Pemberian antibiotik : Gentamisin ED 4 gtt I

 b. 

Sikloplegik: C. Tropin ED 2 gtt I

c.  Kortikosteroid: Metilprednisolon 3 dd I (8 mg)

d.  Ranitidine 2 dd I (150 mg)

Page 7: lapkas keratouveitis

8/10/2019 lapkas keratouveitis

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-keratouveitis 7/38

7

7.  PROGNOSIS

a.  Quo ad vitam : dubia ad bonam

 b. 

Quo ad functionam : dubia ad bonam

c.  Quo ad sanationam : dubia ad bonam

Page 8: lapkas keratouveitis

8/10/2019 lapkas keratouveitis

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-keratouveitis 8/38

8

KERATITIS

PENDAHULUAN

Kornea adalah salah satu media refraksi sehingga manusia dapat melihat. Seorang ahli

mata dapat melihat strutur dalam mata karena kornea bersifat jernih dan memiliki daya bias

sebesar 43D.

Kornea memiliki mekanisme protektif terhadap lingkungan maupun paparan patogen

(virus, amoeba, bakteri dan jamur). Ketika patogen berhasil masuk dan membuat defek

epitelial di kornea, maka jaringan braditropik kornea akan merespon patogen spesifik dengan

 peradangan pada kornea (keratitis). 

Keratitis akan memberikan gejala seperti rasa nyeri, fotofobia, dan adanya sekret yang

 purulen yang biasa terdapat pada keratitis bakterial.

Penyebab keratitis 90% disebabkan oleh bakteri, jenis bakteri seperti Staphylococcus

aureus, Staphylococcus epidermidis, Stapylococcus aeroginosa, dan Moarxella.

LANDASAN TEORI

1.  ANATOMI KORNEA

Gambar 1: Gambaran Kornea

Kornea adalah jaringan transparan tembus cahaya, menutupi bola mata bagian depan.

Kornea menempati 1/6 dari jaringan fibrosa bagian depan dari bola mata. Bagian anterior

dari kornea berbentuk elips dengan diameter horizontal 11,7 mm dan diameter vertikal 11

mm. Bagian posterior berbentuk sirkular dengan diameter rata-rata 11,5 mm. Kornea dewasa

rata-rata mempunyai tebal 0,52 mm di bagian tengah dan 0,65 mm di bagian perifer. Dari

anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda : lapisan epitel,

lapisan Bowman, stroma, membran Descment dan lapisan endotel.

Page 9: lapkas keratouveitis

8/10/2019 lapkas keratouveitis

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-keratouveitis 9/38

Page 10: lapkas keratouveitis

8/10/2019 lapkas keratouveitis

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-keratouveitis 10/38

10

membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau

sesudah trauma.

4.  Membran Descement

-  Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea

dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya.

-  Bersifat sangat elastik dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40

m.

5.  Endotel

-  Berasal dari mesotelium, berlapis satu, berbentuk heksagonal, besar 20-40 m.

Endotel melekat pada membran descement melalui hemidesmosom dan zonula

okluden.

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus,

saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma

kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel

dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk

sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah

limbus terjadi dalam waktu 3 bulan. Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan

mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi

edema kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi. Pembiasan sinar terkuat dilakukan

oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk dilakukan oleh kornea. 

2.  FISIOLOGI KORNEA

Kornea mempunyai dua fungsi utama yaitu sebagai medium refraksi dan untukmemproteksi lensa intraokular. Kornea menjalankan dua fungsi utama ini dengan cara

mempertahankan sifat transparansi kornea dan pergantian dari jaringannya. Transparansi

kornea dimungkinkan oleh sifatnya yang avaskuler, memiliki struktur yang uniform yang

sifat deturgescence  –   nya. Transparansi stroma dibentuk oleh pengaturan fisis special dari

komponen –  komponen fibril. Walaupun indeks refraksi dari masing  –  masing fibril kolagen

 berbeda dari substansi infibrilar, diameter yang kecil (300 A) dari fibril dan jarak yang kecil

diantara mereka (300 A) mengakibatkan pemisahan dan regularitas yang menyebabkan

sedikit pembiasan cahaya dibandingkan dengan inhomogenitas optikalnya. Sifat

Page 11: lapkas keratouveitis

8/10/2019 lapkas keratouveitis

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-keratouveitis 11/38

11

deturgescence di jaga dengan pompa bikarbonat aktif dari endotel dan fungsi barrier dari

epitel dan endotel. Kornea di jaga agar tetap berada pada keadaan “basah” dengan kadar air

sebanyak 78%.

Peran kornea dalam proses refraksi cahaya bagi penglihatan seseorang sangatlah penting.

Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 43,25 dioptri dari total 58,6 kekuatan

dioptri mata normal manusia, atau sekitar 74% dari seluruh kekuatan dioptri mata normal.

Hal ini mengakibatkan gangguan pada kornea dapat memberikan pengaruh yang cukup

signifikan dalam fungsi visus seseorang. Kornea merupakan struktur vital dari mata dan oleh

karenanya kornea sangat sensitif. Saraf  –   saraf kornea masuk dari stroma kornea melalui

membran bowman dan berakhir secara bebas diantara sel  –  sel epithelial serta tidak memiliki

selebung myelin lagi sekitar 2 –  3 mm dari limbus ke sentral kornea, sehingga menyebabkan

sensitifitas yang tinggi pada kornea.

Kornea menerima suplai sensoris dari bagian oftalmik nervus trigeminus. Sensasi taktil

yang terkecil pun dapat menyebabkan refleks penutupan mata. Setiap kerusakan pada kornea

(erosi, penetrasi benda asing atau keratokonjungtivitis ultraviolet) mengekspose ujung saraf

sensorik dan menyebabkan nyeri yang intens disertai dengan refleks lakrimasi dan penutupan

 bola mata involunter. Trias yang terdiri atas penutupan mata involunter (blepharospasme),

refleks lakrimasi (epiphora) dan nyeri selalu mengarahkan kepada kemungkinan adanya

cedera kornea.

Seperti halnya lensa, sklera dan badan vitreous, kornea merupakan struktur jaringan yang

 braditrofik, metabolismenya lambat dimana ini berarti penyembuhannya juga lambat.

Metabolisme kornea (asam amino dan glukosa) diperoleh dari 3 sumber, yaitu :

  Difusi dari kapiler –  kapiler disekitarnya

 

Difusi dari humor aquous

  Difusi dari film air mata

Tiga lapisan film air mata prekornea memastikan bahwa kornea tetap lembut dan

membantu nutrisi kornea. Tanpa film air mata, permukaan epitel akan kasar dan pasien akan

melihat gambaran yang kabur. Enzim lisosom yang terdapat pada film air mata juga

melindungi mata dari infeksi.

Page 12: lapkas keratouveitis

8/10/2019 lapkas keratouveitis

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-keratouveitis 12/38

12

3.  DEFINISI

Keratitis adalah perdangan kornea yang ditandai dengan oedema kornea, infiltrasi

seluler dan kongesti siliar.

4.  EPIDEMIOLOGI

Frekuensi keratitis di Amerika Serikat sebesar 5% di antara seluruh kasus kelainan

mata. Di negara-negara berkembang insidensi keratitis berkisar antara 5,9-20,7 per 100.000

orang tiap tahun. Insidensi keratitis pada tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di

Indonesia, perbandingan laki-laki dan perempuan tidak begitu bermakna pada angka kejadian

keratitis. Sedangkan predisposisi terjadinya keratitis antara lain terjadi karena trauma,

 pemakaian lensa kontak dan perawatan lensa kontak yang buruk, penggunaan lensa kontak

yang berlebihan, Herpes genital atau infeksi virus lain, kekebalan tubuh yang menurun karena

 penyakit lain, serta higienis dan nutrisi yang tidak baik, dan kadang-kadang tidak diketahui

 penyebabnya 

5.  PATOFISIOLOGI KERATITIS

Terdapat beberapa kondisi yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya inflamasi

 pada kornea seperti blefaritis, perubahan pada barrier epitel kornea (dry eyes), penggunaanlensa kontak, lagopthalmos, gangguan paralitik, trauma dan penggunaan preparat

imunosupresif topical maupun sistemik.  Kornea mendapatkan pemaparan konstan dari

mikroba dan pengaruh lingkungan, oleh sebab itu untuk melindunginya kornea memiliki

 beberapa mekanisme pertahanan. Mekanisme pertahanan tersebut termasuk refleks berkedip,

fungsi antimikroba film air mata (lisosim), epitel hidrofobik yang membentuk barrier

terhadap difusi serta kemampuan epitel untuk beregenerasi secara cepat dan lengkap.  

Epitel merupakan barrier yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme ke dalam

kornea. Pada saat epitel mengalami trauma, struma yang avaskuler dan lapisan bowman

menjadi mudah untuk mengalami infeksi dengan organisme yang bervariasi, termasuk

 bakteri, amoeba dan jamur. Streptokokus pneumonia merupakan pathogen kornea bakterial,

 patogen-patogen yang lain membutuhkan inokulasi yang berat atau pada host yang

immunocompromised untuk dapat menghasilkan sebuah infeksi di kornea.Ketika patogen

telah menginvasi jaringan kornea melalui lesi kornea superfisial, beberapa rantai kejadian

tipikal akan terjadi, yaitu:

Page 13: lapkas keratouveitis

8/10/2019 lapkas keratouveitis

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-keratouveitis 13/38

13

  Lesi pada kornea

  Patogen akan menginvasi dan mengkolonisasi struma kornea

  Antibodi akan menginfiltrasi lokasi invasi patogen

 

Hasilnya akan tampak gambaran opasitas pada kornea dan titik invasi pathogen akanmembuka lebih luas dan memberikan gambaran infiltrasi kornea

  Iritasi dari bilik mata depan dengan hipopion (umumnya berupa pus yang akan

 berakumulasi pada lantai dari bilik mata depan)

  Patogen akan menginvasi seluruh kornea.

  Hasilnya stroma akan mengalami atropi dan melekat pada membarana descement

yang relatif kuat dan akan menghasilkan descematocele dimana hanya membaran

descement yang intak.  Ketika penyakit semakin progresif, perforasi dari membrane descement terjadi dan

humor aquos akan keluar. Hal ini disebut ulkus kornea perforata dan merupakan

indikasi bagi intervensi bedah secepatnya. Pasien akan menunjukkan gejala

 penurunan visus progresif dan bola mata akan menjadi lunak.

6.  KLASIFIKASI

Terdapat bermacam-macam pembagian dari keratitis yaitu:

1. Menurut penyebabnya :

a.  Keratitis bakterial

Bakteri-bakteri yang biasa menyebabkan keratitis bakterialis, yaitu :

  Streptokokus pneumonia

   Pseudomonas aeroginosa

 

Streptokokus hemolitikus

   Moraxella liquefaciens

   Klebsiella pneumoniae

b. Keratitis viral

Virus lain yang dapat menyebabkan keratitis, yaitu :

   Herpes simpleks

 

 Herpes zoster

Page 14: lapkas keratouveitis

8/10/2019 lapkas keratouveitis

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-keratouveitis 14/38

14

  Variola (jarang)

  Vacinia (jarang)

c.  Keratitis jamur

Jamur - jamur yang biasa ditemukan pada keratitis, diantaranya :

  Candida

  Aspergilin

   Nocardia

  Cephalosporum

d.  Keratitis lagoftalmus

Keratitis yang terjadi akibat adanya lagoftalmus dimana kelopak mata tidak

dapat menutup dengan sempurna sehingga mata terpapar dan terjadi kekeringan pada

kornea dan konjungtiva yang memudahkan terjadinya infeksi. Dapat dikarenakan

 parese Nervus VII.

e.  Keratitis neuroparalitik akibat kerusakan Nervus V

Keratitis neuroparalitik merupakan keratitis akibat kelainan saraf trigeminus,

sehingga terdapat kekeruhan kornea yang tidak sensitif disertai kekeringan kornea.

Gangguan saraf ke-5 ini dapat terjadi akibat  Herpes zoster , tumor fosa posterior

kranium dan keadaan lainnya. Pada keadaan anestesi kornea kehilangan daya

 pertahanannya terhadap iritasi dari luar. Hal ini dapat menyebabkan kornea mudah

terjadi infeksi sehingga mengakibatkan terbentuknya ulkus kornea. 

f.  Keratokonjungtivitis sika

Suatu keadaan keringnya permukaan kornea dan konjungtiva. Kelainan ini

terjadi pada penyakit yang mengakibatkan:

a. 

Defisiensi komponen lemak air mata, misalnya blefaritis menahun

 b.  Defisiensi kelenjar air mata, misalnya sindrom Sjorgen, alakrimal kongenital, obat

diuretik, atropin, dan usia tua.

c. 

Defisiensi komponen musin: defisiensi vitamin A, trauma kimia, sindrom Stevens

Johnson.

d.  Penguapan yang berlebihan, misalnya pada keratitis neuroparalitik, hidup di padang

gurun, keratitis lagoftalmus.

e. 

Karena parut pada kornea.

Page 15: lapkas keratouveitis

8/10/2019 lapkas keratouveitis

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-keratouveitis 15/38

15

2. Menurut tempatnya :

a.  Keratitis superfisial

 

Keratitis epitelial

Epitel kornea terlibat pada kebanyakan jenis konjungtivitis dan keratitis serta

 pada kasus-kasus tertentu merupakan satu-satunya jaringan yang terlibat

(misalnya: pada keratitis punctata superficialis). Perubahan pada epitel sangat

 bervariasi, dari edema biasa dan vakuolasi sampai erosi kecil-kecil, pembentukan

filament, keratinisasi partial dan lain-lain. Lesi-lesi ini juga bervariasi pada

lokasinya di kornea. Semua variasi ini mempunyai makna diagnostik yang penting

 

Keratitis subepitelial

Lesi-lesi ini sering terjadi karena keratitis epithelial (misal infiltrat subepitelial

 pada keratokonjungtivitis epidemika, yang disebabkan adenovirus 8 dan 19).

Umunya lesi ini dapat diamati dengan mata telanjang namun dapat juga dikenali

 pada pemeriksaan biomikroskopik terhadap keratitis epitelia.

  Keratitis stromal

Respons stroma kornea terhadap penyakit termasuk infiltrasi, yang

menunjukkan akumulasi sel-sel radang; edema muncul sebagai penebalan kornea,

 pengkeruhan, atau parut; penipisan dan perlunakan yang dapat berakibat perforasi;

dan vaskularisasi.

b.  Keratitis profunda

  Keratitis interstitial

Merupakan keratitis yang ditemukan pada jaringan yang lebih dalam, yaitu

keratitis nonsupuratif profunda disertai dengan neovaskularisasi. Terjadi akibat

alergi, infeksi lues, dan tuberkulosis.

  Keratitis sklerotikans

Merupakan kekeruhan berbentuk segitiga pada kornea, terlokalisasi, berbatas

tegas unilateral yang menyertai radang sklera atau skleritis. Kadang-kadang

mengenai seluruh limbus. Kornea terlihat putih menyerupai sklera. Diduga terjadi

karena perubahan susunan serat kolagen yang menetap.

Page 16: lapkas keratouveitis

8/10/2019 lapkas keratouveitis

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-keratouveitis 16/38

16

  Keratitis disiformis

Disebut juga keratitis sawah karena banyak mengenai petani. Keratitis

memberikan kekeruhan infiltrat yang bulat atau lonjong di jaringan kornea.

Diduga merupakan reaksi alergi ataupun imunologik terhadap virus  Herpes

 simpleks.

Selain keratitis yang dijelaskan di atas, masih terdapat beberapa jenis keratitis lainnya:

1.  Keratitis pungtata superfisial

Keratitis pungtata superfisial memberikan gambaran infiltrat halus bertitik-

titik pada permukaan kornea, memberikan hasil positif pada tes fluorescein.

Etiologinya adalah sindrom dry eye, blefaritis, keratopati, lagoftalmus, keracunan

obat topikal (neomycin, tobramycin), sinar ultraviolet, trauma kimia ringan dan

 pemakaian lensa kontak.

2.  Keratitis numularis atau dimmer

Keratitis numularis merupakan bentuk keratitis dengan ditemukannya infiltrat

yang bundar berkelompok dan tepinya berbatas tegas sehingga memberikan

gambaran halo. Keratitis ini berjalan lambat dan sering ditemukan pada petani

sawah.

3.  Keratokonjungtivitis epidemika

Keratitis ini terjadi akibat peradangan kornea dan konjungtiva yang

disebabkan oleh reaksi alergi adenovirus tipe 8. Penyakit ini dapat timbul sebagai

suatu epidemik.

4.  Keratitis marginal

Merupakan infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan limbus

akibat infeksi lokal konjungtiva. Bila tidak diobati dapat menyebabkan ulkus

kornea.

5.  Keratokonjungtivitis flikten

Merupakan radang kornea dan konjungtiva yang merupakan reaksi imun yang

mungkin sel mediated pada jaringan yang sudah sensitif terhadap antigen.

Terdapat daerah berwarna keputihan yang merupakan degenerasi hialin. Terjadi

 pengelupasan lapis sel tanduk epitel kornea.

Page 17: lapkas keratouveitis

8/10/2019 lapkas keratouveitis

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-keratouveitis 17/38

Page 18: lapkas keratouveitis

8/10/2019 lapkas keratouveitis

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-keratouveitis 18/38

18

namun tidak disertai dengan pembentukan kotoran mata yang banyak kecuali pada ulkus

kornea yang purulen.

8.  DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, gejala klinik dan hasil

 pemeriksaan mata. Dari hasil anamnesis sering diungkapkan riwayat trauma, adnya riwayat

 penyakit kornea, misalnya pada keratitis herpetic akibat infeksi herpes simpleks sering

kambuh, namun erosi yang kambuh sangat sakit dan keratitis herpetic tidak, penyakit-

 penyakit ini dapat dibedakan dari gejalanya. Anamnesis mengenai pemakaian obat lokal oleh

 pasien, karena mungkin telah memakai kortikosteroid, yang dapat merupakan predisposisi

 bagi penyakit bakteri, fungi, atau virus terutama keratitis herpes simpleks. Juga mungkin

terjadi imunosupresi akibat penyakit-penyakit sistemik, seperti diabetes, AIDS, dan penyakit

ganas, selain oleh terapi imunosupresi khusus.

Dalam mengevaluasi peradangan kornea penting untuk membedakan apakah tanda

yang kita temukan merupakan proses yang masih aktif atau merupakan kerusakan dari

struktur kornea hasil dari proses di waktu yang lampau. Sejumlah tanda dan pemeriksaan

sangat membantu dalam mendiagnosis dan menentukan penyebab dari suatu peradangan

kornea seperti: pemeriksaan sensasi kornea, lokasi dan morfologi kelainan, pewarnaandengan fluoresin, neovaskularisasi, derajat defek pada epithel, lokasi dari infiltrat pada

kornea, edema kornea, keratik presipitat, dan keadaan di bilik mata depan. Tanda-tanda

yang ditemukan ini juga berguna dalam mengawasi perkembangan penyakit dan respon

terhadap pengobatan.

Sangat penting untuk melaksanakan penegakan diagnosis morfologis pada pasien

yang dicurigai dengan lesi kornea. Letak lesi di kornea dapat diperkirakan dengan melihat

tanda –  tanda yang terdapat pada kornea. Pada keratitis epithelial, perubahan epitel bervariasi

secara luas mulai dari edema ringan dan vakuolasi hingga erosi, pembentukan filament

maupun keratinisasi partial. Pada keratitis stromal, respon struma kornea dapat berupa

infiltrasi sel radang, edema yang bermanifestasi kepada edema kornea yang awalnya bermula

dari stroma lalu ke epitel kornea. Pemeriksaan fisik pada keluhan yang mengarahkan

kecurigaan kepada keratitis dilakukan melalui inspeksi dengan pencahayaan adekuat. Larutan

flouresent dapat menggambarkan lesi epitel superfisial yang mungkin tidak dapat terlihat

dengan inspeksi biasa. Pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) esensial dalam pemeriksaan

kornea, apabila tidak terdapat alat tersebut dapat digunakan sebuah loup dan iluminasi yang

Page 19: lapkas keratouveitis

8/10/2019 lapkas keratouveitis

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-keratouveitis 19/38

19

terang. Pemeriksaan harus melihat jalannya refleksi cahaya sementara memindahkan cahaya

dengan hati  –  hati ke seluruh kornea. Dengan cara ini area yang kasar sebagai indikasi dari

defek kornea dapat terlihat. Berikut ini merupakan jenis keratitis dan bentuknya:

 No. Jenis keratitis Bentuk keratitis

1. Keratitis stafilokok Erosi kecil-kecil terputus fluorescin; terutama

sepertiga bawah kornea

2. Keratitis herpetik Khas dendritik (kadang-kadang bulat atau

lonjong) dengan edema dan degenerasi

3. Keratitis varicella-

zoster

Lebih difus dari lesi HSK; kadang-kadang

linear (pseudosendrit)

4. Keratitis adenovirus Erosi kecil-kecil terpulas fluorecein; difus

namun paling mencolok di daerah pupil

5. Keratitis sindromSjorgen Epitel rusak dan erosi kecil-kecil, pleomorfik,terpulas fluorescein; filament epithelial dan

mukosa khas; terutama belahan bawah kornea

6. Keratitis terpapar

akibat lagoftalmus atau

eksoftalmus

Erosi kecil-kecil tidak teratur, terpulas

fluorescein; terutama di belahan bawah kornea

7. Keratokonjungtuvitis

vernal

Lesi mirip-sinsisium, yang keruh dan

 berbercak-bercak kelabu, paling mencolok di

daerah pupil atas. Kadang-kadang membentuk

 bercak epithelium opak

8. Keratitis trofik-sekuele

HS, HZ dan destruksiganglion gaseri

Edema epitel berbercak-bercak; difus namun

terutama di fissure palpebrae, pukul 9-3

9. Keratitis karena obat-

terutama antibiotika

spectrum luas

Erosi kecil-kecil terpulas fluorescein dengan

edema seluler berbintik-bintik; lingkaran epitel

10. Keratitis superficial

 punctata (SPK)

Focus sel-sel epithelial sembab, bulat atau

lonjong; menimbul bila penyakit aktif

11. Keratokonjungtivitis

limbic superior

Erosi kecil-kecil terpulas fluorescein di

sepertiga atas kornea; filament selama

eksaserbasi; hiperemi bulbar, limbus

 berkeratin menebal, mikropanus

12. Keratitis rubeola,

rubella dan parotitis

epidemika

Lesi tipe virus seperti pada SPK; di daerah

 pupil

13. Trachoma Erosi epitel kecil-kecil terpulas fluorescein

 pada sepertiga atas kornea

14. Keratitis defisiensi

vitamin A

Kekeruhan berbintik kelabu sel-sel epitel

akibat keratinisasi partial; berhubungan

dengan bintik-bintik bitot

Page 20: lapkas keratouveitis

8/10/2019 lapkas keratouveitis

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-keratouveitis 20/38

Page 21: lapkas keratouveitis

8/10/2019 lapkas keratouveitis

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-keratouveitis 21/38

21

kortikosteroid pada KPS ini bertujuan untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah

terbentuknya jaringan parut pada kornea, dan juga menghilangkan keluhan subjektif seperti

fotobia namun pada umumnya pada pemberian steroid dapat menyebabkan kekambuhan

karena steroid juga dapat memperpanjang infeksi dari virus jika memang etiologi dari

keratitis tersebut adalah virus.

 Namun pemberian kortikosteroid topikal pada keratitis ini harus terus diawasi dan

terkontrol karena pemakaian kortikosteroid untuk waktu lama dapat memperpanjang

 perjalanan penyakit hingga bertahun-tahun dan berakibat timbulnya katarak dan glaukoma

terinduksi steroid, menambah kemungkinan infeksi jamur, menambah berat radang akibat

infeksi bakteri juga steroid ini dapat menyembunyikan gejala penyakit lain. Penggunaan

kortikosteroid pada keratitis menurut beberapa jurnal dapat dipertimbangkan untuk diganti

dengan NSAID. Dari penelitian-penelitian tersebut telah menunjukan bahwa NSAID dapat

mengurangi keluhan subjektif pasien dan juga mengatasi peradangannya seperti halnya

kortikostroid namun lebih aman dari steroid itu sendiri karena tidak akan menyebabkan

katarak ataupun glaukoma yang terinduksi steroid.

Lensa kontak sebagai terapi telah dipakai untuk mengendalikan gejala, supaya dapat

melindungi lapisan kornea pada waktu kornea bergesekan dengan palpebra, khususnya pada

kasus yang mengganggu. Pemberian siklopegik mengakibatkan lumpuhnya otot sfingter iris

sehingga terjadi dilatasi pupil dan mengakibatkan paralisis otot siliar sehingga melemahkan

akomodasi. Terdapat beberapa obat sikloplegia yaitu atropin, homatropin, dan tropikamida.

 Namun atropin (0,5%-2%) merupakan sikloplegik yang sangat kuat dan juga bersifat

midriatik sehingga biasanya tidak dijadikan pilihan terapi pada keratitis tertentu misalnya

KPS. Efek maksimal atropin dicapai setelah 30-40 menit dan bila telah terjadi kelumpuhan

otot akomodasi maka akan normal kembali dalam 2 minggu setelah obat dihentikan. Atropin

 juga memberikan efek samping nadi cepat, demam, merah, dan mulut kering. Homatropin

(2%-5%) efeknya hilang lebih cepat dibanding dengan atropin, efek maksimal dicapai dalam

20-90 menit dan akomodasi normal kembali setelah 24 jam hingga 3 hari. Sedangkan

trokamida (0,5%-1%) memberikan efek setelah 15-20 menit, dengan efek maksimal dicapai

setelah 20-30 menit dan hilang setelah 3-6 jam. Obat ini sering dipakai untuk melebarkan

 pupil pada pemeriksaan fundus okuli.

Pada keratitis yang telah mengalami penipisan stroma dapat ditambahkan lem

cyanoacrylate untuk menghentikan luluhnya stroma. Bila tindakan tersebut gagal, harus

dilakukan flap konjungtiva; bahkan bila perlu dilakukan keratoplasti. Flap konjungtiva hanya

Page 22: lapkas keratouveitis

8/10/2019 lapkas keratouveitis

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-keratouveitis 22/38

22

dianjurkan bila masih ada sisa stroma kornea, bila sudah terjadi descemetocele flap

konjungtiva tidak perlu; tetapi dianjurkan dengan keratoplastik lamellar.

Selain terapi medikamentosa sebaiknya diberikan pula edukasi pada pasien keratitis.

Pasien diberikan pengertian bahwa penyakit ini dapat berlangsung kronik dan juga dapat

terjadi kekambuhan. Pasien juga sebaiknya dianjurkan agar tidak terlalu sering terpapar sinar

matahari ataupun debu karena keratitis ini dapat juga terjadi pada konjungtivitis vernal yang

 biasanya tercetus karena paparan sinar matahari, udara panas, dan debu, terutama jika pasien

tersebut memang telah memiliki riwayat atopi sebelumnya. Pasien pun harus dilarang

mengucek matanya karena dapat memperberat lesi yang telah ada.Pada keratitis dengan

etiologi bakteri, virus, maupun jamur sebaiknya kita menyarankan pasien untuk mencegah

transmisi penyakitnya dengan menjaga kebersihan diri dengan mencuci tangan,

membersihkan lap atau handuk, sapu tangan, dan tissue.

11. KOMPLIKASI & PROGNOSIS

Bila peradangan hanya di permukaan saja, dengan pengobatan yang baik dapat

sembuh tanpa jaringan parut, Bila peradangan dalam, penyembuhan berakhir dengan

 pembentukan jaringan parut yang dapat berupa nebula, makula, leukoma, leukoma adherens

dan stafiloma kornea. 

 Nebula : bentuk parut kornea berupa kekeruhan yang sangat tipis dan hanya dapat dilihat

dengan menggunakan kaca pembesar atau menggunakan slit lamp.

Makula : parut yang lebih tebal berupa kekeruhan padat yang dapat dilihat tanpa

menggunakan kaca pembesar.

Leukoma : kekeruhan seluruh ketebalan kornea yang mudah sekali terlihat dari jarak yang

agak jauh sekalipun.

Leukoma adherens : keadaan dimana selain adanya kekeruhan seluruh ketebalan kornea,

terdapat penempelan iris pada bagian belakang kornea (sinekia

anterior).

Stafiloma kornea : bila seluruh permukaan kornea mengalami ulkus disertai perforasi, maka

 pada penyembuhan akan terjadi penonjolan keluar parut kornea yang

disertai dengan sinekia anterior. 

Page 23: lapkas keratouveitis

8/10/2019 lapkas keratouveitis

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-keratouveitis 23/38

23

Bila ulkusnya lebih dalam dapat terjadi perforasi. Adanya perforasi dapat

membahayakan mata, oleh karena timbulnya hubungan langsung dari bagian dalam mata

dengan dunia luar, sehingga kuman dapat masuk ke dalam mata dan menyebabkan

endoftalmitis atau panoftalmitis. Dengan adanya perforasi, iris dapat menonjol keluar melalui

 perforasi dan terjadi prolaps iris. Saat terjadi perforasi, tekanan intraokular menurun.

Bagan 1: Perjalanan Keratitis

Keratitis subepitel /epitel

Sembuh tanpa

 bekas

Berlanjut

menjadi ulkus

Sembuh

dengan parut

kornea

Nebula

Makula

Berlanjut dengan perforasi kornea

disertai penonjolan keluar dari

kornea dan prolaps iris

Sembuh dengan parut :

Lekoma adheren

Buta kornea

Berlanjut dengan

terjadi

-endoftalmitis

sembuh  Operasi /

angkat

Abulbi

Pht sis

Buta permanen

Page 24: lapkas keratouveitis

8/10/2019 lapkas keratouveitis

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-keratouveitis 24/38

24

UVEITIS

PENDAHULUAN 

Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus uvealis

yang meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid yang disebabkan oleh infeksi,

trauma, neoplasia, atau proses autoimun. Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea

yang mengalami inflamasi biasanya juga ikut mengalami inflamasi. Peradangan pada uvea

dapat hanya mengenai bagian depan jaringan uvea atau iris yang disebut iritis. Bila mengenai

 badan tengah disebut siklitis. Iritis dengan siklitis disebut iridosiklitis atau disebut juga

dengan uveitis anterior dan merupakan bentuk uveitis tersering. Dan bila mengenai lapisan

koroid disebut uveitis posterior atau koroiditis. Uveitis umumnya unilateral, biasanya terjadi

 pada dewasa muda dan usia pertengahan. Ditandai adanya riwayat sakit, fotofobia, dan

 penglihatan yang kabur, mata merah tanpa sekret mata purulen dan pupil kecil atau ireguler.

Insiden uveitis di Amerika Serikat dan di seluruh dunia diperkirakan sebesar 15

kasus/100.000 penduduk dengan perbandingan yang sama antara laki-laki dan perempuan.

Uveitis merupakan salah satu penyebab kebutaan. Morbiditas akibat uveitis terjadi karena

terbentuknya sinekia posterior sehingga menimbulkan peningkatan tekanan intraokuler dan

gangguan pada nervus optikus. Selain itu, dapat timbul katarak akibat penggunaan steroid.

Oleh karena itu, diperlukan penanganan uveitis yang meliputi anamnesis yang komprehensif,

 pemeriksaan fisik dan oftalmologis yang menyeluruh, pemeriksaan penunjang dan

 penanganan yang tepat.

Uvea adalah organ yang terdiri dari beberapa kompartemen mata yang berperan besar

dalam vaskularisasi bola mata. Terdiri atas iris, badan silier dan koroid. Uveitis didefinisikan

sebagai inflamasi yang terjadi pada uvea. Meskipun demikian sekarang istilah uveitis

digunakan untuk menggambarkan berbagai bentuk inflamasi intraokular yang tidak hanya

 pada uvea tetapi juga struktur yang ada didekatnya, baik karena proses infeksi, trauma,

neoplasma, maupun autoimun. 

Page 25: lapkas keratouveitis

8/10/2019 lapkas keratouveitis

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-keratouveitis 25/38

Page 26: lapkas keratouveitis

8/10/2019 lapkas keratouveitis

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-keratouveitis 26/38

Page 27: lapkas keratouveitis

8/10/2019 lapkas keratouveitis

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-keratouveitis 27/38

27

3.  Koroid

Koroid merupakan bagian uvea yang paling luar, terletak antara retina (di sebelah

dalam) dan sklera (di sebelah luar). Koroid berbentuk mangkuk yang tepi depannya

 berada di cincin badan siliar. Koroid adalah jaringan vascular yang terdiri atas anyaman

 pembuluh darah. Retina tidak menempati (overlapping) seluruh koroid, tetapi berhenti

 beberapa millimeter sebelum badan siliar. Bagian koroid yang tidak terselubungi retinadisebut pars plana. 

Vaskularisasi uvea berasal dari arteri siliaris anterior dan posterior yang berasal dari

arteri oftalmika. Vaskularisasi iris dan badan siliaris berasal dari sirkulus arteri mayoris

iris yang terletak di badan siliaris yang merupakan anastomosis arteri siliaris anterior dan

arteri siliaris posterior longus. Vaskularisasi koroid berasal dari arteri siliaris posterior

longus dan brevis. 

Fungsi dari uvea antara lain : Regulasi sinar ke retina,Imunologi (bagian yang

 berperan dalam hal ini adalah khoroid), Produksi akuos humor oleh korpus siliaris, dan

sebagai nutrisi.

2. DEFINISI

Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus uvealis

yang meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid yang disebabkan oleh

infeksi, trauma, neoplasia, atau proses autoimun.

Page 28: lapkas keratouveitis

8/10/2019 lapkas keratouveitis

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-keratouveitis 28/38

28

3.  KLASIFIKASI

Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus uvealis

yang meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid. Klasifikasi uveitis

dibedakan menjadi empat kelompok utama, yaitu klasifikasi secara anatomis, klinis,

etiologis, dan patologis. Penyakit peradangan traktus uvealis umumnya unilateral,

 biasanya terjadi pada oreng dewasa dan usia pertengahan. Pada kebanyakan kasus

 penyebabnya tidak diketahui.

1. 

Klasifikasi berdasarkan Anatomisa)  Uveitis anterior

Merupakan inflamasi yang terjadi terutama pada iris dan korpus siliaris atau

disebut juga dengan iridosiklitis.

 b)  Uveitis intermediet

Merupakan inflamasi dominan pada pars plana dan retina perifer yang disertai

dengan peradangan vitreous.

c)  Uveitis posterior

Merupakan inflamasi yang mengenai retina atau koroid.

d)  Panuveitis

Merupakan inflamasi yang mengenai seluruh lapisan uvea.

Page 29: lapkas keratouveitis

8/10/2019 lapkas keratouveitis

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-keratouveitis 29/38

29

2.  Klasifikasi berdasarkan Klinis

a)  Uveitis akut

Uveitis yang berlangsung selama < 6 minggu, onsetnya cepat dan bersifat

simptomatik.

 b)  Uveitis kronik

Uveitis yang berlangsung selama > 6 minggu bahkan sampai berbulan-bulan

atau bertahun-tahun, seringkali onset tidak jelas dan bersifat asimtomatik.

3.  Klasifikasi berdasarkan Etiologis

a)  Uveitis infeksius

Uveitis yang disebabkan oleh infeksi virus, parasit, dan bakteri

 b) 

Uveitis non-infeksius

Uveitis yang disebabkan oleh kelainan imunologi atau autoimun.

4. 

Klasifikasi berdasarkan patologis

a)  Uveitis non-granulomatosa

Infiltrat dominan limfosit pada koroid.

 b) 

Uveitis granulomatosa

Infiltrat dominan sel epiteloid dan sel-sel raksasa multinukleus

UVEITIS ANTERIOR

1.  DEFINISI

Uveitis anterior merupakan peradangan iris dan bagian depan badan siliar

(pars plicata), kadang-kadang menyertai peradangan bagian belakang bola mata,

kornea dan sklera. Peradangan pada uvea dapat mengenai hanya pada iris yang

disebut iritis atau mengenai badan siliar yang di sebut siklitis. Biasanya iritis akan

disertai dengan siklitis yang disebut iridosiklitis atau uveitis anterior.

2.  KLASIFIKASI

Menurut klinisnya uveitis anterior dibedakan dalam uveitis anterior akut

yaitu uveitis yang berlangsung selama < 6 minggu, onsetnya cepat dan bersifat

simptomatik dan uveitis anterior kronik uveitis yang berlangsung selama > 6

minggu bahkan sampai berbulan-bulan atau bertahun-tahun, seringkali onset

Page 30: lapkas keratouveitis

8/10/2019 lapkas keratouveitis

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-keratouveitis 30/38

30

tidak jelas dan bersifat asimtomatik. Pada kebanyakan kasus penyebabnya tidak

diketahui.

Berdasarkan patologi dapat dibedakan dua jenis besar uveitis: yang non-

granulomatosa (lebih umum) dan granulomatosa. Penyakit peradangan traktus

uvealis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada oreng dewasa dan usia

 pertengahan. Uveitis non-granulomatosa terutama timbul di bagian anterior

traktus uvealis ini, yaitu iris dan korpus siliaris. Terdapat reaksi radang, dengan

terlihatnya infiltrat sel-sel limfosit dan sel plasma dengan jumlah cukup banyak

dan sedikit mononuklear. Uveitis granulomatosa yaitu adanya invasi mikroba

aktif ke jaringan oleh bakteri. Dapat mengenai uvea bagian anterior maupun

 posterior. Infiltrat dominan sel limfosit, adanya aggregasi makrofag dan sel-sel

raksasa multinukleus. Pada kasus berat dapat terbentuk bekuan fibrin besar atau

hipopion di kamera okuli anterior.

Perbedaan Uveitis granulomatosa dan non-granulomatosa

 Non- Granulomatosa Granulomatosa

Onset

 Nyeri

Fotofobia

Penglihatan Kabur

Merah Sirkumneal

Keratic precipitates

Pupil

Sinekia posterior

 Noduli iris

Lokasi

Perjalanan penyakit

Kekambuhan

Akut

 Nyata

 Nyata

Sedang

 Nyata

Putih halus

Kecil dan tak teratur

Kadang-kadang

Tidak ada

Uvea anterior

Akut

Sering

Tersembunyi

Tidak ada atau ringan

Ringan

 Nyata

Ringan

Kelabu besar

(“mutton fat”) 

Kecil dan tak teratur

Kadang-kadang

Kadang-kadang

Uvea anterior,

 posterior,difus

Kronik

Kadang-kadang

Page 31: lapkas keratouveitis

8/10/2019 lapkas keratouveitis

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-keratouveitis 31/38

31

3.  ETIOLOGI

Penyebab eksogen seperti trauma uvea atau invasi mikroorganisme atau

agen lain dari luar. Secara endogen dapat disebabkan idiopatik, autoimun,

keganasan, mikroorganisme atau agen lain dari dalam tubuh pasien misalnya

infeksi tuberkulosis, herper simpleks. Etiologi uveitis dibagi dalam :

Berdasarkan spesifitas penyebab :

1.  Penyebab spesifik (infeksi) Disebabkan oleh virus, bakteri, fungi, ataupun

 parasit yang spesifik.

2.  Penyebab non spesifik (non infeksi) atau reaksi hipersensitivitas

Disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas terhadap mikroorganisme atau antigen

yang masuk kedalam tubuh dan merangsang reaksi antigen antibodi dengan

 predileksi pada traktus uvea.

Berdasarkan asalnya:

1. 

Eksogen : Pada umumnya disebabkan oleh karena trauma, operasi intraokuler,

ataupun iatrogenik.

2.  Endogen : disebabkan idiopatik, autoimun, keganasan, mikroorganisme atau

agen lain dari dalam tubuh pasien misalnya infeksi tuberkulosis, herpes

simpleks.

4  PATOFISIOLOGI

Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh efek langsung

suatu infeksi atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik biasanya

mengikuti suatu trauma tembus okuli, walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi

sebagai reaksi terhadap zat toksik yang diproduksi oleh mikroba yang

menginfeksi jaringan tubuh diluar mata.

Uveitis yang berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan reaksi

hipersensitivitas terhadap antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari

dalam (antigen endogen). Dalam banyak hal antigen luar berasal dari mikroba

yang infeksius. Sehubungan dengan hal ini peradangan uvea terjadi lama setelah

 proses infeksinya yaitu setelah munculnya mekanisme hipersensitivitas. Radang

iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya  Blood Aqueous Barrier   sehingga

terjadi peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam humor akuos. Pada

Page 32: lapkas keratouveitis

8/10/2019 lapkas keratouveitis

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-keratouveitis 32/38

32

 pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) hal ini tampak sebagai flare, yaitu partikel-

 partikel kecil dengan gerak Brown (efek tyndall).

Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-

sel radang berupa pus di dalam COA yang disebut hipopion, ataupun migrasi

eritrosit ke dalam COA, dikenal dengan hifema. Apabila proses radang

 berlangsung lama (kronis) dan berulang, maka sel-sel radang dapat melekat pada

endotel kornea, disebut sebagai keratic precipitate (KP). Ada dua jenis keratic

 precipitate, yaitu :

1.  Mutton fat KP : besar, kelabu, terdiri atas makrofag dan pigmen-pigmen

yang difagositirnya, biasanya dijumpai pada jenis granulomatosa.

2.  Punctate KP : kecil, putih, terdiri atas sel limfosit dan sel plasma, terdapat

 pada jenis non granulomatosa.

Apabila tidak mendapatkan terapi yang adekuat, proses peradangan akan

 berjalan terus dan menimbulkan berbagai komplikasi. Sel-sel radang, fibrin, dan

fibroblas dapat menimbulkan perlekatan antara iris dengan kapsul lensa bagian

anterior yang disebut sinekia posterior, ataupun dengan endotel kornea yang

disebut sinekia anterior. Dapat pula terjadi perlekatan pada bagian tepi pupil,

yang disebut seklusio pupil, atau seluruh pupil tertutup oleh sel-sel radang,

disebut oklusio pupil.

Perlekatan-perlekatan tersebut, ditambah dengan tertutupnya trabekular

oleh sel-sel radang, akan menghambat aliran akuos humor dari bilik mata

 belakang ke bilik mata depan sehingga akuos humor tertumpuk di bilik mata

 belakang dan akan mendorong iris ke depan yang tampak sebagai iris bombans

(iris bombe). Selanjutnya tekanan dalam bola mata semakin meningkat dan

akhirnya terjadi glaukoma sekunder.

Pada uveitis anterior juga terjadi gangguan metabolisme lensa yang

menyebabkan lensa menjadi keruh dan terjadi katarak komplikata. Apabila

 peradangan menyebar luas, dapat timbul endoftalmitis (peradangan supuratif

 berat dalam rongga mata dan struktur di dalamnya dengan abses di dalam badan

kaca) ataupun panoftalmitis (peradangan seluruh bola mata termasuk sklera dan

kapsul tenon sehingga bola mata merupakan rongga abses).

Bila uveitis anterior monokuler dengan segala komplikasinya tidak segera

ditangani, dapat pula terjadi symphatetic ophtalmia pada mata sebelahnya yang

Page 33: lapkas keratouveitis

8/10/2019 lapkas keratouveitis

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-keratouveitis 33/38

33

semula sehat. Komplikasi ini sering didapatkan pada uveitis anterior yang terjadi

akibat trauma tembus, terutama yang mengenai badan silier.

5  MANIFESTASI KLINIS

Keluhan pasien dengan uveitis anterior adalah mata sakit, mata merah,

fotofobia, penglihatan turun ringan dengan mata berair. Keluhan sukar melihat

dekat pada pasien uveitis dapat terjadi akibat ikut meradangnya otot-otot

akomodasi. Dari pemeriksaan mata dapat ditemukan tanda antara lain :

Hiperemia perikorneal, yaitu dilatasi pembuluh darah siliar sekitar limbus, dan

keratic precipitate. Pada pemeriksaan slit lamp dapat terlihat flare di bilik mata

depan dan bila terjadi inflamasi berat dapat terlihat hifema atau hipopion. Iris

edema dan warna menjadi pucat, terkadang didapatkan iris bombans. Dapat pula

dijumpai sinekia posterior ataupun sinekia anterior. Pupil kecil akibat peradangan

otot sfingter pupil dan terdapatnya edema iris. Lensa keruh terutama bila telah

terjadi katarak komplikata. Tekanan intra okuler meningkat, bila telah terjadi

glaukoma sekunder. Pada proses akut dapat terjadi miopisi akibat rangsangan

 badan siliar dan edema lensa. Pada uveitis non-granulomatosa dapat terlihat

 presipitat halus pada dataran belakang kornea. Pada uveitis granulomatosa dapat

terlihat presipitat besar atau mutton fat noduli Koeppe (penimbunan sel pada tepi

 pupil) atau noduli Busacca (penimbunan sel pada permukaan iris).

6.  UVEITIS INTERMEDIATE

Uveitis intermediate disebut juga uveitis perifer atau pars planitis adalah

 peradangan intraokular terbanyak kedua. Tanda uveitis intermediet yang terpenting

yaitu adanya peradangan vitreus. Uveitis intermediet biasanya bilateral dan cenderung

mengenai pasien remaja akhir atau dewasa muda. Pria lebih banyak yang terkena

dibandingkan wanita. Gejala- gejala yang khas meliputi floaters dan penglihatan

kabur. Nyeri, fotofobia dan mata merah biasanya tidak ada atau hanya sedikit.

Temuan pemeriksaan yang menyolok adalah vitritis seringkali disertai dengan

kondensat vitreus yang melayang bebas seperti bola salju (snowballs) atau

menyelimuti pars plana dan corpus ciliare seperti gundukan salju (snow-banking).

Peradangan bilik mata depan minimal tetapi jika sangat jelas peradangan ini lebih

tepat disebut panuveitis. Penyebab uveitis intermediate tidak diketahui pada sebagian

 besar pasien, tetapi sarkoidosis dan multipel sklerosis berperan pada 10-20% kasus.

Page 34: lapkas keratouveitis

8/10/2019 lapkas keratouveitis

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-keratouveitis 34/38

34

Komplikasi uveitis intermediate yang tersering adalah edema makula kistoid,

vaskulitis retina dan neovaskularisasi pada diskus optikus.

7.  UVEITIS POSTERIOR

Uveitis posterior adalah peradangan yang mengenai uvea bagian posterior yang

meliputi retinitis, koroiditis, vaskulitis retina dan papilitis yang bisa terjadi sendiri-

sendiri atau secara bersamaan. Gejala yang timbul adalah floaters, kehilangan lapang

 pandang atau scotoma, penurunan tajam penglihatan. Sedangkan pada koroiditis aktif

 pada makula atau papillomacular bundle menyebabkan kehilangan penglihatan

sentral dan dapat terjadi ablasio retina.

8.  PENATALAKSANAAN

Tujuan utama dari pengobatan uveitis adalah untuk mengembalikan atau

memperbaiki fungsi penglihatan mata. Apabila sudah terlambat dan fungsi

 penglihatan tidak dapat lagi dipulihkan seperti semula, pengobatan tetap perlu

diberikan untuk mencegah memburuknya penyakit dan terjadinya komplikasi yang

tidak diharapkan. Adapun terapi uveitis dapat dikelompokkan menjadi :

Terapi non spesifik :

1. 

Penggunaan kacamata hitam

Kacamata hitam bertujuan untuk mengurangi fotofobi, terutama akibat pemberian

midriatikum.

2.  Kompres hangat

Dengan kompres hangat, diharapkan rasa nyeri akan berkurang, sekaligus untuk

meningkatkan aliran darah sehingga resorbsi sel-sel radang dapat lebih cepat.

3.  Midritikum/ sikloplegik

Tujuan pemberian midriatikum adalah agar otot-otot iris dan badan silier relaks,

sehingga dapat mengurangi nyeri dan mempercepat penyembuhan. Selain itu,

midriatikum sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya sinekia, ataupun

melepaskan sinekia yang telah ada.

Midriatikum yang biasanya digunakan adalah:

a.  Sulfas atropin 1% sehari 3 kali tetes

 b.  Homatropin 2% sehari 3 kali tetes

c. 

Scopolamin 0,2% sehari 3 kali tetes

Page 35: lapkas keratouveitis

8/10/2019 lapkas keratouveitis

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-keratouveitis 35/38

35

4.  Anti inflamasi

Anti inflamasi yang biasanya digunakan adalah kortikosteroid, dengan dosis

sebagai berikut:

Dewasa : Topikal dengan dexamethasone 0,1 % atau prednisolone 1 %. Bila

radang sangat hebat dapat diberikan subkonjungtiva atau periokuler : :

a. 

Dexamethasone phosphate 4 mg (1 ml)

 b.  Prednisolone succinate 25 mg (1 ml)

c.  Triamcinolone acetonide 4 mg (1 ml)

d.  Methylprednisolone acetate 20 mg

Bila belum berhasil dapat diberikan sistemik Prednisone oral mulai 80 mg per hari

sampai tanda radang berkurang, lalu diturunkan 5 mg tiap hari. Anak : prednison

0,5 mg/kgbb sehari 3 kali. Pada pemberian kortikosteroid, perlu diwaspadai

komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi, yaitu glaukoma sekunder pada

 penggunaan lokal selama lebih dari dua minggu, dan komplikasi lain pada

 penggunaan sistemik.

Terapi spesifik  

Terapi yang spesifik dapat diberikan apabila penyebab pasti dari uveitis

anterior telah diketahui. Karena penyebab yang tersering adalah bakteri, maka obat

yang sering diberikan berupa antibiotik, yaitu :

Dewasa : Lokal berupa tetes mata kadang dikombinasi dengan steroid.

Anak : Chloramphenicol 25 mg/kgbb sehari 3-4 kali.

Walaupun diberikan terapi spesifik, tetapi terapi non spesifik seperti disebutkan

diatas harus tetap diberikan, sebab proses radang yang terjadi adalah sama tanpa

memandang penyebabnya.

Terapi terhadap komplikasi

1.  Sinekia posterior dan anterior

Untuk mencegah maupun mengobati sinekia posterior dan sinekia anterior,

 perlu diberikan midriatikum, seperti yang telah diterangkan sebelumnya.

2.  Glaukoma sekunder

Glaukoma sekunder adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada uveitis

anterior. Terapi yang harus diberikan antara lain:

Terapi konservatif :

Page 36: lapkas keratouveitis

8/10/2019 lapkas keratouveitis

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-keratouveitis 36/38

36

Timolol 0,25 % - 0,5 % 1 tetes tiap 12 jam

Acetazolamide 250 mg tiap 6 jam

Terapi bedah:

Dilakukan bila tanda-tanda radang telah hilang, tetapi TIO masih tetap tinggi.

a.  Sudut tertutup : iridektomi perifer atau laser iridektomi, bila telah terjadi

 perlekatan iris dengan trabekula (Peripheral Anterior Synechia atau PAS)

dilakukan bedah filtrasi.

 b.  Sudut terbuka : bedah filtrasi.

3. Katarak komplikata

Komplikasi ini sering dijumpai pada uveitis anterior kronis. Terapi yang

diperlukan adalah pembedahan, yang disesuaikan dengan keadaan dan jenis

katarak serta kemampuan ahli bedah.

9.  KOMPLIKASI

Komplikasi dari uveitis dapat berupa :

a.  Glaucoma, peninggian tekanan bola mata

Pada uveitis anterior dapat terjadi sinekia posterior sehingga mengakibatkan

hambatan aliran aquos humor dari bilik posterior ke bilik anterior. Penumpukan

cairan ini bersama-sama dengan sel radang mengakibatkan tertutupnya jalur dari

out flow aquos humor sehigga terjadi glaucoma. Untuk mencegahnya dapat

diberikan midriatika.

 b.  Katarak

Kelainan polus anterior mata seperti iridosiklitis yang menahun dan penggunaan

terapi kortikosteroid pada terapi uveitis dapat mengakibatkan gangguan

metabolism lensa sehingga menimbulkan katarak. Operasi katarak pada mata

yang uveitis lebih komplek lebih sering menimbulkan komplikasi post operasi

 jika tidak dikelola dengan baik. Sehingga dibutuhkan perhatian jangka panjang

terhadap pre dan post operasi. Operasi dapat dilakukan setelah 3 bulan bebas

inflamasi. Penelitian menunjukan bahwa fakoemulsifikasi dengan penanaman

IOL pada bilik posterior dapat memperbaiki visualisasi dan memiliki toleransi

yang baik pada banyak mata dengan uveitis.

c. 

Sinekia posterior   perlekatan antara iris dengan kapsul lensa bagian anterior

akibat sel-sel radang, fibrin, dan fibroblas.

Page 37: lapkas keratouveitis

8/10/2019 lapkas keratouveitis

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-keratouveitis 37/38

37

d.  Sinekia anterior   perlekatan iris dengan endotel kornea akibat sel-sel radang,

fibrin, dan fibroblas.

e. 

Seklusio pupil perlekatan pada bagian tepi pupil

f.  Oklusio pupil seluruh pupil tertutup oleh sel-sel radang

g.  Endoftalmitis   peradangan supuratif berat dalam rongga mata dan struktur di

dalamnya dengan abses di dalam badan kaca akibat dari peradangan yang meluas.

h.  Panoftalmitis  peradangan pada seluruh bola mata termasuk sklera dan kapsul

tenon sehingga bola mata merupakan rongga abses.

i.  Ablasio retina

Page 38: lapkas keratouveitis

8/10/2019 lapkas keratouveitis

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-keratouveitis 38/38

DAFTAR PUSTAKA

Bruce J, Chris C, Anthony B. Lectures Notes Oftalmologi Edisi Kesembilan. Blackwell

Science. 2011

Department of Ophthalmology and Visual Sciences, The Chinese University of Hong Kong

Sept 2002. www.afv.org.hk/Uveitis/uveitis_3.jpg

Fernando H. Bacterial Keratitis. Diunduh pada 12 Desember 2014. Tersedia dari :

http://emedicine.medscape.com/article/1194028-overview 

Hartono. Ringkasan Anatomi dan Fisiologi Mata. UGM. Yogyakarta. 2007

Ilyas, S, Penuntun Ilmu Penyakit Mata Edisi lima. Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. Jakarta : 2013

Khurana A.K. Comphrehensive Ophtalmology Fourth Edition. New Delhi. 2007. hal 89  –  

100.

Paul R.E, John P.W. Cornea.Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology Sixteenth Edition.United States Of America. 2009. hal 129-153

Riordan Paul –  Eva et al : ”Anatomi dan Embriologi Mata” dalam : Riordan Paul –  Eva, et al

: ”Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum”. Jakarta : EGC, edisi 17, 2009

Sherwood L. Eye:Vision.Human Physiology.Sixth Edition. Hal 190-208. Thomson Higher

Education. United States od America.2007

Wijaya,Nana. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-6. Semarang. Universitas Diponegoro.